li helvie - pemeriksaan feses

10
PEMERIKSAAN KIMIA FESES (DARAH SAMAR DAN UROBILIN) Pemeriksaan Darah Samar a. Dasar Teori Sebagai produk akhir metabolisme, feses dapat memberikan informasi diagnostik yang bernilai. Pemeriksaan feses rutin (feses lengkap/FL) terdiri dari analisis secara makroskopis, mikroskopis, dan kimia. Pemeriksaan FL berguna untuk deteksi dini perdarahan saluran cerna, gangguan atau penyakit yang melibatkan hati dan saluran emperdu, sindrom maldigesti/malabsorbsi, inflamasi, serta penyebab diare dan steatorea. FL juga dapat mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri dan parasit patogen dalam saluran cerna. Sampel feses normal terdiri atas bakteri, selulosa, bahan makanan lain yang tidak tercerna, bahan sekresi saluran cerna, pigmen empedu, sel yang berasal dari dinding saluran cerna, elektrolit, dan air. Banyak spesies bakteri dalam usus merupakan flora normal. Metabolisme bakteri menghasilkan bau yang tidak sedap pada feses dan gas usus (flatus). Sampel Feses Mengumpulkan sampel feses tidaklah mudah bagi pasien. Dalam mengumpulkan sampel, diperlukan wadah

Upload: gwensharonemeralda

Post on 02-Feb-2016

62 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

sipp

TRANSCRIPT

Page 1: LI Helvie - Pemeriksaan Feses

PEMERIKSAAN KIMIA FESES (DARAH SAMAR DAN UROBILIN)

Pemeriksaan Darah Samar

a. Dasar Teori

Sebagai produk akhir metabolisme, feses dapat memberikan informasi

diagnostik yang bernilai. Pemeriksaan feses rutin (feses lengkap/FL) terdiri

dari analisis secara makroskopis, mikroskopis, dan kimia. Pemeriksaan FL

berguna untuk deteksi dini perdarahan saluran cerna, gangguan atau penyakit

yang melibatkan hati dan saluran emperdu, sindrom maldigesti/malabsorbsi,

inflamasi, serta penyebab diare dan steatorea. FL juga dapat mendeteksi dan

mengidentifikasi bakteri dan parasit patogen dalam saluran cerna.

Sampel feses normal terdiri atas bakteri, selulosa, bahan makanan lain yang

tidak tercerna, bahan sekresi saluran cerna, pigmen empedu, sel yang berasal

dari dinding saluran cerna, elektrolit, dan air. Banyak spesies bakteri dalam

usus merupakan flora normal. Metabolisme bakteri menghasilkan bau yang

tidak sedap pada feses dan gas usus (flatus).

Sampel Feses

Mengumpulkan sampel feses tidaklah mudah bagi pasien. Dalam

mengumpulkan sampel, diperlukan wadah penampung yang tepat dan

instruksi detail pada pasien. Pasien harus diberitahu bahwa sampel feses tidak

boleh terkontaminasi dengan urine atau air toilet yang mungkin saja

mengandung bahan desinfektan. Wadah penampung yang mengandung bahan

pengawet untuk telur dan parasit tidak boleh digunakan untuk mengumpulkan

sampel dengan tujuan pemeriksaan lain.

Sampel feses acak/random cocok untuk pemeriksaan kualitatif seperti

mendeteksi darah dan pemeriksaan mikroskopis untuk mendeteksi leukosit,

serat otot, dan fecal fat.Sampel ini biasanya ditampung pada wadah

penampung berbahan plastik atau kaca dengan penutup ulir. Sampel feses

Page 2: LI Helvie - Pemeriksaan Feses

yang berada pada sarung tangan dapat juga digunakan untuk pemeriksaan

darah samar dengan menggunakan filter paper kits.

Untuk pemeriksaan kuantitatif seperti fecal fat, diperlukan waktu

penampungan khusus. Oleh karena adanya variasi kebiasaan defekasi dan

waktu transit makanan untuk melewati seluruh saluran cerna, sampel feses

paling representatif untuk pemeriksaan kuantitatif adalah penampungan feses

selama 3 hari. Sampel dapat ditempatkan pada tempat penampung yang

berasal dari kaleng cat. Wadah penampung ini dapat mengakomodasi

banyaknya sampel dan menfasilitasi emulsifikasi sebelum pemeriksaan

dilakukan. Pasien harus diberitahu agar berhati-hati saat membuka wadah

penampung agar gas yang terakumulasi dilepaskan pelan-pelan ke udara.

Pemeriksaan Makroskopis

Pemeriksaan makroskopis utama yang dapat memberikan informasi adanya

gangguan saluran cerna adalah warna (appearance) dan konsistensi.

- Warna

Warna kecoklatan pada feses dihasilkan dari proses oksidasi

sterkobilinogen menjadi urobilin. Bila terdapat sumbatan saluran empedu,

tidak ada bilirubin terkonjugasi yang disekresikan ke usus sehingga tidak

terjadi konversi bilirubin menjadi urobilinogen dan sterkobilin. Akibatnya,

feses akan berwarna pucat. Keadaan lain yang menyebabkan feses

berwarna pucat adalah prosedur diagnostik yang menggunakan barium

sulfat.

Adanya darah dalam feses dapat memberikan warna tertentu pada feses,

bergantung pada lokasi saluran cerna yang mengalami perdarahan. Darah

dalam feses dapat berwarna merah cerah, merah gelap, hingga kehitaman.

Darah dalam jumlah besar ( 25 sampai 50 ml) di saluran cerna bagian atas

(yang berasal dari esofagus, lambung, atau duodenum) memerlukan waktu

sekitar 3 hari untuk terdeteksi di feses. Selama periode ini, akan terjadi

kontak hemoglobin dengan asam lambung sehingga hemoglobin diubah

menjadi asam hematin yang menghasilkan warna kehitaman seperti ter,

suatu keadaan yang disebut melena. Melena dapat menetap jauh setelah

Page 3: LI Helvie - Pemeriksaan Feses

perdarahan aktif berhenti. Feses mungkin tetap hitam sampai 5 hari setelah

perdarahan berhenti, dan uji untuk darah samar mungkin tetap positif

selama beberapa minggu. Apabila waktu transit sangat singkat, darah dari

esofagus atau lambung masih tetap berwarna merah saat keluar.

Sedangkan darah yang berasal dari saluran cerna bagian bawah (misalnya

kolon) memerlukan waktu yang lebih singkat untuk terdeteksi di feses

sehingga darah masih tetap berwarna merah atau marun. Baik feses yang

berwarna hitam atau merah, harus tetap diperiksa secara kimia untuk

memastikan adanya darah dalam saluran cerna. Hal ini karena ingesti besi,

charcoal, dan bismuth dapat menyebabkan feses berwarna hitam,

sedangkan medikasi dengan aspirin dan obat antiinflamasi serta ingesti

makanan seperti bit dapat menyebabkan feses berwarna merah.

- Konsistensi

Abnormalitas feses yang dapat dilihat secara makroskopis lainnya adalah

konsistensi. Konsistensi feses yang encer atau cair didapatkan pada

keadaan diare, sedangkan feses dalam jumlah sedikit dan keras

menunjukkan keadaan konstipasi. Feses yang kecil dan pipih atau disebut

“ribbon-like stools” mengindikasikan adanya obstruksi pasase normal

bahan-bahan dalam usus. Feses yang pucat akibat obstruksi bilier dan

steatorea tampak berminyak, terapung, mengembang (bulky), berbuih

(frothy), dan sering kali berbau busuk. Adanya mukus yang melapisi feses

mengindikasikan adanya inflamasi usus atau iritasi. Sedangkan blood-

streaked mucus mengarahkan kecurigaan terhadap kerusakan dinding

saluran cerna, mungkin akibat invasi bakteri atau amuba maupun

keganasan.

Pemeriksaan Kimia Feses untuk Mendeteksi Darah Samar (Fecal Occult

Blood Testing/FOBT)

Tes skrining untuk mendeteksi adanya darah samar (tersembunyi) adalah

pemeriksaan kimia feses yang paling sering dilakukan. Hal ini karena

perdarahan lebih dari 2,5 ml/150 gr feses merupakan keadaan patologi yang

dianggap signifikan, padahal sering kali perdarahan dengan jumlah ini tidak

Page 4: LI Helvie - Pemeriksaan Feses

menampakkan gejala klinis. Saat ini, FOBT juga digunakan secara massal

untuk skrining deteksi dini kanker kolorektal. Pemeriksaan tahunan FOBT

mempunyai nilai prediktif yang besar untuk mendeteksi kanker kolorektal

pada stadium awal, sehingga pemeriksaan ini sangat direkomendasikan pada

orang yang berusia lebih dari 50 tahun.

Prinsip dasar yang digunakan untuk tes skrining darah samar adalah

mendeteksi adanya aktivitas pseudoperoksidase hemoglobin.

Pseudoperoksidase akan bereaksi dengan hidrogen peroksida yang kemudian

mengoksidasi zat yang tidak berwarna menjadi zat berwarna (gambar 1).

Gambar 1. Reaksi yang terjadi pada FOBT

Beberapa indikator kromogen berbeda digunakan untuk mendeteksi adanya

darah samar. Semuanya bereaksi dengan prinsip kerja yang sama, tetapi

memiliki sensitivitas yang berbeda. Beberapa bahan yang dapat digunakan

antara lain benzidine, ortho-tolidine, dan guaiac. Guaiac adalah reagen kimia

yang paling tidak sensitif. Namun, penggunaan reagen ini lebih dipilih untuk

pemeriksaan rutin karena feses yang normal dapat mengandung darah hingga

2,5 ml, jumlah yang mungkin menyebabkan hasil tes positif dengan

menggunakan reagen lain.

Selain hemoglobin, aktivitas pseudoperoksidase juga didapatkan pada ingesti

mioglobin dalam daging merah dan ikan, sayur dan buah tertentu seperti

brokoli mentah, bunga kol, lobak, dan melon, serta beberapa bakteri

intestinal. Dengan demikian, untuk mencegah hasil positif palsu, diperlukan

reagen dengan sensitivitas rendah.

Kit komersial dalam bentuk filter paper dengan reagen guaiac terimpregnasi

banyak dijual. 2 atau 3 area filter paper diolesi feses yang diambil dari lokasi

yang berbeda, sebaiknya sampel diambil dari bagian tengah feses untuk

menghindari kontaminasi eksternal (misalnya darah menstruasi dan

Page 5: LI Helvie - Pemeriksaan Feses

hemoroid) yang menyebabkan hasil positif palsu. Hidrogen peroksida dapat

diteteskan dibalik kertas saring yang mengandung feses. Bila terdapat

aktivitas psudoperoksidase, akan terbentuk warna biru pada kertas. Tes harus

dikerjakan dalam waktu 6 hari setelah pengumpulan sampel. Sebelum hasil

tes dinyatakan negatif, harus dilakukan pemeriksaan pada 2 sampel dari 3

feses yang berbeda.

Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari konsumsi daging merah,

lobak, melon, brokoli mentah, dan bunga kol selama 3 hari sebelum

pengumpulan sampel. Hal ini untuk mencegah adanya pseudoperoksidase

dalam feses yang berasal dari diet. Konsumsi aspirin dan NSAIDs selain

parasetamol harus dihentikan selama 7 hari sebelum pengumpulan sampel

untuk mencegah iritasi saluran cerna. Vitamin C > 250 mg/hari dan

suplementasi besi yang mengantung vitamin C harus dihindari 3 hari sebelum

penampungan sampel karena asam askorbat adalah reduktor kuat yang akan

mengganggu reaksi peroksidase sehingga menghasilkan tes negatif palsu.

Bakteri usus dapat mendegradasi hemoglobin menjadi porfirin, sedangkan

reagen guaiac tidak dapat mendeteksi senyawa ini sehingga dapat

menyebabkan hasil negatif palsu pada perdarahan saluran cerna bagian atas.

Hasil negatif palsu juga didapatkan pada penderita dengan riwayat makan

makanan dalam jumlah sedikit yang menyebabkan volume feses berkurang

dan meningkatnya waktu transit di usus. Pada keadaan ini diperlukan reagen

lain yang lebih sensitif dan spesifik sehingga dapat mendeteksi hemoglobin

dan porfirin.

b. Prosedur Pemeriksaan Darah Samar

Reagensia

- Serbuk guaiac

- Larutan alkohol 95%

- Asam asetat glacial

Teknik Pemeriksaan

- Buatlah emulsi feses sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi.

- Tambahkan 1 ml asam asetat glacial, kemudian larutan diaduk.

Page 6: LI Helvie - Pemeriksaan Feses

- Masukkan sepucuk pisau serbuk guaiac dan 2 ml larutan alkohol 95% ke

dalam tabung reaksi lain, kemudian dicampur.

- Tuanglah isi tabung kedua ke dalam tabung yang berisi emulsi feses

dengan hati-hati sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan

terpisah.

Interpretasi

- Negatif : tak ada perubahan warna.

- Positif : terlihat warna kebiruan pada batas kedua lapisan. Derajat

kepositifan sebanding dengan intensitas warna biru yang

tampak.

c. Prosedur Pemeriksaan Urobilin dalam Feses

Reagensia

- Larutan mercurichlorida 10%

Teknik Pemeriksaan

- Taruhlah beberapa gram feses dalam sebuah mortir, tambahkan larutan

mercurichlorida 10% ana, kemudian campurlah dengan memakai alunya.

- Tuanglah campuran bahan tersebut ke dalam cawan datar agar lebih

mudah menguap, diamkan selama 6-24 jam.

Interpretasi

- Positif: timbulnya warna kemerahan pada sediaan menunjukkan adanya

urobilin dalam feses

Catatan

- Dalam feses normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin berkurang pada

ikterus obstruktif. Jika obstruksi bersifat total, hasil tes akan menjadi

negatif.

- Tes terhadap urobilin ini lebih inferior jika dibandingkan dengan

penetapan kuantitatif urobilinogen dalam feses. Penetapan kuantitatif

dapat mengetahui jumlah urobilinogen yang disekresikan per 24 jam,

sehingga dapat memberikan informasi penting pada keadaan klinis seperti

anemia hemolitik, ikterus obstruktif, dan ikterus hepatoseluler.

Page 7: LI Helvie - Pemeriksaan Feses

Referensi

a. Gandosoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian

Rakyat.

b. Patel, H.P. 2006. The Abnormal Urinalysis. Pediatr Clin N Am, 53:325– 337.

c. Strasinger, S.K. dan Lorenzo, M.S.D. 2008. Urinalysis and Body Fluids. 5th

Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.