leukoplakia oral - simdos.unud.ac.id · 2 bab i pendahuluan 1.1 latar belakang leukoplakia adalah...

22
LEUKOPLAKIA ORAL DRG. MIA AYUSTINA PRASETYA, SP. KGA 198007162010122002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2018

Upload: vutruc

Post on 02-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LEUKOPLAKIA ORAL

DRG. MIA AYUSTINA PRASETYA, SP. KGA

198007162010122002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

ii

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Pertama-tama, penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang

Maha Esa, karena atas karunia dan restunya penulis bisa menyelesaikan Lietrature

Review dengan judul “Leukoplakia Oral”.

Lirature review diselesaikan dengan observasi, diskusi, dan bantuan dari

berbagai pihak untuk membantu mengembangkan, menyelesaikan, melengkapi

kekurangan, walau masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap

agar pembaca dapat memberikan saran, kritik, dan rekomendasi yang membangun

untuk student project ini. Akhir kata, penulis berharap dapat memberikan manfaat

dan menambah pengetahuan kepada semua orang.

Denpasar, Mei 2018

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................ii

Daftar Isi...................................................................................................iii

Daftar Gambar..........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 2

1.1 Latar Belakang....................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................3

1.3 Tujuan.................................................................................................3

1.4 Manfaat...............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................4

BAB III PENUTUP................................................................................16

3.1 Kesimpulan.......................................................................................16

1.2 Saran................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................17

1

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Epithelial pearl.................................................7

Gambar 2. Hairy leukoplakia.............................................7

Gambar 3. Pewarnaan toluidine blue.................................9

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukoplakia adalah istilah yang digunakan untuk penampakan lesi putih yang

bersifat prekanker. World Health Organization (WHO) mendefinisikan leuoplakia

sebagai ‘Plakat putih risiko yang dipertanyakan telah mengeluarkan penyakit atau

gangguan lain yang diketahui yang tidak meningkatkan risiko kanker.’[1] Leukoplakia

sendiri hanya istilah klinis, dan definisinya biasnyaa dimodifikasi setelah evaluasi

histopatologis. Sebagai contoh, kesan klinis leukoplakia pada pemeriksaan biopsi

mungkin menunjukkan kandidiasis, gigitan keratosis, atau lichen planus.[2]

Dalam sebuah penelitian oleh Martorell-Calatayud et al. menentukan prevalensi

leukoplakia berada di kisaran 0,4% hingga 0,7%. Pada penelitian yang dilakukan di

India terdapat 3,28% mengalami leukoplakia, di Amerika leukoplakia ditemukan

sebanyak 2,9% dari 23.616 orang dewasa kulit putih, Di negara berkembang,

leukoplakia didiagnosis pada individu usia 30-50 tahun dan meningkat seiring

bertambahnya usia. Rasio laki-laki-perempuan sendiri tergantung pada distribusi

geografis penyakit.[3]

Penyebab dari leukoplakia dianggap multifaktorial, tetapi merokok dianggap

sebagai faktor yang sering terlibat hal ini berbading lurus dengan banyaknya

leukoplakia ini ditemukan ini di kalangan perokok daripada di kalangan non-perokok,

sedangkan alkohol dianggap sebagai faktor risiko independen. Secara klinis,

leukoplakias dibagi menjadi lesi homogen dan nonhomogen. Jenis homogen biasanya

berupa plak putih tipis, rata, dan seragam dengan setidaknya 1 area yang berbatas tegas

dengan atau tanpa figur sedangkan nonhomogeneous leukoplakia ditandai dengan

adanya bintik-bintik atau erythroplakic dan nodular atau daerah verrucous.[4] Kendala

dalam menegakkan diagnosis leukoplakia masih sering terjadi, hal ini disebabkan oleh

beberapa kemungkinan seperti etiologi leukoplia yang belum jelas hingga

perkembangan yang agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai

hiperkarotis tetapi akhirnya menjadi karsinoma skuamosa dengan angka kematian yang

tinggi. Sehingga dalam penusunan student project ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan yang lengkap mengenai lukoplakia.[5]

3

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Leukoplakia Oral?

2. Bagaimana epidemiologi Leukoplakia Oral ?

3. Bagaimana patofisiologi Leukoplakia Oral ?

4. Apa manifestasi klinis dari Leukoplakia Oral ?

5. Bagaimana mendiagnosis Leukoplakia Oral ?

6. Apa diagnosis banding dari Leukoplakia Oral ?

7. Bagaimana penatalaksanaan Leukoplakia Oral ?

8. Bagaimana prognosis Leukoplakia Oral ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi Leukoplakia Oral

2. Mengetahui epidemiologi Leukoplakia Oral

3. Mengetahui patofisiologi Leukoplakia Oral

4. Mengetahui manifestasi klinis Leukoplakia Oral

5. Mengetahui cara mendiagnosis Leukoplakia Oral

6. Mengetahui diagnosis banding Leukoplakia Oral

7. Mengetahui penatalaksanaan Leukoplakia Oral

8. Mengetahui prognosis Leukoplakia Oral

1.4 Manfaat

Bagi Penulis

1. Penulis dapat memperdalam pengetahuan tentang Leukoplakia Oral

Bagi Pembaca

1. Pembaca dapat mengetahui proses terjadinya Leukoplakia Oral

2. Pembaca dapat mengetahui tanda dan gejala Leukoplakia Oral sehingga dapat dideteksi

lebih awal

3. Pembaca dapat mengetahui terapi yang diperlukan untuk penanganan Leukoplakia Oral

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Leukoplakia Oral

Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada tahun 1877 untuk

menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang kemungkinan merupakan gambaran klinis

glositis sifilis.[6] WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai lesi putih keratosis berupa bercak

atau plak pada mukosa mulut yang tidak mempunyai ciri khas secara klinis atau patologis

seperti penyakit lain, dan tidak terkait dengan agen penyebab fisik atau kimia kecuali

penggunaan tembakau.[7] Secara histopatologi, leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih

pada mukosa dengan epitel mengalami hiperkeratosis dengan dasar yang terdiri dari sel

spinosum.[6]

2.2 Epidemiologi Leukoplakia Oral

Berbagai studi ilmiah mengenai leukoplakia memiliki prevalensi yang bervariasi.

Tetapi tinjauan secara global yang komprehensif memiliki prevalensi 2,6% dan tingkat

konversi ke keganasan berkisar antara 0,1% hingga 17,5%.

Adapun analisis statistik dari beberapa penelitian yang diujicobakan pada anak-anak di

India menyimpulkan bahwa prevalensi leukoplakia mulai dari 0,2% hingga 5,2% dan

transformasi keganasan sekitar 0,13% hingga 10%. Peningkatan dalam prevalensi leukoplakia

di India dapat disebabkan oleh faktor budaya, etnis dan geografinya.[5]

Leukoplakia sering ditemukan pada laki-laki, dan prevalensinya meningkat seiring

bertambahnya usia. Diperkirakan bahwa mempengaruhi pria di atas 40 tahun.[8]

2.3 Etiopatogenesis Leukoplakia Oral

Etiologi kebanyakan kasus leukoplakia tidak diketahui (idiopatik). Namun beberapa

penelitian menunjukkan inisiasi kondisi leukoplakia dipengaruhi faktor ekstrinsik maupun

intrinsik. Faktor yang paling sering dihubungkan dengan terjadinya leukoplakia adalah

merokok, konsumsi alkohol, iritasi kronis, kandidiasis, kekurangan vitamin, gangguan

endokrin, serta karena serangan virus tertentu.[9]

Beberapa penelitian menunjukkan peranan penting infeksi Candida sebagai pencetus

terjadinya leukoplakia. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan infeksi Candida

albicans dan keberadaannya yang simultan memegang peranan penting dalam terjadinya

5

transformasi malignan selain infeksi Candida albicans, penelitian yang pernah dilakukan juga

mengaitkan defisiensi beberapa vitamin dengan terjadinya leukoplakia. Penurunan level serum

vitamin A, B12, C, beta karotin, dan asam folat yang signifikan dapat meningkatkan

kemungkinan leukoplakia.[3]

Penelitian oleh Schepman et all menunjukkan bahwa perokok aktif memiliki

kemungkinan enam kali lebih besar menderita leukoplakia dibandingkan orang yang tidak

merokok. Penelitian lain juga menunjukkan konsumsi alkohol meningkatkan kemungkinan

perkembangan malignansi di rongga mulut. Infeksi Human Papilloma Virus (HIV) juga dapat

menyebabkan perkembangan malignansi di rongga mulut. Virus ini mengekspresikan protein

onkogenik seperti human papilloma virus-16L1 yang dapat menyebabkan karsinogenesis.[3]

Secara umum, terjadinya leukoplakia dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika sel

jaringan terpapar karsinogen, sel akan berusaha untuk beradaptasi. Sel akan berproliferasi,

menyempitkan kapasitas sitosoliknya, dan menggabungkan beban organel-organelnya dalam

rangka adaptasi tersebut. Dalam kaitannya dengan epitel rongga mulut, adaptasi ini dilakukan

dengan memperbesar ruang progenitor (hiperplasia). Hiperplasia ini menjadi tanda yang paling

awal muncul. Ketika iritan bertahan lebih lama, epitelium akan menunjukkan bentuk

degenerasi seluler sehingga mengalami atrofi. Ketika fase adaptasi dan kerusakan sel reversible

selesai, sel akan memasuki tahap kerusakan yang irreversible, yang berupa terjadinya apoptosis

atau transformasi malignan. Sebagai respon adaptasi, terjadi gangguan genetik yang

menempatkan sel untuk terus dapat berproliferasi dan menyebabkan transformasi malignan

yang lebih banyak lagi.[5]

2.4 Manifestasi Klinis Leukoplakia Oral

Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih yang tidak bisa digolongkan secara

klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya. Leukoplakia merupakan lesi pra kanker yang

paling banyak, yaitu sekitar 85% dari semua lesi pra kanker.

Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lingual, labia, palatum, daerah

dasar cavum oris, gingiva, mukosa lipatan buccal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-

macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan

setiap individu akan berbeda.

Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang agak transparan,

berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya batasnya tegas tetapi

dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam minggu sampai bulan

6

menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan keras. Lesi ini biasanya

tidak sakit, tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan pedas dan iritan lainnya.[10]

Selanjutnya leukoplakia dapat berkembang menjadi granular atau nodular

leukoplakia. Leukoplakia juga dapat berkembang dan berubah bentuk menjadi eritroplakia.

Terdapat beberapa tipe klinis leukoplakia, antara lain:

1. Leukoplakia Homogen

Dalam perkembangannya, leukoplakia dapat menjadi semakin meluas, menebal,

disebut leukoplakia homogen. Pada tipe ini, terutama berupa lesi putih yang datar dan

tipis. Lesi ini dapat terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan yang

halus atau berkerut. Teksturnya konsisten. Tipe ini biasanya asimptomatik.

2. Leukoplakia non homogen

Terutama berupa lesi putih atau putih disertai merah (eritroplakia). Permukaan lesi

ireguler, bisa rata, nodular (speckled leukoplakia) atau exophytic(exophytic atau

verrucous leukoplakia). Pada verrucous leukoplakia, permukaan lesi tampak sudah

menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Tipe leukoplakia ini biasanya disertai

dengan keluhan ringan berupa ketidaknyamanan atau nyeri yang terlokalisir.

3. Proliferative verrucous leukoplakia

Merupakan tipe leukoplakia yang agresif yang hampir selalu berkembang

menjadi malignansi. Tipe ini ditandai dengan manifestasi multifokal dan menyebar

luas, sering terjadi pada pasien dengan faktor risiko yang tidak diketahui. Secara

umum, leukoplakia non homogen memiliki risiko yang lebih tinggi untuk bertransformasi

menjadi malignan, tetapi oral karsinoma dapat berkembang dari berbagai jenis

leukoplakia.[11]

2.5 Diagnosis Leukoplakia Oral

Leukoplakia oral memiliki penampakan makroskopis berupa bercak putih yang

berbatas tegas dan permukaannya sedikit lebih menonjol dibandingkan mukosa mulut normal.

Perkembangan lesi leukoplakia oral dimulai dengan munculnya lesi putih pudar dan rata.

Semakin lama, lesi akan berwarna semakin putih dan menonjol ke permukaan mukosa mulut.

Pada beberapa kasus, lesi dapat menimbulkan ulkus pada mukosa mulut.[9,12]

Karena leukoplakia oral tidak menimbulkan gejala klinis, diagnosis pasti leukoplakia

oral hanya dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan histopatologi. Pada

pemeriksaan histopatologi akan ditemukan kelainan pada sel epitel mukosa mulut pada

7

penderita leukoplakia, antara lain inti sel hiperkromatik, hilangnya polaritas saat mitosis, inti

sel pleomorfik, berubahnya perbandingan ukuran inti sel dan sitoplasma, hilangnya diferensiasi

sel, dan terjadinya keratinisasi pada sel.[9]

Pada pemeriksaan imunohistokimia, ekspresi protein Ki67 dan protein p53 dapat

menunjukkan kemungkinan terjadinya perubahan menuju keganasan pada lesi leukoplakia

oral.[13,14]

Penegakan diagnosis leukoplakia hampir sama seperti pada penyakit lainnya, mulai dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan histopatologi

sebagai gold standard. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga

dilakukan dengan pengecatan toluidine blue, endoskopi, sitologi, pemeriksaan telomerase dan

apabila memungkinkan bisa menggunakan PET-scan.[15]

1. Histopatologi

Pada pemeriksaan histologi akan terlihat hiperkeratosis atau penebalan pada bagian

Stratum korneum kulit, Acanthosis (peningkatan ketebalan pada Stratum spinosum),

Intracellular hydropic degeneration (apoptosis), terdapat Epithelial pearl, tidak ada tanda-

tanda displasia, dan ada infiltrasi round sel pada jaringan ikat.[16]

2. Toluidine blue

Dasar dari pemeriksaan dengan memakai toluidine blue adalah sel kanker akan

mengabsorpsi warna biru, sedangkan jaringan normal tidak.[15]Cara nya yaitu wajah dan

pakaian pasien dilindungi dari tumpahan pewarnaan dan oleskan jelly petroleum pada bibir

pasien untuk mengurangi pewarnaan. Minta pasien untuk batuk pada cup besar untuk

membuang sisa-sisa yang infeksius, kemudian yang pertama minta pasien untuk berkumur

larutan asam asetat selama 20 detik dan bilas dengan air. Selanjutnya berkumur dengan larutan

toluidin blue selama 20 detik , kemudian larutan asam asetat kembali selama 20 detik kemudian

Gambar 1. Epithelial pearl Gambar 2. Hairy leukoplakia

8

cuci dengan air. Pewarnaan yang dipertahankan oleh dorsum lidah adalah normal, bukan

positif. Sedangkan apabila warna biru dipertahankan di region lain dalam rongga mulut dan

tidak\ luntur dengan larutan asam asetat maka dianggap positif. Untuk mengurangi hasil positif

palsu maka apabila hasil yang pertama positif, maka dilakukan tes kembali setelah 10-14 hari.

Jika hasil yang ke-2 juga positif maka harus dilakukan biopsy (mandatory). Namun apabila lesi

yang dicurigai ternyata negatif, maka dicarikan second opinion atau bila memungkinkan biopsi.

Dibawah ini adalah ilustrasi bagaimana toluidin blue menunjukkan (highlight) lesi yang

dicurigai.[17]

Sebelum pewarnaan Sesudah pewarnaan

Gambar 3. Pewarnaan toluidine blue

9

3. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi, terutama flexible fiberoptic, penting dan harus rutin dilakukan

pada penderita kanker rongga mulut, faring, laring dan esophagus. Tujuan pemeriksaan ini

adalah mencari synchronous cancers. Adapun pemeriksaan sitologi dapat berasal dari sel-sel

eksfoliatif atau dari cucian mulut, ataupun dari specimen kerokan dari lesi di rongga mulut,

baik lesi prakanker atupun lesi yang dicurigai.[15]

4. PET-SCAN

Teknik ini merupakan pencitraan yang sangat sensitive untuk menemukan tumor

primer yang kecil (pada unknown/occult primary tumor) dan adanya metastase.[18]

2.6 Diagnosis Banding Leukplakia

Dalam menegakkan diagnosis dari leukoplakia maka harus dapat menyingkirkan beberapa

kemungkinan penyakit yang gejalanya hampir mirip dengan penyakit ini. Beberapa penyakit

yang perlu dikesampingkan yaitu :

A. Hairy Leukoplakia

Hairy leukoplakia adalah lesi putih pada rongga mulut, namun tidak termasuk lesi

praganas. Secara klinis ditemukan adanya plak putih tanpa rasa sakit pada perbatasan

lateral lidah. Selain itu juga terdapat riwayat HIV atau imunosuppresion. Diagnosis

definitif dari hairy leukoplakia adalah biopsi dan pemeriksaan histologi pada lesi. Pada

teknik in situ hibridisasi ditemukan adanya EBV di dalam jaringan.[19]

B. Lichen Planus

Lichen planus adalah penyakit autoimun yang dapat mengenai kuku, kulit, rambut, dan

membran mukosa. Biasanya ditandai dengan reticular atrophic dan erosif mucosal.

Reticular/plaque lesions biasanya asimptomatik, sedangkan pada lesi erosif mungkin

menyakitkan. Pada biopsi insisi dan pathologi menunjukkan karakteristik superficial

keratinisasi, infiltrasi dense banded lymphocytic dalam lamina propria superfisial, dan

degenerasi basal lapisan liquefactive dan colloid bodies yang tersebar atau apoptosis

keratinosit.[20]

C. Oral Squamous Cell Carcinoma

Oral squamous cell carcinoma adalah kanker yang yang sering terjadi pada rongga

mulut. Secara klinis terlihat sebagai plak keratosis, tepi lesi yang indurasi, ulserasi, dan

kemerahan. Biasanya pada oral squamous cell carcinoma berhubungan dengan

lymphadenopathy atau dysphagia. Terdapat nyeri atau mati rasa menunjukkan invasi

10

mendalam pada struktur tulang atau jaringan lunak. Pada biopsi insisi dan patologi

menunjukkan bukti adanya karsinoma yang invasif dan keratin pearls.[7]

D. Discoid Lupus Erythematosus

Discolid lupus erythematosus biasanya ditandai dengan adanya pattern lichenoid dan

lesi erosif atau inflamasi.[21] Pada insisi biopsi dan patologi menunjukkan vakuola

keratosit, patchy periodic-acid-schiff positif dan edema di lamina propria, serta

infiltrasi inflamasi yang berat atau perivaskular.[22] Pada pemeriksaan direc

immunofluorescence akan menunjukkan deposit globular IgG, IgA, dan fibrinogen

yang tidak merata disepanjang zona membran.[23]

E. White Sponge Nevus

White sponge nevus merupakan kelainan bawaan menunjukkan transmisi autosomal

dominanyang ditandai dengan adanya plak putih pada mukosa pipi (sering bilateral),

dan jarang terjadi pada jaringan lingual dan labial. Pada white sponge nevus tidak ada

tes yang dapat membedakan karena temuan klinis saja sudah cukup.[7]

2.7 Penatalaksanaan Leukoplakia Oral

Manajemen diawali dengan pemeriksaan fisik secara berkala yang diulang setelah 2-3

minggu untuk menilai pengecilan ukuran. Pasien diperintahkan untuk menghentikan kebiasaan

seperti merokok, konsumsi alkohol, konsumsi sirih dan berbagai hal yang dapat mengganggu

kebersihan dan menyebabkan trauma pada mulut. Jika ada peubahan maka dilakukan tindak

lanjut setiap 3 bulan sekali kemudian dilanjutkan dengan 6 bulan sampai 12 bulan sekali. Lesi

risiko rendah yang tidak mengalami pengecilan ukuran bahkan setelah penghentian kebiasaan

(merokok, meminum alkohol, dsb), atau dalam kasus lesi berisiko tinggi, biopsi wajib

dilakukan untuk menilai tingkat displasia epitel. Dalam kasus yang tidak menunjukkan adanya

tanda displasia, maka pengobatan konseratif lah yang disarankan. Sedangkan jika ada tanda

displasia sedang maupun berat, tindakan bedah sangat disarankan. Perawatan non-bedah

menyebabkan efek samping yang minimal, khususnya pada pasien dengan lesi yang tersebar

luas, leukoplakia yang melibatkan area besar mukosa mulut, atau pada mereka yang memiliki

masalah medis yang memiliki risiko tinggi terhadap pembedahan, atau ketika pasien menolak

intervensi bedah. Selain itu perawatan nonbedah pun relatif lebih murah dan tak memerlukan

perawatan intensif di pusat kesehatan.[24]

Setiap perawatan leukoplakia oral harus dimulai dengan penghapusan faktor risiko

seperti penyalahgunaan tembakau, menguyah sirih, penyalahgunaan alkohol, infeksi candida

11

yang tumpang tindih di atas lesi dll. Hingga 60% leukoplakia mengalami regresi atau

menghilang sama sekali jika penggunaan tembakau dihentikan. Pada kasus infeksi candida

maka pemberian aintifungal dan penghindaran tembakau dapat memperkecil lesi. Sangat

penting bagi pasien leukoplakia untuk senantiasa menjaga kebersihan mulutnya.[24]

A. Pengobatan Konservatif

Pengobatan konservatif meliputi penggunaan anti fungal dan agen kemopreventif seperti

vitamin (vitamin A, C, E), fenretinide (vitamin A analog), carotenoids (beta-carotene,

lycopene), bleomycin, protease inhibitor, obat-obatan antiinflamasi, teh hijau, temulawak,

dan lain-lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa terapi fotodinamik pun dapat

dilakukan untuk mengatasi leukoplakia.

1. Antifungal

Pada kasus leukoplakia yang disebabkan oleh fungi maka antifungal adalah

pilihan yang tepat untuk mengatasinya. Beberapa antifungal yang dapat digunakan

seperti polyene-nystatin tablet yang larut perlahan di mulut, imidazol, dan fluconazol.

Pada pasien leukoplakia dengan immunocompromize maka dibutuhkan perawatan

antifungal yang lebih toksik seperti amphotericin B.[3]

2. Karotenoid

Karotenoid dapat di definisikan sebagai molekul yang sangat hidrofobik.

Contoh jenis karotenoid yang sering dipakai yakni beta karoten dan lycopene. Beta

karoten adalah perkursor vitamin A yang sering ditemui pada sayuran hijau, orange,

atau kekuningan seperti bayam, wortel, pepaya, mangga, ubi, dan jeruk. Betakaroten

direkomendasikan sebagai obat untuk leukoplakia berhubungan dengan aksi

antioksidannya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa kesembuhan dengan

betakaroten ini berkisar 4%-54% dengan dosis regimen dari 20 sampai 90 mg/hari

selama 3 sampai 12 bulan.[24]

Likopen adalah pigmen merah larut lemak yang ditemukan pada beberapa buah

dan sayur. Sumber utamanya yakni tomat. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa

likopen yang terdapat dalam tomat menjadi regimen yang sangat baik dalam

pencegahan dari leukoplakia. Sama seperti betakaroten, likopen pun memiliki efek

antioksidan yang sangat baik dalam memproteksi sel dari radikal bebas. Likopen yang

didapat dari oil resin capsule dan jus tomat lebih baik daripada dari tomat segar. Dengan

konsumsi likopen selama 3 bulan dengan dosis 4mg-8mg/hari dapat memberikan efek

kesembuhan sebesar 25%-55% .[24]

12

3. Vitamin

Beberapa vitamin yang dapat digunakan adalah retinoids ( vitamin A/retinol),

Vitamin E, L-Ascorbic Acid ( L-AA/ Vitamin C), dan Ferentinide. Retinoid adalah

semua senyawa natural atau sintetik dengan aktifitas yang sama seperti vitamin A.

Vitamin A memiliki banyak fungsi yang salah satunya yakni berperan dalam proses

diferensiasi sel dan pembentukan keratin. Pada sebuah penelitian yang meneliti

keefektifan vitamin A dalam pengobatan leukoplakia dengan menggunakan gel

tretinoin yang dioleskan secara lokal sebanyak 4 kali sehari pada 26 pasien leukoplakia

non-malignant dengan rata-rata umur 62 tahun menunjukkan bahwa remisi klinis

sebesar 26%. Suplementasi leukoplakia dengan retinoid oral telah dimulai sejak tahun

1960, namun banyak mengalami penolakan karena menyebabkan beberapa efek

samping seperti hipervitaminosis, efek teratogenik, toksisitas, dan gangguan dari

beberapa sistem organ.[24]

Vitamin E merupakan istilah kolektif untuk famili senyawa kimia yang

memiliki struktur yang berkaitan dengan alfa-tocopherol. Memiliki kapasitas dalam

menekan proliferasi tumor sebagaimana fungsi sebagai pemakan radikal bebas untuk

mencegah lipid peroksidasi. Penelitian menyebutkan bahwa pasien yang mengonsumsi

vitamin E dua kali sehari selama 24 minggu mengalami remisi klinis sebesar 46% dan

respon histologik sebesar 21%. L-Ascorbic Acid ( L-AA/ Vitamin C) mempunyai

properti antioksidan dan bereaksi dengan superoksida sebagai hasil dari proses

metabolisme; inaktivasi dari superoksida ini mencegah pembentukan nitrosamin selama

pencernaan protein dan membantu meghindarkan DNA dan protein sel dari kerusakan.

Dapat ditemukan pada mangga, strawberi, kiwi, pepaya, dll. Fenretinide telah terbukti

dapat mengobati leukoplakia dengan efek yang lebih sedikit dari vitamin A analog

lainnya. Perannya adalah menghambat pertumbuhan sel dengan menginduksi apoptosis

dengan reseptor dependent atau reseptor independent. Pasien yang mengaplikasikan

fenretinid secara lokal dua kali sehari telah meunjukan remisi klinis sebesar 75%.[24]

4. Agen antineoplastik

Salah satu agen antineoplastik yang sering digunakan adalah bleomisin.

Bleomisin adalah antibiotik sitotoksik pertama yang digunakan untuk menyembuhkan

neoplasma. Ini pun dapat menjai alternatif dalam pengobatan leuplakia, meskipun

jarang digunakan karena dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti reaksi

mukokutaneus seperti stomatitis, alopesia, pruritic erythema, dan vesikulasi pada kulit.

13

Administrasi bleomisin secara topikal dapat mengecilkan lesi dengan dosis 0,5%/hari

selama 12 sampai 15 hari atau 1%/hari selama 14 hari.[24]

5. Polivenol

Beberapa sumber polivenol yang baik adalah curcumin dan teh hijau. Curcumin

telah digunakan selama ribuan tahun di obat tradisional India. Curcumin dilaporkan

memiliki beberapa fungsi farmakologis termasuk anti-inflamasi, antimikroba, antivirus,

antijamur, antioksidan, chemo-sensitizing, radio-sensitizing, dan aktivitas

penyembuhan luka. Juga diketahui sebagai pencegah inisiasi tumor, promosi dan

metastasis di model eksperimental, dan juga dapat bertindak sebagai anti-proliferasi

agen dengan mengganggu siklus sel, mengganggu mitosis struktur spindel, dan

menginduksi apoptosis dan mikronukleasi. Sudah banyak sekali penelitian mengenai

curcumin ini dan salah satunya yakni pemberian kurkumin dalam dosis 1.000 hingga

8.000 mg (500 mg kurkumin sintetis per kapsul, kemurnian 99%) setiap hari selama

tiga bulan. Peningkatan histologis lesi premalignan tercatat pada dua dari tujuh pasien

dengan oral leukoplakia. Epigallocatechin gallate (EGCG), polifenol utama yang

ditemukan dalam teh hijau memiliki antioksidan dan kemo-preventif properti.

Epigallocatechin gallate (EGCG) menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan.

Menurut sebuah penelitian, 29 dari 59 pasien dengan leukoplakia oral diacak untuk

menggunakan ekstrak teh campuran secara lisan serta ekstrak teh topikal. Setelah

percobaan 6 bulan, lesi oral telah menurun dalam ukuran hampir 40% dari pasien yang

dirawat.[24]

6. Terapi fotodinamik

Terapi photodynamic adalah metode non-invasif pengobatan untuk tumor

kepala dan leher dan lesi pramaligna . Ini didasarkan pada reaksi foto-kimia, yang

diprakarsai oleh aktivasi cahaya dari obat yang mem photosensitizing tumor dan

menyebabkan kematian sel. Terapi fotodinamik dalam prakteknya membutuhkan

fotosensitisasi secara bersamaan antara obat (photosensitizer), oksigen, dan cahaya dan

dalam keadaan non-termal. Dibutuhkan beberapa jangka waktu untuk memungkinkan

fotosensitizer berkumpul pada jaringan target, kemudian photosensitizer diaktifkan

oleh paparan cahaya low-visible dari panjang gelombang spesifik obat. Ada beberapa

fotosensitizer yang telah dikembangkan dan disetujui pada waktunya: (1) Photofrin; (2)

5-Asam Aminolaevulinic (ALA); (3) Verteporfin; (4) Foscan. Keuntungan dari terapi

fotodinamik ini adalah relatif lebih murah dari terapi bedah, efek samping rendah,

14

toksisitas rendah, dan kosmetik penyembuhan lesinya pun lebih baik dari terapi bedah

karena bersifat kurang invasif .[24]

B. Tindakan Bedah

1. Bedah konservatif-eksisi

Pembedahan konvensional mengacu pada eksisi luka dengan pisau bedah.

Pembedahan konvensional mungkin tidak cocok untuk lesi yang luas atau terletak pada

bagian anatomi tertentu. Morbiditas yang tinggi akibat bedah ini pun menjadi hal yang

harus dipikirkan lagi sebelum melakukannya pada pasien dengan lesi yang luas .[24]

2. Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi dapat digunakan sendiri atau sebagai adjuvant untuk bedah

konservatif. Elektrokoagulasi menghasilkan kerusakan termal di dalam dan di jaringan

sekitar, yang menyebabkan nyeri pasca operasi dan edema, dan menyebabkan jaringan

parut yang cukup besar .[24]

3. Cryosurgery

Cryosurgery adalah metode perawatan yang melibatkan kerusakan jaringan terkontrol

yang disebabkan oleh suhu rendah. Metode ini secara lokal menghancurkan jaringan

lesional dengan pembekuan in situ - oleh nitrogen cair atau dinitrogedioksida (N2O2).

Ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya tidak terlalu menyebabkan keluarnya

darah, insidensi infeksi sekunder yang sangat rendah, dan cenderung kurangnya

jaringan parut dan rasa sakit. Ini juga dapat digunakan untuk pasien kelompok risiko

tinggi seperti mereka dengan alat pacu jantung, orang tua, dan mereka dengan

koagulopati. Selain itu, cryosurgery dapat menjadi pilihan pertama dalam kasus lesi

multipel dan luas, area sulit akses bedah, dan area di mana estetika penting. Efektivitas

cryosurgical tinggi dan berkisar dari 80% hingga 100%. Efektivitasnya tergantung pada

pembekuan yang memadai waktu dan kedalaman pembekuan yang tepat.[24]

4. Bedah laser (eksisi atau evaporasi)

Operasi laser telah dilaporkan paling direkomendasikan dalam 30 tahun terakhir.

Karbon dioksida, neodymium: yttrium-aluminium garnet (Nd: YAG), argon, dan

potasium-titanil-fosfat (KTP) laser digunakan dalam manajemen - penguapan atau

eksisi- leukoplakia oral. Presisi mereka memungkinkan pembedahan yang konservatif

dan lokasi yang spesifik, bedah minimal invasif dengan sterilisasi area bedah dan

perdarahan intraoperatif minimal. Laser ini juga memungkinkan periode penyembuhan

pasca operasi yang lebih baik, dengan lebih sedikit bengkak dan nyeri dan

15

penyembuhan dengan jaringan parut minimal. Ini dapat dilakukan bahkan untuk lesi

yang luas. Penyembuhan luka sangat baik karena kontraksi terbatas; ini menghasilkan

mobilitas mukosa mulut yang memuaskan dan disfungsi oral minimal. Kelebihan

tambahan laser termasuk visualisasi optimal terhadap area bedah, limfatik, dan ujung

saraf yang meminimalkan peluang untuk terjadi neoplasma. Dari beberapa jenis

pengobatan laser yang dipercaya memiliki kerja maksimal adalah vaporasi laser

CO2.[3,24]

2.8 Prognosis Leukoplakia Oral

Tingkat transformasi keganasan leukoplakia oral bervariasi dari 0 hingga 33%. Secara

keseluruhan, 3 hingga 8% leukoplakia mengembangkan transformasi maligna dalam periode

rata-rata lima tahun. Setiap leukoplakia dapat berubah menjadi karsinoma, bahkan tidak

menunjukkan displasia epitelial pada awalnya (atau di mana displasia terjadi tidak ada pada

biopsi yang diambil). Masalah utamanya adalah transformasi menjadi ganas tidak dapat

diprediksi dengan pasti. Meskipun demikian, beberapa data dapat membantu mengidentifikasi

risiko yang mungkin terjadi. Leukoplakias menunjukkan risiko transformasi tinggi ketika :

1. mempengaruhi wanita

2. bertahan untuk waktu yang lama

3. muncul pada bukan perokok

4. terletak di dasar mulut atau lidah

5. terlihat pada pasien dengan karsinoma kepala dan leher sebelumnya

6. terinfeksi oleh Candida

7. menunjukkan displasia epitelial

8. menunjukkan DNA aneuploidy.

` Dari semua faktor ini, keberadaan displasia epitelial tampaknya merupakan indikator

paling penting dari potensi keganasannya. Beberapa leukoplakia menunjukkan tingkat

kekambuhan yang meningkat (proliferative verukus leukoplakia). Di sisi lain, beberapa

leukoplakia menghilang secara spontan tanpa terapi spesifik. Pemeriksaan rutin pada pasien ini

sangat penting, mungkin setiap 3, 6 dan kemudian 12 bulan, baik pada pasien yang diobati

maupun yang tidak diobati.[25]

16

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Avascular Necrosis of Femoral Head (AVNFH) adalah suatu keadaan patologis yang

berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya suplai darah ke tulang subchondral kepala

femoralis, sehingga dapat menyebabkan kematian osteosit dan kerusakan secara progresif

permukaan artikular kepala femoralis serta dapat diikuti oleh arthritis degeneratif sendi

pinggul. Dengan melakukan analisis pada beberapa kelompok usia, diamati bahwa angka

kejadian avaskular nekrosis pada caput femur terbanyak berada dalam kelompok usia 30-40

tahun dengan persentase 31,52%. Ada beberapa faktor penting yang diperkirakan menjadi

penyebab terjadinya nekrosis avaskular caput femur. Magnetic Resonance Imaging (MRI) bisa

digunakan sebagai alat diagnostik yang paling sensitif, spesifik, dan banyak digunakan untuk

diagnosis nekrosis avaskular caput femur. Untuk penanganan pada nekrosis avaskular caput

femur bisa dilakukan secara rehabilitatif, tindakan pembedahan, maupun farmakologis.

1.2 Saran

Perlu adanya jurnal maupun artikel yang lebih banyak lagi terkait patofisiologi dari

nekrosis caput femur yang bisa di cari di internet maupun di perpustakaan

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Alessandro Villa. Leukoplakia—A Diagnostic and Management Algorithm. 2017.

75:723-734. Di akses pada 9 April 2018

2. Ioanina PARLATESCU. Oral Leukoplakia – an Update. Maedica. 2014. 9(1): 88–93.

Tersedia di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4268300/ Di akses pada

9 April 2018

3. E. B. Kayalvizhi. Oral leukoplakia: A review and its update. Journal of Medicine,

Radiology, Pathology & Surgery. 2016. 2, 18–22. Tersedia di https://www.journal-

imab-bg.org/issues-2017/issue1/JofIMAB-2017-23-1p1495-1504.pdf . Di akses pada 9

April 2018

4. Elitsa G. Deliverska. MANAGEMENT OF ORAL LEUKOPLAKIA - ANALYSIS OF

THE LITERATURE. Journal of IMAB - Annual Proceeding (Scientific Papers). 2017

Jan-Mar;23(1). Di akses pada 9 April 2018

5. Mohammed F, Fairozekhan AT. 2017. Leukoplakia Oral. Tersedia di

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442013/?report=reader#_NBK442013_pub

det_. Di akses pada 9 April 2018.

6. Sapna, N. & Vandana, K.L. Idiopathic Linear Leukoplakia of Gingiva : A Rare Case

Report. J Indian Soc Periodontol. 2010; 14(3):198-200.

7. Sciubba, J.J. 2017. Dermatologic Manifestations of Oral Leukoplakia.

Diaksespada tanggal 8 April 2018.Tersedia di: https://emedicine.medscape.com/articl

e/1075448-overview#showall

8. Napier SS, Speight PM. Natural history of potentially malignant oral lesions and

conditions: an overview of the literature. J Oral Pathol Med. 2008;37:1–10

9. Harris CM. 2017. Oral Leukoplakia. MedScape. 1, 2. Tersedia di:

https://emedicine.medscape.com/article/853864-overview#a5 [diakses: 8 April 2018].

10. Burket G..H. Oral medicine Diagnosis & Treatment, 6th edition, J.B. Lippincott Co.,

Philadelphia-Toronto. 2013.

11. Shaffer W.G., Hine M.K, Levy B.M. A Text Book Oral Pathology, 3rd. edition, W.B.

Sounders Co., Philadelphia-London-Toroto; 2011.

12. Turner, J. & Lingen, M. Oral Cavity and Gastrointestinal Tract. Dalam: V. Kumar, A.

Abbas & J. Aster, penyunting. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier

Sauders; 2013. h. 553.

18

13. Gissi, D. et al. Predictive Role of p53 Protein as a Single Marker or Associated with

ki67 Antigen in Oral Leukoplakia: A Retrospective Longitudinal Study. The Open

Dentistry Journal. 2015. Volume 9, hh. 41-45.

14. Varun, B., Ranganathan, K., Rao, U. & Joshua, E. Immunohistochemical detection of

p53 and p63 in oral squamous cell carcinoma, oral leukoplakia, and oral submucous

fibrosis. Journal of Investigative and Clinical Dentistry. 2014. 5(3), hh. 214-219.

15. Prof. Dr. dr. I.B Tjakra Wibawa Manuaba, M.P.H., Sp.B(K)Onk. Panduan

Penatalaksanaan Kanker Solid. Jakarta : CV Sagung Seto; 2017. Halaman 104-106.

16. Kujan, Omar, et al. Evaluation of Screening Strategies for Improving Oral Cancer

Mortality:A Cochrane Systematic Review. Journal of Dental education. 2005; 69 (2);

p. 255-265.

17. Kao, Shou-yen, et al. Detection and Screening of Oral Cancer and Pre- cancerous

Lesions. J Chin Med Asscociation. 2009; 72 (5); p. 227-233.

18. Jayaprakash, Vijayvel, et al. Autofluorescence-Guided Surveillance for Oral Cancer.

Cancer Prevention Research. 2009.; 2; p. 966-974.

19. Cawson, R.A. Leukoplakia and oral cancer. Proc R Soc Med. 1969;62:610-614.

20. Ismail, S.B., Kumar, S.K.S., Zain, R.B. Oral lichen planus and lichenoid reactions:

ettiopathogenesis, diagnosis, management, and malignant transformation. J Oral Sci.

2007;49:89-106.

21. Lopez-Labady, J., Viaalrroel-Dorrego, M., Gonzalez N, et all. Oral manifestations of

systemic and cutaneous lupus erythematosus in Venezuelan population. J Oral Pathol

Med. 2007;36:524-527.

22. Karjalainen, T.K., Tomich, C.E. A histopathologic study of oral mucosal lupus

erythematosus. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1989;67:547-554.

23. Serpico, R., Pannone, G., Santoro A,et all. Report case of discoid lupus erythematosus

localizd to the oral cavity; immunofluorescence finding. Int J immunopathol

Pharmacol. 2007;20:651-653.

24. Deliverska, E.G., & Petkova, M.Management Of Oral Leukoplakia -Analysis Of The

Literature. J of IMAB. 2017. 23(1) : 1495-1504. Tersedia di: https://

doi.org/10.5272/jimab.2017231.1495. Diakses pada: 6 April 2018.

25. Neville BW. Oral cancer and precancerous lesions. CA Cancer J Clin 2002; 52: 195-

215.

19