lenteranews oktober 2015

23
1 EDISI #19 OKTOBER 2015 ST. FRANSISKUS BAPA ORANG HIDUP & BERPENGHARAPAN

Upload: ananta-bangun

Post on 12-Jan-2017

204 views

Category:

Self Improvement


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lenteranews Oktober 2015

1

EDISI #19 OKTOBER 2015

ST. FRANSISKUSBAPA ORANG HIDUP& BERPENGHARAPAN

Page 2: Lenteranews Oktober 2015

2

DUKUNG MAJALAH LENTERA NEWSDENGAN DOA DAN DANA

Kunjungi kami di sini:

Bank Nasional IndonesiaRek.No. 0307532799 a.n. Hubertus Agustus Lidy

/LENTERA-NEWS MAJALAHLENTERA.COM

daft

ar is

i Tajuk Redaksi3Telisik4

6 Lentera khusus

8 Embun katekese

12

Opini

21 Ilham sehat

St. Fransiskus:Bapa Orang Hidup & Berpengharapan

18

Rumah Joss

14

Sastra

RP Hubertus Lidi, OSC [Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi], Ananta Bangun [Redaktur Tulis], Jansudin Saragih [Redaktur Foto], Rina Malem Barus [Keuangan]

Penerbit: Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Medan (KOMSOS-KAM) Jalan S.Parman No. 107 Telp. +62614572457 , mp. 085361618545| www.majalahlentera.com | [email protected] , [email protected] | Facebook Fan Page: facebook.com/lentera-news

REDAKSI

Berbicara Tidak Sekedar Asbun (II)

Pelanggaran Liturgi Dalam Perayaan ­Ekaristi­(V)

Siapakah Sesamamu

Sakit,­Endorfin­&­ Perasaan Bahagia

Harga Sebuah Senyuman

23 Lapo Aksara

Tak Perlu Mengunyah Tulang

Page 3: Lenteranews Oktober 2015

3

Redaksi

3

TAJUK REDAKSI

Memetik teladan dari tokoh kudus merupakan satu kebajikan. Pengalaman hidup dari sosok tersebut bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit begitu saja. Tentu ada rajut proses di tengah napaktilas hidup insan kudus tersebut.

Redaksi Lentera News, dalam edisi Oktober 2015 ini, tergelitik menyajikan tulisan ibu Benedicta Siregar. Yang dipetik dalam kesempatan merayakan Hari Santo Fransiskus. Bukan hal yang mengejutkan, sebab Keuskupan Agung Medan dilayani sejumlah besar Imam dan Biarawati yang melandaskan jalan imamatnya berdasarkan inspirasi hidup St. Fransiskus dari Assisi. Inilah sebabnya mereka juga disebut Imam/ Biarawati Fransiskan.

Jejak semangat St. Fransiskus, kiranya mendorong ibu Benedicta menuliskan sendiri bagaimana ia juga terpajan (enchanted). Dan bagaimana juga inspirasi tersebut dapat diterapkan dalam multi nilai kehidupan.

Dalam edisi ini, Lentera News men-yajikan beberapa artikel berseri yang terakhir. Diantaranya artikel Pater Hubert mengenai Asbun (asal bu-nyi), dan tema pelanggaran dalam liturgi. Yang dimuat oleh Redaksi dari Katolisitas.org.

Namun, kolom Sastra kembali menghadirkan cerita bersambung baru karya ibu Debora. Sila langsung dilirik.

Jangan lupa untuk membaca kolom opini yang memuat cara penyampaian pemikiran Leo Tolstoy dalam kisah bernuansa budaya Karo, oleh Pemimpin Redaksi Sora Sirulo (Ita Apulina Silangit).

Akhirul kata, Redaksi mengucapkan terima kasih atas dukungan doa dan aksara hingga majalah online kesay-angan kita ini kembali hadir di tengah kita.

Shalom,

Page 4: Lenteranews Oktober 2015

4

RP Hubertus Lidi, OSC [email protected]

TELISIK | AKU DI ANTARA YANG LAIN

Otak manusia merupakan penggerak utama alias centra senso motorik, yang

secara timbal-balik menggerakan saraf-saraf sehingga terciptalah aksi-aksi. Salah satu aksi ialah berbicara atau bertutur. Berbicara yang terwujud dalam melafalkan kata-kata secara lisan (secara verbal) yang membentuk kalimat yang beraturan.

Berbicara juga dapat disampaikan melalui kode, sandi, tanda, gerakan-gerakan anggota tubuh (secara non verbal) Poin penting bagi si pembicara adalah bagaimana mengkomunikasikan tujuannya sehingga hal tersebut dimengerti, ditangkap oleh manusia yang lain, sesuai dengan maksud dari si pembicara itu. Permasalahnya adalah pesan yang ‘saya’ mengerti apakah dimengerti sebagaimana adanya, atau sebaliknya tak dimengerti atau dimengertinya sesuai rekayasanya?

Manusia membutuhkan latihan, pengalaman, dan ketrampilan menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat, juga ketepatan serta ketajaman dalam mendengarkan pembicaraan orang lain. Aspek-aspek seperti Latihan, persiapan

diri, ketenangan batin, evaluasi, dan refleksi amat perlu dalam kaitan meningkatkan kualitas berbicara dan mendengarkan. Tubuh yang sehat termasuk otak menjadi kunci sekaligus menunjukan bobot dari pembicaraannya. Wawasan pengetahuan, pengalaman dan daya nalar dari pembicara juga turut memberi andil apakah otaknya berkualitas, sehat, atau sebaliknya terbatas dan gangguan. Ungkapan-ungkapan seperti: otak miring, gila, stres, galau, gitu saja... dari ‘ pendengar’ merupakan bentuk reaksi yang terarah kepada sipembicara, boleh jadi berkaitan dengan kualitas sebuah pembicaraan.

Kapasitas orang yang berbicara juga bermuara dari mental, psikologis, dan kewibawaannya. Kaitan dengan posisi, kedudukan, peran, pangkat, strata sosial dalam masyarakat dll. ‘Bicaranya’ menunjukan peran dan fungsinya, capability. Misalnya seorang Uskup yang berbicara kepada umatnya ‘aura pesanya’ berbeda kalau seorang KDS (Ketua Dewan Stasi) yang bicara. Seorang Presiden yang bicara kepada masyarakat tentu berbeda kalau seorang ketua RT berbicara. Kalimat yang diungkapkan bisa sama, tetapi pemaknaan akan nilainya berbeda.

BERBICARA TIDAK SEKEDAR ‘ASBUN’

Page 5: Lenteranews Oktober 2015

5

Misalnya ungkapan Proficiat... nilai rasanya berbeda kalau hal itu diungkap Presiden kepada sang sang pemenang, ketimbang ungkapan itu datang dari RT. Rasanya lebih ‘wah’ kalau terucap dari mulut seorang presiden.

Tempat, dari mana hal itu dibicarakan, juga mempengaruhi bobot dan kualitas bicaranya. Seorang uskup yang menyampaikan atau mengumumkan sesuatu untuk umatnya dari ‘Catedra’ atau singgasana, atau tahktanya. Otoritasnya sebagai ‘gembala’ terpatrikan pada tempanya itu. Otomatis apa yang dicarakan itu sifatnya resmi dan tak dapat diganggu apalagi digugat. Begitu juga seorang Presiden atau pejabat-pejabat lainnya. Tempat dalam hal ini sebagai bentuk pengakuan dan pembenaran akan otoritas, kuasa dan wewenangnya.

Kesadaran dan proses mengklarifikasi ‘pembicaraan’ atau ungkapan-ungkapannya dengan verifikasi atau mengingat kembali alias ‘remind’ amat penting, sebagai ajang untuk mempertangung jawabkan kata-kata atau kalimat yang telah diungkapkan. Agar tidak berujung bencana “Mulutmu harimaumu”

Situasi dan kepentingan

Situasi, baik tempat, dan kondisi tempat dan bathin juga mempengaruhi isi pembicaraannya. Sebagai contoh: saya ke tengahkan beberapa istilah terapan di Asmat-Papua. seperti: Mobil, bahasa setempatnya Ci Capimbi dan Pesawat - Ci Ob. Ci Capimbi: Ci seyogianya berarti perahu dan Campimbi berarti bumi/tanah. Mobil sejajar dengan Perahu Bumi. Ci Ob: Ci Perahu dan Ob adalah udara/angkasa. Pesawat disejajarkan dengan Perahu Angkasa. Situasi daerah Asmat adalah rawa dan sungai-sungai, sehingga perahu menjadi alat transportasi utama. Para pengamat politik, politikus-politikus, dan pakar-pakar hukum akhir-akhir ini mempersoalkan: Menghina dan Mengkritik, berkaitan RUU Penghinaan terhadap Presiden. Mereka tampil di media sosial, berdiskusi,

berdebat, bahkan kadang-kadang bertengkar guna mempertahankan ide dan gagasannya demi membenarkan argumennya. Persoalannya ada pada interpretasi ganda. Mengapa ganda? Kepentingan turut mempengaruhi makna kata - kalimat dan tafsirannya.

Berbicara, merupakan salah satu cara untuk mempresentasikan pengeta-huan (kognitif ) dan informasi, serta perasaan (afectif ),yang tersirat. D ibalik itu tersirat keinginan, harapan, dan cita-cita. Bagi yang mendengar, tentu mereka menangkap dan mencerna informasi, pengetahuan, serta ‘hati’ yang diberikan, tetapi mereka juga memberikan penilaian atas sikap, karakter, serta kemampuan dari yang berbicara. Mari berbicaralah secara sadar dan seperlunya. Toh ternyata berbicara tidak sekedar asal bunyi alias ‘asbun’

Page 6: Lenteranews Oktober 2015

6

LENTERA KHUSUS | SANTO FRANSISKUS

Benedicta L. Siregar

Dosen PS AgroekoteknologiFakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen

Siapa Santo Fransiskus? Mungkin banyak di antara kita yang dapat menjelaskannya. Namun barangkali hanya sedikit yang mengenal dengan sesungguhnya. Yang lebih pasti lebih banyak orang yang sekedar tahu, beliau adalah orang kudus dari kota Assisi.

Ada juga yang memaknai Santo Fransiskus adalah tokoh kehidupan. Dalam banyak lukisan atau gambar, Santo Fransiskus disandingkan bersama alam ciptaan Tuhan yang menggambarkan kehidupan. Sebagian kalangan mengenal Fransiskus dari Asisi sebagai sang tokoh lingkungan hidup dari abad ke 12 sampai dengan 13.

Terdorong ingin mengenal Santo Fransiskus, saya hadir pada pesta perayaan memperingati Santo Fransiskus dari Assisi oleh Persaudaraan Fransiskan Fransiskanes Medan Sekitarnya (Persimes) yang diselenggarakan di lokasi salah satu sekolah Perguruan Katolik Assisi. Acara diisi dengan seminar, misa, dan diakhiri dengan makan bersama dan acara keakra-ban. Saya beruntung dan bersyukur mendapat pencerahan melalui pemaparan ringan Ensiklik Laudato Si yang dikeluar-kan oleh Paus Fransiskus dan dipublikasi secara resmi pada tanggal 24 Mei 2015.

Ada yang menarik perhatian saya dalam acara tersebut. Lukisan yang ditampilkan untuk memberi warna pada perayaan tersebut, Santo Fransiskus bersama dengan tengkorak (lambang kematian), yang kontradiktif dengan gambar beliau yang lazim dikenal. Pelukisnya mungkin bermaksud untuk menerjemahkan transitus yang diyakini Santo Fransiskus. Umumnya gambar tengkorak digunakan

untuk memberi makna adanya bahaya/awas atau tanda peringatan. Demikian juga saya melihat tengkorak dalam lukisan itu sebagai sarana untuk memperingatkan kondisi dunia sekarang, kondisi di sekitar kita, bahkan kondisi hati kita saat ini, gambaran kematian.

Ensiklik Laudato Si sendiri berisikan bahwa bumi adalah rumah kita bersama yang kondisinya sedang sakit. Dunia yang berubah dan dunia yang sedang sakit, membutuhkan adaptasi spritualitas, sikap, dan pelayanan (tindakan) dengan konteks kekinian. Adaptasi merupakan salah satu ciri dari mahluk hidup. Tidak berupaya beradaptasi atau tidak mau berubah, sesungguhnya membawa kita menuju atau bahkan memasuki kematian.

Target-target, ambisi, kepentingan, keserakahan, egoisme, mementingkan kelompok sendiri, kekuatiran, kecurigaan, kebencian, ketidakadilan, ketidakpedulian pada lingkungan mengombang-ambingkan dan menguasai hidup dunia kini. Hedonisme, materialisme, konsumerisme dan budaya instant seperti ombak yang bisa menenggelamkan dunia dan membawa dunia pada kematian. Bukan satu kebetulan, nama Bapa Suci kita saat ini, Paus Fransiskus dari Assisi. Keberadaan Bapa Paus Fransiskus menjadi bagian dari karya penyelamatan dunia melalui penghayatan dan semangat fransiskannya.

Sekolah menjadi tempat dalam mengenang Santo Fransiskus tahun ini, saya maknai untuk mengingatkan bahwa dunia pendidikan saat ini juga sedang sakit. Rutinitas, kewibawaan semu,

SANTO FRANSISKUS, BAPA ORANG HIDUP & BERPENGHARAPAN

Page 7: Lenteranews Oktober 2015

7

hukuman, rasio guru terhadap murid yang terlalu rendah, membludaknya pekerjaan rumah (PR) saat usia anak bermain, belajar berbasis soal, rendahnya empati, ketertutupan akan masukan dari stakeholder, ketidakjujuran, ketidakadilan akan menyulitkan orang atau lembaga dalam mengemban misi pendidikan saat ini. Dunia pendidikan saat ini ditantang untuk mempersiapkan anak didik melawan hedonisme, materialisme, konsumerisme, dan budaya instant. Dunia pendidikan menjadi tempat yang ideal dalam menularkan nilai keutuhan ciptaan untuk membuka horison anak didik akan kesadarannya sebagai bagian dari alam semesta. Dunia pendidikan ditugasi dengan perlunya pengembangan Emotional Quetiont dan Spiritual Que-tiont (karakter), bukan hanya sekedar atau mengutamakan Intelegence Quetiont.

Dunia pendidikan kini juga dihadapkan pada kenyataan bertambahnya keberadaan anak-anak berkebutu-han khusus dengan berbagai varias-inya, yang pada sebagian kasus kurang sesuai dibelajarkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ada. Dunia pendidikan diharapkan menjadi andalan kema-juan perkembangan anak, termasuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar, antara lain anak-anak yang ter-lahir sehat namun diserang penyakit serius atau berkepanjangan saat usia balita. Anak-anak seperti mereka ser-ing terabaikan dalam proses pembela-jaran, bahkan diberi label sebagai anak malas, anak bandel, anak yang tidak tekun. Dunia pendidikan menjadi salah satu aspek yang dikembangkan para misionaris terdahulu untuk menjadikan manusia lebih bermartabat. Dunia pendidikan dituntut untuk membangun visi dan menjalankan misinya untuk mengembangkan manusia secara utuh. Harapan ke depan, visi dan misi pendidikan bergeser dari pertumbuhan ekonomi ke pengembangan kemanusiaan dan pemeliharaan lingkungan. Beda mahluk hidup dengan benda mati adalah pada dinamika dan pengharapan.

Pembenahan (penyesuaian) lembaga pendidikan Katolik bisa menjadi pintu pengharapan bagi anak-anak demi masa depan gereja, bangsa, dan dunia yang hidup. Gerakan pembenahan ini dapat menghantarkan generasi penerus bumi ini kelak melalui profesinya sebagai agen-agen pembangunan masa depan yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pembangunan sosial

dan pembangunan lingkungan.

Gambar Santo Fransiskus bersanding dengan tengkorak bisa juga dimaknai sebagai sikap menolak menyerah (berani dan tabah), atau kebangkitan jiwa (semangat) untuk bertempur melawan penyakit dunia.

Kiranya Santo Fransiskus bukan hanya kita telaah dalam seminar, atau kita kenang ketika melakukan doa atau devosi, atau kita gunakan sekedar sebagai simbol, atau kita ingat ketika menghasilkan dan menggunakan panduan liturgi, atau kita sadari ketika menuliskan suatu refleksi atau artikel. Biarlah itu menjadi minyak yang mempertahankan nyala pelita hati, bukan menjadi akhir dari pengenalan akan keteladanannya. Di Assisi, Santo Fransiskus mengingatkan kita bahwa dunia telah digerogoti penyakit yang bisa membawa pada kematian, bahkan telah mati selagi hidup.

Di Assisi, Santo Fransiskus tokoh kehidupan, mengingatkan kita akan dampingan doanya, yang memberi pengharapan dan peneguhan. Beliau berdoa agar panggilan gereja nyata untuk menghadapi ancaman berbagai gelombang. Santo Fransiskus berdoa akan berkat Roh Kudus yang mengaruniakan kerendahan hati dan semangat cinta kasih untuk menghadirkan Allah di dunia yang nyata. Di Assisi, niat kita diperbaharui untuk mengikuti jejak dan keteladanan sang tokoh kehidupan, Santo Fransiskus dari Asisi, dengan menghayati dan membuatnya sebagai model pelayanan Kristus dalam hidup sehari-hari.

Kiranya keberadaan kita menjadi bagian dari karya penyelamatan dunia melalui penghayatan dan semangat fransiskan. Semoga kita mau dan mampu berubah atau beradaptasi serta senantiasa berpengharapan dalam menjalankan panggilan hidup kita, sehingga mampu menularkan pengharapan bagi keluarga kita, komunitas kita, orang-orang yang kita layani dalam pekerjaan kita, masyarakat serta orang-orang yang berjumpa dengan kita dalam peziarahan di dunia ini. Semoga...........

Page 8: Lenteranews Oktober 2015

8

EMBUN KATAKESE | LITURGI

PELANGGARAN LITURGI DALAM PERAYAAN EKARISTI

(V)OLEH:

Katolisitas.org

Page 9: Lenteranews Oktober 2015

9

Karena penyimpangan

ini dapat mengakibatkan

merosotnya/ hubungan yang perlu

antara hukum doa dengan

hukum iman, yaitu bahwa

doa harus merupakan

ungkapan iman (lex orandi, lex

credendi).

“Tanya Jawab Seputar Liturgi

Pada edisi Oktober ini, penjabaran mengenai Pelanggaran Liturgi merupakan yang seri yang terakhir.

Redaksi menyajkan sesi tanya jawab dari materi yang dikutip dari Katolisitas.org.

1. Mengenai musik liturgi, apa seharusnya alat musik yang digunakan? Bolehkah menggunakan organ dengan tambahan suara alat musik lain?

Bila mengacu kepada Sacrosanctum Concilium 120, alat musik yang sebaiknya digunakan adalah organ pipa. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan penggunaan alat musik lain, sepanjang disetujui oleh pihak otoritas Gereja, dan asalkan sesuai un-tuk digunakan dalam musik sakral.

SC 120 “Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi se-bagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan upacara-upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat hati Umat kepada Allah dan ke surga. Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan gereja-wi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipa-kai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan sungguh membantu memantap-kan penghayatan Umat beriman.”

Paus Pius XII mengeluarkan dokumen tentang Musik Liturgis yang berjudul Musicae Sacrae (MS), dan secara khusus menyebutkan tentang hal ini demikian:

MS 59 “Selain organ, alat-alat musik lain dapat digunakan untuk mem-berikan bantuan besar dalam men-capai maksud yang tinggi dari musik liturgi,asalkan mereka tidak memain-kan apapun yang profan, yang berisik atau hingar bingar dan tidak berten-tangan dengan pelayanan sakral atau martabat tempat kudus. Di antara alat-alat musik ini, biola dan alat-alat

musik lainnya yang menggunakan cekungan (bow) adalah baik sebab ketika dimainkan sendiri atau dengan alat musik senar lainnya, alat- alat musik ini mengekspresikan perasaan suka cita dan dukacita dalam jiwa dengan kekuatan yang tak dapat di-lukiskan…”

Sedangkan tentang hal alat musik ini, Rm. Bosco da Cunha dari Komisi Liturgi KWI mengatakan:

“KWI masih dalam proses berusaha mengaktualisasi dokumen Sacrosanctum Concilium Konsili Vatikan II; KWI tidak gegabah. Usaha penelitian dan percobaan alat musik tradisional aneka suku bangsa sudah mulai dengan “Pusat Musik Liturgi” Yogyakarta dipimpin Romo Karl Edmund Prier SJ sejak 1980an namun masih berlangsung”.

Beliau menyarankan bagi yang berminat mengetahui lebih lanjut untuk mengunjungi PML Yogyakarta di Jl. Abubakar Ali Kotabaru Yogyakarta untuk mengetahui studio dan show-room karya-karya musik liturgi inkulturatif.

2. Bila dikaitkan dengan adaptasi-adaptasi yang muncul di Sacrosanctum Concilium, bagaimana batasan-batasannya agar tidak mengontradiksi dokumen-dokumen Ger-eja lainnya (dalam hal penentuan musik liturgi)?

Musicae Sacrae 60 “Sebab jika musik itu tidak profan atau bertentangan dengan kesakralan tempat dan fungsi dan tidak berasal dari keinginan untuk mencapai efek-efek yang luar biasa dan tidak lazim, maka gereja-gereja kita harus menerimanya, sebab mereka dapat menyumbangkan dalam cara yang tidak kecil terhadap keagungan upacara-upacara sakral, dapat mengangkat pikiran kepada hal-hal yang lebih tinggi dan dapat menumbuhkan devosi yang sejati dari jiwa.” (lih. MD 193)

Maka, nampaknya yang perlu dijadikan patokan adalah prinsipnya, yaitu:

Page 10: Lenteranews Oktober 2015

10

1) Tidak memasukkan unsur profanitas dalam musik liturgis;2) Musik itu tidak menghasilkan efek suara yang luar biasa dan tak lazim3) Musik itu dapat membantu mengangkat pikiran kepada hal- hal yang lebih tinggi: Apakah membantu ke-em-pat hal ini: penyembahan (worship/ ado-ration), syukur (thanksgiving), pertobatan (contrition), permohonan (supplication).4) Menggunakan musik-musik yang su-dah mendapat persetujuan dari otoritas Gereja (ada Nihil Obstat dan Imprimatur);5) Mengacu kepada ketentuan yang su-dah pernah secara eksplisit ditentukan oleh otoritas Gereja.

3. Bolehkah choir (koor) terdiri dari perem-puan?

Walaupun di dokumen yang dikeluar-kan oleh Paus Pius X, Tra le Sollecitudini 13,14 (1903) dikatakan bahwa untuk koor anggotanya harus laki-laki- mungkin karena hal ini merupakan tradisi Gereja sejak zaman dulu; namun ketentuan ini kemudian diperbaharui di dokumen berikutnya tentang Musik Liturgi yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII, Musicae Sacrae, demikian:

MS 74 Ketika tidak mungkin diper-oleh sekolah paduan suara (Scholae Cantorum) atau di mana tidak ada cukup anak laki-laki untuk koor, diper-bolehkan bahwa “kelompok pria dan wanita atau anak-anak perempuan, yang ditempatkan di luar tempat kudus (sanctuary) yang terpisah untuk peng-gunaan kelompok ini secara khusus, da-pat menyanyikan teks-teks liturgi pada saat Misa Agung, sepanjang para pria dipisahkan dari para wanita dan anak- anak perempuan dan segala yang tidak pantas dihindari….

4. Perlukah kita ikut membungkuk setiap saat seorang imam membungkuk dalam Perayaan Ekaristi?

Tidak perlu. Yang ditulis dalam Tata Perayaan Ekaristi adalah, umat membungkuk pada waktu Ritus Pembuka ketika Imam dan Pelayan lain menghormati Altar, dan pada sesudah kata-kata Konsekrasi atas roti dan anggur, ketika Imam berlutut; dan pada saat Credo (syahadat) yaitu pada perkataan,

“[Yesus Kristus] yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria”.

5. Bolehkah imam menambah hanya beberapa kata atau bagian dalam sebuah Perayaan Ekaristi?

Jika ada titik-titik (….) boleh disebutkan nama orang yang didoakan (doa bagi orang yang masih hidup maupun orang yang sudah meninggal) seperti dalam Doa Syukur Agung pertama.

RS 51 ….”Tidak ada toleransi terhadap imam-imam yang merasa berhak menyusun Doa Syukur Agungnya sendiri” atau mengubahkan teks-teks yang sudah disahkan oleh Gereja atau memperkenalkan teks-teks lain, yang telah dikarang oleh pribadi-pribadi tertentu.

6. Bagaimana seharusnya kostum pelayan altar? Apakah betul pelayan altar putri seharusnya mengenakan alba dan mengapa?

Apakah wanita ideal untuk menjadi pelayan altar walaupun diperbolehkan?

PUMR 339 Akolit, lektor dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gereja-wi yang bersangkutan.

RS 47 Sangat dianjurkan untuk mem-pertahankan kebiasaan yang luhur yakni pelayanan altar oleh anak laki-laki atau pemuda, biasanya disebut pe-layan Misa, suatu tugas yang dilaksana-kannya seturut cara akolit. Hendaknya mereka diberi katekese tentang fungsi mereka sesuai dengan daya tangkap mereka. Perlu diingat bahwa berabad-abad lamanya dari amat banyak anak seperti ini telah muncul banyak pelayan tertahbis….. Anak perempuan atau ibu-ibu boleh diterima untuk melayani altar, sesuai dengan kebijakan Uskup diocesan dan dengan memperhatikan norma-norma yang sudah ditetapkan.

7. Apakah inkulturasi liturgi memperbole-hkan penggunaan berbagai macam alat musik di luar organ pipa?

Hal ini dimungkinkan. Pimpinan Ger-

Page 11: Lenteranews Oktober 2015

11

eja yang mengambil keputusan untuk menggunakan alat- alat musik lain, hendaknya dalam proses adaptasi- inkulturasi membuat penelitian untuk mengetahui apakah alat musik tersebut digunakan dalam ibadat religius men-urut budaya setempat dan sungguh membantu umat beriman mengangkat hati kepada Tuhan untuk memuji dan menyembahnya?

Bisa saja alat musik yang sama digunakan baik dalam upacara keagamaan dan dalam perayaan profan, tetapi harus diperhatikan perbedaan dalam cara menggunakannya. Ada nada dan melodi yang khas dalam upacara keagamaan dan dalam acara profan. Seperti pada alat tifa dalam budaya orang Papua Selatan, ada bunyi dan cara memukul yang khas dalam ibadat religius, yang berbeda dengan bunyi dan cara memukul tifa tersebut jika di-gunakan untuk kegiatan- kegiatan yang profan saja.

PUMR 393 …. Demikian pula, Kon-ferensi Uskuplah yang berwenang memutuskan gaya musik, melodi, dan alat musik yang boleh digunakan dalam ibadat ilahi; semua itu sejauh serasi, atau dapat diserasikan dengan penggunaannya yang bersifat kudus.

KESIMPULAN Mengapa perlu memperhatikan norma-norma Liturgi dan menghindari penyelewengannya?

Adalah penting kita ketahui bersama, bahwa “Norma-norma liturgi Ekaristi dimaksudkan untuk mengungkapkan dan melindungi misteri Ekaristi dan juga menjelaskan bahwa Gerejalah yang merayakan sakramen dan pengorbanan yang agung.

Sebagaimana yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, “Norma-norma ini adalah ungkapan konkret dari kodrat gerejawi otentik mengenai Ekaristi; inilah maknanya yang terdalam. Liturgi tak pernah menjadi milik perorangan, baik dari selebran maupun komunitas, tempat misteri-misteri dirayakan.”

Ini berarti bahwa “… para imam yang merayakan Misa dengan setia seturut norma-norma liturgi, dan komunitas-komunitas yang mengikuti norma-norma itu, dengan tenang namun lantang memperagakan kasih mereka terhadap Gereja.[7]

Adanya penyelewengan yang terjadi dalam liturgi seringkali berhubun-gan dengan salah persepsi tentang makna ‘kebebasan’; dan hal ini tidak menuju kepada pembaharuan sejati yang diharapkan oleh Konsili Vatikan II. Karena penyimpangan ini dapat mengakibatkan merosotnya/ hubungan yang perlu antara hukum doa dengan hukum iman, yaitu bahwa doa harus merupakan ungkapan iman (lex orandi, lex credendi).

Akhirnya, marilah kita berpartisipasi secara aktif dan sadar setiap kali kita mengikuti perayaan liturgi, dan juga dengan memperhatikan dan melaksanakan ketentuan- ketentuan-nya, sebagai tanda bukti bahwa kita mengasihi Kristus dan Gereja-Nya.

Page 12: Lenteranews Oktober 2015

12

KOLOM “RUMAH JOSS” | ENDORFIN

Yoseph Tien

Wakil Ketua Komisi Kepemudaan di Keuskupan Agung Medan

“Kalau mau sehat, ingat tiga hal berikut ini, masing-masing dengan persentase pengaruhnya pada kesehatan kita: pola makan (60%), pikiran (20%)” dan olahraga (20%).

Demikian nasehat dr. Dhillon, ke-tika saya mendampingi mertua saya berobat ke Dhillon Medical Center, 25 Agustus 2015 lalu. Sang dokter lalu mengarahkan mertua saya agar menjaga pola makan yang teratur dan sehat, rajin berolahraga walaupun sekedar jalan kaki serta menjaga pikiran agar selalu tenang dan damai.

Sang dokter tidak lanjut menjelaskan secara detail apa yang dimaksudkannya dengan tiga hal tersebut diatas. Berdasarkan pemahaman dan pembelajaran saya yang terbatas, kira-kira beginilah barangkali maksud sang dokter. Pola makan, memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kesehatan seseorang. Pola makan yang salah, akan berkontribusi besar terhadap kesehatan.

Menyantap suatu jenis makanan se-cara berlebihan, misalnya makanan yang banyak mengandung gula, maka akan menimbulkan kandungan gula yang berlebih dalam darah, akhirnya yang bersangkutan menderita sakit gula. Makan makanan yang banyak mengandung lemak, akan menimbulkan kandungan kolestrol jahat berlebih dalam tubuh. Intinya makan makanan apapun secara berlebihan bisa mendatangkan berbagai penyakit.

Selanjutnya, orang dengan kandungan beban pikiran yang berlebihan dalam dirinya, akan memicu stress yang kemudian pada gilirannya juga berpotensi menimbulkan berbagai penyakit. Seringkali kita temukan orang sakit, dengan simtom fisik yang sangat jelas, namun setelah dilakukan pemeriksaaan medis secara lengkap, para medis tidak menemukan penyakitnya, kemudian mereka lalu menyimpulkan bahwa yang bersangkutan ‘sakit pikiran’. Sakit fisik karena faktor psikis ini biasa disebut dengan psikosomatis.

Sakit pikiran dalam konteks ini muncul tidak sekedar karena stress belaka, tetapi lebih karena akumulasi dan atau menumpuknya berbagai emosi negatif seperti sakit hati, marah, kecewa, takut, malu, dendam, benci, dsb. Jadi jelas bahwa ada hubungan antara pikiran, atau lebih tepatnya emosi dengan tubuh fisik kita.

J.P. Du Preez, EQ organizational consultant, telah lugas mengurai tentang emosi sebagai “Suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi biasanya tervkait erat dengan aktifitas kognitif (berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif terhadap situasi spesifik.”

Selanjutnya, orang yang jarang atau tidak pernah berolah raga, maka langsung dapat kita pastikan bahwa secara fisik dia lemah. Nah, bila fisiknya

SAKIT, ENDORFIN & PERASAAN BAHAGIA

Page 13: Lenteranews Oktober 2015

13

tidak sehat maka jiwanya pun tak sehat.

Ungkapan Latin dari jaman Romawi Kuno yang dilontarkan Decimus Iunius Juvenalis dalam karya sastranya Satire X, “mens sana in corpore sano”, di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat, meneguhkan kita.

Nah, untuk mendapatkan tubuh yang kuat demi jiwa yang sehat, kita harus berolahraga. Ada banyak pilihan cabang olahraga yang bisa kita lakukan, seturut kondisi dan kemampuan fisik, umur, kecekatan juga situasi dan kondisi kita.

Sejak awal Oktober 2015 ini, setelah sekian lama berhenti sepak bola, futsal, fitness dan latihan bela diri, saya mulai lagi berolahraga. Taman Bunga Teladan, Lapangan Merdeka dan Bumi Perkemahan Cadika, menjadi lokasi tempat saya biasa berlari, pagi atau sore tergantung situasi. Awalnya 1 -2 putaran, bercampur antara jalan kaki dan lari. Sekarang 5 putaran Lapangan Merdeka sudah mulai bisa dilewati, walau masih diselingi dengan jalan kaki.

Menariknya, dari buku Health Triad (Mind, Body and System) yang ditulis oleh Munadjad Iskandar, saya baru paham bahwa olahraga dengan gerakan yang ritmis dalam jangka waktu yang panjang, sep-erti jalan kaki, jogging, renang dan bersepeda, dapat mengantar tubuh dan pikiran mencapai titik relaksasi, yang kemudian memicu tubuh mengeluarkan hormon endorfin.

Sewaktu jogging misalnya, fokuskan perhatian kita pada gerak langkah kaki ‘kiri’ atau ‘kanan’. Relaksasi akan tercapai bila irama pernapasan kita seritme dengan gerakan langkah kaki. Tapi hal ini hanya bisa tercapai dengan pengandaian bahwa kita sungguh sedang sadar sesadarnya bahwa kita memang sedang berlari, dengan fokus pada langkah kaki dan pernapasan kita. Pada gerak langkah yang ritmis tersebut, dalam kondisi rileks, tubuh secara alami akan mengeluarkan hormon endorfin.

Endorfin adalah senyawa kimia yang bisa membuat kita merasa bahagia, sangat senang dan nyaman. Endorfin diproduksi oleh kelenjar pitutuari yang terletak di bagian bawah otak. Lalu apa sebenarnya manfaat endorfin? Dari berbagai pustaka, diketahui manfaat endor-phin antara lain mengatur produksi hormon pertumbuhan dan seks, mengendalikan rasa nyeri serta sakit yang menetap, mengendalikan perasaan stress serta meningkatkan system kekebalan tubuh.

Selama ini, saya hanya tahu bahwa endorfin bisa distimulir kehadirannya melalui olah pernapasan, latihan relaksasi dan meditasi. Kini saya tahu, bahwa rupanya dengan jogging, endorfin juga bisa dikeluarkan tubuh. Maka berbekal pemahaman ini, kegiatan jogging saya, baik sore ataupun pagi hari, menjadi sesuatu yang semakin menyenangkan.

Maka saran saya, bagi yang ingin merasa bahagia, damai, senang dan nyaman, rajin-rajinlah berolah-raga, khususnya olahraga yang bisa membuat tubuh mengeluarkan endorfin.

Informasi tambahan, Dr. Shigeo Haruyama dalam bukunya The Miracle of Endorphin, juga telah mengemukakan bahwa endorfin bisa memperkuat daya tahan tubuh, men-jaga sel otak tetap muda, melawan pe-nuaan, menurunkan agresifitas dalam hubungan antara sesama manusia, meningkatkan semangat, daya tahan dan kreatifitas.

Semua uraian di atas barangkali turut mempertegas kesatuan, keseimbangan dan harmoni antara tubuh, pikiran dan system tubuh. Terima kasih dr. Dhillon yang memberi inspirasi dan pencerahan.

Semoga catatan kecil ini juga bisa menginspirasi dan mencerahkan, minimal mengingatkan kita untuk mulai dan selalu berolahraga..minimal jogging…sehingga saya mendapat teman…hehe…Salam Joss, Kawan!

Sakit pikiran dalam konteks

ini muncul tidak sekedar karena stress belaka, tetapi lebih

karena akumulasi dan atau

menumpuknya berbagai emosi negatif seperti

sakit hati, marah, kecewa, takut, malu, dendam,

benci, dsb.

Page 14: Lenteranews Oktober 2015

14

OPINII | LEO TOLSTOY

Eka Dalanta Tarigan

Pemimpin RedaksiSora Sirulo

Suatu hari, dua orang pertapa kakak beradik memutuskan untuk berkelana setelah merasa ilmu mereka telah cukup untuk bekal menghadapi ganasnya kehidupan. Si kakak bernama Jore, si adik bernama Tepat. Di pagi sejuk dingin, menjelang matahari menyingsing mulailah mereka memulakan perjalanan. Perjalanan yang tidak mudah, karena mereka harus menemukan tempat yang benar-benar tepat untuk bertapa. Desa, kota, gunung, lembah, sungai sudah mereka lewati, tetap tidak bertemu tempat yang diharapkan. Sampai suatu ketika, sebuah sungai deras yang dangkal dan bening menarik perhatian mereka. Mereka berjalan ke hulu, hingga naik ke atas gunung. Akhirnya, Jore dan Tepat sepakat untuk berumah dan bertapa di atas gunung hijau, sejuk tetapi lebat hutannya. Merekapun berpisah pondok, membuat batas huma yang akan di garap. Keduanyapun mulai bekerja keras. Si Jore, merambah hutan dan mulai menanam padi, kacang, sayuran dan jenis tanaman lainnya. Demikian juga si Tepat, tetapi selain bertanam Tepat juga rajin menyadap nira, membuat tuak dan gula serta berburu binatang untuk dimakan. Sampai beberapa bulan kemudian nyatalah perbedaan kedua pertapa ini. Jore kurus kering dan lusuh karena hanya memakan tumbuhan, sementara Tepat tambun dan mabuk setiap hari. Jore sudah berkali-kali mengingatkan adiknya, tetapi Tepat selalu menjawab, ini juga sedang berbuat amal. Menurut Jore, seorang pertapa seharusnya tidak menuruti nafsu badani, mengendalikan diri dan hidup sederhana. tetapi Tepat tidak menghiraukan pendapat Jore, baginya

dia juga sedang melakukan kebaikan yang seharusnya dilakukan seorang pertapa.

Semakin hari, Tepat semakin menjadi-jadi. Tidak hanya binatang buruan yang disantapnya, bahkan kecoak, cacing, ulat dan binatang-binatang menjijikkan lainnya. Seiring dengan itu, harinya tak lepas dari mabuk tuakdan perutnya semakin buncit. Jore akhirnya tidak mau lagi ambil peduli dengan tingkah saudaranya. Tingkah kedua saudara ini ternyata menarik perhatian para dewata di angkasa. Setelah rapat penting soal RAPBN Surga di tahun 2015, tingkah kedua pertapa ini menjadi obrolan para dewa saat tea time. Para Dewa berdebat, yang manakah dari mereka yang benar-benar mengamalkan jalan kebaikan.Tak ubahnya manusia, rapat paripurna para Dewata itupun topiknya beralih. Alih-alih soal RAPBN, ternyata malah membahas detail soal perilaku Jore dan Tepat. Jika tadi soal RAPBN tidak ada tanggapan karena peserta rapat keliha-tannya setengah mengantuk, lain halnya dengan soal Jore dan Tepat ini. Berkali-kali pimpinan sidang mengetuk palu mendiamkan peserta rapat yang sibuk berdebat, kadang sambil memukul meja dan membanting kertas. Sidang Paripurna para Dewata semakin panas. Jelas sekali ruang sidang terbelah dua, masing-masing pihak punya alasan kuat mempertahankan pendapatnya masing-masing. ketua Sidang mulai putus asa karena instruksinya sepertinya kalah dengan panasnya masing-masing pihak. Akhirnya, seorang utusan men-jumpai Batara Guru supaya hadir di ruang sidang untuk menenangkan para Dewa yang sudah mulai unjuk gigi.

SIAPAKAH SESAMAMU

Page 15: Lenteranews Oktober 2015

15

Kedatangan Batara Guru bersama paspamgu (pasukan pengamanan guru) ternyata cukup mumpuni menurunkan kadar ketegangan ruang sidang. Singkat, padat penjelasan ketua sidang perihal Tepat dan Jore kepada Batara Guru. Batara Guru paham, lalu berdehem. “Jadi, kalian masih bertahan dengan pendapat masing-masing?” tanyanya dengan suara berwibawa. Semua mengangguk, walau tak bersuara. Batara Guru tahu, dalam suasana seperti ini jika keputusan tidak tepat konstalasi politik bisa runyam. Walau dia pimpinan Surga tertinggi dia tidak bisa begitu saja mengabaikan suara para dewa lainnya. Akhirnya, setelah panjang lebar menjelaskan tatacara sidang, hukum pengujian keimanan manusia dan etika para dewa, Batara Guru mengusulkan untuk mengirim Harimau Tarigan sebagai penguji Jore dan Tepat. Hasil ujian itu akan menjadi pertimbangan para Dewa untuk penempatan kedua pertapa di Surga. Hari baik tampaknya, semua anggota sidang setuju. Dalam hitungan menit Harimau Tarigan hadir di ruang sidang, langsung diberikan bimbingan teknik pengujian dan petunjuk pelaksanaan ujian bagi Jore dan Tepat. Harimau Tarigan mengangguk-angguk dan misainya naik turun tanda paham. Diputuskan, ujian akan mulai dilaksanakan pada hari Cukera Dudu minggu depan. Malam itu bulan bersinar cerah, bulatnya nyaris sempurna. Sinarnya lembut terang benderang. Terlihat sesosok gendut buncit di ngos-ngosan menata sesuatu. Sesekali masuk kedalam lubang, lalu susah payah memanjat dindingnya. Dia menepuk kedua tanganya, mengibaskan abu yang menempel di jari, juga menepuk-nepuk paha dan perutnya. Bergegas kembali ke pondoknya, tangannya menenteng tongkap yang sesekali di tenggaknya. Tak peduli tuak membanjiri bajunya. Pagi-pagi sekali di perigi terlihat mangkuk putih berisi bunga-bunga wangi merekah. Aroma jeruk purut menguar di sekitar pancur. Jore terlihat berkomat-kamit, sesekali tangannya bersidekap di dada, melakukan upacara penyucian diri, mengucap doa dan mantra, memuliakan semesta alam. Di penghujung upacaranya, dia pun meminum air campuran jeruk purut dan membasuh kepala serta tubuhnya dengan pangir. Selesai sudah dan dia bergegas ke pondoknya. Purnama memang selalu mem-

beri kedamaian, bathin Jore sambil membaring tubuh di dipan. Terdengar ketukan, beringsut pelan Jore membuka pintu. Sungguh bencana yang sekarang tepat di pintunya! Harimau besar tar-ing tajam, belang terputus misai pan-jang. Auuuuummmmmm.... Sungguh menggelegar suaranya, menggetarkan dinding pondoknya. Serasa jantung Jore jatuh ke perutnya. Ni.....ni..niii....ni...katanya terbata-bata gemetar. “Aku mau memakanmu, aku lapar... Auuuuum-mmmmmmm,’ suara Harimau tegas. “Nini, nini, jangan makan aku. Sungguh, lihatlah aku kurus kering tinggal kulit pembalut tulang. Kau tak akan kenyang, Nini. Tapi, aku bisa menunjukkan makanan enak lezat padamu. Makanlah saudaraku si Tepat, dia gendut berlemak,” Kata Jore meyakinkan Harimau Tarigan. Dalam sekejap Harimau Tarigan menghilang dari pondok Jore. Sambil berjalan melenggang Harimau Tarigan mulai jungut-jungut dalam hati. “Manusia macam ini yang mau diuji, para Dewata ini kurang kerjaan tampaknya. Mereka yang perlu membuktikan eksistensi diri, aku yang jadi korban. Dulu, manusia-manusia yang kuuji tidak ada sebodoh ini,” sungutnya. Tiba-tiba Batara Guru berdiri di depannya dan berkata: Kerjakan yang sudah diperintahkan, jangan bersungut-sungut! Lalu, mendadak menghilang. Harimau Tarigan makin geregetan, tapi menahan diri tidak berkata-kata, walaupun hanya di dalam hati. Nah, itu pondok si Tetap. Dari jauhpun tercium aroma tuak menyengat, harum daging panggang yang sungguh mengusik selera. Serasa menetes air liur si Harimau. Tanpa basa-basi, Harimau Tarigan langsung mengaum di depan meja makan si Tetap. Auuuuuummmmmmmm.... sekali lagi aumannya menggetarkan pondok. Si Tetap menatap Harimau heran, lalu tersenyum. “Hai Nini, tepat sekali kedatanganmu, mari makan bersamaku. Ini cukup buat berlima. Kalau kau ikut makan, bebanku berkurang sedikit,” ajaknya ramah sambil mengedipkan mata.

Sungguh mati, selama bertugas sebagai penguji iman baru sekali ini Harimau Tarigan gelagapan. Tapi sebagai Harimau legendaris manalah dia mau kelihatan bimbang. Sekali lagi dia mengaum. “Aku tak sudi makananmu, aku mau memakan dirimu. Aku lapar, cuma manusia sepertimu yang bisa memuaskan aku,” raungnya. “Aha...pas sekali, aku tidak keberatan. Tetapi, begini ya aku mau beritahu

Page 16: Lenteranews Oktober 2015

16

sesuatu. Tadi malam, aku pasang jerat di pinggir ladang. Aku yakin jeratku mendapat mangsa. Aku harus mengambil binatang yang terjerat itu, kasihan mereka nanti menderita. Setelah itu, aku harus memasaknya dan memakannya. Itu baru pemburu yang bertanggung jawab namanya,” Tepat bertutur panjang lebar. Harimau Tarigan makin ternganga, walau airmukanya tetap bengis. “Semua makhluk sudah punya jalan hidup sendiri-sendiri, bukan urusanmu mereka menderita atau tidak, apalagi harus memakan mereka. jangan coba-coba menipuku,” bentak Harimau Tarigan sambil mengeluarkan taringnya.

“Saya beritahu Nini ya, Aku makan itu semua binatang mulai yang berkaki sampai yang melata, dari bertulang belakang sampai moluska, bahkan yang bersih sampai yang makan kotoran dalam rangka membantu mereka. Membantu mereka menndapatkan masa depan yang lebih baik. Siapa tahu kecoak cemilanku ini, besok lusa lahir bisa jadi keplor, kan terakap,” ujar Tepat sambil mengunyah kecoak coklat. Jadi, ijinkan aku melihat jeratku, aku tak lari. Aku ini Ginting, biak panglima, pantang berbohong,” bujuk Tepat lagi. “Baik...tapi awas kalau berbohong,” jawab Harimau sangar tetapi tetap terheran-heran. Secepat kilat Harimau Tarigan menghilang, pergi menuju sebuah Tiga Sabtu dan menculik seorang manusia cebol. Manusia cebol ini sejak bayi sudah menderita, dibuang Bapak Ibunya, kemudian dipelihara sirkus lalu dipertontonkan. Upahnya selalu dipotong dan manusia lainnya selalu melecehkannya. Sekali ini diculik Harimau, dia hanya menangis menyesali nasib buruknya, malang tak kunjung usai. Secepat kilat pula Si Cebol dimasukkan ke dalam jerat Tepat. Di sana sudah ada wili, kijang dan kancil. Sekarang ditambah si Cebol. Harimau Tarigan ternyata ingin menguji Tepat, sampai sejauh mana dia berusaha memperbaiki nasib makhluk-makhluk yang dimangsanya. Dari kejauhan ter-dengar langkah kaki Tepat menuju jerat yang dipasangnya. Harimau Tariganpun menghilang, mengintip. “Ah....betul kan, banyak yang kena jeratku,” teriak Tepat gembira ketika mendengar kurisik di lubang jeratnya. Semangat sekali dia menarik jeratnya dan semakin terkejut melihat seorang manusia Cebol comeng berlinang air mata di dalamnya. Pandangan

matanya minta dikasihani, tetapi Tepat tidak peduli semua binatang termasuk dicebol diikatnya rapat lalu dinaikkan ke kereta barangnya. Sekali ini Harimau Tarigan tak dapat lagi menahan diri. “Hei, pertapa gila, ada manusia di dalam jeratmu, masakan mau kau masak juga?” tanya Harimau tergesa-gesa. “Ya, tentu saja. kau pasti tahu Nini, hidupnya banyak menderita, dia akan turut kumasak dengan wili dan kijang itu, lalu kumakan juga. Setelah ini, dia akan lahir jadi manusia sejahtera, tidak dibawah garis kemiskinan, tidak jadi alasan pejabat-pejabat untuk mengkorupsi uang negara,” kata Tepat dingin. Harimau tua makin bingung, tetapi tetap menurutkan langkah Tepat menuju dapur rumahnya. Seharian Tepat sibuk di dapur. Dandang sebesar gentong, bumbu berkilo-kilo dan dan ranting menyala-nyala telah siap di dapurnya. Parangnya tajam mengkilat mulai mencari korbannya. Pertama sekali si Kancil, tak sulit, langsung jadi potongan daging ukuran rendang. Kijang, sama saja. Hanya membersihkan bagian dalamnya agak repot. Tak lama jadi potongan rendang juga. Kemudian wili hitam, sekali tebas mampus berdarah-darah. Semua bersih oleh parang Tepat. Tibalah giliran si Cebol yang sudah makan hati sejak awal pembantaian si kancil. “Apakah aku juga akan kau jadikan rendang?” ratapnya lirih pada Tepat. “Dengar, Cebol, tenang saja, nikmati setiap irisan setelahnya kau akan lepas bebas dari derita. Besok engkau akan jadi manusia yang terhormat, sejahtera dan bahagia. Bayangkanlah indahnya, sehingga sakitnya tidak terasa,” ujar Tepat dingin dan lang-sung menyikat si Cebol.

Tak lama kemudian aroma dapur sudah berubah. Semerbak wangi, memancing lapar. Di luar sana Harimau Tarigan terkapar muntah-muntah melihat kelakuan si Tepat. Serasa seluruh perutnya keluar, lututnya gemetar. Belum pernah dia bertemu manusia seperti si Tepat. Hidangan telah tersedia. Tongkap tuak berbaris di meja. Muka Tepat berminyak ceria, seolah tidak ada masalah. Piring lebarnya mulai terisi rendang campur-campur. Harimau Tarigan hanya mengawasi dari jauh, sesungguhnya dia sudah mau pingsan saja melihat tumpukan rendang segunung itu. Tetapi, sebagai petugas sen-ior Surga dia harus menjaga gengsi.

Sungguh ajaib, tak sampai 3 jam

Page 17: Lenteranews Oktober 2015

17

rendang tandas bersih licin, Tepat susah payah berdiri dari tempat duduknya, sempoyongan meraih tongkap tuak terakhir. Lalu, sekaligus dia meminumnya. Langkahnya tertatih menuju kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Tak ada komentar lagi dari Harimau Tarigan. Sejam kemudian, tepat muncul dengan pakaian terbaiknya, wangi memikat dan wajah bersih licin. “Nini Harimau, sekarang saya sudah siap. Makanlah aku, aku ikhlas dan rela. Maafkan aku ya, telah membuatmu kelaparan seharian, mudah-mudahan kamu paham alasanku membuatmu menunda makan,” kata Tepat pasrah terlentang persis di bawah janggut Harimau. Jelaslah sudah bagi sang Harimau Tarigan, pertapa gendut rakus ini sudah mencapai kesadaran tertinggi. Sesungguhnya tak ada lagi yang perlu dipertanyakan kepadanya, karena dia tahu apa yang dia lakukan dan tahu bagaimana mempertanggungjawabkannya. Sekali ini, Harimau Tua ini merasa sangat terhormat dapat menguji keteguhan iman manusia seperti Tepat. Entah bagaimana awalnya, hanya gelap dan asap, tiba-tiba Tepat dan Jore beserta Harimau hadir di ruang pengadilan para Dewa di Surga. Sesak penuh ruangan dengan Dewa-dewa di kursi tertinggi duduk Batara Guru sambil mengelus-elus jenggotnya. “Tak usah lagi banyak bicara, Harimau Tarigan. Aku sudah tahu semuanya. Sudah jelas, siapa yang mengerti tentang darma bakti. Bawa Tepat ke Surga yang paling indah, dia sejajar dengan para Dewa kini. Sedang si Jore, tempatkan di wilayah pekerja, khusus bagian cleaning service. Seharusnya dia tidak berada di sini, tetapi aku mempertimbangkan adiknya,” Sabda Batara Guru. Seluruh Dewa bertepuk tangan. Puas dan bahagia.Sejak saat itu, Tepatpun tinggal bersama para Dewa, bahkan menjadi anggota kehakiman Dewa. Sementara Harimau Tarigan mengajukan pensiun dan menyerahkan tugasnya kepada Harimau Kembaren. Penjelasan kisah “Siapakah Sesamamu?”Kisah ini saya adaptasi dengan meng-Karo dari cerita Leo Tolstoy yang hari ini diperingati kelahirannya yang ke 186 tahun. Tolstoy adalah seorang raksasa pe-nulis kebanggaan orang Rusia, bangsawan yang menyerahkan harta dan hidupnya kepada orang miskin. Saat itu, dia dijuluki anarkis, karena buah pikirannya diang-

gap terlalu maju dan merusak tatanan moral Kristen saat itu. hal ini pulalah yang menyebabkan keretakan rumah tangg-anya.

Ia membuat kritik yang tajam terhadap prasangka-prasangka yang kini bermunculan mengenai keuntungan-keuntungan yang diberikan kepada manusia oleh gereja, negara dan distribusi harta milik yang ada, dan dari ajaran-ajaran Yesus ia menyimpulkan aturan untuk tidak melawan dan kutukan mutlak terha-dap semua perang. Namun, argumen-argumen religiusnya dengan sangat baik digabungkannya dengan argumen-argu-men yang dipinjam dari pengamatan yang seimbang tentang kejahatan-kejahatan pada masa kini, sehingga bagian-bagian anarkis dari karya-karyanya tampak menarik bagi para pembaca yang religius maupun yang tidak religius. Tolstoy adalah seorang anggota kelu-arga bangsawan Rusia yang sangat kaya. Ia belakangan percaya bahwa ia tidak berhak mendapatkan harta warisannya, dan terkenal di antara para petani karena kedermawanannya. Ia seringkali kembali ke tanah miliknya dengan sejumlah gelan-dangan yang dirasakannya membutuhkan pertolongan. Ia pun seringkali memberi-kan sejumlah besar uang kepada para pengemis di jalan dalam perjalanannya ke kota, sehingga membuat istrinya marah. Ia meninggal karena radang paru-paru di stasiun Astapovo pada 1910 setelah meninggalkan rumahnya di tengah musim dingin pada usia 82 tahun. Kematiannya terjadi hanya beberapa hari setelah ia mengumpulkan keberanian untuk meninggalkan keluarganya dan kekayaannya dan mengambil sikap hidup sebagai seorang pertapa keliling—suatu pilihan yang telah digumulinya selama beberapa puluh tahun. Beribu-ribu petani berdiri di kedua tepi jalan pada saat ia dikebumikan. (Wikipedia) Dia adalah inspirasi anti kekerasan. banyak politikus dunia terpengaruh olehnya, seperti Gandhi. Hingga hari ini, banyak sastrawan di dunia, termasuk Indonesia terpengaruh oleh kebesaran Tolstoy. Dan saya adalah pengagumnya.

Page 18: Lenteranews Oktober 2015

18

SASTRA | VELANGKANNI

Awalnya biasa saja, dan memang seharusnya pun biasa. Tidak ada sesuatu yang istimewa dariku

yang dapat menarik perhatiannya.

Sampai tiba pada satu waktu, ketika aku hendak pergi ke toko buku, di tengah perjalanan aku ditabrak oleh pengendara motor yang tidak bertanggung jawab. Luka ku tidak parah sih, tapi cukup membuat aku tidak mampu berjalan saat itu. Mungkin hanya keseleo, pikirku singkat. Aku berusaha bangkit dan mencoba untuk berjalan. Namun gagal. Lagi-lagi aku terjatuh dipinggiran jalan. Banyak orang yang lewat di depanku, tapi tak ada seorangpun yang mau untuk menolongku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk bangkit. Ku urungkan niat untuk pergi ke toko buku, yang ada dibenakku saat ini hanyalah “bagaimana caranya aku dapat kembali kerumah dengan keadaan seperti ini”.

Disaat aku disibukkan oleh usahaku untuk dapat berdiri, tiba-tiba dari samping ada seseorang yang memegang lenganku dan mencoba untuk memapahku. Tak ada satu katapun yang diucapkannya. Dan anehnya, aku pun membiarkan dia untuk memapahku menuju halte yang ada disana. Cukup sepi. Mungkin karna ini jam kerja, jadi tidak banyak orang yang berada diluar gedung. Apalagi dipinggiran jalan sepertiku kini. Tapi ngomong-ngomong siapa pria ini ? Kenapa dia tiba-tiba menolongku ? “ah mungkin hanya orang yang kasihan melihatku yang tak dapat berdiri sendiri”.

“Kaki kamu kenapa ?” tiba-tiba pria itu bertanya kepadaku. Spontan aku terkaget karena tak mengira dia akan bertanya kepadaku.

“I.. Ini tadi keserempet motor.” jelasku terbata-bata, masih dengan ekspresi wajah yang meringis menahan sakit.

“Kenalin.. Aku Dion.” ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya.

Tak banyak kata ku ucapkan kepadanya, sambil menyambut uluran tangannya, aku pun menyebutkan namaku “Tara.”

“Tara... ? Aku kira Taro...” godanya sambil tersenyum kecil

“Apaan sih ni orang, baru kenal udah berani ngeledek gitu.” gerutuku dalam hati.

“Becanda kali, ga usah cemberut gitu.” ujar Dion yang melihat rau mukaku berubah.

Aku tak membalas ucapannya, hanya sedikit tersenyum kepadanya sambil kembali meringis menahan rasa sakit di kakiku.

“Rumah kamu dimana Ra ? Biar sekalian aku anter kamu pulang.”

“Ga jauh dari sini koq, ga apa-apa aku bisa pulang sendiri. Makasih untuk tawarannya.” tolak ku secara halus agar Dion tidak tersinggung. Tapi sepertinya kali ini alam berpihak kepadanya. Tanpa ada aba-aba lain air hujan turun dengan derasnya.

“Kamu tunggu sini yah, jangan kemana-mana.” pinta Dion sebelum ia pergi meninggalkanku dan berlari kearah dimana tadi ia menolongku.

Dion... ? Baik banget sih tu cowo, selain baik dia juga tampan dengan tubuhnya yang tinggi, potongan rambut pendek membuat penampilannya semakin terlihat keren.

“Mikir apa sih aku, kenapa tiba-tiba jadi mikirin Dion ? Helloo Tarraa... Kenal Dion aja belum satu jam, ga mungkin kan kamu jatuh cinta sama dia. Jatuh cinta ? Whaatt kenapa aku bisa berpikiran sampai kesana ?” saat itu seolah-olah aku sedang berdialog dengan hatiku. Banyak pertanyaan yang muncul hanya karna kehadiran Dion.

Belum selesai aku menjawab semua pertanyaan didalam hatiku, tiba-tiba Dion sudah memegang bahuku dan memapahku menuju mobil Jazz putih yang sudah terparkir dihadapan kami. Seakan terhipnotis, aku pun mengikuti langkah kakinya dan masuk kedalam mobil. Tak banyak percakapan kami saat itu, hanya berbagi no telepon dan menunjukkan alamat rumahku.

Sesampainya di depan rumah, Dion memapahku dan mengantarku masuk hingga kedepan pintu rumahku. Kehadiran Dion disambut hangat oleh keluargaku. Mungkin karna Dion sudah menolongku.

Harga Sebuah Senyuman

18

Debora Tanujaya

Entrepreneur,tingggal di Jakarta

Page 19: Lenteranews Oktober 2015

19

Tapi entahlah karna aku memutuskan untuk langsung menuju kamarku dan membaringkan tubuhku disana.

***

Sejak perkenalan saat itu, aku dan Dion menjadi sahabat. Tidak terasa sudah hampir setahun lebih persahabatan kami berlangsung. Banyak hal yang kami lalui bersama-sama. Dion anak pertama dari dua bersaudara. Dia memiliki adik perempuan yang sangat cantik bernama Puput. Sejauh ini aku cukup akrab dengan keluarganya Dion, terlebih lagi dengan Puput. Kadang kami pergi bersama, walau hanya sekedar jalan-jalan dan makan saja. Begitupun Dion, nampaknya Dion pun berhasil merebut perhatian keluargaku. Bahkan sampai-sampai keluargaku tak pernah melarangku jika aku akan pergi keluar bersama Dion.

Lama kelamaan aku merasa sangat nyaman jika berada disamping Dion. Mungkin-kah aku jatuh cinta kepadanya ? Sampai saat ini pertanyaan itu yang sering sing-gah didalam benakku. “Bagaimana jika aku mencintai Dion ? Apakah Dion juga mencintai aku, atau hanya menganggap aku sebagai sahabatnya saja ?” Akh entahl-ah, semakin kupaksakan untuk menjawab rasanya semakin pusing hatiku dibuatnya. Biarkanlah semua berjalan mengalir seperti air. Toh jika memang jodoh, kelak kami akan bersama juga.

“Doorrr... Hayoo mikirin siapa, sampai ngelamun kaya gitu.” tiba-tiba Dion sudah berada disampingku dan mengambil novel yang sedang aku baca. Ya... Itulah Dion, selalu bersikap semaunya. Tapi aku suka...

“Apaan sih kamu, kebiasaan banget. Kalo aku jantungan gimana hayo, mau tanggung jawab ?” ucapku ketus seakan-akan aku marah kepadanya.

“Kalo kamu jantungan, aku bakalan gantiin jantung kamu pake jantung aku. Biar kamu bisa ngerasain kekuatan jantung aku.” ucapnya santai. Aku tau saat ini Dion pasti sedang becanda, tapi entah kenapa hatiku rasanya senang mendengar ucapannya tadi.

“Tumben kesini, pasti ada maunya ya.” ucapku datar

“Tau aja sih Ra, ia nih lagi galau. Kamu inget Restu kan, minggu lalu dia udah balik ke Indo. Terus semalam dia telepon aku, minta balikan gitu.” jelas Diaon sambil memain-kan buku novel yang tadi sedang aku baca.

“Restu... ?? Wanita yang selama ini Dion cintai, cinta pertamanya Dion ? Ya Allah, kenapa rasanya hati ini tidak rela ya mendengar mereka akan bersatu kembali.” bisikku dalam hati.

“Sumpah Ra, aku seneng banget. Makanya aku kesini mau ajak kamu keluar. Nanti sore aku janjian buat ketemu sama Restu. Naahh... Aku mau kenalin kamu ke Restu. Jadi sekarang kamu siap-siap dulu gih.” lagi-lagi perkataan Dion tadi seperti irisan pisau dihatiku. Rasanya sangat sakit. Kenapa aku harus bersedih mendengar orang yang aku cintai bahagia ?

“Ok.. Bentar ya aku mandi dulu.” dengan segera aku langkahkan kaki menuju kamarku. Sesampainya didalam kamar aku tidak segera mandi, melainkan terduduk dibalik pintu kamarku. Rasanya sangat sakit, bahkan lebih sakit dari sebuah luka goresan. Dion... Kenapa disaat aku menyadari bahwa aku memang sudah benar-benar jatuh cinta kepadamu, disaat itu pula kamu harus pergi menjauh dariku.

Ya Allah... Kenapa rasanya seperti ini. Seakan tak rela melepas Dion dari sisiku. Tapi aku tak boleh egois. Ini demi kebaha-giaan Dion, yang pastinya akan menjadi kebahagiaanku juga. Dengan cepat kuseka air mataku. Dan bergegas ku langkahkan kaki menuju kamar mandi.

***

Benakku dipenuhi banyak pertanyaan. Hatiku pun terasa hambar. Enatah apa yang membuatku menjadi seperti ini. Dalam diam aku berdoa, berharap semua ini han-ya mimpi. Tapi aku tidak mimpi !! Kurasakan air mataku menetes dipelupuk mataku. Ya Allah, semoga Dion tidak memperhatikan gelagatku yang aneh sore ini.

Kami duduk di foodcourt, menunggu Restu yang masih dalam perjalanan. Aku hanya memain-mainkan sedotan didalam gelas yang terletak persis dihadapanku. Benakku benar-benar dipenuhi rasa ingin tau, wanita seperti apa yang dapat mem-buat Dion sesetia ini. Ku lihat Dion asik dengan hp nya. Entah apa yang sedang ia lakukan. Ku tatap wajahnya dalam-dalam. Ada segurat kebahagiaan disana dan aku sangat yakin, ia bahagia bukan karna saat ini sedang bersamaku, melainkan karna sebentar lagi Dion akan berjumpa dengan pujaan hatinya.

Lagi-lagi hati ini terasa sakit. Dadaku sesak menahan perasaan yang bercampur aduk.

19

Page 20: Lenteranews Oktober 2015

20

Ingin rasanya aku berteriak didepan wajah Dion, mengatakan kepadanya bahwa aku sangat mencintainya. Mungkin jauh sebelum Restu hadir kembali didalam hidupnya. Tapi sejenak aku berpikir, untuk apa kulakukan semua itu ? Hanya akan membuat Dion bingung akan hatinya. Dan aku tidak pernah menginginkan Dion bersedih, apalagi gara-gara aku.

“Hey.. Udah lama yah ? Maaf tadi macet banget dijalan.” terdengar suara seorang wanita yang menyapa Dion.

Ku tolehkan pandanganku untuk mengetahui siapa yang telah menegur Dion. Dan aku hanya mampu terdiam. Benar-benar sempurna. Layaknya seorang bidadari yang turun dari khayangan. Cantik sempurna, bahkan aku pun terkagum-kagum dibuatnya. Matanya coklat alami, rambut terurai panjang, dan terdapat lesung dipipi kanan dan kirinya. Kulitnya putih bersih, dia cukup tinggi untuk ukuran seorang wanita. Sekali lagi aku bergumam didalam hati, “Subhanallah... Benar-benar sempurna ciptaanMu ya Allah.”

“Ga kok, baru beberapa menit yang lalu.” ucap Dion menjawab pertanyaan wanita itu yang sangat kuyakini itu adalah Restu.

Restu hanya tersenyum mendengar jawaban Dion. Sambil membenarkan letak tasnya, Restu pun memandangku dan melempar senyuman yang ramah kearahku. Tidak ada alasan untuk aku tidak membalas senyumannya.

Lagi-lagi dia bersikap sangat ramah terhadapku. Diulurkan tangan-nya ke arahku sambil tersenyum dan menyebutkan namanya, “Restu.”

Dengan segera aku pun membalas jabatan tangannya sambil tersenyum, “Tara.”

tangannya begitu lembut. Tak heran Dion sangat tergila-gila kepadanya. Selain Fisiknya terlihat sempurna, perilaku dan tutur bicaranya pun sangat sopan. Lagi-lagi aku bergumam “sempurna”, mengagumi ciptaan Allah yang satu ini.

“Tara ini sahabat aku Res, dia yang selalu support aku saat kamu pergi.” penjelasan Dion tak cukup membuatku lega, bahkan timbul rasa sakit disana.

“Sahabat.” Ternyata benar dugaanku selama ini, Dion hanya menganggapku sebagai sahabatnya. Tak lebih. Mungkin memang aku yang terlalu berharap banyak kepadanya. Tapi sudahlah, saat ini aku tidak

boleh memperlihatkan kesedihanku di hadapan mereka. Biarkan saja kebahagian mereka terasa sempurna tanpa adanya kesedihan diraut wajahku.

Ku lihat Restu dan Dion asik dengan topik bahasan yang sedang mereka perbincangkan. Sementara aku lebih banyak diam dan bermain dengan pemikiran dan perasaanku. Tiba-tiba hape ku berbunyi. Ku lihat nama yang muncul dilayar hapeku. “Puput”.

“Halloo...”

“Halo kak, lagi dimana ?” terdengar suara Puput yang cukup manja disebrang sana.

“Lagi nemenin kak Dion ketemuan sama pacarnya, kak Restu.” jelasku. Berharap Puput akan datang dan menemaniku saat itu.

“Ngapain sih jadi obat nyamuk disana, mending temenin Puput cari buku ke Gra-media mau ga ?”

Tanpa banyak berpikir, aku pun langsung mengiyakan permintaan Puput dan segera menutup telepon nya.

“Ion... Aku pulang duluan yah, tadi Puput telepon minta ditemenin nyari buku. Ga apa-apa kan, toh sekarang udah ada Restu.” aku berusaha tersenyum setulus mungkin dihadapan mereka, walau sesungguhnya hatiku terasa sangat sakit melihat kedekatan mereka saat ini.

“Oh.. Ok, hati-hati kamu dijalan yah Ra.” ucapan Dion hanya terdengar samar ditelingaku. Tanpa berucap lagi, aku pun bergegas membalikan badanku dan berjalan cepat meninggalkan mereka.

Tanpa aku sadari air mata ini sudah mulai menetes. Setetes demi setetes yang akhirnya membentuk aliran sungai di wajahku. Ya Allah... Ada apa ini, mengapa rasanya sangat sakit dan benar-benar sakit ? Aku tidak ingin seperti ini, aku ingin Dion bahagia. Kebahagiaannya jauh lebih penting bagiku. Maka berikanlah aku hati yang tulus dan ikhlas untuk menerima apa yang mungkin kelak akan terjadi.

(bersambung)

20

Page 21: Lenteranews Oktober 2015

21

Page 22: Lenteranews Oktober 2015

22

Page 23: Lenteranews Oktober 2015

23

LAPO AKSARA

Ananta Bangun

anantabangun.com

Redaktur Tulis di Lentera News

23

Seorang biarawan tengah menikmati makan siang di satu warung makan. Selang

beberapa waktu, ia dihampiri salah satu pengunjung. Mungkin karena pakaian yang dikenakannya, si pengunjung tersebut tertarik untuk bercengkerama sejenak. Walaupun sosok yang didekatinya masih asyik memakan sepiring daging ayam goreng.

Tanpa basa-basi, dia memperkenalkan diri dan mengatakan dirinya tidak meyakini adanya Tuhan. Terperangah sesaat, sang biarawan meladeni perbincangan tersebut. Bahkan ketika si pengunjung menanyakan apakah si biarawan pernah goyah imannya karena tidak memahami salah satu isi di Kitab Suci.

“Ya, saya pernah mengalami hal tersebut,” ujar si biarawan. “Nah, mengapa tetap menempuh jalan anda sekarang?” susulan tanya si lawan bicara.“Saudara melihat saya tengah memakan ayam goreng ini. Perhatikanlah, saya sama sekali tak mengunyah seluruh tulangnya. Namun, biarlah ada orang pander yang coba memakan semuanya, hingga lehernya tersedak oleh tulang.”

Memilah. Kiranya ini lah kebajikan kebajikan yang semakin pudar dalam cara kita menangkap dan

menyampaikan tutur kata. Tentu saja, ihwal yang dimaksud memilah dengan pemikiran nan jernih.

Meski ada juga pembingkaian (framing) informasi yang sarat niat buruk. Yakni mengintip celah-celah kisruh bagi sesama. Dengan teknologi komunikasi seperti media sosial, tindak pembingkaian negatif tersebut begitu lekasnya menyebar laiknya virus.

Tindak memilah tak hanya menahan ketergesaan dalam menanggapi setiap kabar. Ini juga bagai menyuap informasi/ inspirasi bagi fikiran secara sederhana. Sebab tidak semua informasi dapat mencerahkan. Isu-isu kebencian, pertikaian justru mengungkung pandangan kita di tengah kepulan asap.

Jadi pantas kiranya sosok seperti Bunda Teresa pernah berkata: “Untuk membuat perdamaian cukup dengan menghadirkannya dalam keluarga kita masing-masing.” Bunda Teresa bukan mengesampingkan jerih banyak insan mengupayakan perdama-ian dunia, bahkan hingga meja-meja forum kelas dunia. Namun, bukankah Teresa benar dalam hal memilah upaya tersebut? Bayangkan bila banyak keluarga mewujudkan hal tersebut? Maka pertikaian dan perang hanyalah menjadi pajangan di museum saja.

TAK PERLU MENGUNYAH TULANG