lembu putih taro maskot kabupaten gianyar

99
LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR UDAYANA UNIVERSITY PRESS 2015

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

LEMBU PUTIH TAROMASKOT KABUPATEN GIANYAR

Udayana University Press2015

Page 2: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

��

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 1 1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif

setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana Pasal 113 1. setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

���

Penulis :Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS

Dr. Bud� Rahayu Tanama Putr�, SPt., MMDr. Dew� Ayu Warmadew�, SPt., MS�

Ir. Tjokorda Gede Oka Sus�la, MPProf. Dr. Ir. I.G.N.G. B�dura, MSI.G.A. Istr� Aryan�, S.S., M.HumLuh Gde Sumardan�, SPt. MS�Ir. D.P.M.A. Candrawati, MSiIr. Ida Ayu Putr� Utam�, MS�A.A.P. P. W�bawa, SPt., MS�

Eny Puspan�, SPt., MS�

Penyunting :Prof. Ir. I Gusti Lanang Oka, M.Agr.Sc.Ph.D.

Kerjasama:

Fakultas Peternakan Universitas Udayanadan

Bappeda Kabupaten Gianyar2015

LEMBU PUTIH TAROMASKOT KABUPATEN GIANYAR

Page 4: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

�v

Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :

dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Penulis:Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS

Dr. Bud� Rahayu Tanama Putr�, SPt., MMDr. Dew� Ayu Warmadew�, SPt., MS�

Ir. Tjokorda Gede Oka Sus�la, MPProf. Dr. Ir. I.G.N.G. B�dura, MSI.G.A. Istr� Aryan�, S.S., M.HumLuh Gde Sumardan�, SPt. MS�Ir. D.P.M.A. Candrawati, MSiIr. Ida Ayu Putr� Utam�, MS�A.A.P. P. W�bawa, SPt., MS�

Eny Puspan�, SPt., MS�

Penyunting: Prof. Ir. I Gusti Lanang Oka, M.Agr.Sc.Ph.D.

Cover & Ilustrasi: Repro

Design & Lay Out: I Wayan Mad�ta

Diterbitkan oleh:Udayana Un�vers�ty Press

Kampus Un�vers�tas Udayana DenpasarJl. P.B. Sud�rman, Denpasar - Bal� Telp. (0361) [email protected] http://penerbit.unud.ac.id

Kerjasama :Fakultas Peternakan UNUD & Bappeda Kabupaten G�anyar

Cetakan Pertama:2015, xiv + 83 hlm, 15 x 23 cm

ISBN: 978-602-294-087-6

LEMBU PUTIH TAROMASKOT KABUPATEN GIANYAR

Page 5: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

v

PRAKATA

Puji syukur kehadapan ida sang Hyang Widhi Wasa/tuhan yang Maha esa penulis sampaikan, karena

atas karunia yang telah dilimpahkan, penyusunan buku yang berjudul “Lembu Putih Taro, Maskot Kabupaten Gianyar” ini dapat diselesaikan pada waktunya. terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan kepada para narasumber yang telah membantu dalam penyusunan buku ini dengan banyak memberikan informasi serta tuntunan melalui karya-karyanya yang tertuang dalam berbagai tulisan/literatur. terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan sumbangan pikiran dalam penyelesaian buku ini.

Lembu putih memang dijumpai dibeberapa tempat di Bali, namun yang terbanyak ditemukan adalah di desa taro, Kecamatan tegallalang, Kabupaten Gianyar. Masyarakat desa taro, lembu putih tersebut dipercaya sebagai “Lembu nandini”, yaitu kendaraan “dewa siwa”, sehingga lembu ini sangat disucikan. Masyarakat desa taro tidak ada yang berani mengganggu ataupun memberi perlakuan seperti sapi bali biasa yang dipeliharanya, malahan memberi perlakuan yang istimewa. Pada saat lembu putih ini masih dalam keadaan liar (belum dikonservasi/dilokalisasi), lembu ini dibiarkan bebas masuk ke ladang-ladang para petani dengan tanpa mengusirnya, apalagi menyakitinya. Berdasarkan kajian secara holistik perlu dilakukan mengenai hal ikhwal keberadaan dan peranan/fungsi lembu putih (sapi) yang ada di desa taro tersebut. Untuk tujuan tersebut, Pemerintah Kabupaten Gianyar mempercayakan pelaksanaan pengkajiannya kepada Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Page 6: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

v�

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih belum sempurna karena keterbatasan informasi yang diperoleh dilapangan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, pemerhati maupun cendekiawan demi untuk penyempurnaan buku ini.

semoga buku ini dapat memberikan gambaran dan manfaat bagi para pembaca, pemerhati hewan langka disamping untuk perkembangan dunia pendidikan dan pariwisata khususnya mengenai konsep budaya masyarakat Hindu di Bali tentang peranan/fungsi lembu putih yang ada di desa taro berdasarkan sumber sastra yang mampu diketemukan.

Denpasar,Nopember2015 TimPengkaji

Page 7: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

v��

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan ida sang Hyang Widhi Wasa/tuan yang Maha esa, karena berkat

anugrah beliau dan kerja keras serta kerjasama semua anggota tim Pengkaji Lembu Putih taro, akhirnya buku yang berjudul “Lembu Putih Taro Maskot Kabupaten Gianyar“ dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kerjasama perdana yang dijalin antara Fakultas Peternakan, Universitas Udayana dengan Pemerintah daerah Kabupaten Gianyar telah mampu menghasilkan buku hasil kajian secara holistik tentang Lembu Putih taro oleh cendekiawan bangsa indonesia sendiri, khususnya dari Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Kami sangat berbangga karena apa yang kita miliki, dalam hal ini lembu putih yang merupakan ternak unik yang dijumpai di desa taro sudah digali dari berbagai aspek, meliputi aspek sosial budaya, aspek sosial ekonomi, dan aspek konservasinya. Ketiga aspek ini diharapkan dapat mendukung terwujudnya desa taro, Kecamatan tegallalang, Kabupaten Gianyar sebagai Objek Wisata, disamping objek pendidikan yang bermanfaat bagi generasi mendatang.

Melalui kesempatan ini kami menyampaikan banyak terima kasih kepada para narasumber yang telah memberikan informasi tentang seluk beluk keberadaan lembu putih taro ini dan peranan serta fungsinya terkait dengan budaya (adat maupun agama) Hindu, khususnya di Bali. Kerjasama dan kerja keras tim Pengkaji Lembu Putih taro ini sangat kami hargai. terima kasih kami sampaikan kepada Pemerintah daerah Kabupaten Gianyar atas kepercayaan yang diberikan kepada Fakultas Peternakan, Universitas Udayana untuk melakukan pengkajian terhadap Lembu Putih taro sebagai Maskot Kabupaten Gianyar.

Page 8: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

v���

akhir kata, kami mohon maaf andaikata dalam penyajian buku ini belum sempurna seperti yang diharapkan. Kritik dan saran dari para pembaca, cendekiawan dan pemerhati lembu putih taro, sangat kami harapkan untuk penyempurnaan buku ini dimasa yang akan datang. semoga buku ini ada manfaatnya.

denpasar, nopember 2015 dekan Fakultas Peternakan,Unud

Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS. niP. 195903121986011001

Page 9: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

�x

SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA GIANYAR

Pujisyukur kami panjatkan kehadirat ida sang Hyang Widi Wasa/tuhan yang maha esa, atas berkat

rahmatnya penyusunan buku “Lembu Putih taro, Maskot Kabupaten Gianyar” ini dapat diselesaikan tepat dengan waktunya.

Buku Lembu Putih taro, Maskot Kabupaten Gianyar ini terwujud berkat kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan daerah (BaPPeda) Kabupaten Gianyar dengan Fakultas Peternakan Universitas Udayana denpasar. adapun tujuan dari penyusunan buku ini adalah memberikan informasi dan penjelasan yang lengkap tentang keberadaan lembu putih taro di Kabupaten Gianyar terkait sejarah, karakteristik, aspek genetik, populasi, manajemen pemeliharaan atau pun aspek sosial budayanya.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan informasi untuk lancarnya penyusunan buku ini. semoga buku ini bermanfaat bagi masyarakat dan pihak-pihak yang memerlukan serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Gianyar, 30 nopember 2015Kepala Bappeda Kabupaten Gianyar,

Ir. I Made Gede Wisnu Wijaya, MMPembina Utama MudaniP. 19621130 199201 1 001

Page 10: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

x

DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................. vKATA PENGANTAR .............................................................. viiSAMBUTAN KEPALA BAPPEDA GIANYAR .................. ixDAFTAR ISi .............................................................................. xDAFTAR TABEL ...................................................................... xiiDAFTAR GAMBAR ................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 11.1 Latar Belakang .................................................................. 11.2 tujuan dan Manfaat ......................................................... 5

BAB II DESA TARO ................................................................ 62.1 sejarah Berdirinya desa taro ......................................... 62.2 asal Usul nama taro ....................................................... 102.3 Tofografi Desa Taro .......................................................... 12 2.4 Pura Gunung raung ........................................................ 13

BAB III SAPI BALI DAN LEMBU PUTIH TARO ............. 173.1 taksonomi sapi Bali ......................................................... 173.2 Karakteristik sapi ............................................................ 18 3.2.1. Warna ....................................................................... 18 3.2.2. tanduk .................................................................... 23 3.2.3. daya tahan terhadap Panas dan Kondisi Pakan ........................................................ 243.3 Karakteristik Lembu Putih taro .................................... 25 3.3.1. Warna ....................................................................... 27 3.3.2. tanduk ..................................................................... 283.4 Performans sapi Bali Warna standar dan Lembu Putih taro ............................................................ 29 3.4.1. Performans sapi Bali Warna standar ................. 29 3.4.2. Performans Lembu Putih taro ............................ 323.5 aspek Genetik ................................................................... 34

Page 11: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

x�

3.6 tinjauan ilmiah Lembu Putih taro ............................... 383.7 aspek reproduksi sapi Bali dan Lembu Putih taro .. 38

BAB IV KONSERVASI SAPI PUTIH TARO ..................... 414.1 Populasi Lembu Putih taro ............................................ 414.2 Lokasi Konservasi ............................................................ 434.3 Lingkungan ....................................................................... 454.4 Manajemen Pemeliharaan Lembu Putih taro ............. 474.5 Manajemen Pemberian Pakan Lembu Putih taro ....... 494.6 Manajemen Penanganan Limbah Lembu Putih taro .. 524.7 Manajemen reproduksi Lembu Putih taro ................. 53

BAB V ASPEK SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI LEMBU PUTIH TARO ............................................................ 555.1 Kearifan Lokal desa taro ............................................... 555.2 aspek sosial Budaya Lembu Putih taro ...................... 58 5.2.1. Peran Lembu Putih taro dalam Upacara Mapepada ................................................. 61 5.2.2. Peran Lembu Putih taro dalam Upacara Mamineh Empehan .................................. 65 5.2.3. Upacara Memohon Serana dari Lembu Putih taro ................................................. 67 5.2.4. Korban suci (Yadnya) Menggunakan Serana dari Lembu Putih taro ............................. 68 5.2.5. Peran Lembu Putih taro dalam Pengobatan .... 71 5.2.6 Upacara Mendak (Lunga dan Rauh) Lembu Putih taro ................................................. 725.3 aspek sosial ekonomi Lembu Putih taro .................... 74BAB VI PENUTUP .................................................................. 786.1 Potensi tujuan Wisata ....................................................... 786.2 Pendorong Pertumbuhan ekonomi Wilayah sekitar .... 79daFtar PUstaKa ................................................................ 81LaMPiran ............................................................................... 83

Page 12: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

x��

DAFTAR TABEL

1 dimensi tubuh Lembu Putih taro ............................ 332 Jumlah Populasi Lembu taro Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Warna Per agustus 2015 ........... 43

Page 13: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

x���

DAFTAR GAMBAR

1 taman Wisata Lembu Putih taro ................................. 132 Pura Gunung raung ........................................................ 143 salah satu Pemedalan (pintu keluar) Pura Gunung raung ................................................................................. 154 Maha Guru etrya narayana (kanan), Pengempon Pura Campuan Windhu segara (kiri) ....... 20 5 Lembu Putih Milik Pura Campuan Windhu segara ... 216 sapi Gading Milik Peternak di Banjar andong, titi Galar, Baturiti, tabanan ........................................... 217 sapi suci desa adat Pekraman timbul, Pupuan, tegalalang, Gianyar (putih dan hitam) ........................ 22 8 tanduk sapi Bali “manggul gangsa” ............................ 239 Performans sapi Bali masih tetap Bagus di daerah Kering dan Panas di nusa Panida, Kabupaten Klungkung, Bali ............................................................... 24 10 Bentuk Fisik Lembu Putih taro Betina ......................... 2511 Warna Putih Berbentuk Oval pada Bagian Pantatnya dan Warna Putih pada Keempat Kaki dibawah Lututnya .................................................. 2612 Lembu taro Jantan Warna Hitam, Merah, dan Putih .............................................................. 2713 Pedet Lembu taro yang Berwarna Putih dari induk Putih ............................................................... 2714 Lembu Putih taro ............................................................. 2815 tanduk “manggul gangsa” pada Lembu Putih taro .. 2816 Kulit Bagian Punggung induk Lembu Putih taro teriritasi oleh Panas sinar Matahari .................... 2917 Warna Bulu Putih Berbentuk Oval di Bagian Pantatnya, serta Warna Putih di Bagian Bawah Keempat Kakinya Menyerupai Kaos/Stocking Putih ..... 30

Page 14: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

x�v

18 Warna Hitam pada sapi Bali Jantan dewasa (kiri) dan Merah Bata pada yang Betina (kanan) .................. 3119 sapi Bali “injin”, Baik Bantan Maupun Betina Berwarna Hitan sejak Lahir ........................................... 3220 sketsa Perkawinan Lembu Putih taro ......................... 3521 Lembu Putih tidak Mempunyai Pigmen Melanin pada Bulu, Kulit, Moncong atau Hidung, dan Kuku ... 3622 Reverse Mutation ............................................................... 3723 Lembu Putih taro Hidup Bebas di Hutan desa taro ... 4124 Lembu Putih taro yang sudah dikandangkan .......... 4225 Lokasi desa taro di tengah-tengah Pulau Bali .......... 4426 Patung dewa siwa yang Mengendarai Lembu Putih di tengah-tengah areal Konservasi ................... 4527 taman Wisata Lembu Putih taro ................................. 4628 Lembu Putih (lembu) taro dalam Kandang Koloni ... 4729 areal Kuburan Khusus untuk Lembu Putih taro ...... 4830 Batang Pisang yang sudah dipotong Kecil-kecil ....... 5031 Pakan yang diberikan Hampir 80% adalah rumput Gajah .................................................................. 5032 induk Lembu Putih yang sedang Bunting di Lapangan terbuka ...................................................... 5133 Pemeliharaan anak Pedet Lembu Putih dalam satu Paddock Bersama induknya ................................... 5134 Kandang sapi Koloni dengan Pengolahan Bio-gas dan Gudang Pakan yang tertata rapi ......................... 5235 septic tank untuk Pembuatan Bio-gas dan Feses yang diolah Menjadi Pupuk Organik .......................... 5336 Pura nandini dan Patung Sapi Nandini ........................ 5937 areal Kuburan Khusus untuk Lembu Putih taro yang Meninggal ............................................................... 6138 Upacara Mapepada Wewalungan pada saat Karya Agung Panca Wali Krama Agung desa Pakraman taro Kaja ........................................................ 63

Page 15: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

xv

39 Lembu Putih taro diarak Mamurwa Daksina Mengelilingi tempat Upacara sebanyak tiga Kali ..... 6340 Penggunaan Kulit Lembu Putih pada Upakara Tawur Panca Wali Krama pada saat Karya Agung Panca Wali Krama Agung desa Pakraman taro Kaja .............. 6441 Upacara Mamendak Lembu Putih .................................... 74

Page 16: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

xv�

Page 17: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

sapi merupakan ternak yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan dapat ditemukan hampir disemua

negara termasuk indonesia. di antara berbagai bangsa sapi yang ada di indonesia, sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli indonesia yang memiliki sifat produksi dan reproduksi terbaik dan tersebar hampir diseluruh wilayah indonesia.

sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli indonesia yang telah diakui oleh dunia. sebagai suatu bangsa sapi, sapi bali memiliki ciri khas (spesifik) yang berbeda dengan bangsa sapi lain, dan ciri tersebut diturunkan dari generasi ke generasi secara konsisten. sapi bali memiliki warna merah bata saat baru lahir, baik pada jenis kelamin yang jantan maupun yang betina. Perubahan warna terjadi pada sapi jantan setelah mencapai dewasa kelamin menjadi hitam, sedangkan yang betina tetap sepanjang hidupnya. namun, warna putih pada ke empat kaki, bagian pantat dan bulu telinga bagian dalam, serta warna hitam pada kaca hidung, tanduk, kuku, bulu ekor, dan garis hitam dibagian punggung sampai ke pangkal ekor dimiliki oleh kedua jenis kelamin sapi bali. Warna tersebut merupakan warna standar sebagai salah satu bangsa sapi di dunia.

Di samping ciri khas tersebut, dijumpai pula beberapa kelainan warna, seperti waran hitam dari sejak lahir pada sapi jantan maupun betina, sehingga orang Bali menamakannya sapi “injin” (warna beras hitam). Warna tubuh kuning, sedangkan kaca hidung, tanduk, pinggiran mata, dan kukunya berwarna merah muda (pink) juga dijumpai pada kedua jenis kelamin sapi

Page 18: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

2

bali dan sering disebut dengan sapi “Gading”. selain kedua kelainan warna di atas, juga dijumpai sapi putih dibeberapa tempat di Bali. sapi putih ini mempunyai ciri seluruh tubuhnya berwarna putih termasuk bulu mata dan ekornya, tidak ada garis hitam dibagian punggung seperti sapi bali pada umumnya. Kaca hidung, pinggiran mata, tanduk, dan kukunya berwarna merah muda (pink), seperti sapi “gading” akibat tidak adanya pigmentasi. dilihat dari penampakan luarnya, seperti dari bentuk tubuh, kepala, tanduk, kaki, maupun besar tubuhnya tidak banyak perbedaan dengan sapi bali yang memiliki warna standar.

Pelestarian sapi putih terkait dengan keperluan adat atau keagamaan masyarakat Hindu di Bali perlu mendapat perhatian serta pertimbangan kebijakan untuk mewujudkan pulau Bali sebagai lokasi bibit sapi bali murni. selain sapi bali, terdapat juga suatu kelompok lembu putih dengan jumlah populasi yang sangat kecil dan hidupnya sangat terbatas di desa taro, tegalalang, Gianyar Bali. Jumlah total lembu putih taro ini pada pertengahan tahun 2015 adalah sebanyak 41 ekor dan menurut FaO (2000) sudah dikategorikan kritis (critical breed), karena populasinya dibawah 100 ekor (merupakan batasan populasi kritis). Bila dibiarkan, maka semakin banyak kekayaan hayati yang tidak terurus yang bisa berakibat kehilangan kekayaan genetik yang kita miliki.

Menurut Oka (1995), lembu putih dijumpai dibeberapa beberapa desa di Bali, seperti desa taro, tampaksiring (Kabu-paten Gianyar), desa sibang Gede (Kabupaten Badung), dan desa Manggis (Kabupaten Karangasem). dilaporkan juga bahwa sapi putih terbanyak dijumpai di Desa Taro, yaitu sebanyak 14 ekor, di desa tampaksiring hanya dua ekor jantan, di desa sibang Gede satu jantan dan satu betina, dan di desa Manggis hanya satu ekor betina. dilaporkan oleh Maha Guru etrya narayana (pengampu

Page 19: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

3

Pura Campuan Windhu segara, Padanggalak, Kesiman, denpa-sar), sebanyak dua ekor sapi putih juga dijumpai di Desa Catur, akan tetapi yang satu ekor berwarna agak kemerahan.

Menurut Madriana (2012), asal usulnya sapi putih taro yang berada di kawasan Pura dalem Pingit desa taro berkaitan erat dengan Pura agung Gunung raung yang ada di desa tersebut. Konon lembu putih (lembu) tersebut di bawa oleh rsi Markandheya bersama pengikut beliau dari india menuju Pulau swarna dwipa (Jawa), kemudian sampai ke Pulau Bangsul (Bali) untuk keperluan mengerjakan tanah pertanian. Keberadaan lembu putih di desa taro menjadi daya tarik tersendiri, karena berbeda dengan warna sapi bali pada umumnya.

dilihat dari warnanya, sapi bali yang biasa (warna standar) agak unik, karena warna bulu yang jantan dan betina setelah dewasa berbeda, yaitu hitam pada yang jantan, sedangkan betinanya merah bata, padahal saat lahir kedua jenis kelamin memiliki warna yang sama, yaitu merah bata (Oka, 1995). dilaporkan juga, apabila sapi jantan dewasa yang telah berwarna hitam tersebut dikastrasi, maka warnanya berubah menjadi merah bata kembali mulai dari arah belakang menuju ke bagian depan dan kepala. Warna kulit, tanduk, kuku, hidung dan bibir hitam, kadang-kadang agak ke abuan. Garis punggung berwarna hitam memanjang seperti belut sampai ke pangkal ekor. Karakteristik tersebut di atas berbeda dengan karakteristik sapi putih taro yang berwarna putih seluruh tubuhnya, baik yang jantan maupun yang betina.

desa taro Kaja adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan tegallalang, Kabupaten Gianyar. Letak yang dekat dengan daerah Kintamani membuat suhu di taro sangat sejuk dikala siang maupun malam hari, ini juga di dukung dengan pepohonan yang masih terjaga kelestariannya, karena disini masih banyak lahan yang di gunakan sebagai lahan pertanian.

Page 20: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

4

Dengan letak geografis yang mendukung, sekarang masyarakat desa taro sangat antusias untuk menjadikan wilayah ini menjadi desa wisata.

dewasa ini kawasan desa taro telah berubah, tertata rapi dimana konservasi hutan dilaksanakan dan dikelola oleh desa pekraman taro seluas 27 hektar termasuk lembu putih yang sudah dikandangkan. Penataan ini ternyata terkait dengan perencanaan kawasan tersebut untuk dijadikan daerah obyek wisata. Penempatan Patung dewa siwa yang mengendarai lembu putih ditengah-tengah kawasan tersebut merupakan simbol keyakinan masyarakat setempat akan kekeramatan lembu putih ini sebagai suatu fenomena yang perlu diperhatikan untuk pelestarian budaya dan lingkungan.

Lembu putih taro ini diyakini memiliki kesucian yang melebihi hewan-hewan lainnya yang biasa digunakan oleh umat Hindu sebagai sarana upakara. Lembu putih tersebut dipercaya sebagai “Lembu nandini”, yaitu kendaraan dari “dewa siwa”. Lembu ini sangat di sucikan, sehingga masyarakat tidak ada yang berani mengganggu ataupun memperlakukan seperti sapi bali biasa (warna standar) dan mendapatkan perlakuan yang istimewa. Lembu putih taro banyak dimanfaatkan dalam pelaksanaan upacara yadnya oleh umat Hindu di Bali, seperti: Dewa Yadnya (empehan), Rsi Yadnya (Murwa Daksina), dan Pitra Yadnya Memukur atau ngasti (anon., 2012).

Lembu putih ini juga diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit medis maupun nonmedis, yang obatnya tersebut diambil dari kotoran, air mani ataupun susunya. Para ahli juga sudah banyak yang meneliti khasiat dari kotoran lembu putih ini, baik ilmuwan dari Bali maupun dari luar Bali yang mendengar tentang hewan langka ini. Hal yang istimewa lainnya dari lembu putih ini, selain badannya berwarna putih adalah mata lembu ini juga berwarna merah muda (pink) dimana

Page 21: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

5

umumnya sapi-sapi lain matanya berwarna hitam (anon., 2015). Masyarakat Desa Pakraman taro Kaja sangat meyakini kesucian lembu putih ini, bahkan mereka tidak ada yang berani memelihara lembu putih ini secara pribadi. apa bila ada sapi peliharaan warga yang melahirkan anak warnanya putih, ketika barumur enam bulan diserahkan kepada desa taro.

1.2 Tujuan dan Manfaatdengan terwujudnya buku ini, diharapkan masyarakat

dapat memahami hal ikwal tentang lembu putih taro, baik keberadaannya, fungsi atau peranannya dalam kaitannya dengan upacara adat/agama Hindu di Bali.

informasi ini akan sekaligus merupakan tindakan peles-tarian terhadap plasma nutfah (sumber daya genetik) lembu putih kebanggaan masyarakat Gianyar, Provinsi Bali.

Penyebaran buku yang berjudul “Lembu Putih taro Maskot Kabupaten Gianyar” untuk khalayak umum akan mendukung terwujudnya perencanaan desa taro sebagai desa wisata yang unik di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.

Page 22: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

6

BAB IIDESA TARO

2.1 Sejarah Berdirinya Desa Taro

sejarah berdirinya desa taro seperti yang diyakini oleh masyarakat setempat, erat kaitannya dengan

kedatangan rsi Markandya. Berdasarkan keterangan mantan Bendesa adat sejak tahun 1952 (Made Puri, 80 th), beliau menuturkan, konon desa ini ada berkat rsi Markandya yang datang dari pulau Jawa dan dalam tapanya melihat sinar dari kawasan ini. sinar inilah yang konon menyebabkan rsi Markandya datang dan hendak tinggal di kawasan yang dulu disebut Sarwada. Sarwada merupakan singkatan dari “sarwa ada” (serba ada). Lama kelamaan desa ini berubah nama dan disebut desa taro.

Berdasarkan buku Purana yang diterbitkan oleh dinas Kebudayaan Provinsi Bali (2012), sejarah berdirinya desa taro dapat diuraikan sebagai berikut ini. Konon pada jaman dahulu ada salah satu keturunan sang Hyang Jaganatha yang bernama sang Hyang rsiwu, yaitu seorang maha rsi yang sangat cakap dan bijaksana mempunyai putra bergelar Sang Hyang Meru. setelah lama menikah, beliau mempunyai dua orang putra, yang sulung bernama sang ayati dan adiknya bernama sang niata. sang ayati kemudian mempunyai putra bernama sang Prana, dan sang niata juga mempunyai seorang putra bernama sang Markanda. sang Markanda kemudian memperistri seorang gadis yang sangat cantik dan sempurna bernama dewi Maswini. setelah lama beliau bersuami-istri, lahirlah putra beliau yang diberi gelar sang maha rsi Markandya.

Page 23: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

7

sang maha rsi Markandya sangat tampan dan mempunyai banyak ilmu, paham terhadap isi sastra yang utama. selanjutnya, beliau memperistri seorang gadis yang bernama dewi damara. Beliau mempunyai seorang putra yang bergelar Hyang rsi dewa sirah. Hyang rsi dewa sirah memperistri dewi Wipari yang kemudian berputra banyak.

sang Maha rsi Markandeya juga dikatakan sebagai titisan dari Bhatara surya, berasal dari negara Bharatawarsa (india). Kemudian ada keinginan beliau untuk mengembara atau melanglang buana yang diiringi oleh murid-murid setia beliau, dan akan membangun daerah baru dengan cara merabas hutan menuju daerah-daerah yang ada disebelah selatan dari india, yaitu dibagian timur nusantara. tidak diceriterakan diperjalanan, sampailah beliau di Gunung damalung di wilayah Gunung Di Hyang yang disebut juga gunung Hyang atau Gunung Dewata. namun disana sudah ada pertapaan sang ila, yaitu putra dari sang rsi trenawindu yang merupakan murid dari sang Hyang Maharsi agastya yang telah terlebih dahulu bertapa di wilayah pulau Jawa dan telah berbaur dengan tujuh rsi (sapta rsi) di sana. selain itu, sang aridewi dan sang anaka juga bertapa di Gunung Di Hyang yang disebut Gunung Dieng sekarang. itulah sebabnya Maharsi Markendya pergi ke Gunung raung di Jawa timur. dalam purana tertulis kalimat sebagai berikut:

Wukireng rawung yoghanam, Tamanloke Turanjitah Sritawyan satyam dharmanah Sang Markandhiya Bhisekanam

setibanya beliau di Gunung raung, disuruhlah murid-murid beliau merabas hutan untuk dibangun pasraman dan pondok-pondok. disana beliau tinggal untuk bertapa,

Page 24: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

8

menyucikan diri, dan menghilangkan dosa yang diakibatkan oleh sepuluh indera (dasendriya) dan mempengaruhi dunia ini.

entah berapa lama beliau melaksanakan pertapaan beryoga semadi, tiba-tiba terlihat sinar menyala-nyala menjulang ke angkasa. Pada saat yang bersamaan terdengar pula sabda yang turun dari leluhur beliau yakni Sang Hyang Jagatnatha, agar beliau sang Maharsi Markandeya pergi ke arah timur menuju Balipulina di sebelah timur pulau Jawa, karena disana sudah ada stana para dewa, yakni di Gunung tolangkir (Gunung agung) yang disebut Giri Raja dan konon gunung tersebut merupakan puncak Gunung Mahameru yang dipotong dan dibawa ke Bali oleh sang Hyang Pasupati dahulu sebagai pemangku dunia (Bali), agar supaya kokoh sewilayah pulau Bali ini. Kemudian sang Maharsi Markandya pergi ke arah timur, meninggalkan Gunung raung sesuai dengan petunjuk ida sang Hyang dewata (leluhur beliau), diiringi oleh 800 orang murid. Beliau berkehendak berdharmayatra menyebarkan ajaran-ajaran Trisakti Paksa, terutama Waisnawa Paksa dengan segala aturan tatacara upacara dan upakaranya.

di Gunung tolangkir, beliau mendapat rintangan yang sangat berat, sehingga beliau sang Maha rsi Markandya kembali ke Gunung raung. di Gunung raung beliau bertapa dan bersemadhi kembali memohon keselamatan dan panjang umur bersama murid-murid beliau. selanjutnya beliau kembali ke Gunung tolangkir diiringi oleh murid beliau sebanyak 400 orang yang berasal dari orang-orang pegunungan yang sudah memiliki kepercayaan masing-masing. Kepercayaan tersebut bersumber dari agama Brahma yang dianggap sebagai pengetahuan sangat mulia yang mereka bawa dari Jawa dan telah diamalkan sejak dahulu.

di Gunung tolangkir beliau disambut kembali oleh mantan murid-murid beliau yang telah mempunyai pondokan

Page 25: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

9

di daerah tersebut. sebagian besar mantan murid-murid beliau telah meninggal karena penyakit. segeralah sang rsi Markandya menanam “panca datu”, yaitu menanam lima jenis logam (emas, perak, besi, perunggu, dan timah) yang merupakan simbol dari kekuatan alam semesta di wilayah lereng Gunung tolangkir, disertai dengan puja mantra sang Brahmana agung. adapun upacara penanaman panca datu tersebut sebagai penolak segala rintangan dilengkapi pula dengan penyelenggaraan upacara bhuta yajnya, dewa yajnya, dan juga menanam tirta pangentas sesuai dengan tata cara pelaksanaan upacara yajnya. tempat menanam panca datu itu kemudian dinamakan bhasukih yang selanjutnya akan menjadi cikal bakal berdirinya kompleks Pura Besakih. apa sebabnya demikian?, karena kata “bhasukih” berarti selamat, dan terhindar dari segala mara bahaya. Barang siapa yang tinggal menetap di sekitar Gunung raja (Gunung agung) semoga mendapatkan keselamatan. demikianlah tujuan serta harapan beliau.

entah berapa lama beliau ada di lereng Gunung agung, kemudian beliau berkeliling meninjau suasana sekitar sambil memilih tempat merambas hutan ke arah barat dan tanpa diduga, terlihat oleh beliau bukit kecil memanjang, membujur dari arah utara ke selatan. Kemudian beliau diiringi oleh murid-murid beliau yang terdiri atas orang-orang Aga (Gunung raung) mencari bukit kecil itu. Beliau diiringi juga oleh para rsi dari Jayadwipa dan bersama-sama beryoga semadhi memohon kepada para Hyang agar dianugrahi kelancaran dalam pekerjaan merambas atau membuka hutan yang keramat tersebut dan juga merencanakan untuk membuka lahan yang luas yang ada di sebelah barat tempat tersebut. di tempat beliau sang Maha yogi beristirahat (Madahetan) kemudian dibangun pura yang mretiwi (tanpa pelinggih) dalam pelaksanaan tata cara upacaranya. Pura tersebut dikenal dengan nama Pura Sabang Dahet sampai sekarang.

Page 26: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

10

Lokasi pura tersebut sekarang ada di tengah hutan termasuk wilayah desa Pakraman Pwakan. adapun bukit kecil tersebut kemudian disebut “Munduk taro”. Oleh karena daerahnya agak rendah, maka bukit tersebut disebut juga “Munduk Gunung Lebah”. Mengenai sungai yang berada disebelah timur Munduk itu disebut sungai Wos Lanang dan sungai yang disebelah barat munduk disebut sungai “Wos Wadon”. Kedua sungai tersebut bertemu di hilir (ujung selatan) bukit dan tempat pertemuan sungai tersebut disebut “Pecampuhan” sampai sekarang.

setelah beliau sang Pandya merabas hutan dan semak belukar, kemudian membuka berbagai jenis lahan untuk berbagai kepentingan. Pada saat itu beliau sang Maha rsi menitahkan murid-muridnya merabas hutan dan ada juga disuruh menelusuri sungai yang mengapit munduk taro tersebut. sungai tersebut bertemu dibawah ujung hilir munduk tersebut. tempat pertemuan sungai tersebut disebut “pacampuhan (campuhan)” sampai sekarang. disanalah beliau sang Mahayogi bertapa yoga semadi, mohon kesejahteraan dunia. tempat beliau beryoga tersebut kemudian dibangun tempat suci (parhyangan) yang bernama Pura Payogan atau disebut juga Pura Gunung Lebah sampai sekarang. setelah selesai merambat hutan, kemudian sang Mahayogi membagi-bagi lahan tersebut yang diperuntukkan untuk pondok-pondok, ladang, kebun, sawah lahan kering (pagagan), dan sawah basah, serta diperuntukkan untuk pura, bangunan suci lainnya, dan kuburan.

2.2 Asal Usul Nama TaroLama kelamaan setelah selesai membuka lahan, berkat doa-

doa sang Pandita maka lahan tersebut menjadi subur, sehingga kawasan tersebut kemudian dinamai daerah “sarwada”, yang artinya segala yang diingini atau dikehendaki beliau Maha rsi ada di daerah ini. di kemudian hari kawasan sarwada tersebut

Page 27: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

11

dinamakan desa taro sampai sekarang. dinamai “taro” karena desa itu berasal dari kehendak (Adnyanan) beliau Maha rsi Markandeya. adnyana kata lain dari kayun (keinginan), kemudian kata kayun menjadi kayu, nama lain (halus) kayu adalah “taru”, dan dari taru menjadi taro. demikian ceriteranya asal usul nama desa taro berdasarkan beberapa “tatwa”. Oleh karena berasal dari pohon yang bersinar, akhirnya tempat itu dinamakan desa taro yang berasal dari kata ”taru” yang artinya pohon. di desa ini, Pura dan pasraman Maha rsi kemudian dibuat mirip dengan yang ada di Gunung raung, karena itulah pasraman dengan puranya diberi nama Pura Gunung raung sampai sekarang. di desa Taro ini dijumpai sapi putih yang konon merupakan keturunan Lembu nandini. selain itu, menurut adat desa setempat lembu ini tidak boleh diperjual belikan, dikonsumsi daging ataupun susunya, apabila pantangan tersebut dilakukan, dipercaya bisa mendatangkan musibah. sampai tahun 1974 keturunan sapi putih itu masih ada beberapa ekor saja dan lembu putih itu sangat dikeramatkan oleh penduduk di desa taro sampai sekarang.

setelah desa-desa yang ada di hulu munduk taro sejahtera, kemudian beliau sang Pandya mengumpulkan para pemimpin desa, pemimpin subak, para brahmana, rsi pengikut beliau dari Gunung raung dahulu. ada keinginan beliau sang Pandya memindahkan pasraman beliau yang ada di Gunung raung untuk dibangun kembali di tempat beliau sekarang (desa taro). Kemudian murid-murid beliau bersama-sama dengan para brahmana, rsi semuanya sepakat untuk memindahkan dan membangun tempat suci tersebut. setelah selesai membangun, kemudian diupacarai sesuai dengan tata cara pelaksanaan upacara dewa yadnya. setelah selesai melaksanakan upacara, maka mulai saat itu bangunan suci tersebut dinamai Parhyangan (pura) Gunung raung.

Page 28: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

12

2.3 Topografi Desa TaroSecara geografis Desa Taro merupakan bagian dari kawasan

Munduk Gunung Lebah, dataran tinggi yang membujur dari utara ke selatan diapit oleh dua aliran sungai, yaitu sungai wos Ulu Luh di sebelah barat dan sungai wos Ulu Muani di sebelah timur. Kedua aliran sungai ini kemudian menyatu di tepi Barat desa Ubud yang dikenal dengan nama Campuhan Ubud. di bagian utara desa taro berbatasan dengan desa apuan, Kintamani, di timur dengan desa sebatu, tegallalang, selatan berbatasan dengan desa Kelusa, tegallalang dan di Barat dengan desa Puhu, Payangan.

desa taro terletak di kecamatan tegalalang, Kabupaten Gianyar dengan jarak ± 22,25 kilometer dari kota Gianyar. desa taro sebelumnya merupakan sebuah kawasan hutan yang luasnya mencapai 1562,20 hektar dengan ketinggian antara 600 hingga 700 meter di atas permukaan laut, beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 221,3 ml setiap bulan dengan curah hujan terbesar pada bulan nopember sampai dengan Maret (susari, 2013). dengan populasi sebanyak 9.400 jiwa dan1.888 kepala keluarga dengan luas tanah 225.127,45 hektar. Wilayah desa taro terdiri dari 14 desa adat yakni, sengkadoan, alas Pujung, tebuana, Let, Pisang Kaja, Pisang Kelod, Patas, Belong, Puakan, Pakuseba, taro Kaja, taro Kelod, tatag, dan desa adat Ked.

Bila dilihat secara geografis, ketinggian Desa Pekraman taro Kaja 809’4” hingga 8029’38” lintang selatan dan 115015’18,8” hingga 115019’40,8” bujur timur.

Page 29: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

13

Gambar 1. taman Wisata Lembu Putih taro

2.4 Pura Gunung RaungMembicarakan riwayat berdirinya Pura Gunung raung,

salah satu sumber yakni Bhuwana Tattwa Rsi Markandya, dalam pustaka itu disebutkan: perjalanan suci seorang Maharsi yaitu Rsi Markandeya, atau Dharmayatra beliau dari Jawa ke Bali.

Pada mulanya rsi Markandya berasal dari pertapaan beliau di Gunung Damalung (Jawa timur), kemudian beliau pergi ke arah timur untuk menuju Gunung Hyang, dengan maksud mencari pertapaan yang lebih tenang. akan tetapi, di Gunung Hyang beliau tidak mendapatkan pertapaan yang tenang, lalu melanjutkan ke timur lagi, maka sampailah di Gunung raung Jawa timur, beberapa saat beliau ada di Gunung raung, maka dalam tapanya beliau mendapatkan wahyu, agar beliau pergi ke timur, yakni mencari Gunung Agung, yang disebut juga dengan Wukir Raja (Tohlangkir).

setelah terlebih dahulu mengawali langkahnya dengan mendirikan Pura Basukian di Besakih, selanjutnya rsi Markandya membangun pasraman (semacam pesantrian) di taro. Pasraman

Page 30: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

14

inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pura Gunung raung di desa taro tersebut.

Pura Gunung raung ini terletak persis di tengah-tengah desa dan menjadi pembatas Banjar taro Kaja (utara) dan Banjar taro Kelod (selatan). ini adalah sesuatu yang unik, sebab pada umumnya letak pura di desa kuno di Bali adalah di daerah hulu dan di daerah hilir desa.

nama tersebut diambil dari nama tempat pasraman beliau dahulu yakni Gunung raung. sekarang kahyangan tersebut diberi nama Pura agung Gunung raung, dikenal oleh umat sebagai sungsungan atau kahyangan jagat. Pura Gunung raung tersebut tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2. Pura Gunung raung

Pura Gunung raung ini terletak di antara Banjar taro Kaja dan Banjar taro Kelod dan Pura Gunung raung ini menjadi perbatasan dari kedua banjar tersebut. desa taro ini terletak di Kecamatan tegallalang, Kabupaten Gianyar. Pura Gunung raung ini terletak di hilir atau teben dari Banjar taro Kaja dan

Page 31: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

15

di hulu atau luwan banjar taro Kaja. Pendirian pura inilah yang ada kaitannya dengan riwayat perjalanan rsi atau dang Hyang Markandya dari Jawa timur ke Bali. rsi Markandya, seorang rsi dari Pasraman Gunung raung, Jawa timur, ke Bali untuk menyebarkan ajaran Sanatana Dharma (Kebenaran abadi) yang kini dikenal dengan sebutan Hindu dharma. Letak desa taro terletak di tengah-tengah pulau Bali dan keberadaan Pura agung Gunung raung yang ada di desa taro. Pura Gunung raung adalah pura kuna, yang mempunyai gapura 4 buah, sebagai lambang pemujaan Dewa Catur Lokapala. Salah satu pemedalan (pintu keluar) pura Gunung Raung tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3. salah satu Pemedalan (pintu keluar) Pura Gunung raung

Keadaan alam di sekitar Pura Gunung raung adalah suasana pedesaan, dimana di sebelah utara dan selatan dari pura tersebut terdapat perumahan penduduk, sedangkan di sebelah barat dan timurnya terdapat hutan-hutan kecil.

Pada umumnya tata letak “pura-pura” yang terdapat pada suatu desa kuna di Bali, bertempat di hulu dan di hilir dari desa tersebut. Oleh karena itu, dengan melihat letak atau lokasi dari Pura Gunung raung yang terdapat di desa taro, yaitu terletak di sebelah hilir dari Banjar taro Kaja, sedangkan di sebelah hulunya

Page 32: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

16

terdapat pura desa, maka dapatlah dikatakan bahwa Banjar taro Kaja (desa taro) adalah tergolong desa Kuna di Bali. Keadaan ini bukanlah suatu kebetulan saja, melainkan mempunyai arti filosofis yang merupakan penterapan dari konsepsi Rwa Bhineda.

Dewata Nawasanga sebagai linggih atau tempat duduk kesembilan dewa dan yang terletak di tengah-tengah adalah Dewa Siwa. Keberadaan lembu putih dan Pura agung taro tidak dapat dipisahkan karena lembu putih sebagai kendaraan dari Dewa Siwa yang terletak di tengah. sejak saat itu penduduk desa taro mempercayai kesakralan atau kekeramatan lembu atau sapi putih sebagai kendaraan Dewa Siwa dan sering terbukti apabila mereka tidak memelihara hewan tersebut dengan baik.

setiap pura mempunyai hari piodalan, ada yang 12 bulan/1 tahun sekali dan ada juga yang setiap 6 bulan sekali. Untuk Pura Gunung raung piodalannya dilaksanakan setiap 6 bulan (Bali), yaitu pada Buda Kliwon Ugu. Pelaksanaan upacara yang dipimpin oleh prajuru desa, yakni adanya: Bendesa Adat, sebagai pimpinan umum; Pamangku, sebagai pemimpin upacara; Kubayan, yang mempersiapkan upakara, dan Panyarikan, sebagai juru surat (anon., 2014b).

Page 33: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

17

BAB IIISAPI BALI DAN LEMBU PUTIH TARO

3.1 Taksonomi Sapi

dalam kamus bahasa Bali lembu berarti sampi mapunuk dan mabulu ngendih, sedangkan putih adalah petak.

Jadi lembu putih adalah sapi bali yang warnanya putih. Klasifikasi taksonomi bangsa sapi menurut romans et al. (1994) adalah sebagai berikut:

Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata, Class : Mamalia, Subclass : Theria, Infraclass : Eutheria, Ordo : Artiodactyla, Subordo : Ruminantia, Infraordo : Pecora, Family : Bovidae, Genus : Bos Species : Bos Taurus (sapi eropa), Bos indicus (sapi india atau sapi zebu), Bos sondaicus/Bos javanicus/Bibos banteng

Menurut aalfs (1934) dan dalton (1823) yang dikutif oleh Meijer (1962), sapi bali berasal dari famili Bovidae didomestikasi dari leluhurnya yang masih liar, yaitu bos banteng (Bos sondaicus/Bos javanicus) dan domestikasi ini memungkinkan terjadi di Bali atau Jawa. Dugaan ini juga dikemukakan oleh Slijper (1954) dan Payne dan rollinson (1973) yang melaporkan bahwa sapi bali adalah hasil domestikasi banteng liar yang ada di Bali, sehingga disebut sapi bali.

Page 34: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

18

3.2. Karakteristik Sapi Balisapi bali merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

indonesia yang telah diakui oleh dunia. sebagai satu bangsa sapi, sapi bali memiliki ciri khas (spesifik) yang berbeda dengan bangsa sapi lain, dan ciri tersebut diturunkan dari generasi ke generasi secara konsisten.

3.2.1. Warnasapi bali memiliki warna merah bata saat baru lahir baik

pada jenis kelamin yang jantan maupun yang betina. Perubahan warna terjadi pada sapi jantan setelah mencapai dewasa kelamin menjadi hitam, sedangkan yang betina tetap sepanjang hidupnya. namun warna putih pada ke empat kaki, bagian pantat dan bulu telinga bagian dalam serta warna hitam pada kaca hidung, bulu mata, tanduk, kuku, bulu ekor, dan garis hitam dibagian punggung sampai kepangkal ekor dimiliki oleh kedua jenis kelamin sapi bali. Warna ini merupakan warna standar sebagai salah satu bangsa sapi di dunia.

Tetapi, disamping ciri khas tersebut, dijumpai pula beberapa kelainan warna, seperti warna hitam dari sejak lahir pada sapi jantan maupun betina, sehingga orang Bali menamakannya sapi injin (warna beras hitam). Warna tubuh kuning, sedangkan kaca hidung, tanduk, pinggiran mata, dan kukunya berwarna merah muda (pink) juga dijumpai pada kedua jenis kelamin dan orang bali menyebutnya dengan sapi gading.

Di samping kedua kelainan warna di atas juga dijumpai sapi putih dibeberapa tempat di Bali. sapi putih ini mempunyai ciri seluruh tubuhnya berwarna putih termasuk bulu mata dan ekornya, tidak ada garis hitam dibagian punggung seperti sapi bali pada umumnya. Kaca hidung, pinggiran mata, tanduk, dan kukunya berwarna merah muda (pink) seperti pada sapi gading akibat tidak adanya pigmentasi. dilihat dari penampakan

Page 35: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

19

luarnya, seperti dari bentuk tubuh, kepala, tanduk, kaki, maupun besar tubuhnya tidak banyak perbedaan dengan sapi bali yang memiliki warna standar.

Menurut Oka (1995), sapi putih dijumpai di beberapa desa di Bali, seperti di desa taro dan tampaksiring (Kabupaten Gianyar), desa sibang Gede (Kabupaten Badung), dan desa Manggis (Kabupaten Karangasem). Sapi putih dijumpai terbanyak di desa taro yang saat itu berjumlah 14 ekor, di desa tampaksiring hanya dua ekor jantan, di desa sibang Gede satu jantan dan satu betina, dan di desa Manggis hanya satu ekor betina.

Menurut Maha Guru etrya narayana (pers. Com., 2015) juga dijumpai ada dua ekor sapi putih di desa Catur, tetapi salah satu ekor berwarna agak kemerahan. Observasi lanjutan (16 agustus 2015) diketemukan ada sapi putih di Padanggalak (depan Pura Campuan Windhu segara), Kesiman, denpasar. Menurut Maha Guru etrya narayana yang menginisiasi renovasi Pura Campuan Windhu segara tersebut (Gambar 4), sapi putih tersebut dibeli dari petani di desa Manggis, Karangasem tahun 2013 dan sekarang menjadi milik Pura Campuan Windhu segara. sapi putih tersebut sekarang sudah disucikan dengan upacara menurut agama Hindu, dan diberi nama “ayu Manik segara”. sapi putih tersebut selalu digunakan dalam prosesi piodalan di pura tersebut yang jatuh pada hari suci Siwaratri umat Hindu di Bali, yaitu sehari sebelum tilem kepitu (bulan mati yang biasanya terjadi pada bulan Januari setiap tahunnya).

Page 36: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

20

Gambar 4. Maha Guru etrya narayana (kanan), Pengempon Pura Campuan Windhu segara (kiri)

Menurut pemilik sebelumnya (yang berada di desa Manggis, Karangasem) sapi putih tersebut lahir dari induk sapi bali yang biasa (warna standar) yang dikawinkan dengan sapi pejantan hitam (warna standar). sapi putih tersebut sudah pernah melahirkan lima kali yang dikawinkan dengan sapi bali biasa (warna standar) tetapi anak-anaknya yang lahir tidak ada yang berwarna putih (kelimanya berwarna standar). sekarang ini sapi putih yang ada di Padanggalak selalu ditambatkan di depan Pura Campuan Windhu segara, tidak lagi dikawinkan karena sudah dianggap suci. Pakan yang diberikan berasal dari buah-buahan seperti pisang, jajan, dan lain lain yang diperoleh dari sesajen yang telah dihaturkan (lungsuran) di pura tersebut disamping hijauan/rerumputan. Menurut Knight (1948) tidak adanya pigmentasi pada ternak atau tidak adanya klorofil pada tanaman diistilahkan dengan albino.

Hasil survey juga berhasil menemukan sapi gading milik peternak di Banjar andong, titi Galar, Baturiti, tabanan (Gambar 6). Warna kulitnya adalah gading dengan rambut kepala berwarna putih, serta moncong putih. Menurut yang punya, sapi tersebut lahir dari perkawinan antara sapi bali betina (warna standar)

Page 37: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

21

Gambar 5. Lembu Putih Milik Pura Campuan Windhu segara.

Gambar 6. sapi Gading Milik Peternak di Banjar andong, titi Galar, Baturiti, tabanan

Page 38: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

22

Hasil pengamatan di desa tegallalang, Gianyar tim survey berhasil mengamati adanya beberapa kelahiran sapi bali, dimana anak yang terlahir ada yang berwarna putih dan hitam sejak lahir (sapi injin) dan sapi tersebut sampai sekarang disakralkan (Gambar 7). Berdasarkan penuturan pemangku banjar adat pekraman timbul, desa Pupuan, tegalalang, Gianyar, pada tahun 2004 sapi bali yang dipelihara oleh penduduk Banjar timbul timur melahirkan anak sapi jantan berwarna hitam (injin) dan pada hari yang berdekatan peternak sapi bali di banjar timbul Barat melahirkan juga anak sapi jantan berwarna putih. Pada saat upacara piodalan di Pura desa setempat, ada penduduk dan orang suci (pemangku) yang kesurupan yang menyatakan bahwa kedua sapi yang baru lahir tersebut adalah anugrah dari tuhan dan harus diserahkan dan dipeliharan untuk kelengkapan upacara-upacara suci di pura desa setempat.

sampai sekarang kedua sapi suci tersebut (putih dan hitam) dipelihara oleh desa setempat di tanah laba pura sebagai hewan suci. Masyarakat memeliharan kedua sapi suci tersebut dengan

Gambar 7. sapi suci desa adat Pekraman timbul, Pupuan, tegalalang, Gianyar (putih dan hitam)

dengan sapi bali jantan (warna standar). sampai sekarang sapi tersebut tetap dipelihara dan dianggap suci.

Page 39: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

23

sangat hormat dengan dana pemeliharaan bersumber dari desa pekraman adat setempat.

sapi keramat atau sapi yang disucikan lainnya juga ditemukan di desa Pupuan, tegalalang, Gianyar, tepatnya di Banjar Pupuan, yaitu satu ekor jantan berwarna putih umur 4 tahun dan di Banjar Calo satu ekor jantan berwarna putih umur 5 tahun. Kedua sapi tersebut juga disakralkan/diupacarai dan dipelihara dengan sangat hormat.

3.2.2. TandukBentuk tanduk sapi bali yang standar adalah tumbuh ke

samping kemudian ke atas dan ujungnya sedikit ke dalam pada sapi yang jantan, sedangkan pada sapi betina tanduknya lebih pendek dibandingkan tanduk sapi jantan, tumbuh sedikit ke atas kemudian ke belakang dan ujungnya sedikit melengkung ke bawah atau dikenal dengan istilah “manggul gangsa” (Gambar 8)

Gambar 8. tanduk sapi Bali “manggul gangsa”

Page 40: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

24

Pada sapi betina yang telah melahirkan akan terjadi perubahan pada tanduk sapi induk tersebut, yaitu terbentuknya “cincin tanduk” yang melingkar mulai dari pangkal tanduknya. Cincin tanduk akan semakin bertambah, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah kelahiran yang terjadi, sehingga jumlah kelahiran yang terjadi pada induk sapi bali dapat dilihat dari jumlah cincin tanduknya.

3.2.3. Daya Tahan terhadap Panas dan Kondisi PakanPada musim panas dan kering yang berkepanjangan, sapi

bali tetap bertahan dan pada waktu musim hujan dimana hijauan/rumput sudah tersedia, pertumbuhan sapi bali akan kembali normal (mengalami compensantory growth).

daya tahan sapi bali terhadap panas sangat bagus. demikian juga halnya dengan daya adaptasinya. sapi bali masih mampu bertahan hidup pada musim kering yang panjang hanya dengan memanfaatkan hijauan pakan seadanya yang masih bisa tumbuh. seperti tersaji pada Gambar 9, sapi bali masih bertahan hidup dan ber reproduksi dalam kondisi yang sangat sulit hijauan pakan ternak.

Gambar 9. Performans sapi Bali Masih tetap Bagus di daerah Kering dan Panas di nusa Panida, Kabupaten Klungkung, Bali

Page 41: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

25

3.3. Karakteristik Lembu Putih TaroHasil observasi yang dilakukan terhadap sapi putih di desa

taro ditemukan bahwa lembu putih taro memiliki ciri-ciri yang tidak jauh berbeda dengan sapi bali.

Secara pengelihatan secara fisik, lembu putih taro memiliki karakteristik ukuran tubuh, seperti panjang badan, tinggi gumba/pundak, lebar dada, dan tinggi pinggul tidak jauh berbeda dengan ukuran tubuh sapi bali yang berwarna normal, baik pada lembu putih jantan maupun yang betina. Lebih jelasnya tersaji pada Gambar 10.

Gambar 10. Bentuk Fisik Lembu Putih taro Betina

Lembu putih ini masih terlihat memiliki ciri khas sapi bali yang berwarna normal, seperti terlihat pada warna putih berbentuk oval pada bagian pantatnya dan warna putih pada keempat kaki dibawah lututnya yang diistilahkan dengan white stocking (Gambar 11).

Page 42: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

26

Gambar 11. Warna Putih Berbentuk Oval Pada Bagian Pantatnya dan Warna Putih Pada Keempat Kaki dibawah Lututnya

analisis pedigree dan segregasi menurut teori Mendel terhadap data yang diperoleh dan dilaporkan oleh Oka (1995), disimpulkan bahwa warna putih pada sapi bali adalah albino dan diturunkan secara autosomal dari tetua kepada anak-anaknya dan bersifat resesif terhadap warna standar (normal). analisis Pujaastawa dan suwena (2013) terhadap ciri fenotipik lembu putih taro yang memiliki ciri khas sapi bali yaitu warna putih berbentuk oval pada pantat dan tungkai bagian bawahnya memperkirakan lembu taro merupakan keturunan dari sapi bali yang membawa gen albino.

Berdasarkan pengamatan di lapangan (agustus 2015), dari 42 ekor populasi lembu putih taro, ternyata warna bulu lembu taro ada tiga macam, yaitu warna putih sebanyak 33 ekor; merah sebanyak 3 ekor; dan hitam sebanyak 6 ekor. namun demikian, hampir kebanyakan lembu taro yang berada di desa taro saat ini dominan berwarna putih. Warna putih ternyata dimiliki juga oleh sapi jantan. Hal inilah yang sangat khas membedakan dengan sapi bali jantan yang berwarna gelap atau hitam. Lebih jelasnya warna bulu lembu taro tersaji pada Gambar 12.

Page 43: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

27

Gambar 12. Lembu taro Jantan Warna Hitam, Merah, dan Putih

nampaknya pengurus yayasan Lembu Putih taro belum melaksanakan system recording, sehingga sangat sulit untuk mengetahui siapa tetua (pejantan) dari lembu yang saat pengamatan ada empat ekor pedet (Gambar 13) yang kesemuanya berwarna putih dari induk yang berwarna putih.

Gambar 13. Pedet lembu taro yang Berwarna Putih dari induk Putih

3.3.1. WarnaWarna kulit putih pada yang betina dan agak sedikit

kemerahan pada yang jantan. Kedua lembu ini tanpa garis belut, bulu ekor berwarna putih, moncong (muzzle), iris mata, tanduk, dan kuku berwarna merah muda (pink) sampai coklat muda. Lebih rinci terlihat seperti pada Gambar 14.

Page 44: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

28

Gambar 14. Lembu Putih taro

3.3.2. TandukBentuk tanduk lembu putih taro tidak jauh berbeda dengan

tanduk standar sapi bali umumnya, yaitu tumbuh ke samping kemudian ke atas dan ujungnya sedikit ke dalam pada sapi yang jantan, sedangkan pada sapi betina tanduknya lebih pendek daripada tanduk sapi jantan, tumbuh sedikit ke atas kemudian ke belakang dan ujungnya sedikit melengkung ke bawah atau dikenal dengan istilah “manggul gangsa” seperti tersaji pada Gambar 15.

Gambar 15. tanduk “manggul gangsa” Pada Lembu Putih taro

Page 45: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

29

Lembu putih ini tidak tahan terhadap sinar matahari langsung karena kurangnya pigmen melanin pada bulu maupun kulitnya, dan beberapa sapi terlihat kulitnya luka-luka akibat terbakar sinar matahari yang terik. seperti tersaji pada Gambar 16, tampak kulit bagian punggung induk lembu putih taro teriritasi oleh panas sinar matahari.

Gambar 16. Kulit Bagian Punggung induk Lembu Putih taro teriritasi Oleh Panas sinar Matahari

3.4. Performans Sapi Bali Warna Standar dan Lembu Putih Taro

3.4.1. Performans Sapi Bali Warna StandarPerformans khas sapi bali yang mudah dibedakan dari

jenis sapi indonesia lainnya adalah adanya bulu putih berbentuk oval yang sering disebut white mirror atau cermin putih dibagian pantatnya, serta warna putih di bagian bawah keempat kakinya menyerupai kaos/stocking (Gambar 17). Warna bulu putih juga

Page 46: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

30

dijumpai pada tepi bibir atas/bawah, dan tepi daun telinga. Sapi bali memiliki pola warna bulu yang unik dan menarik dimana warna bulu pada ternak jantan dewasa berbeda dengan betinanya, sehingga termasuk hewan dimorphism.

sapi bali betina dan sapi jantan muda berwarna merah bata kecoklatan, namun sapi bali jantan berubah menjadi warna hitam sejak umur 1,5 tahun dan menjadi hitam mulus pada umur 3 tahun. Pedet jantan mengalami perubahan warna menjadi hitam secara bertahap mulai dari bagian kepala menuju ke belakang, sedangkan pedet betina warnanya tetap merah bata sampai akhir

Gambar 17. Warna Bulu Putih Berbentuk Oval di Bagian Pantatnya, serta Warna Putih di Bagian Bawah Keempat Kakinya Menyerupai Kaos/stocking Putih

Perubahan warna pedet jantan menjadi hitam seluruh tubuhnya (kecuali bagian kaki dan pantatnya yang tetap berwarna putih) mengambil waktu sekitar 10 bulan. Warna hitam pada sapi bali jantan dewasa akan tetap sampai akhir hidupnya. tetapi bila sapi jantan dikastrasi/dikebiri warna bulunya akan berubah kembali menjadi merah bata secara bertahap mulai dari bagian

Page 47: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

31

Gambar 18. Warna Hitam Pada sapi Bali Jantan dewasa (kiri) dan Merah Bata Pada yang Betina (kanan)

Di beberapa daerah dijumpai adanya penyimpangan warna dari warna standar seperti albino (warna putih); melanisme (injin) yaitu warna hitam dari sejak lahir baik pada sapi jantan maupun sapi betina (Gambar 19); warna kuning dengan pigmentasi kuku, tanduk, moncong hidung serta kelopak mata berwarna merah muda (pink) dan bulu telinga bagian dalam hitam dengan ujung kecoklatan yang disebut dengan “sapi gading”.

di samping itu, ada beberapa cacat warna di bagian tubuh tertentu, seperti bulu ekor yang berwarna putih (panjut), warna putih pada dahinya (cundang), warna kaki bagian bawah lutut yang seharusnya putih bersih tetapi berwarna hitam pada sapi jantan atau merah bata pada yang betina (mores). semua cacat warna ini berdampak negatif terhadap nilai ekonomis sapi itu sendiri. Bulu sapi bali dapat dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan mengkilap. Ciri khas pada warna bulu lainnya di bagian punggung terdapat warna hitam yang jelas dari bahu dan berakhir di pangkal ekor seperti garis lurus.

belakang menuju ke depan. Hal ini disebabkan pengaruh hormon testosteron yang dihasilkan oleh sapi bali jantan. ini merupakan ciri khusus sapi bali sebagai salah satu rumpun sapi yang ada di dunia. Lebih jelasnya tersaji pada Gambar 18.

Page 48: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

32

Gambar 19. sapi Bali “injin”, Baik Jantan Maupun Betina Berwarna Hitam sejak Lahir.

3.4.2. Performans Lembu Putih Tarodari hasil observasi yang dilaporkan oleh Oka (1995)

ternyata warna putih pada sapi bali yang dijumpai dibeberapa tempat di Bali menunjukkan kondisi yang sama, yaitu tidak adanya pigmen melanin pada bulu, kulit, moncong/hidung, pinggiran kelopak mata, tanduk dan kuku sapi putih sehingga warnanya tidak hitam seperti sapi bali normal (warna standar) tetapi berwarna pink (merah muda pucat). Menurut Knight (1948) tidak adanya pigmentasi pada ternak atau tidak adanya klorofil pada tanaman diistilahkan dengan albino.

Observasi terhadap performans dan kondisi tubuh lembu putih yang dijumpai di Desa Taro dan dibeberapa tempat di Bali tidak banyak bedanya dengan sapi bali yang berwarna standar (normal). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa lembu putih yang dijumpai di Desa Taro maupun dibeberapa daerah lain di Bali merupakan sapi bali albino yang bersifat menurun secara resesif terhadap warna normal (standar). susari (2013) juga menemukan

Page 49: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

33

bahwa lembu putih taro dan sapi bali kekerabatannya sangat dekat dengan jarak genetik D-loop mt DNA nya adalah 0,002. Demikian pula kalau dilihat dari gambaran pohon filogeninya, sapi putih taro dan sapi bali dinyatakan memiliki satu leluhur yang sama.

saat ini lembu putih yang dikonservasi di desa taro dikelola oleh yayasan Lembu Putih taro yang didirikan tahun 2012 dan sekarang populasinya sudah berkembang menjadi 42 ekor yang terdiri dari 11 ekor induk (10 ekor warna putih dan 1 ekor warna merah bata), 17 ekor jantan (10 ekor warna putih, 6 ekor hitam, dan 1 ekor warna merah), 6 ekor pedet (umur 0-1,5 tahun) betina dan 8 ekor pedet jantan.

Performans dan kondisi tubuh lembu putih di desa taro tidak banyak bedanya dengan sapi bali yang berwarna standar. Pengukuran terhadap dimensi tubuh lembu putih taro ditunjukkan oleh tabel 1.

Dimensi Tubuh

Gigi

IO I 1 I 2 I 3 I 4

J B J B J B J B J B

Tinggi pundak (cm) 102 99,25 0 0 0 118 0 108 120,35 107,5

Panjang badan (cm) 83,5 76 0 0 0 115 0 112 113,76 115,83

Lingkar dada (cm) 126,25 117,75 0 0 0 160 0 154 164,12 155,67

Cincin tanduk(buah)

0 0 0 0 0 2 0 9 0 2,5

Panjang tanduk (cm)

39,333 10,333 0 0 0 13 0 1 25,471 14,167

Keterangan: • J = jantan dan B = betina• io = umur sapi antara 0-1,5 tahun; i1= 1,5-1,75 tahun; i2= 1,75-2,5

tahun; i3 = 2,75-3,0 tahun; dan i4 = > 3 tahun

dalam manajemen pemeliharaan lembu putih di desa taro, perkawinan sapi-sapi saat ini selalu dilakukan antara sesama sapi yang berwarna putih. dari hasil perkawinan antara sesama

tabel 1. dimensi tubuh Lembu Putih taro

Page 50: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

34

lembu putih itu dijumpai kebanyakan anaknya berwarna putih. namun ada kejadian yang berbeda, dimana perkawinan antara sesama lembu putih ada satu kelahiran pedet yang berwarna merah bata seperti sapi bali normal (standar) pada umumnya. Pemelihara tidak mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi. yang jelas diketahui adalah bahwa lembu induk putih dikawini oleh pejantan yang berwarna putih pula. namun ditempat penangkaran tersebut ada pula lembu jantan dewasa yang berwarna hitam seperti halnya dengan sapi bali pada umumnya. dari sejumlah pedet (anak sapi) yang ada saat ini yang berwarna putih sebanyak 13 ekor dan 1 ekor pedet yang berwarna merah bata.

3.5 Aspek Genetik ditinjau dari ilmu genetika nampaknya warna putih

tersebut diakibatkan oleh adanya gen resesif yang terjadi akibat proses mutasi dari gen penentu warna standar sapi bali yang dapat terjadi karena pengaruh kondisi ekstrim tertentu, seperti radiasi sinar, perubahan suhu, kejadian fisik alam, misalnya gunung meletus, dan sebagainya. Mutasi bisa terjadi pada gen-gen yang dibawa oleh sel kelamin individu jantan maupun betina. Mutasi yang bersifat resesif tidak akan menampakkan fenotif kalau tidak dalam kondisi homozygote pada individu yang membawanya. Oleh karena itu, sapi bali jantan atau betina yang membawa satu gen resesif putih (heterozygote) akan berwarna normal (warna standar), yaitu merah bata bagi yang betina dan hitam bagi sapi jantan dewasa. akan tetapi apabila sapi bali warna standar heterozygote tersebut kawin, bisa menghasilkan pedet (anak sapi) berwarna putih, yaitu pedet yang membawa gen putih homozygote. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada sketsa perkawinan seperti tersaji pada Gambar 20.

Page 51: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

35

Gambar 20. sketsa Perkawinan Lembu Putih taro

Sp X Sp

SS Sp Sp SpAnak:

Tetua:

Keterangan: • s: adalah gen warna standar yang bersifat dominan • p: adalah gen putih yang bersifat resesif terhadap gen warna

standar (s)

diagram di atas menunjukkan perkawinan antara induk sapi bali berwarna standar (merah-bata) tetapi homozygote (sp) dengan sapi bali jantan warna standar (hitam) tetapi heterozygote (sp) yang kemungkinan anak-anaknya bisa berwarna standar (ss atau sp) dan bisa juga berwarna putih (pp).

sifat albino pada tanaman maupun hewan termasuk manusia ditentukan oleh satu gen yang bersifat resesif terhadap gen warna (pigmen). Gen “p” (untuk warna putih) adalah hasil mutasi yang bersifat resesif dari gen “s”, sehingga anak sapi (pedet) yang kebetulan dihasilkan dari fertilisasi sel telur induk yang membawa gen “p” dengan spermatozoa pejantan yang membawa gen “p” pula akan berwarna putih (gen “pp”). sapi putih tidak mempunyai pigmen melanin pada bulu, kulit, moncong atau hidung, dan kuku (Gambar 21).

Page 52: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

36

Gambar 21. Lembu Putih tidak Mempunyai Pigmen Melanin Pada Bulu, Kulit, Moncong atau Hidung, dan Kuku

terhadap kasus adanya kelahiran anak sapi (pedet) yang berwarna merah, seperti sapi bali biasa (warna standar) dari hasil perkawinan antara sesama lembu putih (induk dan pejantannya) yang dijelaskan oleh petugas pemelihara lembu putih Taro, dapat dijelaskan sebagai berikut. Andaikata perkawinan tersebut memang benar (sebab disana juga ada lembu jantan berwarna hitam/sama dengan sapi bali biasa) maka hal ini juga bisa terjadi. Hal ini diakibatkan karena terjadinya apa yang disebut reverse mutation, yaitu gen warna putih yang dibawa oleh salah satu tetuanya (induk atau pejantannya) karena sesuatu hal, bermutasi kembali menjadi gen semula yaitu gen warna standar. ini bisa terjadi karena pengaruh ekstrim tertentu pada gen warna putih yang terdapat pada kromosom dalam inti sel kelamin (ovum pada si induk) atau (spermatozoa pada pejantannya). akibat mutasi balik kembali menjadi gen warna standar tersebut mengakibatkan salah satu tetua tersebut memiliki genotip yang heterozygot. Hal ini akan memungkinkan terjadinya kelahiran

Page 53: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

37

anak sapi yang berwarna standar, seperti sapi bali biasa, karena anak sapi yang membawa pasangan gen warna yang heterozygot akan menampakkan fenotip warna standar, akibat gen warna standar bersifat dominan terhadap gen warna putih (albino). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari sketsa perkawinan seperti tersaji pada Gambar 22.

Gambar 22. Reverse Mutation

Keterangan : • sp*: sapi putih salah satu tetua yang mengalami mutasi gen

putih menjadi gen warna standar pada sel kelaminnya, tetapi tidak mengalami perubahan fenotip (warnanya tetap putih)

• pp*: sapi putih tetua yang tidak mengalami mutasi pada gen dalam sel kelaminnya (warnanya putih)

• sp: anak sapi yang dilahirkan berwarna merah bata (tidak putih seperti tetuanya karena heterozygot)

• pp: anak sapi yang dilahirkan berwarna putih (homozygot resesif)

Sp* X pp*

Sp Sp pp ppAnak:

Tetua:

akibat perkawinan antara sesama sapi yang berwarna putih (sp* dengan pp*), anaknya bisa lahir berwarna merah bata (warna standar) akibat salah satu sapi putih tetua yang sel kelaminnya mengalami mutasi balik (reverse mutation) pada gen warna putihnya menjadi gen warna standar (merah bata) yaitu pp* menjadi Pp*. dalam hal ini sapi Pp* tetua diatas tidak mengalami perubahan fenotip (warna tetap putih).

Page 54: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

38

3.6 Tinjauan Ilmiah Lembu Putih TaroLembu putih taro adalah merupakan variasi fenotipik

dari species Bos sondaicus atau bibos banteng (sapi bali) yang dimungkinkan karena mutasi gen warna kulit/bulu normal/standar (sapi bali) menjadi gen albino resesif yang terjadi di masa lampau. Penelitian susari (2013) juga menyimpulkan bahwa sapi putih taro memiliki kekerabatan dekat dengan sapi bali, dan dari gambaran pohon filogeninya terlihat bahwa lembu putih taro dan sapi bali berasal dari leluhur yang sama.

Beberapa variasi warna lain juga dijumpai pada sapi bali (Oka, 2012), seperti “injin” yaitu warna hitam dari sejak lahir, baik pada sapi jantan maupun yang betina, “gading” dengan warna bulu kekuningan, moncong, iris mata, tanduk dan kukunya berwarna merah muda (pink) seperti pada sapi putih, “panjut” (bulu ekor berwarna putih), “cudang” (warna putih pada dahi), “mores” (warna kaki dibawah lutut tidak putih tetapi merah bata atau hitam). semua variasi fenotipik diatas merupakan penyimpangan dari warna standar sapi bali murni dan harus dieliminasi agar tidak merusak standar bangsa sapi bali murni.

3.7 Aspek Reproduksi Sapi Bali dan Lembu Putih TaroBerdasarkan hasil pengamatan beberapa peneliti, ternyata

sistem dan siklus reproduksi antara sapi bali dan lembu putih taro adalah sama. Beberapa karakteristik reproduksi sapi bali atau lembu putih taro adalah sebagai berikut ini.• Pubertas dan kawin pertama: sapi bali termasuk hewan

yang lambat dalam maturasi. Maturasi umumnya terjadi pada saat sapi telah berumur 600 hari. Pada taraf ini, berat badan sapi sekitar 140-165 kg. Umumnya kawin alami pertama terjadi sekitar umur 2 tahun.

• Estrus dan siklus estrus: sapi bali dikenal sebagai bangsa (breed) sapi yang memiliki fertilitas terbaik di dunia. Gejala

Page 55: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

39

berahi ditunjukkan dengan jelas dan mudah diketahui sehingga perkawinannyapun lebih tepat bisa dilaksanakan. sapi-sapi bali menunjukkan gejala estrus yang sama dengan jenis-jenis sapi lainnya, sebagai contoh perilaku standing heat (tetap berdiri ketika dinaiki oleh sapi lain), keluar cairan transparan dari vagina, perubahan vulva (menjadi anget, abang, dan abuh) dan rasa gelisah. Gejala yang paling penting adalah perilaku standing heat, yang dapat dilihat pada sekumpulan sapi yang dipelihara di area yang dibatasi pagar diawal pagi hari (5.00-6.00) atau sore hari (17.00-18.00). Keluarnya cairan vagina biasanya tampak setelah dilakukan eksplorasi rektal saat inseminasi. tanda-tanda lainnya secara relatif tidak signifikan.

Lama rata-rata estrus sekitar 23 jam dan berkisar antara 18-48 jam. rataan lama estrus ini ternyata lebih lama dibandingkan dengan kebanyakan jenis sapi lain di dunia. Oleh karena sifat inilah sapi bali memiliki kesempatan yang lebih lama untuk kawin dan dengan demikian fertilitasnya lebih tinggi.

Lama siklus estrus pada sapi bali tidak begitu berbeda dengan jenis sapi lainnya yaitu 17-24 hari dengan rata-rata sekitar 21 hari. Silent heat atau estrus yang tidak terdeteksi terkadang memperpanjang lama siklus sampai 2 atau 3 kali normal.

• Tingkat fertilitas: sapi bali diketahui sebagai jenis sapi yang subur, dengan fertilitas mencapai berkisar antara 83-86%. dalam kondisi lahan yang kering dan tandus seperti di ntt, fertilitasnya sekitar 75%. tingkat fertilitas sapi bali di australia berkisar antara 90-100%. angka kelahiran (calving rate) sapi bali di Bali adalah antara 80-90%, lebih tinggi dibandingkan dengan sapi silangan Brahman yang

Page 56: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

40

berkisar antara 60-70%. Pada pemeliharaan secara ekstensif, angka kelahiran adalah rendah yaitu berkisar antara 64-78%, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan sapi Ongole yang dipelihara secara bersamaan dengan sapi bali. tingkat mortalitas sapi bali adalah tinggi, mencapai 30%. sapi-sapi bali biasanya kawin dan bunting selama musim hujan dan melahirkan selama musim kemarau, maka sapi-sapi tersebut memiliki suplai susu yang rendah.

Page 57: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

41

BAB IVKONSERVASI LEMBU PUTIH TARO

4.1. Populasi Lembu Putih Taro

di desa taro ini dulu ada Alas Duwe (hutan taro) dengan sapi putih yang hidup liar dan berkembang

biak di dalamnya. namun, di tahun 1967 hutan ini dibabat menjadi lahan pertanian tanpa mengganggu keberadaan lembu putih yang ada dan setelah hutan itu dikonversi menjadi lahan pertanian, maka sapi ini berkeliaran di kampung-kampung.

Berdasarkan penuturan kelian adat desa pekraman taro Kaja, dahulu lembu putih taro dibiarkan berkeliaran begitu saja di hutan di sekitar desa taro (Gambar 23). Populasi nya pernah tercatat sekitar 150 ekor, namun dengan adanya kebijakan Pemda setempat untuk memanfaatkan areal hutan sekitar taro sebagai lahan tegalan, populasi lembu putih tersebut menurun secara drastis. Penduduk setempat tidak ada yang tahu kemana perginya lembuh putih taro tersebut.

Gambar 23. Lembu Putih taro Hidup Bebas di Hutan desa taro(Puspasari, 2012)

Menurut dharmawan et al. (2010), populasi lembu putih taro tahun 2010 adalah sebanyak 39 ekor, yaitu 30 ekor di desa taro Kaja dan 9 ekor di desa taro Kelod. sekarang ini semua

Page 58: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

42

lembu putih yang ada di desa taro dikonservasi atau dipelihara dengan dikandangkan di satu lokasi, yaitu di desa taro Kaja. Pemeliharaan lembu putih ini dikelola oleh yayasan Lembu Putih taro yang didirikan tahun 2012 (Gambar 24). Populasi tersebut mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2012 menjadi 30 ekor dan tahun 2013 hanya tersisa 29 ekor, yaitu 15 ekor jantan dewasa dan 1 ekor masih muda (pedet), 10 ekor induk dan 3 ekor pedet betina. Penurunan populasi yang ada perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah karena bila diamati lembu putih tersebut sudah mendekati kepunahan (aryani et al., 2013).

Gambar 24. Lembu Putih taro yang sudah dikandangkan

Hasil survey pertengahan tahun 2015, populasi lembu putih taro mulai meningkat menjadi 42. secara keseluruhan, ternyata didominasi oleh warna putih. dari ke 42 ekor lembu putih taro tersebut, ternyata 23 ekor sudah berumur diatas 3 tahun. Lebih rinci tersaji pada tabel 2.

Page 59: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

43

tabel 2. Jumlah populasi lembu putih taro berdasarkan umur, jenis kelamin, dan warna per agustus 2015

Jenis

KelaminWarna

Umur Lembu Putih Taro (Tahun)Jumlah (ekor)

0-1,5 1,5-1,75 2,0-2,5 2,75-3,0 > 3,0

JantanHitam - 6 6Merah 1 1 2Putih 7 10 17

Sub-Total 8 17 25

BetinaHitam -

Merah - 1 1Putih 6 2 3 5 16

Sub-Total 6 2 3 6 17TOTAL 14 2 3 23 42

4.2. Lokasi Konservasidalam perarem (peraturan) desa pakraman taro Kaja,

disebutkan bahwa lembu putih hanya dikonservasikan pemeliharaannya di sekitar Pura dalem Pingit yang luasnya lebih kurang tiga hektar yang berlokasi di sebelah selatan dan di sebelah sisi timur Pura dalem Pingit. Pemeliharaan dan perawatan lembu putih diatur oleh desa pakraman taro Kaja, mulai dari menghaturkan pakan (secara bergilir) dan mencarikan pakan pada lahan/laba desa. sejak tanggal 27 desember 2012, dibentuk yayasan Lembu Putih dan telah ditetapkan sebagai pengelola tunggal lembu putih taro tersebut. tanggal 1 april 2013 di lantik seorang ketua pengelola sekaligus sebagai ketua pelaksana dan dibantu oleh 11 orang anggota dari warga setempat (anon., 2012b). disebutkan juga dalam perarem tersebut bahwa lembu putih tersebut tidak boleh dijual, dipotong, dan atau dikadaskan.

Lembu putih taro dipelihara di desa taro, Kecamatan tegalalang, Kabupaten Gianyar dengan jarak ± 22,25 kilometer dari pusat kota Gianyar. Menurut aryani et al. (2013), posisi atau letak desa taro berada di tengah-tengah pulau Bali dan

Page 60: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

44

keberadaan Pura agung yang ada di desa taro yang memiliki pemedal (pintu) berjumlah 4 (empat), seperti Gambar 25.

Gambar 25. Lokasi desa taro di tengah-tengah Pulau Bali

Dewata Nawasanga sebagai linggih atau tempat duduk kesembilan dewa dan yang terletak di tengah-tengah adalah Dewa Siwa. Keberadaan lembu putih dan Pura agung taro tidak dapat dipisahkan karena lembu putih sebagai kendaraan dari Dewa Siwa yang terletak di tengah. sejak saat itu penduduk desa taro mempercayai kesakralan atau kekeramatan lembu putih sebagai kendaraan dewa siwa dan sering terbukti apabila mereka tidak memelihara hewan tersebut dengan baik.

dewasa ini kawasan tersebut telah ditata lebih rapi dimana konservasi hutan seluas 27 hektar dikelola oleh desa pekraman termasuk pemeliharaan lembu putih yang ada dengan dikandangkan di dua posisi kandang, serta dilengkapi dengan lapangan penggembalaan serta kuburan (setra) khusus untuk lembu bila ada yang meninggal. Penataan ini terkait dengan perencanaan kawasan tersebut untuk dijadikan daerah obyek

Page 61: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

45

wisata. Penempatan patung Dewa Siwa yang mengendarai sapi atau lembu putih sebagai simbol keyakinan masyarakat setempat akan kekeramatan lembu putih ini dianggap sebagai suatu fenomena budaya yang perlu diperhatikan untuk pelestarian lingkungan (Gambar 26).

Gambar 26. Patung dewa siwa yang Mengendarai Lembu Putih di tengah-tengah areal Konservasi

4.3 LingkunganLingkungan hidup lembu putih taro, dahulunya masih

hidup liar di hutan taro dan kadang-kadang datang ke perkampungan atau ladang masyarakat disana. Masyarakat tidak berani menghalangi atau mengusiknya apabila lembu putih tersebut masuk ke ladangnya, memakan rumput atau tanaman yang ada. sekarang lembu putih semuanya sudah dilokalisasi di satu tempat di Desa Pekraman taro Kaja, sehingga tidak lagi mengganggu tanaman di ladang masyarakat.

desa taro sebelumnya merupakan sebuah kawasan hutan yang luasnya mencapai 1562,20 hektar dengan ketinggian antara 600 hingga 700 meter di atas permukaan laut, beriklim tropis

Page 62: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

46

dengan curah hujan rata-rata 221,3 ml setiap bulan dengan curah hujan terbesar pada bulan nopember sampai dengan Maret (susari, 2013).

sebelum tertata seperti saat ini, lembu putih ini hidup dan berkembang biak secara bebas atau liar di kawasan hutan desa taro. dahulu ukuran tubuh sapi putih dilaporkan besar-besar dan disebut sebagai lembu putih, namun sekarang ini ukurannya seperti sapi bali pada umumnya. Perkembangbiakan lembu putih saat itu tidak terkontrol dan saat birahi mereka menjadi beringas dan sering mengganggu perkebunan masyarakat setempat. dalam rimba hutan itupun masih berlaku “siapa yang kuat maka dia yang akan menang” sehingga sering terjadi pertarungan diantara sapi atau lembu putih ini, kematian pun tidak bisa dihindari.

Gambar 27. taman Wisata Lembu Putih taro

Penataan lingkungan yang baik disekitar kandang lembu putih dan megahnya Pura agung Gunung raung mempunyai daya tarik sendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke desa taro

Page 63: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

47

terutama wisatawan yang gemar pada dunia spiritual (Gambar 27). Wisatawan yang datang ke kandang lembu umumnya datang dari india dan thailand. Wisatawan biasanya tertarik menanyakan peran lembu putih taro di Bali. Pada saat akan keluar dari lokasi biasanya memberikan dana punia yang besarnya sesuai dengan kemampuan mereka.

4.4 Manajemen Pemeliharaan Lembu Putih TaroMasyarakat desa taro menganggap lembu putih yang

ada di desanya tersebut adalah lembu suci, sehingga sangat dihormati dan tidak berani mengganggunya. sekarang, seperti telah disebutkan diatas, pemeliharaan sapi putih (lembu) di desa taro dikelola secara intensif (dikandangkan) oleh satu yayasan yang bernama yayasan Lembu Putih taro. semua lembu putih taro sudah dikandangkan dalam dua kandang koloni, seperti tersaji pada Gambar 28.

Gambar 28. Lembu Putih taro dalam Kandang Koloni

Page 64: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

48

sebelum tertata seperti saat ini, lembu putih ini hidup dan berkembang biak secara bebas atau liar di kawasan hutan desa taro. dahulu ukuran tubuh lembu putih dilaporkan lebih besar dan disebut sebagai lembu putih, namun sekarang ini ukurannya seperti sapi bali pada umumnya.

disebutkan dalam buku perarem Desa Pakraman taro Kaja, desa taro bahwa apabila ada induk lembu putih yang sedang bunting, maka pemeliharaannya dipisahkan pada kandang tersendiri. apabila anaknya sudah lahir maka harus dilakukan pencatatan tanggal lahir serta wajib diupacarai sesuai dengan adat (dresta) yang berlaku.

Gambar 29. areal Kuburan Khusus untuk Lembu Putih taro

Page 65: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

49

sejak beberapa tahun silam, perangkat desa adat taro telah bekerjasama dengan investor untuk mengembangkan pariwisata di desanya dengan membuat wisata gajah. tempat wisata gajah tersebut berhadap-hadapan dengan tempat lembu putih, dan pihak desa menyiapkan lahan sekitar 2,5 hektar untuk tempat wisata gajah itu. sebagai timbal baliknya, pihak desa mendapat bagian keuntungan 15 persen dari keuntungan yang yang didapatkan wisata gajah pada tahun 2015 ini pihak pengelola wisata gajah memberikan sumbangan kepada desa adat taro sebanyak rp. 30.500.000; per bulannya. dana tersebut dipakai oleh pihak pengelola yayasan Lembu Putih taro untuk biaya perawatan taman Wisata Lembu Putih taro.

4.5. Manajemen Pemberian Pakan Lembu Putih TaroKawasan budidaya lembu putih taro di desa taro,

berdasarkan hubungannya dengan usaha tani adalah bersifat land base levestock yang bersifat komplementer dengan usaha tani, yang berarti pasokan pakan dan sumberdaya untuk pengembangannya berasal dari kawasan yang bersangkutan.

Hijauan makanan ternak (HMT) yang diberikan kepada lembu putih taro, hampir semuanya dipasok oleh masyarakat setempat disekitar pemeliharaan lembu putih taro. Pemberian pakan diatur oleh yayasan dimana masyarakat digilir dan setiap kepala keluarga (kk) untuk menyiapkan enam ikat (pikul) rumput gajah dengan berat tiap ikatnya berkisar antara 15-20 kg yang diambil dari tegalan masing-masing keluarga. dalam setiap harinya, ada delapan kepala keluarga yang bertanggung jawab menyediakan pakan sapi sebanyak enam ikat, sehingga dalam setiap harinya tersedia 48 ikat rumput gajah (Gambar 31). Pakan yang diberikan berupa potongan rumput gajah, rumput alami atau rumput lapangan. Jenis pakan lainnya berupa daun-daunan, seperti daun nangka, daun gamal dan daun blalu tapi kadang-kadang diberikan pula batang pisang (gedebong), terutama pada

Page 66: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

50

saat musim kemarau (Gambar 30). Konsentrat yang diberikan adalah pollard dan diberikan sesekali bila ada bantuan dari masyarakat setempat atau dari pihak-pihak yang peduli.

Gambar 30. Batang Pisang yang sudah dipotong Kecil-kecil

Pemberian pakan dilakukan dua kali setiap harinya, yaitu pagi hari sekitar pukul 10.00 Wita dan sore hari sekitar pukul 16.00 Wita. Kalau dihitung jumlah pakan yang diberikan, ternyata sudah memenuhi kebutuhan nutrisi sapi putih, baik secara kuantitas maupun secara kualitas.

Gambar 31. Pakan yang diberikan Hampir 80% adalah rumput Gajah

Page 67: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

51

induk lembu putih yang sedang bunting, sesekali khususnya pada siang hari di keluarkan dari kandang koloni untuk exercise. Pemberian pakan rumput gajah dibiarkan begitu saja di atas tanah. Pada sore hari, induk lembu yang sedang bunting kembali dimasukkan ke dalam kandang (Gambar 32).

Gambar 32. induk Lembu Putih yang sedang Bunting dilapangan terbuka

Pemeliharaan anak lembu putih (pedet) yang baru lahir dikelompokkan dalam kandang terbuka tersendiri dengan induknya. seperti terlihat pada Gambar 33, anak lembu putih yang baru lahir (4 ekor) dari dua induk yang berbeda dipelihara dalam satu kandang khusus.

Gambar 33. Pemeliharaan anak Pedet Lembu Putih dalam satu Paddock Bersama induknya

Page 68: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

52

daya dukung teknis dapat dilihat dari kemampuan dalam hal memasok pakan ternak dari hijauan makanan ternak (HMT) dan limbah pertanian atau hasil ikutan tanaman pangan, seperti jerami jagung, jerami padi, jerami kacang tanah, jerami kacang kedelai, batang pisang yang sudah diambil buahnya, dan lain sebagainya. asumsi perhitungannya dalam setiap 1 aU (animal unit) membutuhkan pakan 35 kg per hari atau setara dengan 12.775 kg pakan HMt per tahun. Kalau dihitung luasan kebun rumput dan padang rumput di Desa Pekraman taro Kaja, ternyata masih mampu menampung kemungkinan akan terjadinya peningkatan jumlah populasi lembu putih taro.

4.6. Manajemen Penanganan Limbah Lembu Putih Taroditempat penangkaran lembu putih taro, penanganan

limbah sapi sudah cukup baik. Kotoran sapi sudah dimanfaatkan sebagai bio-gas dan pupuk organik (Gambar 34). Pengolahan kotoran sapi lembu putih menjadi bio-gas tersebut berkat adanya kerjasama dengan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana yang diketuai oleh ibu dr. ni Wayan siti, Msi. demikian juga halnya dengan pengolahan urin lembu putih menjadi bio-urin melalui proses fermentasi.

Gambar 34. Kandang sapi Koloni dengan Pengolahan Bio-Gas dan Gudang Pakan yang tertata rapi

Page 69: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

53

Walaupun populasi lembu putih berjumlah 42 ekor, tidak tercium adanya bau kotoran ternak. sehingga tempat penangkaran lembu putih taro ini sangat ideal untuk taman wisata. Menjelang sore hari, suhu di sekitar penangkaran sapi sangat sejuk karena berdekatan dengan hutan dan Kintamani.

Pada Gambar 35 tersaji sumur pengolahan feses dan feses yang telah diolah menjadi pupuk organik. Pupuk organik dimanfaatkan sebagai pupuk untuk 1000 pohon tanaman obat yang di tanam disekitar taman wisata lembu putih taro. demikian juga halnya dengan pupuk bio-urin dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman obat. Pada saat survey lapangan (agustus 2015), pengelola taman wisata lembu putih taro sudah mampu memproduksi teh herbal yang terbuat dari dedaunan tanaman herbal yang ada disekitar taman wisata.

Gambar 35. septic tank untuk Pembuatan Bio-Gas (kiri) dan Feses yang diolah Menjadi Pupuk Organik (kanan)

4.7. Manajemen Reproduksi Lembu Putih Taroseperti telah dikemukan didepan bahwa sebelum tindakan

konservasi terhadap lembu putih dilakukan, lembu putih yang ada di desa taro hidup secara bebas di hutan maupun di tegalan milik masyarakat di desa tersebut. Perkawinan lembu putih maupun sapi bali yang dipelihara oleh masyarakat setempat saat

Page 70: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

54

itu terjadi secara alamiah (kawin alam dan bebas). Masyarakat di desa tersebut tidak berani menghalangi segala tindak tanduk lembui putih tersebut. namun sekarang, dan sejak dilokalisir/dikonservasi dan dikelola oleh yayasan Lembu Putih taro yang didirikan pada tahun 2012, perkawinan ternak mulai diatur tetapi tetap dengan sistem kawin alam. induk-induk lembu putih yang menunjukkan tanda-tanda birahi dikawinkan dengan pejantan yang warnanya putih pula. Lembu pejantan yang warnanya hitam (walau merupakan keturunan lembu putih yang ada disana) tidak pernah dipakai mengawini lembu putih induk yang birahi.

Berdasarkan hasil pengamatan beberapa peneliti, ternyata sistem dan siklus reproduksi antara sapi bali dan lembu putih taro tidak banyak bedanya. Beberapa karakteristik reproduksi lembu putih taro atau sapi bali seperti telah diuraikan pada sub bab 3.7 di atas, antara lain: (i) maturasi umumnya terjadi pada saat sapi telah berumur 600 hari, dan pada taraf ini, berat badan sapi putih taro sekitar 140-165 kg; (ii) gejala berahi ditunjukkan dengan jelas dan mudah diketahui sehingga perkawinannyapun lebih tepat bisa dilaksanakan; (iii) gejala yang paling penting adalah perilaku standing heat, yang dapat dilihat pada sekumpulan sapi yang dipelihara di area yang dibatasi pagar diawal pagi hari atau sore hari; (iv) lama estrus berkisar antara 18-48 jam, dan lama siklus estrus pada sapi putih taro hampir sama dengan sapi bali dan tidak begitu berbeda dengan jenis sapi lainnya, yaitu 17-24 hari dengan rata-rata sekitar 21 hari; (v) fertilitas berkisar antara 83-86%; dan (vi) angka kelahiran (calving rate) adalah antara 80-90%.

Page 71: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

55

BAB VASPEK SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI

LEMBU PUTIH TARO

5.1 Kearifan Lokal Desa Taro

Masyarakat tradisional sesungguhnya telah memiliki mekanisme pelestarian lingkungan yang telah

melindungi sistem ekologi selama ribuan tahun. di Bali, seperangkat kepercayaan tradisional yang merupakan bagian integral dari cara hidup orang Bali, juga terbukti memberikan dampak positif terhadap kelestarian sistem ekologi. salah satunya, keberadaan lembu putih di desa taro, Kecamatan tegallalang, Kabupaten Gianyar.

Manusia diciptakan tidak dapat terlepas dari alam semesta sehingga keberadaan, kesejahteraan, kedamaian, keselarasan dan keharmonisan alam semesta harus dijaga kesuburannya. Menjaga kesuburan alam semesta, masyarakat desa taro melaksanakan upacara Tawur Panca Wali Krama agung yang dilaksanakan di Pura agung Gunung raung. Upacara Tawur Panca Wali Krama agung banyak menggunakan binatang salah satunya adalah lembu putih. Lembu putih di dalam Tawur Panca Wali Krama agung mempunyai berbagai fungsi sebagai pelengkap upacara tersebut. adapun fungsi dari lembu putih pada upacara Tawur Panca Wali Krama agung di Pura agung Gunung raung adalah sebagai berikut: pertama, yaitu diambil air susunya atau yang disebut dengan mamineh empehan lembu putih, kedua digunakan dalam upacara Mapepada Wewalungan, dan yang ketiga sebagai Caru pada Tawur Panca Wali Krama agung (Madriana, 2012).

ekolog Universitas Udayana drs. i.B.G. Pujaastawa, M.a mengungkapkan bahwa lembu putih di desa taro tergolong satwa endemik yang memiliki peluang berkembang biak,

Page 72: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

56

sehingga populasinya terjaga. Masyarakatpun memperlakukan satwa lembu putih itu secara istimewa, berbeda halnya dengan perlakuan mereka terhadap sapi-sapi peliharaannya. Misalnya, lembu itu sedang tidur mereka menyebutnya merem. sapi itu sendiri disebut dengan “druwe” dari kekuatan-kekuatan yang kodrati yang menguasai disekitarnya. Lembu druwe punike sane lanang kebaos Ida Bagus sane istri kebaos si Luh; tidur disebut dengan merem, makan disebut dengan ngajeng, dan lain sebagainya. Prinsipnya semua kata dan perbuatan diperlakukan dengan halus (Purwati, 2013).

Kepercayaan bahwa lembu putih merupakan binatang suci milik dewa didukung pula dengan adanya perlakuan khusus terhadap binatang tersebut. sikap sopan dan hormat terhadap lembu putih antara lain, terlihat dalam bahasa atau istilah yang digunakan untuk menyebut dan membicarakan keadaan lembu putih tersebut.

desa taro mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan manusia Bali yang bercorak agraris. disanalah sesungguhnya/awal mulanya dibangun sistem bercocok tanam atau irigasi ”wet rice” yang dikenal dengan istilah subak, yang saat itu disebut dengan kasuakan. sejalan dengan itu pula dimulailah sistem satuan hidup setempat dengan pola menetap dengan perangkat aturan yang disebut dengan awig-awig dan sekarang dikenal dengan istilah desa adat atau pakraman. rupanya kehidupan menetap yang ditunjang oleh basis agraris/cukup memberikan kesejahteraan bagi masyarakat desa taro pada jaman itu, sehingga desa taro dan sekitarnya disebut dengan Bumi sarwada, yaitu beraneka ragam sumber daya ....”’

dalam lontar Bhuwana tatwa Maha rsi Markandya ada disebutkan “…..wus puput sira ambabad, tumuli lemah ika ingaranan lemah Sarwada. Sarwada ngaran, salwir hyun aken ikang sira Maharsi Markandya, ajnana ngaran kahyun, kahyun ngaran kayu, tahen naman

Page 73: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

57

ira waneh, taru ngaran taro …… terjemahannya: “…..setelah selesai merabas, lalu tempat itu diberi nama Sarwada. Sarwada artinya, setiap yang dikehendaki oleh Maha rsi, ada di tempat itu. Ajnana berarti kahyun (pikiran), kahyun bermakna kayu, nama lainnya taru, yaitu rsi Markendya bersama para pengikutnya membangun tatanan kehidupan yang baru dengan landasan falsafah Hindu…”

Kelian adat desa pekraman taro Kaja, yaitu nyoman tunjung menyebutkan masyarakat selanjutnya menyatukan diri saling bahu membahu membangun sebuah desa dengan tatanan peradaban manusia untuk memimpin hubungan antar manusia, maka ditunjuklah seorang kelian, untuk memimpin subak atau pengairan, makan ditunjuklah pekaseh, dan jero bendesa bertugas untuk memantau secara keseluruhan hubungan ini.

dilanjutkan oleh nyoman tunjung, bahwa saat ida Maha rsi melihat ke arah selatan dilihatnya sinar yang menjunjung tinggi mengarah ke langit. Maka di titik saat dilihatnya sinar itulah dibangun sebuah tempat suci yang disebut dengan Parhyangan Jagat Pura agung Gunung raung taro. dalam setiap upacara, lembu putih adalah sarana vital yang sangat dibutuhkan. dipercaya sebagai satu kekuatan yang mampu memberikan energi positif terhadap berlangsungnya rangkaian upacara.

Begitu pentingnya arti lembu putih dalam rangakaian upacara, maka ida Pedanda Gede nabe Bang Buruan Manuaba menyebutkan bahwa “Lembu nuntun arwah ke swahloka/ sorga”. Oleh karena itu, peran satwa lembu putih dalam praktek ritual agama hindu, ngadti wedana atau mepurwa daksina penting dilakukan. ada suatu upacara yang disebut dengan bubur widya dimana dalam upacara tersebut, air susu lembu sangat dibutuhkan. Kalau orang mecaru tidak memotong lembu, namun yang dipotong adalah bebek sebagai substitusinya ....”

Page 74: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

58

Keyakinan bahwa lembu putih merupakan binatang suci milik dewa diiringi dengan perlakuan khusus terhadap binatang tersebut. Misalnya, sikap sopan dan hormat, serta sejumlah pantangan untuk mempekerjakan, memperjual belikan, mengkonsumsi daging ataupun susunya. Pelanggaran terhadap hal-hal tersebut diyakini dapat mendatangkan bencana bagi pelakunya.

Keunikan desa taro tidak bisa lepas dari keberadaan lembu putihnya. dengan perkembangan pariwisata, bagaimana komitmen desa pekraman mempertahankan tradisi yang telah ada termasuk menjaga keberadaan lembu putih tersebut.

5.2. Aspek Sosial Budaya Lembu Putih Tarodesa taro utara (kaja) yang dahulu bernama desa Sarwa

Ada terdapat lembu putih (albino) yang sangat berperan dalam menunjang pelaksanaan korban suci (yadnya) yang ada di Bali dan menyediakan serana obat bagi mereka yang menderita penyakit non mendis, baik yang berasal dari desa setempat maupun dari desa sekitarnya. Desa Pakraman taro ini sedikit berbeda dengan desa pekraman lainnya yang ada di Bali. di desa ini tidak memiliki kayangan tiga (pura puseh, pura desa, dan pura dalem) seperti desa pakraman lainnya di Bali. di desa ini hanya ada pengayengan pura prajapati dan kuburan tempat penduduk melaksanakan upacara pitra yadnya. namun, di desa ini terdapat pura besar, yakni Pura agung Gunung raung.

Menurut bapak Ketut telaga (pemangku Pura agung Gunung raung), Pura Gunung raung merupakan Pelinggih Sang Hyang Ciwa. Pura ini telah ada sejak jaman dahulu piodalannya jatuh pada hari rebo kliwon, wuku ugu (dalam penanggalan Bali) yang datang setiap 210 hari. Upacara piodalan dilaksanakan tepat pukul 24.00 (wita). Penutupan upacara piodalan dilaksanakan setelah 14 hari upacara puncak dilaksanakan. Hal ini dilaksanakan untuk

Page 75: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

59

memberikan kesempatan masyarakat untuk bersembahyang di pura tersebut, baik yang berasal dari desa taro sendiri maupun yang berasal dari desa lainnya.

Gambar 36. Pura nandini dan Patung Lembu Nandini

di desa ini juga terdapat pura Nandini dan patung Lembu Nandini yang berdiri megah di sekitar areal peternakan sapi putih tersebut. di dalam ceritra Mahadewa diceritrakan bahwa nandini adalah siswa kesayangan sang Hyang Ciwa, sehingga lembu ini selalu meladeni Dewa Ciwa kemanapun beliau pergi. Patung Lembu Nandini yang berdiri megah di tengah-tengan areal wisata lembu putih taro tersaji pada Gambar 36.

semua lembu putih yang ada di desa taro dapat digunakan untuk menunjang pelaksanaan yadnya di Bali. namun, yang sering dipilih adalah lembu yang betina karena lebih jinak, sehingga lebih mudah menanganinya. Lembu betina yang dipilih adalah lembu betina yang ujung tanduknya kecil dan lancip, agar mole-mole (cincin emas) bisa dimasukkan ke tanduk tersebut.

Page 76: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

60

Masyarakat desa taro tidak ada yang mengetahui sejak kapan sapi ini ada di desanya, karena lembu ini diwarisi dari leluhurnya secara turun tumurun.

Perlakuan terhadap lembu putih taro sebelum tahun 2012 sedikit berbeda dengan perlakuan yang dilakukan sekarang. sebelum tahun 2012, sapi putih tersebut dilepas bebas di areal yang luasnya 27 hektar. Lembu mencari pakan sendiri di areal tersebut dan juga di areal pertanian penduduk. Kendatipun lembu mencari makanan di areal pertanian mereka, tak seorang pun yang berani menghujat dan memberikan hukuman fisik pada sapi tersebut, karena lembu tersebut diyakini milik Pura agung Gunung raung yang sangat disakralkan di desa tersebut. Pada saat itu, jika lembu betina milik penduduk dikawini oleh lembu milik pura, maka bila anak yang lahir dari perkawinan tersebut berwarna putih maka dipersembahkan ke Pura agung Gunung raung oleh petani yang memiliki sapi induk tersebut. sarana banten yang menyertai persembahan tersebut adalah, pras ajengan santun dan penyeneng yang dipuput oleh bapak i ketut telaga (pemangku pura setempat). selanjutnya, sapi tersebut menjadi milik pura.

sejak tahun 2012 sapi milik pura dikandangkan, sehingga kebutuhan pakan dan air minum dibawakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan desa setempat. sejak dahulu perlakuan terhadap lembu putih taro sangat berbeda dengan perlakuan pada sapi bali pada umumnya. Lembu putih yang baru lahir dibuatkan upakara (banten) pejati, pras penyeneng, dan jerimpen yang dipuput oleh pemangku khusus. setiap hari sabtu kliwon uku uye (tumpek kandang), sesuai penanggalan Bali yang datang setiap 210 hari, maka semua lembu putih dibuatkan otonan dengan menggunakan serana banten, pejati asoroh, pras penyeneng, dan jerimpen yang dipuput oleh pemangku khusus untuk itu. Pada hari tumpek kandang, juga dibuat banten bencah yang

Page 77: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

61

dipersembahkan pada patung Lembu Nandini yang berdiri megah di areal peternakan lembu putih itu dan dipuput oleh pemangku pura tersebut.

Lembu putih taro tidak boleh dibeli untuk dipelihara atau untuk dipotong, baik untuk dikonsumsi maupun digunakan sebagai serana upakara. sebagai akibatnya, semakin hari populasinya semakin bertambah. Jika lembu putih ini mati (seda) akan dikubur pada kuburan khusus yang luasnya sekitar 2 are (Gambar 37) dan dibuatkan banten ajuman sebanyak 5 buah (tanding) dan dipuput oleh pemangku.

Gambar 37. areal Kuburan Khusus untuk Lembu Putih taro yang Meninggal

5.2.1. Peran Lembu Putih Taro dalam Upacara MapepadaBinatang dalam agama Hindu sangat banyak dimanfaatkan

sebagai binatang suci atau pun binatang yang dijadikan kurban dalam pelaksanaan yadnya. Binatang dalam peranannya untuk caru telah dijumpai sejak jaman prasejarah sampai sekarang ini.

Mapepada adalah upacara yang bertujuan untuk memberikan jalan kelepasan atau menyupat (nyomya) binatang-binatang yang digunakan sebagai korban dalam upacara Bhuta Yadnya agar nantinya roh binatang tersebut kalau berinkarnasi kembali ke dunia bisa lahir menjadi manusia (Madriana, 2012).

Page 78: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

62

Penggunaan binatang dalam upacara Mapepada dijumpai dalam dalam Manawa dharmasastra v.31 sebagai berikut:

Yajnaya jagdhir mamsasye Tyesa daivo vidhih smrtah, Ato nyatha pravrttistu Raksaso vidhir ucyate.

yang artinya: Pemakaian daging adalah wajar untuk upacara kurban, hal mana dikatakan sebagai peraturan yang dibuat oleh para Dewa, tetapi jika memaksa memakainya dalam kejadian lain adalah peraturan yang cocok untuk para raksasa.

Jadi dari petikan sloka diatas penggunaan daging adalah wajar untuk upacara yadnya, tetapi jika digunakan untuk hal-hal yang lain, itu tidak dibenarkan karena hal tersebut merupakan peraturan untuk raksasa.

Upacara mapepada yang di laksanakan di Pura agung Gunung raung menggunakan binatang lembu putih yang disakralkan oleh masyarakat desa taro (Gambar 38). selain lembu putih, ada juga binatang yang lain, seperti kerbau, kambing, kijang, anjing (asu bangbungkem), ayam, bebek, penyu, babi, angsa, dan lain lainnya. Lembu putih yang digunakan dalam upacara mapepada tersebut adalah lembu putih jantan yang masih muda (pedet/godel). Lembu putih tersebut dibusanai (diberi pakaian) dengan kain berwarna putih dan diberi kalung uang kepeng. seperti halnya binatang-binatang yang lain, lembu putih ini juga diarak mengelilingi Pura agung Gunung raung (memurwa daksina) sebanyak tiga kali dari arah timur ke selatan. setelah upacara mapepada, lembu putih dan binatang-binatang yang lainnya selanjutnya dipotong untuk pelengkap upakara Tawur Panca Wali Krama agung (Madriana, 2012).

Page 79: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

63

Gambar 38. Upacara Mapepada Wewalungan pada saat Karya Agung Panca Wali Krama Agung desa Pakraman taro Kaja (Madriana, 2012).

Mamurwa daksina ini melambangkan upacara menuju kesucian. Berputar tiga kali mengelilingi Pura agung Gunung raung merupakan lambang menuju tuhan.

Gambar 39. Lembu Putih taro diarak Mamurwa Daksina Mengelilingi tempat Upacara sebanyak tiga Kali (Purwati, 2013)

Page 80: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

64

Binatang dalam agama Hindu sangat banyak dijumpai baik itu binatang suci ataupun binatang yang dijadikan kurban dalam pelaksanaan yadnya. Binatang dalam caru inipun telah dijumpai sejak jaman prasejarah sampai sekarang ini.

segala jenis binatang digunakan dalam pembuatan upakara yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu. Pada umumnya binatang yang digunakan dalam caru adalah binatang yang berkaki dua dan binatang yang berkaki empat.

Bapak Wisersa, (wawancara tanggal 13 Juni 2012) menyebutkan bahwa, Tawur Panca Wali Krama agung di Pura agung Gunung raung menggunakan lembu putih di lawa purwa (timur). Lembu putih yang di gunakan adalah lembu jantan yang telah disucikan dalam upacara mapepada seperti yang telah diuraikan diatas. Lembu tersebut di potong dan diolah dagingnya dijadikan: ketengan lima ratus, kawisan dua, karangan cenik dua, karangan gede dua, pemugbug satu dan bakarang satu. selain lembu putih pada caru ini juga menggunakan binatang yang lain seperti ayam putih dan bebek putih. ayam dan bebek tersebut juga diolah sedemikian rupa seperti yang telah diuraikan di atas.

Gambar 40. Penggunaan Kulit Lembu Putih pada Upakara Tawur Panca Wali Krama pada saat Karya Agung Panca Wali Krama Agung desa Pakraman taro Kaja.

Page 81: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

65

5.2.2. Peran Lembu Putih Taro dalam Upacara Mamineh EmpehanMelaksanakan upacara yadnya, banyak memerlukan sarana

atau alat untuk mendukung kegiatan tersebut. sarana atau alat dari upacara disebut upakara. salah satu sarana pokok dari upakara adalah empehan lembu putih. ritual mencari empehan lembu putih disebut dengan upacara mamineh empehan. Upacara mamineh empehan menggunakan lembu putih sebagai sarana pokok. Lembu tersebut sebagai simbol alam semesta yang mana dari badannya muncul sari-sari kehidupan.

Menurut Madriana (2012), upacara memineh empehan adalah suatu kegiatan ritual memilih dengan teliti sari-sari cairan yang dihasilkan oleh lembu putih betina. Upacara mamineh empehan didahului dengan upacara memendak lembu putih betina. adapun upakara didalam memendak lembu putih tersebut, yaitu suci, sorohan, santun sarwa empat pada asoroh. Prascita durmanggala, lis satu pasang, byakaon asoroh. Upakara ini dihaturkan kepada tuhan dalam manifestasinya sebagai siwa. selanjutnya lembu putih tersebut dibawa ketempat upacara serta disucikan selama tiga hari sebelum diambil air susunya atau mamineh empehan. Lembutersebut selama disucikan diberi makanan berupa ambengan muda (rumput alang-alang muda), ketan gajih, pisang emas, dan tebu. setiap hari lembu putih tersebut dimandikan dan dibusanai kain putih.

Prosesi mamineh empehan dan makarya maduparka dilakukan oleh ida Pedanda istri (tapini) dibantu oleh para pengayah lanang istri. Upacara mamineh empehan tersebut mengambil air susu, keringat, air mata, kotoran/isi telinga, air liur, air hidung, air kencing dan kotoran dari lembu putih betina tersebut

Masing-masing sarana tersebut disaring sebanyak sebelas kali, hanya kotorannya disaring sebanyak seratus delapan kali. adapun upakara pada saat mamineh empehan, yaitu; di Sanggar

Page 82: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

66

Surya: Suci, sorohan, santun alit, rayunan putih kuning, rantasan putih kuning saparadeg, genep salan-laning upakara ring sanggar. di bawah sanggar: gelar sanga tegep asoroh. setelah mendapatkan sarana tersebut, dilanjutkan dengan upacara membuat minyak catur, minyak empehan dan minyak greta. dalam pelaksanaan upacara ini diperlukan berbagai jenis kelapa, seperti kelapa sasih, kelapa gading, kelapa mulung dan kelapa sudamala.

Kelapa tersebut diolah sedemikian rupa seperti membuat minyak kelapa tradisional Bali yang disebut nandusin. setelah keluar minyaknya disaring, kemudian didihnya dibagi dua, sehingga seluruhnya terbagi tiga. tiga bagian tersebut, yaitu pertama, minyak asli dari kelapa tersebut menjadi minyak catur. Kedua, didihnya yang sebagian dicampur dengan hasil empehan (susu) direbus menjadi minyak empehan; dan yang ketiga, didihnya yang sebagian lagi dicampur dengan hasil saringan keringat, air mata, kotoran/isi telinga, air liur, air hidung, air kencing, dan kotoran, menjadi minyak greta. setelah terwujud empehan secara sempurna, baru dilanjutkan dengan membuat sarana lainnya, seperti maduparka, dodol maduparka, nasi pradnyan, rujak segara gunung, astanggi dan minyak catur siti.

Cara membuat maduparka, dodol maduparka, nasi pradnyan, rujak segara gunung, astanggi dan minyak catur adalah sebagai berikut: (1) Membuat maduparka yaitu dengan pisang siulan, gula tebu, gula ental, empehan, behem warak, muncuk baas sebelas, berem, dan madu tawon, semuanya dicampur kemudian dimasak dengan jamban yang telah di surat padma bhuana; (2) membuat dodol maduparka, yaitu sarana yang dibutuhkan blaung buluh direbus dicampur dengan kelapa diparut, setelah matang dicampur dengan gula ental, gula tebu, empehan, asaban behem warak, garam batu, kelapa muda, muncuk baas sebelas, berem, dicampur santen kelapa gading, dimasak setelah matang dibentuk berupa dodol; (3) Membuat nasi pradnyan, yaitu dengan ketan, injin dimasak

Page 83: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

67

dicampur dengan bunga delima diberi bumbu selengkapnya dicampur dengan daun pradnyan; (4) Membuat rujak segara gunung yaitu, sarananya temu agung, temu kunci, temu gongseng, temu lis, temu ireng, temu poh, temu lawak, dicampur parutan kelapa, dicampur buah delima dan berem hitam; (5) Membuat astanggi sarananya yaitu gosokan cendana dicampur umbi padang teki pasih, akar padang apit, minyak catur, anget-anget wangi semua dijadikan tepung dicampur gula ental dan gula tebu; dan (6) Membuat minyak catur yaitu minyak asli dari kelima jenis kelapa di atas, dibagi empat. satu bagian dibentuk minyak putih dengan dicampur gosokan cendana, satu bagian dibentuk minyak merah dicampur dengan daun kayu jati, sebagian lagi dicampur dengan kunyit untuk menghasilkan minyak kuning dan bagian terakhir dibentuk minyak hitam dicampur dengan arang bunga wangi (Madriana, 2012).

Fungsi lembu putih dalam upacara memineh empehan yaitu, merupakan salah satu sarana pokok dalam upacara tersebut. Upacara mamineh empehan adalah mengambil air susu, keringat, air mata, kotoran/isi telinga, air liur, air hidung, air kencing dan kotoran dari lembu putih betina tersebut. Makna upacara mamineh empehan lembu putih ini adalah mencari rahasia isi alam karena lembu putih dilambangkan sebagai alam semesta, yang mana dari badannya muncul sari-sari kehidupan. Upacara mamineh empehan ini sangat penting, karena merupakan intisari dari upakara yadnya. Pengayah sedang membantu membuat maduparka, dodol maduparka, nasi pradnyan, rujak segara gunung, astanggi dan minyak catur

5.2.3. Upacara Memohon Serana dari Lembu Putih TaroMasyarakat yang ingin mendapatkan serana dari lembu

putih druwe Pura agung Gunung raung harus datang langsung menghubungi bendesa adat desa taro, yaitu tiga hari sebelum upakara puncak dilaksanakan dengan membawa serana banten;

Page 84: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

68

suci asoroh; santun gde asoroh; soroan asoroh; perangkat tipat bantal, lantaran saperadeg, sesari uang kepeng 225 biji atau uang rp.100.000,.

serana banten tersebut di persembahkan di Pura agung Gunung raung yang dilakukan oleh pemangku pura setempat. setelah sampai di lokasi upacara, kepada lembu putih dipersembahkan banten suci asoroh; santun gede asoroh, lenge wangi burat wangi, gibung petang tanding, mulam kawisan petang tanding, dan punia untuk pemangku pakaian saperadeg (pakaian adat Bali selengkapnya), serta sesari sebesar rp.20.000,-. Banten yang dipersembahkan pada sapi saat melakukan purwa dhaksina yakni prasita durmangala, peyakalan, santun gede asoroh; gibungan petang tanding meulam kawisan petang tanding, lis atakep, salaran, pengagge druwe, pengangge dwe lembu saperadeg (pakaian sapi selengkapnya) sesari mule-mule tanduk emas, bungkung mas, penanjung 1.100 jinah bolong (dados katebus antuk jinah kertas rp. 300.000,-).

5.2.4. Korban Suci (Yadnya) Menggunakan Serana dari Lembu Putih Tarodalam melaksanakan tanggung jawabnya kepada maha

pencipta, umat Hindu di Bali melaksanakan korban suci (yadnya) agar alam semesta beserta isinya selalu dalam keadaan aman, tentram, selamat sentosa, dan selalu berada dalam lindungannya.

Korban suci yang dipersembahkan oleh umat Hindu di Bali ada lima katagori yang dikenal dengan nama panca yadnya, yaitu Bhuta Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, dan Dewa Yadnya. Yadnya yang menggunakan serana dari sapi taro adalah pitra yadnya dan dewa yadnya. Pitra yadnya adalah korban suci yang tulus ikhlas yang ditujukan kepada roh nenek moyang atau orang yang telah meninggal. Korban suci ini bertujuan untuk mengembalikan badan wadag (Stula Sarira) yang terdiri atas Panca

Page 85: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

69

Maha Bhuta dalam Bhuana Alit kepada Panca Maha Bhuta pada Bhuana Agung. Pitra yadnya wajib dilakukan oleh seorang anak yang beragama Hindu terhadap tetuanya yang telah meninggal. Korban suci ini merupakan persembahan sang anak guna membayar hutang kepada orang tuanya yang menurut ajaran agama Hindu di sebut Pitra Rne. sang anak mempunyai hutang budi kepada orang tua, karena telah memberikan makanan, minuman, pakaian, sampai menyekolahkannya, hingga menjadi orang dewasa dan memberikan bimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara.

Pelaksanaan pitra yadnya menurut Kariana (2007) dapat dilaksanakan dengan empat jalan, yakni Sawa Wedana, Asti Wedana, Swasta, dan Atma Wedana. Sawa Wedana adalah upacara membakar mayat (ngaben) untuk mengupacarai orang yang baru meninggal. di masyarakat, upacara ini disebut ngaben dadakan karena sifatnya segera. Asti Wedana adalah mengupacarai jenazah yang telah menjadi tulang, dan pitra yadnya dilakukan dengan tidak mengupacarai mayat berwujud tulang belulang atau jazad, melainkan jazad itu digantikan dengan kusa sarira (jalinan ilalang). Ngaben seperti ini biasanya dilakukan jika jazad (tulang belulang tidak ditemukan lagi), karena meninggalnya tenggelam atau jenazahnya hilang atau karena terlalu lama dikubur, sehingga jenazahnya tidak ditemukan lagi.

Atma Wedana (nyekah/meligia/ngerorasin/mukur/melinggih/ngeliwer). Upacara atma wedana adalah kelanjutan dari upacara ngaben. tujuan upacara atma wedana adalah meningkatkan status roh orang yang meninggal dan untuk mengembalikan atma ke paramatma. Pada saat melaksanakan upakara meligia atau memukur ada prosesi purwa dhaksina. Pada saat prosesi purwa dhaksina, sapi putih diikuti oleh sekah atau puspa (simbol dari orang yang meninggal) mengitari bangunan suci tempat berlangsungnya upacara meligia sebanyak tiga kali mengikuti

Page 86: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

70

arah jarum jam. Pada saat upacara purwa dhaksina, tanah bekas injakan kaki lembu putih di ambil dan ditaruh di atas canang. Pengambilan tanah dilakukan di empat tempat, yaitu utara, timur, selatan, dan barat. tempat upacara setelah berputar mengelilingi tempat upacara sebanyak tiga kali, maka canang yang telah berisi tanah bekas injakan sapi putih ditaruh ditangga saat puspa naik ke tempat upacara. Prosesi ini menggambarkan peranan lembu putih dalam menuntun dan memberi petunjuk kepada atman dari orang meninggal menuju nirwana, sehingga peranan sapi putih dalam atma wedana sangat besar.

Dewa yadnya adalah korban suci yang dipersembahkan kepada Maha Pencipta. tujuan yadnya menurut Kariana (2007) adalah sebagai berikut ini.

1. sebagai tanda terima kaih kepada tuhan yang Maha esa atas anugrahnya terhadap umat manusia.

2. Memohon kepada tuhan agar roh-roh leluhur dapat dikurangi dosa-dosanya yang pernah dibuat semasa hidupnya.

3. Memohon kehadapan tuhan agar Beliau memberikan pengaruh baik, sehingga kesempurnaan dan kesucian lahir dan batin umat dapat terwujud

4. Untuk membebaskan diri dari unsur-unsur jahat yang sering mengganggu pikiran manusia dan akhirnya terjerumus kelembah penderitaan.

Umat Hindu setiap sepuluh tahun sekali harus melaksanakan Panca Wali Krama di pura Sad Kayangan dan pura besar lainya di Bali. Menurut bapak telaga (pemangku pura agung Gunung raung), masyarakat yang melakasanakan upacara Panca Wali Krama banyak yang memohon serana, seperti keringat, tinja, air kencing, susu, dan air liur dari sapi putih druwe Pura

Page 87: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

71

agung Gunung raung, terutama dari kabupaten Badung dan tabanan. Untuk mendapatkan serana tersebut, bagi mereka yang tempat tinggalnya jauh dari desa taro, sapi drue biasanya diangkut ketempat upacara dan dibuatkan kandang khusus dan tinggal disekitar lokasi upacara untuk beberapa hari. Lembu drue diangkut dengan truk milik yayasan, namun jika permohonan untuk mengambil dari lembu putih lebih dari satu kelompok masyarakat, maka untuk mengangkut lembu menggunakan truk milik masyarakat setempat dengan sewa yang ditentukan oleh sopir kendaraan masing- masing. Lembu yang diangkut ke lokasi upacara akan diikuti oleh 15 orang pengikut. setiap orang pengikut mendapat imbalan rp.50.000,-, namun jika sapi bermalam di lokasi upacara maka setiap orang pengikut mendapat imbalan rp.100.000,-. disamping itu, para pengikut juga mendapatkan jatah minuman dan makanan. setelah selesai upacara lembu harus dikembalikan ke tempat semula, yaitu desa pekraman taro Kaja, tegallalang, Gianyar.

5.2.5. Peran Lembu Putih Taro dalam PengobatanLembu putih taro disamping untuk menunjang

pelaksanaan yadnya di Bali, lembu putih juga berperan dalam mengobati penyakit, terutama penyakit non-medis. Masyarakat yang mohon obat diawali dengan mohon bantuan orang pintar (dasaran). dasaran menyampaikan asrat pemohon kepada manifestasi tuhan yang ada (melinggih) di gedong suci mereka.

Mereka yang sakit harus menggunakan serana dari lembu putih, maka mereka datang menghubungi pemangku Pura agung Gunung raung dengan membawa banten pejati dua buah dan sodan tiga buah. Pemangku setempat mempersembahkan banten tersebut ke pura dan memohon agar mereka yang sakit cepat sembuh dan bisa melakukan aktivitas sebagai mana mestinya.

Page 88: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

72

5.2.6. Upacara Mendak (Lunga dan Rauh) Lembu Putih TaroMasyarakat desa taro, terutama warga Desa Pakraman taro

Kaja sangat meyakini kesucian lembu putih ini. Bahkan mereka tak berani memelihara secara pribadi apalagi membunuh hewan suci tersebut. seandainya ada lembu putih yang lahir dari sapi peliharaannya, ketika mencapai umur enam (6) bulan, yaitu setelah lepas sapih kepada diserahkan pada desa untuk dirawat. intinya lembu tersebut diperlakukan istimewa. demikian pula dengan keturunan sapi putih tersebut, meskipun lahir berwarna lain.

selain disucikan lembu putih ini juga dimanfaatkan sebagai sarana pelengkap (saksi) upacara di Bali yaitu ngasti (dan yang setingkat dengan upacara itu). Lembu putih ini berperan sebagai penuntun dalam perjalanan tersebut. dalam kaitannya dengan upacara agama Hindu tersebut lembu putih taro sering digunakan.

apabila masyarakat di suatu desa tertentu akan menyelenggarakan upacara purwadaksina dan menggunakan lembu putih, maka masyarakat tersebut melakukan penjemputan (mendak) lembu putih taro dengan upacara yang dipimpin oleh pemangku pura disana, dan kemudian setelah upacara penjemputan selesai, lembu putih diantar oleh pengiring yang berasal dari desa taro ke tempat penyelenggaraan upacara purwadaksina. apabila upacara purwadaksina telah selesai, lembu putih dibawa kembali ke desa taro. disamping itu, menurut informasi penduduk lembu putih ini juga dimanfaatkan dalam upacara ngasti, Eka Dasa Ludra, Panca Wali Krama di Pura Gunung raung taro dan di Pura Besakih. saat upacara berlangsung, lembu putih ini akan dituntun oleh penyelenggara upacara mengelilingi tempat upacara 3 (tiga) kali dari arah timur ke selatan, dan berakhir di timur bertujuan agar alam semesta ini selamat, damai dan sentosa (dedeg, ajeg, maurip).

Page 89: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

73

tahapan-tahapan upacara duwe lembu putih dari mendak (menjemput) sampai pulang kembali (budal) adalah sebagai berikut ini.• Bhakti Pejati malih Tigang Rahina Karya: suci asoroh,

santun gede asoroh, soroan asoroh, prangkat tipat bantal, lantasan seperadeg, sesari jinah bolong 225 (satak selae) kepeng (dados ketebus antuk jinah rupiah rp.100.000,- satus tali rupiah)

• Bhakti Pemendak ring Genah Upacara: suci asoroh, santun gede asoroh, lenga wangi burat wangi, gibungan 4 (papat) tanding, meulam Kawisan, 4 (papat) tanding, punia pemangku seperadeg, sesari rp. 20.000,- (duang dasa tali rupiah)

• Bhakti Prascita Duwe Lembu Putih: Prascita durmengala, pebyakalaan, suci asoroh, santun gede asoroh, gibungan 4 (papat) tanding, Kawisan, 4 (papat) tanding, lis atangkep, salarang, penggangge duwe lembu seperadeg, sesari penebus nole-mole tanduk mas, bungkung mas, penanjung 1.100 (siu satus) iinah bolong (dados ketebus antuk jinah rupiah rp. 300.000,- (telung atus tali rupiah)

• Bhakti Mewali rikala Duwe Lembu Budal: nasi gibungan 4 (papat) tanding, meulam kawisan, 4 (papat) tanding.

Pakeling: pengiring duwe lembu sareng 20 (“duang dasa”) diri, adiri polih dana rp.25.000,- (selae tali rupiah), yening duwe ngantos mekolem polih dana rp.50.000,- (seket tali rupiah) tur pengiring sami polih sangu utawi kesanggra. duwe lembu mangda munggah utawi tedun, mangda ring genah duwe lembu.

Page 90: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

74

Gambar 41. Upacara Mamendak Lembu Putih (dok. Banjar taro Kaja dalam Madriana, 2012).

Pada Gambar 41, terlihat prosesi saat upacara sesaat menjemput lembu suci putih taro. semua sesajen telah disiapkan oleh pengurus adat setempat. sebelum lembu putih dibawa ketempat upacara, lembu putih sudah dihias dengan kain dan diupacarai sesuai dengan tatacara setempat, kemudian bisa dibawa (diangkut) ketempat upacara dengan diiringi oleh 20 orang pendamping (pengurus) lembu putih taro.

5.3. Aspek Sosial Ekonomi Lembu Putih Tarodesa taro memiliki satwa khas yang dilindungi dan bahkan

dikeramatkan oleh masyarakat yaitu lembu putih atau yang lebih dikenal dengan sebutan lembu taro. dalam konsepsi keyakinan masyarakat desa taro, lembu putih dipandang sebagai binatang suci milik dewa-dewa (lembu duwe) yang melindungi kehidupan mereka. Kepercayaan ini menimbulkan berbagai aturan adat yang tertulis tentang tata cara pemeliharaan dengan perlakuan yang penuh hormat, disertai dengan berbagai pantangan, seperti: pantang memperjualbelikan, pantang menyembelih atau mengkonsumsi daging maupun susunya, dan pantang mempekerjakannya dalam aktivitas-aktivitas pertanian maupun

Page 91: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

75

sebagai sarana transportasi atau keperluan lainnya. Kepercayaan seperti ini menutup kemungkinan bagi masyarakat untuk memperoleh manfaat-manfaat ekonomi secara langsung, namun tidak menutup kemungkinan terdapat berbagai peluang ekonomi yang dapat memperoleh secara tidak langsung dari keberadaan lembu putih taro di desa taro.

Keberadaan lembu putih taro sebagai satwa endemik di Desa Adat taro Kaja, mendapat perhatian dari pihak pemerintah. tanpa mengabaikan arti dan fungsi religiusnya, pemerintah memandang bahwa lembu putih Taro yang perlu dijaga kelestariannya, dengan sistem pemeliharaan yang lebih intensif.

Pemerintah memberikan bantuan berupa pembangunan kandang kolektif dan penataan tanaman pakan ternak, sehingga terwujud suatu area yang dapat dimanfaatkan sebagai lokalisasi pemeliharaan sapi taro. Pemeliharaan yang dilakukan secara intensif ini memerlukan tenaga kerja yang khusus untuk menangani pasokan pakan, dan perwatan ternak. Kondisi ini membuka peluang kerja bagi masyarakat di desa taro, untuk bergabung sebagai kelompok pengangon atau kelompok pemelihara lembu putih taro. sebagai imbalan untuk pemeliharaan lembu putih taro ini, maka pihak desa adat memberikan sebidang lahan pertanian berupa tegalan dengan luas berkisar antara 8 hingga 12 are, dengan status sebagai penyakap kepada masing-masing pengangon.

Berbeda dengan hak dan kewajiban para penyakap lahan konversi sebelumnya, para pengangon berhak sepenuhnya atas hasil-hasil tegal yang disakapnya tanpa dikenakan kewajiban membayar iuran. Pemberian hak dan kewajiban sebagai pengangon diprioritaskan kepada mereka yang tidak memiliki lahan garapan atau pemilik lahan garapan yang relatif sempit. selain keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari tegal yang disakapnya, para pengangon kerap pula memperoleh imbalan

Page 92: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

76

berupa uang sebagai honor pengiring (pengantar) lembu putih ketika digunakan untuk keperluan upacara (Pujaastawan dan suwena, 2013).

Lembu putih tidak hanya disakralkan dan disucikan oleh masyarakat di desa taro saja, namun juga memiliki arti dan fungsi yang sangat penting dalam ritual agama Hindu di Bali. Oleh karena itu, masyarakat yang membutuhkan keberadaan lembu putih dalam ritual keagamaannya akan datang ke desa taro untuk “menyewa” lembu putih. Fungsi lembu putih dalam ritual keagamaan ini bukan sebagai korban untuk disembelih, namun dimanfaatkan sebagai simbol pengawal dalam suatu prosesi upacara purwadaksnia. Untuk keperluan tersebut pihak desa adat mengutus lima belas orang pengangon sebagai pengiring atau pengantar sekaligus mendampingi lembu putih sejak pemberangkatan hingga kembali. Berkenaan dengan penggunaan lembu putih untuk upacara, pihak Desa Adat taro Kaja menetapkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak penyelenggara. diantaranya adalah berupa uang persembahan berupa sesari yang kemudian dijadikan kas desa adat, serta imbalan berupa uang dan makan bagi para pengangon.

selain sebagai hewan yang disucikan dan dikeramatkan, lembu putih ini telah menjadi ikon wisata yang mampu menarik wisatawan untuk datang dan berkunjung ke desa taro untuk melihat lebih dekat keberadaan lembu putih taro. Untuk membangun mendukung kegiatan wisata ini, maka diperlukan pengembangan fasilitas diberbagai bidang untuk mendukung kenyamanan wisatawan. ini merupakan peluang bagi masyarakat sekitar untuk mengambil peran dan manfaat ekonomi dari pelestarian lembu putih.

Berkembangnya sektor pariwisata yang memiliki cakupan kegiatan yang sangat luas, dapat dioptimalkan untuk memberikan

Page 93: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

77

efek berganda “multiflier efect” bagi masyarakat sekitar berupa semakin luasnya kesempatan usaha yang ada. Peluang usaha yang potensial dikembangkan guna mendukung aktifitas wisata ini cukup luas, antara lain: hotel, restoran, biro perjalanan, pramuwisata, money change, transportasi, art market, pusat perbelanjaan, pengembangan industri rumah tangga produsen souvenir yang berupa barang kerajinan/makanan khas, dan pengembangan kelompok-kelompok kesenian. dengan semakin berkembangnya kegiatan usaha, maka kebutuhan tenaga kerja semakin besar, sehingga mampu membuka semakin banyak peluang kerja bagi masyarakat. Kondisi ini merupakan peluang yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa taro, baik dalam pengembangan bisnis, maupun karirnya. Aktifitas kegiatan di sektor wisata ini mampu meningkatkan pendapatan masyarakat maupun pemerintah daerah, dari aktifitas pembelanjaan yang dilakukan oleh wisatawan.

Keunikan dari lembu putih ini membuat masyarakat desa taro Kaja ingin menjadikan sebagai salah satu daya tarik wisata yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian dari lembu ini dan memperkenalkannya ke masyarakat luas. tempat atau kandang dari lembu putih ini sekarang sudah di tata sangat indah, sangat cocok digunakan sebagai tempat rekreasi. apabila ingin melihat keberadaan lembu putih yang suci tersebut, silahkan datang ke desa taro.

Page 94: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

78

BAB VIPENUTUP

6.1 Potensi Tujuan Wisata

Lembu putih taro merupakan salah satu aset ternak lokal yang spesifik bagi Kabupaten Gianyar dan

memiliki peran yang penting, khususnya dalam budaya Hindu Bali. Lembu putih taro ini disucikan oleh masyarakat Hindu di desa taro, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. dalam beberapa upacara agama/adat umat Hindu di Bali, seperti upacara purwa daksina, mapepada khusus untuk di Pura Gunung raung di desa taro, lembu putih taro ini sangat diutamakan dalam prosesinya. disamping peran lembu putih taro ini dalam budaya Hindu di Bali, hal ini juga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang menaruh perhatian dalam mempelajari budaya berbagai ethnik.

Pelestarian lembu putih terkait dengan keperluan adat atau keagamaan masyarakat Hindu di Bali perlu mendapat perhatian serta pertimbangan kebijakan untuk mewujudkan pulau Bali sebagai lokasi bibit sapi bali murni. Keberadaan lembu putih di desa ini menjadi daya tarik tersendiri karena berbeda dengan warna sapi bali pada umumnya, yaitu berwarna merah bata pada sapi betina, sedangkan sapi jantan setelah dewasa warnanya menjadi hitam.

tindakan konservasi terhadap lembu putih ini sangatlah tepat agar keberadaannya tetap bisa dipertahankan, kerena fungsi atau perannya sangat dibutuhkan oleh umat Hindu khususnya di Bali. disamping itu, keberadaan lembu putih ini dapat dimanfaatkan oleh dunia pendidikan, dilihat dari aspek ilmiahnya, dan tidak kalah pentingnya merupakan obyek wisata

Page 95: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

79

yang unik di lokasi pegunungan yang berhawa sejuk. ditinjau dari segi sapi bali sebagai salah satu bangsa sapi yang telah diakui dunia, tindakan konservasi lembu putih taro ini sangatlah tepat karena ikut menjaga kemurnian sapi bali yang ada di Bali.

6.2 Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Wilayah SekitarApabila kawasan Desa Taro akan dijadikan kawasan

budidaya lembu putih taro, maka akan memerlukan dukungan pelayanan dari aspek hulu, yaitu bibit (sistem perkawinan antara induk dan pejantan yang berwarna putih), on-farm, budidaya, dan pakan, serta dari aspek hilir, yaitu kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen. Pelayanan kesehatan hewan berada disegmen hulu, antar, dan hilir. Fungsi tersebut sebagai bagian dari sistem usaha tani yang menurut FaO disebut sebagai integrasi ternak dan lahan.

Mengingat desa taro sudah ditetapkan sebagai kawasan budidaya lembu putih taro yang sudah memiliki sumber daya alam sesuai dengan agro ekosistemnya, maka pelayanan yang diperlukan hendaknya harus terhubung secara fungsional. Melalui aksesbilitas yang baik, dilengkapi dengan prasarana dan sarana untuk pengembangan komoditas lembu putih taro yang memadai, maka sebagai kawasan budidaya lembu putih taro dan tujuan agrowisata, maka hal yang sangat memungkinkan sekali lembu putih taro akan menjadi ikon unggulan Kabupaten Gianyar. dalam kaitan ini, kawasan budidaya lembu putih taro di desa taro, sebagai kawasan yang mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonominya, sektor dan produk unggulannya, mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya.

Oleh karena itu, peran pemerintah khususnya Kabupaten Gianyar sangat dibutuhkan dalam mempertahankan eksistensi lembu putih taro untuk ajegnya budaya Hindu di Bali dan akan

Page 96: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

80

mengembangkan lokasi konservasi dalam mewujudkan desa taro sebagai salah satu “desa Wisata Budaya” ikon Kabupaten Gianyar.

Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pemerintah Kabupaten Gianyar yang mendanai pengkajian terhadap lembu putih taro di desa taro sampai terwujudnya buku “Lembu Putih taro, Maskot Kabupaten Gianyar” dan terimakasih kepada semua nara sumber yang telah membantu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan buku ini.

Page 97: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

81

Aalfs, H.G. 1934. De Rundeveeteelt op het Eiland Bali. Drukkerij, H.J. smiths, Utrecht.

Anonymous. 2010. Sejarah Desa Taro. http://desataro.blogspot.com/2010/08/sejarah-desa-taro.html (diakses: 12-08-2015)

anonymous. 2012. Perarem nganinin duwe Lembu Putih. Perarem (27-12-2012), desa Pakraman taro Kaja, desa taro, Kecamatan tegallalang, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.

Anonymous. 2014a. Kala Sapi Putih Desa Taro Tersaingi. http://artikelbali.blogspot.com/2007/07/kala-sapi-putih-desa-taro-tersaingi.html (diakses: 12-08-2015)

anonymous. 2014b. Pura Gunung rawung di desa taro. http://panbelog.wordpress.com/2014/06/30/pura-gunung-rawung-de-desa-taro/ (diakses: 12-08-2015)

anonymous. 2015. taman Wisata Lembu. http://saskariana.blogspot.com/2013/06/taman-wisata-lembu-putih_7.html (diakses: 12-08-2015)

aryani, i G. a. i., Warmadewi, d.a. dan a.a.s. trisnadewi. 2013. analisa semantik dengan Kolaborasi Budaya pada Pemeliharaan sapi Putih di desa taro. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Udayana, denpasar.

Knight, r.L. 1948. dictionary ofgenetics. the Chronica Botanica Company, Waltham, Mass., Usa.

Madriana, i.M. 2012. sekilas tentang keberadaan duwe Lembu Putih. yayasan Lembu Putih, Banjar taro, desa taro, Kecamatan tegallalang, Gianyar, Bali

Meijer, W.CH.P. 1962. Das Balirind, A.Ziemsen Verlag Wittenberg, Lutherstadt.

DAFTAR PUSTAKA

Page 98: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

82

Oka, i G. L. 1995. sifat Menurun Warna Putih Pada sapi bali. Majalah ilmiah Universitas Udayana no. 44 – th. XXii, hlm. 11-13

Oka, i G. L. 2012. sapi bali sumberdaya Genetik asli indonesia. hlm. 1-3

Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson, 1973. Bali Cattle. World anim. rev. 7:13-21.

Pujaastawa, i.B.G. dan suwena, i W. 2013. Kearifan Lokal di balik Mitos Lembu Putih di desa taro, Gianyar. Jurnal Bumi Lestari, vol. 13 no. 2, hlm. 430-440

Purwati, r. 2013. Kearipan lokal dari Bumi sarwada taro. http://www.balitv.tv/indek.php/component/k2/item/322-kearifan-lokal-dari-bumi-sarwada-taro (diakses: 12-08-2015 )

Puspasari, d. 2012. DetikTravel Community http://travel.detik.com/red/2012/05/30/175000/1928736/1025/ (diakses: 12-08-2015)

romans, J.r. Costello, W.J., Carlson, C.W., Greaser, M.L., Jones, K.W. 1994. the Meat We eat. interstate, inc., danville, illinois.

Slijper, E.J. 1954. Mens on Huisdier. J.B. Wolters, Utrecht.susari, n. n. W. 2013. Keragaman Genetik sapi Putih taro

Berdasarkan Marka d-Loop dna Mitokondria dan Kekerabatannya dengan sapi bali. disertasi. Program studi doktor, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, denpasar

Page 99: LEMBU PUTIH TARO MASKOT KABUPATEN GIANYAR

83

LAMPIRAN PERSONALIA TIM PENGKAJI

a tim Leader/ 1 Prof. ir. i Gusti Lanang Oka, M.agr.sc., Ph.d Koordinator (Pembina Utama/ive) B tenaga ahli/ 1. Prof. dr. ir. i Gst. nym. Gde Madya Bidura, Ms Profesional (Pembina Utama Muda/ivc) 2. dr. ir. ida Bagus Gaga Partama, Ms (Pembina/iva)

3. dr. ir. dewi ayu Warmadewi, sPt., Msi (Pembina/iva)

4. dr. Budi rahayu tanama Putri, sPt., MM (Penata tk.i/iiid)

5. i Gusti agung istri aryani, s.s., M.Hum (Penata/iiic)

6. ir. tjok. Gde Oka susila, MP (Pembina Utama Muda/ivc)

7. anak agung Putu Putra Wibawa, sPt., Msi (Penata tk.i/iiid)

8. ir. desak Putu Mas ari Candrawati, Msi (Pembina/iva)

9. ir. ida ayu Putri Utami, Msi (Pembina/iva)

10. ni Luh Gde sumardani, sPt., Msi (Penata tk.i/iiid)

11. eny Puspani, sPt., Msi (Penata tk.i/iiid)