lembaran daerah kabupaten bandung nomor 5 … · materi muatan rancangan ... anggaran pendapatan...
TRANSCRIPT
LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN BANDUNG
NOMOR 5 TAHUN 2016
____________________________________________________
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN BANDUNG
NOMOR 5 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM
DAERAH
Bagian Hukum
Setda Kabupaten Bandung
Tahun 2016
2
BUPATI BANDUNG
PROVINSI JAWA BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANDUNG,
Menimbang : a. bahwa pemerintahan daerah mempunyai kewenangan menetapkan peraturan daerah
dan peraturan lain berbentuk produk hukum daerah untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan dalam satu kesatuan sistem hukum
nasional;
3
b. bahwa dalam rangka tertib regulasi, pembentukan produk
hukum daerah perlu dilaksanakan secara terencana, terpadu, dan sistematis guna
mewujudkan metode dan standar yang tepat dalam
pembentukan produk hukum daerah yang baik;
c. bahwa dengan telah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga perlu
diganti;
4
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita
Negara Tahun 1950), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2851);
5
3. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang–undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
4. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
6
5. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2015 tentang
Keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-Undangan Dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan Dan Pembinaannya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5729);
6. Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
199);
7. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 dan Nomor 77 Tahun 2012 tentang Parameter Hak
Asasi Manusia dalam Pembentukan Produk Hukum
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1254);
7
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 2036);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BANDUNG
dan
BUPATI BANDUNG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN
PRODUK HUKUM DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu Definisi
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten
Bandung.
8
2. Bupati adalah Bupati Bandung.
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat
daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
9
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
6. Produk Hukum Daerah adalah produk hukum
berbentuk peraturan meliputi Peraturan Daerah, Peraturan Bupati,
Peraturan Bersama Kepala Daerah, Peraturan DPRD
dan berbentuk keputusan meliputi Keputusan Bupati, Keputusan DPRD,
Keputusan Pimpinan DPRD dan Keputusan
Badan Kehormatan DPRD.
7. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda
adalah produk hukum berbentuk peraturan yang dibentuk oleh DPRD
dengan persetujuan bersama Bupati.
10
8. Peraturan Bupati adalah produk hukum berbentuk
peraturan yang ditetapkan Bupati untuk melaksanakan amanat
peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
9. Peraturan Bersama Kepala Daerah yang selanjutnya
disingkat PBKDH adalah produk hukum berbentuk peraturan yang ditetapkan
oleh 2 (dua) atau lebih kepala daerah.
10. Keputusan Bupati adalah produk hukum berbentuk penetapan yang ditetapkan
Bupati yang memiliki sifat konkrit, individual, dan
final.
11. Keputusan DPRD adalah produk hukum berbentuk
penetapan yang ditetapkan Pimpinan DPRD yang memiliki sifat konkrit,
individual, dan final.
11
12. Keputusan Pimpinan DPRD adalah produk
hukum berbentuk penetapan yang ditetapkan Pimpinan DPRD yang
memiliki sifat konkrit, individual, dan final.
13. Keputusan Badan Kehormatan DPRD adalah produk hukum berbentuk
penetapan yang ditetapkan Ketua Badan Kehormatan DPRD yang memiliki sifat
konkrit, individual, dan final.
14. Program Pembentukan Perda yang selanjutnya disebut Propemperda
adalah instrumen perencanaan program
pembentukan Perda yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
15. Pengundangan adalah penempatan Produk Hukum Daerah dalam
lembaran daerah, tambahan lembaran
daerah, berita daerah, atau tambahan berita daerah.
12
16. Autentifikasi adalah salinan Produk Hukum
Daerah sesuai aslinya. 17. Konsultasi adalah
tindakan secara langsung
ataupun tidak langsung yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah
pusat terhadap masukan atas Rancangan Produk Hukum Daerah.
18. Fasilitasi adalah tindakan pembinaan berupa
pemberian pedoman dan petunjuk teknis, arahan, bimbingan teknis,
supervisi, asistensidan kerja sama serta
monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan/atau Gubernur
kepada Daerah terhadap materi muatan Rancangan
Produk Hukum Daerah berbentuk peraturan sebelum ditetapkan
guna menghindari dilakukannya pembatalan.
13
19. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian
terhadap Rancangan Perda yang diatur sesuai Undang-Undang dibidang
Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-
undangan lainnya untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan
umum, dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.
20. Nomor Register yang
selanjutnya disingkat Noreg adalah pemberian nomor dalam rangka
pengawasan dan tertib administrasi untuk
mengetahui jumlah Rancangan Perda yang dikeluarkan Pemerintah
Daerah sebelum dilakukannya penetapan dan Pengundangan.
14
21. Pembatalan adalah tindakan yang menyatakan tidak
berlakunya terhadap seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, ayat,
dan/atau lampiran materi muatan Perda, Peraturan
Bupati, PBKDH dan Peraturan DPRD karena bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum,
dan/atau kesusilaan, yang berdampak dilakukannya
pencabutan atau perubahan. 22. Bertentangan Dengan
Kepentingan Umum adalah
kebijakan yang menyebabkan terganggunya kerukunan
antar warga masyarakat, terganggunya akses terhadap pelayanan publik,
terganggunya ketentraman dan ketertiban umum, terganggunya kegiatan
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan/atau diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras,
antar golongan, dan gender.
15
23. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati
dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah.
24. Pelaksana Harian adalah pejabat yang melaksanakan tugas rutin
dari pejabat definitif yang berhalangan sementara yang diangkat dengan
Keputusan Bupati dan berlaku paling lama 3 (tiga)
bulan.
25. Pelaksana Tugas adalah pejabat yang
melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang
berhalangan tetap yang diangkat dengan Keputusan Bupati dan
berlaku paling lama 1 (satu) tahun.
26. Penjabat adalah pejabat
sementara untuk jabatan Bupati yang melaksanakan
tugas pemerintahan pada daerah tertentu sampai dengan pelantikan pejabat
definitif.
16
27. Sekretariat Daerah adalah Perangkat Daerah yang
mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyusunan kebijakan dan
pengoordinasian administratif terhadap
pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta pelayanan administratif
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati.
28. Sekretaris Daerah adalah pimpinan Sekretariat
Daerah.
29. Sekretariat DPRD adalah Perangkat Daerah yang
mempunyai tugas menyelenggarakan
administrasi kesekretariatan, menyelenggarakan
administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD,
dan menyediakan dan mengoordinasikan tenaga
ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya
sesuai dengan kebutuhan.
17
30. Sekretaris DPRD adalah pimpinan Sekretariat
DPRD.
31. Bagian Hukum adalah unit kerja pada Sekretariat
Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di
bidang hukum.
32. Badan Pembentukan Perda yang selanjutnya disebut
Bapemperda adalah alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, dibentuk
dalam rapat paripurna DPRD yang mempunyai
tugas dan wewenang di bidang pembentukan Perda.
33. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian
atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu
masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai pengaturan masalah
tersebut dalam Rancangan Perda sebagai solusi terhadap permasalahan
dan kebutuhan hukum masyarakat.
18
34. Perancang Peraturan Perundang-undangan
adalah pegawai negeri sipil yang telah diangkat dalam jabatan fungsional
perancang yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan dan
penyusunan instrumen hukum lainnya.
35. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan yang
ditetapkan dengan Perda.
36. Hari adalah hari kerja.
19
Bagian Kedua Asas
Paragraf 1 Asas Pembentukan
Pasal 2
Asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik dalam pembentukan Produk Hukum Daerah meliputi :
a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat
pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi
muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan
kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Paragraf 2 Asas Materi Muatan
Pasal 3
Materi muatan Produk Hukum
Daerah harus mencerminkan asas:
20
a. pengayoman; b. kemanusiaan;
c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian,
dan keselarasan.
BAB II
BENTUK DAN JENIS PRODUK
HUKUM DAERAH
Bagian Kesatu
Bentuk Produk Hukum Daerah
Pasal 4
Produk Hukum Daerah berbentuk: a. peraturan; dan
b. penetapan.
21
Bagian Kedua
Jenis Produk Hukum Daerah
Paragraf 1 Umum
Pasal 5
Produk Hukum Daerah berbentuk peraturan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a terdiri atas:
a. Perda; b. Peraturan Bupati;
c. PBKDH; dan d. Peraturan DPRD.
Pasal 6
Produk Hukum Daerah berbentuk penetapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b terdiri atas:
a. Keputusan Bupati;
b. Keputusan DPRD; c. Keputusan Pimpinan
DPRD; dan
d. Keputusan Badan Kehormatan DPRD.
22
Paragraf 2
Perda
Pasal 7
(1) Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf a, memuat materi muatan: a. penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
b. penjabaran lebih lanjut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(2) Selain materi muatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perda dapat memuat materi muatan
lokal sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
23
Pasal 8
(1) Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat materi
muatan untuk mengatur : a. kewenangan Daerah;
b. kewenangan yang lokasinya dalam Daerah;
c. kewenangan yang penggunanya dalam Daerah;
d. kewenangan yang manfaat atau dampak
negatifnya hanya dalam Daerah; dan/atau
e. kewenangan yang penggunaan sumber
dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah.
(2) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya
paksaan penegakan atau pelaksanaan Perda
seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
24
(3) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah). (4) Perda dapat memuat
ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (5) Selain sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4), Perda dapat memuat
ancaman sanksi yang bersifat mengembalikan
pada keadaan semula dan sanksi administratif.
(6) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa: a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; c. penghentian sementara
kegiatan; d. penghentian tetap
kegiatan;
25
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin; g. denda administratif;
dan/atau
h. sanksi administratif lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3 Peraturan Bupati dan PBKDH
Pasal 9
Peraturan Bupati ditetapkan
Bupati untuk melaksanakan Perda atau atas kuasa Peraturan Perundang-
undangan.
Pasal 10
PBKDH ditetapkan Bupati dan kepala daerah lain untuk melaksanakan Perda atau atas
kuasa peraturan perundang-undangan.
26
Paragraf 4 Peraturan DPRD
Pasal 11 (1) Peraturan DPRD
ditetapkan oleh Pimpinan DPRD untuk
melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajiban DPRD.
(2) Peraturan DPRD
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas: a. Peraturan DPRD
tentang tata tertib; b. Peraturan DPRD
tentang kode etik; dan
c. Peraturan DPRD tentang tata beracara
badan kehormatan.
27
Paragraf 5 Keputusan Bupati
Pasal 12 Keputusan Bupati ditetapkan
oleh Bupati untuk melaksanakan Perda, Peraturan
Bupati, serta peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Paragraf 6
Keputusan DPRD
Pasal 13
Keputusan DPRD ditetapkan oleh Pimpinan DPRD untuk
menetapkan hasil rapat paripurna DPRD.
Paragraf 7
Keputusan Pimpinan DPRD
Pasal 14
Keputusan Pimpinan DPRD ditetapkan oleh Pimpinan
DPRD untuk menetapkan hasil rapat pimpinan DPRD.
28
Paragraf 8
Keputusan Badan Kehormatan
DPRD
Pasal 15
Keputusan Badan Kehormatan DPRD ditetapkan oleh Ketua Badan Kehormatan DPRD
untuk menetapkan hasil rapat paripurna DPRD mengenai
penjatuhan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar Peraturan DPRD
tentang tata tertib dan/atau Peraturan DPRD tentang kode etik.
BAB III PEMBENTUKAN
Pasal 16
(1) Pembentukan Produk
Hukum Daerah yang berbentuk peraturan terdiri atas:
a. perencanaan; b. penyusunan; c. pembahasan;
d. penetapan; dan e. Pengundangan.
29
(2) Pembentukan Produk Hukum Daerah yang
berbentuk penetapan terdiri atas: a. penyusunan;
b. pembahasan; c. penetapan; dan
d. penomoran.
BAB IV PERDA
Bagian Kesatu
Perencanaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 17
Perencanaan Rancangan Perda meliputi kegiatan:
a. penyusunan Propemperda; b. perencanaan penyusunan
Rancangan Perda
kumulatif terbuka; dan c. perencanaan penyusunan
Rancangan Perda di luar
Propemperda.
30
Paragraf 2 Tata Cara Penyusunan
Propemperda di Lingkungan Pemerintah Daerah
Pasal 18
Bupati menugaskan pimpinan
Perangkat Daerah dalam penyusunan Propemperda di lingkungan Pemerintah Daerah.
Pasal 19
(1) Penyusunan Propemperda
di lingkungan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Bagian Hukum.
(2) Penyusunan Propemperda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan instansi
vertikal terkait.
31
(3) Instansi vertikal terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri atas: a. instansi vertikal dari
kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum; dan/atau
b. instansi vertikal
terkait sesuai dengan: 1. kewenangan; 2. materi muatan;
atau 3. kebutuhan.
(4) Hasil penyusunan
Propemperda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Bagian
Hukum kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 20 Bupati menyampaikan hasil
penyusunan Propemperda di lingkungan Pemerintah Daerah
kepada Bapemperda melalui Pimpinan DPRD.
32
Paragraf 3 Tata Cara Penyusunan
Propemperda di Lingkungan DPRD
Pasal 21
(1) Penyusunan Propemperda
dilingkungan DPRD dikoordinasikan oleh Bapemperda.
(2) Ketentuan mengenai penyusunan Propemperda di lingkungan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan DPRD.
Paragraf 4 Tata Cara Penyusunan
Propemperda
Pasal 22
(1) Penyusunan Propemperda dilaksanakan oleh DPRD dan Bupati.
(2) Penyusunan Propemperda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat daftar Rancangan Perda yang didasarkan atas:
33
a. perintah peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi; b. rencana
pembangunan
Daerah; c. penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
d. aspirasi masyarakat Daerah.
(3) Penyusunan Propemperda memuat daftar urutan
yang ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala
prioritas pembentukan Rancangan Perda.
(4) Penyusunan dan
penetapan Propemperda
dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Perda tentang
APBD.
34
(5) Penetapan skala prioritas pembentukan Rancangan
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
Bapemperda dan Bagian Hukum berdasarkan
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan
huruf d.
Pasal 23
(1) Hasil penyusunan Propemperda antara DPRD dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
disepakati menjadi Propemperda dan ditetapkan dalam rapat
paripurna DPRD. (2) Propemperda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
(3) Dalam Propemperda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas:
35
a. akibat putusan Mahkamah Agung;
b. APBD; c. penataan kecamatan;
dan
d. penataan desa. (4) Dalam keadaan tertentu,
DPRD atau Bupati dapat mengajukan Rancangan Perda di luar Propemperda
karena alasan: a. mengatasi keadaan luar
biasa, keadaaan konflik,
atau bencana alam; b. menindaklanjuti kerja
sama dengan pihak lain; c. mengatasi keadaan
tertentu lainnya yang
memastikan adanya urgensi atas suatu
Rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh Bapemperda dan
Bagian Hukum; d. akibat Pembatalan oleh
Gubernur; dan
e. perintah dari ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi setelah Propemperda
ditetapkan.
36
Pasal 24
Penyebarluasan Propemperda dilakukan bersama oleh Bupati dan DPRD yang
dikoordinasikan oleh Bapemperda.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penyusunan Propemperda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 diatur dengan Perda
tersendiri.
Bagian Kedua
Penyusunan
Paragraf 1 Umum
Pasal 26
(1) Penyusunan Rancangan
Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf a dilakukan berdasarkan Propemperda.
37
(2) Penyusunan Rancangan Perda dapat berasal dari
DPRD atau Bupati.
Paragraf 2
Penyusunan Penjelasan atau Keterangan dan/atau
Naskah Akademik
Pasal 27
(1) Pemrakarsa dalam mempersiapkan Rancangan Perda disertai
dengan penjelasan atau keterangan dan/atau
Naskah Akademik.
(2) Penyusunan penjelasan
atau keterangan dan/atau Naskah Akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Rancangan Perda yang
berasal dari pimpinan Perangkat Daerah mengikutsertakan Bagian
Hukum.
38
(3) Penyusunan penjelasan atau keterangan dan/atau
Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
Rancangan Perda yang berasal dari anggota
DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Bapemperda, dikoordinasikan oleh
Bapemperda.
(4) Pemrakarsa dalam melakukan penyusunan
Naskah Akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari
kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan pihak ketiga yang mempunyai keahlian
sesuai materi yang akan diatur dalam Rancangan Perda.
39
(5) Penjelasan atau keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pokok pikiran dan materi
muatan yang akan diatur.
(6) Penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman dalam
penyusunan Rancangan Perda.
(7) Pemrakarsa dalam
melakukan penyusunan
Naskah Akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) memperhatikan asas umum pengelolaan
keuangan daerah.
Pasal 28
(1) Bagian Hukum melakukan
penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Perda yang diterima dari
Perangkat Daerah.
40
(2) Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap sistematika dan materi muatan Naskah Akademik
Rancangan Perda.
(3) Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rapat
penyelarasan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan.
(4) Bagian Hukum melalui
Sekretaris Daerah menyampaikan kembali Naskah Akademik
Rancangan Perda yang telah dilakukan
penyelarasan kepada Perangkat Daerah disertai dengan penjelasan hasil
penyelarasan.
41
Paragraf 3 Penyusunan Rancangan Perda
di Lingkungan Pemerintah Daerah
Pasal 29
(1) Bupati memerintahkan
Perangkat Daerah pemrakarsa untuk menyusun Rancangan
Perda berdasarkan Propemperda.
(2) Dalam menyusun
Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bupati membentuk tim penyusun Rancangan Perda.
(3) Keanggotaan tim penyusun sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri atas: a. Bupati; b. Sekretaris Daerah;
c. Perangkat Daerah pemrakarsa;
d. Bagian Hukum;
e. Perangkat Daerah terkait; dan
f. Perancang Peraturan Perundang-Undangan.
42
(4) Bupati dapat mengikut sertakan instansi vertikal
yang terkait dan/atau akademisi dalam keanggotaan tim penyusun
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Tim penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh
seorang ketua yang ditunjuk oleh Perangkat Daerah pemrakarsa.
(6) Dalam hal ketua tim adalah pejabat lain yang
ditunjuk, pimpinan Perangkat Daerah pemrakarsa tetap
bertanggungjawab terhadap materi muatan
Rancangan Perda yang disusun.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembentukan, susunan keanggotaan, dan tugas tim penyusun
Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
43
Pasal 30
Dalam penyusunan Rancangan Perda, tim penyusun dapat mengundang peneliti dan/atau
tenaga ahli dari lingkungan perguruan tinggi atau
organisasi kemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 31
Ketua tim penyusun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (5) melaporkan kepada Sekretaris Daerah mengenai perkembangan
dan/atau permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan
Rancangan Perda untuk mendapatkan arahan atau keputusan.
Pasal 32
Rancangan Perda yang telah
disusun diberi paraf koordinasi oleh ketua tim penyusun dan Perangkat Daerah pemrakarsa.
44
Pasal 33
Ketua tim penyusun menyampaikan hasil Rancangan Perda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 kepada Bupati melalui
Sekretaris Daerah untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi.
Pasal 34
(1) Sekretaris Daerah menugaskan Kepala Bagian Hukum untuk
mengoordinasikan pengharmonisasian,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Perda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
45
(2) Dalam mengoordinasikan pengharmonisasian,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kepala Bagian Hukum dapat
mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum.
Pasal 35
(1) Sekretaris Daerah
menyampaikan hasil
pengharmonisasian, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 kepada
pemrakarsa dan pimpinan Perangkat Daerah terkait untuk mendapatkan paraf
persetujuan pada setiap halaman Rancangan
Perda.
46
(2) Sekretaris Daerah menyampaikan Rancangan
Perda yang telah dibubuhi paraf persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Bupati.
(3) Setiap Rancangan Perda
yang merupakan konsep
akhir yang akan disampaikan kepada DPRD harus dipaparkan ketua
tim kepada Bupati.
Paragraf 4
Penyusunan Rancangan Perda
di Lingkungan DPRD
Pasal 36
Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh
anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Bapemperda berdasarkan
Propemperda.
47
Pasal 37
(1) Rancangan Perda yang telah diajukan oleh anggota DPRD, komisi,
gabungan komisi, atau Bapemperda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan
DPRD disertai penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik.
(2) Penjelasan atau
keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. pokok pikiran dan materi muatan yang
diatur; b. daftar nama; dan c. tanda tangan
pengusul.
(3) Naskah Akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) yang telah
melalui pengkajian dan penyelarasan, memuat: a. latar belakang dan
tujuan penyusunan;
48
b. sasaran yang ingin diwujudkan;
c. pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d. jangkauan dan arah pengaturan.
(4) Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan nomor pokok oleh Sekretariat DPRD.
Pasal 38
Dalam hal Rancangan Perda mengatur mengenai:
a. APBD; b. pencabutan Perda; atau
c. perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi,
penyampaian Rancangan Perda tersebut disertai dengan penjelasan atau keterangan
yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
49
Pasal 39
(1) Pimpinan DPRD
menyampaikan
Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) kepada Bapemperda untuk dilakukan
pengkajian.
(2) Pengkajian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka
pengharmonisasian, pembulatan,dan pemantapan konsepsi
Rancangan Perda.
Pasal 40
Bapemperda menyampaikan hasil pengkajian Rancangan Perda kepada Pimpinan DPRD.
50
Pasal 41
(1) Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian Bapemperda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dalam
rapat paripurna DPRD.
(2) Pimpinan DPRD
menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada anggota DPRD paling lama
7 (tujuh) Hari sebelum rapat paripurna DPRD.
(3) Dalam rapat paripurna
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. pengusul memberikan penjelasan;
b. fraksi dan anggota
DPRD lainnya memberikan pandangan; dan
c. pengusul memberikan jawaban atas
pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya.
51
(4) Rapat paripurna DPRD memutuskan usul
Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berupa:
a. persetujuan; b. persetujuan dengan
pengubahan; atau c. penolakan.
(5) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b, Pimpinan DPRD
menugaskan komisi, gabungan komisi, Bapemperda, atau panitia
khusus untuk menyempurnakan
Rancangan Perda tersebut.
(6) Penyempurnaan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) disampaikan kembali kepada Pimpinan
DPRD.
52
Pasal 42
Rancangan Perda yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh Pimpinan
DPRD kepada Bupati untuk dilakukan pembahasan.
Pasal 43
Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Bupati
menyampaikan Rancangan Perda mengenai materi yang
sama, yang dibahas adalah Rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD dan
Rancangan Perda yang disampaikan oleh Bupati
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
53
Bagian Ketiga Pembahasan
Paragraf 1 Persiapan
Pasal 44
Pembahasan Rancangan Perda
yang berasal dari Bupati disampaikan dengan surat pengantar Bupati kepada
Pimpinan DPRD.
Pasal 45
(1) Surat pengantar Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, paling
sedikit memuat: a. latar belakang dan
tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin
diwujudkan; dan
c. materi pokok yang diatur,
yang menggambarkan
keseluruhan substansi Rancangan Perda.
54
(2) Dalam hal Rancangan Perda yang berasal dari
Bupati disusun berdasarkan Naskah Akademik, Naskah
Akademik disertakan dalam penyampaian
Rancangan Perda.
Pasal 46 Dalam rangka pembahasan
Rancangan Perda di DPRD, Perangkat Daerah pemrakarsa
memperbanyak Rancangan Perda sesuai jumlah yang diperlukan.
Pasal 47
(1) Bupati membentuk tim
dalam pembahasan Rancangan Perda di DPRD.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diketuai oleh Sekretaris Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati.
55
(3) Ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
melaporkan perkembangan dan/atau permasalahan dalam
pembahasan Rancangan Perda di DPRD kepada
Bupati untuk mendapatkan arahan dan keputusan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan keanggotaan, dan
tugas tim pembahasan Rancangan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 48 Pembahasan Rancangan Perda
yang berasal dari DPRD disampaikan dengan surat pengantar Pimpinan DPRD
kepada Bupati.
56
Pasal 49
(1) Surat pengantar Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
48 paling sedikit memuat: a. latar belakang dan
tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin
diwujudkan; dan
c. materi pokok yang diatur,
yang menggambarkan
keseluruhan substansi Rancangan Perda.
(2) Dalam hal Rancangan Perda yang berasal dari DPRD disusun
berdasarkan Naskah Akademik, Naskah
Akademik disertakan dalam penyampaian Rancangan Perda.
Pasal 50
Dalam rangka pembahasan Rancangan Perda yang berasal
dari DPRD di DPRD, Sekretariat DPRD memperbanyak Rancangan
Perda sesuai jumlah yang diperlukan.
57
Pasal 51
(1) Rancangan Perda yang berasal dari DPRD atau Bupati dibahas oleh DPRD
dan Bupati untuk mendapatkan persetujuan
bersama. (2) Pembahasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat
I dan pembicaraan tingkat II.
Paragraf 2
Pembicaraan Tingkat I
Pasal 52
Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (2) meliputi: a. dalam hal Rancangan
Perda berasal dari Bupati
dilakukan dengan: 1. penjelasan Bupati
dalam rapat paripurna DPRD mengenai Rancangan Perda;
58
2. pemandangan umum fraksi terhadap
Rancangan Perda; dan 3. tanggapan dan/atau
jawaban Bupati
terhadap pemandangan umum
fraksi.
b. dalam hal Rancangan
Perda berasal dari DPRD dilakukan dengan: 1. penjelasan pimpinan
komisi, pimpinan gabungan komisi,
pimpinan Bapemperda, atau pimpinan panitia
khusus dalam rapat paripurna DPRD
mengenai Rancangan Perda;
2. pendapat Bupati
terhadap Rancangan Perda;
3. tanggapan dan/atau
jawaban fraksi terhadap pendapat
Bupati; dan
59
c. pembahasan dalam rapat komisi,
gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama
dengan Bupati atau pejabat yang ditunjuk
untuk mewakilinya.
Paragraf 3 Pembicaraan Tingkat II
Pasal 53
Pembicaraan tingkat II
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) meliputi: a. pengambilan keputusan
dalam rapat paripurna DPRD yang didahului
dengan: 1. penyampaian laporan
pimpinan komisi,
pimpinan gabungan komisi, atau pimpinan panitia khusus yang
berisi pendapat fraksi dan hasil
pembahasan; dan
60
2. permintaan persetujuan dari
anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna DPRD.
b. pendapat akhir Bupati.
Pasal 54
Rancangan Perda yang telah mendapatkan persetujuan dalam rapat paripurna DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, disampaikan
Pimpinan DPRD kepada Bupati paling lama 7 (tujuh) Hari sejak disetujui untuk ditetapkan.
Paragraf 4 Pengambilan Keputusan
Pasal 55
(1) Dalam hal persetujuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 huruf a angka 2 tidak dapat
dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
61
(2) Dalam hal Rancangan Perda tidak mendapat
persetujuan bersama antara DPRD dan Bupati, Rancangan Perda tersebut
tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD
masa sidang itu.
Pasal 56
(1) Rancangan Perda dapat
ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh
DPRD dan Bupati. (2) Penarikan kembali
Rancangan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Bupati,
disampaikan dengan surat Bupati disertai alasan penarikan.
(3) Penarikan kembali Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan
Keputusan Pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan.
62
Pasal 57
(1) Rancangan Perda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali
berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan
Bupati. (2) Penarikan kembali
Rancangan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam rapat
paripurna DPRD yang dihadiri oleh Bupati.
(3) Rancangan Perda yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada
masa sidang yang sama.
Bagian Keempat
Evaluasi Rancangan Perda
Pasal 58
(1) Bupati menyampaikan
Rancangan Perda kepada Gubernur paling lama 3
(tiga) Hari sebelum ditetapkan oleh Bupati yang mengatur tentang:
63
a. rencana pembangunan jangka
panjang daerah; b. rencana
pembangunan jangka
menengah daerah; c. APBD, perubahan
APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
d. pajak daerah; e. retribusi daerah; f. tata ruang daerah;
g. rencana pembangunan
industri; dan h. pembentukan,
penghapusan,
penggabungan, dan/atau perubahan
status desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi
desa. (2) Bupati menyampaikan
Rancangan Perbup
tentang penjabaran APBD kepada Gubernur paling
lama 3 (tiga) Hari sebelum ditetapkan oleh Bupati.
64
Pasal 59
Dalam hal Gubernur menyatakan hasil Evaluasi Rancangan Perda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau
Bertentangan Dengan Kepentingan Umum, dan/atau kesusilaan, Bupati bersama
DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7
(tujuh) Hari terhitung sejak hasil Evaluasi diterima.
Bagian Kelima
Noreg Pasal 60
(1) Bupati menyampaikan Rancangan Perda kepada Gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat paling lama 3 (tiga) Hari
terhitung sejak menerima Rancangan Perda dari Pimpinan DPRD untuk
mendapatkan Noreg Perda.
65
(2) Bupati mengajukan
permohonan Noreg kepada Gubernur setelah Bupati bersama DPRD
melakukan penyempurnaan terhadap
Rancangan Perda yang dilakukan Evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59.
Pasal 61
(1) Rancangan Perda yang telah mendapat Noreg dari Gubernur
ditetapkan oleh Bupati dengan membubuhkan
tanda tangan paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak Rancangan Perda
disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati.
66
(2) Rancangan Perda yang telah mendapat Noreg
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Rancangan Perda yang
dilakukan Evaluasi ditetapkan oleh Bupati
dengan membubuhkan tanda tangan dihitung sejak proses Keputusan
Gubernur untuk Evaluasi dilaksanakan.
(3) Dalam hal Bupati tidak menandatangani
Rancangan Perda yang telah mendapat Noreg sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Rancangan Perda tersebut sah
menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
(4) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan
sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi,
“Perda ini dinyatakan sah”.
67
(5) Pengesahan yang berbunyi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda
sebelum Pengundangan naskah Perda ke dalam
lembaran daerah.
Pasal 62 Rancangan Perda yang belum
mendapatkan Noreg belum dapat ditetapkan Bupati dan
belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah.
Bagian Keenam
Penetapan, Penomoran, Pengundangan, dan
Autentifikasi
Paragraf 1 Penetapan
Pasal 63
Rancangan Perda yang telah
diberikan Noreg ditetapkan Bupati untuk dilakukan penetapan dan Pengundangan.
68
Pasal 64
(1) Penandatanganan Rancangan Perda yang telah diberikan Noreg
dilakukan oleh Bupati. (2) Dalam hal Bupati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau
berhalangan tetap penandatanganan Rancangan Perda
dilakukan oleh Pelaksana Tugas, Pelaksana Harian
atau Penjabat Bupati.
Pasal 65
(1) Penandatanganan Perda dibuat dalam rangkap 4 (empat).
(2) Pendokumentasian naskah asli Perda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) oleh: a. DPRD;
b. Sekretaris Daerah; c. Bagian Hukum
berupa minute;dan
d. Perangkat Daerah pemrakarsa.
69
Paragraf 2 Penomoran
Pasal 66
(1) Penomoran Produk
Hukum Daerah berupa Perda dilakukan oleh
Kepala Bagian Hukum. (2) Penomoran Perda
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menggunakan nomor bulat.
Paragraf 3
Pengundangan
Pasal 67
(1) Perda yang telah ditetapkan, diundangkan
dalam lembaran daerah. (2) Lembaran daerah
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan secara resmi oleh Bupati.
(3) Pengundangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
pemberitahuan secara formal suatu Perda, sehingga mempunyai daya
ikat pada masyarakat.
70
Pasal 68
(1) Tambahan lembaran daerah memuat penjelasan Perda.
(2) Tambahan lembaran
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan nomor
tambahan lembaran daerah.
(3) Tambahan lembaran
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan bersamaan dengan Pengundangan Perda.
(4) Nomor tambahan lembaran daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kelengkapan dan
penjelasan dari lembaran daerah.
71
Pasal 69
(1) Perda mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam
Perda yang bersangkutan. (2) Perda yang telah
diundangkan disampaikan
kepada Gubernur.
Pasal 70
(1) Sekretaris Daerah mengundangkan Perda.
(2) Dalam hal Sekretaris
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhalangan sementara atau berhalangan tetap Pengundangan Perda
dilakukan oleh Pelaksana Tugas atau Pelaksana Harian Sekretaris Daerah.
Pasal 71
Perda dimuat dalam jaringan dokumentasi dan informasi
hukum.
72
Paragraf 4 Autentifikasi
Pasal 72
(1) Perda yang telah
ditandatangani dan diberi penomoran selanjutnya
dilakukan Autentifikasi. (2) Autentifikasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Bagian Hukum.
Pasal 73
Penggandaan dan pendistribusian Perda di
lingkungan Pemerintah Daerah dilakukan oleh Bagian Hukum
dengan Perangkat Daerah pemrakarsa.
Bagian Ketujuh Pembatalan
Pasal 74
Bupati menyampaikan Perda
kepada Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
73
Pasal 75
(1) Dalam hal Gubernur atau menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri
membatalkan keseluruhan materi muatan Perda, Bupati
harus menghentikan pelaksanaan Perda yang dibatalkan dengan
mengeluarkan surat kepada Perangkat Daerah
dan selanjutnya DPRD bersama Bupati mencabut Perda
dimaksud paling lama 7 (tujuh) Hari setelah
keputusan pembatalan diterima.
(2) Dalam hal Gubernur atau
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dalam negeri membatalkan sebagian
materi muatan Perda, Bupati harus menghentikan
pelaksanaan Perda yang dibatalkan dengan
74
mengeluarkan surat kepada Perangkat Daerah
dan selanjutnya DPRD bersama Bupati merubah mengubah Perda
dimaksud paling lama 7 (tujuh) Hari setelah
keputusan pembatalan diterima.
Pasal 76
Dalam hal Bupati dan/atau DPRD tidak dapat menerima
keputusan Pembatalan Perda, Bupati dan/atau DPRD dapat mengajukan keberatan beserta
alasannya kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah
paling lama 14 (empat belas) hari sejak keputusan Pembatalan Perda diterima.
75
Pasal 77
(1) Dalam hal alasan keberatan tidak dikabulkan seluruhnya
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri, maka DPRD bersama Bupati mencabut
Perda dimaksud.
(2) Dalam hal alasan
keberatan dikabulkan seluruhnya oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, maka Perda
tetap berlaku.
(3) Dalam hal alasan
keberatan dikabulkan sebagian oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri, maka materi muatan Perda yang tidak
dibatalkan tetap berlaku.
76
Bagian Kedelapan Penyebarluasan Perda
Pasal 78
(1) Penyebarluasan Perda
dilakukan oleh Bupati dan DPRD sejak :
a. penyusunan Propemperda;
b. penyusunan
Rancangan Perda disertai dengan penjelasan atau
keterangan dan/atau Naskah Akademik;
dan c. pembahasan
Rancangan Perda.
(2) Penyebarluasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk dapat memberikan
informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para
pemangku kepentingan.
77
Pasal 79
(1) Penyebarluasan
Rancangan Perda disertai
dengan penjelasan atau
keterangan dan/atau
Naskah Akademik
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 ayat (1)
huruf b yang berasal dari
DPRD dilaksanakan oleh
anggota DPRD, komisi,
atau gabungan komisi
pemrakarsa atau
Bapemperda.
(2) Penyebarluasan
Rancangan Perda disertai
dengan penjelasan atau
keterangan dan/atau
Naskah Akademik
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 ayat (1)
huruf b yang berasal dari
Bupati dilaksanakan oleh
Sekretaris Daerah bersama
dengan Perangkat Daerah
pemrakarsa.
78
Pasal 80
Penyebarluasan Perda yang telah diundangkan dilakukan bersama oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD.
Pasal 81
Naskah Perda yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah
yang telah diautentifikasi dan diundangkan dalam lembaran
daerah dan tambahan lembaran daerah.
Pasal 82
Bupati menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam
lembaran daerah
79
BAB V PERATURAN BUPATI DAN
PBKDH
Bagian Kesatu Perencanaan
Pasal 83
(1) Perencanaan penyusunan Peraturan Bupati dan PBKDH merupakan
kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan Pemerintah
Daerah. (2) Perencanaan penyusunan
Peraturan Bupati dan PBKDH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun berdasarkan perintah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan.
(3) Perencanaan penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan keputusan pimpinan Perangkat
Daerah atau instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun.
80
(4) Perencanaan penyusunan Peraturan Bupati dan
PBKDH yang telah ditetapkan dengan keputusan pimpinan
Perangkat Daerah atau instansi masing-masing
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan penambahan
atau pengurangan.
Bagian Kedua
Penyusunan
Pasal 84
(1) Untuk melaksanakan
Perda atau atas kuasa
peraturan perundang-undangan, Bupati
menetapkan Peraturan Bupati dan/atau PBKDH.
(2) Pimpinan Perangkat
Daerah pemrakarsa menyusun Rancangan Peraturan Bupati
dan/atau Rancangan PBKDH.
(3) Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah disusun
disampaikan kepada Bagian Hukum.
81
Bagian Ketiga Pembahasan
Pasal 85
(1) Pembahasan Rancangan
Peraturan Bupati dan/atau Rancangan
PBKDH dilakukan oleh Bupati bersama dengan Perangkat Daerah
pemrakarsa.
(2) Bupati membentuk tim
pembahasan Rancangan Peraturan Bupati
dan/atau Rancangan PBKDH.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
terdiri atas: a. Ketua : pimpinan
Perangkat
Daerah pemrakarsa atau pejabat
yang ditunjuk oleh
pimpinan Perangkat Daerah
pemrakarsa.
82
b. sekretaris : Kepala Bagian
Hukum; dan c. anggota : sesuai
kebutuhan.
(4) Dalam hal ketua tim
merupakan pejabat lain yang ditunjuk, pimpinan Perangkat Daerah
pemrakarsa tetap bertanggungjawab terhadap materi muatan
Rancangan Peraturan Bupati dan/atau
Rancangan PBKDH.
(5) Ketua tim sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melaporkan
perkembangan Rancangan Peraturan Bupati dan/atau
Rancangan PBKDH kepada Sekretaris Daerah.
83
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan,
susunan keanggotaan, dan tugas tim pembahasan Rancangan
Perbup dan/atau Rancangan PBKD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
Pasal 86
(1) Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (3) memberikan paraf
koordinasi pada tiap halaman Rancangan
Peraturan Bupati dan/atau Rancangan PBKDH yang telah selesai
dibahas. (2) Ketua tim mengajukan
Rancangan Peraturan
Bupati dan/atau Rancangan PBKDH yang
telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
84
Pasal 87
(1) Sekretaris Daerah dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan
terhadap Rancangan Peraturan Bupati dan/atau
Rancangan PBKDH yang telah diparaf koordinasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86 ayat (1).
(2) Perubahan dan/atau
penyempurnaan Rancangan Peraturan Bupati dan/atau
Rancangan PBKDH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan
kepada pimpinan Perangkat Daerah pemrakarsa.
(3) Hasil penyempurnaan
Rancangan Peraturan Bupati
dan/atau Rancangan PBKDH sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan pimpinan Perangkat Daerah
pemrakarsa kepada Sekretaris Daerah setelah dilakukan paraf koordinasi
setiap halaman oleh tim.
85
(4) Sekretaris Daerah memberikan paraf
koordinasi pada tiap halaman Rancangan Peraturan Bupati
dan/atau Rancangan PBKDH yang telah
disempurnakan.
(5) Sekretaris Daerah
menyampaikan Rancangan Peraturan Bupati dan/atau
Rancangan PBKDH sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) kepada Bupati untuk ditetapkan.
86
Bagian Keempat Penetapan, Penomoran,
Pengundangan, dan Autentifikasi
Paragraf 1
Penetapan
Pasal 88
(1) Rancangan Peraturan
Bupati dan Rancangan
PBKDH yang telah dilakukan pembahasan disampaikan kepada
Bupati untuk dilakukan penetapan dan
Pengundangan.
(2) Penandatanganan
Rancangan Peraturan Bupati dan/atau
Rancangan PBKDH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Bupati.
87
(3) Dalam hal Bupati sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berhalangan sementara atau berhalangan tetap
penandatanganan Rancangan Peraturan
Bupati dan Rancangan PBKDH dilakukan oleh Pelaksana Tugas,
Pelaksana Harian atau Penjabat Bupati.
Pasal 89
(1) Penandatanganan
Peraturan Bupati dibuat
dalam rangkap 3 (tiga).
(2) Pendokumentasian naskah asli Peraturan Bupati sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) oleh: a. Sekretaris Daerah;
b. Bagian Hukum berupa minute;dan
c. Perangkat Daerah pemrakarsa.
88
Pasal 90
(1) Penandatanganan PBKDH dibuat dalam rangkap 4 (empat).
(2) Dalam hal
penandatanganan PBKDH melibatkan lebih dari 2 (dua) daerah, PBKDH
dibuat dalam rangkap sesuai kebutuhan.
(3) Pendokumentasian
naskah asli PBKDH sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau ayat (2) oleh: a. Sekretaris Daerah
masing-masing daerah;
b. Bagian Hukum berupa minute; dan
c. Perangkat Daerah
masing-masing pemrakarsa.
89
Paragraf 2 Penomoran
Pasal 91
(1) Penomoran Peraturan
Bupati dan PBKDH dilakukan oleh Kepala
Bagian Hukum. (2) Penomoran Peraturan
Bupati dan PBKDH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan nomor
bulat.
Paragraf 3
Pengundangan
Pasal 92
(1) Peraturan Bupati dan PBKDH yang telah ditetapkan diundangkan
dalam berita daerah.
90
(2) Peraturan Bupati dan PBKDH sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
mengikat pada tanggal diundangkan kecuali
ditentukan lain di dalam Peraturan Bupati dan PBKDH yang
bersangkutan.
(3) Peraturan Bupati dan
PBKDH yang telah diundangkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Gubernur.
Pasal 93
(1) Sekretaris Daerah
mengundangkan Peraturan Bupati dan PBKDH.
91
(2) Dalam hal Sekretaris Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau berhalangan tetap
Pengundangan Peraturan Bupati dan PBKDH
dilakukan oleh Pelaksana Tugas atau Pelaksana Harian Sekretaris Daerah.
Pasal 94
Peraturan Bupati dan PBKDH dimuat dalam jaringan
dokumentasi dan informasi hukum.
Paragraf 4 Autentifikasi
Pasal 95
(1) Peraturan Bupati dan
PBKDH yang telah ditandatangani dan diberi penomoran selanjutnya
dilakukan Autentifikasi. (2) Autentifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Bagian
Hukum.
92
Pasal 96
Penggandaan dan pendistribusian Peraturan Bupati dan PBKDH dilakukan
oleh Bagian Hukum.
Bagian Kelima
Pembatalan
Pasal 97
Bupati menyampaikan Peraturan Bupati dan PBKDH
kepada Gubernur paling lama 7 (tujuh) Hari setelah ditetapkan.
Pasal 98
(1) Dalam hal Gubernur atau
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
negeri membatalkan keseluruhan materi
muatan Peraturan Bupati dan PBKDH, Bupati harus menghentikan
pelaksanaan Peraturan Bupati dan PBKDH yang
93
dibatalkan dengan mengeluarkan surat
kepada Perangkat Daerah dan selanjutnya Bupati mencabut Peraturan
Bupati dan PBKDH dimaksud paling lama 7
(tujuh) Hari setelah keputusan Pembatalan diterima.
(2) Dalam hal Gubernur atau
menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
negeri membatalkan sebagian materi muatan Peraturan Bupati dan
PBKDH, Bupati harus menghentikan
pelaksanaan Perda yang dibatalkan dengan mengeluarkan surat
kepada Perangkat Daerah dan selanjutnya Bupati mengubah Peraturan
Bupati dan PBKDH dimaksud paling lama 7
(tujuh) Hari setelah keputusan Pembatalan diterima.
94
Pasal 99
Dalam hal Bupati tidak dapat menerima keputusan Pembatalan Peraturan Bupati
dan PBKDH, Bupati dapat mengajukan keberatan beserta
alasannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah paling lama 14 (empat belas)
Hari sejak keputusan Pembatalan Peraturan Bupati
dan PBKDH diterima.
Pasal 100
(1) Dalam hal alasan keberatan tidak dikabulkan seluruhnya
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
negeri, Bupati mencabut Peraturan Bupati dan
PBKDH dimaksud.
95
(2) Dalam hal alasan keberatan dikabulkan
seluruhnya oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dalam negeri, Peraturan Bupati dan PBKDH tetap
berlaku.
(3) Dalam hal alasan
keberatan dikabulkan sebagian oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri, materi
muatan Peraturan Bupati dan PBKDH yang tidak dibatalkan tetap berlaku.
Bagian Keenam Penyebarluasan Peraturan
Bupati
Pasal 101
(1) Penyebarluasan Peraturan
Bupati dan PBKDH yang telah diundangkan dan
diautentifikasi dilakukan oleh Sekretaris Daerah bersama dengan
Perangkat Daerah pemrakarsa.
96
(2) Naskah Peraturan Bupati dan PBKDH yang
disebarluaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
merupakan salinan naskah yang telah
diautentifikasi dan diundangkan dalam berita daerah.
BAB VI
PERATURAN DPRD
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 102
(1) Perencanaan penyusunan Peraturan DPRD
merupakan kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan DPRD.
(2) Perencanaan penyusunan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun berdasarkan perintah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan
kewenangan.
97
(3) Perencanaan penyusunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.
(4) Perencanaan penyusunan Peraturan DPRD yang telah ditetapkan dengan
Keputusan Pimpinan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat dilakukan penambahan atau
pengurangan.
Bagian Kedua Penyusunan
Paragraf 1
Pasal 103 Penyusunan Rancangan
Peraturan DPRD
(1) Pimpinan DPRD
menyusun Rancangan Peraturan DPRD.
98
(2) Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi,
gabungan komisi, atau Bapemperda.
(3) Pemrakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembahasan
Rancangan Peraturan DPRD dengan Bapemperda untuk
dilakukan pengharmonisasian,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan
DPRD.
Pasal 104
(1) Pimpinan DPRD membentuk tim penyusunan Rancangan
Peraturan DPRD. (2) Tim sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan kebutuhan.
99
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan,
susunan keanggotaan, dan tugas tim penyusunan Rancangan
Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD.
Pasal 105
(1) Tim penyusunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) memberikan paraf
koordinasi pada tiap halaman Rancangan
Peraturan DPRD yang telah disusun.
(2) Ketua Tim mengajukan
Rancangan Peraturan DPRD yang telah mendapat paraf
koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Pimpinan DPRD.
100
Paragraf 2 Penyusunan Peraturan DPRD
tentang Tata Tertib
Pasal 106
(1) Peraturan DPRD tentang tata tertib ditetapkan oleh
DPRD dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan. (2) Peraturan DPRD tentang
tata tertib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan
internal DPRD. (3) Peraturan DPRD tentang
tata tertib paling sedikit
memuat ketentuan tentang:
a. pengucapan sumpah/janji anggota DPRD;
b. penetapan Pimpinan DPRD;
c. pemberhentian dan
penggantian Pimpinan DPRD;
d. jenis dan penyelenggaraan rapat;
101
e. pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang
lembaga,serta hak dan kewajiban anggota DPRD;
f. pembentukan, susunan, serta tugas
dan wewenang alat kelengkapan DPRD;
g. penggantian
antarwaktu anggota DPRD;
h. pembuatan
pengambilan keputusan;
i. pelaksanaan konsultasi antara DPRD dan
Pemerintah Daerah; j. penerimaan
pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat;
k. pengaturan protokoler DPRD; dan
l. pelaksanaan tugas
kelompok pakar/ahli.
102
Paragraf 3 Penyusunan Peraturan DPRD
tentang Kode Etik
Pasal 107
Peraturan DPRD tentang kode etik disusun oleh DPRD yang
berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota DPRD selama menjalankan
tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD.
Pasal 108 Materi muatan Peraturan
DPRD tentang kode etik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 107 paling sedikit memuat: a. pengertian kode etik;
b. tujuan kode etik; c. pengaturan mengenai:
1. sikap dan perilaku
anggota DPRD; 2. tata kerja anggota
DPRD; 3. tata hubungan antar
penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
103
4. tata hubungan antar anggota DPRD;
5. tata hubungan antara anggota DPRD dengan pihak lain;
6. penyampaian pendapat, tanggapan,
jawaban, dan sanggahan;
7. kewajiban anggota
DPRD; 8. larangan bagi anggota
DPRD;
9. hal yang tidak patut dilakukan oleh
anggota DPRD; 10. sanksi dan
mekanisme
penjatuhan sanksi; dan
11. rehabilitasi.
104
Paragraf 4 Penyusunan Peraturan DPRD
tentang Tata Beracara Badan Kehormatan
Pasal 109
Setiap orang, kelompok, atau
organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada badan kehormatan DPRD dalam hal
memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPRD yang tidak melaksanakan
salah satu kewajiban atau lebih dan/atau melanggar
ketentuan larangan dan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 110 Ketentuan mengenai tata cara
pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan Peraturan DPRD
tentang tata beracara badan kehormatan.
105
Pasal 111
Materi muatan Peraturan DPRD tentang tata beracara di badan kehormatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 paling sedikit
memuat: a. ketentuan umum; b. materi dan tata cara
pengaduan; c. penjadwalan rapat dan
sidang;
d. verifikasi, meliputi: 1. sidang verifikasi;
2. pembuktian; 3. verifikasi terhadap
pimpinan dan/atau
anggota badan kehormatan;
4. alat bukti; dan 5. pembelaan;
e. keputusan;
f. pelaksanaan keputusan; dan
g. ketentuan penutup.
106
Bagian Ketiga Pembahasan
Paragraf 1 Persiapan Pasal 112
(1) Rancangan Peraturan
DPRD disusun dan dipersiapkan oleh Bapemperda.
(2) Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibahas oleh panitia khusus.
(3) Pembahasan Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat
pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.
Paragraf 2
Pembicaraan Tingkat I
Pasal 113
Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 112 ayat (3) meliputi:
107
a. penjelasan mengenai Rancangan Peraturan
DPRD oleh Pimpinan DPRD dalam rapat paripurna DPRD;
b. pembentukan dan penetapan pimpinan dan
keanggotaan panitia khusus dalam rapat paripurna DPRD; dan
c. pembahasan materi Rancangan Peraturan DPRD oleh panitia
khusus.
Paragraf 3
Pembicaraan Tingkat II
Pasal 114
(1) Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (3)
berupa pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPRD, yang
meliputi:
108
a. penyampaian laporan pimpinan panitia
khusus yang berisi proses pembahasan, pendapat fraksi dan
hasil pembicaraan pembahasan materi
Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 113 huruf c; dan
b. permintaan
persetujuan anggota DPRD secara lisan
oleh pimpinan rapat paripurna DPRD.
(2) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk
mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
109
Bagian Keempat Penetapan, Penomoran,
Pengundangan, dan Autentifikasi
Paragraf 1
Penetapan
Pasal 115
(1) Rancangan Peraturan
DPRD yang telah
dilakukan pembahasan disampaikan kepada Pimpinan DPRD untuk
dilakukan penetapan dan Pengundangan.
(2) Penandatanganan Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pimpinan
DPRD.
Pasal 116
(1) Penandatanganan
Peraturan DPRD paling sedikit dibuat dalam
rangkap 4 (empat).
110
(2) Pendokumentasian naskah asli Peraturan
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. Sekretaris Daerah; b. Sekretaris DPRD;
c. alat kelengkapan DPRD pemrakarsa; dan
d. Bagian Hukum.
Paragraf 2 Penomoran
Pasal 117
(1) Penomoran Peraturan
DPRD dilakukan oleh Sekretaris DPRD.
(2) Penomoran Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang berupa pengaturan menggunakan nomor bulat.
111
Paragraf 3 Pengundangan
Pasal 118
(1) Peraturan DPRD yang
telah ditetapkan diundangkan dalam berita
daerah. (2) Peraturan DPRD
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada
tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain di
dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
(3) Peraturan DPRD yang telah diundangkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Gubernur.
Pasal 119
(1) Peraturan DPRD
diundangkan oleh Sekretaris Daerah.
112
(2) Dalam hal Sekretaris Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau berhalangan tetap
Pengundangan Peraturan DPRD dilakukan oleh
Pelaksana Tugas atau Pelaksana Harian Sekretaris Daerah.
Pasal 120
Peraturan DPRD dimuat dalam
jaringan dokumentasi dan informasi hukum.
Paragraf 4 Autentifikasi
Pasal 121
(1) Peraturan DPRD yang
telah ditandatangani dan diberi penomoran selanjutnya dilakukan
Autentifikasi. (2) Autentifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris DPRD.
113
Pasal 122
Penggandaan dan pendistribusian Peraturan DPRD dilakukan oleh
Sekretaris DPRD.
Bagian Kelima Pembatalan
Pasal 123
Bupati menyampaikan Peraturan DPRD kepada
Gubernur paling lama 7 (tujuh) Hari setelah ditetapkan.
Pasal 124
(1) Dalam hal Gubernur atau menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri membatalkan
keseluruhan materi muatan Peraturan DPRD, Pimpinan DPRD harus
menghentikan pelaksanaan Peraturan
DPRD yang dibatalkan dengan mengeluarkan surat kepada anggota
DPRD, komisi, atau gabungan komisi
114
pemrakarsa atau Bapemperda dan
selanjutnya Pimpinan DPRD mencabut Peraturan DPRD
dimaksud paling lama 7 (tujuh) Hari setelah
keputusan Pembatalan diterima.
(2) Dalam hal Gubernur atau
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
negeri membatalkan sebagian materi muatan
Peraturan DPRD, Pimpinan DPRD harus menghentikan
pelaksanaan Peraturan DPRD yang dibatalkan
dengan mengeluarkan surat kepada anggota DPRD, komisi, atau
gabungan komisi pemrakarsa atau Bapemperda dan
selanjutnya Pimpinan DPRD mengubah
Peraturan DPRD dimaksud paling lama 7 (tujuh) Hari setelah
keputusan Pembatalan diterima.
115
Pasal 125
Dalam hal Pimpinan DPRD tidak dapat menerima keputusan Pembatalan
Peraturan DPRD, PimpinanDPRD dapat
mengajukan keberatan beserta alasannya kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah
paling lama 14 (empat belas) Hari sejak keputusan
Pembatalan Peraturan DPRD diterima.
Pasal 126
(1) Dalam hal alasan
keberatan tidak
dikabulkan seluruhnya oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri, Pimpinan DPRD
mencabut Peraturan DPRD dimaksud.
116
(2) Dalam hal alasan keberatan dikabulkan
seluruhnya oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dalam negeri, Peraturan DPRD tetap berlaku.
(3) Dalam hal alasan keberatan dikabulkan sebagian oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, materi
muatan Peraturan DPRD yang tidak dibatalkan
tetap berlaku.
Bagian Keenam Penyebarluasan Peraturan
DPRD
Pasal 127
(1) Penyebarluasan Peraturan DPRD yang telah diundangkan dan
diautentifikasi dilakukan oleh Sekretaris DPRD
bersama dengan alat kelengkapan DPRD pemrakarsa.
117
(2) Naskah Peraturan DPRD yang disebarluaskan
harus merupakan salinan naskah yang telah diautentifikasi dan
diundangkan dalam berita daerah.
BAB VII
KEPUTUSAN BUPATI
Bagian Kesatu Penyusunan
Pasal 128
(1) Pimpinan Perangkat Daerah menyusun Rancangan Keputusan
Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf a sesuai dengan tugas dan fungsi.
(2) Rancangan Keputusan
Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Sekretaris Daerah setelah mendapat paraf
koordinasi Kepala Bagian Hukum.
118
(3) Sekretaris Daerah mengajukan Rancangan
Keputusan Bupati kepada Bupati untuk mendapat penetapan.
Bagian Kedua Pembahasan
Pasal 129
Pembahasan Rancangan Keputusan Bupati dilakukan
oleh Perangkat Daerah pemrakarsa dan dilakukan
pengharmonisasian oleh Bagian Hukum.
Bagian Ketiga Penetapan, Penomoran, dan
Autentifikasi
Paragraf 1 Penetapan
Pasal 130
(1) Rancangan Keputusan
Bupati yang telah dilakukan pembahasan
disampaikan kepada Bupati untuk dilakukan penetapan.
119
(2) Penandatanganan Rancangan Keputusan
Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati.
(3) Penandatanganan Keputusan Bupati
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat didelegasikan kepada:
a. Wakil Bupati; b. Sekretaris Daerah;
atau
c. pimpinan Perangkat Daerah.
Pasal 131
(1) Penandatanganan Keputusan Bupati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (2) dibuat dalam rangkap 3
(tiga).
(2) Pendokumentasian
naskah asli Keputusan Bupati sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) oleh: a. Sekretaris Daerah;
b. Bagian Hukum berupa minute;dan
120
c. Perangkat Daerah Pemrakarsa.
Paragraf 2 Penomoran
Pasal 132
(1) Penomoran Keputusan Bupati dilakukan oleh Kepala Bagian Hukum.
(2) Penomoran Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan nomor kode klasifikasi.
Paragraf 3
Autentifikasi
Pasal 133
(1) Keputusan Bupati yang telah ditandatangani dan diberi penomoran
selanjutnya dilakukan Autentifikasi.
(2) Autentifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Kepala Bagian Hukum.
121
Pasal 134
Penggandaan dan pendistribusian Keputusan Bupati dilakukan oleh Bagian
Hukum.
Bagian Keempat Penyebarluasan
Pasal 135
(1) Keputusan Bupati yang
telah diautentifikasi, disebarluaskan oleh
Sekretaris Daerah bersama dengan Perangkat Daerah
pemrakarsa.
(2) Naskah Keputusan Bupati yang disebarluaskan harus merupakan salinan
naskah yang telah diautentifikasi.
122
BAB VIII KEPUTUSAN DPRD
Bagian Kesatu Penyusunan
Pasal 136
(1) Keputusan DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, dibentuk untuk
menetapkan hasil rapat paripurna DPRD.
(2) Keputusan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi materi
muatan hasil dari rapat paripurna DPRD.
Pasal 137
(1) Untuk menyusun
Keputusan DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dapat dibentuk melalui panitia
khusus atau ditetapkan secara langsung dalam
rapat paripurna DPRD.
123
(2) Dalam hal Keputusan DPRD ditetapkan secara
langsung dalam rapat paripurna DPRD, Rancangan Keputusan
DPRD disusun dan dipersiapkan oleh
Sekretariat DPRD dan pengambilan keputusan dilakukan dengan:
a. penjelasan tentang Rancangan Keputusan DPRD
oleh Pimpinan DPRD; b. pendapat fraksi
terhadap Rancangan Keputusan DPRD; dan
c. persetujuan atas Rancangan
Keputusan DPRD menjadi Keputusan DPRD.
(3) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh Pimpinan DPRD dalam rapat paripurna
DPRD.
124
Bagian Kedua Pembahasan
Pasal 138 Pembahasan Rancangan
Keputusan DPRD dilakukan oleh Pimpinan DPRD dan
dipersiapkan oleh Sekretariat DPRD.
Bagian Ketiga
Penetapan, Penomoran, dan
Autentifikasi
Paragraf 1
Penetapan
Pasal 139
Rancangan Keputusan DPRD yang telah dilakukan
pembahasan disampaikan kepada Pimpinan DPRD untuk dilakukan penetapan.
Pasal 140
(1) Penandatangan Rancangan
Keputusan DPRD dilakukan oleh Pimpinan DPRD.
125
(2) Penandatangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit dibuat rangkap 3 (tiga).
(3) Pendokumentasian naskah
asli Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) oleh: a. Pimpinan DPRD; b. alat kelengkapan
DPRD pemrakarsa; dan
c. Sekretaris DPRD.
Paragraf 2 Penomoran
Pasal 141
(1) Penomoran Keputusan
DPRD dilakukan oleh Sekretaris DPRD.
(2) Penomoran Keputusan
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan nomor kode
klasifikasi.
126
Paragraf 3 Autentifikasi
Pasal 142
(1) Keputusan DPRD yang
telah ditandatangani dan diberi penomoran
selanjutnya dilakukan Autentifikasi.
(2) Autentifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris DPRD.
Pasal 143
Penggandaan dan pendistribusian Keputusan
DPRD dilakukan oleh Sekretaris DPRD.
Bagian Keempat Penyebarluasan
Pasal 144
(1) Keputusan DPRD yang
telah diautentifikasi, disebarluaskan oleh
Sekretaris DPRD bersama dengan alat kelengkapan DPRD pemrakarsa.
127
(2) Naskah Keputusan DPRD yang disebarluaskan
harus merupakan salinan naskah yang telah diautentifikasi.
BAB IX KEPUTUSAN PIMPINAN DPRD
Bagian Kesatu
Penyusunan
Pasal 145
(1) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dibentuk untuk menetapkan hasil rapat
pimpinan DPRD. (2) Keputusan Pimpinan
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi materi muatan
penetapan hasil rapat Pimpinan DPRD dalam rangka menyelenggarakan
tugas fungsi DPRD yang bersifat teknis operasional.
128
Pasal 146
(1) Rancangan Keputusan Pimpinan DPRD disusun dan dipersiapkan oleh
Sekretariat DPRD. (2) Keputusan Pimpinan
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan
DPRD dalam rapat Pimpinan DPRD.
Bagian Kedua Pembahasan
Pasal 147 Pembahasan Rancangan
Keputusan Pimpinan DPRD dilakukan oleh Pimpinan
DPRD dan dipersiapkan oleh Sekretariat DPRD.
129
Bagian Kedua Penetapan, Penomoran, dan
Autentifikasi
Paragraf 1 Penetapan
Pasal 148
Rancangan Keputusan Pimpinan DPRD yang telah dilakukan pembahasan
disampaikan kepada Pimpinan DPRD untuk dilakukan penetapan.
Pasal 149
(1) Penandatangan Keputusan
Pimpinan DPRD dilakukan
oleh Pimpinan DPRD. (2) Penandatangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dibuat rangkap 3 (tiga).
(3) Pendokumentasian naskah asli Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) oleh:
a. Pimpinan DPRD; b. alat kelengkapan
DPRD pemrakarsa;
dan
130
c. Sekretaris DPRD.
Paragraf 2 Penomoran
Pasal 150
(1) Penomoran Keputusan
Pimpinan DPRD dilakukan oleh Sekretaris DPRD.
(2) Penomoran Keputusan
Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan nomor kode klasifikasi.
Paragraf 3
Autentifikasi
Pasal 151
(1) Keputusan Pimpinan DPRD yang telah ditandatangani dan diberi
penomoran selanjutnya dilakukan Autentifikasi.
(2) Autentifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Sekretaris DPRD.
131
Pasal 152
Penggandaan dan pendistribusian Keputusan Pimpinan DPRD dilakukan
oleh Sekretaris DPRD.
Bagian Keempat Penyebarluasan
Pasal 153
(1) Keputusan Pimpinan
DPRD yang telah diautentifikasi,
disebarluaskan oleh Sekretaris DPRD bersama dengan alat kelengkapan
DPRD pemrakarsa.
(2) Naskah Keputusan Pimpinan DPRD yang disebarluaskan harus
merupakan salinan naskah yang telah diautentifikasi.
132
BAB X KEPUTUSAN BADAN KEHORMATAN DPRD
Bagian Kesatu Penyusunan
Pasal 154
(1) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d
dibentuk dalam rangka penjatuhan sanksi kepada
anggota DPRD. (2) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD.
(3) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi materi
muatan penjatuhan sanksi kepada anggota
DPRD yang terbukti melanggar Peraturan DPRD tentang tata tertib
133
dan/atau Peraturan DPRD tentang kode etik.
Pasal 155
(1) Rancangan Keputusan
Badan Kehormatan DPRD disusun dan dipersiapkan oleh badan kehormatan
DPRD. (2) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan hasil penelitian, penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi
terhadap dugaan pelanggaran yang
dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan DPRD tentang tata tertib
dan/atau Peraturan DPRD tentang kode etik.
Pasal 156
(1) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1)
134
disusun sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada anggota DPRD
yang bersangkutan, pimpinan fraksi, dan pimpinan partai politik
yang bersangkutan.
(3) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan
dalam rapat paripurna DPRD.
Bagian Kedua
Pembahasan
Pasal 157
Pembahasan Rancangan Keputusan Badan Kehormatan
DPRD dilakukan oleh badan kehormatan DPRD dan dipersiapkan oleh Sekretariat
DPRD.
135
Bagian Kedua
Penetapan, Penomoran, dan
Autentifikasi
Paragraf 1
Penetapan
Pasal 158
Rancangan Keputusan Badan Kehormatan DPRD yang telah dilakukan pembahasan
disampaikan kepada badan kehormatan DPRD untuk
dilakukan penetapan.
Pasal 159
(1) Penandatangan Keputusan Badan Kehormatan DPRD
dilakukan oleh Ketua Badan Kehormatan DPRD.
(2) Penandatangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit dibuat rangkap 3 (tiga).
(3) Pendokumentasian
naskah asli Keputusan
136
Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) oleh: a. Pimpinan DPRD; b. alat kelengkapan
DPRD pemrakarsa; dan
c. Sekretaris DPRD.
Paragraf 2
Penomoran
Pasal 160
(1) Penomoran Keputusan Badan Kehormatan DPRD
dilakukan oleh Sekretaris DPRD.
(2) Penomoran Keputusan
Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menggunakan nomor kode klasifikasi.
Paragraf 3
Autentifikasi
Pasal 161
(1) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD yang
telah ditandatangani dan
137
diberi penomoran selanjutnya dilakukan
Autentifikasi. (2) Autentifikasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris DPRD.
Pasal 162
Penggandaan dan pendistribusian Keputusan
Badan Kehormatan DPRD dilakukan oleh Sekretaris
DPRD.
Bagian Keempat Penyebarluasan
Pasal 163
(1) Keputusan Badan
Kehormatan DPRD yang telah diautentifikasi, disebarluaskan oleh
Sekretaris DPRD bersama dengan alat kelengkapan
DPRD pemrakarsa. (2) Naskah Keputusan Badan
Kehormatan DPRD yang
disebarluaskan harus merupakan salinan
138
naskah yang telah diautentifikasi.
BAB XI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 164
(1) Masyarakat berhak
memberikan masukan
secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan Produk
Hukum Daerah berbentuk peraturan.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. rapat dengar pendapat umum;
b. kunjungan kerja;
c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya,
dan/atau diskusi.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan orang perseorangan atau kelompok orang yang
dapat berperan serta aktif memberikan masukan
139
atas substansi rancangan Produk Hukum Daerah
berbentuk peraturan. (4) Untuk memudahkan
masyarakat dalam
memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap rancangan Produk
Hukum Daerah berbentuk peraturan harus dapat diakses dengan mudah
oleh masyarakat.
BAB XII
TATA NASKAH
Pasal 165
(1) Penulisan Produk Hukum Daerah diketik dengan menggunakan jenis huruf
bookman old style dengan huruf 12.
(2) Produk Hukum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak
dalam kertas yang bertanda khusus.
(3) Kertas bertanda khusus
sebagaimana dimaksud
140
pada ayat (2) dengan ketentuan :
a. menggunakan nomor
seri dan/atau huruf,
yang diletakan pada halaman belakang
samping kiri bagian bawah; dan
b. menggunakan
ukuran F4 berwarna putih.
(4) Penetapan nomor seri
dan/atau huruf sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dengan ketentuan : a. Perda, Peraturan
Bupati, PBKDH, Keputusan Bupati,
oleh Bagian Hukum; dan
b. Peraturan DPRD,
Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD dan Keputusan
Badan Kehormatan DPRD, oleh
Sekretaris DPRD.
141
Pasal 166
(1) Produk Hukum Daerah menggunakan kop
lambang Negara pada halaman pertama.
(2) Setelah kop lambang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicantumkan nama provinsi dan nama pejabat
pembentuk Produk Hukum Daerah.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 167
(1) Setiap tahapan
pembentukan Produk Hukum Daerah berbentuk
peraturan, mengikutsertakan Perancang Peraturan
Perundang-undangan.
142
(2) Selain Perancang
Peraturan Perundang-
Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tahapan pembentukan Produk Hukum Daerah berbentuk peraturan
dapat mengikutsertakan peneliti dan tenaga ahli.
Pasal 168
(1) Pemerintah Daerah dan/atau DPRD dapat
mengkonsultasikan materi muatan dan teknik penyusunan terhadap
Produk Hukum Daerah sebelum ditetapkan.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Pemerintah
Daerah dan/atau DPRD kepada pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah pusat.
143
Pasal 169
Teknik Penyusunan Produk Hukum Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 168 Ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 170
Pada saat Peraturan Daerah ini
mulai berlaku Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun
2010 Nomor 8), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 171
144
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Bandung.
Ditetapkan di Soreang
pada tanggal 14 Juni 2016
BUPATI BANDUNG,
TTD
DADANG M NASSER
Diundangkan di Soreang pada tanggal 14 Juni 2016
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BANDUNG, TTD
SOFIAN NATAPRAWIRA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 NOMOR 5…
145
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT : (5/91/2016)
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM
DICKY ANUGRAH, SH. M.Si Pembina Tk I NIP.19740717 199803 1 003
146
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
I. UMUM
Pedoman Pembentukan Produk Hukum di
Kabupaten Bandung merupakan sebuah
regulasi yang mengatur ketentuan yang
baku mengenai tata cara pembentukan
Rroduk Hukum Daerah yang berlangsung
dalam proses perundang-undangan mulai
dari perencanaan, persiapan, perumusan,
pembahasan, pengesahan, pengundangan
dan penyebarluasan dengan berpedoman
pada teknik pembentukan peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
147
Dengan ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Presiden
Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80
Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah, terdapat beberapa
perubahan substansi materi yang berkaitan
dengan pembentukan produk hukum daerah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Bandung Nomor 8 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan
Daerah. Selain itu Peraturan perundangan
tersebut memuat amanat pencabutan
terhadap:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah;
2. Pasal 1 angka 4, Pasal 314 sampai
dengan Pasal 412, Pasal 418 sampai
dengan Pasal 421 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
148
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah; dan
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah.
Dengan berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan serta
penyesuaian dengan dinamika perubahan
regulasi peraturan terkait, diharapkan
mweujudkan sebuah metode dan standar
yang tepat dalam penyusunan produk
hukum daerah sesuai dengan teknik
pembentukan peraturan perundang-
undangan sehingga menghasilkan Produk
Hukum Daerah yang baik di Kabupaten
Bandung.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan”, adalah bahwa setiap
pembentukan produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
149
harus mempunyai tujuan jelas yang hendak dicapai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas
kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis
produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus dibuat oleh lembaga /pejabat pembentuk
peraturan perundang-undangan yang berwenang, peraturan perundangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum apabila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak
berwenang. Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas
kesesuaian antara jenis, hierarkhi dan materi muatan”, adalah bahwa dalam
pembentukan produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarkhi perundang-undangannya.
Huruf d Yang dimaksud dengan “asas dapat
dilaksanakan”, yaitu bahwa setiap pembentukan produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan
150
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun
sosiologis. Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan”, adalah bahwa setiap produk hukum
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf f Yang dimaksud dengan “asas
kejelasan rumusan”, adalah bahwa setiap produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-
undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah
dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Huruf g Yang dimaksud dengan “asas
keterbukaan”, adalah bahwa dalam proses pembentukan produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan
151
pembahasan bersifat transparan dan terbuka, sehingga seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-Iuasnya untuk memberikan masukan dalam proses
pembuatan Produk Hukum Daerah.
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas
pengayoman”, adalah bahwa setiap
materi muatan produk hukum dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
harus berfungsi memberikan
perlindungan dalam rangka
menciptakan ketentraman
masyarakat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas
kemanusiaan”, adalah bahwa setiap
materi muatan produk hukum dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
harus mencerminkan perlindungan
dan penghormatan hak-hak azasi
manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk
daerah secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas
kebangsaan”, adalah bahwa setiap
152
materi muatan produk hukum dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang pluralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga
prinsip negara kesatuan Republik
Indonesia.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas
kekeluargaan”, adalah bahwa setiap
materi muatan produk hukum dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas
kenusantaraan”, adalah bahwa setiap
materi muatan produk hukum dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
harus senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah daerah
dan materi muatan peraturan
perundang-undangan yang dibuat di
daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila.
153
Huruf f Yang dimaksud dengan “asas
bhinneka tunggal ika”, adalah bahwa setiap materi muatan produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku
dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalahmasalah sensitif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap materi
muatan produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
Huruf h Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum
dan pemerintahan” adalah bahwa setiap materi muatan produk hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
154
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas
ketertiban dan kepastian hukum”
adalah bahwa setiap materi muatan
produk hukum dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah harus dapat
menimbulkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan adanya
kepastian hukum.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas
keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan” adalah bahwa setiap
materi muatan produk hukum dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan antara
kepentingan individu dan masyarakat
dengan kepentingan bangsa dan
negara.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
155
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
156
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Pada prinsipnya semua Rancangan
Perda harus disertai Naskah Akademik, kecuali Rancangan Perda tentang APBD, Rancangan Perda
tentang Pencabutan Peraturan Daerah, dan Rancangan Perda yang hanya mengubah beberapa materi
yang sebelumnya sudah memiliki Naskah Akademik.
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
157
Cukup jelas Ayat (6)
Cukup jelas Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “asas umum
pengelolaan keuangan daerah”
adalah keuangan daerah dikelola
secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan
memperhatikan asas keadilan,
kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
Efisien merupakan pencapaian
keluaran yang maksimum dengan
masukan tertentu atau penggunaan
masukan terendah untuk mencapai
keluaran tertentu.
Ekonomis merupakan pemerolehan
masukan dengan kualitas dan
kuantitas tertentu pada tingkat
harga yang terendah.
Efektif merupakan pencapaian hasil
program dengan target yang telah
ditetapkan, yaitu dengan cara
158
membandingkan keluaran dengan
hasil.
Transparan merupakan prinsip
keterbukaan yang memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi
seluas-luasnya tentang keuangan
daerah.
Bertanggung jawab merupakan
perwujudan kewajiban seseorang
atau satuan kerja untuk
mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan
kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
Keadilan adalah keseimbangan
distribusi kewenangan dan
pendanaannya.
Kepatutan adalah tindakan atau
suatu sikap yang dilakukan dengan
wajar dan proporsional.
Pasal 28
Cukup jelas.
159
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
160
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
161
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
162
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
163
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
164
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
165
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
166
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
167
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
168
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168