lembaga baru pada masa reformasi
DESCRIPTION
LEMBAGA BARU PADA MASA REFORMASITRANSCRIPT
TUGAS SEJARAHLembaga – Lembaga Baru pada Masa Reformasi
NAMA : NABILA CITRA MAHARANI
KELAS : XII AKSELERASI
ABSEN : 10
MAHKAMAH KONSTITUSI
1. PENGERTIAN
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman
bersama – sama dengan Mahkamah Agung.
2. LATAR BELAKANG
Lembaran awal sejarah praktik pengujian Undang-undang (judicial review)
bermula di Mahkamah Agung (MA) (Supreme Court) Amerika Serikat saat
dipimpin John Marshall dalam kasus Marbury lawan Madison tahun 1803. Kendati
saat itu Konstitusi Amerika Serikat tidak mengatur pemberian kewenangan untuk
melakukan judicial review kepada MA, tetapi dengan menafsirkan sumpah jabatan
yang mengharuskan untuk senantiasa menegakkan konstitusi, John
Marshall menganggap MA berwenang untuk menyatakan suatu Undang-
undang bertentangan dengan konstitusi.
Adapun secara teoritis, keberadaan Mahkamah Konstitusi baru diintrodusir
pertama kali pada tahun 1919 oleh pakar hukum asal Austria, Hans Kelsen (1881-
1973). Hans Kelselmenyatakan bahwa pelaksanaan konstitusional tentang legislasi
dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ selain badan legislatif diberikan
tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau tidak, dan
tidak memberlakukannya jika menurut organ ini tidak konstitusional. Untuk itu perlu
diadakan organ khusus yang disebut Mahkamah Konstitusi (constitutional court).
Berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi di Indonesia diawali dengan
adanya Perubahan ketiga UUD 1945 dalam pasal 24 ayat 2, pasal 24C, dan pasal 7b
yang disahkan pada 9 November 2001. DPR dan pemerintah membuat RUU tentang
Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan
pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Agustus 2003 dan disahkan presiden pada
waktu itu.
3. TUGAS DAN WEWENANGTugas Mahkamah Konstusi menurut UUD 1945 adalah :1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya
bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewewenangan lembaga Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
2. Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Wewenang Mahkamah Konstitusi:
Menguji undang-undang terhadap UUD 1945 Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945. Memutus pembubaran partai politik Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
4. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN
Pemerintah bersama DPR membahas Rancangan Undang-Undang tentang
Mahkamah Konstitusi. Setelah dilakukan pembahasan beberapa waktu lamanya,
akhirnya RUU tersebut disepakati bersama oleh pemerintah bersama DPR dan
disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada 13 Agustus 2003. Pada hari itu
juga, UU tentang MK ini ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan
dimuat dalam Lembaran Negara pada hari yang sama, kemudian diberi nomor UU
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316). Ditilik
dari aspek waktu, Indonesia merupakan negara ke-78 yang membentuk MK dan
sekaligus sebagai negara pertama di dunia yang membentuk lembaga ini pada abad
ke-21. Tanggal 13 Agustus 2003 inilah yang kemudian disepakati para hakim
konstitusi menjadi hari lahir MKRI.
5. KASUS Sengketa Pemilukada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Sengketa Pemilukada Lebak, Banten Sengketa Pemilukada Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
KOMISI YUDISIAL
1. PENGERTIAN
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 22
tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama
calon hakim agung.
2. LATAR BELAKANGBerawal pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan
Penelitian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, pindahan rumah, pemberhentian dan tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Baru kemudian tahun 1998 muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional dapat tercapai.Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Setelah melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang yang ditetapkan sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 melalui Keputusan Presiden tanggal 2 Juli 2005. Dan selanjutnya pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh anggota Komisi Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden, sebagai awal memulai masa tugasnya.
3. TUGAS Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung Menetapkan calon Hakim Agung Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim, Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan
kepada Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
4. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN
Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
5. KASUS
• Dugaaan suap yang melibatkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Syarifuddin Umar.
• Penanganan perkara kliennya dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
• Kasus suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
1. PENGERTIANKomisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia.
2. LATAR BELAKANG
Komisi ini berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Komnas HAM
mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang Paripurna dan Subkomisi. Di
samping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur
pelayanan. Ketua Komnas HAM dijabat bergiliran dengan masa jabatan 2,5 tahun.
Namun mulai 2013, ketua Komnas HAM dijabat bergiliran dengan masa jabatan satu
tahun. Saat ini Komnas HAM diketuai Siti Noor Laila.
3. TUGAS
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia
sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
4. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya
Komnas HAM menggunakan sebagai acuan instrumen-instrumen yang berkaitan
dengan HAM, baik nasional maupun Internasional.
Instrumen nasional :
1. Undang Undang Dasar 1945
2. Tap MPR No. XVII/MPR/1998
3. UU No 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention Against
Torture And Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Or
Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau
Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan
Martabat Manusia)
4. UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
5. UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
6. UU No 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant
On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional
Tentang Hak – Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya)
7. UU No 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant
On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Sipil Dan Politik)
8. UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan
Etnis
9. UU No 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The
Rights Of Persons With Disabilities(Konvensi Mengenai Hak – Hak
Penyandang Disabilitas)
10. Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait
11. Keppres No. 50 tahun 1993 Tentang Komnas HAM
12. Keppres No. 181 tahun 1998 Tentang Komnas Anti kekerasan
terhadap Perempuan
Instrumen Internasional :
1. Piagam PBB, 1945
2. Deklarasi Universal HAM 1948
3. Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan
diterima oleh Indonesia
5. KASUS
1. Kasus Pembunuhan MunirMunir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, 8 Desember 1965. Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak lagi. Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di dalam pesawat. Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas,
bahkan kasus ini telah diajukan ke Amnesty Internasional dan tengah diproses. Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto selaku Pilot Garuda Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja ia menaruh Arsenik di makanan Munir.
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, MarsinahMarsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena penganiayaan berat.
3. Penculikan Aktivis 1997/1998Salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yaitu kasus penculikan aktivis 1997/1998. Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik. Peristiwa ini terjadi menjelang pelaksanaan PEMILU 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan menghilang, meskipun ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis lainnya masih belum diketahui keberadaannya sampai kini. Banyak orang berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh para anggota Kopassus. Kasus ini pernah ditangani oleh komisi HAM.
4. Penembakan Mahasiswa TrisaktiKasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Trisakti. Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian meninggal dunia, yang kebanyakan meninggal karena ditembak peluru tajam oleh anggota polisi dan militer/TNI. Kasus ini masuk dalam daftar catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, dan pernah diproses.
5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden DiliKasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh
anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri.
6. Peristiwa Tanjung Priok 1984Bermula ketika warga sekitar Tanjung Priok, Jakarta Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang mengakibatkan bentrok antara warga dengan kepolisian dan anggota TNI yang mengakibatkan sebagian warga tewas dan luka-luka. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 September 1984. Banyak beragam versi awal mula kerusuhan ini, tapi yang paling dipercayai yaitu karena masalah agama. Suatu hari seorang anggota TNI sedang melakukan tugas pengamanan, dia masuk ke dalam musholah untuk mengambil pamflet-pamflet. Yang mengejutkannya adalah dia masuk tidak melepaskan alas kakinya (sepatu), hal ini membuat umat Islam yang sedang berada di dalam musholah tersinggung dan marah. Mereka membakar motor petugas itu dan akhirnya kerusuhan meluas. Sejumblah orang yang terlibat dalam kerusuhan diadili dengan tuduhan melakukan tindakan subversif, begitu pula dengan aparat militer, mereka diadili atas tuduhan melakukan pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa tersebut.
7. Pembantaiaan RawagedePeristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda I. Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas. Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus bertanggung jawab. Pemerintah Belanda harus membayar ganti rugi kepada para keluarga korban pembantaian Rawagede.
8. Peristiwa 27 JuliPeristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI datang berserta Pansernya. Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-lintas. Dikabarkan 5 orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini terbukti terjadi pelanggaran HAM.
9. Pembantaian Massal Komunis 1965Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang yang dituduh sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia dengan anggotanya yang berjumblah jutaan. Pihak militer mulai melakukan operasi dengan menangkap anggota komunis, menyiksa dan membunuh mereka. Sebagian banyak orang berpendapat bahwa Soeharto diduga kuat menjadi dalang dibalik pembantaian 1965 ini. Dikabarkan sekitar satu juta setengah anggota komunis meninggal dan sebagian menghilang. Ini jelas murni terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.
10. Penembakan Misterius (Petrus)Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. Petrus adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak. Banyak orang berpendapat bahwa Soeharto menjadi dalang utama dalam peristiwa Penembakan Misterius ini.
KOMISI PEMBERANTAS KORUPSI
1. PENGERTIAN
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi
di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan
memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada periode 2006-2011 KPK dipimpin
bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra Marta Hamzah, Bibit Samad
Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar, setelah Perpu Plt. KPK ditolak oleh
DPR. Pada 25 November 2010, M. Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK
setelah melalui proses pemungutan suara oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Dilanjutkan lagi oleh Abraham Samad sejak 2011.
2. LATAR BELAKANG
2.1 Orde Lama
2.1.1 Kabinet Djuanda
Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi.
Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya,
lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin
oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M.
Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus
menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang
disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu
adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin
pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan
kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik,
Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan
tugasnya kepada Kabinet Djuanda.
2.2 Operasi Budhi
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah
menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator
Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu olehWiryono Prodjodikusumo dengan
lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang
lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang
dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur
Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena
belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini.
Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-
lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman
pembubarannya olehSoebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi
Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya
serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada
tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan
korupsi pada masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
2.3 Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16
Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu
memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana.
Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata
ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto
untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap
bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A.
Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV
Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi
di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi
komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana
Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib)
dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat
mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di
kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan
pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin
menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.
2.4 Era Reformasi
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J.
Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan
Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden
berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000.
Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari
anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya
dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib
serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga
KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan
korupsi terbaru yang masih eksis.
3. TUGAS Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
4. DASAR PEMBENTUKAN HUKUM
UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon
Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
dan Bebas Dari KKN
UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
PP RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah
5. KASUS
2011
11 Februari KPK menangkap Jaksa Dwi Seno Widjanarko asal Kejaksaan
Negeri Tangerang di kawasan Pondok Aren, Bintaro, Tangerang. Dia diduga
memeras Agus Suharto, pegawai BRI Unit Juanda, Ciputat. Upaya
pemerasan terhadap Agus suharto ini diduga terkait dengan perkara
penggelapan sertifikat di BRI cabang Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan
yang ditangani Jaksa Seno. Atas perbuatannya, Seno disangkakan
melanggar Pasal 12 huruf e Undang Undang No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Korupsi.
4 Oktober KPK menahan FL (Bupati Nias Selatan periode 2006 s.d. 2011)
dalam dugaan tindak pidana korupsi memberikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri
atau penyelanggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban.
KPK menetapkan Timas Ginting selaku pejabat pembuat komitmen di
Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Sarana dan Prasarana
Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kemenakertrans sebagai tersangka kasus
dugaan korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), kasus
ini juga menyeret Muhammad Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri
Wahyuni sebagai tersangka.
26 September Penyidik KPK menahan tersangka ME (Bupati Kabupaten
Seluma)dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi
pemberian hadiah di Pemerintah Kabupaten Seluma.
28 September KPK menetapkan RSP (mantan Kepala Pusat
Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan selaku Kuasa Pengguna
Anggaran merangkap Pejabat Pembuat Komitmen) sebagai tersangka dalam
dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat kesehatan I untuk
kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dari dana
DIPA Revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Sekretariat Jenderal
Departemen Kesehatan Tahun Anggaran 2007.
8 September KPK menahanan tersangka B (pemimpin Tim Pemeriksa BPK-
RI di Manado) dan MM (anggota tim Pemeriksa BPK-RI di Manado) atas
dugaan penerimaan sesuatu atau hadiah berupa uang dari JSMR Wali Kota
Tomohon periode 2005 s.d. 2010 terkait pemeriksaan Laporan Keuangan
Daerah Kota Tomohon Tahun Anggaran (TA) 2007.
25 Agustus KPK menangkap Kabag Program Evaluasi di Ditjen Pembinaan
Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Dadong Irba Relawan ,
Sesditjen P2KT I Nyoman Suisnaya dan direksi PT Alam Jaya
Papua Dharnawati terkait kasus korupsi di Kemenakertrans , kasus ini juga
membuat menakertransMuhaimin Iskandar dan menkeu Agus
Martowardojo diperiksa.
13 Agustus KPK menahan mantan bendahara umum Partai
Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka kasus suap proyek
Wisma Atlet SEA Gamessetelah ditangkap di Cartagena, Colombia pada
tanggal 6 Agustus 2011 dan tiba di Jakarta, pada 13 Agustus 2011. Dalam
upaya untuk menangkap Muhammad Nazaruddin yang buron, KPK
melayangkan permohonan penerbitan Red Notice pada tanggal 5 Juli 2011
kepada Kepolisian RI yang diteruskan kepada Interpol. Sebelumnya KPK
telah melakukan permintaan pencegahan terhadap Muhammad Nazaruddin
kepada Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 24 Mei 2011.
1 Juni KPK menangkap tangan seorang hakim Pengadilan Hubungan
Industrial Imas Dianasari di daerah Cinunu, Bandung, Jawa Barat karena
menerima uang dari seseorang berinisial OJ yang diduga merupakan
karyawan PT OI.
2 Juni KPK menangkap tangan Hakim Syarifuddin diduga menerima suap
Rp250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia (PT SCI), Puguh Wirawan.
Selain uang Rp250 juta, KPK juga menemukan uang tunai Rp142 juta,
US$116.128, Sin$245 ribu, serta belasan ribu mata uang Kamboja dan
Thailanddi rumah dinas Syarifudin.
2 Juni KPK menangkap basah seorang Hakim pengawas di Pengadilan Niaga
Jakarta yang diduga menerima uang suap di daerah Sunter Jakarta Utara.
Dia diduga menerima suap dari kasus kepailitian.
22 November Penyidik KPK menangkap tangan jaksa Kasub Bagian
pembinaan di Kejaksaan negeri Cibinong bernama Sisyoto bersama
pengusaha E, AB dan satu orang sopir. Dalam penangkapan itu petugas KPK
menemukan uang Rp 100 juta yang diduga merupakan suap untuk Jaksa
Sisyoto.
11 Desember Kepolisian Thailand menangkap Nunun Nurbaetie, tersangka
kasus cek pelawat yang menjadi buronan internasional. Ia ditangkap di
sebuah rumah kontrakan yang berada di Distrik Saphan
Sung, Bangkok, Thailand. Selanjutnya Nunun diserahkan ke KPK dan
diterbangkan ke Indonesia.
2010
Mantan Mendagri Hari Sabarno, Direktur Jenderal Otonomi Daerah
Kementerian Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi dan Hengky Samuel
Daud diselidiki terkait kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di
20 provinsi pada 2002-2004.
30 Maret Sekitar pukul 10.30, KPK menangkap seorang hakim Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta berinisial IB dan pengacara
berinisial AS, yang diduga tengah melakukan transaksi penyuapan di jalan
Mardani Raya, Cempaka Putih-Jakarta Pusat.
2009
3 September KPK menetapkan status tersangka terhadap bekas Sekretaris
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Sutedjo Yuwono, mantan Direktur
Bina Pelayanan Medik Kementerian KesehatanRatna Dewi Umar, dan
mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis di Kementerian
Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya dalam kasus korupsi alat kesehatan
berbiaya Rp 40 miliar pada tahun anggaran 2007. Pada 23
Agustus 2011, Sutedjo Yuwono dinyatakan terbukti melakukan korupsi
pengadaan alat kesehatan (alkes) penanggulangan flu burung di Kemenko
Kesra pada 2006. Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman tiga tahun
penjara kepada Sutedjo.
2008
16 Januari Mantan Kapolri Rusdihardjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua.
Terlibat kasus dugaan korupsi pada pungli pada pengurusan dokumen
keimigrasian saat menjabat sebagai Duta Besar RI di Malaysia. Dugan
kerugian negara yang diakibatkan Rusdihardjo sebesar 6.150.051 ringgit
Malaysia atau sekitar Rp15 miliar. Rusdiharjo telah di vonis pengadilan
Tipikor selama 2 tahun.
14 Februari Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong di Rutan Polda Metro Jaya
dan Rusli Simanjuntak ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua. Kedua petinggi
BI ini ditetapkan tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar Rp 100
miliar. Mantan Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro BI
Rusli Simanjuntak yang masing-masing empat tahun penjara.
10 April Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah ditahan di
Rutan Mabes Polri. Burhanuddin diduga telah menggunakan dana YPPI
sebesar Rp 100 miliar. Burhanuddin sudah di vonis pengadilan tipikor lima
tahun penjara,
27 November Aulia Pohan, besan Presiden SBY. Dia bersama tersangka lain,
Maman Sumantri mendekam di ruang tahanan Markas Komando Brimob
Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Sementara Bun Bunan Hutapea dan Aslim
Tadjuddin dititipkan oleh KPK di tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes
Polri. Mereka diduga terlibat dalam pengucuran dana Yayasan
Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar.
2 Maret Jaksa Urip Tri Gunawan ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua dan
Arthalita Suryani ditahan di Rutan Pondok Bambu. Jaksa Urip tertangkap
tangan menerima 610.000 dolar AS dari Arthalita Suryani di rumah obligor
BLBI Syamsul Nursalim di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Urip di
vonis ditingkat pengadilan Tipikor dan diperkuat ditingkat kasasi di Mahkamah
Agung selama 20 tahun penjara. Sedangkan Arthalita di vonis di Tipikor
selama 5 tahun penjara.
12 Maret Pimpro Pengembangan Pelatihan dan Pengadaan alat pelatihan
Depnakertrans Taswin Zein ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Taswin
diduga terlibat dalam kasus penggelembungan Anggaran Biaya Tambahan
(ABT) Depnakertrans tahun 2004 sebesar Rp 15 miliar dan Anggaran Daftar
Isian sebesar Rp 35 miliar. Taswin telah di vonis Pengadilan Tipikor selama 4
tahun penjara.
20 Maret Mantan Gubernur Riau Saleh Djasit (1998-2004) ditahan sejak 20
Maret 2008 di rutan Polda Metro Jaya. Saleh yang juga anggota DPR RI
(Partai Golkar) ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2007 dalam
kasus dugaan korupsi pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran senilai
Rp 15 miliar. Saleh Djasit telah di vonis Pengadilan Tipikor selama 4 tahun
penjara.
10 November Mantan gubernur Jawa Barat Danny Setiawan dan Dirjen
Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Damkar ditahan di rutan
Bareskrim Mabes Polri. KPK juga menahan mantan Kepala Biro
Pengendalian Program Pemprov Jabar Ijudin Budhyana dan mantan kepala
perlengkapan Wahyu Kurnia. Ijudin saat ini masih menjabat sebagai Kepala
Dinas Pariwisata Jabar. Selain itu KPK telah menahan Ismed Rusdani pada
Rabu (12/12/08). Ismed yang menjabat staf biro keuangan di lingkungan
Pemprov Kalimantan Timur ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Damkar juga
menyeret Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Depok Yusuf juga
ditetapkan sebagai tersangka pada Senin 22 September 2008
9 April Anggota DPR RI (PPP) Al Amin Nur Nasution dan Sekda Kabupaten
Bintan Azirwan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, Sekda Bintan Azirwan
ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Al Amin tertangkap tangan
menerima suap dari Azirwan. Saat tertangkap ditemukan Rp 71juta dan
33.000 dolar Singapura. Mereka ditangkap bersama tiga orang lainnya di
Hotel Ritz Carlton.
17 April Anggota DPR RI (Partai Golkar) Hamka Yamdhu dan mantan
Anggota DPR RI (Partai Golkar) Anthony Zeidra Abidin. Anthony Z Abidin
yang juga menjabat Wakil Gubernur Jambi ditahan di Polres Jakarta Timur,
Hamka Yamdhu ditahan di Rutan Polres Jakarta Barat. Hamda dan Anthony
Z Abidin diduga menerima Rp 31,5 miliar dari Bank Indonesia.
2006
Desember
27 Desember - Menetapkan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani H.R. sebagai
tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kulu yang diperkirakan
merugikan negara sebanyak Rp 15,9 miliar. Tribun Kaltim
22 Desember - Menahan Bupati Kendal Hendy Boedoro setelah menjalani
pemeriksaan Hari Jumat (22/12). Hendy ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus dugaan korupsi APBD Kabupaten Kendal2003 hingga 2005 senilai Rp
47 miliar. Selain Hendy, turut pula ditahan mantan Kepala Dinas Pengelola
Keuangan Daerah Warsa Susilo. Tempo Interaktif
21 Desember - Menetapkan mantan Gubernur Kalimantan Selatan H.M.
Sjachriel Darham sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi
penggunaan uang taktis. Sjachriel Darham sudah lima kali diperiksa penyidik
dan belum ditahan. Tempo Interaktif
Desember 2008, menahan BUPATI Garut 2004-2009 Letkol.(Purn) H. Agus
Supriadi SH, yang tersangkut penyelewangan dana bantuan bencana alam
sebesar 10 milyar negara dirugikan,Bupati Agus dikenakan hukuman 15
tahun penjara dan denda 300 juta.
November
30 November - Jaksa KPK Tuntut Mulyana W. Kusumah 18 Bulan dalam
kasus dugaan korupsi pengadaan kotak suara Pemilihan Umum 2004. Tempo
Interaktif
30 November - Menahan bekas Konsul Jenderal RI di Johor
Baru, Malaysia, Eda Makmur. Eda diduga terlibat kasus dugaan korupsi
pungutan liar atau memungut tarif pengurusan dokumen keimigrasian di luar
ketentuan yang merugikan negara sebesar RM 5,54 juta atau sekitar Rp 3,85
miliar. Tempo Interaktif
30 November - Menahan Rokhmin Dahuri, Menteri Kelautan dan
Perikanan periode 2001-2004. Rokhmin diduga terlibat korupsi dana
nonbujeter di departemennya. Total dana yang dikumpulkan adalah Rp 31,7
miliar. Tempo Interaktif
September
2 September - Memeriksa Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan selama 11
jam di gedung KPK. Pemeriksaan ini terkait kasus pembelian alat berat senilai
Rp 185,63 miliar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dianggarkan
pada 2003-2004. Tempo Interaktif
Juni
19 Juni - Menahan Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna A.F. setelah
diperiksa KPK dalam kasus izin pelepasan kawasan hutan seluas 147 ribu
hektare untuk perkebunan kelapa sawit tanpa jaminan, dimana negara
dirugikan tak kurang dari Rp 440 miliar. Tempo Interaktif
2005
Kasus penyuapan anggota KPU, Mulyana W. Kusumah kepada tim audit BPK
(2005)
Kasus korupsi di KPU, dengan tersangka Nazaruddin Sjamsuddin, Safder
Yusacc dan Hamdani Amin (2005)
Kasus penyuapan panitera PT Jakarta oleh kuasa hukum Abdullah Puteh,
dengan tersangka Teuku Syaifuddin Popon, Syamsu Rizal Ramadhan, dan
M. Soleh. (2005)
Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo, dengan
tersangka Harini Wijoso, Sinuhadji, Pono Waluyo, Sudi Ahmad, Suhartoyo
dan Triyadi
Dugaan korupsi perugian negara sebesar 32 miliar rupiah dengan
tersangka Theo Toemion (2005)
Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005)
2004
Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple
Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004). Sedang berjalan, dengan tersangka
Ir. H. Abdullah Puteh.
Dugaan korupsi dalam pengadaan Buku dan Bacaan SD, SLTP, yang dibiayai
oleh Bank Dunia (2004)
Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004)
Dugaan penyalahgunaan jabatan oleh Kepala Bagian Keuangan Dirjen
Perhubungan Laut dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara
Rp10 milyar lebih. (2004). Sedang berjalan, dengan tersangka tersangka
Drs. Muhammad Harun Let Let dkk.
Dugaan korupsi pada penyalahgunaan
fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco
Group melalui Bank BNI (2004)
Dugaan telah terjadinya TPK atas penjualan aset kredit PT PPSU oleh BPPN.
(2004)
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
1. PENGERTIAN
Dewan Perwakilan Daerah (disingkat DPD), sebelum 2004 disebut Utusan Daerah, adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
2. LATAR BELAKANG
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada tanggal 1 Oktober 2004, ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya. Pada awal pembentukannya, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh DPD. Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang dianggap jauh dari memadai untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam sebuah parlemen bikameral, sampai dengan persoalan kelembagaannya yang juga jauh dari memadai. Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena tidak banyak dukungan politik yang diberikan kepada lembaga baru ini.
Keberadaan lembaga seperti DPD, yang mewakili daerah di parlemen nasional, sesungguhnya sudah terpikirkan dan dapat dilacak sejak sebelum masa kemerdekaan. Gagsan tersebut dikemukakan oleh Moh. Yamin dalam rapat perumusan UUD 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Gagasan-gagasan akan pentingnya keberadaan perwakilan daerah di parlemen, pada awalnya diakomodasi dalam konstitusi pertama Indonesia, UUD 1945, dengan konsep “utusan daerah” di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang bersanding dengan “utusan golongan” dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.” Pengaturan yang longgar dalam UUD 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Dalam periode konstitusi berikutnya, UUD Republik Indonesia Serikat (RIS), gagasan tersebut diwujudkan dalam bentuk Senat Republik Indonesia Serikat yang mewakili negara bagian dan bekerja bersisian dengan DPR-RIS.
3. TUGAS DAN WEWENANGa. Mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah.
Pengajuan itu meliputi hal – hal sebagai berikut : Hubungan pusat dan daerah Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Perimbangan keungan pusat dan daerah. Setelah itu, DPR kemudian
mengundang DPD untuk membahas RUU tersebut.b. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
c. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
d. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang – undang mengenai otonomi daerah. Pengawasan pelaksanaan itu meliputi hal – hal sebagai berikut:
Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Hubungan pusat dan daerah Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya Pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
e. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN.
4. DASAR HUKUM PEMBENTUKANDewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan amanat amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22C dan 22D pada Agustus 2002. Secara garis besar, struktur ketatanegaraan yang diatur dalam UUD tersebut mengatur tiga lembaga utama dalam organ legislatif Indonesia, yaitu MPR, DPR dan DPD. Selain mengenai struktur ketatanegaraan, ada beberapa perubahan di bidang politik lainnya yang kemudian diturunkan dalam paket Undang-undang politik yang terbaru, yaitu :
1. Undang Undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik 2. Undang Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum 3. Undang Undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPD dan DPRD 4. Undang Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden