legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

9

Click here to load reader

Upload: deivie-dedep

Post on 14-Jun-2015

2.291 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

1

Masalah Mendasar terkait Legalitas Kelembagaan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) PNPM MPd

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

1. Latar Belakang Perlunya Penataan Kelembagaan Aspek keprograman, aspek keberlanjutan dan beberapa aspek sebagai tuntutan dari alih kelola program

Perlunya kebijakan, prinsip-prinsip dasar mendapat perlindungan dan pelestarian dalam keberlanjutannya,

Kelembagaan inti dalam mendukung penataan kerjasama desa (BKAD, Unit/ Tim Kerja secara khusus UPK), Kelompok,

Perspektif yang dikembangkan dalam penataan kelembagaan dalam kerangka kelembagaan masyarakat dan peran pemerintah terlobat dalam pembinaan dan pengawasan,

Regulasi, kebijakan yang mendukung dalam penataan kelembagaan,

Agenda strategis dalam penetaan kelembagaan antar desa yang diamanat dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa,

2. Legalitas Kerjasama Antar Desa

UU 32/2004, PP 72 Tahun 2007 tentang Desa, Peremendagri 38 Tahun 2007 tentang kerja sama desa dan selalu menyatakan Kerjasama Desa,

Perlu ada fasilitasi sesuai dengan kebijakan yang ada khususnya, UU No. 6 tentang Desa, Bab XI, Pasal 92, ayat (2), Kerja sama antar Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar Desa (1) Kerja sama antar-Desa meliputi:

a. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai

Permasalahan dan Peluang Strategis

Proses fasilitasi program belum secara maksimal dilakukan,

Peraturan Bersama Kepala desa “sangat menentukan terkait pengelolaan dana bergulir‟ sebagai rujukan dalam pelaksanaan BKAD dan Unit/ Tim Kerja sebagai pemegang mandat dari hasil “Peraturan Kepala Desa”,

Proses fasilitasi ini menjadi strategis dan mendesak sehingga rancangan prinsip dan kebijakan dasar penantaan ini perlu rujukan atau kebijakan secara nasional”,

Page 2: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

2

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

ekonomi yang berdaya saing; b. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,

pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau

c. bidang keamanan dan ketertiban. (2) Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam

Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa.

(3) Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.

(4) Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas hal yang berkaitan dengan: a. pembentukan lembaga antar-Desa; b. pelaksanaan program Pemerintah dan

Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;

c. perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;

d. pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan;

e. masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan

f. kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.

(5) Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar- Desa dapat

Rancangan ini sesuai kewenangan Pemda Kabupaten, Provinsi dan Nasional perlu melakukan validasi,

Kebijakan program pun harus memastikan mekanisme rancangan ini agar selaras dengan prinsip dan kebijakan program,

Pondasi kesepakatan dan keputusan bersama kerja sama yang mengatur pelembagaan dan mekanisme dana bergulir harus kuat dan mengikat dengan prinsip-prinsip dasar, tujuan dan kebijakan (dibekali Panduan dan Sakter Provinsi dan Pusat) wajib melakukan validasi,

Pondasi umum bersifat nasional dan mengikat Memberi ruang inisiasi lokal selama tidak melanggar

dengan ketentuan pusat Prinsip ini perlu diperluas dengan muatan lokal selama

tidak melanggar prinsip dan kebijakan dasar nasional, Sehingga perlu diperluas adanya pertanyaan-pertanyaan pokok untuk menguji atau fasilitasi rancangan Peraturan Bersama Kepala desa yaitu: Apa pengertian dan substansi tentang usulan/ kerja

sama antar desa yang akan dikerjasamakan/ kerja sama desa ?,

Bagaimana memahami konsep dan strategi kerjasama desa?

Apa saja yang melandasi regulasi yang berkaitan dengan tentang kerja sama desa dan pengelolaan usulan antar desa/ kawasan perdesaan?,

Bagaimana cara fasilitasi dalam pengembangan rumusan kerja sama desa?,

Apa saja yang menjadi ruang lingkup dan tata cara

Page 3: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

3

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan.

(6) Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.

pengelolaan kerja sama? Bagaimana dengan pembiayaan kerja sama ini ?, Bagimana fasilitasi dalam pembuatan tenggang waktu

pengelolaan dalam kerja sama?, Bagaimana fasilitasi apabila terjadi perubahan dan

pembatalan berakhirnya kerjasama?, Bagaimana cara fasilitasi dalam pelaporan dan

pengendalian ?, Bagaimana cara fasilitasi membuat rumusan

perlindungan dan pelestarian kerja sama ?, Bagaimana cara proses penanganan pengaduan,

masalah dan penyelesaian perselisihan?, Apa saja yang diperlukan dalam pembinaan dan

pengawasan ?, Bagaimana cara fasilitasi pembentukan Badan Kerja

Sama Antar Desa ?,

3. Legalitas Kelembagaan BKAD berserta Unit/ Tim Kerja Pendukung

Awalnya untuk memenuhi kebutuhan bagi perlindungan dan pelestarian hasil-hasil program (Surat Edaran Mendagri Agustus 2006).

Aturan dasar BKAD selama ini hanya (Memiliki AD/ ART BKAD, Penyusunan melibatkan masyarakat, Penetapan BKAD oleh MAD, Sosialisasi kepada kelompok masyarakat dan AD ART sebagai acuan)

Beberapa Perda Kerjasama Desa di Kabupaten tidak dipakai dasar legalitas (hanya satu kecamatan di Indonesia) yang telah memaki sebagai dasar rujukan,

Perda tidak dilanjuti dengan Perdes Kerjasama Desa,

Permendagri No. 38 Tahun 2007 tentang Kerjasama Desa, BAB II Ruang Lingkup, Pasal 2 tentang Ruang lingkup Kerjasama Desa meliputi:

Permasalahan dan Peluang Strategis

BKAD dan Unit/ Tim Kerja dalam tata cara pembentukannya belum diselaraskan dengan UU yang terkait dengan kerjasama desa yaitu tindaklanjut UU No. 6 Tahun 2013, UU 32 Tahun 2004, PP 72 Tahun 2005 tentang Desa, Peremendagri 38 Tahun 2007 tentang kerja sama desa, Perda Kabupaten tentang Kerjasama Desa ditindaklanjuti dengan Perdes Kerjasama Desa,

BKAD dan Unit/ Tim Kerja, tidak mempunyai landasan legal dalam menjalankan Mandat dari Kesepakatan Bersama Kepala Desa (Keputusan bersama Kepala Desa tidak ada),

BKAD dan Unit/ Tim Kerja, membuat kebijakan strategis diluar hasil Keputusan bersama Kepala desa,

BKAD dan Unit/ Tim Kerja, tidak

Page 4: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

4

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

a. Kerja sama Antar Desa; dan b. Kerja sama Desa dengan pihak ketiga.

Pasal 8, (1) Kerjasama Antar Desa ditetapkan dengan Keputusan Bersama; (2) Kerjasama Desa dengan pihak ketiga ditetapkan dengan Perjanjian Bersama.

UU Desa No. 6 Tahun 2014 secara tegas BKAD sebagai satu-satunya lembaga hasil dari kerjasama Desa,

mempertanggungjawabkan kepada program/ fasilitator/ konsultan bukan kepada yang memberikan mandat,

Banyak kasus UPK lebih diselesaikan program bukan diselesaikan yang memberikan mandat,

AD/ ART belum diselaraskan dengan Keputusan bersama Kepala Desa atau Keputusan bersama Kepala desa tidak ada,

Penataan Legalitas yang benar mampu dijadikan penataan legalitas sesuai tugas dan kewenangan masing-masing khususnya dalam melakukan penyelesaian atau sengketa hukum dimasa yang akan datang.

4. Legalitas Aset yang Dikelola UPK-BKAD

Dasar kewenangan legalitas secara samar-samar diatur PTO dan dan Penjelasan 3. 4, 10, 11,

Hasil Kajian PMK 81, Bansos ntuk meningkatan ekonomi kesejahteraan masyarakat dan BLM PNPM MPd lebih selaras kalau dimasukan dalam kategori dana publik/ dana desa,

Tetapi secara tegas dinyatakan bahwa pengelolaan aset dikelola UPK-BKAD,

Proses Musyawarah Desa Serah Terima (MDST),

Perlunya Desa Membuat Perdes Perlindungan dan Pelestarian Kegiatan,

Mekanisme penyaluran BLM UEP/ SPP dinyatakan dalam Surat Pernyataan Pemberian Bantuan (SPPB) melalui Pihak I (UPK) dan Pihak II (TPK), diketahui PjOK dan Kades,

UPK hanya diberi mandat untuk mengelola penyaluran BLM (lihat SK Bupati tentang UPK) bahkan SK Bupati hanya mengatur penyaluran bukan perguliran.

Permasalahan dan Peluang Strategis Aset dapat dilacak dengan keberadaan TPK,

kelembagaan desa yang dipilih dan diputuskan secara partisipatif,

TPK lembaga adhock hanya diperuntukan mengelola kegiatan PNPM MPd setelah selesaikan diserahkan ke desa,

Proses serah terima dalam MDST masih bersifat formalitas,

Proses serah terima TPK belum ditindaklanjuti dalam pencatatan aset oleh desa ((belum secara legal terjadi proses serah terima aset kepada pemerntahaan desa dan bahkan desa juga belum membuat membuat pencatatan aset PNPM MPd menjadi aset desa),,

Masih ada beda persepsi tentang aset milik masyarakat atau milik Desa selama belum klier dan jelas maka bahwa aset tidak menjadi milik desa maka tidak dilegalkan dalam legalitas kerjasama desa,

Proses pembentukan TPK oleh masyarakat tetapi TPK merupakan kelembagaan yang menjadi kebutuhan pemerintahan desa dalam PNPM MPd (penegasan ini

Page 5: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

5

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

Artinya SK Bupati tidak ada penyerahan legal UPK dalam mengelola dana perguliran,

Pengelolaan UPK diputuskan MAD tetapi sebenarnya masih mandat program bukan mandat Keputusan bersama Kepala Desa,

Tingkat desa, penyerahan legal dilakukan sewaktu penyerahan aset pada “Musyawarah Desa Serah Terima (MDST)”

Mekanisme tersebut dilakukan dari TPK ke Desa disaksikan oleh Masyarakat (proses dilakukan secara partisipatif),

Dasar operasionalnya masih diatur program (PTO dan Penjelasan), Memo TL NMC dll,

Mekanisme pertanggungjwaban lebih ke program (fasilitator dan konsultan) bukan ke ke masyarakat/ desa sebagai representasi kepemilikan aset,

Banyak kasus yang penyelesaiannya justru dilakukan oleh fasilitator/ konsultan melalui mekanisme program dilakukan bukan oleh memiliki/ antar desa sebagai bentuk kepemilikan

masih dalam kerancuan), Sehingga TPK melakukan pertanggungjawabkan dan

menyerahkan pekerjaan kepada Desa tetapi proses tersebut harus sampaikan dalam MDST

Wacana aset yang dikelola UPK-BKAD dianggap milik masyarakat, perlu diperjelas bahwa ASET HARUS DIPAHAMI SEBAGAI ASET DESA,

Aset bukan milik masyarakat tetapi milik desa-desa dalam kecamatan termasuk didalamnya uang „Simpan Pinjam Kelompok Perempuan dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP)”,

Kalau aset milik masyarakat maka sebenarnya tidak dapat diatur dalam mekanisme kerjasama desa,

Kalau milik antar desa maka perlu ditindaklanjut dalam legal formal

Proses penyerahan aset telah dilakukan dalam MDST tetapi belum ditindaklanjuti dalam Perdas dan Pencatatan di tingkat desa baik aset (sarana prasana, peningkatan kapasitas dan SPP/ UEP),

Kontek sekarang milik antar desa yang dikelola oleh UPK-BKAD tetapi belum legalitas perlu difasilitasi dengan dukungan kepastian regulasi yang ada,

.Peluangnya aset UPK-BKAD mendapatkan legalitas sangat jelas yang ditata secara menyeluruh terkait dengan “mekanisme Payung Hukum yang ada”,

5. Legalitas Aperasional Aset yang dikelola UPK

UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro

UU tidak mengakomudir operasional aset UPK/ Model Bantuan keuangan mikro oleh pemerintah ke masyarakat/ yang dilembagaan oleh yang telah dilestarikan oleh Pemerintah Seperti UPK

Bab I, ayat 1 butir (1): Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga

Permasalahan dan Peluang Strategis Milihan operasioanal aset lembagan keuangan hasil

dari program pemerintah termasuk UPK menjadi kabur/ tidak jelas,

Karena dikondisikan hanya ada dua opsi (Koperasi atau PT),

Logika program pemerintah khususnya UPK tidak selaras dengan kharakter (Koperasi atau PT) kalau

Page 6: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

6

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Pasal 4, Pendirian LKM paling sedikit harus memenuhi persyaratan: a. bentuk badan hukum; b. permodalan; dan c. mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 5, ayat (1) Bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a adalah: a. Koperasi; atau b. Perseroan Terbatas.

Pasal 5, ayat (2) Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sahamnya paling sedikit 60% (enam puluh persen) dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan.

Bagian Kedua Kepemilikan, Pasal 8 LKM hanya dapat dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia; b. badan usaha milik desa/kelurahan; c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau d. koperasi.

UU No. 1 Tahun 2013 Bagian Kedua Cakupan Wilayah Usaha Pasal 16, ayat (1) Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota.

No. 6 Tahun 2006 tentang Desa, Bab I,

dipaksakan menjadi a historis, UPK ya UPK tetapi bagaimana legalitasnya hal yang

sama juga terjadi pengelolaan dana bergulir dari program bantuan pemerintah dalam bentuk hibah?

Peluangnya melakukan yudial review atas Undang-Undang,

Mengurai ke dalam PP dalam UU No. 1 Tahun 2013, peluangnya Bab I, ayat 1 butir (1): (memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat),

Kepemilikan seperti dalam Bagian Pasal 8 LKM hanya dapat dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia; b. badan usaha milik desa/ kelurahan; c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau d. koperasi,

Ada Tim Pengawal PP terkait Lembagan Keuangan yang di inisiasasi oleh Pemerintah melalui program penanggulangan kemiskinan seperti UPK-BKAD,/ Pengawalan PP dan sebagainya

Melakukan kajian kritis dengan para pengambil keputusan seperti DPR, Pemerintah terkait dengan Ruang Kosong (pengelolaan bantuan ekonomi dari program pemerintah yang tidak diatur dalam UU LKM) tersebut

Page 7: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

7

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 1, Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

6. Legalitas Kelompok pemanfaat Dana Bergulir UPK-BKAD

Skema PTO dan Penjelasan X bahwa skema kelompok dibedakan dalam ceneling dan ekskuting,

Tuntutan legalitas kelompok dalam bentuk payung hukum dan badan hukum belum secara maksimal dilakukan,

Merumuskan skenario bahwa kelompok sebagai penyangga utama dana bergulir,

Strategi ini merumuskan bahwa kelompok menjadi ujung tombak pengelolaan dana bergulir,

Permasalahan dan Peluang Strategis Masih banyak kelompok yang belum mempunyai

legalitas, Proses penyalahgunaan di tingkat kelompok dan

anggota belum dapat diselesaikan dengan melakinis hukum/ litigasi,

Berpotensi penataan legalitas kelompok menjadi bagian dari penataan legalitas kelompok,

Kelompok perlu dirumuskan dalam skenario penyangga utama dana bergilur,

Proses fasilitasi menuju pilihan legalitas kelompok menjadi mendesak dilakukan,

Sehingga skenario legalitas kelompok harus dipahami sebagai bagaian yang tidak terpisahkan dalam penataan kelembagaan BKAD-UPK

7. Unsur yang Diperkuat dalam Kelembagaan

Mekanisme Kerjasama Desa, Khusus pengelolaan Dana Bergulir PNPM MPd perlu kebijakan yang mengikatterkait dengan kebijakan dan prinsip dasar dana bergulir,

Prinsip tersebut juga perlu memberi ruang inisiatif lokal selama tidak melanggar kebijakan dan prinsip-prinsip dasar,

Memastikan kesepakatan bersama Kepala Desa benar-benar dijalankan oleh BKAD dan Unit/ Tim Kerja

BKAD dan Unit/ Tim Kerja khususnya UPK Hasil kesepakatan/ mandat kesepakatan perlu

Page 8: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

8

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

sebagai kelembagaan yang menjalankan mandat dijalankan oleh Pengurus BKAD dengan Unit/ Tim Kerja,

Proses tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk AD/ ART BAKD dan SOP untuk Unit/ Tim Kerja,

Memberi ruang inisiasi lokal selama tidak melanggar dengan ketentuan dengan Kesepakatan Bersama

Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dan Kelompok UEP

Idntifikasi kelompok SPP/ UEP yang telah mempunyai legalitas bersma skema yang dikembangkan,

Kelompok SPP dan UEP harus diposisikan sebagai penyangga keberlanjutan dana perguliran,

Peran mereka harus diposisikan setara dengan UPK dalam mengembangkan keberlanjutan dan pelestarian,

Mekanisme kelompok dengan kelembagaan desa dan antar desa,

Perda Kerjasama Perda Kerjasma harus dipahami sebagai bagian dari rujukan dalam proses fasilitasi penataan kelembagaan,

Perda kerjasama yang belum selaras dengan kebijakan dan prinsip dana bergulir perlu dilakukan review sebelum dipakai sebagai dasar rujukan,

Penda Kabupaten perlu didorong bahwa kebijakan tersebut menjadi bagaian yang perlu ditindaklanjuti dalam penataan kerjasama anatar desa.

Dapat dilihat dalam mekanisme Perda kerjasama Desa

Pedes kerjasama Perda perlu ditindaklanjti dengan Perdes dimana proses pengaturannya tidak boleh bertentangan dengan Perda,

Perdes harus dijadikan rujukan dalam melakukan proses kesepakatan kerjasama,

Dapat dilihat dalam mekanisme Perdes kerjasama Desa

AD/ ART BKAD AD/ ART BKAD merukan tindaklanjut bahwa BKAD harus menjalankan mandat kerjasama kepala desa,

AD/ ART tidak boleh bertentangan dengan

Page 9: Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1

9

No Isu-Isu Kritis Rujukan Penataan Kelembagaan Keterangan

kesepakatan bersama kepala desa, Di lokasi program, telah banyak yang berjalan yang

sifatnya menindaklanjuti pelaksanaan teknis kesepakatan bersama tepapi falititator perlu melakukan revew apakah AD/ ART ini telah selaras dengan hasil kepsepakatan bersama Kepala Desa.,

SOP Unit/ Tim Kerja Semua Unit/ Tim Kerja perlu ditata dalam SOP, Penataan ini untuk memastikan dan mengendalikan

bahwa Tupoksi di masing-masing Unit/ Tim Kerja sesuai dengan ketentuan,

Sudah banyak yang berjalan tetapi ini harus dilakukan review terkait SOP apakah telah selaras dengan Tupoksi di masing-masing Unit/ Tim Kerja.

Mekanisme Pengendalian, Monitoring dan Pertanggungjawaban

Rancangan/ Pelaksanaan Kerjasama harus sudah diputuskan dalam Muswarah Desa dan Dibahas dalam Kepala Desa & BPD (menyangkut Perdes),

Pelaporan bulanan, reguler dan tahunan BKAD, Unit/ Tim Kerja haru dilaporkan ke desa melalui Kepala Desa atau kelembagaan yang disepakati,

Secara berkala dan setiap tahun BKAD dan Unit/ Tim Kerja harus mempertanggungjawabkan kepada yang memberi mandat,

Pemberi mandat sendiri harus juga mempertanggungjawabkan di dalam Musyawarah Desa atau Musyawarah sejenis terkait dengan hasil pertanggungjawabkan BKAD dan Unit/ Tim Kerja,

Mekanisme laporan berjenjang tetap dilakukan dalam fungsi pengawasan dan pengendalian, namun demikian pertanggungjawban sesungguhnya ada kepada yang memberi Mandat yang disampaikan dalam MAD atau kepada desa-desa.