lebih penting setelah beramal
DESCRIPTION
tulisan dr. Raehanul BahrainTRANSCRIPT
Lebih Penting Setelah Beramal: Memohon dan Menjaga agar Amal Diterima
#IndonesiaBertauhid
-Memang beramal penting sebagai buah dari ilmu, tetapi ternyata ada yang
LEBIH PENTING setelah kita beramal, yaitu lebih fokus menjaga dan
memohon agar amal kita diterima
-Karena siapa yang menjamin amal yang kita lakukan diterima oleh Allah?
-Kan sayang sekali setelah lelah dan capek beramal ternyata tidak diterima,
bisa jadi karena riya atau memang niat yang tidak ikhlas
-Lihat contoh Nabi Ibrahim alaihissalam,
√ Beliau seorang Nabi
√ Beliau membangun ka’bah rumah Allah
√ Beliau membangun atas perintah Allah
Akan tetapi beliau TETAP BERDOA MEMOHON agar amalnya diterima oleh
Allah
Beliau berdoa,
العليم ميع الس أنت ك إن ا من ل تقب نا رب
“Ya Allah, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah: 127).
-Maka apalagi kita yang bukan Nabi dan tidak mendapatkan wahyu, tentu
lebih layak berdoa dan memohon agar amal kita diterima
-Karenanya setiap subuh/dzikir pagi kita berdoa,
متقبال وعمال طيبا، ورزقا نافعا، علما أسألك إني اللهم
“Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat,
rezeki yang baik dan amal yang diterima” (shahih. HR. Ibnu Majah)
-Salah satu cara agar amal diterima adalah berusaha memyembunyikan amal
Dalam hadits,
الخفى الغنى قى الت العبد يحب ه الل إن
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya
selalu merasa cukup dan yang suka menyembunyikan amalnya ” (HR.
Muslim)
-Tentunya berusaha ikhlas ketika akan, sedang dan telah beramal, ulama
menjelaskan:
“Jika merasa ikhlas berarti belum ikhlas, jika merasa belum ikhlas berarti
insyaAllah ikhlas”
-Ikhlas memang perkara yang berat dan kita senantiasa selalu menjaganya
Teringat perkataan Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah
علي تتقلب ألنها ؛ نيتي من علي أشد شيئا عالجت ما
“ Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat daripada
meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.”
[Jami’ Al-‘ulum wal hikam hal. 18, Darul Aqidah, Koiro, cet.I, 1422 H]
@Di Antara Langit dan Bumi Allah, Pesawat Garuda, Bengkulu-Jakarta-
Yogyakarta
Penyusun: Raehanul Bahraen