learning objective 3 4.2

70
8/10/2019 Learning Objective 3 4.2 http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 1/70 LEARNING OBJECTIVE - 3 TRAUMA KAPITIS A. Definisi TK adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar  timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran (Dawodu, 2003; Sutantoro, 2004). B. Anatomi  Calvaria (os frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis).  Basis cranii (os petrosus, ethmoidalis, sphenoidalis, mastoideus, dan atap orbita).  Struktur pelindung otak: Rambut, kulit, tulang, meninges dan cairan serebrospinal (LCS)  Struktur otak: Otak  100 milyar neuron & 1 trilyun neuroglia. Berat ± 1400 gram atau 2% BB manusia, dikelilingi LCS  mengisi ruang Subaraknoid. Komponen otak : cerebrum, cerebellum dan batang otak. Pasokan darah otak dari : a. carotis interna dan a. vertebralis. C. Epidemiologi 

Upload: ade-satria-apriadi

Post on 02-Jun-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 1/70

LEARNING OBJECTIVE - 3

TRAUMA KAPITIS

A. Definisi 

TK adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya,

dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik

dari luar→ timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan

tingkat kesadaran (Dawodu, 2003; Sutantoro, 2004).

B. Anatomi 

  Calvaria (os frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis).

  Basis cranii (os petrosus, ethmoidalis, sphenoidalis, mastoideus, dan atap

orbita).

  Struktur pelindung otak:

Rambut, kulit, tulang, meninges dan cairan serebrospinal (LCS)

 

Struktur otak:

Otak→ 100 milyar neuron & 1 trilyun neuroglia.

Berat ± 1400 gram atau 2% BB manusia, dikelilingi LCS→ mengisi ruang

Subaraknoid.

Komponen otak : cerebrum, cerebellum dan batang otak.

Pasokan darah otak dari : a. carotis interna dan a. vertebralis.

C. Epidemiologi 

Page 2: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 2/70

  Menurut Dawodu (2003) insidensi TK tertinggi pada kelompok umur 15-45 tahun → 32,8/100.000.

Perbandingan♂ > ♀ = 3,4 : 1. Penyebab utama→ kecelakaan lalu-lintas (bermotor) tiap tahun 1 juta

meninggal & 20 juta cedera (Islam, 1999; Fauzi, 2002).

 Insiden TK 26% dari semua kecelakaan; 33% kematian karena trauma kapitis.

  Insiden TK karena kecelakaan → 50% meninggal sebelum tiba di RS, 40% meninggal dalam 1 hari dan

35% meninggal dalam 1 minggu perawatan. (Sidharta, 2003).

D. Klasifikasi dan Patogenesis Trauma Kepala 

  Menurut Listiono (1998), klasifikasi TK berdasarkan keadaan patologis dan tampilan klinisnya.

lasifikasi Patologis T

a. TK Primer  

TK primer merupakan efek langsung trauma pada fungsi otak, dimana kerusakan neurologis

langsung disebabkan oleh suatu benda/serpihan tulang yang menembus/merobek jaringan otak

karena efek percepatan-perlambatan (Lombardo, 1995). Jaringan yang mungkin terkena pada TK

adalah:

1.  Kulit (hematom kulit kepala; luka kulit kepala luka lecet dan luka robek).

2.  Tulang (fraktur calvaria linear, impresi, depresi, ekspresi; fraktur basis cranii).

3.  Lesi intrakranial :

  Lesi fokal (Kontusio cerebri, PIS, PED, PSD, PSA).

  Lesi difus (Konkusio/comutio cerebri, Cedera Axonal Difus, Laserasi cerebri).

b. TK Sekunder  

Menurut Listiono (1998) dan Fauzi (2002), penyebab TK sekunder adalah:

  Penyebab sistemik (hipotensi, hipoksia, hipertermi, hiponatremia).

Page 3: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 3/70

  Penyebab intrakranial (TIK meningkat, hematom, edema, kejang, vasospasme dan infeksi).

lasifikasi berdasarkan pemeriksaan klinis 

Mengingat fasilitas pemeriksaan neuroradiologis berupa CT-scan masih jarang, maka agar

dapat mengelola dengan baik, pasien-pasien cedera otak, khususnya jenis tertutup, berdasarkan

 gangguan kesadarannya (berdasarkan Glasgow Coma Scale + GCS) dikelompokkkan menjadi :

1.  Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I)

GCS : 13-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual, muntah.

2.  Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II)

GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.

Disini pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.

3.  Cedera kepala berat.

GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan fungsi batang otak.

Perlu ditekankan di sini bahwa penilaian derajat gangguan kesadaran ini dilakukan sesudah

stabilisasi sirkulasi dan pernafasan guna memastikan bahwa defisit tersebut diakibatkan oleh cedera

otak dan bukan oleh sebab yang lain.

Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat gangguan kesadaran, dikemukakan pertama kali

oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.

Penilaiannya adalah berdasarkan respons membuka mata (= E), respon motorik (= M) dan respon

verbal (= V).

Page 4: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 4/70

Pemeriksaan GCS tidak memerlukan alat bantu, mudah dikerjakan sehingga dapat dilakukan dimana

saja oleh siapa saja.

Daftar penilaian GCS selengkapnya adalah seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Eye opening (E)

Spontaneous

To call

To pain

None

Motor response (M)

Obeys commands

Localizes pain

Normal flexion (withdrawal)

Abnorma flexion (decoraticate)

Extension (decerebrate)

None (flaccid)

Verbal respons (V)

Oriented

Confused conversation

Inappropriate words

4

3

2

1

6

5

4

3

2

1

5

4

3

Page 5: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 5/70

Incomprehensible sounds

None

2

1

* GCS sum score = (E + M + V); best possible score = 15; worst possible score = 3

E. Mekanisme Trauma Kepala 

1. Direct Impact→ lesi berada satu sisi dengan trauma

2. Akselerasi-Deselerasi

* Dasar : massa jenis kranium > massa jenis otak.

* Terjadi percepatan kranium searah dengan trauma padahal cerebrum sedang dalam perjalanan searah

trauma→ terjadi benturan antara kranium dengan cerebrum.

3. Shock wave injury

- Dasar : trauma merupakan gelombang yang dijalarkan melalui kranium dan

cerebrum.

- Terjadi pada trauma beberapa kali sekaligus:

* trauma I→ terjadi perambatan gelombang.

* trauma II→ gelombang dialirkan kembali kearah semula sehingga

terjadi benturan 2 gelombang yang mengakibatkan kerusakan berupa

kontusio/comutio.

4. Rotational injury

Page 6: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 6/70

Trauma dengan membentuk sudut akibat putaran kepala (pemuntiran).

F. Pemeriksaan Klinis

 

Pemeriksaan fisik, meliputi : penilaian GCS, reflek pupil, gerakan bola mata, vital sign, meningeal sign,

nervi kranialis, fungsi motorik.

  Px. Penunjang, meliputi: CT-scan, foto polos kepala, MRI, lab. darah dan elektrolit.

G. Diagnosis 

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan neurologis (GCS dan reaksi pupil) dan pemeriksaan

penunjang (CT-scan, foto polos kepala, MRI, lab. darah dan elektrolit).

H. Diagnosis Banding 

 Jika riwayat trauma kurang jelas dan pasien tidak sadar, kita hrs membedakan cedera kepala tertutup

dengan penyebab lainnya, seperti: koma diabetik, koma alkoholik, CVD atau epilepsy (jika pasien kejang).

I. Komplikasi Jangka Panjang 

Menurut Harsono (1999), terdapat faktor prediksi terhadap komplikasi jangka panjang TK, yaitu:

kualitas TK, frekuensi TK, jenis perubahan anatomi, usia penderita.

Akibat jangka panjang TK;

1.  Kerusakan saraf cranial (anosmia, gangguan visual, oftalmoplegi, paresis fasialis, gangguan auditorik)

2.  Disfasia.

3. 

Hemiparesis.

4.  Sindrom Pasca TK/ P ost Concussional Syndrome. 

5.  Fistula karotika-kavernosus.

6.  Epilepsi post trauma.

7.  Infeksi dan fistula LCS.

Page 7: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 7/70

J. Terapi 

o  Menurut Chusid (1982), penatalaksanaan TK dibagi 2, yaitu:

a. Tindakan darurat→ atasi syok (cairan dan darah) dan prinsip ABC.

b. Tindakan umum→ obat-obatan dan observasi kontinyu.

o  Menurut Harsono (1999), penatalaksanaan TK sangat kompleks. Mulai dari menjaga

keseimbangan kardiovaskuler, respirasi, cairan elektrolit dan kalori serta obat-obatan untuk

 gejala yang timbul, seperti: anti edema cerebri, anti kejang, antibiotik, AINS serta vitamin

neurotropik. Selain farmakoterapi, pasien TK yang telah membaik memerlukan fisioterapi-

rehabilitatif, psikoterapi serta re-adaptasi lingkungan kerja dan keluarga.

  Menurut Islam (1999), penanganan TK disesuaikan dengan jenis TK (CKR, CKS, CKB).

  Menurut Fauzi (2002), penanganan awal TK mempunyai tujuan: memantau sedini mungkin dan

mencegah TK sekunder; memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga membantu

penyembuhan sel-sel otak yg rusak.

K. Prognosis 

  Menurut Chusid (1982), prognosis TK tergantung berat dan letak TK.

  Menurut King & Bewes (2001), prognosis TK buruk jika pada pemeriksaan ditemukan pupil midriasis

dan tidak ada respon E, V, M dengan rangsangan apapun. Jika kesadarannya baik, maka prognosisnya

dubia, tergantung jenis TK, yaitu: pasien dapat pulih kembali atau traumanya bertambah berat.

Menurut Fauzi (2002), faktor yang memperjelek prognosis adalah terlambatnya penanganan awal/resusitasi,

transportasi yang lambat, dikirim ke RS yang tidak memadai, terlambat dilakukan tindakan pembedahan dandisertai trauma multipel yang lain.

LUKA BAKAR

1. Definisi 

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau

benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau mendinginkan.

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai

Page 8: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 8/70

kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi

sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer,

2001 : 1911)

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal

maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006;1853).

2. Epidemiologi 

Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini,

200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000

meninggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami

luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar (Smeltzer,

2001 : 1911)

Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun terdapat sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana 6400

diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar. Antara 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahunmendapat perawatan di gawat darurat di 100 rumah sakit di amerika.

3. Penyebab / Faktor Predisposisi 

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau

radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001;1911). Berikut ini adalah beberapa penyebab luka bakar, antara lain :

a. Panas (misal api, air panas, uap panas)

b. Radias

c. Listrik

d. Petir

e. Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)f. Ledakan kompor, udara panas

 g. Ledakan ban, bom

h. Sinar matahari

i. Suhu yang sangat rendah (frost bite)

4. Patofisologi Terjadinya Penyakit 

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh

akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan

hemokonsentrasi. Burn shock (shock Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi

sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :

1. Respon kardiovaskuilerCurah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas.

Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun

dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem

saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi

denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.

2. Respon Renalis

Page 9: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 9/70

Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran ke ginjal

dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.

3. Respon Gastro Intestinal

Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus

curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat

luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi

lampung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik

 yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan

erosi lambung atau duodenum (ulkus curling).

Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh

kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas.

Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.

4. Respon Imonologi

Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis mekanik, kulit sebagai

mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk.Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan

mikroorganisme masuk ke dalam luka.

5. Respon Pulmoner

Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari

keadaan hipermetabolisme dan respon lokal (White, 1993) . Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis

terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon

monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen.

Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS

(adult respiratory distress syndrome). (Smeltzer, 2001, 1913)

5. Klasifikasi 

a) Berdasarkan penyebab  

- Luka bakar karena api

- Luka bakar karena air panas

- Luka bakar karena bahan kimia

- Laka bakar karena listrik

- Luka bakar karena radiasi

- Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).

b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak  

• Luka bakar derajat I 

- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis

- Kulit kering, hiperemi berupa eritema

- Tidak dijumpai bulae

- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae,

Page 10: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 10/70

terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan

khusus.

• Luka bakar derajat

- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.

- Dijumpai bulae.

- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.

Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal

Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

Derajat II dangkal (superficial) 

- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.

- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.

Derajat II dalam (deep) 

- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.

- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari

sebulan.

• Luka bakar derajat III 

- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.

- Tidak dijumpai bulae.

- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.

- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.

- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung saraf sensorik mengalami

kerusakan/kematian.

- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.

(otot, tulang, dll)

c) Berdasarkan tingkat keseriusan luka  

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:

• Luka bakar mayor 

- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.

- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.

- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.

- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka.

- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.

• Luka bakar moderat 

- Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.

- Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.

- Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.

• Luka bakar minor 

- Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah : Luka bakar

Page 11: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 11/70

dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak.

- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.

- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.

- Luka tidak sirkumfer.

- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

(Hudak & Gallo, 1996, 542)

Ukuran luas luka bakar

Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :

• Rule of nine 

- kepala dan leher : 9%

- Dada depan dan belakang : 18%

- Abdomen depan dan belakang : 18%

- Tangan kanan dan kiri : 18%

- Paha kanan dan kiri : 18%

- Kaki kanan dan kiri : 18%

- Genital : 1%

Skema pembagian luas luka bakar dengan Rules Of Nine

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas

permukaan tubuhnya.

Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15

tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

Diagram

Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder sebagai berikut:

LOKASI USIA (Tahun)

0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA

KEPALA 19 17 13 10 7

LEHER 2 2 2 2 2

DADA & PERUT 13 13 13 13 13

PUNGGUNG 13 13 13 13 13

PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

KELAMIN 1 1 1 1 1

LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4

LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4

LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3

LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3

TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5

PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5

TUNGKAI BAWAH KA 5 5 5,5 6 7

Page 12: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 12/70

TUNGKAI BAWAH KI 5 5 5,5 6 7

KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

6. Gejala Klinis 

a. Luka bakar derajat I:

- Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).

- Kulit kering, hiperemik berupa eritema.

- Tidak dijumpai bullae.

- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.

- Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari

b. Luka bakar derajat II

- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.

- Dijumpai bullae.

- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.

• Derajat II dangkal (superficial). 

- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.

- Penyembuhan spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa skin graft

• Derajat II dalam (deep). 

- Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.

- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan lebih dari satu

bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).

c. Luka bakar derajat III

- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.

- Tidak dijumpai bulae.

- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering lebih rendah dibanding kulit sekitar.

- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.

- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami

kerusakan/kematian.

- Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.

- Sumber: smeltzer(2001),keperawatan medikal bedah

Zona Kerusakan jaringan 

Setiap daerah yang terbakar memiliki tiga zona cedera yaitu :

Zona Koagulasi 

Daerah sebelah dalam yang langsung mengalami kerusakan akibat pengaruh panas, terdapat proses koagulasi

protein pada luka dan kematian seluler.

Zona Stasis 

Page 13: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 13/70

Daerah yang berada langsung diluar zona koagulasi. Pada daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah

disertai kerusakan trombosit dan leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permebilitas

kapiler dan respon inflamasi lokal.

Zona Hiperemia 

Daerah diliuar zona statis yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler.

Zona ketiga ini dapat mengalami penyembuhan secara spontan atau berubah ke zona kedua bahkan zona

pertama.(Moenadjat,2003: Smeltzer, 2001;1916)

7. Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi: 

- Menentukan derajat luka

- Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat

- Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal.

- Mukosa bibir kering

- Tanda-tanda inflamasi

Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :

Rule of nine

Merupakan cara yang tepat untuk menghitunng luas daerah yang terhadap luas permukaan tubuh. Adapun

prosentasenya adalah sebagai berikut:

- kepala dan leher : 9%

- Dada dan perut : 18%

- Punggung dan bokong: 18%

- Tangan kanan dan kiri : 18%

- Kaki kanan: 18%

- Kaki kiri : 18%

- Genital : 1%

Gambar 2.4 Skema pembagian luas luka bakar dengan Rule of Nine

Metode lund dan Browder

Metode ini lebih tepat dalam memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar. Menyatakan bahwa

prosentase luka bakar pada berbagai bagian anatomi, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut

pertumbuhan

Metode Telapak Tangan

Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai memperkirakan prosentase luka

bakar adalah metode telapak tangan ( palm methode). Lebar telapak tangan pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.

• Palpasi: 

- Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)

- Suhu pada luka

• Auskultasi: 

- Auskultasi bunyi nafas pada paru

- Auskultasi bising usus

Page 14: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 14/70

8. Pemeriksaan Penunjang 

• Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan

perpindahan/kehilangan cairan.

• Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal.

Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.

• Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitiil/ganguan pompa natrium. 

• Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein. 

• Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi

• Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi 

• EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik. 

• BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.  

• Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.

• Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap. 

• Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.  

• Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya. (Doenges, 2000, 804)  

9. Diagnosis / kriteria diagnosis 

Apabila terjadi kerusakan kulit akibat agen-agen thermal, dan kimia , kemudian ditentukan derajatnya dengan

rule of nine’s untuk mengetahui luas daerah yang terbakar. 

10. Penatalaksanaan 

Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting

(contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru

selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan

- Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat

dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.

- Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit,

hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif

samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar –  Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif

tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi –  Jangan

pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan

memperberat derajat luka dan risiko hipotermia –  Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah

mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa

bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.

- Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang

 jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

- Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial

partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin

untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah,

riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan

- Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar

superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah

Page 15: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 15/70

pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat

luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan

meningkatkan risiko infeksi.]

- Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa

• Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg

• Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus

• Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC (airway, breathing,

Circulation)

Airway and breathing

Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black sputum), gagal napas, bulu

hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan

tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan

napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.

Circulation

Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk perhitungan pemberian

cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bilaluas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat

diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan

cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana

terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan

timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka

volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan

mengganggu fungsi organ-organ tubuh.

Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan

dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang

diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance

per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan

1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya

dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang

diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam.

Tatalaksana luka bakar minor

• Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat membutuhkan morfin sebelum penilaian

luka bakar dan pembalutan awal.

• Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga balut dan bidai  

• Pemeriksaan status tetanus pasien 

• Pembalutan tertutup disarankan untuk luk a bakar partial thickness. Cairan yang keluar dari luka bakar

menentukan frekuensi penggantian balutan

Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh

selama beberapa hari. Jika gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi

pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang besar dan yang meliputi daerah

persendian harus dipecah dan dibersihkan. Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah

beberapa hari menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.

Page 16: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 16/70

Tatalaksana luka bakar superfisial / dangkal

Dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang menunjukakan kecenderungan terbentuknya gelembung cairan atau

penggarukan dapat ditutup perban untuk proteksi.

Tatalaksana luka bakar sebagian (partial thicknes)

• Dilakukan pembersihan luka dan sekelilingnya dengan salin (larutan yang mengandung garam-steril). Jika luka

kotor dapat dibersihkan dengan clorhexidine 0,1% lalu dengan salin.

• Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang tidak menempel lalu dibalut atau di

plester

• Luka bakar deep partial thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang tidak lengket dan diberikan

antimikroba krim silverdiazin

Follow up

Bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau

ternyata lebih dalam maka rujukan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang

berlebihan (scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3 minggu luka bakar belum juga

menyembuh.

Luka bakar mayor

Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan) Apabila ada tanda-tanda luka bakar pada saluran napas atau

cedera pada paru-paru maka intubasi dilakukan secepatnya sebelum pembengkakan pada jalan napas terjadi.

Cairan

 Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan lakukan penghitungan cairan dari saat waktu

kejadian luka bakar. Pasang kateter urin jika luka bakar>15% atau luka bakar daerah perineum NGT-pipa

nasogastrik dipasang jika luka bakar>10% berupa deep partial thickness atau full thickness, dan mulai untuk

pemberian makanan antara 6-18 jam.

Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar

Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti :

1. Pembersihan Luka

Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman disamping tempat tidur. Selama

berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat baik

untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.

2. Terapi Antibiotik Topikal

Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat, dan mafenide asetat.

3. Penggantian Balutan

Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat

dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan

berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai

forseps atau tangan yang menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen

untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama

penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.

4. Debridemen

Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing sehingga

pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati.

Debridemen ada 3 yaitu

Page 17: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 17/70

- Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan

- Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat jaringan mati.

- Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai mengupas kulit yang

terbakar.

5. Graft Pada Luka Bakar

Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jarinagn ini akan

mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar

untk pertumbuhan sel epitel.

6. Dukungan Nutrisi

Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat penyembuhan luka.

Fase Rehabilitasi

Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi

harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada

perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan

aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan

cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan

fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi

agar dapat melatih rentang gerak. (Smeltzer, 2001, 1918)

11. Komplikasi 

• Gagal ginjal akut 

• Gagal respirasi akut 

• Syok sirkulasi 

• Sindrom kompartemen 

• Ilius paralitik  

• Ulkus curling 

12. Prognosis 

Prognosis lebih baik pada anak dengan usia di atas 5 tahun, dan pada dewasa dengan usia kurang dari 40 tahun.

Berat ringan luka bakar tergantung pada: kedalaman luka bakar, luas, usia, lokasi, agent, riwayat penyakit, dan

trauma.

PLASENTA PREVIA

4. 1 DEFINISI 

Plasenta previa adalah implantasi plasenta pada segmen bawah rahim (SBR) yang menutupi sebagian atau seluruh

bagian orifisium uteri internum (OUI).2 Dari pengertian ini didapat dua hal yaitu :

- implantasi plasenta letak rendah

- implantasi plasenta sepanjang atau didepan orificium uteri internum3 

Page 18: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 18/70

 

4. 2 TIPE PLASENTA PREVIA

Ada 4 tipe plasenta previa yaitu :

1.  tipe 1 : plasenta letak rendah

pinggir plasenta berimplantasi di segmen bawah rahim

2.  tipe 2 : plasenta previa marginal

plasenta mencapai OUI tetapi tidak menutup OUI

3. 

tipe 3 : plasenta previa parsial

plasenta menutupi sebagian OUI atau plasenta tidak menutupi OUI seluruhnya ketika berdilatasi

4.  tipe 4 : plasenta previa totalis

plasenta menutupi seluruh OUI ketika berdilatasi penuh

Klasifikasi plasenta previa ini didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir

pada waktu tertentu. Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka

klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah

menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi seperti ini tidak akan terjadi dengan

penanganan yang baik.1 

4. 3 EPIDEMIOLOGI 

Insidens plasenta previa sekitar 1 dari 500 kelahiran hidup dan yang terjadi pada trimester II (16-20

minggu) sekitar 5%. Sekitar 90% kejadian plasenta previa ini ditindaklanjuti dengan terminasi per abdominam.3 

Berdasarkan data kelahiran di Amerika Serikat pada tahun 2001, kejadian plasenta previa adalah 1 dari

305 persalinan (Martin and co workers, 2002). Sekitar 93.000 persalinan di Nova Scotia, Crane dkk (1999)

Page 19: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 19/70

menemukan insidens 0,33 % (1 dari 300). Di Parkland Hospital, insidennya adalah 0,26 % (1 dari 390) untuk

lebih dari 169.000 persalinan selama 12 tahun terakhir.4 

Mortality/Morbidity: The perinatal mortality rate associated with placenta previa ranges from 2-3%.

•  Age: Age is associated with a varying prevalence of placenta previa. The risk of placenta previa in relation to age

is as follows:

•  Aged 12-19 years - 1%

•  Aged 20-29 years - 0.33%

•  Aged 30-39 years - 1%

•  Older than 40 years - 2%

4. 4 ETIOLOGI

Penyebab pasti plasenta previa masih belum bisa dipastikan. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa kondisi

berikut berkaitan dengan terjadinya plasenta previa :

- adanya jaringan parut pada endometrium (uterus), seperti pada bekas operasi cesar atau aborsi.

- Riwayat kehamilan yang berjarak dekat

- Wanita yang berumur kurang dari 20tahun mempunyai resiko paling tinggi. Resiko akan meningkat pada

wanita diatas 30tahun.

- plasenta yang besar seperti pada kehamilan kembar (gemelli) atau erythroblastosis.

- bentuk uterus yang abnormal

- pembentukan plasenta yang abnormal

- kemungkinan pada wanita yang merokok atau menggunakan cocain

4. 5 PATOFISIOLOGI 

Plasenta previa terjadi akibat gangguan implantasi karena vaskularisasi endometrium yang abnormal

 yang terkait dengan atropi dan scaring akibat trauma atau inflamasi. Hal ini menyebabkan implantasi embrio

Page 20: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 20/70

pada segmen bawah rahim. Perumbuhan plasenta menyebabkan plasenta menutupi cervix. Normalnya plasenta

berimplantasi di fundus uteri dan aliran darah di fundus lebih baik dari segmen bawah uterus. Adanya implantasi

abnormal dapat diakibatkan jaringan parut / skar pada uterus dan kerusakan pada uterus.3 Vaskularisasi yang

berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta

previa, dimana plasenta yang letaknya normal akan memperluas permukaannya sehingga mendekati atau

menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.1 

4. 6 FAKTOR RISIKO

1.  Riwayat operasi seksio sesaria sebelumnya (dihubungkan dengan kejadian plasenta akreta)

2. 

paritas yang tinggi (multiparitas)3.  usia ibu tua

4.  kehamilan kembar (gemelli)

5.  merokok (penggunaan tembakau)

6.  tindakan instrumentasi pada uterus

4. 7 GEJALA

- perdarahan bercak pada timester pertama dan kedua

- perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 27-32 minggu tanpa disertai nyeri (“Sentinel bleed”), dengan

warna darah merah terang, jumlahnya bervariasi dari perdarahan sedikit sampai banyak. Hal ini dapat dipicu

akibat hubungan seksual atau kontraksi uterus.

- Abdomen lemas, tidak nyeri tekan

4. 8 SCREENING DAN DIAGNOSIS

1,2 

Pada setiap perdarahan ante partum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya adalah plasenta

previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.

Anamnesis

Page 21: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 21/70

Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa penyebab, terutama

pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis melainkan dari pemeriksaan

hematokrit.

Pemeriksaan luarBagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi kepala, biasanya kepala

masih terapung di atas pintu atas panggul atau mengolak ke samping dan sulit didorong ke dalam pintu atas

panggul. Tidak jarang tedapat kelainan letak janin seperti letak lintang atau letak sungsang.

Pemeriksaan inspekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari

kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma poliposis servisis uteri, varises vulva, dan

trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.

Penentuan letak plasenta tidak langsung

Penentuan letak plasenta secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop, dan

ultrasonografi. Adanya plasenta previa dapat dideteksi melalui USG selama kunjungan Ante Natal Care  atau

setelah tejadinya perdarahan pervaginam.2 

- Diagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu :  

Dengan pemeriksaan ultrasonografi rutin (USG) keadaan plasenta letak rendah atau plasenta previa dapat

diketahui

- Diagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu :  

Umumnya plasenta previa ini akan terdiagnosis jika sudah terjadi perdarahan per vaginam. Dokter dapat

mengkonfirmasi melalui pemeriksaan abdominal ultrasonografi dan transvaginal ultrasonografi. Pemeriksaan

tambahan lain dapat dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging ) dimana pemeriksaan ini tidak menggunakan

radiasi sehingga cukup aman bagi janin.2 

Penentuan letak plasenta secara langsung

Pemeriksaannya adalah secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Namun pemeriksaan ini

sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karenanya pemeriksaan ini dilakukan

apabila penanganan pasif ditinggalkan dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam

keadaan siap operasi. Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi (PDMO) yaitu :

- Perabaan fornises . Pemeriksaan ini hanya bermakna bila janin dalam presentasi kepala. Sambil mendorong

sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul, perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya

Page 22: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 22/70

terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta, dan akan terasa padat / keras bila diantara jari

dan kepala janin tidak terdapat plasenta.

- Pemeriksaan melalui kanalis servikalis . Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk

dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan tujuan meraba kotiledon plasenta.

4. 9 PENATALAKSANAAN 

Penatalaksanaan tergantung dari jumlah perdarahan uterus abnormal, apakah janin sudah viabel atau

belum untuk hidup diluar uterus, besarnya plasenta yang menutupi serviks, posisi janin di dalam rahim, dan

paritas.1 

Pada kehamilan awal, transfusi dapat diberikan untuk menggantikan kehilangan darah ibu. Obat-obatan

dapat diberikan untuk mencegah persalinan yang pre term, dan memperpanjang masa kehamilan sampai

mencapai 36 minggu.

Tindakan operatif (seksio sesaria) merupakan penatalaksanaan pada kasus plasenta previa ini karena dapat

mengurangi risiko kematian ibu dan bayi.

Berdasarkan usia kehamilan, ada dua tindakan yang dilakukan yaitu :

1. 

Tindakan Ekspektatif  5 

Tujuan : agar janin tidak lahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.

· Syarat terapi ekspektatif :

- kehamilan pre term dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

- belum ada tanda inpartu

- keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)

- janin masih hidup

· Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis

· Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi

 janin.

· Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan.

Page 23: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 23/70

· Pastikan tesedianya sarana untuk melakukan transfusi

· Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dirawat jalan (kecuali

rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera

kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.

· Jika perdarahan berulang, pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan janin untuk mendapatkan penanganan

lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi kehamilan.

2.  Tindakan Aktif 5 

· Rencanakan terminasi kehamilan jika :

- janin matur

- janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya

anensefali)

- pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa memandang maturitas janin.

· Jika terdapat plasenta letak rendah dan perdarahan yang terjadi sangat sedikit, persalinan per vaginam masih

mungkin dilaksanakan. Jika tidak, tindakan melahirkan dengan seksio sesaria.

· Pemilihan cara persalinan tergantung dari derajat plasenta previa, paritas, dan banyaknya perdarahan.

Persalinan per vaginam dapat dilakukan pada multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa

marginalis, atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm yang dapat ditanggulangi dengan

pemecahan selaput ketuban. Persalinan per vaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan

bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Apabila

pemecahan selaput ketuban tidak berhasil, dapat dilakukan cara lain dengan pemasangan cunam Willett   dan

versi Braxton – Hicks.1 

· Jika persalinan dengan seksio sesaria dan terjadi perdarahan dari tempat plasenta :

- jahit tempat perdarahan

- pasang infus oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan intravena (NaCl atau RL) dengan kecepatan 60 tetes per

menit

· Jika perdarahan terjadi pasca persalinan, segera lakukan penanganan yang sesuai (ligasi arteri atau histerektomi)

Page 24: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 24/70

4. 10 PROGNOSIS 1 

Dengan penanganan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa rendah sekali, atau tidak

ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-

angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap

memegang peranan utama.

SOLUTIO PLASENTA

A. Definisi

Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada

kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir

B. Nama lain solusio placenta 

1. Abruptio placentae

2. Ablatio placentae

3. Accidental haemorrhage

4. Premature separation of the normally implanted placenta

C. Etiologi 

Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa factor

 yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :

1.  penyakit hipertensi menahun

2.  pre-eklampsia

Page 25: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 25/70

3.  tali pusat yang pendek

4.  trauma

5.  tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior

6. 

uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu

anak pertama lahir )

Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :

1.  umur lanjut

2.  multiparitas

3.  ketuban pecah sebelum waktunya

4.  defisiensi asam folat

5.  merokok, alcohol, kokain

6.  mioma uteri

D. Klasifikasi

Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :

1.  solusio placenta ringan

2.  solusio placenta sedang

3.  solusio placenta berat

Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta. Pada solusio

placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan

akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-

kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta.

Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang

amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.

E. Frekuensi 

Page 26: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 26/70

Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 di antara 50 persalinan. Di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo antara

tahun 1968-1971 solusio placenta terjadi kira-kira 2,1 % dari seluruh persalinan , yang terdiri dari : 14%

solusio placenta sedang, 86 % solusio placenta berat.

F. Patologi 

Solusio placenta dimulai dengan perdarahan dalam desidua basalis, kemudian terjadi hematom dalam

desidua yang mengangkat lapisan-lapisan di atasnya. Hematom ini makin lama makin besar sehingga

placenta terdesak dan akhirnya terlepas. Jika perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan

mendesak jaringan placenta, belum mengganggu peredaran darah antara uterus dan placenta, sehingga

tanda dan gejalanya pun tidak jelas. Setelah placenta lahir baru didapatkan cekungan pada permukaan

maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.

Perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang teregang oleh kehamilan itu tak mampu

untuk berkontraksi lebih untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematoma retroplasenter akan

bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh placenta akan terlepas. Sebagian akan

menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam

kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila ekstravasasi berlangsung

hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu atau biru, disebut uterus couvelaire. Uterus

seperti ini sangat tegang dan nyeri.

Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak romboplastin akan masuk ke

dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, menyebabkan sebagian

besar persediaan fibrinogen habis.

Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah pada uterus maupun

alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria

dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau

akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantung dari luasnya

placenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian

Page 27: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 27/70

 janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat

 janin.

Waktu adalah hal yang sangat menentukan dalam beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan

nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio placenta sampai persalinan selesai, makin hebat

komplikasinya.

G. Gejala klinis 

1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.

2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang

berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en bois).

4. 4. Palpasi sukar karena rahim keras.

5. 5. Fundus uteri makin lama makin naik.

6. 6. Bunyi jantung biasanya tidak ada.

7. 7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah)

8. 8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia

H. Diagnosis 

Page 28: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 28/70

Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang

dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta

akibat tekanan dari hematom retroplasenta.

I. Gambaran klinik 

· Solusio plasenta ringan

Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi

perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit

atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi

lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba.

· Solusio plasenta sedang

Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas permukaannya. Tanda dan

 gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut

terus menerus, yang disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit,

mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan

sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan

stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan akan selesai

dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya

terjadi pada solusio plasenta berat.

· Solusio plasenta berat.

Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam

syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak

sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar

kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.

Page 29: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 29/70

J. Komplikasi 

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta

berlangsung. Komplikasinya antara lain :

1. Perdarahan

Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan

menyelesaikan persalinan segera. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus

dengan oksitosin. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena

kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala 3, dan kelainan pembekuan darah.

Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium, seperti

 yang terjadi pada uterus couvelaire. Apabila perdarahan postpartum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi

bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan

terakhir adalah histerektomia atau pengikatan arteri hipogastrika.

2. Kelainan pembekuan darah.

Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi. Page (1951) dan Schneider (1955)

menerangkan dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah

retroplasenta, sehingga terjadi pembekuan darah intravascular dimana-mana, yang akan menghabiskan faktor-

faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup

bulan ialah 450mg% , berkisar antara 300-700mg% dalam 100cc. Di bawah 150mg per 100cc disebut

hipofibrinogenemi. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100mg% per 100cc, akan terjadi gangguan

pembekuan darah.

Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan secara

laboratorium.

· Penentuan kuantitatif kadar fibrinogen

Page 30: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 30/70

· Pengamatan pembekuan darah untuk menentukan :

o Waktu pembekuan darah

o Besarnya dan kemantapan bekuan darah

o Adanya factor seperti heparin (antikoagulansia) dalam peredaran darah

o Adanya fibrinolisin dalam peredaran darah

· Hitung trombosit

· Penentuan waktu protrombin

· Penentuan waktu tromboplastin

Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh karena itu untuk keadaan akut

baik dilakukan clot observation test,dengan cara:

Kira-kira 5ml darah ibu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berukuran 15 ml, kemudian

digoyang perlahan-lahan setiap semenit sekali. Apabila dalam 6 menit tidak terjadi bekuan,

ataupun terjadi bekuan tapi bentuknya tidak padat dan mencair 1 jam kemudian, hal itu

menunjukkan adanya kelainan pembekuan darah.

Besar bekuannya abnormal bila hanya menempati kurang dari 35-45% dari volume darah semula, dan

kemantapannya abnormal apabila bekuannya tidak tahan kocokan beberapa kali setelah setengah jam.

Waktu pembekuan seperti diperiksa pengamatan pembekuan darah itu menunjukkan kira-kira kadar

fibrinogen darahnya. Apabila waktu pembekuannya kurang dari 6 menit, kadar fibrinogen darahnya

kira-kira lebih dari 150mg%. Apabila waktu pembekuannya lebih dari 6 menit dan bekuannya kurang

baik, kadar fibrinogen darahnya kira-kira 100-150mg%. Apabila tidak terbentuk bekuan dalam waktu

30 menit, kadar fibrinogen darahnya mungkin lebih rendah dari 100mg%.

Page 31: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 31/70

 

Terjadinya hipofibrinogenemi :

Biasanya koagulopati terjadi dalam 2 fase yaitu :

Fase 1: Pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, venol) terjadi

pembekuan darah, disebut disseminated intravascular clotting.

Akibatnya peredaran darah kapiler terganggu. Jadi, pada fase 1 turunnya

kadar fibrinogen disebabkan pemakaian zat tersebut maka fase 1 disebut

 juga koagulopati konsumtif.

Diduga bahwa hematom retroplasenta mengeluarkan tromboplastin yang

menyebabkan pembekuan intravascular tersebut. Akibat gangguan

mikrosirkulasi, terjadi kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting

karena hipoksia. Kerusakan ginjal menyebabkan oliguri / anuri dan akibat

 gangguan mikrosirkulasi ialah syok.

Fase 2: Fase ini sebetulnya fase regulasi reparative ialah usaha badan untuk membuka kembali peredaran darah

kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan,akan

menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan patologis.

3.  Oliguria

Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh karena itu, oliguria hanya

dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada

solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre

eklampsia, atau hipertensi menahun.

Page 32: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 32/70

Terjadinya oliguria belum dapat diterangkan dengan jelas. Mungkin berhubungan dengan hipovolemi

dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak. Adapula yang menerangkan

bahwa tekanan intrauterin yang tinggi menimbulkan reflex penyempitan pembuluh darah ginjal.

Kelainan pembekuan darah berperan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.

4.  Gawat janin

 Jarang kasus solusio plasenta datang dengan janin yang masih hidup. Kalaupun masih hidup,biasanya

keadaannya sudah sedemikian gawat, kecuali pada kasus solusio plasenta ringan.

K. Penanganan solusio plasenta 

· Solusio plasenta ringan

Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak

menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah

sakit dengan observasi ketat.

· Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam

pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat

dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks

panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada

his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul

dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.

Pengobatan :

Page 33: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 33/70

- Umum :

a. Transfusi darah.

Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita waktu

itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi

sekurang-kurangnya 1000ml.

b. Pemberian O2 

c. Pemberian antibiotik.

d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.

- Khusus :

a. Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10

 gr atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol

(proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu

100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan

meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.

 Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan sekurangnya

4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg%.

Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan IV

perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan darah segar

 yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per 1000ml.Sehingga dengan transfusi darah

lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi.

Page 34: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 34/70

b. Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik lebih dari

30-40cc/jam.

c. Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-

dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak

akan selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin , satu-

satunya cara adalah dengan melakukan sectio caesaria.

d. Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat

diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.

Alasan :

- Bagian placenta yang terlepas meluas

- Perdarahan bertambah

- Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah

L. Prognosis 

Prognosis ibu tergantung dari luasnya placenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan,

derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau pre eklampsia, tersembunyi

tidaknya perdarahannya dan jarak waktu antara terjadinya solusio placenta sampai pengosongan uterus.

Prognosis janin pada solusio placenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solusio placenta ringan

dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya placenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya

kehamilan. Perdarahan yang lebih dari 2000ml biasanya menyebabkan kematian janin.Pada kasus solusio

placenta tertentu sectio caesaria dapat mengurangi angka kematian janin. Persediaan darah secukupnya akan

sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya.

Page 35: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 35/70

Page 36: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 36/70

Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk

keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis. Kekurangan cairan yang diminum

dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma

berkurang. Natrium dan klorida darah turun, demikian pula klorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan

hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan

oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai

akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang lebih

banyak, dapat merusak hati

D. DIAGNOSA 

1. Anamnesa : Amenore, tanda kehamilan muda,muntah terus menerus

2. Pemeriksaan fisik : KU = lemah

a. Kesadaran= apatis sampai koma

b. Nadi >100 x/menit

c. Tekanan darah menurun

d. Suhu meningkat

3. Pemeriksaan penunjang : Kadar Na dan Cl turun

E. KLASIFIKASI 

Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu :

1. Tingkat I

a. Muntah terus menerus sehingga menimbulkan :

1) Dehidrasi : turgor kulit turun

2) Nafsu makan berkurang

3) Berat badan turun

4) Mata cekung dan lidah kering

b. Epigastrium nyeri karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke esofagus

c. Nadi meningkat dan tekanan darah turun

d. Frekuensi nadi sekitar 100 kali/menit

e. Tampak lemah dan lemas

Page 37: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 37/70

 

2. Tingkat II

a. Dehidrasi semakin meningkat akibatnya :

1) Turgor kulit makin turun

2) Lidah kering dan kotor

3) Mata tampak cekung dan sedikit ikteris

b. Kardiovaskuler

1) Frekuensi nadi semakin cepat > 100 kali/menit

2) Nadi kecil karena volume darah turun

3) Suhu badan meningkat

4) Tekanan darah turun

c. Liver

Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan ikterus

d. Ginjal

Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang yang menyebabkan :

1) Oliguria

2) Anuria

3) Terdapat timbunan benda keton aseton.Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan

e. Kadang –  kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus dan pecahnya mukosa

lambung pada sindrom mallory weiss.

3. Tingkat III

a. Keadaan umum lebih parah

b. Muntah berhenti

c. Sindrom mallory weiss

d. Keadaan kesadran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma

e. Terdapat ensefalopati werniche :

1) Nistagmus

Page 38: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 38/70

  2) Diplopia

3) Gangguan mental

f. Kardiovaskuler

Nadi kecil, tekanan darh menurun, dan temperatur meningkat

 g. Gastrointestinal

1) Ikterus semakin berat

2) Terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam

h. Ginjal

Oliguria semakin parah dan menjadi anuria

F. PENCEGAHAN 

Prinsip pencegahan untuk mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis adalah :

1. Penerapan bahwa kehamilan dan persalinan adalah proses fisiologi

2. Makan sedikit tapi sering dengan (makanan kering)

3. Hindari makanan berminyak dan berbau

4. Defekasi teratur

G. PENATALAKSANAAN 

1. Obat-obatan

Sedativa yang sering digunakan adalah Luminal. Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan B6 Keadaan

 yang lebih berat diberikan antiemetik sepertiAvopreg,Avomin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti

Dramamin, Avomin. Antasida

2. Isolasi

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan peredaran udara yang baik.. Kadang-

kadang dengan isolasi saja gejaia-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.

3. Terapi psikologik

Page 39: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 39/70

Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena

kehamilan, kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar

belakang penyakit ini.

4. Cairan parenteral

Berikan cairan- parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan Glukosa 5% dalam

cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu dapat ditambah Kalium dan vitamin, khususnya

vitamin B kompleks dan vitamin C. Bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra

vena.

5. Penghentian kehamilan

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan

pemeriksaan medik dan psikiatri bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, tachikardi, ikterus anuria dan

perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk

mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu

pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel

pada organ vital.

6. Diet

a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.

Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 —  2 jam

sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat –  zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan

selama beberapa hari.

b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur mulai

diberikan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah

dalam semua zat-zat gizi kecuali vitamin A dan D.

c. Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan

penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali

Kalsium.

H. PROGNOSIS 

Page 40: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 40/70

  Dengan penanganan yang baik, prognosis sangat memuaskan. Namun, pada tingkat yang berat dapat

menyebabkan kematian ibu dan janin.

I. KOMPLIKASI 

Komplikasi yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum alntara lain:

a. Komplikasi ringan:

Kehilangan berat badan, dehodrasi, asidosis dari kekurangan gizi, alkalosis, hipokalemia, kelemahan otot, kelainan

elektrokardiografik, tetani, dan gagguan psikologis.

b. Komplikasi yang mengancam kehidupan:

Rupture oesophageal berkaitan dengan muntah yang berat, encephalophaty wernicke’s, mielinolisis pusat pontine,

retinal haemorage, kerusakan ginjal, pneumomediastinum secara spontan, keterlambatan pertumbuhan didalam

kandungan, dan kematian janin.

PERDARAHAN POST-PARTUM

A.  Pengertian Perdarahan Post Partum 

Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500  –  600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.

Termasuk perdarahan karaena retensio plasenta.

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

a) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.

b) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :

1) Menghentikan perdarahan.

2) Mencegah timbulnya syok.

3) Mengganti darah yang hilang.

B.  Etiologi Perdarahan Post Partum 

Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :

a. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :

Page 41: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 41/70

1) Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.

2) Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.

3) Gangguan mekanisme pembekuan darah.

b. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah,

infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

C.  Faktor predisposisi Perdarahan Post Partum 

Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan

paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu

selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan

:

1) Trauma persalinan

Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan pemeriksaan jalan

lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.

2) Atonia Uterus

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka

darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007). Pada kasus yang

diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus

disiapkan obat uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.

3) Jumlah darah sedikit

Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil, pre eklampsia dan

eklamsi.

4) Kelainan pembekuan darah

Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan

seksama.

D.  Patofisiologi Perdarahan Post Partum 

Page 42: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 42/70

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan

plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat

insersinya plasenta terbuka.

Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian

pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan

kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak.

Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan

menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga pengelolaannya

tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :

Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab :

1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.

2) Perdarahan segera setelah bayi lahir.

3) Syok.

4) Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar.

5) Atonia uteri.

6) Darah segar mengalir segera setelah anak lahir.

7) Uterus berkontraksi dan keras.

8) Plasenta lengkap.

9) Pucat.

10) Lemah.

11) Mengigil.

12) Robekan jalan lahir

13) Plasenta belum lahir setelah 30 menit

14) Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras

15) Tali pusat putus

16) Inversio uteri

Page 43: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 43/70

17) Perdarahan lanjutan

18) Retensio plasenta

19) Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap

20) Perdarahan segera

21) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang

22) Tertinggalnya sebagian plasenta

23) Uterus tidak teraba

24) Lumen vagina terisi massa

25) Neurogenik syok, pucat dan limbung

26) Inversio uteri

F.  Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum / Penanganan Perdarahan Post Partum 

a. Penatalaksanaan umum

1) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal

2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman

3) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat

4) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi

5) Atasi syok jika terjadi syok

6) Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV

dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).

7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir

8) Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.

9) Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk

10) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam

berikutnya.

Page 44: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 44/70

b. Penatalaksanaan khusus

a) Atonia uteri

1. Kenali dan tegakan kerja atonia uteri

2. Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus

3. Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir

4. Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :

5. Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan

kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan

hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.

6. Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju

tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.

7. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi

tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,

hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri

femoralis.

b) Retensio plasenta dengan separasi parsial

1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali

pusat.

3. Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan

misoprostol 400mg per rektal.

4. Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.

5. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.

6. Lakukan transfusi darah bila diperlukan.

7. Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).

c) Plasenta inkaserata

Page 45: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 45/70

1. Tentukan diagnosis kerja

2. Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane

atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau

RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.

3. Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.

4. Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.

5. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum

6. Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.

7. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak

mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.

8. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral

9. Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.

d) Ruptur uteri

1. Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi

2. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk

pasien ke rumah sakit rujukan

3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus

4. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi

5. Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen

6. Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

e) Sisa plasenta

1. Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan

2. Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis

3. Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya

dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.

4. Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

Page 46: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 46/70

5. f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina

6. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan

7. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik

8. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap

9. Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal

10. Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum,

sebagai berikut :

11. Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan

12. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik

No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.

13. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 )

secara jelujur.

14. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler

15. Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.

f) Robekan serviks

1. Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika

tertekan oleh kepala bayi.

2. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian

lateral bawah kiri dan kanan porsio

3. Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah

eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan

kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit

4. Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan

5. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi

6. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

EPISTAKSIS

Definisi 

Page 47: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 47/70

Epistaksis anterior adalah perdarahan yang berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan)

bagian depan, yaitu dari pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior.1 

Etiologi 

Penyebab Epistaksis :

1. Lokal

- Trauma misalnya trauma maksilofasial waktu mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin, mengorek hidung,

terjatuh, terpukul, iritasi oleh gas yang merangsang.

- Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus yang berbau busuk.

- Infeksi, pada hidung dan sinus paranasal seperti rinitis, sinusitis.

- Iatrogenik (pembedahan).

- Neoplasma pada cavum nasi atau nasofaring, baik jinak maupun ganas.

- Zat kimia (logam berat seperti merkuri, kromium dan fosfor, asam sulfur, amonia, gasolin, glutaraldehid).

- Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak (seperti pada penerbang dan

penyelam/penyakit caisson) atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.

- Tidak diketahui penyebabnya, biasanya terjadi berulang dan ringan pada anak dan remaja

2. Gangguan Sistemik

- Penyakit kardiovaskular

Arteriosklerosis

Hipertensi

- Gangguan endokrin seperti pada kehamilan, menstruasi dan menopause.

- Infeksi sistemik : demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.

- Telangiektasia hemoragik herediter (Osler weber rendu disease). Merupakan penyakit autosomal dominan

 yang ditunjukkan dengan adanya perdarahan berulang karena anomali pembuluh darah.

- Kelainan hematologi : hemopilia, leukemia, multiple myeloma, imune trombositopenia purpura (ITP),

polisitemia vera.

Page 48: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 48/70

- Obat-obatan : NSAID, aspirin, warfarin, agen kemoterapeutik.

- Defisiensi Vitamin C dan K.2-7 

Patofisiologi 

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Arteri

karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri

labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke

nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam

fossa pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden ,

a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina desenden turun melalui kanalis

palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan

di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.1 

Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam tulang orbita

melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan

orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke

foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os

ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke

percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.1-8 

Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum kartilagenous anterior dan

merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum

beranastomosis di area ini.8,9 

Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior inferior merupakan

area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan

retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti

menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada

pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang

sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.10,11 

Page 49: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 49/70

Diagnosis 

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

- Umur

- Keadaan umum

- Tensi dan nadi

- Trauma

- Tumor

- Deviasi septum/spina septum

- Infeksi

- Kelainan kongenital

- Hipertensi

- Kelainan darah

- Perubahan tekanan atmosfir mendadak

- Gangguan endokrin8,12,13,14 

Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien, apakah sangat lemah ataukah ada

tanda-tanda syok, sebagai akibat banyaknya darah yang keluar bila mungkin lakukan pemeriksaan rinoskopi

anterior dengan pasien dalam posisi duduk.2.13 

Untuk melakukan pemeriksaan yang adekuat, pasien harus ditempatkan pada ketinggian yang

memudahkan pemeriksaan bekerja, harus cukup untuk menginspeksi sisi dalam hidung. Sisi anterior hidung

harus diperiksa dengan spekulum hidung. Spekulum harus disokong dengan jari telunjuk pada ala nasi.

Kemudian pemeriksa menggunakan tangan yang satu lagi untuk mengubah posisi kepala pasien untuk melihat

semua bagian hidung. Hidung harus dibersihkan dari bekuan darah dan debris secara memuaskan dengan alat

penghisap. Lalu dioleskan senyawa vasokonstriktif topikal seperti efedrin atau kokain untuk mengerutkan mukosa

Page 50: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 50/70

hidung. Pemeriksaan harus dilakukan dalam cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung

dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat.2,14 

Sumber perdarahan dapat ditentukan dengan memasang tampon yang telah dibasahi dengan larutan

pantokain 2% dan beberapa tetes adrenalin 1/1000. setelah beberapa menit tampon diangkat dan bekuan darah

dibersihkan dengan alat penghisap.4,5,7 

Pemeriksaan Penunjang 

 Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika

perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.

- Pemeriksaan darah tepi lengkap.

- Fungsi hemostatis

- EKG

- Tes fungsi hati dan ginjal

- Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.

- CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan

neoplasma.10,12,15 

Diagnosis Banding 

Sebagian besar pasien epistaksis mempunyai tempat perdarahan yang terletak anterior dalam cavitas

nasalis akibat kejadian traumatik ringan, misalnya perdarahan bisa akibat memasukkan objek (lazim suatu jari

tangan). Keadaan kering, terutama musim dingin, akibat sistem pemanasan dan kurangnya kelembaban, maka

membrana hidung menjadi kering dan retak yang menyebabkan permukaannya berdarah. Area ini tepat

mengelilingi perforasi septum atau deviasi septum bisa menjadi kering karena aliran udara hidung abnormal dan

bisa timbul perdarahan.

2

 

Pada kelompok usia pediatri, benda asing dan alergi menjadi sebab lazim epistaksis. Beberapa anak bisa

berdarah akibat ruptura pembuluh darah septum yang membesar yang muncul dari lantai hidung.11,12 

Perdarahan juga dapat terjadi pada trauma pembuluh darah disekitar basis cranii yang kemudian masuk

ke hidung melalui sinus sphenoid atau tuba eustachius.14 

Page 51: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 51/70

 

Penatalaksanaan 

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :

1.  Menghentikan perdarahan

2.  Mencegah komplikasi

3.  Mencegah berulangnya epistaksis 4 

  Terapi simptomatis Umum

- Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat hidung dengan kapas

dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.

- Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan darah dari

tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk ginjal untuk melindungi

pemakainya.

- Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.

- Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

- Hentikan pemakaian antikoagulan.

- Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah. 1,2,3,6,7,12 

  Terapi Lokal

- Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan.

- Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain untuk

menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri.

Page 52: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 52/70

- Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan menyemprotkan larutan

perak nitrat 20-30% (atau asam trikloroasetat 10%), atau dengan elektrokauter. Bila terdapat pertemuan

pembuluh darah septum anterior dan lokasi perdarahan ditemukan, maka terbaik mengkauterisasi bagian

pinggirnya dan tidak benar-benar di pembuluh darah itu sendiri karena kauterisasi langsung pada pembuluh

darah tersebut biasanya akan menyebabkan perdarahan kembali. Harus hati-hati agar tidak membuat luka bakar

 yang luas dan nekrosis jaringan termasuk kartilago dibawahnya sehingga terjadi perforasi septum nasi.

- Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah dekongesti dan kokainisasi) dengan

suntikan 2 ml lidokain 1% di regio foramen incisivum pada dasar hidung. Pengontrolan perdarahan anterior

dengan cara ini dapat menghindari masalah perforasi septum, karena elektrokauterisasi diberikan ke tulang dasar

hidung dan bukan pada septum.

- Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior

 yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat

tampon dilepaskan. Tampon dibuat dari lembaran kasa steril bervaselin, berukuran 72 x ½ inci, dimasukkan

melalui lubang hidung depan, dipasang secara berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus

menekan sumber perdarahan. Tampon dipasang selama 1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan

salep antibiotik untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau.

- Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan regio septum anterior (pleksus

kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara ini lebih mudah diterima pasien karena lebih nyaman.1,2,7,8,12,14 

Medika Mentosa

- Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.

- Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.

o Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.

o Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.

o Kontraindikasi : hipersensitivitas

Page 53: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 53/70

o Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan tekanan intraokular.

- Anestesi lokal : lidokain 4%

o Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline

o Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf

o Kontraindikasi : hipersensitivitas.

- Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)

o menghambat pertumbuhan bakteri.

o Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.

o Kontraindikasi : hipersensitivitas.

- Perak Nitrat

o Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.

o Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.10,11 

  Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema. Hal ini dilakukan

 jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.9 

  Pembedahan

- Ligasi Arteri

Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan masih terus berlangsung. Ligasi

dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari bagian medial alis mata,lalu melengkung ke bawah melalui

pertengahan antara pangkal hidung dan daerah kantus media. Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana

periosteum diangkat dengan hari-hari dan periorbita dilepaskan, lalu bola mata ditarik ke lateral, arteri etmoid

anterior merupakan cabang arteri optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini dijepit

dengan suatu klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal.

- Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-syndrome mukosa septum diambil dan kartilago diganti

dengan skin graft.6,7,9 

FOLLOW UP 

- Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal

Page 54: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 54/70

- Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis

- Hindari aspirin dan NSAID lainnya

- Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi dengan ahli spesialis

lainnya

- Edukasi pasien :

· Hindari cuaca yang panas dan kering

· Hindari makanan yang pedas dan panas

· Bernafas dengan mulut terbuka.1 

KOMPLIKASI 

v Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia

v Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum

v Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi septum, tuba eustachius

tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )

v Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis, infark miokard.

v Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard. 6,10,15 

PROGNOSIS 

Prognosis epistaksis bagus tetapi bervariasi. Dengan terapi yang adekuat dan kontrol penyakit yang teratur,

sebagian besar pasien tidak mengalami perdarahan ulang. Pada beberapa penderita, epistaksis dapat sembuh

spontan tanpa pengobatan. Hanya sedikit penderita yang memerlukan pengobatan yang lebih agresif

BENDA ASING THT

1.1.1 Pengertian 

1.1.1.1 Corpus Alienum adalah benda, baik tajam atau tumpul, atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esophagus

karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaj ( Kapita Selekta Editor Mansjoer Arif Edisi 3, 1999 ).

Page 55: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 55/70

1.1.1.2 Corpus Alienum adalah terdapatnya suatu benda asing di dalam rongga mulut baik tajam maupun tumpul atau

makanan yang tersangkut dan terjepit di esophagus karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja (

Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, 2000 ).

1.1.2 Etiologi 

1.1.2.1 Pada anak penyababnya antara lain anomaly congenital, termasuk stenosis congenital, web, fistel trakeoesofagus

dan pelebaran pembuluh darah.

1.1.2.2 Pada orang dewasa sering terjadi akibat mabuk, pemakai gigi palsu yang telah kehilangan sensasi rasa palatum,

 gangguan mental dan psikosis.

1.1.3 Fisiologi 

Esophagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leher di belakang trakea dan di depan korpus

vertebra. Saraf laringeus rekurens terdapat pada lur diantara esophagus dan trakea. Arteri karotis komunis dan isi

dari selubung karotis terletak di lateral esophagus. Pada lapisan otofaring terdapat daerah trigonum yang lemah

di atas krikofaringeus yang berkembang dari krikoid dan mengelilingi esophagus bagian atas. Divertikulum yang

disebut divertikulum zenker dapat keluar melalui daerah yang lemah ini dan berlawanan dengan penelanan.

1.1.4 Patofisiologi 

- Benda mati

- Benda hidup

- Komponen tubuh

- Faktor kesengajaan

- Faktor kecerobohan

- Faktor kebutuhan

Masuk rongga mulut

Page 56: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 56/70

 

Esophagus

Tersangkut di esophagus obstruksi saluran nafas

Lesi pada esophagus nyeri tekan

Extraksi corpus alineum

Narasi :

Benda asing baik itu benda mati, hidup ataupun komponen tubuh dapat masuk ke rongga mulut karen faktor

kesengajaan, kecerobohan maupun faktor kebutuhan. Ketika benda asing tersebut tertelan dan masuk keesophagus yang menyebabkan tersangkutnya benda itu, maka akan dilakukan ekstraksi untuk menghindari

komplikasi yang lebih lanjut. Ekstraksi tersebut dapat menimbulkan lesi pada esophagus sehingga akan terasa

nyeri jika digunakan untuk menelan.

1.1.5 Klasifikasi 

1.1.5.1 Corpus alienum esophagus

Banyak terjadi pada anak  –   anak. Hal ini disebabkan anak  –  anak mempunyai kebiasaan sering memasukkan

sesuatu ke dalam mulutnya. Pada umumnya benda asing yang tertelan berupa uang logam, peniti, tutup bollpoin

dan lain –  lain. Pada orang tua hal ini juga dapat terjadi, kebanyakan terjadi pada golongan lansia yang giginya

sudahj habis sehingga makanan tidak dapat dikunyah dengan baik. Benda yang tertelan biasanya daging yang liat,

bakso, abon, tulang ayam/bebek, paku, jarum, kawat gigi palsu dan lain –  lain.

Gangguanpertukaran gas

Gangguan nyaman nyeri

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Risti infeksi

Page 57: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 57/70

1.1.5.2 Corpus alienum di trakea-bronkus

Benda asing yang masuk ke trakea atau bronkus kebanyakan karena terhirup. Banyak terjadi pada anak kecil

karena gigi gerahamnya belum tumbuh sehingga makanan tidak dapat dikunyah dengan baik. Secara tidak sadar

karena menangis, berteriak atau terjatuh makanan akan terhirup dan masuk ke jalan nafas. Benda yang terhirup

pada umumnya adalah makanan misalnya kacang, nasi dan lain  –   lain. Pada orang dewasa hal ini juga dapat

terjadi terutama saat bekerja. Benda yang terhirup misalnya jarum pentul, paku.

1.1.6 Manifestasi klinis 

Gejala sumbatan tergantung pada ukuran, bentuk dan jenis benda asing, lokasi tersangkutnya, komplikasi yang

timbul dan lama tertelan.

1. Nyeri di daerah leher.

2. Rasa tidak enak di daerah substernal atau nyeri di punggung.

3. Rasa tercekik.

4. Rasa tersumbat di tenggorokan.

5. Batuk, muntah, disfagia.

6. BB turun.

7. Regurgitasi.

8. Gangguan nafas.

9. Ronchi/mengi.

10. Demam.

11. Abses leher.

12. Emfisema subkutan.

13. Gangguan pertumbuhan.

14. Obstruksi saluran nafas.

1.1.7 Pemeriksaan penunjang 

Pemeriksaan radiologi berupa foto polos esophagus servikal dan torakal anteroposterior dan lateral harus

dilakukan pada semua pasien yang diduga tertelan benda asing. Bila benda asing radioopak mudah diketahui

lokasinya, sedangkan bila radiolusen dapat diketahui tanda inflamasi periesofagus atau hiperinflamasi hipofaring

Page 58: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 58/70

dan esophagus bagian proksimal. Esofagogram dilakukan untuk benda asing radiolusen, yang akan

memperlihatkan filling detect persisten. Dapat dilakukan MRI dan tomografis computer.

Tindakan endoskopi dilakukan untuk tujuan diagnostik dan terapi.

1.1.8 Penatalaksanaan 

Pasien dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan esofaguskopi dengan menamai cunam yang sesuai agar benda

asing tersebut dapat dikeluarkan. Kemudian dilakukan esofagoskopi ulang untuk menilai kelainan  –   kelainan

esophagus yang telah ada sebelumnya.

Untuk benda asing tajam yang tidak bisa dikeluarkan dengan esophagus harus segera dilakukan pembedahan

sesuai lokasi benda asing tersebut. Bila dicurigai adanya perforasi kecil, segera dipasang pipa nasogaster agar

pasien tidak menelan dan diberikan antibiotik berspektrum luas selama 7  –  10 hari agar tidak terjadi sepsis. Bila

letak benda asing menetap selama 2 kali 24 jam maka benda asing tersebut harus dikeluarkan secara

pembedahan.

TRAUMA BASA MATA

DEFINISI 

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata

merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan

kebutaan bahkan kehilangan mata.2 

Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata yang

disebabkan zat kimia basa dengan pH>7.2 

EPIDEMIOLOGI 

Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan bahkan kehilangan penglihatan.

Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah

dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak

daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta

orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera

mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan

meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-

rata 31 tahun.2 

Page 59: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 59/70

ANATOMI MATA 

Mata merupakan organ penglihatan primer. Manusia memiliki dua buah bola mata yang terletak di dalam rongga

orbita yang dikelilingi tulang-tulang yang membentuk rongga orbita. Selain itu juga terdapat jaringan adneksa

mata yaitu; palpebra, sistem lakrimalis, konjungtiva, oto-otot ekstraokular, fasia, lemak orbital, pembuluh darah,

dan serat saraf.3,4 

Kelopak mata atau palpebra yang terdiri atas palpebra superior dan inferior mempunyai fungsi melindungi bola

mata terhadap trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata. Setiap kelopak

terdiri dari bagian anterior (kulit, folikel rambut, m. orbikularis, dan m. levator palpebralis superior) dan bagian

posterior (tarsus dan konjungtiva palpebralis). Sistem lakrimal mata terdiri dari sistem sekresi yang diperankan

oleh glandula lakrimalis yang terletak di temporoanterosuperior rongga orbita dan sistem ekskresi yang dimulai

dari pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, duktus nasolakrimal, dan berakhir di meatus nasi inferior.

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi permukaan luar bola mta dan kelopak bagian belakang.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu; konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks. 3,4 

Bola mata berbentuk bulat yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:3,4 

1.  Lapisan jaringan ikat yang terdiri dari kornea di bagian depan dan sklera di bagian belakang yang

merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Kornea merupakan selaput bening mata yang

bersifat transparan yang tembus cahaya yang mempunyai kelengkungan yang lebih besar dibanding

sklera. Kornea teridiri dari 5 lapisan yaitu; epitel, membran Bowman, stroma, membran descement, dan

endotel. Sklera merupakan bagian bola mata yang berwarna putih dengan tebal + 1 mm yang

mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi tekanan bola mata.

2.  Lapisan vaskular (uvea), yang terdiri atas iris dan badan silir dibagian depan dan koroid di bagian

belakang. Uvea mengandung banyak pembuluh darah yang diperdarahi oleh arteri siliaris anteror danposterior. Persarafan uvea berasal dari ganglion siliar yang mengandung serat saraf sensoris, motorik,

dan otonom.

3.  Lapisan dalam (lapisan neuroreseptor/ retina), yang terdiri dari 10 lapisan yang menerima rangsangan

cahaya kemudian mengubahnya dan menghantarkannya ke pusat penglihatan di lobus occipitalis.

Media refraksi bola mata dari depan ke belakang meliputi kornea, bilik mata depan, pupil, bilik mata belakang,

lensa, corpus vitreus, dan retina. Otot-otot penggerak bola mata terdiri dari; m. rektus superior, m. rektus inferior,

m. rektus lateralis, m. rektus medialis, m. oblik superior, dan m. oblik inferior.3,4 

Secara klinis bola mata juga terdiri dari 2 segmen, yaitu segmen anterior yang merupakan semua struktur bolamata yang terletak di depan lensa dan segmen posterior yang merupakan struktur yang terletak dibelakang

lensa.3,4 

PATOFISIOLOGI 

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun,

apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan

Page 60: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 60/70

menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan.

Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel

dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.5,6 

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan

mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat persabunan membrane selakan mempermudah penetrasi lebih lanjut dari pada alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan

menghilang dan terjadi penggumapalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma

kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.

Serbukan sel ini cenderung disertai dengan masuknya pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat

membrane sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru

terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen activator. Bersamaan

dengan dilepaskan plasminogen aktivatir dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya

akan terjadi gangguan penyembuhan empitel yang berkelanjutan dengan tukak kornea dan dapat terjadi

perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-

21. Biasanya tukak pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan tukak berhentihanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah

masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan

berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsure ini memegang peranan

penting dalam pembentukan jaringan kornea.5,6 

Teori terbentuknya kolagenase :

5,6,7 

  Pada defek epitel kornea plasminogen activator yang terbentuk merubah plasminogen menjadi plasmin.

  Plasmin melaui C3a mengeluarkan faktor hemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear (PMN)

 

Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat terdapatnya tripsin, plasmin ketepepsin.  Kolagenase aktif dapat juga berasal dari tukak kornea.

  Keratosit juga membentuk kolagenase akif melalui kolagenase laten.

Perjalanan penyakit trauma alkali :

5,6,7 

Keadaan akut yang terjadi ada minggu pertama :

  Sel membrane rusak.

  Bergantung pada kuatnya alkali akan mengakibatkan hilangnya epitel, keratosit, saraf kornea dan

pembuluh darah.  Terjadi kerusakan komponen vascular iris, badan siliar dan epitel lensa, trauma berat akan merusak sel

 goblet konjungtiva bulbi.

  Tekanan intra ocular akan meninggi.

  Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar

  Kornea keruh dalam beberapa menit.

  Terjadi infiltrasi segera sel polimorfonuklear, monosit dan fibroblast

Page 61: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 61/70

Keadaan minggu kedua dan ketiga :

  Mulai terjadi regenerasi sel epitel konjugtiva dan kornea.

  Masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea diserta dengan sel radang.

  Kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali,

 

Sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblast memasuki kornea.  Terbentuknya kolagen.

  Trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi pada iris dan badan siliar sehingga terjadi

fibrosis.

Keadaan pada minggu ketiga dan selanjutnya :

  Terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea tertutup oleh pembuluh darah.

   Jaringan pembuluh darah akan membawa bahan nutrisi dan bahan penyembuhan jaringan seperti

protein dan fibroblast.

 

Akibat terdapatnya jaringan dengan vaskularisasi ini, tidak akan terjadi perforasi kornea.  Mulai terjadi pembetukan panus pada kornea.

  Endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edema kornea.

  Terdapat membaran retrokornea, iristis, dan membrane siklitik.

  Dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan gejala-gejala seperti tekanan bola mata mata

dapat rendah atau tinggi.

Kelainan pada jaringan lain akibat trauma alkali :

5,6,7 

Kelopak Mata : 

  Trauma alkali akan membentuk jaringan parut pada kelopak.

  Margo palpebra rusak sehingga mengakibatkan gangguan ada break up time air mata.

  Lapisan air pada depan kornea atau tear film menjadi tidak normal.

  Terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesori air mata yang mengakibatkan mata

menjadi kering.

Konjungtiva : 

  Terjadi kerusakan pada sel goblet.

  Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang daya basahnya pada setiap kedipan kelopak. Dapat terjadi

simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata sehingga pergerakan mata menjadi

terbatas.

  Akibat terjadinya simblefaron penyebaran air mata menjadi tidak merata.

  Terjadi pelepasan kronik daripada epitel kornea.

  Terjadi keratinisasi (pertandukan) epitel kornea akibat berkurangnya mucin.

Lensa : 

Page 62: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 62/70

  Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.

ETIOLOGI 

Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara lain :5,6,7 

  Semen

  Soda kuat

  Amonia

  NaOH

  CaOH

  Cairan pembersih dalam rumah tangga

Bahan alkali Amonia merupakan gas yang tidak berwarna, dipakai sebagai bahan pendingin lemari es, larutan 7%

ammonia dipakai sebagai bahan pembersih. Pada konsentrasi rendah ammonia bersifat merangsang mata.

Amonia larut dalam air dan lemak, hal ini dangat merugikan karena kornea mempunyai komponen epitel yanglipofilik dan stroma yang hidrofilik. Amonia mudah merusak jaringan bagian dalam mata seperti iris dan lensa.

Amonia merusak stroma lebih sedikit disbanding dengan NaOH dan CaOH. pH cairan mata naik beberapa detik

setelah trauma.5 

Bahan alkali lainnya adalah NaOH dan Ca(OH)2. NaOH dikenal sebahai kausatik soda. NaOH dipakai sebagai

pembersih pipa. pH cairan mata naik beberapa menit sesudah trauma akibat NaOH. Ca(OH)2 memiliki daya

tembus yang kurang pada mata. Hal ini akibat terbentuknya sabun kalsium pada epitel kornea. pH cairan mata

menjadi normal kembali sesudah 30 sampai 3 jam pascatrauma.5 

DIAGNOSIS 

Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.

ANAMNESE 

Sering sekali pasien menceritakan telah tersiran cairan atau tersemprot gas pada mata atau pastikel-partikelnya

masuk ke dalam mata. Tanyakan kepada pasien apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma

tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi).2 

Secara umum, pada anamneses dari kasus trauma mata perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah

cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara

tiba-tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai

adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.2,6,7 

PEMERIKSAAN FISIK 

Page 63: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 63/70

Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat sudah terigasi dengan air dan pH

permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topical boleh digunakan untuk membantu pasien lebih nyaman

dan kooperatif. Setalah dilakukan irigasi, pemeriksaan mata yang seksama dilakukan dengan perhatian khusus

untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus dan tekanan intra okuli.2 

Pada kasus trauma basa dapat dijumpai kerusakan kornea yaitu terjadi kekeruhan kornea, konjungtivalisasi padakornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang serta perforasi kornea.

Apabila trauma basa tersebut mengakibatkan penetrasi kedalam intraokuler dapat kita jumpai adanya komplikasi

katarak, glaukoma sekunder dan kasus berat ptisis bulbi. Kelainan lain yang dapat dijumpai yaitu pada palpebra

berupa jaringan parut pada palpebra dan sindroma mata kering. Pada konjungtiva dapat dijumpai adanya

simbleparon.2 

PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam kasus trauma basa mata adalah pemeriksaan pH bola mata

secara berkala. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH netral. Pemeriksaan bagian anterior matadengan lup atau slit lamp yang bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan

indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengatahui tekanan

intraocular.2 

DIAGNOSA DIFFERENSIAL 

Diagnosa differenisal dari trauma basa pada mata adalah :6 

  Konjugtivitis

 

Konjugtivitis hemoragik akut  Keratokunjugtivitis sicca

  Ulkus kornea

  Dan lain-lain

PENATALAKSANAAN 

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.

Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah :2,5 

  Memperbaiki penglihatan.

  Mencegah terjadinya infeksi.

  Mempertahankan arsitektur mata.

  Mencegah sekuele jangka panjang.

Penatalaksanaan yang dilakukan untuk menangani trauma basa pada mata adalah :2,5 

Page 64: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 64/70

1.  Bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik selama mungkin.

Irigasi dilakukan sampai pH menjadi normal, paling sedikit 2000 ml selama 30 menit. Bila dilakukan

irigasi lebih lama akan lebih baik.

2.  Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi basa dapat dilakukan pemeriksaan dengan kertas lakmus. pH

normal air mata 7,3.

3. 

Bila penyebabnya adalah CaOH, dapat diberi EDTA karena EDTA 0,05 dapat bereaksi dengan CaOH yang

melekat pada jaringan.

4.  Pemberian antibiotika dan debridement untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.

5.  Pemeberian sikloplegik untuk mengistirahatkan iris mengatasi iritis dan sinekia posterior.

6.  Pemberian Anti glaukoma (beta blocker dan diamox) untuk mencegah terjadinya glaucoma sekunder.

7.  Pemberian Steroid secara berhati-hati karena steroid menghambat penyembuhan. Steroid diberikan

untuk menekan proses peradangan akibat denaturasi kimia dan kerusakan jaringan kornea dan

konjungtiva. Steroid topical ataupun sistemik dapat diberikan pada 7 hari pertama pasca trauma.

Diberikan Dexametason 0,1% setiap 2 jam. Steroid walaupun diberikan dalam dosis tinggi tidak

mencegah terbentuknya fibrin dan membrane siklitik.

8. 

Kolagenase inhibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek kolagenase. Diberikan satu

minggu sesudah trauma karena pada saat ini kolagenase mulai terbentuk.

9.  Pemberian Vitamin C untuk pembentukan jaringan kolagen.

10.  Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear (air mata

buatan).

11.  Operasi Keratoplasti dilakukan bila kekeruhan kornea sangat mengganggu penglihatan.

KOMPLIKASI 

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi.

Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara lain :2,5,7 

1.  Simblefaron

2.  Kornea keruh, edema, neovaskuler

3.  Katarak traumatik, merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata yang dapat

merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa

tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata. Trauma

basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak, selain menyebabkan kerusakan kornea,

konjungtiva, dan iris. Komponen basa yang masuk mengenai mata menyebabkan peningkatan PH cairan

akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut ataupun perlahan-

lahan. Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam, namun karena trauma asam sukar masuk kebagian dalam mata dibandingkan basa maka jarang

4.  Phtisis bulbi

PROGNOSIS 

Page 65: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 65/70

Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak enak

pada mata. Prognosinya ditentukan oleh anestesi kornea dan bahan alkali penyebab trauma tersebut. Terdapat 2

klasifikasi trauma basa pada mata untuk menganalisis kerusakan dan beratnya kerusakan.5 

Klasifikasi akbat luka bakar alkali:

Klasifikasi Huges 

Enteng :

  Prognosis baik

  Terdapat erosi epitel kornea

  Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan

  Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva

Sedang :

  Prognosis baik

  Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara terperinci

  Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva

Sangat berat :

  Prognosis buruk

  Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat

  Konjungtiva dan sclera pucat

Klasifikasi Thoft 

Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:

  Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

  Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea

  Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea

  Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut tanpa terdapatnya neovaskularisasi kedalam

kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4 membutuhkan waktu sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.

KESIMPULAN 

  Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma tumpul, trauma tembus bola

mata, trauma kimia, dan trauma radiasi.

Page 66: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 66/70

  Trauma kimia basa mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, camera oculi

anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan.

  Trauma basa adalah trauma kimia yang disebabkan zat basa dengan pH>7.

  Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara lain Semen, Soda kuat,

Amonia, dan Cairan pembersih dalam rumah tangga

 

Tindakan bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik selama

mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit setelah trauma. Penderita diberi

sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma basa,

diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh.

  Penyulit yang dapat terjadi ada trauma basa mata adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema, dan

neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan ptisis bola mata.

  Pada rauma alkali biasanya prognosisnya tidak terlalu baik dan tergantung pada kerusakan yang terjadi.

SARAN 

Untuk mencegah terjadinya trauma mata, hendaknya :

1.  Menghindari perkelahian

2.  Memakai alat pelindung saat bekerja

3.  Setiap pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia, mengerti bahan apa yang ada di tempat kerjanya.

4.  Pada pekerja las, memakai kaca mata

5.  Awasi anak yang sedang bermain.

OKLUSI ARTERI SENTRALIS RETINA CRAO) 

Defenisi 

Sumbatan pada arteri sentralis retina.

Epidemiologi 

Sering terjadi pada usia tua atau usia pertengahan. Tempat tersumbatnya arteri sentralis retina biasanya di daerah

lamina kribrosa.

Etiologi dan Faktor Resiko 

Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan emboli pada arteri,

spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan

hiperkoagulasi, sifilis dan trauma.

Patofisiologi

Page 67: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 67/70

Emboli adalah penyebab tersering dari CRAO. Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari penyakit

emboli jantung.

Penyebab spasme pembuluh darah antara lain pada migraine, keracunan alcohol, tembakau, kina atau timah

hitam. Perlambatan pembuluh datah retina terjadi pada peninggian TIO, stenosis aorta atau arteri karotis.

Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak

merah cherry(cherry red spot ). Cherry red spot adalah pigmen koroid dan RPE yang dilihat melalui daerah foveola

Manifestasi Klinik 

Keluhasn pasien dengan CRAO dimulai dengan penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit

dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli.

Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokor. Ketajaman penglihatan berkisar antara hitung jari dan

persepsi cahaya.

Pemeriksaan Penunjang 

Pada pemeriksaan fundoskopi ditemukan :

  Fundus pucat

  Arteri halus sampai hilang

  Cherry red spot

  Cattle track appearance

Tatalaksana 

Terapi yang diberikan:

  Masase bola mata

  Parasentese

  Vasodilator

  O2 hiperbarik

Pengobatan dini dapat dengan menurunkan TIO, selain dengan masase bola mata bisa juga dengan asetazolamid

atau parasentese bilik mata depan.

Prognosis 

Penyulit yang dapat timbul adalah glaukoma neovaskular.

Rujukan 

Page 68: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 68/70

Timbul penyulit, rujuk ke spesialis mata.

OKLUSI VENA SENTRAL RETINA CRVO ) 

Defenisi 

Penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata

Epidemiologi 

Kelainan ini biasanya mengenai usia pertengahan. Biasanya penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan

tetapi lebih sering terletak di depan lamina kribrosa.

Etiologi dan Faktor Resiko 

Penyumbatan vena sentralis retina mudah terjadi pada pasien dengan glaukoma, diabetes mellitus, hipertensi,kelainan darah, arteriosklerosis, papil edema, retinopati radiasi, dan penyakit pembluh darah. Thrombosis dapat

terjadi akibat endofeblitis.

Patofisiologi 

Sebab-sebab terjadinya CRVO adalah :

  Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses arteriosklerosis atau

 jaringan pada lamina kribrosa.

  Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri sepeerti fibrosklerosis atauy endofeblitis.

 

Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada kelainan

viskositas darah, diskrasia darah atau spasme arteri retina yan g berhubungan.

Tajam penglihatan sentral terganggu bila perdarahan mengenai daerah macula.

Manifestasi Klinik 

Penderita biasanya mengeluh adanya penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak yang dapat

memburuk sampai hanya tertinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit dan biasanya mengenai satu mata.

Pemeriksaan Penunjang 

Gambaran klinis bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil teersebar dan bercak cotton wool sampai gambaran

perdarahan hebat dengan perdarahn rerina superficial dan dalam. Pada funduskopi ditemukan :

  Papil udem

  Tortositas vena meningkat, vena terlihat melebar dan berkelok-kelok

Page 69: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 69/70

  Flame shape appearance

Selain itu, dapat dilakukan pengukuran lemak serum, protein plasma, glukosa plasma, dan penilaian kekentalan

darah dengan perkiraan hb, hematokrit, dan fibrinogen. Pada pasien usia muda, kadar protein C, protein S, dan

antitrombin III harus diperiksa untuk menyingkirkan kelainan sistem trombolitik. Jika terdapat hipertensi,

dianjurkan pemeriksaan uji fungsi ginjal sederhana, termasuk ureum dan elektrolit, pengukuran klirens kreatinin,pemeriksaan urin secara mikroskopik, dan USG ginjal.

Tatalaksana 

  Control dan observasi penyakit dalam

  Fotokoagulasi, terutama pada kasus penurunan tajam penglihatan akibat penyumbatan

  Kalau timbul glaukoma, lebih sulit diatasi. Bisa dilakukan siklokro terapi, alcohol retrobulber untuk rasa

sakit, dan enukleasi

  Pembedahan bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan

Prognosis 

Prognosis umumnya jelek, terutama untuk visus. Angiografi floresens menunjukkan dua jenis respon; tipe

noniskemik, dengan dilatasi dan edema pembuluh darah; dan tipe iskemik, dengan daerah-daerah nonperfusi

kapiler yang luas atau bukti adanya neovaskularisasi segmen anterior atau retina.

 Jika udem dan perdarahan retina dapat diserap kembali oleh tubuh, maka dapat memperbaiki visus.

Page 70: Learning Objective 3 4.2

8/10/2019 Learning Objective 3 4.2

http://slidepdf.com/reader/full/learning-objective-3-42 70/70