lbm2005-122-bab 3

Upload: gregory

Post on 27-Mar-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

  • 43

    BAB 3

    PEMODELAN PROSES PENGUMPANAN

    PADA PROSES PENGGILINGAN AWAL

    Pada bab 3 ini akan dibahas pemodelan dari sistem produksi yang telah berjalan

    dan kemudian disimulasikan kedalam sistem kendali penyusun komposisi raw material

    yang akan diumpankan ke dalam peralatan penggilingan material (raw mill). Komposisi

    raw material tesebut sangat menentukan kualitas semen yang akan dihasilkan pada akhir

    proses pembuatan semen.

    Dan untuk mencapai hasil simulasi yang baik kita akan membahas terlebih

    dahulu tentang mathematical modeling kemudian dilanjutkan ke conversion into

    numeric guna pemudahan saat programming.

    3.1 RancanganPerangkat Keras

    3.1.1 Diagram-diagram alir

    Pada penelitian ini, akan dibahas sistem pengumpan material untuk

    proses penggilingan awal PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Plant 11.

    Sistem pengumpan material untuk proses penggilingan awal ini dimulai dari

    material input ke dalam penampungan sementara (bin) bahan mentah material

    penyusun semen dan diakhiri pada material input ke peralatan penggilingan

    material (raw mill).

  • 44

    IronOre Silica

    Belt Conveyor

    Belt Conveyor

    Limestone Shale

    Apron Feeder( limestone )

    Apron Feeder( shale )

    Limestoneweightfeeder

    Iron Oreweightfeeder

    Silicaweightfeeder

    Shaleweightfeeder Magnetic

    Separator

    MetalDetector

    Belt ConveyorTwo way gate

    MetalDetector

    MagneticSeparator

    Chute

    Chute

    Rotary Feeder

    Dust( Collector

    Fan )

    Dust Collector

    ScrewConveyor

    Ducting

    Belt Conveyor

    Tripple GateRawMill

    IsolationJoint

    Tipping ValveTipping Valve

    Damper( lower )

    Bucket Elevator

    Belt Conveyor Belt Conveyor

    Damper (bleed air )

    IsolationJoint (2)

    Hydro springsystem

    Water Spray System ( Mill )

    Hydro springsystem

    Reduce LubeSystem Circulating

    Lube System

    Chute

    Gambar 3.1 Gambar proses produksi Pengumpanan Material

    Proses pengumpanan dimodelkan sebagai berikut

    Dari proses yang jalan yang tampil pada gambar 3.1 yang dimodelkan adalah

    aliran produksi pada pengumpanan material yang ditampilkan pada gambar

    3.2.

  • 45

    IronOre Silica

    Belt Conveyor

    Limestone Shale

    Apron Feeder( limestone )

    Apron Feeder( shale )

    Limestoneweightfeeder

    Iron Oreweightfeeder

    Silicaweightfeeder

    Shaleweightfeeder

    Gambar 3.2 Gambar aliran produksi pada pengumpanan material

    Gambar 3.2 diatas menggambarkan ruang lingkup yang lebih sederhana daripada

    proses pengumpanan material yang nantinya akan dipelajari terlebih dahulu, baru

    kemudian disimulasikan.

  • 46

    Raw Mill

    Iron OreSilicaShaleLimestone

    Qi L Qi IQi SiQi S

    = )( oLiLL QQQ

    m

    mL mImSimS

    mLLoL cQ =

    = )( oIiII QQQ = )( oSiiSiSi QQQ

    mIIoI cQ =mSiSioSi cQ =mSSoS cQ =

    Qo Total = Qo L + Qo S + Qo Si + Qo I

    = )( oSiSS QQQ

    Gambar 3.3 Diagram alir Pengumpanan Material

  • 47

    Untuk masing-masing material memiliki prosedur pengumpanan yang

    sama, yaitu mula-mula material masuk ke dalam bin sebanyak Qi (debit masukan).

    Pasokan material ini berhenti jika Q di dalam bin sudah mencapai nilai maksimal.

    Jadi debit material (Q) pada masing-masing bin memiliki batas bawah dan batas atas.

    Sedangkan material yang jatuh/keluar dari bin tergantung pada kecepatan putaran

    motor untuk masing-masing material. Besarnya debit keluaran material adalah

    konversi dari kecepatan putaran motor, misalkan untuk limestone. Perhatikan rumus

    QoL diatas, dimana QoL = cL . mL Dari rumus ini diketahui bahwa debit output pada

    material limestone berbanding lurus dengan kecepatan putaran motor limestone. Hal

    ini juga berlaku untuk ketiga material yang lain. Untuk debit keseluruhan (Qo Total)

    didapat dari penambahan debit keluaran masing-masing material.

  • 48

    3.1.2 Diagram blok system

    Sehingga dalam garis besar akan terlihat seperti gambar gambar 3.4 Blok

    Diagram Proses Produksi (Pengumpanan Material) berikut

    Target Produksi

    LSFSMAM

    Raw MixDesign

    KomposisiMaterial

    LS, SH, Si, Fe

    LS

    Sh

    Si

    Fe

    rpm setpoint PID + Motor rpm actual

    rpm setpoint

    Q LS

    Q Sh

    Q Si

    Q Fe

    Qi LS

    Qi Sh

    Qi Si

    Qi Fe

    Qo LS

    Qo Sh

    Qo Si

    Qo Fe

    PID + Motor rpm actual

    rpm setpoint PID + Motor rpm actual

    rpm setpoint PID + Motor rpm actual

    HasilProduksi

    Gambar 3.4 Blok Diagram Proses Produksi (Pengumpanan Material)

    Dari gambar 3.4 diatas dapat dilihat bahwa ketiga parameter LSF, SM dan

    AM mula-mula diset sebagai input. Begitu juga dengan target produksi (output

    keluaran set point). Sedangkan untuk komposisi campuran dalam masing-masing

    material(pada software tampak sebagai matriks 4x4) tidak diset lagi. Nilai-nilai

    komposisi campuran pada masing-masing material merupakan nilai pasti dari hasil

    percobaan lab (walaupun pada simulasinya dapat diubah tetapi tidak disarankan).

    Setelah LSF,AM,SM , Target produksi dan komposisi campuran pada masing-

    masing material telah dimasukkan maka diproses melalui perhitungan matematika

    pada raw mix design. Dimana didalamnya dihasilkan output keluaran setting point

  • 49

    dan kecepatan motor untuk masing-masing material. Pada perhitungan tersebut juga

    menghasilkan kecepatan motor aktual yang belum disesuaikan dengan kecepatan

    motor setting pointnya. Untuk itu tegangan input perlu diatur-atur supaya kecepatan

    motor aktual nilainya mendekati kecepatan motor setting point. Maka nilai kecepatan

    motor aktual yang belum dimanipulasi dimasukkan ke PID controller guna

    menghasilkan tegangan input yang sesuai berdasarkan nilai error yang didapatkan

    antara kecepatan motor aktual sebelumnya dan kecepatan motor setting point.

    Setelah itu didapatkan nilai kecepatan motor aktual yang telah semakin mendekati

    kecepatan putaran motor setting pointnya. Maka langkah berikutnya adalah

    mendapatkan debit keluaran aktual untuk masing-masing material. Debit keluaran

    aktual untuk keempat material diperoleh dari konversi kecepatan putaran motor

    masing-masing material. Setelah diketahui keluaran aktual masing-masing material,

    maka dapat diketahui kapasitas bin untuk masing-masing material dengan mencari

    selisih antara debit material input dengan debit keluaran aktual material. Setelah

    didapatkan semua maka dapat diketahui hasil akhir produksi, dimana didapatkan

    dengan penjumlahan keluaran output aktual masing-masing material.

    3.1.3 Modul-modul system dan cara kerjanya

    3.1.3.1 Analisa komposisi penentu dalam pencampuran

    Ada 3 parameter yang menentukan kualitasnya, yaitu : LSF, AM, dan SM.

    Ketiga parameter ini memiliki hubungan dengan 4 material pembentukan

    semen, yaitu : Limestone, Shale, Silica dan Iron ore. Masing-masing material

    ini mengandung campuran CaO, SiO2, Al2O3, & Fe2O3. Hubungan ini

    diperlihatkan dalam persamaan-persamaan berikut :

  • 50

    LSF = 32322 35,065,18,2 OFeOAlSiO

    CaO++

    AM = 32

    32

    OFeOAl

    SM = 3232

    2

    OFeOAlSiO+

    Dari ketiga parameter diatas dapat dicari hubungan antara masing-masing

    campuran dengan ketiga parameter diatas. Hal ini dapat dilihat sebagai

    berikut :

    CaO = C

    SiO2 = S

    Al2O3 = A

    Fe2O3 = F

    Dengan mengasumsikan F = 1, didapatkan:

    A = AM

    S = )1( +AMSM C = 35,0.65,1..8,2( ++ AMAMSMLSF

    Ketiga paremeter diatas mempunyai nilai-nilai tertentu, dimana nilainya

    disesuaikan dengan sifat semen yang ingin dihasilkan. Setiap parameter

    tersebut biasanya mempunyai standar-standar tersendiri. Hal tersebut dapat

    dilihat :

    - LSF biasanya berkisar antara 0,8 s/d 0,95

    - AM biasanya berkisar antara 1,5 s/d 2,5

    - SR biasanya berkisar antara 1,9 s/d 3,2

  • 51

    Target Produksi

    LSFSMAM

    Raw MixDesign

    KomposisiMaterial

    LS, SH, Si,Fe

    LS

    Sh

    Si

    Fe

    Gambar 3.5 Blok diagram Raw Mix Design

    Jika ketiga parameter tersebut diketahui nilainya, maka dapat diperoleh

    perbandingan komposisi tiap campuran. Hal ini boleh dilakukan dengan

    terlebih dahulu mengasumsikan nilai perbandingan salah satu campuran.

    Jika perhitungan tersebut benar, maka berapapun nilai yang diasumsikan

    tetap akan memperoleh perbandingan yang sama antara satu campuran

    dengan campuran yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan menjadikan

    keempat nilai perbandingan campuran ke bentuk persentase. Hal ini

    dilakukan dengan cara sebagai berikut :

  • 52

    Total = C + S + A + F =

    % C = %255,65%10022,3072,19 =

    % S = %818,24%10022,305,7 =

    % A = %618,6%10022,30

    2 =

    % F = %309,3%10022,30

    1 =

    Total = 100%

    Dari persentase keempat campuran ini maka dapat diperoleh juga persentase

    tiap material. Hubungan antara % material dengan % campuran yaitu:

    =

    Fe %Si %S %L %

    .

    FFFFAAAASSSSCCCC

    3,309 %6,618 %

    24,818 %65,255 %

    H

    S

    FeSiSHLS

    FeSiSHLS

    FeSiSHLS

    FeSiSHLS

    Dari hubungan tersebut terlihat bahwa setiap material mengandung ke 4

    unsur dasar penentu kualitas semen. Maka dengan persamaan matrix tersebut

    dapat diperoleh % materialnya :

    Y .A X = YA AXA 11 =

    Y . .ID A 1 = XAY 1=

    Untuk invers dapat digunakan beberapa metode. Metode yang digunakan di

    dalam pembahasan ini adalah metode adjoint.

    AadjoA

    A intdet

    11 =

  • 53

    Adjoint A = (kofaktor A)T

    Jika dilakukan dengan matriks diatas maka:

    K11 = -11+1 . det

    FfeFsiFshAfeAsiAshSfeSsiSsh

    K12 = -11+2 . det

    FfeFsiFlsAfeAsiAsSfeSsiSls

    K13 = -11+3 . det

    FfeFshFlsAfeAshAsSfeSshSls

    K14 = -11+4 . det

    FsiFshFlsAsiAshAsSsiSshSls

    K21 = -12+1 . det

    FfeFsiFshAfeAsiAshCfeCsiCsh

    K22 = -12+2 . det

    FfeFsiFlsAfeAsiAlsCfeCsiCls

    K23=-12+3 . det

    FfeFshFlsAfeAshAlsCfeCshCls

    K24 =-12+4 . det

    FsiFshFlsAsiAshAlsCsiCshCls

  • 54

    K31 = -13+1 . det

    FfeFsiFshSfeSsiSshCfeCsiCsh

    K32 = -13+2 . det

    FfeFsiFlsSfeSsiSlsCfeCsiCls

    K33 = -13+3 . det

    FfeFshFlsSfeSshSlsCfeCshCls

    K34 = -13+4 . det

    FsiFshFlsSsiSshSlsCsiCshCls

    K41 = -14+1 . det

    AfeAsiAshSfeSsiSshCfeCsiCsh

    K42 = -14+2 . det

    AfeAsiAlsSfeSsiSlsCfeCsiCls

    K43 = -14+3 . det

    AfeAshAlsSfeSshSlsCfeCshCls

    K44 =14+4 . det

    AsiAshAlsSsiSshSlsCsiCshCls

  • 55

    Determinan A = Cls * det

    FfeFsiFshAfeAsiAshSfeSsiSsh

    - C2 * det

    FfeFsiFlsAfeAsiAsSfeSsiSls

    +C3

    * det

    FfeFshFlsAfeAshAsSfeSshSls

    - C4 * det

    FsiFshFlsAsiAshAsSsiSshSls

    =

    3,309 %6,618 %

    24,818 %65,255 %

    FFFFAAAASSSSCCCC

    Fe %Si %S %L % 1

    FeSiSHLS

    FeSiSHLS

    FeSiSHLS

    FeSiSHLS

    H

    S

    Setelah ke-4 persentase material pembentuk semen, maka dapat diketahui

    debit keluaran yang seharusnya ( set point ). Hal ini dilakukan dengan :

    point)(set .Qin Total %

    Fe %Fe Qo

    point)(set .Qin Total %

    Si %Si Qo

    point)(set .Qin Total %Sh %Sh Qo

    point)(set .Qin Total %

    L %L Qo

    Fe%Si%SH%LS%Total %

    SS

    =

    =

    =

    =+++=

    Maka didapat debit keluaran masing-masing material dalam ton/jam.

  • 56

    3.1.3.2 Analisa produksi

    LS

    Sh

    Si

    Fe

    rpm setpoint PID + Motor rpm actual

    rpm setpoint

    Q LS

    Q Sh

    Q Si

    Q Fe

    Qi LS

    Qi Sh

    Qi Si

    Qi Fe

    Qo LS

    Qo Sh

    Qo Si

    Qo Fe

    PID + Motor rpm actual

    rpm setpoint PID + Motor rpm actual

    rpm setpoint PID + Motor rpm actual

    HasilProduksi

    Gambar 3.6 Blok Diagram Perhitungan Kecepatan Alir sistem

    Secara teoritis, banyak material yang jatuh mempengaruhi kecepatan motor

    & hubungan ini berbanding lurus. Maka dari teori ini dapat diperoleh

    kecepatan putaran motor untuk membawa material yang jatuh ke conveyor

    belt masing-masing. Nilai kecepatan putaran motor ini didapat dengan

    mengkonversikan besaran ton / jam ke bentuk rpm. Oleh karena nilai

    kecepatan putaran ini berasal dari debit keluaran yang diinginkan, maka

    dapat disebut sebagai kecepatan putaran motor setting point. Begitu juga

    untuk debit keluarannya.

    Jika mempunyai setting point, maka akan memperoleh actual point. Actual

    point ini berasal dari plant system berupa fungsi transfer yang mempunyai

    respon yang baik yaitu mempunyai respon yang steady state. Hal ini dapat

    diuji dari matlab.

  • 57

    Jika mempunyai sebuah fungsi transfer, maka dapat dikonversi ke bentuk

    persamaan keadaan ruang ( state space). Konversi ini bertujuan untuk melihat

    hubungan kecepatan motor saat ini dan berikutnya. Konversi ini nantinya

    memperlihatkan hubungan rumus kecepatan motor yang masih baku

    sehingga persamaan keadaan ruang sistem motor yang kita gunakan.

    Walaupun dapat melihat hubungan kecepatan motor saat ini & setelahnya,

    namun terasa kurang jika suatu sistem tidak dapat diketahui keadaannya pada

    suatu nilai waktu. Untuk itu diperlukan suatu konversi yang dapat

    menghubungkan sistem kita dengan interval waktu. Untuk itu digunakan

    metode Runge kutta. Pada pembahasan ini metode Runge kutta yang

    digunakan adalah orde 4.

    Persamaan dasarnya adalah sebagai berikut :

    ( )4322216

    1 kkkkhyiyi ++++=+

    Setelah mendapatkan nilai kecepatan putaran motor aktual dan dihubungkan

    dengan PID controller, maka keluarannya berupa putaran motor aktual yang

    telah di kompensasi sesuai dengan kecepatan putaran motor yang diinginkan.

    Setelah mendapatkan nilai putaran motor hasil kompensasi ini, maka nilai ini

    yang akan dipakai pada proses simulasi putaran motornya. Nilai ini dapat

    dipakai untuk mengetahui keluaran aktual yang terjadi dalam simulasi ini.

    PID ( Proportional plus Integrated plus Derivative ) Controller memiliki tiga

    komponem utama yaitu Kp, Ki dan Kd dimana bentuk persamaan umumnya

    adalah sebagai berikut :

  • 58

    ++= t0

    dip dtde K d )( e K (t) e K (t)u

    Asumsikan X (s) adalah transformasi laplace dari keadaan x (t)

    Asumsikan (s) X& adalah transformasi laplace dari keadaan (t) X& yang

    diinginkan dan E (s) merupakan hasil transformasi laplace dari nilai error

    Dimana persamaan umumnya adalah

    (s) X - (s) X (s) E &= Maka jika G (s) adalah persamaan bentuk PID controller yang linear maka

    persamaan umumnya adalah sebagai berikut

    )/()( skskkcsG idp ++=

    Diasumsikan H (s) adalah persamaan bentuk yang diinginkan, dimana m

    adalah penguatan dc nya dan merupakan konstanta waktu. Maka bentuk persamaan motornya adalah sebagai berikut

    smsH

    .1)( +=

    Maka gain keseluruhan dari sistem kontrolnya adalah

    )()(1)()(

    )()(

    sHsGsHsG

    sXsX

    +=&

    skk IP + s+1

    m

    x`(n)

    + PI Controller Actuatorc

    DC motorX& e(n) u(n) p(t)

    -

    State Estimator1

    f(t)

    Gambar 3.7 Blok diagram sistem kontrol linear dalam domain frekuensi

  • 59

    Secara teoritis kita dapat memilih konstanta kontroller, Kp Ki dan Kd, yang

    dapat menghasilkan respon sistem yang diinginkan. Kenyataannya sulit untuk

    mencari nilai c, m dan . Jika beban ditambahkan kedalam motor, kemudian m dan akan berubah. Sebagai contoh :

    (t) d(t) i(t) p(t)u ++= Dengan menggunakan konstanta proporsional dapat menghasilkan kontrol

    sistem yang memberi lebih banyak energi kedalam plant saat error tinggi.

    (t) e K(t) p p=

    Persamaan diatas dapat disederhanakan dalam waktu discrete

    (n) e K(n) p p=

    dimana n merupakan input waktu discrete untuk input waktu e (n) dan

    output p (n)

    Penting : dalam pemrosesan signal digital , sistem kontrol dapat

    dijalankan secara reguler maupun secara periodik.

    Error : Jika nilai sampling bervariasi, maka dapat memunculkan nillai

    error.

    Nilai integral membuat ouput actuator berhubungan dengan integral errornya.

    Penggunaan kompensasi integral bisa meningkatkan nilai steady state error

    terhadap sistem kontrol. Jika nilai error yang diakumulasi kecil untuk waktu

    yang lama, maka nilai kompensasinya bisa besar. Dimana persamaan

    kompensasi integralnya sebagai berikut :

  • 60

    = t0

    i )d( e K(t) i

    Persamaan diatas dapat ditulis dalam keaadaan numerik :

    t e(n)K1)i(nt e(n)Ki(n) in

    1i +==

    Dimana t adalah interval waktu dari E (n) Nilai derivative membuat hasil output actuator berhubungan dengan

    derivative errornya. kompensasi ini biasanya dikombinasikan dengan

    kompensasi lain seperti proportional atau integral yang betujuan untuk

    meningkatkan nilai transien sistem kontrol. Nilai umum dari KD dapat

    meningkatkan waktu respon dalam mencapai nilai setting point. Namun KD

    bisa menimbulkan overdamp (respon yang sangat rendah) atau underdamped

    ( osilasi yang tidak stabil ). Bentuk persamaannya :

    dtdeKd(t) d=

    Jika ditulis dalam persamaan numerik

    t1)-e(n - d(n)Kd(n) d =

    Teknik mengkombinasikan nilai Kd Ki dan Kp

    Dimulai dari Kp

    Kontroller proporsional menghasilkan respon yang stabil. Maka terlebih

    dahulu harus diuji nilai Kp sampai mencapai keadaan stabil pada sistem.

    Nilai konstanta Kp yang berbeda akan menyebabkan waktu respon yang

    berbeda, yang diharapkan adalah waktu respon yang cepat.

    Kemudian beralih ke kompensasi integral (Ki)

  • 61

    Nilai Ki biasanya kecil. Kompesator ini bertujuan untuk meningkatkan

    akurasi dari kontroller dalam mencapai keadaan steady state tanpa

    mempengaruhi kecepatan respon waktu.

    Langkah terakhir adalah mengatur nilai kompensasi derivative (KD).

    Nilai KD biasanya juga kecil. Kompensasi derivative ini berfungsi untuk

    mengurangi overshoot atau undershoot pada step response.

    Tabel 3.1 Hubungan Kp, Ki, Kd dalam mengkompensasi sinyal.

    Rise Time Over Shoot Settling time Error Kp decrease increase - Decrease Ki decrease increase increase Eliminate Kd - decrease decrease -

    Nilai putaran motor aktual di konversi ke bentuk debit keluaran ton/jam.

    Konversi ini berbeda-beda untuk setiap bin. Dalam simulasi ini konversi 1

    rpm adalah 100 ton/jam. Simulasi material yang jatuh ini terjadi terus

    menerus selama simulasi dijalankan.

    Jika mengetahui nilai keluaran aktual yang terjadi pada sistem ini, maka

    dapat diketahui kapasitas material di dalam bin. Kapasitas material di dalam

    bin ini ditentukan oleh hubungan antara kapasitas material yang masuk ke

    dalam bin dan yang keluar di dalam bin.

    Dimisalkan kapasitas material di dalam bin adalah Q, kapasitas material yang

    masuk di dalam bin adalah Qi , dan kapasitas material yang keluar dari bin

    adalah Qo. Maka hubungan ketiganya dapat dituliskan sebagai berikut:

    ( ) = QoQiQ dt

  • 62

    Namun hubungan seperti ini tidak dapat langsung digunakan dalam simulasi.

    Hubungan integral ini harus di ubah ke dalam bentuk numerik terlebih

    dahulu.

    ( ) = dtQoQidtdQdtd ( )QoQiQ =

    Persamaan diatas dapat juga dituliskan ke dalam bentuk state spacenya

    seperti berikut:

    [ ]

    =

    QoQi

    Q 11

    b1 = 1

    b2 = -1

    u1 = Qi

    u2 = Qo

    Maka bentuk state space diatas dapat di konversi dengan metoda runge kutta

    orde 4 seperti berikut:

    k1 = f1(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo

    k2 = f2(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo

    k3 = f3(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo

    k4 = f4(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo

    maka dapat dilihat kalau k1 = k2 =k3 =k4. Hal ini terjadi karena matrik

    sistem pada state spacenya bernilai nol semua sehingga di dalam proses

    runge kutta nya proses perhitungan yang berkaitan dengan matriks sistemnya

    dapat dihilangkan, dalam hal ini adalah Q nya sendiri.

  • 63

    Jika k1 = k2 = k3 =k4 = Qi-Qo = k maka perhitungan runge kuttanya adalah

    sebagai berikut:

    ( )( )

    ( )QoQihQQhkQQ

    kkkkhQQ

    kkkkhQQ

    +=+=

    ++++=

    ++++=

    226

    4322216

    Maka terlihat jelas hubungan kapasitas bin berikutnya adalah nilai kapasitas

    bin saat ini dijumlahkan dengan interval waktu yang dikalikan dengan selisih

    antara kapasitas material yang masuk dan kapasitas material yang keluar dari

    bin.

    Perhitungan terhadap kapasitas bin ini dilakukan terus menerus. Dengan

    mengetahui kapasitas ini, maka dapat dibatasi kapasitas bin. Hal ini

    dilakukan di dalam simulasi dengan mengatur nilai Qi nya masing-masing.

    Misalnya saja jika kapasitas bin yang diinginkan tidak lebih dari 200 ton/jam

    dan tidak kurang dari 100 ton/jam, maka yang diatur-atur adalah input

    materialnya. Jika kapasitas material di dalam bin yang terhitung untuk

    berikutnya adalah 200ton/jam atau lebih, maka Qi di set off atau bernilai nol

    sampai terhitung kapasitas bin untuk berikutnya 100ton/jam atau kurang,

    maka Qi di set on sampai kapasitas material berikutnya di dalam bin

    terhitung 200ton/jam atau lebih. Hal ini berlangsung terus menerus.

  • 64

    3.2 Flow Chart

    Setelah dilakukan perancangan diatas maka langkah selanjutnya penulis akan

    melakukan koding ke dalam program dengan menyusun sebuah flow chart

    terlebih dahulu guna mempermudah melakukan koding. Adapun flowchart yang

    dimaksud

    START

    INISIALISASI SISTEM

    Input:SM, LSF, AM, Set point output,K motor, batas kapasitas min

    Dan max masing-masing material pada bin,

    Kadar campuran pada material,Karakteristik masing-masing

    motor

    Perhitungan bagian Al2O3 pada semen

    Perhitungan bagian Si2O3 pada semen

    Perhitungan bagian CaO pada semen

    DA

  • 65

    Perhitungan % CaO pada semenPerhitungan % Si2O3 pada semenPerhitungan % Al2O3 pada semenPerhitungan % Fe2O3 pada semen

    Perhitungan invers matriks campuran material semen

    Perhitungan % Limestone pada semenPerhitungan % Shale pada semenPerhitungan % Silica pada semen

    Perhitungan % Iron Ore pada semen

    Perhitungan debit keluaran set point untuk masing-masing material

    Perhitungan kecepatan putaran motor set point pada masing-masing motor

    A

    TimerActive

    Input berubah?

    StopSimulation?

    End

    D

    No

    Yes

  • 66

    Timer Active

    Deklarasivariabel

    Perhitungan aktual point dengan menggunakan Runge

    Kutta pada masing-masing motor

    Perhitungan error rate e(t) pada masing-masing motor

    PID Controller

    Runge Kutta kecepatan motor pada masing-masing motor

    C

    Perhitungan Debit material yang jatuh pada masing-masing bin

    Perhitungan kapasitas pada masing-masing bin

  • 67

    Kapasitas >= max?

    Masukan pada bin berhenti

    Masukan pada bin berjalan

    Kapasitas >= max?

    Return

    Yes

    Yes

    No

    No

    C

    Gambar 3.8 Flow Chart