laptut sindrom nefrotik

13
SINDROM NEFROTIK Definisi Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan komplex gejala klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, dengan ciri-ciri edema, hipoproteinemia, proteinuria dan hiperlipidemia. Angka kejadian Epidemiologi Sindrom nefrotik yang tidak meneyrtai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsif steroid sebagai besar terdiri dari anak-anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di jakarta di antara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukkan KM. Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri dari anak-anak dengan kelainan glomerulus lain. Disebut sindrom nefrotik sekunder apabila penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena, obat-obatan, alergen dan toksin, dll. Sindrom nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerulus dengan keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama. Etiologi

Upload: otonan

Post on 29-Sep-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kljhbbhkj

TRANSCRIPT

SINDROM NEFROTIK

Definisi Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan komplex gejala klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, dengan ciri-ciri edema, hipoproteinemia, proteinuria dan hiperlipidemia. Angka kejadianEpidemiologiSindrom nefrotik yang tidak meneyrtai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsif steroid sebagai besar terdiri dari anak-anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di jakarta di antara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukkan KM. Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri dari anak-anak dengan kelainan glomerulus lain. Disebut sindrom nefrotik sekunder apabila penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena, obat-obatan, alergen dan toksin, dll. Sindrom nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerulus dengan keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama. EtiologiSebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini di anggap sebagai suatu penyakit autoimun.Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:I. Sindrom nefrotik bawaanDiturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.Resisten terhadap semua pengobatan.Gejalanya adalah edema pada masa neonates.Pencangkokan ginjal pada masa neonates telah dicoba, tapi tidak berhasil.Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupan.II. Sindro nefrotik sekunderDisebabkan oleh:1. Malaria kuartana atau parasit lain2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus deseminata, purpura anafilaktoid.3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik, thrombosis vena renalis.4. Bahan kimia seperti trimetodion, paradion, penisilin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.5. Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperplorinemia, nefritis membranoproliteratif hipokomplementemik.III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)Berdasarkan histopatologi yang tanpak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, churg dkk.membagi dalam 4 golongan yaitu: 1. Kelainan minimalDengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunoflurensasi ternyatatidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus.Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.2. Nefropati membranosaSemua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler tang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.3. Glomerulonefritis proliferativea. Glomerulonefritis propliferatif eksudatif difusTerdapat proliferasi sel mesengial dan infiltasi selpolimorfonukleus.Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.b. Denagn penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)Terdapat proliferasi sel mesangiul yang tersebar dan penebalan batang lobular.c. Dengan bulan sabit (crecent)Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan visceral.Prognosis burukd. Glomerulonefritis membranoproliferatif.Proliferasi sel mesaingial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrane basalis de mesangium.Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah.Prognosis tidak baike. Lain-lain. Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas

IV. Glomruloskerosis fokal segmentalV. Pada kelainan ini yang menyolok skerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis burukPatofisiologi

Proteinuria Proteinuria umunya diterima kelainan utama pada SN, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan berat untuk membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindrom nefrotik. Eksresi protein sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.

Selektivitas protein Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas albimin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari 0.2 menunjukkan adanya proteinuria selektif. Pasien SN dengan rasio rendah umumnya berkaitan dengan KM dan responsif terhadap steroid. Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi maka agak sulit untuk membedakan jenis KM dan BKM (Bukan kelainan minimal) dengan pemeriksaan ini dianggap tidak efisien.

Perubahan pada filter kapiler glomerulus Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar muatan negatif juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua-duanya. Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul muatan negatif, seperti albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan hepartinase mengakibatkan timbulnya albuminaria. Di samping itu sialoprotein glomerulus yaitu polianion yang terdapat pada tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan negatif di daerah ini yang penting untuk mengatur sel viseral epitel dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel. Suatu protein dengan berat molekul 140.000 dalton, yang disebut podocalyxin rupanya mengandung asam sialat ditemukan terbanyak kelainan pada model eksperimenal nefrosisis aminonkleosid. Pada SNKM, kandungan sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid yang menyebabkan hilangnya proteinuria. Hipoalbuminemia Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Dalam keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi ini hilangnya dari badan adalah seimbang. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun keadaan ini tidak responsif steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampri normal dengan atau tanpa perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin pada SN dalam keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal. Jumlah albumin absolut yagn didegradasi masih normal atau di bawah normal, walaupun apabila dinyatakan terhadap pool albumin intravaskular secara relatif, maka katabolisme pool fraksional yagn menurun ini sebetulnya meningkat. Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yagn normal albumin plasma yang rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati. Gangguan protein lainnya di dalam plasma adalah menurunnya - 1 globulin, (normal atau rendah), dan - 2-globulin, B globulin dna figrinogen meningkat secara relatif atau absolut. Meningkatnya - 2 globulin disebabkan oleh retensi selektif protein berberat molekul tinggi oleh ginjal dengan adanya laju sintesis yang normal. Pada beberapa pasien, terutama mereka dengan SNKM, IgM dapat meningkat dan IgG menurun.

Kelainan metabolisme lipid Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan kenaikan ini tampak lebih nyata pada pasien dengan KM. Umumnya terdapat korelasi tebalik antara konsentrasi albumin serum dan kolesterol. Kadar trigliserid lebih bervariasi dan bahkan dapat normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada pasien dengan analbuminemia kongenital dapat juga timbul hiperlipidemia yang menunjukkan bahwa kelainan lipid ini tidak hanya disebabkan oleh penyakti ginjalnya sendiri. Pada pasien SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotien densitas rendah (LDL) meningkat, dan kadang-kadang sangat mencolok. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal atau meningkat pada anak-anak dengan SN walaupun rasio kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap rendah. Seperti pada hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau karena degradasi yang menurun. Bukti menunjukkan bahwa keduanya abnormal. Meningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis albumin dan sekudner terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan. Namun meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang normal. Menurunnya aktivitas ini mungkin sekunder akibat hilangnya -glikoprotein asam sebagai perangsang lipase. Apabila albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kelainan lipid ini menjadi normal kembali. Gejala ini mungkin akibat tekanan onkotik albumin serumnya, karena ofek yang sama dapat ditimbulkan dengan pemberian infus pilivinilpirolidon tanpa mengubah keadaan hipoalbuminemianya. Pada beberapa pasien, HDL tetap meningkat walaupun terjadi remisi pada SN-nya pada pasien lain VLDL dan LDL tetap meningkat pada SN relaps frekuensi yang menetap bahkan selama remisi. Lipid dapt juga ditemukan di dalam urin dalam bentuk titik lemak oval dan maltase cross. Titik lemak itu merupakan tetesan lipid di dalam sel tubulus yang berdegenerasi. Maltese cross tersebut adalah ester kolesterol yang berbentuk bulat dengan palang di tengah apbila dilihat dengan cahaya polarisal.

Edema Keterangan klinik pembentukan edema pada sidnrom nefrotik sudah dianggap jelas dan secara fisiologik memuaskan, namun beberapa data menunjukkan bahwa mekanisme hipotesis ini tidak memberikan penjelasan yang lengkap. Teori klasik mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes keruang interstisial. Dengan meningkatnya permealiblitas kapiler glomerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkitik koloid plasma intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruagn intravaskular ke ruang interstial yang menyebabkan terbentuknya edema.

Gejala klinisEdema merupakan gejala klinis yang menunjol, kadanga kadang mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka.Penderita sanagt rentan terhadap infeksi sekunder.Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia, dan hipertensi ringan.Terdapat proteinuru terutama albumin (85-95%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini dapat ditentukan denag pemeriksaan Esbach. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin tinggi.Sedimen dapat normal atau torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih, dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double refractile bodies.Kimia darah menujukkan hipoalbuminemia.Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang terbalik.Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin. Kadang-kadang didapatkan protein bound iodine rendah tanpa adanya hipotiroid. Laju endap darah tinggi.Kadar kalsium dalam darah sering rendah. Pada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia.Pengobatan1. Istirahat sampai edema membaik2. Makan makanan tinggi protein sebanyak 3-4 gr/kgbb/hr3. Mencegah infeksi4. KortikosteroidInternational Cooperative study of Kidney disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:a. Selama 28 hari prednisone diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan dosis maksimal 80 mg/hari.b. Kemudian dilanjutkan dengan prednisone peroral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari5. Antibiotic diberikan hanya bila ada infeksi3. Komplikasi Komplikasi yang timbul pada penderit SN tergangung faktor-faktor sebagai berikut : histopatologi renal, lamanya sakit, umur dan jenis kelamin penderita. 1.Infeksi Infeksi terjadi karena terjadinya penurunan mekanisme pertahanan tubuh yaitu gama globulin serum, penurunan konsetnrasi IgG, abnormalitas komplemen, penurunan konsentrasi transferin dan seng, serta pungsi lekosit yang berkurang. Infeksi yang serign terjadi berupa pertonitis primer, selulitas infeksi saluran kemih, bronkpneumonia dan infeksi virus. 2.Tromboemboli dan gangguan koagulasi pada penderita SN terjadi hiperkoagulasi dan dapat menimbulkan tromboemboli baik pada pembuluh darah vena maupun arteri. Keadaan ini disebabkan oleh faktor-faktor : perubahan zymogen dan kofaktor dalam hal ini penignkatan fakto V.X.VII. Fibrinogen dan fakto von Willebrand. perubahan fungsi platelet karena hipoalbuminemai, hiperlipodemiaperubahan fungsi sel endotelial karena perubahan sirkulasi lipidPeran obat kortikosteroid : yakni meningkatkan konsentrasi Fc. VIII dan memperpendek Protrombin time dan PTT Namun dalam dosisi besar kostikosteroid akan menignkatkan AT III dan mencegah agregasi trombost. Diuretik akan menurunkan voluem plasma sehingga meninggikan angka hematokrit dengan demikian viskositas darah dan konsentrasi fibrinogen akan meningkat. 3.Perubahan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein Pada penderita SN terjadi peningkatan total kolesterol, LDL dan VLDL seta apolipoprotein di dalam plasma sementara HDL dapt normal atau turun khususnya HDL 2. Hiperlipidemia ini berlangsung lama dan tidak terkontrol dapat mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah koroner. Aorta dan arteria renalis. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyakti jantung eskemik ataupun trombosis arteri Renalis. Tidak sepeti pada lemak, penelitian mengenai perubahan metabolisme karbohidrat belum komprehensif. Namun telah diketahui pada hati yang mensintesis protein lebih besar akan meningkatkan ptikogenolisis, selain itu didapatkan penignkatan ambang vespin terhadap insulin dan glukosa. Hal ini dapat terjadi hipoalbuminemia pada keadaan malnutrisi kronik. Sejumlah protein plasma yang penting pada transport besi, hormon dan obat-obatan, karena molekulnya kacil, dengan mudah keluar melalui urin, kehilangan zat-zat tersebut akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : Transferin ion yang menurun menyebabkan anemia Penurunan seruloplasmin belum dilaporkan akibat klinisnya Berkurangnya albumin pengikat seng dan besi menyebabkan hipogensia dan penurunan sel-sel imunitas. Berhubungan protein pengikat vitamin D akan mempengaruhi metabolisme kalsium sehingga terjadi osteomalasia dan hiper paratiroid. Berkurangnya protein pengikat kostisol menyebabkan dibutuhkannay dosis lebih besar terhadap kortikosteroid. Kehilangan sejumlah besar protein ini akan menyebabkan penderita jatuh dalam keadaan malnutrisi. Karena itu dilanjutkan diet tinggi protein diberikan 2-3 5 gram/kg/24 jam untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Diet rendha protein, meski dapat mengurangi proteinuria dalam jangka penek mempunyai risiko kesimbangan negatif di masa mendatang. 4.Gagal Ginjal Akut (GGA)Komplikasi ini mekanismenya belum jelas. Namun banyak ditemukan pada penderita SN dengan lesi minimal dan gromerulosklerosis fokal. diperkirakan akibat hipovelemia dan penurunan perfusi ke ginjal. akibat dari GG pada penderita SN cukup serius. 18% meninggal. 20% dapt bertahan tapi tidak ada perbaikan fungsi ginjal dan memerlukan dialisis.