lapsus abses mandibular

29
LAPORAN KASUS SUSPEK ABSES SUBMANDIBULA Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Oleh: Husnul Mala 209.121.0006 Pembimbing: drg. Anggani Hartiwi

Upload: basmalah-ehm

Post on 04-Sep-2015

242 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

by: gilut

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

SUSPEK ABSES SUBMANDIBULA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh:Husnul Mala209.121.0006

Pembimbing:drg. Anggani Hartiwi

KEPANITERAAN KLINIK MADYAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANGLABORATORIUM ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUTRSD MARDI WALUYO KOTA BLITARJULI 2015

23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus Laboratorium Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut yang berjudul Suspek Abses Submandibula ini dapat terselesaikan sesuai rencana yang diharapkan.Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan penyakit gigi dan mulut khususnya mengenai fraktur dentoalveolar. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pembimbing kami, drg. Anggani Hartiwi atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada kami selama proses pembuatan dan perbaikan laporan ini.Penyusun menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Untuk itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi.

Blitar, Juli 2015Penyusun

Alfiani Rosyida ArisantiDAFTAR ISI

Judul Kata Pengantar 1Daftar Isi 2BAB I : PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang41.2. Rumusan Masalah51.3. Tujuan51.4. Manfaat5BAB II : TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Tulang Mandibula dan Prosesus Alveolaris2.2. Fraktur Dentoalveolar2.2.1. Definisi2.2.2. Epidemiologi dan Etiologi2.2.4. Klasifikasi2.2.7. Diagnosa12.2.8. Penatalaksanaan12.2.8. Komplikasi12.2.8. Prognosis16BAB III : STATUS PASIEN3.1. Identitas Penderita173.2. Anamnesis173.3. Pemeriksaan Fisik183.4. Pemeriksaan Penunjang203.5. Resume203.6. Diagnosis21 3.7. Penatalaksanaan21 3.8. Prognosis223.9. Komplikasi223.10. Flowsheet Terapi pada Pasien23BAB IV : PEMBAHASAN4.1. Identitas Penderita244.2. Anamnesis24 4.3. Pemeriksaan Fisik244.4. Pemeriksaan Penunjang254.5. Diagnosis25 4.6. Penatalaksanaan25 4.7. Prognosis264.8. Komplikasi264.9. Flowsheet Terapi pada Pasien26BAB V : PENUTUP5.1. Kesimpulan275.2. Saran27DAFTAR PUSTAKA28BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam hal ini, lulusan dokter harus mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan, serta mampu menentukan rujukan yang tepat bagi penanganan pasien selanjutnya dan menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

1.2. Rumusan Masalah1.2.1. Bagaimana karakteristik pasien dengan abses submandibula dan bagaimana hubungannya dengan konsep teori yang terkait?1.2.2. Bagaimana manifestasi klinis, patofisiologi dan penegakan diagnosa pada pasien dengan abses submandibula?1.2.3. Bagaimana penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi pasien dengan abses sub mandibula?

1.3. Tujuan1.3.1. Mengetahui dan memahami karakteristik pasien abses submandibula serta hubungannya dengan konsep teori yang terkait.1.3.2. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis, patofisiologi dan penegakan diagnosa pada pasien dengan abses submandibula 1.3.3. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi pasien abses submandibula.

1.4. ManfaatLaporan kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum tentang abses submandibula serta keterkaitannya antara teori dengan keadaan klinis pasien sehingga dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan dalam penegakan diagnosa maupun penatalaksanaannya pada pasien.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TULANG MANDIBULA 2.2 Abses Submandibula2.2.1 Definisi2.2.2 Epidemiologi dan Etiologi2.2.3 Klasifikasi2.2.4 Diagnosa 2.2.4.1 AnamnesaPemeriksaan terhadap pasien meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terdiri atas keadaan umum, kondisi ekstra oral dan intra oral. Berdasarkan anamnesis dapat diketahui mekanisme Terjadinya Abses.2.2.4.2 Pemeriksaan Fisik2.2.4.3 Pemeriksaan Penunjang2.2.5 Penatalaksanaan2.2.6 Prognosa

BAB IIISTATUS PASIEN

3.1 IDENTITAS PASIENNama: Tn. ISUmur: 52 tahunPendidikan Terakhir: SMAPekerjaan: WiraswastaAlamat: karang Sono, BlitarSuku Bangsa: Jawa, IndonesiaNo. DMK: 1560xxxxNo. Reg.: 140020xxxxTgl. Pemeriksaan: 22 Juni 2015

3.2 ANAMNESA1. Keluhan Utama: dua gigi depan rahang bawah masih terasa goyang.2. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien datang ke poli kesehatan gigi dan mulut RSD Mardi Waluyo untuk kontrol keadaan gigi depan rahang bawah setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 25 hari yang lalu. Keluhan yang dirasakan saat ini adalah dua gigi depan rahang bawah masih terasa sedikit goyang dan ujung lidah belum bisa merasakan.Awalnya, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 23 Mei 2015 (sekitar 25 hari yang lalu) sehingga dua gigi depan rahang bawah goyang dan maju ke depan. Selain itu, pasien juga mengeluhkan banyak luka terbuka pada wajah, bibir bagian kanan atas, dan luka pada ujung lidah. Sehingga pasien dikirim oleh poli bedah untuk dikonsultasikan ke poli kesehatan gigi dan mulut RSD Mardi Waluyo. 3. Riwayat PerawatanPasien telah mendapatkan perawatan rutin dan terapi pada tanggal 25, 26, 27 Mei 2015 serta tanggal 3 dan 10 Juni 2015 di poli kesehatan gigi dan mulut RSD Mardi Waluyo. Pada kedua gigi depan rahang bawah pasien dipasang kawat penyangga dan diberi gel untuk mengobati luka pada ujung lidah pasien.4. Riwayat Kesehatan Diabetes mellitus: disangkal Gangguan nutrisi: disangkal Tekanan darah tinggi: (+) sejak 3 tahun yang lalu Kelainan jantung: disangkal Gangguan pencernaan / gastritis: disangkal Riwayat MRS: disangkal Alergi makanan dan obat: disangkal Riwayat trauma atau kecelakaan : disangkal5. Riwayat Sosial dan Kebiasaan : riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal6. Riwayat Keluarga : a) Diabetes mellitus : disangkalb) Tekanan darah tinggi: disangkalc) Kelainan jantung : disangkald) Kelainan syaraf : disangkale) Riwayat penyakit sistemik lain : disangkalf) Alergi makanan dan obat: disangkal

3.3 PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum : tampak baikKesadaran: compos mentis (GCS 456)Tanda Vital: Tekanan darah = 120/80 mmHgEkstra Oral a. Wajah : simetris, tidak tampak pembengkakanb. Pipi kanan : tampak pembengkakan di bagian kanan bawahPipi kiri : tidak ada kelainanc. Bibir atas : tampak jaringan parut dan hiperpigmentasi kulit bekas luka, tidak tampak pembengkakanBibir bawah : tampak jaringan parut dan hiperpigmentasi kulit bekas luka, tidak tampak pembengkakand. Sudut mulut : tidak ada kelainane. Lain-lain : leher trismus (+)Intra OralPemeriksaan Mukosaa. Bukal fold atas : tidak ada kelainanBukal fold bawah : tidak ada kelainanb. Labial fold atas : tidak ada kelainanLabial fold bawah : luka lecet pada bibir bawah regio 32, warna kemerahan, ukuran + 0,5 cm dan tidak nyeric. Ginggiva rahang atas : tidak ada kelainanGinggiva rahang bawah : tidak ada kelainan d. Lidah : ujung lidah terasa tebal, belum bisa merasakane. Dasar mulut : tidak ada kelainanf. Palatum : tidak ada kelainang. Tonsil : tidak ada kelainanh. Faring : tidak ada kelainani. Lain lain : tidak ada kelainanPemeriksaan Gigi

Keterangan : S : tidak ada kelainan : gigi goyang (31,41) : terpasang fiksasi (31,32,41,42,43) : gigi hilang (36,46) : karies (media (11,22); profunda (38)) : tumpatan (26)

Gambar 3.1: Pemeriksaan gigi pasien Tn. MA.3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANGFoto Panoramik (tanggal 25 Mei 2015)

Gambar 3.2: Foto panoramik Tn. MA.Kesimpulan : Tampak fraktur processus alveolaris di antara gigi 31 dan 41Tampak caries gigi 11, 22, 38Absen gigi 36, 46Tampak tumpatan gigi 26Os mandibula dan sinus maksilaris tampak baik

3.5 RESUMEAnamnesa : pasien Tn. MA, 38 tahun, datang untuk kontrol keadaan gigi depan rahang bawah setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 25 hari yang lalu. Keluhan yang saat ini adalah dua gigi depan rahang bawah masih terasa sedikit goyang dan ujung lidah belum bisa merasakan. Awalnya, setelah kecelakaan pasien mengeluh dua gigi depan rahang bawah goyang dan maju ke depan. Pemeriksaan Fisik : pipi kanan, bibir atas dan bawah tampak jaringan parut dan hiperpigmentasi kulit bekas luka. Luka lecet pada mukosa bibir bawah regio 32, warna kemerahan, ukuran + 0,5 cm. Ujung lidah terasa tebal, belum bisa merasakan. Pada pemeriksaan gigi terdapat gigi goyang pada regio 31 dan 41 dan terpasang fiksasi pada regio 31,32,41,42 dan 43, karies media regio 11 dan 22, karies profunda regio 38, serta gigi hilang regio 36 dan 46.Pemeriksaan Penunjang : Foto Panoramik : tampak fraktur processus alveolaris di antara gigi 31 dan 41, caries gigi 11, 22, 38, dan absen gigi 36, 46.

3.6 DIAGNOSIS Working diagnosis: Post reposisi regio 31 dan 41 Hiperemia pulpa regio 11 dan 22 Gangren pulpa regio 38Edentulous ridge regio 36 dan 46

3.7 PENATALAKSANAANPenatalaksanaan Fraktur Prosesus Alveolaris :Reposisi dan fiksasi, dengan langkah : Menenangkan pasien dan member sedatif sesuai kebutuhan. Anastesi lokal pada gigi anterior rahang bawah. Gerakkan sementum dengan jari pada regio 31 dan 41, periksa hubungan oklusalnya (reduksi). Imobilisasi atau fiksasi segmen regio 31 dan 41 (posisi sudah tereduksi) dengan arch bar atau splint, lakukan perluasan fiksasi di sebelah distal dari fragmen (bilateral) yakni regio 32, 42, dan 43. Rontgen pada posisi reduksi. Teliti hubungan oklusi.Tindak lanjut segera Periksa stabilitas fiksasi secara rutin. Periksa kondisi penyembuhan pada lesi jaringan lunak. Pemberian atau peresepan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit, dan dapat diberikan antibiotik apabila beresiko terhadap terjadinya infeksi. Instruksi untuk melakukan aplikasi es pada bagian yang fraktur, dan pemberian makanan lunak atau cair, serta menjaga higienitas mulut. Dapat dilakukan pemeriksaan radiologi setelah penatalaksanaanTindak lanjut jangka panjang Alat dilepas setelah 4-6 minggu. Evaluasi mobilitas gigi dan segmen. Dapat dilakukan pemotretan untuk melihat perkembangan kondisi. Jadwalkan kunjungan berikutnya (kunjungan kontrol) untuk melihat status pulpa gigi yang terlibat. Pertimbangan melakukan rujukan endodontik apabila terjadi gigi nonvital.Penatalaksanaan Post Reposisi : Kontrol 1 minggu lagi Vitamin neurotropik 2 kali sehariRencana Penatalaksanaan Gigi Lainnya : Pro pulp capping + tumpatan regio 11 dan 22 Pro extraction regio 38 Pro protesa regio 36 dan 46

3.8 PROGNOSISAd Vitam: dubia ad bonamAd Functionam: dubia ad bonamAd Sanationam: dubia ad bonam

3.9 KOMPLIKASIKomplikasi yang mungkin dapat terjadi baik sebelum, selama, atau sesudah

2.9 FLOWSHEET TERAPI PADA PASIENTanggalAnamnesaPemeriksaan FisikDiagnosis & Terapi

22-7-2015Pasien datang dengan keluhan nyeri dan bengkak di gusi kanan bawah, sakit bila membuka mulutTD : mmHgEO : bengkakIO : ulkus pada ujung lidahDx: Suspect Fraktur Prosesus Alveolaris + Ulkus pada ujung lidahTx: Aloclair gel Pro Reposisi + Fiksasi Pro Foto Panoramik

23-7-2015Kontrol, Sudah bisa buka mulut, gusi graham kanan bawah masih sakitTD : 160/100 mmHgEO : bengak di regio mandibula dekstra mulai kempesIO : ulkus pada ujung lidahDx: susp. Abses submandibulaTx:

28-7-2015Kontrol, sudah tidak merasakan sakit dan bengkak di gusi kanan bawah, ingin cabut gigiTD:140/90 mmHgEO : -IO :Dx: Post reposisi regio 31 dan 41Tx: Kontrol 1 minggu lagi Aloclair gel dilanjutkan

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 IDENTITAS PASIENPasien Tn.IS, usia 52 tahun, menjadi salah satu problem tersendiri terkait kondisi pasien yakni fraktur prosesus alveolaris yang termasuk dalam salah satu fraktur dentoalveolar. Fraktur dentoalveolar dapat terjadi pada usia 3-60 tahun, meskipun angka kejadiannya menurun setelah usia dekade kedua. Namun fraktur dentoalveolar lebih sering terjadi pada laki-laki (73%) dibanding perempuan (27%) dengan rasio (2,7:1). 4.2 ANAMNESISPasien datang untuk kontrol keadaan gigi depan rahang bawah setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 25 hari yang lalu. Keluhan saat ini adalah dua gigi depan rahang bawah masih terasa sedikit goyang dan ujung lidah belum bisa merasakan. Awalnya, setelah kecelakaan pasien mengeluh dua gigi depan rahang bawah goyang dan maju ke depan. Hal ini menunjukkan adanya riwayat trauma yang terkait kemungkinan lepasnya gigi khususnya pada dua gigi bagian depan rahang bawah serta fraktur pada tulang penyangganya.

4.3 PEMERIKSAAN FISIKPada pemeriksaan fisik ekstra oral dan intra oral didapatkan pipi kanan, bibir atas dan bibir bawah tampak jaringan parut dan hiperpigmentasi kulit bekas luka. Ujung lidah terasa tebal, belum bisa merasakan. Serta pada pemeriksaan gigi terdapat gigi goyang pada regio 31 dan 41 dan terpasang fiksasi pada regio 31,32,41,42 dan 43. Hal ini juga menunjukkan adanya riwayat trauma yang menyebabkan terlepasnya (ekstrusi) dua gigi bagian depan rahang bawah serta fraktur pada tulang penyangganya. Kegoyahan beberapa gigi dalam satu segmen dapat menunjukkan adanya fraktur tulang alveolar. Fraktur alveolar dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur gigi. Fraktur tulang alveolar dapat terbuka atau tertutup, tunggal atau multipel. Pada saat pemeriksaan awal dapat dilakukan reposisi fragmen yang goyah, karena semakin cepat dilakukan semakin baik prognosis gigi geliginya. Setiap fragmen harus diperiksa untuk melihat apakah lengkap atau tidak lengkap. Fraktur alveolar di maksila paling sering terjadi di regio insisivus. 13,15,16,184.4 PEMERIKSAAN PENUNJANGFoto Panoramik merupakan salah satu pemeriksaan radiografis yang paling sering digunakan untuk evaluasi fraktur dentoalveolar. Pemeriksaan radiografis lainnya adalah foto dental. Pada hasil pemeriksaan foto panoramik tampak fraktur processus alveolaris di antara gigi 31 dan 41 (gigi tampak ekstrusi dan terdapat garis fraktur atau garis radio lusen pada prosesus alveolaris di antara gigi 31 dan 41), tampak caries gigi 11, 22 dan 38, serta absen gigi 36 dan 46.

4.5 DIAGNOSISBerdasar anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang didapat, maka diagnosis pada pasien ini mengarah pada diagnosis kerja post reposisi regio 31 dan 41.

4.6 PENATALAKSANAANPenatalaksanaan Fraktur Prosesus Alveolaris :Perawatan Fraktur, Reposisi dan FiksasiSebaiknya dilakukan kurang dari 8 jam sesudah kecelakaan, sering dilakukan dengan bantuan anestesi lokal. Segmen fraktur direduksi sebelum pemasangan alat-alat fiksasi atau stabilisasi. Pemakaian arch bar dengan perluasan paling tidak 2 sampai 3 gigi disebelah distal dari fragmen (bilateral), biasanya diikatkan dengan kawat baja tahan karat (wire) ukuran 0,45-0,5 mm, pada setiap gigi dari fragmen dan rahang yang utuh didekatnya. Apabila diperlukan stabilisasi tambahan, bisa dibantu dengan akrilik swa-polimerisasi. Tindak LanjutSetelah dilakukan perawatan fraktur, reposisi dan fiksasi, periksa oklusinya, apabila ada kontak prematur maka perbaiki. Rotgen pasca reduksi dianjurkan karena dapat digunakan sebagai pembanding. Perawatan pendukung meliputi diet makanan lunak atau cair untuk menghindar kerusakan segmen karena proses mengunyah, aplikasi dingin pada jaringan lunak di derah tersebut, dan obat analgesik. Banyak kasus fraktur prosesus alveolaris dirawat tanpa menggunakan antibiotik. Namun, apabila terdapat kontaminasi lokal yang luas, atau beresiko tinggi, maka perlu diberikan terapi antibiotik. Tindak lanjut yang pertama bersifat klinis, meliputi pemeriksaan yang teliti mengenai ada tidaknya infeksi, perubahn oklusi, dan stabilitas alat. Fiksasi biasanya diakhiri setelah 4-6 minggu. Setelah alat dilepas, maka segmen dites mobilitasnya dan dilakukan rontgen. Pengamatan jangka panjang diarahkan untuk mendeteksi nekrosis pulpa. Perubahan vitalitas gigi ditentukan dengan melihat perubahan warna dan hilangnya opasitas pada mahkota, atau perkembangan radiolusensi periapikal. Pulihnya respon terhadap tes pulpa elektrik, atau tes rangsang termis mungkin memerlukan waktu 6 bulan sampai lebih dari 1 tahun.

4.7 PROGNOSISSecara Ad Vitam atau pengaruh penyakit terhadap kondisi yang mengancam jiwa dikatakan Ad Bonam. Karena pada pasien tidak ditemukan kemungkinan gejala dan tanda yang mengarah pada suatu kondisi kegawatan yang dapat mengancam jiwa salah satunya dalam kasus ini adalah perdarahan atau cidera berat pada organ vital lainnya.Secara Ad Functionam atau pengaruh penyakit terhadap gangguan fungsi organ, dalam hal ini adalah gigi dan mulut, dikatakan Ad Bonam. Karena pada pasien tidak didapatkan adanya perburukan kondisi atau penurunan vitalitas khususnya gigi sehingga diharapkan fungsi gigi dan mulut pasien akan kembali optimal, mekipun dalam waktu yang lebih lama karena perbaikan dilakukan lebih dari 8 jam (tepatnya 2 hari setelah kecelakaan). Secara Ad Sanationam atau kemungkinan kekambuhan yang terus berlanjut dan semakin berat, pada pasien dikatakan Ad Bonam. Karena pada kasus yang dialami pasien tidak memiliki kemungkinan kekambuhan kecuali jika tingkat kewaspadaan terhadap keamanan dan keselamatan diri dari cidera buruk maka kejadian trauma dapat berulang.

4.8 KOMPLIKASIKomplikasi yang mungkin dapat terjadi pada pasien baik sebelum, selama, atau sesudah perawatan yakni perdarahan, infeksi, gangguan dan kerusakan saraf, gigi yang berpindah tempat, perubahan atau penurunan vitalitas gigi, komplikasi daerah ginggival dan periodontal serta resorpsi atau nekrosis tulang alveolar. Akan tetapi, kemungkinan-kemungkinan ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kebersihan mulut serta ketepatan perawatan dan pengobatan, adanya penyalahgunaan alkohol dan penyakit kronis, serta kepatuhan pasien.

4.9 FLOWSHEET TERAPI PADA PASIENPada tabel flowsheet pasien tampak didapatkan perkembangan dan perbaikan kondisi pasien. Fungsi gigi dan mulut semakin membaik serta terjadi proses penyembuhan beberapa luka dan cidera yang dialami, meskipun pasien masih mengeluhkan adanya pergerakan gigi (goyang) yang sebelumnya mengalami ekstrusi dan mengeluhkan ujung lidah yang belum bisa merasakan. Namun, keluhan ini diharapkan akan segera membaik seiring dengan kepatuhan pasien terhadap anjuran dokter serta perawatan yang baik dan dibantu dengan pengobatan (vitamin neurotropik) untuk meningkatkan perbaikan dan sensitifitas fungsi saraf.L A P O R A N K A S U SLABORATORIUM ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT

BAB VPENUTUP

4 5 5.0 5.1 KesimpulanPasien Tn.MA, 38 tahun, datang untuk kontrol keadaan gigi depan rahang bawah setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 25 hari yang lalu. Keluhan yang saat ini adalah dua gigi depan rahang bawah masih terasa sedikit goyang dan ujung lidah belum bisa merasakan. Awalnya, setelah kecelakaan pasien mengeluh dua gigi depan rahang bawah goyang dan maju ke depan. Pada pemeriksaan fisik pada pipi kanan, bibir atas dan bawah tampak jaringan parut dan hiperpigmentasi kulit bekas luka. Luka lecet pada mukosa bibir bawah regio 32, warna kemerahan, ukuran + 0,5 cm. Ujung lidah terasa tebal, belum bisa merasakan. Pada pemeriksaan gigi terdapat gigi goyang pada regio 31 dan 41 dan terpasang fiksasi pada regio 31, 32, 41, 42 dan 43. Pemeriksaan foto panoramik didapatkan kesimpulan adanya fraktur prosesus alveolaris pada regio 31 dan 41. Sehingga berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, maka pasien didiagnosis dengan post reposisi regio 31 dan 41.

5.2 SaranPada pasien yang telah dilakukan reposisi, dianjurkan untuk makanan lunak atau cair sementara sampai fungsi gigi dapat optimal, serta selalu menjaga higienitas mulut. Kontrol 1 minggu lagi untuk melihat status pulpa gigi yang terlibat atau jika ada keluhan serta disarankan untuk melakukan dokumentasi atau pemotretan untuk melihat perkembangan kondisi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Roberts G, Longhurst P. 1996. Oral and dental trauma in children and adolescents. New York : Oxford University Press;13, 6. Dalam: Mushtaq M, Baz Khan D. 2010. Gender Distribution And Etiology Of Dentoalveolar Fractures. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 30, No. 2.2. Bank P, Brown A. 2001. Treatment of dentoalveolar injuries. In: Fractures of facial skeleton. Oxford: Reed Educational and professional Publishing Ltd; 5: 72-80. Dalam: Mushtaq M, Baz Khan D. 2010. Gender Distribution And Etiology Of Dentoalveolar Fractures. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 30, No. 2.3. Permar D, Melfi RC. 1977. Bone and Alveolar process. In: Oral Embryology and Microscopic Anatomy. 6th ed.; 97-111. Dalam: Mushtaq M, Baz Khan D. 2010. Gender Distribution And Etiology Of Dentoalveolar Fractures. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 30, No. 2.4. Avery JK. 1994. Development of teeth, root and supporting structures. In: Oral Development and Histology. 2nd ed.; 94-109. Dalam: Mushtaq M, Baz Khan D. 2010. Gender Distribution And Etiology Of Dentoalveolar Fractures. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 30, No. 2.5. Petersson EE, Andersson L, Sorensen S. 1997. Traumatic oral vs non-oral injuries. Swed Dent J;21: 5568. Dalam: Mushtaq M, Baz Khan D. 2010. Gender Distribution And Etiology Of Dentoalveolar Fractures. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 30.6. Mushtaq M, Baz Khan D. 2010. Gender Distribution And Etiology Of Dentoalveolar Fractures. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 30, No. 2.7. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. 2007. Management of Mandibular Fractures. Diunduh dari http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf.8. Chang, E. W. 2008. Mandibular Fractures, General Principles and Occlusion. Diunduh dari http://emedecine.medscape.com/article/148358-media. 9. Soepardi E A, Iskandar N. (2006). Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Bab VII, hal 132-156. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.10. Snell R. S. 2006. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 11. Berkovitz BKB., Holland GR., Moxham BJ. 2009. Oral Anatomy, Histology and Embriology. 4th Ed. London: Mosby Elsevier.12. Reksoprodjo , S . 1995 . Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah .Jakarta : Binarupa Aksara. Dalam: Cindera C. 2011. Prevalensi pasien fraktur mandibula yang dirawat di RSUD dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2005-2010. Bagian bedah mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.13. Tiwana P. 2008. Dentoalveolar trauma.Diunduh dari http://www.cmf.hyperguides.com/tutorials/dento_trauma 14. Ellis E. 2003. Soft tissue and dentoalveolar injuries. Dalam: Peterson LJ, Ellis E, Hupp J, Tucker M. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th eds. St.Lauis. Mosby Inc.15. Killey HC. 1977. Fractures of the middle third of the facial skeleton, 3rd ed. Bristol: John Wright & Sons Ltd.16. Banks P, Brown A. 2001. Fractures of the facial skeleton. Wright.p.40-2,72-9.17. Radford G. 2008. Treatment of injured tissues (dentoalveolar). Diunduh dari http://www.almedadental.com/onlineforums/consent.htm 18. Pedersen G. 1988. Oral surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company.p.234-8.19. Mendes F. 2008. A prospective study of dentoalveolar trauma at the Hospital das Clinicas, Sao Paulo University Medical School. Diunduh dari http://www.scielo.br/cgi-bin/fbpe/fb-text 20. Kruger G. 1974. Textbook of oral surgery. 4th eds. St.Lauis. The C.V. Mosby Company.21. Riyanti E. 2010. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf.22. Rao A. 2008. Principles and practice of pedodontics. New Delhi: Jaypee: 304-5.23. Andreasen J, DiAngelis A, Ebeleseder K, Kenny D, Trope M, Sigurdsson A. 2011. Treatment guidelines for fractures of teeth, alveolar bone and luxation injuries. Dental trauma guidelines. International Association of Dental Traumatology24. Kasyruddin M. 2014. Frekuensi fraktur mahkota gigi anterior pada usia 9-25 tahun di beberapa rumah sakit kota Makassar. Fakultas kedokteran gigi; universitas hasanuddin; makassar.