laporan teknis penelitian
TRANSCRIPT
LAPORAN TEKNIS PENELITIAN
DINAMIKA DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN SEBAGAI KOMPONEN PERMODELAN PENGELOLAAN PERIKANAN DI RAWA BANJIRAN SUMATERA SELATAN
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN
KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN
PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2012
Oleh :
Niam Muflikhah, Abdul Karim Gaffar, Eko Prianto, Yoga Candra Ditya,
Melfa Marini, Burnawi dan Mersi
ABSTRAK
Perairan rawa banjiran (floodplain) Sumatera Selatan merupakan perairan
yang berpotensi besar sebagai penghasil produksi perikanan. Namun beberapa
perairan umum daratan di Kabupaten OKI telah mengalami penurunan, hal
tersebut diduga karena semakin berkurangnya stok ikan pada perairan tersebut
akibat usaha penangkapan yang terus dilakukan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat
dilihat dari perkembangan hasil produksi ikan, menurut Ajie (1996) produksi ikan
pada tahun 1989 sebesar 38.661 ton tetapi pada tahun 1993 hanya sebesar 4.482
ton.
Penurunan hasil produksi ini selain sangat berpengaruh terhadap
pendapatan nelayan juga merupakan salah satu indikasi telah terjadinya tangkap
lebih (over fishing) pada perairan tersebut sebagai akibat kegiatan eksploitasi yang
telah berlangsung sejak lama. Setidaknya kegiatan eksploitasi sumberdaya
perikanan dapat diketahui dengan adanya sistem lelang lebak lebung. Tekanan
terhadap sumberdaya akibat penangkapan menjadi semakin tinggi dengan
meningkatnya upaya penangkapan yang dilakukan nelayan. Kegiatan
penangkapan yang intensif dalam jangka panjang mengakibatkan turunnya stok
sumberdaya ikan. Bahkan, dalam kondisi yang ekstrim akan menyebabkan
kelangkaan atau hilangnya jenis atau spesies tertentu dari perairan rawa banjiran.
Perairan Lubuk Lampam berdasarkan hasil penelitain 2011 ditemukan 32
jenis ikan yang artinya mengalami penurunan jenis sekitar 30% dari jumlah jenis
ikan yang ditemukan pada tahun 2008 sebanyak 48 jenis. Namun berdasarkan
hasil penelitian 2012 jenis ikan yang ditemukan mengalami peningkatan yaitu 68
jenis ikan Berdasarkan jenis genera yang ditemukan, perhitungan indeks
keanekaragaman, kelimpahan total, dan kelimpahan relative terhadap organism
perairan lainnya yaitu (Perifiton, Bentos, dan Plankton) menunjukkan kondisi
perairan lubuk lampam berada dalam kondisi proses mengalami degradasi tingkat
sedang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
barokah-Nya sehingga penelitian dengan judul “Dinamika dan Pemanfaatan
Sumberdaya Ikan sebagai Komponen Permodelan Pengelolaan Perikanan di Rawa
Banjiran Sumatera Selatan” dapat terlaksana dengan baik. Kegiatan penelitian ini
merupakan implementasi kerjasama dari Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan
dan Konservasi Sumberdaya Ikan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI) yang tertuang dalam kontrak kerjasama No: 14.3/Balitbang
KP.1/RS.120/12/2010. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan di tahun
kedua, yang di tahun sebelumnya telah dilakukan kegiatan penelitian dengan judul
”Inventarisasi Sumberdaya Ikan di Perairan Rawa Banjiran Ogan Komering Ilir
dan Muara Enim”. Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
(1) Dinamika (kondisi struktur usia, distribusi kelompok, waktu pemunculan
kelompok, riwayat kehidupan tiap kelompok) sumberdaya ikan di perairan rawa
banjiran Sumatera Selatan; (2) Pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan rawa
banjiran Sumatera Selatan; dan (3) Komponen permodelan pengelolaan perikanan
di perairan rawa banjiran Sumatera Selatan. Diharapkan dengan adanya informasi
ini dapat memberikan kontribusi terhadap dunia perikanan terutama kepada
pemerintah daerah dan lembaga pendidikan.
Selain itu, ucapan terima kasih kami tujukan kepada pihak-pihak yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini, terutama:
1. Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Palembang;
2. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI);
3. Seluruh anggota Tim Penelitian perairan Lubuk Lampam;
4. Peneliti dan teknisi di Laboratorium Koleksi Ikan, Hidrobiologi dan Kimia
BP3U;
5. Kepala nelayan dan nelayan di sepanjang perairan Lubuk Lampam Provinsi
Sumatera Selatan; dan
6. Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Sriwijaya (Febri, Ragil, Amran dan
Ani), dan Mahasiswa Jurusan Perikanan UNISKI (Leo).
Demikian yang bisa kami sampaikan semoga hasil penelitian ini dapat berguna
bagi dunia perikanan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Palembang, Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan dan Sasaran ................................................................................. 3
II. TELAAH HASIL-HASIL PENELITIAN TERKAIT SEBELUMNYA
A. Definisi Ekosistem .................................................................................. 4
B. Karakteristik Khas Ekosistem Rawa Banjiran ........................................ 5
C. Profil Kewilayahan Kabupaten Ogan Komering Ilir .............................. 9
D. Kerangka Pemikiran dan Alur Pemecahan Masalah ............................... 12
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian .................................................................................... 15
B. Pengambilan Sampel ............................................................................... 15
C. Analisis data ............................................................................................ 17
D. Parameter yang diukur ............................................................................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Jumlah Jenis Ikan .................................................................. 21
B. Hasil Tangkapan ...................................................................................... 22
C. Organisme perairan (Perifiton, Plankton, dan Makrozoobentos) ............ 26
D. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Rawa Banjiran ................................. 32
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Parameter kualitas air yang diamati ..................................................... 19
Tabel 2. Jenis-jenis ikan yang ditemukan pada perairan Lubuk Lampam 2012 . 24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Topografi Kabupaten Ogan Komering Ilir .............................. 11
Gambar 2. Kerangka Pemikiran dan Alur Pemecahan Masalah ....................... 12
Gambar 3. Lebung-lebung di Perairan Lubuk Lampam Tahun 1970-1980 ...... 20
Gambar 4. Komposisi Jumlah Jenis Ikan yang ditemukan Tahun 2012 ........... 22
Gambar 5. Total Tangkapan Ikan di Rawa Banjiran Ogan Komering Ilir 2012 23
Gambar 6. Jumlah Genera Peripiton di Perairan Lubuk Lampam berdasarkan
kelas dan waktu pengamatan tahun 2012 ........................................................... 26
Gambar 7. Jumlah Genera Peripiton di Perairan Lubuk Lampam berdasarkan
kelas dan waktu pengamatan tahun 2011 ........................................................... 27
Gambar 8. Nilai Indeks Keanekaragaman Peripiton pada trip 1 hingga trip 4 di 12
stasiun Perairan Rawa Banjiran 2012 ................................................................ 28
Gambar 9. Nilai Kelimpahan Peripiton pada trip 1 hingga trip 4 di 12 stasiun
Perairan Rawa Banjiran 2012 ............................................................................. 28
Gambar 10. Jumlah Genera Benthos pada perairan Lubuk Lampam setiap Kelas
dan waktu pengamatan pada 2012 ..................................................................... 29
Gambar 11. Kelimpahan Makrozobenthos di Rawa Banjiran Lubuk Lampam
Sumatera Selatan 2012 ....................................................................................... 30
Gambar 12. Indeks Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Rawa Banjiran
Lubuk Lampam Sumatera Selatan 2012 ............................................................ 31
Gambar 13. Indeks Dominansi Fitoplankton di Perairan Rawa Banjiran Lubuk
Lampam Sumatera Selatan 2012 ....................................................................... 32
Gambar 14. Kecerahan Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera Selatan
2012 .................................................................................................................... 33
Gambar 15. Suhu Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera Selatan 2012
............................................................................................................................. 34
Gambar 16. pH Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera Selatan 2012
............................................................................................................................. 35
Gambar 17. Kandungan Oksigen di Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam
Sumatera Selatan 2012 ....................................................................................... 36
Gambar 18. Nilai Alkalinitas Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera
Selatan 2012 ....................................................................................................... 37
Gambar 19. Nilai Turbidity Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera
Selatan 2012 ....................................................................................................... 38
Gambar 20. Nilai Hardness Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera
Selatan 2012 ....................................................................................................... 38
Gambar 21. Nilai TDS Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera Selatan
2012 .................................................................................................................... 39
Gambar 22. Nilai DHL Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera Selatan
2012 .................................................................................................................... 39
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengelolaan sumberdaya ikan merupakan suatu aspek yang sangat
menonjol di sektor perikanan dan ketidakmampuan dalam pengelolaan
sumberdaya ikan/sumberdaya perikanan dapat berakibat menurunnya pendapatan
sektor perikanan yang berasal dari sumber yang ada. Sasaran pengelolaan
sumberdaya perikanan yang ingin dicapai adalah mempertahankan kelestarian
sumberdaya perikanan pada tingkat optimum, sehingga dapat memberikan
kehidupan yang layak pada masyarakat nelayan dan memberikan sumbangan yang
berarti kepada pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia (UU RI) No. 31 Tahun 2004, pengelolaan perikanan merupakan semua
upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan
implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di
bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang
diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati
perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan salah satu wilayah Kabupaten
yang berada di Provinsi Sumatera Selatan yang 60% wilayahnya adalah perairan
(Bahri, 2007). Demi melestarikan dan mengembangkan sumberdaya ikan di
lingkungan perairan umum daratan khususnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir
maka ditetapkan beberapa lokasi lebak atau sungai sebagai daerah reservat atau
suaka perikanan. Dalam daerah reservat atau suaka perikanan dilarang melakukan
kegiatan yang dapat merusak kelestarian habitatnya dan melakukan penangkapan
2
ikan dengan menggunakan empang dan arad, mengesar serta menggunakan alat,
bahan dan cara yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Hasil produksi dari kegiatan penangkapan ikan, khususnya pada perairan
umum daratan di Kabpaten OKI telah mengalami penurunan, hal tersebut diduga
karena semakin berkurangnya stok ikan pada perairan tersebut akibat usaha
penangkapan yang terus dilakukan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari
perkembangan hasil produksi ikan, menurut Ajie (1996) produksi ikan pada tahun
1989 sebesar 38.661 ton tetapi pada tahun 1993 hanya sebesar 4.482 ton.
Penurunan hasil produksi ini selain sangat berpengaruh terhadap pendapat nelayan
juga merupakan salah satu indikasi telah terjadinya tangkap lebih (over fishing)
pada perairan tersebut sebagai akibat kegiatan eksploitasi yang telah berlangsung
sejak lama. Setidaknya kegiatan eksploitasi sumberdaya perikanan dapat diketahui
dengan adanya sistem lelang lebak lebung. Tekanan terhadap sumberdaya akibat
penangkapan menjadi semakin tinggi dengan meningkatnya upaya penangkapan
yang dilakukan nelayan. Kegiatan penangkapan yang intensif dalam jangka
panjang mengakibatkan turunnya stok sumberdaya ikan. Bahkan, dalam kondisi
yang ekstrim akan menyebabkan kelangkaan atau hilangnya jenis atau spesies
tertentu dari perairan rawa banjiran.
Menurut Koeshendrajana dan Cocho (2001) tingkat pemanfaatan sungai
dan rawa banjiran dalam kegiatan penangkapan di Provinsi Sumatera Selatan pada
tahun 2007 sebesar 43.044,5 ton, dimana jumlah tersebut jika dibandingkan
dengan jumlah optimum yang harus diupayakan melalui pendekatan MSY, MEY
dan MscY maka rata-rata telah melewati batas optimum (over fishing). Sehingga
3
dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan ekologis sungai dan rawa
banjiran.
B. TUJUAN DAN SASARAN
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah
a. Dinamika (kondisi struktur usia, distribusi kelompok, waktu pemunculan
kelompok, riwayat kehidupan tiap kelompok) sumberdaya ikan di perairan
rawa banjiran Sumatera Selatan
b. Pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan rawa banjiran Sumatera Selatan
c. Pemodelan pengelolaan perikanan yang tepat di perairan rawa banjiran
Sumatera Selatan
SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya data dasar
a. Dinamika (kondisi struktur usia, distribusi kelompok, waktu pemunculan
kelompok, riwayat kehidupan tiap kelompok) sumberdaya ikan di perairan
rawa banjiran Sumatera Selatan
b. Pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan rawa banjiran Sumatera Selatan
c. Pemodelan pengelolaan perikanan yang tepat di perairan rawa banjiran
Sumatera Selatan
4
II. TELAAH HASIL-HASIL PENELITIAN TERKAIT SEBELUMNYA
Kegiatan penelitian di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam telah banyak
dilakukan diantaranya oleh Arifin (1981), Utomo et al., (1992), Safran et al.,
(2008). Berdasarkan hasil-hasil riset tersebut terdapat suatu pola penurunan
produksi penangkapan baik dari segi jenis, ukuran maupun hasil total produksi.
Mengingat begitu pentingnya kawasan perairan umum dalam rangka
keberlanjutan sumberdya ikan sebagai mata pencaharian masyarakat atau nelayan
maka Pemerintah Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan
melakukan kerjasama riset dengan Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan
Konservasi Sumberdaya Ikan (P4KSI).
Penelitian di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam 2012 merupakan
penelitian lanjutan di tahun kedua terkait dengan adanya kerjasama riset tersebut,
sebelumnya di tahun 2011 telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk
menginventarisir sumberdaya ikan yang terdapat di perairan rawa banjiran Lubuk
Lampam sebagai gambaran awal sumberdaya ikan di lokasi tersebut. Di tahun
2012 penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi dinamika
dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan Lubuk Lampam dalam rangka
memperoleh model pengelolaan yang tepat di perairan rawa banjiran khususnya
perairan Lubuk Lampam.
A. DEFINISI EKOSISTEM
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari komponen biotik
dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain serta saling mempengaruhi
sistem kehidupan (Calpham, 1973 in Adriman, 1995). Sedangkan menurut Kasry
5
et al., (1994) ekosistem adalah organisme-organisme hidup (biotik) dan
lingkungan tidak hidup (abiotik) berhubungan erat tidak terpisahkan dan saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Komponen-komponen yang merupakan bagian
dari ekosistem tersebut adalah 1) senyawa-senyawa in-organik (C, N, CO2, H2O),
2) senyawa-senyawa organik (protein, karbohidrat, lemak, senyawa humic dan
sebagainya) yang menghubungkan dengan lingkungan biotik, 3) resim iklim
(temperatur dan faktor-faktor fisik lainnya), 4) produsen, organisme autotroph dan
tumbuhan hijau, 5) makro consumer, 6) mikro konsumer.
Odum (1971) menyatakan jika dilihat dari fungsinya, komponen biotik
terdiri dari organisme produser, konsumer dan dekomposer. Organisme produser
adalah organisme autotrop yang dapat menghasilkan makanan sendiri seperti
tumbuhan hijau dan fitoplankton. Organisme konsumer adalah organisme yang
memanfaatkan zat organik yang dihasilkan oleh produsen seperti zooplankton,
ikan dan organisme pemakan ikan. Sedangkan organisme pemakan dekomposer
adalah organisme yang dapat merombak atau menguraikan senyawa organik
menjadi komponen dasar yang dapat digunakan tanaman untuk keperluan
hidupnya, seperti bakteri dan jamur.
B. KARAKTERISTIK KHAS EKOSISTEM RAWA BANJIRAN
Karakteristik khas ekosistem rawa adalah secara periodik mengalami
musim air dalam dan musim air dangkal. Fluktuasi kedalaman ini akibat
limpahan air dari sungai, danau dan atau air hujan (Junk dan Wantzen, 2004).
Perubahan kedalaman air musiman mempengaruhi kondisi kualitas air (Hartoto,
2000), dan ritme kehidupan ikan (Lowe-McConnell, 1987). Perubahan kedalaman
6
air merupakan faktor utama yang menentukan struktur komunitas ikan di rawa
banjiran/lebak (Lowe-McConnell, 1987; Baran dan Cain, 2001; Hoeinghais et al.,
2003). Struktur dan fungsi komunitas biota perairan berkaitan erat dengan kualitas
dan kuantitas lingkungan hidup dari biota tersebut. Lain halnya dengan biota pada
lingkungan darat (terrestrial) dimana perkembangan struktur dan fungsi komunitas
merupakan fungsi dari kualitas dan kuantitas lahan dan udara, struktur dan fungsi
biota perairan selain fungsi kedua komponen tersebut juga merupakan fungsi dari
kualitas dan kuantitas media air. Karakteristik dan dinamika kualitas media air
sangat dipengaruhi oleh kualitas udara, tanah di dasar perairan, geomorfologi dan
kegiatan yang ada di daerah tangkapan air (water catchment area) dan di daerah
aliran sungai. Habitat ikan tidak hanya menyediakan kualitas dan kuantitas air
untuk hidup, namun dapat juga menyediakan pakan alami ataupun substrat untuk
tumbuh dan berkembang biak. Oleh karena itu, dikenal beberapa jenis habitat
seperti habitat pengasuhan, habitat mencari makan dan habitat pemijahan. Habitat
ikan bervariasi tergantung pada karakteristik morfologi dan tingkah laku ikan
yang berbeda antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya.
Untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal dan
berkelanjutan perlu.dilakukan pengelolaan perikanan, meliputi berbagai kegiatan
yang ditujukan dalam pengelolaan perikanan, diharapkan kesejahteraan hidup
masyarakat dapat meningkat,oleh sebab itu inventarisasi mengenai keinginan,
harapan dan prefensi masyarakat perlu dilakukan (Kartamihardja, 1993).
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar dicapai tingkat pemanfaatan yang optimal
dan berkelanjutan, adalah :
7
a. Pengelolaan Habitat
Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan di dalam pengelolaan
sumberdaya perairan adalah kondisi habitat agar habitat baru tersebut sesuai bagi
persyaratan perkembangan populasi ikan untuk menyelesaikan daur
hidupnya.karna setiap perairan yang terbentuk mungkin hanya cocok sebagai
daerah pertumbuhan, tetapi tidak sebagai daerah pemijahan bagi beberapa jenis
ikan, sehingga ikan tersebut hanya dapat tumbuh namun tidak dapat melanjutkan
keturunannya. Agar produksi perikanan di perairan rawa banjiran meningkat dan
sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka pengelola perikanan harus mampu
memanipulasi dan memodifikasi habitat rawa banjiran sehingga sesuai dengan
persyaratan yang diperlukan oleh populasi ikan.
b. Pengelolaan Populasi Ikan
Perubahan ekosistem sungai menjadi ekosistem rawa banjiran akan
berpengaruh terhadap populasi ikan. Pada awal penggenangan, siklus hidup ikan
akan terganggu. Jenis ikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan rawa
banjiran akan tumbuh dan berkembang biak serta biasanya merupakan ikan yang
mendominasi. Sebaliknya, jenis ikan yang kurang atau tidak mampu beradaptasi,
pada jangka panjang akan menghilang meskipun mungkin pada tahun pertama
penggenangan jumlahnya melimpah.
c. Pengelolaan Penangkapan
Pola usaha penangkapan ikan yang dikembangkan di suatu perairan harus
didasarkan pada pengetahuan tentang populasi ikan seperti formasi populasi,
dinamika populasi, kelimpahan stok dan biomass, dan produksi maksimum lestari
yang dapat dicapai. Usaha penangkapan diarahkan pada rasionalisasi pemanfaatan
8
sumber yang optimal dengan memperhatikan kelestarian sumber. Dengan sasaran
itu, maka pola pembinaan pengelolaan di daerah padat menurut Widana dan
Martosubroto (1986) dilakukan dengan upaya sebagai berikut :
1. Pembatasan upaya baik jumlah alat tangkap maupun musim penangkapan.
2. Pembatasan ukuran mata jaring atau alat lain
3. Membangun reservat baru dan meningkatkan fungsi reservat yang sudah ada,
serta perlu adanya pengawasan terhadap kegiatan nelayan yang merugikan
fungsi reservet tersebut dan perlu adanya penyuluhan tentang arti penting suatu
reservat.
4. Mengadakan penebaran yang harus ditunjang dengan penyediaan benih yang
cukup dengan jalan meningkatkan fungsi BBI lokal.
7. Perlu penyuluhan yang intensif kepada masyarakat mengenai pentingnya
kelestarian sumber.
Pengendalian penangkapan ikan antara lain dapat dilakukan dengan cara:
1. Menetapkan daerah dan musim atau bulan larangan penangkapan ikan, yang
bertujuan untuk memberi kesempatan ikan berkembang biak dan bertumbuh.
2. Pengaturan ukuran terkecil yang boleh ditangkap, yaitu dengan penetapan
ukuran terkecil mata jaring insang dan ukuran mata pancing rawai yang boleh
dipakai oleh nelayan.
3. Pengaturan upaya penagkapan, misalnya dengan mengatur jumlah nelayan dan
atau unit alat tangkap.
4. Larangan penggunaan alat tangkap ikan yang dapat membahayakan kelestarian
sumberdaya perikanan, misalnya larangan penggunaan bahan peledak dan
bahan beracun berbahaya (B3), alat tangkap berarus listrik dan pukat harimau.
9
C. PROFIL KEWILAYAHAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir terletak di antara 1040, 20’ dan
1060,00’ Bujur Timur dan 2
0,30’ sampai 4
0,15’ Lintang Selatan, dengan
ketinggian rata-rata 10 meter di atas permukaan air laut. Secara administrasi
berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir dan Kota
Palembang di sebelah Utara; Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan Propinsi
Lampung di sebelah selatan; Kabupaten Ogan Ilir di sebelah Barat, dan Selat
Bangka dan laut Jawa sebelah Timur (Anonim, 2011).
Luas Kabupaten Ogan Komering Ilir sebesar 19.023,47 Km2 dengan
kepadatan penduduk sekitar 38 jiwa per Km2. Kabupaten ini terdiri atas 18
kecamatan. Wilayah paling luas adalah Kecamatan Tulung Selapan (4.853, 40
Km2) dan yang paling sempit adalah Kayu Agung (145, 45 Km
2). Kabupaten
Ogan Komering Ilir merupakan daerah yang beriklim tropis. Musim kemarau
umumnya berkisar antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober setiap
tahunnya. Sedangkan musim penghujan berkisar antara bulan November sampai
dengan bulan April. Penyimpangan musim biasanya berlangsung lima tahun
sekali, berupa musim kemarau yang lebih panjang dari pada musim penghujan
dengan rata-rata curah hujan 1.096 mm pertahun dan rata-rata hari hujan 66 hari
per tahun (Anonim, 2011).
1. Topografi
Wilayah barat Kabupaten Ogan Komering Ilir berupa hamparan dataran
rendah yang sangat luas. Sebagian besar 25 persen daratan dan 75 persen perairan
yang merupakan rawa-rawa yang membentang. Beberapa kecamatan dialiri
sungai-sungai yang berfungsi sebagai jalur transportasi air. Daerah pegunungan
10
hampir tidak ada, hanya terdapat daratan sempit dan daerah yang berbukit-bukit di
Kecamatan Pampangan. Daerah yang rendah adalah Kecamatan Tanjung Lubuk
dengan ketinggian hanya 6 meter dari permukaan laut, sedangkan yang tertinggi
adalah di Kecamatan Pampangan. Disisi Timur terdapat garis pantai yang
memanjang dari kecamatan Sungai Menang, Cengal, Tulung selapan dan
Kecamatan Air Sugihan, Garis pantai tersebut bermuara pada Laut selat Bangka
(Anonim, 2011).
2. Keadaan Tanah
Jenis tanah yang ada terdiri dari tanah alluvial dan podsolik. Tanah alluvial
terdapat di Daerah ALiran Sungai (DAS) yang tersebar di sebagian wilayah
Kabupaten Ogan Komering Ilir. Tanah ini mengandung humus yang bermanfaat
untuk tanaman pertanian. Sedangkan tanah podsolik terdapat di daratan yang tidak
tergenang air dengan tingkat kesuburan tanah lebih rendah dibandingkan dengan
jenis tanah alluvial (Anonim, 2011).
3. Hidrologi
Sistem hidrologi yang membentuk danau di wilayah OKI pada prinsipnya
termasuk ke dalam satuan geomorfik rawa, karena air yang terakumulasi di dalam
cekungan tersebut pada umumnya berasal dari rawa yang berada di sekitarnya. Di
Kabupaten ini dijumpai empat danau yaitu danau Deling di Kecamatan
Pampangan, danau Air Nilang di Kecamatan Pedamaran, danau Teluk Gelam di
Kecamatan Teluk Gelam dan danau Teloko di Kecamatan kayuagung. Sedangkan
Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten OKI memiliki 3 sistem yaitu DAS
Musi, DAS Bulularinding dan DAS Mesuji. Di daerah aliran sungai banyak
terdapat lebak yang mana pasang surut airnya dipengaruhi oleh musim. Pada
11
musim penghujan lebak terendam air, namun dimusim kemarau airnya surut.
Teradapat juga bagian daerah yang airnya tidak pernah kering dikenal dengan
istilah lebak lebung. Lebak lebung merupakan tempat perkembangbiakkan ikan
yang alami dan potensial (Anonim, 2011).
Gambar 1. Peta Topografi Kabupaten Ogan Komering Ilir (sumber: )
12
D. KERANGKA PEMIKIRAN DAN ALUR PEMECAHAN MASALAH
Gambar 2. Kerangka pemikiran dan alur pemecahan masalah penelitian.
Rawa banjiran merupakan ekosistem yang unik dengan berbagai
sumberdaya yang ada di dalamnya. Ekosistem ini tidak terlepas dari segala
aktivitas pemanfaatan baik secara langsung dan tidak langsung untuk memenuhi
kelangsungan hidup manusia. Aktivitas pemanfaatan tersebut terkadang
memunculkan suatu perubahan atas lahan rawa banjiran, yang biasa disebut
sebagai faktor antropogenik. Antropogenik merupakan proses atau akibat yang
berkaitan dengan aktivitas manusia. Berdasarkan siklus hidrologi air maka air
PEMANFAATAN
Sumberdaya Ikan
PENETAPAN
MSY
PENGKAJIAN
PERATURAN PERIKANAN
Yang tengah berlangsung
PENELITIAN
DINAMIKA
Sumberdaya Ikan
MODEL PENGELOLAAN Yang tepat di rawa banjiran
Sumatera Selatan
Penurunan SD Ikan dan
Lingkungan Perairan
Rawa Banjiran
Antropogenik faktor
Perikanan, Pertanian,
Pemukiman,
-Pertanian
Keberlanjutan Pemanfaatan dan
Pengelolaan SD Ikan dan
Lingkungan Perairan
- Perikanan (penangkapan)
- Perkebunan
- Pembuatan tubir (tanggul)
- kondisi struktur usia
- distribusi kelompok
- waktu pemunculan kelompok
- riwayat kehidupan tiap kelompok
Pemanasan Global
13
akan mengalir ke tempat yang rendah. Penimbunan rawa untuk kepentingan
pembangunan sering kali menjadi masalah bagi daerah sekitarnya, karena air yang
semula tinggal di perairan tersebut akan pindah ke tempat lain yang lebih rendah.
Perubahan kondisi fisik (tinggi dan luas permukaan air) ekosistem rawa banjiran
akan berpengaruh terhadap proses ekologis termasuk komunitas ikan yang tinggal
di dalamnya (Kartamihardja, at. all, 2010). Belum lagi perubahan iklim yang
terjadi sehingga siklus musim penghujan dan kemarau sudah tidak bisa diprediksi
dan disinyalir telah memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan.
Kedua faktor tersebut jika dibiarkan bisa mengakibatkan penurunan
sumberdaya ikan dan lingkungan perairan rawa banjiran. Sebagai contoh hasil
produksi dari kegiatan penangkapan ikan, khususnya pada perairan umum daratan
di Kabpaten OKI telah mengalami penurunan, hal tersebut diduga karena semakin
berkurangnya stok ikan pada perairan tersebut akibat usaha penangkapan yang
terus dilakukan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan hasil
produksi ikan, menurut Ajie (1996) produksi ikan pada tahun 1989 sebesar 38.661
ton tetapi pada tahun 1993 hanya sebesar 4.482 ton.
Penurunan hasil produksi ini selain sangat berpengaruh terhadap
pendapatan nelayan juga merupakan salah satu indikasi telah terjadinya tangkap
lebih (over fishing) pada perairan tersebut sebagai akibat kegiatan eksploitasi yang
telah berlangsung sejak lama. Setidaknya kegiatan eksploitasi sumberdaya
perikanan dapat diketahui dengan adanya sistem lelang lebak lebung. Tekanan
terhadap sumberdaya akibat penangkapan menjadi semakin tinggi dengan
meningkatnya upaya penangkapan yang dilakukan nelayan. Kegiatan
penangkapan yang intensif dalam jangka panjang mengakibatkan turunnya stok
14
sumberdaya ikan. Bahkan, dalam kondisi yang ekstrim akan menyebabkan
kelangkaan atau hilangnya jenis atau spesies tertentu dari perairan rawa banjiran.
Oleh karena itu, perlu suatu model pengelolaan yang tepat di rawa banjiran
sumatera selatan dengan memperhatikan komponen dinamika dan pemanfaatan
sumberdaya ikan. Sehingga diharapkan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya
ikan dan lingkungan perairan tetap terlaksana dan nelayan sebagai pengguna dapat
melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berangkat dari permasalahan dan alur pemikiran tersebut maka perlu
dilakukan penelitian dengan fokus kepada dinamika dan pemanfaatan sumberdaya
ikan sebagai suatu komponen untuk permodelan pengelolaan di rawa banjiran.
Aspek dinamika sumberdaya ikan meliputi kondisi struktur usia, distribusi
kelompok, waktu pemunculan kelompok dan riwayat kehidupan tiap kelompok.
Sedangkan aspek pemanfaatan sumberdaya ikan meliputi pemanfaatan rawa
banjiran untuk kegiatan perikanan (penangkapan), perkebunan atau pembuatan
tubir (tanggul).
Diharapkan dengan kedua aspek tersebut dapat ditentukan nilai maximum
sustainable yield (MSY) untuk menunjukkan apakah perairan rawa banjiran
Sumatera Selatan sudah ada pada kondisi over fishing. Selain itu, peraturan
perikanan yang tengah berlangsung juga dikaji untuk mengkroscek apakah
pemanfaatan yang dilakukan sudah sesuai dengan kondisi dinamika sumberdaya
ikan di perairan tersebut atau malah bertentangan. Sehingga diharapkan hasil ini
bisa menjadi bahan atau komponen untuk permodelan pengelolaan perikanan di
rawa banjiran Sumatera Selatan pada akhirnya.
15
III. METODE PENELITIAN
A. LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan melalui desk study dan survei lapangan di rawa
banjiran Lubuk Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera
Selatan. Pengambilan sampel ditentukan pada stasiun-stasiun yang telah
ditentukan dengan studi pendahuluan. Sampling dilakukan sebanyak 4 kali
setahun (Februari, Aprili, Juli, dan Oktober 2012) dengan jumlah stasiun sampling
sebanyak 12 titik (4 stasiun di perairan lubuk lampam, 3 stasiun di Air Hitam, 3
stasiun di Lebak Danau, dan 2 stasiun di perairan Sarang Lang)
B. PENGAMBILAN SAMPEL
Pada masing-masing stasiun, dilakukan pengambilan sample biologi (ikan,
benthos, plankton, dan periphiton), dan air baik parameter fisika-kimiawi.
Selengkapnya pengambilan sample masing-masing parameter akan diuraikan
dibawah ini :
a. Sampel Ikan
Untuk mengetahui jumlah jenis ikan dan sebarannya diketahui dari data jenis-
jenis ikan yang dikumpulkan nelayan yang diletakkan dalam wadah yang telah
diberikan pengawet. Hasil tangkap dan komposisi jenis ikan, sampel ikan
dikumpulkan dari hasil tangkapan nelayan pada saat survey dan dari catatan
harian nelayan (enumerator). Contoh ikan didapatkan dari berbagai jenis alat
tangkap yang dioperasikan di lokasi riset.
16
b. Kualitas Air
Pada masing-masing stasiun, akan dilakukan pengambilan sample air baik
untuk parameter fisiko-kimiawi. Contoh air diambil dari atas perahu motor pada
kedalaman 0.5 meter dari permukaan air dengan menggunakan kemmerer water
sampler. Sebagian contoh akan dianalisa di lapangan (suhu, Kecepatan arus,
kecerahan dan kekeruhan, warna, bau, pH, oksigen terlarut,) dan sebagian lagi
(TSS, TDS, BOD, dan COD) dan unsur nitrogen dan fosfor akan dianalisa di
Laboratorium Kimia. Selengkapnya pengambilan sample masing-masing
parameter akan diuraikan pada Tabel 1.
b. Sampel Plankton
Contoh air untuk analisa plankton diambil sebanyak 50 liter dengan
menggunakan ember kemudian disaring dengan planktonnet No.25. Air tersaring
di tampung di botol vial volume 100 cc dan diawetkan dengan lugol. Contoh
fitoplankton diambil dengan menggunakan kemmerer bottle sampel sebanyak 1 L
dan diawetkan dengan larutan lugol kemudian dianalisa di laboratorium dengan
mengunakan metode pengendapan untuk diketahui kelimpahannya (APHA, 2005).
e. Sampel Macrozoobenthos
Sampel makrozoobenthos diambil menggunakan Ekman grab pada lima titik
pada masing-masing stasiun. Contoh makrobenthos pada masing-masing titik
tersebut disortir dengan menggunakan saringan, kemudian digabungkan
(dikomposit) dan diawetkan dengan formalin 10% untuk diidentifikasi dan
dianalisa keanekaragaman dan kelimpahannya di laboratorium. Identifikasi
benthos dilakukan dengan berpedoman pada buku Pennak (1953), Mc Cafferty et
17
al (1981), Chu (1949), Macan (1959), Myers et al (2006), dan Anonymous
(2006).
C. ANALISIS DATA
Data di tabulasi dan dilihat hubungan antar parameter untuk dianalisa
secara statistik dengan persamaan sebagai berikut:
Hubungan bobot tubuh dengan panjang total ikan ditentukan berdasarkan rumus
Royce (1984) yaitu :
W = aLb
dimana: W = bobot ikan (g), L= panjang (mm), a dan b = konstanta regresi
eksponensial.
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan ponderal indeks
untuk pertumbuhan isometrik (b=3) dengan rumus (Effendie, 1979) :
K = W/L3 .10
5
dimana: K = faktor kondisi, W= bobot rata-rata ikan (g), L= panjang rata-rata
ikan.
Jika pertumbuhan tersebut bersifat allometrik (b3) maka faktor kondisi
dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) :
Kn = W/cLn
dimana: Kn = faktor kondisi nisbi, W = bobot rata-rata (g), c = a dan n = b
adalah konstanta yang diambil dari hubungan panjang berat.
18
Kelimpahan relatif dan keanekaragaman organisma air (plankton dan
benthos) dihitung dengan persamaan berikut:
KR = ni x 100 %
N
KR = Kelimpahan Relatif
ni = Jumlah individu dari jenis ke-i
N = Jumlah individu total
Untuk indeks keanekaragaman digunakan indeks Shannon-Wiener dengan
formula :
s
H’ = -Σ pi ln pi pi = ni
n=1 N
H” = Indeks keseragaman
S = Jumlah organisma air
ni = Jumlah individu dari jenis ke-i
N = Jumlah individu total
Masing-masing kelompok data kualitas air dibuat dalam tabel (tabulasi
data). Untuk mengetahui parameter kualitas air kunci, data kualitas pada beberapa
stasiun dianalisa dengan menggunakan cluster analysis melalui software statistica
6. Hubungan kualitas air dengan organisma perairan dan sedimen akan dianalisa
19
menggunakan metoda multivariate Principle Component Analysis dengan
menggunakan program statistika atau program SPSS. Sementara untuk dinamika
populasi ikan digunakan model analitik.
D. PARAMETER YANG DIUKUR
Tabel 1. Parameter Kualitas Air yang diamati Selama Penelitian.
No Parameter Peralatan Metode
AIR
1 Fisika
Suhu Termometer visual
Kecerahan Secchi Disk visual
Daya Hantar Listrik Conductivity
meter
elektrometri
Kedalaman air Pendulum manual
Total Suspended Solids Gravimetric
Total Dissolved Solids Gravimetri
Kecepatan arus Flow meter manual
warna Visual
bau. Penciuman
2 Kimia pH pH indikator Kolorimetri
oksigen terlarut Titrasi Winkler
Alkalinitas titrimetri
Hardness titrimetri
Keasaman total titrimetri
DOC Carbon analyzer Ignition
BOD5 BOD Whatman inkubasi botol
gelap
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah lebung di perairan lubuk lampam di era tahun 1970-1980 an cukup
banyak yaitu berkisar dari 10-15 buah yang diantaranya yaitu lebung proyek,
lebung bengkuang, lebung Pak Layah, dan lebung bedeng. Adanya alih fungsi
tata guna lahan telah menyebabkan banyak lebung-lebung tersebut mengalami
pendangkalan bahkan benar-benar kering saat musim kemarau (Gambar 3). Kini
hanya tinggal satu buah yaitu lebung proyek dan disaat musim kemarau
kedalaman air tinggal 60 cm, nilai kedalaman ideal adalah 150 cm. jumlah dan
fungsi lebung ini merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan
peningkatan dan penurunan produksi ikan.
Gambar 3. Lebung-lebung di perairan Lubuk Lampam era Tahun 1970-1980.
Penelitian kegiatan perikanan di perairan rawa banjiran Ogan Komering
Ilir tahun 2012 merupakan kelanjutan penelitian kegiatan perikanan di perairan
rawa banjiran rawa banjiran, Sumatera Selatan tahun 2011. Hasil riset tahun 2011
menunjukkan bahwa kegiatan perikanan di rawa banjiran dilakukan secara
21
kelompok atau perorangan dengan berbagai alat tangkap, dan pengoperasian alat
tangkap dan keragaman jenis dan hasil tangkapan ada hubungan dengan pola
dinamika tinggi air.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan di perairan rawa banjiran Ogan
Komering Ilir didapatkan hasil tangkapan terdiri dari 32 jenis yang berasal dari 18
familia. Famili Bagridae (1 spesies), Anabantidae (1 spesies), Channidae (3
spesies), Clariidae (2 spesies), Cyprinidae (10 spesies), Eleotridae (1 spesies),
Helostomatidae (1 spesies), Loricariidae (1 spesies), Mastacembelidae (1 spesies),
Notopteriidae (1 spesies), Notopteriidae (1 spesies), Osphronemidae (2 spesies),
Pangasidae (1 spesies), Pristolepidae (1 spesies), Shcilbidae (1 spesies), dan
Siluridae (3 spesies).
Tahun 2012 riset dilanjutkan untuk melihat Dinamika dan Pemanfaatan
Sumberdaya Ikan untuk mendapatkan Permodelan Pengelolaan Perikanan di
Rawa Banjiran Sumatera Selatan.
4.1. Komposisi jumlah Jenis Ikan
Pada (Gambar 4) dapat dilihat komposisi Jumlah Jenis Ikan perstasiun dari
berbagai macam ekosistem di perairan rawa banjiran Ogan komering Ilir.
Komposisi jumlah jenis ikan yang paling banyak adalah pada stasiun Lubuk
Lampam sebanyak 68 spesies dan yang paling rendah adalah pada stasiun Sarang
Elang yaitu 15 spesies. Sedangkan pada stasiun Air hitam, Lebak Danau dan Pati
Lintang masing-masing sebesar 37, 49, dan 28 spesies.
22
Gambar 4. Komposisi jumlah jenis ikan yang ditemukan pada setiap stasiun rawa
banjiran 2012
4.2. Hasil tangkapan
Hasil wawancara dan blanko hasil tangkapan harian nelayan pada setiap
lokasi penelitian menyatakan bahwa total tangkapan dari keseluruhan stasiun
menunjukkan perbedaan yang siknifikan (Gambar 5). Hal tersebut disebabkan
karena sistem pengelolaan di perairan rawa banjiran Ogan Komering Ilir yaitu
dengan sistem lelang menyebabkan data yang diperoleh kurang menggambarkan
kondisi yang sesungguhnya, karena penangkapan dilakukan oleh pemenang lelang
sehingga seluruh catatan hasil tangkapan dimiliki oleh pemenang lelang. Untuk
mendapatkan data hasil tangkapan tersebut harus menunggu sampai akhir
tangkapan yaitu sekitar bulan November.
Pada kegiatan penelitian ini hingga laptek ini di buat, data hasil tangkapan
untuk stasiun Sarang Elang belum bisa didapatkan karena pemenang lelang belum
bisa dihubungi, Stasiun Pati Lintang dan Lubuk lampam mengatakan bahwa
catatan hasil tangkapan masih dalam proses penghitungan, sedangkan pada stasiun
pati Lintang;
28 Sarang elang; 15
Lubuk lampam,
68
Lebak danau; 49
Air hitam; 37
23
Air Hitam dan Lebak Danau dimana pada stasiun-stasiun ini pemilik lelang dibagi
dua dan masing-masing lokasi hanya di dapatkan dari salah satu pemilik lelang,
Sehingga untuk mendapatkan data hasil tangkapan mengalami kesulitan.
Gambar 5. Total tangkapan ikan di rawa banjiran Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan 2012
Berdasarkan hasil tangkapan nelayan, koleksi harian enomerator, jumlah
jenis ikan yang ditemukan selama riset berlangsung (Februari-November 2012)
dari 5 stasiun sebanyak 72 jenis ikan (Tabel 1) yang berasal dari sekitar 21
familia. Famili Acanthiroidei (1 spesies), Ambasidae (1 spesies), Anabantidae (1
spesies), Bagridae (3 spesies), Bramidae (1 spesies), Channidae (5 spesies),
Clariidae (1 spesies), Clupeidae (1 spesies), Cynoglossidae (1 spesies), Cyprinidae
(27 spesies), Eleotridae (1 spesies), Helostomatidae (1 spesies), Loricariidae (1
spesies), Mastacembelidae (2 spesies), Nandidae (1 spesies), Notopteriidae (1
spesies), Osphronemidae (6 spesies), Pangasidae (2 spesies), Shcilbidae (1
spesies), Siluridae (6 spesies), Tetraodontidae (4 spesies) dan No informasi (3
spesies).
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
LEBAK DANAU AIR HITAM SARANG ELANG PATI LINTANG LUBUKLAMPAM
Tota
l Tan
gkap
an (
kg)
Stasiun
24
Tabel 2. Jenis-jenis ikan yang ditemukan di Rawa Bnjiran Ogan Komering Ilir
pada 2012
No Familia Nama latin Nama lokal
1 Ambasidae Paradoxodacna piratica Sepengkah
2 acanthuroidei acrochordonichthys rugosus Tembatu
3 Anabantidae Anabas testudineus Betok
4 Bagridae Bagrichthys macracanthus Baung Layar/baung betino
5 Bagridae Mystus nemurus Baung
6 Bagridae Mystus nigriceps Berengit/Rengit
7 Bramidae Colossoma macropomum Bawal
8 channidae Channa lucius Bujuk
9 channidae Channa melastoma Toman
10 channidae Channa pleuraptalmus Serandang
11 channidae Channa striata Gabus/Ruan
12 channidae Serko
13 Clariidae Clarias batrachus Keli/lele
14 Clupeidae Clupeoides borneensis Bilis
15 Cynoglossidae Cynoglossus waandersi Spesies A/lidah
16 Cyprinidae Albulichthys albuloides Coli/jolih
17 Cyprinidae Barbichthys laevis Mentulu
18 Cyprinidae Barbodes goneonotus Tawes
19 Cyprinidae Barbodes schwanenfeldii Lampam
20 Cyprinidae Crossocheilus oblongus Spesies B /Selimang
21 Cyprinidae Cyclocheilichthys apogon Kepras
22 Cyprinidae Cyclocheilichthys apogon Seberas
23 Cyprinidae Cyclocheilichthys enoplus Lumajang
24 Cyprinidae gyrinocheilus pustulosus Sihitam
25 Cyprinidae Hampala ampalong sebarau (bintik dua)
26 Cyprinidae hampala macrolepidota sebarau (bintik satu)
27 Cyprinidae Labiobarbus festivus Lambak Usang
28 Cyprinidae Labiobarbus leptocheila Siumbut
29 Cyprinidae Labiobarbus leptocheilus Aro Angit
30 Cyprinidae Leptobarbus sp Damaian
31 Cyprinidae Luciosoma trinema Lemak
32 Cyprinidae Osteochilus hasseltii Palao/Palau
33 Cyprinidae Osteochilus microcephalus Tembelikat
34 Cyprinidae Osteochilus schlegelli Aro Padi
35 Cyprinidae Parachela oxygastrodes Siamis/Lalang
36 Cyprinidae Puntioplites bulu Bengalan
37 Cyprinidae Puntioplites waandersi Kapas
38 Cyprinidae puntius johorensis Pireklang
39 Cyprinidae Puntius lineatus Senggiringan
40 Cyprinidae Rasbora caudamaculata Seluang
25
41 Cyprinidae Lomo pako/Romo Pako
42 Cyprinidae Oxygaster anomalura Parang-parang
43 Eleotridae Oxyeleotris marmorata Betutu/mentutu
44 Helostomatidae Helostoma temminckii Tembakang/Sapil/Tuakang
45 Loricariidae hyposarcus pardalis Indosiar / Sapu jagad
46 Mastacembelidae Macrognathus acuelatus Piluk/polok
47 Mastacembelidae Mastacembelus erythrotaenia Tilan/mentilan
48 Nandidae Nandus nebulosus Tengkorak Labu
49 Nandidae Pristolepis fasciata Sepatung/Patung
50 Notopteridae Notopterus notopterus Putak
51 Osphronemidae Belontia hasselti Selincah
52 Osphronemidae oreochromis niloticus Nila
53 Osphronemidae Osphronemus goramy Gurame
54 Osphronemidae Tilapia mosambicus Mujair
55 Osphronemidae Trichogaster pectoralis Sepat Siam
56 Osphronemidae Trichogaster trichopterus Sepat Mato Merah
57 Pangasidae Luciosoma trinema Juaro
58 Pangasidae Patin
59 Schilbeidae Pseudeutropius brachypopterus Riu
60 Siluridae Kryptopterus apogon Belut Tulang
61 Siluridae Ompok eugeneiatus Lais Janggut
62 Siluridae Phalacronotus micronemus Lais Muncung
63 Siluridae Silurodes hypophthalmus Lais Tapa
64 Siluridae Wallago leerii Tapah
65 Siluridae Lais Bilis
66 tetraodontidae Tetraodon palembangensis Buntal A
67 tetraodontidae Buntal B
68 tetraodontidae Buntal C
69 tetraodontidae Buntal Patin
70 Buing
71 Caya-caya
72 Seluncup
Dilihat dari segi jumlah jenis ikan khususnya diperairan lubuk lampam
telah mengalami peningkatan jumlah jenis yaitu dari 32 jenis ditahun 2011 dan
menjadi 62 jenis di tahun 2012. Hal ini bisa terjadi karena di tahun sebelumnya
belum sepenuhnya tertangkap semua.
26
4.3. Organisme perairan (periphiton, plankton dan makrozoobenthos).
Perifiton
Perifiton yang ditemukan pada 12 stasiun pengamatan di perairan rawa
banjiran Lubuk Lampam selama penelitian terdiri atas 83 hingga 203 genera
dengan persentase pada Maret, Mei, Juli dan September masing-masing adalah
13%, 24%, 30% dan 33%. Ke 33 genera tersebut berasal dari 3 kelas yaitu
Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae. Persentase jumlah genera
yang ditemukan untuk kelas Bacillarisphyceae lebih tinggi di bandingkan dengan
kelas lainnya pada setiap waktu pengamatan (Gambar 6). Apabila dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya pada tahun 2011, maka kelas
Bacillarisphyceae juga mendominasi atau lebih tinggi dibandingkan kelas lainnya
(Gambar 7).
Gambar 6. Jumlah genera perifiton di perairan Lubuk Lampam berdasarkan kelas
dan waktu pengamatan Tahun 2012
Menurut Reinolds (1984), Bacillariophyceae adalah salah satu kelompok
algae yang secara kualitatif dan kuantitatif banyak terdapat di berbagai perairan
baik sebagai plankton maupun sebagai perifiton. Ditambahkan pula oleh Smith
0
20
40
60
80
100
120
140
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Bacillarisphyceae Chlorophyceae Cyanophyceae
Jum
lah
Ge
ne
ra
Waktu Pengamatan
27
(1950) dan Sachlan (1980) bahwa Bacillariophyceae mempunyai sifat kosmopolit,
tahan terhadap kondisi ekstrem, mudah beradaptasi dan mempunyai daya
reproduksi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, perifiton biasa digunakan sebagai
bioindikator karena organisma air ini sangat sensitif untuk mengkaji perubahan
kualitas air terhadap material anthrophogenik (Jamil, 2001).
Gambar 7. Jumlah genera perifiton pada perairan Lubuk Lampam setiap kelas dan
waktu pengamatan pada 2011
Pada Gambar 8, keanekaragaman jenis perifiton pada waktu survey Maret,
Mei, Juli dan September di 12 stasiun, menunjukkan mayoritas nilai indeks
keanekaragaman berada antara 0,71 s/d 2,98. Indeks keanekaragaman terendah
terjadi di Stasiun Air Itam outlet yang merupakan perairan dengan ciri banyak
tumbuhan dalam air dan air cenderung keruh. Menurut Odum (1971) bila nilai
keanekaragaman lebih kecil dari 1, maka keanekaragaman suatu organisme kecil,
bila berada antara 1–3 maka keanekaragaman berada pada tingkat sedang, dan bila
nilainya lebih besar dari 3 maka keanekaragaman jenis organisme termasuk tinggi.
Sifat perifiton yang sangat sensitif terlihat didukung juga dengan nilai indeks
keanekaragaman. Dilihat secara rata-rata indeks keanekaragaman pada setiap
setiap stasiun berada pada nilai antara 1,36 dan 2,52, nilai tersebut cenderung
1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Waktu Pengamatn
Jum
lah
Gen
era
Bacillarisphyceae Chlorophyceae Cyanophyceae
28
sama dengan yang diperoleh pada penelitian sebelumnya di tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa perairan pada tahap menuju degradasi tingkat sedang.
Gambar 8. Nilai indeks keanekaragaman perifiton pada trip 1 hingga trip 4 di 12
stasiun di perairan rawa banjiran tahun 2012
Kelimpahan total yang diamati di 12 stasiun pada waktu survey Maret,
Mei, Juli dan September menunjukkan mayoritas nilai kelimpahan total di atas
1000 ind/cm2 (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa perairan rawa banjiran
Lubuk Lampam secara keseluruhan belum mengalami degradasi lingkungan.
Gambar 9. Nilai kelimpahan perifiton pada trip 1 hingga trip 4 di 12 stasiun
perairan rawa banjiran 2012.
0,0000
0,5000
1,0000
1,5000
2,0000
2,5000
3,0000
3,5000
LEBUNGPROYEK
SUAKBUAYO
PATILINTANG
BELANTIHULU
LEBAKDANAU 1
LEBAKDANAU 2
LEBAKDANAU 3
AIR HITAM1
AIR HITAM2
AIR HITAM3
LEBAKGEROBING
SUNGAIPUTAT
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
H
Stasiun
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
LEBUNGPROYEK
SUAKBUAYO
PATILINTANG
BELANTIHULU
LEBAKDANAU 1
LEBAKDANAU 2
LEBAKDANAU 3
AIR HITAM1
AIR HITAM2
AIR HITAM3
LEBAKGEROBING
SUNGAIPUTAT
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Stasiun
Ke
limp
ahan
(in
d/c
m2
)
29
Benthos
Makrozoobenthos merupakan satu dari beberapa organisma air yang dapat
digunakan sebagai indikator dari tingkat pencemaran suatu perairan. Keberadaan
makrozoobenthos erat kaitannya dengan jumlah bahan organik pada sedimen.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 2012 di 12 stasiun pengamatan di rawa
banjiran Lubuk Lampam Provinsi Sumatera Selatan, jumlah jenis
makrozoobenthos yang ditemukan sebanyak 19-23 genera. Ke 19-23 genera
tersebut berasal dari 16 kelas yaitu Naididae, Tubuficidae, Brachycera pupa,
Chironomidae, Culicidae, Simuliidae, Haliplidae, Ephemeridae, Hydroptilidae,
Hydropschidae, Libellulidae, Caenagrionidae, Corbiculidae, Ampullaridae,
Hydrobiidae dan Thiariidae (Gambar10). Kelimpahan total macrozoobenthos
beragam pada 12 stasiun baik pada Maret, Mei, Juli dan September. Kelimpahan
tertinggi ditemukan di stasiun Pati Lintang pada bulan September (Gambar 11).
Gambar 10. Jumlah genera bentos pada perairan Lubuk Lampam setiap kelas dan
waktu pengamatan pada 2012
0
1
2
3
4
5
6Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Jum
lah
Ge
ne
ra
Kelas
30
Gambar 11. Kelimpahan makrozoobenthos di rawa banjiran Lubuk Lampam,
Provinsi Sumatera Selatan 2012
Plankton
Fitoplankton
Hasil identifikasi fitoplankton pada 12 stasiun di rawa banjiran Lubuk
Lampam, Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan 51 genera. Persentase genera
fitoplankton antar stasiun pengamatan bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh pola
pemanfaatan lahan. Variasi dan pola persentase jumlah genera juga tercermin dari
bervariasinya nilai indeks keanekaragaman (Gambar 12). Indeks keanekaragaman
secara keseluruhan dari 12 stasiun pada Maret dan Mei cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan Juli. Penurunan indeks keanekaragaman pada Juli berkaitan
dengan peralihan musim ke musim kemarau yang diindikasikan dengan
penurunan kedalaman. Berdasarkan indeks keanekaragaman pada Maret, Mei dan
Juli dengan nilai pada kisaran 1.00-3.00 dan dengan rata-rata indeks
keanekaragaman > 2 ini dapat dijelaskan bahwa kondisi perairan di rawa banjiran
Lubuk Lampam dalam kondisi belum mengalami proses degradasi.
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Lebungproyek
SuakBuayo
PatiLintang
BelantiHulu
Lbk.Danau I
Lbk.Danau II
Lbk.Danau
III
AirHitam 1
Airhitam 2
AirHitam 3
Lbk.Grubing
SungaiPutat
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Ke
limp
ahan
(in
d/c
m2
)
Stasiun
31
Gambar 12. Indeks keanekaragaman Fitoplankton di perairan rawa banjiran
Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera Selatan 2012.
Nilai rata-rata indeks dominansi jenis fitoplankton di setiap stasiun
pengamatan berkisar antara 0,09-0,44 dengan indeks dominansi terendah
ditemukan pada Maret pada hampir seluruh stasiun dan tertinggi pada stasiun 2
Air Hitam pada Juli (Gambar 13). Indek dominasi jenis plankton dapat digunakan
untuk melihat ada atau tidaknya spesies tertentu yang mendominansi suatu
komunitas plankton pada perairan tersebut. Dari hasil nilai rata-rata indeks
dominansi jenis plankton di setiap stasiun pengamatan, didapatkan bahwa stasiun
Air Hitam 1 diperoleh genera Spondylusium (Kelas: Chlorophyceae)
mendominasi dan pada stasiun Air Hitam 2 genera Nitzschia (Kelas:
Bacillariophyceae) yang mendominasi. Selain itu, stasiun lainnya terlihat tidak
adanya spesies tertentu yang mendominansi suatu komunitas plankton pada
perairannya.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
LebungProyek
SuakBuayo
PatiLintang
BelantiHulu
LebakDanau St.
1
LebakDanau St.
2
LebakDanau St.
3
Air HitamSt. 1
Air HitamSt. 2
Air HitamSt. 3
LebakGerubing
SungaiElang
Trip 1 Trip 2 Trip 3
Stasiun
Ind
eks
Ke
ane
kara
gam
an
32
Gambar 13. Indeks Dominansi Fitoplankton di perairan rawa banjiran Lubuk
Lampam, Provinsi Sumatera Selatan 2012.
4.4. Kondisi Fisika Dan Kimia Perairan Rawa Banjiran
Kondisi fisik dan kimia perairan di rawa banjiran meliputi beberapa
parameter antara lain kecerahan, suhu, pH, oksigen, suhu, alkalinitas, turbidity,
hardness, TDS dan DHL. Beberapa parameter fisika kimia ini mencirikan suatu
karakteristik ekosistem tipe rawa banjiran dengan kecerahan bervariatif (20-180
cm) (Gambar 14). Samuel et al (2004) mengemukakan bahwa kecerahan perairan
Sungai Musi berkisar antara 15-45 cm dan ini lebih rendah jika dibandingkan
dengan kecerahan di Danau cala yang berkisar antara 62-95 cm. Secara umum
kecerahan di rawa banjiiran Lubuk Lampam menurun di bulan Juli pada trip III,
hal ini mungkin disebabkan karena adanya partikel-partikel yang terakumulasi
dalam perairan pada saat level air rendah.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
LebungProyek
SuakBuayo
PatiLintang
BelantiHulu
LebakDanau St.
1
LebakDanau St.
2
LebakDanau St.
3
Air HitamSt. 1
Air HitamSt. 2
Air HitamSt. 3
LebakGerubing
SungaiElang
Trip 1 Trip 2 Trip 3
Stasiun
Ind
eks
Do
min
ansi
33
Gambar 14. Kecerahan perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera
Selatan 2012.
Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa suhu di semua stasiun tidak jauh
berbeda antara stasiun satu dengan stasiun lainnya yaitu berkisar antara 27-34oC.
Stasiun yang memiliki suhu lebih rendah yaitu stasiun Pati Lintang yang berkisar
antara 27-33oC selama empat kali trip pengamatan. Stasiun yang paling hangat
yaitu mencapai 34oC di stasiun Sungai Putat, ini disebabkan karena pada trip ke
empat tersebut lebung-lebung sudak tidak ada hubungan dengan sungai-sungai
sehingga tidak ada aliran air. Keadaan yang sangat beragam di perairan lebak
dapat menyebabkan suhu air beragam pulau. Welcomme (1979), menyatakan
bahwa perairan lebak yang ditutupi tumbuhan dapat mengalami stratifikasi suhu,
karena terhalangnya tiupan angin oleh tumbuhan tadi. Pada bagian perairan yang
terlindung hutan, penyebaran suhu air cenderung seragam dibandingkan dengan
perairan yang terbuka.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
Ke
cera
han
(cm
)
34
Gambar 15. Suhu perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera
Selatan 2012.
Nilai pH untuk perairan rawa banjiran berkisar antara 4 – 9 pada trip II dan
IV dan yang tertinggi di Stasiun Lebak Danau dan terendah di Air Hitam pada trip
III yaitu 3 (Gambar 16). PH di perairan sungai dan lebak di perairan tropika pada
umumnya relatif rendah sampai mendekati normal, biasanya berkisar antara 4,55-
6,5 sehingga perairan rawa banjiran sering dikatakan sebagai perairan yang
bersifat asam. Menurut Mizuno dan Mori (1970) hal ini disebabkan dominannya
tanah laterite dan tanah bergambut pada kawasan tersebut. Di samping itu di
perairan yang berhutan gelam (melalcuca leucodendrone) terdapat potensi tanah
sulfat masam, jika terbuka ke udara dapat menurunkan pH air sampai 3,5.
-
5
10
15
20
25
30
35
40
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
Suh
u (
oC
)
35
Gambar 16. pH di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera
Selatan 2012.
Secara umum kandungan Oksigen di perairan rawa banjiran terjadi
peningkatan di Trip III (Gambar 17). Hal ini seiring dengan penurunan level air di
perairan rawa banjiran tersebut. Kadar oksigen terlarut meningkat dengan
menurunnnya level air dan nilai terkecil 0,1 mg/l terjadi di stasiun Suak Buayo,
Air Itam 3 dan Sungai Putat. Nilai ini sudah melebihi nilai ambang batas bawah
yang diperlukan untuk kehidupan ikan secara normal yaitu 2,0 mg/l (NTAC,
1968). Kandungan oksigen dibawah 2 mg/l masih ditolerir untuk mendukung
kehidupan ikan dengan catatan bahwa di perairan tersebut tidak terdapat senyawa
beracun.
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
pH
36
Gambar 17. Kandungan Oksigen di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam,
Provinsi Sumatera Selatan 2012.
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam yang
dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di
dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan
sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan.
Nilai alkalinitas yang baik di perairan berkisar antara 30-500 mg/l CACO3
(Efendi, 2000). Perairan yang nilai alkalinitasnya lebih kecil dari 40 mg/l disebut
sebagai perairan lunak. Nilai alkalinitas di beberapa stasiun berkisar antara 3-28
yang merupakan perairan yang lunak, hanya saja di Trip IV diperoleh nilai
alkalinitas lebih besar dari 40 mg/l yaitu stasiun Belanti Hulu, Suak Buayo dan
Sungai Putat (Gambar 18).
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
Oks
ige
n (
mg/
l)
37
Gambar 18. Nilai Alkalinitas di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi
Sumatera Selatan 2012.
Kekeruhan (turbidity) adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan
yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang dipancarkan dan diserap
oleh partikel-partikel yang ada di dalam air tersebut (APHA, 1989). Kekeruhan
disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari suatu pencemar dalam
perairan antara lain berupa bahan organik dan anorganik yang dapat berasal dari
buangan industri, rumah tangga dan budidaya perikanan. Nilai turbidity tertinggi
di antara 12 stasiun pengamatan di rawa banjiran Sumatera Selatan terjadi di
stasiun Lebak Gerubing dan Pati Lintang (Gambar 19). Menurut Wetzel (2001),
kekeruhan dapat membatasi penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga
menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan algae bentik akibatnya
produktivitas perairan akan menurun. Selain itu, secara langsung dapat
menyebabkan terganggunya proses pernafasan organisme akuatik seperti
penutupan insang ikan.
-
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
Alk
alin
itas
(m
g/l)
38
Gambar 19. Nilai Turbidity di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi
Sumatera Selatan 2012.
Gambar 20. Nilai Hardness di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi
Sumatera Selatan 2012.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
Turb
idit
y
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
Har
dn
ess
39
Gambar 21. Nilai TDS di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi
Sumatera Selatan 2012.
Gambar 22. Nilai DHL di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi
Sumatera Selatan 2012.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
TDS
(pp
m)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4
Lebung Proyek
Suak Buayo
Pati Lintang
Belanti Hulu
Lebak Danau Inlet
Lebak Danau Tengah
Lebak Danau Outlet
Air Hitam 1
Air Hitam 2
Air Hitam 3
Lebak Gerubing
Sungai Putat
DH
L (μ
s)
40
KESIMPULAN
1. Perairan Lubuk Lampam berdasarkan hasil penelitain 2012 ditemukan 68
jenis ikan Berdasarkan jenis genera yang ditemukan, perhitungan indeks
keanekaragaman, kelimpahan total, dan kelimpahan relative terhadap
organism perairan lainnya yaitu (Perifiton, Bentos, dan Plankton)
menunjukkan kondisi perairan lubuk lampam berada dalam kondisi proses
mengalami degradasi tingkat sedang.
2. Perlu penertiban dan pengawasan kembali peraturan-peraturan tentang
penangkapan di daerah suaka yang telah ditetapkan.
3. Perlu rehabilitasi lebung yang dahulu pernah ada dan difungsikan kembali.
41
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2006. Digital key to aquatic insects. Vally City State University
Macroinvertebrate Lab. North Dakota. http://www.waterbugkey.vcsu.edu.86
p. 14 Desember 2006
Arifin.Z. dan Ondara.1981. Pengelolaan Perikanan di Perairan Lubuk Lampam.
Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum. Buku II. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan. Hal.171-186
American Public Health Association (APHA). 2005. Standard Methods For the
Examination of Water and Wastewater. 21st edition. Washington DC.
Bahri, R. 2007. Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran dalam Mengatasi
Kemiskinan di Kabupaten OKI. Bappeda. Palembang.
Effendie, M.I. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112
hal.
Gayanilo, F.C.jr. and D. Pauly. 1997. FAO-ICLARM stock Assesment Tools.
(FISAT). Referensi Manual. FAO Computerizes Information Series
(Fisheries). No. 8. Rome, FAO. 126 halaman.
Koeshendrajana, S and Oscar Cacho, 2001. Management Options for The Inland
Fisheries Resources In South Sumatera, Indonesia. University of New
England.
Macan, T.T. 1959. A guide to freshwater invertebrate animals. Longman Green
and Co Ltd. London. 118 p.
Makmur, S. 2008. Pattern of Change of Ichthyofauna in Lubuk Lampam
Floodplain South Sumatra in Fisheries Ecology and Management of Lubuk
42
Lampam Floodplain Musi River, South Sumatera. Research Institute for
Inland Waters Fisheries, Research Centre for capture Fisheries. Agency of
Marine and Fisheries Research. Ministry of Marine and Fisheries Affairs.
South Sumatera.
Mc. Cafferty, W. Patrick and A. V. Prolonsha. 1981. Aquatic entomology. Jones
and Barlet Publiher. London. 448 p.
Myers,R.T., et al. (2006). Chemistry. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Nasir (1998). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:Mandiri Pustaka
Pennak, R.W. 1953. Freshwater invertebrate of the United State. Ronals Press
Company. New York. 769 p
Ritonga, A. 1987. Statistika Terapan Untuk Penelitian. Lembaga Penerbit
FakultasEkonomi Universitas Indonesia, Jakarta-Indonesia. 379 hal.
Udupa, K.S. 1986. Statistical methods of estimating the size at first maturity in
fishes. Fishbyte 4 (2) : 8-10. ICLARM, Metro Manila.
Undang-Undang Republik Indonesia No 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
Utomo, A.D.,Z.Nasution dan S. Adji. 1992. Kondisi Ekologi dan Potensi
Sumberdaya Perikanan Sungai dan Rawa. Temukarya ilmiah perikanan
perairan umum, Palembang 12-13 Februari 1992. Badan Litbang Pertanian.
Pp 16.
Watson, D.J. 1978. Sarawak inland fisheries references and training manual on
lake and riverine survey techniques. Baram lake and Riverine Development
Project, Sarawak Departement of Agriculture, Inland Water Branch. 74 p.
Welcomme, R.L. 1985. River basins. FAO Fish Tech Pap. (202): 60 p.
43
Yakupitiyage, A. 1994. Analytical techniques in fish nutrition. Laboratory manual
for AE 52: Fish nutrition and feed technology. Asian Institute of
Technology. Bangkok.
Lampiran 1. Foto Selama Kegiatan Penelitian.
Lokasi Penelitian Rawa Banjiran di
Daerah Lubuk Lampam
Wawancara dengan Responden
Lokasi Pengambilan Larva Ikan
Benih Ikan Gabus (Channa striata)
yang tertangkap.
Pengambilan Sampel Biologi Ikan
Waring Serasah di Lokasi Penelitian
Pengambilan Sampel Plankton
Pengambilan Sampel Benthos
Salah Satu Alat Tangkap yang
digunakan di Lokasi Penelitian (Lebak
Danau)
Hasil Tangkapan Kilung di lokasi
Penelitian (Lubuk Lampam)
Lampiran 2. Jenis-jenis perifiton yang diketemukan diperairan Lubuk Lampam trip 1
NO KELAS Genus
STASIUN
LEBUNG PROYEK
SUAK BUAYO
PATI LINTANG
BELANTI HULU
LEBAK DANAU 1
LEBAK DANAU 2
LEBAK DANAU 3
AIR HITAM
LEBAK GEROBING
SUNGAI PUTAT
1 Bacillarisphyceae Amphora 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0
2 Bacillarisphyceae Asterionella 0 0 0 0 1 0 0 3 0 0
3 Bacillarisphyceae Ceratoneis 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0
4 Bacillarisphyceae Cymbella 1 11 2 2 0 1 1 0 0 1
5 Bacillarisphyceae Diatoma 5 0 0 1 7 0 6 0 0 0
6 Bacillarisphyceae Eunotia 0 0 2 0 1 0 0 1 0 1
7 Bacillarisphyceae Fragilaria 4 2 33 4 1 20 33 47 0 16
8 Bacillarisphyceae Frusturia 5 0 0 0 0 0 2 0 0 1
9 Bacillarisphyceae Gomphonema 1 0 0 3 1 0 0 0 0 5
10 Bacillarisphyceae Gyrosigma 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
11 Bacillarisphyceae Navicula 42 9 41 34 11 57 81 9 2 54
12 Bacillarisphyceae Neidum 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0
13 Bacillarisphyceae Nitszchia 0 1 2 3 0 0 0 0 1 4
14 Bacillarisphyceae Pleurosigma 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
15 Bacillarisphyceae Pinnularia 0 2 3 0 0 1 0 2 0 1
16 Bacillarisphyceae Surirella 0 1 8 0 1 0 0 0 0 1
17 Bacillarisphyceae Synedra 12 29 9 25 8 10 12 10 5 39
18 Bacillarisphyceae Tabelaria 0 4 0 0 0 0 8 0 0 0
19 Chlorophyceae Ankistrodesmus 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
20 Chlorophyceae Closterium 2 0 0 3 0 2 0 3 3 0
21 Chlorophyceae Cosmarium 0 0 0 0 3 6 4 2 0 0
22 Chlorophyceae Desmidium 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0
23 Chlorophyceae Eurastrum 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0
24 Chlorophyceae Gonatozygon 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 Chlorophyceae Hyalotheca 0 2 0 0 0 12 0 0 1 9
26 Chlorophyceae Mougeotia 6 0 0 0 0 0 0 0 22 0
27 Chlorophyceae Scenedesmus 4 0 0 0 0 0 4 0 0 4
28 Chlorophyceae Spirogyra 0 0 0 0 0 0 0 0 0 24
29 Chlorophyceae Staurastrum 0 0 0 0 0 4 13 4 0 0
30 Chlorophyceae Ulotrix 3 19 23 39 7 48 28 26 0 4
31 Cyanophyceae Anabaena 122 0 0 0 14 0 13 17 0 0
32 Cyanophyceae Chroococcus 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Cyanophyceae Nostoc 0 0 0 0 0 0 57 0 0 0
34 Cyanophyceae Oscillatoriia 0 343 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan…………………………. trip 2
NO KELAS Genus
STASIUN
LEBUNG
PROYEK
SUAK
BUAYO PATILINTANG
BELANTI
HULU
LEBAK
DANAU
LEBAK
DANAU
TENGAH
LEBAK
DANAU
AIR
HITAM
1
AIR
HITAM
2
LEBAK
GERUBING
SUNGAI
PUTAK
1 Bacillarisphyceae Actinastrum
12 0 6 0 0 0 0 0 0 0
2 Bacillarisphyceae Amphora
0 0 0 0 0 3 0 0 2 0
3 Bacillarisphyceae Aphanizomen
3 9 0 8 0 0 0 9 0 0
4 Bacillarisphyceae Asterionella
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Bacillarisphyceae Cocconeis
1 0 0 0 0 0 1 0 0 0
6 Bacillarisphyceae Ceratoneis
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Bacillarisphyceae Cymbella
0 6 2 3 0 0 4 1 3 0
8 Bacillarisphyceae Diatoma
22 5 5 0 0 9 2 3 2 2
9 Bacillarisphyceae Epithemia
0 0 0 0 1 2 0 0 3 0
10 Bacillarisphyceae Eunotia
2 0 1 0 1 10 1 3 1 3
11 Bacillarisphyceae Fragilaria
43 9 4 13 11 42 10 30 19 2
12 Bacillarisphyceae Frusturia
15 0 2 1 0 4 1 0 0 0
13 Bacillarisphyceae Gomphonema
2 3 0 0 0 1 2 0 14 4
14 Bacillarisphyceae Gyrosigma
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Bacillarisphyceae Mastogloia
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Bacillarisphyceae Melosira
0 0 14 0 0 0 0 0 0 0
17 Bacillarisphyceae Navicula
103 33 74 13 55 33 7 2 62 12
18 Bacillarisphyceae Neidum
5 1 4 1 3 1 1 0 3 0
19 Bacillarisphyceae Nitszchia
4 7 13 1 3 5 2 0 10 1
20 Bacillarisphyceae Pediastrum
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Bacillarisphyceae Pleurosigma
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Bacillarisphyceae Pinnularia
20 4 4 0 1 12 0 0 0 2
23 Bacillarisphyceae Scenedesmus
16 0 0 0 0 8 0 0 0 0
24 Bacillarisphyceae Scytonema
0 0 0 9 0 0 0 0 0 0
25 Bacillarisphyceae Stauroneis
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Bacillarisphyceae Surirella
0 0 0 0 0 0 0 0 2 1
27 Bacillarisphyceae Synedra
34 35 38 11 17 18 9 17 23 11
28 Bacillarisphyceae Tabelaria
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Chlorophyceae Ankistrodesmus
0 4 0 2 2 0 0 0 0 0
30 Chlorophyceae Closterium
19 13 12 1 6 7 2 8 3 3
31 Chlorophyceae Cosmarium
4 0 0 0 13 0 0 0 0 0
32 Chlorophyceae Desmidium
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Chlorophyceae Docidium
0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
34 Chlorophyceae Eurastrum
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 Chlorophyceae Gonatozygon
4 5 0 1 0 0 4 0 1 0
36 Chlorophyceae Hyalotheca
0 0 0 0 0 0 0 9 0 0
37 Chlorophyceae Mougeotia
27 0 19 4 24 4 0 0 0 0
38 Chlorophyceae Nephrocytium
0 0 0 0 3 0 0 0 0 0
39 Chlorophyceae Oedogonium
0 0 0 0 0 5 0 0 0 0
40 Chlorophyceae Penium 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0
41 Chlorophyceae Pleurotaenium 0 0 0 0 0 39 0 0 0 0
42 Chlorophyceae Scenedesmus 16 0 0 0 0 8 0 0 0 0
43 Chlorophyceae Spirogyra 59 3 8 3 0 0 0 0 0 0
44 Chlorophyceae Staurastrum 10 0 0 1 4 1 1 0 0 0
45 Chlorophyceae Tetraedron 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0
46 Chlorophyceae Ulotrix 74 101 17 33 18 9 0 58 49 0
47 Cyanophyceae Anabaena 108 0 0 96 0 27 0 0 19 0
48 Cyanophyceae Chroococcus 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0
49 Cyanophyceae Hapalosiphon 0 0 0 18 0 0 0 0 0 0
50 Cyanophyceae Nostoc 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0
51 Cyanophyceae Oscillatoriia 0 0 0 0 0 0 0 0 48 0
52 Cyanophyceae Spirulina 0 0 0 0 0 32 0 0 0 0
53 Cyanophyceae Stigonema 60 28 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan ………………………….Trip 3
NO KELAS Genus
STASIUN
LEBUNG
PROYEK
SUAK
BUAYO
PATI
LINTANG
BELANTI
HULU
LEBAK DANAU
INLET
LEBAK DANAU
TENGAH
LEBAK DANAU
OUTLET
AIR HITAM
1
AIR HITAM
2
AIR HITAM
3
LEBAK
GERUBING
SUNGAI
PUTAT
1 Bacillarisphyceae Actinastrum
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Bacillarisphyceae Amphora
2 0 1 0 3 0 0 0 0 1 0 0
3 Bacillarisphyceae Aphanizomenon
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Bacillarisphyceae Asterionella
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Bacillarisphyceae Caloneis
0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0
6 Bacillarisphyceae Chroococcus
0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0
7 Bacillarisphyceae Cocconeis
0 0 0 1 0 0 0 22 5 0 1 1
8 Bacillarisphyceae Ceratoneis
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Bacillarisphyceae Cymbella
6 1 0 0 0 2 0 0 0 1 1 1
10 Bacillarisphyceae Diatoma
17 0 3 0 17 0 6 8 1 1 0 0
11 Bacillarisphyceae Epithemia
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
12 Bacillarisphyceae Eunotia
4 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
13 Bacillarisphyceae Fragilaria
18 17 42 14 0 12 2 2 12 13 4 4
14 Bacillarisphyceae Frusturia
0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
15 Bacillarisphyceae Gomphonema
0 2 0 2 0 0 0 0 0 0 1 0
16 Bacillarisphyceae Gyrosigma
0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
17 Bacillarisphyceae Hapalosiphon
0 0 0 0 0 0 76 0 0 0 0 0
18 Bacillarisphyceae Mastogloia
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Bacillarisphyceae Melosira
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Bacillarisphyceae Navicula
333 46 92 27 4 47 12 3 7 5 6 5
21 Bacillarisphyceae Neidum
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
22 Bacillarisphyceae Nitszchia
0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 1 5
23 Bacillarisphyceae Pediastrum
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Bacillarisphyceae Pleurosigma
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
25 Bacillarisphyceae Pinnularia
6 8 4 3 1 1 1 0 1 1 2 3
26 Bacillarisphyceae Scenedesmus
0 0 26 0 4 0 8 0 0 0 0 8
27 Bacillarisphyceae Scytonema
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 Bacillarisphyceae Stauroneis
0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 7
29 Bacillarisphyceae Surirella
0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Bacillarisphyceae Synedra
64 1 36 6 4 32 71 3 12 12 16 59
31 Bacillarisphyceae Tabelaria
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 Chlorophyceae Ankistrodesmus
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Chlorophyceae Chodatella
0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 Chlorophyceae Closterium
3 0 19 0 6 0 44 1 15 3 4 1
35 Chlorophyceae Cosmarium
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36 Chlorophyceae Desmidium
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37 Chlorophyceae Docidium
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
38 Chlorophyceae Eurastrum
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
39 Chlorophyceae Gonatozygon
0 0 1 0 1 0 17 0 5 0 0 1
40 Chlorophyceae Hyalotheca
0 0 0 0 4 0 18 0 0 4 0 0
41 Chlorophyceae Mougeotia
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
42 Chlorophyceae Nephrocytium
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43 Chlorophyceae Oedogonium
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
44 Chlorophyceae Penium
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
45 Chlorophyceae Pleurotaenium
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46 Chlorophyceae Scenedesmus
0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
47 Chlorophyceae Sphaerozosma
0 0 0 0 0 27 0 0 0 0 0 0
48 Chlorophyceae Spirogyra
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
49 Chlorophyceae Spondylosium
0 0 0 0 0 0 47 0 0 0 0 0
50 Chlorophyceae Staurastrum
0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 7
51 Chlorophyceae Tetraedron
0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0
52 Chlorophyceae Treubaria
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
53 Chlorophyceae Ulotrix
22 0 136 0 2 6 62 0 0 12 22 0
54 Cyanophyceae Anabaena
0 88 6 17 8 0 0 13 0 0 0 0
55 Cyanophyceae Aphanizomenon
0 0 23 4 0 0 0 0 0 0 6 0
56 Cyanophyceae Chroococcus
0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0
57 Cyanophyceae Hapalosiphon
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
58 Cyanophyceae Merismopodia
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
59 Cyanophyceae Nostoc
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60 Cyanophyceae Oscillatoriia
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
61 Cyanophyceae Spirulina
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
62 Cyanophyceae Stigonema
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan ………………………….Trip 4
NO KELAS Genus
STASIUN
LEBUNG
PROYEK
SUAK
BUAYO
PATI
LINTANG
BELANTI
HULU
LEBAK DANAU
INLET
LEBAK DANAU
TENGAH
LEBAK DANAU
OUTLET
AIR HITAM
ST 1
AIR HITAM
ST 2
AIR HITAM
ST 3
LEBAK
GEROMBING
SUNGAI
PUTAT
1 Bacillarisphyceae Achnanthes 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Bacillarisphyceae Actinastrum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Bacillarisphyceae Amphora 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Bacillarisphyceae Aphanizomenon 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Bacillarisphyceae Asterionella 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Bacillarisphyceae Caloneis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Bacillarisphyceae Chroococcus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Bacillarisphyceae Cocconeis 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Bacillarisphyceae Coscinodiscus 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
10 Bacillarisphyceae Ceratoneis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Bacillarisphyceae Cymbella 11 2 0 1 1 4 0 9 2 1 3 1
12 Bacillarisphyceae Diatoma 19 5 0 1 0 0 0 1 0 2 1 0
13 Bacillarisphyceae Epithemia 0 2 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0
14 Bacillarisphyceae Eunotia 0 4 0 0 0 0 1 25 0 0 1 0
15 Bacillarisphyceae Fragilaria 47 40 12 17 14 2 3 2 11 0 78 3
16 Bacillarisphyceae Frusturia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Bacillarisphyceae Gomphonema 2 2 0 2 0 1 0 0 0 0 1 1
18 Bacillarisphyceae Gyrosigma 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
19 Bacillarisphyceae Hapalosiphon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Bacillarisphyceae Mastogloia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Bacillarisphyceae Melosira 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Bacillarisphyceae Navicula 32 104 61 37 17 30 11 23 10 4 50 27
23 Bacillarisphyceae Neidum 0 9 0 0 0 0 0 1 0 0 5 0
24 Bacillarisphyceae Nitschia 3 1 1 5 0 3 1 0 0 0 6 0
25 Bacillarisphyceae Pediastrum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Bacillarisphyceae Pleurosigma 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 3 2
27 Bacillarisphyceae Pinnularia 71 2 2 0 1 0 2 0 1 2 0 1
28 Bacillarisphyceae Scenedesmus 8 19 0 15 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Bacillarisphyceae Scytonema 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Bacillarisphyceae Stauroneis 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
31 Bacillarisphyceae Surirella 0 2 0 15 0 0 1 2 3 2 1 0
32 Bacillarisphyceae Synedra 0 39 41 117 32 5 35 29 13 10 391 18
33 Bacillarisphyceae Tabelaria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 Chlorophyceae Ankistrodesmus 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
35 Chlorophyceae Chodatella 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36 Chlorophyceae Closterium 416 1 2 8 0 11 1 3 0 0 6 3
37 Chlorophyceae Cosmarium 3 6 0 2 0 0 4 0 0 0 0 0
38 Chlorophyceae Desmidium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
39 Chlorophyceae Docidium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 Chlorophyceae Eurastrum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
41 Chlorophyceae Gonatozygon 0 1 0 5 0 1 1 0 0 0 0 0
42 Chlorophyceae Hyalotheca 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
43 Chlorophyceae Mougeotia 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
44 Chlorophyceae Nephrocytium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
45 Chlorophyceae Oedogonium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46 Chlorophyceae Penium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
47 Chlorophyceae Pleurotaenium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
48 Chlorophyceae Quadrigula 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0
49 Chlorophyceae Scenedesmus 0 0 2 0 15 8 35 0 0 0 0 0
50 Chlorophyceae Sphaerozosma 0 0 27 0 221 0 0 0 0 0 0 0
51 Chlorophyceae Spirogyra 0 0 0 0 0 0 25 0 0 0 0 0
52 Chlorophyceae Spondylosium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53 Chlorophyceae Staurastrum 0 0 7 0 12 0 0 0 0 0 0 0
54 Chlorophyceae Tetraedron 0 0 10 0 0 0 6 0 0 0 0 0
55 Chlorophyceae Treubaria 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
56 Chlorophyceae Ulotrix 80 0 29 9 53 64 41 31 3 112 19 48
57 Cyanophyceae Anabaena 0 0 0 0 43 4 53 18 28 0 0 0
58 Cyanophyceae Aphanizomenon 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0
59 Cyanophyceae Chroococcus 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60 Cyanophyceae Dactylococcopsis 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0
61 Cyanophyceae Hapalosiphon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
62 Cyanophyceae Merismopodia 0 14 0 0 0 0 33 0 0 0 0 0
63 Cyanophyceae Nostoc 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0
64 Cyanophyceae Oscillatoriia 0 0 0 0 97 0 0 0 0 0 0 0
65 Cyanophyceae Spirulina 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
66 Cyanophyceae Stigonema 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0
Lampiran 3. Jenis-jenis bentos diperairan Lubuk Lampam Trip 1
No
Jenis Organisme
Stasiun
Lebung
Proyek
Suak
Buayo
Pati
Lintang
Belanti
Hulu
Lebak
Danau
Stasiun I
Lebak
Danau
Stasiun
II
Lebak
Danau
Stasiun
III
Air
Hitam
I
Air
Hitam II
Air
Hitam
III
Lebak
Gerubing
Sungai
Putat
1 Oligochaeta Naididae Amphichaeta 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Dero 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
3 Nais 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Paranais 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Tubificidae Aulodrilus 7 5 5 1 0 0 10 0 12 0 15 7
6 Branchiura 0 6 1 3 0 0 3 0 5 0 6 19
7
Immaure tubificids
with hair setae 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Immature tubificids without hair setae 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 6 1
9 Limnodrilus 4 5 2 4 0 0 3 0 8 0 12 6
10 Diptera
Brachycera
pupa
(Brachycera pupa) sp
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Chironomidae Chironomus 0 0 0 0 0 0 1 0 4 0 0 0
12 Culicidae Culicinae 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2
13 Simuliidae Simulium 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
14 Trichoptera Hydropsychidae Macronemum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0
15 Hydroptilidae Leucotrichia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
16 Bivalvia Corbiculidae Corbicula 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 2
17 Gastropoda Ampullaridae Pomacea canaliculata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Hydrobiidae Fluminicola 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0
19 Thiariidae Melania 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
Lanjutan ……………… Trip 2
No
Jenis Organisme
Stasiun
Lebung
Proyek
Suak
Buayo
Pati
Lintang
Belanti
Hulu
Lebak
Danau
Stasiun
Inlet
Lebak
Danau
Tengah
Lebak
Danau
Outlet
Air
Hitam
I
Air
Hitam II
Air
Hitam
III
Lebak
Gerubing,
Sungai
Putat
1 Oligochaeta Naididae Amphichaeta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Dero 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Nais 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Pristina 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0
5 Tubificidae Aulodrilus 1 35 24 1 0 0 2 0 0 0 2 24
6 Branchiura 0 0 0 3 2 0 4 0 7 0 4 0
7
Immaure
tubificids with
hair setae 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
8
Immature tubificids without
hair setae 0 12 4 0 0 0 0 0 0 0 0 4
9 Limnodrilus 0 0 2 0 0 0 0 0 3 0 0 0
10 Diptera
Brachycera
pupa
(Brachycera pupa)
sp 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Chironomidae Chironomus 9 2 1 11 0 3 27 0 1 2 13 11
12 Culicidae Culicinae 1 0 0 0 0 1 6 0 0 0 1 0
13 Simuliidae Simulium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Coleoptera Haliplidae Peltodytes 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 4
15 Ephemeroptera Ephemeridae Oreianthus 0 0 8 0 0 0 1 0 0 0 0 8
16 Trichoptera Hydropsychidae Macronemum 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 5 0
17 Hydroptilidae Leucotrichia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Odonata Libellulidae Libellula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
19 Caenagrionidae Caenagrion 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Bivalvia Corbiculidae Corbicula 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
21 Gastropoda Ampullaridae
Pomacea
canaliculata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Hydrobiidae Fluminicola 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Thiariidae Melania 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan ………………… Trip 3
No
Jenis Organisme
stasiun
Lebung
Proyek
Suak
Buayo
Pati
Lintang
Belanti
Hulu
Lebak
Danau
Inlet
Lebak
Danau
Tengah
Lebak
Danau
Outlet
Air
Hitam
I
Air
Hitam II
Air
Hitam
III
Lebak
Gerubing
Sungai
Putat
1 Oligochaeta Naididae Amphichaeta 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
2 Dero 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Nais 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Paranais 0 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0
5 Pristina 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Tubificidae Aulodrilus 1 5 3 25 14 2 84 0 20 0 22 2
7 Branchiura 0 0 0 6 0 1 5 0 0 1 0 0
8
Immature
tubificids with
hair setae 0 0 1 0 0 0 0 0 2 0 1 0
9
Immature
tubificids without
hair setae 0 2 1 0 2 0 5 0 20 0 2 0
10 Limnodrilus 0 2 0 0 1 0 11 0 0 0 0 0
11 Diptera Chironomidae Chironomus 0 0 7 0 0 0 0 1 0 4 0 0
12 Culicidae Culicinae 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
13 Simuliidae Simulium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Coleoptera Haliplidae Peltodytes 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Ephemeroptera Ephemeridae Oreianthus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Trichoptera Hydropsychidae Macronemum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0
17 Hydroptilidae Leucotrichia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Odonata Libellulidae Libellula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Caenagrionidae Caenagrion 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Bivalvia Corbiculidae Corbicula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
21 Gastropoda Ampullaridae
Pomacea
canaliculata 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Hydrobiidae Fluminicola 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Thiariidae Melania 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan …………… Trip 4
No
Jenis Organisme
Stasiun
Lebung
Proyek
Suak
Buayo
Pati
Lintang
Belanti
Hulu
Lebak
Danau
Inlet
Lebak
Danau
Tengah
Lebak
Danau
Outlet
Air
Hitam I
Air
Hitam
II
Air
Hitam
III
Lebak
Gerubing
Sungai
Putat
1 Oligochaeta Naididae Amphichaeta 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Dero 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Nais 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Paranais 0 0 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0
5 Tubificidae Aulodrilus 35 0 150 42 4 0 63 1 11 0 18 3
6 Branchiura 0 0 46 5 0 2 128 0 0 0 1 1
7
Immaure tubificids with
hair setae 0 0 19 3 0 0 5 0 0 0 1 1
8
Immature
tubificids without hair setae 0 0 33 11 1 0 15 0 39 0 0 0
9 Limnodrilus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Diptera
Brachycera
pupa
(Brachycera pupa)
sp 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Chironomidae Chironomus 13 1 0 33 8 5 0 4 3 5 11 6
12 Culicidae Culicinae 0 0 0 1 0 0 0 2 0 0 1 1
13 Simuliidae Simulium 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
14 Coleoptera Haliplidae Peltodytes 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Ephemeroptera Ephemeridae Oreianthus 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Trichoptera Hydropsychidae Macronemum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Hydroptilidae Leucotrichia 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1
18 Odonata Libellulidae Libellula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Caenagrionidae Caenagrion 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
20 Bivalvia Corbiculidae Corbicula 0 0 3 3 0 0 0 0 0 0 2 6
21 Gastropoda Ampullaridae
Pomacea
canaliculata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
22 Hydrobiidae Fluminicola 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0
23 Thiariidae Melania 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Lampiran 4. Jenis-jenis fitoplankton di perairan Lubuk Lampam pada Trip 1
NO KELAS GENUS
STASIUN
Sungai
Elang
Lbk.
Danau
St. 3
Lb.
Proyek
Lbk.
Danau
St. 2
Suak
Buayo
Pati
Lintang
Lbk.
Gerubing
Air
Hitam
St. 1
Belanti
Hulu
Air
Hitam
St. 2
Lbk.
Danau
St. 1
1 Bacillariophyceae Cyclotella 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
2 Bacillariophyceae Navicula 2 1 1 0 9 2 7 1 4 0 3
3 Bacillariophyceae Stauroneis 0 0 0 0 0 0 0 0 3 2 4
4 Bacillariophyceae Fragilaria 7 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2
5 Bacillariophyceae Nitzschia 0 0 5 4 4 1 6 3 8 1 9
6 Bacillariophyceae Surirella 0 1 0 1 0 1 2 0 0 0 0
7 Bacillariophyceae Synedra 0 0 36 0 1 0 1 0 1 0 0
8 Bacillariophyceae Cymbella 1 0 0 0 2 1 1 2 1 1 0
9 Bacillariophyceae Pinnularia 1 0 5 0 2 1 0 3 2 1 6
10 Bacillariophyceae Neidium 0 2 4 6 2 5 4 3 0 0 8
11 Bacillariophyceae Gomphonema 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
12 Bacillariophyceae Diploneis 1 1 1 0 1 0 0 0 2 0 2
13 Bacillariophyceae Aulacoseira 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Bacillariophyceae Pleurosigma 0 0 1 4 1 1 0 0 1 0 0
15 Bacillariophyceae Frustulia 0 0 0 0 0 1 3 0 0 0 0
16 Bacillariophyceae Eunotia 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
17 Bacillariophyceae Diatoma
elongatum 6 0 1 1 1 1 3 0 0 0 0
18 Chlorophyceae Staurastrum 12 2 17 39 0 3 3 0 2 3 3
19 Chlorophyceae Scenedesmus 0 4 4 7 8 8 0 4 4 8 12
20 Chlorophyceae Closterium 3 1 0 0 1 0 3 0 0 0 1
21 Chlorophyceae Xanthidium 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0
22 Chlorophyceae Micractinium 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Chlorophyceae Pediastrum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8
24 Chlorophyceae Ankistrodesmus 0 0 0 4 0 0 0 0 4 0 0
25 Chlorophyceae Coelastrum 0 0 23 0 0 6 0 0 0 0 0
26 Chlorophyceae Gleocystis 0 0 4 7 0 0 0 0 0 0 0
27 Chlorophyceae Asterococcus 0 0 1 27 3 0 1 1 1 0 0
28 Chlorophyceae Ulothrix 84 0 0 32 0 0 4 57 4 16 0
29 Chlorophyceae Spondylusium 32 0 0 21 0 4 0 492 0 0 0
30 Chlorophyceae Micrasterias 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Chlorophyceae Chodatella 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 Chlorophyceae Euastrum 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
33 Chlorophyceae Tetraedron 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
34 Chlorophyceae Cosmarium 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 2
35 Cyanophyceae Merismopedia 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0
36 Cyanophyceae Chroococcus 0 0 28 26 8 12 0 19 0 10 6
37 Cyanophyceae Aphanothece 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
38 Cyanophyceae Oscillatoria 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0
39 Cyanophyceae Phormidium 0 0 0 0 0 33 4 0 0 14 0
40 Euglenophycaea Phacus 2 1 0 2 1 0 1 0 0 0 2
41 Euglenophycaea Euglena 0 0 0 1 0 4 3 0 1 0 0
42 Euglenophycaea Trachelomonas 12 0 0 1 0 0 1 0 1 0 3
43 Dinophyceae Peridinium 4 2 2 12 0 0 2 2 2 2 0
44 Dinophyceae Ceratium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan………………. Trip 2
STASIUN
NO KELAS GENUS
Lbk.
Danau
Outlet
St. 3
Air
Hitam
Lbk.
Danau
Tengah
danau
Sungai
Putat
Sarang
Lang
Belanti
Hulu
Lebuk
Proyek
Lbk.
Danau
Inlet
St. 02
Air
Hitam
Suak
Buayo
Pati
Lintang
St. 01
Air
Hitam
Lbk.
Grubing
1 Bacillariophyceae Cyclotella 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 2 1
2 Bacillariophyceae Navicula 0 0 3 6 7 7 8 3 3 3 2 5
3 Bacillariophyceae Stauroneis 8 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1
4 Bacillariophyceae Asterionella 1 1 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Bacillariophyceae Fragilaria 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0
6 Bacillariophyceae Nitzschia 0 0 0 0 0 5 0 0 0 3 0 2
7 Bacillariophyceae Surirella 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Bacillariophyceae Synedra 1 0 18 5 2 1 6 3 4 1 1 4
9 Bacillariophyceae Cymbella 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 2 1
10 Bacillariophyceae Pinnularia 3 2 5 3 3 6 0 5 4 2 6 18
11 Bacillariophyceae Neidium 0 1 0 2 3 1 0 2 3 1 0 7
12 Bacillariophyceae Gomphonema 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 9
13 Bacillariophyceae Diploneis 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Bacillariophyceae Aulacoseira 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Bacillariophyceae Pleurosigma 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1
16 Bacillariophyceae Frustulia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11
18 Bacillariophyceae Diatoma
elongatum 8 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Bacillariophyceae Climacospenia 15 0 18 0 0 0 0 0 1 0 0 0
20 Chlorophyceae Staurastrum 65 1 68 2 0 0 30 1 7 2 3 0
21 Chlorophyceae Scenedesmus 4 4 10 8 8 2 0 4 4 0 4 21
22 Chlorophyceae Closterium 8 1 15 1 1 7 14 1 4 1 0 3
26 Chlorophyceae Ankistrodesmus 19 0 53 0 0 0 0 0 2 0 0 0
27 Chlorophyceae Coelastrum 4 0 6 0 0 4 0 4 0 0 0 0
28 Chlorophyceae Gleocystis 0 0 0 0 0 2 4 0 0 0 0 0
30 Chlorophyceae Ulothrix 24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Chlorophyceae Spondylosium 2 4 2 5 9 36 4 0 0 0 43 0
33 Chlorophyceae Chodatella 0 0 0 0 0 3 0 0 2 0 0 0
36 Chlorophyceae Cosmarium 6 0 30 2 0 2 10 0 4 0 4 11
37 Chlorophyceae Selenestrum 4 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0
38 Chlorophyceae Mougeotia 77 6 36 3 0 15 0 20 0 0 1 23
39 Chlorophyceae Actinastrum 15 0 20 0 0 0 10 0 0 0 0 0
40 Chlorophyceae Pleurotaenium 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 2 0
41 Chlorophyceae Arthrodesmus 0 0 0 0 0 0 3 1 0 0 0 0
42 Chlorophyceae Tetraedron 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0
43 Cyanophyceae Merismopedia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8
44 Cyanophyceae Chroococcus 40 4 41 0 0 30 14 2 9 2 20 0
46 Cyanophyceae Oscillatoria 2 0 0 17 8 28 0 0 0 0 0 23
47 Cyanophyceae Phormidium 0 0 0 0 37 55 2 0 0 0 0 0
48 Euglenophycaea Phacus 3 6 19 0 0 2 4 10 6 0 4 5
49 Euglenophycaea Euglena 4 5 3 3 1 6 14 3 10 6 1 11
50 Euglenophycaea Trachelomonas 0 1 12 2 0 9 0 0 34 5 0 6
51 Dinophyceae Peridinium 0 2 47 4 0 0 3 0 0 0 1 1
Lanjutan………………. Trip 3
STASIUN
NO KELAS GENUS Lbk.
Danau
Air
Hitam
II
Lbk.
Danau
Tengah
danau
Sungai
Putat
Belanti
Hulu
Lebuk
Proyek
Lbk.
Danau
Outlet
Air
Hitam
III
Suak
Buayo
Pati
Lintang
Air
Hitam I
Lbk.
Grubing
1 Bacillariophyceae Cyclotella
3
1 12 2 1 1
1 4
2 Bacillariophyceae Navicula 1 6 1 1 31 57 15 4 12 2 2 3
3 Bacillariophyceae Stauroneis
4 Bacillariophyceae Asterionella
5 Bacillariophyceae Fragilaria
6 Bacillariophyceae Nitzschia 3 790 1 3 13
3
20
7 Bacillariophyceae Surirella
6
3
2 2
2
8 Bacillariophyceae Synedra
10
2 1 15
6
9 Bacillariophyceae Cymbella 1 20 1 1 3 30 29 5 3 8
2
10 Bacillariophyceae Pinnularia 2 46 7 4 32 293 63 8 2 5 5 8
11 Bacillariophyceae Neidium
25
2 6 41 10
7
1
12 Bacillariophyceae Gomphonema
12
1
13 Bacillariophyceae Diploneis
14 Bacillariophyceae Aulacoseira
4
20 2
15 Bacillariophyceae Pleurosigma
3
1 3
1
16 Bacillariophyceae Frustulia
18 Bacillariophyceae Diatoma
elongatum
19 Bacillariophyceae Climacospenia
20 Chlorophyceae Staurastrum 11 1 248
5
1
21 Chlorophyceae Scenedesmus
4
14
36
102
22 Chlorophyceae Closterium
26 Chlorophyceae Ankistrodesmus
27 Chlorophyceae Coelastrum
28 Chlorophyceae Gleocystis
4
36
30 Chlorophyceae Ulothrix 48
3 16
105
31 Chlorophyceae Spondylosium
9
33 Chlorophyceae Chodatella
36 Chlorophyceae Cosmarium
14
2
6
37 Chlorophyceae Selenestrum
38 Chlorophyceae Mougeotia
39 Chlorophyceae Actinastrum
40 Chlorophyceae Pleurotaenium 9 3
31 4
1
41 Chlorophyceae Arthrodesmus
2
42 Chlorophyceae Tetraedron
1
43 Cyanophyceae Merismopedia
16
60
44 Cyanophyceae Chroococcus
46 Cyanophyceae Oscillatoria
4
47 Cyanophyceae Phormidium 32 8 134
11
2
48 Euglenophycaea Phacus
4
40
49 Euglenophycaea Euglena 1
6
50 Euglenophycaea Trachelomonas 4
1 2
1
4
4
51 Dinophyceae Peridinium 4
7 1
8 1 5
15