laporan teknis -...

262

Upload: buicong

Post on 07-Jul-2019

284 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA
Page 2: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA
Page 3: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

ii

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

DAFTAR ISI

Halaman

1 KATA PENGANTAR ………………………………………………… i

2 DAFTAR ISI ………………………………………………………….. ii

I. BAKTERIOLOGI

1. SURVEILANS DAN MONITORING ANTRAKSDI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN 2017…….. 1-9

2. SURVEILANS DAN MONITORING BRUCELLOSISDI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN 2017……… 10-18

3. MONITORING DAN SURVEILANS SEDI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN 2017……… 19-29

II. PARASITOLOGI

1. SURVEILANS PARASIT GASTROINTESTINAL PADA TERNAKSAPI DAN KERBAU DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARABARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017.................. 30-53

2. SURVEILANS PENYAKIT SURRA/TRYPANOSOMIASISPADA TERNAK DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARABARAT DAN NUSA TENGGARATIMUR TAHUN 2017............ 54-68

III. PATOLOGI

1. PENYIDIKAN DAN PENGUJIAN PENYAKIT RABIESSECARA VIROLOGIS, DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARABARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR, TAHUN 2017…….………. 69-86

2. SURVEILANS BOVINE SPONGIFORM ENCEPHALOPATHYDI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSATENGGARA TIMUR TAHUN 2017…………………………………….. 87-97

IV. KESMAVET

1. MONITORING DAN SURVEILANS RESIDU DAN CEMARANMIKROBA (PMSR-CM) PADA PANGAN ASAL HEWAN DIPROVINSI BALI, NTB dan NTT, TAHUN 2017……………….. 98-133

Page 4: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

iii

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

V. BIOTEKNOLOGI

1. SURVEILANS DAN MONITORING DALAM RANGKA UPAYAPEMBEBASAN PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALITAHUN 2017....................................................................................... 134-147

2. SEROSURVEILANS RABIES DI PROVINSI BALI,DAN NUSA TENGGARA TIMUR, TAHUN 2017.......................... 148-167

VI. VIROLOGI

1. SURVEILANS PENYAKIT HOG CHOLERA DI PROVINSIBALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARATIMUR TAHUN 2017................................................................. 168-183

2. SURVEILANS DAN MONITORING PENYAKIT MULUT DANKUKU (PMK) DI PROVINSI BALI DAN NUSA TENGGARATIMUR (NTT) TAHUN 2017..........................................……….. 184-196

3. SURVEILANS DAN MONITORING AVIAN INFLUENZADI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DANNUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017................................ 197-214

4. SURVEILANS DAN MONITORING IBR DAN BVDDI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DANNUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017................................ 215-233

VII. PELAYANAN VETERINER

1. SURVEILANS PENYAKIT HEWAN DI UPT BALAIPEMBIBITAN TERNAK UNGGUL – HIJAUAN PAKAN TERNAK(BPTU-HPT), TAHUN 2017………………………………………………. 234-248

2. SURVEILANS PENYIDIKAN DAN PENGUJIAN PENYAKITGANGGUAN REPRODUKSI DI PROVINSI BALI, NTB DANNTT TAHUN 2017………………………………………………….. 249-258

Page 5: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

SURVEILANS DAN MONITORING ANTRAKSDI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR

TAHUN 2017

Ni Luh Dartini, I Ketut Narcana, A. An. Gde Semara Putra,Cok.R. Kresna A., Mamak Rohmanto, Surya Adekantari

Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Situasi Antraks di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar, berbedaantara satu pulau dengan pulau lainnya. Provinsi Bali diketahui sebagai daerahbebas Antraks. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), kasus Antraks terakhirdilaporkan terjadi Tahun 1987 di Kabupaten Lombok Tengah. Di PulauSumbawa, sejak lama diketahui sebagai daerah endemis Antraks dan kasusterjadi hampir setiap tahun. Sedangkan di Nusa Tenggara Timur kasus Antraksdi Pulau Flores dilaporkan terjadi di Kabupaten Sikka, Manggarai, Ngada, dandi Kabupaten Ende terjadi pada Tahun 2004. Pada tahun 2007 kasus Antrakskembali dilaporkan terjadi di Kabupaten Sikka dan di Sumba. Berdasarkan datadari Dinas Peternakan Provinsi NTT, kejadian Antraks di Pulau Sabu pernahdilaporkan terjadi pada periode tahun 1906 – 1942 dan tahun 1987, serta kasusterakhir terjadi pada bulan Agustus 2011 pada kuda dan manusia. Untukmengetahui situasi atau deteksi dini adanya bakteri Bacillus anthraxis padaternak, maka tahun 2017 Laboratorium Bakteriologi BBVet Denpasar telah telahmenerima sampel dari beberapa kabupaten di Provinsi Bali, NTB dan NTT.Sampel preparat ulas darah (PUD) diwarnai dengan polychromatic methyleneblue kemudian diperiksa secara mikroskopis. Hasil uji terhadap 20 sampel dariProvinsi Bali, 222 sampel dari NTB dan 450 sampel dari NTT tahun 2017,ditemukan satu sampel positif Bacillus anthraxis secara mikroskopis yaitu darikasus Antraks pada kambing di Kabupaten Bima, Provinsi NTB.

Kata Kunci : Antraks, PCR, NTB, NTT.

PENDAHULUAN

Latar BelakangAntraks adalah penyakit hewan menular yang dapat menyerang

berbagai jenis hewan mammalia, bersifat perakut, akut atau subakut dan

bersifat zoonosis. Burung unta juga dilaporkan peka terhadap antraks (Noor,

dkk. 2001; Hardjoutomo, dkk.2002). Ada dua bentuk antraks yaitu bentuk kulit

dan bentuk septisemik (Ezzel, 1986). Bila Bacillus anthracis berada dalam

lingkungan yang tidak menguntungkan perkembanganya dan memperoleh

jumlah oksigen yang cukup maka ia akan membentuk spora, dan spora ini akan

Page 6: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

bertahan hidup puluhan tahun. Penyembelihan hewan tertular antraks akan

mendorong kuman ini membentuk spora, oleh karena itu hewan tertular antraks

dilarang disembelih. Padang pengembalaan atau lingkungan budidaya ternak

yang telah tercemar spora antraks akan mengakibatkan penyakit menjadi

bersifat endemis apabila tidak ditangani secara baik.

Di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar, Provinsi Bali merupakan

daerah bebas Antraks. Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pulau Sumbawa

merupakan daerah endemis Antraks, dan di Pulau Lombok kasus Antraks

terakhir dilaporkan pada tahun 1987 di Kabupaten Lombok Tengah, setelah itu

sampai tahun 2017 tidak ada lagi laporan kasus Antraks. Situasi Antraks di

Provinsi Nusa Tenggara Timur bervariasi diantara pulau yang menjadi wilayah

NTT. Pulau Flores (kecuali Kabupaten Flores Timur) dan Pulau Sumba

diketahui sebagai daerah endemis Antraks. Kabupaten Lembata, Alor dan

Rotendau belum ada laporan. Kasus Antraks di beberapa kabupaten di Provinsi

NTT terakhir dilaporkan terjadi di Sumba Barat Daya tahun 2011, Manggarai

Barat 2008, Manggarai 2001, Ngada 2009, Nagekeo 2007, Ende 2012, Sikka

2007, Saburaijua tahun 2011 dan kota Kupang tahun 2003 (Dany Suhadi,

2015).

Program pengendalian Antraks di wilayah kerja BBVet Denpasar, khususnya di

Propinsi NTB dan NTT dilakukan melalui vaksinasi. Keberhasilan vaksinasi

umumnya dapat dicapai apabila cakupan vaksinasinya tinggi dan tingkat

kekebalan kelompok minimal 70%. Untuk mengetahui tingkat kekebalan

kelompok ternak, maka Laboratorium Bakteriologi tahun 2017 bermaksud

melakukan surveilans serologis dengan uji ELISA, namun karena BBVet

Denpasar kesulitan untuk mendapat antigen dan serum kontrol positif serta

serum kontrol negatif, maka pada tahun 2017 surveilans antraks dialihkan untuk

deteksi dini adanya bakteri Bacillus anthraxis, dengan pengambilan sampel

preparat ulas darah (PUD) kemudian diperiksa secara mikroskopis.

Page 7: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

MATERI DAN METODEMateriBahan dan peralatan yang dipergunakan dalam surveilans antraks di wilayah

kerja BBVet Denpasar tahun 2017 antara lain zat warna polychromatic

methyline blue, Kit PCR antraks, glass slide, mikroskop dan sebagainya.

MetodeSampel yang diuji adalah semua sampel preparat ulas darah (PUD) yang

diterima Laboratorium Bakteriologi selama tahun 2017. Lokasi, jumlah dan

waktu pengambilan sampel ditentukan oleh bidang pelayanan veteriner BBVet

Denpasar.

HASILHasil pengujian sampel tahun 2017 menunjukan bahwa semua sampel PUD

dari Provinsi Bali dan NTT negative Bacillus anthraxis (Tabel 1). Satu sampel

PUD dari Provinsi NTB positif mengandung Bacillus anthraxis secara

mikroskopis (Gambar1).

Gambar 1. B.anthracis pewarnaan polychromatic methylin blue pembesaran 1000X.

Page 8: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

Tabel 1. Hasil Uji Sampel Antraks Tahun 2017

No. Kabupaten Provinsi JenisHewan

Jenissampel

Jumlahsampel

Hasil ujiIdentifikasiB. anthracis

1 Jembrana Bali Sapi PUD 20 NegatifJumlah Bali 20

1 Bima NTB Kambing PUD 21 Positif 1

2 Lombok Utara NTB Sapi PUD 20 Negatif3 Dompu NTB Sapi PUD 20 Negatif4 Sumbawa Barat NTB Sapi PUD 20 Negatif5 Lombok Tengah NTB Sapi PUD 18 Negatif6 Lombok Timur NTB Sapi PUD 43 Negatif7 Kota Mataram NTB Sapi PUD 20 Negatif8 Bima NTB Sapi PUD 20 Negatif9 Sumbawa NTB Kuda PUD 20 Negatif

10 Lombok Barat NTB Sapi PUD 20 NegatifJumlah NTB 222

1 Rote Ndao NTT Kerbau PUD 20 Negatif2 Manggarai NTT Sapi PUD 20 Negatif3 TTU NTT Sapi PUD 20 Negatif4 Belu NTT Sapi PUD 20 Negatif5 Sumba Timur NTT Sapi PUD 206 TTS NTT Sapi PUD 20 Negatif7 Sumba Barat NTT Sapi PUD 20 Negatif8 Malaka NTT Sapi PUD 20 Negatif9 Kupang NTT Sapi PUD 20 Negatif

10 Ende NTT Sapi PUD 20 Negatif11 Manggarai Barat NTT Sapi PUD 20 Negatif

12 Sumba Tengah NTT Sapi PUD 20 Negatif13 Alor NTT Sapi PUD 20 Negatif14 Sikka NTT Sapi PUD 20 Negatif15 Nagekeo NTT Sapi PUD 20 Negatif16 Sumba Barat

DayaNTT Sapi PUD 20 Negatif

17 Ngada NTT Sapi PUD 20 Negatif18 Sabu Raijua NTT Sapi PUD 20 Negatif19 Manggarai Timur NTT Sapi PUD 20 Negatif

20 Flores Timur NTT Sapi PUD 30 Negatif21 Lembata NTT Sapi PUD 20 Negatif22 Kota Kupang NTT Sapi PUD 20 Negatif

Jumlah NTT 450

TOTAL 692

Page 9: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

PEMBAHASANKasus Antraks di Pulau Lombok terakhir dilaporkan terjadi pada tahun 1987 di

Kabupaten Lombok Tengah. Sejak tahun 1988 sampai 2017 tidak ada lagi

laporan kasus Antraks di Pulau Lombok, dan berdasarkan informasi dari

petugas dinas peternakan setempat, bahwa di Pulau Lombok sudah tidak

dilakukan vaksinasi Antraks. Adanya ternak yang positif antibodi di Pulau

Lombok tahun 2015, kemungkinan ternak tersebut berasal dari Pulau Sumbawa

atau daerah lainnya yang sudah melakukan vaksinasi Antraks. Hal ini sesuai

dengan informasi dari Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Kabid Keswan) Dinas

Peternakan Kabupaten Lombok Utara, bahwa banyak pemasukan ternak dari

daerah luar Kabupaten Lombok Utara. Namun demikian adanya ternak yang

positif mengandung antibodi Antraks perlu diwaspai dengan penelitian lebih

lanjut, apakah ternak tersebut betul berasal dari luar Pulau Lombok atau pernah

terinfeksi.

Hasil uji serologis dari sampel yang diambil di Pulau Sumbawa tahun 2015

menunjukkan sebanyak 51,09% positif antibodi Antraks. Hal ini mungkin

disebabkan karena cakupan vaksinasi yang kurang optimal, seperti informasi

dari petugas Dinas Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat cakupan vaksinasi

Antraks pada tahun 2015 hanya 35,322 ekor (47,74%) dari populasi target

73.987 ekor. Pulau Sumbawa diketahui sebagai daerah endemis Antraks,

dengan kekebalan kelompok yang belum optimal ini, dikhawatirkan

kemungkinan akan munculnya kasus dilapangan. Untuk itu disarankan kepada

dinas peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan di Pulau Sumbawa

untuk meningkatkan cakupan vaksinasi Antraks. Tahun 2016 dilaporkan terjadi

satu kasus antraks di Kabupaten Sumbawa, dan tahun 2017 satu kasus

dilaporkan terjadi di Dusun Doropila, Desa Rator, Kecamatan Bolo, Kabupaten

Bima pada 3 ekor kambing. Berdasarkan informasi dari staf dan Kepala Bidang

Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bima,

diketahui bahwa pada tanggal 28 Pebruari 2017, kambing milik bapak Sunardi

di Dusun Doropila, Desa Rator, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, sakit

dengan gejala klinis kejang dan jatuh, karena khawatir kambing tersebut mati,

maka sebelum mati kambing tersebut dipotong yang rencananya akan

dikonsumsi, namun setelah dibuka, terlihat organ limpa kambing tersebut jauh

Page 10: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

lebih besar dari limpa kambing normal. Petugas peternakan yang ada di

Kecamatan Bolo curiga bahwa kambing tersebut terinfeksi B.anthracis, untuk itu

telah dibuat preparat ulas darah (PUD) dari goresan organ limpa selanjutnya

membakar semua sisa bangkai dan peralatan yang dipakai dalam proses

pemotongan. Setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, ternyata 3 ekor

kambing bapak Sunardi telah mati pada akhir bulan Januari 2017 dan semua

bangkainya sudah dikubur. Informasi kematian sapi yang diduga terinfeksi

B.anthracis juga terjadi pada bulan Desember 2016 yaitu di Dusun Zakaria,

Desa Leu yang merupakan desa tetangga dari Desa Rator. Berdasarkan

laporan Dinas Peternakan Kabupaten Bima dan hasil wawancara dengan

peternak di Desa Rator, Kecamatan Bolo, diketahui bahwa daerah tersebut

merupakan daerah endemis antraks, kasus antraks dilaporkan terjadi hampir

setiap tahun. Kasus antraks di Kabupaten Bima dalam 3 tahun terakhir

dilaporkan tahun 2015 pada 2 ekor ternak yaitu di Kecamatan Ambalawi dan

Kecamatan Sangar, tahun 2016 terjadi 2 kasus di Kecamatan Bolo.

Berdasarkan data laporan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan provinsi

NTT bahwa Antraks di Daratan Timor, pernah dilaporkan terjadi tahun 2003 di

Kota Kupang dan vaksinasi dilakukan juga di Kabupaten Timor Tengah Utara

(Dany Suhadi, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil monitoring BBVet Denpasar

dimana antibody positif ditemukan pada sampel yang diambil di Kota Kupang

dan Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun 2015, sedangkan tahun 2017

semua sampel PUD dari Provinsi NTT semuanya negative B.anthraxis.

Situasi Antraks di Provinsi Nusa Tenggara Timur bervariasi diantara pulau yang

menjadi wilayah NTT. Pulau Flores (kecuali Kabupaten Flores Timur) dan

Pulau Sumba diketahui sebagai daerah endemis Antraks. Kabupaten Lembata,

Alor dan Rotendau belum ada laporan. Kasus Antraks di beberapa kabupaten

di Provinsi NTT, kasus Antraks di Kabuapten Sumba Barat dilaporkan terjadi

tahun 2007 (Dartini dkk, 2007), di Kecamatan Kodi Mangendo, sekarang

menjadi wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya. Kasus terakhir dilaporkan

terjadi di Sumba Barat Daya tahun 2011, di Manggarai Barat tahun 2008,

Manggarai tahun 2001, Ngada tahun 2009, Nagekeo tahun 2007, Ende tahun

Page 11: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

2012, Sikka tahun 2007, Saburaijua tahun tahun 2011 dan kota Kupang tahun

2003 (Dany Suhadi, 2015).

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa Pulau Sumbawa, Provinsi

NTB masih merupakan daerah endemis Antraks. Untuk mencegah terjadinya

peningkatan kasus maka disarankan untuk melakukan vaksinasi pada ternak

rentan dengan cakupan yang memadai, terutama dilokasi yang sering

dilaporkan terjadinya kasus

UCAPAN TERIMAKASIHTerimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Kepala Dinas danstaf Dinas Peternakan / dinas yang membidangi fungsi peternakan danKesehatan hewan di Provinsi dan Kabupaten/Kota Nusa Tanggra Barat, sertaKepala Dinas Peternakan / dinas yang membidangi fungsi peternakan danKesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Nusa Tanggra Timur, atas bantuandan kerjasamanya sehingga kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik.

Page 12: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

DAFTAR PUSTAKAOIE, (2008), Antraks, Terrestrial Manual Hal. 135 – 142.

Dany Suhadi, (2015). Langkah-langkah Dinas Peternakan Provinsi NusaTenggara Timur dalam Mendukung Monitoring Surveilans Penyakit HewanMenular strategis dan Upaya Bebas Penyakit AI. Rapat Koordinasi Keswan danKesmavet wilayah Bali, NTB, NTT di Denpasar 2-4 Maret 2015.

Ezzel Jr.,JW.(1986) bacillus anthracis. In Patogenesis of Bacterial Infection inAnimals. Edited by Carton L. Gyles and Charles O.Thoen. Lowa state UniversityPress, ames, pp.21-25

Hardjoutomo,s., Purwadikarta.M.B., Patten.B. dan Barkah.K. (1993) Theapplication of ELISA to monitor the vaccinal respon of antraks vaccinatedruminants. Penyakit Hewan XXV : 46A.

Hardjoutomo, S., Purwadikarta, M.B. dan Martindah.E.(1995) antraks padahewan dan manusia di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan danVeteriner 7-8 Nopember 1995, Cisarua Bogor. Halaman :305-318.

Hardjoutomo, S., Purwadikarta, M.B.(1996) Seratus sebelas tahun antraks diIndonesia : sampai dimana kesiapan kita? Jurnal Penelitian danPengembangan Pertanian XV (2): 35-40

Hardjoutomo, S., Purwadikarta, M.B., dan Barkah.K. (2002) Antraks padaburung unta di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia. Wartazoa 12(3):114-120.

Kertayadnya, I G. dan Nyoman Suendra (2003). Laporan Penyidikan WabahPenyakit Antraks pada ternak di Desa Doridungga, Kecamatan Donggo,Kabupaten Bima. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VIDenpasar.

Noor,S.M., Darminto, dan Hardjoutomo,S. (2001) Kasus antraks pada manusiadan hewan di Bogor pada awal tahun 2001. Wartazoa 11(2):8-14.

Putra, A.A.G., Helen Scoot-Orr, Nuri Widowati (2011), Antraks di NusaTenggara, Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan bekerjasamadengan ACIAR. Hal. 37 - 75.

Page 13: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

10

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS DAN MONITORING BRUCELLOSISDI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN 2017

Ni Luh Dartini, I Ketut Narcana, A.An. Gde Semara Putra,Cok.R. Kresna A., Mamak Rohmanto, Surya Adekantari.

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Situasi Brucellosis di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar (BBVet) bervariasidiantara provinsi yang ada. Provinsi Bali dan NTB sudah dinyatakan bebasBrucellosis. Namun khusus di Provinsi NTT, baru Pulau Sumba yang dinyatakanbebas Brucellosis. Situasi Brucellosis di Provinsi NTT, di Pulau Timor, Kabupaten Beludan TTU merupakan daerah tertular berat brucellosis dengan prevalensi >2%,sedangkan pulau-pulau lainnya ada yang belum diketahui dengan pasti prevalensinya.Satu reaktor Brucellosis pernah ditemukan di Kabupaten Ende pada tahun 2002.Surveilans yang berkelanjutan dilakukan sebagai langkah deteksi dini dalam upayatetap dapat menjaga sebagai daerah bebas Brucellosis dan memonitor kemungkinanmasuknya/munculnya reaktor baru di wilayah tersebut, serta untuk mengetahuiprevalensi Brucellosis di daerah yang belum bebas Brucellosis. Sampel serum yangditerima laboratorium bakteriologi selama tahun 2017 diuji RBPT sebagai uji skrining,jika positif dilanjutkan dengan uji CFT. Sampel positif CFT dinyatakan sebagai reaktorBrucellosis. Hasil pengujian terhadap 764 sampel serum dari Provinsi Bali, 244sampel serum dari Provinsi NTB dan 594 dari Provinsi NTT semuanya negatifBrucellosis. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa Provinsi Bali danNTB masih bebas Brucellosis, untuk mengetahui prevalensi reactor di Provinsi NTTperlu dilakukan pengambilan sampel yang lebih memadai.

Kata Kunci : Brucellosis, RBPT, CFT, Bali, NTB. NTT.

Page 14: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

11

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

PENDAHULUAN

Brucellosis pada sapi biasanya disebabkan oleh Brucella abortus, merupakan

salah satu penyakit penting secara ekonomi karena bersifat zoonosis (menular

ke manusia). Selain itu, B. abortus dapat digunakan dalam serangan bioteroris

(IOWA Univ. 2009). Brucellosis merupakan salah satu dari 22 penyakit hewan

menular strategis di Indonesia, bersifat zoonosis (menular pada manusia) dan

merupakan penyakit yang sulit diobati. Pulau Bali, Pulau Lombok, dan Pulau

Sumbawa telah dinyatakan sebagai daerah bebas Brucellosis oleh Menteri

Pertanian Repubik Indonesia dengan SK Mentan No. 443/Kpts/TN.540/7/2002

untuk Pulau Bali, SK Mentan No. 444/Kpts/TN.540/7/2002 untuk Pulau Lombok

di Prop NTB, dan SK Mentan No. 97/Kpts/PO.660/2/2006 untuk Pulau

Sumbawa di Prop NTB.

Namun khusus di Provinsi NTT, baru Pulau Sumba yang dinyatakan bebas

Brucellosis dengan SK Menteri Pertanian Nomor 52/Kpts/PD.630/1/2015

tanggal 19 Januari 2015. Situasi Brucellosis di Provinsi NTT bervariasi

diantara pulau yang ada. Di Pulau Timor, Kabupaten Belu dan TTU merupakan

daerah tertular berat brucellosis dengan prevalensi >2%, sedangkan pulau-

pulau lainnya ada yang belum diketahui dengan pasti prevalensinya.

Brucellosis pernah ditemukan di beberapa kabupaten di Pulau Flores seperti di

Kabupaten Ende pada tahun 2002 (Dartini, dkk, 2006), Kabupaten Sikka pada

tahun 1996. Surveilans yang berkelanjutan dilakukan sebagai langkah deteksi

dini dalam upaya tetap dapat menjaga sebagai daerah bebas Brucellosis dan

memonitor kemungkinan masuknya/munculnya reaktor baru di wilayah

tersebut, serta untuk mengetahui prevalensi Brucellosis di daerah yang belum

bebas Brucellosis. Untuk itu Balai Besar Veteriner Denpasar telah melakukan

surveilans di wilayah kerja yaitu Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa

Tenggara Timur.

Page 15: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

12

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

MATERI DAN METODE

Materi

Dalam surveilans brucellosis di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar

tahun 2017 dipergunakan bahan berupa antigen Brucella abortus RBPT dan

CFT, komplemen, hemolysin, cell darah domba, CFT buffer, dan alat yang

dipergunakan adalah mikroplate, WHO plate, pipet, inkubator, rotary

agglutinator, dan sebagainya.

Metode

Lokasi pengambilan sampel, jumlah dan waktu pengambilan sampel ditentukan

oleh bidang Pelayanan Veteriner BBVet Denpasar. Sampel yang diuji adalah

sampel yang diterima laboratorium Bakteriologi BBVet Denpasar selama tahun

2017. Sampel diuji dengan menggunakan metode uji Rose Bengal Plate Test

(RBPT), apabila positif dilanjutkan dengan uji Complemen Fixation Test (CFT)

(OIE, 2017).

Prosedur uji RBPT sebagai berikut :

1. Sampel serum dikeluarkan dari freezer dan antigen brucella RBT

dikeluarkan dari kulkas dan biarkan beberapa menit pada suhu kamar.

2. Serum yang akan diuji diambil dengan pipet pasteur dan diteteskan pada

WHO plate (80 lubang), pada lubang nomor 1 sampai nomor 78 untuk

serum yang diuji. Kontrol serum negative diteteskan pada lubang nomor 79

dan serum control positif diteteskan pada lubang nomor 80, setelah itu

diteteskan antigen brucella RBT (25μl) sama banyak pada semua lubang.

3. Kocok selama 4 menit sampai homogen menggunakan rotary aglutinator

dan lakukan pembacaan hasil.

Page 16: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

13

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Prosedur Uji CFT sebagai berikut :

1. Masukan serum yang akan diuji keplate tiap lubang 50µl dari lubang 1A

serum untuk sampel no 1, sampai lubang 10A serum untuk sampel no 10,

lubang 11A serum kontrol negatif, lubang 12A kontrol serum positif. Plate

di waterbath selama 30 menit untuk inaktifasi. (semua serum termasuk

kontrol positif dan negatif)

2. Tambahkan 25µl CFT buffer pada lubang B1 – B12 sampai lubang H1 –

H12 (lubang A1 – A12 tidak ditambah CFT buffer)

3. Encerkan Serum : secara berseri, diambil 25µl dari lubang A1-12 ke B1-12

sampai ke lubang H1-12

4. Tambahkan Antigen (tergantung titer antigen yang tersedia) 25 µl ke

lubang C1-12 sampai lubang H1-12. Pada lubang A1-12 dan B1-12

sebagai control antikomplemen ditambahkan 25µl CFT buffer (untuk

menyamakan volume)

5. Tambahkan Komplemen (tergantung titer komplemen yang tersedia) 25µl

kesemua lubang plate dari A sampai H, inkubasi pada suhu 37oC selama

30 menit.

6. Tambahkan ke semua lubang plate 25µl sel, lalu dishaker selama 45

menit.

7. Diamkan sebentar dan lakukan pembacaan.

Page 17: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

14

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

HASILHasil Uji 764 sampel serum dari Provinsi Bali, 244 sampel serum dari Provinsi

NTB dan 594 dari Provinsi NTT semuanya negatif Brucellosis. Hasil lengkap

seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Serologi Brucellosis di wilayah kerja Tahun 2017

No. Kabupaten Provinsi JenisHewan

Jenissampel

Jumlahsampel Hasil uji

1 Badung Bali Sapi Serum 60 negatif2 Bangli Bali Sapi Serum 120 negatif3 Buleleng Bali Sapi Serum 200 negatif4 Gianyar Bali Sapi Serum 40 negatif5 Jembrana Bali Sapi Serum 144 negatif6 Klungkung Bali Sapi Serum 100 negatif7 Tabanan Bali Sapi Serum 100 negatif

Jumlah Bali 7641 Bima NTB Sapi Serum 40 negatif2 Dompu NTB Sapi Serum 20 negatif3 Kota Mataram NTB Sapi Serum 20 negatif4 Lombok Barat NTB Sapi Serum 20 negatif

5LombokTengah NTB Sapi Serum 20 negatif

6 Lombok Timur NTB Sapi Serum 72 negatif7 Lombok Utara NTB Sapi Serum 20 negatif8 Sumbawa NTB Sapi Serum 20 negatif

9Sumbawa

Barat NTB Sapi Serum 12 negatifJumlah NTB 244

Page 18: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

15

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1 Alor NTT Sapi Serum 24 negatif2 Belu NTT Sapi Serum 20 negatif3 Ende NTT Sapi Serum 20 negatif4 Flores Timur NTT Sapi Serum 20 negatif5 Kota Kupang NTT Sapi Serum 20 negatif6 Kupang NTT Sapi Serum 25 negatif7 Lembata NTT Sapi Serum 20 negatif8 Malaka NTT Sapi Serum 50 negatif9 Manggarai NTT Sapi Serum 20 negatif

10Manggarai

Barat NTT Sapi Serum 20 negatif

11Manggarai

Timur NTT Sapi Serum 30 negatif12 Nagekeo NTT Sapi Serum 20 negatif13 Ngada NTT Sapi Serum 20 negatif14 Rote Ndao NTT Kerbau Serum 40 negatif15 Sabu Raijua NTT Sapi Serum 20 negatif16 SBD NTT Sapi Serum 46 negatif17 Sikka NTT Sapi Serum 20 negatif18 Sumba Barat NTT Sapi Serum 20 negatif

19SumbaTengah NTT Sapi Serum 20 negatif

20 Sumba Timur NTT Sapi Serum 20 negatif21 TTS NTT Sapi Serum 79 negatif22 TTU NTT Sapi Serum 20 negatif

Jumlah NTT 594Jumlah Bali + NTB+ NTT 1,602

PEMBAHASAN

Di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar, Pulau Bali sudah dinyatakan

bebas Brucellosis secara historis. Pulau Lombok, berhasil dibebaskan dari

Brucellosis sejak tahun 2002 (Keputusan Menteri Pertanian Nomor

444/Kpts/TN.540/7/2002), melalui surveilans secara massal selama tiga tahun.

Kemudian disusul dengan dibebaskannya Pulau Sumbawa pada tahun 2006

(Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 97/Kpts/PO.660/2/2006), dengan pola

pembebasan yang sama dengan Pulau Lombok (Putra,dkk., 2006). Semua

reaktor yang ditemukan dalam periode waktu pembebasan telah dimusnahkan

Page 19: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

16

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

atau di potong paksa. Kemudian menyusul Pulau Sumba dinyatakan bebas

brucellosis berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Nomor

52/Kpts/PD.630/1/2015 tanggal 19 Januari 2015.

Hasil pengujian sampel serum terhadap Brucellosis tahun 2017 di Provinsi

Bali, semuanya negatif Brucellosis. Demikan halnya untuk Provinsi Nusa

Tenggara Barat, sampel serum yang diuji berasal dari Pulau Sumbawa dan

Pulau Lombok, semuanya negatif antibodi brucella. Hal ini mengindikasikan

bahwa sampai saat ini Provinsi Bali dan NTB masih bebas Brucellosis.

Hasil pengujian sampel dari Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017

semuanya negative antibody Brucellosis. Hal ini perlu dilakukan konfirmasi

lebih lanjut dengan pengambilan sampel yang memadai sesuai dengan kaidah

epidemiologi sehingga prevalensi yang sebenarnya dapat diketahui dengan

jelas, karena hasil surveilans tahun 2015 menunjukkan bahwa ada indikasi

peningkatan prevalensi reaktor di Kota Kupang, Kabupaten Belu, TTU dan

Malaka merupakan daerah tertular brucellosis dengan prevalensi reaktor yang

cukup tinggi serta pernah dilakukan program vaksinasi, begitu juga untuk

Pulau Flores, seperti diketahui bahwa prevalensi Brucellosis di Pulau Flores

masih sangat rendah, Brucellosis di Pulau Flores pernah dilaporkan di

Kabupaten Ende pada 1 ekor sapi pada tahun 2006 (Dartini, dkk 2007) dan

sapi tersebut sudah dipotong bersyarat.

Brucellosis di Kabupaten lainnya di Provinsi NTT seperti Kabupaten Lembata,

Kabupaten Saburaijua, Kabupaten Rotendau masih negatif, namun untuk bisa

dinyatakan sebagai wilayah bebas Brucellosis perlu dilakukan surveilans

secara terstruktur dengan sampel yang memenuhi persyaratan epidemiologi

dan dilakukan secara serentak dan berkesinambungan, serta memperketat lalu

lintas ternak antar pulau.

Page 20: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

17

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanBerdasarkan hasil surveilans diatas dapat disimpulkan bahwa

1. Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat masih merupakan daerah bebas

Brucellosis

2. Perlu dilakukan surveilans lebih intensif di daratan timor untuk

mendapatkan prevalensi Brucellosis yang lebih akurat.

3. Program pemberantasan Brucellosis di Pulau Alor, Lembata, Flores, dan

Rotendau sangat memungkinkan untuk dilakukan

SaranUntuk mendapatkan data prevalensi Brucellosis yang lebih akurat di Daratan

Timor perlu dilakukan surveilans lebih lanjut dengan pengambilan sampel yang

lebih representatif dan memenuhi kaidah-kaidah epidemiologi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Dinas

peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan

hewan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara

Timur yang telah membantu terselanggaranya surveilans ini.

Page 21: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

18

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

DAFTAR PUSTAKA

Dartini dan Rince MB (2007), Deteksi Dini Reactor Brucellosis di Kabupaten Ende danKabupaten Ngada, Bulletin veteriner, BBVet Denpasar.

OIE (2009). Bovine Brucellosis. OIE Terrestrial Manual . Halaman 1 – 35

OIE (2017). Brucellosis ( Brucella abortus, B.melitensis and B.suis) (Infection with B.abortus,B.melitensis, and B.suis). OIE Terrestrial Manual . Chapter 2.1.4.

Putra.A.A.G.; Ekaputra.I.G.M.; Semara Putra.A.A.G.; dan Dartini.N.L.; (1995). Prevalensi danDistribusi Reactor Brucellosis di Kawasan Nusa Tenggara pada Tahun1994 – 1995.Laporan BPPH Wilayah VI Denpasar.

Putra.A.A.G., (2001). Kajian Epidemiologi dan dampak ekonomi brucellosis terhadappendapatan petani, daerah danb nasional : Dengan penekanan pada Propinsi NusaTenggara Timur, Bulletin Veteriner, XIII (58) : 8 – 18.

Putra.A.A.G., Arsanai.N.M., Dartini.N.L., Semara Putra.A.A.G., Rince.M.B., (2006). Evaluasiakhir pemberantasan brucellosis pada sapi/kerbau di Pulau Sumbawa, BulletinVeteriner, BPPV Regional VI Denpasar, Vol. XVIII, No. 68, hal. 46 – 54.

Page 22: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

19

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

MONITORING DAN SURVEILANS SEDI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN 2017

Ni Luh Dartini, I Ketut Narcana, A. An. Gde Semara Putra;Cok. R.K. Ananda; Mamak Rohmanto; Surya Adekantari.

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Septicaemia Epizootica (SE) atau sering disebut Haemorrhagic septicaemia (HS) merupakansalah satu penyakit menular pada ruminansia terutama pada ternak sapi dan kerbau yangbersifat akut dan fatal. Situasi penyakit ini secara umum dibeberapa Negara Asia dan Afrika,termasuk di Indonesia masih bersifat endemis dan terkadang mewabah. Di Proninsi Bali, NusaTenggra Barat, dan Nusa Tenggara Timur yang merupakan wilayah kerja BBVet Denpasar,diketahui merupakan wilayah endemis SE atau hampir setiap tahun ada laporan kasus SE,kecuali di Pulau Lombok yang telah dinyatakan sebagai wilayah bebas SE. Untuk mengetahuisituasi SE terkini di Provinsi NTB dan NTT, maka BBVet Denpasar telah melakukan surveilansmelalui pengambilan sampel darah dan organ tonsil/swab dari hewan peka terutama sapi dankerbau. Sampel serum diuji dengan metode ELISA untuk deteksi antibody terhadap SE.Sampel swab dan organ diuji dengan isolasi dan identifikasi, Isolat Pasteurella multocida yangdapat diidentifikasi diuji PCR untuk penentuan type B2 atau type A. Hasil surveilans tahun 2017menunjukkan bahwa rata-rata persentase ternak yang positif antibody SE sangat rendah, yaitudi Provinsi Bali 6,99%, Provinsi NTB 2,05%, dan Provinsi NTT 10,79%. Satu isolate Pasteurellamultocida tipe A dapat diidentifikasi dari organ tonsil sapi yang dipotong di RPH SumbawaBarat. Tidak ditemukan Pasteurella multocida penyebab SE (B2). Secara umum rendahnyapersentase ternak yang positif antibody SE sangat mengkhawatirkan akan terjadinya kasus SE.untuk itu disarankan kepada dinas peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakandan kesehatan hewan untuk melakukan vaksinasi SE dengan cakupan yang memadai.

Kata-kata kunci : SE, Antibodi, Pasteurella multocida, NTB, NTT

Page 23: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

20

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

PENDAHULUAN

Septicaemia Epizootica (SE) atau Haemorrhagic Septicaemia (HS), di

Indonesia dikenal sebagai penyakit ngorok, disebabkan oleh bakteri

Pasteurella multocida. Septicaemia Epizootica merupakan salah satu penyakit

menular pada ruminansia terutama pada ternak sapi dan kerbau yang bersifat

akut dan fatal (OIE, 2009; Jaglic et al.,2006). Situasi penyakit ini secara umum

dibeberapa Negara Asia dan Afrika, termasuk di Indonesia masih bersifat

endemis dan terkadang mewabah (Benkirane and Alwis, 2002). Penyakit ini

secara ekonomis sangat merugikan. Selain akibat kematian yang ditimbulkan

juga karena turunnya produktifitas ternak, hilangnya tenaga kerja, dan

tingginya biaya untuk penanggulangannya, (Farooq et al., 2007) seperti biaya

untuk pembelian vaksin, operasional vaksinasi, pengobatan, dan sebagainya.

Sebagai salah satu penyakit strategis di Indonesia, SE merupakan penyakit

yang harus mendapat prioritas dalam penanggulangan dan

pemberantasannya. Program pengendalian dan pemberantasan SE di

Indonesia secara umum masih difokuskan pada kegiatan pencegahan wabah

melalui vaksinasi massal hanya dikantung-kantung penyakit disuatu wilayah.

Kegiatan ini masih belum efektif karena belum dilakukan secara intensif dan

berkelanjutan. Keberhasilan untuk menciptakan suatu wilayah atau pulau yang

bebas dari SE dapat diwujudkan dengan melakukan program pemberantasan

yang terencana, melaksanakan program vasinasi massal yang mencakup

seluruh populasi, dan dilanjutkan dengan program monitoring dan surveilans

yang intensif. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan pembebasan SE di Pulau

Lombok pada tahun 1985 dan status bebasnya dinyatakan dengan Surat

Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1997 Nomor 889/Kpts/TN.560/9/97 (Budi

Septiani, 2015).

Page 24: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

21

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Program serupa juga dicoba diterapkan di wilayah lainnya, seperti di Pulau

Sumba, Provinsi Nusa Tengga Timur (NTT) dan Pulau Nusa Penida, Bali.

Sejak tahun 1984/1985 sampai dengan 1986/1987 di Pulau Sumba telah

dilakukan program pemberantasan penyakit SE (Haemorrhagic

Septicaemia/HS). Program tersebut dilakukan dengan vaksinasi secara

serentak dengan cakupan mencapai hingga 100% (Ndima, 1986), akan tetapi

kelanjutan program tersebut menjadi tidak jelas, data hasil evaluasi dan

surveilans tidak dapat ditelusuri. Kemudian sejak tahun 2002 program

pemberantasan kembali dicanangkan, namun sampai tahun 2014 laporan

kasus SE secara klinis masih ada. Di Pulau Nusa Penida, Bali, program

vaksinasi secara masal dengan cakupan mendekati 100% telah dilakukan

sejak tahun 1991 sampai dengan tahun 1994, dan sejak tahun 1992 sampai

sekarang tidak ada laporan kejadian SE di Pulau Nusa Penida, berdasarkan

hasil pembahasan Tim Komisi Ahli Kesehatan Hewan Direktorat Kesehatan

Hewan pada tanggal 4 Desember 2016 diputuskan bahwa Kepulauan Nusa

Penida (Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, dan Pulau Nusa

Lembongan) sudah memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai wilayah bebas

SE dan Surat Keputusan Bebas telah dikeluarkan pada tahun 2017. Untuk

mengetahui situasi dan tingkat kekebalan ternak terhadap SE, maka Balai

Besar Veteriner Denpasar telah melakukan surveilans pada tahun 2017 di

Provinsi Bali, NTB dan NTT.

MATERI DAN METODA

MateriBahan yang digunakan adalah Kit ELISA untuk antibody SE, Kit PCR.

Peralatan yang dipakai antara lain Elisa Reader dan washer, incubator, mesin

PCR, serta alat dan bahan untuk pengambilan sampel di lapangan. Primer

yang dipakai adalah :

1. Primer sequences HS-causing type-B-specific PCRKTT72 5’-AGG-CTC-GTT-TGG-ATT-ATG-AAG-3’KTSP61 5’-ATC-CGC-TAA-CAC-ACT-CTC-3’

Page 25: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

22

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

2. Primers sequences untuk Pasteurella multocida tipe ARGPMA5: 5’-AAT-GT-TTG-CGA-TAG-TCC-GTT-AGA-3’RGPMA6: 5’-ATT-TGG-CGC-CAT-ATC-ACA-GTC-3’

Metode

Sampel yang diuji adalah sampel yang diterima laboratorium Bakteriologi

BBVet Denpasar selama tahun 2017. Waktu dan lokasi pengambilan sampel,

jumlah sampel, serta jenis sampel ditentukan oleh BIdang Pelayanan Veteriner.

Selanjutnya sampel serum untuk deteksi antibody diuji dengan metode ELISA

dan sampel swab/tonsil/organ lainnya untuk isolasi dan identifikasi Pasteurella

multocida diuji dengan cara pemupukan pada media agar dan uji biokimia.

Apabila ada yang positif Pasteurella multocida dilanjutkan dengan PCR untuk

menentukan bahwa isolate Pasteurella multocida tersebut penyebab SE atau

bukan (OIE, 2012).

Penentuan Zat Kebal/Antibodi SE

Metode yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya zat kebal protektif

pada masing-masing sampel serum dipakai uji Enzyme-linked immunosorbent

assay ( ELISA ) menggunakan antigen Pasteurella multocida type B2 strain

0332 (ACIAR PN9202, VIAS Australia). Titer ELISA 200 elisa unit (EU) atau

lebih dikategorikan positif/protektif (Widder et al., 1996). Prosedur Elisa

sebagai berikut :

- Titrasi antigen (untuk mengetahui titer antigen)

- Coating mikroplate dengan 100 µl antigen per well, inkubasikan semalam

pada suhu 40C.

- Cuci mikroplate sebanyak tiga kali dengan PBS tween (buffer pencuci

ELISA).

- Masukan serum sampel yang sudah diencerkan sebelumnya 1:200 dalam

PBS tween pada row 1 sampai 10.

- Pada setiap mikroplate selalu diisi kontrol positif dan negatif pada row 11

dan 12.

- Inkubasikan 1 jam pada temperatur kamar.

Page 26: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

23

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

- Cuci mikroplate sebanyak tiga kali dengan PBS tween (buffer pencuci

ELISA).

- Titrasi konjugate (untuk mengetahui titer konjugate)

- Masukan 100 µl konjugate siap pakai (sudah diencerkan) pada setiap

lubang, inkubasikan 1 jam pada suhu kamar.

- Cuci mikroplate sebanyak tiga kali dengan PBS tween (buffer pencuci

ELISA).

- Tambahkan substrat 100 µl pada setiap lubang, inkubasikan 30 - 45 menit,

kemudian dibaca pada panjang gelombang 405 nm.

Isolasi Pasteurella multocida

Untuk keperluan isolasi/identifikasi kuman, sampel organ nasopharynk atau

limfoglandula retropharengea atau tonsil baik dari sapi, kerbau atau babi

diambil di rumah potong hewan (RPH). Di wilayah kerja yang tidak mempunyai

RPH, sampel swab diambil dari trachea/nasopharynk/hidung. Sampel organ

atau swab dimasukkan kedalam media transport / disimpan dingin atau organ

dalam keadsaan segar dan dibekukan sampai dibawa ke laboratorium BBVet

Denpasar. Di Laboratorium, dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri pada

media agar dan uji biokimia (Carter and Cole., 1990). Prosedur Isolasi sebagai

berikut :

- Inokulasi sampel pada media agar darah selektif dengan cara digores.

- Inkubasi semalam pada suhu 370C, amati koloni yang tumbuh. Pada media

agar darah koloni berwarna putih keabu-abuan, berukuran sekitar 1,5 µm x

0,3 µm.

- Koloni yang dicurigai diwarnai dengan pewarnaan Gram’s dan amati

morfologinya secara mikroskopis dengan menggunakan minyak immersi

dan pembesaran mikroskop 1000x. Pasteurella multocida adalah Gram’s

negatif, ovoid, pendek, bipolar yang sering dilihat coccoid.

- Murnikan koloni yang dicurigai dengan melakukan subkultur ke media agar

darah yang baru dan MacConkey Agar. Inkubasikan semalam pada suhu

370C. Pasteurella multocida tidak tumbuh pada media MacConkey agar.

- Selanjutnya lakukan uji biokimia dan gula-gula.

Page 27: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

24

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

- Amati hasil uji biokimia dan gula-gula yang dilakukan kemudian dicocokkan

dengan standard.

- Isolat Pasteurella multocida yang didapat dilanjutkan dengan uji PCR untuk

mengetahui bakteri tersebut penyebab SE atau bukan.

HASIL

Hasil pengujian sampel tahun 2017 dari Provinsi Bali, NTB, dan NTT

dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu hasil uji sampel tonsil dan sampel

serum. Selama tahun 2017 dapat diidentifikasi satu (1) Pasteurella multocida

type A dari Kabupaten Sumbawa Barat, NTB. Semua sampel tonsil negative

Pasteurella multocida penyebab SE (type B2) Tabel 1. Hasil pengujian sampel

serum selama tahun 2017 ditemukan 6,99% positif antibody SE dari Provinsi

Bali, sedangkan dari Provinsi NTB 2,05% dan Provinsi NTT 10,79% (Tabel 2).

Tabel 1. Hasil Uji Sampel Tonsil untuk Isolasi dan identifikasi Pasteurellamultocida tahun 2017

No Kabupaten Provinsi Jumlahsampel

Jumlah PositifP.multocida

1 Kota Denpasar Bali 20 02 Tabanan Bali 7 03 Badung Bali 23 0

Jumlah Bali 50 01 Kota Mataram NTB 75 02 Sumbawa Barat NTB 5 1 (type A)

Jumlah NTB 80 11 Kota Kupang NTT 75 02 Sumba Timur NTT 5 03 Sumba Barat NTT 6 04 Kupang NTT 5 0

5Timor TengahSelatan NTT 5 0

Jumlah NTT 96 0Total Bali + NTB + NTT 226 1

Page 28: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

25

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 2. Hasil uji sampel serum untuk antibody SE tahun 2017

No. Kabupaten Provinsi JenisHewan

Jenissampel Jumlah Hasil uji Positif

Ab SE

1 Badung Bali Sapi Serum 60 122 Bangli Bali Sapi Serum 120 23 Buleleng Bali Sapi Serum 200 114 Gianyar Bali Sapi Serum 40 65 Jembrana Bali Sapi Serum 144 56 Karangasem Bali Sapi Serum 9 07 Klungkung Bali Sapi Serum 100 58 Tabanan Bali Sapi Serum 100 13

Jumlah Bali 773 54 (6,99%)1 Bima NTB Sapi Serum 40 12 Dompu NTB Sapi Serum 20 13 Kota Mataram NTB Sapi Serum 20 04 Lombok Barat NTB Sapi Serum 20 05 Lombok Tengah NTB Sapi Serum 20 06 Lombok Timur NTB Sapi Serum 72 07 Lombok Utara NTB Sapi Serum 20 38 Sumbawa NTB Sapi Serum 20 09 Sumbawa Barat NTB Sapi Serum 12 0

Jumlah NTB 244 5 (2,05%)1 Alor NTT Sapi Serum 24 12 Belu NTT Sapi Serum 20 23 Ende NTT Sapi Serum 20 04 Flores Timur NTT Sapi Serum 20 05 Kota Kupang NTT Sapi Serum 20 56 Kupang NTT Sapi Serum 25 07 Lembata NTT Sapi Serum 20 58 Malaka NTT Sapi Serum 40 49 Manggarai NTT Sapi Serum 20 6

10 Manggarai Barat NTT Sapi Serum 20 011 Manggarai Timur NTT Sapi Serum 30 012 Nagekeo NTT Sapi Serum 20 113 Ngada NTT Sapi Serum 20 014 Rote Ndao NTT Kerbau Serum 40 115 Sabu Raijua NTT Sapi Serum 20 016 SBD NTT Sapi Serum 46 017 Sikka NTT Sapi Serum 20 018 Sumba Barat NTT Sapi Serum 20 019 Sumba Tengah NTT Sapi Serum 20 320 Sumba Timur NTT Sapi Serum 20 621 TTS NTT Sapi Serum 79 2322 TTU NTT Sapi Serum 20 6

Jumlah NTT 584 63 (10,79%)

Page 29: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

26

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

PEMBAHASAN

Data hasil pengujian sampel yang diterima laboratorium bakteriologi BBVet

Denpasar tahun 2017 menunjukkan bahwa tingkat kekebalan kelompok ternak

yang disampling rata-rata sangat rendah, yaitu di Provinsi Bali 6,99%, Provinsi

2,05% dan NTT 10,79%. Secara umum keadaan ini sangat mengkhawatirkan

akan terjadinya kasus SE. Rendahnya persentase ternak yang memiliki

kekebalan terhadap SE mengakibatkan terjadinya kasus SE setiap tahun. Hal

ini didukung oleh adanya laporan kasus SE secara klinis setiap tahun di

Provinsi Bali, NTB, dan NTT. Untuk dapat menghindari terjadinya wabah

diperlukan minimal 70% ternak memiliki antibodi yang protektif (Widder, et al.,

1996).

Rendahnya persentase ternak yang memilili antibodi positif mungkin

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Rendahnya cakupan

vaksinasi yang mungkin disebabkan karena vaksin yang disediakan

pemerintah sangat sedikit. 2. Mungkin waktu pengambilan sampel yang kurang

tepat, belum divaksinasi atau vaksinasinya sudah terlalu lama, sehingga

antibodi yang ada tidak terdeteksi karena kemungkinan baru mulai terbentuk

atau sudah dalam proses penurunan titer. 3. Sampel yang diambil merupakan

ternak yang tidak mendapatkan vaksinasi SE. Cakupan vaksinasi yang tidak

konsisten dari tahun ke tahun dan data laporan kasus yang masih terjadi setiap

tahun, mengindikasikan bahwa, program pengendalian tidak direncanakan

dengan baik. Hal ini mengakibatkan tidak tercapainya target cakupan

vaksinasi yang memadai dan tidak adanya evaluasi yang berkesinambungan

terhadap program yang dilakukan sehingga keberhasilan program menjadi

tidak tercapai seperti yang pernah dilakukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara

Timur (Dartini, 2012).

Adanya antibodi SE di Pulau Lombok yang merupakan daerah bebas SE dan

tidak melakukan vaksinasi, mungkin disebabkan karena uji ELISA yang dipakai

spesifisitasnya yang belum memadai (79%) (Ekaputra et al., 1996) sehingga

sampel yang seharusnya negatif terdeteksi menjadi positif, hal ini didukung

Page 30: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

27

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

oleh hasil uji sampel positif SE dengan ELISA di Nusa Penida pada tahun

2015, ternyata setelah di konfirmasi dengan uji Passive Mouse Protection Test

(PMPT) hasilnya negatif semua (Dartini,dkk, 2015). Kemungkinan yang lain

adalah adanya reaksi silang dari antibodi yang ditimbulkan oleh Pasteurella

multocida lainya (selain B2), bisa Pasteurella serotipe A atau serotipe B

lainnya. Sawada et al (1985) menemukan 81% serum sapi yang disampling di

Amerika Serikat mengandung antibodi protektif yang mampu menahan

tantangan / infeksi pasteurella multocida serotype B dan E, padahal sapi-sapi

tersebut belum pernah divaksin SE (Putra, 2004). Adanya Pasteurella

multocida serotype lain yang tidak merupakan penyebab SE, tetapi mungkin

dapat bereaksi silang pada uji serologis dengan Pasteurella multocida

menyebab SE. Di Australia, Sri Langka, dan mungkin di tempat lain terdapat

Pasteurella multocida serotype 11:B tetapi tidak menimbulkan SE pada hewan

(De Alwis, 1980; Namioka, 1980). Disamping itu, mungkin juga terdapat strain

Pasteurella multocida yang tidak ganas dan mampu bereaksi atau

menimbulkan proteksi silang dengan Pasteurella multocida penyebab SE.

Dugaan atau terjadinya proteksi atau reaksi silang ini telah banyak dilaporkan

baik yang terjadi diantara serotype / strain dari Pasteurella multocida (Cameron

and Bester, 1984; Gupta, 1980; Sawada, 1991) maupun yang terjadi antar

spesies (Sawada et al., 1985).

KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil surveilans diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Persentase ternak peka yang memiliki antibodi protektif terhadap SE di

Provinsi Bali, NTB (khususnya Pulau Sumbawa), dan NTT tahun 2017

masih relatif rendah.

2. Konfirmasi kejadian SE secara laboratorium sangat minim / hampir tidak

ada beberapa tahun terakhir.

3. Ditemukan satu isolate Pasteurella multocida tipe A dari Kabupaten

Sumbawa Barat.

Page 31: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

28

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SARAN

Dalam rangka peneguhan diagnose SE secara laboratories, maka disarankan

kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan / dinas yang menangani

fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk mengirimkan sampel dari

ternak sakit / mati ke laboratorium veteriner dan segera melaporkan kejadian

tersebut kepada instansi terkait serta tetap melakukan vaksinasi dengan

cakupan vaksinasi yang memadai.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Kepala Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kepala Dinas

Peternakan/Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan Kesehatan Hewan

kabupaten/kota diseluruh Bali, NTB, dan NTT, beserta staf atas bantuan dan

informasi yang diberikan.

Page 32: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

29

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

DAFTAR PUSTAKA

Benkirane A. and De Alwis M.C.L. (2002). Haemorrhagic Septicaemia, Its Significance,Prevention and Control in Asia. Vet.Med-Czech.47(8): 234-240.

Budi Septiani (2015). Langkah-langkah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTBdalam mendukung monitoring dan Surveilans untuk Mempertahankan Status BebasRabies, SE dan Brucellosis. Disampaikan pada Rapat Koordinasi Kesehatan Hewandan Kesehatan Masyarakat Veteriner Wilayah Bali, NTB, dan NTT Tahun 2015 diDenpasar tanggal 2-4 Maret 2015.

Dartini N.L. (2012) Hasil Surveilans Penyakit SE di Pulau Sumba Tahun 2004 – 2009. BulletenVeteriner.BBVet Denpasar..XXIV (81): 24-29.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali (2013). Pengendalian dan PenanganPenyakit Hewan Menular di Provinsi Bali. Makalah disampaikan pada Rapat Koordinasikesehatan Hewan Wilayah Kerja BBVet Denapasar di Mataram 2-4 April 2013.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB (2013). Pengendalian dan PenanganPenyakit Hewan Menular di Provinsi Bali. Makalah disampaikan pada Rapat Koordinasikesehatan Hewan Wilayah Kerja BBVet Denapasar di Mataram 2-4 April 2013.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTT (2013). Pengendalian dan PenanganPenyakit Hewan Menular di Provinsi Bali. Makalah disampaikan pada Rapat Koordinasikesehatan Hewan Wilayah Kerja BBVet Denapasar di Mataram 2-4 April 2013.

Ekaputra A. dan Dartini N.L. (1996). Langkah-langkah Pengendalian dan Eradikasi PenyakitSE pada Sapid an Kerbau di Wilayah Kerja BPPH VI Denpasar. Balai PenyidikanPenyakit Hewan Wilayah VI Denpasar.

Farooq U., Hussain M., Irshad H., Badar N., Munir R., and Ali Q. 2007. Status HaemorrhagicSepticaemia Based On Epidemiology In Pakistan. Pakistan Vet.J. 27(2):67-72.

Jaglic Z., Kucerova Z., Nedbalcova K., Kulich P., and Alexa P. 2006. Characterisation ofPasteurella multocida Isolated from Rabbits in the Czech Replublic. VeterinarniMedicina.51(5):278-283.

OIE (2009). Haemorrhagic Septicaemia. The Center for Food Security&Public Health. Institutefor International Cooperation in Animal Biologics, an OIE Collaborating Center: 1-5.

Putra.A.A.G., (2004). Surveilans Penyakit SE di Pulau Nusa Penida, Sumbawa, dan Sumba.Strategi Vaksinasi dan Prospektif Pemberantasan. Balai Penyidikan dan PengujianVeteriner Regional VI Denpasar.

Widder P.R. 1996. Current Methods For Diagnosis Of Haemorrhagic Septicaemia. KumpulanAbstrak. International Workshop on Diagnosis and Control of HaemorrhagicSepticaemia. Kuta, Denpasar,Bali 28-30 Mei 1996. 19.

Widder P.R., Morgan I., Ekaputra A., and Dartini N.L. 1996. Analysis of Herd Coverage ofVaccination Program Using Antibody ELISA. Kumpulan Abstrak. InternationalWorkshop on Diagnosis and Control of Haemorrhagic Septicaemia. Kuta,Denpasar,Bali 28-30 Mei 1996:33.

Page 33: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

30

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS PARASIT GASTROINTESTINAL PADA TERNAK SAPIDAN KERBAU DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT

DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017

Oleh:Ni Made Arsani, Ni Ketut Harmini Saraswati, I.G.M. Sutawijaya, Yunanto

ABSTRAK

Surveilans parasit gastrointestinal (PGI ) bertujuan untuk mengetahui prevalensi PGI padaternak sapi dan kerbau di Provinsi Bali, NTB dan NTT. Sebanyak 2.518 sampel feses telahdiambil dan diuji, masing-masing berasal dari Provinsi Bali sebanyak 734 sampel, dari ProvinsiNTB 732 sampel dan dari Provinsi NTT 1052 sampel. Seluruh sampel diuji denganmenggunakan uji apung dan uji sedimentasi metode Whitlock. Dari seluruh sampel yang diuji,731 (29.03%) diantaranya terinfestasi oleh satu atau lebih PGI. Prevalensi PGI tertinggi terjadidi Provinsi NTB yaitu sebesar 39,34 %), diikuti oleh Provinsi Bali yaitu sebesar 33,92 % danProvinsi NTT yaitu 18,44 %.

Prevalensi PGI lebih tinggi di musim hujan (34.94%) dibandingkan dengan musim kemarau (27.50 %) dan secara statistic berbeda nyata (P-value<0,001). Pada wilayah basah prevalensiPGI secara signifikan juga lebih tinggi (34.82 %) dibandingkan dengan wilayah kering (23.87%) (P-value 0,0001). Pada Jenis kelamin jantan memiliki prevalensi yang lebih tinggidibandingkan betina; demikian juga kelompok umur < 1 tahun prevalensinya lebih tinggidibandingkan dengan >= 1 tahun namun tidak signifikan secara statistic. Ternak kerbaunampak lebih rentan terserang PGI namun tidak berbeda secara signifikan.

Jenis parasit yang ditemukan yaitu cacing Trematoda (Fasciola sp dan Paramphistomum sp);Cacing Nematoda (Bunostomum sp, Chabertia sp, Cooperia sp, Hemonchus sp., Mecistocirrussp, Oesophagostomum sp, Ostertagia sp, Strongyloides sp, Toxocara sp, Trichostrongylus sp,), cacing Cestoda (Moniezia sp), dan Koksidia Eimeria sp.

Kata kunci: parasit gastrointestinal (PGI), uji apung, uji sedimentasi, Bali, NTB, NTT

Page 34: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

31

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT)

merupakan wilayah kerja Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar. Secara

astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur

Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.

Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi

Bali terbagi atas 8 kabupaten, 1 kotamadya, 55 kecamatan, dan 701

desa/kelurahan. Sifat vulkanik Bali telah memberikan kontribusi untuk

kesuburan tanahnya dan rentang tinggi gunungnya memberikan curah hujan

yang tinggi yang mendukung sektor pertanian yang sangat produktif

(Anonimous, 2016 b). Populasi ternak sapi di Provinsi Bali diperkirakan

sebanyak 559 517 ekor dan kerbau hanya 1.686 ekor (Anonimous, 2016).

Provinsi NTB memiliki 10 kabupaten/kota yang tersebar di dua pulau besar

yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Sebagai daerah tropis, NTB

mempunyai rata-rata kelembaban yang relatif tinggi, yaitu antara 48 - 95 %

(Anonimous, 2014). Luas wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai

20.153,20 km2 ,terletak antara 1150 46’-1190 5’ Bujur Timur dan 80 10’-90 5’

Lintang Selatan. Provinsi NTB mempunyai kelembaban yang relatif tinggi, yaitu

antara 65-87 persen. Jumlah hari hujan terendah yaitu 0 hari pada bulan

Agustus dan September dan yang terbanyak adalah pada bulan Januari

dengan jumlah 24 hari (Anonimous, 2015). Pulau Sumbawa merupakan

wilayah yang beriklim kering, sebagian wilayah mempunyai klimaks vegetasi

padang rumput sebagai padang penggembalaan alami. Berdasarkan klasifikasi

iklim Koppen termasuk kelas Aw, yaitu wilayah yang mempunyai hujan tropis

dengan musim kering yang nyata. Sebagian besar wilayahnya mempunyai

curah hujan rata-rata relatif kecil (1.100-2.300 mm/tahun), dengan musim

kemarau yang relatif lama, yakni bulan April sampai Nopember. Sementara itu,

Page 35: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

32

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Pulau Lombok mempunyai iklim yang lebih basah, terutama pada bagian

tengah Pulau Lombok sampai Pegunungan Rinjani dengan curah hujan antara

2.300–3.100 mm/th.

Dari segi potensi secara umum, wilayah Pulau Lombok lebih sesuai untuk

pengembangan peternakan dengan pola intensifikasi. Sementara Pulau

Sumbawa lebih sesuai untuk pengembangan peternakan dengan pola terpadu

dan ekstensifikasi. Hal ini juga didukung oleh luas areal lahan kering, bahwa di

Sumbawa 98,8% merupakan wilayah lahan agroklimat kering (Suratman et ,

2003). Populasi ternak sapi di Provinsi NTB diperkirakan sebanyak 1.100.743

ekor dan kerbau 128.335 ekor (Anonimous a, 2016).

Provinsi NTT merupakan wilayah kerja BBvet Denpasar yang letaknya paling

timur, terdiri atas 22 kabupaten yang tersebar di tiga pulau besar yaitu Pulau

Timor, Pulau Sumba dan Pulau Flores. Secara geografis, sebagian besar

wilayah Provinsi NTT berada pada rentang ketinggian 100 s.d. 500 meter di

atas permukaan laut, dengan topografi yang berbukit-bukit dengan lahan

pertanian sangat terbatas, baik pertanian basah maupun kering (Anonimous,

2016). Provinsi NTT merupakan wilayah yang tergolong kering dimana hanya

4 bulan (Januari, Februari, Maret dan Desember) yang keadaannya relatif

basah dan 8 bulan sisanya relatif kering, dengan curah hujan rata-rata adalah

1.164 mm/tahun (Anonimous, 2016). Provinsi NTT diperkirakan memiliki

populasi ternak sapi sebanyak 930.997 ekor dan kerbau sebanyak 145.303

ekor (BPS, 2016).

Dalam upaya penyediaan protein hewani nasional keberadaan ternak sapi dan

kerbau menjadi sangat penting. Populasi sapi dan kerbau di Indonesia

diperkirakan sebanyak 16 juta ekor (BPS, 2016). Provinsi Bali, Nusa Tenggara

Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah

penghasil ternak sapi yang potensial di Wilayah Indonesia Timur.

Pertumbuhan populasi sapi di Indonesia banyak menemui kendala,

salahsatunya adalah tingginya kematian pedet dan rendahnya produktivitas

Page 36: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

33

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

sapi/kerbau muda dan dewasa, yang salah satu penyebabnya adalah karena

adanya infestasi parasit gastrointestinal, khususnya parasit cacing

(helminthiasis) yang masih cukup tinggi. Hasil surveilans dan monitoring

infestasi parasit gastrointetastinal oleh BBVet Denpasar pada tahun 2014

menunjukkan prevalensi rata-rata sebesar 38.4% ( 958 dari 2.495) pada

sapi/kerbau di Provinsi Bali, NTB dan NTT, sedangkan helminthiasis

prevalensinya sebesar 31,92 %. Pada Tahun 2015, prevalensi PGI di Provinsi

Bali, NTB dan NTT sebesar 37,56 % (Mastra, et al, 2015) dan Tahun 2016,

prevalensi PGI sebesar 33,96 % (Arsani et. al, 2017).

Kegiatan surveilans/monitoring untuk mengetahui situasi dan penyebaran

parasit gastrointestinal/helmintiasis tetap diperlukan untuk mengetahui

penyebaran parasit tersebut sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan

dan pengendalian yang lebih efektif. Seluruh kegiatan ini dilakukan secara

sinergis, dan terintegrasi dengan sesuai dengan arahan Direktorat Jenderal

Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang muaranya adalah pencegahan dan

pengendalian dini penyakit hewan menular strategis, dan peningkatan

sumberdaya bahan makanan asal hewan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Penularan penyakit gastrointestinal khususnya helminthiasis diduga

masih cukup tinggi. Secara ekonomi penyakit ini sangat merugikan

peternak karena dapat menurunkan produktivitas, reproduktivitas dan

bahkan dapat menimbulkkan kematian.

2) Ketersediaan data situasi dan distribusi infestasi parasit

gastrointestinal/helminthiasis pada sapi/kerbau, di Provinsi Bali, NTB

dan NTT perlu terus diupdate.

1.3 Tujuan

1) Surveilans ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi parasit

gastrointestinal di Provinsi Bali, NTB dan NTT Tahun 2017

Page 37: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

34

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

2) Hasil surveilans dimaksudkan untuk memberikan gambaran pemetaan

penyakit tersebut kepada pengambil kebijakan sehingga dapat diambil

langkah langkah pencegahan dan pengendalian yang efektif sehingga

tingkat kematian ternak dapat ditekan dan produktivitas ternak dapat

ditingkatkan.

1.4 Output

1) Tersedianya informasi tentang prevalensi dan distribusi parasit

gastrointestinal/helminthiasis terkini berdasarkan lokasi, karakteristik

hewan dan lingkungan bermanfaat dalam upaya pencegahan dan

pengendalian penyakit agar lebih terarah.

2) Dengan terbebasnya ternak dari parasit gastrointestinal diharapkan

terjadi penurunan kematian khususnya pada pedet dan peningkatan

produktivitas dan reproduktivitas pada ternak dewasa sehingga dengan

demikian dapat meningkatkan populasi ternak guna mendukung

program swasembada daging.

II TINJAUAN PUSTAKA

Parasit gastrointestinal (PGI) adalah parasit yang dapat menginfeksi saluran

gastro-intestinal baik manusia maupun hewan. Parasit tersebut dapat hidup di

seluruh bagian tubuh, tetapi kebanyakan siklus hidupnya berada di usus. Dua

jenis utama dari parasit gastrointestinal adalah cacing (penyebab helminthiasis)

dan protozoa (penyebab koksidiosis) pada ternask sapi dan kerbau.

Helminthiais mempunyai arti penting dan tergolong penyakit hewan menular

strategis yang mesti mendapatkan penanganan yang lebih intensif apabila

dibadingkan dengan penyakit non strategis.

Pada umumnya ternak sapi/kerbau rentan terhadap berbagai penyakit infeksi

parasit gastrointestinal seperti helminthiasis, koksidiosis dan ektoparasit

(Soulsby 1982). Penelitian tentang penyakit parasit gastrointestinal pada sapi

telah dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Estuningsih, 2004

melaporkan bahwa prevalensi cacing trematoda Fasciola gigantica pada sapi

Page 38: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

35

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

di Indonesia mencapai 10 - 80%. Kemudian Mastra (2006) melaporkan

seroprevalensi F.gigantica (Fasciolosis) pada sapi di Bali berkisar 22.3%-

72.5%. Kasus Fasciolosis lebih banyak ditemukan pada sapi muda dan

dewasa, dengan gejala klinis mulai dari anoreksia, konstipasi, diare, anemia,

ikterus dan pada kasus yang berat terjadi kematian (Purwanta dkk, 2006),

sedangkan pada pedet umur dibawah 6 bulan lebih sering terinfeksi oleh

Toxocara vitulorum dengan prevalensi mencapai 75% (Gunawan dan Putra,

1981). Demikian juga menurut Soulsby (1982) bahwa pada sapi-sapi umur

muda sangat rentan terhadap infeksi Eimeria sp (koksidiosis), dengan gejala

klinis diare berdarah, dihidrasi, kurus, lemah dan terjadi kematian apabila tidak

mendapat penanganan yang baik.

III MATERI DAN METODA

3.1 Materia) Sampel

Sampel feses/tinja sapi/kerbau yang diambil langsung dari rectum atau yang

baru saja dikeluarkan saat defekasi. Sampel diawetkan dengan formalin

10%.

b) BahanDi samping sampel tinja dalam penelitian ini juga diperlukan bahan yaitu

garam jenuh dan methyline blue 1%.

c) AlatAlat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat universal

Whitlock yaitu; syringe 10 ml, silinder pencampur 100 ml, alat pengaduk

tinja, tabung penyaring,dengan ukuran saringan besar (untuk Uji Apung) ,

tabung pompa penyaring khusus dengan saringan kecil (untuk Uji

Sedimentasi), pipet Pasteur, slide kamar penghitung telur cacing, ookista

koksidia , cawan (conical flask) sedimentasi dan alat penahan larutan tinja

(plug), serta mikroskop binokuler electric.

Page 39: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

36

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

3.2 Metode3.2.1 Metode surveilans

Kegiatan surveilans dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan

Desember 2016 untuk mengetahui prevalensi parasit gastrointestinal,

menggunakan survey representative yaitu suatu teknik mengambil sampel

dari sebagian populasi yang mewakili populasi sasaran yang lebih luas

untuk mengumpulkan informasi khusus mengenai keseluruhan informasi

tersebut (Anonimous., 2014).

1) Penentuan sampel sizeKarena surveilans bertujuan untuk mengetahui tingkat prevalensi

penyakit, maka jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

n = 4 pq/L2 (Martin et al, 1987)

Keterangan:

n = jumlah sampel

p = asumsi prevalensi

q = 1 – p

L = galat

Apabila asumsi prevalensi = 35 %, dan galat yang dinginkan 0,05, maka

jumlah sampel yang diambil :

N = (4x0,35 x0,65)/0,052 = 364

Karena metode sampling yang digunakan adalah multistage random

sampling, maka untuk meningkatkan precisi nilai n dapat dikalikan 3 – 5

kali (Martin et al., 1987). Pada kegiatan surveilans ini, n dikalikan 3 kali

sehingga jumlah sampel yang diambil di seluruh provinsi adalah 1.092.

2) Populasi targetPopulasi target dalam surveilans ini adalah ternak sapi dan kerbau di

Provinsi Bali, NTB dan NTT.

Page 40: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

37

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

3) Penentuan lokasi samplingLokasi sampling adalah di seluruh kabupaten/kota se-Bali, NTB dan

NTT. Dalam metode multistage random sampling, idealnya,

penentuan lokasi kabupaten, kecamatan, desa dipilih secara

proporsional berdasarkan jumlah populasi agar diperoleh sampel

yang representative, namun keterbatasan dana, waktu dan

sumberdaya manusia, sementara BBVet Denpasar harus melakukan

surveilans berbagai jenis penyakit sehingga menyebabkan surveilans

parasit gastrointestinal dilaksanakan secara terpadu dengan penyakit

lainnya. Karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang terpadu

dengan surveilans penyakit lain, kondisi ideal yang diharapkan

kadang –kadang tidak tercapai. Disamping keterbatasan waktu, SDM

dan dana, kondisi geografis yang sangat sulit dijangkau

menyebabkan sulit untuk melaksanakan sampling sesuai perhitungan

atau design yang telah dibuat.

Dengan berbagai keterbatasan yang dihadapi, sedapat mungkin

diusahakan sampel yang diambil agar dapat mewakili keadaan

sebenarnya di lapangan. Pada tingkat peternak, semua sapi dan

kerbau memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel

karena tidak ada pemilihan sampel berdasarkan umur, jenis kelamin

maupun cara pemeliharaan ternak.

3.2.2 Metode pengambilan sampel fesesSampel feses diambil dengan cara mengambil langsung dari dalam

rectum ternak. Apabila tidak memungkinkan, sampel feses dapat diambil

segera setelah feses dikeluarkan pada saat ternak defekasi, namun

harus dipastikan jangan sampai tertukar antara feses ternak yang satu

dengan yang lainnya. Volume sampel yang diambil kira-kira sebanyak

10-20 gram. Sampel feses segera dimasukkan ke dalam

container/kantong plastic yang sudah berisi pengawet formalin 10%.

Disamping pengambilan feses juga dilakukan wawancara untuk

mengetahui identitas hewan dan data pendukung lainnya.

Page 41: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

38

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

3.2.3. Pemeriksaan telur nematoda dengan metoda Apung/Floatasi(Whitlock)

Prosedur pemeriksaan telur nematode secara ringkas sebagai berikut:

1) Ke dalam syringe yang berukuran 10 ml diisi air 7 ml, kemudian

ditambahkan 3 gram tinja.

2) Seluruh isi syringe kemudian dimasukkan ke dalam silinder

pencampur yang berisi 50 ml. larutan garam jenuh.

3) Tinja yang berada dalam silinder pencampur diaduk sampai

tercampur merata dengan cara menggerakkan alat pengaduk

secara pelan pelan naik turun.

4) Setelah tinja tercampu merata lalu tabung penyaring dimasukan ke

dalam silinder pencampur.

5) Larutan tinja yang telah tersaring kemudian diambil dengan

menggunakan pipet Pasteur.

6) Larutan tinja yang berada dalam pipet dimasukkan ke dalam kamar

penghitung telur cacing. Tabung penyaring diaduk pada setiap

pengisian kamar penghitung telur cacing. Morfologi telur

cacing/ookista koksidia yang ditemukan diidentifikasi dan dihitung

jumlahnya per gram (epg) (Thienpont, et al., 1979, Soulsby, 1982).

7) Cara penghitungan telur cacing

Alat penghitung telur Universal (Universal slide counting chamber)

berisi 4 kamar dan setiap kamar menampung 0.5 ml larutan. Setiap

kamar berisi 5 garis/strip vertical dan setiap kolom memiliki volume

0.1 ml. Dalam penghitungan telur cacing dapat dipergunakan kamar

atau strip tergantung pada derajat infeksi parasitnya (berat, sedang,

atau ringan). Penghitungan jumlah telur cacing per gram tinja

menggunakan angka pengenceran 1: 20 dan menggunakan 0.5 ml

larutan tinja, sehingga jumlah telur yang ditemukan dikalikan

dengan faktor 40 ( Whitlock et al.1980). Cara penghitungan telur

cacing secara rinci dapat dilihat pada table di bawah ini.

Page 42: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

39

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 1. Cara penghitungan telur cacing dengan Teknik Floatasi (UjiApung)

(Faecalmester Kit. Universal Slide. Pat. Pend. J. A. Whitlock & Co)

3.2.4. Pemeriksaan telur cacing trematoda dilakukan dengan metodaSedimentasi (Whitlock)

Prosedur pemeriksaan telur cacing trematoda secara ringkas sebagai

berikut:

1) Ke dalam syringe pengukur yang berukur 10 ml yang telah diisi air 9

ml, ditambahkan 1 gram tinja.

2) Seluruh isi syringe kemudian dimasukkan ke dalam silinder

pencampur yang berisi 50 ml. air.

3) Tinja yang berada dalam silinder pencampur diaduk sampai

tercampur merata dengan menggerakkan alat pengaduk secara

pelan pelan naik turun. Setelah tinja tercampur merata lalu tabung

penyaring khusus dimasukan ke dalan silinder pencampur sampai

batas leher silinder.

4) Cawan (flask) sedimentasi ditaruh dalam posisi terbalik diatas tabung

penyaring khusus. Selanjutnya cawan (flask) sedimentasi

0,1ml

0,2 ml 0,4ml

0,5ml

1,0 ml 2,0 ml (Ova)

Equines x 100 x50 Strongyles Sheep & goats x200 x100 x50 x40 Nematode

s Cattle x20 x10 Nematode

s Dog, pig, man x200 x100 x50 x40 Oocysts,

Nematodes,Cestodes

Counting strip 1 2 4 5 2c’bers

4 c’bers

Page 43: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

40

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

dipegang/ditekan dengan kedua tangan dan dibalik menghadap ke

atas.

5) Tabung penyaring khusus dipegang di dalam cawan (flask)

sedimentasi. Kemudian ditambahkan dengan 50.ml air ke dalam

cawan (flask) sedimentasi yang telah berisi larutan tinja dan

endapkan selama 6 menit.

6) Selanjutnya, dimasukkan secara pelan pelan plug ke dalam cawan

(flask) sedimentasi. Pegang plug kuat kuat dan balikkan (flask)

sedimentasi sehingga cairan supernatant terbuang. Tambahkan 50 ml

air bersih ke endapan dalam cawan (flask) sedimentasi, aduk dengan

baik dan kemudian endapkan kembali selama 6 menit.

7) Alat penahan (plug) larutan tinja dimasukkan secara pelan pelan ke

dalam cawan (flask) sedimentasi. Pegang plug kuat kuat dan

balikkan (flask) sedimentasi sehingga cairan supernatant terbuang

dan sisa endapan larutan tinja sebanyak 5 ml.

8) Air bersih sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam endapan, diaduk

dengan baik dan kemudian diendapkan kembali selama 6 menit.

9) Selanjutnya plug larutan tinja dimasukkan secara pelan pelan ke

dalam cawan (flask) sedimentasi. Pegang plug kuat kuat dan

balikkan flasksedimentasi sehingga cairan supernatant terbuang dan

sisa endapan sebanyak 5 ml.

10)Endapan tersebut ditambahkan 2 tetes larutan methylene blue 1%

dan diaduk hingga merata dengan pipet, lalu larutan tersebut segera

diisap dengan pipet Pasteur dan masukan ke dalam slide alat

penghitung telur . Telur diidentifikasi dan jumlah telur cacing dihitung

di bawah mikroskop dengan pembesaran lemah (40x). Morfologi telur

cacing yang ditemukan diidentifikasi dan dihitung jumlahnya per gram

(epg) (Thienpont, et al., 1979, Soulsby, 1982).Telur cacing Fasciola

sp. akan terlihat coklat keemasan dan telur Parampistomum

sp.terlihat bening /terang. Tabung penyaring diaduk pada setiap

pengisian kamar penghitung telur cacing.

Page 44: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

41

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Dalam penghitungan telur cacing dapat dipergunakan kamar atau strip

tergantung pada derajat infeksi parasitnya (berat, sedang, atau ringan).

Penghitungan jumlah telur cacing per gram tinja menggunakan angka

pengenceran 1: 5 dan menggunakan 0.5 ml larutan tinja, sehingga jumlah telur

yang ditemukan dikalikan dengan faktor 10 ( Whitlock et al.1980).

3.2.5 Analisis hasil dan statistik

Hasil uji dinyatakan positif apabila ditemukan satu atau lebih PGI pada satu

sampel yang diuji baik menggunakan uji apung maupun uji sedimentasi. Data

hasil pengujian dianalisis menggunakan excel untuk menghitung prevalensi

PGI, dan menggunakan chi-square untuk menghitung signifikansi perbedaan

hasil uji pada berbagai parameter/faktor yang diduga berpengaruh. Jika nilai P

> 0.05, artinya tidak berbeda nyata sementara jika P < 0.05 menunjukkan

perbedaaan yang nyata.

IV HASIL

Dalam kegiatan surveilans PGI pada ternak sapi dan kerbau di Provinsi Bali,

NTB dan NTT Tahun 2017, sebanyak 2.518 sampel feses telah diambil dan

diuji, 731 (29,03 %) diantaranya terinfestasi oleh satu atau lebih parasit

gastrointestinal. Jumlah sampel dari Provinsi Bali sebanyak 734, 249 (33,92%)

diantaranya positif PGI, dari Provinsi NTB 732 sampel diuji, 288 (39.34 %)

diantaranya positif dan dari Provinsi NTT 1052 sampel diuji, 194 (18,44 %)

diantaranya positif PGI. Dari 2.518 sampel feses yang diuji, 87 ekor berasal

dari ternak kerbau, sedangkan selebihnya berasal dari ternak sapi. Data hasil

uji selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan data hasil uji dan prevalensi

untuk masing-masing kabupaten di Provinsi Bali, NTB dan NTT berturut-turut

dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5.

Page 45: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

42

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 2. Prevalensi PGI di Provinsi Bali, NTB dan NTT Tahun 2017

Provinsi Negatif Positif Total Prev % 95 % CI

Bali 485 249 734 33.92 30.59 -37.42

NTB 443 288 732 39.34 35.87 -42.93

NTT 858 194 1052 18.44 16.21 -20.90

Total 1786 731 2518 29.03 27.29 -30.83

Keterangan: CI=confidence interval

Tabel 3. Prevalensi PGI di Provinsi Bali Tahun 2017

Kab/Kota Negatif Positif Total Prev. (%)

Badung 42 8 50 16

Bangli 77 23 100 23

Buleleng 105 49 154 31.82

Denpasar 16 4 20 20

Gianyar 17 23 40 57.5

Jembrana 58 33 91 36.26

Karang Asem 47 19 66 28.79

Klungkung 69 40 109 36.7

Tabanan 54 50 104 48.08

Total 485 249 734 33.92

Page 46: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

43

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 4. Prevalensi PGI di Provinsi NTB Tahun 2017

Kab/Kota Negatif Positif Total Prev. (%)

Bima 54 26 80 32.5

Dompu 51 39 90 43.33

Kota Bima 10 10 20 50

Lombok Barat 68 34 102 33.33

Lombok Tengah 64 37 101 36.63

Lombok Timur 91 28 119 23.53

Lombok Utara 41 29 70 41.43

Mataram 24 36 60 60

Sumbawa 34 26 60 43.33

Sumbawa Barat 7 23 30 76.67

Total 444 288 732 39.34

Page 47: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

44

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 5. Prevalensi PGI di Provinsi NTT Tahun 2017

Kab/Kota Negatif Positif Total Prev. (%)

Alor 48 3 51 5.88

Belu 36 14 50 28

Ende 55 6 61 9.84

Flores Timur 27 13 40 32.5

Kota Kupang 32 16 48 33.33

Kupang 41 9 50 18

Lembata 33 9 42 21.43

Malaka 66 6 72 8.33

Manggarai 47 3 50 6

Manggarai Barat 27 3 30 10

Manggarai Timur 45 5 50 10

Nagekeo 57 3 60 5

Ngada 40 10 50 20

Rote Ndao 55 6 61 9.84

Sabu Raijua 44 6 50 12

Sikka 30 10 40 25

Sumba Barat 28 22 50 44

Sumba Barat Daya 38 13 51 25.49

Sumba Tengah 15 15 30 50

Sumba Timur 31 9 40 22.5

Timor Tengah Selatan 54 12 66 18.18

Timor Tengah Utara 9 1 10 10

Total 858 194 1052 18.44

Page 48: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

45

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 6. Prevalensi parasite gastrointestinal pada berbagai parameter.

Parameter posjml

sampelPrev(%)

95% CI(%)

Chi-square p-value

Musim:

hujan 181 518 34.9431.00 -39.15 11.06 ,0.0000

kemarau 550 2000 27.5025.59 -29.50

Total 731 2518 29.0327.29 -30.83

Umur:

< 1 th 24 75 32.0022.54-43.21 0.313 0.58

> 1 th 691 2381 29.0227.23-30.88

Total 715 2456 29.1127.35 -30.94

iklimwilayah:

basah 413 1186 34.8232.16 -37.58 36.51 0.0001

kering 318 1332 23.8721.66 -26.24

Total 731 2518 29.0327.29 -30.83

sex :

betina 569 2000 28.4526.52 -30.47

jantan 151 481 31.3927.41 -35.67 1.63 0.2

Total 720 2481 29.0227.27 -30.84

Jenishewan :

sapi 704 2431 28.9627.19 -30.79

kerbau 27 87 31.0322.29 -41.38 0.76 0.68

Total 731 2518 29.0327.29 -30.83

Keterangan: CI = confident interval; prev= prevalensi

Page 49: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

46

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Seperti terlihat pada Tabel 6, Prevalensi PGI lebih tinggi terjadi pada musim

hujan dibandingkan dengan musim kemarau dan secara statistik nilai ini

berbeda nyata (Chi-sq: 11.6 P-value < 0,001), artinya terjadinya infestasi PGI di

musim hujan secara signifikan/nyata lebih besar dibandingkan dengan musim

kemarau. Demikian juga kondisi iklim wilayah berpengaruh nyata terhadap

prevalensi PGI dimana pada wilayah beriklim basah tingkat kejadian kasus

lebih tinggi dibandingkan dengan pada wilayah kering (Chi-sq 36.51; P-value

0.0001). Musim hujan diasumsikan terjadi mulai bulan November sampai

dengan Maret, sedangkan musim kemarau mulai April sampai dengan Oktober.

Yang dikategorikan sebagai wilayah dengan iklim basah dalam kegiatan

surveilans adalah Provinsi Bali dengan Pulau Lombok NTB, sedangkan wilayah

iklim kering adalah Pulau Sumbawa NTB dan wilayah Provinsi NTT.

Ada perbedaan prevalensi PGI pada umur < 1 th dan umur >= 1 tahun namun

secara statistic tidak berbeda secara signifikan (chi-sq= 0.313; P-value 0.58).

Demikian juga jenis kelamin dan jenis hewan nampak ada perbedaan

prevalensi, namun secara statistic tidak berbeda nyata. Pada hewan jantan

nampak lebih besar dibandingkan dengan hewan betina (Chi-square: 1.63 P-

value 0.2) dan prevalensi pada ternak kerbau nampak lebih tinggi dibandingkan

dengan hewan sapi (chi-sq 0.76; P-value 0.68).

Page 50: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

47

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 7. Jenis cacing yang ditemukan di Provinsi Bali, NTB dan NTTTahun 2017

Jenis-jenis parasit yang ditemukan di masing-masing provinsi disajikan pada

Tabel 7. Cacing Trematoda Paramphistomum sp merupakan parasit gastroin

intestinal yang paling banyak ditemukan di seluruh provinsi dengan prevalensi

12,23 %. Parasit berikutnya yaitu koksidia Eimeria sp (4,96%), cacing

nematode Ostertagia sp (4.17%) dan Cooperia sp (3.46%). Prevalensi PGI per

bulan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Grafik1. Prevalensi tertinggi tampak

terjadi pada Bulan April, dan terendah pada Bulan September.

Provinsi dan Prevalensi

Jenis cacingBALI(n=734

Prev(%)

NTB(n=732)

Prev(%)

NTT(n=1052)

Prev(%)

Total(n=

2518)

Prev.(%)

EPG/OPG

Bunostomum sp 1 0.14 0 0 2 0.19 3 0.12 40 - 80

Chabertia sp 10 1.36 6 0.82 19 1.81 35 1.39 40- 120

Cooperia sp 17 2.32 39 5.33 31 2.95 87 3.46 40- 3.600

Eimeria sp 60 8.17 29 3.96 36 3.42 125 4.96 40- 2.200

Fasciola sp 9 1.23 29 3.96 16 1.52 54 2.14 10-50

Haemonchus sp 1 0.14 0 0 0 0 1 0.04 80

Mecistocirrus sp 34 4.63 20 2.73 23 2.19 77 3.06 40- 1.000

Moniezia sp 0 0 2 0.27 1 0.1 3 0.12 160-2.000

Oesopagostomum sp

3 0.41 11 1.5 5 0.48 19 0.75 40 - 120

Ostertagia sp 21 2.86 48 6.56 37 3.42 106 4.21 40 - 360

Paramphistomumsp

96 13.08 167 22.81 45 4.28 308 12.23 10 - 370

Strongyloides sp 4 0.54 0 0 4 0.38 8 0.32 40

Toxocaravitulorum

0 0 0 0 6 0.57 6 0.24 40 - 520

Trichostrongylussp

8 1.09 1 0.14 7 0.67 16 0.64 40 - 80

Page 51: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

48

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 8. Prevalensi PGI di Provinsi Bali, NTB dan NTT per bulanTahun 2017

Bulan Negatif Positif Grand Total %

Februari 4 2 6 33.33

Maret 46 26 72 36.11

April 31 33 64 51.56

Mei 264 124 388 31.96

Juni 184 97 281 34.52

Juli 31 9 40 22.50

Agustus 235 64 299 21.40

September 575 153 728 21.02

Oktober 130 70 200 35.00

November 212 118 330 35.76

Desember 75 35 110 31.82

Grand Total 1787 731 2518 29.03

Gambar 1. Grafik Prevalensi PGI di Provinsi Bali, NTB dan NTT per bulanTahun 2017

Page 52: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

49

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

V. PEMBAHASAN

Kegiatan surveilans PGI di wilayah kerja BBVet Denpasar Tahun 2017 ini

dilakukan di seluruh kabupaten yang ada yaitu masing-masing 8

kabupaten/kota di Provinsi Bali, 9 kabupaten/kota di Provinsi NTB dan 22

kabupaten/kota di Provinsi NTT. Hal ini berarti bahwa seluruh kabupaten

dapat dipotret dan terwakili dalam hal kondisi PGI pada ternak sapi dan kerbau

pada Tahun 2017 ini.

Pada Tabel 2 disajikan prevalensi parasit gastrointestinal (PGI) di provinsi Bali,

NTB dan NTT yang menunjukkan angka masih cukup tinggi yaitu sebesar

29.03, namun terjadi penurunan apabila dibandingkan dengan tahun lalu yang

sebesar 33.96. Prevalensi PGI di Provinsi Bali, yaitu sebesar 33.92, kurang

lebih masih sama dengan tahun lalu yaitu 33,68 % (Arsani, et al, 2017).

Prevalensi PGI di Provinsi NTB dan NTT, masing-masing 39,34 % dan 18,44

%. Apabila dibandingkan dengan tahun lalu, prevalensi PGI di Provinsi NTB

terjadi peningkatan, sedangkan di Provinsi NTT terjadi penurunan. Tahun lalu

prevalensi PGI di Provinsi NTB dan NTT berturut-turut yaitu 37.82 % dan 28,01

% (Arsani, et al., 2017).

Terjadinya penurunan prevalensi di Provinsi Bali kemungkinan karena adanya

kesadaran masyarakat atau adanya program dari pemerintah dalam hal

kegiatan pencegahan dengan memberikan obat cacing pada ternak yang

dipelihara. Tingginya prevalensi PGI di Bali dan NTB dibandingkan dengan

NTT diduga berkaitan juga dengan keadaan alam yang cukup berbeda dimana

Bali dan NTB relativ lebih basah dibandingkan dengan NTT.

Page 53: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

50

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Seperti terklihat pada table 6., Iklim wilayah juga berpengaruh dimana pada

wilayah basah prevalensi lebih tinggi daripada iklim wilayah yang kering dan

secara statistic berbeda sangat signifikan. Kategori wilayah basah dalam hal

ini merupakan wilayah Provinsi Bali dan Pulau Lombok NTB, sedangkan iklim

kering meliputi wilayah Pulau Sumbawa NTB dan seluruh wilayah Provinsi

NTT. Kondisi yang basah dan lembab seperti diketahui merupakan tempat

yang ideal bagi perkembangbiakan parasit.

Pengaruh musim terhadap prevalensi PGI, dimana prevalensi PGI secara

signifikan lebih besar pada saat musim hujan disebabkan oleh suhu yang lebih

rendah dan meningkatnya kelembapan udara disamping adanya ketersediaan

air yang cukup di alam yang berperan dalam mendukung perkembangan siklus

hidup cacing. Musim hujan menyediakan kondisi lingkungan yang mendukung,

daya tetas telur, sintasan dan daya tahan larva di alam (fase free living), serta

membantu dispersi tahap infektif.

Seperti diketahui bahwa siklus hidup cacing nematoda, memerlukan kondisi

suhu dan kelembaban tertentu di alam. Telur cacing yang keluar melalui

kotoran hewan kemudian menetas dan berkembang melalui tahap larva

pertama (L1) dan kedua (L2) menjadi larva infektif (L3). Keberhasilan dan

kecepatan perkembangan ini tergantung pada kondisi cuaca, khususnya

kehangatan dan kelembaban, dan memerlukan minimal 4 hari dan jarang lebih

dari 10 hari. Persyaratan suhu bervariasi untuk setiap jenis cacing, namun

sebagian besar membutuhkan sekitar 15 mm hujan selama beberapa hari

(namun juga bergantung pada tingkat penguapan) untuk memberi kelembaban

yang cukup bagi perkembangan selanjutnya. L3 meninggalkan kotoran yang

bergerak ke padang rumput dan tanah, jarang lebih dari 25 cm dari tempat

mereka disimpan di kotoran. Gerakan menggeliat L3 ke padang rumput dan

tanah memerlukan media air (dari embun, kabut atau hujan) ke daun dan

batang rumput (dan kurang umum ke dalam tanah). Sebagian besar L3

terkonsentrasi di dekat dasar padang rumput, jarang lebih tinggi dari 10 cm

(Anonimus, 2015). Di bawah kondisi yang sangat panas dan kering, larva akan

Page 54: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

51

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

kering dan mati dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Demikian juga

siklus hidup cacing Trematoda memerlukan air dalam siklus hidupnya karena

adanya peranan siput yang hidup di air sebagai inang perantara.

Perbedaan yang prevalensi Helminthiasis yang signifikan lebih tinggi pada

musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau juga ditemukan pada studi

yang dilakukan oleh Winarso et al (2015) pada sapi potong di Bojonegoro Jawa

Timur. Prevalensi total infeksi nematoda saluran pencernaan dilaporkan

sebesar 50.95% (selang 44.91% hingga 56.99%) di musim kemarau dan

meningkat menjadi 67.78% (selang 62.21% hingga 73.35%) di musim hujan.

Prevalensi PGI yang secara signifikan lebih besar terjadi pada saat musim

hujan dapat menjadi petunjuk bahwa program pemberian obat cacing pada

kelompok ternak yang rentan sebaiknya diberikan sebelum musim hujan

sehingga pencegahan dan pengendalian PGI akan lebih efektif.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan1. Prevalensi Parasit gastrointestinal pada ternak sapi dan kerbau di

Provinsi Bali, NTB dan

NTT pada Tahun 2017 sebesar 29.03 %.

2. Musim hujan dan iklim wilayah yang basah merupakan factor risiko

munculnya kasus PGI.

6.2 Saran-saran1. Untuk mencegah parasit gastrointestinal (PGI) dapat dilakukan dengan

cara menerapkan tata cara beternak yang baik termasuk menjaga

kebersihan kandang, memutus siklus hidup vektor yang berperan

sebagai penular parasit dan memberikan obat cacing atau anti parasit

lainnya pada kelompok ternak yang diduga tertular.

Page 55: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

52

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

2. Karena musim hujan merupakan faktor risiko meningkatnya prevalensi

PGI, maka disarankan pemberian obat cacing sebagai pencegahan

minimal dilakukan sekali setahun sebelum musim hujan tiba.

Ucapan Terimakasih

Terimakasih kami ucapkan kepada Ka BBVet Denpasar atas dukungan dana

dan kebijakannya dalam pelaksanaan surveilans dan kepada semua pihak

yang telah membantu dalam proses surveilans. Ucapan terima-kasih juga kami

sampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan/yang menangani fungsi

peternakan beserta jajarannya di seluruh Provinsi Bali, NTB dan NTT atas

kerjasamanya yang baik sehingga kegiatan surveilans dapat berjalan dengan

lancar.

Daftar Pustaka

Anonimous, 2013. Data Sensus Pertanian 2013. Badan Pusat Statistik RepublikIndonesia.www.bpps.go.id

Anonimous, 2014. Kondisi geografis Nusa Tenggara Barat. http://www.ntbprov.go.id/hal-kondisi-geografis-nusa-tenggara-barat.html#ixzz4VWhBMpaZ

Anonimous, 2015. Nusa Tenggara Barat dalm Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi NusaTenggara Barat. http://ntb.bps.go.id/webs/pdf_publikasi/Nusa-Tenggara-Barat-Dalam-Angka-2015.pdf

Anonimous, 2016. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ditjen PDT. www.ditjenpdt.kemendesa.go.id

Anonimous b. 2016. Bali. https://id.wikipedia.org/wiki/Bali.

Anonimus, 2008b.The epidemiology of helmintparasites.http:// www.ilri.org/Info Serv/ Webpub/Fulldocs /X5492e /x5492e04.htl 07 Juni 2008]

Arsani, N.M., Saraswati NKH, Sutawijaya IGM, dan Yunanto (2017). Laporan SurevilansParasit Gastrointestinal pada Ternak Sapid an Kerbau di Provinsi Bali, Nusa TenggaraBarat dan Nusa Tenggara Timur Tahun 2016. Balai Besar Veteriner Denpasar.

BPS, 2016. Populasi Sapi Potong menurut Provinsi, 2009-2016 dan Populasi Kerbau menurutProvinsi, 2009-2016.http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/24#subjekViewTab3|accordion-daftar-subjek3

Estuningsih,SE. 2004. Perbandingan antara uji ELISA-Antibodi dan Pemeriksaan Telur Cacinguntuk Mendeteksi Infeksi Fasciola gigantica pada sapi. Jurnal Ilmu Ternak danVeteriner, Volume 9 Nomor1hal.55-60

Page 56: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

53

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Gunawan M., 1984 Pengaruh Pengobatan Neoascari Vitulorum dengan Piperazin Citrat padapedet Sapi Bali di Provinsi Bali. Bulletin Veteriner. Balai Penyidikan PenyakitHewan Wilayah VI Denpasar, Ed. Mei, Vol. 1 No. 5

Martin, W., Meck, A.H., Willeberg, P., 1987. Principles and Methods Veterinary Epidemiology,IOWA State University Press/ames.USA

Mastra.K. 2006 Prevalensi Antibodi Terhadap Fasciolosis pada sapi bali di Provinsi Bali.Buletin Veteriner.Denpasar. Ed.Desember , Vol. XVIII, No.69.

Purwanta, Ismaya NRP, & Burhan, 2006. Penyakit cacing hati (Fascioliasis) pada Sapi Bali diperusahaan daerah rumah potong hewan (RPH) kota Makassar. J. Agrisistem 2 (2):63-69.

Soulsby,E.J.C.1982 Helminth, Arthropods,and Protozoa of Domesticated Animals. 7th.edP.51, 52

Suratman, Enggis Tuherkih, dan Joko Purnomo (2003). Potensi Lahan Untuk PengembanganTernak Ruminansia Berdasarkan Karakteristik Biofisik Lahan Di Propinsi NusaTenggara Barat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. PuslitbangPeternakan, Bogor

Thienpont, D., F. Rochette,O.F.J. Vanparijs, 1979. Diagnosing Helminthiasis TroughCoprological Examination , Janssen Research Foundation

Winarso, A., Satrija,F., Ridwan, Y., (2015) Pengaruh Klimat terhadap Infeksi NematodaSaluran Pencernaan pada Sapi Potong di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi JawaTimur. Jurnal Kajian Veteriner, Volume 4.

Page 57: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

54

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS PENYAKIT SURRA/TRYPANOSOMIASISPADA TERNAK DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN

NUSA TENGGARATIMUR TAHUN 2017

Ni Made Arsani, Ni Ketut Harmini Saraswati, IGM Sutawijaya, Yunanto

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Surveilans penyakit Surra/Trypanosomiasis telah dilakukan di provinsi Bali, NusaTenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur ( NTT) pada Tahun 2017 denganmengambil dan menguji sampel ulas darah sapi, kerbau dan kuda. Sebanyak 2.081sampel ulas darah berhasil diambil, masing-masing berasal dari Provinsi Balisebanyak 404 sampel, dari NTB 751 sampel dan dari NTT sebanyak 926 sampel.Seluruh sampel diuji dengan teknik pewarnaan giemsa dan mikroskopik. Dari seluruhsampel yang diuji, 11 sampel (0,53%) diantaranya positif Trypanosoma sp. PrevalensiTrypanosomiasis hampir sama di semua provinsi yaitu 0,5 % di Provinsi Bali, 0,53 %di NTB dan 0,54 % di NTT. Trypanosoma sp masing-masing ditemukan pada sapi diKabupaten Jembrana, Provinsi Bali, pada kuda di Kabupate Bima dan Sumbawa,NTB, serta di Kabupaten Sumba Barat NTT

Kata kunci: Surra, Trypanosomiasis, pewarnaan giemsa, Bali, NTB, NTT

I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit hewan menular strategis yang masih menjadi masalah di

wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar adalah penyakit

Surra/Trypanosomiasis. Trypanosoma merupakan salah satu dari beberapa

parasit darah yang umum menyerang ternak besar. Parasit darah lainnya

antara lain adalah Theileria, Babesia dan Anaplasma. Di Provinsi Bali dan

NTB, parasit Trypanosoma ini ditemukan di beberapa lokasi peternakan

namun belum pernah dilaporkan terjadi wabah. Di Provinsi Bali, pada Tahun

2014, 4 sampel (0,55%) dinyatakan positif trypanosomiasis dari 728 sampel

yang diuji. Berbeda dengan di Provinsi NTT, penyakit surra ini pernah

menimbulkan wabah kematian ternak kuda, sapi dan kerbau pada Tahun 2010.

Page 58: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

55

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Kasus terus berlanjut sampai tahun 2012, dan menyebar ke seluruh kabupaten

di pulau Sumba. Setelah dilakukan tindakan pengendalian melalui pengobatan

pada ternak sakit dan pengendalian lalat sebagai vector mekanik serta

pembatasan lalu lintas ternak, jumlah kematian cenderung menurun. Pada

Tahun 2013, hasil surveilans BB-Vet Denpasar menunjukkan pevalensi Surra

di Pulau Sumba rata-rata 0,42 %. Pada Tahun 2014, surveilans BB-Vet

Denpasar menunjukkan hasil yang negative pada seluruh sampel

(369 sampel) yang diuji yang berasal dari Pulau Sumba. Hasil positif

trypanosomiasis ditemukan pada sampel yang berasal dari Kabupaten Belu.

Hal ini menunjukkan bahwa surra/trypanosomiasis masih terjadi secara

sporadik di beberapa wilayah kerja BB-Vet Denpasar. Pada Tahun 2015,

1 sampel positif (0.6%) dari 170 sampel yang diuji ditemukan di Kabupaten

Sumba Barat Daya (Mastra et al., 2015).

Pada Tahun 2016, 12 dari 2.373 (0,51%) sampel yang diuji positif

Trypanosomiasis. Trypanosomiasis ditemukan di Jembrana Bali, Dompu, Bima

dan Sumbawa NTB, sedangkan parasit darah lainnya yaitu Theileriosis terjadi

di Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara NTT.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kegiatan surveilans tetap perlu

dilakukan untuk mengetahui situasi dan distribusi surra/trypanosomiasis terkini

agar dapat segera diambil tindakan apabila ditemukan hasil positif.

1.2. Rumusan Masalah1.1.1.Penyakit Surra/Trypanosomiasis diduga masih terjadi di beberapa

wilayah di Provinsi Bali, NTB dan NTT. Secara ekonomi penyakit ini

sangat merugikan peternak karena dapat menurunkan produktivitas,

dan bahkan dapat menimbulkkan kematian. Disamping itu juga

menjadi penghambat dalam perdagangan ternak bibit.

1.1.2.Ketersediaan data situasi dan distribusi penyakit Surra

/trypanosomiasis di Provinsi Bali, NTB dan NTT perlu terus diupdate

sehingga penanganan penyakit dapat dilakukan secara dini.

Page 59: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

56

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1.3 Tujuan1.3.1. Surveilans ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit

Surra/Trypanosomiasis di Provinsi Bali, NTB dan NTT Tahun 2017.

1.3.2.Hasil surveilans dimaksudkan untuk memberikan gambaran

pemetaan penyakit tersebut kepada pengambil kebijakan agar dapat

diambil langkah langkah pencegahan dan pengendalian yang efektif

sehingga tingkat kematian ternak dapat ditekan dan produktrivitas

ternak dapat ditingkatkan.

1.4. Output1.4.1.Tersedianya informasi tentang situasi dan distribusi penyakit Surra

/Trypanosomiasis sehingga upaya pencegahan dan pengendalian

yang dilakukan dapat lebih dini dan lebih terarah.

1.4.2.Dengan penanganan yang cepat maka peluang terbebasnya ternak

dari penyakit Surra /Trypanosomiasis akan lebih besar. Dengan

demikian diharapkan terjadi penurunan kematian dan peningkatan

produktivitas dan reproduktivitas pada ternak serta tidak adanya

hambatan dalam perdagangan ternak bibit karena bebas dari

penyakit Surra. Hal ini akan berdampak positif pada pendapatan

peternak sehingga diharapkan peternak akan menjadi bertambah

bergairah untuk beternak.

II. MATERI DAN METODE

2.1. Materi:a) Sampel

Sampel yang diperlukan untuk uji surra/trypanosomiasis adalah

darah/ulas darah.

b) Bahan Uji dan bahan pengambilan sampel:- Methanol 2.5 Ltr,

Page 60: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

57

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

- Giemza 500ml,

- Alkohol 70% dan kapas

- Vitamin komplek

, c) Alat Uji dan pengambilan sampel:- Tube venojek dengan EDTA 10 ml,

- glass slide

- cover glass

- jarum

- handle venojek

- kapas

- alat pelindung diri (PPE)

- mikroskop

2.2 Metode2.2.1. Metode surveilans

Kegiatan surveilans dilakukan untuk mengetahui prevalensi penyakit

surra/trypanosomiasis, menggunakan survey representative yaitu

suatu teknik mengambil sampel dari sebagian populasi yang mewakili

populasi sasaran yang lebih luas untuk mengumpulkan informasi

khusus mengenai keseluruhan informasi tersebut (Anon., 2014)

1) Penentuan sampel sizeKarena surveilans bertujuan untuk mengetahui tingkat prevalensi

penyakit, maka sampel size dihitung dengan menggunakan

rumus:

n = 4 pq/L2Keterangan:

n = jumlah sampel

p = asumsi prevalensi

q = 1 – p

L = galat

Page 61: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

58

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Apabila asumsi prevalensi yang digunakan = 1 %, dan galat yang

dinginkan 0,05, maka sampel yang diambil :

n = (4x0,01 x0,99)/0,052 = 15,84 dibulatkan menjadi 16

Karena metode sampling yang digunakan adalah multistage

random sampling, maka untuk meningkatkan precisi nilai n dapat

dikalikan 3 – 5 kali (Martin et al, 1987). Pada kegiatan surveilans

ini, n dikalikan 5 kali sehingga jumlah sampel yang diambil adalah

80. Penghitungan dengan rumus tersebut dilakukan untuk masing-

masing provinsi. Untuk penyakit Surra, asumsi prevalensi yang

digunakan di Provinsi Bali, NTB dan NTT sama, yaitu 1 %.

Dengan demikian maka jumlah sampel yang diambil di Provinsi

Bali, NTB dan NTT masing-masing adalah 80 sampel. Semakin

meningkat jumlah sampel, presisinya akan bertambah baik.

2) Populasi TargetPopulasi target yaitu ternak sapi, kerbau dan kuda di Provinsi Bali,

NTB dan NTT. Pada tingkat peternak, semua sapi, kerbau dan

kuda memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel

karena tidak ada pemilihan sampel berdasarkan umur, jenis

kelamin maupun cara pemeliharaan ternak.

3) Penentuan lokasi samplingLokasi sampling di Provinsi Bali, NTB dan NTT adalah di seluruh

kabupaten/kota se-Bali, NTB dan NTT. Dalam pelaksanaan

surveilans, pengambilan sampel untuk pengujian

Surra/Trypanosomiasis dilakukan secara terpadu dengan kegiatan

surveilans parasit gastrointestinal atau penyakit lainnya.

2.2.2. Metode pengambilan sampel darah dan pembuatan ulas darah

Page 62: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

59

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Darah diambil melalui vena jugularis menggunakan tabung venojek

atau dengan antikoagulan (EDTA). Sampel ulas darah dibuat dengan

membuat smear darah pada glass slide darah dari masing-masing

hewan.

Cara pembuatan ulas darah: teteskan setetes darah diujung glass

slide. Dengan menggunakan ujung glass slide lainnya, sentuh tetes

darah tersebut kemudian dorong kedepan dengan sudut kemiringan

kira kira 30-40 derajat. Ulas darah yang dibuat diberi kode dengan

pensil, selanjutnya difiksasi dengan methanol selama 3-5 menit dan

dikeringkan. Apabila tidak dimungkinkan dilakukan di lapangan,

fiksasi masih dapat dilakukan di laboratorium.

Disamping pengambilan darah dan ulas darah juga dilakukan

wawancara untuk mengetahui identitas hewan dan data pendukung

lainnya.

2.2.3. Pemeriksaan LaboratorisIdentifikasi agen penyakit dilakukan secara mikroskopik dengan

teknik pewarnaan Giemsa. Sampel ulas darah yang sudah difiksasi,

kemudian dikeringkan dan diwarnai dengan larutan giemsa 10 %

selama 30-45 menit. Ulas darah diperiksa di bawah mikroskop

dengan pembesaran 1000 kali. Dengan pembesaran tersebut sudah

dapat dilihat morfologi Trypanosoma evansi dengan ciri yang dimiliki

yaitu membrans undulans dan flagellum.

Page 63: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

60

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Agen PenyebabPenyakit Surra / Trypanosomosis merupakan penyakit hewan menular

(PHM) strategis yang telah lama dikenal dan tersebar luas di Indonesia.

Penyakit ini disebabkan oleh Trypanosoma evansi. Parasit darah ini dapat

menyerang berbagai jenis hewan dengan manifestasi klinis yang bervariasi

tergantung tingkat kepekaan masing – masing jenis hewan. Kuda, unta

dan anjing merupakan hewan yang paling rentan. Kuda sangat peka

terhadap infeksi T. evansi, dan penyakit biasanya berlangsung akut,

sedangkan kerbau dan sapi relatif lebih tahan dari serangan penyakit dan

umumnya bersifat kronis.

Namun dalam kondisi tertentu, surra pada ternak sapi dan kerbau dapat

pula bersifat perakut dan mewabah apabila terjadi pada hewan yang

mengalami stress karena dipekerjakan terlampau berat, kondisi iklim dan

cuaca yang buruk, kekurangan pakan dan gizi ( Levine 1973;

Soulsby,1982) dan hewan sebelumnya tidak pernah terpapar atau berada

di lingkungan yang sebelumnya bebas dari agen parasit darah.

Penularan penyakit Surra erat kaitannya dengan transportasi ternak atau

lalu lintas ternak baik nasional maupun internasional. Penyebarannya

terjadi secara sporadik yang artinya penyakit Surra dapat muncul kapan

saja tergantung kondisi lingkungan, imunitas (kekebalan tubuh) hewan dan

populasi lalat (vektor) .

Kerugian ekonomi dapat berupa pertumbuhan tubuh yang lambat,

penurunan produksi susu, hewan tidak mampu dipekerjakan optimal di

sawah, penurunan kesuburan dan abortus serta kematian. Kerugian

ekonomi di benua Asia akibat penyakit ini di laporkan US$ sebesar 1,3

milliar dan dalam skala nasional diperkirakan mencapai US$ 22,4 juta

Page 64: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

61

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

pertahun. Analisis ini belum memperhitungkan biaya paramedik,

pengobatan, pencegahan pada ternak termasuk biaya pengendalian vektor,

sehingga kerugian ekonomi tersebut dapat melebihi dari hasil perhitungan

di atas (Anonymous, 2012). Karena sifatnya yang sangat menular maka

penyakit tersebut dinyatakan sebagai salah satu Penyakit Hewan Menular

Strategis (PHMS) melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor

4026/Kpts/OT.140/04/2013.

3.2. Penularan PenyakitPenularan penyakit Surra terjadi dari hewan sakit ke hewan sehat, baik

dari hewan ternak maupun dari satwa liar. Penularan penyakit secara

tidak langsung yaitu melalui gigitan lalat pengisap darah yang bertindak

sebagai vektor mekanik yang sangat potensial. Kejadian penyakit Surra

pada suatu pulau/wilayah suatu peternakan biasanya terjadi akibat

masuknya hewan penderita stadium awal yang tidak terdeteksi secara

klinis dari daerah tertular ke daerah bebas (Soulsby,1982).

3.3. Sejarah Penyakit di IndonesiaSecara historis, penyakit Surra pernah mewabah dibeberapa daerah di

Indonesia. Kasus pertama kali dilaporkan oleh Penning pada tahun 1897

terjadi pada seekor kuda di Semarang, kemudian pada tahun 1898

penyakit sura mewabah di Keresidenan Tegal, Provinsi Jawa Tengah

menyebabkan kematian kerbau sebanyak 500 ekor dari 7000 populasi.

Dalam tahun 1900-1901 terjadi wabah sura pada sapi di Karesidenan

Pasuruan Jawa Timur. Kemudian kejadian wabah Surra terulang

berturut-turut di Jawa Tengah pada tahun 1968, di Flores, Provinsi Nusa

Tenggara Timur pada Tahun 1971, di Nusa Tenggara Barat tahun 1974

dan di Madura Provinsi Jawa Timur Tahun 1988. Setelah itu, penyakit

Surra dilaporkan hanya terjadi berupa letupan kasus secara sporadis di

beberapa daerah di Indonesia.

Page 65: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

62

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

3.4 Gejala KlinisGejala umum meliputi demam, keluar getah radang dari hidung dan mata,

selaput lendir terlihat menguning, lesu, lemah, nafsu makan berkurang,

anemia, kurus, bulu rontok, busung daerah dagu dan anggota gerak, jalan

sempoyongan, kejang dan berputar-putar (mubeng) dan bahkan dapat

terjadi kematian. Di beberapa daerah, ternak mungkin terkena infeksi

tetapi tidak terlihat adanya gejala.

3.5. Diagnosis di LaboratoriumDiagnosis surra yang cepat pada hewan sangat diperlukan dalam upaya

penanganan hewan tersangka . Di negara-negara maju metode diagnosis

telah dikembangkan dengan baik sehingga sangat membantu upaya

penanggulangan dan pencegahan surra di negara tersebut. Namun, di

negara-negara berkembang, pengembangan metode diagnosis masih

dihadapkan pada berbagai kendala seperti terbatasnya fasilitas dan

sumber daya yang ada. Uji cepat Surra biasanya dilakukan dengan

membuat sediaan ulas darah dari hewan tersangka di atas gelas obyek

dan pewarnaan Giemza untuk menemukan Trypanosoma evansi secara

mikroskopis. Berdasarkan petunjuk dari OIE (2010), untuk lebih

memastikan diagnosis dapat dilakukan isolasi, atau dengan melakukan

pemeriksaan darah menggunakan teknik mikrohematocrit

(Microhaematocrite Centrifugation Technique).

IV. HASIL

Pada Tahun 2017, telah berhasil diambil dan diuji 2.081 sampel ulas darah

yang masing-masing berasal dari Provinsi Bali sebanyak 404 sampel, dari NTB

751 sampel dan dari NTT sebanyak 926 sampel. Dari seluruh sampel yang

diuji, 11 (0.53%) diantaranya positif Trypanosoma sp. Prevalensi

Trypanosomiasis hampir sama di masing-masing provinsi, yaitu Provinsi Bali

0,50 %, NTB 0,53 % dan dan NTT 0,54 %. Data selengkapnya dapat dilihat

pada Tabel 1.

Page 66: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

63

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 1. Hasil Uji Trypanosomiasis pada Hewan di Provinsi Bali, NTB danNTT Tahun 2017

Seperti terlihat pada Tabel 2, Sampel ulas darah diambil dari seluruh

kabupaten di Provinsi Bali, dengan kisaran 9-148 sampel. Sampel terbanyak

berasal dari Kabupaten Jembrana karena selain berasal dari peternak, sampel

juga diambil dari ternak sapi milik BPTU HPT. Sampel yang positif hanya

berasal dari sapi milik BPTU HPT sebanyak 2 ekor (1,33 %) dari 148 sampel

yang diambil dan diuji.

Seperti halnya di Provinsi Bali, sampel di NTB berasal dari seluruh

kabupaten/kota dengan kisaran 20 – 238 sampel. Sampel yang positif berasal

dari dua kabupaten yaitu Kabupaten Bima dan Sumbawa. Dari Kabupaten

Bima, 1 sampel (0,83%) positif dari 120 sampel yang diuji, sedangkan dari

Kabupaten Sumbawa 3 sampel (1,24%) positif dari 238 sampel yang diambil

dan diuji. Sampel yang positif seluruhnya berasal dari hewan kuda.

Tabel 2. Hasil Uji Trypanosomiasis pada Hewan di Provinsi BaliTahun 2017

Kab/Kota Negatif Positif Grand Total Prev. (%)Badung 23 0 23 0.00Bangli 30 0 30 0.00Buleleng 112 0 112 0.00Denpasar 16 0 16 0.00Gianyar 11 0 11 0.00Jembrana 148 2 150 1.33Karang Asem 9 0 9 0.00Klungkung 41 0 41 0.00Tabanan 12 0 12 0.00Total 402 2 404 0.50

Provinsi Negatif Positif Grand Total Prev. (%)BALI 402 2 404 0.50NUSA TENGGARA BARAT 747 4 751 0.53NUSA TENGGARA TIMUR 921 5 926 0.54Grand Total 2070 11 2081 0.53

Page 67: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

64

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 3. Hasil Uji Trypanosomiasis pada Hewan di Provinsi NTBTahun 2017

No Kab/Kota Negatif Positif Grand Total Prev. (%)1 Bima 119 1 120 0.832 Dompu 90 0 90 0.003 Kota Bima 20 0 20 0.004 Lombok Barat 36 0 36 0.005 Lombok Tengah 40 0 40 0.006 Lombok Timur 103 0 103 0.007 Lombok Utara 20 0 20 0.008 Mataram 40 0 40 0.009 Sumbawa 238 3 241 1.2410 Sumbawa Barat 41 0 41 0.00

Total 747 4 751 0.53

Pada Tabel 4. Dapat dilihat seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTT menjadi

lokasi sampling dalam kegiatan surevilans Trypanosomiasis/Surra pada Tahun

2017 ini. Hal ini dapat dilakukan karena terintegrasi dengan kegiatan UPSUS

SIWAB. Sampel yang diambil dari masing-masing kabupaten/kota berkisar

antara 20 – 60 sampel. Sampel yang positif Trypanosoma hanya berasal dari

Kabupaten Sumba Barat, sebanyak 5 (10 %) sampel positif dari 45 sampel

yang diuji. Data selengkapnya mengenai Trypanosomiasi yang terjadi pada

hewan di Provinsi Bali, NTB dan NTT dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Hasil Uji Trypanosomiasis pada Hewan di Provinsi NTTTahun 2017

No Kab/Kota Negatif Positif Total Prev. (%)1 Alor 20 0 20 0.002 Belu 20 0 20 0.003 Ende 60 0 60 0.004 Flores Timur 60 0 60 0.005 Kota Kupang 41 0 41 0.006 Kupang 22 0 22 0.007 Lembata 60 0 60 0.008 Malaka 42 0 42 0.009 Manggarai 60 0 60 0.0010 Manggarai Barat 31 0 31 0.0011 Manggarai Timur 50 0 50 0.0012 Nagekeo 60 0 60 0.0013 Ngada 30 0 30 0.0014 Rote Ndao 30 0 30 0.00

Page 68: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

65

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

15 Sabu Raijua 50 0 50 0.0016 Sikka 50 0 50 0.0017 Sumba Barat 45 5 50 10.0018 Sumba Barat Daya 20 0 20 0.0019 Sumba Tengah 60 0 60 0.0020 Sumba Timur 50 0 50 0.0021 Timor Tengah Selatan 30 0 30 0.0022 Timor Tengah Utara 30 0 30 0.00

Total 921 5 926 0.54

Tabel 5. Identitas ternak yang positif Trypanosoma sp. di Provinsi Bali,NTB dan NTT Tahun 2017

V. PEMBAHASAN

Pada Tahun 2017 ini, seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali, NTB dan NTT

menjadi lokasi sampling untuk kegiatan surveilans Trypansoma/Surra ini. Hal ini

berarti setiap kabupaten dapat terwakili. Seperti terlihat pada Tabel 1, 2, 3 dan

4, Trypanosomiasis terjadi secara sporadis di beberapa wilayah kabupaten di

Provinsi Bulan Kabupaten Kecamatan Desa Hewan Sex Umur(th)

NTB Juni Sumbawa Moyo Hilir OLATRAWA Kuda betina 15

NTB Agustus Bima Palibelo PANDA Kuda jantan 1.5

NTB Agustus Sumbawa Moyo Hilir OLATRAWA Kuda betina 6

NTB Agustus Sumbawa Empang BOAL Kuda - -

NTT November SumbaBarat Loli BALI

LEDO Kuda betina 6

NTT December SumbaBarat Loli BALI

LEDO Kuda jantan 4

NTT January SumbaBarat Loli BALI

LEDO Kuda betina 6

NTT February SumbaBarat Loli BALI

LEDO Kuda jantan 6

NTT March SumbaBarat Loli BALI

LEDO Kuda jantan 6

BALI December Jembrana Batuagung Jembrana Sapi - -BALI December Jembrana Batuagung Jembrana Sapi -

Page 69: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

66

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Provinsi Bali, NTB dan NTT. Untuk Provinsi Bali, kejadian Trypanosomiasis

terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu dari Desa Batuagung, Kecamatan

Jembrana. Pada Tahun 2015 di Kabupaten Jembrana ditemukan 5 ekor sapi

(1,6%) yang terinfestasi Trypanosoma dari 306 sapi yang diperiksa (Mastra et

al, 2016, sedangkan tahun 2016, 3 sapi (0,87%) yang positif Trypanosmiasis

dari 344 sapi yang diperiksa yang berasal dari kabupaten yang sama yaitu

Kabupaten Jembrana (Arsani et al, 2017). Pada tahun 2017 ini 2 sapi (0.5%)

positif Trypanosoma dari 404 sapi yang diperiksa. Hal ini berarti bahwa agen

penyakit ini masih ada di sekitar wilayah peternakan di Kabupaten Jembrana.

Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit ini perlu dilakukan pengendalian

vektor lalat yang berperan sebagai vektor mekanik.

Demikian juga di Provinsi NTB, jika tahun lalu Trypanosomiasis terjadi di

Kabupaten Bima, Dompu dan Sumbawa dengan prevalensi berturut-turut 1.32

%, 0.52 % dan 5.81 % (Arsani, et al, 2017), maka tahun ini terjadi lagi di

Kabupaten Bima dan Sumbawa. Di dua kabupaten tersebut hampir setiap tahun

ditemukan kasus parasit darah ini. Untuk mencegah penularan dan

penyebarannya, perlu perhatian yang lebih serius dari pemangku kebijakan

untuk melakukan pengendalian vektor lalat dan juga melakukan pembatasan

lalu lintas ternak.

Di Provinsi NTT, tahun lalu tidak ditemukan penyakit ini namun tahun ini

muncul lagi di Kabupaten Sumba Barat. Seperti diketahui Pulau Sumba pernah

terjadi wabah Surra pada Tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Setelah itu

kasus berhasil dikendalikan. Namun menurut keterangan petugas dinas

Peternakan (komunikasi pribadi) kasus di lapangan masih tetap terjadi

terutama pada hewan kuda, namun jarang dilaporkan oleh masyarakat

terutama yang lokasinya sangat jauh dari pusat layanan kesehatan hewan.

Trypanosomiasis yang ditemukan sebagian tidak menunjukkan gejala klinis

yang jelas sedangkan sebagian lain menunjukkan gejala seperti kekurusan,

Page 70: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

67

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

pucat dan lemah. Tersedianya obat anti parasit darah/surra mutlak diperlukan

agar penanganan kasus dapat dilakukan dengan cepat. Laporan yang cepat

dari peternak tentu sangat berperan penting dalam hal ini sehingga tidak

terjadi keterlambatan dalam pengobatan dan penanganan penyakit.

Kejadian Trypanosmoiasis dan parasit darah lainnya seperti Theileriosis tidak

terlepas dari keberadaan vektor lalat sebagai vektor mekanik. Oleh sebab itu,

untuk mencegah terjangkitnya penyakit ini, menjaga kebersihan kandang dan

mengendalikan vektor merupakan langkah yang perlu dilakukan oleh

peternak. Pengawasan lalu-lintas ternak juga perlu mendapat perhatian untuk

meminimalisasi penyebaran penyakit.

VI. KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan1. Pada kegiatan surveilans Trypanosoma/Surra di Provinsi Bali, NTB dan

NTT

ditemukan adanya Trypanosoma sp dengan prevalensi sebesar 0.53%.

2. Trypanosoma ditemukan pada hewan sapi di Provinsi Bali, dan pada

hewan kuda di Provinsi NTB dan NTT

6.2 Saran

1. Pencegahan dan pengendalian penyakit Surra/Trypanosomiasis perlu terus

dilakukan salah satunya dengan cara pengendalian lalat sebagai vektor

mekanik yang berperan dalam penyebaran penyakit.

2. Pengawasan lalu-lintas ternak juga perlu mendapat perhatian untuk

mengurangi risiko penularan penyakit dari suatu wilayah tertular ke wilayah

lainnya.

Page 71: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

68

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

VII. UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kami ucapkan kepada Kepala BB-Vet Denpasar atas dukungan

dana dan kebijakannya dalam pelaksanaan surveilans dan kepada semua

pihak yang telah membantu dalam proses surveilans. Ucapan terima-kasih

juga kami sampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan/yang menangani fungsi

peternakan beserta jajarannya di seluruh Provinsi Bali, NTB dan NTT atas

kerjasamanya yang baik sehingga kegiatan surveilans dapat berjalan dengan

lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous (2012). Manual Penyakit Hewan Mamalia. Subdit Pengamatan Penyakit

Jakarta: Hewan Direktorat Kesehatan Hewan.

Arsani, NM, Saraswati NKH, Sutawijaya IGM dan Yunanto (2017). LaporanSurveilansDan Monitoring Penyakit Surra/Trypanosomiasis dan Parasit Darah LainnyaPada Ternak Di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat Dan Nusa TenggaratimurTahun 2016, Laporan Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar.

Davidson,H.C, M.V. Thrusfield, S. Muharsini, A. Husein, S. Partoutomo, P.F Rae R.\Masake and A.G. Luckins (1999). Evaluation of antigen detection and antibodydetection tests for Trypanosome evansi of buffaloes in Indonesia, EpidemiolInfect. 149-155, Cambridge, UK

Luckins, AG (1983). Development Serological Assay for Studies of Trypanosomiasisof Livestock in Indonesia. Bakitwan Project report, RIVS,Bogor.

Martin, W., Meck, A.H., Willeberg, P., (1987). Principles and Methods VeterinaryEpidemiology, IOWA State University Press/ames.USA.

Mastra, I.K., Arsani, N.M., Nurlatifah, I., Yunanto, Sutawijaya, IGM (2015). Surveilansdan Monitoring Penyakit Surra (Trypanosomiasis) di Provinsi Bali, NusaTenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur Tahun 2015. Balai Besar VeterinerDenpasar.

OIE (2010). Chapter 2.1.17. Trypanosoma Evansi Infection (Surra). OIE TerrestrialManual 2010

Soulsby,E,J,l (1982). Helminths, Arthropds and Protozoa of Domesticated Animals,Bailliere Tindal,London

Page 72: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

69

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

PENYIDIKAN DAN PENGUJIAN PENYAKIT LRABIESSECARA VIROLOGIS, DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT

DAN NUSA TENGGARA TIMUR, TAHUN 2017

I Ketut Eli Supartika dan Gede Agus Joni Uliantara

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Rabies di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar cendrung endemis. Untuk itu kegiatansurveilans Rabies secara berkelanjutan masih perlu dilakukan dengan bertujuan: untukmendeteksi keberadaan virus rabies pada anjing berisiko terjangkit rabies, terkait denganupaya pembebasan rabies di Provinsi Bali, mendeteksi kemungkinan keberadaan virus rabiespada anjing di Provinsi NTB agar daerah ini tetap bebas rabies, mendeteksi virus rabies padaanjing-anjing di wilayah Pulau Flores dan sekitarnya terkait kegiatan pengendalian rabies diProvinsi NTT.

Surveilans penyakit rabies pada anjing khususnya dilaksanakan dengan melakukanpengambilan sampel otak anjing yang berisiko menularkan penyakit rabies. Sampel diperiksadengan metode uji Flourescent Antibody Test (FAT).

Pada tahun 2017 jumlah sampel otak hewan yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasarsebanyak 1.162 sampel. Di Provinsi Bali, jumlah sampel otak hewan yang diperiksa sebanyak1.058 sampel, 92/1.058(8,70%) diantaranya positif rabies. Kasus positif rabies berasal darianjing 90/92 (97,83%) sampel, kucing 1/92(1,09%) dan sapi 1/92(1,09%) sampel. Rata-ratajumlah kasus positif rabies perbulan ada sebanyak 8 kasus. Jumlah ini menurun tajamdibandingkan dengan tahun 2016 ada sebanyak 17 kasus, per bulan. Kasus rabies palingbanyak ditemukan di Kabupaten Karangasem sebanyak 25 kasus, disebabkan oleh anjingyang belum divaksin.

Jumlah sampel otak anjing yang berasal dari Provinsi NTB sebanyak 29 sampel, berasal dariKota Mataram dan Kabupaten Bima, tidak ada positif rabies. Sedangkan sampel otak anjingdari kabupaten/kota di Pulau Flores dan Lembata, Provinsi NTT diperiksa sebanyak 75 sampel,37/75 (49,33%) sampel positif rabies. Kasus positif rabies ini lebih tinggi dibandingkan dengantahun 2016 sebanyak 45/169 (26,63%).

Hasil surveilens ini menunjukkan bahwa rabies di Provinsi Bali turun secara drastis yangdiakibatkan oleh adanya vaksinasi masal yang massif diseluruh kabupaten/kota di Bali. DiPulau Flores Provinsi NTT rabies masih bersifat endemis dan kasus positif rabies cendrungmeningkat. Program vaksinasi masal, kerjasama antar instansi pemerintah, komunikasi,informasi dan edukasi tentang rabies ke masyarakat masih perlu ditingkatkan. Sampai saat iniProvinsi NTB masih bebas rabies. Kontrol terhadap lalu lintas hewan penular rabies ke ProvinsiNTB dan daerah bebas rabies di Provinsi NTT masih sangat diperlukan.

Kata kunci: anjing, hewan, otak, rabies, surveilans

Page 73: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

70

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.Wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar meliputi tiga provinsi yaitu :

Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Seperti diketahui bahwa dua dari tiga provinsi yang merupakan wilayah kerja

BB-Vet Denpasar merupakan daerah endemis rabies. Provinsi Nusa Tenggara

Timur, khususnya Pulau Flores dan Lembata dinyatakan terjangkit rabies sejak

tahun 1997, sedangkan Provinsi Bali dinyatakan terjangkit rabies sejak akhir

tahun 2008 (Putra, dkk, 2009) dan sampai saat ini kasus positif rabies rabies

masih sering ditemukan dan ada kecendrungan terjadi peningkatan kasus.

Di Provinsi Bali sejak dilakukannya vaksinasi massal secara serentak , kasus

Rabies menurun secara drastis. Tahun 2008 jumlah kasus positif sebanyak

17,31%, tahun 2009 (25,17%), tahun 2010 (10,87%) tahun 2011 (13,29%),

tahun 2012(14,83%). Pada tahun 2013 dari 992 sampel yang diperiksa, 41/992

(4,13%) positif Rabies dengan jumlah kasus rabies per bulan sebanyak 3,42

kasus. Kasus rabies paling banyak di temukan di Kabupaten Bangli (12) kasus.

Namun, tahun 2014 jumlah kasus meningkat secara drastis. Dari 1.258 sampel

otak anjing yang diperiksa ditemukan sebanyak 126/1.258(10,02%) positif

rabies. Rata-rata jumlah kasus perbulan sebanyak 10,5 kasus. Kasus rabies

lebih banyak terjadi di Kabupaten Karangasem (25) kasus dan kebanyakan

terjadi pada anjing-anjing yang belum pernah divaksin rabies (Supartika dkk,

2014).

Secara geografis, Provinsi NTB (yang masih berstatus bebas rabies) namun

berpotensi tertular rabies karena dibatasi oleh dua provinsi tertular rabies yaitu

Propinsi Bali dan pulau Flores, NTT. Hasil surveilans Balai Besar Veteriner

Denpasar tahun 2014, dari 452 sampel otak anjing dari NTB yang diperiksa

semuanya negatif rabies. Di NTT, khususnya Pulau Flores dan Lembata,

penyakit rabies cenderung bersifat endemis. Pada tahun 2013 dari 20 sampel

otak anjing yang diperiksa, 7/20(35,00%) positif rabies, sedangkan tahun 2014

Page 74: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

71

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

terjadi penurunan jumlah kasus, dari 77 sampel otak anjing yang diperiksa,

24/77(31,17%) positif rabies

Dengan kondisi demikian, sebagai salah satu unit pelayanan teknis (UPT) dari

Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan

Hewan, Kementerian Pertanian, yang membidangi kesehatan hewan, sudah

merupakan kewajiban bagi BBVet Denpasar untuk membantu pemerintah

daerah dalam penanggulangan rabies di daerah tertular dan mempertahankan

wilayah/ provinsi yang masih dinyatakan bebas rabies. Untuk itu pada tahun

2017, BBVet Denpasar akan melakukan surveilans virologis rabies di Provinsi

Bali, NTB dan NTT.

1.2. Rumusan Masalah.a. Ada kecendrungan penurunan kasus rabies di Provinsi Bali tahun 2017.

b. NTB merupakan daerah berisiko tinggi tertular rabies, terutama di wilayah

yang berbatasan dengan Pulau Flores dan Bali seperti: Sape, Lembar dan

pelabuhan tidak resmi yang ada di pantai wilayah NTB.

c. Rabies di Pulau Flores dan Lembata, Provinsi NTT masih bersifat endemis.

1.3. Tujuan Kegiatan.Kegiatan surveilans dan monitoring agen penyakit rabies dilaksanakan dengan

tujuan sebagai berikut :

a. Mendeteksi keberadaan virus rabies pada anjing berisiko terjangkit Rabies,

terkait dengan upaya pembebasan Rabies di Provinsi Bali

b. Mendeteksi sedini mungkin kemungkinan keberadaan virus Rabies pada

anjing di wilayah Provinsi NTB dalam rangka menjaga Provinsi NTB tetap

bebas Rabies

c. Mendeteksi keberadaan virus Rabies pada anjing-anjing yang berisiko

tertular Rabies di wilayah Pulau Flores terkait kegiatan pengendalian dan

penanggulangan rabies (early detection, early report, early response) di

wilayah Provinsi NTT.

Page 75: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

72

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1.4. Manfaat Kegiatana. Terpetakannya keberadaan virus rabies pada anjing di Provinsi Bali

b. Tersedianya informasi sedini mungkin terkait keberadaan virus Rabies

pada anjing di wilayah Provinsi NTB dalam rangka menjaga Provinsi NTB

tetap bebas Rabies

c. Terdatanya keberadaan virus Rabies pada anjing-anjing yang berisiko

tertular Rabies di Pulau Flores.

1.5. Keluaran/Output.Output yang diharapkan dari kegiatan surveilans penyakit Rabies adalah

tersedianya data dan informasi tentang keberadaan virus rabies pada anjing di

Provinsi Bali, NTB dan NTT.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Rabies merupakan penyakit viral zoonosis akut, menimbulkan ensefalitis fatal

pada mammalia, disebabkan oleh Lyssavirus dari keluarga Rabdoviridae

(Murphy et al., 2009; Fischer et al., 2013). Wilayah kerja Balai Besar Veteriner

(BBVet) Denpasar meliputi: Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa

Tenggara Timur secara historis merupakan daerah bebas rabies, namun sejak

tahun 1997 wilayah ini mulai tertular rabies dengan munculnya kasus rabies

pertama kali di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (Windiyaningsih

et al., 2004). Selanjutnya rabies dilpaorkan pertama kali di Provinsi Bali pada

akhir tahun 2008 (Supartika et al., 2009). Meningkatnya lalu lintas orang,

hewan, serta barang berdampak pada semakin cepatnya perpindahan hewan

dalam masa inkubasi, selanjutnya berperan dalam penyebaran penyakit

zoonosis seperti rabies di daerah baru (Lankau et al., 2013). Kejadian wabah

rabies di Larantuka, Flores Timur, NTT disebabkan oleh masuknya tiga ekor

anjing dari daerah endemis rabies yaitu dari daerah Butung, pulau Buton,

Sulawesi Selatan pada bulan September 1997 (Windiyaningsih et al., 2004). Di

Provinsi Bali, sumber penularan rabies diduga berasal dari masuknya anjing

Page 76: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

73

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

dalam masa inkubasi dibawa pelaut berasal dari Sulawesi Selatan (Putra et al.,

2009).

Anjing masih merupakan hewan penular rabies utama di Provinsi Bali. Dari 672

kasus rabies pada hewan di Bali periode tahun 2008-2012 semuanya

ditularkan oleh anjing rabies (Supartika et al., 2013). Keberhasilan

pembebasan rabies dari wilayah tertentu sangat tergantung pada seberapa

efektif kegiatan surveilans telah dilaksanakan. Surveilans adalah kegiatan

terstruktur untuk melihat populasi hewan dari dekat untuk menentukan apakah

penyakit spesifik merupakan ancaman sehingga tindakan awal dapat

dilaksanakan secepatnya (Salman, 2013). Surveilans memegang peranan

penting dalam memacu memberikan respon cepat, memonitor dampaknya,

sehingga wabah secara cepat dapat ditindaklanjuti (Townsend et al., 2013).

III. MATERI DAN METODE

3.1. MateriMateri kegiatan surveilans dan monitoring rabies dilaksanakan dengan

melakukan pengambilan sampel otak anjing dengan kriteria sebagai berikut:

Anjing yang mempunyai risiko menularkan rabies (anjing yang tiba-tiba

menggigit orang dan atau hewan lainnya).

Anjing yang menunjukkan gejala klinis rabies dan menunjukkan perubahan

perilaku.

Hasil eliminasi terhadap anjing liar tidak berpemilik yang dilakukan oleh

petugas dinas setempat.

Sampel otak anjing yang diperoleh dari tempat-tempat yang menyediakan

hidangan dari daging anjing (rumah makan RW).

Sampel otak anjing yang mati akibat tertabrak kendaraan di jalan raya. Hal

ini menjadi pertimbangan karena pada umumnya anjing yang terjangkit

rabies akan mengalami perubahan perilaku dan cenderung kehilangan

insting untuk menghindari lalulintas kendaraan.

Anjing yang berasal dari daerah tertular.

Page 77: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

74

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Pengambilan sampel di lapangan dalam kegiatan penyidikan dan pengujian

rabies secara virologis dilakukan oleh petugas pengambil sampel Balai Besar

Veteriner Denpasar bekerjasama dengan Dokter Hewan dan petugas

Puskeswan yang ada di masing-masing wilayah kerja.

3.2. MetodeSampel otak anjing dalam keadaan segar, segar beku atau diberi pengawet

gliserin 50% selanjutnya di uji Flourescent Antibody Test . Sampel dibuat

preparat ulas tipis pada objek gelas, diangin-anginkan pada suhu kamar,

selanjutnya di fiksasi dengan aceton dingin selama 30 menit. Preparat ditetesi

dengan konjugit fluorescein isothiocyanate (FITC) (Bio-Rad) diinkubasi dalam

inkubator suhu 37oC selama 30 menit, dibilas dengan PBS, di tutup dengan

cover glass yang berisi gliserin 10%, selanjutnya diperiksa dibawah mikroskup

flourescent.

IV. HASIL

Tahun 2017 Balai Besar Veteriner Denpasar menerima sampel untuk

pengujian penyakit rabies sebanyak 1.162 sampel yang berasal dari berbagai

hewan, masing-masing 1.058 sampel berasal dari Provinsi Bali, 29 sampel dari

Provinsi NTB dan 75 sampel dari Provinsi NTT (Grafik 1). Jumlah kasus rabies

pada hewan di Provinsi

Page 78: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

75

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Grafik 1.Jumlah sampel yang diperiksa di Balai Besar Veteriner Denpasaruntuk pengujian Rabies yang berasal dari Provinsi Bali, NTB danNTT, tahun 2017. (N = 1.162 sampel)

Bali pada tahun 2017 menurun tajam dibandingkan pada tahun 2016 seiring

dengan menurunnya jumlah kasus positif rabies pada anjing (Grafik 2). Kasus

positif rabies selain menyerang anjing juga telah menyerang satu ekor kucing

di Kabupaten Buleleng dan satu ekor sapi di Kabupaten Tabanan (Grafik 3).

Rata-rata jumlah kasus positif rabies per bulan di Provinsi Bali ada 8 kasus.

Kasus rabies paling banyak ditemukan di Kabupaten Karangasem sebanyak

25 kasus (Grafik 4). Kasus positif rabies lebih banyak terjadi pada anjing yang

belum divaksin 81/92(88,04%) (Grafik 5), pada anjing berpemilik yang diliarkan

59/92 (64,13%) (Grafik 6), dan kebanyakan terjadi pada anjing berumur kurang

dari 3-6 bulan 24/92 (26,09%) (Grafik 7).

Di Provinsi NTB, jumlah sampel otak anjing yang diperiksa sebanyak 29

sampel, kebanyakan berasal dari hasil eliminasi yang dilakukan Dinas

Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Mataram, dan Dinas Peternakan

Kabupaten Bima, NTB dalam rangka deteksi dini rabies, agar NTB tetap bebas

dari penyakit rabies. Semua sampel yang diuji negatif rabies (Grafik 8)

Page 79: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

76

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Di Provinsi NTT kasus rabies masih ditemukan di berbagai kabupaten/kota di

Pulau Flores dan Lembata . Dari 75 sampel otak anjing yang diperiksa di

BBVet Denpasar 37 sampel positif Rabies (Grafik 9). Anjing yang positif rabies

kebanyakan belum divaksin 35/37(94,59%) kasus (Grafik 10) dan berasal dari

anjing berpemilik 24/37(64,86%) kasus (Grafik 11). Kasus positif rabies lebih

banyak ditemukan pada anjing berumur antara 1-2 tahun 13/44(29,55%) kasus

(Grafik 12).

Grafik 2. Jumlah kasus rabies per bulan di Provinsi Bali tahun 2017.

Grafik 3. Jumlah kasus positif rabies pada hewan di Provinsi Bali Tahun2017.

2422

31

1821

14 1512

14 14

912

10 10

15

4

10

5 69

64

7 6

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Tahun 2016 Tahun 2017

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Anjing Kucing Sapi

90

1 1

Page 80: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

77

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Grafik 4.Jumlah kasus rabies di masing-masing Kabupaten/Kota diProvinsi Bali tahun 2017

Grafik 5. Riwayat vaksinasi dari anjing positif rabies di Provinsi Balitahun 2017

0

50

100

150

200

250

9 923

0 7 1425

0 5

240

182

88

38

72

111

150

3748

249

191

111

38

79

125

175

3753

Jml Positif Rabies Jml Negatif Rabies Jml Sampel Yang Diperiksa

0102030405060708090

Vaksinasi Tidak Vaksinasi

11

81

Page 81: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

78

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Grafik 6. Setatus kepemilikan anjing positif rabies di Provinsi Bali tahun2017

Grafik 7. Umur anjing positif rabies di Provinsi Bali tahun 2017

0

5

10

15

20

25

17

24

11

19

15

6

0

10

20

30

40

50

60

Berpemilik Liar

59

33

Page 82: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

79

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Grafik 8. Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa di BBVet Denpasaryang berasal dari Kota Mataram dan Kabupaten Bima ProvinsiNTB tahun 2017. (N = 29 sampel)

Grafik 9. Jumlah sampel otak hewan yang diperiksa di BBVet Denpasaryang berasal dari berbagai kabupaten di Pulau Flores, ProvinsiNTT (N = 75 sampel)

05

1015202530

61

61

7 511

3 3 2 1

12

1

16

94

82

19

6

27

Jml Positif Rabies Jml Negatif Rabies

Jml Sampel Yang diperiksa

Page 83: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

80

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Grafik 10. Status vaksinasi anjing positif rabies dari kabupaten di PulauFlores, dan Lembata, Provinsi NTT, tahun 2017

Grafik 11. Status kepemilikan anjing positif rabies dari kabupaten diPulau Flores, dan Lembata, Provinsi NTT, tahun 2017

0

5

10

15

20

25

30

35

Vaksinasi Tidak Vaksinasi

2

35

0

5

10

15

20

25

Berpemilik Liar

24

13

Page 84: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

81

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Grafik 12. Status umur anjing positif rabies dari kabupaten di PulauFlores, Provinsi NTT, tahun 2017

V. PEMBAHASAN

Hasil surveilans tahun 2017 menunjukan adanya penurunan jumlah kasus

rabies di Provinsi Bali dibandingkan dengan tahun 2016. Tahun 2016 jumlah

kasus positif rabies ada sebanyak 206 kasus sedangkan di tahun 2017 jumlah

kasus positif rabies ada sebanyak 92 kasus. Pada tahun 2017 selain pada

anjing, kasus rabies juga ditemukan pada kucing (1 kasus)dan pada sapi (1

kasus). Penurunan jumlah kasus rabies terjadi secara serentak disemua

kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan

vaksinasi masal serentak dan masif tahun ke delapan di seluruh

kabupaten/kota di Bali yang kegiatannya dimulai pada bulan April 2017

dilanjutkan dengan kegiatan vaksinasi penyisiran untuk anjing-anjing yang

belum tervaksinasi pada bulan-bulan sebelumnya. Mudahn-mudahan di tahun

2018 kasus rabies di Bali terus menurun secara signifikan sehingga Provinsi

Bali bisa dibebaskan dari penyakit rabies.Kasus rabies tertinggi terjadi di

kabupaten Karangasem yaitu sebanyak 25 kasus (Grafik 4). Kasus positif

rabies lebih banyak terjadi pada anjing yang belum divaksin 81/92 (88,04%)

0

5

10

15

20

25

1-3 bl >3-6 bl >6 bl -1 th > 1-2 th > 2 th

12

6

25

3

Page 85: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

82

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

kasus, pada anjing berpemilik yang diliarkan 59/92(64,13%) kasus dan

kebanyakan terjadi pada anjing berumur antara 3-6 bulan 24/92 (26,09%)

kasus. Tingginya populasi anjing di Provinsi Bali yang diperkirakan 500.000

ekor merupakan tantangan tersendiri dalam rangka pembebasan Provinsi Bali

dari rabies. Sebanyak 61% dari populasi anjing tersebut adalah anjing

berpemilik yang dilepasliarkan Siklus beranak dari anjing sangat cepat

mengakibatkan anak-anak anjing yang baru lahir belum mendapat vaksin

rabies pada saat vaksinasi masal sehingga banyak kasus rabies menginfeksi

anjing-anjing umur 3-6 bulan. Kepedulian dan kesadaran masyarakat yang

kurang tentang bahaya rabies mengakibatkan mereka melepas liarkan

anjingnya begitu saja yang sangat berpontensi dalam penularan virus rabies.

Melakukan vaksinasi rabies pada anjing yang diliarkan tidaklah mudah. Elimasi

tertarget pada anjing liar dan yang diliarkan yang belum tervaksinasi rabies

oleh pemerintah juga mendapat penolakan dari pemilik anjing maupun

lembaga swadaya masyarakat melalui media sosial.

Di Provinsi NTB, jumlah sampel otak anjing yang diperiksa dari bulan Januari

sampai dengan Desember 2017 sebanyak 29 sampel, berasal dari Kota

Mataram dan Kabupaten Bima, semua hasilnya negatif rabies (Grafik 8).

Provinsi NTB merupakan wilayah status waspada rabies, berbatasan dengan

dua provinsi terjangkit rabies, di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bali

dan di sebelah timur dengan Provinsi NTT. Lalu lintas barang/orang yang

melintasi wilayah NTB baik melalui jalur darat, udara dan laut cukup tinggi.

Upaya-upaya untuk memasukkan hewan penular rabies ke daerah ini oleh

penyayang hewan tentu ada oleh karena itu pengawasan ketat terhadap

keluar masuknya hewan penular rabies oleh lembaga karantina hewan perlu

ditingkatkan. Disamping itu surveilans terstruktur, komunikas, informasi dan

edukasi tentang bahaya dan pencegahan rabies kepada masyarakat diseluruh

kabupaten/kota di Provinsi NTB perlu terus ditingkatkan. Provinsi NTB telah

dinyatakan secara resmi sebagai daerah bebas rabies berdasarkan Keputusan

Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 316/Kpts/PK.320/5/2017.

Page 86: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

83

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Di Provinsi NTT, pada tahun 2017 prosentase kasus rabies meningkat

jumlahnya yakni 37/75(49,33%) dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu

sebanyak 45/169(26,63%).Kasus tertinggi ditemukan di Kabupaten Sikka (11

kasus) (Grafik 9). Di Pulau Flores penyakit rabies cendrung bersifat endemis

mengingat anjing memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Harga satu ekor

anjing dewasa bisa mencapai satu juta per ekor. Namun, pemeliharaan anjing

di daerah ini masih kebanyakan dilepasliarkan. Di Bali dan NTT, masyarakat

memelihara anjing kebanyakan difungsikan sebagai penjaga rumah, kebun

atau untuk kepentingan komersial. Disamping itu kegiatan vaksinasi masal

belum berjalan di Pulau Flores dan sekitarnya mengingat keterbatasan dana.

Di Bali, anjing biasanya dipakai sebagai sarana pelengkap upacara

keagamaan (mecaru), sedangkan di NTT anjing biasanya dipotong untuk

upacara pesta pernikahan. Umumnya perhatian mereka terhadap anjingnya

sangat kurang. Anjing dibiarkan berkeliaran mencari makan sendiri pergi ke

tempat-tempat pembuangan sampah, pasar atau tempat upacara keagamaan,

serta berkembang biak tidak terkontrol. Anjing liar sangat sulit ditangkap apa

lagi divaksinasi. Hasil penelitian yang dilakukan Putra (2011) menyebutkan

bahwa anjing yang diliarkan berpotensi 81% sebagai penular rabies. Jual beli

anjing untuk kepentingan ekonomis di NTT dan upacara keagamaan di Bali

juga berperan penting dalam penyebaran rabies di Bali dan Flores.

Penyakit rabies merupakan salah satu penyakit yang sulit dientaskan. Salah

satu kendala teknis yang dihadapi dalam pengendalian rabies adalah

banyaknya anjing liar tanpa pemilik atau sengaja diliarkan dan tidak diurus oleh

pemiliknya. Imunisasi terhadap anjing liar secara teknik sangat sulit dilakukan,

sehingga cakupan vaksinasi tidak mencapai harapan. Tidak adanya data yang

akurat tentang jumlah populasi anjing juga sebagai faktor penghambat dalam

perencanaan program pengendalian rabies. Data populasi anjing yang tepat

sangat diperlukan sebagai bahan untuk merencanakan kebutuhan vaksin,

peralatan, tenaga vaksinatur dan biaya operasional dilapangan.

Page 87: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

84

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Vaksinasi rabies secara massal dipercaya sebagai cara yang efektif dan cukup

ekonomis dari segi biaya untuk pengendalian rabies. Kegagalan vaksinasi

sangat kompleks, dapat disebabkan oleh kualitas vaksin, penanganan vaksin

yang tidak baik, atau masa kebal yang sudah habis, anjing dalam masa

inkubasi. Kegagalan dalam mengendalikan rabies juga disebabkan karena

cakupan vaksinasi rabies tidak mencapai jumlah yang cukup (70%), sehingga

siklus penyakit rabies, terutama pada anjing geladak, tidak dapat diputus.

Belum lagi kesulitan lain dalam hal melakukan vaksinasi pada anjing geladak,

karena anjing tersebut sulit ditangkap. Minimnya sarana dan prasarana

penunjang kegiatan vaksinasi di Puskeswan, ketersediaan vaksin, ketiadaan

dana sosialisasi juga berperan dalam belum suksesnya pengendalian rabies.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.

1. Penyakit rabies masih bersifat endemis di Provinsi Bali dan beberapa

kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

2. Provinsi NTB masih bebas dari penyakit rabies.

3. Tahun 2017 terjadi penurunan kasus rabies yang cukup tinggi di Provinsi

Bali.

4. Kasus positif rabies di wilayah kerja BBVet Denpasar lebih banyak

disebabkan oleh anjing yang belum pernah divaksin rabies dan berasal dari

anjing yang berpemilik dan diliarkan.

Saran:

1. Penurunan kasus rabies di Provinsi Bali di tahun 2017 ini menjadi

momentum yang baik dalam upaya pengendalian dan pemberantasan

rabies di Bali dan menjadi contoh bagi NTT, diantaranya melakukan

vaksinasi masal secara masif dan berkelanjutan

Page 88: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

85

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

2. Kebijakan depopulasi anjing secara selektif dengan berkoordinasi dengan

tokoh masyarakat setempat, serta penyuluhan tentang bahaya rabies

secara terus menerus perlu digalakkan agar masyarakat paham betul akan

bahaya rabies.

2. Surveilans terstruktur serta pengawasan ketat terhadap lalu lintas hewan

penular rabies ke wilayah NTB perlu ditingkatkan.

Page 89: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

86

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

DAFTAR PUSTAKA

Fischer, M., Wernike, K., Freuling, C.M., Muller, T., Aylan, O., Brochier, B., Cliquet, F.,Vazquez-Moron, S., Hostnik, P., Huovilainen, A., Isakson, M., Kooi, E.A., Mooney, J.,Turcitu, M., Rasmussen, T.B., Revilla-Fernandez, S., Sunreczak, M., Fooks, A.R.,Maston, D.A., Beer, M., Hoffman, B (2013). A Step Forward in Molecular Diagnostic ofLyssaviruses-Results of a Ring Trial among European Laboratories. PLOS ONE. Vol.8. Issue 3. E5

Lankau, E.W., Cohen, N.J., Jentes, E.S., Adam, L.E., Bell, T.R., Blantan, J.D., Buttke, D.,Galland, G.G., Maxted, A.M., Tack, D.M., Waterman, S.H., Ruppecht, C.E. andMarano, N (2013). Prevention and Control of Rabies in an Age of Global Travel: AReview of Travel and Trade Associated Rabies Events, United States, 1998-2012.Zoonoses Public Health. 22: 12071

Murphy, F.A., Gibbs, E.P.J., Horzinek, M.C and Studdert, M.J (2009). Rhabdoviridae. In:Veterinary Virology, 3rd Ed. 429-439.

Putra, A.A.G., Gunata, I.K., Faizah, Dartini, N.L., Hartawan, D.H.W., Setiaji, G., Putra,A.A.G.S., Soegiarto dan Scott-Orr, H. (2009). Situasi Rabies di Bali: Enam BulanPasca Program Pemberantasan. Buletin Veteriner, Balai Besar Veteriner Denpasar,Vol. XXI, 74.13-26

Windiyaningsih, C., Wilde, H., Meslin, F.X., Suroso, T and Widarso, H.S. (2004). The RabiesEpidemic on Flores Insland, Indonesia (1998-2003). J. Med. Assoc. Thai. 87(11) 1389-1393

Salman, M.D (2013). Surveillance Tools and Strategies for Animal Disease in Shifting ClimateContext. Anim. Health Res. Rev. 23: 1-4

Supartika, I.K.E., Setiaji, G., Wirata, K., Hartawan, D.H., Putra, A.A.G., Dharma, D.M.N.,Soegiarto dan Djusa, E.R. (2009). Kasus Rabies Pertama Kali di Provinsi Bali. BuletinVeteriner, Vol. XXI; 74. 7-12.

Supartika, I.K.E., Wirata, I.K., Uliantara, I. G. J, dan Diarmita, I. K.(2013) . Rabies Pada HewanDi Provinsi Bali Tahun 2008-2012 Bulletein Veteriner, Balai Besar Veteriner Denpasar

Townsend, S.E., Lembo, T., Cleaveland, S., Meslin, F.X., Miranda, M.E., Putra, A.A.G.,Haydon, D.T and Hampson, K (2013). Surveillance Guidelines for Disease Elimination:A Case Study of Canine Rabies. Comparative Immunology, Microbiology andInfectious Diseases. 36. 249-261.

Page 90: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

87

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS BOVINE SPONGIFORM ENCEPHALOPATHYDI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT

DAN NUSA TENGGARA TIMURTAHUN 2017

I. Ketut Eli Supartika dan Gede Agus Joni Uliantara

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Bovine spongiform encephalopathy (BSE) merupakan penyakit zoonosis serta menimbulkankerugian ekonomi yang cukup besar bagi perokonomian negara tertular. Balai Besar VeterinerDenpasar telah melakukan surveilans BSE yang bertujuan untuk mendeteksi berdasarkanpemeriksaan histopatologi dan menganalisa kemungkinan masuknya penyakit BSE pada sapiBali sebagai tindakan kewaspadaan dini terhadap keberadaan BSE di wilayah kerja BBVetDenpasar.

Informasi dari peternak dan staf dinas peternakan di kabupaten/kota di Provinsi Bali, NTB danNTT menyebutkan bahwa tidak ada indikasi peternak sapi memberikan pakan yang didugamengandung meat bone meal (MBM) untuk diberikan kepada ternak sapi.

Secara histopatologis, 197 sampel medula oblongata dari sapi yang dipotong di RPHsemuanya negatif BSE, ditandai dengan tidak ditemukan degenerasi vakuoler neuron, gliosis,reaksi astrosit ataupun plak amiloid.

Dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini di wilayah Provinsi Bali, NTB dan NTT masih bebasdari BSE.

Kata kunci: BSE, histopatologi, surveilans.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangWilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar meliputi Porpinsi Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, merupakan daerah tujuan wisata

banyak mengimpor daging sapi dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan

hotel berbintang. Penggunaan limbah hotel sebagai pakan ternak merupakan

sumber potensial penularan penyakit sapi gila/BSE. Disamping itu, intensifikasi

pemeliharaan ternak oleh masyarakat berdampak pada peningkatan

Page 91: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

88

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

penggunaan konsentrat atau pakan jadi sebagai pakan ternak. Walaupun

belum bisa dibuktikan bahwa konsentrat atau pakan jadi untuk ternak

mempergunakan MBM sebagai bahan baku, akan tetapi tidak ada jaminan pula

bahwa pakan/konsentrat tersebut tidak mempergunakan MBM hasil importasi.

Balai Besar Veteriner Denpasar selama beberapa tahun telah melakukan

surveilan BSE dengan hasil tidak ditemukan adanya indikasi BSE di wilayah

kerja (Supartika dkk, 2010, Hartawan dkk, 2013; Supartika dkk, 2014), namun

demikian dalam rangka melaksanakan PERMENTAN Nomor. 367/Kpts/T

N.530/12/2002, tentang Pernyataan Negara Indonesia Tetap Bebas Dari

Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) dan Keputusan Menteri Pertanian

Nomor: 4026/Kpts/OT.140/3/2013 dimana BSE belum ada di Indonesia namun

berpotensi muncul dan menimbulkan kerugian ekonomi, kemanusiaan,

lingkungan dan kesehatan masyarakat maka dipandang perlu untuk melakukan

kegiatan monitoring patologi BSE di wilayah kerja Balai Besar Veteriner

Denpasar secara terstruktur dan berkesinambungan sebagai pembuktian

bahwa Indonesia masih bebas dari BSE.

1.2. Rumusan Masalah.a. BSE merupakan penyakit zoonosis, keberadaannya di wilayah kerja BBVet

Denpasar perlu dimonitoring agar penyakit ini tidak masuk ke Indonesia

pada umumnya dan wilayah kerja BBVet Denpasar pada khususnya.

b. Indikasi penggunaan limbah hotel dan pakan jadi/konsentrat sebagai pakan

ternak juga perlu dipantau karena diduga merupakan sumber potensial

penularan BSE.

1.3. Tujuan KegiatanKegiatan analisa risiko dan surveilans BSE di Provinsi Bali, Nusa Tenggara

Barat dan Nusa Tenggara Timur, tahun 2017 dilaksanakan dengan tujuan

untuk :

Page 92: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

89

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

a. Mendeteksi kemungkinan adanya BSE secara histopatologik pada otak

sapi yang dipotong di RPH.

b. Penelusuran kemungkinan adanya penggunaan limbah hotel dan pakan

jadi/konsentrat yang diberikan ke ternak sapi potong di wilayah kerja Balai

Besar Veteriner Denpasar.

1.4. Manfaat Kegiatan.Manfaat dari kegiatan analisa risiko dan surveilans BSE di Provinsi Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, tahun 2017 adalah :

a. Terdeteksinya kemungkinan adanya BSE secara histopatologik pada otak

sapi yang dipotong di RPH yang ada di wilayah kerja Balai Besar Veteriner

Denpasar.

b. Tersedianya data dan informasi tentang penggunaan limbah hotel dan

pakan jadi/kosentrat yang diberikan ke ternak sapi potong.

c. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan pemerintah pusat dan daerah

dalam pengambilan kebijakan terkait penyakit BSE.

1.5. Keluaran/ OutputOutput yang diharapkan dari kegiatan analisa risiko dan surveilans BSE di

Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, tahun 2017

adalah:

a. Tersedianya data dan informasi tentang kemungkinan adanya BSE secara

histopatologik pada otak sapi yang dipotong di RPH yang ada diwilayah

kerja Balai Besar Veteriner Denpasar.

b. Tersedianya data untuk pemetaan BSE diwilayah kerja Balai Besar

Veteriner Denpasar.

c. Tersedianya informasi tentang kemungkinan penggunaanlimbah hotel dan

pakan jadi/konsentrat diberikan ke ternak sapi potong.

II. TINJAUAN PUSTAKA.

Page 93: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

90

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

BSE merupakan penyakit neurodegeneratif pada sapi disebabkan oleh prion

yakni “Proteinaceous infectious particles” yang diindentifikasi tahun 1982 oleh

ilmuwan Amerika, Stanley Prusiner. BSE pada sapi menimbulkan gejala klinis

ditandai dengan gejala syaraf dan selalu berakhir dengan kematian. Muncul

pertama kali di Inggris tahun 1986. Penyakit ini menular ke manusia

menibulkan penyakit new varian Creutzfeld Jacob Disease (nvCJD). Masa

inkubasi BSE cukup panjang, menimbulkan penyakit kronis berkelanjutan pada

system saraf pusat. Diagnosa BSE umumnya didasarkan pada gejala klinis

berupa hiperaesthia dan inkoordinasi didukung dengan pemeriksaan

histopatologi berupa adanya degenerasi pada neuron, reaktif astrositosis dan

mikrogliosis. Dampak sosial ekonomi BSE sangat besar, disamping bersifat

zoonosis juga berdampak pada perdagangan internasional. Negara-negara

tertular BSE dilarangan mengekspor produk ternak sapinya ke luar negeri.

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi.Kegiatan analisa risiko dan surveilans bovine spongiform encephalopathy di

Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, tahun 2017

dilakukan dengan pengambilan sampel otak sapi (Medulla oblongata) di

Rumah Potong Hewan yang berada dibawah pengawasan Pemerintah Daerah/

Dinas Peternakan setempat yang ada di wilayah kerja Balai Besar Veteriner

Denpasar. Pengambilan sampel otak sapi dilakukan pada bagian obex dari

medulla oblongata. Otak sapi yang diambil sebagai sampel adalah berasal dari

sapi yang berumur 2 tahun keatas.

3.2. Metode.Diagnosa BSE umumnya didasarkan pada pemeriksaan histopatologik. Pada

kasus BSE, secara histopatologik akan ditemukan lesi pada otak dikenal

sebagai spongiform encephalophaty. Terjadi degenerasi vakuoler neuron,

gliosis, kematian neuron tanpa diikuti reaksi radang (Debeer et al., 2002),

Page 94: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

91

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

reaksi astrosit dan kadang-kadang menimbulkan plak amyloid. Surveilans

berbasis risiko akan diterapkan dalam kegiatan surveilans BSE ini. Data

penggunaan limbah hotel dan pakan jadi/konsentrat oleh peternak diperoleh

melalui teknik wawancara dengan peternak dan staf petugas dinas peternakan

yang membidangi fungsi peternakan di masing-masing kabupaten/kota di

Provinsi Bali, NTB dan NTT

IV. HASIL

Pengambilan sampel otak sapi untuk pengujian BSE dilakukan di RPH atau

TPH yang berada dibawah pengawasan Dinas Peternakan atau yang

membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan. Pengambilan sampel

didampingi oleh petugas dari Dinas atau petugas jaga RPH. Untuk wilayah

Provinsi Bali, sampel otak diambil di RPH Kabupaten Badung, Denpasar dan

Tabanan. Di Provinsi NTB sampel otak diambil di RPH Kota Mataram,

sedangkan di Provinsi NTT diambil di RPH di Kota Kupang (Tabel 1). Selama

tahun 2017, jumlah sampel medulla oblongata sapi yang di periksa BBVet

Denpasar sebanyak 197 sampel. Jumlah sampel otak yang diambil dan jenis

kelamin sapi yang dipotong di masing-masing RPH kabupaten/kota di Provinsi

Bali, NTB dan NTT disajikan pada Grafik 1, 2, 3.

Tabel 1. Jumlah sampel yang diambil, jenis kelamin sapi dan hasilpemeriksaan histopatologi sampel otak yang berasal dari RPHkabupaten/kota di Provinsi Bali, NTB dan NTT tahun 2017.

Jenis Kelamin Hasil UjiProvinsi Kabupaten/Kota Jumlah SampelJantan Betina BSE (+) BSE (-)

Bali Badung 19 1 18 0 19Denpasar 20 3 17 0 20Tabanan 7 7 0 0 7Jumlah 46 11 35 0 46

NTB Kota Mataram 76 76 0 0 76Jumlah 76 76 0 0 76

NTT Kota Kupang 75 28 47 0 75Jumlah 75 28 47 0 75Jumlah Keseluruhan 197 115 82 0 197

Page 95: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

92

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Grafik 1. Jumlah sampel otak, serta jenis kelamin sapi yang dipotong diRPH kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2017.

Hasil pengamatan di RPH menunjukkan bahwa sapi-sapi yang dipotong di

RPH tersebut rata-rata berumur di atas 2 tahun dan kebanyakan berjenis

kelamin betina. Pada pengamatan kegiatan surveilans ditemukan bahwa sapi-

sapi yang dipelihara di Bali dan NTB kebanyakan dikandangkan, sedangkan di

NTT sapi-sapi kebanyakan dilepas pada padang gembalaan. Informasi dari

peternak dan staf dinas peternakan kabupaten/kota yang membidangi fungsi

peternakan di Provinsi Bali, NTB dan NTT serta melihat langsung ke lapangan

bahwa peternak tidak ada memberikan pakan komersiil untuk ternak sapinya

apa lagi pemberian pakan unggas komersiil yang diduga mengandung MBM

atau pemberian limbah hotel dan restoran.

Page 96: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

93

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Grafik 2. Jumlah sampel otak, serta jenis kelamin sapi yang dipotong diRPH Majeluk, Kota Mataram di Provinsi NTB tahun 2017.

Grafik 3. Jumlah sampel otak, serta jenis kelamin sapi yang dipotong diRPH Oeba, Kota Kupang, Provinsi NTT tahun 2017.

Sapi-sapi peternak kebanyakan makan rumput, kadang-kadang diberi pakan

tambahan berupa dedak dan juga rumput gajah. Pada pemeriksaan sampel

medulla oblongata semua sampel yang berasal dari RPH kabupaten/kota di

Provinsi Bali, NTB dan NTT negatif BSE. Hasil pemeriksaan histopatologi tidak

Page 97: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

94

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

ditemukan adanya lesi yang mengarah ke BSE seperti: degenerasi vakuoler

neuron, gliosis, kematian neuron tanpa diikuti reaksi radang, reaksi astrosit dan

kadang-kadang menimbulkan plak amyloid (Gambar 1B).

Gambar 1. A. Mesencefalon sapi positif BSE, terlihat adanya vakuolisasi pada neuron,tanpa ada sel radang (H&E, 400X; Sumber: Gubler et al., 2007) B. Histopatologi medulaoblongata negatif BSE, tidak ditemukan degenerasi vakuoler neuron, gliosis, reaksiastrosit ataupun plak amyloid (H&E; 200X)

V. PEMBAHASAN

Bovine spongiform encehalopathy merupakan penyakit neurogedegeneratif

fatal dan bersifat zoonosis. Negara-negara yang terjangkit BSE mengalami

kerugian ekonomi yang sangat besar serta berusaha keras untuk

membebaskan kembali negaranya dari penyakit infeksius ini. Indonesia sampai

saat ini merupakan negara bebas BSE. Untuk mempertahankan Indonesia

tetap bebas dari BSE, pemerintah telah mengambil langkah-langkah antara

lain: penghentian importasi hewan ruminansia dan produknya yang berasal dari

negara tertular BSE, pelarangan penggunaan tepung daging dan tulang (TDT)

dan MBM asal ruminansia sebagai pakan ternak ruminansia serta melakukan

deteksi dini melalui surveilans dan kajian resiko setiap tahun secara

berkelanjutan. Namun demikian, sejak kasus BSE menurun secara drastis di

sejumlah negara yang pernah terjangkit BSE, pemerintah Indonesia melalui

Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian

1

3

A B

Page 98: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

95

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Republik Indonesia Nomor 23/Permentan/PK.130/4/2015 tentang Pemasukan

dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan Ke dan Dari Wilayah Republik

Indonesia yang menyatakan bahwa impor bahan pakan asal hewan harus

berasal dari negara-negara yang bebas BSE.

Hasil surveilan melalui pemeriksaan histopatologi. yang dilakukan oleh Balai

Besar Veteriner Denpasar tahun 2017 di RPH yang ada di kabupaten/kota

yang ada di Provinsi Bali, NTB dan NTT tidak ditemukan adanya sapi-sapi

yang positif BSE. Pemeriksaan histopatologi merupakan pengujian gold

standar untuk peneguhan penyakit BSE (Cooley et al., 2001). Di Provinsi Bali,

NTB dan NTT tidak ada peternakan sapi berskala besar/komersial. Peternakan

sapi merupakan peternakan rakyat, sebagai usaha sambilan bukan merupakan

usaha pokok. Di Provinsi Bali petani ternak rata-rata memelihara sapi Bali

sebanyak 2 ekor. Pakan yang diberikan adalah rumput, kadang-kadang ada

diberikan dedak atau sedikit mineral blok. Di Provinsi NTB dan NTT ternak sapi

ada yang dikandangkan dan ada juga dilepas di padang pengembalaan. Tidak

ada pemberian pakan komersial yang mengandung MBM atau TDT. Sistem

peternakan sapi yang dilaksanakan oleh sebagian besar peternak sapi di

wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar sejak dari jaman dahulu telah

menerapkan prinsip-prinsip peternakan organik. Ternak sapi secara alami

diberikan rumput sebagai pakan utama, tidak pernah diberikan pakan yang

berasal dari hewan.

Seperti diketahui bahwa sumber utama penularan BSE adalah melalui

pemberian pakan ternak yang mengandung MBM atau TDT dari ruminansia

yang tercemar prion protein. BSE tidak ditularkan melalui kontak langsung

antar ternak sapi. Di Inggris, pelarangan penggunaan MBM pada pakan ternak

telah menurunkan jumlah kasus BSE secara nyata (Anderson et al., 1996). Di

dalam saluran pencenaan PrPsc oleh sel-sel dendritik usus halus disalurkan ke

organ limfoid skunder (Payer’s patches), limpa, tonsil dan timus untuk

selanjutkan diekspresikan ke sel T dan B (Huang and MacPherson, 2004).

PrPsc selanjutnya melalui mekanisme retrograde transport menuju ke sistem

Page 99: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

96

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

saraf tepi dan sistem saraf pusat. Akumulasi PrPsc pada otak menimbulkan lesi

spesifik yaitu: degenerasi neuron, vakuolisasi neural bersifat intrasitoplasmik

tanpa diikuti adanya respon radang, sel-sel astrosit mengalami hipertropi dan

hiperplasia (Scott et al., 1990; Williams and Young, 1993; Wells et al., 1994).

Pada sapi menderita BSE agen penyakit banyak ditemukan di jaringan otak,

spinal cord , retina, bagian distal ileum, tonsil dan trigeminal ganglion.

Hasil pengamatan di RPH kabupaten/kota di Bali, NTB dan NTT didapatkan

data bahwa jumlah sapi betina yang dipotong lebih banyak dibandingkan

dengan sapi jantan. Para ahli menyebutkan bahwa jenis kelamin sapi bukan

merupakan faktor resiko penularan penyakit BSE, sehingga baik sapi jantan

maupun betina mempunyai peluang yang sama untuk tertular penyakit BSE

selama mendapatkan perlakuan atau mempunyai resiko paparan yang sama.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan.a. Berdasarkan hasil surveilans BSE yang diadakan di RPH yang ada di

kabupaten/kota di Provinsi Bali, NTB dan NTT disimpulkan bahwa

Provinsi Bali, NTB dan NTT masih bebas dari penyakit BSE.

b. Tidak ada indikasi pemberian konsentrat/pakan komersiil untuk dijadikan

pakan ternak sapi.

2. Saran.Sampai saat ini di Provinsi Bali, NTB dan NTT belum ditemukan adanya

kasus BSE oleh karena itu pengawasan impor MBM dilakukan secara ketat,

begitu juga terhadap distribusi dan penggunaan MBM tersebut.

Page 100: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

97

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, R.M., Donnelly, C.A., Ferguson, N.M., Woolhouse, M.E.J., Whatt, C.J., Udy, H.J.,MaWhinney, S., Dunstan, S.P., Southwood, T.R.E., Wilesmith, J.W., Ryan, J.B.M.,Hoinville, L.J., Hillerton, J.E., Austin, A.R and Wells, G.A.H (1996). Transmissiondynamics and epidemiology of BSE in British cattle. Nature. 382. pp. 779-788.

Cooley, W.A., Clark, J.K., Ryder, S.J., Davis, L.A., Farrelly, S.S., and Stack, M.J (2001).Evaluation of a Rapid Western Immunoblotting Procedure for the Diagnosis of BovineSpongiform Encephalopathy (BSE) in the UK. J Comp Pathol. 125(1):64-70.

Debeer, S.O.S., Baron, T.G.M and Bencsik, A.A (2001). Immunohistochemistry of PrPsc withinbovine spongiform encephalopathy brain samples with graded autolysis. The Journal ofHistochemistry & Cytochemistry. 49. pp. 1519-1524.

Gubler, E., Hilbe, M and Ehrensperger, F (2007). Lesion profiles and gliosis in the brainstem of135 Swiss cows with bovine spongiform encephalopathy (BSE). Schweiz ArchTierheilkd.149(3):111-22.

Hartawan, D.H., Wirata, I.K dan Saputra, I.G.N.A.W. (2013). Analisa Risiko dan SurveilansPenyakit BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy) di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Baratdan Nusa Tenggara Timur Tahun 2013. Laporan Tahunan. Balai Besar VeterinerDenpasar Tahun 2013.

Huang, F.P and MacPherson, G.G (2004). Dendritic cells and oral transmission of priondiseases. Adv. Drug. Deliv. Rev. 56. pp. 901-913.

Supartika, I.K.E., Wirata, I.K., Nurlatifah, I., Saraswati, N.K.H, Dharma, D.M.N dan Djusa, E(2010) Surveilans Penyakit BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy) di Rumah PotongHewan Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Bulletin Veteriner.Balai Besar Veteriner Denpasar. Vol. XXII. 76. 33-37

Supartika, I.K.E., Wirata, I.K., dan Uliantara, I.G.A.J (2014) Analisa Risiko dan SurveilansPenyakit BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy) di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Baratdan Nusa Tenggara Timur Tahun 2014. Laporan Tahunan. Balai Besar VeterinerDenpasar Tahun 2014.

Scott, A.C., Wells, G.A.H., Stack, M.J., White, H. and Dawson, M (1990). Bovine spongiformencephalopathy: detection and quantitation of fibrils, fibril protein (PrP) and vacuolation inbrain. Veterinary Microbiology. 23. pp. 295-304.

Wells, G.A.H., Spencer, Y.I and Haritani. M (1994). Configuration and topographic distributionof PrP in the central nervous system in bovine spongiform encephalopathy: animmunohistochemistry study: Ann NY Acad Sci. 724. pp. 350-352.

Williams, E.S and Young, S (1993). Neuropathology of chronic wasting disease of mule deer(Odocoileus hemionus) and elk (Cervus elaphus nelsoni). Veterinary Pathology. 30. pp.36-45.

Page 101: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

98

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

PROGRAM MONITORING DAN SURVEILANS RESIDUDAN CEMARAN MIKROBA (PMSR-CM) PADA PANGAN ASAL HEWAN DI

PROVINSI BALI, NTB DAN NTT TAHUN 2017

Dewi, A.A.S, Ardiana, P.B. Frimananda, G.Y.Suryawan, N.Riti., D.Purnawati,R.C.Saputro

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Daging, susu dan telur serta hasil olahannya adalah pangan asal hewan yang kaya akan zatgizi terutama protein, vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan,kesehatan dan kecerdasan. Agar aman dikonsumsi, selayaknya pangan asal hewan tidakmengandung bibit penyakit atau bahan bahan lain yang dapat mengganggu kesehatanmanusia. Program Monitoring dan surveilans residu dan cemaran mikroba (PMSR-CM) padapangan asal hewan tahun 2017 di Provinsi Bali, NTB dan NTT telah dilakukan denganpendekatan mengutamakan pengujian food safety key indicators (hanya melakukan beberapajenis pengujian yang menjadi indikator keamanan pangan) berbasis kepada pendekatanproduk dan disesuaikan dengan komoditas yang beredar di suatu daerah. Pengambilan sampeldilakukan di rumah potong hewan (RPH), tempat pemotongan hewan (TPH) dan pasartradisional, kios pengecer (retail) dan perusahaan pemasok daging (importir) dengan totaljumlah sampel adalah 1875 sampel. Hasil uji terhadap cemaran mikroba terutama Total PlateCount (TPC) menunjukkan bahwa sebanyak 56,9% sampel mengandung total jumlah kumanmelebihi batas maksimum cemaran mikroba (BMCM) yang ditetapkan dalam SNI 7388:2009yaitu 1x106 koloni/gram, sedangkan hasil uji terhadap E.coli menunjukkan sebanyak 78,4%sampel mengandung bakteri E.coli melebihi BMCM yaitu 1 x 101 koloni/gram. Hasil uji terhadapbakteri S.aureus, Salmonella sp dan Campylobacter sp menunjukkan hasil negatif. Hasil ujicemaran mikroba ini terutama total kuman mengindikasikan bahwa secara umum tingkathigiene dan sanitasi pada mata rantai produksi pangan relatif rendah sehingga tingkat higienekhususnya daging segar tersebut juga relatif rendah. Sementara itu hasil uji terhadap residuantibiotika menunjukkan bahwa masih ditemukan adanya residu antibiotika 5,5-13,3% padasampel telur ayam dan hati sapi. Hal ini mengindikasikan bahwa kurangnya perhatian terhadapmasa henti obat (withdrawal time) sebelum ternak dipotong. Sedangkan hasil uji terhadapresidu logam berat timbal (Pb), Aflatoksin M1, Hormon Trenbolon Acetat (TBA) dan Identifikasispesies babi dan tikus menunjukkan negatif dan hasil uji anti mikrobial resistant (AMR)menunjukkan bahwa bakteri E.coli cenderung resistan terhadap beberapa antibiotika.

Kata kunci : Monitoring, surveilans, Residu , Cemaran Mikroba, Pangan Asal Hewan

Page 102: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

99

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging, susu dan telur serta hasil olahannya adalah pangan asal hewan yang

kaya akan zat gizi terutama protein, vitamin dan mineral yang sangat

bermanfaat untuk pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan. Agar aman

dikonsumsi, selayaknya pangan asal hewan tidak mengandung bibit penyakit

atau bahan bahan lain yang dapat mengganggu kesehatan konsumen. Dalam

undang undang no.7 tahun 1996, keamanan pangan dinyatakan sebagai

kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan

cemaran bilogis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan

membahayakan kesehatan manusia (Anon, 1996).

Dalam sistem budidaya peternakan saat ini, ketergantungan akan bahan kimia

terutama obat hewan semakin tinggi untuk menjaga kesehatan hewan. Selain

untuk pencegahan dan pengobatan penyakit, obat hewan juga digunakan

sebagai imbuhan pakan untuk pemacu pertumbuhan (growth promotors).

Kondisi ini cenderung menimbulkan penggunaan antibiotika yang berlebihan

sehingga mengakibatkan terbentuknya residu antibiotika di dalam produk

hewan. Keberadaan residu antibiotika pada pangan asal hewan tidak aman

untuk dikonsumsi karena dapat menimbulkan resistensi, reaksi alergis atau

menimbulkan gangguan fisiologis.

Oleh karena itu, untuk mencegah dan mengurangi risiko yang dapat

membahyakan keselamatan hidup manusia serta mengganggu ketentraman

batin masyarakat termasuk kehalalan, dan guna mendorong pelaku usaha

untuk dapat menghasilkan produk hewan yang memenuhi persyaratan

keamanan dan mutu produk hewan yang diproduksi, dimasukkan dari dan/atau

dikeluarkan ke luar negeri, dan yang diedarkan di dalam negeri, perlu dilakukan

pengawasan dan pengujian keamanan dan mutu produk hewan

Berdasarkan hasil monitoring dan surveilans residu dan cemaran mikroba

(PMSR-CM) tahun 2016 di Provinsi Bali, NTB dan NTT, tingkat kontaminasi

mikroba pada pangan asal hewan masih relatif tinggi yaitu sebanyak 65,9%

Page 103: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

100

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

pangan asal hewan khususnya daging segar mengandung total jumlah kuman

(TPC) melebihi batas maksimum cemaran mikroba yang dipersyaratkan dalam

Standar Nasional Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya

tingkat higiene dan sanitasi pada mata rantai penyediaan pangan asal hewan

ditingkat unit usaha atau unit proses Sementara itu, pangan asal hewan

terutama telur belum terbebas dari residu antibibiotika karena masih ditemukan

residu antibiotika pada sampel tersebut.

Oleh karena itu pelaksanaan PMSR-CM tahun 2017 dilakukan dengan

pendekatan mengutamakan pengujian food safety key indicators (hanya

melakukan beberapa jenis pengujian yang menjadi indikator keamanan

pangan) berbasis kepada pendekatan produk dan disesuaikan dengan

komoditas yang beredar di suatu daerah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam kegiatan ini dapat dirumuskan

permasalahan yaitu sampai sejauh mana tingkat keamanan pangan asal

hewan yang beredar di wilayah kerja BB-Vet Denpasar (Provinsi Bali, NTB dan

NTT) tahun 2017 ditinjau dari kandungan residu dan cemaran mikroba dan

faktor-faktor yang berasosiasi terhadap tingginya tingkat cemaran mikroba dan

residu.

1.3. Tujuan Kegiatan

Untuk mendapatkan prevalensi kejadian residu dan cemaran mikroba pada

produk asal hewan tahun 2017, dan faktor-faktor yang berasosiasi dengan

tingginya tingkat cemaran mikroba dan residu.

1.4. Manfaat Kegiatan

Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui prevalensi residu dan

Cemaran mikroba pada pangan asal hewan yang beredar di wilayah kerja BB-

Vet Denpasar yaitu Provinsi (Bali, NTB dan NTT) sehingga hasil pelaksanaan

Page 104: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

101

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

PMSR-CM yang dilakukan dapat ditindaklanjuti sebagai bahan kebijakan dalam

penjaminan keamanan produk hewan

1.5. Output

1. Informasi ilmiah untuk tindak lanjut rekomendasi perbaikan di tingkat unit

usaha atau unit proses (peningkatan/ perbaikan praktek hyginie dan sanitasi

di unit usaha)

2. Informasi ilmiah sebagai data dasar yang perlu dikaji lebih lanjut dalam

rangka penilaian risiko terhadap ancaman potensial hazard bagi konsumen

produk hewan.

II. MATERI DAN METODE

2.1 Materi

2.1.1. Bahan

Program Monitoring dan Surveilans Residu-Cemaran Mikroba (PMSR-CM)

tahun 2017 dilakukan dengan pendekatan mengutamakan pengujian food

safety key indicators (hanya melakukan beberapa jenis pengujian yang menjadi

indikator keamanan pangan) berbasis kepada pendekatan produk dan

disesuaikan dengan komoditas yang beredar di suatu daerah.

Jenis sampel yang diperiksa adalah daging segar ( sapi, babi, ayam), daging

sapi beku import, hati (sapi, babi), telur (ayam, bebek, puyuh), telur asin,

daging olahan dan susu dengan parameter uji yang berbeda-beda untuk

masing-masing jenis sampel. Pengambilan sampel dilakukan di rumah potong

hewan (RPH), tempat pemotongan hewan (TPH), pasar tradisional, retail

(pengecer) dan di wilayah Provinsi Bali, NTB dan NTT.

Page 105: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

102

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Total jumlah sampel yang diambil sebanyak 1875 yang terdiri dari 237 sampel

daging sapi, 40 sampel daging sapi beku import, 148 sampel daging babi, 340

sampel daging ayam , 161 sampel hati sapi, 37 .sampel hati babi, 178 sampel

daging olahan, 40 sampel susu, 560 sampel telur ayam, 30 sampel telur asin,

9 sampel telur bebek dan 95 sampel telur puyuh.

Sedangkan bahan (media) yang diperlukan untuk pengujian cemaran mikroba

(TPC) mencakup plate count agar (PCA), BPW 0,1%.

Bahan yang dibutuhkan untuk pengujian Salmonella sp antara lain lactose

broth, tetra thionate broth, bismuth sulfit agar, xylose lysine desoxycholate

agar, hektoen enteric agar, triple sugar iron agar, lysine iron agar.

Bahan yang dibutuhkan untuk pengujian E.coli antara lain : Lauryl sulfate

tryptose broth, brilliant green lactose bile broth, Escherichia coli broth, levine’s

eosin methylene blue (L-EMB) agar, plate count agar, MR-VP broth, koser’

citrate broth, tryptone broth, reagen kovac’s, reagen pewarnaan gram, reagen

metyl red indikator, reagen voges proskauer.

Bahan yang dibutuhkan untuk pengujian S.aureus dan Campylobacter sp

antara lain : Baird parker agar, egg yolk tellurite emultion, heart infusion broth,

TSA, koagulase plasma kelinci dengan EDTA 0,1%, BPW 0,1%,campylobacter

enrichment broth, modified campy blood-free agar (mCCDA), pepton 0,1%

Bahan yang dibutuhkan untuk pengujian residu antibiotika, residu hormon

trenbolon acetat, logam berat dan identifikasi bakteri Campylobacter jejuni ,

identifikasi spesies babi dan tikus mencakup bakteri (Bacillus cereus ATCC

11778, Bacillus cereus ATCC 6633, Bacillus stearothermophillus ATCC 7953

dan Kocuria rizophilla ATCC 9341, Campylobacter jejuni ATCC 33560), bacto

pepton, bacto agar, beef extract, yeast extract, glucosa, dextrosa, tryptone, tert

butylmetylether, enzim β- glucoronidase, kit elisa TBA, kit elisa aflatoksin M1,

HNO3, primer babi (Forward 5’ ATG AAA CAT TGG AGT AGT CCT ACT ATT

TAC C 3’, Reverse 5’ CTA CGA GGT CTG TTC CGA TAT AAG G 3’) ukuran

amplicon (bp) 149 bp, primer HipO untuk Campylobacter jejuni CJ-F (5’-

Page 106: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

103

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

ACTTCTTTATTGCTTGCTGC-3’) dan CJ-R (5’-

GCCACAACAAGTAAAGAAGC-3’), primer tikus F (5’-

CATGTGGGACGAGGACTATACTATG-3’), primer R (5’-

GTAGTCCCAATGTAAGGGATAGCTG-3’), master mix.

2.1.2. Alat

Peralatan yang dibutuhkan antara lain : pinset, gunting, termos dingin, cawan

petri, incubator, freezer, refrigerator, stomacher, timbangan analitik, anaerobic

jar/incubator CO2, mikro pipet, pipet volumetrik, tabung reaksi, tabung durham,

tabung volumetrik, labu erlenmeyer, ose, api bunsen, pH meter, biosafety

cabinet, laminar air flow, autoclave, gelas ukur, oven, colony counter,

mikroskop, evaporator, homogenizer, elisa reader, AAS, termocycler,

elektroforesis, microwave digestion system, fume hood.

2.2 Metode

2.2.1 Pemilihan lokasi

Lokasi yang dipilih untuk pengambilan sampel uji cemaran mikroba, residu

(antibiotika, logam berat), aflatoksin M1 dan identifikasi spesies daging babi

dan tikus adalah lokasi yang berdasarkan analisis risiko memiliki risiko yang

cukup tinggi, yaitu pada kabupaten/kota yang memiliki RPH/TPH , pasar/retail

dan unit usaha.

Untuk sampel pengujian residu hormon, lokasi pengambilan sampel dipilih

berdasarkan pertimbangan bahwa ditempat tersebut dijual daging sapi yang

berpeluang berasal dari sapi yang diberi perlakuan growth promotor hormonal

(daging impor diambil dari perusahaan importir daging, untuk sapi lokal diambil

organ hati di RPH)

Pengambilan sampel di Provinsi Bali dilakukan di 4 (empat) Kabupaten/Kota

(Badung, Tabanan, Buleleng dan Denpasar), di Provinsi NTB dilakukan di

2 (dua) Kota (Mataram dan Bima) dan di Provinsi NTT dilakukan di

2 Kabupaten/Kota (Sikka dan Kupang).

Page 107: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

104

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Sampel daging segar diambil di rumah potong hewan (RPH)/tempat

pemotongan hewan (TPH), dan pasar tradisional sedangkan sampel telur, susu

dan daging olahan diambil di pasar tradisional dan retail (pengecer).

Pengambilan sampel khususnya daging sapi beku import juga dilakukan di

beberapa perusahaan (importir) untuk pemeriksaan residu hormon trenbolon.

2.2.2. Metode sampling

Pemilihan lokasi pengambilan sampel menggunakan metode purposive yaitu

lokasi sampel sudah ditentukan sebelumnya. Alokasi tempat pengambilan

sampel berdasarkan pertimbangan adanya RPH/TPH, pasar dan pengecer

(daging, daging olahan, susu,telur), dan perusahaan importir daging. Pemilihan

sampel daging, daging olahan, susu, telur pada pasar dan kios (pengecer)

dilakukan secara random sederhana.

2.2.3. Sampel size

Mengingat keterbatasan sumber daya maka proses sampling diperlukan. Untuk

itu sampel size( jumlah sampel minimal yang diambil agar mewakili) dihitung

berdasarkan rumus n = [ Zα/2 ]2 x P x Q]

L2

Keterangan : n = Jumlah sampel

Z = Nilai standar normal (baku)

P = proporsi = prevalensi

Q = Peluang tidak terjadi cemaran

L = Tingkat ketelitian

α = tingkat kepercayaan

Dalam hal ini nilai P (prevalensi) yang diambil adalah 34% (prevalensi TPC

tahun 2014), α yang dipilih adalah 5%, L yang dipilih 5%.

Perhitungan :

n = [2]2 x 0,34 x (1-0,34) = 35,9 dibulatkan 36

(0,05)2

Page 108: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

105

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Untuk meningkatkan ketelitian (untuk menekan bias) maka sample size

terhitung 36 x 3 = 108 (Martin,T.,1987). Namun mengingat keterbatasan

sumber daya dan untuk meningkatkan efisiensi maka sample size yang diambil

adalah diatas jumlah sampel minimal (diatas 36).

2.2.4 Penanganan dan transportasi sampel

Semua sampel (daging segar) yang diambil ditangani secara aseptis. Sampel

yang diperoleh disimpan dan ditransportasikan pada suhu dingin, sedangkan

sampel telur diletakkan dalam wadah telur. Selain sampel primer (daging),

akan diambil juga sampel sekunder antara lain : sampel air di RPH, swab

pisau, meja (alas daging) dan timbangan di pasar tradisional

2.2.5 Pengujian sampel

a. Cemaran mikroba (TPC, E.coli, S.aureus, Salmonella sp.,Campylobacter sp.)Masing-masing sampel ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian

dimasukkan dalam mwadah steril, ditambahkan 225 ml BPW 0,1% dan

dihomogenkan selama 1-2 menit (10-1) selanjutnya dibuat pengenceran

seri berkelipatan 10. Dipipet sebanyak 1 ml dari setiap pengenceran

tersebut dan dituangkan ke dalam cawan petri steril. Kemudian dituangkan

12-15 ml plate count agar dan diinkubasikan pada suhu 350C selama 24-

48 jam Koloni yang tumbuh dihitung sebagai Total Plate Count (TPC).

Pengujian bakteri E.coli dilakukan dengan mengambil 1 loop dari setiap

tabung LSTB yang positif ke tabung EC broth yang berisi tabung durham

dan diinkubasikan pada suhu 45,50C selama 24-48 jam ± 2 jam. Tabung-

tabung yang menghasilkan gas dinyatakan positif dan diduga bakteri

E.coli. Uji peneguhan dilakukan dengan mengambil 1 loop dari biakan EC

broth yang positif kemudian dibuat goresan pada media L-EMB dan

diinkubasikan pada suhu 350C selama 24 jam. Koloni tersangka dari

masing-masing L-EMB dipindahkan ke PCA miring untuk uji morphologi

Page 109: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

106

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

dan biokimia. Bakteri E.coli dihitung dengan nilai MPN berdasarkan

jumlah tabung dalam pengenceran EC broth yang positif.

Pengujian Staphylococcus aureus, sampel dari setiap pengenceran

diambil masing-masing sebanyak 1 ml (terbagi dalam 0,4 ml, 0,3 ml, 0,3

ml) dipupuk pada media BPA yang telah ditambahkan egg yolk.,

diinkubasikan pada suhu 350C selama 45-48 jam. Jika dalam pupukan

ditemukan koloni yang khas S.aureus, maka koloni tersebut diisolasi dan

dilarutkan dalam 0,2-0,3 ml BHI broth, kemudian diinkubasikan pada suhu

350C selama 18-24 jam. Sebanyak 0,5 ml koagualse plasma kelinci

ditambahlan ke biakan BHI broth dan diaduk, selanjutnya diinkubasikan

pada suhu 350C dan diperiksa setiap 6 jam untuk melihat terbentuknya

gumpalan.

Pengujian bakteri Salmonella sp, sebanyak 25 gram sampel ditambahkan

225 ml lactose broth, diinkubasikan pada suhu 350C selama 24 jam ± 2

jam. Dari larutan tersebut diambil 1 ml diinokulasikan ke dalam 10 ml

tetrathionate broth (TTB), diinkubasikan pada suhu 350C selama 24 ± 2

jam. Dari media tersebut diambil 1 loop digoreskan pada media HE, XLD

dan BSA, diinkubasikan pada suhu 350C selama 24 ± 2 jam. Koloni yang

khas untuk bakteri Salmonella sp diuji pada media TSIA dan LIA. Koloni

yang dicurigai diuji dengan reaksi biokimia dan serologi.

Pengujian bakteri Campylobacter sp, sebanyak 25 gram sampel dan

ditambah 100 ml pepton 0,1%, dicentrifus dingin 16000 rpm selama 15

menit kemudian supernatannya dibuang. Selanjutnya dipindahkan 3 ml

endapan ke dalam botol sentrifus steril yang berisi 100 ml enrichment

broth. Suspensi tersebut diinkubasikan pada suhu 370C selama 4 jam

dalam kondisi anaerobik. Temperatur inkubasi dinaikkan menjadi 420C

selama 24 jam. Dari suspensi tersebut dibuat pengenceran 1:100 (0,1 ml

dimasukkan ke dalam 9,9 ml pepton 0,1% pepton). Digoreskan 2 ose dari

suspensi ke media agar mCCDA, diinkubasikan pada suhu 420C selama

24-48 jam dalam kondisi anaerobic (Anon, 2008)

Page 110: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

107

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

b. Residu antibiotika (bioassay)

Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dipotong kecil-kecil ditambahkan

pelarut dapar fosfat sebanyak 20 ml dan disentrifus. Setelah disentrifus

diambil supernatannya. Kertas cakram diletakkan di atas media yang telah

ditambahkan bakteri uji sesuai dengan jenis antibiotika yang akan diuji,

kemudian ditetesi dengan suspensi sampel dan kontrol antibiotika

sebanyak 75 ul, diinkubasikan selama 16-18 jam untuk golongan makrolida

dan aminoglikosida pada temperatur 360C ± 10C, golongan tetrasiklin pada

temperatur 300C ± 10C dan golongan penisillin pada temperatur 550C ± 10C.

Diameter hambatan yang terbentuk pada sampel sebaiknya berada dalam

kisaran kurva baku, apabila diameter hambatan yang terbentuk melebihi

nilai kurva baku maka sampel harus diencerkan (Anon, 2008)

c. Uji Residu logam berat

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan dalam tabung

microwave. Sampel ditambahkan 5 ml HNO3, kemudian destruksi di dalam

microwave. Selanjutnya pindahkan larutan hasil destruksi ke dalam labu

takar 50 ml. Bilas labu destruksi 3 kali masing-masing dengan 5 ml air

deionisasi. Tepatkan dengan asam nitrat 0,1M. Selanjutnya sampel

dianalisa dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) (Anon,

2013)

d. Uji Hormon Trenbolon Acetat (TBA)

Sebanyak 10 gram sampel di ekstraksi dan dipurifikasi, selanjutnya

dilakukan uji Elisa : ditambahkan 20 ul tiap-tiap larutan standard atau

sampel dan ditambahkan 50 ul larutan enzim conjugate pada masing-

masing lubang plate (well). Selanjutnya ditambahkan 50 ul larutan anti-

trenbolon antibody pada masing-masing well, plate dikocok secara manual

dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu kamar, kemudian di cuci dengan

aquadest sebanyak 2 kali.

Page 111: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

108

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Pada masing-masing well ditambahkan 50 substrat dan 50 ul cromogen,

dikocok pelan-pelan secara manual, diinkubasi pada suhu kamar selama

30 menit dalam ruangan gelap. Selanjutnya ditambahkan 100 ul stop

solution pada masing-masing well. Setelah 30 menit, plate dibaca pada

filter 450 nm.

e. Uji Aflatoksin M1

Pengujian Aflatoksin M1 dalam sampel susu dilakukan dengan metode

ELISA kompetitif. Sampel susu dikondisikan pada suhu 10 °C, kemudian

disentrifuse pada 3500 g selama 10 menit. Krim pada lapisan atas

dihilangkan menggunakan pipet pasteur, kemudian 100 μl susu yang telah

dihilangkan lemaknya digunakan untuk pengujian. Larutan antibodi anti-

aflatoxin M1 sebanyak 100 μl ditambahkan ke setiap sumur dari microwell,

dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu ruang (20-25 °C) selama 15

menit. Larutan antibodi dibuang dengan cara membalikkan posisi microwell

pada kertas penyerap, kemudian dilakukan pencucian sebanyak 3 kali

dengan 250 μL larutan washing buffer pada setiap sumur. Standar AFM1

dan sampel masing-masing sebanyak 100 μl ditambahkan ke setiap

sumur, dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu ruang dalam keadaan

gelap selama 30 menit.

Cairan standar dan sampel dibuang dengan cara membalikkan posisi

microwell pada kertas penyerap, kemudian dilakukan pencucian sebanyak

3 kali dengan 250 μl larutan washing buffer. Enzim konjugat (100 μl)

ditambahkan ke setiap sumur, dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu

ruang dalam keadaan gelap selama 15 menit. Cairan dibuang dengan cara

membalikkan posisi microwell pada kertas penyerap, kemudian dilakukan

pencucian sebanyak 3 kali dengan 250 μl larutan washing buffer.

Substrat/chromogen sebanyak 100 μl ditambahkan ke setiap sumur dan

dihomogenkan, kemudian diinkubasi pada suhu ruang dalam keadaan

gelap selama 15 menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 100 μl

stop solution ke setiap sumur. Absorbansi diukur dengan ELISA reader

Page 112: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

109

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

pada panjang gelombang 450 nm. Pembacaan dilakukan dalam jangka

waktu 15 menit setelah penambahan stop solution dengan melihat nilai

optical density (OD) yang tercetak dari ELISA reader, kemudian

diintegrasikan ke dalam bentuk kurva kalibrasi standar menggunakan

software.

f. Uji Identifikasi Spesies Babi (Pemalsuan daging babi)

Ekstraksi sampel : Waterbath/blok pemanas disiapkan pada suhu 55 0 dan

700 kemudian sebanyak 25 mg daging dimasukkan ke dalam mikrotube.

kemudian ditambahkan 180 µl lysis buffer (L6) dan 20 µl proteinase K

kedalam tube, dan diinkubasikan pada suhu 550C selama 30 menit.

Sebanyak 20 µl RNase A ditambahkan dan diinkubasikan pada suhu

ruangan selama 2 menit. Kemudian sentrifuse dengan kecepatan 13.000

rpm selama 5 menit. Supernatan dipindahkan ke tube baru dan

ditambahkan 10 % SDS sebanyak 10 µl dan divorteks. Kemudian sebanyak

200 µl Binding Buffer (L3) ditambahkan ke dalam tube dan di vortex dan

diinkubasikan pada suhu 700C selama 10 menit.

Sebanyak 200 µl etanol 90-100% kemudian ditambahkan ke dalam tube.

Selanjutnya cairan yang ada dalam tube di pindahkan ke spincolumn dan

disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 detik. Cairan dibuang

dan ditambahkan kembali W4 kemudian disentrifus dengan kecepatan

12.000 rpm selama 30 detik. Cairan dibuang, sebanyak 500 µl wash buffer

(W5) ditambahkan ke dalam tube kemudian dengan kecepatan 12.000 rpm

selama 30 detik dan diulangi sekali lagi. Cairan dibuang dan disentrifus

dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 detik. Masukkan ke dalam

collection tube dan sebanyak 100 µl elution buffer (E1) ditambahkan

kemudian diinkubasikan pada temperatur ruangan selama 1 menit.

Kemudian disentrifuse pada kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit.

Dilanjutkan dengan uji PCR .

Page 113: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

110

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

g. Uji Identifikasi Spesies Tikus (Pemalsuan daging tikus)

Pembuatan suspensi 20% : sampel dipotong kecil-kecil, ditimbang

sebanyak 0,2 gram, selanjutnya sampel digerus dengan menambahkan 1

ml PBS 1%.

Ekstraksi sampel : Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan Purelink

Viral RNA/DNA minikit. Sebanyak 200 ul suspensi sampel ditambhakan 200

ul lysis buffer dan 24 ul Proteinase K dan dicampurkan ke dalam tube 1,5

ml. Suspensi di vortex dan diinkubasikan pada waterbath pada suhu 560C

selama 15 menit. Suspensi ditambahkan ethanol sebanyak 200 ul dan

diinkubasikan pada suhu ruang selama 5 menit. Suspensi dimasukkan ke

dalam spin column dan disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1

menit. Cairan pada collection tube dibuang. Selanjutnya pada collection

tube dituangkan lagi whasing buffer sebanyak 500 ul dan disentrifus dengan

kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Collection tube diganti dan

disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Collection tube

diganti dengan recovery tube ukuran 1,5 ml dan ditambahkan 50 ul

nuclease free water (NFW), kemudian disentrifus dengan kecepatan 12.000

rpm selama 1 menit. Dioxynucleic acid (DNA) yang diperoleh dapat secara

langsung (segera) diamplifikasi atau bisa disimpan dalam freezer suhu -

200C sampai -800C.

Hasil amplifikasi DNA daging tikus menunjukkan hasil positif mengandung

DNA tikus dengan panjang amplikon 188 bp.

h. Uji Identifikasi Campylobacter jejuni dengan metode PCR

Ekstraksi isolat murni bakteri standar : beberapa koloni isolat standar

American Type Culture Collection (Campylobacter jejuni ATCC 33560) hasil

isolasi dimasukkan ke dalam 1 ml aquades kemudian dikocok dengan

menggunakan vortex. Kekeruhan diukur pada OD 0,3 dengan panjang

gelombang 600 nm dan disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama 5

menit. Purifikasi DNA dilakukan dengan cara menambahkan aquades 1 ml

Page 114: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

111

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

pada pelet, kemudian dipanaskan dalam air mendidih dengan suhu 1000C.

Setelah 10 menit dipanaskan , segera didinginkan dan segera disentrifus

kembali dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit, suspensi yang

diperoleh merupakan DNA.

Ekstraksi sampel : Sampel daging ayam dalam suspensi media enrichment

broth yang telah diinkubasikan, diambil sebanyak 1 ml kemudian disentrifus

dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 40C selama 10 menit. Pelet yang

diperoleh ditambah 1 ml aquades dan disentrifus kembali dengan

kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Purifikasi DNA dilakukan dengan

cara menambahkan aquades 1 ml pada pelet, kemudian dipanaskan dalam

air mendidih dengan suhu 1000C. Setelah 10 menit, suspensi segera

didinginkan dan disentrifus kembali dengan kecepatan 12.000 rpm selama

5 menit, selanjutnya suspensi yang ada diambil sebagai DNA.

Analisis hasil amplifikasi berdasarkan ukuran dari masing-masing fragmen

atau pita DNA dibandingkan dengan posisi pita dari marker. Hasil

amplifikasi menunjukkan hasil positif mengandung DNA Campylobacter

jejuni dengan panjang amplikon 323 bp.

i. Uji Anti Mikrobial Resistant (AMR)Satu loop penuh dari biakan isolat bakteria pada media NA diambil dan

dibuat suspensi ke dalam 1 ml NaCl fisiologis steril. Kekeruhan yang

terbentuk disetarakan dengan kekeruhan 0,5 McFarland secara visual.

Dengan menggunakan swab steril, inokulasikan suspensi bakteria dalam

NaCl fisiologis tersebut ke seluruh permukaan media agar secara merata.

Media dibiarkan sesaat agar mengering. Setelah suspensi mengering pada

permukaan agar, tempelkan disk antimikrobial yang akan diujikan pada

permukaannya. Kemudian media diinkubasikan pada suhu 350C selama 16-

18 jam. Bakteria refference E.coli ATCC 25922 digunakan untuk kontrol

kualitas pengujian susceptibilitas.

Page 115: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

112

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Isolat bakteria ditentukan susceptibilitasnya terhadap antimikrobial

dengan mengukur diameter halo yang terbentuk. Penentuan susceptible

(S), intermediate (I), dan resistant (R) melalui ukuran diameter halo yang

terbentuk berdasarkan rekomendasi standar NCCLS.

III. HASIL

Hasil uji Total Plate Count (TPC) sampel daging segar (daging babi dan sapi)

dan daging olahan yang berasal dari RPH, TPH dan pasar/retail di Bali bila

dibandingkan dengan batas maksimum cemaran mikroba (BMCM) TPC (total

kuman) dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 1x106 koloni/g untuk

daging segar dan 1x105 koloni/g untuk daging olahan, hasil uji menunjukkan

sebanyak 25 dari 48 sampel (52,1%) daging segar yang berasal dari RPH

mengandung total kuman melebihi batas maksimum. Hasil uji 5 sampel daging

segar asal TPH menunjukkan semua sampel (100%) mengandung total kuman

melebihi batas maksimum. Sedangkan hasil uji sampel daging segar dan

adging olahan asal pasar/retail menunjukkan sebanyak 94 (56,9%) dari 165

sampel mengandung total kuman melebihi maksimum. Hasil selengkapnya

tersaji dalam tabel 1 di bawah ini.

Page 116: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

113

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 1. Hasil Uji Total Plate Count (TPC) pada sampel daging segar dandaging olahan asal Bali, NTB dan NTT tahun 2017

Hasil Uji Total Plate Count (TPC)RPH TPH Pasar/retailAsal

SampelJenis

sampel ∑sampel

>BMCM

∑sampel

>BMCM

∑sampel > BMCM

Dg. Sapi 17 6(35,3%)

0 0 17 15(88,2%)

Dg. Babi 4 0 5 5(100%)

27 20(74,1%)

Dg.Olahan

0 0 0 0 42 10(23,8%)

Bali

Jumlah

21 6(28,6%)

5 5(100%)

86 45(52,3%)

Dg. Sapi 10 9(90,0%)

0 0 30 22(73,3%)

Dg.Olahan

0 0 0 0 10 10(100%)

Telur asin 0 0 0 0 10 0

NTB

Jumlah

10 9(90,0%)

0 0 50 34(68,0%)

Dg. Sapi 12 5(41,7%)

0 0 10 6(60,0%)

Dg. Babi 5 5(100%)

0 0 9 4(44,4%)

Dg.Olahan

0 0 0 0 10 5(50,0%)

NTT

Jumlah

17 10(58,8%)

0 0 29 15(51,7%)

Total 48 25(52,1%) 5 5

(100%) 16594

(56,9%)

Keterangan : Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam Standard NasionalIndonesia (SNI) 7388-2009 untuk parameter uji TPC pada daging segar : 1x106 koloni/g,daging olahan : 1x105 koloni/g

Sementara itu batas maksimum cemaran E.coli pada daging segar adalah

1x101 koloni/g. Hasil uji (E.coli) sampel daging segar (sapi, babi dan ayam)

menunjukkan, sebanyak 26 dari 47 sampel (55,3%) yang berasal dari RPH ,

sebanyak 10 dari 10 sampel (100%) berasal dari TPH dan sebanyak 102 dari

130 sampel (78,46%) berasal dari pasar/retail mengandung E.coli melebihi

batas maksimum. Hasil selengkapnya tersaji dalam tabel 2 di bawah ini.

Page 117: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

114

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 2. Hasil Uji E.coli pada sampel daging segar asal Bali, NTB dan NTTtahun 2017

Hasil Uji E.coliRPH TPH Pasar /RetailAsal

SampelJenis

sampel ∑sampel

>BMCM

∑sampel > BMCM ∑

sampel>

BMCMDg.Sapi

16 5(31,3%)

0 0 0 0

Dg.Babi

4 0 5 5(100%)

21 17(80,9%)

Dg.Ayam

0 0 0 0 55 51(92,7%)

Bali

Jumlah

20 5(25,0%)

5 5(100%)

76 68(89,5%)

Dg.Sapi

10 8(80,0%)

0 0 10 4(40,0%)

Dg.Ayam

0 0 5 5(100%)

25 18(72,0%)

NTB

Jumlah

10 8(80,0%)

5 5(100%)

35 22(62,9%)

Dg.Sapi

12 8(66,7%)

0 0 0 0

Dg.Babi

5 5(100%)

0 0 9 5(55,6%)

Dg.Ayam

0 0 0 0 10 7(70,0%)

NTT

Jumlah

17 13(76,5%)

0 0 19 12(63,2%)

Total 47 26(55,3%)

10 10(100%)

130 102(78,4%)

Ket : Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam Standard Nasional Indonesia(SNI) 7388-2009 untuk parameter uji E.coli pada daging segar : 1x101koloni/g.

Sedangkan hasil uji terhadap cemaran bakteri Staphylococcus aureus

(S.aureus) disajikan dalam tabel 3 di bawah ini. Hasil uji menunjukkan bahwa

sebanyak 10 sampel daging olahan yang berasal dari unit usaha dan 67

sampel daging olahan dan telur asin yang berasal dari pasar/retail tidak

mengandung (negatif) bakteri S.aureus.

Page 118: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

115

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 3. Hasil Uji S.aureus pada sampel daging olahan dan telur asalBali, NTB dan NTT tahun 2017

Hasil Uji Staphylococcus aureusUnit Usaha Pasar/RetailAsal

SampelJenis

sampel∑ sampel > BMCM ∑ sampel > BMCM

Dg. olahan 0 0 42 0BaliJumlah 0 0 42 0 (0,0%)

Dg. olahan 5 0 5 0Telur asin 0 0 10 0

NTB

Jumlah 5 0 (0,0%) 15 0 (0,0%)Dg. olahan 0 0 10 0NTT

Jumlah 0 0 10 0 (0,0%)Total 10 0 (0,0%) 67 0 (0,0%)

Ket : Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam Standard Nasional Indonesia(SNI) 7388-2009 untuk parameter uji Staphylococcus aureus pada telur asin :1x101koloni/g, daging olahan : 1 x 102 koloni/g .

Hasil uji terhadap Salmonella sp, menunjukkan sebanyak 59 sampel daging

sapi, babi dan ayam yang berasal dari RPH/TPH dan sebanyak 478 sampel

daging dan telur asal pasar/retail tidak mengandung (negatif) bakteri

Salmonella sp.Hasil selengkapnya tersaji dalam table 4 di bawah ini.

Page 119: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

116

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 4. Hasil uji Salmonella sp pada sampel daging segar dan telur asalBali, NTB dan NTT tahun 2017

Hasil Uji Salmonella spRPH/TPH Pasar/RetailAsal

SampelJenis

sampel∑ sampel > BMCM ∑ sampel > BMCM

Dg. sapi 16 0 20 0Dg. babi 9 0 26 0Dg. ayam 0 0 55 0Telur ayam 0 0 98 0Telur bebek 0 0 5 0Telur puyuh 0 0 2 0

Bali

Jumlah 25 0 (0, 0%) 206 0 (0,0%)Dg. sapi 10 0 30 0Dg. ayam 5 0 25 0Telur ayam 0 0 80 0Telur asin 0 0 10 0

NTB

Jumlah 15 0 (0,0%) 145 0 (0,0%)Dg. sapi 12 0 10 0Dg. babi 5 0 9 0Dg. ayam 2 0 8 0Telur ayam 0 0 100 0

NTT

Jumlah 19 0 (0,0%) 127 0 (0,0%)Total 59 0 (0,0%) 478 0 (0,0%)

Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam Standard Nasional Indonesia (SNI)7388-2009 untuk parameter uji Salmonella sp pada daging segar : negatif/25 g, telursegar : negatif/25g, telur asin : negatif/25g.

Sementara itu, hasil uji terhadap residu antibiotika disajikan dalam tabel 5 di

bawah ini. Dari 601 sampel daging, hati dan telur yang diperiksa, hasil uji

menunjukkan sebanyak 80 sampel (13,3 %) mengandung residu golongan

penicillin, 33 sampel (5,5%) mengandung residu golongan tetrasiklin, 54

sampel (9,0%) mengandung residu golongan aminoglikosida dan 46 sampel

(7,6%) mengandung residu golongan makrolida.

Page 120: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

117

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 5. Hasil Uji Residu Antibiotika sampel daging dan telur asal Bali,NTB dan NTT tahun 2017

∑ Sampel Positif Residu AntibiotikaAsalSampel

JenisSampel

JumlahSampel PC’s TC’s AG’s MC’s

Dagingayam

50 0 0 0 0

Dagingbabi

5 0 0 0 0

Telurayam

102 40(39,2%)

0 6 (5,9%) 4 (3,9%)

Telurbebek

4 0 0 0 2 (50,0%)

Telurpuyuh

63 8(12,7%)

0 1 (1,6%) 2 (3,2%)

Hati sapi 26 0 7(26,9%)

0 0

Hati babi 25 0 0 0 0

Bali

Jumlah

275 48(17,5%)

7(2,5%)

1 (0,4%) 8 (2,9%)

Dagingayam

30 0 1(3,3%)

0 0

Telurayam

80 6 (7,5%) 0 2 (2,5%) 1 (1,3%)

Telurpuyuh

30 2 (6,7%) 0 5 (16,7%) 1 (3,3%)

Hati sapi 42 9 (2,1%) 11(26,2%)

0 8 (19,0%)

NTB

Jumlah

182 17(9,3%)

12(6,6%)

7 (3,8%) 10 (5,5%)

Dagingayam

10 0 0 0 0

Telurayam

100 3 (3,0%) 0 32(32,0%)

16(16,0%)

Hati sapi 22 12(54,5%)

10(45,4%)

11(50,0%)

9 (40,9%)

Hati babi 12 0 4(33,3%)

3 (25,0%) 3 (25,0%)

NTT

Jumlah

144 15(10,4%)

14(9,7%)

46(31,9%)

28(19,4%)

Total 601 80(13,3%)

33(5,5%)

54 (9,0%) 46 (7,6%)

Ket : PC’s : golongan Penisillin, TC’s : golongan Tetrasiklin, AG’s : golonganAminoglikosida, MC’s : golongan Macrolida

Page 121: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

118

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Hasil uji terhadap residu hormon trenbolon acetat (TBA), menunjukkan bahwa

40 sampel daging sapi beku import dan 48 sampel hati sapi lokal negatif

residu hormon trenbolon acetat. Hasil selengkapnya tersaji dalam tabel 6 di

bawah ini.

Tabel 6. Hasil Uji Residu Hormon Trenbolon Acetat (TBA) pada sampeldaging dan hati sapi asal Bali, NTB dan NTT tahun 2017

Hasil Uji TBAAsalSampel Jenis Sampel Jumlah

sampel Konsentrasi(ppt) Interpretasi

Daging sapi beku

import

40 109,68 -313,98 NegatifBali

Hati sapi lokal 16 123,09-230,91 Negatif

NTB Hati sapi lokal 20 104,04-395,66 Negatif

NTT Hati sapi lokal 12 162,38-316,91 Negatif

Total 88 104,04-162,38 Negatif

Batas Maksimum Residu (BMR) hormon trenbolon acetat yang ditetapkan CodexAlimentarius Commision (CAC) pada daging : 2 ppb (2000 ppt) ; hati : 10 ppb (10000 ppt)

Dalam tabel 7 tersaji hasil uji residu logam berat khususnya Pb (timbal). Hasil

uji menunjukkan, sebanyak 23 sampel hati sapi negatif residu logam berat Pb

(timbal)

Tabel 7. Hasil uji Residu Logam Berat (Pb) pada sampel hati sapi asalBali, NTB dan NTT tahun 2017

Hasil Uji Residu Pb (Timbal)AsalSampel

Jenissampel

lokasisampel

Jumlahsampel Konsentrasi (ppm) Interpretasi

Bali Hati sapi RPH 7 (-0,0196) – (-0,0909)

Negatif

NTB Hati sapi RPH 4 (-0,012) – (-0,043)

Negatif

NTT Hati sapi RPH 12 (-0,0026) – (-0,169)

Negatif

Total 23 (-0,0026) - (-0,169) Negatif

Batas Maksimum Residu (BMR) logam berat (Pb) berdasarkan SNI 7387:2009, dalamJeroan sapi : 0,5 mg/kg (ppm) (CAC, 2003)

Page 122: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

119

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Hasil uji terhadap Aflatoksin M1 dan Identifikasi spesies babi (pemalsuan

daging babi), menunjukkan bahwa semua sampel (35 sampel susu sapi )

negatif Aflatoksin M1. Hasil uji PCR ID spesies (uji pemalsuan) menunjukkan

sebanyak 54 sampel daging olahan negatif spesies babi dan tikus (tidak ada

pemalsuan daging babi dan tikus). Hasil uji PCR identifikasi bakteri

Campylobacter jejuni menunjukkan bahwa sebanyak 60 sampel daging ayam

negatif bakteri Campylobacter jejuni. Hasil uji tersaji dalam tabel 8, 9 dan 10 di

bawah ini.

Tabel 8. Hasil Uji Aflatoksin M1 pada sampel susu asal Bali, NTB dan NTTtahun 2017

Hasil Uji Aflatoksin M1AsalSampel

Jenissampel

Lokasisampel

Jumlahsampel Nilai (ppt) Interpretasi

Bali SusuUHT

Retail 15 <125- 168,97 Negatif

NTB SusuUHT

Retail 10 <125 Negatif

NTT SusuUHT

Retail 10 <125- 150,43 Negatif

Total 35 <125-168,97 Negatif

Ket: Batas Maksimum Residu (BMR) Aflatoksin M1 dalam SNI 7385-2009 : 500 ppt

Tabel 9. Hasil Uji PCR Identifikasi Spesies (pemalsuan daging babi dantikus) pada sampel daging olahan asal Bali, NTB dan NTT tahun2017

AsalSampel

JenisSampel

LokasiSampel

JumlahSampel

Hasil UjiID spesies

tikusJumlahSampel

Hasil UjiID Spesies

BabiBali Daging

olahanRetail/pasar 34 Negatif 34 Negatif

NTB Daging olahan

Retail/pasar 10 Negatif 10 Negatif

NTT Dagingolahan

Retail/pasar 10 Negatif 10 Negatif

Total 54 Negatif 54 Negatif

Page 123: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

120

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 10. Hasil Uji PCR Identifikasi bakteri Campylobacter jejuni padasampel daging ayam asal Bali, NTB dan NTT tahun 2017

AsalSampel

JenisSampel

LokasiSampel

JumlahSampel

Hasil Uji PCRCampylobacter

jejuniBali Daging

ayamPasar 34 Negatif

NTB Daging ayam

Pasar 20 Negatif

NTT Dagingayam

Pasar 6 Negatif

Total 60 Negatif

Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam Standard Nasional Indonesia (SNI)7388-2009 untuk parameter uji Campylobacter sp pada daging segar : negatif/25 g

Dalam table 11 disajikan hasil uji anti mikrobial Resistant (AMR) terhadap isolat

E.coli dari sampel daging segar (daging sapi, babi, ayam). Hasil uji

menunjukkan bahwa dari 68 isolat E.coli yang diuji, sebanyak 30 isolat (44,1%)

resistant terhadap Sulfamethoxazole, 63 isolat (92,6%) resistant terhadap

Gentamycin, 64 isolat (94,1%) resistant terhadap Cephalotin, 40 isolat (58,8%)

resistant terhadap Tetracyclin, 60 isolat (88,2%) resistant terhadap

Erythromycin dan 0% isolat resistant terhadap Chloramphenicol (semua isolat

E.coli sensitif terhadap Chloramphenicol).

Page 124: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

121

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 11. Hasil uji AMR (Anti Mikrobial Resistant) terhadap isolat E.coli

Hasil uji AMR terhadap isolat E.coli(∑ isolat yang resistant terhadap jenis antibiotika)Asal

sampel

sumberisolatE.coli

Jumlah

isolatE.coli SXT CN KF TE E. C

Dg. sapi 4 3 4 4 3 0 0

Dg. babi 5 0 5 5 2 5 0

Bali

Dg.ayam

15 10 12 11 10 14 0

Dg. sapi 5 2 4 5 1 3 0

Dg.ayam

10 7 10 10 10 10 0

NTB

Dg. babi 5 1 4 5 1 4 0

Dg. sapi 7 0 7 7 6 7 0

Dg.babi 10 0 10 10 0 10 0

NTT

Dg.ayam

7 7 7 7 7 7 0

Total 68 30(44,1%)

63(92,6%)

64(94,1%)

40(58,8%)

60(88,2%)

0(0,0%)

Ket : SXT = Sulfamethoxazole, CN = Gentamycin, KF = Cephalotin, TE = Tetracyclin,E. = Erythromycin, C = Chloramphenicol

Page 125: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

122

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

IV. PEMBAHASAN

Cemaran mikroba seperti Total Plate Count (TPC), Coliform, Eschericia coli,

Staphylococcus aureus, Salmonella sp, Campylobacter sp dan Listeria

monocytogenes berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.7388:2009

adalah mikroba yang keberadaannya dalam pangan pada batas tertentu dapat

menimbulkan risiko terhadap kesehatan (Anon., 2009).

Total Plate Count (TPC) menunjukkan jumlah mikroba dalam suatu produk.

Winarno

(1980) menambahkan bahwa TPC adalah suatu metode yang berfungsi untuk

menentukan kecukupan sanitasi dan kontrol suhu selama proses

pengangkutan dan penyimpanan bahan pangan, menentukan kapan suatu

kerusakan bahan pangan itu dimulai dan untuk menyatakan sumber

kontaminasi. Purwanti (2006) menyatakan bahwa jumlah mikroba pada daging

dapat meningkat karena beberapa faktor antara lain kontaminasi lingkungan,

adanya perkembangan mikroba secara normal di dalam daging, sanitasi dan

higiene yang buruk dan adanya kontaminasi selama proses penanganan awal

hingga penanganan akhir.

Berdasarkan hasil uji TPC pada pangan asal hewan terutama daging segar

yang diambil di beberapa RPH dan pasar tradisional menunjukkan bahwa

tingkat cemaran mikroba relatif tinggi yaitu sebanyak 52,1% sampel daging

segar yang berasal dari RPH, 100% sampel daging segar yang berasal dari

TPH dan 56,9% sampel daging segar dan daging olahan yang berasal dari

pasar/retail mengandung TPC melebihi nilai batas maksimum cemaran

mikroba (MBCM) yang dipersyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)

7388 : 200 yaitu 1 x 106 koloni/g untuk daging segar dan 1x105 koloni/g untuk

daging olahan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat higiene dan sanitasi di

beberapa RPH, TPH dan pasar/retail relatif kurang memenuhi standar higiene

dan sanitasi yang baik.

Page 126: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

123

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Hasil pengujian terhadap cemaran E.coli menunjukkan bahwa tingkat cemaran

E.coli juga relatif tinggi yaitu sebanyak 55,3% sampel daging segar asal RPH,

100% sampel asal TPH dan 78,4% sampel asal pasar/retail mengandung E.coli

melebihi nilai batas maksimum. Hal ini juga mengindikasikan rendahnya tingkat

kebersihan (sanitasi) di tempat penyediaan pangan tersebut.

Escherichia .coli merupakan bakteri berbentuk batang pendek, gram negatif,

ukuran 0,4 um – 0,7 um x 1,4 um, dan beberapan strain mempunyai kapsul.

Terdapat beberapa strain E.coli yang patogen dan non patogen. Strain patogen

E.coli dapat menyebabkan kasus diare berat pada semua kelompok usia

melalui endotoksin yang dihasilkannya. Sumber pencemaran E.coli adalah

feses, saluran pencernaan hewan atau manusia. Escherichia. coli yang

bersifat hemolitik dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin dari

kuman tersebut diabsorbsi pada sel endothelial dimana reseptor toksin banyak

terdapat seperti di ginjal sehingga akan menimbulkan gejala klinik seperti

haemolitik uremik syndrome (HUS) dan juga disaraf sehingga dapat juga

menimbulkan gejala syaraf. Sanitasi yang baik, memasak daging sampai suhu

650 C merupakan cara untuk mengontrol E.coli.

Sementara itu, dari hasil uji terhadap terhadap beberapa bakteri yang

dikatagorikan membahayakan (patogen) seperti S.aureus, Salmonella spdan

Campylobacter jejuni menunjukkan bahwa sampel daging dan telur yang

diperiksa tidak terkontaminasi bakteri patogen. Hal ini ditunjukkan dari

pengujian terhadap sampel daging dan telur, hasil uji menunjukkan semua

sampel tidak mengandung bakteri S.aureus, Salmonella sp dan Campylobacter

jejuni , meskipun dalam persyaratan yang ditetapkan dalam SNI bahwa

bakteri S.aureus masih diperbolehkan ada dalam pangan asal hewan

sebanyak 1 x 102 koloni/gram, sedangkan bakteri Salmonella sp dan

Campylobacter sp tidak boleh ada dalam pangan asal hewan.

Page 127: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

124

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Salmonella merupakan mikroflora normal pada beberapa hewan, terutama babi

dan unggas. Sumber mikroba ini antara lain air, tanah, serangga, lingkungan

pabrik, dapur, feses hewan, daging mentah, unggas mentah dan lain lain.

Pangan asal hewan berupa daging dan telur mentah sering ditemukan bakteri

Salmonella terutama pada kasus sporadik dan wabah Salmonellosis pada

manusia (Schlundt, et al., 2004). Berdasarkan kajian keamanan pangan

sesuai SNI 7388 : 2009 kasus keracunan yang disebabkan oleh bakteri ini

biasanya terjadi jika manusia menelan pangan yang mengandung Salmonella

dalam jumlah signifikan.

Jumlah Salmonella yang dapat menyebabkan Salmonellosis yaitu antara 107 –

109 koloni/gram. Kontaminasi Salmonella juga dapat terjadi pada ternak.

Kontaminasi pada ternak dapat terjadi sebelum disembelih yaitu akibat

kontaminasi horizontal eksternal pada telur-telur saat pengeraman telur ayam

pedaging sehingga akan dihasilkan daging ayam yang terkontaminasi oleh S.

enteritidis, selama penyembelihan, selama atau setelah pengolahan (Supardi

dan Sukamto, 1999).

Sementara itu, daging olahan sering tercemar bakteri S.aureus, namun pada

surveilans ini tidak ditemukan adanya bakteri S.aureus mencemari pangan

tersebut. Bakteri S.aureus sering ditemukan sebagai mikroflora normal pada

kulit dan selaput lendir manusia. Dapat meyebabkan infeksi baik pada manusia

maupun pada hewan. Pada susu jumlah bakteri S.aureus sebanyak 107

koloni/gram akan memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan

gastroenteritis atau radang lapisan saluran usus. Walaupun pengolah pangan

merupakan sumber pencemaran pangan yang utama, peralatan dan

lingkungan dapat juga menjadi sumber pencemaran S.aureus. Mencuci tangan

dengan teknik yang benar, membersihkan peralatan dan membersihkan

permukaan penyiapan pangan diperlukan untuk mencegah masuknya bakteri

ke pangan.

Page 128: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

125

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang mencemari

ayam maupun karkasnya. Cemaran bakteri ini pada ayam tidak menyebabkan

penyakit, tetapi mengakibatkan penyakit yang dikenal dengan nama

campylobacteriosis pada manusia. Penyakit tersebut ditandai dengan diare

yang hebat disertai demam, kurang nafsu makan,

muntah,danleukositosis,(Admin,2010a). Menurut Poloengan et al. (2005),

20−100% daging ayam yang dipasarkan di Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan

Tangerang tercemar bakteri C. jejuni. Oleh karena itu, berkembangnya industri

jasa boga di Indonesia perlu mendapatkan perhatian, terutama dalam

kaitannya dengan penyediaan pangan asal unggas.

Secara umum, hasil uji ini menunjukkan bahwa tingkat higiene daging yang

beredar di Bali, NTB dan NTT relatif masih rendah yang ditunjukkan dari hasil

uji TPC dan E.coli. Hal ini bisa mengakibatkan waktu paruh atau masa simpan

daging tersebat pendek (tidak bertahan lama pada suhu ruang) sehingga

menyebabkan daging cepat busuk. Hasil uji ini juga mengindikasikan bahwa

status higiene dan sanitasi pada mata rantai produksi pangan asal hewan

relatif kurang memenuhi persyaratan sanitasi yang baik. Namun demikian

pangan asal hewan tersebut tidak mengandung bakteri patogen.

Untuk dapat menghasilkan daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH)

maka proses produksi daging di RPH harus memenuhi persyaratan teknis,

mengingat RPH merupakan lokasi tranformasi dari ternak hidup menjadi

produk pangan (daging). Berdasarkan hasil pemantauan, ada beberapa RPH

yang memenuhi standar higiene dan sanitasi yang baik, namun sebagian besar

kondisi RPH di Provinsi Bali, NTB dan NTT saat ini cukup memprihatinkan dan

tidak memenuhi persyaratan teknis baik fisik (bangunan dan peralatan),

sumber daya manusia serta prosedur teknis pelaksanaanya. Hal ini dibuktikan

dengan tidak semua RPH memilki nomor kontrol veteriner (NKV) sebagai

standar pelaksanaan higiene dan sanitasi pada sebuah RPH.

Page 129: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

126

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Demikian juga situasi di pasar tradisional, meskipun ada beberapa pasar yang

sudah memiliki kios daging, namun sebagian besar pasar tradisional tidak

memiliki kios daging. Situasi di pasar tradisional dengan segala kegiatan dan

kondisi lingkungannya memiliki potensi banyak penyimpangan atau ketidak-

asuhan. Disadari bahwa untuk dapat mewujudkan penyediaan pangan asal

hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) di pasar tradisional

kenyataannya relatif berat mengingat permasalahan yang dihadapi tidak

sekedar masalah teknis tetapi juga masalah sosial yang justru lebih dominan

(Anon, 2013).

Selain diuji terhadap cemaran mikroba, sampel pangan asal hewan (daging,

hati dan telur) juga diuji terhadap 4 (empat) golongan residu antibiotika yaitu

golongan penicillin, tetrasiklin, aminoglikosida dan makrolida. Hasil uji

menunjukkan bahwa ke empat golongan residu antibiotika masih ditemukan

pada pangan asal hewan terutama telur ayam dan beberapa hati sapi. Dari

601 sampel yang diuji, residu antibiotika golongan penisillin ditemukan

sebanyak 80 sampel (13,3%), golongan tetrasiklin sebanyak 33 sampel (5,5%),

golongan aminoglikosida sebanyak 54 sampel (9,0%%) dan golongan

makrolida sebanyak 46 sampel (7,6%).

Residu merupakan bahan-bahan obat atau zat kimia dan hasil metabolit yang

tertimbun dan tersimpan di dalam sel, jaringan atau organ serta kandungan

yang tidak diinginkan dan tertinggal dalam makanan atau lingkungan sekitar

(Anon., 2005). Pangan asal hewan seperti telur lebih banyak mengandung

residu antibiotika dibandingkan daging. Hal ini bisa terjadi mengingat ternak

unggas terutama ayam petelur yang dipelihara secara intensif dan dalam kurun

waktu yang cukup lama sehingga seluruh waktu hidupnya mendapatkan

antibiotika yang ditambahkan dalam pakan maupun dalam minuman.

Sedangkan residu antibiotika yang ditemukan pada sampel hati sapi

mengindikasikan bahwa kurangnya pengawasan terhadap penggunaan

antibiotika di peternakan.. Disamping itu juga kurangnya perhatian terhadap

withdrawal time (waktu henti obat) sebelum ternak dipotong.

Page 130: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

127

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Antibiotika golongan aminoglikosida (streptomysin) yang dikombinasi dengan

penisillin banyak dipergunakan pada ternak unggas dan babi. Antibiotika

golongan penisillin merupakan senyawa antibakterial yang cukup potensial dan

efektif terhadap berbagai spesies Gram negatif dan Gram positif. Antibiotika

golongan penisillin juga sering ditambahkan dalam pakan dan efektif untuk

menstimulasi laju pertumbuhan, berat dan komposisi karkas dan efisiensi

konversi pakan pada ternak muda (Soeparno, 1994).

Penggunaan antibiotika tersebut mempunyai peranan yang cukup penting,

tidak hanya untuk menjamin kesehatan ternak tetapi juga mencegah terjadinya

transmisi penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis) dan meningkatkan

efisiensi sistem produksi. Namun demikian, aplikasinya harus disertai dengan

kontrol yang baik dan memperhatikan waktu henti obat (withdrawal time) agar

tidak menimbulkan residu pada pangan asal hewan. Pangan asal hewan yang

mengandung residu, apabila dikonsumsi dapat menyebabkan gangguan

kesehatan pada manusia.

Sementara itu, sebanyak 40 sampel daging sapi yang diambil dari 4

perusahaan (importir) dan 48 sampel hati sapi yang diambil dari RPH dan

pasar tradisional diperiksa terhadap residu hormon trenbolon asetat (TBA).

Hasil uji menunjukkan bahwa nilai kandungan hormon TBA dengan Elisa

terdeteksi pada sampel daging sapi beku impor dengan nilai konsentrasi

berkisar antara 109,68-313,98 ppt dan pada sampel hati sapi lokal berkisar

antara 104,04-316,91 ppt. Nilai kandungan hormon TBA ini masih dibawah limit

deteksi yaitu 200 ppt sehingga diinterpretasikan tidak terdeteksi (negatif).

Page 131: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

128

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Demikian juga nilai tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan

maximum residue limits (MRL) TBA yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius

Commisions (CAC) yaitu 2 ppb (2000 ppt) dan 10 ppb (10.000 ppt) pada

sampel hati sapi (Horie, 2000). Rendahnya nilai konsentrasi TBA tersebut

menunjukkan bahwa penggunaan TBA di negara asal telah mengikuti aturan

waktu henti obat (withdrawal times) yang telah ditetapkan yaitu sekitar 60 hari

(Widiastuti, dkk. 2007), sehingga sampel daging sapi beku import dan hati sapi

lokal tersebut aman untuk dikonsumsi dari aspek kandungan residu hormon

trenbolon asetat.

Penggunaan hormon pertumbuhan seperti TBA dipeternakan sapi bertujuan

untuk meningkatkan berat karkas, rata-rata pertumbuhan dan efisiensi pakan.

Trenbolon asetat adalah hormon steroid sintetik yang diimplantasikan secara

subkutan atau diberikan secara oral pada sapi dan domba. Trenbolon asetat

pada daging meninggalkan residu 17β-trenbolon, sedangkan pada hati berupa

17α-trenbolon. Trenbolon memberikan efek negatif terhadap organ reproduksi

mamalia dari berbagai spesies (Jecfa, 1988).

Hormon TBA digunakan di negara Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru,

Australia, Afrika Selatan, Meksiko dan Chile sejak tahun 1970, namun tidak

digunakan di negara-negara Uni Eropa. Sedangkan di Indonesia penggunaan

dan peredaran TBA masih dilarang dan diklasifikasikan dalam golongan obat

keras berdasarkan Surat keputusan Menteri Pertanian Nomor 806 tahun 1994.

Widiastuti, dkk (2001) menjelaskan bahwa Indonesia mengimpor daging sapi

dari Australia sehinga pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap

residu hormon tersebut.

Sementara itu dari hasil uji Aflatoksin M1 terhadap 35 sampel susu

menunjukkan bahwa semua sampel susu yang diuji tidak mengandung residu

Aflatoksin M1 atau konsentrasinya di bawah batas maksimum residu (BMR).

Batas maksimum residu Aflatoksin M1 dalam SNI 7385 : 2009 adalah 500 ppt

sehingga secara umum sampel susu tersebut dikatagorikan belum

membahayakan untuk dikonsumsi.

Page 132: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

129

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Namun demikian perlu tetap diwaspai mengingat susu (segar, pasteurisasi,

UHT, olahan) merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang potensial

sebagai sumber masuknya aflatoksin melalui rantai makanan manusia melalui

terbentuknya Aflatoksin M1 (Aycicek et al, 2001). Aflatoksin M1 merupakan

metabolit sekunder dari Aflatoksin B1 yang diketahui sebagai senyawa alami

yang memiliki efek toksik dan karsinogenik paling tinggi diantara jenis

mikotoksin lainnya sehingga dikelompokkan sebagai kelompok 1 oleh IARC

(Richard, 2007).

Hasil uji terhadap residu logam berat khususnya Timbal (Pb) terhadap 23

sampel hati sapi dalam surveilans ini menunjukkan tidak terdeteksi (negatif).

Namun demikian beberapa penelitian menemukan residu Timbal pada

beberapa hati sapi. Menurut Bahri (2008), pencemaran Timbal (Pb) pada

pangan hewani dapat terjadi pada proses praproduksi, produksi, dan proses

pasca-produksi. Praproduksi mencakup proses pembibitan dan pemeliharaan

hewan ternak. Pencemaran pada saat praproduksi bisa saja terjadi melalui

udara yang tercemar dari kendaraan bermotor. Rumput liar yang digunakan

sebagai pakan ternak mengandung kadar Timbal (Pb) yang cukup tinggi,

terutama rumput yang diambil dari lokasi dekat dengan jalan raya karena

tingginya emisi Timbal (Pb) dari kendaraan bermotor.

Oleh karena itu perlu diperhatikan sumber pakan dan lokasi pemeliharaan sapi.

Sumber pakan dan kualitas udara sekitar peterrnakan merupakan faktor resiko

pencemaran timbal (Pb) terhadap sapi. Oleh karena itu, sangat penting untuk

memilih lokasi yang jauh dari jalan raya dan tempat pembuangan sampah baik

untuk lokasi peternakan sapi maupun lokasi sumber pakan sapi. Akan tetapi

masih banyak peternak yang tidak memperdulikan hal ini.

Hasil uji Identifikasi spesies daging babi dan tikus (pemalsuan daging babi dan

tikus) terhadap beberapa daging olahan menunjukkan bahwa tidak ada

penambahan daging babi atau tikus pada sampel daging olahan. Hal ini

mengindikasikan bahwa sampel daging olahan tersebut utuh (tidak dicampur)

dengan daging babi atau tikus.

Page 133: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

130

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Sementara itu, resistensi anti mikroba kemudian disebut dengan Anti Mikrobial

Resistance (AMR) adalah resistensi yang terjadi oleh mikroorganisme terhadap

obat-obatan mikroba untuk yang sebelumnya sensitive. Organisme yang

resistant (termasuk didalamnya bakteri, virus dan beberapa parasit) mampu

melawan serangan obat-obatan anti mikroba seperti antibiotik, anti virus dan

anti malaria, sehingga pengobatan standar menjadi tidak efektif lagi. Sehingga

infeksi yang muncul akan bertahan dan dapat menyebar kepada orang atau

populasi lain. AMR merupakan konsekuensi logis dari penggunaan

antimikroba, termasuk didalamnya didalamnya adalah penggunaan reguler

maupun penyalahgunaan.

Hasil uji anti mikrobial resistant (AMR) terhadap isolat E.coli dari sampel daging

sapi, ayam dan babi menunjukkan bahwa dari 68 isolat E.coli yang diuji,

sebanyak 44,1% resistant terhadap sulfamethoxazole ; 92,6% resistant

terhadap gentamycin ; 94,1 % resistant terhadap cephalotin; 58,8% resistant

terhadap tetracycline; 88,2% resistant terhadap erythromycin. Sedangkan

semua isolat E.coli sensitif terhadap chloramphenicol. Hasil uji ini

mengindikasikan bahwa bakteri E.coli cenderung resisten terhadap beberapa

antibiotika.

Salah satu yang dapat menyebabkan terjadinya penyebaran bakteria resisten

antimikroba dari hewan ke manusia, dapat berasal dari kontaminasi produk

hewan yang dikonsumsi sebagai sumber pangan oleh manusia. Resistensi

antimikroba dapat disebarkan oleh bakteria patogen atau bakteri non-patogen

seperti bakteria komensal yang membawa gen yang bersifat reisten. Apabila

pangan tercemar bakteri seperti E.coli maupun Salmonella akan dapat

mengakibatkan infeksi pada manusia yang mengkonsumsinya. Jika bakteri

tersebut resisten terhadap antibiotika maka dapat mengakibatkan penyakit

yang serius akibat kegagalan pengobatan.

Page 134: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

131

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana untuk pengobatan maupun

pemakaian antibiotika pada hewan sebagai pengobatan , pencegahan penyakit

dan pemacu pertumbuhan dapat menjadi kontribusi terjadinya resistensi

antibiotika baik pada manusia maupun hewan (Barton, 2000). Oleh sebab itu

pemakaian antibiotika pada peternakan sebaiknya dikontrol dengan melakukan

pengawasan yang ketat terhadap pemakaian antibiotika di peternakan.

V. SIMPULAN DAN SARANV.1. Simpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat higiene

pangan asal hewan khususnya daging segar yang beredar di wilayah Provinsi

Bali, NTB dan NTT relatif masih rendah bila dibandingkan dengan persyaratan

yang ditetapkan dalam SNI 7388;2009. Rendahnya higiene daging tersebut

karena masih relatif tingginya prevalensi cemaran mikroba terutama total

jumlah kuman (TPC) dan E.coli yang mencemari daging tersebut. Hal ini

mengindikasikan bahwa rendahnya tingkat higiene dan sanitasi pada mata

rantai proses produksi pangan.

Dengan masih ditemukannya residu antibiotika pada pangan asal hewan

khususnya telur ayam dan hati sapi mengindikasikan bahwa pemakaian

antibiotika dipeternakan ayam dan sapi masih cukup tinggi dan kurangnya

pengawasan terhadap penggunaannya dan kurangnya pengetahuan terhadap

waktu henti obat (witdrawal time) sebelum ternak dipotong. Sementara itu,

pangan asal masih aman untuk dikonsumsi dari aspek kandungan residu

hormon Trenbolon Acetat (TBA), Aflatoksin M1, Logam berat Timbal (Pb), dan

Identifikasi spesies babi (pemalsuan daging babi dan tikus).

Dari hasil pengujian anti mikrobial resistant (AMR) terhadap isolat E.coli yang

diisolasi dari sampel daging sapi, babi, dan ayam menunjukkan bahwa bakteri

E.coli cenderung resisten beberapa antibiotika.

Page 135: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

132

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

V.2. Saran

Untuk dapat menyediakan pangan asal hewan yang memenuhi standar

jaminan mutu (ASUH), disarankan kepada Pemerintah Pusat dan Derah

melalui Dinas Peternakan agar meningkatkan higiene dan sanitasi mata rantai

proses produksi dengan cara merevitalisasi RPH dan pembuatan kios-kios

daging di pasar tradisional.

Petugas juga perlu melakukan pengawasan terhadap peredaran dan

pemakaian obat-obatan di peternakan untuk menghindari adanya residu pada

pangan asal hewan dan resistensi antibiotika.

AFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1996. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996tentang pangan. Departemen Pertanian Biro Hukum 1996.

Aycicek, H., E. Yarsan, B. Sarimeh Metoglu and O. Cakmak. 2002. AflatoxinM1 in white cheese and butter consumed in Istanbul Turkey. Vet.Human Toxicol. 44: 295 – 296.

Anonimus, 2005. Foodborne Disease Salmonellosis. Direktorat KesehatanMasyarakat Veteriner. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.Departemen Pertanian.

Anonimus, 2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dansusu serta hasil olahannya. SNI 2897 : 2008. Standar NasionalIndonesia. Badan Standardisasi Nasional.

Anonimus, 2008. Metode uji tapis (screening test) residu antibiotika padadaging, telur dan susu secara bioassay. SNI 7424 : 2008. StandarNasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional.

Anonimus, 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. SNI7388 :2000. Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional.

Anonimus, 2013. Metode pengujian kadar logam berat (Pb) dan kadmium (Cd)dalam daging, telur, susu dan olahannya dengan menggunakanSpektrofotometer Serapan Atom (SSA). SNI 7853 :2013. StandarNasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional.

Page 136: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

133

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Anonimus, 2013. Kumpulan Peraturan Menteri Pertanian Bidang KesehatanMasyarakat Veteriner dan Pasca Panen. Direktorat Kesmavet danPasca Panen, Direktorat jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,Kementerian Pertanian.

Barton, M.D.2000. Antibiotic use in animal feed and its impact on humanhealth. Nutrition Research Review. 13 (2) : 1-19.

Bahri, S., 2008. Beberapa Aspek Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia,Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian, Hal 225- 242.

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ke dua. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Supardi, I. dan Sukamto, 1999. Mikroorganisme Penyebab Penyakit Menular.Dalam Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Pangan. EdisiPertama, Yayasan Adikarya IKAPI dengan The Ford Foundation. Hal.157-173

Schlundt, J., H. Toyofuku, J. Jansen dan S.A. Herbst , 2004. Emerging Food-Borne Zoonoses. Rev.Sci.Tech.Off.Int.Epiz 23(2): 512-515, 522-527.

Richard, J.L., 2007. Some major mycotoxins and their mycotoxicosis : Anoverview. International Journal of food Microbiology 11:3-10.

Widiastuti, R., Indraningsih, T.B. Murdiati, dan R. Firmansyah, 2007. Residutrenbolon pada jaringan dan urin dari sapi jantan muda peranakanongole yang diimplantasi dengan trenbolon acetat. JITV. 12 (1) : 60,67.

Page 137: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

134

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS DAN MONITORING DALAM RANGKA UPAYAPEMBEBASAN PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI

TAHUN ANGGARAN 2017

Ni Luh Putu Agustini, Dilasdita Kartika Pradana, Erni PuspitasariI Ketut Mayun, I Nengah Mundera, I Wayan Ekaana.

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

Abstrak

Penyakit Jembrana (Jembrana disease/JD) merupakan salah satu penyakit hewan menularstrategis (PHMS) yang perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian danpemberantasannya. JD di Bali sudah endemik dan hingga saat ini merupakan salah satukendala dalam pengeluaran sapi bibit dari Bali. Pada bulan September sampai denganDesember 2017 telah dilakukan surveilans untuk mengetahui situasi JD di Bali dalam rangkapemetaan penyakit dan upaya pembebasan JD di provinsi Bali. Pengambilan sampel dilakukandi tujuh Kabupaten di Bali, berbasis desa dan selama pelaksanaan surveilans berhasildikumpulkan sebanyak 9800 sampel serum dan 9800 sampel darah dengan antikoagulanEDTA. Semua sampel serum diuji ELISA menggunakan antigen Jembrana J Gag 6 histidin,sedangkan sampel darah EDTA diuji PCR. Hasil surveilans menunjukkan tidak ditemukanadanya gejala klinis dan kasus positif JD di semua lokasi surveilans. Hasil uji ELISAmenunjukkan dari 9800 sampel serum yang diuji ELISA hanya 14 (0.14 %) diantaranyaseropositif JD. Sedangkan hasil uji PCR terhadap 9800 sampel darah EDTA , menunjukkansemua sampel negatif virus JD. Dari hasil surveilans dapat disimpulkan bahwa situasi JD diBali cukup terkendali dengan persentase seropositif sangat rendah, dan tidak ditemukanhewan carrier / positif virus JD. Perlu dilakukan surveilans/monitoring secara periodik danterstruktur, peningkatan pengawasan lalu lintas ternak serta pengendalian dan pemberantasanvektor.

Kata Kunci : Penyakit Jembrana, surveilans, sapi Bali

Page 138: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

135

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sapi Bali adalah salah satu dari tiga ras sapi di dunia , merupakan salah satu

plasma nutfah/ primadona Indonesia dan diharapkan mampu menggantikan

posisi sapi import dalam memenuhi kebutuhan daging sapi di Indonesia. Hal ini

disebabkan karena sapi Bali memiliki beberapa keunggulan antara lain

mempunyai kemampuan adaptasi yang sangat tinggi terhadap lingkungan,

calving interval yang sangat pendek, kualitas daging yang cukup bagus namun

di balik keunggulan yang dimiliki tersebut sapi Bali memiliki kelemahan yaitu

sangat peka terhadap penyakit Jembrana.

Penyakit Jembrana/Jembrana disease (JD) merupakan salah satu penyakit

virus yang menyerang sapi Bali, disebabkan oleh Retrovirus famili Lentivirinae.

(Wilcox et al., 1992). Kasus JD di Bali pertama kali dilaporkan terjadi pada

tahun 1964, hingga saat ini JD endemik di Bali dan telah menyebar ke

beberapa daerah di luar Bali seperti Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan,

Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan

Tengah (Hartaningsih, 2005).

Keberadaan JD di Bali sampai saat ini masih merupakan salah satu kendala

dalam pengiriman sapi bibit ke luar Bali sehingga berdampak dalam

pengembangan peternakan sapi Bali di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena

berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bali No: 46 Tahun 2011

mensyaratkan agar semua bibit sapi Bali yang akan diantapulaukan harus

benar-benar bebas JD untuk mencegah penyebaran JD ke luar pulau Bali

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian : SK Mentan No

:4026/Kpts.OT.140/3/2013, JD merupakan salah satu penyakit strategis di

Indonesia yang harus mendapatkan prioritas dalam penanggulangan dan

pemberantasannya. Salah satu upaya pencegahannya adalah dengan cara

Page 139: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

136

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

vaksinasi. Dalam upaya pencegahan JD di Bali, Dinas Peternakan Provinsi Bali

telah melakukan vaksinasi JD dengan menggunakan vaksin JD Vacc Sp 15,

produksi Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar berturut-turut selama 4 tahun

dari tahun 2001-2004 dengan cakupan vaksinasi kurang dari 70%. Vaksinasi

hanya dapat dilakukan di beberapa daerah saja karena keterbatasan jumlah

vaksin yang tersedia, sehingga cakupan vaksinasi sangat rendah, akibatnya

masih banyak sapi yang berisiko terserang penyakit Jembrana. Dalam kurun

waktu 2005 sampai dengan 2011 vaksinasi JD tidak pernah dilakukan lagi,

Vaksinasi JD dilakukan kembali mulai akhir tahun 2012, tahun 2013 dan 2014

terbatas pada beberapa Kelompok Ternak SIMANTRI dan ternak masyarakat.

Dalam rangka mengetahui situasi JD di Bali, BBVet Denpasar telah melakukan

surveilans dan monitoring JD secara rutin setiap tahun dan melakukan uji

serologis (ELISA) untuk mendeteksi antibodi terhadap JD dan uji PCR untuk

mendeteksi adanya virus JD. Hasil surveilans dan monitoring JD yang

dilakukan BBVet Denpasar, selama lima tahun terakhir menunjukkan trend

terjadinya penurunan seropositif dan positif virus JD,. Berdasarkan data

tersebut sangat mungkin dilakukan upaya pembebasan JD di Bali . Selain itu

tidak adanya pemasukan sapi ke provinsi Bali juga sangat mendukung

pembebasan JD di provinsi Bali. Bebasnya JD di Bali akan berdampak positif

terhadap pengembangan peternakan sapi di Bali karena bibit sapi asal Bali

akan dapat dintarpulaukan sehingga akan meningkatkan pendapatan

peternak dan pendapatan asli daerah (PAD) Bali

Upaya pembebasan JD di Bali telah diputuskan oleh Dirjen Peternakan dan

Kesehatan Hewan, pada rapat bersama dengan BBVet Denpasar, BBPMSOH,

dan Pusvetma tanggal 14 Pebruari 2015 di Denpasar Selain itu upaya

pembebasan JD di Bali juga telah disetujui oleh Dinas Peternakan Provinsi

Bali, dan seluruh Dinas Peternakan Kabupaten/Kota se-Bali, Kepala BBVet

Denpasar dan staf , Expert penyakit Jembrana (Dr Hartaningsih, Dr Anak

Agung Gde Putra) dan ahli epidemiologi Prof. Setyawan Budiharta pada rapat

khusus penyakit Jembrana di Denpasar tanggal 3 Maret 2015, Untuk

Page 140: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

137

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

mengetahui situasi JD di provinsi Bali pada tahun 2017, maka dilakukan

surveilans dan monitoring JD.

1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Sampai saat ini penyakit Jembrana (JD) di Bali bersifat endemik, sehingga

ada larangan pengeluaran bibit sapi Bali dari provinsi Bali.

2. Hasil monitoring BBVet Denpasar selama lima tahun terakhir

menunjukkan rendahnya seropositif JD , namun kasus JD tidak pernah

terjadi.

1.3. Tujuan KegiatanSurveilans dan monitoring ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui situasi JD di Bali dalam rangka upaya pembebasan JD

sehingga bibit sapi asal Bali boleh diantarpulaukan

2. Pemetaan penyakit dan penggalian informasi kejadian kasus JD sebagai

dasar penentuan program surveilans selanjutnya

1.4. Manfaat KegiatanManfaat yang diharapkan dari kegiatan ini adalah :

1. Tersedianya data dan informasi tentang situasi JD di Bali sebagai bahan

masukan dan pertimbangan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam

upaya pembebasan JD di Bali

2. Terpetakannya situasi JD di Bali dalam rangka pembebasan JD

1.5. OutputOutput/keluaran yang diharapkan dari surveilans dan monitoring ini adalah :

1. Tersedianya data dan informasi tentang situasi JD, terkait upaya

pembebasan JD di Provinsi Bali .

Page 141: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

138

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

2. Provinsi Bali bebas JD sehingga bibit sapi asal Bali boleh diantarpulaukan

untuk meningkatkan PAD provinsi Bali dan mendukung penyediaan bibit

sapi Nasional.

II. MATERI DAN METODA

BAHAN DAN ALAT

Bahan dalam surveilans ini meliputi bahan-bahan untuk isolasi PBMC, KIT

untuk ekstraksi DNA, bahan untuk uji ELISA dan PCR, sedangkan alat-alat

dalam surveilans ini meliputi : alat-alat untuk pengambilan sampel darah dan

serum, alat-alat untuk uji ELISA dan PCR

METODE

Program pembebasan penyakit Jembrana di provinsi Bali dilakukan dalam tiga

tahapan sampling yaitu Langkah pertama preliminary studi, langkah kedua

merupakan survey deteksi penyakit di tingkat kecamatan, desa, sensus tingkat

individu ternak dan tahap ketiga adalah eliminasi ternak carrier serta evaluasi

program pembebasan. Algoritme tahapan dan pengujian sampel upaya

pemberantasan penyakit Jembrana di provinsi Bali dapat dilihat sebagai

berikut;

Page 142: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

139

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

A. Metode SurveilansSurveilans Terstruktur

Sampel yang diambil dalam kegiatan ini adalah serum dan darah sapi Bali

dari ternak Simantri dan masyarakat di wilayah Bali. Surveilans

pembebasan penyakit Jembrana di provinsi Bali dilakukan dalam dua

tingkat unit observasi yaitu :

1. Unit observasi desa

Desa yang akan dilakukan pengambilan sampel dipilih menggunakan

metode detect presence of the disease dari Martin et al (1987) yaitu n =[1-(1-p1)1/d] x [N-(d-1)/2] dengan tingkat kepercayaan 95 %, n adalah

besaran sampel, P1 adalah probability ditemukan paling tidak 1 kasus di

dalam jumlah unit sampel tersebut, d adalah harapan minimal jumlah

unit sampel yang terinfeksi dengan asumsi prevalensi sebesar 1 % dan

N adalah jumlah populasi unit observasi yaitu populasi desa di provinsi

Bali sebanyak 716 desa.Pemilihan desa tersebut dilakukan secara

random dengan menggunakan metode random dalam aplikasi online

(Ausvet, 2016) sehingga terpilih 287 desa. Pada tahun anggaran 2016

telah dilakukan survey di 116 desa dan sisanya sebanyak 171 desa

akan disurvei pada tahun 2017.

2. Unit Observasi Ternak

Pengambilan sampel unit ternak yang akan dilakukan dengan

menggunakan metode detect presence of the disease dari Martin et al

(1987) yaitu n = [1-(1-p1)1/d] x [N-(d-1)/2] dengan tingkat kepercayaan

95 % n adalah besaran sampel, P1 adalah probability ditemukan paling

tidak 1 kasus di dalam jumlah unit sampel tersebut, d adalah harapan

minimal jumlah unit sampel yang terinfeksi dengan asumsi prevalensi

sebesar 1 % dan N adalah jumlah populasi unit observasi yaitu populasi

ternak di masing – masing desa di provinsi Bali Adapun tabulasi jumlah

sampel ternak yang akan diambil adalah sebagai berikut ;

Page 143: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

140

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 2. Tabulasi jumlah sampel tingkat Ternak program pembebasanpenyakit Jembrana di Bali Tahun 2017

Tahun 2017Kabupaten Jumlah

Kecamatan2017

Jumlah Target Sampel Desa2017

Jumlah TargetSampel Ternak

Badung 5 14 2.457

Bangli 3 19 4.906

Buleleng 9 34 7.528

Denpasar 3 7 -

Gianyar 6 15 2.860

Jembrana 4 9 1.973

Karangasem 7 18 4.820

Klungkung 4 18 3.773

Tabanan 10 37 5.904Grand Total 51 171 34.221

Pengujian sampel dilakukan secara paralel antara uji ELISA dan PCR, dengan

prosedur uji sebagai berikut :

a. UJI ELISA

Uji ELISA yang digunakan untuk deteksi antibodi JD adalah uji ELISA standar

sesuai SOP BBVet Denpasar (Agustini, et al., 2002). Pengujian sampel serum

dengan uji ELISA dilakukan dengan prosedur kerja sebagai berikut : antigen

J Gag 6 Histidin dilarutkan dengan carbonat coating buffer 1:50 kemudian

ditambahkan ke masing-masing well sebanyak 50 µl, mulai dari well B2 sampai

dengan G12. Masukkan 50 µl hanya coating buffer (tanpa antigen) ke dalam

lubang blank A1 dan B1.. Kocok dengan shaker dan diinkubasikan pada suhu

40C selama 24 jam. Cuci plate dengan PBST sebanyak 3 kali dengan ELISA

washer. Blok plate dengan menambahkan ke masing-masing well sebanyak 50

Page 144: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

141

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

µl larutan skim milk 5% dalam PBST dan plate diinkubasikan selama 1 jam

pada suhu ruangan. Cuci plate dengan PBST sebanyak 3 kali dengan ELISA

washer. Siapkan sampel serum, kontrol positif dan serum kontrol negatif.

fengan cara sebagai berikut: Sampel yang akan diuji diencerkan 1: 100 dalam

skim milk 5% dan 50 µl serum tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing

lubang test. Serum Kontrol Positif (PM) diencerkan mulai dari pengenceran

1 : 100 hingga 1 : 400 dalam skim milk 5% dan tiap-tiap pengenceran

dimasukkan pada lubang B2, C2 dan D2. Serum Kontrol Negatif (PM)diencerkan 1 :100 dimasukkan ke dalam lubang B3 dan C3. Serum sampel

yang sudah diencerkan dimasukkan masing-masing 50 ul ke well uji dan

dhomogenkan dengan dishaker selanjutnya inkubasikan pada suhu 370C

selama 1 jam. Cuci plate dengan PBST sebanyak 3 kali dengan ELISA washer.

Encerkan conjugate antibovine Ig G Whole molecule (SIGMA) perbandingan 1 :

1000 dalam PBST buffer. Masukkan 50 µl conjugate yang telah diencerkan

tersebut pada setiap lubang baik yang mengandung serum maupun lubang

blank dan kontrol. Inkubasikan pada suhu 370C selama 1 jam. Cuci plate

dengan PBST sebanyak 3 kali dengan ELISA washer. Tambahkan campuran

satu bagian substrate Hidrogen Peroxidase (HRP) solution B dan 9 bagian

(solution A) atau 2,2- Azino-bis (3-ethylbenzothiazoine-6 sulfonic acid

diamonium salt). Masukkan 50 µl substrate ke dalam setiap well (blank, kontrol

dan serum sampel), diamkan selama 2 menit. Kemudian stop reaksi dengan

menambahkan 50 µl larutan asam oxalat 2 % ke semua well.

Pembacaan hasil uji ELISA dilakukan pada ELISA READER dengan panjang

gelombang 405 nm. Bila nilai OD sampel lebih besar atau sama dengan OD

pengenceran 1 : 100 maka sampel dikatakan positif antibodi JD sedangkan

bila nilai OD sampel lebih kecil dari OD pengenceran 1 : 100 maka sampel

dikatakan negatif antibodi JD.

Page 145: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

142

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

b. UJI POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DNA virus JD dari PBMC diisolasi dengan menggunakan QIAmp DNA Blood

Kit (Qiagen). Tabung eppendorf yang sudah berisi DNA filtrat diberi label dan

disimpan pada -20oC sampai siap diuji. Sedangkan metoda uji PCR yang

dipakai untuk mendeteksi provirus Jembrana ini adalah metoda PCR yang

dikembangkan oleh Tenaya dkk., (2003 & 2004). Bahan-bahan yang diperlukan

dalam teknik PCR JD antara lain: Master mix, PCR water,Primer JDV–1,

Primer JDV–3, DNA template, Agarose gel 1%, TAE buffer, dan Ethidium

Bromide. Primer yang digunakan terdiri dari Primer JDV-1 dan Primer JDV–

3.Forward primer (JDV –1) dengan sekuen

5’GCAGCGGAGGTGGCAATTTTGATAGGA 3’.Reverse primer (JDV – 3)

dengan sekuen 5’ CGGCGTGGTGGTCCACCCCATG 3’ (Chadwick et al.,

1995).

Untuk setiap reaksi PCR digunakan 12.5 µL Master Mix, 1 µL primer JDV-1,

satu uL primer JDV-3, 8.5 µL PCR water dan DNA template sebanyak 2 µL.

Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur ke dalam tabung effendorf volume

500 µL. Campuran tersebut diamplifikasi dengan thermocycler sebanyak 35

siklus dengan perincian sebagai berikut: Step 1 (denaturasi) 94oC selama 5

menit, Step 2 (denaturasi) 94oC selama 30 detik dan (annealing) 66oC selama

1 menit, Step 3 pemanjangan (ekstensi) 72oC selama 1,5 menit. Pada akhir

siklus, ada program tambahan 72oC selama 10 menit untuk melengkapi

pemanjangan DNA yang belum selesai, dan satu siklus untuk masa inkubasi di

bawah suhu ruang, biasanya 15oC dengan waktu tak terbatas. Total siklus

adalah selama 2 jam 15 menit.

Analisa dan dokumentasi hasil PCRHasil PCR kemudian dielectrophoresis dengan 1% gel agarose yang

mengandung 5 ug Etidium bromide/ ml. Elektrophoresis dilakukan dengan

voltase 70 volt selama 45 menit. Hasil PCR dalam gel kemudian divisualisasi

Page 146: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

143

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

dengan sinar UV pada alat UV transluminator dan dianalisa dengan program

Gel Doc untuk melihat adanya band / pita DNA.

HASIL

Dalam perencanaan awal surveilans JD tahun 2017 jumlah desa terpilih adalah

sebanyak 171 desa, di 51 Kecamatan di Provinsi Bali namun dalam

pelaksanaannya tidak seluruh desa terpilih bisa dilakukan pengambilan

sampel. Pengambilan sampel pada surveilans JD di Provinsi Bali Tahun 2017

hanya dilakukan di 52 desa di 19 kecamatan se-provinsi Bali. Hal ini

disebabkan karena di beberapa desa terpilih terjadi penurunan jumlah

populasi dan adanya alih fungsi lahan sehingga target sampel tidak bisa

terpenuhi akibatnya dilakukan pemindahan lokasi pengambilan sampel oleh

Dinas setempat. Pada tahun 2017 untuk Kota Denpasar tidak bisa dilakukan

pengambilan sampel karena tidak ada populasi sapi di desa terpilih akibat

adanya alih fungsi lahan.. Pengambilan sampel pada tahun 2017 juga tidak

bisa dilakukan di Kabupaten Karangasem karena adanya erupsi gunung Agung

Sisa target sampel yang tidak bisa diambil pada tahun 2017 akan diambil pada

surveilans tahun 2018

Selama pelaksanaan surveilans tidak ditemukan sapi yang menunjukkan

gejala klinis JD dan berhasil dikumpulkan sebanyak 9800 sampel serum dan

9800 sampel darah EDTA. Hasil surveilans JD tahun 2017 menunjukkan 14

sampel seropositif JD, sedangkan konfirmasi dengan uji WB menunjukkan

seronegatif JD. Hasil uji PCR tehadap sampel darah EDTA menunjukkan

semua sampel negatif virus JD. Hasil uji ELISA dan PCR dari sampel

Kabupaten/kota se- Bali Tahun 2017 seperti tersaji pada Tabel 1 dan 2. .

Page 147: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

144

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 1. Hasil Uji ELISA JD sampel dari Kabupaten/Kota di Provinsi BaliTahun 2017.

NO KABUPATEN/KOTA JUMLAHSAMPEL

JUMLAHPOSITIF

PERSENTASESEROPOSITIF

(%)1 Badung 1010 2 0.19

2 Bangli 1910 0 0

3 Buleleng 2485 4 0.16

4 Denpasar 0 0 0

5 Gianyar 469 2 0.4

6 Jembrana 1380 5 0.36

7 Karangasem 0 0 0

8 Klungkung 1211 1 0.08

10 Tabanan 1375 0 0

TOTAL 9800 14 0.14

Tabel 2. Hasil Uji PCR JD sampel dari Kabupaten/Kota di Provinsi BaliTahun 2017

NO KABUPATEN/KOTA JUMLAHSAMPEL

JUMLAHPOSITIF

PERSENTASEPOSITIF JD

1 Badung 1010 0 0

2 Bangli 1910 0 0

3 Buleleng 2485 0 0

4 Denpasar 0 0 0

5 Gianyar 469 0 0

6 Jembrana 1380 0 0

7 Karangasem 0 0 0

8 Klungkung 1211 0 0

9 Tabanan 1375 0 0

TOTAL 9800 0 0

Page 148: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

145

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

PEMBAHASAN

Saat ini pemerintah sedang melaksanakan program pengembangan ternak

sapi Bali di Indonesia khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Salah satu

alasan dipilihnya sapi Bali untuk dikembangkan adalah karena sapi Bali

memiliki daya adaptasi yang sangat tinggi terhadap lingkungan dan kualitas

daging yang cukup baik. Pengembangan Sapi Bali di Indonesia diharapkan

dapat membantu memenuhi penyediaan daging sapi Nasional. Terkait hal

tersebut ketersediaan sapi bibit sangat diperlukan untuk mendukung

keberhasilan program penyediaan daging sapi Nasional. Salah satu

persyaratan untuk pengadaan sapi bibit khususnya bibit sapi Bali adalah harus

bebas JD

Keberadaan JD di Bali merupakan kendala utama dalam pengeluaran sapi bibit

untuk diantapulaukan ke luar Bali. Berdasarkan alasan tersebut maka BBVet

Denpasar, melakukan surveilans JD setiap tahun dalam rangka upaya

pembebasan JD di provinsi Bali. Bebasnya JD di Bali akan berdampak

terhadap pengeluaran sapi bibit dari Bali untuk diantarpulaukan. Hasil

surveilans JD tahun 2017 menunjukkan masih ditemukan adanya seropositive

JD di Bali sebanyak 0.14% (14 dari 9800 sampel).

Terjadinya seropositif JD tersebut disebabkan karena antigen J Gag 6

Histidine yang digunakan pada uji ELISA masih menimbulkan adanya “cross

reaction” antara JDV dan BIV. Dari data pengambilan sampel menunjukkan

bahwa sampel seropositif JD tersebut berasal dari sapi yang tidak pernah

divaksinasi . Untuk memastikan antibodi yang terdeteksi bukan antibodi JD ,

maka dilakukan konfirmasi dengan uji Western Immunoblotting (WB). Hasil uji

WB menunjukkan semua sampel negatif antibodi. Hasil ini semakin

memperkuat dugaan bahwa antibodi yang terdeteksi bukan merupakan

antibodi JD melainkan antibodi Bovine Immunodefisiensi Virus (BIV). Hasil

penelitian Hartaningsih.,1996 menemukan bahwa virus BIV sudah ada di Bali

dan antibodinya terdeteksi di beberapa Kabupaten/Kota di Bali .

Page 149: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

146

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Untuk memastikan apakah antibodi yang terdeteksi merupakan antibodi JDV

atau BIV maka dilakukan konfirmasi dengan uji PCR. Hasil uji PCR terhadap

9800 sampel darah EDTA menunjukkan negatif virus JD. Hasil uji PCR inilah

yang diigunakan sebagai acuan untuk menentukan hewan positif JD atau tidak.

Saat ini uji PCR digunakan sebagai “gold standard” untuk diagnosa JD. Hal ini

disebabkan karena primer yang digunakan pada uji PCR yaitu primer JDV-1

dan JDV-3 sangat spesifik , dimana primer tersebut mampu membedakan

antara proviral DNA JDV dan BIV. Selain itu uji PCR mampu mendeteksi

keberadaan proviral DNA setelah hewan sembuh (carrier).

Hasil surveilans JD 2017 ini membuktikan bahwa situasi JD di Bali cukup

terkendali Tidak terjadinya kasus JD di Bali walaupun seropositif JD di Bali

rendah disebabkan karena virus JD dan hewan carrier JD tidak ditemukan di

semua lokasi surveilans JD di Bali

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanDari hasil surveilans ini dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :

Situasi JD di Bali cukup terkendali dengan persentase seropositif JD

sangat rendah hanya 0.14%

Hewan “carrier JD” (positif virus JD) tidak ditemukan di semua lokasi

surveilans)

Tidak terjadinya kasus JD di Bali walaupun seropositif JD sangat rendah

disebabkan karena virus JD (hewan carrier JD) tidak ditemukan di semua

lokasi surveilans di Kabupaten /Kota di Bali .

Saran

Surveilans/monitoring secara periodik dan terstruktur , peningkatan

pengawasan lalu lintas ternak. dan pemberantasan vektor harus dilakukan.,

untuk mencegah terjadinya penyakit Jembrana.

Page 150: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

147

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Upaya pembebasan JD di Provinsi Bali harus dilanjutkan sehingga

dengan bebasnya JD di Bali bibit sapi Bali boleh diantarpulaukan untuk

memenuhi kebutuhan bibit sapi Bali di Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Besar Veteriner

Denpasar atas dana, kepercayaan dan ijin yang diberikan untuk melaksanakan

surveilans ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Kepala Dinas

Peternakan kabupaten/kota se-Provinsi Bali, beserta staf atas bantuan dan

kerjasamanya dalam membantu pelaksanaan pengambilan sampel. Penulis

juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Medik dan

Paramedik Veteriner Balai Besar Veteriner Denpasar yang telah membantu

dalam pengambilan dan pengujian sampel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, NLP., and Hartaningsih, N. 2002. Uji Elisa untuk Mendeteksi Antibodi LentivirusMenggunakan Antigen Rekombinan J Gag-6. .Manual Diagnosa Laboratorik JD.Materi Kursus Peningkatan Metode Diagnosa JD ACIAR-BPPV VI.

Hartaningsih, N., Sulistyana, K.,and G.E. Wilcox. (1996). Serological Test for JDV Antibodiesand Antibody Respons of Infected Cattle. In Jembrana Disease and the BovineLentiviruses, ACIAR Proceedings No.75, page 79-84

Hartaningsih, N. 2005. Laporan Hasil Investigasi JD di Kalimantan Timur. Laporan TahunanBalai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Denpasar

Tenaya, IWM., Ananda, CK dan Hartaningsih, N. (2003). Deteksi Proviral DNA Virus Jembranapada Limposit Sapi Bali dengan Uji Polymerase Chain Reaction.Buletin Veteriner. 63:44-48, BPPV VI Denpasar.

Tenaya, IWM dan Hartaningsih, N. (2004). Detection of JDV Carrier Animals by PCR.BuletinVeteriner. 65: 46-50, BPPV VI Denpasar.

Wilcox G.E., Kertaydnya G., Hartaningsih N., Dharma D.M.N., Soeharsono S., and RobertsonT (1992). Evidence for viral aetiology of Jembrana disease in Bali cattle. VeterinaryMicrobiology 33: 367-374

Page 151: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

148

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SEROSURVEILANS RABIES DI PROVINSI BALI,DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017

Ni Luh Putu Agustini, Dilasdita Kartika Pradana, Erni Puspitasari,I Ketut Mayun, I Nengah Mundera dan I Wayan Ekaana

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

Abstrak

Sejak Rabies dilaporkan terjadi di Bali tahun 2008, berbagai tindakan pengendalian sudahdilakukan, Vaksinasi merupakan salah satu upaya pencegahan dan pengendalian Rabies.Pemerintah provinsi Bali telah melakukan vaksinasi massal Rabies sejak tahun 2010 danvaksinasi massal tahun 2017 telah memasuki Round 8 (delapan). Walaupun vaksinasi massaldilakukan setiap tahun namun kejadian Rabies masih terus terjadi. Serosurveilans untukmengetahui seroprevalensi, Rabies di provinsi Bali dan NTT sudah dilakukan pada bulanSeptember sampai dengan Desember 2017. Serosurveilans Rabies di provinsi Bali dilakukan di9 kabupaten/kota. Pengambilan sampel serum di provinsi Bali dibagi menjadi tiga kelompok,yaitu anjing rumahan (diikat/dikandangkan), anjing berpemilik diliarkan dan anjing liar.Pengambilan sampel serum di provinsi NTT dilakukan di tiga kabupaten yaitu : Flores Timur,Ngada, dan Nagekeo. Semua sampel serum diuji ELISA menggunakan KIT ELISA Rabiesproduksi Pusat Veteriner Farma Surabaya. Hasil uji ELISA terhadap 564 sampel serum yangdiambil di provinsi Bali menunjukkan seroprevalensi Rabies sebesar 55,7% , SeroprevalensiRabies pada anjing berpemilik dliarkan sebesar 56.9%, seroprevalensi pada anjing liar sebesar: 54.5% dan seroprevalensi pada anjing rumahan (dikandangkan/diikat) 51.3%. Hasil uji Elisamenunjukkan seroprevalensi Rabies di provinsi NTT sebesar 24,8%. Rincian seroprevalensiRabies di masing-masing Kabupaten di NTT: Kabupaten Flores Timur sebesar 28,1 %,Kabupaten Nagekeo 32% dan kabupaten Ngada : 14 %. Vaksinasi massal di provinsi Balimampu merangsang terbentuknya antibodi dengan nilai seroprevalensi sebesar 55,7%. Untukmeningkatkan persentase seroprevalensi Rabies di Bali dan NTT perlu dilakukan vaksinasiulang terhadap anjing yang memililiki titer antibodi < 0.5 IU/ml.

Kata Kunci : rabies, serosurveilans, vaksinasi

Page 152: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

149

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

I. PENDAHULUANI.1. Latar Belakang

Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit viral zoonosis akut

menimbulkan ensefalitis fatal pada mamalia disebabkan oleh Lyssavirus dari

famili Rhabdoviridae (Murphy et.al.,2009; Fischer et al., 2013). Rabies

ditransmisikan dari hewan ke hewan atau dari hewan ke manusia (zoonosis)

melalui gigitan atau jilatan pada luka.

Di provinsi Bali sumber penularan Rabies diduga berasal dari masuknya anjing

dalam masa inkubasi yang dibawa oleh pelaut asal Sulawesi Selatan (Putra

et.al., 2009). Sejak munculnya kasus rabies di desa Kedonganan kecamatan

Kuta Selatan, kabupaten Badung pada bulan November 2008 berdasarkan

Keputusan Menteri Pertanian No.:1637.1/2008 tertanggal 1 Desember 2008

provinsi Bali secara resmi dinyatakan sebagai daerah tertular rabies.

Kejadian Rabies di provinsi NTT khususnya pulau Flores sudah terjadi sejak

tahun 1998 berawal dari kejadian Rabies di Kabupaten Sikka , kemudian

menyebar ke Ende tahun 1999, Ngada Juni 2000, dan Manggarai Juli 2000

Sejak tahun 2008 hingga saat ini kejadian kasus Rabies di Bali masih terjadi

walaupun jumlah kasus sudah menurun. Anjing masih merupakan hewan

penular Rabies (HPR) utama di Provinsi Bali. Dari 672 kasus rabies pada

hewan di Bali periode tahun 2008-2013 semuanya ditularkan oleh anjing

Rabies. (Supartika et.al., 2013). Cepatnya penyebaran rabies di Bali dan

Flores tidak terlepas dari tingginya populasi anjing di kedua daerah tersebut

dan hampir setiap rumah tangga di Bali dan Flores memiliki anjing. Tingginya

angka kepemilikan anjing khususnya di Flores disebabkan karena anjing

memiliki nilai sosial budaya dan ekonomi yang sangat tinggi serta sangat

dibutuhkan pada upacara adat. Walaupun anjing memiliki nilai ekonomi dan

sosial budaya yang tinggi di pulau Flores namun, sistim pemeliharaan anjing di

Page 153: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

150

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Flores, mayoritas masih diliarkan, sehingga sangat berpotensi menjadi sumber

penularan rabies ke hewan lainnya dan ke manusia.

Pengendalian penyakit rabies umumnya dilakukan dengan vaksinasi dan

eliminasi anjing secara selektif dan tertarget terutama anjing liar/diliarkan,

program sosialisasi, dan pengawasan lalu lintas hewan penular rabies (HPR).

Vaksinasi merupakan cara yang paling efektif untuk pencegahan dan

pengendalian Rabies. Pemerintah provinsi Bali setiap tahun rutin telah

melakukan vaksinasi massal terhadap HPR .Seiring dengan pelaksanaan

vaksinasi Rabies massal Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar melakukan

serosurveilans Rabies di provinsi Bali.

1.2. Rumusan Masalah1. Pemerintah provinsi Bali secara rutin telah melakukan vaksinasi massal

Rabies namun kasus rabies masih terus terjadi sehingga perlu diketahui

penyebabnya.

1.3.Tujuan KegiatanKegiatan serosurveilans ini bertujuan untuk

1. Mengetahui seroprevalensi Rabies di provinsi Bali dan NTT

1.4. Manfaat KegiatanManfaat yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:

1. Diiketahuinya seroprevalensi Rabies di Bali dan NTT

1.5. Keluaran/OutputOutput yang diharapkan dari kegiatan serosurveilans ini adalah :

1. Tersedianya data dan informasi tentang seroprevalensi Rabies , terkait

upaya pembebasan penyakit Rabies di provinsi Bali

Page 154: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

151

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

II. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

2.1.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada pelaksanaan surveilans Rabies ini meliputi : KIT

ELISA Rabies produksi Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya.

2.1.2. AlatAlat yang digunakan untuk surveilans meliputi : spuite disposible 3 ml, , tabung

effendorf 2 ml , multichanel pipet, micropipet, microtip pipet 300 ul dan 1000 ul,

microshaker, ELISA washer, inkubator, ELISA reader

2.2. Metode2.2.1. Metode Pengambilan sampel

a. Penentuan Lokasi.Lokasi pengambilan sampel serum di provinsi Bali adalah seluruh

Kabupaten/kota. Pemilihan desa tempat pengambilan sampel ditentukan

secara random disesuaikan dengan jadwal pelaksanaan vaksinasi di masing-

masing kabupaten/kota

Untuk provinsi NTT serosurveilans dilaksanakan di Kabupaten Flores Timur,

Nagekeo dan Ngada.

b. Metode Pengambilan sampelMetode pengambilan sampel di provinsi Bali dilakukan secara acak.

Pengambilan sampel serum dikelompokkan berdasarkan sistem pemeliharaan

anjing yaitu anjing liar, berpemilik diiarkan dan rumahan (dikandangkan/diikat).

3.2.2. Metode Pengujian SampelSampel serum yang telah dikumpulkan diuji ELISA menggunakan KIT ELISA

Rabies produksi Pusat Veteriner Farma Surabaya dengan prosedur sebagai

berikut :

Page 155: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

152

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1. Sebelum dilakukan pengujian, semua sampel serum diinaktivasi pada

suhu 56 °C selama 30 menit.

2. Sampel serum yang akan diuji diencerkan dengan menambahkan 2.5 µl

serum ke dalam pelarut PBST sebanyak 247.5 µl pada mikroplate

(template), sehingga menghasilkan 50 kali pengenceran. Urutan sampel

serum dalam template mikroplate didisain sedemikian rupa sehingga

enceran sampel dapat dipindahkan ke dalam sumuran-sumuran pada

mikroplate uji.

3. Serum kontrol positif diencerkan dengan cara sebagai berikut : siapkan 6

tabung dan ke dalam masing-masing tabung dimasukkan 500 µl PBST.

Kecuali pada tabung pertama ditambahkan sebanyak 990 µl PBST.

Selanjutnya ditambahkan 10 ul serum kontrol positif ke dalam tabung

pertama campur sampai homogen sehingga diperoleh kontrol positif

pengenceran (K4 EU). Sebanyak 500 ul serum kontrol positif K4 EU

dipindahkan ke dalam tabung kedua yang sudah berisi 500 ul PBST,

dicampur sampai homogen sehingga diperoleh pengenceran K2 EU,.

Selanjutnya 500 ul kontrol positif K2 EU dipindahkan kedalam tabung

ketiga yang sudah berisi 500 ul PBST, sehingga diperoleh kontrol positif

pengenceran (K1 EU). Selanjutnya 500 ul pengenceran K1 EU

dimasukkan ke dalam tabung keempat yang telah berisi 500 ul PBST

sehingga diperoleh pengenceran kontrol positif 0.5 EU. Sebanyak 500 ul

kontrol positif pengenceran 0.5 EU ditambahkan ke dalam tabung kelima

yang sudah berisi 500 ul PBST sehingga diperoleh pengenceran kontrol

positif K 0.25 EU Terakhir tambahkan 500 ul Kontrol positif K 0.25 EU ke

dalam tabung keenam yang telah berisi 500 ul PBST sehingga diperoleh

pengenceran 0.125 EU.

4. Pengenceran kontrol negatif dilakukan dengan cara menambahkan 2.5 ul

kontrol negatif ke dalam 247.5 ul PBST , kemudian dicampur sampai

homogen.

5. Pengenceran Kontrol Standar dilakukan dengan cara menambahkan 2.5

ul kontrol standar 1 EU ke dalam 247.5 ul PBST, dicampur sampai

homogen.

Page 156: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

153

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

6. Pindahkan enceran serum dengan pipet multichanel ke mikroplate uji

sebanyak 100 µl. Sumuran H11 dan H12 sebagai kontrol pelarut.

7. Pindahkan masing-masing sebanyak 100 ul serum kontrol positif secara

duplo ke dalam masing-masing sumuran : serum kontrol K4 EU ke dalam

sumuran A1 dan A2, serum kontrol positif K2 EU ke dalam sumuran B1

dan B2, serum kontrol K1 EU ke dalam sumuran C1 dan C2, serum

kontrol 0.5 EU ke dalam sumuran D1 dan D2, serum kontrol 0.25 EU ke

dalam sumuran E1 dan E2, dan serum kontrol 0.125 EU ke dalam

sumuran F1 dan F2.

8. Penambahan kontrol standar dilakukan dengan menambahkan 100 ul

kontrol standar yang sudah diencerkan ke dalam sumuran G1 dan G2.

9. Penambahan kontrol serum negatif dilakukan dengan cara memasukkan

100 ul kontrol serum negatif yang sudah diencerkan ke dalam sumuran

H1 dan H2.

10. Tutup mikroplate dengan plastik penutup dan inkubasikan pada suhu

37°C selama 45-60 menit.

11. Siapkan conjugate/ antibodi sekunder (rec-protein A-HRP) pada

pengenceran 16000 kali dengan PBST.

12. Buang cairan serum pada mikroplate uji dan lakukan pencucian sebagai

mana prosedur ELISA sebanyak minimal 5 kali.

13. Keringkan cairan pencuci yang masih tersisa dalam jumlah kecil dengan

cara membalikkan mikroplate di atas kertas tissu tebal.

14. Tambahkan konjugate yang sudah diencerkan 1:16000 sebanyak masing-

masing 100 µl pada semua sumuran.

15. Tutup mikroplate dengan plastik penutup dan inkubasikan pada suhu

37°C selama 45-60 menit.

16. Buang cairan dan lakukan pencucian seperti prosedur di atas.

17. Tambahkan substrat sebanyak masing-masing 100 µl pada semua

sumuran. Inkubasikan pada suhu kamar pada kondisi gelap selama 15-30

menit. Selama inkubasi diamati timbulnya warna kebiruan. Bila warna

antara kontrol positif dan negatif bisa dibedakan secara visual lakukan

Page 157: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

154

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

penghentian dengan penambahan stop solution sebanyak 100 µl pada

semua lubang.

18. Baca Densitas Optic (Optical Density) pada ELISA reader dengan

panjang gelombang 405 nm

Perhitungan Hasil

Perhitungan hasil uji ELISA Rabies dilakukan menggunakan persamaan garis (Excel)

a. Cara Membuat Kurva.

X = Nilai Equivalent Unit K4 EU; K2 EU; K1 EU; K 0.5 EU; K 0.25 EU;

dan K 0.125 EU

Y = nilai Optical Density rata-rata Kontrol positif

1. Blok X dan Y

2. Arahkan kursor pada chart wizart, klik

3. Pilih XY (scater)

4. Pilih gambar grafik Scater with smooth line and markers

5. Arahkan kursor pada grafik , klik kanan

6. Pilih Add trendline

7. Pilih logaritmic

8. Pilih display equation on chart dan display R-squared value on chart

b. Keluar persamaan garis mis: Y=(0.660Ln(X) +1.402 dan R2 = 0.978.

Persamaan garis dapat diterima apabila R2 mendekati angka

1 (antara 0.9-1)

c. Masukkan persamaan garis Y-1.402 = 0.660 Ln(X)

d. LnX = (Y – 1.402)/0.660

e. X = Exp (Inverse LnX)

Page 158: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

155

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Interpretasi Hasil

Jika nilai perhitungan hasil (Titer) sampel ≥ 0.5 IU maka sampel

dikategorikan positif antibodi Rabies

Jika nilai perhitungan hasil (Titer) sampel < 0.5 IU maka sampel

dikategorikan negatif antibodi Rabies

III. HASIL

Selama pelaksanaan serosurveilans tidak ditemukan anjing yang menunjukkan

gejala klinis yang mengarah ke penyakit Rabies dan berhasil dikumpulkan

sebanyak 721 sampel serum yang terdiri dari 564 sampel serum asal provinsi

Bali, dan 157 sampel dari provinsi NTT

Hasil uji ELISA sampel serum yang diambil dari Bali menunjukkan

seroprevalensi Rabies sebesar 55.7% Seroprevalensi di masing-masing

Kabupaten/kota di Bali bervariasi antara 35% - 87.5%. Seroprevalensi

tertinggi terjadi di Kabupaten Badung (87.5%) sedangkan seroprevalensi

terendah terjadi di Kota Denpasar (35%). Seroprevalensi dari masing-masing

Kabupaten Kota di Bali selengkapnya seperti terlihat pada Tabel 1 , Gambar 1

Tabel 1. Seroprevalensi Rabies di Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2017

Kabupaten Seronegatif Seropositif Grand Total ProsentaseBadung 5 35 40 87.5Bangli 44 37 81 45.7Buleleng 37 64 101 63.4Denpasar 13 7 20 35.0Gianyar 37 23 60 38.3Jembrana 34 46 80 57.5Karangasem 19 23 42 54.8Klungkung 33 27 60 45.0Tabanan 28 52 80 65.0Grand Total 250 314 564 55.7

Page 159: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

156

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Gambar 1. Seroprevalensi Rabies di Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2017

Berdasarkan sistem pemeliharaan anjing maka sampel serosurveilans Rabies

di Bali dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu anjing rumahan

(dikandangkan/diikat), berpemilik diliarkan dan anjing liar. Hasil serosurveilans

menunjukkan seroprevalensi anjing berpemilik diliarkan lebih tinggi

dibandingkan dengan anjing liar dan anjing rumahan (diikat/dikandangkan).

Seroprevalensi anjing berpemilik diliarkan 56.9%. anjing liar (54.5%) dan anjing

rumahan (diikat/dikandangkan ).sebesar 51.3%. (Hasil pengujian selengkapnya

seperti pada Tabel 2 ,3, 4 Gambar.2, 3 dan 4).

0

20

40

60

80

100

120

Jml Sampel

Jml Protektif

Prosentase Protektif

Page 160: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

157

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 2. Seroprevalensi Rabies anjing berpemilik diliarkan

KabupatenBerpemilik diliarkan

TotalProsentase

ProtektifTidak Protektif Protektif

Badung 3 33 36 91.7Bangli 32 30 62 48.4Buleleng 26 47 73 64.4Denpasar 12 7 19 36.8Gianyar 31 21 52 40.4Jembrana 27 40 67 59.7Karangasem 11 14 25 56.0Klungkung 25 20 45 44.4Tabanan 18 32 50 64.0Total 185 244 429 56.9

Gambar 2. Seroprevalensi Rabies pada anjing berpemilik diliarkan

0102030405060708090

100

Jumlah sampel

Jml Protektif

Prosentase Protektif

Page 161: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

158

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 3. Seroprevalensi Rabies anjing liar di Kabupaten/Kota di Bali

LiarKabupatenTidak Protektif Protektif

TotalProsentaseProtektif

Badung 1 1 2 50Bangli 2 0 2 0Buleleng 2 2 4 50Denpasar 1 0 1 0Gianyar 0 1 1 100Jembrana 1 0 1 0Karangasem 3 3 6 50Klungkung 0 2 2 100Tabanan 0 3 3 100Total 10 12 22 54.5

Gambar 3. Seroprevalensi Rabies pada anjing liar

0102030405060708090

100

Jml sampel

Jml protektif

Persentase protektif

Page 162: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

159

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 4. Seroprevalensi Rabies pada anjing rumahan (dikandangkan/diikat)

Dikandangkan TotalKabupaten

Tidak Protektif Protektif DikandangkanProsentase

Protektif

Badung 1 1 2 50Bangli 10 7 17 29.2Buleleng 9 15 24 62.5Denpasar 0 0 0 0Gianyar 6 1 7 13.3Jembrana 6 6 12 50Karangasem 5 6 11 54.5Klungkung 8 5 13 38.5Tabanan 10 17 27 63.0TOTAL 55 58 113 51.3

Gambar 4. Seroprevalensi Rabies anjing rumahan ( dikandangkan/diikat)

Page 163: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

160

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Hasil uji ELISA terhadap sampel serum dari provinsi NTT menunjukkan

seroprevalensi Rabies di provinsi NTT sebesar 24.8%. Hasil uji dari masing-

masing sampel serum yang diambil di NTT menunjukkan bahwa seroprevalensi

tertinggi terjadi di Kabupaten Nagekeo sebesar 32%, kabupaten Flores Timur

sebesar 28,1% dan Kabupaten Ngada 14 % Hasil selengkapnya seperti pada

Tabel 5.

Tabel 5. Seroprevalensi Rabies di provinsi NTT tahun 2017

No Kabupaten JumlahSampel

JumlahProtektif

ProsentaseProtektif

1 Flores Timur 57 16 28.12 Nagekeo 50 16 323 Ngada 50 7 14

Total 157 39 24.8

Gambar 5. Seroprevalensi Rabies di provinsi NTT Tahun 2017

Page 164: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

161

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

IV. PEMBAHASAN

Vaksinasi merupakan program pilihan utama dalam pengendalian dan

pemberantasan Rabies di Indonesia. Hasil uji ELISA terhadap 564 sampel

serum dari provinsi Bali, menunjukkan seroprevalensi Rabies sebesar 55.7%.

Hasil uji ELISA ini mengindikasikan bahwa vaksinasi massal Rabies di Bali

mampu merangsang terbentuknya antibodi terhadap Rabies. Seroprevalensi

Rabies di Bali masih di bawah yang dipersyaratkan oleh OIE yaitu sebesar

70%. Vaksinasi Rabies akan merangsang sistim imun membentuk antibodi

sehingga mampu memberikan proteksi pada HPR terhadap infeksi Rabies.

Rendahnya seroprevalensi Rabies di Bali tahun 2017, kemungkinan

dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : interval waktu pelaksanaan

vaksinasi dengan pengambilan sampel yang tidak tepat, serta tidak validnya

informasi (data) vaksinasi yang dilaporkan.

Seroprevalensi Rabies di masing-masing kabupaten/kota di Bali sangat

bervariasi. Seroprevalensi Rabies tertinggi 87,5% terjadi di Kabupaten Badung

Tingginya seroprevalensi inilah yang memberikan proteksi sehingga kejadian

Rabies bisa ditekan. Anjing akan mampu bertahan terhadap rabies apabila

anjing tersebut memilki titer antibodi yang cukup di dalam tubuhnya. Menurut

OIE anjing dikatakan protektif Rabies apabila memiliki titer antibodi, lebih besar

atau sama dengan 0.5 IU.

Pemerintah provinsi Bali telah melakukan vaksinasi massal Rabies sejak tahun

2010, namun sampai saat ini kasus Rabies pada anjing masih dilaporkan

terjadi. Hal ini diperkuat oleh hasil pengujian FAT yang dilakukan di

laboratorium Patologi BBVet Denpasar . Hasil pengujian terhadap 1058 sampel

otak menunjukkan sebanyak 92 sampel (8,7%) positif virus Rabies. Terjadinya

kasus positif tersebut erat kaitannya dengan rendahnya titer antibodi terhadap

Rabies. Rendahnya seroprevalensi terhadap Rabies juga berpotensi terhadap

terjadinya positif Rabies di Bali.

Page 165: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

162

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Hasil serosurveilans 2017 menunjukkan bahwa seroprevalensi pada anjing

berpemilik diliarkan paling tinggi dibandingkan dengan anjing liar dan anjing

rumahan (dikandangkan/diikat). Hal ini disebabkan karena anjing berpemilik

diliarkan tersebut mayoritas divaksinasi Rabies, sehingga mampu merangsang

terbentuknya antibody protektif. Selain itu menurut Widodo , 2009 salah satu

faktor yang mempengaruhi terbentuknya antibodi adalah status gizi. Selain

makanan yang disiapkan oleh pemiliknya anjing berpemilik diliarkan juga

memperoleh makanan dari tempat-tempat sampah. Hasil uji ELISA

menunjukkan sebanyak 54.3 % anjing liar memiliki titer antibodi protektif. Hasil

ini membuktikan bahwa vaksinasi massal di provinsi Bali juga dilakukan pada

kelompok anjing liar.

Vaksinasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk menurunkan insidensi

kasus rabies dan melindungi infeksi virus rabies pada hewan dan manusia

(Mattos dan Rupprecht, 2001). Menurut Taiwo et al., (1998) cakupan vaksinasi

rendah, tingkat kekebalan protektif rendah, serta program vaksinasi yang

menyisakan anjing liar merupakan sumber utama dan potensial dalam

penyebaran virus rabies.

Menurut Ohore et al., 2007 dan Utami , et al., 2008, pembentukan titer antibodi

dipengaruhi beberapa hal, antara lain umur, jenis kelamin, bangsa/ras anjing ,

jenis vaksin, dan periode pascavaksinasi. Semakin pendek jarak pengambilan

sampel dengan periode pelaksanaan vaksinasi maka semakin tinggi titer

antibodi yang terdeteksi, sebaliknya, semakin lama interval waktu pengambilan

sampel dengan periode pelaksanaan vaksinasi, semakin rendah titer antibodi

yang terdeteksi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sage et al.,

(1992) dan Cliquet et al., (2003; 2007 ) bahwa anjing yang divaksin setelah

satu tahun titer antibodinya rendah.

Ada kecenderungan titer antibodi lebih tinggi pada anjing yang sudah pernah

divaksinasi dibandingkan dengan anjing yang baru divaksinasi pertama kali .

Menurut Simani et al., 2004 menyatakan bahwa booster penting dilakukan

Page 166: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

163

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

untuk mempertahankan titer antibodi protektif . Hal ini juga sesuai dengan

yang di laporkan oleh Wilde dan Tepsumethanon (2010), bahwa satu dosis

vaksin tidak menghasilkan antibodi neutralisasi yang lama sehingga perlu

dilakukan booster. Sistem pemeliharaan anjing di Bali kebanyakan masih

diliarkan sehingga menyebabkan pelaksanaan vaksinasi ulangan secara

massal sangat sulit dilakukan. Kesulitan tersebut meliputi kesulitan melakukan

penangkapan anjing, karena aplikasi vaksin Rabies umumnya melalui suntikan.

Berdasarkan fakta tersebut perlu dipikirkan atau dicarikan alternatif

penggunaan vaksin Rabies lainnya yang lebih mudah aplikasinya namun

mampu memberikan kekebalan lebih lama terutama untuk anjing-anjing yang

diliarkan/tidak diikat. Anjing yang diliarkan perlu mendapatkan vaksinasi Rabies

karena anjing tersebut mempunyai potensi sangat besar untuk menyebarkan

Rabies. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soeharsono (2007),

bahwa anjing liar/anjing geladak (stray dogs) merupakan pelestari Rabies yang

potensial karena hidup bebas sehingga sangat berpotensi menyebarkan

Rabies ke hewan lain, bahkan juga ke manusia.

Hasil serosurveilans Rabies di provinsi NTT tahun 2017 menunjukkan

seroprevalensi Rabies di provinsi NTT hanya 24.8%, Rendahnya

seroprevalensi ini kemungkinan disebabkan mayoritas sampel yang diambil

berasal dari anjing yang tidak divaksinasi. Rendahnya seroprevalensi akan

perpotensi sebagai penyebab terjadinya kasus rabies.

Menurut Yanuarso, 2017 seroprevalensi akan berpengaruh terhadap herd

immunity dimana herd immunity akan terjadi apabila cakupan vaksinasi dan

seroprevalensi lebih besar dari 80%. Sementara itu jika cakupan vaksinasi dan

seroprevalensi kurang 60% maka akan berisiko terjadinya kejadian luar biasa.

Agustina, 2017 mengatakan bahwa kekebalan kelompok akan terbentuk,

ketika sebagian populasi telah divaksinasi, sehingga populasi yang

divaksinasi tersebut mampu memberikan proteksi terhadap populasi lainnya

yang tidak divaksinasi.

Page 167: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

164

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Walaupun sudah dilakukan vaksinasi massal namun masih banyak anjing yang

belum menunjukkan titer antibodi protektif. Rendahnya titer antibodi yang

terbentuk diduga kuat karena anjing-anjing yang diambil sampel serumnya

tersebut baru pertama kali divaksinasi sehingga belum mampu menghasilkan

titer antibodi protektif. Selain itu interval waktu pelaksanaan vaksinasi dan

pengambilan sampel yang terlalu lama juga berpengaruh terhadap

seroprevalensi.

Keterbatasan jumlah vaksin yang tersedia masih menjadi kendala utama dalam

pelaksanaan vaksinasi di NTT sehingga tidak bisa mengcover semua populasi

yang ada. Selain itu kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat

terhadap pentingnya vaksinasi Rabies pada HPR, faktor demografi NTT yang

sangat sulit dijangkau, juga berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan

vaksinasi Rabies di NTT. Mengingat vaksinasi merupakan faktor utama yang

mempengaruhi keberhasilan pemberantasan Rabies maka perlu diupayakan

penggunaan vaksin Rabies oral untuk meningkatkan persentase cakupan

vaksinasi. terutama pada anjing-anjing yang diliarkan /tidak diikat.

V. KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULANBerdasarkan hasil serosurveilans dapat disimpulkan :

Vaksinasi massal Rabies di provinsi Bali mampu merangsang

terbentuknya antibodi dengan seroprevalensi sebesar 55.7%

Seroprevalensi Rabies pada anjing berpemilik dliarkan (56.9%) lebih tinggi

dari anjing liar (54.5%) dan anjing rumahan (diikat/dikandangkan),

seroprevalensinya 51.3%

Seroprevalensi rabies di provinsi NTT sangat rendah hanya 24.8%

SARAN

Mengingat seroprevalensi Rabies di Bali dan NTT masih di bawah 70%

maka perlu dilakukan vaksinasi ulang (booster) pada anjing yang memiliki

titer antibodi dibawah 0.5 IU/ml.

Page 168: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

165

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Perlu dilakukan vaksinasi massal Rabies secara periodik sehingga mampu

meningkatkan seroprevalensi Rabies

Perlu diperhatikan jarak antara waktu pelaksanaan vaksinasi dan

pengambilan sampel sehingga diperoleh data seroprevalensi yang lebih

valid.

Sosialisasi tentang bahaya Rabies, pengawasan lalu lintas HPR dan

pengendalian populasi perlu dilakukan untuk mendukung program

pemberantasan Rabies di provinsi Bali dan NTT

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Besar Veteriner

Denpasar atas kepercayaan dan ijin yang diberikan untuk melaksanakan

serosurveilans ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Kepala Dinas

Peternakan kabupaten/kota se-provinsi Bali , Kepala Dinas Peternakan

Kabupaten, Flores Timur, Ngada dan Nagekeo beserta staf, serta kepada

Medik dan Paramedik Veteriner Balai Besar Veteriner Denpasar yang telah

membantu dalam pengambilan dan pengujian sampel.

Page 169: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

166

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous 2010. Laporan Penanggulangan Rabies Provinsi Bali

Agustini, N.L.P., Dilasdita K.P., dan Melyantono, S., 2015. Laporan Teknis SerosurveilansRabies di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur Tahun2015. Laporan Teknis Hasil Surveilans , monitoring dan Pengembangan Metode UjiBalai Besar Veteriner Denpasar Tahun 2015. Hal : 201-216

Chiliquet, F.Verdier,Y.,Sagne,L.Aubert,M. Schereffer,J.L.2003. Neutralising antibody titration in25,000 sera of dogs and cats vaccinated against rabies in France, in the frameworkof the new regulations that offer an alternative to quarantine.

Cliquet, F,. Wasniewski ,M. Guiot ,A.,L., 2007.Comparison of antibody responses aftervaccination with two inactivated rabies vaccines,

Fischer, M., Wemike, K., Freuling, C.M. Muller, T., Avylan, O., Brocher, B., Cliquet, F.,Vasquez-Maron, S., Hostnik, P., Huovialanen, A., Isakson, M., Kooi, E.E., Mooney,J., Turcitu, M., Rasmussen, T.B., Revila-Fernandez, S., Sunreczak, W., Fooks,A.R., Maston, D.A., Beer, M., Hoffman, B. 2013. A step Forward in moleculardiagnostic of Lyssaviruses Result of a Ring Trial among European LaboratoriesPLOS ONE. Vol 8 Issue 3E5.

Mattos CA, Rupprecht A. 2001. Rhabdoviruses. In: Fields Virology. New York: LippincottWilliam & Wilkins, 1245-1277

Menteri Pertanian. 2008. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1637.1/Kpts/PD640/12.2008. Tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Anjing Gila(Rabies) di Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Murphy, F.A. Gibbs, E.P.J., Horzinek, M.C, and Studdert, M.J. 2009. Rhabdoviridae inVeterinaty Virology, 3nd Ed. 429-439

Ohore OG.,Emikpe, BO., Oluwayelu, DO., 2007. The seroprofile of Rabies antibodies incompanion urban dogin Ibadan, Nigeria, Journal of Animal and Veterinary Advances6(1) : 53-56

Putra, A.A.G. , Gunata, I.K., Faizah., Dartini, N.L., Hartawan, D.H.W., Setiaji,G., Putra, A.A.G.,Soegiarto dan Scott-Orr. H. 2009. Situasi Rabies di Bali Enam BulanPasca Program Pemberantasan . Buletin Veteriner . Balai Besar VeterinerDenpasar. Vol.: XXI, 74: 13-26.

Sage G., Henry W., Tepsumethanon W, Hemachuda T. 1992. Immune response to rabiesvaccine in Alaskan dogs: failure to achieve a consistently protective antibodyrespons. Transaction of the royal society for tropical medicine and and hygiene 87:593596.

Simani S., A.Amirkhani, F.Farahtaj, B.Hooshmand, A.Nadim, J.Sharifion,N.Howaizi, N.Eslami,A.Gholami, A.Janami, and A.Fayas. 2004. Evaluation of The Effectiveness of PreExposure Rabies Vaccination in Iran. Arch Med.7(4) : 251-255.

Soeharsono 2007. Penyakit Zoonotik Pada Anjing dan Kucing. Edisi 1. Penerbit KanisiusJogyakarta.

Sri Utami, Bambang Sumiarto, Heru Susetya. 2008. Status vaksinasi Rabies pada anjing diKota Makasar. J. Sain Vet . Vol 26, No: 2 tahun 2008

Page 170: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

167

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Supartika, I.K.E., Wirata, I.K., Uliantara, I.G.A.J dan Diarmita, I.K. 2014. Surveilans danmonitoring agen Penyakit Rabies Pada Anjing Di Provinsi Bali, Nusa TenggaraBarat Dan Nusa Tenggara Timur Tahun 2013. Buletin Veteriner. Balai BesarVeteriner Denpasar . Vol. XXVI, No. 84. Edisi Juni 2014. Hal :46-59

Taiwo VO, Antia RE., Adeniran GA., Adeyemi IG, Alaka OO., Ohore OG., 1998.Rabies in dogand cats in southwestern Nigeria. Laboratory reports Trop. Vet 16:9-13

Tepsumethanon V., B.Lumlertdacha, C. Mitmoonpitak, V.Sitprija, F.X. Meslin,and H.Wilde.2004. Survival of Naturally Infected Rabid Dogs and Cats.Brief Report. ClinicalInfectious Diseases. 39 : 278-280

.WHO, Guidelines for dog rabies control, WHO/VPH/ 83.43 Rev.1, 1987

Widodo J. 2009. Imunologi Vaksin. Chlidren Allergy Centre

Yanuarso, B., 2017. Mengenal Herd Immunity. http//hellosehat.com

Page 171: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

168

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS DAN MONITORING HOG CHOLERADI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN

NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017

Dibia, I N., Melyantono, S.E., Abioga, D. P., Purnatha, N.,Suryadinata, L. M. F., Kurniawan, F. R.

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Telah dilakukan surveilans di wilayah provinsi Bali, NTB dan NTT yang bertujuan untukmendeteksi antigen / kasus dan mengetahui proporsi seropositive antibodi Hog Cholera, baikpada babi yang divaksinasi maupun yang terindikasi terinfeksi penyakit ini. Pengujian dilakukandengan metode Elisa antibodi dan antigen capture dengan menggunakan Kit Elisa Hog Cholera.Pada saat surveilans diperoleh sebanyak 159 sampel darah EDTA babi dari wilayah provinsiBali. Seluruh sampel tersebut menunjukkan hasil negatif virus Hog cholera. Untuk di provinsiNTB diperoleh sebanyak 100 sampel darah EDTA babi dan semua sampel menunjukkan hasilnegatif virus Hog cholera. Sedangkan untuk provinsi NTT diperoleh sebanyak 155 sampel darahEDTA babi dan 17 sampel (10,9 %) diantaranya menunjukkan hasil positif virus Hog cholera.Sementara kegiatan pengambilan sampel serum babi juga dilakukan untuk mendeteksi antibodiHog cholera. Jumlah sampel yang diperoleh di provinsi Bali sejumlah 272 sampel serum babidan 136 sampel (50%) diantaranya positif antibodi Hog cholera. Untuk di provinsi NTB, dari 100sampel serum yang diuji semuanya negatif antibodi Hog cholera. Sementara di provinsi NTTdiperoleh hasil 43 dari 180 sampel (23,9%) positif antibodi Hog cholera.

Kata kunci: Hog cholera. antigen capture. antibodi Elisa

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Classical Swine Fever atau (HC) merupakan penyakit hewan yang sangat

menular pada babi yang disebabkan oleh virus HC dari genus Pestivirus

(Ressang, 1986). Virus HC merupakan virus RNA berukuran kira kira 38-44 nm,

berbentuk bundar dan memiliki amplop (selubung). Virus HC stabil pada pH 5-

10. Virus HC juga diketahui bersifat imunosupresif. Masa inkubasi pada

umumnya berkisar antara 3- 6 hari dan viremia terjadi segera setelah beberapa

jam virus HC menginfeksi babi. Babi merupakan satu satunya hewan yang

Page 172: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

169

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

rentan terhadap HC. Hog Cholera ditularkan terutama melalui kontak langsung

antara babi sakit dan sehat, juga melalui sekreta dan ekskreta yang segar baik

secara langsung maupun tidak langsung. Penyebaran penyakit dipercepat

dengan perpindahan babi sakit ke daerah baru. Kendaraan dan peralatan yang

tercemar juga dapat menularkan virus HC dari satu peternakan ke peternakan

lainnya. Disamping itu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak babi yang

dipotong untuk konsumsi pada stadium permulaan penyakit. Pada stadium ini

organ tubuh mengandung kosentrasi virus yang cukup tinggi dan virus ini dalam

daging segar dapat tahan hidup untuk jangka waktu yang panjang. Hog Cholera

sering ditularkan melalui limbah cucian daging yang berasal dari pemotongan

babi yang terinfeksi yang diberikan pada ternak babi lainnya. Tingkat morbiditas

dan mortalitas dapat mencapai 95 – 100%. Penyakit dapat terjadi secara akut

tetapi dapat juga menjadi kronis. Tanda klinis yang pertama terlihat ialah babi

tampak lesu, nafsu makan menghilang, depresi, demam tinggi hingga 41O C,

muntah, dan diare yang berseling dengan konstipasi. Perubahan warna kulit

merah kebiruan dapat ditemukan pada pangkal telinga dan pada daerah perut.

Pada stadium lanjut akan tampak gejala saraf, dimana babi terlihat terhuyung-

huyung, kejang lalu rebah dengan kaki bergerak gerak seperti mendayung

sepeda (Dharma dan Putra, 1997).

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 4026/Kpts/OT.140/4/2013

tentang penetapan jenis penyakit hewan menular strategis (PHMS), Hog

Cholera termasuk dalam 25 jenis penyakit hewan menular strategis yang

menjadi prioritas nasional dalam pengendalian dan penanggulangan di

Indonesia (Direktorat Kesehatan Hewan, 2015). Pada awal tahun 1994 kasus

Hog Cholera pertama kali ditemukan di Provinsi Sumatera Utara. Dalam kurun

waktu 3 tahun kasus Hog Cholera telah menyebar ke beberapa provinsi di

Indonesia. Hog Cholera di Bali dilaporkan pertama kali di Banjar Suwung Batan

Kendal, Desa Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar pada Oktober

1995 yang diperkuat dengan Keputusan Menteri Pertanian No.

888/Kpts/TN.560/9/1997 dan sejak itu penyakit menyebar di seluruh

kabupaten/kota di Bali. Sementara di NTT, kasus penyakit Hog Cholera pertama

Page 173: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

170

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

kali ditemukan di Tarus, Kabupaten Kupang pada tahun 1997, yang diduga

berasal dari lalu lintas ternak babi atau produknya dari Provinsi Timor Timur dan

pada tahun 1998, penyakit ini telah menyebar ke beberapa pulau di NTT

termasuk Pulau Sumba, Pulau Rote, Pulau Sabu dan beberapa kabupaten di

Pulau Timor. Untuk di Nusa Tenggara Barat yang awalnya masih berstatus

bebas Hog Cholera, namun sejak Desember 2012 telah merubah status NTB

menjadi daerah tertular dengan ditemukan adanya kasus Hog Cholera di Desa

Giri Temesi, Kecamatan Gerung , Lombok Barat dan di Desa Tegal Maja,

Kecamatan Tanjung, Lombok Utara.

Ternak babi di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar, pada umumnya

dikembangkan sebagai peternakan rakyat dan memiliki nilai sosial budaya dan

ekonomi yang tinggi. Sampai saat ini peternakan babi masih terkendala dengan

adanya letupan kasus Hog Cholera di wilayah kerja BBVet Denpasar. Untuk itu

perlu dilakukan surveilans yang efektif untuk mengetahui status daerah terhadap

Hog Cholera.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam kegiatan ini dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut; Bagaimana situasi / status Hog Cholera di

Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur di Tahun 2017.

Tujuan kegiatan

Mengetahui situasi /status Hog Cholera di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat

dan dan Nusa Tenggara Timur. Tahun 2017.

Page 174: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

171

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Manfaat Kegiatan

Hasil surveilans / monitoring ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi

ilmiah mengenai situasi / status Hog Cholera di Provinsi Bali, NTB dan NTT,

sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh penentu kebijakan dalam

rangka pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Hog Cholera di wilayah

kerja Balai Besar Veteriner Denpasar..

Out put

Termonitornya situasi / status Hog Cholera yang ada di Propinsi Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, sesuai tugas dan fungsi Balai Besar

Veteriner untuk menyediakan hasil surveilans Hog cholera sebagai salah satu

penyakit hewan menular strategis prioritas di Indonesia.

Out come

Terwujudnya lingkungan ternak bebas Hog Cholera di Provinsi Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

ANALISA RISIKO HOG CHOLERA DI BALI, NTB DAN NTT

Hog Cholera merupakan penyakit yang sangat signifikan secara ekonomi.

Penyakit ini cepat menyebar dalam populasi babi dan dapat menyerang segala

umur. Besarnya dampak Hog Cholera terhadap populasi babi yang rentan tidak

hanya mempengaruhi industri babi secara local, namun juga internasional

melalui pembatasan perdagangan antar Negara. Karena dampak internasional

ini, Hog Cholera termasuk salah satu penyakit yang harus dilaporkan menurut

OIE. Beberapa faktor risiko penyebaran Hog Cholera di Bali, NTB dan NTT

antara lain manajemen kesehatan hewan belum terimplementasikan secara

optimal, pengawasan lalu lintas ternak babi (pergerakan babi) masih lemah,

Page 175: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

172

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

pencampuran babi di setiap rantai pasar, status biosekuriti terbatas, dan

minimnya manajemen produk peternakan babi dan hasil sampingannya (by

product).

ANALISA RISIKO KEGIATAN

Pada kegiatan surveilans / monitoring HC diwilayah kerja BBVet Denpasar dapat

diidentifikasi risiko kegiatan sebagai berikut, seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisa Risiko Surveilans / Monitoring HC di Wilayah Kerja BalaiBesar Veteriner Denpasar.

No Risiko Solusi

1 Jadwal pengambilan sampel tidaksesuai

Melakukan koordinasi dengandinas peternakan atau yangmenangani peternakan dankesehatan hewan terkaitkepastian waktu pengambilansampel sebelum keberangkatansehingga dapat disesuaikandengan kegiatan lain pada Dinas /instansi terkait.

2 Target sampel tidak terpenuhi Melakukan koordinasi dengandinas terkait sehingga jumlahsampel minimal terpenuhi.

3 Rusaknya sampel akibat tidaktersedianya sarana penyimpananyang layak (pendingin)

Berkoordinasi dengan dinassetempat untuk dapat menitipkansampel yang diperoleh padakulkas atau freezer, untukselanjutnya dalam perjalanan keDenpasar menggunakan coolerbox beserta ice pack sehinggasampel masih tetap baik sampaidi laboratorium.

4 Bahan pengujian belum tersedia Berkomunikasi secara intensifdengan tim pengadaan barangdan jasa BBVet Denpasar terkaitketersediaan bahan pengujian

Page 176: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

173

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

5 Alat rusak Berkomunikasi dengan KasubbagRTP terkait perbaikan alatpengujian yang rusak. Untuksementara waktu dapatmenggunakan alat yang sama dilaboratorium lain di BBVetDenpasar untuk kelancaranpengujian.

MATERI DAN METODE

MateriBahan : Serum dan PBMC babi

Kit Elisa Hog Cholera (VDProCSFV)

Alat : Beberapa peralatan yang digunakan antara lain : tabung dan jarum

venoject, handle, mikrotube 2 ml, tips, mikropipet, dan elisa reader.

Metode Sampling

Sampel yang diambil pada kegiatan surveilans HC di provinsi Bali dan NTT

adalah ternak babi pada peternakan tradisional. Besaran sampel yang diambil

selanjutnya di uji dan di analisis adalah sebanyak 414 sampel darah EDTA babi

untuk uji deteksi antigen dengan metode ELISA dengan rincian sampel sebagai

berikut : Bali 159 sampel, NTB 100 sampel dan NTT 155 sampel. Sedangkan

untuk mengetahui antibodi Hog Cholera di uji 552 serum babi dengan metode

ELISA dengan rincian sampel sebagai berikut : Bali 272 serum, NTB 100 serum

dan NTT 180 sampel serum.

Page 177: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

174

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Prosedur Uji

Prosedur uji Elisa HC Antigen

Darah babi diambil dari vena jugularis menggunakan tabung yang berisi EDTA.

Kemudian darah disentrifus dengan kecepatan 2.500 rpm selama 10 menit.

Kemudian ambil sebanyak 1 ml lapisan leukosit dengan menggunakan pipet dan

tambahkan sebanyak 0.5 ml. Sentrifus larutan tersebut dengan kecepatan 3000

rpm selama 1 menit dan buang supernatant. Kemudian tambahkan pellet ke

dalam 300 µl STB 1x, vortex dan inkubasi selama 1 jam di suhu ruangan,

kemudian sentrifus sampel dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit dan

gunakan supernatant untuk uji. Inkubasi semua komponen kit pada suhu

ruangan. Buka tutup plate dari tempatnya, selanjutnya masukkan 50 µl dilution

buffer ke setiap well. Masukkan 50 µl sampel, kontrol positif dan kontrol

negative ke dalam well yang telah berisi dilution buffer (1:2). Tutup plate dan

inkubasi selama 90 menit atau semalaman pada suhu ruangan. Setelah

inkubasi, cuci setiap well sebanyak 3X dengan washing buffer 1X (300 µl per

well) dan buang konten dalam well setiap tahap pencucian. Setelah itu,

tambahkan 100 µl konjugat HRPO anti-CSFV (CSFV-CAB) ke dalam setiap well.

Tutup plate dan inkubasi selama 60 menit pada suhu ruangan. Cuci setiap well

sebanyak 3X dengan washing buffer 1X (300 µl per well) dan buang konten

dalam well setiap tahap pencucian. Tahap elanjutnya, tambahkan 100 µl TMB

Substrat ke dalam setiap well dan tutup plate dan inkubasi selama 10 menit

pada suhu ruangan. Amati densitas perkembangan warna pada kontrol negative.

Stop reaksi enzymatic dengan menambahkan 50 µl stop solution ke setiap well

dan baca pada panjang gelombang 450 nm. Validasi dan hitung hasilnya

Page 178: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

175

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Interpretasi hasil

Hitung % kompetisi (%PC) sampel menggunakan rumus sebagai berikut:

(OD sampel - Rata-rata OD Kontrol negatif)PI = x 100

(Rata-rata OD Kontrol positif - Rata-rata OD Kontrol negatif)

Interpretasi

%SP value ≥20% : Positif virus Hog Cholera%SP value15-20% : Suspected virus Hog Cholera%SP value <15% : Negatif virus Hog Cholera

Prosedur uji Elisa HC Antibodi

Darah babi diambil dari vena jugularis babi, setelah menjendal kemudian serum

dipisahkan dengan cara disentrifus dengan kecepatan 2.500 rpm selama 10

menit. Serum ditampung dalam tabung bertutup kuning (yellow cuptube) dan

disimpan pada suhu -20°C atau -70°C sampai digunakan. Pada saat dilakukan uji

ELISA, sebanyak 200 µl serum sampel masing-masing dipindahkan pada plat

mikrotiter bentuk datar. Inkubasi semua komponen kit pada suhu ruangan. Dan

buka plate yang telah dilapisi CSFV gp55 dari tempatnya. Masukkan 50 µl

dilution buffer ke setiap well yang telah dilapisi dengan antigen CSFV gp55.

Masukkan 50 µl sampel, kontrol positif dan kontrol negative ke dalam well yang

telah berisi dilution buffer (1:2). Tutup plate dan inkubasi selama 60 menit atau

semalaman pada suhu ruangan. Cuci setiap well sebanyak 3X dengan washing

buffer 1X (300 µl per well) dan buang konten dalam well setiap tahap pencucian.

Setelah itu ditambahkan 100 µl konjugat HRPO anti-CSFV (CSFV-CAB) ke dalam

setiap well. Tutup plate dan inkubasi selama 30 menit pada suhu ruangan. Cuci

setiap well sebanyak 3X dengan washing buffer 1X (300 µl per well) dan buang

konten dalam well setiap tahap pencucian. Tambahkan 100 µl TMB Substrat ke

dalam setiap well. Tutup plate dan inkubasi selama 15 menit pada suhu

ruangan. Amati densitas perkembangan warna pada kontrol negative. Stop

Page 179: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

176

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

reaksi enzymatic dengan menambahkan 50 µl stop solution ke setian well dan

baca pada panjang gelombang 450 nm. Validasi dan hitung hasilnya.

Interpretasi hasil

Hitung % kompetisi (%PC) sampel menggunakan rumus sebagai berikut:

(Rata-rata OD Kontrol negatif – OD sampel)PI = x 100

(Rata-rata OD Kontrol negatif – Rata-rata OD Kontrol positif)

Interpretasi

%PC value ≥40% : Positif antibodi spesifik HC dalam serum.%PC value <40% : Negatif antibodi spesifik HC dalam serum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Hasil pengujian sampel untuk mendeteksi antigen penyebab Hog Cholera di

Bali, NTB dan NTT pada tahun 2017, disajikan pada Tabel 2.

Page 180: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

177

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 2. Deteksi virus hog cholera di Provinsi Bali, NTB dan NTT tahun2017.

Provinsi Kabupaten Kecamatan NegatifAg

PositifAg

JumlahSampel

Bali Badung Abiansemal 25 0 25Bangli Tembuku 25 0 25

Denpasar DenpasarSelatan 7 0 7

Denpasar Timur 25 0 25Gianyar Tegalalalng 25 0 25Jembrana Mendoyo 25 0 25Tabanan Baturiti 2 0 2

Tabanan 25 0 25Total 159 0 159

NTB Lombok Barat Batulayar 50 0 50Lombok Utara Gangga 33 0 33

Tanjung 17 0 17Total 100 0 100

NTT Alor Alor TengahUtara 27 0 27

Teluk Mutiara 28 0 28Ende Nanggapanda 1 6 7Manggarai Barat Lembor 0 1 1

Mbeliling 7 1 8Welak 2 3 5

Manggarai Timur Kota Komba 19 0 19Nagekeo Wolowae 0 1 1Ngada Bajawa 3 4 7

Soa 1 0 1Saburaijua Sabu Barat 50 0 50Sumba Timur Pandawai 0 1 1

Total 138 17 155Grand Total 397 17 414

Page 181: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

178

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Dalam kegiatan surveilans deteksi virus Hog cholera di provinsi Bali, NTB dan

NTT diperoleh sebanyak 414 sampel PBMC babi. Di Provinsi Bali diambil

sejumlah 159 sampel dari 6 Kabupaten / Kota yaitu Kabupaten Bangli, Badung,

Gianyar, Jembrana, Tabanan dan Kota Denpasar. Di provinsi NTB diambil

sejumlah 100 sampel dari kabupaten Lombok Barat, dan Lombok Utara. Hasil

laboratorium dari kedua provinsi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada sampel

yang terdeteksi positif virus Hog cholera (0 %). Sedangkan di provinsi NTT

diambil 155 sampel dari kabupaten Alor, Ende, Manggarai Timur, Ngada,

Nagekeo, Manggarai Barat, Saburaijua, dan Sumba Timur. Hasil laboratorium

menunjukkan bahwa 6 sampel terdeteksi positif virus Hog Cholera yaitu di

Kecamatan Nanggapanda, Kabupaten Ende dan 1 sampel terdeteksi positif virus

Hog Cholera yaitu di Kecamatan Lembor, 1 sampel di Kecamatan Mbeliling, dan

Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat. Di kabupaten Nagekeo

terdeteksi satu sampel positif virus HC dari kasus di Kecamatan Wolowae. Virus

HC juga terdeteksi pada 4 sampel positif dari kasus kematian babi di Kecamatan

Bajawa, Kabupaten Ngada. Sementara di Pulau Sumba pada tahun 2017 ini

terdeteksi pula virus HC di Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur,

sehingga total sampel yang terdeteksi positif virus Hog Cholera di NTT adalah

17 sampel (10, 9%).

Kegiatan surveilans Hog cholera di wilayah kerja Balai Besar Veteriner

Denpasar juga dimaksudkan untuk melihat proporsi antibodi Hog cholera di

provinsi Bali, NTB dan NTT pada tahun 2017. Hasil yang diperoleh dalam

kegiatan ini di provinsi Bali dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 3).

Page 182: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

179

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 3. Deteksi antibodi Hog Cholera di provinsi Bali, NTB dan NTT tahun2017.

Provinsi Kabupaten Kecamatan SeroNegatif

SeroPositif

JumlahSampel

Bali Badung Abiansemal 14 11 25Kuta Utara 3 33 36Petang 16 8 24

Bangli Bangli 4 9 13Tembuku 12 13 25

Denpasar Denpasar Barat 1 15 16Denpasar Selatan 2 4 6Denpasar Timur 25 0 25

Gianyar Tegalalalang 27 8 35Jembrana Mendoyo 25 0 25

Negara 1 0 1Tabanan Baturiti 5 11 16

Tabanan 1 24 25Total 136 136 272

NTB Lombok Barat Batulayar 50 0 50Lombok Utara Gangga 17 0 17

Tanjung 33 0 33Total 100 0 100

NTT Alor Alor Tengah Utara 25 2 27Teluk Mutiara 27 1 28

Kota Kupang Kelapa Lima 10 0 10Manggarai Ruteng 6 0 6Manggarai Barat Lembor Selatan 4 4 8

Mbliling 24 0 24Manggarai Timur Kota Komba 7 0 7Nagekeo Boawae 1 1 2

Wolowae 2 0 2Ngada Bajawa 3 10 13

Riung Barat 0 2 2Soa 0 1 1

Saburaijua Sabu Barat 28 22 50Total 137 43 180

Grand Total 373 179 552

Page 183: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

180

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Kegiatan pengambilan sampel serum babi dilakukan provinsi Bali, NTB dan NTT

diambil sejumlah 552 sampel serum babi. Dari Hasil pemeriksaan laboratorium

menunjukkan hasil 179 (32,4%) sampel serum babi yang berasal dari wilayah

kerja BBVet Denpasar positif antibodi Hog cholera. Untuk di provinsi Bali

diperoleh hasil 136 sampel dari 272 sampel serum positif antibodi Hog cholera

(50 %). Untuk di provinsi NTB, dari 100 sampel serum yang diuji, tidak satupun

sampel yang menunjukkan antibodi Hog cholera (0%). Sementara di provinsi

NTT diperoleh hasil 43 dari 180 sampel positif antibodi Hog cholera (23,9 %).

PEMBAHASAN.

Pada tahun 2017 di Provinsi Bali tidak terdeteksi positif virus HC sedangkan

untuk deteksi antibodi mencatat ada 136 sampel seropositif HC dari 272 sampel

yang diuji. Tidak diketahui secara pasti apakah hasil positif antibodi ini

disebabkan karena pemberian vaksinasi anti Hog Cholera atau karena infeksi

alam oleh virus Hog Cholera. Walaupun diyakinin oleh beberapa peternak

bahwa sebagian besar babi-babi mereka tersebut telah pernah dilakukan

vaksinasi terhadap Hog Cholera. Namun mengingat recording vaksinasi babi

babi tersebut tidak mampu telusur, sehingga hasil ini tidak bisa digunakan

sepenuhnya untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan program vaksinasi

terkait upaya pengendalian dan atau pemberantasan. Hasil pengamatan di

lapangan selama tahun 2017 ini menunjukkan bahwa tidak ada dilaporkan kasus

HC oleh petugas di masing masing kecamatan di Bali. Hal ini di dukung oleh

hasil konfirmasi laboratorium bahwa semua sampel darah babi yang diambil

pada saat surveilans, negatif virus HC. Kondisi ini menunjukkan kasus HC di Bali

sudah terkendali dengan baik hingga nol kasus. Supaya kondisi ini tetap terjaga,

maka vaksinasi perlu terus dilakukan hingga mencapai herd immunity untuk

memutus penularan HC.

Page 184: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

181

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Hasil surveilans pada tahun 2017 di Provinsi NTT menunjukkan hasil 17 sampel

positif virus HC yang terkonfirmasi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi NTT, pada wabah kasus HC di

Pulau Flores pada tahun 2017 dilaporkan 10.056 kasus kematian babi akibat

HC dengan kerugian ekonomi yang langsung dirasakan masyarakat mencapai

25 miliar (Prisma, 2017). Penyebab utama penyebarluasan HC di NTT

khususnya di Flores karena pergerakan atau lalu lintas ternak babi

antarkabupaten dan antar pulau yang belum dikontrol secara maksimal.

Disamping itu, populasi babi di Flores sangat rentan terhadap HC karena kurang

dari 10 % dari populasi yang tervaksinasi (Dinas Peternakan Provinsi Nusa

Tenggara Timur, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak ternak babi

yang belum memperoleh vaksinasi Hog Cholera sehingga herd immunity masih

sangat rendah. Untuk melindungi peternakan babi dari Hog Cholera cakupan

vaksinasi di suatu daerah perlu terus ditingkatkan sehingga terbentuk herd

immunity yang mampu melindungi populasi dari infeksi Hog Cholera. Upaya

pemberantasan Hog Cholera di NTT, khususnya di Flores menjadi sangat

relevan, mendesak dan prioritas dalam rangka menjaga Flores sebagai lumbung

babi di NTT. Flores berkontribusi 44% terhadap populasi babi di NTT. Usaha

peternakan babi merupakan salah satu urat nadi perekonomian NTT. Ternak

babi juga memiliki nilai social budaya yang tinggi karena merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari kehidupan budaya dan adat istiadat masyarakat NTT.

Untuk di Nusa Tenggara Barat yang awalnya masih berstatus bebas Hog

Cholera, namun sejak Desember 2012 telah merubah status NTB menjadi

daerah tertular dengan ditemukan adanya kasus Hog Cholera di Desa Giri

Temesi, Kecamatan Gerung , Lombok Barat dan di Desa Tegal Maja,

Kecamatan Tanjung, Lombok Utara.

Berdasarkan hasil pengujian sampel surveilans Balai Besar Veteriner Denpasar

menunjukkan hasil uji negatif virus HC dan seronegatif untuk masing-masing uji.

Tidak adanya kasus penyakit HC di Nusa Tenggara Barat kemungkinan besar

karena biosekuriti telah dilaksanakan dengan baik, peran pengawasan lalu lintas

Page 185: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

182

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

ternak beserta produknya memiliki peran yang sangat berarti. Dari

pendokumentasian kasus HC dan hasil surveilans BBVet Denpasar, sejak tahun

2013 di Provinsi NTB sudah tidak pernah dilaporkannya kasus HC. Dengan

kondisi tersebut seyogyanya Pemda NTB segera melakukan kajian pembebasan

HC bersama BBVet Denpasar melalui surveilans yang efektif yaitu surveilans

berbasis risiko. Mengingat dalam pedoman pengendalian dan penanggulangan

Hog Cholera, disebutkan pembagian status daerah dengan kriteria bebas adalah

sebagai berikut : adanya batasan alam (barrier alami) berupa laut dan tidak

pernah dilaporkan kasus HC dalam 3 tahun terakhir baik secara klinis,

epidemiologis dan konfirmasi laboratorium, melalui surveilans.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Proporsi hasil positif deteksi virus Hog cholera tahun 2017 di provinsi NTT

sebesar 10,9%, sedangkan provinsi Bali dan NTB tidak terdeteksi sampel

yang positif virus Hog cholera (0 %).

2. Proporsi hasil positif antibodi Hog cholera pada tahun 2017 di Provinsi di

Bali 50 %, NTB sebesar 0 %, dan di NTT 23,9%.

3. Antigen Hog cholera masih terdeteksi di Provinsi NTT yaitu di Flores

(kabupaten Ende, Manggarai Barat, Nagekeo, Ngada) dan Pulau Sumba

(kabupaten Sumba Timur)

Saran

1. Surveilans untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya infeksi maupun melalui

indikator antibodi Hog cholera di wilayah kerja Balai Besar Veteriner

Denpasar agar tetap dilaksanakan terutama untuk wilayah yang tidak

melakukan program vaksinasi seperti di provinsi NTB. Hal tersebut juga

untuk melihat kemungkinan dilakukan upaya pembuktian wilayah NTB

sebagai wilayah bebas penyakit Hog cholera.

Page 186: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

183

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

2. Pada peternakan yang terdeteksi positif virus Hog cholera disarankan untuk

melakukan vaksinasi Hog cholera dan pengawasan lalu lintas ternak babi

secara ketat serta mengimplementasika prinsip prinsip biosecurity.

3. Mengembangkan sistem surveilans berbasis risiko dan sindromik yang akan

diusulkan untuk dilakukan pada tahun selanjutnya dengan tingkat sensitifitas

dan spesifisitas surveilans yang lebih tinggi untuk dapat mendeteksi virus

Hog cholera.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Bali, NTB dan NTT beserta

staff atas dukungan dan bantuannya selama berlangsungnya kegiatan

surveilans Hog Cholera, sehingga surveilans dapat dilaksanakan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA.

Dharma, D.M.N dan Putra, A.A.G (1997). Penyidikan Penyakit Hewan. Bali Media.

Dibia, N., Melyanto, S.E., Abioga, D.P., Purnatha, N., Suryadinata, L.M.F., Kurniawan F.R.(2017). Surveilans dan Monitoring Hog Cholera di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Baratdan Nusa Tenggara Timur tahun 2016. Laporan Teknis Balai Besar Veteriner Denpasar.

Direktorat Kesehatan Hewan (2015). Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan ClassicalSwine Fever. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta.

Ressang, A. A. (1986). Penyakit Viral pada Hewan. UI-press. Jakarta.

Page 187: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

184

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS DAN MONITORING PENYAKIT MULUT DAN KUKUDI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA

TENGGARA TIMUR TAHUN 2017

Dibia, I N., Melyantono, S.E., Abioga, D. P., Purnatha, N.,Suryadinata, L. M. F., Kurniawan, F. R.

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Deteksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) telah dilakukan melalui surveilans dan monitoring diProvinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Selama surveilans berhasildikumpulkan sampel sebanyak 190 sampel serum di provinsi Bali dan 100 sampel serum diNusa Tenggara Barat dan 220 sampel serum di Nusa Tenggara Timur. Hasil pengamatan danpemeriksaan selama pelaksanaan surveilans, tidak ditemukan ternak sapi dan babi yangmenunjukkan gejala klinis PMK. Demikian pula hasil uji dengan metode ELISA menggunakanPriocheck FMDV NS Elisa Kit menunjukkan semua sampel serum negatif antibodi PMK. Dapatdisimpulkan bahwa provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur tetap bebasPMK.

Kata Kunci : Deteksi, Penyakit Mulut dan Kuku, Elisa.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit Mulut dan Kuku adalah penyakit viral yang sangat menular dan

menyerang semua hewan berkuku belah/ genap seperti sapi, kerbau, kambing,

domba dan babi. PMK disebabkan oleh virus yang termasuk genus

Aphthovirus dari family Picornaviridae, berukuran sangat kecil yaitu sekitar 20

milimikron. Virus PMK terdiri dari 7 serotipe yaitu: O, A, C, SAT-1, SAT-2, SAT-

3, dan Asia-1 (Ressang, 1986). Penyakit ditularkan melalui kontak langsung

antara hewan sakit dengan yang sehat atau secara kontak tidak langsung

melalui makanan yang tercemar (terutama peternakan yang mempraktekan

swill feeding) atau melalui lalu lintas bahan bahan lain yang tercemar. Masa

inkubasi PMK pada umumnya antara 2-5 hari atau lebih. Penyakit ini ditandai

Page 188: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

185

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

dengan adanya pembentukan vesikel / lepuh dan erosi pada mukrosa mulut,

lidah, gusi, nostril, ambing, dan pada kulit diantara kuku (Donaldson, 1993).

Pada hewan ruminansia dapat membawa virus setelah sembuh dan virus tetap

persisten dalam faring sapi selama 3 tahun.

Kejadian PMK di daerah bebas akan bersifat epidemik / mewabah. Tingkat

morbiditas PMK sangat tinggi yakni dapat mencapai 100% tetapi tingkat

kematian penderita sangat rendah. Meskipun demikian kerugian yang

ditimbulkan sangat besar yakni terjadi penurunan berat badan, penurunan

produksi susu, dan hambatan lalu lintas ternak.

Pada tahun 1986, pemerintah menyatakan Indonesia bebas PMK melalui SK

Mentan 260/1986, selanjutnya OIE mengirim tim ahli ke Indonesia dan secara

resmi diakui oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau Office International

des Epizooties (OIE) pada tahun 1990 seperti tercantum dalam resolusi OIE

No. XI tahun 1990. Masuknya PMK ke Negara bebas pada umumnya melalui

importasi daging atau importasi ternak. Mengingat Indonesia setiap tahun

masih mengimport daging beku atau sapi bakalan maka masuknya PMK perlu

diwaspadai. Disamping itu, wilayah kerja BBVet Denpasar pada umumnya

dikenal sebagai daerah tujuan wisata dunia sehingga tingginya arus lalu lintas

manusia dari daerah tertular PMK ke Indonesia juga berpotensi menyebarkan

PMK. Untuk itu surveilans / monitoring dalam rangka mengevaluasi status

bebas dan deteksi dini penyakit Mulut dan Kuku di wilayah kerja BBVet

Denpasar (Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur )

perlu dilakukan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam kegiatan ini dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut; Apakah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan

Nusa Tenggara Timur masih bebas Penyakit Mulut dan Kuku ?

Page 189: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

186

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tujuan Kegiatan

Mendeteksi virus PMK di wilayah kerja BBVET Denpasar melalui surveilans

sindromik dan uji serologis dengan indikator antibodi untuk membuktikan

bahwa Bali, NTB dan NTT masih bebas PMK.

Manfaat Kegiatan

Hasil surveilans / monitoring ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi

ilmiah status PMK di wilayah kerja BBVet Denpasar serta dijadikan bahan

pertimbangan dalam rangka peningkatan kewaspadaan dini terhadap PMK

Out put

Termonitornya status bebas penyakit Mulut dan Kuku di Propinsi Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Out come

Terwujudnya lingkungan ternak bebas PMK di Provinsi Bali, Nusa Tenggara

Barat dan Nusa Tenggara Timur.

ANALISA RISIKO PMK DI BALI, NTB DAN NTT

Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar belum mampu memenuhi

kebutuhan daging sapi / kerbau secara lokal. Untuk memenuhi kebutuhan

tersebut, Indonesia harus melakukan importasi baik dalam bentuk daging beku

maupun sapi bakalan. Tingginya arus perdagangan internasional yang masuk

tentunya meningkatkan potensi ancaman masuknya Penyakit Mulut dan Kuku

(PMK) ke Indonesia termasuk ke wilayah kerja BBVet Denpasar (Bali, NTB dan

NTT). Selama ini sebagian besar wabah PMK di beberapa Negara di dunia

selalu mempunyai keterkaitan dengan adanya perdagangan / lalu lintas hewan

Page 190: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

187

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

dan produknya baik yang legal maupun ilegal. Berbagai macam produk hewan

tercatat dapat menjadi media pembawa virus PMK antara lain yaitu daging dan

produknya, susu dan produknya, semen/embrio dll. Selain hewan dan produk

hewan, hijauan pakan ternak, jerami, dan beberapa jenis material lainnya dapat

juga berperan dalam penyebaran PMK. Meningkatnya jumlah penumpang

internasional dari daerah / negara tertular juga merupakan salah satu potensi

ancaman masuknya PMK yang cukup besar. Berdasarkan hasil kajian peneliti

sebelumnya menyatakan bahwa virus PMK dapat disebarkan oleh orang

melalui sepatu, tangan dan pakaian yang tercemar.

ANALISA RISIKO KEGIATAN

Pada kegiatan surveilans / monitoring PMK diwilayah kerja BBVet Denpasar

dapat diidentifikasi risiko kegiatan sebagai berikut, seperti disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Analisa Risiko Surveilans / Monitoring PMK di Wilayah KerjaBalai Besar Veteriner Denpasar.

No Risiko Solusi

1 Jadwal pengambilan sampel tidak

sesuai

Melakukan koordinasi dengan

dinas peternakan atau yang

menangani peternakan dan

kesehatan hewan terkait

kepastian waktu pengambilan

sampel sebelum keberangkatan

sehingga dapat disesuaikan

dengan kegiatan lain pada Dinas /

instansi terkait.

2 Target sampel tidak terpenuhi Melakukan koordinasi dengan

dinas terkait sehingga jumlah

sampel minimal terpenuhi.

Page 191: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

188

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

3 Rusaknya sampel akibat tidak

tersedianya sarana penyimpanan

yang layak (pendingin)

Berkoordinasi dengan dinas

setempat untuk dapat menitipkan

sampel yang diperoleh pada

kulkas atau freezer, untuk

selanjutnya dalam perjalanan ke

Denpasar menggunakan cooler

box beserta ice pack sehingga

sampel masih tetap baik sampai

di laboratorium.

4 Bahan pengujian belum tersedia Berkomunikasi secara intensif

dengan tim pengadaan barang

dan jasa BBVet Denpasar terkait

ketersediaan bahan pengujian

5 Alat rusak Berkomunikasi dengan Kasubbag

RTP terkait perbaikan alat

pengujian yang rusak. Untuk

sementara waktu dapat

menggunakan alat yang sama di

laboratorium lain di BBVet

Denpasar untuk kelancaran

pengujian.

MATERI DAN METODE

Materi

Bahan : Serum hewan peka (sapi dan babi),

Kit Elisa antibodi PMK (PrioCHECK FMDV NS)

Alat : Beberapa peralatan yang digunakan antara lain : tabung dan jarum

venoject, handle, mikrotube 2 ml, tips, mikropipet, dan elisa reader.

Page 192: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

189

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Metode

a. Metode sampling

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah serum ternak peka PMK pada

peternakan di wilayah Bali, NTB dan NTT. Surveilans PMK di provinsi Bali,

NTB dan NTT menggunakan rumus Detect present of the Disease (Martin et al,

1987). Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95 %, dengan asumsi

prevalensi adalah 1 %, serta ukuran populasi di masing-masing provinsi di atas

10.000 ekor maka diperlukan 299 sampel untuk mendeteksi setidaknya satu

positif dengan peluang 0,95.

b. Metode pengujian

Pengujian sampel serum untuk mendeteksi antibodi Non Struktural Protein

virus penyebab PMK akibat infeksi alam (OIE, 2014) menggunakan Kit Elisa

antibodi PMK (Priocheck FMDV NSP), dengan prosedur uji sebagai berikut :

Hari pertama proses pengujian1. ELISA buffer sebanyak 80 µl dimasukkan ke semua well plate yang sudah

dilapisi antigen virus PMK

2. Serum kontrol negatif sebanyak 20 µl dimasukkan ke well A1 dan B1

3. Serum kontrol positif lemah sebanyak 20 µl dimasukkan ke well C1 dan D1

4. Serum kontrol positif sebanyak 20 µl dimasukkan ke well E1 dan F1

5. Sampel serum sebanyak 20 µl dimasukkan ke masing masing well yang

masih kosong.

6. Plate uji ditutup menggunakan penutup yang telah disediakan

7. Plate uji digoyang dengan pelan

8. Plate uji di inkubasi semalaman (16-18 jam) pada suhu 22 °C

Page 193: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

190

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Hari kedua proses pengujian1. Plate uji yang telah diinkubasi dikosongkan selanjutnya plate dicuci

menggunakan washing solution sebanyak 6x pencucian masing-masing

200-300 µl/well. Tap plate dengan kuat setelah tahap pencucian yang

terakhir.

2. Konjugat sebanyak 100 µl ditambahkan ke semua wells

3. Plate uji ditutup menggunakan penutup yang telah tersedia.

4. Plate uji diinkubasi selama 60 menit pada suhu 22 °C

5. Plate uji yang telah diinkubasi dikosongkan dan cuci plate tersebut

menggunakan washing solution sebanyak 6x pencucian masing masing

200-300 µl/well. Tap plate dengan kuat setelah tahap pencucian yang

terakhir.

6. Substrat chromogen (TMB) sebanyak 100 µl ditambahkan ke semua wells

7. Plate uji diinkubasi selama 20 menit pada suhu 22 °C

8. Stop solution sebanyak 100 µl ditambahkan ke semua wells

9. Mix semua bagian di wells plate uji untuk di ukur

10. Densitas diukur dengan menggunakan ELISA reader dengan panjang

gelombang 450 nm setelah 15 menit

11. Nilai OD450 dihitung sebagai berikut:

OD450 sampel

PI = 100 - OD450 sampel x 100

OD450 max

Interpretasi Hasil

1. OD450 max (rata-rata OD450 kontrol negatif harus >1.000

2. Rata-rata persetase inhibisi kontrol positif lemah harus >50%

3. Rata-rata persetase inhibisi kontrol positif harus >70%

4. Bila tidak menemukan kriteria itu, berarti hasilnya tidak terpakai

5. Bila PI ≥50% = seropositif PMK

Page 194: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

191

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kegiatan pengambilan sampel di wilayah provinsi Bali pada tahun 2017

dilakukan di delapan kabupaten/kota yaitu Bangli, Buleleng, Gianyar,

Jembrana, Klungkung dan Tabanan. Jumlah sampel yang diambil sejumlah

190 sampel yang terbagi dari seluruh kabupaten yang disampling. Dari hasil

pengujian, semua sampel serum tidak terdeteksi atau negatif antibodi Penyakit

Mulut dan Kuku (PMK), seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian deteksi antibodi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)di provinsi Bali Tahun 2017.

Provinsi Kabupaten Kecamatan Seropositif

Seronegatif

JumlahSampel

BALI Bangli Kintamani 0 20 20Buleleng Banjar 0 10 10

Gerogak 0 10 10Kubu Tambahan 0 10 10Tejakula 0 10 10

Gianyar Payangan 0 10 10Tampaksiring 0 10 10Tegalalang 0 10 10

Jembrana Melaya 0 40 40Pekutatan 0 30 30

Klungkung Nusa Penida 0 10 10Tabanan Baturiti 0 20 20

Total 0 190 190

Kegiatan pengambilan sampel di wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

pada tahun 2017 dilakukan di sembilan kabupaten/kota yaitu Bima, Dompu,

Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, Kota Mataram,

Sumbawa dan Sumbawa Barat Jumlah sampel yang diambil berjumlah 100

sampel. Dari hasil pengujian, semua sampel serum tidak terdeteksi atau negatif

antibodi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), seperti disajikan pada Tabel 3.

Page 195: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

192

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 3. Hasil pengujian deteksi antibodi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)di provinsi Nusa Tenggara Barat , Tahun 2017.

Provinsi Kabupaten Kecamatan Seropositif

Seronegatif

JumlahSampel

Bima Mada Pangga 0 10 10Dompu Pekat 0 10 10Lombok Barat Gerung 0 10 10Lombok Tengah Batu Kliang 0 10 10Lombok Timur Aikmel 0 20 20Lombok Utara Pemenang 0 10 10Mataram Sandubaya 0 10 10Sumbawa Moyo Hulu 0 10 10

NUSATENGGARABARAT

Sumbawa Barat Taliwang 0 10 10

Total 0 100 100

Sampel yang diuji dari provinsi Nusa Tenggara Timur sejumlah 220 sampel

serum, yang diambil di 22 kabupaten / kota yaitu Alor, Belu, Ende, Flores

Timur, Kota Kupang, Kupang, Lembata, Malaka, Manggarai, Manggarai Barat,

Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Rotendao, Saburaijua, Sikka, Sumba

Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, Timor Tengah

Selatan, Timor Tengah Utara. Dari hasil pengujian diperoleh hasil semua

sampel negatif antibodi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), seperti Tabel 4.

Page 196: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

193

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 4. Hasil pengujian deteksi antibodi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)di provinsi Nusa Tenggara Timur.

Provinsi Kabupaten Kecamatan Seropositif

Seronegatif

JumlahSampel

Alor Alor Barat Daya 0 5 5

Alor Timur 0 5 5Belu Tasifeto Timur 0 10 10Ende Nanga Panda 0 10 10Flores Timur Larantuka 0 8 8

Wulanggitang 0 2 2Kota Kupang Maulafa 0 10 10Kupang Kupang Timur 0 10 10Lembata Ili Ape 0 10 10Malaka Malaka Tengah 0 10 10Manggarai Satamese 0 10 10Manggarai Barat Komodo 0 10 10ManggaraiTimur Ranamese 0 10 10Nagekeo Boawae 0 10 10Ngada Bajawa Utara 0 10 10Rote Ndao Rote Barat Daya 0 10 10Sabu Raijua Sabu Barat 0 10 10Sikka Waigete 0 10 10Sumba Barat Kota Waikabubak 0 10 10Sumba BaratDaya Wewewa Tengah 0 10 10Sumba Tengah Umbu Ratu Nggay 0 10 10Sumba Timur Waingapu 0 10 10Timor TengahSelatan Kota Soe 0 10 10

NTT

Timor TengahUtara Kota Kefamenanu 0 10 10

Total 0 220 220

Page 197: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

194

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

PEMBAHASAN

Penyakit Mulut dan Kuku merupakan penyakit hewan menular yang

mempunyai dampak ekonomi yang sangat besar, antara lain karena

kehilangan produktivitas, pemusnahan ternak terinfeksi, kehilangan peluang

ekspor dan biaya eradikasi. Telah diketahui secara umum bahwa lalu lintas

ternak dan produk asal ternak serta bahan bahan lainnya yang tercemar virus

merupakan sarana penular / pembawa virus PMK atau sumber penular. Oleh

karenanya, terhadap bahan-bahan tersebut di atas pada saat terjadinya wabah

atau adanya ancaman wabah perlu memperoleh pengawasan yang sangat

ketat. Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara (Malaysia, Thailand,

Myanmar, Vietnam, Laos, dan Kamboja) masih tertular PMK, sehingga selalu

menjadi ancaman yang besar terhadap kemungkinan introduksi PMK ke

Indonesia. Mengingat kejadian PMK di daerah bebas akan bersifat epidemik /

mewabah, dan menyebar sangat cepat serta dapat melintasi batas batas

negara, maka perlu dicermati secara seksama agar Indonesia yang telah

bebas dari PMK tidak tertular kembali, yang pada akhirnya akan sangat

merugikan perekonomian nasional.

Hasil surveilans dan monitoring Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) oleh Balai

Besar Veteriner Denpasar tahun 2017 di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat

dan Nusa Tenggara Timur menunjukkan tidak ada kasus klinis PMK yang

ditemukan dilapangan dan secara serologis semua sampel serum negatif

antibodi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Hasil ini mengukuhkan bahwa Bali,

Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur masih tetap bebas Penyakit

Mulut dan Kuku (PMK). Bebasnya wilayah ini dari Penyakit Mulut dan Kuku

(PMK) karena telah dilakukan tindak pencegahan melalui pengawasan lalu

lintas/ tindak karantina yang sangat ketat terhadap pemasukan atau import

ternak ruminansia dan produknya dari negara tertular Penyakit Mulut dan Kuku

(PMK).

Page 198: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

195

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Surveilans PMK di daerah yang memiliki risiko paling tinggi untuk kemungkinan

masuknya hewan/produk hewan dari negara tertular PMK merupakan kunci

utama dalam rangka mempertahankan status bebas PMK di Indonesia. Untuk

itu, dipandang perlu penguatan system surveilans untuk membangun suatu

sistem deteksi dini (early detection system) yang memiliki sensitivas tinggi

terhadap PMK terutama di daerah / kawasan yang memiliki potensi ancaman

karena penyelundupan hewan atau produk hewan dari negara tertular, dan

lokasi dengan peternakan babi yang pakannya menggunakan sisa hotel (swill

feeding). Disamping itu, dalam rangka mengantisipasi kemungkinan masuknya

PMK ke Indonesia, mengingat beberapa negara tetangga di Asia Tenggara

telah tertular, dipandang perlu segera ditetapkan rencana aksi darurat yang

bertujuan untuk menguraikan prosedur-prosedur yang perlu dilaksanakan,

struktur manajemen dan peran yang harus dijalankan oleh masing-masing

pihak yang terlibat apabila ada dugaan / kasus PMK.

KESIMPULAN DAN SARAN.

KesimpulanBerdasarkan kegiatan surveilans / monitoring PMK oleh BBVet Denpasar pada

tahun 2017 dapat disimpulkan ;

1. Selama pelaksanaan surveilans tidak ditemukan ternak yang menunjukkan

gejala klinis PMK.

2. Dari 510 sampel serum yang diuji, tidak terdeteksi antibodi PMK (negatif

antibodi PMK).

3. Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur masih tetap

bebas PMK.

SaranMengingat ancaman masuknya PMK ke Indonesia sangat tinggi dan

berlangsung setiap saat, maka kegiatan surveilans/ monitoring perlu

dilaksanakan secara berkelanjutan, terutama di daerah-daerah yang berisiko

tinggi dengan metode surveilans yang memiliki sensitivitas yang tinggi

Page 199: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

196

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Bali, NTB dan NTT beserta

staff atas dukungan dan bantuannya selama berlangsungnya kegiatan

surveilans penyakit Mulut dan Kuku (PMK), sehingga surveilans dapat

dilaksanakan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Donaldson, A.I (1993). Eidemiology of Foot and Mouth Disease the Curent andNew Perspective. Diagnosis and epidemiology of foot and mouthdisease in southeast Asia. Aciar Proceeding No 51, 9-15.

Martin, W., Meek, A. H., dan Willeberg, P., 1987. Principles and MethodsVeterinary Epidemiology. IOWA State University Press. USA.

OIE, (2014). Manual Diagnostic and Vaccine for Terestrial, Chapter 2.1.5.Office International des Epizooties.

Ressang, A. A. (1986). Penyakit Viral pada Hewan. UI-press. Jakarta.

Page 200: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

197

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS DAN MONITORING AVIAN INFLUENZADI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN

NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017

Dibia, I N., Melyantono, S.E., Abioga, D. P., Purnatha, N.,Suryadinata, L. M. F., Kurniawan, F. R.

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Telah dilakukan surveilans berbasis risiko di provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan NusaTenggara Timur yang bertujuan untuk mengetahui distribusi kasus dan mendeteksi keberadaanvirus Avian Influenza pada unggas dan lingkungan. Pengujian dilakukan dengan metodeisolasi virus pada telur ayam berembrio dan teknik Konvensional / Real Time PolymeraseChain Reaction (RT-PCR). Pada saat surveilans diperoleh sampel unggas (swab nasal dankloaka / lingkungan / organ unggas dari wilayah provinsi Bali, NTB dan NTT masing-masingsebanyak 890 sampel, 398 sampel dan 609 sampel. Hasil pengujian sampel menunjukkanproporsi positif virus AI di pasar unggas hidup di Provinsi Bali, NTB dan NTT masing-masingsebesar 6,6%, 1,2% dan 0,9%. Kondisi ini menunjukkan bahwa Avian Influenza masihbersirkulasi di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar.

Kata kunci: Avian Influenza, Surveilans, Bali, NTB, NTT.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Avian Influenza adalah penyakit hewan menular yang menyerang unggas,

disebabkan oleh virus influenza tipe A, family Orthomyxoviridae. Virus

influenza A dibedakan menjadi sub-sub tipe berdasarkan karakter glikoprotein

pada permukaan virus yang berperan dalam menyusun hemaglutinin (HA) dan

neuraminidase (NA). Secara genetik diketahui ada 16 macam HA (H1-H16)

dan 9 NA (N1-N9). Dengan demikian virus influenza A mempunyai 144 subtipe

kemungkinan. Virus AI memiliki kemampuan mutasi dan reasorsi genetik

sehingga terjadi antigenic drift dan atau antigenic shift yang dapat

Page 201: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

198

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

mempengaruhi sifat antigenik, patogenesitas dan spesifisitas hospesnya.

Kondisi tersebut akan dapat menyebabkan sistem kekebalan induk semang

sulit mengenali virus yang telah bermutasi tersebut.

Dugaan kasus pertama HPAI sub tipe H5N1 pada unggas di Indonesia terjadi

di Jawa Tengah, sekitar bulan Agustus 2003 dan baru dikukuhkan

keberadaannya secara definitif pada Januari 2004. Pada awalnya, virus H5N1

yang diisolasi di Indonesia termasuk dalam kelompok keturunan genetik

(clade) 2.1, kemudian berkembang menjadi clade 2.1.3, selanjutnya menjadi

clade 2.1.3.1, 2.1.3.2 dan clade 2.1.3.3. Hasil kajian lapangan dan penelitian

laboratorium menunjukkan bahwa virus H5N1 clade 2.1 patogen pada unggas

dari golongan gallinaceous seperti ayam layer, ayam broiler, ayam kampung

dan puyuh, sedangkan itik dan unggas air lainnya relatif tahan. Sejak akhir

2012, muncul virus clade 2.3.2.1 yang merupakan virus H5N1 introduksi baru

ke Indonesia dan menyebabkan wabah pada itik dan entok. Sampai saat ini AI

bersifat endemik di 32 dari 34 provinsi di Indonesia, kecuali Provinsi Maluku

Utara dan Maluku.

Avian Influenza khususnya HPAI menyebabkan kerugian ekonomi sangat

besar karena morbiditas dan mortalitasnya sangat tinggi, menyebabkan

penurunan produksi telur dan daging, serta penurunan kesempatan berusaha

di bidang peternakan ayam. Dari aspek kesehatan masyarakat, AI merupakan

penyakit zoonosis dan telah menyebabkan kematian manusia. Mengingat

virus AI memiliki sifat yang mudah bermutasi genetik sehingga berpotensi

menimbulkan pandemi influenza yang sangat berbahaya (Direktorat

Kesehatan Hewan, 2016). Untuk itu perlu dilakukan surveilans yang efektif

untuk mengetahui status daerah terhadap Avian Influenza di wilayah kerja

BBVet Denpasar.

Page 202: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

199

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam kegiatan ini dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut; Bagaimana situasi / status Avian

Influenza di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur di

Tahun 2017 ?

Tujuan kegiatan

Mengetahui situasi /status Avian Influenza di Provinsi Bali, Nusa Tenggara

Barat dan dan Nusa Tenggara Timur. Tahun 2017.

Manfaat Kegiatan

Hasil surveilans / monitoring ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi

ilmiah mengenai situasi / status Avian Influenza di Provinsi Bali, NTB dan

NTT, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh penentu kebijakan

dalam rangka pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Avian Influenza

di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar.

Out put

Termonitornya situasi / status Avian Influenza yang ada di Propinsi Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, sesuai tugas dan fungsi Balai

Besar Veteriner untuk menyediakan hasil surveilans Avian Influenza sebagai

salah satu penyakit hewan menular strategis prioritas di Indonesia.

Out come

Terwujudnya lingkungan ternak unggas bebas Avian Influenza di Provinsi Bali,

Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Page 203: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

200

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

ANALISA RISIKO AVIAN INFLUENZA DI BALI, NTB DAN NTT

Avian Influenza merupakan penyakit yang sangat signifikan secara ekonomi.

Penyakit ini cepat menyebar dalam populasi unggas dan bersifat zoonosis.

Besarnya dampak Avian Influenza terhadap populasi unggas yang rentan tidak

hanya mempengaruhi industri perunggasan secara local, namun juga

internasional melalui pembatasan perdagangan antar Negara. Karena dampak

internasional ini, Avian Influenza termasuk salah satu penyakit yang harus

dilaporkan menurut OIE. Beberapa faktor risiko penyebaran Avian Influenza di

Bali, NTB dan NTT antara lain manajemen kesehatan hewan belum

terimplementasikan secara optimal, pengawasan lalu lintas ternak unggas

masih lemah, pencampuran unggas di setiap rantai pasar, status biosekuriti

terbatas, dan minimnya manajemen produk peternakan unggas dan hasil

sampingannya (by product).

ANALISA RISIKO KEGIATAN

Pada kegiatan surveilans / monitoring AI diwilayah kerja BBVet Denpasar

dapat diidentifikasi risiko kegiatan sebagai berikut, seperti disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Analisa Risiko Surveilans / Monitoring AI di Wilayah Kerja BalaiBesar Veteriner Denpasar.

No Risiko Solusi

1 Jadwal pengambilansampel tidak sesuai

Melakukan koordinasi dengan dinaspeternakan atau yang menanganipeternakan dan kesehatan hewanterkait kepastian waktu pengambilansampel sebelum keberangkatansehingga dapat disesuaikan dengankegiatan lain pada Dinas / instansiterkait.

2 Target sampel tidakterpenuhi

Melakukan koordinasi dengan dinasterkait sehingga jumlah sampelminimal terpenuhi.

3 Rusaknya sampel akibat Berkoordinasi dengan dinas setempat

Page 204: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

201

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

tidak tersedianya saranapenyimpanan yang layak(pendingin)

untuk dapat menitipkan sampel yangdiperoleh pada kulkas atau freezer,untuk selanjutnya dalam perjalanan keDenpasar menggunakan cooler boxbeserta ice pack sehingga sampelmasih tetap baik sampai dilaboratorium.

4 Bahan pengujian belumtersedia

Berkomunikasi secara intensif dengantim pengadaan barang dan jasa BBVetDenpasar terkait ketersediaan bahanpengujian

5 Alat rusak Berkomunikasi dengan KasubbagRTP terkait perbaikan alat pengujianyang rusak. Untuk sementara waktudapat menggunakan alat yang samadi laboratorium lain di BBVetDenpasar untuk kelancaran pengujian.

MATERI DAN METODE

Materi1. Bahan dan Alat untuk pengujian Isolasi AI :

- Telur ayam berembrio umur 9-11 hari.- PBS 1x pH 7,4, stok antibiotika (10.000 IU/ml penisilin, 10.000 µg/ml

streptomisin).

- Biohazard Cabinet Containment Level II, inkubator (37°C), sentrifus,gunting, skalpel, pinset, mortar, alu, spuit 1 ml, tabung, kotak lamputeropong telur.

2. Bahan dan Alat untuk pengujian PCR AI :

- Kit ekstraksi (Invitrogen, No Katalog : 2280-050, 12280-096)

- Kit Master Mix (Ag Path – IDTM One Step RT-PCR Kit, P/NAM 1005)

- BSC, Single channel, Tip steril ukuran 1000 µl, 200 µl, 50 µl, Mikrotube2 ml

Page 205: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

202

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

3. - Primer Type A

IVAF-D161 M :5’-AGATGAGYCTCCTAACCGAGGTCG

IVA.R-D162 :5’-TGCAAAAACATCYTCAAGTCTCTG

IVA.R-D162 :5’-TGCAAACACATCYTCAAGTCTCTG

IVA.R-D162 :5’-TGCAAAGACATCYTCAAGTCTCTG

IVA.R-D162 :5’-TGCAAATACATCYTCAAGTCTCTG

Probe : - Probe Influenza/ 6158014-1/C6

- Primer H5

Clade 2.1.3

H5IVA-D148H5 F : 5’-AAACAGAGAGGAAATAAGTGGAGTAAAATT

H5IVA-D148H5 R: 5’-AAAGATAGACCAGCTACCATGATTGC

Clade 2.3.2

Primer IVA-D204 (F) : 5’-ATGGCTTCCTCGGRAACCC

Primer IVA-D205 (R) : 5’-TTYTCCACTATGTAAGACCATTCCG

Probe: - Probe Influenza/ 5712289-1/ A7

- Probe H5/ 5712289-2/ A8

- Primer H7

FLI-H7 Fwd : 5’-AYAGAATACAGATWGACCCAGT-3’

FLI-H7 Rev : 5’-TAGTGCACYGCATGTTTCCA-3’

FLI-H7 Probe : 5’-FAM-TGGTTTAGCTTCGGGGCATCATG-BHQ1-3’

- Primer H9

Page 206: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

203

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

H9 Fwd : 5’-ATGGGGTTTGCTGCC-3’

H9 Rev : 5’-TTATATACAAATGTTGCAC(T)CTG-3’

H9 Probe : 5’-FAM-TTCTGGGCCATGTCCAATGG-TAMRA-3’

- Primer N1

AI N1 1316F Fwd : 5’-GYGGGAGCAGCATATCYTT-3’

AI N1 1379R Rev : 5’-CCGTCTGGCCAAGACCAA-3’

AI N1 1336P Probe :5’-FAM-TGTGGTGTAAAYAGTGACAC-BHQplus3’

- Primer N2IVA-Ntype_N2-F : 5’- GCATGGTCCAGYTCAAGYTG -3’IVA-Ntype_N2-R : 5’- CCYTTCCAGTTGTCTCTGCA -3’

Metode

Sampel yang diambil dalam kegiatan ini adalah swab kloaka dan trakea ternak

unggas (ayam, itik, entok) dan swab lingkungan (swab meja tempat penjualan

atau tempat pemotongan karkas unggas, tempat pemotongan ternak unggas,

keranjang unggas hidup yang ada di pasar, lingkungan sekitar pasar unggas

hidup, baju atau celemek pedagang karkas unggas dan peralatan yang

digunakan untuk memotong unggas).

Prosedur Pengujian:

1. Isolasi pada Telur Ayam berembrioTelur ayam berembrio yang berumur 9-11 hari yang berasal dari ayam

yang tidak divaksinasi AI atau telur SAN disiapkan untuk pengujian,

kemudian diperiksa pada teropong lampu. Dilakukan pemilihan embrio

yang aktif kemudian dibuat batas di atas rongga udara dan disucihamakan

dengan alkohol 70% setelah itu dibor dengan bor grinder atau jarum

Page 207: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

204

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

venoject. Selanjutnya suspensi jaringan di inokulasi (sebagai inokulum).

Suspensi jaringan sebagai inokulum disuntikkan sebanyak 100 µl langsung

ke dalam ruang allantois. Masing-masing sampel menggunakan 3-5 telur

ayam berembrio. Kemudian lubang ditutup dengan kutex atau lilin,

selanjunya telur diinkubasi selama 5 hari pada suhu 37°C. Pengamatan

dilakukan setiap hari, apabila ada embrio yang mati setelah 24 jam atau 4

hari pasca inokulasi, dikeluarkan dari inkubator dan disimpan dalam kulkas

(4°C) selama 1 sampai 24 jam sebelum cairan allantois dipanen untuk

pengujian.

Selanjutnya telur dikeluarkan dari kulkas kemudian kulit telur didesinfeksi

dengan alkohol 70%. setelah itu kulit telur dibuka dan cairan allantois

ditampung dalam tabung steril untuk selanjutnya dilakukan identifikasi

dengan teknik hemaglutinasi (HA) dan hambatan hemaglutinasi (HI).

Interpretasi hasilEmbrio ayam yang terinfeksi virus ditandai dengan kematian, kerdil dan

perdarahan seluruh tubuh dan kaki.

2. Uji HA (Uji Hemaglutinasi)

Pada semua lubang plat mikrotiter bentuk V/U ditambahkan 25 µl PBS

setelah itu ditambahkan 25 µl antigen (cairan allantois) dan lakukan

pengenceran secara seri kelipatan dua. Untuk menentukan ketepatan titer

HA dilakukan pengenceran secara seri. Selanjutnya, sebanyak 25 µl PBS

ditambahkan pada semua lubang, dan sebanyak 25 µl suspensi sel darah

merah ayam 1% juga ditambahkan pada semua lubang. Plat diinkubasi

pada suhu kamar (20°C) selama 40 menit atau pada suhu 4°C apabila

ambien suhu tinggi, dan diamati adanya hemaglutinasi dibandingkan

dengan kontrol sel. Jika ada hemaglutinasi pada sumuran mikroplate maka

pengujian dilanjutkan ke uji hambatan hemaglutinasi/hemaglutinasi inhibisi

(HI) sebagai konfirmasi adanya virus AI

Page 208: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

205

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Interpretasi hasilTiter antigen dinyatakan sebagai pengenceran tertinggi dari antigen yang

masih mampu mengaglutinasi 100% sel darah merah ayam.

3. Uji HI (Uji Hambatan Hemaglutinasi)

Pada semula lubang plat mikrotiter bentuk V/U ditambahkan PBS 25 ul,

setelah itu ditambahkan 25 µl serum unggas yang akan diuji pada deret

lubang A1-H1, selanjutnya dilakukan pengenceran secara seri kelipatan

dua sampai lubang 11, lubang 12 sebagai kontrol sel. Kemudian sebanyak

25 ul antigen 4 unit HA ditambahkan pada semua lubang, kecuali deret

lubang 12 sebagai kontrol sel. Kemudian plat diinkubasi pada suhu kamar

(18-20°C) selama 30 menit. Selanjutnya sebanyak 25 µl suspensi sel darah

merah ayam 1% ditambahkan pada semua lubang, sambil diayak dan

diinkubasi pada suhu kamar (20°C) selama 40 menit.

Interpretasi hasilTiter serum (HI) adalah pengenceran tertinggi dari serum yang

memperlihatkan hambatan komplek terhadap 4 unit HA antigen. Titer HI >

16 (24) : positif antibodi.

4. Pengujian Real Time PCR AIPERSIAPAN CARRIER RNA

Sebanyak 310 ul RNAse Free Water ditambahkan ke dalam 310 µg

lypolized Carrier RNA. Kemudian dicampurkan dengan baik dan dialiquot ±

20 ul/tabung dan disimpan pada suhu -20˚C.

Menghitung Carrier RNA yang akan dipakai dengan rumus sbb:

1 Sampel Lysis Buffer = 0,21 ml

Page 209: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

206

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1 Sampel carrier RNA = 5,88 ml

Cara kerja :Ekstraksi sampelSebanyak 200 µl lysis buffer (add carrier RNA) + 200 µl specimen + 25 µl

Proteinase K dimasukkan ke dalam mikrotube. Kemudian mikrotube

tersebut divortex dan diinkubasi pada suhu 56˚C selama 15 menit dan

dispin beberapa detik. Selanjutnya sebanyak 250 µl alkohol absolute

(ethanol absolute) ditambahkan ke dalam mikrotube tersebut dan

diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruangan, kemudian divortex dan

dispin lagi. Selanjutnya suspensi ditransfer dalam spin kolom dan

disentrifuse dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya

collection tube diganti dan supernatant dibuang dan ditambahkan 500 µl

washing buffer dan di sentifuse dengan kecepatan 8000 rpm selama 1

menit. . Selanjutnya collection tube diganti dan supernatant dibuang dan

ditambahkan 500 µl washing buffer dan di sentifuse dengan kecepatan

8000 rpm selama 1 menit. . Selanjutnya collection tube diganti dan

disentrifuse kembali dengan kecepatan 14000 rpm selama 1 menit.

Kemudian collection tube diganti dengan mikrotube 1,5 ml recovery + 50 ul

RNAse Free Water dan diinkubasi selama 1 menit pada suhu ruangan,

selanjutnya disentrifuse lagi dengan kecepatan 14000 rpm selama 1 menit.

RNA siap dilakukan pengujian.

Pembuatan Master Mix Type A

No Reagen Konsentrasi(Volume)

JumlahSampel(…..x)

1 2x Reaction Mix 12.5 µl2 Premix 3.5 µl3 Enzyme 0.5 µl4 NFW 3.5 µl5 Template 5 µl

Page 210: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

207

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Total Volume 25 µl

Pembuatan Master Mix Subtype H5

No Reagen Konsentrasi(Volume)

JumlahSampel (….x)

1 2x ReactionMix

12.5 µl

2 Duplex H5 6.5 µl3 Enzyme 0.5 µl4 NFW 0.5 µl5 Template 5 µl

Total Volume 25 µl

Pembuatan Master Mix Subtype H7

No Reagen Konsentrasi(Volume)

JumlahSampel (….x)

1 2x ReactionMix

12.5 µl

2 Duplex H7 4.25 µl3 Enzyme 1 µl4 NFW 2.25 µl5 Template 5 µl

Total Volume 25 µl

Pembuatan Master Mix Subtype H9

No Reagen Konsentrasi(Volume)

JumlahSampel (….x)

1 2x ReactionMix

12.5 µl

2 Duplex H9 3.75 µl3 Enzyme 1 µl4 NFW 2.75 µl

Page 211: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

208

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

5 Template 5 µlTotal Volume 25 µl

Pengaturan Suhu Amplifikasi Real Time PCR

Step Suhu One-StepRT-PCR Waktu

Hot Start 45 oC 10 MenitDenaturasi 95 oC 10 MenitAmplifikasi (45kali)- Annealing 95 oC 15 Detik- Elongasi 60 oC 45 etik

Interpretasi Hasil

Uji RT-PCR dinyatakan positif antigen AI bila nilai ct < 40

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil pengambilan sampel di pasar unggas hidup terpilih dan dari

beberapa kasus kematian unggas di Provinsi Bali, NTB dan NTT pada tahun

2017, diperoleh hasil seperti Tabel 2 sampai Tabel 7.

Page 212: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

209

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 2. Sampel terdeteksi positif virus AI dari seluruh kabupaten/kota diProvinsi Bali.

Kabupaten Kecamatan NamaHewan Negatif Type

APositif

(H5)Positif

(H9)JumlahSampel

Badung Kuta Ayam 1 1Kuta Utara Ayam 7 7

Lingkungan 20 5 25Mengwi Itik 1 1

Lingkungan 23 1 1 25Bangli Bangli Lingkungan 48 2 50Buleleng Banjar Ayam 13 2 15

Itik 5 5Seririt Ayam 21 4 25

Itik 4 1 5

Denpasar DenpasarTimur Ayam 1 1

Burung 1 1DenpasarUtara Lingkungan 59 1 60

Gianyar Blahbatuh Ayam 3 3Lingkungan 19 1 20

Gianyar Ayam 45 45Lingkungan 15 15

Sukawati Ayam 2 2Burung 6 6Lingkungan 14 1 15

Jembrana Jembrana Ayam 43 7 50Lingkungan 1 1

Melaya Ayam 134 134Negara Ayam 90 90

KarangAsem Bebandem Burung 1 1

KarangAsem Ayam 54 54

Selat Ayam 2 2Sidemen Itik 9 2 11

Klungkung Klungkung Itik 1 1Lingkungan 39 8 1 2 50

Nusapenida Ayam 15 7 1 23Tabanan Baturiti Ayam 29 29

Kediri Ayam 3 3Lingkungan 25 25

Kerambitan Ayam 4 4Marga Ayam 1 1Penebel Ayam 29 2 31Pupuan Ayam 5 5Selemadeg Ayam 3 3

Page 213: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

210

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SelemadegBarat Ayam 1 1

SelemadegTimur Ayam 13 13

Tabanan Ayam 1 1Lingkungan 20 10 30

Total 831 33 4 22 890

Tabel 3. Proporsi sampel terdeteksi positif virus AI dari seluruhkabupaten/kota di Provinsi Bali.

Positif AINo Kabupaten Negatif

AI TypeA* H5 H7 H9

Jumlahsampel

ProporsiPositif (%)

1 Badung 52 6 - - 1 59 11,92 Bangli 48 2 - - - 50 43 Buleleng 43 - - - 7 50 144 Denpasar 61 - - - 1 62 1,65 Gianyar 104 - - - 2 106 1,86 Jembrana 268 - - - 7 275 2,57 Karang Asem 66 - 2 - - 68 2,98 Klungkung 55 15 2 - 2 74 25,79 Tabanan 133 10 - - - 143 6,9

Total 831 33 4 - 22 890 6,6

Keterangan : (*) Type A yang bukan subtype H5, H7, dan H9.

Tabel 4. Sampel terdeteksi positif virus AI dari kabupaten / kota diProvinsi NTB.

Kabupaten Kecamatan NamaHewan Negatif Type

APositif

(H5)Positif

(H9)JumlahSampel

Bima Bolo Ayam 81 81Parado Ayam 0 1 1Woha Ayam 19 1 20

LombokBarat Gerung Ayam 15 15

Lingkungan 15 15Kuripan Ayam 50 50

Itik 15 15Lingkungan 10 10

Lembar Ayam 2 2LombokTimur Pringgabaya Ayam 3 3

Sakra Timur Ayam 1 1Mataram Cakranegara Ayam 20 20

Lingkungan 29 1 30Sandubaya Ayam 25 25

Page 214: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

211

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Itik 5 5Lingkungan 18 2 20

SumbawaBarat Taliwang Ayam 29 29

Entok 5 5Lingkungan 66 66

Total 393 0 5 0 398

Tabel 5. Proporsi sampel terdeteksi positif virus AI dari kabupaten / kota diProvinsi NTB.

Positif AINo Kabupaten Negatif

AI TypeA* H5 H7 H9

Jumlahsampel

ProporsiPositif

(%)1 Bima 100 - 2 - - 102 1,92 Lombok Barat 92 - - - - 92 03 Lombok Timur 4 - - - - 4 04 Mataram 97 - 3 - - 100 35 Sumbawa Barat 100 - - - - 100 0

Total 393 - 5 - - 398 1,2Keterangan : (*) Type A yang bukan subtype H5, H7, dan H9.

Tabel 6. Sampel terdeteksi positif virus AI dari kabupaten/kota di Provinsi NTT.

Kabupaten Kecamatan NamaHewan Negatif Type

APositif

(H5)Positif

(H9)JumlahSampel

Ende EndeSelatan Ayam 53 - - - 53

Lingkungan 52 - - - 52KotaKupang Oebobo Ayam 100 - - - 100

Kupang KupangTimur Ayam 277 - - - 277

Itik 3 - - - 3Lingkungan 4 - - - 4

Ngada Bajawa Ayam 5 - 2 - 7Bebek 0 - 1 - 1Entok 3 - 1 - 4

Sikka Alok Ayam 5 - - - 5Alok Timur Ayam 0 - 1 - 1

Entok 0 - 1 - 1Waigete Ayam 1 - - - 1

SumbaTimur

KotaWaingapu Ayam 60 - - - 60

Lingkungan 40 - - - 40Total 603 0 6 0 609

Tabel 7. Proporsi sampel terdeteksi positif virus AI dari kabupaten/kota diProvinsi NTT.

Page 215: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

212

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Positif AINo Kabupaten Negati

f AI TypeA* H5 H7 H9

Jumlahsampel

ProporsiPositif (%)

1 Ende 105 - - - - 105 02 Kota Kupang 100 - - - - 100 03 Kupang 284 - - - - 284 04 Ngada 8 - 4 - - 12 33,35 Sikka 6 - 2 - - 8 256 Sumba Timur 100 - - - - 100 0

Total 603 6 609 0,9

Keterangan : (*) Type A yang bukan subtype H5, H7, dan H9.

Pembahasan

Pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang serius terhadap ancaman

AI, sampai Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden No.1

Tahun 2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (Avian

Influenza). Presiden menugaskan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat,

Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Ksehatan, Panglima TNI,

Gubernur dan Bupati / Walikota se Indonesia sesuai dengan kewenangannya

melakukan langkah konkrit dalam pengendalian AI. Kebijakan teknis

pencegahan, pengendalian dan pemberantasan AI di Kementerian Pertanian

dilakukan sesuai Keputusan Dirjennak No. 17/Kpts/PD.640/F/02.04. Kebijakan

diarahkan pada biosekuriti peternakan unggas, pengendalian lalu lintas dan

biosekuriti unggas. Penyebaran AI ke provinsi Bali, NTB dan NTT diperkirakan

melalui karena lalu lintas unggas terinfeksi, produk unggas maupun peralatan

yang terkontaminasi virus AI. Salah satu factor yang diyakinin berperan dalam

penyebaran dan lestarinya AI di Bali, NTB dan NTT adalah pola kegiatan

perniagaan unggas di pasar hewan tradisional atau pasar unggas hidup (live

bird markets).

Hasil pengujian laboratorium terhadap sampel swab unggas dan lingkungan di

pasar unggas tradisional menunjukkan bahwa proporsi hasil positif virus AI

sebesar 6,6% (Bali), 1,2% (NTB) dan 0,9% (NTT). Proporsi positif virus AI di

Bali menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan NTB dan NTT yaitu sebesar

6,6%. Dari 59 sampel yang positif terdeteksi virus AI di Bali terkonfirmasi sub

Page 216: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

213

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

tipe H5N1 (4 sampel), H9N2 (22 sampel) dan 33 sampel positif terdeteksi tipe

A namun bukan sub tipe H5, H7 dan H9. Sementara di NTB terkonfirmasi 5

sampel positif virus AI sub tipe H5N1 dari kabupaten Bima dan kota Mataram.

Hasil pengujian sampel dari NTT terdeteksi 6 sampel positif virus AI (H5N1)

yaitu di kabupaten Ngada dan Sikka dari kasus kematian unggas, sedangkan

sampel dari kabupaten / kota lain di NTT tidak satupun yang terdeteksi positif

AI.

Situasi sirkulasi dan penyebaran virus AI di wilayah kerja BBVet Denpasar

sesuai dengan hasil kajian virus AI di Hongkong dan China, yang

menunjukkan bahwa pasar unggas hidup merupakan lingkungan yang

berperan terhadap terjadinya reassortment dari virus AI tersebut. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa sistem perdagangan atau penjualan unggas hidup di pasar,

meningkatkan potensi terjadinya spill over AI dengan adanya pencampuran

unggas dari berbagai macam ras dan jenis dalam satu kandang. Penempatan

unggas dari berbagai macam sumber dalam satu kandang di pasar juga

menjadi salah satu factor risiko terjadinya penularan AI (Yee et al., 2009).

Menurut Brown et al. (2008) daya tahan virus AI di lingkungan berhubungan

dengan tempratur, kelembaban dan kondisi pH lingkungan. Suspensi virus AI

tetap infektif pada temperature 17oC selama lebih dari 100 hari dan dapat

bertahan dalam waktu tak terbatas pada suhu di bawah -50oC (Harder dan

Warner, 2006).

Pengujian yang lebih lanjut terhadap clade dari sub tipe H5N1 yang ditemukan

baik di Bali , NTB maupun NTT, semuanya terdeteksi clade 2.3.2.1. Clade ini

telah dilaporkan untuk pertama kalinya oleh Wibawa, et al., (2012), dari kasus

penyakit pada itik dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi di beberapa

peternakan itik di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta

periode September – Desember 2012. Lebih lanjut diungkapkan bahwa clade

2.3.2.1 tersebut merupakan sebuah clade baru virus AI di Indonesia. Hasil

surveilans ini juga menguatkan dugaan adanya introduksi virus clade baru ini

Page 217: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

214

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

ke wilayah kerja BBVet Denpasar, yang sebelumnya hanya terdeteksi clade

2.1.3.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dalam kegiatan surveilans AI di pasar unggas hidup dan kasus penyakit pada

unggas di provinsi Bali, NTB dan NTT tahun 2017 dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Virus Avian Influenza masih bersirkulasi di wilayah kerja Balai Besar

Veteriner Denpasar .

2. Proporsi positif virus AI di pasar unggas hidup adalah 6,6% (Bali), 1,2%

(NTB) dan 0,9% (NTT).

3. Virus avian influenza yang terdeteksi adalah sub tipe H5N1 clade 2.3.2.1,

sub tipe H9N2 dan tipe A (bukan sub tipe H5, H7 maupun H9).

SaranSaran saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil kajian dari kegiatan

surveilans dan monitoring AI di pasar unggas hidup adalah sebagai berikut ;

1. Pengawasan lalu lintas unggas dan produk turunannya baik antar

wilayah maupun dalam wilker BBVet Denpasar yang melalui pusat rantai

perdagangan yakni pasar unggas hidup, harus diawasi dan dilakukan

tindakan antisipasi terhadap munculnya AI dengan memperkuat

biosecurity pasar tersebut.

2. Perlu dilakukan desinfeksi atau fumigasi menyeluruh pada lokasi pasar

tempat penjualan unggas di seluruh pasar unggas hidup di Wilker BBVet

Denpasar untuk mencegah terjadinya penularan AI .

3. Melakukan Public Awareness atau KIE kepada masyarakan luas tentang

penyakit AI.

4. Kegiatan monitoring dan investigasi harus terus dilakukan sebagai dasar

pemetaan AI dan untuk menganalisis kejadian kasus serta factor-faktor

penyebab kejadian AI tersebut.

Page 218: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

215

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Bali, NTB dan NTT beserta

staff atas dukungan dan bantuannya selama berlangsungnya kegiatan

surveilans Avian Influenza tahun 2017, sehingga surveilans ini dapat

dilaksanakan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA.

Brown, J.D., Goekijan,G., Poulsan, R., Valeika,S. dan stallknecht, D.E. (2008). Avian InfluenzaVirus in Water Infectivity is depend on pH, Salinity and Temperatur. J.Vet.Microbiol.Doi : 10.1016/ j.vetmic. 10.027.

Direktorat Kesehatan Hewan (2016). Profil Kesehatan Hewan Indonesia Menuju ImplementasiOne Health.

Harder, T. C., dan Warner, O., (2006). Avian Influenza. Influenza Report,www.Influenzareport.com.

Wibawa, H., Prijono, W. B., Irianingsih, S.H., Miswati, Y., Rohmah, A., Andhesfha, E.,Dharmayati, N.L.P.I., Rasa, F.S.T. (2012). Investigasi outbreak penyakit pada itik diJawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur: Identifikasi sebuah clade baru virus avianinfluenza sub tipe H5N1 di Indonesia.

Yee, K.S., Carpenter, T.E., Cardona, C.J., 2009. Epidemiology of H5N1 Avian Influenza. J.Comp. immunol., microbiol and infect. dis 32 (2009) p. 325-340.

Page 219: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

215

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS DAN MONITORING IBR DAN BVDDI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN

NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017

Dibia, I N., Melyantono, S.E., Abioga, D. P., Purnatha, N.,Suryadinata, L. M. F., Kurniawan, F. R.

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Telah dilakukan surveilans IBR dan BVD di provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan NusaTenggara Timur tahun 2017 yang bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus IBR dan BVDserta mengetahui seropositive antibody IBR dan BVD pada ternak sapi. Pengujian serologis IBRdan BVD dilakukan menggunakan metode ELISA, sedangkan untuk deteksi virus IBR dan BVDdengan teknik Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Pada saat surveilans diperolehsampel serum dan swab sapi di wilayah provinsi Bali, NTB dan NTT. Jumlah sampel serum sapiuntuk mendeteksi antibody BVD dan IBR masing-masing 640 sampel dan 1.159 sampel,disamping itu 50 sampel serum diuji pula untuk mendeteksi keberadaan antigen BVD. Untukmendeteksi keberadaan virus IBR digunakan sampel swab nasal dan swab vagina masing masingsebanyak 197 sampel. Hasil pengujian sampel menunjukkan proporsi positif virus IBR di ProvinsiBali, NTB dan NTT sebesar 0%, sedangkan proporsi positif antibody IBR masing-masing sebesar2,52% (Bali), 18,86% (NTB) dan 18,18 % (NTT). Proporsi positif antibodi BVD masing masingsebesar 35% (Bali), 74% (NTB) dan 14% (NTT). Dari sampel serum yang diuji dengan PCRsemuanya negatif antigen BVD. Kondisi ini menunjukkan bahwa reactor IBR dan BVD masihterdeteksi di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar.

Kata kunci : Surveilans, IBR, BVD, Bali, NTB, NTT

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam rangka mendukung Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS

SIWAB) untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia, maka penyakit hewan

yang bersifat menular dan mengganggu sistem reproduksi ternak sapi

merupakan kendala yang harus segera diatasi. Dua diantaranya adalah

Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) dan Bovine Viral Diarrhea (BVD).

Page 220: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

216

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Mengingat dampak kerugian ekonomi yang ditimbulkan sangat besar, sehingga

kedua penyakit ini dikatagorikan sebagai penyakit hewan menular strategis di

Indonesia.

Bovine Viral Diarrhea (BVD) merupakan penyakit yang dapat menginfeksi sapi

pada semua kelompok umur dan jenis kelamin dengan gejala klinis yang

bervariasi, belum diketahui secara pasti kapan virus BVD masuk ke Indonesia,

kemungkinan akhir tahun 1980 an. Sejumlah penelitian mengenai BVD telah

dilaporkan, berkaitan dengan kasus diare atau dikenal sebagai wabah diare

ganas antara lain di : Jawa Timur, Riau, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Timur,

Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT dan NTB. Pada surveilans serologi

yang dilakukan BBVet Denpasar beberapa tahun sebelumnya dilaporkan adanya

antibody BVD pada sapi di Bali, NTB dan NTT sebagai indikasi telah terjadinya

paparan virus BVD, mengingat bahwa tidak pernah dilakukan vaksinasi BVD

pada kelompok sapi tersebut.

Bovine herpes virus type 1 (BHV-1) termasuk dalam family herpesviriae.

Berdasarkan sifat antigenic dan genomic, BVH-1 dibedakan menjadi subtype 1

(BVH-1.1) dan subtype 2 (BVH-1.2). Kedua subtype tersebut dapat menimbulkan

penyakit dengan gejala klinis yang berbeda pada sapi. BVH-1.1 menyebabkan

infeksi saluran pernafasan yang disebut Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR).

Subtipe BVH-1.2 seringkali berhubungan dengan penyakit penyebab gangguan

genital yang dikenal sebagai Infectious Pustular Vulvovaginitis (IPV) pada sapi

betina yang dapat mengakibatkan keguguran atau Infectious Pustular

Balanopostitis (IPB) pada sapi jantan. IBR ke Indonesia tidak diketahui secara

pasti, namun secara serologi telah terdeteksi tahun 1985 yaitu di Jawa NTB, NTT,

Bali, Sumatera, dan Kalimantan dengan prevalensi yang bervariasi dari 1%

sampai 65%.

Dampak dan nilai strategis infeksi BVD menimbulkan kerugian bagi para peternak

sapi karena penyakit ini mengakibatkan penurunan produksi susu dan daging,

gangguan reproduksi, abortus, supresi sistem kekebalan tubuh, dan kematian.

Page 221: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

217

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Infeksi persiten virus BVD pada pedet bersifat carrier dan merupakan faktor

predisposisi terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri atau virus lainnya.

Sementara dampak dan nilai strategis penyakit IBR dapat mengakibatkan

keguguran pada umur kebuntingan lebih dari tiga bulan. Pada pusat pusat

perbibitan, sapi harus terbebas dari infeksi virus IBR, sehingga penyakit ini

mendapat prioritas dalam pendeteksiannya, karena semen sapi tertular IBR

dapat mengandung virus IBR.

Mengingat infeksi virus BVD dan IBR berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi

yang sangat besar bagi masyarakat khususnya peternak sapi dan pemerintah,

untuk itu perlu dilakukan surveilans yang efektif untuk mengetahui status daerah

terhadap BVD dan IBR di wilayah kerja BBVet Denpasar.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam kegiatan ini dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut; Bagaimana situasi / status IBR dan BVD di

Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur di Tahun 2017 ?

Tujuan kegiatan

Mengetahui situasi / status IBR dan BVD di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat

dan dan Nusa Tenggara Timur. Tahun 2017.

Manfaat Kegiatan

Hasil surveilans / monitoring ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi

ilmiah mengenai situasi / status IBR dan BVD di Provinsi Bali, NTB dan NTT,

sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh penentu kebijakan dalam

rangka pencegahan, pengendalian dan pemberantasan IBR dan BVD di wilayah

kerja Balai Besar Veteriner Denpasar.

Page 222: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

218

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Out put

Termonitornya situasi / status BVD dan IBR yang ada di Propinsi Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, sesuai tugas dan fungsi Balai Besar

Veteriner untuk menyediakan hasil surveilans BVD dan IBR sebagai salah satu

penyakit hewan menular strategis di Indonesia.

Out come

Terwujudnya lingkungan ternak sapi bebas IBR dan BVD di Provinsi Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

ANALISA RISIKO IBR DAN BVD DI BALI, NTB DAN NTT

IBR dab BVD merupakan penyakit yang cepat menyebar dalam populasi sapi.

Penyakit ini terbukti sangat merugikan secara ekonomi. Besarnya dampak IBR

dan BVD terhadap populasi ternak sapi baik secara lokal maupun nasional,

mewajibkan setiap unit perbibitan sapi di Indonesia bebas dari infeksi IBR dan

BVD. Beberapa faktor risiko penyebaran BVD dan IBR di Bali, NTB dan NTT

antara lain manajemen kesehatan hewan belum terimplementasikan secara

optimal, pengawasan lalu lintas ternak sapi masih lemah, dan biosekuriti

terbatas.

ANALISA RISIKO KEGIATAN

Pada kegiatan surveilans / monitoring IBR dan BVD diwilayah kerja BBVet

Denpasar dapat diidentifikasi risiko kegiatan sebagai berikut, seperti disajikan

pada Tabel 1.

Page 223: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

219

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 1. Analisa Risiko Surveilans / Monitoring IBR dan BVD di WilayahKerja Balai Besar Veteriner Denpasar.

No Risiko Solusi

1 Jadwal pengambilan

sampel tidak sesuai

Melakukan koordinasi dengan dinas

peternakan atau yang menangani

peternakan dan kesehatan hewan terkait

kepastian waktu pengambilan sampel

sebelum keberangkatan sehingga dapat

disesuaikan dengan kegiatan lain pada Dinas

/ instansi terkait.

2 Target sampel tidak

terpenuhi

Melakukan koordinasi dengan dinas terkait

sehingga jumlah sampel minimal terpenuhi.

3 Rusaknya sampel akibat

tidak tersedianya sarana

penyimpanan yang layak

(pendingin)

Berkoordinasi dengan dinas setempat untuk

dapat menitipkan sampel yang diperoleh

pada kulkas atau freezer, untuk selanjutnya

dalam perjalanan ke Denpasar

menggunakan cooler box beserta ice pack

sehingga sampel masih tetap baik sampai di

laboratorium.

4 Bahan pengujian belum

tersedia

Berkomunikasi secara intensif dengan tim

pengadaan barang dan jasa BBVet

Denpasar terkait ketersediaan bahan

pengujian

5 Alat rusak Berkomunikasi dengan Kasubbag RTP

terkait perbaikan alat pengujian yang rusak.

Untuk sementara waktu dapat menggunakan

alat yang sama di laboratorium lain di BBVet

Denpasar untuk kelancaran pengujian.

Page 224: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

220

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

II. MATERI DAN METODE

MATERI PENGUJIAN IBR

Bahan dan Alat untuk pengujian PCR IBR

- Swab Kit ekstraksi (Invitrogen, No Katalog : 2280-050, 12280-096)

- Kit VetmaxTM IBR/BHV-1 Reagents (P/N 4414203) dan Plus qPCR

Master Mix (P/N 4415327)

- BSC, Single channel, Tip steril ukuran 1000 µl, 200 µl, 50 µl,

Mikrotube 2 ml

METODE PENGUJIAN IBR

Sampel yang diambil dalam kegiatan ini adalah swab nostril dan

vagina sapi

Prosedur Pengujian :

PERSIAPAN CARRIER RNA

Sebanyak 310 ul RNAse Free Water ditambahkan ke dalam 310 µg lypolized

Carrier RNA. Kemudian dicampurkan dengan baik dan dialiquot beberapa

mikron (± 20 ul/tabung) dan disimpan pada suhu -20˚C.

Menghitung Carrier RNA yang akan dipakai sebagai berikut:

1 Sampel Lysis Buffer = 0,21 ml

1 Sampel carrier RNA = 5,88 ml

CARA KERJA

Ekstraksi sampel

Sebanyak 200 µl lysis buffer (add carrier RNA) + 200 µl specimen + 25 µl

Proteinase K di campur ke dalam mikrotube. Kemudian mikrotube tersebut

Page 225: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

221

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

divortex dan diinkubasi pada suhu 56˚C selama 15 menit dan dispin

beberapa detik. Selanjutnya sebanyak 250 µl alkohol absolute (ethanol

absolute) ditambahkan ke dalam mikrotube tersebut dan diinkubasi selama

5 menit pada suhu ruangan, kemudian divortex dan dispin lagi. Selanjutnya

suspensi ditransfer dalam spin kolom dan disentrifuse dengan kecepatan

8000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya collection tube diganti dan

supernatan dibuang dan ditambahkan 500 µl washing buffer dan di

sentrifuse dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. . Selanjutnya

collection tube diganti dan supernatan dibuang dan ditambahkan 500 µl

washing buffer dan di sentrifuse dengan kecepatan 8000 rpm selama 1

menit. Selanjutnya collection tube diganti dan disentrifuse kembali dengan

kecepatan 14000 rpm selama 1 menit. Kemudian collection tube diganti

dengan mikrotube 1,5 ml recovery + 50 ul RNAse Free Water dan

diinkubasi selama 1 menit pada suhu ruangan, selanjutnya disentrifuse lagi

dengan kecepatan 14000 rpm selama 1 menit. RNA siap dilakukan

pengujian.

Pembuatan Master Mix untuk sampel dan NTC

No Reagen Konsentrasi(Volume)

JumlahSampel(…..x)

1 2x qPCR Master Mix 12.5 µl2 VetmaxTM IBR/BHV-1 Reagents 1 µl3 XenoTM DNA Control (10,000 copies/

µl1 µl

4 Nuclease-Free Water 2.5 µl5 Template 8 µl

Total Volume 25 µl

Page 226: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

222

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Pembuatan Master Mix untuk Kontrol Positif

No Reagen Konsentrasi(Volume)

JumlahSampel(…..x)

1 2x qPCR Master Mix 12.5 µl2 VetmaxTM IBR/BHV-1

Reagents1 µl

4 Nuclease-Free Water 2.5 µl5 VetmaxTM IBR/BHV-1

Reagents Controls8 µl

Total Volume 25 µl

Pengaturan Suhu Amplifikasi Real Time PCR

Step Suhu One-StepRT-PCR Waktu

Hot Start 45 oC 10 MenitDenaturasi 95 oC 10 MenitAmplifikasi (45 kali)- Annealing 95 oC 15 Detik- Elongasi 60 oC 45 Detik

Interpretasi Hasil

Uji RT-PCR dinyatakan positif antigen IBR bila nilai ct < 40

MATERI PENGUJIAN BVD

Bahan dan Alat untuk pengujian Elisa BVD

- VDPro® BVD AB ELISA (Median Diagnostics), No Catalog EB-

BVD-01

Page 227: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

223

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

- Multi Channel, Single channel, Tip steril ukuran 1000 µl, 200 µl, 50

µl, Distilled Water, Elisa Reader 450 nm

METODE PENGUJIAN BVD

Sampel yang diambil dalam kegiatan ini adalah serum sapi

Prosedur Pengujian :

Pada setiap well yang telah dilapisi dengan BVDV E2, dimasukkan 50 µl

dilution buffer, kemudian ditambahkan 50 µl sampel, kontrol positif dan kontrol

negative dimasukkan ke dalam well yang telah berisi dilution buffer (1:2).

Langkah berikutnya, plate ditutup dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu

ruangan, kemudian setiap well dicuci sebanyak 3X dengan washing buffer 1X

(300 µl per well). Buang konten dalam well setiap tahap pencucian, setelah

dilakukan pencucian berikutnya ditambahkan 100 µl konjugat HRPO anti-

BVDV E2 ke dalam setiap well. Tutup plate dan inkubasi selama 30 menit

pada suhu ruangan, kemudian setiap well dicuci sebanyak 3X dengan

washing buffer 1X (300 µl per well). Dan buang konten dalam well setiap tahap

pencucian, setelah itu menambahkan 100 µl TMB Substrat ke dalam setiap

well, kemudian plate ditutup dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu

ruangan. Densitas perkembangan warna diamati. Pada kontrol negative,

setelah terlihat perkembangan warna dilakukan penambahan stop solution ke

dalam setiap well sebanyak 50 µl untuk menghentikan reaksi enzymatik dan

baca pada panjang gelombang 450 nm, kemudian di validasi dan dihitung

hasilnya.

Interpretasi hasil

Penghitungan % kompetisi (S/N) sampel menggunakan rumus sebagaiberikut:

OD sampel

Page 228: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

224

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SN = x 100Rata-rata OD Kontrol negatif

Interpretasi

S/N value ≤ 0.70: Positif antibodi spesifik BVD dalam serum.

S/N value > 0.70: Negatif antibodi spesifik BVD dalam serum.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari pengujian sampel untuk mengetahui antibodi dan antigen IBR dan BVD di

wilayah kerja BBVet Denpasar diperoleh hasil seperti Tabel 2 sampai Tabel 5.

Tabel 2. Sampel terdeteksi positif antibodi IBR di Bali, NTB dan NTT.

PROVINSI KABUPATEN KECAMATAN POSITIFANTIBODI

JUMLAHSPESIMEN

BALI Badung Petang 0 10Bangli Kintamani 1 20Buleleng Banjar 0 10

Buleleng 0 32Gerokgak 0 9Kubutambahan 0 10

Tejakula 0 10

Denpasar DenpasarSelatan 4 90

Gianyar Payangan 0 10Tampak Siring 0 10Tegallalang 0 10

Jembrana Melaya 2 40Pekutatan 14 530

Klungkung Nusa Penida 0 10Tabanan Baturiti 0 32

Total 21 833

Page 229: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

225

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

NUSATENGGARABARAT

Bima Mada Pangga 4 10

Dompu Pekat 7 10

Lombok Barat Gerung 0 10

Kediri 0 6LombokTengah Batukliang 0 10

Lombok Timur Aikmel 0 20

Lombok Utara Pemenang 1 10

Mataram Sandubaya 0 10Sumbawa Moyo Hulu 7 10SumbawaBarat Taliwang 1 10

Total 20 106

NUSATENGGARATIMUR

Alor Alor BaratDaya 0 5

Alor Timur 0 5Belu Tasifeto Timur 1 10Ende Nanga Panda 1 10Flores Timur Larantuka 0 8

Wulanggitang 0 2Kota Kupang Maulata 2 10Kupang Kupang Timur 0 10Lembata Ile Ape 1 10

Malaka MalakaTengah 0 10

Manggarai Satarmese 0 10ManggaraiBarat Komodo 0 10

ManggaraiTimur Ranamese 0 10

Nagekeo Boawae 1 10Ngada Bajawa Utara 2 10

Rote Ndao Rote BaratDaya 9 10

Sabu Raijua Sabu Barat 1 10Sikka Waigete 0 10

Page 230: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

226

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Sumba Barat KotaWaikabubak 7 10

Sumba BaratDaya

WewewaTengah 2 10

SumbaTengah

Umbu RatuNggay Barat 6 10

Sumba Timur Waingapu 5 10

Timor TengahSelatan Kota Soe 0 10

Timor TengahUtara

KotaKefamenanu 2 10

Total 40 220Grand Total 81 1159

Tabel 3. Sampel terdeteksi positif antigen IBR di Bali, NTB dan NTT

PROVINSI KABUPATEN KECAMATAN POSITIFANTIGEN

JUMLAHSPESIMEN

BALI Jembrana Pekutatan 0 16Total 0 16

NUSATENGGARABARAT

Bima Mada Pangga 0 5

Dompu Pekat 0 5

Lombok Barat Gerung 0 4

LombokTengah Batukliang 0 5

Lombok Timur Aikmel 0 10

Suka Mulia 0 9Suralaga 0 11

Lombok Utara Pemenang 0 5

Mataram Sandubaya 0 5Sumbawa Moyo Hulu 0 5SumbawaBarat Taliwang 0 5

Page 231: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

227

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Total 0 69

NUSATENGGARATIMUR

Alor Alor BaratDaya 0 5

Belu Tasifeto Timur 0 5Ende Nanga Panda 0 5Flores Timur Larantuka 0 5

Wulanggitang 0 2Kota Kupang Maulata 0 5Kupang Kupang Timur 0 5Lembata Ile Ape 0 5

Malaka MalakaTengah 0 5

Manggarai Satarmese 0 5ManggaraiBarat Komodo 0 5

ManggaraiTimur Ranamese 0 5

Nagekeo Boawae 0 5Ngada Bajawa Utara 0 5

Rote Ndao Rote BaratDaya 0 5

Sabu Raijua Sabu Barat 0 5Sikka Waigete 0 5

Sumba Barat KotaWaikabubak 0 5

Sumba BaratDaya

WewewaTengah 0 5

SumbaTengah

Umbu RatuNggay Barat 0 5

Sumba Timur Waingapu 0 5

Timor TengahSelatan Kota Soe 0 5

Timor TengahUtara

KotaKefamenanu 0 5

Total 0 112Grand Total 0 197

Page 232: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

228

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 4. Sampel terdeteksi positif antibodi BVD di Bali, NTB dan NTT.

PROVINSI KABUPATEN KECAMATAN POSITIFANTIBODI

JUMLAHSPESIMEN

BALI Badung Petang 10 10Bangli Kintamani 2 20Buleleng Banjar 5 10

Buleleng 8 32Gerokgak 8 10Tejakula 1 10

Denpasar DenpasarSelatan 53 90

Gianyar Payangan 1 10Tegallalang 2 10

Jembrana Melaya 16 40Pekutatan 3 36

Klungkung Nusa Penida 0 10Tabanan Baturiti 3 32

Total 112 320

NUSATENGGARABARAT

Bima Mada Pangga 8 10

Dompu Pekat 7 10

Lombok Barat Gerung 10 10

LombokTengah Batukliang 7 10

Lombok Timur Aikmel 16 20

Lombok Utara Pemenang 5 10

Mataram Sandubaya 7 10Sumbawa Moyo Hulu 9 10

Page 233: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

229

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SumbawaBarat Taliwang 5 10

Total 74 100

NUSATENGGARATIMUR

Alor Alor BaratDaya 0 5

Alor Timur 0 5Belu Tasifeto Timur 1 10Ende Nanga Panda 0 10Flores Timur Larantuka 0 8

Wulanggitang 0 2Kota Kupang Maulata 0 10Kupang Kupang Timur 0 10Lembata Ile Ape 0 10

Malaka MalakaTengah 2 10

Manggarai Satarmese 0 10ManggaraiBarat Komodo 1 10

ManggaraiTimur Ranamese 0 10

Nagekeo Boawae 9 10Ngada Bajawa Utara 9 10

Rote Ndao Rote BaratDaya 0 10

Sabu Raijua Sabu Barat 0 10Sikka Waigete 1 10

Sumba Barat KotaWaikabubak 0 10

Sumba BaratDaya

WewewaTengah 0 10

SumbaTengah

Umbu RatuNggay Barat 0 10

Sumba Timur Waingapu 0 10

Timor TengahSelatan Kota Soe 0 10

Timor TengahUtara

KotaKefamenanu 9 10

Total 32 220Grand Total 218 640

Page 234: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

230

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 5. Sampel terdeteksi positif antigen BVD di Bali, NTB dan NTT

PROVINSI KABUPATEN KECAMATAN POSITIFANTIGEN

JUMLAHSPESIMEN

BALI Jembrana Pekutatan 0 50Total 0 50

Grand Total 0 50

Pembahasan

Sejak program UPSUS SIWAB dijadikan salah satu program unggulan pada

Kementerian Pertanian. Pemerintah memberikan perhatian yang serius untuk

meningkatan populasi ternak sapi di Indonesia dengan regulasi, sarana dan

prasarana yang memadai. Beberapa komponen terkait telah difasilitasi untuk

mendukung keberhasilan UPSUS SIWAB tersebut, salah satunya adalah

penanganan gangguan reproduksi. Terganggunya sistem reproduksi ternak

akibat infeksi penyakit menular akan sangat merugikan peternak akibat

keguguran, penurunan fertilitas bahkan kemajiran. Kebijakan pemerintah dalam

pengendalian BVD dan IBR antara lain dengan meningkatkan tindakan biosekuriti

terhadap pemasukan sapi ke suatu wilayah bebas, dan untuk UPT perbibitan

harus bebas infeksi IBR maupun BVD. Jika ada reactor harus segera dilakukan

eliminasi terhadap ternak sapi yang terinfeksi persisten virus BVD maupun infeksi

laten IBR.

Dari kegiatan surveilans dan monitoring IBR tahun 2017 diwilayah kerja BBVet

Denpasar menunjukkan bahwa proporsi positif antibody sebesar 6,98% dengan

proporsi positif antibodi di Bali paling rendah yaitu sebesar 2,52% dibandingkan

NTT sebesar 18,18%, sedangkan proporsi tertinggi terdapat di NTB yaitu sebesar

18,86%. Hasil ini membuktikan bahwa pernah terjadi infeksi alam pada ternak

Page 235: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

231

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

sapi tersebut, karena sapi yang diambil sampelnya untuk diuji belum pernah

divaksivasi IBR. Hasil proporsi positif antibody IBR pada tahun 2017, sedikit

berbeda namun tidak signifikan dengan hasil surveilans dan monitoring IBR pada

tahun 2014 khususnya di Bali, dimana untuk propinsi Bali sebesar 2,26%, NTB

(23,09%) dan NTT (27,94%). Menurunnya proporsi positif di NTB dan NTT

mengindikasikan manajemen sistem peternakan dalam di NTB dan NTT sudah

lebih baik dari tahun sebelumnya. Sementara dari 197 sampel swab nasal dan

vagina yang diuji dari sapi sapi peternak baik di Bali, NTB dan NTT, tak satupun

terkonfirmasi IBR. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terjadinya infeksi laten

virus IBR pada sapi sapi tersebut, walaupun mukosa hidung disebutkan sebagai

tempat infeksi laten virus IBR tersebut. Dalam keadaan laten, virus infeksius

tidak dapat diisolasi dari leleran ingus pada hidung. Setelah terjadi infeksi, virus

IBR dapat menyebar dari infeksi lokal ke system syaraf dengan cara virus

memasuki sel syaraf tepi. Selanjutnya, virus akan mencapai ganglia sensoris

seperti ganglia trigeminal dan lumbosacral dan akhirnya infeksi laten menetap

disana (Vogel et al, 2004). Disamping itu, tonsil (Winkler et al., 2000),

limfoglandula , peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) serta mukosa mata

juga disebutkan sebagai tempat menetapnya infeksi laten. Sekali terinfeksi oleh

BHV-1, maka ternak sapi tersebut akan berpotensi untuk mengeluarkan virus

(shedding) selama hidupnya. Virus laten ini merupakan reservoar dalam inang

kebal yang pada suatu saat akan terekskresikan bila terjadi pengaktifan kembali

(reaktivasi) (Rola et al., 2003).. Stress dapat mengaktifkan kembali virus dalam

keadaan laten Rola et al., 2005)., seperti transportasi yang berkepanjangan

(Thiry et al., 1987), atau pemberian perlakuan dengan kortikosteroid (Rola et al.,

2005).

Sementara dari kegiatan surveilans dan monitoring BVD tahun 2017 diwilayah

kerja BBVet Denpasar menunjukkan bahwa proporsi positif antibody sebesar

34% dengan proporsi positif antibodi di NTT paling rendah yaitu sebesar 14 %

dibandingkan Bali sebesar 35%, sedangkan proporsi tertinggi terdapat di NTB

yaitu sebesar 74%.. Sementara dari 50 sampel serum yang diuji PCR tak

satupun terkonfirmasi antigen BVD. Kondisi ini sesuai dengan yang tertuang

Page 236: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

232

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

dalam OIE (2008) bahwa dalam beberapa kasus BVD, virus tidak dapat diisolasi

dari ternak tersebut demikian pula dengan PCR. Sampel yang terdeteksi

seropositif kemungkinan telah terjadi infeksi alam di lapangan karena tidak ada

riwayat vaksinasi BVD pada sapi tersebut. Disamping itu Elisa antibody dapat

mendeteksi adanya persisten infection pada fetus yang dilahirkan oleh induk

yang terinfeksi oleh BVD pada kebuntingan tua (Jalali et al. 2004). Sedangkan

setelah lahir, infeksi alam dapat terjadi melalui kontak dengan udara luar atau

percikan ekskresi yang mencemari pakan ataupun lingkungan dan melalui kawin

alam / inseminasi buatan dari semen yang tercemar virus BVD (Akoso, 1996).

Pencegahan terhadap infeksi virus BVD dan IBR dapat dilakukan melalui

program vaksinasi dan pemeriksaan terhadap pejantan yang akan digunakan

sebagai sumber semen dalam program IB. Deteksi dini kasus pada kelompok

ternak di lapangan menjadi bagian penting dalam pencegahan dan pengendalian

penyakit ini.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada tahun 2017, keberadaan infeksi alami virus BVD dan virus IBR masih terjadi

pada ternak sapi di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar.

Saran

Surveilans dan monitoring BVD dan IBR berkelanjutan perlu dilakukan untuk

memantau status kesehatan ternak sapi di wilayah kerja BBVet Denpasar.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Bali, NTB dan NTT beserta

staff atas dukungan dan bantuannya selama berlangsungnya kegiatan surveilans

Page 237: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

233

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

BVD dan IBR tahun 2017, sehingga surveilans ini dapat dilaksanakan dengan

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T., (1996). Kesehatan Sapi. Kanisius Yogyakarta. Cetakan ke 6. Hal. 117 -120.

Jalali, A., Torstenson, M., and Linberg, A. (2004). Using a commercial indirect antibody detectionElisa to identify dams carrying PI fetuses –a complementary measure in BVDV control /eradication programmes Svanova Vet Diagnostic . www.svanova.com (13 Desember2007).

OIE. (2008). Bovine Viral Diarrhoea. Manual of Standard for Diagnostic Tests and Vaccines.Chapter 2.4.8.

Rola, J., Larska, M and Polak, M.P. (2005). Detection of Bovine herpesvirus-1 from an outbreak ofinfectious bovine rhinotracheitis. Bull. Vet. Inst. Pulawy 49: 267– 271.

Rola, J., Polak, M.P., and Zmudzinski, J.F. (2003). Amplification of DNA BHV-1 isolated fromsemen of naturally infected bulls. Bull. Vet. Inst. Pulawy 47: 71 – 75.

Thiry, E., Saliki, J., Bublot, M., Pastoret, P.P. (1987). Reactivation of infectious bovine rhinotracheitisvirus by transport. Comp. Immunol. Microbiol. Infect Dis 10 (1) : 59-63.

Vogel, F.S.F.,Flores, E.F., Weiblen, R., Winkelmann, E.R., Moraes, M.P. and Raganca. J.F.M(2004). Intrapreputial infection of young bulls with Bovine herpesvirus type 1.2 (BHV-1.2):Acute balanoposthitis, latent infection and detection of viral DNA in regional neural andnon-neural tissues 50 days after experimental reactivation. Vet. Microbiol. 98: 185 – 196

Page 238: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

234

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS PENYAKIT HEWAN DI UPT BALAI PEMBIBITANTERNAK UNGGUL HIJAUAN PAKAN TERNAK (BPTU-HPT)

TAHUN 2017

Ni Made Sri Handayani

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Telah dilaksanakan surveilans di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan TernakDenpasar dan Dompu yang terletak di Provinsi Bali dan Provinsi Nusa Tenggara Barat untukmengetahui situasi penyakit hewan menular serta menyusun rekomendasi yang dapat menjadimasukan dalam upaya menghasilkan bibit berkualitas, unggul dan tersertifikasi.Sejumlah 370 spesimen dari BPTU-HPT Denpasar dan 115 dari BPTU- Dompu dengan jenisspesimen serum, darah, swab, preparat ulas darah dan feses dikoleksi secara acak sejakbulan Mei sampai Bulan Desember 2017. Seluruh sampel diperiksa terhadap penyakitBrucellosis, Jembrana, SE, IBR, BVD, parasit gastrointestinal dan parasit darah. hasilpengujian sampel serum untuk deteksi antibodi penyakit JD, SE, IBR dan BVD di BPTU-HPTDenpasar.Hasil pengujian sampel serum untuk deteksi antibodi penyakit JD, SE, IBR, Brucellosis danBVD di BPTU-HPT Dompu, sebanyak 3 (3,0%) dari 100 sampel positif antibodi JD, sebanyak 3(5,0%) dari 60 sampel positif antibodi SE dan 4 (13,3%) dari 30 sampel positif Helminthiasisdengan jenis parasit gastro intestinal Paramphistomum sp dan Cooperia sp. dan protozoaEimeria sp. Hasil uji PCR IBR dan JD menunjukkan semua sampel yang diperiksa negatif.Hasil pemeriksaan 30 sampel preparat ulas darah sapi bali yang berasal dari BPTU-HPTDenpasar dan Dompu menunjukkan semua negatif Trypanosomiasis/Surra. Hasil inimenunjukkan bahwa masih perlu dilakukan tata cara pemeliharaan sapi yang baik danmelakukan pengendalian dengan melakukan pendekatan epidemiologi menggunakan suatuprogram pengendalian yang tepat dan efektif untuk menghasilkan bibit berkualitas.

Kata Kunci : Penyakit Hewan, BPTU-HPT Denpasar dan Dompu

Page 239: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

235

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerjasama antar Unit Pelayanan Teknis (UPT) lingkup Kementerian

Pertanian yang merujuk pada surat tugas No. 22038/ OT.140/F/07/2013

tentang pelaksanaan Bimbingan teknis UPT Perbibitan Pusat di wilayah

kerja Balai Besar Veteriner Denpasar, maka perlu dilakukan suatu program

untuk mencegah, melindungi dan memelihara proses kegiatan produksi

sapi bibit yang sesuai dan berkualitas. Dengan melakukan program

surveilans dan monitoring yang terstruktur akan sangat membantu dan

berguna buat BPTU-HPT Bali dalam menghasilkan bibit sapi bali

berkualitas dan tersertifikasi, bebas dari penyakit menular strategis dan

memenuhi kriteria bibit sapi unggul, serta mewujudkan tujuan Renstra

setiap tahunnya.

Berdasarkan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dari Balai Besar Veteriner

Denpasar yaitu monitoring dan surveilans penyakit hewan, laboratorium

kesehatan hewan dan status bebas penyakit hewan menular, diharapkan

Balai Besar Veteriner Denpasar dapat memberikan kontribusi teknis

terhadap UPT Perbibitan pusat yang ada di wilayah kerjanya yakni Balai

Perbibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) dalam

mewujudkan Tugas Pokok BPTUHPT sesuai SK Menteri Pertanian No.13 /

Permentan / OT.140 / 2 / 2007, adalah melaksanakan pelestarian,

pemuliaan, pembibitan, produksi dan pengembangan serta penyebaran

hasil produksi bibit Sapi Bali Murni Unggul secara Nasional.

Untuk memperoleh data yang lebih akurat perlu dilakukan surveilans yang

berkelanjutan. Oleh karena itu tahun 2017 surveilans dan monitoring akan

dilanjutkan untuk memantau situasi penyakit serta mencegah masuknya

penyakit hewan menular sehingga hasilnya dapat meningkatkan performa

BPTU-HPT Bali sebagai salah satu Balai Perbibitan yang menghasilkan

ternak Sapi Bali Bibit yang berkualitas dan tersertifikasi.

Page 240: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

236

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1.2. Tujuan.1. Untuk mengetahui situasi penyakit hewan menular yang ada di BPTU-

HPT Denpasar Bali dan Dompu.

2. Mengetahui tingkat kekebalan kelompok (herd immunity) di BPTU-HPT

Denpasar Bali dan Dompu.

3. Menyusun rekomendasi yang dapat menjadi masukan dalam upaya

menghasilkan bibit berkualitas, unggul dan tersertifikasi.

1.3. Manfaat.1. Mendapatkan informasi tentang status dan situasi Penyakit Hewan

Menular di UPT BPTU-HPT Denpasar Kabupaten Jembrana dan

Kabupaten Dompu NTB.

2. Terdeteksinya tingkat kekebalan kelompok (herd immunity) di BPTU-

HPT Denpasar dan Dompu

3. Menghasilkan rekomendasi berdasarkan kajian ini untuk meningkatkan

produksi bibit sapi bali yang berkualitas.

1.4. SasaranMendeteksi penyakit hewan menular strategis yang tidak diperbolehkan

pada pusat pembibitan sapi, status penyakit di BPTU-HPT Denpasar dan

Dompu dapat diidentifikasi dan sebagai salah satu usaha kewaspadaan

dini terhadap munculnya penyakit baru.

1.5. Output1. Termonitor dan terpetakannya kejadian penyakit hewan menular

strategis serta tingkat kekebalan kelompok (herd immunity) hasil

vaksinasi JD dan SE di BPTU-HPT Denpasar dan Dompu ;

2. BPTU-HPT Denpasar dan Dompu dapat menghasilkan bibit berkualitas,

unggul dan tersertifikasi.

Page 241: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

237

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1.6. Out come1. Adanya data yang lebih lengkap untuk kepentingan pemetaan penyakit

SE di wilayah kerja.

2. Terciptanya lingkungan ternak bebas penyakit hewan menular strategis

di BPTU-HPT Denpasar dan Dompu.

1.7. Analisa Risiko Penyakit Hewan Menular Strategis

Tabel 1. Analisa Risiko Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) di BPTU-HPT

Risiko PemasukanTernak

AsalWilayah

SistemPemeliharaan

StatusVaksinasi

ManajemenResiko

Kriteria Lokasi

Penyakit PHMS(SE,JD,Anthrax,IBR,BVD,Brucellosis diBPTU-HPT

BebasPemetaanSerologispenyakit SE,JD,

Wilayahkabupaten yangpernah tercatatpositif antibodiSE,JD

EndemisAda

Surveilanskonfirmasipenggunaanvaksin SE,JD,

Wilayah kasus danada lalu lintasternak

Lepas

Tidak Surveilansdeteksi penyakit

Wilayah kasus danada lalu lintasternak

Ada

KandangAda

Surveilanskonfirmasipenggunaanvaksin SE,JD

Wilayah kasus danada lalu lintasternak

TidakSurveilansdeteksi penyakit

Wilayah kasus danada lalu lintasternak

Ada

Surveilanskonfirmasipenggunaanvaksin SE,JD

Seluruh wilayahkabupaten dantidak melakukanlalu lintas ternak

Tidak

Lepas

TidakSurveilansdeteksi penyakit

Seluruh wilayahkabupaten dantidak melakukanlalu lintas ternak

AdaSurveilanskonfirmasipenggunaanvaksin SE,JD

Seluruh wilayahkabupaten dantidak melakukanlalu lintas ternakKandang

Tidak Surveilansdeteksi penyakit

Seluruh wilayahkabupaten dantidak melakukanlalu lintas ternak

Page 242: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

238

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1.8. Analisa Risiko Kegiatan Surveilans Penyakit Hewan Menulardi BPTU-HPT Denpasar dan Dompu

Berikut ini disajikan pada Tabel 2 analisa risiko kegiatan surveilans penyakit

hewan menular di BPTU-HPT Denpasar dan Dompu.Tabel 2. Analisa Risiko Kegiatan Surveilans PHMS di BPTU-HPT

No Risiko Manajemen Risiko/Solusi1 Jumlah target sampel tidak tercapai Berkoordinasi dengan BPTU-HPT, terkait data

populasi ternak pada lokasi yang akandisampling dan agar dikoordinasikan tentangpentingnya pengambilan sampel yang akandilakukan.

2 Lokasi target tidak sesuai denganunit sampel yang direncanakan

Berkoordinasi dengan BPTU-HPT mengenaikondisi geografis, alur transportasi ke lokasi dankesiapan pemilik ternak pada lokasi yang akandisampling.

3 Waktu pengambilan sampel tidaksesuai dengan waktu yangdirencanakan

Berkoordinasi BPTU-HPT mengenai kepastianwaktu pengambilan sampel sebelum menujulokasi pengambilan sampel.

4 Jadwal transportasi dari Balai keBPTU-HPT yang akan dikunjungitidak sesuai dengan waktu kegiatanyang direncanakan (kendala nonteknis)

Segera berkoordinasi ulang dengan BPTU-HPTterkait mengenai penjadwalan ulang waktukegiatan pengambilan sampel termasuk kepadapeternak agar dapat menyesuaikan perubahanjadwal kegiatan

5 Tidak ada rute transportasi (udara,laut, darat) menuju Kabupaten/Kotayang akan dikunjungi sebagai lokasisurveilans

Transportasi seperti penerbangan dan lainnyaagar dialihkan ke lokasi terdekat dariKabupaten/Kota yang dituju sehingga terjangkauoleh transportasi yang digunakan.

6 Surat pemberitahuan serta jadwalsurvailans dan monitoring tidaksampai/terlambat diterima olehDinas Kabupaten/Kota yang akandituju.

Koordinasi dengan BPTU-HPT atau contactpersonnya sebelum hari keberangkatan dengansarana telekomunikasi yang tersedia mengenaijadwal pengambilan sampel yang akandilakukan.

7 Rusaknya sampel yang diambil dilapangan karena tidak tersedianyasarana penyimpanan (mesinpendingin) yang layak di lokasipengambilan sampel

Sampel dapat kita titipkan pada petugas dilapangan/tempat menginap agar disimpandalam mesin pendingin, selanjutnya dalamperjalanan agar menggunakan es batu/ice packuntuk menjaga sampel tetap dalam keadaanbaik sampai di laboratorium.

Page 243: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

239

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

II. MATERI DAN METODE

2.1. MateriKegiatan Surveilans dan Monitoring penyakit Hewan Menular ini akan

diambil data dan sampel dari individu sapi yang disampling, kelompok sapi

yang dipelihara sesuai kualifikasinya. Sampel yang diambil adalah serum,

darah dan feses Sapi Bali yang dipelihara di padang penggembalaan dan

di kandang isolasi di BPTU-HPT di Denpasar Kabupaten Jembrana

Provinsi Bali dan Kabupaten Dompu Provinsi NTB. Sampel tersebut akan

diuji untuk beberapa penyakit Hewan Menular seperti penyakit Brucellosis,

Jembrana Disease, Anthrax, SE, BVD, IBR dan identifikasi parasit

gastrointestinal serta parasit darah. Bahan dan materi pengujian akan

disesuaikan dengan metode uji yang dilakukan di Balai Besar Veteriner

Denpasar.

2.2. Metode2.2.1. Metode sampling

Dalam surveilans dan monitoring penyakit Hewan Menular di BPTU-HPT

Denpasar dan Dompu ini dilakukan pengambilan sampel serum untuk

pemeriksaan Elisa BVD, IBR, SE, Jembrana Desease dan Brucellosis.

Pengambilan sampel swab untuk pemeriksaan PCR IBR dan isolasi SE

(Pasteurella multocida), pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan

PCR Jembrana Desease, pengambilan sampel PUD untuk pemeriksaan

parasit darah (Surra) dan pengambilan sampel feses untuk pemeriksaan

parasit gastro intestinal. Pelaksanaan Surveilans dan monitoring akan

dilakukan dengan pengambilan sampel di lapangan untuk unit ternak.

Estimasi jumlah sampel dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 244: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

240

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 3. Estimasi Jumlah Sampel dan Distribusi PengambilanSampel Penyakit Hewan Menular di BPTU-HPT Denpasardan Dompu

No Jenis Sampel Jumlah Spl Jenis PengujianSerum 100 Elisa JDSerum 20 Elisa IBRSerum 15 PCR IBRSerum 60 RBT BrucellaSerum 60 Elisa SESerum 20 Elisa PMKSerum 20 Elisa BVDPUD 20 Identifikasi AnthraxPUD 30 Parasit DarahFeses 30 Parasit Gastro Intestinal

1

Darah 100 PCR JDTOTAL 475

Total Jumlah sampel yang diambil dari BPTU-HPT Denpasar Jembrana

dan Dompu sebanyak 475 sampel.

2.2.2. Metode pengujianPengujian sampel serum, darah dan feses untuk mendeteksi antibodi

dan agen penyakit Hewan Menular dapat dilihat pada tabel berikut ;

Tabel 4. Daftar penyakit yang diuji berdasarkan jenis sampel yang diambildalam surveilans dan monitoring penyakit hewan menular diBPTUHPT Sapi Bali

Jenis SampelPenyakit yangdiuji Serum Darah Feses Urine PUD

Jenis Pengujian

BVD Elisa BVDIBR Elisa IBRJD Elisa dan PCR JDBrucelosis RBPTSE Elisa SEParasit Gastro Identifikasi

ParasitParasit Darah MikroskopisAnthrax Identifikasi

Page 245: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

241

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

2.3. Analisis DataSemua data sampel, hasil uji dan informasi ditabulasikan dan dianalisis

secara dekriptif.

2.4. Tempat Pelaksanaan KegiatanPelaksanaan surveilans dilaksanakan di lokasi Kandang perbibitan

BPTU-HPT Denpasar yang berlokasi di Desa Pangyangan Kecamatan

Pekutatan Kabupaten Jembrana, Bali dan Kabupaten Dompu Nusa

Tenggara Barat.

Page 246: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

242

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. HasilKegiatan surveilans di UPT Balai Pembibitan Ternak Unggul dan

Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) pada Tahun 2017 bertujuan untuk

mengetahui situasi penyakit hewan menular yang ada di UPT tersebut.

Hasil pengambilan sampel surveilans di UPT BPTU-HPT Denpasar dan

Dompu berhasil mengumpulkan sampel sebanyak 485 sampel serum,

darah, feses dan swab. Sampel tersebut diperiksa untuk mengetahui

berbagai jenis penyakit hewan menular seperti : JD, IBR, BVD, SE,

Anthrax, Brucellosis, parasit darah dan juga parasit gastro intestinal.

Berikut ini disajikan prevalensi penyakit hewan secara umum di BPTU

HPT pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Penyakit Hewan Menular (Antigen dan Antibodi) di BPTU- HPT Denpasar dan Dompu

No JenisPenyakit

JenisPengujian

JenisSampel

JumlahSampel

JumlahPositif

Prevalensi(%)

Elisa JD Serum 100 3 3,01 JDIBR Elisa IBR Serum 20 0 0

2 IBR PCR IBR Serum 15 0 0RBT Brucella Serum 60 0 03 Brucellosis

SE Elisa SE Serum 60 3 5,0Elisa PMK Serum 20 0 04 PMK

BVD Elisa BVD Serum 20 0 0IdentifikasiAnthrax

PUD 20 0 05 Anthrax

Trypanosomiasis Parasit Darah PUD 30 0 06 Helminthiasis Parasit Gastro

IntestinalFeses 30 4 13,3

7 JD PCR JD Darah 100 0 0TOTAL 485 10 2,1

Page 247: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

243

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Penyakit Hewan Menular (Antigen dan Antibodi) dari BPTU-HPT Denpasar

No JenisPenyakit

JenisPengujian

JenisSampel

JumlahSampel

JumlahPositif

Prevalensi(%)

Elisa JD Serum 100 3 31 JDIBR Elisa IBR Serum 10 0 0

2 IBR PCR IBR Serum 10 0 0RBT Brucella Serum 40 0 03 Brucellosis

SE Elisa SE Serum 40 2 5Elisa PMK Serum 10 0 04 PMK

BVD Elisa BVD Serum 10 0 0IdentifikasiAnthrax

PUD 20 0 05 Anthrax

Trypanosomiasis Parasit Darah PUD 10 0 06 Helminthiasis Parasit Gastro

IntestinalFeses 20 4 20

7 JD PCR JD Darah 100 0 0TOTAL 370 9 2,4

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Penyakit Hewan Menular (Antigen dan Antibodi) di BPTU- HPT Dompu

No JenisPenyakit

JenisPengujian

JenisSampel

JumlahSampel

JumlahPositif

Prevalensi(%)

Elisa IBR Serum 10 0 01 IBRPCR IBR Swab 5 0 0RBT Brucella Serum 20 0 02 Brucellosis

SE Elisa SE Serum 20 1 5,0Elisa PMK Serum 10 0 03

4PMKBVD Elisa BVD Serum 10 0 0

IdentifikasiAnthrax

PUD 20 0 056

Anthrax

Trypanosomiasis Parasit Darah PUD 10 0 07 Helminthiasis Parasit Gastro

IntestinalFeses 10 2 20

TOTAL 115 3 2,6

Page 248: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

244

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Prosentase hasil pemeriksaan terhadap titer antibodi berbagai penyakit seperti

SE, JD IBR dan BVD menunjukkan 2,1 dan 2,6 untuk BPTU-HPT Denpasar

dan Dompu, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kemungkinan

vaksinasi baru dilaksanakan saat surveilans dilakukan atau vaksinasi sudah

terlalu lama dilakukan sehingga titer antibodinya menurun atau bisa juga

disebabkan karena inveksi alam karena tidak dilakukannya vaksinasi. Data

vaksinasi dari lapangan sangat minim sehingga diharapkan petugas yang

melakukan surveilans melengkapi data vaksinasi agar memudahkan dalam

melakukan analisa.

Hasil pengujian deteksi antigen penyakit IBR dan JD di BPTU-HPT Denpasar

dan Dompu semua menunjukkan hasil negatif, sedangkan parasit gastro

intestinal ditemukan berbagai macam parasit gastro seperti cacing

Paramphistomum sp, Cooperia sp dan Eimeria sp, demikian pula halnya

parasit darah dan Brucelosis semua sampel yang diuji menunjukkan negatif,

hasil selengkapnya ditampilkan pada Tabel 7 dan 8.

Hasil pemeriksaan 30 sampel feses sapi yang berasal dari BPTU-HPT

Denpasar dan Dompu dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil uji Floatasi

dan Sedimentasi sampel feses menurut Whitlock (1980) menunjukkan bahwa

sapi bali di BPTU-HPT Denpasar dan Dompu serta peternak binaan

disekitarnya secara umum terinfeksi oleh parasit gastro intestinal

(Helminthiasis) dengan rata-rata prevalensi di BPTU-HPT Denpasar 4 (20%)

dan BPTU-HPT Dompu 2 (20%). Jenis parasit gastrointestinal yang

menginfestasi terdiri dari jenis Trematoda (Paramphistomum sp) dan

Nematoda (Cooperia sp), disamping itu juga ditemukan protozoa dari genus

Eimeria sp. di BPTU Denpasar dengan prosentase 10% dari sampel yang

diperiksa.

Helminthiasis atau yang sering disebut kasus cacingan pada ternak sapi sering

terjadi terutama pada sistem pemeliharaan tradisional di mana ternak jarang

diberikan obat cacing. Sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif memiliki

resiko lebih tinggi terpapar Cacingan dibandingkan dengan sistem

pemeliharaan intensif. Namun pada sistem pemeliharaan intensif pun bisa

Page 249: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

245

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

terpapar Cacingan apabila rumput yang diberikan tidak dilayukan terlebih

dahulu. Rumput yang dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada

ternak dapat mencegah Cacingan serta kembung. Pedet dan sapi muda di

bawah 2 tahun lebih beresiko terinfeksi cacing. Gejala klinis yang muncul pada

kasus sapi kekacingan adalah diare, tidak nafsu makan, bobot badan menurun

dari hari ke hari, mata berair, bulu kusam dan tidak mengkilap.

Pencegahan terhadap kasus kecacingan dapat dilakukan pemberian obat

cacing secara teratur setiap 3 hingga 6 bulan sekali. Selain itu pula pencegahan

dapat dilakukan dengan menghindari kepadatan populasi ternak di dalam

kandang dan padang penggembalaan, tidak menggembalakan pedet di tempat

yang habis dipakai untuk menggembalakan ternak dewasa. Pemberian pakan

yang berkualitas baik pada pedet dan sapi muda juga sanget diperlukan untuk

menguatkan sistem pertahanan tubuh, di mana bila kondisi badan sehat larva

cacing yang masuk akan tidak berkembang. Kondisi lingkungan padang

penggembalaan dan kandang perlu diperhatikan untuk menghindari tanah

yang lembab dan basah serta banyak kubangan. Penggembalaan sebaiknya

dilakukan secara bergiliran atau dirotasi. Kebersihan kandang sangat penting

diperhatikan, sisa pakan dan kotoran yang bertumpuk sebaiknya dibersihkan

dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.

Eimeria sp merupakan protozoa yang menyebabkan koksidiosis sapi dan

menyerang pada hewan-hewan muda. Biasanya terdapat pada anak sapi umur

3 minggu sampai 6 bulan. Anak sapi yang umurnya lebih tua bahkan dewasa

dapat terserang pada kondisi pencemaran berat, tetapi biasanya mereka tidak

memperlihatkan gejala penyakit dan bersifat Carrier. Anak-anak sapi terkena

infeksi karena menelan ookista-ookista bersama-sama dengan pakan atau

dengan melalui air minum. Mortalitas yang cukup tinggi dapat di temukan pada

anak anak sapi yaitu berkisar antara 26-42%. Keparahan penyakit tergantung

pada jumlah ookista yang menginfeksi. Jika ookista yang masuk sedikit maka

tidak ada tanda-tanda penyakit, infeksi yang berulang-ulang dapat

menghasilkan imunitas terhadap penyakit tersebut, dan begitupun juga

Page 250: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

246

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

sebaliknya. Secara ekonomis penyakit ini mempunyai arti yang penting karena

dapat menimbulkan kerugian berupa penurunan berat badan, pertumbuhan

terhambat dan penurunan produksi. Penyebaran penyakit terjadi melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan ookista yang telah

bersporulasi.

Pengendalian dan pencegahan Coccidiosis dapat dilakukan dengan menjaga

kebersihan kandang, air minum dan lingkungan sekitarnya. Manajemen

pemberian pakan yang baik, menghindarkan sapi dari memakan pakan yang

jatuh ke tanah. Memisahan ternak tua dan ternak muda, pembuatan program

antikoksidiosis dalam pakan, melakukan karantina ternak yang baru masuk,

melakukan Isolasi hewan yang terkena koksidiosis dan pengobatan. Cara

lainnya adalah dengan meminimalkan stres lingkungan, suhu, kelembaban dan

faktor lain yang meningkatkan resiko koksidiosis (ventilasi yang buruk, nutrisi

buruk, kepadatan kandang). Sedangkan usaha pengobatan yang dapat

dilakkan adalah dengan menggunakan preparat sulfa.

Hasil pemeriksaan sampel preparat ulas darah sapi bali yang berasal dari

BPTU-HPT Denpasar dan Dompu menunjukkan semua negatif selengkapnya

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 10. Distribusi Prevalensi Trypanosomiasis/Surra pada Sapi Bali diBPTU – HPT Denpasar dan Dompu

Lokasi JumlahSampel

NegatifTrypanosoma

PositifTrypanosoma

Prevalensi(%)

Denpasar 10 10 10 0Dompu 10 10 0 0Total 20 20 0 0

Hasil pemeriksaan parasit darah mengindikasikan bahwa tidak adanya

kejadian Trypanosomiasis/Surra pada sapi bali di BPTU HPT Denpasar dan

Dompu. Penyakit parasit darah merupakan masalah kesehatan hewan yang

menimbulkan kerugian ekonomi pada ternak sapi di Indonesia.

Page 251: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

247

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

IV. KESIMPULAN DAN SARAN4.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa disimpulkan bahwa :

1. Ternak sapi bali di BPTU-HPT Denpasar hasil pemeriksaan penyakit

SE, JD, IBR dan BVD dengan metode isolasi dan PCR di BPTU-HPT

Denpasar dan Dompu menunjukkan semua negatif.

2. Ternak sapi di BPTU-HPT Denpasar dan Dompu terinfeksi cacing

dengan prevalensi di BPTU-HPT Denpasa dan BPTU-HPT Dompu

masing-masing 20%, sedangkan protozoa Genus Eimeria menginfeksi

dengan prevalensi 10% untuk BPTU-HPT Denpasar

3. Tidak ditemukan adanya indikasi penyakit parasit darah

Trypanosomiasis/Surra pada sapi bali di BPTU HPT Denpasar dan

Dompu

4.2. Saran

Saran yang ingin disampaikan untuk BPTU-HPT Denpasar dan Dompu adalah:

1. Melakukan pemberian obat cacing dari usia 3 bulan secara kontinyu dan

pemberian obat preparat sulfa untuk pengobatan penyakit yang

disebabkan oleh protozoa secara rutin sesuai dengan petunjuk dokter

hewan serta melakukan tata cara pemeliharaan sapi yang baik.

2. Melakukan pengendalian dengan melakukan pendekatan epidemiologi

dengan suatu program pengendalian yang tepat dan efektif, kajian

tentang data dasar yang berkaitan dengan jenis parasit, prevalensi,

tingkat parasitemia dan berbagai faktor risiko yang berpengaruh pada

kejadian infeksi parasit darah.

Page 252: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

248

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

V. DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2004.Ivermectin.http://cal.vet.upenn.edu/dxendopar/drug%20pages/fenbendazole.htm.Diakses 24 Januari 2017

Brown, J. D., Goekijan, G., Poulsan, R., Valeika, S., dan Stallknecht, D. E., 2008. AvianInfluenza Virus in Water Infectivity is depend on pH, Salinity and Temperature. VetMicrobiol. Doi : 10.1016/j.vetmic.1 Veterinary Epidemiology. IOWA State UniversityPress/ames. USA.

Kocan KM, Feunte JDL, Blouin EF, Coetzee JF, Swing SA. 2010. Review- TheNatural History of Anaplasma Marginale. Vet Parasitol. 167:95-1070.027.

Martin, W., Meek, A. H., dan Willeberg, P., 1987. Principles and Methods

Nasution AYA. 2007. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing di LimaKecamatan, Kota Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 253: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

249

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

SURVEILANS PENYIDIKAN DAN PENGUJIAN PENYAKITGANGGUAN REPRODUKSI DI PROVINSI BALI, NTB DAN NTT

TAHUN 2017

Ni Made Sri Handayani

Balai Besar Veteriner DenpasarDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Untuk pemenuhan produk pangan asal hewan, produktifitas ternak masih ditemukan masalah,yaitu rendahnya angka kelahiran dan terjadinya gangguan reproduksi dan penyakit gangguanreproduksi. Untuk mengetahui sejauh mana terjadinya gangguan reproduksi pada ternak danpenyebaran penyakit gangguan reproduksi, maka tahun 2017 Balai Besar Veteriner Denpasarmelaksanakan Surveilans Penyidikan dan Pengujian Penyakit Gangguan Reproduksi padaternak sapi/kerbau yang bertujuan untuk mengetahui tingkat prevalensi penyakit menular yangberkaitan dengan gangguan reproduksi sehingga dapat menjadi acuan dalam pencegahan danpengendalian terhadap penyakit tersebut. Pengambilan sampel dilakukan di wilayah kerja BalaiBesar Veteriner Denpasar dengan total sampel 10004 sampel serum dan swab. Dari 189sampel serum yang diuji dengan Elisa BVD dan 700 sampel serum yang diuji RBT Brucellasemua sampel menunjukkan hasil negatif dan hasil uji 115 sampel swab yang diuji PCR IBRmenunjukkan semua sampel negatif virus IBR.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pencapaian target populasi ternak dilakukan dengan berbagai cara.

Kemampuan reproduksi ternak adalah kunci dalam mengembang biakan tenak.

Adanya penyakit-penyakit yang akan mengganggu kemampuan reproduksi

perlu diketahui dan dipetakan dengan akurat, sehingga upaya pengendalian,

pencegahan dan penangananya bisa membuahkan hasil yang optimal. Semua

upaya itu berujung pada tercapainya derajat kesehatah ternak yang optimal

untuk menghasilkan keturunan-keturunan yang sehat pula sehingga mencapai

kemandirian dalam memenuhi kebutuhan akan daging. Sebagai salah satu Unit

Pelayanan Teknis (UPT) di bawah Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan,

Balai Besar Veteriner Denpasar diharapkan juga memberikan andil dalam

Page 254: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

250

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

penyidikan, pengujian ataupun pemetaan penyakit yang berkaitan dengan

gangguan reproduksi. Sehingga dengan optimalisasi kerja berbagai elemen

dalam mendukung pencapaian target populasi ternak akan dapat terwujud.

Dengan memperhatikan hal itu, maka kegiatan yang mendukung evaluasi dan

monitoring penyakit gangguan reproduksi perlu terus dilakukan, disamping

kegiatan kegiatan pendukung lainnya seperti kebijakan tunda potong betina

produktif, dan sebagainya. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung

peningkatan populasi sapi potong dan kerbau. Namun, hingga saat ini masih

sering dijumpai adanya kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan

rendahnya fertilitas induk, akibatnya berupa penurunan angka kebuntingan dan

jumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan populasi sapi dan

pasokan penyediaan daging secara nasional.

Gangguan reproduksi pada sapi potong dan kerbau secara garis besar

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : cacat anatomi saluran

reproduksi, gangguan fungsional, infeksi organ reproduksi. Gangguan

fungsional salah satu penyebab gangguan reproduksi adalah adanya

gangguan fungsional (organ reproduksi tidak berfungsi dengan baik). Infertilitas

bentuk fungsional ini disebabkan oleh adanya abnormalitas hormonal. Penyakit

Reproduksi yang disebabkan oleh infeksi menjadi perhatian utama dalam

surveilan dan pengujian yang dilakukan Balai Besar Veteriner Denpasar. Hal ini

mengingat sampai saat ini Balai Besar Veteriner Denpasar lebih memperkuat

dalam pendiagnosaan penyakit yang disebabkan agen infeksius. Lebih khusus

lagi penyakit infeksi yang spesifik, yaitu yang disebabkan virus dan bakteri.

Penyakit Brucellosis disebabkan oleh bakteri Brucella abortus ini seringkali

menyebabkan kejadian keguguran pada ternak yang bunting. Biasanya

keguguran terjadi pada umur kebuntingan 7 bulan. Angka kematian induk

sangat kecil atau tidak terjadi, namun kerugian ekonomi yang ditimbulkan

sangat besar berupa keluron anak, anak lahir lemah dan kemudian mati, dan

gangguan alat reproduksi yang menyebabkan kemajiran, dan pada sapi perah

Page 255: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

251

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

sering terjadi penurunan produksi susu. Spesies bakteri Brucella yang sering

menjadi masalah adalah; Brucella melitensis menyerang kambing, Brucella

abortus menyerang sapi, dan Brucella suis menyerang babi. Brucellosis ini bisa

juga menyerang manusia. Penularan kepada manusia terjadi karena minum

susu yang tidak dimasak sempurna, karena menolong kelahiran sapi atau

mengambil plasenta yang tertinggal. Penularan Brucellosis biasanya terjadi

secara oral, melalui hidung atau mata. Selain itu penularan dapat juga terjadi

secara congenital dimana anak yang dilahirkan dari induk penderita, cenderung

menjadi latent carier dan akan mengalami abortus pada saat terjadi

kebuntingan yang pertama. Pada saat keguguran, fetus dan membrannya

mengandung banyak kuman dan menjadi sumber penularan. Penyebaran

Brucellosis di wilayah kerja BBVet Denpasar masih bersifat endemis di Provinsi

Bali dan beberapa kabupaten di Nusa Tenggara Timur.

Penyakit IBR merupakan penyakit infeksius yang sangat menular yang

disebabkan oleh Bovine Herpesvirus- 1 (BHV-1). Selain menyebabkan penyakit

pernafasan, virus ini dapat menyebabkan conjunctivitis, aborsi, encephalitis,

dan infeksi sistemik secara umum. Gejala klinis yang disebakan oleh virus ini

dapat dikelompokan menjadi : infeksi saluran pernafasan. infeksi mata, aborsi ,

infeksi kelamin, infeksi otak, infeksi umum pada anak sapi yang baru lahir.

Penularan dapat melalui air, pakan, kontak langsung maupun tidak langsung.

Gejala yang nampak dalam berbagai bentuk, yaitu: Respiratorik bagian atas

(demam, anorexia, depresi, leleran hidung, nodula/bungkulbungkul pada

hidung, pharynx, trachea, batuk, penurunan produksi susu). Konjungtival

(hyperlakrimasi dengan eksudat mukopurulen, konjungtiva merah dan

bengkak, adanya pustula pada konjungtiva dan ulcer nekrotik. Penyakit BVD-

MD yang menyerang sapi dengan gejala klinis demam tinggi, depresi,

anorexia, diare, lesi pada mukosa mulut dan sistem pencernaan, abortus pada

2-9 bulan kebuntingan serta terjadinya kawin berulang.

Page 256: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

252

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Secara umum maksud/tujuan dilakukannya Surveilans penyakit gangguan

reproduksi adalah:

1. Mengetahui keberadaan penyakit yang bisa berakibat pada adanya

gangguan reproduksi pada ternak sapi.

2. Memberikan informasi hasil laboratorium tentang adanya agen agen atau

penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gangguan reproduksi pada sapi.

II. MATERI DAN METODE

2.1. MATERI Bahan yang digunakan dalam penulisan laporan kegiatan ini adalah hasil

pemeriksaan laboratorium Virologi (IBR dan BVD), laboratorium Bakteriologi

(Brucellosis). Semua pemeriksaan dilakukan di laboratorium Balai Besar

Veteriner Denpasar.

2.2. METODESampel kegiatan lapangan diambil adalah sampel serum dan swab dari

Provinsi Bali, NTB dan NTT yang diperiksa terhadap penyakit BVD, IBR dan

Brucelosis dengan metode PCR (Polymerase Chaine Reaction), Elisa (Enzim

Lynked Immunosorbance Assay) dan RBT (Rose Bengal Test)

Page 257: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

253

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASILHasil pemeriksaan laboratorium dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan BVD dan IBRHasil Uji

Elisa BVDHasil UjiPCR IBR

Provinsi Kabupaten Hewan Spesimen Jumlah Seropos

Seroneg + -

BALI Badung Sapi SerumSwab

55

00

105

00

105

Bangli Sapi SerumSwab

55

00

105

00

105

Klungkung Sapi SerumSwab

55

00

105

00

105

Tabanan Sapi SerumSwab

55

00

105

00

105

NTB Bima Sapi SerumSwab

55

00

105

00

105

Dompu Sapi SerumSwab

55

00

105

00

105

Lombok Barat Sapi SerumSwab

55

00

105

00

105

Lombok Tengah Sapi SerumSwab

55

00

105

00

105

Lombok Timur Sapi SerumSwab

95

00

105

00

105

Lombok Utara Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Mataram Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Sumbawa Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Sumbawa Barat Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

NTT Belu Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Ende Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Flores Timur Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Kupang Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Lembata Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Ngada Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Sikka Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Sumba Barat Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Sumba Barat Daya Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

Sumba Tengah Sapi SerumSwab

105

00

105

00

105

JUMLAH 304 0 304 0 304

Page 258: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

254

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 304 sampel yang diuji dengan Elisa BVD dan

PCR IBR hasilnya semua sampel negatif.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan RBT BrucellaHasil Uji RBT

BrucellaProvinsi Kabupaten Hewan Spesimen Jumlah Sero

posSeroneg

BALI Badung Sapi Serum 50 0 50Bangli Sapi Serum 50 0 50Klungkung Sapi Serum 50 0 50Tabanan Sapi Serum 20 0 20Buleleng Sapi Serum 50 0 50

NTB Bima Sapi Serum 20 0 20Dompu Sapi Serum 20 0 20Lombok Barat Sapi Serum 50 0 50Lombok Tengah Sapi Serum 50 0 50Lombok Timur Sapi Serum 50 0 50Lombok Utara Sapi Serum 30 0 30Mataram Sapi Serum 20 0 20Sumbawa Sapi Serum 20 0 20Sumbawa Barat Sapi Serum 20 0 20

NTT Belu Sapi Serum 20 0 20Ende Sapi Serum 20 0 20Flores Timur Sapi Serum 20 0 20Kupang Sapi Serum 20 0 20Lembata Sapi Serum 20 0 20Ngada Sapi Serum 20 0 20Sikka Sapi Serum 20 0 20Sumba Barat Sapi Serum 20 0 20Sumba Barat Daya Sapi Serum 20 0 20Sumba Tengah Sapi Serum 20 0 20JUMLAH 700 0 700

Pemeriksaan terhadap 700 sampel serum yang diuji menunjukkan semua

sampel negatif Brucella.

3.2 PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan terhadap penyakit BVD (Bovine Virus Diarrhea)

menunjukkan semua sampel neghatif virus tersebut. BVD adalah penyakit

infeksius pada sapi yang disebabkan oleh virus dan secara klinis terlihat

adanya stomatitis erosif akut, gastroenteritis dan diarhea. Penyakit ini bisa

berdampak terhadap masalah reproduksi. Dan sapi merupakan spesies yang

Page 259: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

255

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

rentan terhadap penyakit ini. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini yang

paling menyolok adalah diare yang profuse dan berair, berbau busuk berisi

mukus darah. Sedangkan akibat yang ditimbulkan yang berkaitan dengan

masalah reproduksi adalah pada sapi bunting dapat mengalami keguguran

akibat infeksi, biasanya setelah fase akut lewat, bahkan bisa sampai 3 bulan

setelah kesembuhan. Penyakit ini lebih umum terjadi pada sapi potong

dibanding sapi perah. Jika terjadi wabah morbiditas mencapai 25% dan

kematian dapat mencapai 90 – 100 % dari hewan yang sakit. Bila penyakit ini

memasuki suatu peternakan maka biasanya bersifat sporadik. Pada

peternakan penggemukan biasanya terjadi out break beberapa hari setelah

sapi datang. Cara penularan secara kontak langsung maupun tidak langsung.

Penyebaran yang utama melalui makanan yang tercemar feses, urine atau

leleran hidung. Apabila penyakit sudah masuk pada suatu peternakan, kasus

baru yang terjadi bersifat sporadik. Gejala klinis yang tampak bisa bersifat akut,

sub akut atau kronis. Pengujian BVD secara serologis telah dilakukan secara

rutin di Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar dengan metode Elisa

BVD.

Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tahun sebelumnya dapat dijelaskan

bahwa penyakit BVD ini telah ditemukan di wilayah kerja Balai Besar Veteriner

Denpasar. Namun pada tahun 2018 ini pemeriksaan BVD yang dilakukan Balai

Besar Veteriner Denpasar memberi gambaran hasil yang cukup

menggembirakan, dari semua sampel serum yang diambil dari tiga propinsi

dengan uji Elisa BVD semua sampel sebanyak 345 serum semuanya

menunjukkan hasil seronegatif BVD. Hasil ini menggambarkan paparan virus

BVD di alam tidak terjadi lagi di tiga provinsi yang dilakukan pengambilan

sampel.

Penyakit IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis) dapat menimbulkan infeksi

sekunder berupa broncho pneumonia, keguguran dan kematian pada anak

sapi. Mortalitas penyakit rendah dan morbiditas tinggi. Sapi yang sembuh dari

infeksi alami menjadi kebal dalam waktu yang lama. Kekebalan secara pasif

Page 260: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

256

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

yang diperoleh pedet dari kolostrum dapat menimbulkan kekebalan kurang

lebih empat bulan. Penularannya bisa secara vertikal maupun horizontal.

Secara vertikal dapat melalui infeksi intra uterina, sedangkan horizontal dapat

melalui inhalasi cairan hidung yang mengandung virus dan melalui semen.

Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi cukup berarti. Kerugian

terutama akibat adanya infeksi sekunder yang dapat menyebabkan

pneumonia, keguguran dan kematian pada anak sapi. Diagnosa laboratorium

dapat dilakukan secara histopatologi dan virologi. Pemeriksaan adanya virus

dapat dilakukan secara isolasi dari usapan vagina atau trachea. Dapat pula

menggunakan metode ELISA dan yang lebih akurat lagi adalah dengan

metode PCR. Meskipun bahan yang digunakan berupa kit Elisa cukup mahal,

pengujian dengan metode ini bisa lebih cepat dan mudah dilakukan dan bisa

memberikan gambaran adanya antibodi maupun antigen IBR pada sapi yang

diambil sampelnya. Banyaknya penyakit yang menunjukkan gejala klinis yang

mirip (differensial diagnosa) dengan penyakit IBR ini menjadi alasan perlunya

pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa penyakit ini. Beberapa penyakit

yang merupakan diagnosa banding (differnsial diagnosa) dari penyakit IBR ini

antara lain: Pasteurollosis, Bovine Viral Diarrhea (BVD), Diphteria, Shipping

Fever, Rhinitis karena alergi, dan Malignan Catarrhal Fever (MCF). Untuk lebih

memberikan kecepatan dan ketepatan diagnosa IBR, Balai Besar Veteriner

Denpasar juga melakukan pendiagnosaan IBR dengan metode PCR. Hasilnya

bisa dilihat pada Tabel.1 untuk pemeriksaan serum dengan metode ELISA dan

untuk pemeriksaan secara PCR.

Hasil pemeriksaan RBT Brucella terhadap 700 sampel menunjukkan semua

sampel yang diuji negatif, Brucellosis atau penyakit keluron menular

merupakan salah satu penyakit hewan menular strategis karena penularannya

yang relatif cepat antar daerah dan lintas batas serta memerlukan pengaturan

lalulintas ternak yang ketat (Ditjennak, 1988). Brucellosis mengakibatkan

tingginya angka keguguran pada sapi, pedet lahir mati/ lemah, infertilitas,

sterilitas dan turunnya produksi susu (Hubbert et al., 1975).

Page 261: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

257

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

4.1 KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari 189 sampel serum darah yang diperiksa Elisa BVD menunjukkan

semuanya seronegatif.

2. Dari 115 sampel swab yang diperiksa PCR IBR menunjukkan semua sampel

negatif virus IBR.

3. Sebanyak 700 sampel serum yang diperiksa RBT Brucella menunjukkan

semua sampel negatif Brucellosis.

4. SARAN

1. Perlunya peningkatan pengawasan lalu lintas ternak

2. Perlu pemeriksaan lebih lanjut terhadap penyakit-penyakit yang dapat

menyebabkan gangguan reproduksi.

Page 262: LAPORAN TEKNIS - bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.idbbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/.../LAPORAN-TEKNIS...ii LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017 DAFTAR ISI Halaman 1 KATA

258

LAPORAN TEKNIS Balai Besar Veteriner Denpasar 2017

V. DAFTAR PUSTAKA

DITJENNAK. 1981. Penyakit Keluron Menular (Brucellosis). Pedoman Pengendalian PenyakitMenular. Bina Direktorat Kesehatan Hewan. Dirjen Peternakan. Jakarta.

Hazumi, T., dkk. 2001. Fisiologi dan Gangguan Reproduksi. Japan International CooperationAgencyIndonesia. Singosari.

Hazumi, T., dkk. 2002. Reproduksi Klinik. Japan International Cooperation Agency- Indonesia.Singosari. Hardjopranjoto, S, 1995.

HUBBERT, W.T., W.F. MCCULLOH, and P.R. SCHNURENBERGER. 1975. DiseaseTransmitted from Animals to Man. 6th. Ed. Charles C. Thomas. Publisher.Sprongfield. USA.

Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya. Ratnawati.d., dkk., 2007,

Petunjuk Teknis Peanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong, PUSLITBANGNAK,Pasuruan.

Ressang,A.A., 1988. Penyakit Viral Pada Hewan. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).Jakarta

Riady.m., 2006., Implementasi Program Menuju Swasembada Daging 2010 Strategi danKendala, Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner,PUSLITBANGNAK.

Schnurrenberger.P.R., et al., 1991, Ikhtisar Zoonosis, Penerbit ITB Bandung. Subronto, 1993.Ilmu Penyakit Ternak I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.