laporan tahunan -...
TRANSCRIPT
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 i
Laporan Tahunan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Tahun 2011
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN Jalan Tentara Pelajar nomor 1 Bogor 16111
Tahun 2011
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 ii
TIM PENYUSUN
LAPORAN TAHUNAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan TA 2011
PENANGGUNG JAWAB :
1. Dr. M. Syakir (Kepala Puslitbang Perkebunan)
2. Dr. M. Yusron (Kepala Bidang Program dan Evaluasi)
3. Dr. Joko Pitono (Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian) 4. Ir. Anik Sri Suryani, MS (Kepala Bagian Tata Usaha)
5. Prof. Dr. Elna Karmawati (Ketua Kelti Analisis Kebijakan)
REDAKSI PELAKSANA :
1. Ir. Esti Sulistiyani, MS 2. Dra. Tri Haryani Savitri
3. Jumari, SIP
4. Edi Suryadi
Disain sampul dan tata letak :
Agus Budiharto
Sumber Dana :
DIPA Puslitbang Perkebunan TA 2011
Diterbitkan oleh : PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111 – Indonesia Telp. (0251) 8313083. Faks. (0251) 8336194
e-mail: [email protected] website: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id
ISBN :
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T., atas
terselesaikannya penyusunan Laporan Tahunan Puslitbang
Perkebunan Tahun 2011. Melalui visi dan misinya sebagai
“Pusat Keunggulan Iptek Perkebunan”, Puslitbang
Perkebunan diharapkan dapat menghasilkan informasi Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi di bidang Perkebunan yang
dapat melahirkan transformasi perkebunan Indonesia yang berdaya saing tinggi,
yaitu dari daya saing yang berbasis pada kelimpahan alam menjadi daya saing
yang berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan diharapkan dapat
memecahkan tiga masalah utama yaitu tersedianya benih unggul, teknologi
pendukung dan daya saing. Untuk itu, Puslitbang Perkebunan telah melakukan
kegiatan penelitian dan pengembangan guna menjawab ketiga permasalahan
tersebut. Perlu kita akui dengan jujur bahwa hasil penelitian pengembangan
yang telah kita capai saat ini belum dapat memuaskan semua pengguna, karena
masih banyak permasalahan yang belum kita selesaikan secara tuntas
mengingat banyaknya jenis komoditas perkebunan dan kompleknya
permasalahan yang ada. Namun demikian, kita tidak perlu berkecil hati karena
dengan menimba dari pengalaman tahun sebelumnya dan memandang ke
depan kita tetap harus terus melangkah hingga tujuan kita tercapai.
Kinerja Puslitbang Perkebunan tahun 2011 dapat dilihat pada beberapa
informasi penting yang disampaikan dalam laporan tahunan ini, diantaranya
tugas, fungsi dan program Puslitbang Perkebunan dalam rangka mencapai
tujuan dan hasil penelitian berupa teknologi, kegiatan pengembangan,
desiminasi informasi perkebunan serta kegiatan penunjang lainnya dalam
rangka mewujudkan visi dan misi Puslitbang Perkebunan.
iv LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada semua pihak yang telah
ikut berpartisipasi dan berperan serta dalam rangka pencapaian kinerja
Puslitbang Perkebunan tahun 2011 dan seluruh pelaksana kegiatan, karyawan
karyawati lingkup Puslitbang Perkebunan termasuk didalamnya para penyusun
laporan ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
perbaikan di waktu yang akan datang.
Bogor, Maret 2011
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Kepala, Dr. Ir. Muhammad Syakir, MS NIP. 19581117 198403 1001
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 v
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ................................................................................
Daftar Isi ........................................................................................
Daftar Gambar .................................................................................
Daftar Tabel ....................................................................................
Ringkasan ......................................................................................
Summary .......................................................................................
iii
v
vi
ix
x
xxviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..........................................................
1.2. Tugas dan Fungsi ......................................................
1.3. Visi dan Misi ..............................................................
1.4. Tujuan dan Sasaran ..................................................
1
2
5
5
BAB II PERAKITAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN PERKEBUNAN ... 7
BAB III TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ..................... 33
BAB IV PRODUK OLAHAN TANAMAN PERKEBUNAN ........................ 59
BAB V PELESTARIAN PLASMA NUTFAH ......................................... 71
BAB VI BENIH SUMBER TANAMAN PERKEBUNAN ........................... 80
BAB VII REKOMENDASI KEBIJAKAN ................................................. 83
BAB VIII PENGEMBANGAN DAN DISEMINASI INFORMASI
PERKEBUNAN ...................................................................
99
BAB IX SUMBERDAYA ...................................................................
9.1. Sumberdaya Manusia ..................................................
9.2. Sumberdaya Keuangan ...............................................
144
114
128
BAB X PENUTUP ......................................................................... 122
vi LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur organisasi Puslitbang Perkebunan ...................................... 4
2. Varietas Unggul Kunyit Curdonia 1 ................................................... 7
3. Tanaman, bunga, dan buah sambiloto genotipa CMg-2 Sambina 1...... 7
4. Akar wangi varietas Verina 1 dan Verina 2 ......................................... 8
5. Kelapa Dalam Adonara ..................................................................... 8
6. (a) Populasi Aren Genjah Kutim; (b) Tanaman Aren Genjah Kutim ...... 9
7. Keragaan Kemiri Sunan 1 dan Sunan 2 .............................................. 10
8. Varietas unggul tembakau Paiton 1; Paiton 2; Maesan 1; dan Maesan 2 ........................................................................................ 11
9. Penampilan blok dan pohon induk jambu mete terpilih populasi Muna di Sulawesi Tenggara ....................................................................... 12
10. Visual kalus dari varietas PS 864 setelah iradiasi sinar gamma ............ 13
11. Struktur embriosomatik yang telah berploriferasi ............................... 16
12. Induksi dan proliferasi kalus (1-2); Diferensiasi/(regenerasi tunas (3-4) dan Pembentukan plantlet induksi perakaran(5-6) ............................. 34
13. Aplikasi fungisda kimia, biofungisida Trichoderma koningii + belerang, dan penanaman tumbuhan antagonis lidah mertua .......................... 35
14. Saluran drainase dan pintu air; dari depan, dan belakang .................. 42
15. a) Sambung samping pada tanaman kakao; b) Penangkaran benih seraiwangi untuk materi polatanam kelapa + kakao + seraiwangi; c) Pemangkasan produksi dan d) rehabilitasi total .............................
57
16. Pembibitan karet dengan naungan paranet ...................................... 72
17. Pelaksanaan Seminar Pestisida Nabati IV. (A) Sambutan Ka Badan Litbang, (B) Kapuslitbangbun dan (C) Narasumber dan pemakalah utama ............................................................................................ 100
18. Kawasan Rumah Pangan Lestasi (KRPL) Pacitan. (A) Pertanaman di lapang, (B) Pelatihan pembuatan jamu ternak, dan (C) Produk jamu ternak ............................................................................................. 101
19. (A) Menteri Pertanian memberikan penghargaan kepada peneliti berprestasi; (B) Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Pertanian menikmati kopi Arabika .................................................... 103
20. Display pameran yang bisa dibawa ke tempat pameran dan ditampilkan di Kantor ....................................................................................... 104
21. (A) Seminar Nasional Serat Alam 2011; (B) Kapas integrasi dengan jagung ............................................................................................
104
22. (A) Menteri Pertanian memberikan penghargaan kepada Ir. Dibyo Pranowo sebagai peneliti berprestasi; (B) Menko Perekonomian Hatta
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 vii
Rajasa dan Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA. menikmati kopi Arabika ..........................................................................................
105
23. Display pameran yang bisa dibawa ke tempat pameran dan ditampilkan di Kantor ........................................................................................ 106
24. (A) Seminar Nasional Serat Alam 2011; (B) Kapas integrasi dengan jagung ............................................................................................. 107
25. Keragaan Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Jenis Belanja TA 2011 (dalam juta rupiah) ................................................. 109
26. Pagu dan Realisasi Anggaran Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Jenis Belanja pada TA 2010 dan 2011 ....................................................... 111
27. Pagu dan realisasi anggaran UK/UPT lingkup Puslitbang Perkebunan TA 2010 dan TA 2011 berdasarkan UK/UPT (dalam juta Rupiah) ............. 112
28. Keragaan target dan realisasi PNBP Fungsional lingkup Puslitbang Perkebunan dalam tiga tahun terakhir ........................................... 113
29. Rekapitulasi Pegawai Lingkup Puslitbangbun 2011 ............................. 114
30. Komposisi Peneliti Lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan Jenjang Jabatan .......................................................................................... 116
31. Prediksi jumlah pegawai lingkup Puslitbangbun yang memasuki masa pensiun dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 ......................... 118
32. Keragaan Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Jenis Belanja TA 2011 (dalam juta rupiah) ................................................ 118
viii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Simulasi Produktivitas, Rendemen dan Produksi Swasembada Tanpa Perluasan Areal .............................................................. 84
2. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan menurut Pendidikan Akhir pada tahun 2011 ............................................ 115
3. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan jabatannya pada tahun 2011 ................................................... 115
4. Keragaan peneliti berdasarkan kepakaran/bidang ilmu lingkup Puslitbang Perkebunan 2011 ..................................................... 117
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 ix
RINGKASAN
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan sebagai salah satu Unit kerja
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian memiliki tugas dan fungsi
sebagai penghasil teknologi dan kebijakan khususnya dibidang perkebunan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan selalu mendukung visi
Kementerian Pertanian dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
serta terus berupaya untuk menghasilkan inovasi teknologi perkebunan yang
mudah diterapkan, efektif, efisien dan berdaya saing. Kegiatan penelitian dan
pengembangan selama tahun 2011 telah menghasilkan cukup banyak inovasi
teknologi yang terkait dengan upaya peningkatan biodiversitas dan jumlah
bahan tanaman, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan, teknologi
pengolahan hasil, benih sumber, dan sintesis kebijakan.
Varietas unggul. Pada Tahun 2011 telah dilepas 13 varietas komoditas
perkebunan, yaitu masing-masing 1 varietas akarwangi, kunyit, sambiloto,
pegagan, kelapa, aren, jambu mete, 2 varietas kemiri sunan, dan 4 varietas
tembakau.
Keunggulan kunyit varietas curdonia 1 terletak pada kandungan kurkumin
(7.05 % ), kadar minyak atsiri ( 4.77 %), kadar pati (35.77 %), dan agak
tahan terhadap penyakit bercak daun. Tanaman ini beradaptasi baik di dataran
menengah dengan ketinggian 425-484 m dpl. Keunggulan varietas sambiloto
sambina 1 adalah produksi ternanya yang tinggi (5,08-10,37 ton/ha) dan
dapat beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai medium dengan
ketinggian 120-500 m dpl. Untuk akar wangi varietas verina 1 keunggulannya
adalah kandungan kadar vetiverolnya yang tinggi 50.8 ± 1.41%. Produktivitas
akar basahnya 10.38 ± 4.44 ton/ha dengan produktivitas minyak 66.38 kg/ha.
Untuk varietas verina 2, kadar vetiverolnya 55.48 ± 3.17% dengan produksi
akar basah 10.64 ± 4.52 ton/ha dan produktivitas minyak 60.46 kg/ha.
Tanaman ini beradaptasi baik di dataran tinggi.
x LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
Kelapa Dalam Adonara berukuran sedang sampai besar. Jumlah
buah/pohon/tahun berkisar antara 84-105 butir dengan produksi buah 8.400-
10.500 butir/ha. Kadar minyak 66,83%. Ciri karakter pembedanya adalah
memiliki sabut tipis, toleran kekeringan sampai 5-7 bulan berturut-turut. Daerah
pengembangannya adalah pada lahan kering dengan tinggi tempat <500 m dpl,
curah hujan <1000 mm per tahun dengan bu lan kering < 6 bulan kering.
Potensi produksi benih aren genjah, Kutai timur, per pohon adalah ± 4.000
butir. Tanaman ini tahan terhadap hama dan penyakit, wilayah
pengembangannya di wilayah lahan kering iklim basah, air tanah dangkal, dan
curah hujan 1000-1500 mm per tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering.
Keunggulan varietas Kemiri Sunan 1 dan Kemiri Sunan 2 adalah toleran
terhadap hama daun (ulat kantung) dan tahan terhadap penyakit/tanaman
pengganggu. Produksi biji/pohon/tahun adalah 110±16,9 (Kemiri Sunan1) dan
76,55±18,2 kg (Kemiri Sunan2). Tanaman ini bisa dikembangkan pada daerah-
daerah pengembangan dengan ketinggian 500-700 m dpl dengan tipe iklim B
untuk kemiri Sunan1, sedangkan untuk kemiri Sunan 2 pada ketinggian 50 –
400 m dpl, tipe iklim B dan C. Kedua varietas tanaman ini dapat diperbanyak
melalui biji dan grafting.
Tembakau varietas Paiton 1 berasal dari varietas lokal dari petani desa Sumber
Centeng kecamatan kota Anyar kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Potensi
hasil 0,998 – 1,242 t/ha dan kadar nikotin 1,39 – 3,09%. Tahan terhadap
penyakit bakteri R. solanacearum dan nematoda Meloidogyne spp. Paiton 2
merupakan varietas lokal dari petani desa Glagah kecamatan Pakuniran
kabupaten Probolinggo. Potensi hasil 0,937 – 1,049 t/ha., dan kadar nikotin
2,38 – 3,89%. Tahan terhadap penyakit bakteri R. solanacearum dan nematoda
Meloidogyn spp. Varietas unggul tembakau Maesan 1 (kultivar Somporis 1)
berasal dari Bondowoso Jawa Timur. Produksi 0,94 ton/ha. Varietas ini tahan
terhadap Phytophthora Nicotianae, Erwinia Carotovora, dan Ralstonia
solanacearum. Warna rajangan kuning tua (deep orange) dan beraroma harum.
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xi
Varietas Maesan 2 juga berasal dari Bondowoso, Jawa Timur dengan produksi
0.73 ton/ha. Varietas ini tahan terhadap Phytophthora nicotianae, Erwinia
carotovora, dan Ralstonia solanacearum. Warna rajangan orange dan aromanya
sangat harum.
Karakter khusus varietas jambu mete populasi muna adalah gelondong
besar; kacang gurih dan manis. Produktivitas /pohon/tahun umur 15-39 tahun
yaitu 15.670.58 – 19.201.01 kg, kadar CNSL 19.88-21.45%. Populasi ini
rentan terhadap Helopeltis spp. Daerah pengembangannya adalah daerah
dengan tipe iklim B.
Beberapa kegiatan perakitan varietas yang telah dilakukan Puslitbang
Perkebunan selama tahun 2011 meliputi : (1) perakitan varietas tebu toleran
iklim basah in vitro, (2) pengujian ketahanan klon tebu terhadap penyakit streak
mosaik, (3) perakitan sistem genetik pembungaan kelapa sawit, (4) klon kakao
unggul dan pengelolaan pertanaman di lahan kering iklim kering, (5) penelitian
peningkatan produktivitas kelapa sawit (≥15%) dan kadar minyak (≥10%)
dengan abnormalitas < 2 % melalui molecular breeding , (6) peningkatan
produktivitas (> 10 ton), kadar minyak jarak pagar (> 40%) melalui pemuliaan
molekuler dan konvensional, (7) penelitian peningkatan produktivitas kakao
>50% melalui penggunaan klon tahan PBK, VSD dan busuk buah, (8) varietas
nilam tahan 60 % terhadap penyakit layu bakteri, produksi ≥ 320 kg/ha melalui
variasi somaklonal, (9) perakitan galur / mutan jahe putih kecil toleran bercak
daun >70 %, produktivitas > 12 t/ha dan kadar minyak atsiri > 3.5% dengan
teknik iradiasi, (10) galur harapan jahe putih besar produktivitas 30 t/ha,
toleran layu bakteri 70% melalui variasi somaklonal, fusi protoplas dan rekayasa
genetik, (11) transformasi genetik gen faktor transkripsi WKRY dan analisis
transforman untuk ketahanan terhadap Penyakit nilam, (12) evaluasi karakter
vegetatif, pembungaan dan produksi awal kelapa dalam komposit hibrida
intervarietas, (13) persiapan pelepasan populasi aren genjah (umur berbunga 5-
6 tahun) dengan produktivitas nira > 10 l/hari, persiapan pelepasan populasi
pinang dan perakitan aren super genjah (umur 3-4 tahun) dengan produktivitas
xii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
nira>15 ltr/pohon/hari, (14) identifikasi gen tahan terhadap phytophthora pada
tanaman kelapa, (15) konfirmasi marka DNA untuk seleksi kelapa kopyor, (16)
perakitan varietas kapas tahan A. biguttula, H armigera dan P. gossypiella,
produktivitas > 4 ton/ha, umur <110 hari, dan tahan keterbatasan air hingga
35% air tanah tersedia, dan (17) perakitan varietas hibrida unggul jarak pagar
untuk mendapatkan produksi >10 ton/ha/tahun, kadar minyak >40% dan umur
panen pertama <110 hari.
Teknologi peningkatan produktivitas tanaman perkebunan. Hasil-hasil
penelitian teknologi peningkatan produktivitas tanaman perkebunan selama TA
2011 yang telah dicapai mencakup komponen-komponen teknologi pemupukan,
teknologi pemanfaatan mikroba, teknologi perbanyakan tanaman, teknologi
pengendalian hama dan penyakit, dan teknologi peningkatan adopsi teknologi
tanaman penghasil biodiesel.
Tebu. Penelitian teknologi perbanyakan bibit tebu diperoleh hasil bahwa
penggunaan media untuk induksi kalus dengan penambahan 2,4-D dapat
menginduksi kalus dari eksplan daun muda tanaman tebu. Peningkatan
konsentrasi 2,4-D hingga 3 mg/l dalam media tanpa penambahan ZPT lain
cenderung dapat menurunkan jumlah eksplan berkalus. Penambahan casein
hidrolisat pada media induksi kalus tidak mempengaruhi jumlah kalus yang
dihasilkan, tetapi sangat berpengaruh pada kualitas kalus. Untuk meregenerasi
kalus menjadi planlet diperlukan formulasi media yang berbeda untuk masing-
masing varietas, sedangkan penggunaan auksin (NAA dan IBA) pada media
perakaran dapat menginduksi pembentukan akar. Metoda perbanyakan yang
dihasilkan dari penelitian ini telah diaplikasikan untuk memproduksi bibit tebu
secara massal. Benih tebu kultur jaringan yang dihasilkan pada TA 2011 ini
sebanyak 100.000 plantlet yang berpotensi menghasilkan 2.800.000 Budset G2
pada akhir 2012 .
Tebu adalah satu jenis tanaman yang potensial diintegrasikan dengan ternak.
Limbah tanaman, limbah hasil pengolahan tebu dan limbah ternaknya juga
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xiii
berpotensi sebagai sumber energi baru dan terbarukan berupa ethanol dan
biogas, sehingga berpotensi menekan emisi gas rumah kaca. Melalui penelitian
teknologi budidaya tebu-ternak terpadu pengukuran emisi gas rumah kaca pada
pertanaman tebu umur satu bulan menunjukkan emisi CO2 sebesar 0.66 ton
per ha per bulan, dan emisi N20 sebesar 3.63 ton per ha per bulan. Gas
methane yang dihasilkan dari limbah 16 ekor sapi mencapai 3.24 m3 per hari
atau 1083 m3 per tahun. Nilai tambah dari emisi methane sebagai bahan bakar
untuk rumah tangga yang diperoleh dari satu instalasi biogas diperkirakan
sebesar Rp 912. 000,- /KK.
Karet. Pengendalian penyakit JAP dapat dilakukan melalui tindakan
pencegahan sebelum terjadi serangan dan pengobatan terhadap tanaman yang
terserang. Upaya pencegahan penyakit yang dianggap efektif dan sesuai bagi
petani karet adalah dengan cara penggunaan fungisida kimia, belerang,
biofungisida Trichoderma koningii dan tumbuhan antagonis. Hasil penelitian
menunjukkan pencegahan penyakit yang efektif adalah melalui pengurangan
sumber infeksi dengan mempercepat pelapukan tunggul karet dengan
pembakaran atau inokulasi jamur pelapuk. Perlindungan tanaman sebelum
terserang penyakit dilakukan dengan menanam tanaman antagonis lidah
mertua di sekeliling pangkal batang pada awal penanaman karet. Pengobatan
tanaman yang terserang JAP yang paling efisien dan efektif adalah dengan
aplikasi fungisida berbahan aktif triadmefon.
Teh. Penggunaan jamur entomopatogenik Paecilomyces fumosoroseus efektif
mengendalikan tungau jingga (Brevipalpus phoenicis). Di laboratorium P.
fumosoroseus efektif pada konsentrasi spora 108 spora/ml, mengakibatkan
kematian tungau jingga, sedangkan di lapangan, P. fumosoroseus pada medium
beras pada dosis 3 kg/ha efektif mengendalikan tungau jingga setelah 6 kali
aplikasi. Empat jenis compost tea , yaitu CT1 (pupuk kandang kambing 25%,
hijauan 45%, bahan berkayu 30%), CT2 (pupuk kandang sapi 25%, hijauan
45%, bahan berkayu 30%), CT3 (Pupuk kandang kambing 25%, hijauan 30%,
xiv LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
bahan berkayu 45%), CT4 (pupuk kandang kambing 50%, hijauan Arachis
pintoi 50%) potensial mengendalikan penyakit cacar. Formulasi insektisida
nabati Marigold yang dihasilkan efektif terhadap Empoasca flavescens.
Kelapa sawit. Upaya menekan dampak lingkungan dan serangan organisme
pengganggu sekaligus meningkatkan fruit setting pada tanaman kelapa sawit
dilakukan melalui penelitian yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan teknik
pengendalian serangan Ganoderma boninense pada tanaman sawit dengan
memanfaatkan senyawa aktif yang dihasilkan oleh simbiosis fungi Mikoriza
arbuscular dan bakteri mikorizosfir, dan (2) mengetahui dinamika Cl dalam
tanah dan tanaman berdasarkan sumber pupuk dan jenis tanah yang diberikan.
Perlakuan kombinasi Mikoriza arbuscular dan mikroba mikorizosfir SSK 9.1
memberikan hasil pertambahan tinggi tanaman tertinggi sebesar 161,9 cm dan
rata-rata pertambahan jumlah daun setelah 60 MST. Pemberian Cl cenderung
menurunkan berat kering akar kelapa sawit pada tanah Oxisol, sedangkan pada
Inceptisol, Ultisol dan gambut pemberian Cl tidak berpengaruh terhadap berat
kering akar. Pemberian bahan organik nyata meningkatkan berat kering akar
pada tanah Inceptisol, Oxisol dan Ultisol, sedangkan pada gambut tidak dapat
meningkatkan berat kering akar.
Penelitian untuk menurunkan efek gas rumah kaca (GRK) pada perkebunanan
kelapa sawit rakyat di lahan gambut dengan menerapkan pengendalian tata air
dan hara, telah dilakukan di kabupaten Siak Kecil – Riau. Hasilnya
menunjukkan bahwa aplikasi pupuk Urea 2.50 kg/pohon/tahun+KCl 2.25
kg/pohon/tahun+pupuk SP-36 2,75 kg/pohon/tahun+ dolomit 2
kg/pohon/tahun pada pengaturan kedalaman drainase saluran air 80 cm
memberikan produksi tertinggi kelapa sawit per ha selama 9 bulan yaitu 19,04
ton/ha, menghasilkan fluks emisi CO2 69.10 mg/ha/tahun pada musim
penghujan dan 132,9 mg/ha/tahun pada musim kemarau. Produksi sawit
meningkat 34.65 %, namun fluks emisi CO2 masih cukup tinggi. Perlakuan
cover crop (Pueraria Javanica, Colopogonium Mucunoides, Centrocema
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xv
Pubescens) yang dikombinasikan perlakuan 3 kg dolomit/pohon, atau aplikasi
pupuk urea 2,50 kg/pohon/tahun + SP-36 2,75 g/pohon/tahun + MOP (KCl)
2,25 kg/pohon/tahun + dolomit 2 kg/pohon/tahun tanpa cover crop
menghasilkan produksi sawit 17,42 dan 17,72 ton/ha/tahun atau meningkat
19,29% dan 21,28% dibandingkan dengan cara petani (Dolomit 3
kg/pohon/tahun tanpa cover crop). Perlakuan drainase berpengaruh nyata
terhadap fluks emisi CO2. Gambut dengan kedalaman drainase 80 cm
menghasilkan fluks emisi CO2 yang nyata lebih tinggi dibanding perlakuan
lainnya. Perlakuan drainase 80 cm dan aplikasi pupuk rekomendasi
menghasilkan fluks emisi CO2 44,54 mg/ha/tahun. Kedalaman muka air tanah
(ground water level) dan atau saluran drainase yang dibuat untuk suatu usaha
tani kelapa sawit di lahan gambut sangat berpengaruh pada tingkat emisi GRK
terutama emisi CO2.
Penelitian perbaikan teknologi dan sistem peremajaan untuk meningkatkan
produktivitas kelapa sawit rakyat menunjukkan bahwa peremajaan sawit
dengan cara penebangan bertahap mempengaruhi pertumbuhan vegetatif
tanaman sawit muda, namun tidak mempengaruhi masa pembungaan kelapa
sawit muda. Penanaman tanaman sela baik jagung maupun kedelai tidak
mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit muda. Penanaman tanaman sela
kedelai pada penebangan bertahap 60% masih memberikan padapatan >Rp.
15.000.000,-/ha/tahun dan memiliki kemampuan lebih besar untuk
mempertahakan pendapatan tersebut dibanding jagung.
Jahe. Diantara kelompok tanaman obat, jahe merupakan salah satu komoditas
yang paling banyak dibutuhkan karena dapat digunakan sebagai bahan baku
obat maupun rempah. Di lapang, selain penyakit layu bakteri yang disebabkan
oleh Ralstonia solanacearum, juga banyak dijumpai penyakit bercak daun pada
berbagai daerah sentra produksi jahe di Indonesia. Perlakuan benih sebelum
tanam dapat menekan perkembangan patogen yang terbawa benih.
Penyimpanan benih dalam ruangan yang dibuat gelap tanyata dapat menekan
xvi LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
perkecambahan rimpang jahe. Aksesi jahe putih kecil nampaknya lebih rentan
terhadap infeksi penyakit bercak daun.
Nilam. Masalah utama dalam pengembangan tanaman nilam adalah budidaya
dengan ladang berpindah-pindah, kerugian akibat penyakit, dan adanya
senyawa toksik alelopati. Pengujian produk kombinasi rhizobakteria indigenus
untuk mengendalikan penyakit layu bakteri dan budog pada tanaman nilam
menunjukkan bahwa pemberian produk kombinasi rhizbakteria indigenus lebih
baik dibandingkan dengan produk tunggal rhziobakteria indigenus dalam
mengendalikan penyakit layu bakteri dan budog pada nilam serta
meningkatkan pertumbuhan dan produksi nilam di daerah endemik penyakit
layu bakteri dan budog.
Perlakuan pembenah tanah yang dikombinasikan dengan terusi dapat menekan
serangan penyakit budok. Perlakuan pembenah tanah secara tunggal
menunjukkan bahwa pembenah kaptan dapat menekan penyakit budok lebih
baik (2,6%) dibandingkan zeolite, fosfat alam, pupuk kandang dan arang sekam.
Aplikasi perendaman asam salisilat dan aplikasi MgSO4 mampu menekan efek
alelopati walaupun pertumbuhannya sendiri kurang optimal. Diperlukan analisis
kimia lanjutan pada umur panen untuk melihat pengaruh tanaman dan tanah
yang mengandung senyawa alelopati.
Perakitan budidaya nilam hemat pupuk melalui pemanfaatan pupuk organik dan
hayati menunjukkan bahwa pemupukan dosis 75% dari dosis anjuran
menghasilkan pertumbuhan tanaman dan produksi terna lebih tinggi, sehingga
terjadi efisiensi penggunaan pupuk sebesar 25% (25 kg N/ha + 10 kg P2O5/ha
+25 kg K2O /ha). Dari keenam aksesi nilam yang diuji, aksesi yang relatif stabil
terhadap pengurangan 25%-50% dosis pupuk NPK anjuran adalah aksesi GR4,
GR1, ATG, dan DR1. Aplikasi jenis pupuk organik dan hayati berpengaruh nyata
terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman nilam. Produksi
minyak tertinggi dihasilkan pada perlakuan dosis NPK anjuran+kompos limbah
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xvii
nilam+FMA, diikuti oleh ¾ dosis NPK +kompos hijauan+FMA dan ½ dosis
NPK+kompos limbah penyulingan nilam+FMA.
Kelapa dan Palma. Hasil penelitian pengendalian hama terpadu dan
teknologi pemupukan pada kelapa dan palma untuk mencegah kehilangan hasil
menunjukkan bahwa hasil isolasi calon agens biokontrol dari rizosfer kelapa
didapatkan 30 isolat yang terdiri dari 17 isolat bakteri (TBL1P1, TBLP4, TBL1P3,
BHP2, BH1P5, BH1P4, BH2P4, BH2P5, BKN1P1, BKN2P5, BKN2P1, BKOP3,
BKOP4, MT3P1, MT4P1, MT5P1, TontaP2) dan 13 isolat cendawan (TBL2P3,
TBL3P1, BH1P6, BH2P6, BHP3, BKNP6, BKN1P3, MTP6, MTP8, MT2P1,TontaP4,
TontaP4.2, TontaP2). Enam isolat yang berpotensi menekan perkembangan P.
palmivora yaitu BHP2, BH2P4, TBL1P3, TBL2P1, BKN2P1 dan TONTAP3.
Media tumbuh mempengaruhi persentase penghambatan agens biokontrol
terhadap P. palmivora. Keenam agens biokontrol tidak menyebabkan penyakit
lain pada tanaman kelapa. Agens biokontrol BHP2 dan TBL2P3 ; BHP2 dan
TONTAP3 serta BH2P4 BKN2P1 dapat digabungkan dalam satu formulasi yang
sama. Untuk tanaman umur 4 tahun, pertumbuhan yang terbaik diperoleh
pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik 400 g/pohon. Untuk
tanaman umur 6 tahun, pertumbuhan yang terbaik diperoleh pada tanaman
yang dipupuk dengan pupuk organik 800 g/pohon dan pupuk anorganik 800-
1200 g/pohon, kecuali lingkar batang dan jumlah daun yang terbanyak
diperoleh pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik 800 g/pohon.
Untuk tahun 2011, selain data pertumbuhan vegetatif, telah diperoleh data
produksi nira, yaitu 17,5 l/pohon/hari dengan kadar gula 12-13%.
Brontispa longissima telah menyebar luas dan menimbulkan kerusakan pada
tanaman kelapa sehingga menimbulkan kerugian besar. Hasil penelitian
sementara formulasi Serratia untuk pengendalian hama Brontispa longissima
menunjukkan bahwa isolat Serratia spp. diperoleh dari KP Pandu dan sudah
diisolasi dan dimurnikan ke dalam media tumbuh.
xviii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
Kegiatan penelitian untuk mendapatkan teknologi kultur embrio kelapa kopyor
yang efisien yang telah dilakukan adalah splitting embrio yang telah
berkecambah, kemudian dikulturkan dalam media tumbuh Y3 yang diperkaya
dengan BAP 2,5 mg/l media. Hasil yang diperoleh saat ini adalah plantlet hasil
splitting sebanyak 112 sebagai bahan tanaman yang akan diberi perlakuan pada
media tumbuh ex vitro , sisanya adalah enam kecambah yang siap dipisahkan,
33 kecambah dan 67 embrio yang belum berkecambah. Induksi kalus
tanaman sagu pada media MMS dengan penggunaan zat pengatur tumbuh 2,4-
D memberikan respon pembentukan kalus eksplan sagu. Untuk tanaman aren
diperoleh sumber eksplan kultur jaringan yaitu embrio yang berasal dari buah
aren umur 18 bulan. Media WPM dengan beberapa konsentrasi zat pengatur
tumbuh auksin dan sitokinin dapat dijadikan media awal perkecambahan
tanaman aren untuk perbanyakan melalui kultur jaringan.
Kapas. Hasil penelitian teknologi budidaya pendukung pelepasan varietas baru
kapas berproduktivitas > 3,5 ton/ha dan toleran terhadap hama penghisap dan
penggerek buah menunjukkan bahwa pada kondisi kekeringan, penggunaan
ZPT paklobutrasol lebih baik daripada mepiquat chlorida. Pengaruh positif
paklobutrasol lebih nampak bila pemupukan N tinggi (120 N/ha) yaitu produksi
kapas sebesar 701,26 kg/ha. Bila ditambah mepiquat chlorida produksi kapas
665,37 kg/ha dan 604,81 kg/ha bila tanpa ZPT. Produksi galur 99023/5
(721,65 kg/ha) lebih tinggi dibanding Kanesia 13. Teknik pengendalian
wereng kapas A. biguttulla dengan menerapkan teknik konservasi musuh alami
melalui sistem tanam kapas tumpangsari dengan palawija secara teknis dapat
menekan populasi wereng kapas. Efisiensi teknik pengendalian wereng kapas
melalui sistem tanam tumpangsari dapat ditingkatkan dengan menambahkan
tindakan penyemprotan molasses dengan dosis 5 mL/L air yang disemprotkan 5
kali interval seminggu sejak tanaman berumur 40 – 70 HST.
Jarak pagar. Penelitian teknik pengendalian hama dan penyakit terpadu pada
jarak pagar menunjukkan hasil uji kemampuan antagonisme mikroba antagonis
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xix
terhadap R. bataticola secara in vitro diperoleh 28 isolat jamur dan 13 isolat
bakteri yang berpotensi. Penghambatan tertinggi (86.00%) adalah jamur yang
diidentifikasi sebagai Trichoderma spp. Kelompok bakteri yang berpotensi
sebagai antagonis sebagian besar adalah Bacillus spp.
Teknik pengelolaan tanaman jarak pagar untuk meningkatkan produksi, kadar
minyak, dan memperpendek umur panen diperoleh hasil bahwa pemberian ZPT
P+E pada pertanaman umur < 1 tahun mampu meningkatkan produksi biji
25,06% dari tanpa ZPT, namun belum mampu meningkatkan kadar minyak dan
memperpendek umur panen. Pemberian ZPT NAA pada pertanaman jarak pagar
umur > 2 tahun mampu meningkatkan jumlah buah terpanen dan bobot 100
biji masing-masing sebesar 26,64 dan 2,07% dan menurunkan kadar minyak
sebesar 3,05% dari tanpa perlakuan ZPT. Dosis 1000 ppm NAA mampu
meningkatkan jumlah buah terpanen dan bobot 100 biji masing-masing sebesar
35,09 dan 2,99% dan menurunkan kadar minyak sebesar 3,58%. Penggunaan
aksesi batang bawah yang mempunyai perakaran dalam mampu meningkatkan
jumlah cabang yang terbentuk pada pertanaman sambungan sebesar 19,57%
dan menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 2,13% dari pertanaman
batang atas non sambungan serta meningkatkan jumlah cabang dan daun yang
terbentuk masing-masing sebesar 41,02 dan 8,23% dan menurunkan tinggi
tanaman sambungan sebesar 7,93% dari aksesi-aksesi tersebut non sambungan.
Dalam sistem penyambungan tanaman umur produktif, bila menggunakan
entres dari IP-3M maka panjang entres terbaik adalah 10-15 cm, sedangkan
bila menggunakan entres dari IP-3A maka panjang entres terbaik adalah 5 cm.
Kakao. Hasil yang telah diperoleh pada model pengembangan kakao terpadu
di Propinsi Sulawesi Tenggara adalah demplot teknik produksi pada tanaman
kakao yang meliputi pemupukan berimbang, pemangkasan, sambung samping
pada tanaman kakao, pola tanam kelapa dan seraiwangi serta terbangunnya
pusat pengkajian dan desiminasi teknologi fermentasi kakao, pemanfaatan
limbah untuk pakan ternak sapi, dan fasilitas pelatihan dan gelar teknologi
xx LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
usahatani kakao dengan kelapa integrasi dengan ternak sapi. Model
pengembangan kakao terpadu di Propinsi Sulawesi Selatan antara lain : telah
ditetapkan dua lokasi penelitian yaitu di Kelompok Tani Bunga Cokelat, Desa
Tinco Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng dan di Kelompok Tani Sinar Ujung
Desa Gantarankeke Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng. Pelatihan
Petani pada Model Pengembangan Kakao dilaksanakan di Desa Tinco
Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng, perbaikan fisik tanaman dengan
melaksanakan pemeliharaan tanaman kakao berupa pemupukan, pemangkasan
dan pengendalian hama dan penyakit dan rehabilitasi tanaman kakao dengan
tehnik sambung samping, sambung pucuk dan benih hibrida.
Produk Olahan/Teknologi Peningkatan Nilai Tambah Tanaman
Perkebunan. Beberapa produk olahan hasil penelitian yang telah dihasilkan
pada TA 2011 adalah berupa diversifikasi produk maupun limbah hasil olahan
serta pengembangan formula berbasis tanaman perkebunan.
Pengembangan formula pupuk hayati berbasis bakteri endofit. Pupuk
hayati yang berkembang umumnya menggunakan bakteri endofitik. Enam isolat
bakteri penambat N endofitik diuji daya hidupnya dalam formula pupuk hayati
dan diuji efikasinya pada tanaman tebu. Hasilnya menunjukkan bahwa
formulasi pupuk hayati yang dibuat dengan campuran blotong 50%, zeolit 30%,
dan tanah lempung 20%, pada hari ke-0 sampai ke-15, jumlah bakteri endofit
sebesar 8 – 6x 106. Pada bulan ke 3, jumlah bakteri dalam pupuk mencapai
6,33 x 102. Setiap bakteri endofit memiliki pola yang spesifik yang
menggambarkan keberadaan dan persistensinya dalam jaringan tebu. Bakteri
tersebut mampu bertahan selama 3 bulan dalam jaringan tanaman.
Diversifikasi tandan kosong dan hasil kelapa sawit untuk biofuel
generasi 2 dan reduksi 3-MCPD. Dalam upaya memanfaatkan tandan
kosong kelapa sawit yang melimpah telah dilakukan penelitian gasifikasi tandan
kosong kelapa sawit dan penelitian pembuatan bioetanol melalui sakarifikasi
bahan tandan kelapa sawit serta reduksi 3 MCPD pada minyak sawit. Gasifikasi
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxi
tandan kosong kelapa sawit dan pembuatan bioetanol merupakan upaya
rintisan dalam menghasilkan bioenergi generasi dua, sedangkan reduksi 3-MCP
adalah upaya mengurangi zat berbahaya tersebut. Kinerja gasifikasi terbaik
dicapai pada ukuran potongan bahan < 4 cm, dengan tekanan pada bahan
0,02-0,03 kg/cm2, dan debit input udara 14 lpm. Pada perlakuan tersebut
dicapai laju proses sebesar 3,5 kg/jam, efisiensi proses 80%, suhu nyala api
pembakaran gas 600oC. Perbaikan proses hilir produksi bioetanol dari tandan
kosong kelapa sawit terbaik adalah perlakuan dengan H2SO4 konsentrasi 4%,
dengan autoklav selama 15 menit, kemudian dilanjutkan penambahan xilanase
pH6 selama 3 hari dilanjutkan penambahan selulase selama 3 hari. Proses
deodorisasi meningkatkan kadar 3-MCPD sangat signifikan. Jenis adsorpsi Z2
dan SMS mampu menurunkan senyawa 3-MCPD ester terbesar. Kedua jenis
adsorpsi tersebut dipilih untuk mengtahui pengaruh temperatur, lama waktu
pengendapan, dan rasio adsorben dengan minyak.
Pengembangan formula produk kopi luwak secara enzimatik untuk
peningkatan produktivitas. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan data
kualitas fisik dan cita rasa serta uji kandungan nutrisi pada biji kopi arabika
yang difermentasi dengan mikroba probiotik luwak dengan berbagai level waktu.
Fermentasi dapat menurunkan kandungan protein kopi bubuk, walaupun tidak
terlalu nyata. Demikian pula fermentasi dapat menurunkan kadar serat kasar
dalam kopi bubuk. Fermentasi juga menyebabkan terbentuknya asam butirat
dalam biji kopi, kecuali pada fermentasi waktu pendek. Mengingat asam butirat
memiliki sifat anti oksidan dan anti karsinogenik, kopi probiotik luwak memiliki
nilai lebih secara fungsional dibandingkan dengan kopi biasa. Pada feses luwak
dapat diperoleh bakteri selulolitik, xylanolitik dan proteolitik yang berpotensi
untuk mendegradasi biji kopi secara enzimatis. Proses fermentasi kopi secara
enzimatis menggunakan bakteri selulolitik dan xylanolitik dapat dilakukan
hingga 72 jam atas dasar pengamatan tingkat pertumbuhan dan produksi enzim
tertinggi dari kedua bakteri tersebut.
xxii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
Formula jamu ternak berbasis tanaman obat peningkat fertilitas sapi
dan minyak atsiri sebagai bio aditif bahan bakar minyak. Tanaman
obat telah diketahui dapat menjadi produk jamu yang bermanfaat untuk
meningkatkan daya tahan tubuh (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (paliatif). Telah
dihasilkan empat formula serbuk untuk jamu ternak peningkat fertilitas sapi
jantan Balittro-1, Balittro-2, Balittro-3 dan Balittro-4, dengan bahan baku untuk
temulawak, temu ireng, lengkuas sejumlah 45%, sambiloto 5% dan
ditambahkan bahan tanaman obat lain (cabe jawa, purwoceng dan pasakbumi)
sehingga mencapai jumlah 100%. Hasil uji in vivo feeding trial formula tersebut
ternyata tidak menghambat peningkatan bobot badan sapi. Formula jamu
tersebut berpengaruh meningkatkan konsentrasi semen, motilitas semen,
jumlah semen hidup dan mengurangi semen mati. Efektivitas formula nampak
pengaruhnya setelah diberikan berturut-turut selama tiga minggu, dua hari
sekali dengan dosis 10g/60kg bobot badan dan diberikan dengan cara dicekok.
Formula Balittro-3 dan Formula Balittro-4 diunggulkan karena dapat
menunjukkan respon yang stabil dalam peningkatan konsentrasi semen dan
motilitas semen.
Pemanfaatan minyak atsiri sebagai bio aditif bahan bakar minyak.
Telah dihasilkan formula yang memiliki kemampuan efisiensi (menghemat) BBM
sampai 20%, dan akan diupayakan perbaikan formula untuk meningkatkan
efisiensi (penghematan) BBM lebih dari 25%. Peningkatan efisiensi tersebut
diharapkan diikuti pula dengan penurunan emisi gas buang yang lebih besar.
Penurunan konsumsi (penghematan) BBM yang dihasilkan dengan penambahan
aditif tersebut secara tidak langsung akan mengurangi pencemaran yang
ditimbulkan oleh logam timbal (Pb) yang memang terkandung dalam bahan
bakar bensin maupun solar.
Efektivitas biopestisida berbasis sitronellal, eugenol, dan azadirachtin
untuk menekan serangan OPT utama perkebunan, tanaman pangan
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxiii
dan hortikultura. Telah dilakukan evaluasi potensi dan pemanfaatan beberapa
jenis tanaman obat dan aromatik sebagai pestisida nabati, diantaranya
seraiwangi, cengkeh, dan mimba sebagai komponen utama dan beberapa
tanaman obat dan aromatik potensial lainnya seperti nilam, rutenon, kayumanis,
akarwangi, kunyit dan temulawak dengan metoda bioassay dan aplikasi lapang
terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) utama pada tanaman
perkebunan, pangan dan hortikultura. Kombinasi perlakuan Sitronela 34% +
Eugenol 80% + Azadirachtin 0,6% konsentrasi 10 ml/l mampu menekan
serangan penyakit busuk buah kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi
sebesar 52,93% pada serangan rendah; 68,00% pada serangan sedang; dan
76,26% pada serangan berat dan tidak berbeda nyata dibanding pemakaian
pestisida sintetik. Insektida dan fungisida yang diujikan tidak mempengaruhi
keberadaan musuh alam dan tidak mengakibatkan fitotoksik.
Diversifikasi VCO dengan kandungan asam lemak >30% dengan
perbaikan prosesing etanol dengan efisiensi >95%. Untuk mengatasi
kelebihan produksi Virgin Coconut Oil (VCO) dan untuk meningkatkan
pemanfaatan VCO, telah dilakukan pengolahan lanjut VCO menjadi berbagai
produk, seperti produk pangan yang lebih spesifik. Selain itu untuk
memanfaatkan hasil samping VCO, seperti ampas kelapa dapat diolah menjadi
tepung ampas kelapa yang kemudian dapat menjadi bahan baku pengolahan
biskuit kaya serat pangan. Alat pengolahan etanol sistem evaporator-destilator
ganda rancangan tahun 2011, lebih efektif dibanding alat pengolahan etanol
sistem sinambung rancangan tahun 2009, yang ditandai dengan waktu proses
lebih singkat dan etanol yang dihasilkan dapat mencapai kadar 98,5-99,0 %.
Formulasi biopestisida berbahan aktif mikroba, entomopatogen, dan
nabati untuk serangga hama dan penyakit kapas, tembakau dan
minyak industri. Penambahan 2 isolat bakteri dan 2 isolat jamur ke dalam
formulasi biopestisida serta penambahan khitin sebagai peningkat kemampuan
antagonis dan perangsang pertumbuhan mampu memperbaiki kemampuan
xxiv LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
pengendalian penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum, dan penyakit busuk
batang berlubang Erwinia carotovora. Mortalitas ulat H. armigera pada
aktivitas murni (original activity) formulasi B. bassiana mencapai 87,8% pada
konsentrasi tertinggi (4,5 x 108 konidia/m) dan pada lama penyimpanan 8 bulan
mortalitas menurun hingga 56,3%. Aplikasi vaksin Carna 5 di pesemaian
mampu menekan perkembangan penyakit CMV pada tanaman tembakau di
lapang dengan dosis terbaik 15 g/100 ml BF pH7. Aplikasi Carna5 cukup aman
bagi perkembangan tanaman karena tidak mempengaruhi umur berbunga
maupun jumlah daun yang dihasilkan.
Plasma nutfah tanaman perkebunan. Hasil kegiatan plasma nutfah
tanaman perkebunan selama TA 2011 dicapai melalui kegiatan pelestarian
plasma nutfah dengan output berupa plasma nutfah tanaman obat dan
aromatik (2.690 aksesi); tanaman rempah dan industri (470 aksesi); tembakau
dan tanaman serat (1.250 aksesi) serta tanaman kelapa dan palma (142
aksesi).
Benih sumber tanaman perkebunan. Kinerja sasaran benih sumber
tanaman perkebunan dicapai melalui kegiatan pengelolaan UPBS, dengan
output berupa benih sumber : (1) tanaman obat dan aromatika sebanyak 6 ton,
(2) tanaman tembakau dan serat - seratan sebanyak 9,32 ton, (3) tanaman
rempah dan aneka tanaman industri sebanyak 33,36 ton, dan (4) tanaman
kelapa dan palma sebanyak 322 ton.
Rekomendasi kebijakan. Kinerja rekomendasi kebijakan dicapai melalui
kegiatan analisa kebijakan. Telah dihasilkan sembilan rekomendasi kebijakan
dengan output berupa : (1) Kebijakan responsif mencakup kebijakan-kebijakan
(a) Bea keluar kakao, (b) Hama penting tanaman perkebunan, (c) Sistem beli
putus tebu, (d) Penggunaan pestisida sintetis pada tanaman pertanian, (e) Riset
Feedstock dan teknologi biofuel generasi kedua, (f) Kelangkaan bahan baku
jamu, dan (g) Peluang swasembada gula tahun 2014 tanpa perluasan areal,
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxv
serta (2) Kebijakan antisipatif meliputi: (a) Strategi pencapaian target
swasembada gula dan (b) Optimalisasi manfaat Gernas Kakao.
Pengembangan dan diseminasi informasi perkebunan. Pada T.A 2011
kegiatan ekspose/pameran yang telah diikuti dan dilaksanakan oleh
Puslitbangbun meliputi : Pameran Agrinex; Pelaksanaan IndoGreen Forestry
Expo; Pameran Agro & Food Expo; Pameran Climate Change Indonesia 2011;
PENAS XIII; MPPI; Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP); dan Pameran
Pekan Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL). Balittro pada tahun 2011 telah
melaksanakan Kegiatan Ekspose dan Diseminasi yang berisi partisipasi dalam
pameran, publikasi, kerjasama penelitian, komersialisasi alih teknologi,
pengelolaan perpustakaan, seminar nasional pestisida nabati IV, seminar rutin,
pendampingan teknologi budidaya dan pengeloaan website. Teknologi hasil-
hasil penelitian tanaman rempah dan aneka tanaman industri telah banyak
dihasilkan diantaranya dari komoditi vanili, cengkeh, lada, pala dan kayu manis.
Dalam rangka menyebarkan hasil penelitian kepada pengguna dan
mempromosikan Balittri sebagai lembaga penelitian dan sebagai sarana untuk
menjalin komunikasi dengan pihak lain, Balittri mengadakan acara “Forum
Komunikasi Pengembangan Jambu Mete” dan mengikuti sejumlah event
pameran/ekspo diantaranya PENAS XIII, ENIP 2011, Pekan Pertanian Spesifik
Lokasi 2011, serta The 1st Indonesian Spices Congress 2011. Kegiatan
diseminasi Balittas mencakup Pertemuan Ilmiah, Pendampingan Teknologi
Budidaya Kapas, dan Pendampingan teknologi perbenihan jarak kepyar.
Kegiatan pertemuan ilmiah berupa Seminar Nasional Serat Alam telah
menghasilkan “Deklarasi Malang” yang intinya adalah aspirasi dari forum untuk
pembentukan Dewan Serat Alam Nasional (DSAN) yang mampu
mempertemukan berbagai pihak untuk pengembangan terpadu dan alokasi
proporsi serat alam dan sintetis serta menjadi perantara antara peneliti,
pengusaha dibidang industri serat alam dengan pengambil kebijakan. Capaian
kegiatan diseminasi Balitka tahun 2011 meliputi kegiatan Ekpose, Pameran dan
Gelar Teknologi. Pada kegiatan Pameran dalam rangka HUT Kabupaten
xxvi LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
Minahasa Utara ke 7, Balitka menampilkan teknologi yang telah dihasilkan yaitu
perbenihan dengan memperlihatkan benih dan bibit dari kelapa Dalam Unggul
Nasional yang telah di lepas secara Nasional oleh menteri Pertanian yaitu
Kelapa Dalam Mapanget dan kelapa Genjah Salak, serta beberapa produk hasil
pemanfaatan tanaman kelapa seperti VCO, kerajinan tangan dari sabut dan
tempurung kelapa.
Sumberdaya keuangan. Pada tahun 2011 Puslitbang Perkebunan beserta
Unit Pelaksana Teknis (Balittro, Balittas, Balitka dan Balittri) mendapat anggaran
sebesar Rp. 85.085.000.000,- dan setelah mengalami revisi-revisi termasuk
mendapatkan tambahan melalui APBN mengalami kenaikan menjadi Rp.
120.168.723.000,- atau mengalami kenaikan sebesar Rp. 35.000.000.000,-
(41% dari anggaran semula).
Struktur anggaran Puslitbang Perkebunan TA 2011 berdasarkan jenis belanja
dibandingkan dengan TA 2010 ditandai dengan penurunan alokasi belanja
barang dan peningkatatan alokasi belanja pegawai dan modal. Realisasi
belanja pegawai TA 2010 mencapai 97%, sedangkan pada TA 2011 naik
menjadi 98%. Demikian juga terjadi pada realisasi belanja barang dan modal.
Realisasi belanja barang pada TA 2011 mencapai 95%, sedangkan pada TA
2010 mencapai 93%. Serapan belanja modal pada TA 2011 yaitu sebesar
95% sangat bagus dibandingkan tahun anggaran sebelumnya yang hanya
mencapai 67%. Prosentase serapan anggaran Puslitbang Perkebunan pada
TA 2011 mencapai 96.06 % lebih bagus dibandingkan dengan TA 2010 yang
hanya mencapai 89.51%.
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxvii
SUMMARY
The Indonesian Center for Estate Research and Development (ICERD) as one of
the institution of the Indonesian Agency for Agricultural Research and
Development (IAARD) holding the task and function in providing information
technology and policy of estate crops. The ICERD always supports both the
vision of the Ministry of Agriculture and the IAARD by striving continuously to
produce the applicable, effective, efficient and competitive technological
innovations to be used by farmers and other users. Research and development
activities during 2011 have resulted quite a lot of technology innovations
associated with efforts to increase biodiversity and the quantity of plant material,
productivity and quality of crops, processing technologies, seed sources, and
policy synthesis.
High Yielding Varieties. In 2011, thirteen high yielding varieties of estate
commodities were released, i.e. one varieties of vetiver, saffron, bitter, gotu
kola, coconut, palm, cashew, two hazelnut varieties (Kemiri Sunan 1 and 2),
and four varieties of tobacco.
The superiority of turmeric varieties, Curdonia 1, is in the content of curcumin
(7:05%), volatile oil content (4.77%), starch content (35.77%), and it
moderately resistant to leaf spot disease. It adapt well in the middle altitude of
425-484 m asl. The superiority of sambiloto (bitter) varieties, Sambina 1, is
in the high production of the shrubs (5.08 to 10.37 t / ha) and it adapt well in
low to medium land with an altitude of 120-500 m asl. For vetiver varieties,
Verina1, the superiority is in the high content of its vetiverol (50.8 ± 1:41%).
The productivity of wet roots was 10:38 ± 4:44 tones/ha by oil productivity of
66.38 kg oil/ha. Vetiverol content of Verina 2 varieties is 55.48 ± 3:17% with
wet root production of 4:52 ± 10.64 t/ha and oil productivity of 60.46 kg / ha.
These varieties adapt well in the highlands.
xxviii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
Adonara tall coconut variety has medium to large in size. Number of
fruit/tree/year ranges from 84-105 coconuts with the production of 8.400-
10.500 coconuts/ha. The oil content is 66.83%. Distinguishing character trait is
the thin husk, drought tolerant up to 5-7 months in a row. Development area is
on dry land with a high point of <500 m asl, rainfall <1000 mm per year with
the dry months < 6 of dry months. The potency of dwarf palm, Kutai Timur
variety, is ± 4,000 grains. This crop is resistant to pests and disease, the
development areas is in dry land wet climate, shallow groundwater, by the
rainfall of 1000-1500 mm per year with the dry months <6 of dry months.
Tobacco variety, Paiton 1, derived from local varieties of Sumber Centeng
village kota Anyar subdistrict, the district of Probolinggo - East Java. Yield
potency rangesfrom 0.998 to 1.242 t/ha with nicotine levels of 1.39-3.09%.
resistance to bacterial disease, R. solanacearum, and nematodes Meloidogyne
spp. Paiton 2 is a local variety of Glagah village, Pakuniran subdistrict of
Probolinggo district. Potential yield ranging from 0.937 to 1.049 t/ha., nicotine
levels from 2.38 to 3.89%. Resistance to bacterial disease, R. solanacearum and
nematodes Meloidogyn spp. Tobacco varieties, Maesan1, (Somporis 1 cultivar)
came from Bondowoso - East Java. The Production was 0.94 tones/ha. This
variety is resistant to Phytophthora nicotianae, Erwinia carotovora and Ralstonia
solanacearum. The chopped tobbacco yellow in color (deep orange) and
aromatic. Varieties Maesan2 also comes from Bondowoso, East Java with the
production of 0.73 tones/ha. This variety is resistant to Phytophthora
nicotianae, Erwinia carotovora and Ralstonia solanacearum. Th chopped
tobbacco is orange in color and has fragrant aroma.
The special character of cashew varieties of muna population, are large logs;
savory and sweet pea. Productivity/tree/year of 15-39 years is 15.67 0:58 to
19:201:01 kg, CNSL content of 19.88-21.45%. This population is vulnerable to
Helopeltis spp. Area development is an area with a climate type B.
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxix
Several attempts of improvement varieties that have been done by the
ICERD during 2011 including: (1) Improvement varieties of sugarcane tolerant
to wet climate in vitro, (2) Resistance test of sugarcane clones to streak mosaic
disease, (3) Improvement of oil palm flowering genetic system, (4) Superior
cocoa clones and crop management in dry land dry climate, (5) improvement
oil palm productivity (≥ 15%) and oil content (≥ 10%) with abnormalities of
<2% through molecular breeding, (6) An increase in productivity (>10 tones),
castor oil content (> 40%) through conventional and molecular breeding, (7)
Studies of cocoa productivity improvement >50% through the use of CPB-
resistant clones, VSD and rotten fruit, (8) Patchouli 60% resistant varieties
against bacterial wilt disease, its yield of ≥ 320 kg/ha through somaclonal
variation, (9) Improvement lines/mutants of small white ginger tolerant to leaf
spot >70%, productivity >12 t/ha and essential oil content of >3.5% by
irradiation technique, (10) Promising strains of the productivity of white ginger
30 t/ha, 70% tolerant bacterial wilt through somaclonal variation, protoplast
fusion and genetic engineering, (11) Genetic transformation and gene
transcription factors WKRY analysis of transformer for resistance to patchouli
disease, (12) Vegetative character evaluation, flowering and early production of
intervariety hybrid composites tall coconut, (13) Preparation for the release of
dwarf palm population (flowering age of 5-6 years) with palm sap productivity
of >10 liters/day, preparation for the release of areca palm population and the
improvement of super dwarf palm (age 3-4 years) with sap productivity of >15
liters/plant/day, (14) Genes identification resistant to phytophthora in coconut
plantations, (15) confirmation of DNA markers for Kopyor coconut selection,
(16) The improvement of cotton varieties resistant to A. biguttula, H. armigera
and P. gossypiella by the productivity of > 4 tones/ha, aged <110 days, and
limited water resistant up to 35% of available soil water, and (17) The
improvement of high yielding hybrid variety of Jatropha for the production of
>10 tones/ha/year, and the oil content of >40 % by the first harvest age of
<110 days.
xxx LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
Productivity improvement technology of estate crops. Research on the
productivity improvement technologies in 2011 has been achieved covering
fertilization technology components, microbial utilization, plant propagation,
pest and disease control technologies, as well as improvement technology
adoption of biodiesel crops.
Sugarcane. Research on sugarcane seed multiplication technology indicated
that the use of media for callus induction with the addition of 2,4-D induced the
explants callus of young leaves sugarcane. The increase of 2-4 D concentration
equal to 3 mg/l in media without the addition of other plant growth regulator
(PGR) tend to decrease the number of explants callus. The addition of casein
hydrolyzate on callus induction media did not affect the amount of callus
produced, but extremely influence callus quality. To regenerate the callus into
plantlets required different media formulations for each variety, while the use of
auxin (NAA and IBA) on rooting medium induced root formation. Propagation
method resulting from this research have been applied to mass-produce
sugarcane seed. Tissue culture of sugarcane seed produced in 2011 was
100,000 plantlets and potentially produced 2.800.000 G2 budset at the end of
2012.
Sugarcane is a potential crop to be integrated with livestock. Sewage plant, the
processing of sugar cane waste and livestock waste is also potential as a source
of new and renewable energy in the form of ethanol and biogas; thereby it‟s
potential to reduce the emissions of greenhouse gases. Through the study of
integrated sugarcane-livestock farming technology, the measurement of
greenhouse gas emissions of sugarcane plantation indicated the CO2 emissions
by 0.66 tons per ha per month, and N20 emissions by 3.63 tons per ha per
month. Methane gas generated from 16 cow waste reaches 3.24 m3 per day or
1.083 m3 per year. The added value of the emission of methane as a fuel for
household derived from the installation of biogas is estimated at Rp. 912. 000, -
/householder.
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxi
Rubber. White Root Fungus (WRF) disease can be controlled through
preventive actions. Disease prevention efforts that are considered effective and
suitable for rubber farmers are through the use of chemical fungicides, sulfur,
and bio-fungicide of Trichoderma koningii and plant antagonist. The results
showed that effective disease prevention was done by minimizing the infection
source by accelerating the decaying of rubber stump by burning or decayed
fungal inoculation. Crop protection before the disease attacked was carried out
by planting mother in-law‟s tongue (Sansevieria trifasciata) antagonistic crop
around the base
of the stem at the beginning of rubber cultivation. The most efficient and
effective plants treatment attacked by WRF is by the application of fungicides
with active component triadmefon.
Tea. Use of the entomopathogenic fungus, Paecilomyces fumosoroseus, was
effectively controlled the orange mites (Brevipalpus phoenicis). In the
laboratory P. fumosoroseus effective at spores concentration of 108 spores/ml,
resulting in the mortality of orange mites, while in the field, P. fumosoroseus on
rice medium at a dose of 3 kg/ha effectively controlled orange mites after six
times applications. Four types of compost tea, i.e. CT1 (25% goat manure,
45% foliage, 30% woody material), CT2 (25% cow manure, 45% foliage, 30%
woody material), CT3 (25% goat manure, 30% forage, 45% woody material),
CT4 (50% goat manure, 50% Arachis pintoi) were potential in controlling
smallpox disease. Marigold bio-insecticide formulation produced was effective
against Empoasca flavescens.
Palm oil. Efforts to minimize the environmental impact and pests attack as
well as enhancing fruit setting on palm trees through research aimed: (1) to
improve control techniques of Ganoderma boninense attack on palm plantations
by utilizing active compounds produced by Mycorrhizal arbuscular fungi and
micorhizophyr bacteria symbiotic, and (2) to find out the dynamics of Cl in soil
and plant based on the sources of fertilizer and soil types given. Combinations
xxxii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
treatment of Mycorrhizal arbuscular and micorhizophyr microbial SSK 9.1
indicates the increase in plant height of 161.9 cm and the average raise of the
number of leaves at 60 days after planting season. The application of Cl tends
to decrease root dry weight of palm oil in Oxisol soil, whereas in Inceptisol,
Ultisol and peat, Cl application had no effect on root dry weight. The
application of organic matter significantly increased the dry weight of roots in
Inceptisol, Oxisol and Ultisol soils, while in the peat cannot increase the dry
weight of roots.
Research to reduce the effect of greenhouse gas (GHG) in palm oil smallholder
in swamp area by applying water and nutrient control system, has been
performed in Siak District - Riau. The results showed that the application of
urea 2,50 kg/tree/year + KCl 2,25 kg/tree/year + SP-36 2.75 kg/tree/year+
dolomite 2 kg/tree/year in setting the depth of 80 cm of water drainage
channels produced to the highest yield of palm oil per hectare for 9 months that
was 19.04 tons/ha, resulting in CO2 emission flux of 69.10 mg/ ha/ year during
the rainy season and 132.9 mg/ha/year during the dry season. Oil production
increased 34.65%, but the fluxes of CO2 emissions were still quite high. Cover
crop treatments (Pueraria Javanica, Colopogonium mucunoides, Centrocema
Pubescens) combined with 3 kg dolomite/tree, or the application of urea of 2.50
kg/tree/year + SP-36 2.75 g/ tree/year + MOP (KCl ) 2.25 kg/tree/year
dolomite + 2 kg/tree/year without cover crop produced 17.42 and 17.72
t/ha/year, or increased 19.29% and 21.28% compared to the farmers method
(Dolomite 3 kg/tree/year without cover crop). Drainage treatment was
significantly affecting the flux of CO2 emissions. The depth of peat (80 cm) was
considerably produced the higher flux of CO2 emissions than other treatments.
Drainage treatment of 80 cm and the application of recommended fertilizer
produced flux CO2 emissions of 44.54 mg/ha/year. The depth of ground water
level and or drainage channel made for oil palm farming on peat land is very
important on the level of GHG emissions, especially CO2 emissions.
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxiii
Research on the improvements technology and rejuvenation system to increase
the productivity of palm oil smallholders indicated that palm oil rejuvention
through gradual logging affected the vegetative growth of young palm oil,
unless the flowering phase. The application of corn and soybeans intercropping
did not affect the growth of young palm oil. Intercropping of soybean in gradual
logging of 60% gave the income of >Rp. 15,000,000, -/ha/year and provide a
greater capacity to retain the revenues compared to corn.
Ginger. Among the medicinal crops, ginger is one of the most required
commodity because it can be used as raw material for medicine and herbs. In
the field, besides bacterial wilt caused by Ralstonia solanacearum, there were
also found many leaf spot diseases in several ginger production centers in
Indonesia. Seed treatment before planting suppressed the development of
seed-borne pathogens. Ginger seed placed in dark room condition supressed
the growth of tuber. Small white ginger accession appeared to be more
susceptible to the infection of leaf spot disease.
Patchouli. The main problems in the development of patchouli were the
movement field cultivation, losses due to disease, and the presence of toxic
compounds (allelopathy). Rhizobacteria indigenus combination products test to
control bacterial wilt and budok diseases indicated that the application of the
combination products was better than a single product in controlling budok and
bacterial wilt disease and enhance the growth and production of patchouli in
endemic areas. Soil conditioner treatment combined with „terusi‟ supressed
budok disease.
Single soil conditioner treatment suppressed budok disease better (2.6%) than
zeolite, natural phosphate, manure and charcoal husk. The application of
salicylic acid immersion and MgSO4 suppressed the allelopathy effect although
its own growth was less optimal. Chemical analysis is required at the harvest
age to find out the effect of plant and soil containing the allelopathy
compounds.
xxxiv LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
The improvement of fertilizer-efficient patchouli cultivation through the
application of organic fertilizers and bio-fertilizer indicated that 75% of
recommended fertilizer doses produced higher plant growth and production,
resulting in efficient use of fertilizer by 25% (25 kg N / ha + 10 kg + P2O5/ha 25
kg K2O / ha). The accession which is relatively stable to the reduction of 25% -
50% of the recommended dose of NPK fertilizer were GR4, GR1, ATG, and DR1
accession. Applications of organic and bio fertilizers significantly affect plant
growth parameters and production of patchouli. The application of
recommended dose treatments of NPK + compost + FMA patchouli waste,
followed by a dose of NPK + ¾ + green compost FMA and NPK + ½ dose of
patchouli distillery waste compost + FMA produced the highest oil production.
Coconut and Palm. Research on integrated pest management and fertilization
technologies on coconut and palm to prevent yield loss showed that the
isolation of bio-control agents from coconut rhizosphere resulted 30 isolates
consisted of 17 bacterial isolates (TBL1P1, TBLP4, TBL1P3, BHP2, BH1P5,
BH1P4, BH2P4, BH2P5, BKN1P1, BKN2P5, BKN2P1, BKOP3, BKOP4, MT3P1,
MT4P1, MT5P1, TontaP2) and 13 isolates of fungi (TBL2P3, TBL3P1, BH1P6,
BH2P6, BHP3, BKNP6, BKN1P3, MTP6, MTP8, MT2P1,TontaP4, TontaP4.2,
TontaP2). Six potential isolates that could suppress the development of P.
palmivora were BHP2, BH2P4, TBL1P3, TBL2P1, BKN2P1 and TONTAP3.
Growth media affects the inhibition percentage of bio-control agents against P.
palmivora. Those bio-control agents were not causing other diseases in coconut
plantations. Bio-control agents BHP2 and TBL2P3; BHP2 and TONTAP3 as well
as BH2P4 BKN2P1 can be combined in similar formulation. The best growth for
the plant of four years of age were plants fertilized with organic fertilizer of 400
g/tree. Meanwhile, for the plant of six years of age the best growth achieved at
the plant fertilized with organic (800 g/trees) and inorganic (800-1.200 g/tree)
fertilizers. For the year 2011, both vegetative growth and sap production data
were obtained i.e. 17.5 l/plant/day by sugar content of 12-13%.
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxv
Brontispa longissima spread widely and damaged coconut plantations, causing
huge losses. Research on Serratia formulations in controlling Brontispa
longissima showed that Serratia spp. isolates obtained from Pandu Research
Station was being isolated and purified into growth medium.
Research activities to get the efficient embryo culture technology of Kopyor
coconut embryo was carried out by splitting the germinated embryos to be
cultured in growth medium enriched with BAP Y3 2.5 mg/l medium. The
progress result were splitting plantlets amounted to 112 pieces which will be
treated in ex vitro growth media, the rest were six sprouts which ready to be
separated, 33 sprouts and 67 embryos that still not germinated. Callus sago
induction on MMS media using 2,4-D growth regulators indicated the respon of
callus formation of sago explants.
The source of tissue culture explants which got from palm trees was the
embryos derived from palm fruit of 18 months of age. WPM media with several
concentrations of plant growth regulator i.e. auxin and sitokinin might be used
as sprouting preliminary media of palm trees for multipication through tissue
culture.
Cotton. The results of cultivation technology that support the release of new
varieties of cotton productivity >3.5 tones / ha and tolerant to sucking pests
and fruit borer shows that in drought conditions, the use of PGR paclobutrazol
was better than mepiquat chloride. Positive influence of paclobutrazol was
more apparent when N fertilizer high (120 N/ha) by cotton production of 701.26
kg/ha. By adding mepiquat chloride cotton production was 665.37 kg/ha and
604.81 kg/ha without PGR. Production of 99023/5 strain (721.65 kg/ha) was
higher than Kanesia 13.
Control techniques of A. biguttulla by applying conservation technique of natural
enemies through intercropping system with perenial crops technically
suppressed plant hopper populations on cotton. Technical efficiency of cotton
xxxvi LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
leafhopper control through intercropping cropping systems can be improved by
adding molasses spraying action with a dose of 5 ml/l of water sprayed 5 times
by a week interval since at 40-70 days after planting.
Jatropha. Technique control of integrated pest and disease on Jatropha
resulted the ability of antagonistic microbial against R. bataticola in vitro. As
much as 28 potential isolates of fungi and 13 potential bacterial isolates were
obtained. The highest inhibition (86.00%) was identified as the fungus
Trichoderma spp. The most predominant potential antagonistic bacteria was
Bacillus spp.
Jatropha crop management techniques to increase production, oil content, and
shorten the life of the harvest indicated that the application of E + P PGR in
crop of age <1 year increased seed yield of 25.06% without PGR, but have not
been able to increase the oil content and shortening a harvest age. The
application of NAA on Jatropha plantation of age >2 years to increase the
number of harvested fruit and weight of 100 seeds for 26.64 and 2.07%
respectively, and decreased the oil content of 3.05% of the untreated PGR. The
dose of NAA (1000 ppm) increased the amount of harvested fruit and weight of
100 seeds amounted to 35.09 and 2.99% and lowered the oil content of 3.58%.
The application of rootstock accession having deep root able to increase the
number of branches (19,57% ) formed by grafting, and decreased the growth
of plant height (2,13%) derived from non-grafting of uproot crop. Besides, it
increased the number of branches and leaves of 41.02 and 8.23% respectively.
In grafting system of productive crop, the application of IP-3M entres indicated
the best long-entres of 10-15 cm, whereas the best entres length of IP-3A was
5 cm.
Cocoa. Integrated cocoa development model in Southeast Sulawesi Province
resulted demonstration plot of cocoa production techniques comprising
balanced fertilization, pruning, grafting on the side of cocoa, cropping patterns
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxvii
of coconuts and lemongrass, establishment of assessment centers and the
dissemination of cocoa fermentation technology, waste for cattle feed, training
facilities and technological exhibition of cocoa farming by integration coconut
with livestock. The model of integrated cocoa development in South Sulawesi
Province, among others: two research sites established in Tinco village, Citta
suddistrict, the district of Soppeng for „Bunga Cokelat‟ Farmer Goup, and in
Gantaran keke village, Gantaran keke subdistrict, the district of Bantaeng for
„Sinar Ujung‟ Farmer Group. Farmers training on cocoa development model
implemented in Tinco village, Citta subdistrict, the district of Sopeng were
physical plant improvements by maintaining cocoa plantation such as
fertilization, pruning, pest and disease control and rehabilitation of cocoa
plantation by technical side grafting, bud grafting and hybrid seeds.
Processed products/ Added value improvement technology of estate
crops. Some processed products which had been generated in FY 2011 were
products diversification, waste product resulting from the processing and the
development of estate crops-based formula.
Improvement of bio-fertilizer formula of endophytic bacteria. Generally
developing bio-fertilizer utilizes endophytic bacteria. Six N-fixing bacterial
isolates within bio-fertilizer formula were tested for its vitality and its efficacy in
sugarcane. The results showed that the formulation of bio-fertilizers made by
combining “blotong” (50%), zeolite (30%), and clay (20%), at 0 to 15 days
indicated the number of endophytic bacteria of 8 - 6x 106. In third months, the
number of bacteria reached 6.33 x 102. Endophytic bacteria have a specific
pattern that describes the presence and persistence in the sugarcane tissues.
The bacteria can survive for 3 months in plant tissues.
Diversification of oil palm empty fruit bunches and palm oil production
of the second generation bio-fuel and the reduction of 3-MCPD.
Research on gasification of empty fruit bunches of palm oil and bio-ethanol
processing by sacharification of palm oil bunches as well as 3 MCPD reduction
xxxviii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
had been conducted as an effort in utilizing the abundant of empty fruit
bunches of oil palm.
Gasification of oil palm empty fruit bunches and the bio-ethanol processing is an
initiating effort in producing the second generation of bio-energy, while the
reduction of 3-MCPD is an attempt to reduce the harmful substances. The best
gasification performance achieved on the pieces size of <4 cm, with an
emphasis on material from 0.02 to 0.03 kg/cm2, and the input air flow 14 lpm.
The process rate of the treatment achieved of 3.5 kg/h, by 80% process
efficiency, and gas combustion flame temperature of 600oC.
Bio-ethanol production downstream process improvements of the oil palm
empty fruit bunches is best treated with H2SO4 by the concentration of 4%,
using autoclave for 15 minutes, followed by the addition of xylanase pH6 for 3
days and by the addition of cellulose for 3 days.
The increase level of 3-MCPD in deodorization process was very significant.
Adsorption types of Z2 and SMS was able to reduce the largest 3-MCPD ester
compounds. Both types of adsorption were selected to find out the effect of
temperature, duration of precipitation, and the ratio of adsorbent to oil.
Development of civet coffee product formula to increased productivity
enzymatically. This study aimed to obtain the data of physical quality and
taste test as well as the nutritional content of Arabica coffee beans fermented
with probiotic microbes of civet with various levels of time.
Fermentation reduces the protein content of ground coffee, but not statistically
significant. Similarly, the fermentation reduced the levels of crude fiber in the
ground coffee. Fermentation also causes the formation of butyric acid in coffee
beans, except on short time fermentation. Considering that the butyric acid has
anti-oxidant and anti-carcinogenic, probiotics civet coffee has more functional
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxix
value than regular coffee. There are cellulolytic, proteolytic, and xylanolitik
bacteria on civet feces that potential to degrade coffee beans enzymatically.
Coffee fermentation process enzymatically using cellulolytic and xylanolitik
bacteria can be done up to 72 hours base on the observations of the growth
rate and the highest enzyme production of the two bacteria.
Cattle herbal formula based medicinal crops to enhance cow fertility
and essential oil as a bio-additive fuel. Medicinal plants have been known
as medicinal products that are useful to increase endurance (promotive),
disease prevention (preventive), cure (curative) and health recovery (palliative).
Four herb formula powder as cattle herbal to enhance the fertility of male cow
namely Balittro-1, Balittro-2, Balittro-3 dan Balittro-4 were produced, with the
raw material content of ginger, „temu ireng‟, and galangal (45%), „sambiloto‟
(5%) and added with other medicinal plant materials (Java chili, „purwoceng‟
and „pasakbumi‟) to achieve the amount of 100%.
Assay results of in vivo feeding formula trial did not inhibit the increase in body
weight of cattle. The herbal formula increased the concentration, motility, and
the amount of semen and decreased semen mortality. The effectiveness of the
formula appeared after being given successively for three weeks i.e. twice a day
the cattle fed by the dose of 10g/60 kg of body weight. Balittro-3 and Balittro-4
formulas were the best due to its stable response in increasing the
concentration and the motility of semen.
The utilization of essential oils as bio-additive fuel. The formula having
the capacity to increase fuel use efficienly up to 20% was produced. An
improved formula will be pursued to improve the fuel efficiency of more than
25%. The increased efficiency is expected to be followed by the greater
decrease emissions. Decrease in consumption produced by the addition of fuel
additives will indirectly reduce the pollution caused by the metal lead (Pb) which
is contained in gasoline and diesel fuel.
xl LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
The effectiveness of bio-pesticides based citronellal, eugenol, and
azadirachtin to suppress major pest attack of estate crops, food crops
and horticulture. Some evaluation of the potential and utilization of medicinal
and aromatic plants as pesticide plants, including lemon grass, cloves and neem
as a main component as well as some other potential medicinal and aromatic
crops such as patchouli, rutenon, cinnamon, vetiver, saffron and ginger with the
bioassay method and field application of plant pests (OPT) in the main estate
crops, food and horticulture had been studied.
Combination treatment of Citronella 34% + Eugenol 80% + Azadirachtin 0.6%
by the concentration of 10 ml/l suppressed black pod disease of cocoa which is
indicated by the efficacy value of 52.93% on the low attack; 68.00% in the
medium attacks, and 76.26% in high attack and it was not significantly different
compared to the application of synthetic pesticide. The insecticide and fungicide
tested did not affect the existence of natural enemies and did not cause
phytotoxic.
Virgin Coconut Oil (VCO) diversification with fatty acid content >30%
and the improvement of ethanol processing by the efficiency > 95%.
To manage the over production and to improve the utilization of VCO, the
further processing of VCO into various products such as specific food products
had been carried out. In addition, to develop the waste product of VCO such as
coconut pulp that can be processed into coconut pulp flour as a raw material for
biscuit that rich in dietary fiber.
Distillation dual-evaporator system for ethanol processing designed in 2011 is
more effective than sustainable systems designed in 2009, characterized by a
shorter processing time and the ethanol produced reached the level of 98.5 to
99.0%.
Bio-pesticide formulation containing active microbial, herbal, and
entomopathogenic agents for pest and disease of cotton, tobacco,
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xli
and industrial oil. The addition of two bacterial isolates and two fungus
isolates into bio-pesticides formulation as well as the addition of chitin as the
enhancement of the antagonists‟ ability and as growth stimulants improved the
ability to control bacterial wilt disease Ralstonia solanacearum, and hollow stem
rot disease Erwinia carotovora.
The mortality of H. armigera in original activity of B. bassiana formulation
reaching 87.8% at the highest concentration (4.5 x 108 conidia/m), the
mortality decreased to 56.3% at the storage time of 8 months.
The applications of Carna 5 vaccine in nursery suppressed the development of
CMV disease in tobacco in the field with the best dose of 15 g/100 ml BF pH7.
The applications of Carna 5 was sufficiently safe for crop development as it does
not affect flowering age and number of leaves produced.
Estate crops germ plasm. The results of the estate crop germplasm
activities during FY 2011 was achieved through germ plasm conservation by the
output of germplasm of: medicinal and aromatic crops (2690 accessions), spices
and industrial crops (470 accessions); tobacco and fiber crops (1,250
accessions) and coconut and palm (142 accessions).
Seed source of estate crops. Performance targets of estate crops seed
source achieved through UPBS management activities by the output of: (1)
medicinal and aromatic crops (6 tons), (2) tobacco and fiber cops (9.32 tons),
(3) spices and various industrial crops (33.36 tons), and (4) coconut and other
palm (322 tons).
Policy recommendation. Policy recommendations performances achieved
through the activities of policy analysis. There were nine policy
recommendations outputs: (1) responsive policies include policies of (a) cocoa
tax, (b) important pest of estate crops, (c) sugarcane trading system, (d) The
application of synthetic pesticides on agricultural crops, (e) Feedstock and
xlii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011
second-generation of bio-fuel technologies research, (f) scarcity of medicinal
raw materials, and (g) Opportunity for sugar self-sufficiency by 2014 without
area expansion, and (2) anticipatory policy covering: (a) achievement strategy
of sugarcane self sufficiency, and (b) Optimizing the benefits of Cocoa National
Action.
Dissemination. In 2011 the expose/exhibition activities that have been joined
in and implemented by the ICERD includes: Agrinex; Indo Green Forestry
Expo; Agro & Food Expo; Climate Change Indonesia 2011; PENAS XIII; MPPI;
National Innovation Expo Plantation (ENIP) and Specific Location Agriculture
fair. Dissemination activities held by Balittro in 2011 comprises participation
in exhibitions, publications, research colaboration, technology transfer
commercialization, library management, the 4th national seminar on natural
pesticide, regular seminars, cultivation technology guidance and website
management. Technology results of spices and various industrial crops have
been extensively produced such as vanilla, cloves, pepper, nutmeg and
cinnamon. An attempt to disseminate research results to users and promote
Balittri as a research institution and as a means to establish communication
with other parties, Balittri held and participated in several events covering
Cashew Development Communication Forum, PENAS XIII, ENIP 2011, Specific
Location Agriculture Fair 2011, as well as the 1st Indonesian Spices Congress
2011. Dissemination activities of Balittas includes scientific meeting,
assistance on cotton cultivation technology and seed technology on Ricinus
communis. The National Seminar of Natural Fiber resulted "Declaration of
Malang" containing the aspiration of the forum in establishing the National
Natural Fiber Board to integrate development and allocation of natural and
synthetic fibers proportion and become intermediaries between researchers,
entrepreneurs of natural fiber industry with policy makers. Meanwhile,
dissemination activities achievement of Balitka covers the expose and
technology exhibition. In commemorating the 7th anniversary of Minahasa
District Balitka displaying several technologies resulted such as seed and
LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xliii
seedlings of National superior Tall Coconut which had been released nationally
by the Minister of agriculture i.e. Mapanget Tall Coconut and Salak dwarf
Coconut, as well as several coconut products for instance VCO, and handicrafts
from coconut shell.
Financial resources. In 2011 the ICERD and its technical implementing units
(Balittro, Balittas, Balitka and Balittri) managed the budget of Rp.
85,085,000,000, -. After revisions including an additional of the national budget,
it increased to Rp. 120,168,723,00,- or raised of Rp. 35 billion, - (41% of the
original budget).
Based on the operating expenses, the budget structure of the ICERD in 2011
compared to 2010 is characterized by the decrease allocation of goods expenses
and increases the allocation of capital and employees expenses. The actual
expenditure in 2010 reached 97%, while in 2011 rose to 98%. Similarly occur in
goods and capital expenditures. Goods expenditures in 2011 reached 95%,
while in 2010 reached 93%. Uptake capital expenditure in 2011 in the amount
of 95% is much better compared to 2010 which only reached 67%. Percentage
of budget absorption in 2011 reached 96.06% which is better compared to 2010
which only reached 89.51%.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 1
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sub sektor perkebunan mempunyai peran yang cukup strategis dalam
sumbangannya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia
melalui perannya secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya dalam
pembangunan nasional. Secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat serta penguatan struktur ekonomi
wilayah dan nasional melalui sumbangannya terhadap pendapatan petani,
wiilayah maupun devisa negara. Secara ekologi berfungsi meningkatkan
konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga
kawasan lindung yang melindungi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan
secara sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Sebagai salah satu Unit kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
yang memiliki tugas dan fungsi sebagai penghasil teknologi dan kebijakan sub
sektor perkebunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan akan
selalu mendukung visi Kementerian Pertanian dan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian dengan berupaya secara terus-menerus untuk
menghasilkan inovasi teknologi perkebunan yang mudah diterapkan, efektif,
efisien dan berdaya saing untuk dimanfaatkan oleh petani dan pengguna lain.
Berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan selama ini telah menghasilkan
cukup banyak inovasi teknologi di bidang perkebunan antara lain dalam
peningkatan biodiversitas dan jumlah bahan tanaman, produktivitas dan mutu
tanaman perkebunan, produk dan teknologi pengolahan hasil tanaman
perkebunan serta sintesis kebijakan. Namun demikian, masih banyak harus
dilakukan untuk meningkatkan hasil yang telah dicapai dengan banyaknya
tantangan yang dihadapi seiring dengan dinamika lingkungan strategis yang
selalu berkembang.
2 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
1.2. Tugas dan Fungsi
Tugas dan fungsi Puslitbang Perkebunan berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 adalah melaksanakan penyiapan
perumusan kebijakan dan program, serta pelaksanaan penelitian dan
pengembangan perkebunan, sedangkan fungsinya adalah :
a. Menyusun kebijakan teknis, rencana dan program serta pemantauan dan
evaluasi penelitian dan pengembangan perkebunan;
b. Melaksanakan kerja sama dan pendayagunaan hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan;
c. Melaksanakan penelitian dan pengembangan perkebunan; dan
d. Mengelola urusan tata usaha Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan
Tugas dan fungsi penyiapan perumusan kebijakan penelitian dan
pengembangan bertujuan untuk menghasilkan rumusan kebijakan berdasarkan
atas hasil penelitian untuk mengembangkan perkebunan. Sedangkan
penyiapan perumusan program penelitian dan pengembangan bertujuan untuk
menyiapkan perencanaan penelitian dan pengembangan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang.
Pelaksanaan penelitian bertujuan untuk menghasilkan informasi pengetahuan
dan (komponen) teknologi yang lebih unggul daripada teknologi yang ada, baik
dari aspek teknik maupun sosial-ekonomi. Sedangkan tugas dan fungsi
pengembangan bertujuan untuk merakit pengetahuan dan (komponen)
teknologi yang dihasilkan dari penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi
kebijakan dan paket teknologi strategis dalam arti secara teknik dapat
diterapkan, secara ekonomi layak, dan secara sosial dapat diterima oleh
pengguna. Selain itu dalam tugas dan fungsi pengembangan ini termasuk juga
pengembangan komunikasi antar sesama peneliti dan dengan para pengguna.
Pengembangan komunikasi dilaksanakan melalui berbagai forum, jejaring dan
media baik yang bersifat ilmiah maupun populer.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 3
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, Puslitbang Perkebunan memiliki
dua bidang dan satu bagian yaitu Bidang Program dan Evaluasi, Bidang
Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian, dan Bagian Tata Usaha, serta
empat Unit Pelaksana Teknis (UPT) penelitian yang dibagi berdasarkan jenis
tanaman (komoditas) mandat yang ditangani, yaitu Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik (Balittro), Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat
(Balittas), Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balitka), dan Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 785/Kpts/PD.300/2/2009 Badan
Litbang Pertanian diberi wewenang dan tugas menangani komoditas kelapa
sawit, karet, kopi, kakao, teh dan tebu. Selanjutnya Badan Litbang
melimpahkan tugas tersebut kepada Puslitbang Perkebunan. Berdasarkan Surat
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. B/2287/M.PAN-RB/9/2011 tanggal
12 Oktober 2011, Menteri PAN & RB telah memberikan persetujuan atas usulan
perubahan mandat komoditas dan nomenklatur Balai-Balai lingkup Puslitbang
Perkebunan. Tambahan mandat komoditas dan nomenklatur unit organisasi
Balai-balai lingkup Puslitbang Perkebunan telah disyahkan melalui:
a. Permentan No. 62/Permentan/OT.140/10/2011, Balai Penelitian Tanaman
Kelapa dan Palma Lain berubah nama menjadi Balai Penelitian Tanaman
Palma
b. Permentan No. 63/Permentan/OT.140/10/2011, Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat berubah nama menjadi Balai Penelitian Tanaman
Pemanis dan Serat Alam
c. Permentan No. 64/Permentan/OT.140/10/2011 dengan perubahan nama
Unit Organisasi yang semula bernama Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatika menjadi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
d. Permentan No. 65/Permentan/OT.140/10/2011, Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Aneka Tanaman Industri berubah nama menjadi Balai
Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
4 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Struktur organisasi UK/UPT lingkup Puslitbangbun sebagai berikut:
Gambar 1. Struktur Organisasi Puslitbang Perkebunan
Berdasarkan Peraturan Kementerian Pertanian No. 62-65/Permentan/
OT.140/10/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Lingkup Puslitbangbun, tugas dari masing-masing UPT tersebut adalah
melaksanakan penelitian tanaman rempah dan obat; tanaman palma; tanaman
pemanis dan serat alam, serta tanaman industri dan penyegar. Masing-masing
Balai Komoditas menyelenggarakan fungsi:
a. Pelaksanaan penelitian genetika, pemuliaan, perbenihan, dan pemanfaatan
plasma nutfah;
b. Pelaksanaan penelitian morfologi, fisiologi, ekologi, entomologi, dan
fitopatologi;
c. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis;
d. Pemberian pelayanan teknik kegiatan penelitian;
e. Penyiapan kerjasama, informasi dan dokumentasi serta penyebarluasan dan
pendayagunaan hasil penelitian;
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
BAG. TATA USAHA BIDANG PROGDAN
EVALUASI BIDANG KERJASAMA
DAN PHP
PUSLITBANG PERKEBUNAN
SUB BID PROGRAM SU
SUB BID EVALUASI S
SUBBAG. KEU
SUB BAG KEPEG SUB BID PHP
SUB BID KERJASAMA
KELOMPOK FUNGSIONAL
BALITRI BALITRRO BALITTAS BALITKA
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 5
1.3. Visi dan Misi
Selaras dengan visi Badan Litbang Pertanian tahun 2014, maka Puslitbang
Perkebunan telah menetapkan visi 2014 : "Menjadi pusat keunggulan
inovasi teknologi perkebunan berkelas dunia".
Untuk mewujudkan visi tersebut, Puslibang Perkebunan menyusun misi:
(1) Menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi unggulan dan
kebijakan di bidang perkebunan
(2) Meningkatkan kualitas dan optimalisasi sumberdaya penelitian dan
pengembangan perkebunan
(3) Mengembangkan jaringan dan meningkatkan kerjasama iptek di tingkat
nasional dan internasional
1.4. Tujuan dan sasaran
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai Puslitbang Perkebunan adalah sebagai
berikut:
1. Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Benih Unggul, Teknologi Budidaya dan
Peningkatan Nilai Tambah Tanaman Perkebunan, yang sasarannya adalah
tersedianya:
a. Varietas unggul tanaman perkebunan,
b. Teknologi budidaya tanaman perkebunan;
c. Produk olahan dan teknologi peningkatan nilai tambah tanaman
perkebunan;
d. Benih unggul tanaman perkebunan
e. Plasma Nutfah tanaman perkebunan
2. Menghasilkan Rekomendasi Kebijakan Tanaman Perkebunan sebagai bahan
Kebijakan Pertanian di bidang Perkebunan, yang sasarannya adalah
tersedianya Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Tanaman Perkebunan
3. Meningkatkan Diseminasi hasil penelitian Perkebunan kepada pengguna
yang sasarannya adalah :
6 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
a. Meningkatnya publikasi hasil penelitian;
b. Meningkatnya penyebaran hasil penelitian perkebunan kepada
pengguna;
c. Terjalinnya kerjasama dengan pihak lain.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 7
BAB II
PERAKITAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN PERKEBUNAN
2.1. Varietas unggul yang telah dilepas
Pada Tahun 2011 telah dilepas 13 varietas komoditas perkebunan, yaitu
masing-masing 1 varietas akarwangi, kunyit, sambiloto, pegagan, kelapa, aren,
jambu mete, 2 varietas kemiri sunan, dan 4 varietas tembakau.
2.1.1. Kunyit: Curdonia 1
Keunggulan dari varietas ini terletak pada kandungan kurkumin (7.05 % ),
kadar minyak atsiri ( 4.77 %), kadar pati (35.77 %), dan agak tahan terhadap
penyakit bercak daun. Tanaman ini beradaptasi baik di dataran menengah
dengan ketinggian 425-484 m dpl (Gambar 2).
Gambar 2. Varietas Unggul Kunyit Curdonia 1
2.1.2. Sambiloto: Sambina 1
Keunggulan varietas Sambiloto Sambina 1 adalah produksi ternanya yang tinggi
(5,08-10,37 ton/ha) dan dapat beradaptasi dengan baik di dataran rendah
sampai medium dengan ketinggian 120-500 m dpl (Gambar 3).
Gambar 3. Tanaman, bunga dan buah sambiloto genotipa CMg-2 Sambina 1
8 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
2.1.3. Akar wangi: Verina 1 dan Verina 2
Keunggulan varietas Verina 1 adalah kandungan kadar vetiverolnya yang tinggi
50.8 ± 1.41%. Produktivitas akar basahnya 10.38 ± 4.44 ton/ha dengan
produktivitas minyak 66.38 kg/ha. Varietas Verina 2, kadar vetiverolnya 55.48
± 3.17% dengan produksi akar basah 10.64 ± 4.52 ton/ha dan produktivitas
minyak 60.46 kg/ha. Tanaman ini beradaptasi baik di dataran tinggi.
Gambar 4. Akar wangi varietas Verina 1 (A) dan Verina 2 (B)
2.1.4. Kelapa Dalam Adonara
Kelapa Dalam Adonara berukuran sedang sampai besar. Jumlah
buah/pohon/tahun berkisar antara 84-105 butir dengan produksi buah 8.400-
10.500 butir/ha. Kadar minyak 66,83%. Ciri karakter pembedanya adalah
memiliki sabut tipis, toleran kekeringan sampai 5-7 bulan berturut-turut. Daerah
pengembangannya adalah pada lahan kering dengan tinggi tempat <500 m dpl,
curah hujan <1000 mm per tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering
(Gambar 5).
Gambar 5. Kelapa Dalam Adonara
A B
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 9
2.1.5. Aren Genjah: Kutai Timur
Potensi produksi benih per pohon adalah ± 4.000 butir. Tanaman ini tahan
terhadap hama dan penyakit, wilayah pengembangannya di wilayah lahan
kering iklim basah, air tanah dangkal, dan curah hujan 1000-1500 mm per
tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering.
Gambar 6. (a) Populasi Aren Genjah Kutim; (b) Tanaman Aren Genjah Kutim
2.1.6. Kemiri Sunan 1 dan 2
Keunggulan varietas Kemiri Sunan 1 dan Kemiri Sunan 2 adalah toleran
terhadap hama daun (ulat kantung) dan tahan terhadap penyakit/tanaman
pengganggu. Produksi biji/pohon/tahun adalah 110±16,9 (Kemiri Sunan1) dan
76,55±18,2 kg (Kemiri Sunan2). Tanaman ini bisa dikembangkan pada daerah-
daerah pengembangan dengan ketinggian 500-700 m dpl dengan tipe iklim B
untuk kemiri Sunan1, sedangkan untuk kemiri Sunan 2 pada ketinggian 50 –
400 m dpl, tipe iklim B dan C. Kedua varietas tanaman ini dapat diperbanyak
melalui biji dan grafting.
a b
10 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Gambar 7. Keragaan (1) Kemiri Sunan 1 dan (2) Kemiri Sunan 2
2.1.7. Tembakau: Paiton 1, Paiton 2, Maesan 1, dan Maesan 2
Paiton 1 berasal dari varietas lokal dari petani desa Sumber Centeng
kecamatan kota Anyar kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Habitus tanaman
berbentuk silindris, tinggi tanaman 130,6 + 10,7 cm; warna batang hijau
kekuningan, batang berbulu, jumlah daun produksi 23,9 + 1,5 lb/ph, umur
panen 89,6 + 3,2 hst dengan potensi hasil 0,998 – 1,242 t/ha dan kadar nikotin
1,39 – 3,09%. Tahan terhadap penyakit bakteri R. solanacearum dan nematoda
Meloidogyne spp.
Paiton 2 merupakan varietas lokal dari petani desa Glagah kecamatan
Pakuniran kabupaten Probolinggo. Habitus berbentuk kerucut, tinggi tanaman
155,3 + 22,5 cm dengan panjang ruas berganti, warna batang hijau
kekuningan, batang berbulu, jumlah daun 25,3 + 2,2 lb/ph, umur panen 86,3 +
2,8 hr, potensi hasil 0,937 – 1,049 t/ha., dan kadar nikotin 2,38 – 3,89%.
Tahan terhadap penyakit bakteri R. solanacearum dan nematoda Meloidogyn
spp.
Varietas unggul tembakau Maesan 1 (kultivar Somporis 1) berasal dari
Bondowoso Jawa Timur. Habitus berbentuk kerucut, tinggi 146±27cm, warna
batang hijau kekuningan, jumlah daun 24,9±3,9 lembar, umur berbunga
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 11
81,85±4,9 hari dengan warna bunga merah muda, dan produksi 0,94 ton/ha.
Varietas ini tahan terhadap Phytophthora Nicotianae, Erwinia Carotovora, dan
Ralstonia solanacearum. Warna rajangan kuning tua (deep orange) dan
beraroma harum.
Varietas Maesan 2 juga berasal dari Bondowoso, Jawa Timur dengan habitus
berbentuk kerucut, tinggi tanaman 150,8±27,6 cm dengan panjang ruas yang
panjang dan warna batang hijau kekuningan, jumlah daun 22.5±3 lembar,
umur berbunga 80.9±4,1 hari dengan warna bunga merah muda, dan produksi
0.73 ton/ha. Varietas ini tahan terhadap Phytophthora nicotianae, Erwinia
carotovora, dan Ralstonia solanacearum. Warna rajangan orange dan aromanya
sangat harum.
A B C D
Gambar 8. Varietas unggul tembakau Paiton 1 (A); Paiton 2 (B); Maesan 1 (C); dan Maesan 2 (D)
2.1.8. Jambu Mete : Populasi Muna
Karakter khusus varietas ini adalah gelondong besar; kacang gurih dan manis.
Produktivitas /pohon/tahun umur 15-39 tahun yaitu 15.670.58 – 19.201.01
kg, kadar CNSL 19.88-21.45% dengan rendemen kacang mete 31.40-34.09%;
kadar lemak 43.69-45.03%; kadar protein 21.78-22.77%; kadar karbohidrat
13.22-13.84% dan kadar gula 3,74%. Ciri khas lainnya adalah bentuk kanopi
tanaman umur 15-39 tahun berbentuk setengah bola (payung) dengan lebar
12 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
kanopi 12.440.52-22.330.93 m. Populasi ini rentan terhadap Helopeltis spp.
Daerah pengembangannya adalah daerah dengan tipe iklim B.
Gambar 9. Penampilan blok dan pohon induk jambu mete terpilih populasi Muna di Sulawesi Tenggara
2.2. Upaya Perakitan Varietas
2.2.1. Perakitan varietas tebu toleran iklim basah in vitro
Kultur in vitro dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas unggul baru. Salah
satu metoda kultur in vitro yang efektif dan efisien untuk merakit varietas
unggul adalah melalui seleksi in vitro, dimana sifat baru yang diinginkan telah
diarahkan sejak biakan ada dalam tabung kultur. Untuk mendapatkan genotipa
baru yang toleran iklim basah maka populasi sel somatik yang telah diradiasi
sinar gamma atau diberi mutagen kimia dengan EMS dikulturkan pada kondisi
in vitro dengan kelembaban yang sangat tinggi. Kombinasi mutasi baik fisik
maupun kimiawi dengan seleksi in vitro dapat lebih meningkatkan keragaman
genetik yang tinggi pada sel-sel somatik. Somaklon kemudian diuji baik di
rumah kaca maupun lapangan sampai dengan generasi M2 untuk diketahui
karakter agronomi seperti yang diinginkan dan rendemen gulanya.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 13
Perakitan varietas unggul tebu toleran iklim basah melalui seleksi in vitro
menunjukkan, tingkat pembentukan kalus dan regenerasi varietas PS 864 lebih
besar dibandingkan dengan Bululawang. Induksi mutasi dengan iradiasi sinar
gamma menunjukkan dosis LD50 pada kisaran dosis 20 – 30 Gy, sedangkan
persentase regenerasi kalus PS 864 setelah perlakuan iradiasi sinar gamma
dan perendaman dalam media cair lebih besar dibandingkan dengan
Bululawang. Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan serta
waktu perendaman kalus dalam media cair, daya regenerasi kalus dan jumlah
tunas yang diperoleh makin menurun. Induksi mutasi dengan EMS
menunjukkan bahwa perlakuan EMS 1% dengan waktu perendaman selama 5
jam memperlihatkan adanya peluang mendapatkan LD50. Kemampuan kalus
dan regenerasi membentuk tunas setelah perlakuan EMS bervariasi.
Gambar 10. Visual kalus dari varietas PS 864 setelah iradiasi sinar gamma (a) 50 Gy, (b) 40 Gy, (c) 30 Gy, (d) 20 Gy, (e) 10 Gy
2.2.2. Pengujian ketahanan klon tebu terhadap penyakit streak mosaic.
Streak mosaic adalah penyakit baru pada pertanaman tebu di Indonesia dengan
tingkat sebaran yang cukup luas khususnya di Jawa. Penyakit ini disebabkan
oleh Sugarcane streak mosaic virus (SCSMV). Rekomendasi pengendaliannya
masih terbatas pada penggunaan bibit sehat dan pembatasan penanaman
varietas PS 864 yang berdasarkan pengamatan lapang terindikasi rentan.
Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang efektif, namun
informasi tentang ketahanan varietas belum ada.
Pengujian ketahanan klon tebu terhadap penyakit streak mosaic telah dilakukan
di Kebun Bugul, Kebun Percobaan P3GI di Pasuruan. Sebanyak 30 klon tebu
a
)
b
)
c
) e
)
d
)
14 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
yang terdiri dari varietas/klon unggul komersial, koleksi varietas yang
dilepas/klon unggul non komersial dan klon harapan diuji ketahanannya
terhadap SCSMV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 klon yang diuji
tidak ada yang terklasifikasi sangat tahan. Terdapat 6 klon terklasifikasi tahan,
11 klon terklasifikasi sedang, 8 klon terklasifikasi rentan dan 5 klon terklasifikasi
sangat rentan. Klon yang tahan adalah PS 851, BL, GMP 1, VMC 76-16, PS 04-
526 dan PS 06-181. Klon yang bereaksi sedang adalah PS 862, PS 882, PSBM
901, Kidang Kencana, Kentung, PS 951, PSCO 902, PS 92-750, VMC 73-229, PS
05-130 dan PS 06-155. Klon rentan adalah PS 863, PS 865, PS 881, PS 921,
PSJT 941, GMP 2, PS 05-317 dan PS 06-346. Klon sangat rentan adalah PS 92-
752, PS 05-382, PS 06-156, PS 06-196 dan PS 06-326.
2.2.3. Perakitan sistem genetik pembungaan kelapa sawit
Dalam siklus pembungaan tanaman kelapa sawit, proses diferensiasi seksual
diawali dengan terbentuknya primordial bunga dari jaringan meristem bunga.
Setelah itu terjadi diferensiasi seksual, yaitu primordial bunga berkembang
menjadi bunga jantan atau betina tergatung pada kondisi lingkungan. Dalam
banyak tanaman berbunga, proses pembungaan dari awal hingga menjadi buah
dikendalikan di tingkat genetik terutama oleh kelompok gen MADSBOX. Pada
banyak spesies tanaman, MADSBOX ini memiliki struktur dan fungsi yang
terkonservasi (highly conserved). Setidaknya ada tiga gen MADSBOX yang
berperan dalam pembungaan kelapa sawit yaitu EgSQUA1, EgAG dan EgAGL.
Satu dari ketiga gen tersebut diduga kuat berperan juga dalam proses
diferensiasi seksual pada pembungaan kelapa sawit.
Pada penelitian sebelumnya telah dirakit konstruk genetik PEgAG2::GFP dan
PEgAGL2::GFP menggunakan teknologi Gateway (dari Invitrogen). Selain ini
telah terindentifikasi sumber-sumber bioregulator lokal yang berpotensi besar
dapat meningkatkan baik pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman
monokotil khususnya kelapa sawit. Pada penelitian tahun ini, dilakukan dua
kegiatan utama yaitu, (1) lanjutan dari perakitan dan analisis sistem genetik
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 15
pada tanaman, dan (2) eksplorasi lebih lanjut bioregulator dari sumber lokal.
Pada kegiatan yang pertama dilakukan konfirmasi konstruk yang diperoleh
sebelumnya dan regenerasi kultur tanaman yang membawa konstruk
PEgAG2::GFP dan PEgAGL2::GFP. Pada kegiatan yang kedua dilakukan
inventarisasi bioregulator penginduksi pembungaan tanaman, dan yang paling
mudah mendapatkan dan menggunakannya.
Perakitan dan analisis sistem genetik adalah konstruk genetik PEgAG2::GFP dan
PEgAGL2::GFP masing-masing telah berhasil di subkloning ke Agrobacterium
tumefacient. Kedua konstruk tersebut juga telah berhasil ditransformasikan ke
dalam eksplan tanaman model in vitro tembakau. Tanaman tembakau (planlet)
yang membawa konstruk tersebut juga telah berhasil diregenerasikan. Pada
garam MS yang diberi BAP 0,5 ppm dan sukrosa 30-40 g/L, planlet yang
teregenerasi menunjukkan struktur yang “berbeda” dengan planlet kontrol
positif, yaitu planlet yang tidak ditransformasi dan diregenerasikan pada media
baku. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kedua konstruk gen reporter
tersebut diekspresikan pada kondisi in vitro, atau sistem genetik yang dirakit
berfungsi dengan baik. Pada percobaan rekonfirmasi pada padi gogo di rumah
kaca, bioregulator (bahan) alami mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif
dan jumlah anakan sehingga produktivitas dan kualitas biji juga meningkat.
2.2.4. Klon kakao unggul dan pengelolaan pertanaman di lahan kering
iklim kering
Produktivitas tanaman kakao di NTT tergolong rendah, hanya 526 kg/ha,
bahkan menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2009 hanya 228
kg/ha. Rendahnya produktivitas antara lain disebabkan kualitas bahan tanam
yang rendah dan kondisi lahan yang marjinal. Curah hujan hanya sekitar 1200
mm dengan 6-8 bulan kering (curah hujan <60 mm per bulan) per tahun. Di
lain pihak, dewasa ini telah ditemukan klon baru dengan potensi hasil 2,0 – 3,0
ton biji kering/ha, yaitu ICCRI 03, ICCRI 04 serta klon Sulawesi 01, Sulawesi 02,
dan Sca 6 dengan produktivitas sekitar 1,5 ton. Batang bawah yang toleran
cekaman lengas juga sudah ditemukan, yakni Sca 6 dan Sca 12.
16 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Puslitbang Perkebunan telah memperoleh teknologi budidaya kakao lindak klon-
klon unggul spesifik lahan kering iklim kering di Nusa Tenggara Timur serta klon
unggul yang adaptif. Bahan tanam dalam bentuk tanaman hasil sambung pucuk
disiapkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Pertumbuhan
bibit sambungan yang dicerminkan dari tinggi tunas, diameter, jumlah daun dan
luas daun tunas sambungan, tidak menunjukkan perbedaan antarklon.
2.2.5. Penelitian peningkatan produktivitas kelapa sawit (≥15%) dan kadar minyak (≥10%) dengan abnormalitas < 2 % melalui molecular breeding
Pengembangan kelapa sawit membutuhkan bibit unggul produktivitas tinggi dan
sistem perbanyakan benih yang dapat menghasilkan bahan tanaman bermutu
tinggi, seragam, dalam jumlah banyak, dan dengan harga yang relatif murah.
Untuk tujuan tersebut dilakukan penelitian untuk mendapatkan (1) satu
metoda proliferasi kalus embriogenik dan struktur embrio somatik; (2) metoda
pendewasaan dan perkecambahan; (3) metoda pembentukan struktur torpedo,
kotiledon dan tunas; (4) 50 struktur embriosomatik torpedo, kotiledon dan
tunas; (5) pola kekerabatan 49 aksesi kelapa sawit asal Kamerun berdasarkan
penanda SSR; (6) pola kekerabatan 66 aksesi kelapa sawit hasil eksplorasi
berdasarkan penanda SSR, dan (7) data sekuen seluruh genom (whole genome)
de novo kelapa sawit Elaeis oleifera Brasil.
Gambar 11. Struktur embriosomatik yang telah berploriferasi
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 17
Berbagai komposisi media kultur diuji pada lingkungan kultur berbeda untuk
induksi kalus embriogenik dan embriosomatik untuk dikembangkan menjadi
kalus dengan struktur embriosomatik, kotiledon, dan tunas. Karakterisasi
pertumbuhan telah dilakukan terhadap 103 koleksi kelapa sawit asal Kamerun
dan analisis kekerabatan telah dilakukan terhadap 49 aksesi asal Kamerun dan
66 aksesi hasil eksplorasi menggunakan marka SSR. Penelitian sequencing de
novo kelapa sawit Elaeis oleifera Brasil dilakukan menggunakan mesin next
generation sequencer Illumina HiSeq2000.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Formulasi media yang terbaik yaitu
MS15 untuk produksi kalus yang diperoleh pada tahun 2010, dapat memberikan
hasil yang sama pada kegiatan penelitian tahun 2011 (“ reproducible”); (2)
Formulasi media yang optimum untuk proliferasi kalus embriogenik adalah MS +
casein hidrolisat 500 mg/l + sukrosa 30g/l + arang aktif 3 gr/l+ 2,4-D 50 mg/l;
(3) Formulasi media yang optimum untuk pendewasaan tunas adalah MS
modifikasi + BA 0,5 mg/l + kinetin 0.05 mg/l+ arang aktif 3 gr/l; (4) Telah
diperoleh 50 struktur embriosomatik torpedo, kotiledon dan tunas; (5)
Terdapat keragaman pertumbuhan antar aksesi kelapa sawit asal Kamerun di
pembibitan. Distribusi pertumbuhan menyebar secara normal; (6) Dendrogram
analisis SSR menunjukkan bahwa keragaman genetik antar aksesi kelapa sawit
asal kamerun berkisar antara 9-65 %. Aksesi dibagi menjadi 17 grup; (7)
Dendrogram analisis SSR menunjukkan bahwa keragaman genetik antar aksesi
kelapa sawit hasil eksplorasi di dalam negeri berkisar antara 6-44 %. Aksesi
dibagi menjadi 16 grup; (8) Data sekuen whole genome Elaeis oleifera Brasil de
novo telah diperoleh. Saat ini data sekuen sedang diolah secara bioinformatika
untuk mengetahui susunan basa dari seluruh genom kelapa sawit Elaeis oleifera
Brasil. Data sekuen utuh kelapa sawit akan dapat digunakan untuk mendeteksi
lokasi gen-gen pengontrol karakter bernilai ekonomi tinggi pada kelapa sawit.
Pola kekerabatan antar aksesi sawit digunakan sebagai landasan bagi pemulia
untuk memilih tetua yang potensial digunakan dalam program pemuliaan sawit
produktivitas tinggi.
18 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
2.2.6. Peningkatan produktivitas (>10 ton), kadar minyak jarak pagar (> 40%) melalui pemuliaan molekuler dan konvensional
Jarak pagar baru diteliti dan dikembangkan pada tahun 2006. Memenuhi
permintaan benih yang sangat tinggi dalam rangka memenuhi target
pengembangan seluas 1,5 juta hektar pada tahun 2010 dan kebutuhan benih
850-950 ton tiap kebun, percepatan untuk memperoleh jenis unggul telah
dilaksanakan melalui ekplorasi dan seleksi populasi. Populasi komposit dengan
produktivitas 200 buah/tanaman pada tahun 1 yang setara dengan 1 ton biji
kering/ha telah diluncurkan dengan IP-1P, IP-1M dan IP-1A. Seleksi kedua
dilakukan dengan metoda seleksi berulang dan meningkatkan standar seleksi
menjadi 300-400 buah/tanaman pada tahun 1 dan diperoleh IP-2P, Ip-2M dan
IP-2A, hasil selanjutnya menghasilkan IP-3 dengan potensi produksi + 600
buah/tanaman pada tahun 1 dan diluncurkan pada tahun 2009. Namun sampai
akhir 2009, target pengembangan tidak tercapai karena petani ragu-ragu
menanam karena tidak menguntungkan, kurang bimbingan dan tidak jelas
pasarnya. Oleh sebab itu diperlukan upaya meningkatkan produktivitas diatas
IP-3 melalui teknik radiasi, induksi somaklonal, seleksi in-vitro, teknik
tranformasi, pola tanam rapat, hibridisasi dan peningkatan nilai tambah melalui
detoksifikasi bungkil biji dengan pelarut dan pemasaman satu formulasi
pestisida.
Penelitian dilakukan di Bogor (IPB dan Balittro), Sukabumi (Kebun Percobaan
Pakuwon, Balittri), Pati (Kebun Percobaan Muktiharjo), Lumajang (Kebun
Percobaan Pasirian), Laboratorium Balittas dan Laboratorium Universitas
Muhammadiyah Malang. Hasil yang diperoleh pada tahun 2010 adalah 1) dosis
radiasi yang optimum untuk meningkatkan hasil biji kering (kg/ha) dan 30
individu terbaik hasil seleksi berdasarkan produktivitas biji kering; 2) Peta DNA
hasil proses amplifikasi PCR pada beberapa aksesi tanaman Jatropha curcas
dengan menggunakan primer Rubisco; 3) Pertambahan produksi IP-3P pada
berbagai pola tanam dan zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan
pembungaan; dan 4) Karakteristik bungkil jarak pagar, metoda detoksifikasi,
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 19
formula pakan dan formula biopestisida. Pada tahun 2011 telah diperoleh 1) 1-
2 galur M1V5 hasil mutasi radiasi dengan produktivitas dan kadar minyak tinggi,
2) bibit jarak pagar pembawa gen penanda hasil transformasi, 3) sequence gen
lengkap dengan penyandi sifat produksi tinggi, 4) produksi ke-2 IP-3P pada
berbagai perlakuan pola tanam serta hasil identifikasi hama penyakit dan
dinamika populasi hama penyakitnya, serta 5) populasi komposit hasil
persilangan tetua terpilih dan individu hasil persilangan tetua terpilih.
2.2.7. Penelitian peningkatan produktivitas kakao >50% melalui penggunaan klon tahan PBK, VSD dan busuk buah
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki teknologi budidaya kakao,
klonalisasi menggunakan klon kakao unggul dan perakitan varietas unggul baru
sebagai bahan tanam tahan terhadap penyakit busuk buah, VSD maupun hama
PBK, memiliki produksi dan mutu yang baik di provinsi Jawa Timur dan
Sulawesi Barat. Hasil yang dicapai tahun 2011 adalah (1) Hasil pengamatan
komponen daya dan mutu hasil kakao klon S1 dan S2 memberikan informasi
bahwa klon – klon tersebut menghasilkan bobot biji kering >1 gram dengan Pod
value rata-rata 25-28 buah, sehingga klon tersebut dapat digunakan sebagai
bahan tanam untuk rehabilitasi tanaman kakao rakyat yang sudah tua dengan
teknik klonalisasi, (2) adanya serangan OPT yang tinggi (Penyakit Busuk Buah
Kakao) yang didukung oleh keadaan cuaca yang tidak menentu menyebabkan
terjadinya kekurangan buah, sehingga kegiatan pasca panen pendampingan
2011 belum dapat dilaksanakan, (3) pendapatan bersih yang diterima petani
dalam usahatani kakao per hektar adalah sebesar Rp.8.842.459,- dengan nilai
B/C diperoleh adalah sebesar 1,79, sehingga usahatani kakao di lokasi
pengkajian cukup layak untuk diusahakan pada kondisi pertanaman populasi
sekitar 600 pohon/ha dengan produksi 573-600 kg biji kering, (4) enam belas
klon kakao yang dianalisis dalam penelitian menunjukkan keragaman genetik
dan jarak genetik antar klon yang tinggi. Jika jarak genetik saja yang dijadikan
sebagai satu-satunya pertimbangan, maka klon kakao yang dapat dijadikan
sebagai calon tetua untuk persilangan antara lain: Kelompok tetua P1 – klon
20 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
kakao Sca 6 atau NW 6261, RCC 70 atau RCC 71, PA 300 atau PA 303, dan ICS
13 atau TSH 858 sedangkan kelompok tetua P2 – klon kakao DR 2, ICCRI 2,
DRC 16, DR1, ICCRI 3, ICCRI 1, ICCRI 4, atau DRC 15. Dalam prakteknya,
pemilihan pasangan tetua untuk menghasilkan galur kakao hibrida F1 tidak
hanya berdasarkan pada jarak genetik semata tetapi harus juga berdasarkan
kombinasi sifat-sifat unggul yang dipunyai oleh pasangan tetua, yang meliputi
daya hasil, ukuran biji, ketahanan terhadap hama dan terhadap penyakit utama
yang menyerang kakao di lapangan (5) hasil uji ketahanan terhadap tetua dan
F1 di laboratorium menunjukkan bahwa semua strain kombinasi hasil
persilangan tersebut terinfeksi penyakit busuk buah dengan intensitas serangan
bervariasi. Intensitas penyakit tertinggi terjadi pada strain kombinasi DR 1 x ICS
13 dan terendah pada strain kombinasi persilangan ICS 13 dan SCa 6. Hasil
pertanaman di lapangan seluruh kombinasi persilangan belum menunjukkan
gejala adanya infeksi OPT dan (6) klon kakao yang mempunyai daya gabung
umum yang cukup tinggi berdasarkan intensitas penyakit adalah klon TSH 858,
ICCRI 3 DAN SCA 6, sehingga klon kakao tersebut berpeluang dimanfaatkan
dalam program perakitan hibrida.
2.2.8. Varietas nilam tahan 60 % terhadap penyakit layu bakteri, produksi ≥ 320 kg/ha melalui variasi somaklonal
Masalah utama yang dihadapi budidaya nilam (Pogostemon cablin Benth) di
Indonesia adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia
solanacearum. Kerugian yang ditimbulkan sebesar 60-95%. Sampai saat ini
belum ada varietas yang tahan terhadap penyakit layu bakteri. Varietas
Sidikalang diindikasikan mempunyai sifat agak toleran terhadap penyakit
tersebut. Keterbatasan sumber genetik merupakan faktor pembatas dalam
pemuliaan tanaman nilam karena tanaman nilam tidak berbunga/berbiji dan
selalu diperbanyak secara vegetatif dengan setek. Salah satu upaya yang efektif
untuk menambah keragaman genetik adalah dengan cara induksi mutasi in vitro
dan iradiasi dengan memanfaatkan variasi somaklonal. Penelitian uji coba
adaptasi lima nomor harapan nilam (Pogostemon cablin Benth) tahan penyakit
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 21
layu bakteri di tiga agroekologi bertujuan untuk mengevaluasi karakter
morfologi, daya hasil dan mutu lima nomor harapan nilam di tiga agroekologi.
Pertumbuhan lima somaklon nilam bervariasi di 3 agroekologi, akan tetapi
pertumbuhan terbaik pada tahun pertama adalah somaklon B, diikuti oleh
somaklon A, somaklon D dan somaklon C. Rata-rata kadar minyak dan PA di
Kuningan tertinggi pada somaklon B sebesar 2,36% dan 32,33%. Sedang di
Purwokerto kadar minyak dan PA tertinggi adalah somaklon B sebesar 2,32%
dan somaklon E sebesar 36,47%.
2.2.9. Perakitan galur / mutan jahe putih kecil toleran bercak daun >70 %, produktivitas > 12 t/ha dan kadar minyak atsiri > 3.5% dengan teknik iradiasi
Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia, Phyllosticta
dan Cercospora, menjadi masalah utama dalam usahatani jahe di beberapa
sentra produksi di Indonesia dengan tingkat kerusakan daun sampai 90%.
Serangan bercak daun mengakibatkan pertumbuhan tanaman kerdil, produksi
rimpang dan mutu menurun. Penggunaan varietas tahan merupakan cara
pengendalian penyakit yang murah dan mudah diaplikasikan. Namun sampai
saat ini belum ditemukan varietas jahe yang tahan. Jahe merupakan tanaman
introduksi yang diperbanyak secara vegetatif karena steril, sehingga keragaman
genetik plasma nutfah di alam rendah. Penelitian ini dilakukan untuk
peningkatan keragaman melalui induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma
Co60 pada benih jahe (rimpang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa irradiasi
dapat menimbulkan keragaman pada karakter morfologi, komponen hasil, mutu
dan ketahanan. Pada aksesi 1 irradiasi dosis 5 dan 10 Gy, mampu menurunkan
tingkat serangan penyakit bercak daun < 30 %. Irradiasi menurunkan bobot
rimpang, namun sampai dosis 5 Gy bobot rimpang tidak berbeda nyata dengan
kontrol. Irradiasi juga menurunkan kadar minyak atsiri pada jahe putih kecil <
3.5 %, namun masih lebih tinggi dari standar MMI (1.6 %). Untuk penelitian
lebih lanjut dua populasi hasil irradiasi dengan tingkat serangan < 30 %, dan
populasi yang memiliki pola pita RAPD berbeda dan tidak terserang bercak daun
akan dipilih untuk diteliti lebih lanjut. Perlu dilakukan irradiasi dengan dosis < 5
22 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Gy, untuk menghasilkan mutan dengan ketahanan > 70 %, kadar minyak atsiri
> 3.5 % dan produktivitas > 12t/ha.
2.2.10. Galur harapan jahe putih besar produktivitas 30 t/ha, toleran layu bakteri 70% melalui variasi somaklonal, fusi protoplas dan rekayasa genetik
Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman jahe dapat
menghilangkan hasil lebih dari 80%. Upaya penanggulangan penyakit telah
dilakukan, antara lain dengan sanitasi, rotasi, penggunaan pestisida dan musuh
alami, namun hasilnya belum optimal, upaya pengendalian paling efektif adalah
penggunaan varietas tahan. Namun, rendahnya variabilitas genetik plasma
nutfah jahe menyebabkan peluang untuk memperoleh sumber gen ketahanan
atau sifat penting lainnya, semakin kecil. Di antara tiga tipe jahe (jahe putih
besar, putih kecil dan jahe merah), jahe merah paling toleran. Hibridisasi
konvensional untuk memperoleh varian jahe baru tahan terhadap penyakit tidak
dapat dilakukan karena hambatan fisiologis, yaitu adanya sifat inkompatibilitas
sendiri serta rendahnya fertilitas polen jahe. Oleh karena itu, upaya untuk
memperoleh varietas tahan akan menggunakan pendekatan inkonvensional,
seperti fusi protoplas dan transformasi gen. Informasi awal menunjukkan
bahwa peningkatan keragaman genetik
melalui induksi ketahanan in vitro menggunakan medium selektif filtrat patogen
dan elisitor kimia pada stadia kalus telah menghasilkan somaklon jahe tahan
suspensi bakteri pathogen secara in vivo. Selanjutnya, somaklon jahe tahan
suspensi R. solanacearum diuji ketahanannya di lahan endemik. Sementara itu,
gen RRS1-R yang terisolasi dari jahe merah dan LE toleran layu bakteri, diuji
ekspresinya pada berbagai jaringan jahe merah, LE dan jahe putih besar,
kemudian dilakukan rekombinasi didalam plasmid pembawa untuk diinsersi ke
dalam Agrobacterium tumefaciens dan ditransformasikan pada kalus jahe putih
besar untuk membentuk jahe putih besar transgenik toleran layu bakteri. Selain
itu, untuk membentuk galur harapan baru jahe putih besar toleran layu bakteri
dilakukan fusi protoplas jahe putih besar dengan jahe merah.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 23
Hasil penelitian menunjukkan, lima populasi somaklon (FA, FB, FIFLA, AC1 dan
AC2) yang diuji di lahan endemik penyakit layu bakteri, KP. Cicurug, tumbuh
baik pada kondisi lapang. Pada umur satu bulan setelah tanam, anakan baru
tumbuh dengan baik dan terdapat penambahan sekitar 1-10 anakan.
Penampilan daun dan batang hijau normal mencirikan pertumbuhan yang
optimal. Sampai akhir Desember 2011, gejala serangan penyakit layu bakteri
belum ditemui, meskipun curah hujan relatif konsisten. Sementara itu,
perbanyakan in vitro untuk stok benih somaklon yang menunjukkan
pertumbuhan terbaik (FA 1.2), tetap dilakukan melalui embriogenesis somatik.
Protoplast dapat diisolasi dari kalus embriogenik jahe merah dan putih besar,
menggunakan kombinasi ensim mecerozim, pektoliase dan cellulase. Fusi dapat
dilakukan dengan menggunakan kombinasi fusogen kimia PEG dan CaCl2,
masing-masing selama 30 menit. Mikrokalus hasil fusi dapat terbentuk dengan
mengoptimalkan kondisi kultur, sehingga inti sel yang sudah terkondensasi dan
membentuk mikro koloni berkembang menjadi mikro kalus dalam jumlah yang
optimal. Transformasi gen menggunakan A. tumefaciens pada kalus
embriogenik jahe putih besar berumur 8 minggu, belum menghasilkan transient
kalus optimal, karena tingkat kematian kalus pada medium dengan berbagai
taraf konsentrasi kanamisin masih relatif tinggi (>60%). Perlu dilakukan upaya
meningkatkan efisiensi transformasi dengan cara mengoptimalkan kondisi kalus
embriogenik dan mencari konsentrasi kanamisin yang optimal serta
mengaplikasikan metode perendaman sementara untuk meningkatkan kapasitas
regenerasi kalus.
2.2.11. Transformasi genetik gen faktor transkripsi WKRY dan analisis transforman untuk ketahanan terhadap penyakit nilam
Tanaman nilam merupakan tanaman tropik yang banyak dibudidayakan di
Indonesia, dan lebih dari 80% dari produksi minyak dunia dipasok dari
Indonesia. Masalah utama dalam budidaya nilam di Indonesia adalah adanya
serangan hama dan penyakit, belum ada varietas tahan terhadap penyakit, dan
terjadi alelopati. Beberapa penyakit telah dilaporkan dan menjadi masalah di
24 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Indonesia antara lain penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum), nematoda
dan penyakit budok. Sampai saat ini varietas tahan terhadap penyakit
khususnya budok belum ditemukan. Tanaman tahan atau toleran dapat
diperoleh dengan teknik tranformasi gen dan pemuliaan tanaman. Trankripsi
faktor WRKY telah diketahui dapat meregulasi serangan beberapa patogen
penyebab penyakit tanaman.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan 5-10 galur trangenik WRKY sebagai
kandidat yang tahan perhadap penyakit nilam (penyakit layu bakteri dan budok).
Penelitian dilakukan di laboratorium penyakit tanaman, Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik, dan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa gen OsWRKY76 dari tanaman padi dapat ditranformasi ke tanaman
nilam dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens (varietas Sidikalang).
Tranformasi OsWRKY76 dengan perendaman 5 hari lebih efisien dibandingkan
dengan 7 hari, dalam menghasilkan kalus terseleksi higromisin. Tranformasi
OsWRKY76 asal tanaman padi dapat menghasilkan 187 kalus independen nilam.
Sembilan galur independen nilam transgenik WRKY dapat diaklimatisasikan di
rumah kaca dengan pertumbuhan normal. Analisis molekuler 9 galur
independen dengan PCR, 2 galur yaitu T1 dan T8 teramplifikasi dengan primer
spesifik gen hptII (gen untuk ketahanan terhadap antibiotik higromisin).
2.2.12. Evaluasi karakter vegetatif, pembungaan dan produksi awal kelapa dalam komposit hibrida intervarietas
Buah kelapa kopyor memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dari kelapa normal.
Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangannya adalah
terbatasnya ketersediaan benih/bibit unggul kopyor, rendahnya persentase
kopyor alam (10-40%). Penyediaan bibit kelapa kopyor yang murah dan mudah
diperoleh serta produktivitas buah kelapa kopyor yang tinggi akan sangat
membantu petani kelapa kopyor. Hasil penyerbukan sendiri pada bunga kelapa
kopyor ternyata dapat meningkatkan persentase buah kopyor sampai 45,71%,
sedangkan buah kopyor yang menyerbuk secara alami hanya menghasilkan
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 25
15,75%. Selanjutnya uji adaptasi tiga varietas kelapa genjah kopyor di kebun
percobaan Balit Palma memperlihatkan pertumbuhan karakter vegetatif yang
beragam, dengan nilai koefisien keragaman >20%. Vigoritas tanaman
berdasarkan data awal karakter vegetatif yang diamati memperlihatkan aksesi
genjah hijau kopyor memiliki vigoritas terbaik di 2 lokasi pengujian yaitu KP.
Paniki dan Kayuwatu, sedangkan genjah Coklat Kopyor vigoritas terbaik di KP.
Paniki. Kemudian untuk kegiatan ketiga, yaitu kelapa dalam komposit terdiri
atas 10 varietas yaitu DMT, DTA, DBI, DPU, DSA, DJP, DLP, DKA, DBG dan
DRL dengan keunggulan yang berbeda. Hasil pengamatan sampai akhir tahun
2011 diperoleh bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman muda kelapa
dalam komposit di KP.Pandu adalah cukup baik. Kemudian pada umur 5 tahun
sesudah tanam silangan yang terbanyak telah berbunga awal yaitu DMT x DTA
sebanyak 22 pohon, DTA x DPU 20 pohon, DSA x DRL 19 pohon, DMT x DRL
17 pohon, dari total sampel 45 pohon, sedangkan yang paling lambat berbunga
adalah silangan DPU x DBI, yaitu baru 4 pohon.
2.2.13. Persiapan pelepasan populasi aren genjah (umur berbunga 5-6 tahun) dengan produktivitas nira > 10 l/hari, persiapan pelepasan populasi pinang dan perakitan aren super genjah (umur 3-4 tahun) dengan produktivitas nira>15 ltr/pohon/hari
Hasil kegiatan penelitian persiapan pelepasan populasi aren genjah Kutim
merupakan hasil pengamatan karakter morfologi. Sebagian besar nilai koefisien
keragaman karakter vegetatif < 20% (keragaman rendah). Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat keragaman secara morfologi relatif rendah. Aren genjah Kutim
diduga sudah lama di budidayakan di kabupaten Kutai Timur, dengan
penyebaran yang luas terdapat di kecamatan Teluk Pandan, sehingga perlu
dilindungi kepemilikannya sebagai salah satu kekayaan hayati khas kabupaten
Kutai Timur. Sifat Genjah dengan tinggi batang yang relatif pendek yaitu 0,75 –
0.90 m serta umur mulai berproduksi sekitar 5-6 tahun, menjadi nilai tambah
dan pembeda dengan aren tipe genjah dari daerah Kalimantan Selatan,
Bengkulu, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Aren genjah Kutim memiliki
manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat kabupaten Kutai Timur,
26 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
karena setiap mayang dapat menghasilkan nira > 12 liter/hari dengan lamanya
waktu penyadapan >2,5 bulan/mayang. Nilai tambah tersebut memberi peluang
pengembangannya di daerah sentra aren lainnya di Indonesia dalam
meningkatkan pendapatan petani. Jumlah pohon induk terpilih sebanyak 26
pohon. Pohon-pohon induk tersebut berpotensi menghasilkan benih 4032
butir/pohon, yang berarti setiap pohon aren genjah Kutim dapat digunakan
untuk pengembangan tanaman aren seluas 12 – 13 ha. Aren genjah Kutim telah
disidang dihadapan Panitian Penilai dan Pelepasan Varietas pada tanggal 14 Juli
2011 dan dilepas sebagai varietas unggul oleh Menteri Pertanian dengan SK.
No.3879/kpts/SR.120/9/2011 tanggal 14 September 2011.
Hasil kegiatan persiapan pelepasan pinang jambi merupakan hasil eksplorasi
pada bulan Juni 2011, aksesi pinang Sakernan tidak dapat dilepas karena
populasi yang tidak memungkinkan (telah diganti dengan kelapa sawit). Dua
aksesi lainnya, yaitu Betara-1 dan Betara-2 memperlihatkan hasil yang baik
untuk produksi buah selama 6 bulan pengamatan. Produksi buah aksesi pinang
Betara-1 56.32 kg berat buah matang/palm/tahun; Betara-2 44.11 kg berat
buah matang/palm/tahun. Produksi buah ke lima varietas pinang unggul India
masing-masing: a) Mangala 10 kg buah matang/pohon/tahun; b) Sumangala
17.25 kg buah matang/pohon/tahun; c) Sree Mangala 15.63 buah
matang/pohon/tahun; d) Mohitnagar 15.8 kg buah matang/pohon/tahun; e)
Calicut 18.89 kg buah matang/pohon/tahun. Evaluasi keragaman karakter
morfologi (vegetatif dan generatif) memperlihatkan penampilan yang seragam,
kecuali karakter jumlah buah per tandan.
Hasil penelitian perakitan aren super genjah umur berbunga 3-4 tahun dengan
produktivitas nira >15 liter/phn/hari menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi
pada dosis 50 Gy – 250 Gy, menyebabkan perubahan pada jumlah kromosom
polen aren yang mengakibatkan menurunnya viabilitas polen aren. Makin tinggi
dosis iradiasi makin sedikit kromosom yang dapat diamati dan makin banyak
polen yang mati. Iradiasi dengan dosis > 200 Gy merupakan Lethal dose 100
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 27
persen pada polen aren. Jumlah buah jadi hasil persilangan menggunakan
pollen hasil iradiasi dosis 50 Gy dan 100 Gy masing-masing 500 dan 200 butir,
sedangkan pada dosis 150 Gy semua buah jadi gugur. Bibit yang diperoleh dari
benih yang diiradiasi sinar gamma hanya pada dosis iradiasi 50 Gy sebanyak 10
bibit. Buah jadi dan bibit hasil iradiasi semakin sedikit seiring dengan
peningkatan dosis sinar gamma terhadap pollen dan benih aren.
2.2.14. Identifikasi gen tahan terhadap Phytophthora pada tanaman
kelapa
penyakit busuk pucuk kelapa dan gugur buah kelapa yang disebabkan oleh
Phytophthora palmivora merupakan penyakit penting yang menyebabkan
kehilangan hasil dan kematian tanaman. Sampai saat ini dilaporkan adanya
kematian tanaman pada kelapa dalam lokal yang sebelumnya tahan terhadap
Phytophthora. Hasil penelitian pada tahun 2010 menggunakan kultivar kelapa
Dalam Mapanget generasi S2 dan kultivar kelapa Genjah Salak, dapat
diidentifikasi tanaman-tanaman yang tahan dan rentan terhadap P. palmivora.
Setelah mendapatkan tanaman tahan dan rentan, masing-masing individu yang
tahan disilangkan dengan individu tanaman rentan. Pada tahun 2011, dilakukan
persilangan pada pohon-pohon contoh yang merupakan pohon yang
diidentifikasi sebagai pohon tahan pada kultivar kelapa Dalam Mapanget dan
pohon rentan pada kultivar kelapa Genjah Salak. Kelapa Dalam Mapanget
digunakan sebagai sumber polen yang selanjutnya dikawinkan dengan pohon
contoh dari Genjah Salak. Sampai dengan Desember 2011 telah diperoleh benih
hasil persilangan tanaman tahan dan rentan sebanyak 29 butir, dan buah jadi
umur 5 bulan sebanyak 5 butir. Rendahnya buah jadi ini diduga karena (1)
persilangan dilakukan secara buatan, (2) tingkat curah hujan yang tinggi pada
bulan Oktober - Desember sehingga buah yang terbentuk mengalami
keguguran, (3) daya gabung antara kelapa Dalam Mapanget dan kelapa Genjah
Salak rendah, dan (4) sifat produksi rendah dan sifat ketahanan kemungkinan
berada pada lokus yang sangat berdekatan.
28 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
2.2.15. Konfirmasi marka DNA untuk seleksi kelapa kopyor
Kelapa Kopyor adalah salah satu jenis kelapa mutan resesif eksotik yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Endosperm dari kopyor kelapa mutan (triploid-
homozigot resesif mutan KKK) yang lembut dan agak manis dari kelapa normal
(triploid-homozigot dominan KKK). Oleh karena itu harga buah kelapa Kopyor
jauh lebih tinggi daripada yang normal (10x lebih tinggi). Harga bibit kelapa
yang mampu menghasilkan buah Kopyor (bibit heterozigot Kk dan khususnya
bibit mutan resesif homozigot kk) juga secara signifikan lebih mahal karena
permintaan yang tinggi. Karena bibit heterozigot (Kk) dan bibit mutan
homozigot resesif (kk) sangat mahal dan permintaan yang sedemikian tinggi
sedangkan hasil panen buah kopyor sangat rendah. Secara morfologi bibit
kelapa mampu menghasilkan buah kopyor (bibit heterozigot Kk) tidak mudah
dibedakan dari yang normal (bibit homozigot KK). Untuk membedakannya
secara morfologis tidak akan mungkin, sehingga harus digunakan penanda
molekular yang mampu membedakan tanaman heterozigot Kk dari
tanaman normal yang homozigot dominan KK. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan hasil konfirmasi 15-20 primer SSR sebagai penanda DNA sifat
kopyor pada kelapa, dan 100 buah jadi hasil persilangan individu tanaman
tahan dan rentan sebagai materi pengujian untuk identifikasi gen tahan. Hasil
analisis terhadap 30 sampel kelapa menggunakan 20 primer SSR menunjukkan
bahwa dua puluh primer tersebut belum dapat memperlihatkan adanya pita
yang berkaitan dengan sifat kopyor. Belum didapatkannya pita spesifik yang
dapat dijadikan penanda untuk sifat kopyor, diduga karena primer (lokus) SSR
yang digunakan letaknya berjauhan dengan gen pengontrol sifat kopyor. Oleh
karena itu masih diperlukan analisa molekular lanjutan menggunakan primer
SSR yang berbeda dan jumlah yang lebih banyak.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 29
2.2.16. Perakitan varietas kapas tahan A. biguttula, H. armigera dan P. gossypiella, produktivitas > 4 ton/ha, umur <110 Hari, dan tahan keterbatasan air hingga 35% air tanah tersedia
Upaya perbaikan produktivitas kapas terus dilakukan dengan melakukan
perakitan varietas unggul kapas dengan produktivitas dan mutu serat tinggi.
Masih rendahnya potensi produksi varietas-varietas kapas yang dihasilkan dan
adanya gangguan serangga hama dan penyakit merupakan faktor pembatas
tingkat produktivitas yang ditargetkan. Beberapa serangga hama yang hingga
saat ini masih berpotensi menurunkan produktivitas kapas, yaitu: hama
pengisap daun, Amrasca biguttula dan penggerek buah Helicoverpa armigera
dan Pectinophora gossypiella. Pemanfaatan sumber-sumber gen produktivitas
tinggi dan gen ketahanan terhadap hama dari aksesi plasma nutfah yang
tersedia telah dilakukan secara maksimal, namun hingga kini belum dapat
dihasilkan varietas-varietas baru kapas dengan rata-rata produktivitas > 4
ton/ha dan tahan terhadap serangan hama. Oleh karena itu diperlukan lebih
banyak lagi seleksi dan pengujian terhadap sumber-sumber gen tersebut. Pada
tahun 2011 serangkaian penelitian dilaksanakan untuk menghasilkan
galur/varietas kapas dalam rangka mendukung perakitan varietas kapas tahan
hama utama dengan produktivitas > 4 ton dan mutu serat tinggi, umur < 110
hari, serta tahan ketersediaan air hingga < 35%. Penelitian dilakukan di Jawa
Timur dan Jawa Tengah mulai Januari sampai dengan Desember 2011.
Hasil dari serangkaian penelitian tersebut adalah (1) 12 galur harapan F8 hasil
persilangan 2001 dengan KI 645 dengan produktivitas yang lebih tinggi, 4-5
galur toleran kekeringan yang diuji menunjukkan keunggulan sampai 294.22%,
sedangkan dalam kondisi dengan pengendalian hama optimal keunggulan
maksimum mencapai 160.36, >50 galur tahan hama, MAR dan berumur genjah,
30 galur dengan serat warna coklat yang telah seragam dan lima galur serat
panjang terbaik dengan produktivitas 1.1-1.9 ton kapas berbiji/ha. (2) dua galur
okra yang sesuai untuk tumpangsari dengan palawija yaitu 98048/2 dan
98031/1/7. Galur 4 (98048/2) sesuai bila ditumpangsarikan dengan kedelai
dengan hasil kapas 1.887,7 kg/ha dan kedelai 1.492 kg/ha, dengan penurunan
30 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
hasil kapas dan kedelai masing-masing 33% dan 39% dibanding monokulturnya.
Penurunan hasil kapas berdaun okra yang ditumpangsarikan dengan kedelai
berkisar 10-43% dibanding monokulturnya, lebih tinggi dibanding penurunan
hasil kapas berdaun normal (1%). Penurunan hasil kedelai lebih tinggi (45-
47%) bila ditumpangsarikan dengan kapas berdaun normal. Galur 1
(98031/1/7) sesuai untuk tumpangsari dengan jagung dengan hasil kapas
773,12 kg/ha dan jagung 2.557,10 kg/ha pada kondisi kekeringan setelah
tanam, dengan penurunan hasil kapas dan jagung masing-masing 30% dan
31% dibanding monokulturnya. Penurunan hasil kapas berdaun okra yang
ditumpangsarikan dengan jagung berkisar 28-49% dibanding monokulturnya.
(3) Aksesi yang tingkat pemulihan pertumbuhan vegetatifnya paling tinggi KI
121 (Arkugo 4), sedangkan aksesi yang pemulihan badan buahnya relatif lebih
tinggi bila dibandingkan dengan tanaman pembanding yaitu untuk
pembentukan buah KI 279 (Mori/5 x C145/1/3/3) dengan persentase -4,05,
sedangkan untuk produksi kapas berbiji KI 131 (M 35-5-8) dengan persentase -
28,09. (4) Aksesi kapas yang termasuk sedikit tahan hingga tahan terhadap A.
biguttula adalah: China x 146; GLK 320x359x339x448/8, GLK 135x182x351x268
/2; GLK135x182x351x268/3, GLK 320x182x351x268/9, GLK 320x182x
351x268/10; GLK 351x268/4; GLK 135x182/8; GLK 135x182/10, Kanesia 15,
CEA N 886 (hirsute); dan Deltapine 55 (blackseed), dengan frekuensi
pencapaian populasi ambang rendah (0-3 kali), kerapatan bulu daun tinggi
(121-360 helai/cm2), dan kisaran skor kerusakan rendah (0,5-2,0).
2.2.17. Perakitan varietas hibrida unggul jarak pagar untuk mendapatkan produksi >10 ton/ha/tahun, kadar minyak >40% dan umur panen pertama <110 hari
Hasil kegiatan uji multilokasi provenan dan hasil persilangan produktivitas IP-3 di
Asembagus, Muktiharjo, Gunung Kidul, dan Lombok Utara tahun 2011 terpilih 2
genotipe yang berpotensi produksi lebih tinggi dibandingkan dengan IP-3, yakni
HS-49/NTT dan PT-7/Lampung masing-masing menghasilkan biji kering
sebanyak 705.66 dan 649.13 kg/ha. Belum diperoleh genotipe yang konsisten
di beberapa lokasi berkadar minyak >40%. Genotipe yang kadar minyaknya
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 31
secara rata-rata mendekati 40% adalah hasil persilangan HS-49 x SP-88 yakni
39,61%. Genotipe HS-49/NTT memiliki umur panen pertama kurang dari 110
hari dan konsisten di empat lokasi. Dari persilangan antar IP-3P superior,
terseleksi 35 genotipe/individu F1 hibrida yang produktivitasnya >IP-3P,
sedangkan dari persilangan antar IP-3A hanya diperoleh tiga individu dengan
produktivitas > IP-3A, dan dari persilangan antar IP-3M tidak diperoleh individu
yang produktivitasnya tinggi. Dari 38 genotipe hibrida yang terseleksi tersebut
diperoleh 10 genotipe yang memiliki produktivitas > IP-3 dan umur panen I <
110 hari. Dari persilangan tahun 2009 yang diseleksi di KP. Pasirian, diperoleh
dua genotipe yang memiliki jumlah buah tinggi dan melebihi salah satu
tetuanya (Hs 49) maupun pembanding IP-3A, IP-3M dan IP-3P. Seleksi di KP.
Kalipare menghasilkan tiga genotipe yang berpotensi, namun dua di antaranya
memiliki jumlah buah lebih rendah dibandingkan HS 49, meskipun lebih tinggi
dibandingkan dengan pembanding IP-3A, IP-3M dan IP-3P.
Hasil seleksi genotipe F1 hibrida untuk peningkatan produktivitas dengan perbaikan
fruktifikasi menghasilkan tujuh (7) genotipa hibrida F1 yang memiliki kriteria
berpotensi produksi tinggi (jumlah buah >250/tanaman) dan berumur genjah
(<110 hari). Seleksi genotipe F1 hibrida untuk peningkatan produksi dan kadar
minyak menghasilkan enam genotipe hasil persilangan (F1 hibrida) yang
produktivitasnya > 250 buah/pohon dan umur panennya kurang dari 110 hari
yaitu IP-3A X SP-89 (4), HS-49 X SP-10 (10), HS-49 X SP-65 (27), HS-49 X SP-65
(31), HS-49 X SP-65 (39) dan HS-49 X SP-65 (45). Berdasarkan hasil biji
kering dan kadar minyak diperoleh delapan F1 hibrida yang produktivitasnya >IP-
3 (128 gram), kadar minyak >40% dan umur panen <110 hari yaitu IP-3A X
SP- 4 (4), IP-3A X SP- 65 (19), IP-3P X SP- 65 (50), IP-3P X SP- 65 (52), HS-49 X
SP-10 (10), HS-49 X SP-13 (66), HS-49 X SP-19 (65), dan HS-49 X SP-65 (20).
Plasma nutfah jarak pagar telah terkonservasi dengan baik karena 100% jumlah
aksesi dapat bertahan hidup, namun pemeliharaan tanaman harus lebih intensif
sehingga koleksi plasma nutfah tetap dapat hidup sebagai bahan perakitan
32 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
varietas jarak pagar. Pemeliharaan tanaman juga penting supaya pengamatan
terhadap potensi produksi mencapai hasil yang maksimal sehingga data yang
didapatkan lebih akurat.
Pada lokasi Pasirian (110 m dpl) IP-2P menghasilkan biji jarak tertinggi yaitu
2.043,75 kg/ha, disusul IP-2A 1.921,87 kg/ha, dan IP-2M 1.204,69 kg/ha. Hasil
biji jarak pagar dipengaruhi secara nyata oleh elevasi, sedang pada elevasi 950
m dan 1.450 m dpl, hanya beberapa pohon yang menghasilkan buah.
Kandungan minyak tertinggi diperoleh pada elevasi 5,5 m dan 110 m dpl yaitu
IP-2A 45,26% dan 43,19%, semakin tinggi elevasi semakin rendah kandungan
minyaknya. Dari ketiga IP-2 yang dicoba pada elevasi 5,5 m dan 450 m dpl,
IP-2A menghasilkan jumlah buah tertinggi, disusul IP-2P, dan IP-2M, sedang
pada elevasi 110 m dan 350 m dpl IP-2P menghasilkan tertinggi, disusul IP-2A
dan IP-2M, sedang pada elevasi 950 dan 1.450 m dpl sampai umur 12 bulan
hanya beberapa pohon yang berbunga dan membentuk buah.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 33
BAB III
TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
3.1. Teknologi perbanyakan bibit tebu
Salah satu teknologi yang potensial untuk memperbanyak bibit yang cepat,
banyak dan seragam adalah teknologi kultur jaringan. Penyediaan bibit tebu
melalui kultur jaringan melalui empat tahapan penting, yaitu induksi kalus,
proliferasi kalus, diferensiasi kalus dan regenerasinya membentuk planlet. Untuk
itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan paket teknologi
mikropropagasi dalam usaha pengadaan bibit tebu unggul yang murah, cepat
dan teruji dalam skala luas. Untuk kegiatan perbanyakan tebu diperoleh hasil
bahwa penggunaan media untuk induksi kalus dengan penambahan 2,4-D
dapat menginduksi kalus dari eksplan daun muda tanaman tebu. Peningkatan
konsentrasi 2,4-D hingga 3 mg/l dalam media tanpa penambahan ZPT lain
cenderung dapat menurunkan jumlah eksplan berkalus. Penambahan casein
hidrolisat pada media induksi kalus tidak mempengaruhi jumlah kalus yang
dihasilkan, tetapi sangat berpengaruh pada kualitas kalus. Untuk meregenerasi
kalus menjadi planlet diperlukan formulasi media yang berbeda untuk masing-
masing varietas, sedangkan penggunaan auksin (NAA dan IBA) pada media
perakaran dapat menginduksi pembentukan akar. Metoda perbanyakan yang
dihasilkan dari penelitian ini telah diaplikasikan untuk memproduksi bibit tebu
secara massal. Benih tebu kultur jaringan yang dihasilkan pada TA 2011 ini
sebanyak 100.000 plantlet yang berpotensi menghasilkan 2.800.000 Budset G2
pada akhir 2012
34 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Gambar 12. Induksi dan proliferasi kalus (1-2); Diferensiasi/(regenerasi tunas (3-4) dan Pembentukan plantlet induksi perakaran(5-6)
3.2. Teknologi budidaya tebu – ternak terpadu
Tebu adalah satu jenis tanaman yang potensial diintegrasikan dengan ternak.
Sebagai tanaman penghasil gula, tebu juga berpotensi sebagai sumber pakan,
karena produksi limbah tanaman berupa batang dan daunnya cukup tinggi,
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan ternak. Limbah
tanaman, limbah hasil pengolahan tebu dan limbah ternaknya juga berpotensi
sebagai sumber energi baru dan terbarukan berupa ethanol dan biogas,
sehingga berpotensi menekan emisi gas rumah kaca.
Pengembangan model perkebunan tebu- ternak dilaksanakan di Desa Lambur,
Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah, pada
lahan tebu milik kelompok tani Mugilestari seluas 5 ha. Hasil pengamatan
menunjukkan pengawalan dan aplikasi pupuk organik produksi dari kegiatan
tebu-ternak sebanyak 5 ton per ha, penerapan klentekan dan rawis,
pemeliharaan saluran, meningkatkan produktivitas menjadi lebih dari 100 ton
per ha. Estimasi produksi pucuk, klentekan dan rawis diperkirakan mencapai 28
ton per ha yang berpotensi sebagai pakan dengan kandungan protein tinggi.
Dua unit instalasi biogas terpasang berkapasitas 5 m3 limbah ternak mampu
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 35
memproduksi 2.16 m3 biogas yang cukup memenuhi kebutuhan memasak 2
keluarga petani selama masing-masing 3.5 jam. Pengukuran emisi gas rumah
kaca pada pertanaman tebu umur satu bulan menunjukkan emisi CO2 sebesar
0.66 ton per ha per bulan, dan emisi N20 sebesar 3.63 ton per ha per bulan.
Gas methane yang dihasilkan dari limbah 16 ekor sapi mencapai 3.24 m3 per
hari atau 1083 m3 per tahun. Nilai tambah dari emisi methane sebagai bahan
bakar untuk rumah tangga yang diperoleh dari satu instalasi biogas diperkirakan
sebesar Rp 912. 000,- /KK.
3.3. Peningkatan efisiensi pemupukan pada kelapa sawit
Telah diperoleh beberapa isolat mikroba unggul hasil isolasi dari ekosistem
kelapa sawit di beberapa daerah. Mikroba tersebut menunjukkan aktivitas yang
cukup signifikan dalam menguraikan lignin, selulose, dan mempunyai aktivitas
enzim lipas. Isolat tersebut kemudian diformulasikan menjadi formula
dekomposer tandan kosong kelapa sawit. Hasil pengujian menunjukkan selain
mempercepat proses dekomposisi limbah sawit, penambahan dekomposer
tersebut menghasilkan kompos dengan kandungan K tersedia jauh lebih tinggi
(20 kali) dibandingkan dengan kompos tanpa menggunakan dekomposer
tersebut. Selain itu juga diperoleh isolat Azotobacter sp., Azospirillum sp, dan
bakteri endofitik kelapa sawit. Isolat tersebut kemudian diuji keefektifannya
dalam menambat N2 udara, melarutkan P tanah tidak tersedia dan
menghasilkan fitohormon IAA tinggi yang berpengaruh baik terhadap perakaran
kelapa sawit. Hasil seleksi isolat unggul dari mikroba tersebut kemudian
diformulasikan menjadi formula pupuk hayati. Hasilnya memperlihatkan bahwa
penggunaan formula pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
pupuk pada pembibitan kelapa sawit. Untuk meningkatkan aktivitas mikroba
unggul tersebut, telah dilakukan upaya mutasi genetik. Pembuatan
bioamelioran berbahan aktif B. cenocepacia strain KTG dilaksanakan dengan
perbanyakan inokulan bakteri tersebut di dalam biofermentor, inkorporasi
inokulan ke dalam bahan pembawa yang sebelumnya sudah dipasterurisasi
36 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
terlebih dahulu, pelapisan dengan bahan humik dan gypsum kalsinasi serta
pengantongan. Pemberian bioamelioran dapat meningkatkan serapan hara N
kelapa sawit pada tanah berpasir. Pemberian bioamelioran dapat memperbaiki
sifat fisik tanah dan meningkatkan efisiensi pemupukan dan meningkatkan hasil
tandan buah segar kelapa sawit pada tanah berpasir. Pemberian bioamelioran
dapat meningkatkan efisiensi pemupukan sebesar 40% dan meningkatkan hasil
tandan buah segar kelapa sawit pada tanah gambut.
3.4. Pengendalian terpadu penyakit JAP pada tanaman karet
Penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh patogen Rigidoporus
microporus merupakan penyakit penting di perkebunan karet karena sering
mengakibatkan kematian tanaman, dan biaya pengendaliannya relatif mahal.
Oleh karena itu, teknologi pengendalian JAP yang efektif dan murah sangat
diperlukan.
Pengendalian penyakit JAP dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan
sebelum terjadi serangan dan pengobatan terhadap tanaman yang terserang.
Upaya pencegahan penyakit yang dianggap efektif dan sesuai bagi petani karet
adalah dengan cara penggunaan fungisida kimia, belerang, biofungisida
Trichoderma koningii dan tumbuhan antagonis. Hasil penelitian menunjukkan
pencegahan penyakit yang efektif adalah melalui pengurangan sumber infeksi
dengan mempercepat pelapukan tunggul karet dengan pembakaran atau
inokulasi jamur pelapuk. Perlindungan tanaman sebelum terserang penyakit
dilakukan dengan menanam tanaman antagonis lidah mertua di sekeliling
pangkal batang pada awal penanaman karet. Pengobatan tanaman yang
terserang JAP yang paling efisien dan efektif adalah dengan aplikasi fungisida
berbahan aktif triadmefon.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 37
Gambar 13. Aplikasi fungisda kimia, biofungisida Trichoderma koningii + belerang, dan penanaman tumbuhan antagonis lidah mertua
3.5. Pengendalian OPT pada tanaman teh
Masalah residu pestisida pada teh sebagai akibat dari tingginya penggunaan
pestisida di perkebunan teh perlu mendapatkan perhatian untuk mengamankan
dan meningkatkan ekspor teh Indonesia. Upaya untuk meminimalisasi
penggunaan pestisida dan masalah residu yang diakibatkannya, dapat dilakukan
melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu pengendalian non-kimiawi, perbaikan
lingkungan, dan penggunaan pestisida secara bijaksana. Untuk mendukung
upaya ini, telah dilakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi cara
pengendalian yang ramah lingkungan untuk beberapa OPT utama teh, meliputi
tungau jingga (Brevipalpus phoenicis), penyakit cacar (Exobasidium vexans),
Empoasca flavescens, dan gulma picisan (Polypodium nummularifolium).
Penggunaan jamur entomopatogenik Paecilomyces fumosoroseus efektif
mengendalikan tungau jingga (Brevipalpus phoenicis). Di laboratorium P.
fumosoroseus efektif pada konsentrasi spora 108 spora/ml, mengakibatkan
kematian tungau jingga, sedangkan di lapangan, P. fumosoroseus pada medium
beras pada dosis 3 kg/ha efektif mengendalikan tungau jingga setelah 6 kali
aplikasi. Empat jenis compost tea , yaitu CT1 (pupuk kandang kambing 25%,
hijauan 45%, bahan berkayu 30%), CT2 (pupuk kandang sapi 25%, hijauan
45%, bahan berkayu 30%), CT3 (Pupuk kandang kambing 25%, hijauan 30%,
bahan berkayu 45%), CT4 (pupuk kandang kambing 50%, hijauan Arachis
pintoi 50%) potensial mengendalikan penyakit cacar. Formulasi insektisida
38 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
nabati Marigold yang dihasilkan efektif terhadap Empoasca flavescens. Di
laboratorium, formulasi B (Marigold 15%) lebih efektif dibandingkan dari
formulasi 10, dan dosis 1 l/ha lebih efektif dari dosis 0,5 l/ha. Di lapangan,
efektivitas formulasi Marigold 10% pada dosis 0,5 l/ha sama dengan formulasi
Marigold 15% pada dua dosis 0,5 dan 1,0 l/ha, dan sebanding dengan
insektisida kimia.
Pemangkasan mempengaruhi perkembangan gulma picisan. Pangkasan bersih
dan pangkasan tengah bersih lebih efektif mengendalikan gulma picisan
dibandingkan dengan pangkasan meja. Pengendalian gulma picisan dengan
herbisida setara dengan pengendalian secara manual, kecuali 2,4-D murni.
Kombinasi/campuran Glifosat dan Picloram secara konsisten menghasilkan
jumlah tunas primer teh terbanyak.
3.6. Penelitian pengelolaan kelapa sawit untuk menekan penurunan dampak lingkungan dan serangan OPT >20% serta meningkatkan fruit setting 20%.
Penyakit busuk pangkal batang (BPB) kelapa sawit yang disebabkan oleh
Ganoderma boninense, merupakan penyakit terpenting pada perkebunan kelapa
sawit di Indonesia. Pada beberapa kebun kelapa sawit di Indonesia, penyakit ini
telah menimbulkan kematian sampai 80% atau lebih dari seluruh populasi
tanaman kelapa sawit, sehingga mengakibatkan penurunan produksi kelapa
sawit per satuan luas. Secara ekonomis kerugian diperkirakan mencapai 3,7
juta US dollar/tahun. Sampai saat ini sudah banyak usaha untuk mengendalikan
penyakit tersebut yang meliputi pengendalian kultur teknis, mekanis dan
kimiawi, tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan.
Upaya menekan dampak lingkungan dan serangan organisme pengganggu
sekaligus meningkatkan fruit setting pada tanaman kelapa sawit dilakukan
melalui penelitian yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan teknik
pengendalian serangan Ganoderma boninense pada tanaman sawit dengan
memanfaatkan senyawa aktif yang dihasilkan oleh simbiosis fungi Mikoriza
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 39
arbuscular dan bakteri mikorizosfir, dan (2) mengetahui dinamika Cl dalam
tanah dan tanaman berdasarkan sumber pupuk dan jenis tanah yang diberikan.
Dari hasil pemisahan senyawa aktif diperoleh lima puncak senyawa yang
kemudian diuji aktivitasnya terhadap G. boninense. Hasil uji bioaktivitas
terhadap senyawa-senyawa yang terdapat dalam fraksi etil asetat hasil ekstraksi
metabolit sekunder isolat SSK 9.1 menunjukkan bahwa senyawa pada puncak
ke-5 adalah senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat tersebut. Senyawa pada
puncak ke-5 kromatogram menghasilkan luasan zona hambat paling besar
dibandingkan puncak lainnya. Pengaruh aplikasi fungi Mikoriza arbuscular dan
mikroba mikorizosfir SSK 9.1 pada bibit tanaman kelapa sawit 60 MST yang
inokulasikan dengan jamur patogen G. boninense.
Perlakuan kombinasi Mikoriza arbuscular dan mikroba mikorizosfir SSK 9.1
memberikan hasil pertambahan tinggi tanaman tertinggi sebesar 161,9 cm dan
rata-rata pertambahan jumlah daun setelah 60 MST. Pengamatan pengaruh
inokulasi fungi Mikoriza arbuscular dan mikroba mikorizosfir terhadap ketahanan
serangan jamur patogen Ganoderma boninense, belum dapat dilaksanakan
dikarenakan belum terlihatnya gejala serangan penyakit busuk pangkal batang.
Pemupukan KCl yang dibarengi dengan pemupukan bahan organik pada
tanaman sawit umur 19 tahun (TM) dapat meningkatkan kadar Chlor baik dalam
daun maupun dalam buah kelapa sawit. Pada pengujian di pembibitan,
pemberian bahan organik yang dikombinasikan pemupukan KCl nyata
meningkatkan pertumbuhan tanaman dilihat dari tinggi tanaman, jumlah daun
dan lingkar batang. Dilihat dari jenis tanah, pertumbuhan terbaik diperoleh pada
jenis tanah Inceptisol dan Ultisol. Pemberian Cl nyata menurunkan berat kering
tanaman kelapa sawit pada tanah Oxisol, sedangkan pada Inceptisol, Ultisol dan
gambut pemberian Cl tidak berpengaruh terhadap berat kering tanaman.
Pemberian bahan organik nyata meningkatkan berat kering tanaman pada
tanah Inceptisol, Oxisol dan Ultisol, sedangkan pada gambut tidak dapat
meningkatkan berat kering tanaman. Pemberian Cl cenderung menurunkan
berat kering akar kelapa sawit pada tanah Oxisol, sedangkan pada Inceptisol,
40 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Ultisol dan gambut pemberian Cl tidak berpengaruh terhadap berat kering akar.
Pemberian bahan organik nyata meningkatkan berat kering akar pada tanah
Inceptisol, Oxisol dan Ultisol, sedangkan pada gambut tidak dapat
meningkatkan berat kering akar.
3.7. Teknologi budidaya kelapa sawit untuk meningkatkan produktivitas >15% dan menurunkan emisi GRK > 15%
Alih fungsi hutan rawa gambut ke areal pertanian/perkebunan di daerah
provinsi Riau relatif pesat, menimbulkan kekhawatiran di sektor pelestarian
lingkungan, karena alih fungsi lahan gambut ke bentuk pengelolaan yang
intensif akan memicu terjadinya percepatan dekomposisi lahan gambut yang
dapat menghasilkan emisi CO2 dalam jumlah tinggi.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kedalaman drainase/ tinggi
permukaan air tanah (ground water level), perlakuan pemupukan, serta
penggunaan bahan amelioran pada perkebunan kelapa sawit rakyat di lahan
gambut yang dapat menekan emisi gas rumah kaca terutama emisi CO2,
namun tetap dapat memberikan kondisi lingkungan tumbuh dan menyediakan
kebutuhan hara secara optimal.
Penelitian untuk menurunkan efek GRK pada perkebunanan kelapa sawit rakyat
di lahan gambut dengan menerapkan pengendalian tata air dan hara, telah
dilakukan di kabupaten Siak Kecil – Riau. Penelitian ini menunjukkan bahwa
aplikasi pupuk Urea 2.50 kg/pohon/tahun+KCl 2.25 kg/pohon/tahun+pupuk SP-
36 2,75 kg/pohon/tahun+ dolomit 2 kg/pohon/tahun pada pengaturan
kedalaman drainase saluran air 80 cm memberikan produksi tertinggi kelapa
sawit per ha selama 9 bulan yaitu 19,04 ton/ha, menghasilkan fluks emisi CO2
69.10 mg/ha/tahun pada musim penghujan dan 132,9 mg/ha/tahun pada
musim kemarau. Produksi sawit meningkat 34.65 %, namun fluks emisi CO2
masih cukup tinggi. Perlakuan cover crop (Pueraria Javanica, Colopogonium
Mucunoides, Centrocema Pubescens) yang dikombinasikan perlakuan 3 kg
dolomit/pohon, atau aplikasi pupuk urea 2,50 kg/pohon/tahun + SP-36 2,75
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 41
g/pohon/tahun + MOP (KCl) 2,25 kg/pohon/tahun + dolomit 2 kg/pohon/tahun
tanpa cover crop menghasilkan produksi sawit 17,42 dan 17,72 ton/ha/tahun
atau meningkat 19,29% dan 21,28% dibandingkan dengan cara petani
(Dolomit 3 kg/pohon/tahun tanpa cover crop).
Perlakuan pemupukan dosis rekomendasi penuh tanpa disertai pemberian
bahan amelioran (P2) cenderung menghasilkan rata-rata emisi CO2 yang relatif
lebih tinggi dibanding pemupukan ¾ rekomendasi yang disertai pemberian
amelioran baik dalam bentuk pukan maupun pugam dengan dosis ¼ dosis
pugam pada perlakuan P3 dan P4. Interaksi antara pengaturan tinggi muka air
tanah (kedalaman drainase) dengan pemupukan berpengaruh nyata terhadap
fluks emisi CO2 di lahan gambut. Perlakuan drainase berpengaruh nyata
terhadap fluks emisi CO2. Gambut dengan kedalaman drainase 80 cm
menghasilkan fluks emisi CO2 yang nyata lebih tinggi dibanding perlakuan
lainnya. Perlakuan drainase 80 cm dan aplikasi pupuk rekomendasi
menghasilkan fluks emisi CO2 44,54 mg/ha/tahun. Kedalaman muka air tanah
(ground water level) dan atau saluran drainase yang dibuat untuk suatu usaha
tani kelapa sawit di lahan gambut sangat berpengaruh pada tingkat emisi GRK
terutama emisi CO2. Pada pengaturan tinggi muka air tanah (kedalaman
drainase) 40 cm perlakuan pemupukan dengan dosis rekomendasi penuh tanpa
diberi bahan amelioran pugam maupun pupuk kandang nyata menghasilkan
fluks emisi CO2 tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Rata-rata fluks emisi CO2
pada perlakuan pugam, menghasilkan emisi CO2 paling rendah dibanding
perlakuan lainnya. Pada kedalaman drainase 60 cm perlakuan pemupukan tidak
menyebabkan perbedaan fluks emisi CO2. Pada pengaturan kedalaman
drainase 80 cm, perlakuan pugam nyata menghasilkan fluks CO2 paling rendah,
terutama jika dibandingkan control, pengaturan permukaan air tanah
(pembuatan drainase) nyata berpengaruh terhadap fluks CO2, pengaturan
permukaan air tanah yang paling dangkal (40 cm) menghasilkan emisi yang
nyata lebih rendah. Pengaturan muka air tanah/drainase yang paling dalam (80
cm) ternyata menghasilkan fluks CO2 tertinggi. Perlakuan pugam menghasilkan
42 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
fluks emisi CO2 yang nyata lebih rendah, terutama dibandingkan dengan
perlakuan kontrol, maupun pemupukan dosis rekomendasi penuh tanpa disertai
pemberian amelioran (pukan maupun pugam). Pada pengaturan tinggi muka air
tanah (kedalaman drainase) 40 cm, perlakuan pemupukan dengan dosis
rekomendasi penuh menghasilkan fluks emisi yang nyata paling tinggi dibanding
perlakuan lainnya. Pada kedalaman drainase 80 cm, perlakuan pemupukan
hanya diberi dolomit menghasilkan emisi yang nyata paling tinggi dibanding
perlakuan lainnya.
Gambar 14. Saluran drainase dan pintu air; dari depan (A), dari belakang (B)
Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman jahe dapat
menghilangkan hasil lebih dari 80%. Perlu dicari teknik budidaya yang efektif
dan efisien untuk mengendalikan penyakit tersebut. Tujuan penelitian adalah
mencari teknologi untuk menekan populasi R. solanacearum dalam tanah
dengan cara solarisasi dan penggunaan biofumigan dari serasah tanaman
Brassicaceae yang mengandung antibakteri glukosinolat, meningkatkan
ketahanan tanaman jahe melalui pemberian ekstrak tanaman elisitor, dan
formulasi pupuk an-organik berimbang mengandung unsur hara yang tepat
terutama N, K, Ca, S dan unsur hara mikro. Hasil penelitian tahap pertama
menunjukkan bahwa : 1) perlakuan penutupan mulsa dikombinasikan dengam
pemberian biofumigan limbah kubis belum dapat menekan populasi R.
solanacearum di dalam tanah, 2) pada penelitian di rumah kaca diketahui
bahwa tanamam brassicaceae terbaik sebagai biofumigan berturut-turut
adalah lobak, broccoli, caisin, selada air dan kubis, 3) ekstrak tanaman akar
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 43
kucing, sambiloto, dan temulawak mengandung senyawa elisitor untuk
menginduksi ketahanan yang efektifitasnya sebanding dengan asam salisilat.
Formula ekstrak tanaman sambiloto (Andrographis paniculata)+Ca dan asam
salisilat+Ca dengan cara disiramkan pada tanah cukup efektif dalam
mengurangi perkembangan penyakit layu bakteri pada tanaman jahe, dan 4)
formula pupuk dengan imbangan hara 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 +
600 kg/ha KCl dapat mempertahankan tanaman jahe hidup sebesar 18,67 %
pada tanaman yang diinokulasi R. solanacearum. Hasil bobot rimpang basah
pada tanaman yang tidak diinokulasi maupun yang diinokulasi masing-masing
sebesar 801,33 dan 685,00 g/tanaman atau setara dengan 32,05 dan 27,4
ton/ha. Pada penelitian tahap kedua (penelitian baru berjalan 1,5 bulan)
pengaruh perlakuan mulsa plastik transparan yang dikombinasikan dengan
limbah kubis dapat menekan populasi R. solanacearum dalam tanah sebesar
100 %. Pengaruh pemupukan berimbang yang dikombinasikan dengan kompos
tanaman elisitor belum terlihat, saat ini tanaman jahe baru berumur 1,5 bulan
dan serangan penyakit belum ada.
3.8. Pengujian Pemupukan dan Fungisida untuk menekan serangan bercak daun pada jahe
Diantara kelompok tanaman obat, jahe merupakan salah satu komoditas yang
paling banyak dibutuhkan karena dapat digunakan sebagai bahan baku obat
maupun rempah. Di lapang, selain penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh
Ralstonia solanacearum, juga banyak dijumpai penyakit bercak daun pada
berbagai daerah sentra produksi jahe di Indonesia. Kerugian yang ditimbulkan
oleh bercak daun masih belum pernah dievaluasi, tetapi bercak daun sudah
menyebar luas pada pertanaman jahe di Indonesia. Tujuan penelitian ini
adalah mendapatkan kombinasi pupuk dan perlakuan fungisida untuk
mendapatkan teknologi pengendalian bercak daun yang efisien. Cara yang
digunakan adalah menguji kombinasi pemupukan dan fungisida pada tanaman
jahe di daerah endemik. Tingkat dan luas serangan penyakit, pertumbuhan
tanaman diamati setiap bulan, sedang parameter produksi dan mutu rimpang
44 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
dilakukan pada akhir pengamatan. Hasil sementara adalah perlakuan benih
sebelum tanam dapat menekan perkembangan patogen yang terbawa benih.
Penyimpanan benih dalam ruangan yang dibuat gelap tanyata dapat menekan
perkecambahan rimpang jahe. Pertumbuhan jahe putih kecil lebih cepat
dibandingkan Halina 1. Aksesi jahe putih kecil nampaknya lebih rentan
terhadap infeksi penyakit bercak daun. Pengaruh kombinasi pupuk dan
fungisida belum nampak.
3.9. Pengendalian penurunan produktivitas tanaman dan lahan nilam pada sistem budidaya menetap
Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil
minyak atsiri. Masalah utama dalam pengembangan tanaman nilam adalah
budidaya dengan ladang berpindah-pindah, kerugian akibat penyakit, dan
adanya senyawa toksik alelopati. Untuk hal tersebut maka perlu dilakukan
usaha perbaikan teknik budidayanya melalui penerapan sistim pola menetap,
perbaikan tanah akibat alellopati dan pengendalian terpadu penyakit tanaman
nilam. Penyakit layu bakteri dan budok merupakan penyakit paling serius
pada tanaman nilam ditemukan di propinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara
dan Aceh. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh Ralstonia solanacearum dan
penyakit budog disebabkan oleh Synchytrium spp. Pengendalian hayati
menggunakan rhizobakteria indigenus diantaranya pseudomonad fluoresen
dan Bacillus spp adalah metode pengendalian alternatif yang diharapkan dapat
mengendalikan penyakit ini, karena metode ini telah berhasil mengendalikan R.
solanaceraum pada tomat, kentang, tembakau dan pisang.
Pengujian produk kombinasi rhizobakteria indigenus untuk mengendalikan
penyakit layu bakteri dan budog pada tanaman nilam menunjukkan bahwa
pemberian produk kombinasi rhizbakteria indigenus lebih baik dibandingkan
dengan produk tunggal rhziobakteria indigenus dalam mengendalikan penyakit
layu bakteri dan budog pada nilam serta meningkatkan pertumbuhan dan
produksi nilam di daerah endemik penyakit layu bakteri dan budog. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memproduksi produk kombinasi rhziobakteria
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 45
indigenus dalam bentuk formula yang stabil, efektif dan efisien untuk
mengendalikan penyakit layu bakteri dan budog serta meningkatkan
pertumbuhan dan produksi nilam secara optimal.
Pengendalian penyakit budok pada tanaman nilam dengan agensia hayati, dan
pembenah tanah menunjukkan bahwa perlakuan bubur bourdeux dan benomil
tidak memperlihatkan gejala penyakit budok. Tanaman yang diperlakuan
dengan rhizobakteri formula granul dan cair, Trichoderma sp, serta pestisida
nabati menunjukkan gejala penyakit dengan intensitas serangan masing-masing
2,5; 2,0; 2,6; dan 2,7%. Perlakuan pembenah tanah yang dikombinasikan
dengan terusi dapat menekan serangan penyakit budok. Perlakuan pembenah
tanah secara tunggal menunjukkan bahwa pembenah kaptan dapat menekan
penyakit budok lebih baik (2,6%) dibandingkan zeolite, fosfat alam, pupuk
kandang dan arang sekam.
Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan beberapa komponen
pertumbuhan tanaman nilam, khususnya tinggi dan jumlah cabang, baik pada
tanah bekas nilam (TBN) di Bogor maupun tanah bukan bekas nilam (TBBN) di
Curup pada umur 2 bulan setelah semai (BSS). Dari hasil pengamatan tingkat
kesehatan tanaman nilam terlihat terpengaruh oleh senyawa alelopati yang
dihasilkan oleh nilam secara nyata. Persentase kematian tanaman nilam di
tanah TBBN Curup hampir tidak ada, sebaliknya persentase kematian pada
tanah TBN Bogor pada umur 3 BSS di Bogor yang cukup tinggi. Hal tersebut
telah mengindikasikan adanya efek racun dari senyawa alelopati yang
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam. Dari 8 perlakuan
yang diberikan 2 perlakuan diantaranya masing-masing aplikasi perendaman
asam salisilat dan aplikasi MgSO4 mampu menekan efek alelopati walaupun
pertumbuhannya sendiri kurang optimal. Diperlukan analisis kimia lanjutan yang
akan dilakukan pada umur panen untuk melihat pengaruh tanaman dan tanah
yang mengandung senyawa alelopati.
46 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
3.10. Perakitan budidaya nilam hemat pupuk (≥ 25% dosis standar) dengan produktivitas ≥ 320 kg/ha melalui pemanfaatan pupuk organik dan hayati
Perakitan budidaya nilam hemat pupuk meliputi evaluasi respon enam aksesi
nilam terhadap input pupuk rendah (pengurangan 25-50% dosis standar), dan
pemanfaatan pupuk organik dan hayati untuk efisiensi pupuk anorganik (≥
50%) di lapang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan respon 6
(enam) aksesi nilam terhadap dosis pupuk rendah (pengurangan 25-50% dosis
pupuk standar), dan mendapatkan satu jenis pupuk organik dan hayati yang
dapat mengefisienkan ≥ 50% pupuk an-organik. Penelitian dilakukan di
daerah sentra produksi minyak nilam di Kuningan, Jawa Barat. Hasil penelitian
dari kegiatan ini sebagai berikut: pengaruh aksesi nyata terhadap beberapa
parameter pertumbuhan (tinggi tanaman jumlah daun, jumlah cabang primer
dan lebar kanopi) dan produksi tanaman nilam, sedangkan pengaruh penurunan
dosis pupuk NPK hanya nyata terhadap tinggi, jumlah cabang sekunder, lebar
kanopi dan bobot kering terna. Pertumbuhan dan produksi nilam terbaik
dihasilkan oleh varietas kontrol yaitu Sidikalang dengan bobot terna segar, terna
kering, kadar minyak, produksi minyak dan kadar PA sebesar 553,1 g/tan.,
130,5 g/tan., 3%, 78,4 kg/ha dan 28,5%. Sedangkan untuk aksesi yang diuji,
yaitu ATG sebesar 431,1 g/tan., 101,7 g/tan., 3,1%, 63,8 kg/ha dan 23,3%;
untuk aksesi GR1 sebesar 353,4 g/tan., 83,4 g/tan, 2,7%, 45,7 kg/ha dan
32,3%; untuk aksesi GR4 sebesar 385,9 g/tan., 91,1 g/tan., 2,9%, 54,5 kg/ha
dan 27%; untuk aksesi DRI sebesar 304,2 g/tan., 71,8 g/tan., 3,1%, 43,9 kg/ha
dan 29,1%. Penurunan dosis pupuk NPK sampai 50% berpengaruh terhadap
penurunan kadar PA dari aksesi ATG sampai 23,3%, sedangkan ketiga aksesi
yang lain relatif stabil. Pemupukan dosis 75% dari dosis anjuran menghasilkan
pertumbuhan tanaman dan produksi terna lebih tinggi, sehingga terjadi efisiensi
penggunaan pupuk sebesar 25% (25 kg N/ha + 10 kg P2O5/ha +25 kg K2O
/ha). Dari keenam aksesi nilam yang diuji, aksesi yang relatif stabil terhadap
pengurangan 25%-50% dosis pupuk NPK anjuran adalah aksesi GR4, GR1,
ATG, dan DR1. Aplikasi jenis pupuk organik dan hayati berpengaruh nyata
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 47
terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman nilam. Pertumbuhan
dan produksi tanaman nilam terbaik dihasilkan dari perlakuan kompos limbah
penyulingan nilam+FMA (bobot segar dan kering sebesar 499 dan 111,3
g/tan.), diikuti oleh kompos hijauan+FMA (bobot segar dan kering sebesar 440
dan 98 g/tan.). Penurunan dosis pupuk NPK sampai 50%+kompos limbah
penyulingan nilam + FMA menghasilkan parameter pertumbuhan tanaman
tertinggi pada 3 BST. Bobot kering terna tertinggi dihasilkan dari perlakuan
dosis penuh pupuk NPK +kompos limbah penyulingan nilam + FMA, dan diikuti
oleh 50% pupuk NPK + kompos limbah penyulingan nilam + FMA. Produksi
minyak tertinggi dihasilkan pada perlakuan dosis NPK anjuran+kompos limbah
nilam+FMA, diikuti oleh ¾ dosis NPK +kompos hijauan+FMA dan ½ dosis
NPK+kompos limbah penyulingan nilam+FMA.
3.11. Pengendalian hama terpadu dan teknologi pemupukan pada kelapa dan palma untuk mencegah kehilangan hasil >20%
Isolasi calon agens biokontrol dari rizosfer kelapa didapatkan 30 isolat yang
terdiri dari 17 isolat bakteri (TBL1P1, TBLP4, TBL1P3, BHP2, BH1P5, BH1P4,
BH2P4, BH2P5, BKN1P1, BKN2P5, BKN2P1, BKOP3, BKOP4, MT3P1, MT4P1,
MT5P1, TontaP2) dan 13 isolat cendawan (TBL2P3, TBL3P1, BH1P6, BH2P6,
BHP3, BKNP6, BKN1P3, MTP6, MTP8, MT2P1,TontaP4, TontaP4.2, TontaP2).
Enam isolat yang berpotensi menekan perkembangan P. palmivora yaitu BHP2,
BH2P4, TBL1P3, TBL2P1, BKN2P1 dan TONTAP3. Media tumbuh mempengaruhi
persentase penghambatan agens biokontrol terhadap P. palmivora. Keenam
agens biokontrol tidak menyebabkan penyakit lain pada tanaman kelapa. Agens
biokontrol BHP2 dan TBL2P3 ; BHP2 dan TONTAP3 serta BH2P4 BKN2P1 dapat
digabungkan dalam satu formulasi yang sama.
Hama Oryctes dan Rhynchophorus banyak menimbulkan kerugian pada
tanaman kelapa di beberapa daerah di Indonesia. Hama ini merusak pelepah
daun muda yang belum terbuka dan spadiks, akibatnya produksi menurun dan
serangan berat menyebabkan tanaman mati. Kumbang sagu Rhynchophorus
ferrugineus juga merupakan salah satu hama yang berbahaya pada tanaman
48 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
kelapa dan tanaman palma lainnya. Pengujian perangkap dengan feromonas
(feromon untuk Oryctes) dan rhynchomonas (feromon untuk Rhynchophorus)
dilakukan pada pertanaman kelapa kopyor di kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Hama utama yang ditemukan pada kelapa kopyor dan kelapa dalam di
Lampung yaitu Artona catoxantha, Oryctes rhinoceros dan Brontispa longissima.
Kerusakan daun pada tanaman kelapa kopyor bervariasi antara 0,11 – 0,30
guntingan per pelepah dan kelapa dalam 0,04 0,85 guntingan per pelepah,
dengan demikian dapat diasumsi bahwa penurunan produksi kelapa bervariasi
antara <10% - 30%. Di Pati Jawa Tengah, kerusakan tanaman dapat mencapai
1,36 guntingan per pelepah, dengan asumsi penurunan produksi 48%, hal ini
tentunya sangat merugikan petani kelapa. Perangkap Oryctes yang terbuat dari
paralon berukuran 40-50 cm yang sudah dimodifikasi, dapat digunakan sebagai
perangkap yang lebih efisien dibandingkan dengan perangkap yang sudah
dikembangkan sebelumnya.
Pemupukan dengan pupuk anorganik maupun organik mempengaruhi
pertumbuhan tanaman aren. Pengaruh pemupukan ini berbeda menurut umur
tanaman. Untuk tanaman umur 4 tahun, pertumbuhan yang terbaik diperoleh
pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik 400 g/pohon. Untuk
tanaman umur 6 tahun, pertumbuhan yang terbaik diperoleh pada tanaman
yang dipupuk dengan pupuk organik 800 g/pohon dan pupuk anorganik 800-
1200 g/pohon, kecuali lingkar batang dan jumlah daun yang terbanyak
diperoleh pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik 800 g/pohon.
Untuk tahun 2011, selain data pertumbuhan vegetatif, telah diperoleh data
produksi nira, yaitu 17,5 l/pohon/hari dengan kadar gula 12-13%.
3.12. Formulasi Serratia untuk pengendalian hama Brontispa longissima
Brontispa longissima telah menyebar luas dan menimbulkan kerusakan pada
tanaman kelapa sehingga menimbulkan kerugian besar. Untuk mengendalikan
hama ini maka penelitian yang bertujuan untuk mempelajari bahan pembawa
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 49
dan UV protektan yang kompatibel untuk formulasi Serratia sp. dilakukan di
Sulawesi Utara. Penelitian diawali dengan pengumpulan isolate dan pengujian
bahan pembawa dan UV protektan yang kompatibel untuk diformulasikan dalam
bentuk padat dan cair. Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa isolat
Serratia spp. diperoleh dari KP Pandu dan sudah diisolasi dan dimurnikan ke
dalam media tumbuh.
3.13. Teknik perbanyakan in vitro kelapa, aren dan sagu yang cepat,
seragam dengan peningkatan efisiensi > 20%
Kendala yang dihadapi dalam perbanyakan kelapa kopyor melalui teknik kultur
embrio adalah rendahnya daya adaptasi planlet pada saat aklimatisasi di screen
house. Hal ini disebabkan anatomi internal bibit kelapa yang diperbanyak secara
in vitro berbeda dengan bibit kelapa yang ditumbuhkan secara konvensional
yaitu melalui biji. Bibit yang bertumbuh pada media in vitro yang diperkaya
dengan gula menghasilkan karbohidrat dalam jumlah yang sedikit melalui fiksasi
CO2. Apabila bibit ini dikeluarkan dari kondisi in vitro bibit tersebut harus
beradaptasi dengan lingkungan luar yang baru dan bertumbuh secara
autotropik. Selain itu dalam teknik kultur embrio, dari satu embrio hanya
dihasilkan satu planlet. Kedua faktor ini menyebabkan harga bibit kelapa kopyor
mahal dan tidak terjangkau petani. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan
penelitian modifikasi kultur embrio kelapa kopyor melalui dua tahap kegiatan
yaitu (1) tahap in vitro, yaitu splitting embrio kelapa kopyor, sehingga dari satu
embrio dapat dihasilkan planlet 1,5 kali lebih banyak daripada menggunakan
embrio utuh, dan (2) tahap ex vitro untuk meningkatkan daya adaptasi planlet
kelapa kopyor. Tujuan akhir penelitian ini adalah mendapatkan teknologi kultur
embrio yang efisien. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan adalah splitting
embrio kelapa kopyor yang telah berkecambah, kemudian dikulturkan dalam
media tumbuh Y3 yang diperkaya dengan BAP 2,5 mg/l media. Hasil yang
diperoleh saat ini adalah plantlet hasil splitting sebanyak 112 sebagai bahan
tanaman yang akan diberi perlakuan pada media tumbuh ex vitro , sisanya
50 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
adalah enam kecambah yang siap dipisahkan, 33 kecambah dan 67 embrio
yang belum berkecambah.
Saat ini permintaan benih/bibit berkualitas tanaman palma yaitu sagu dan aren
semakin banyak. Akan tetapi ketersediaan bibit berkualitas masih kurang.
Dengan berkembangnya bioteknologi, saat ini dikenal luas salah satu cara
perbanyakan tanaman berkualitas secara cepat dalam jumlah banyak, dan
waktu yang dibutuhkan relatif singkat yaitu melalui kultur jaringan (in vitro).
Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif untuk memperbanyak tanaman
kelapa, aren dan sagu unggul secara klonal. Pada tanaman palma kelapa sawit,
kurma, kultur jaringan telah dilakukan melalui teknik embriogenesis somatik.
Embriogenesis somatik adalah salah satu aplikasi penting dalam propagasi
tanaman secara vegetatif dalam skala besar. Perkembangan kultur jaringan
pada tanaman sagu, perbanyakan tanaman sagu masih mengalami beberapa
permasalahan yaitu dalam pertumbuhan dan pendewasaan embrio somatik
yang masih rendah keberhasilannya. Keberhasilan kultur jaringan tanaman
aren masih sedikit dipublikasi karena kurangnya penelitian di bidang ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media yang tepat untuk induksi
embrio somatik sagu dan mendapatkan jenis eksplan dan media yang tepat
untuk perbanyakan aren secara in vitro. Induksi kalus tanaman sagu pada
media MMS dengan penggunaan zat pengatur tumbuh 2,4-D memberikan
respon pembentukan kalus eksplan sagu. Untuk tanaman aren diperoleh
sumber eksplan kultur jaringan yaitu embrio yang berasal dari buah aren umur
18 bulan. Media WPM dengan beberapa konsentrasi zat pengatur tumbuh
auksin dan sitokinin dapat dijadikan media awal perkecambahan tanaman aren
untuk perbanyakan melalui kultur jaringan.
3.14. Teknologi budidaya pendukung pelepasan varietas baru kapas
berproduktivitas > 3,5 ton/ha dan toleran terhadap hama penghisap dan penggerek buah
Masih rendahnya potensi produksi varietas-varietas kapas yang dihasilkan dan
adanya gangguan serangga hama dan penyakit merupakan faktor pembatas
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 51
tingkat produktivitas yang ditargetkan. Demikian pula serangga hama yang
hingga saat ini masih berpotensi menurunkan produktivitas kapas, adalah :
hama pengisap daun, Amrasca biguttulla serta penggerek buah Helicoverpa
armigera dan Pectinophora gossypiella. Varietas kapas dengan produktivitas
tinggi, tahan hama serta mutu serat tinggi akan meningkatkan pendapatan
petani dan memacu kemajuan di bidang industri tekstil. Sebagai konsekuensi
dari produktivitas yang tinggi, kebutuhan nutrisi tanaman juga banyak, oleh
karena itu input berupa pupuk juga harus disesuaikan terutama pupuk N karena
produktivitas kapas sangat ditentukan oleh pengelolaan nitrogen (N). Untuk
memaksimalkan pemanfaatan dan distribusi nutrisi dalam tanaman kapas,
diperlukan zat pengatur tumbuh (ZPT) agar lebih optimal sehingga produksi
bisa maksimal. Hingga kini belum dapat dihasilkan varietas-varietas baru kapas
dengan rata-rata produktivitas > 3 ton/ha dan tahan terhadap serangan hama.
Pada tahun 2011 dilaksanakan dua penelitian untuk menghasilkan teknologi
budidaya guna mendukung pelepasan varietas baru kapas yaitu (1) Respon
galur/varietas baru kapas terhadap aplikasi pemupukan N dan ZPT pada
sistem tumpangsari dengan palawija dan (2). Pengendalian A. biguttulla
dengan parasitoid dan predator untuk varietas kapas tahan penggerek buah.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah (1) Untuk mendapatkan dosis pupuk N
yang tepat serta ZPT yang sesuai bagi galur-galur/varietas baru kapas ; (2)
Untuk mengidentifikasi musuh alami wereng kapas yang potensial serta
mengevaluasi potensi parasitoid dan predator dalam pengendalian alami A.
biguttulla.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pada kondisi kekeringan, penggunaan
ZPT paklobutrasol lebih baik daripada mepiquat chlorida. Pengaruh positif
paklobutrasol lebih nampak bila pemupukan N tinggi (120 N/ha) yaitu produksi
kapas sebesar 701,26 kg/ha. Bila ditambah mepiquat chlorida produksi kapas
665,37 kg/ha dan 604,81 kg/ha bila tanpa ZPT. Produksi galur 99023/5
(721,65 kg/ha) lebih tinggi dibanding Kanesia 13. (2) teknik pengendalian
wereng kapas A. biguttulla dengan menerapkan teknik konservasi musuh alami
52 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
melalui sistem tanam kapas tumpangsari dengan palawija secara teknis dapat
menekan populasi wereng kapas. Efisiensi teknik pengendalian wereng kapas
melalui sistem tanam tumpangsari dapat ditingkatkan dengan menambahkan
tindakan penyemprotan molasses dengan dosis 5 mL/L air yang disemprotkan 5
kali interval seminggu sejak tanaman berumur 40 – 70 HST.
3.15. Teknik pengendalian hama dan penyakit terpadu pada jarak pagar.
Hama dan penyakit menjadi kendala dalam pencapaian potensi produksi jarak
pagar. Dua jenis hama yang penting adalah kutu Ferrisia virgata dan
Megapulvinaria maxima. Selain itu, penyakit busuk arang merupakan salah satu
penyakit yang sering dijumpai pada tanaman jarak pagar pada saat kering dan
panas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh musuh alami berupa
predator, parasitoid, dan jamur entomopatogen yang efektif mengendalikan
hama kutu jarak pagar. Selain itu, penelitian ini juga untuk memperoleh jamur
antagonis yang efektif untuk pengendalian R. bataticola. Blepyrus sp.
berkembang dari telur sampai imago dalam waktu rata-rata 30 hari dengan fase
telur selama 2-3 hari. Perkembangan predator Chrysopa sp. mulai telur hingga
dewasa memerlukan waktu rata-rata 44,5 hari dengan rincian fase telur, larva,
pupa dan imago masing-masing selama 3 hari , 8,8 hari, 8,6 hari, 12,8 hari 11,3
hari. Selama hidupnya predator ini memangsa rata-rata 46 ekor Ferrisia virgata.
Uji kemampuan antagonisme mikroba antagonis terhadap R. bataticola secara
in vitro diperoleh 28 isolat jamur dan 13 isolat bakteri yang berpotensi.
Penghambatan tertinggi (86.00%) adalah jamur yang diidentifikasi sebagai
Trichoderma spp. Kelompok bakteri yang berpotensi sebagai antagonis sebagian
besar adalah Bacillus spp.
3.16. Teknik pengelolaan tanaman jarak pagar untuk produksi >10
ton, kadar minyak >40%, dan umur panen-1 <110 hari
Tanaman jarak di Indonesia tidak dapat bersaing dengan komoditas pertanian
lainnya. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa usahatani jarak pagar pagar
menguntungkan apabila produktivitas tanaman mencapai 10 ton/ha dan kadar
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 53
minyak > 35%. Produktivitas optimal jarak pagar diperoleh pada umur 4-5 tahun
sehingga selama 3 tahun mengalami kerugian. Meskipun telah diperoleh IP-3 yang
berpotensi produksi 8-10 t/ha namun dalam kenyataan belum pernah diperoleh
produksi yang mendekati potensi tersebut. Hal ini membuktikan pengelolaan
tanaman di lapangan belum dilakukan sesuai dengan karakter tanaman.
Pemangkasan yang salah akan berakibat pada penurunan produksi dan kadar
minyak. Selain pemangkasan, pembungaan dan pemasakan buah dapat dipacu
dengan ZPT. Sistem sambung antara batang atas IP-3 dengan batang bawah
IP-2 menghasilkan produksi beragam. Penggunaan batang bawah yang sesuai
dapat meningkatkan produksi dan kadar minyak serta mempercepat umur
panen-1. Pengelolaan jarak pagar yang sesuai dengan karakter tanaman
diharapkan dapat menghasilkan produksi > 10 t, kadar minyak > 40%, dan
umur panen-1 < 110 hari.
Karakter partisi karbohidrat untuk pertumbuhan akar, batang, daun, petiol,
buah, kulit buah, dan biji serta laju keguguran daun dan waktu panen pada
pertanaman umur 1-3 tahun dipengaruhi oleh umur tanaman. Karakter-karakter
tersebut pada pertanaman umur < 1 th selain dipengaruhi oleh umur tanaman
juga dipengaruhi oleh bahan tanaman dan populasi tanaman. Dengan
menggunakan karakter-karakter tanaman tersebut model potensi pertumbuhan
dan produksi jarak pagar dapat dikonstruksi dalam empat berkas, yakni berkas
program, berkas tanaman, berkas iklim, dan berkas hasil. Eksekusi model
simulasi yang diperoleh dapat berjalan dengan baik.
Pemberian ZPT P+E pada pertanaman umur < 1 tahun mampu meningkatkan
produksi biji 25,06% dari tanpa ZPT, namun belum mampu meningkatkan kadar
minyak dan memperpendek umur panen. Pemberian ZPT NAA pada pertanaman
jarak pagar umur > 2 tahun mampu meningkatkan jumlah buah terpanen dan
bobot 100 biji masing-masing sebesar 26,64 dan 2,07% dan menurunkan kadar
minyak sebesar 3,05% dari tanpa perlakuan ZPT. Dosis 1000 ppm NAA mampu
meningkatkan jumlah buah terpanen dan bobot 100 biji masing-masing sebesar
35,09 dan 2,99% dan menurunkan kadar minyak sebesar 3,58%.
54 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Penggunaan tanaman sela kedelai, kacang hijau dan wijen dalam pertanaman
jarak pagar hasil rehabilitasi (penyambungan dengan IP2A) pada tahun ke-3
tidak mempengaruhi hasil jarak pagar dan mampu memberikan hasil tanaman
sela masing-masing sebesar 1316, 1557, dan 1417 kg/ha. Adapun kegiatan
keempat menunjukkan HS-80 merupakan aksesi yang sesuai untuk digunakan
sebagai batang bawah dalam sistem pertanaman sambungan. Penggunaan
aksesi batang bawah yang mempunyai perakaran dalam mampu meningkatkan
jumlah cabang yang terbentuk pada pertanaman sambungan sebesar 19,57%
dan menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 2,13% dari pertanaman
batang atas non sambungan serta meningkatkan jumlah cabang dan daun yang
terbentuk masing-masing sebesar 41,02 dan 8,23% dan menurunkan tinggi
tanaman sambungan sebesar 7,93% dari aksesi-aksesi tersebut non sambungan.
Dalam sistem penyambungan tanaman umur produktif, bila menggunakan
entres dari IP-3M maka panjang entres terbaik adalah 10-15 cm, sedangkan
bila menggunakan entres dari IP-3A maka panjang entres terbaik adalah 5 cm.
3.17. Teknik pengelolaan lahan, hara dan air yang efisien untuk mendukung varietas unggul jarak pagar berproduksi >10 ton, kadar minyak >40%, dan umur panen pertama <110 hari
Untuk mencapai produktivitas jarak pagar yang tinggi diperlukan teknologi
pengelolaan lahan, hara dan air yang efisien, dengan memperhatikan kondisi tanah
dan hasil yang diharapkan. Penambahan hara disertai pengairan yang cukup
diharapkan akan mencapai produktivitas yang tinggi. Pemberian tanah liat dan
bahan organik pada tanah berpasir diharapkan dapat memperbaiki tanah sebagai
media tanam, sehingga produktivitas dapat meningkat. Pengolahan tanah dan
penyiangan perlu dilakukan lebih efisien agar biaya produksi dapat ditekan.
Hasil yang diperoleh adalah : Peningkatan dosis pupuk organik (pupuk kandang)
dan pupuk kimia (ponska), serta kombinasi keduanya dapat meningkatkan
pertumbuhan tinggi atau kanopi tanaman, tetapi hanya perlakuan pupuk
organik yang nyata meningkatkan hasil biji. Untuk memperoleh hasil optimal,
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 55
jika hanya menggunakan pupuk kandang, maka dibutuhkan minimal 5
kg/tanaman atau setara 12,5 ton/ha. Jika hanya menggunakan pupuk ponska
maka dibutuhkan 240 g/tanaman (600 kg/ha). Jika menggunakan kombinasi
pupuk kandang dan ponska, maka dibutuhkan minimal pupuk kandang 2 kg +
ponska 240 g/tanaman (5 t/ha + 600 kg/ha). Untuk penerapan pemupukan
jarak pagar di daerah lain perlu pengujian atau penyesuaian dengan kondisi
lahan dan iklim setempat.
Pengairan tanaman jarak pagar umur 5 tahun ketika musim kemarau tidak
efektif meningkatkan hasil, sehingga pengairan untuk jarak pagar umur 5 tahun
tidak diperlukan. Peningkatan dosis pupuk phonska dari 750 kg/ha/th menjadi
900 kg/ha/th belum meningkatkan hasil, walaupun meningkatkan jumlah
cabang produktif tanaman jarak pagar. Tanaman jarak pagar yang
menghasilkan buah dan biji tertinggi adalah: IP-1P (127.67 buah/tanaman;
521.16 Kg/Ha).
Penambahan tanah pasir dengan 10% tanah liat dan 1,6% bahan organik serta
pemberian mulsa dapat meningkatkan kadar air tanah dan porositas tanah, dan
menurunkan berat isi tanah, dan meningkatkan kadar unsur hara C, N, P dan K.
Selain itu bahan ameliorasi tanah berpasir tersebut dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi jarak pagar, yaitu meningkatkan tinggi tanaman
sebesar 19% dan lebar kanopi 9%, serta produksi biji kering sebesar 2,17 kali.
Perbaikan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah pasir dan peningkatan hasil
jarak pagar dengan penambahan 10% tanah liat + 1,6% bahan organik dan
mulsa perlu diketahui efisiensi ekonominya. Aplikasi dalam skala luas akan
diketahui biaya input dan pengurangannya (terutama biaya untuk pupuk dan
pengolahan tanah serta pembersihan gulma) akan dapat dikuantitatifkan.
Mesin pengolah tanah dan penyiang untuk tanaman pemanis dan serat
(MOSITTAS-2) dapat dioperasikan dengan baik pada lahan kering bertekstur
ringan dengan kapasitas : pengolahan 15,9 jam/ha, penggaruan 8,6 jam/ha dan
penyiangan 16,4 jam/ha. Pada tingkat harga MOSITTAS-2 RP 11.000.000,-/unit,
56 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
upah seorang operator Rp 100.000,-/hari dan ongkos sewa mesin sebesar Rp
600.000,-/ha diperoleh biaya pokok pengoperasian sebesar Rp 171.500,-/ha,
titik impas 1,24 ha dan nisbah keuntungan dan biaya (B/C) sebesar 3,1. Dengan
demikian MOSITTAS-2 cukup layak untuk diterapkan di tingkat petani pada
lahan kering bertekstur ringan. Menghemat biaya pengolahan tanah dan
penyiangan sebesar Rp 1.600.000,- per hektar/tahun. Perlu dilakukan
pengembangan Mosittas untuk tanah bertekstur sedang-berat.
3.18. Pengembangan teknologi pengelolaan kelapa dan kakao secara terpadu untuk meningkatkan pendapatan petani >25%
Penelitian Model pengembangan kakao terpadu ini bertujuan untuk mendapatkan
paket teknologi rehabilitasi kakao untuk peningkatan produktivitas menjadi 1 ton
biji kering dengan kualitas prima dan mendapatkan teknologi alternatif
penggemukan sapi dengan limbah kakao dan tanaman penaung. Hasil yang
telah dicapai adalah : Model Pengembangan Kakao Terpadu di Propinsi Sulawesi
Tenggara berupa : 1) demplot teknik produksi pada tanaman kakao yang
meliputi pemupukan berimbang, pemangkasan, sambung samping pada
tanaman kakao, pola tanam kelapa dan seraiwangi serta 2) terbangunnya pusat
pengkajian dan desiminasi teknologi fermentasi kakao, pemanfaatan limbah
untuk pakan ternak sapi, dan fasilitas pelatihan dan gelar teknologi usahatani
kakao dengan kelapa integrasi dengan ternak sapi.
Model Pengembangan Kakao Terpadu di Propinsi Sulawesi Selatan antara lain :
telah ditetapkan 2 lokasi penelitian yaitu di Kelompok Tani Bunga Cokelat, Desa
Tinco Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng dan di Kelompok Tani Sinar Ujung
Desa Gantarankeke Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng. Pelatihan
Petani pada Model Pengembangan Kakao dilaksanakan di Desa Tinco
Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng, perbaikan fisik tanaman dengan
melaksanakan pemeliharaan tanaman kakao berupa pemupukan, pemangkasan
dan pengendalian hama dan penyakit dan rehabilitasi tanaman kakao dengan
tehnik sambung samping, sambung pucuk dan benih hibrida. Untuk
memanfaatkan limbah tanaman kegiatan model pengembangan kakao terpadu
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 57
mengintegrasikan tanaman kakao dengan ternak yang di rancang kedepan
untuk pengolahan limbah ternak sebagai biogas dan biourin, dan untuk
meningkatkan pengetahuan petani kakao upaya yang telah dilakukan adalah
pembinaan kelembagaan petani yang dilakukan oleh tim dari Universitas
Hasanudin Makassar.
Gambar 15. a) Sambung samping pada tanaman kakao; b) Penangkaran benih seraiwangi untuk materi polatanam kelapa + kakao + seraiwangi; c) Pemangkasan produksi dan d) rehabilitasi total
3.19. Perbaikan teknologi dan sistem peremajaan untuk
meningkatkan produktivitas kelapa sawit rakyat > 40%
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model peremajaan kelapa sawit
melalui penerapan pola tebang bertahap dan polatanam yang mudah dan
murah tanpa menghilangkan pendapatan petani selama peremajaan serta yang
dapat meningkatkan produktivitas > 40%. Penelitian dilaksanakan melalui
percobaan lapang sekaligus sebagai demonstrasi plot yang dapat diakses oleh
semua lapisan masyarakat di lokasi kegiatan di Bagan Batu, kabupaten Rokan
Hilir, provinsi Riau, jenis tanah podsolik merah kuning (Kandiudults/
58 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Dystrudepts), iklim tipe B2 (Oldeman), dan ketinggian tempat 30 m di atas
permukaan laut. Penelitian menggunakan rancangan Split-plot terdiri atas 2
faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama terdiri atas 3 taraf pola tebang bertahap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peremajaan sawit dengan cara
penebangan bertahap mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman sawit
muda, namun tidak mempengaruhi masa pembungaan kelapa sawit muda.
Penanaman tanaman sela baik jagung maupun kedelai tidak mempengaruhi
pertumbuhan kelapa sawit muda. Penanaman tanaman sela kedelai pada
penebangan bertahap 60% masih memberikan padapatan >Rp. 15.000.000,-
/ha/tahun dan memiliki kemampuan lebih besar untuk mempertahakan
pendapatan tersebut dibanding jagung.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 59
BAB IV
PRODUK OLAHAN TANAMAN PERKEBUNAN
4.1. Pengembangan formula pupuk hayati berbasis bakteri endofit
Pengelolaan pupuk melalui integrated plant nutrition system (IPNS) dalam
pertanaman tebu merupakan pilihan yang bijak. Tiga pilar utama yang
menopang IPNS yaitu pupuk buatan, bahan organik, dan pupuk hayati.
Penggunaan pupuk buatan takaran tinggi dan dalam waktu lama dapat
menurunkan populasi mikroflora tanah. Oleh karena itu, pemanfaatan pupuk
hayati sangat diperlukan.
Pupuk hayati yang berkembang umumnya menggunakan bakteri endofitik.
Enam isolat bakteri penambat N endofitik diuji daya hidupnya dalam formula
pupuk hayati dan diuji efikasinya pada tanaman tebu. Hasilnya menunjukkan
bahwa formulasi pupuk hayati yang dibuat dengan campuran blotong 50%,
zeolit 30%, dan tanah lempung 20%, pada hari ke-0 sampai ke-15, jumlah
bakteri endofit sebesar 8 – 6x 106. Pada bulan ke 3, jumlah bakteri dalam
pupuk mencapai 6,33 x 102. Setiap bakteri endofit memiliki pola yang spesifik
yang menggambarkan keberadaan dan persistensinya dalam jaringan tebu.
Bakteri tersebut mampu bertahan selama 3 bulan dalam jaringan tanaman.
Dalam jaringan daun tebu, bakteri endofit membentuk jaringan mikrokoloni. Uji
efikasi bakteri endofit terhadap keragaan tebu pada stadium perkecambahan
dan awal pertunasan (umur 2 bulan) belum dapat tergambarkan secara kongkrit.
Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi bakteri endofit belum memberikan
respon yang signifikan, mengingat pengamatan dilaksanakan pada tahap awal
pertunasan.
4.2. diversifikasi tandan kosong dan hasil kelapa sawit untuk biofuel generasi 2 dan reduksi 3-MCPD
Upaya memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit yang melimpah mendorong
dilakukannya penelitian: 1) gasifikasi tandan kosong kelapa sawit, 2) penelitian
60 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
pembuatan bioetanol melalui sakarifikasi bahan tandan kelapa sawit serta 3)
reduksi 3 MCPD pada minyak sawit. Gasifikasi tandan kosong kelapa sawit dan
pembuatan bioetanol merupakan upaya rintisan dalam menghasilkan bioenergi
generasi dua, sedangkan reduksi 3-MCP adalah upaya mengurangi zat
berbahaya tersebut.
Kinerja gasifikasi optimal diperoleh pada perlakukan diameter tenggorokan
(throat) 13 cm dengan tinggi ruang reduksi 10 cm. Kinerja gasifikasi terbaik
dicapai pada ukuran potongan bahan < 4 cm, dengan tekanan pada bahan
0,02-0,03 kg/cm2, dan debit input udara 14 lpm. Pada perlakuan tersebut
dicapai laju proses sebesar 3,5 kg/jam, efisiensi proses 80%, suhu nyala api
pembakaran gas 600oC.
Perbaikan proses hilir produksi bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit
terbaik adalah perlakuan dengan H2SO4 konsentrasi 4%, dengan autoklav
selama 15 menit, kemudian dilanjutkan penambahan xilanase pH6 selama 3
hari dilanjutkan penambahan selulase selama 3 hari. Fermentasi dengan
Sacharomyces dilakukan 2 hari. Gula reduksi tercapai 11,11% dan etanol yang
dihasilkan 8,66%. Hasil penelitian penggandaan skala 2 liter dibutuhkan 100
gram TKKS delignifikasi menghasilkan 6,7-8,2 ml etanol.
Proses deodorisasi meningkatkan kadar 3-MCPD sangat signifikan. Kandungan
senyawa 3-MCPD ester pada tahapan proses deodorisasi sebesar 5,32 mg/kg.
Titik kritis terbentuk senyawa 3-MCPD ester terjadi pada tahapan proses
deodorisasi. Hasil simulasi pembentukan senyawa 3-MCPD ester yang telah
dilakukan menunjukkan kandungan mono-asil gliserol, di-asil gliserol dan tri-asil
gliserol serta asam lemak bebas dalam minyak sawit dapat mempengaruhi
banyaknya 3-MCPD ester yang terbentuk. Hal tersebut terjadi karena gliserol
dan HCl mengalami reaksi substitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis
adsorpsi Z2 dan SMS mampu menurunkan senyawa 3-MCPD ester terbesar.
Maka dari itu, dipilih kedua jenis adsorpsi tersebut untuk dilihat pengaruh
temperatur, lama waktu pengendapan, dan rasio adsorben dengan minyak.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 61
4.3. Pengembangan formula produk kopi luwak secara enzimatik untuk peningkatan produktivitas > 20%
Kopi luwak merupakan produk kopi yang dihasilkan dari feses binatang luwak
(Paradoxurus hermaphrodirus), setelah binatang tersebut mengkonsumsi buah
kopi matang. Kopi luwak memiliki cita rasa yang spesifik dan istimewa, karena
buah yang dikonsumsi adalah buah matang yang benar-benar terseleksi melalui
penciuman aroma yang tajam, serta melalui proses fermentasi dalam saluran
pencernaan binatang luwak sebelum dikeluarkan dalam bentuk biji.
Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan data kualitas fisik dan cita rasa serta
uji kandungan nutrisi pada biji kopi arabika yang difermentasi dengan mikroba
probiotik luwak dengan berbagai level waktu. Hasil penelitian menunjukkan :
(1) kopi kopyor merupakan calon klon kopi arabika dan dapat dikembangkan
pada ketinggian > 1000 dpl, disamping itu waktu panen juga berpengaruh
terhadap rendemen, dimana pada saat panen mendekati puncak musim
kemarau, rendemen biji kopi semakin tinggi, (2) fermentasi dapat menurunkan
kandungan protein kopi bubuk, walaupun tidak terlalu nyata. Demikian pula
fermentasi dapat menurunkan kadar serat kasar (CF) dalam kopi bubuk.
Fermentasi juga menyebabkan terbentuknya asam butirat dalam biji kopi,
kecuali pada fermentasi waktu pendek (P1). Mengingat asam butirat memiliki
sifat anti oksidan dan anti karsinogenik, kopi probiotik luwak memiliki nilai lebih
secara fungsional dibandingkan dengan kopi biasa dan (3) Pada feses luwak
dapat diperoleh bakteri selulolitik, xylanolitik dan proteolitik yang berpotensi
untuk mendegradasi biji kopi secara enzimatis. Proses fermentasi kopi secara
enzimatis menggunakan bakteri selulolitik dan xylanolitik dapat dilakukan
hingga 72 jam atas dasar pengamatan tingkat pertumbuhan dan produksi enzim
tertinggi dari kedua bakteri tersebut.
62 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
4.4. Formula jamu ternak berbasis tanaman obat peningkat fertilitas sapi dan minyak atsiri sebagai bio aditif bahan bakar minyak
4.4.1. Formula jamu ternak peningkat fertilitas sapi jantan
Tanaman obat telah diketahui dapat menjadi produk jamu yang bermanfaat
untuk meningkatkan daya tahan tubuh (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (paliatif).
Peternak di negeri China, sudah lama menggunakan obat tradisional dari bahan
tanaman obat sebagai “feed additive”, secara nyata dapat menurunkan
pengaruh infeksi dan secara langsung mempengaruhi mekanisme respon
immunitas. Pemanfaatan tanaman obat untuk tujuan peningkatan fertilitas
pada manusia telah lama dikenal, tetapi belum banyak dilakukan untuk ternak.
Dalam program nasional swa sembada daging sapi, salah satu programnya
dilakukan melalui program inseminasi buatan (IB). Peningkatan produktivitas
sapi potong dilakukan melalui IB dengan menggunakan sapi pedaging unggul
sebagai pejantan, sebagai upaya perbaikan varietas. Beberapa tanaman obat
diantaranya purwoceng, pasakbumi, cabe jawa, lengkuas, temulawak telah
menjadi produk aphrosidiaka untuk manusia. Guna meningkatkan keberhasilan
IB, maka dilakukan pemanfaatan tanaman aphrosidiaka dalam formula jamu
peningkat fertilitas sapi jantan, sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan
kualitas semen sapi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula
produk jamu ternak peningkat fertilitas sapi jantan.
Telah dihasilkan empat formula serbuk untuk jamu ternak peningkat fertilitas
sapi jantan Balittro-1, Balittro-2, Balittro-3 dan Balittro-4, dengan bahan baku
untuk temulawak, temu ireng, lengkuas sejumlah 45%, sambiloto 5% dan
ditambahkan bahan tanaman obat lain (cabe jawa, purwoceng dan pasakbumi)
sehingga mencapai jumlah 100%. Hasil uji in vivo feeding trial formula tersebut
ternyata tidak menghambat peningkatan bobot badan sapi. Formula jamu
tersebut berpengaruh meningkatkan konsentrasi semen, motilitas semen,
jumlah semen hidup dan mengurangi semen mati. Efektivitas formula nampak
pengaruhnya setelah diberikan berturut-turut selama tiga minggu, dua hari
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 63
sekali dengan dosis 10g/60kg bobot badan dan diberikan dengan cara dicekok.
Formula Balittro-3 dan Formula Balittro-4 diunggulkan karena dapat
menunjukkan respon yang stabil dalam peningkatan konsentrasi semen dan
motilitas semen.
4.4.2. Formulasi jamu ternak peningkat fertilitas sapi betina
Tingkat fertilitas sapi betina berpengaruh terhadap reproduksi dan sekaligus
terhadap tingkat populasi sapi. Pemanfaatan tanaman obat yang dicampur
dengan rumput selain bermanfaat sebagai pakan juga dapat meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap penyakit dan sekaligus dapat memperbaiki tingkat
fertilitas sapi betina.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan formula jamu ternak berbasis
tanaman obat peningkat fertilitas sapi betina. Hasil pengamatan menunjukkan
kadar unsur mineral N, P, K, Fe, Zn dan C-organik rumput banta lebih tinggi dari
pada jeriwit dan bura-bura. Hasil analisis GCMS jumlah komponen pada rumput
keibar dari Papua 15 dan dari Bogor 14. Sedangkan untuk rumput jeriwit 14,
bura-bura 15 dan banta 15 komponen. Rumput jeriwit, bura-bura, banta dan
keibar mengandung unsur mineral N, P, K, Fe, Zn dan C-organik cukup tinggi.
Semua jenis rumput yang dikarakterisasi menghasilkan kadar sari air lebih tinggi
dari pada kadar sari alkohol. Hasil skrining fitokimia, rumput jeriwit, bura-bura
dan banta mengandung senyawa alkaloid, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid
dan glikosida lebih kuat dibandingkan rumput banta.semua bahan mengandung
senyawa golongan amatidan tertinggi kadarnya terdapat pada rumput banta. Di
dalam rumput banta, bura-bura dan jeriwit terdapat senyawa kimia phenol,
asam amino (plorin) dan vitamin E yang bermanfaat untuk kesuburan dan juga
kesehatan ternak. Semua jenis formula yang diuji dapat meningkatkan fertilitas
sapi betina serta bobot badan. Pengamatan secara visual, sapi yang diberi
jamu lebih sehat, lebih gemuk dan kulitnya lebih bersih dan mengkilap
dibandingkan kontrol.
64 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
4.5. Pemanfaatan minyak atsiri sebagai bio aditif bahan bakar minyak
Minyak atsiri merupakan suatu bahan alam yang tersusun dari komponen-
komponen yang bersifat mudah menguap, berat jenisnya rendah dan
mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon bercabang dan hidrokarbon
aromatik. Komponen-komponen tersebut diharapkan dapat menyempurnakan
sistem pembakaran bahan bakar minyak. Karakteristik BBM secara umum terdiri
dari berat jenis, kekentalan, nilai kalori, kandungan belerang, titik tuang, titik
nyala, angka oktan, kadar abu, nilai knocking. Nilai-nilai karakteristik tersebut
berkorelasi dengan komposisi hidrokarbon dan bahan lainnya. Minyak atsiri
bersifat mudah menguap, berat jenisnya rendah, dapat campur dan melarutkan
bahan organik termasuk bahan bakar minyak.
Telah dihasilkan formula yang memiliki kemampuan efisiensi (menghemat) BBM
sampai 20%, dan akan diupayakan perbaikan formula untuk meningkatkan
efisiensi (penghematan) BBM lebih dari 25%. Peningkatan efisiensi tersebut
diharapkan diikuti pula dengan penurunan emisi gas buang yang lebih besar.
Penurunan konsumsi (penghematan) BBM yang dihasilkan dengan penambahan
aditif tersebut secara tidak langsung akan mengurangi pencemaran yang
ditimbulkan oleh logam timbal (Pb) yang memang terkandung dalam bahan
bakar bensin maupun solar.
4.6. Efektivitas biopestisida berbasis sitronellal, eugenol, dan azadirachtin untuk menekan serangan OPT utama perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura > 50%
Teknik pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang murah,
praktis dan aman sangat diperlukan untuk menggantikan penggunaan pestisida
kimia sintetis yang diketahui berbahaya bagi lingkungan dan organisme bukan
sasaran. Salah satu cara pengendalian yang cukup prospektif adalah
penggunaan pestisida nabati yang berasal dari tanaman. Pestisida nabati
mudah terurai sehingga tidak mencemari lingkungan, toksisitas terhadap
mamalia rendah sehingga aman terhadap manusia tetapi tidak menyebabkan
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 65
resistensi hama sasaran. Prospek pemanfaatan pestisida nabati cukup baik,
karena Indonesia memiliki keragaman hayati flora yang merupakan sumber
bahan baku pestisida nabati. Penelitian guna mengevaluasi potensi dan
pemanfaatan beberapa jenis tanaman obat dan aromatik sebagai pestisida
nabati, diantaranya seraiwangi, cengkeh, dan mimba sebagai komponen utama
dan beberapa tanaman obat dan aromatik potensial lainnya seperti nilam,
rutenon, kayumanis, akarwangi, kunyit dan temulawak telah dilakukan dengan
metoda bioassay dan aplikasi lapang terhadap organisme pengganggu tanaman
(OPT) utama pada tanaman perkebunan, pangan dan hortikultura. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pestisida nabati berbasis atsiri tersebut yang
diharapkan mampu menurunkan populasi hama wereng coklat > 80%, hama-
hama pada tanaman brokoli (30%), pengendalian OPT teh (Plusia chalcites,
Helopeltis spp, Empoasca sp dan Exobasidium vexans > 50%, hama penggerek
buah (Conophomorpa cramerella) > 50% dan penyakit busuk buah
(Phytopthora sp) >30% pada kakao, hama penggulung daun nilam
(Pachyzancla stultalis). >50%, serta nematoda buncak akar (Meloidogyne sp)
pada
tanaman jahe (> 50%). Empat formula pestisida nabati yang diuji yaitu CEES,
CEKAM, CESPLENG, dan NEEMPLUS mampu menyebabkan mortalitas 84-94
persen terhadap wereng coklat padi (Nilaparvata lugens) dengan metode
semprot serangga, lebih tinggi dari kinerja insektisida kimia imidacloprid yang
mampu menimbulkan mortalitas sebesar 72 persen. Sementara itu, aplikasi
terhadap tanaman (foliar spray) tidak efektif untuk membunuh wereng coklat.
Mortalitas yang ditimbulkan berkisar 12-54 persen pada 72 jam setelah aplikasi.
Aplikasi limbah sulingan tanaman nilam tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
N tetapi mampu menaikkan secara nyata kadar unsur K dan berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan dan produksi brokoli; kombinasi limbah nilam dengan
pestisida nabati Bioprotektor-1 mampu menekan kerusakan akibat serangan
serangga hama Crocidolomia binotalis sebesar 30.0 %, selain itu juga mampu
memberikan kenaikan hasil sebesar 14 % dibandingkan kontrol. Kenaikan
66 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
produksi yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi aplikasi limbah
nilam dengan insektisida sintetis yaitu sebesar 40 %. Aplikasi limbah nilam
dengan Bioprotektor juga memberikan kepadatan populasi jamur dan bakteri
tanah lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Aplikasi formula petisida nabati
citronellal+asam salisilat dan formula eugenol+xanthorizol, pada konsentrasi
1%, tidak menghambat pertumbuhan tanaman jahe,sedangkan formula
eugenol+citronellal menghambat pertumbuhan tanaman tersebut. Pestisida
nabati mampu menekan serangan OPT pada tanaman teh dengan intensitas
serangan Helopeltis spp, 7.25 – 13.34 persen, Empoasca sp, 9.85 – 10.13
persen, dan ulat jengkal 8.47 – 12.21 persen lebih rendah dan berbeda nyata
dibanding kontrol. Kendala yang dihadapi adalah pestisida nabati mudah tercuci
oleh air hujan dan embun, sehingga belum menampakan hasil yang optimal.
Kombinasi perlakuan Sitronella (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A)
0,6% konsentrasi 5 ml/l mampu mengurangi tingkat kerusakan buah akibat
serangan penggerek batang kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi
sebesar 37,00% pada serangan ringan, 51,62% pada serangan sedang, dan
65,18% pada serangan berat dibanding kontrol dan berbeda tidak nyata
dibanding perlakuan yang sama pada konsentrasi 10 ml/l. Kombinasi perlakuan
S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 10 ml/l mampu menekan serangan
penyakit busuk buah kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi sebesar
52,93% pada serangan rendah; 68,00% pada serangan sedang; dan 76,26%
pada serangan berat dan tidak berbedanya nyata dibanding pemakaian
pestisida sintetik. Insektida dan fungisida yang diujikan tidak mempengaruhi
keberadaan musuh alam dan tidak mengakibatkan fitotoksik. Semua formula bio
pestisida yang di uji dalam skala rumah kaca, dapat meningkatkan kematian
larva penggulung daun P. stultalis sebesar 19,81%-59,09% dibanding kematian
alami pada kontrol. Pemakaian dosis 20%, menunjukkan efektifitas yang lebih
baik dengan kematian larva antara 51,25%-63,24%. Pada skala lapang,
toksisitas dosis terbaik skala rumah kaca mengalami penurunan 11,20%-
12,96% dengan tingkat kematian larva antara 46,80%-49,50% dan intensitas
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 67
serangan antara 41,30%-46,40%. Peningkatan dosis terbaik rumah kaca
menjadi 22%, menunjukkan hasil yang lebih baik pada semua parameter .
4.7. Diversifikasi VCO dengan kandungan asam lemak >30% dengan perbaikan prosesing etanol dengan efisiensi >95%
Untuk mengatasi kelebihan produksi Virgin Coconut Oil (VCO) dan untuk
meningkatkan pemanfaatan VCO, maka perlu dilakukan pengolahan lanjut VCO
menjadi berbagai produk, seperti produk pangan yang lebih spesifik. Selain itu
untuk memanfaatkan hasil samping VCO, seperti ampas kelapa dapat diolah
menjadi tepung ampas kelapa yang kemudian dapat menjadi bahan baku
pengolahan biskuit kaya serat pangan. Penelitian bertujuan untuk (1)
mengetahui proses pemurnian HMF (Human Milk Fat) analog (lemak baru hasil
interesterifikasi VCO dan palm stearin, (2) mengetahui proses pengolahan
biskuit kaya serat dan asam lemak rantai medium tinggi, menggunakan tepung
ampas kelapa (hasil samping pengolahan VCO), dan (3) memodifikasi
teknologi pengolahan etanol dari nira aren, yang dapat mengolah etanol kadar
25-35 % menjadi etanol kadar 95 % atau lebih melalui proses evaporasi,
destilasi dan dehidrasi dengan proses yang efisien. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proporsi fraksi monogliserida tertinggi dengan lipase
pankreas diperoleh pada pH 6,5 dengan rasio substrat : buffer fosfat 10:4
dalam waktu 42 jam sebesar 37,83%. Pemurnian HMF analog dapat dilakukan
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis menggunakan fase stasioner
Silica gel F254 dan fase mobil campuran pelarut petroleum eter : dietil eter :
asam asetat = 60:40:1. HMF analog yang dihasilkan mengandung asam lemak
rantai medium (asam kaprat dan asam laurat) 36,45%, sedangkan asam
palmitat dan asam oleat berturut-turut 22,22% dan 16,35%. Hasil samping
ampas kelapa dari pengolahan VCO, dapat diolah lanjut menjadi tepung ampas
kelapa (tanpa testa dan ada testa). Kedua jenis tepung ampas kelapa,
mengandung serat pangan berkisar 39.11-39.81% (ada testa) dan 42.56-
48.43% (tanpa testa). Pengolahan biscuit yang disubstitusi tepung ampas kelapa
ada testa dan tanpa testa, masing-masing 25% menghasilkan formula biscuit
68 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
yang kaya serat pangan dan asam lemak rantai medium yang disukai panelis.
Formula A-substitusi TAKat 25%: kadar serat pangan 8.39% dan asam lemak
rantai medium (ALRM)/C10 dan C12= 13.04 dan Formula B- substitusi TAKtt
25%: kadar serat pangan 8.65% dan asam lemak rantai medium (ALRM)/C10
dan C12= 12.66%. Alat pengolahan etanol sistem evaporator-destilator ganda
rancangan tahun 2011, lebih efektif dibanding alat pengolahan etanol sistem
sinambung rancangan tahun 2009, yang ditandai dengan waktu proses lebih
singkat dan etanol yang dihasilkan dapat mencapai kadar 98,5-99,0 %.
Pengolahan etanol anhidrat pada alat rancangan ini, dengan menggunakan
saringan molekuler dapat dilakukan dalam satu tahap proses. Untuk praktis
pengolahan dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama tanpa
saringan molekuler dan tahap kedua menggunakan saringan molekuler. Untuk
efektif proses pengolahan etanol dengan alat pengolahan etanol sistem
evaporator-destilator ganda, perlu memperhatikan karakteristik bahan baku,
suhu optimal unit operasi, waktu proses, debit air destilasi, dan penggunaan
saringan molekuler. Berdasarkan kepraktisan operasional pengolahan etanol alat
pengolahan etanol sistem evaporator-destilator ganda, dapat diaplikasikan pada
kelompok tani atau usaha kecil menengah.
4.8. Formulasi biopestisida berbahan aktif mikroba, entomopatogen, dan nabati untuk serangga hama dan penyakit kapas, tembakau dan minyak industri dengan efektivitas >75 % dan pupuk organik
Penambahan 2 isolat bakteri dan 2 isolat jamur ke dalam formulasi biopestisida
serta penambahan khitin sebagai peningkat kemampuan antagonis dan
perangsang pertumbuhan mampu memperbaiki kemampuan pengendalian
penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum, dan penyakit busuk batang
berlubang Erwinia carotovora, meskipun masih belum stabil.
Perbaikan formulasi MABA ke dalam bentuk pupuk kurang efisien, karena selain
lebih mahal dan repot, efektivitasnya juga tidak lebih baik meskipun daya tahan
hidup bakteri masih sangat baik. Secara umum, hasil pengujian formulasi MABA
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 69
baik yang cair maupun yang powder secara in vivo tidak efektif dalam menekan
perkembangan penyakit lanas yang disebabkan oleh P. nicotianae.
Suhu penyimpanan formulasi B. bassiana tidak berpengaruh terhadap mortalitas
dan bobot larva H. armigera, tetapi ditentukan oleh lama penyimpanan.
Mortalitas ulat H. armigera pada aktivitas murni (original activity) formulasi B.
bassiana mencapai 87,8% pada konsentrasi tertinggi (4,5 x 108 konidia/m) dan
pada lama penyimpanan 8 bulan mortalitas menurun hingga 56,3%.
Pertumbuhan N. rileyi paling cepat pada medium Sabouraud maltose agar (3,83
mm/hari) dan pertumbuhan P. fumosorose paling cepat pada potato dextrose
agar (14,2 mm/hari). AjNPV patogenik terhadap ulat A. janata dengan
mortalitas 100% pada konsentrasi tinggi (108-109 PIB/ml) pada hari ke-5-8
setelah perlakuan, sedangkan mortalitas 79-97% dicapai pada konsentrasi lebih
rendah, yaitu 106-107 PIB/ml.
Dari hasil ekstraksi tembakau diperoleh polisakarida (gula), ekstrak nikotin
pikrat, dan ekstrak nikotin cair 1 dan 2 yang mampu membunuh Myzus. Namun,
proses ekstraksi ini mahal, sehingga perlu penyederhanaan proses ekstraksi
agar biaya ektrak lebih murah.
Aplikasi vaksin Carna 5 di pesemaian mampu menekan perkembangan penyakit
CMV pada tanaman tembakau di lapang dengan dosis terbaik 15 g/100 ml BF
pH7. Aplikasi Carna5 cukup aman bagi perkembangan tanaman karena tidak
mempengaruhi umur berbunga maupun jumlah daun yang dihasilkan.
Penggunaan kompressor otomatis atau kompressor manual tidak
mempengaruhi efektivitas vaksin Carna 5.
Kompos bungkil dan kulit jarak pagar setelah diproses selama 4 minggu telah
memenuhi Standar Mutu Kompos (SNI : 19-7030-2004),yaitu dengan kadar C:N
= <20:1 dengan ciri-ciri fisik antara lain : 1). Suhu sesuai dengan suhu air
tanah, 2). Berwarna kehitaman seperti tanah, 3). Berbau tanah, 4). Ukuran
partikel seragam. Unsur makro N, P, K yang tersedia dalam kompos relatif
tinggi dibanding syarat minimum SNI. Unsur N yang tersedia tertinggi berasal
70 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
dari kompos bungkil biji jarak pagar yaitu antara 5,4-7,3%, kemudian kompos
kulit antara 3,3-3,5%, kompos kotoran sapi 3,4% dan kompos kotoran ayam
2,6%. Unsur makro P dan K juga telah memenuhi syarat SNI masing-masing
sekitar 0,32-1,68% dan 0,18-0,32%. Kandungan minyak kompos bungkil sudah
mengalami penurunan sebesar 64,1-73,6% menjadi 5,4-7,35%. Pengaruh
pemberian kompos terhadap tinggi tanaman wijen, jumlah cabang, jumlah
polong berat 1000 biji, hasil, dan kadar minyak biji wijen relatif sama dengan
kontrol pupuk kimia. Artinya pemberian kompos saja juga sudah dapat
mengganti pupuk kimia. Namun hasil ini belum optimal karena tanaman wijen
terserang penyakit pada fase awal pembungaan. Kadar minyak wijen relatif
tinggi sekitar 54,4-57,6%.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 71
BAB V
PELESTARIAN PLASMA NUTFAH
5.1. Pembangunan kebun koleksi klon-klon unggul karet dan tebu
Perakitan genotipe unggul karet sangat tergantung pada ketersediaan plasma
nutfah. Kebun koleksi klon-klon unggul karet perlu dibangun sebagai kebun
konservasi plasma nutfah, kebun induk benih dan kebun persilangan buatan
untuk merakit klon karet unggul.
Kebun koleksi karet dibangun di KP Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat seluas 0,5
ha untuk 10 klon, yaitu AVROS 2037, GT 1, RRIC 100, BPM 1, BPM 24, BPM
107, BPM 109, PB 260, IRR 5 dan IRR 104. Pembangunan kebun koleksi klon-
klon karet di Pakuwon merupakan salah satu kegiatan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, Badan Litbang Kementerian Pertanian pada tahun
anggaran 2011. Pembangunan kebun koleksi dimulai dari penyiapan bibit stum
mata tidur di Balai Penelitian Sungei Putih, Sumatera utara, pembangunan
pembibitan stum mata tidur dalam polibeg di KP.Pakuwon, penyiapan lahan dan
penanaman di lapangan. Kebun koleksi ditata secara blok klonal. Tiap plot
terdiri atas satu klon dengan jumlah tanaman 25 pohon sehingga seluruhnya
terdapat 10 plot. Penyiapan lahan dilakukan secara mekanis dan penanaman
mengacu kepada standar manajemen pembangunan kebun karet. Bahan
tanaman (bibit) dalam polibeg satu payung daun. Deskripsi dari tiap klon
dilakukan didasarkan pada ciri-ciri tanaman, yang meliputi helaian daun, anak
tangkai daun, tangkai daun, payung daun, mata tunas, kulit batang dan potensi
hasil lateks.
Untuk tanaman tebu, dari ekplorasi dari Jawa Tengah diperoleh 34 nomor
koleksi (Ubd 1 sampai Ubd 34); dari Jawa Timur diperoleh 70 nomor koleksi
(Ubd 35 sampai Ubd 104). Telah dilakukan penenaman bagal mikro G1 tahap I
72 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
dan II. Varietas tebu yang dikoleksi memperlihatkan keragaan genetik yang
tinggi dan dapat digunakan dalam perakitan varietas unggul baru.
Gambar 16. Pembibitan karet dengan naungan paranet
5.2. Eksplorasi sagu unggul di Riau
Hasil ekplorasi sagu unggul di Riau menunjukkan bahwa tinggi pohon sagu
berdasarkan pohon contoh cukup seragam, dengan nilai KK sekitar 11,88%
atau masih dibawah 20%. Rata-rata karakter lingkar batang adalah 144,80 cm,
jumlah daun sekitar 16,8 helai per pohon, dengan panjang daun mencapai 715
cm, atau 7,15 m. Dengan keragaan panjang daun ini, tanaman sagu yang akan
ditanam teratur dapat menggunakan jarak tanam 8 m sampai 9 m. Data
morfologi daun lainnya adalah panjang anak daun dan lebar anak daun. Hasil
pengamatan juga memperlihatkan bahwa dalam satu rumpun sagu dijumpai
rata-rata memiliki 11,4 anakan sagu dengan berbagai tingkatan umur tanaman.
Data ini berhubungan dengan jumlah anakan terbaik dalam satu rumpun sagu,
sehingga perkembangan anakan sagu lebih cepat. Keragaman kandungan
tepung sagu kering dari pohon contoh beragam antara 76.07 sampai 170,76 kg,
atau rata-rata berat adalah 111,18 kg per batang sagu. Keragaman hasil tepung
sagu antar batang pohon dari lima contoh batang ini memperlihatkan
keragaman cukup besar, yaitu nilai KK 32,68 , atau >20%. Jika dibandingkan
dengan hasil tepung sagu dari Maluku dan Papua yang mencapai 150 kg sampai
300 kg seperti dalam beberapa laporan hasil penelitian, maka hasil tepung sagu
asal Riau ini masih lebih rendah yaitu sebesar 111 kg. Untuk itu perlu dilakukan
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 73
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensi hasil tertinggi, memperbanyak
contoh pohon sagu yang dianalisis, dan mencari populasi sagu lainnya yang
mungkin lebih produktif.
5.3. Koleksi dan karakterisasi 17 aksesi plasma kemiri sunan dan
pengembangan kebun koleksi 15 jenis tanaman BBN perkebunan
Kemiri sunan sebagai tanaman sumber BBN saat ini sedang dikembangkan di
Jawa Barat antara lain di Kabupaten Karawang, Subang, dan Sumedang. Untuk
mendapatkan benih yang memenuhi persyaratan untuk pengembangan, maka
diperlukan pembangunan kebun induk kemiri sunan. Pembangunan kebun induk
selain ditujukan sebagai sumber benih juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber
materi genetik untuk tujuan penelitian pemuliaan tanaman. Usaha yang perlu
dilakukan dapat diawali dengan melakukan karakterisasi keragaman genetik
kemiri sunan yang ada (in situ), dilanjutkan dengan konservasinya baik secara
in situ maupun ex situ. Selanjutnya diperlukan penelitian-penelitian yang
terarah meliputi: seleksi tanaman, tindakan agronomis termasuk cara
perbanyakan generatif maupun vegetatif, dan analisis karakteristik kadar dan
kualitas minyak. Pada kegiatan TA 2011 telah dihasilkan :
1. koleksi tanaman bahan bakar nabati sebanyak 15 jenis yaitu : kelapa 3
varietas, kelapa sawit, jarak pagar 2 varietas, bunga matahari, wijen,
nyamplung, kemalakian, kemiri sunan, kemiri sayur, aren, jarak kepyar,
kosambi, kepuh, tebu, bintaro dan lain-lain.
2. 17 aksesi kemiri sunan dengan 286 tanaman yang dieksplorasi di Propinsi
Jawa Barat dan sekitarnya, materi eksplorasi berupa entrys dan biji. Bahan
tanaman tersebut telah disemai untuk materi yang berasal dari biji sedang
yang berupa entrys telah di-grafting dan selanjutnya ditanam di Instalasi
Penelitian Pakuwon Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman
Indsutri Lain seluas + 2 ha dengan jarak tanam 9 x 9 m. Untuk karakteristik
aksesi telah diamati pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman, lingkar
batang, jumlah daun, dan jumlah cabang. Untuk mengetahui kualitas
74 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
minyak untuk aksesi yang diperoleh biji dalam eksplorasi telah dianalisa
kualitas minyaknya.
5.4. Hasil pengembangan KIJP untuk produksi benih IP-2 dan IP-3
Pada tahun 2011 dilakukan pemeliharaan intensif tanaman jarak pagar di Kebun
Induk Jarak Pagar Pakuwon yang terdiri atas 10 ha IP-2P dan 15 ha IP-3P
dengan target produksi masing-masing sebanyak 5 ton benih. Sampai akhir
tahun 2011, produksi benih IP-2P dan IP-3P yang dihasilkan relatif sangat
rendah, masing-masing sebesar 336 kg dan 184 kg dan masih jauh dari target
produksi sebesar masing-masing 5 ton. Banyak faktor yang diduga
menyebabkan hal ini diantaranya populasi tanaman yang sebagian terdiri atas
individu yang berpotensi rendah sebagai akibat segregasi progeni yang
dihasilkan, umur tanaman, kondisi tanah yang semakin lama menjadi berkurang
kesuburannya, dan kondisi iklim yang kurang sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jarak pagar. Bila pengembangan jarak pagar tetap
akan dilanjutkan, maka kegiatan produksi benih jarak pagar membutuhkan
perhatian yang lebih intensif diantaranya seleksi berulang bahan tanaman,
pemilihan lahan yang lebih subur dan teknik budidaya yang tepat.
5.5. Plasma nutfah tanaman obat dan aromatika
Kegiatan penelitian konservasi 100 jenis plasma nutfah, Rejuvenasi,
Karakterisasi dan Evaluasi 8 Jenis serta Dokumentasi Plasma Nutfah Tanaman
Obat dan Aromatik telah dilakukan di kebun koleksi plasma nutfah, rumah kaca
dan laboratorium in vitro serta laboratorium Database Balittro – Bogor.
Konservasi 100 jenis plasma nutfah TOA di rumah kaca. Pemeliharaan,
peremajaan dan peningkatan keragaman genetik plasma nutfah tanaman obat
dan aromatik baik di lapangan, rumah kaca maupun laboratorium in vitro untuk
tahun 2011 telah dilakukan pada 100 jenis yang dikonservasi di rumah kaca.
Usaha perbanyakan tanaman telah dilakukan pada tanaman yang berasal dari
biji maupun setek sebanyak 100 jenis yang terpelihara dirumah kaca.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 75
Konservasi 30 Jenis Tanaman Obat dan Aromatik Secara In Vitro.
Perbanyakan tanaman pada 8 aksesi jahe telah memperlihatkan respon yang
berbeda terhadap media yang sama. Untuk kegiatan multiplikasi tanaman jahe,
aksesi asal eksplan dapat mempengaruhi kestabilan genetik tanaman, yang
terlihat dari penampilannya saat dikultur, sehingga untuk kegiatan konservasi
plasma nutfah akan menggunakan teknik embriosomatik untuk mendapatkan
eksplan yang stabil. Pada tanaman nilam telah berhasil dikoleksi 11 aksesi,
yaitu Tapak tuan, Sidikalang, Lhokseumawe, Aceh Merah, Melauboh, Cirauteun,
Nomor 9, 25, 42, 54 dan 55. Tanaman yang telah berhasil tumbuh kemudian
dikultur pada media perbanyakan yang sudah baku.
Rejuvenasi dan karakterisasi 15 aksesi jahe putih besar, dari 15 aksesi
JPB yang di rejuvinasi hanya 13 aksesi yang masih tumbuh, karena aksesi no 13
dan 15 tidak mampu tumbuh. Di antara 13 aksesi JPB yang tumbuh, aksesi
nomor 12 terlihat mempunyai karakter morfologi vegetatif (populasi tanaman
yang tumbuh, tinggi batang, tinggi tanaman, diameter pangkal batang, jumlah
anakan, dan daun serta panjang dan lebar daun) yang lebih baik dibandingkan
aksesi lainnya. Batang dan daun pada umumnya berwarna hijau sampai hijau
tua, sedangkan arah tumbuhnya pada umumnya semi tegak, Panen
direncanakan pada umur 10 – 12 bulan dan sekitar bulan April-Mei 2012.
Rejuvenasi dan karakterisasi 12 aksesi Temu Ireng. Hasil pengamatan
pada umur 5 bulan menunjukkan bahwa aksesi no 3 diikuti aksesi no 2 dan no 1
mempunyai karakter morfologi pertumbuhan vegetatif (populasi tanaman yang
tumbuh, tinggi batang, tinggi tanaman, diameter pangkal batang, jumlah
anakan, dan daun serta panjang dan lebar daun) yang lebih baik dibandingkan
aksesi lainya. Daun berwarna hijau bergaris kemerahan, batang berwarna hijau
sampai hijau kemerahan, sedangkan arah tumbuhnya semi tegak.
Rejuvenasi dan karakterisasi 8 aksesi Cabe Jawa. Telah dilakukan
perbanyakan (rejuvinasi) terhadap 8 aksesi cabe jawa yaitu Piret 4, Piret 6, Piret
10, Piret 13, Piret 14, Piret 16, Piret 18 dan Piret 23. Perbanyakan dengan
76 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
menggunakan sulur panjat 3-5 ruas yang disemai terlebih dahulu. Penyemaian
dilakukan dengan menggunakan polibag berukuran 10 x 15 cm dengan media
tanah dan pupuk organik 2 : 1. Setek yang sudah siap kemudian ditanam di
polibag yang sudah disediakan, kemudian dilakukan penyungkupan dengan
menggunakan plastik transparan. Penyungkupan dilakukan untuk
mempertahankan kelembaban dipersemain. Setelah tanaman berumur 1-2
bulan di persemaian sungkup diangkat. Tanaman dari persemaian dipindahkan
ke lapang setelah bertunas dan perakarannya banyak. Bahan tanaman untuk
perbanyakan diambil dari pohon induk yang sudah ada.
Rejuvenasi dan karakterisasi 40 aksesi Jahe Putih Kecil. Hasil
pengamatan daya tumbuh pada 4 BST menunjukkan bahwa jahe putih kecil
aksesi 21 mempunyai daya tumbuh yang paling tinggi yaitu 90 %, lalu diikuti
oleh aksesi 40 yaitu 80 %. Demikian juga dengan serangan bercak daun,
hanya sedikit ditemukan pada populasi aksesi 21. Sampai akhir pengamatan
beberapa tanaman terserang becak daun dari populasi aksesi 21 agak sedikit
yang terserang bercak daun. Hal tersebut menunjukkan bahwa aksesi 21 tahan
terhadap kekeringan dan serangan bercak daun. Beberapa aksesi yang lain juga
menunjukkan hal yang sama yaitu viabilitas benih tinggi yang ditunjukkan
dengan tingginya daya tumbuh, pertumbuhan tanaman seragam dan rendahnya
serangan bercak daun yang ditemukan pada aksesi 2, aksesi 13, dan aksesi 29.
Evaluasi daya hasil dan mutu 20 aksesi serai wangi. Dari bobot kering
panen umur 6 bulan dan 9 bulan yang di suling menghasilkan volume minyak
dan kadar minyak yang berbeda-beda dari 20 aksesi yang dievaluasi. Aksesi
yang mengeluarkan hasil minyak tertinggi ditampilkan oleh aksesi Andus 007
sebesar 35,88 ml dan terendah ditampilkan oleh aksesi Andus 005 sebesar
24,50 ml, sedangkan hasil minyak rata-rata sebesar 29,45 ml. Dari hasil minyak
tersebut aksesi yang memiliki kadar minyak tertinggi adalah aksesi Andus 007
sebesar 5,05% di ikuti aksesi Andus 008 (4,61%), Andus 019 (4,30%), Andus
011 (4,26%), Andus 020 (4,21%), Andus 010 (4,18%), Andus 018 (4,14%),
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 77
Andus 004 (4,12%), Andus 012 (4,09%), dan Andus 014 (4,03%). Rata-rata
kadar minyak dari 20 aksesi yang dipanen umur 9 bulan mengalami penurunan
hasil dibanding kadar minyak dari panen umur 6 bulan. Rata-rata kadar minyak
yang dihasilkan dari umur panen 6 bulan sebesar 6,10% sedangkan rata-rata
kadar minyak dari hasil panen umur 9 bulan sebesar 1,69%. Begitu pula dengan
rata-rata hasil minyak umur panen 6 bulan lebih besar (31.02 ml) dibanding
hasil minyak dari umur 9 bulan (27,88 ml).
Karakterisasi 20 aksesi plasma nutfah serai dapur. Pengamatan
morfologi serai dapur 7 BST menunjukkan tinggi tanaman, jumlah anakan,
panjang daun, lebar daun, tebal daun dan diameter batang berbeda sangat
nyata pada masing-masing aksesi, sedangkan jumlah daun tidak berbeda nyata.
Aksesi 20 memiliki tinggi tanaman (110.87 cm), jumlah daun (9.33) dan
panjang daun (84.60 cm) yang relatif tinggi dibandingkan dengan aksesi lainnya.
Pada parameter lebar daun dan tebal daun pada aksesi 17 tertinggi yaitu 1.42
cm dan 0.77 cm. Jumlah anakan pada aksesi 12 memiliki jumlah anakan yang
terbanyak yaitu 142.93. Hasil panen bobot segar, bobot batang dan daun segar,
bobot kering angin, bobot akar kering angin, bobot batang dan daun segar dan
lebar kanopi menunjukkan hasil yang beberda nyata pada semua aksesi,
sedangkan pada bobot akar segar hasil tidak berpengaruh nyata antar aksesi.
Rejuvenasi dan karakterisasi 81 aksesi nilam. Dari semua aksesi nilam
yang direjuvenasi, hasil karakterisasi menunjukkan adanya variasi pada karakter
tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun.
Karakter tinggi tanaman berkisar antara 16,3 – 48,8 cm, karakter tertinggi
terdapat pada aksesi Poca 60 (48,8 cm), terendah terdapat pada aksesi Poca 3
(16,3 cm). Karakter jumlah cabang berkisar antara 3,5 – 16,2, tertinggi
terdapat pada aksesi Poca 39 (16,2) sedangkan terkecil perdapat pada aksesi
Poca 18 (3,5). Karakter jumlah daun berkisar antara 4,6 – 14,4, jumlah
terbanyak terdapat pada aksesi Poca 4 (14,4) dan terendah terdapat pada
aksesi Poca 20 (4,6). Karakter panjang daun berkisar antara 7,1 – 19 cm,
78 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
karakter terpanjang terdapat pada aksesi Poca 19 (19 cm), terpendek terdapat
pada aksesi Poca 13 (7,1 cm). Sedangkan karakter lebar daun berkisar antara
2.7 – 7.2 cm, tertinggi terdapat pada aksesi Poca 71 (7.2 cm) terendah pada
aksesi Poca 19 (2,7 cm).
Evaluasi daya hasil 9 aksesi Jahe Merah di lahan Marjinal. Berdasarkan
pertumbuhan vegetatif yang ditampilkan dari 9 aksesi jahe merah di lahan
marjinal yang menunjukkan daya adaptasi yang cukup baik melalui
pemeliharaan dan penanggulangan OPT secara dini, diharapkan akan muncul
beberapa aksesi yang beradaptasi dan berdaya hasil tinggi setelah diperoleh
data hasil panen umur 10 bulan yang direncanakan akan dipanen sekitar bulan
Februari – Maret 2012. Dari aksesi terpilih tersebut direncanakan akan diuji di
beberapa lokasi lahan marjinal untuk mengetahui kestabilan pertumbuhan dan
hasil untuk kemudian dikembangkan di lahan marjinal sebagai daerah
pengembangan baru.
Dokumentasi tanaman obat dan aromatik. Perekaman data telah
dilakukan ke dalam sofware microsoft access sebanyak 21.696 data yang
berasal dari hasil entri data jumlah aksesi yang dikoleksi di lapang (2.664 data),
data paspor (1.029 data), data karakter komoditas yang sudah terkarakterisasi
(14.819 data), data klasifikasi dari jenis-jenis yang dikoleksi (2.850 data), data
deskripsi varietas yang sudah dilepas (19 data) dan data dalam bentuk foto
yang terentri dalam katalog (315 data). Data-data tersebut akan terus diupdate
secara berkesinambungan agar perubahan-perubahan yang terjadi baik pada
jumlah koleksi di lapang maupun penambahan data karakter yang berasal dari
kegiatan plasma nutfah.
5.6. Plasma nutfah tanaman kelapa dan palma lain
Aksesi-aksesi kelapa, sagu, aren dan pinang yang tersebar di wilayah Indonesia
menghadapi ancaman dan resiko kehilangan keragaman genetik akibat erosi
genetik, kerusakan dan pemusnahan genetik. Kehilangan keragaman genetik
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 79
ini disebabkan oleh peremajaan, penebangan untuk industri, alokasi lahan
untuk penggunaan lainnya, dan sebagian daerah sentra keragaman merupakan
daerah konflik. Hal ini dapat berakibat hilangnya gen-gen yang mengontrol
sifat-sifat penting komoditas tersebut. Jika hal ini terjadi maka peluang
perbaikan genetik plasma nutfah kelapa, sagu, aren dan pinang serta kegiatan
pemanfaatan keunggulan sifat-sifat spesifik baik untuk konsumsi, atau produk
bukan makanan, ketahanan terhadap hama penyakit, atau toleransi terhadap
lingkungan ekstrim akan semakin terbatas. Dengan demikian konservasi,
karakterisasi, evaluasi dan dokumentasi plasma nutfah kelapa, sagu, aren dan
pinang penting untuk terus dilakukan sehingga keanekaragaman plasma
nutfah dapat terselamatkan dan ketersediaan bahan tanaman dapat
berkesinambungan untuk dijadikan materi pemuliaan maupun pemanfaatan
lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengkonservasi dan mengkarakterisasi
plasma nutfah kelapa, sagu, aren dan pinang.
Hasil penelitian sampai dengan Desember 2011 menunjukkan pertumbuhan
vegetatif maupun generatif dan produksi dari 82 aksesi kelapa di KP Mapanget,
KP Paniki, KP Kima Atas, KP Kayuwatu dan KP Pandu, 15 aksesi sagu di KP
Mapanget dan KP Kayuwatu, 15 aksesi aren di KP Kima Atas, KP Kayuwatu dan
KP Pandu serta 30 aksesi pinang di KP Kayuwatu cukup baik, dan
memperlihatkan keragaman yang sangat besar diantara aksesi kelapa, serta
keragaman yang cukup besar didalam populasi setiap aksesi. Hal ini
menunjukkan adanya peluang untuk melakukan seleksi pada karakter-karakter
tertentu yang berpotensi untuk dapat digunakan dalam merakit varietas baru
maupun sebagai bahan baku pangan maupun non pangan. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa kegiatan rejuvenasi beberapa aksesi koleksi plasma nutfah
kelapa perlu segera dilakukan untuk menjaga kelestarian dan tersedianya
plasma nutfah secara berkesinambungan.
80 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
BAB VI
BENIH SUMBER TANAMAN PERKEBUNAN
6.1. Tanaman Obat dan Aromatik
Untuk memenuhi ketersedian benih sumber tanaman obat dan aromatik yang
berkualitas tinggi dan sehat, sejak tahun 2002 telah dilakukan kegiatan produksi
benih sumber tanaman obat dan aromatik, yaitu benih kencur, kunyit, jahe
gajah, jahe merah, temu lawak, nilam, serai wangi, pegagan, sambiloto,
mentha, dan akar wangi kepada para pengguna. Produksi benih tanaman
tersebut harus dilakukan setiap tahun karena sifat tanaman yang panen
setahun sekali dan benihnya tidak tahan simpan. Pada 2011 telah dilakukan
produksi benih sumber kelas dasar dan benih pokok bersertifikat. Produksi
benih dasar dilakukan di kebun Balittro sedangkan benih dasar diperbanyak di
penangkar. Hasil kegiatan produksi benih sumber tanaman obat dan aromatik
telah menghasilkan benih sumber jahe 1,061 ton, kencur 347 kg, kunyit 2008
kg, temulawak 2542,5 kg. Benih nilam 100.000 setek dan seraiwangi 150.000
anakan. Benih sumber seluruh komoditas sudah disalurkan ke Bogor, Jakarta,
Tangerang, Sukabumi, Sumedang, Jambi, Lampung, Bengkulu, Palembang,
Sumatera Barat, Medan, Purwokerto, Yogyakarta, Karanganyar-Bali, Palu dan
Kendari. Penangkar benih binaan berjumlah 14 terdiri dari penangkar benih
nilam (Purbalingga, Kuningan, cicurug, Leuwiliang), benih temulawak di
Cileungsi, Nagrak, Ciemas; penangkar benih jahe di Nagrak, Ciemas, Sumedang,
penangkar benih kunyit di Sumedang, Nagrak, Ciemas; dan penangkar benih
kencur di Cileungsi.
6.2. Tembakau dan Tanaman Serat
Kegiatan produksi percepatan produksi benih sumber tanaman tembakau, serat
buah, serat batang/daun dan minyak industri mencakup kegiatan produksi
benih sumber tanaman kapas, jarak pagar, rami, kenaf, jarak kepyar, wijen,
dan tembakau. Kebun Percobaan (KP) Asembagus dikhususkan untuk produksi
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 81
benih sumber kapas, jarak pagar (IP-1A, 2A, 3A), jarak kepyar, dan wijen (var
Sbr 1). KP. Muktiharjo untuk produksi benih sumber rami dan Jarak pagar (IP-
1M, 2M, 3M), dan KP. Pasirian untuk produksi benih sumber tembakau dan
wijen varietas Sbr 4. Produksi benih sumber kapas (1,0 ha) menggunakan
varietas Kanesia 10, Kanesia 11, Kanesia 12, Kanesia 14, Kanesia 15 dan ISA
205, ditanam pada bulan Januari - Februari 2011. Produksi benih sumber
jarak kepyar (3 ha) untuk varietas Asb 81 ditanam bulan Januari 2011, dan
produksi benih dasar wijen (1,0 ha) dengan varietas Sbr 1, ditanam bulan
Januari 2011. Di Pasirian varietas wijen yang ditanam adalah varietas Sbr 4
yang ditanam bulan Februari dan Maret 2011. Produksi bibit rami varietas
Ramindo-1 di Pati sudah ditanam sejak tahun 2002 dan 2007 seluas 3,5 hektar.
Hasil yang telah dicapai adalah : (a) Benih sumber kapas sebanyak 457,50 kg
benih gundul; (b) Benih sumber jarak pagar dari Asembagus dan Muktiharjo
sebanyak 4.602,5 kg; (c) Benih sumber jarak kepyar sebanyak 3.050 kg; (d)
Benih sumber wijen di Asembagus sebanyak 1.015 kg (varietas Sbr 1) dan dari
Pasirian sebanyak 812 kg (varietas Sbr 4); (e) Benih sumber rami di
Muktiharjo sebanyak ± 500.000 rizom ; (f) Benih sumber kenaf dari sumberrejo
sebanyak 215 kg (varietas KR 11) dan 250 kg (varietas KR 15); dan (g) Benih
sumber tembakau di Pasirian tidak menghasilkan benih sama sekali karena
semuanya terserang penyakit bakteri dan virus.
6.3. Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri
Benih sumber tanaman rempah dan aneka tanaman industri dicapai melalui sub
kegiatan Pengelolaan UPBS, dengan target sebesar 22 ton (identik dengan
22.000 polybag) dan telah terealisasi sebesar 33,36 ton (identik dengan 33.360
polybag) (110,33%) mencakup benih sumber tanaman lada 24.030 polybag
(identik 24,03 ton); vanili 8.700 polybag (identik dengan 8,7 ton); dan jambu
mete sebanyak 639 polybag (identik dengan 0.639 ton).
82 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
6.4. Tanaman Kelapa dan Palma Lain
Benih sumber yang dihasilkan Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain selama
tahun anggaran 2011 dicapai melalui sub kegiatan pengembangan perbenihan
Kelapa dengan output produksi benih kelapa sebanyak 300 ton.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 83
BAB VII
REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1. Sistem beli putus tebu
Salah satu bentuk kemitraan antara Petani Tebu Rakyat (PTR) dengan pabrik
gula (PG) adalah bagi hasil gula yang didasarkan pada angka rendemen akhir
tebu petani. Di lapangan masalah penetapan rendemen sering menjadi potensi
konflik karena PTR tidak percaya dengan hasil yang diperoleh karena sangat
tergantung pada efisiensi dan kinerja pabrik gula. Sesuai dengan Rekomendasi
Panja Gula Komisi VI DPR RI, rendemen tebu petani harus diukur sebelum
proses pengolahan sehingga petani memperoleh rendemen sesuai dengan
mutu tebu yang dihasilkan.
Alternatif pola kemitraan antara petani dengan PG adalah dengan sistem beli
putus (SBP) tebu sehingga petani tidak menanggung resiko tingkat efisiensi
pabrik dan ketidaklancaran proses pengolahan. Untuk itu diperlukan suatu
rumus penetapan rendemen dan harga beli tebu yang menguntungkan kedua
belah pihak. Rumus harga tebu ditetapkan berdasarkan bagi hasil, rendemen
tebu, HPP gula, bagi hasil tetes dan harga tetes. Rumus tersebut secara umum
adalah :
Harga tebu/ton = 1.000 x {(gula bagian petani x R x HPP gula) + ( tetes bagian petani x harga tetes)}
Pengukuran rendemen dilakukan dari contoh tebu yang diambil dengan alat
yang mudah dioperasikan, akurat, dan transparan. Salah satu alat yang
memiliki kriteria tersebut adalah Core Sampler.
Keuntungan ekonomi sistem beli putus tebu terhadap pendapatan petani
adalah: (1) penilaian kualitas tebu secara individu, memberikan dampak positif
terhadap peningkatan produktivitas hasil dan petani menerima pembayaran
harga tebu yang sesuai dan optimal; (2) petani tidak dibebani dengan kondisi
pabrik gula yang kurang efisien; (3) pembayaran dimuka akan membantu
84 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
petani untuk kebutuhan primer dan sekunder; dan (4) pabrik gula akan
terdorong untuk meningkatkan efisiensi pabrik
7.2. Peluang swasembada gula tahun 2014 tanpa perluasan areal
Penerapan inovasi teknologi tebu, dalam peningkatan produktivitas dan
rendemen berperan penting dalam mewujudkan swasembada gula pada tahun
2014. Target produksi gula tahun 2011 sebesar 2,73 juta ton diperkirakan tidak
akan tercapai karena rendemen diperkirakan turun dari rata-rata 7,6 % menjadi
rata-rata 7,4 %. Permasalahan yang dihadapi dari hulu hingga hilir untuk
mencapai target swasembada gula sangat sulit diatasi. Namun dengan adanya
revisi target, perluasan lahan tidak perlu dilakukan atau dapat dikurangi tapi
dibarengi dengan perbaikan varietas, budidaya tebu dan komitmen dalam
proses penggilingan tebu di Pabrik Gula.
Tabel 1. Simulasi Produktivitas, Rendemen dan Produksi Swasembada Tanpa Perluasan Areal
Prod (t/ha) 70 80 90 100 110 110
Rendemen (%) 7 8 9 10 11 12
Luas (000 ha) 437 437 437 437 437 437
Prod gula nasional
(000t)
2141.3 2796.8 3539.7 4370 5287.7 5768.4
Tabel 2 memperlihatkan simulasi produktivitas, rendemen dan produksi gula
apabila perluasan lahan tidak dilakukan, tetapi tetap dengan luas yang ada pada
saat ini yaitu 437.000 ha. Jika alternatif ini dijalankan maka varietas yang
digunakan harus yang mempunyai produksi 110 ton/ha dengan rendemen 12%.
Apabila target diturunkan menjadi 3,6 – 4,3 juta ton, maka produktivitas aktual
yang diperlukan 90-100 ton tebu/ha dengan rendemen 9-10%.
Rata-rata produktivitas tebu pada bulan Juni 2011 hanya 78 juta ton dengan
rendemen 6,89%. Untuk meningkatkan produksi sampai 3,7 juta ton pada
tahun 2014, Badan Litbang Pertanian menghasilkan calon-calon varietas
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 85
unggul dengan potensi rendemen 9-12%, seperti PS 881, PS 882, PS 862 dan
VNC 766. Apabila benih ini diuji adaptasi tahun 2012 maka tahun 2013 sudah
dapat dikembangkan. Calon varietas yang paling menjanjikan adalah PS 89-
20961 dan POJ 3016 serta varietas introduksi dari Filipina dengan rendemen
9,5%, 14% dan 16% dan produktivitas 140, 150, 150 ton/tahun.
Untuk mengatasi senjang potensi hasil dan hasil aktual, perlu perbaikan
budidaya yang meliputi (1) penerapan program berbantuan bongkar ratoon
seperti pada tahun 2004, ratoon hanya bisa dipakai sampai 3 tahun, (2)
penggunaan varietas untuk masak awal, masak tengah dan masak akhir, (3)
pemupukan berimbang antara organik dan anorganik, seperti pupuk kandang
sebanyak 5 ton/ha atau BBA (Blotong, Bagas dan Abu) dengan dosis 80 ton/ha
atau 40 ton/ha kalau sudah menjadi kompos, (4) aplikasi zat pengatur tumbuh
(Ethepon, 400 mg/liter) pada tanaman tebu berumur 5 bulan, (5) penerapan
PHT terutama dengan varietas toleran/tahan, (6) pengelolaan air dengan alur
atau sprinkler sesuai dengan kebutuhan tanaman, dan (7) sistem tanam
disesuaikan untuk asal bibit kultur jaringan.
Seluruh perlakuan budidaya disusun dalam suatu demfarm (Show window) di 3
lokasi di Lampung, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan yang sekaligus akan
menjadi lokasi pelaksanaan uji multilokasi bagi calon varietas POJ 3016, PS 86 –
10029 serta klon introduksi dari Filipina dan klon unggul harapan lainnya. Dari
demfarm ini akan dihasilkan Standar Operasional Prosedur (SOP)
pengembangan tebu berbasis kultur jaringan serta pelepasan varietas unggul.
Peta pencapaian swasembada gula tahun 2014 yang diusulkan sebagai berikut
: (1) pada tahun pertama akan dilaksanakan demfarm di 3 lokasi diharapkan
mulai tanam November 2011 dan sosialisasi ke pihak-pihak terkait seperti
Dewan Gula Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan, Pabrik Gula dan PTPN;
(2) pada tahun kedua, SOP dari tahun I disosialisasikan dan mulai
dikembangkan; dan (3) pada tahun ketiga (2014) diharapkan semua sentra
produksi tebu sudah menerapkan SOP dan menggunakan varietas unggul yang
berproduksi tinggi.
86 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Pengembangan tebu berbasis kultur jaringan dengan dukungan teknologi
budidaya ini tidak akan berhasil tanpa kerjasama dari semua pihak yang terkait.
Diasumsikan diluar perlakuan yang diaplikasikan semua berjalan optimal, seperti
pengukuran rendemen, efisiensi pengolahan di PGk
Dari hasil analisis terhadap dua hal tersebut telah dihasilkan dua rekomendasi
kebijakan antisipatif, yaitu: (1) Strategi pencapaian target swasembada gula,
dan (2) Optimalisasi Manfaat Gernas Kakao. Rekomendasi kebijakan antisipatif
telah disampaikan secara berjenjang dari Puslitbang Perkebunan kepada Kepala
Badan Litbang Pertanian, kemudian dari Badan Litbang Pertanian kepada
Menteri Pertanian.
7.3. Sistem modeling swasembada gula
Berdasarkan hasil simulasi model, dengan mempertimbangkan kecilnya peluang
untuk penambahan areal (ekstensifikasi), maka strategi yang disarankan untuk
mencapai target swasembada gula tahun 2014 adalah meningkatkan rendemen
dan produktivitas kebun tebu, disertai dengan perbaikan tataniaga.
Berikut ini langkah-langkah yang disarankan untuk melaksanakan strategi
tersebut. Untuk meningkatkan rendemen dan produktivitas perlu dilakukan: (1)
perakitan dan pengujian varietas unggul dengan rendemen tinggi dan tahan
cekaman iklim, (2) penyediaan benih murah melalui penerapan teknik
perbanyakan massal disertai pembinaan penangkar untuk perbanyakan benih
G1, G2, dan G3 di sentra produksi tebu, (3) distribusi benih berdasarkan
kebutuhan varietas di wilayah Pabrik Gula sesuai dengan peta kesesuaian
varietas, (4) penyesuaian rekomenndasi pemupukan dengan perubahan iklim,
(5) penetapan rendemen secara transparan dengan melakukan analisis
rendemen individu (ARI) dan penerapan sistem beli putus tebu bagi PG berbasis
tebu rakyat, dan (6) mendorong peningkatan efisiensi PG dengan investasi PG
baru atau perbaikan mesin pada PG yang sudah ada. Dari sisi perbaikan
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 87
tataniaga, disarankan untuk: (1) mempertegas peran Bulog sebagai penyangga
stok gula, dan (2) meningkatkan efisiensi tataniaga dengan distribusi margin
tataniaga yang adil melalui penetapan harga pokok produksi (HPP) berdasarkan
biaya pokok produksi (BPP).
7.4. Optimalisasi manfaat gernas kakao
Saran kebijakan yang diusulkan untuk penyempurnaan pelaksanaan Gernas
Kakao adalah:
1. Program intensifikasi dapat diteruskan dengan penerapan teknologi “zero
waste” untuk pupuk organik
2. Program rehabilitasi dapat dilanjutkan dengan perbaikan rehabilitasi
selektif, tidak seluruhnya direhabilitasi, tetapi dipilih yang pertumbuhannya
kurang baik. Entres yang digunakan untuk sambung samping minimal 4
klon unggul agar bila terjadi eksplosi hama penyakit, sebagian tanaman
masih dapat bertahan
3. Program peremajaan harus segera diperbaiki. Tanaman yang berasal dari
bibit SE diperbaiki melalui sambung samping atau tanaman diganti secara
bertahap dengan menggunakan hibrida yang berasal dari kebun induk yang
menghasilkan hibrida. Desain kebun dapat menggunakan bi-klonal atau
poli-klonal. Tetua-tetuanya harus memiliki keunggulan pada aspek potensi
produksi, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kandungan lemak > 50
% dan berbiji besar. Diharapkan hibrida yang dihasilkan memiliki
keragaman genetik yang tinggi sehingga bila ada serangan hama dan
penyakit, populasi tanaman tidak akan mengalami kerusakan seluruhnya,
tetapi diharapkan sebagian masih bertahan.
4. Perbaikan seluruh program dilakukan melalui sosialisasi penerapan
teknologi dibarengi dengan pendampingan baik oleh peneliti maupun
penyuluh. Dalam pendampingan diharapkan penerapan teknologi
fermentasi juga dilakukan untuk sekaligus memperbaiki mutu kakao.
88 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
7.5. Bea keluar kakao
Terkait dengan usulan Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) untuk meninjau
kembali Permenkeu No. 67/2010 dengan alasan keberadaan Permenkeu
tersebut menekan harga kakao ditingkat petani, berikut disampaikan beberapa
argumen untuk mensikapinya:
1. Secara umum, penetapan kebijakan dalam jangka pendek pasti akan
menimbulkan reaksi terhadap para pelaku usaha/kegiatan yang terkena
peraturan kebijakan dimaksud, dan tidak terkecuali kebijakan BK ekspor
kakao. Reaksi umum yang akan terjadi dalam jangka pendek adalah
pengurangan volume ekspor dan tekanan harga ditingkat petani. Data
ekspor Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa selama kurun waktu
Januari-Oktober 2010, ekspor biji kakao Indonesia mencapai 386.855 ton
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2009 yang mencapai
341.646 ton. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum kebijakan BK biji
kakao tidak berdampak terhadap kinerja ekspor biji kakao Indonesia.
Bagaimana dengan harga ditingkat petani? Data harga mingguan kakao
Kementerian Pertanian menunjukkan selama kurun waktu Juli-Desember
2010, harga kakao tidak fermentasi ditingkat petani berkisar antara Rp.
18.000 – Rp. 20.000 per kg; sementara itu harga kakao dunia berkisar
antara US$ 2.800 – 3.200 per ton. Memasuki tahun 2011, harga kakao
ditingkat petani beranjak naik dan selisih harganya tidak terlampau jauh
dengan harga kakao dunia. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa harga
kakao petani di sentra produksi di wilayah Sulawesi selama empat minggu
terakhir bergerak pada harga Rp. 23.000 hingga Rp. 26.000 per kg;
sementara harga kakao dunia berfluktuasi pada tingkat harga US$ 3.000 -
3.400 per ton. Di luar faktor kualitas yang selama kurun waktu tahun 2010
memang kurang baik, namun pengenaan BK ekspor biji kakao sempat
mempengaruhi harga ditingkat petani. Namun seiring dengan tingginya
harga kakao dunia dan membaiknya kualitas kakao petani, harga kakao di
tingkat petani mulai meningkat.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 89
2. Penilaian bahwa upaya pemerintah mendorong pertumbuhan industri
pengolahan dan peningkatan nilai tambah kakao domestik, melalui
instrumen BK ekspor kakao adalah kurang berhasil, dinilai terlalu terburu-
buru. Respon jangka pendek (pengurangan ekspor dan tekanan harga
ditingkat petani) memang dapat terjadi seketika; namun respon terhadap
pertumbuhan industri pengolahan membutuhkan waktu yang lebih panjang
dan perlu adanya konsistensi kebijakan dari pemerintah. Investor yang akan
membangun industri pengolahan kakao tentu berharap adanya jaminan
ketersediaan bahan baku secara konsisten, sehingga kebijakan penetapan
BK ekspor biji kakao sebagai salah satu instrumen untuk mendorong
peningkatan ketersediaan bahan baku kakao domestik, sangat diharapkan
oleh investor dapat diterapkan dalam jangka panjang.
3. Untuk mengatasi dampak negatif pengenaan bea keluar kakao ini,
diperlukan upaya mempercepat perkembangan industri pengolahan kakao
dalam negeri, sehingga dapat menampung produk kakao dalam negeri dan
memanfaatkan potensi pasar ekspor kakao olahan dengan dibukanya pasar
kakao olahan di kawasan Asean. Upaya pengembangan agribisnis kakao
dalam negeri dapat dilakukan dengan mengalokasikan hasil pungutan BK
ekspor biji kakao, untuk pengembangan usaha kakao domestik, baik melalui
program peningkatan produktivitas dan kualitas kakao maupun kegiatan
penelitian dan pengembangan komoditas kakao; sehingga pada akhirnya
tujuan pembangunan agribisnis kakao dalam negeri dapat dicapai.
Kebijakan pemerintah tentang pengenaan BK ekspor biji kakao perlu
dipertahankan. Untuk mengimbangi kemungkinan terjadinya tekanan harga
ditingkat petani, maka pemerintah perlu mendorong para investor untuk segera
merealisasikan pembangunan industri pengolahan kakao. Dalam jangka pendek-
menengah pemerintah juga diharapkan dapat mendorong peningkatan
kapasitas industri pengolahan kakao yang telah ada. Penggairahan industri
pengolahan kakao domestik, diharapkan dapat menstabilkan harga kakao
ditingkat petani.
90 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
7.6. Hama utama tanaman perkebunan
Ulat bulu ( hama tanaman jambu mete, alpukat dan kedondong)
Tanggap pengendalian
1. Sebelum pengendalian perlu dilakukan monitoring ulat pada permukaan
daun bagian bawah, dan ditempat lain, agar populasinya dapat dipantau
sesegera mungkin.
2. Pengendalian ulat bulu dapat dilakukan dengan cara fisik/mekanik, melalui
pengasapan, pengumpulan ulat secara masal, kemudian dimusnahkan
dengan cara dikubur, agar bulu-bulu ulat tidak berterbangan yang dapat
mengganggu pernapasan.
3. Penggunaan lampu perangkap dari lampu petromak dapat dianjurkan,
mengingat ngengat tertarik cahaya. Petromak digantungkan pada tiang,
dibawahnya diletakkan ember plastik yang berisi air sabun. Ngengat yang
tertarik lampu akan jatuh ke air sabun akhirnya akan mati.
4. Penggunaan agen hayati : Metarhiziun sp., Bacillus sp., Beauveria sp. atau
Verticillium.
5. Pengendalian dengan insektisida nabati antara lain mimba (5 ml/l), jika
terpaksa dapat digunakan insektisida sintetis antara lain Deltametrin 25 EC
dengan konsentrasi rendah (1-2 ml/l) atau dengan cara infus pada batang
pohon mangga dan pastikan bahwa pohon mangga dalam fase vegetative.
6. Apabila stadia serangga sudah berubah menjadi pupa dalam kepompong,
maka dapat dilakukan melalui pengendalian fisik/mekanik, dengan cara
mengumpulkan pupa didalam kepompong kemudian dimusnahkan. Cara ini
mempunyai tujuan untuk mengurangi populasi ulat bulu pada generasi
berikutnya.
7. Pengumpulan pupa juga dapat dilakukan dengan memasukkan kedalam
botol aqua yang diberi ventilasi, kemudian disimpan lebih kurang satu
minggu. Jika yang keluar ngengat, segera dimusnahkan, tetapi jika yang
keluar serangga kecil (parasitoid) lepaskan ke-alam untuk membantu
pengendalian hayati.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 91
8. Saat ini stadia ulat bulu sudah menjadi pupa. Untuk mengantisipasi pupa
yang tersisa dari pengendalian point 6 dan 7, dalam 1- 2 bulan kedepan
perlu diwaspadai, karena setelah keluar ngengat akan segera meletakkan
telur kemudian menetas, selanjutnya mengambil langkah pengendalian
melalui pemantauan dan observasi dilapang.
9. Pengendalian pada saat ini secara operasional cukup dilakukan oleh Dinas
Pertanian setempat bekerjasama dengan pihak terkait.
10. Jika ada warga masyarakat yang terkena ulat bulu, kemudian merasa
gatal-gatal, dapat dioles dengan minyak tawon, alkohol atau minyak kayu
putih atau segera berobat dan laporkan ke Puskesmas/dokter terdekat.
Tanggap alternatif
1. Populasi ulat bulu meningkat disebabkan oleh perubahan iklim, perubahan
ekosistem, sehingga faktor pembatas baik abiotik maupun biotik tidak dapat
menahan perkembangan populasi ulat bulu, oleh karena itu kembalikan
fungsi pembatas biotik (predator, parasitoid dan patogen serangga) dengan
cara memperbaiki faktor abiotik (ekosistem yang labil menjadi lebih stabil
melalui penanaman pohon (reboisasi), menghindari tanaman monokultur,
tidak merusak hutan dan mengurangi penebangan pohon.
2. Mengurangi penggunaan pestisida yang berspektrum luas, yang dapat
membunuh parasitoid, predator dan patogen serangga.
3. Melakukan monitoring secara konsisten, melalui dinas pertanian/penyuluh
dan instansi terkait, sehingga perkembangan ulat bulu segera diketahui.
4. Berbagai elemen dari pemerintah maupun masyarakat sudah turun ke
lapangan untuk menanggulangi peledakan populasi ulat bulu antara lain
para pakar dari Badan Litbang Pertanian, Perguruan Tinggi, Pejabat yang
terkait di daerah maupun di Pusat. Oleh karena itu perlu koordinasi dan
saling tukar informasi diantara elemen tersebut untuk mengatasi serangan
ulat bulu dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
5. Tingkatkan penelitian dasar khususnya di bidang entomologi termasuk ulat
bulu untuk identifikasi melalui penelitian taksonomi, morfologi, penelitian
92 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
ekologi dan fisiologi serta diikuti penelitian terapan antara lain pengendalian
berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Melalui penelitian
akan dapat menjawab dan mengatasi serangan hama tanaman.
Hama lada (Lophobaris piperis, Dasynus piperis, Diconocoris hewetti)
Tanggap antisipatif
1. Melakukan pemantauan atau pengamatan secara rutin/berjadwal
merupakan langkah awal menuju tindakan pengendalian. Kegiatan ini
untuk memantau kehadiran hama dengan mengamati gejala serangan atau
stadium hama yang ditemukan. Hasil pemantauan dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan pengendalian hama.
2. Memangkas tiang panjat hidup untuk mengatur kebutuhan tanaman lada
terhadap cahaya matahari (75%) dan menciptakan lingkungan yang kurang
disukai hama. Hama utama lada tidak menyukai sinar matahari langsung.
3. Melakukan penyiangan gulma secara terbatas yaitu hanya di sekeliling
pangkal batang. Tidak dianjurkan untuk melakukan penyiangan bersih,
biarkan gulma berbunga tumbuh. Bunga gulma dapat dijadikan sebagai
sumber pakan oleh imago parasitoid, sehingga parasitoid memiliki
kemampuan hidup dan keperidian yang lebih baik.
4. Menanam varietas unggul yang kurang cocok untuk perkembangan
serangga. Varietas Natar 1 toleran terhadap penggerek batang. Varietas
kerinci diketahui menurunkan tingkat kesuburan pengisap buah lada.
Varietas Lampung Daun Lebar (LDL) lebih sesuai untuk hidup dan
berkembang pengisap bunga dibandingkan dengan varietas Chunuk.
Varietas tertentu mungkin toleran terhadap satu jenis hama tetapi tidak
toleran terhadap jenis hama yang lain. Oleh karena itu, pemilihan varietas
apapun harus diikuti dengan upaya untuk mengurangi kerusakan dan
penurunan produksi tanaman oleh hama.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 93
5. Memelihara kehadiran musuh alami dengan cara tidak melakukan
penyemprotan insektisida, tidak menyiang bersih, menanam tanaman
berbunga seperti A. pintoi, atau menanam tanaman tumpangsari.
Tanggap pengendalian
1. Mengambil secara langsung serangga dewasa baik L. piperis, D. piperis,
maupun D. hewetti yang dijumpai pada setiap tanaman. Serangga L.
piperis dan D. hewetti peka terhadap sentuhan dan getaran. Oleh karena
itu mengumpulkan serangga tersebut dengan menggoyang tanaman.
Serangga yang tidak terlihat akan berjatuhan dan dapat ditampung dengan
kain yang diletakkan di bawah tajuk. Untuk larva penggerek dapat
dilakukan dengan cara memotong ranting atau cabang terserang. Bekas
bagian tanaman yang dipotong segera disemprot atau dibasahi dengan
insektisida atau minyak/oli untuk mencegah serangga betina meletakkan
telur. Nimfa dan imago D. piperis dapat ditangkap langsung dengan tangan
atau menggunakan jaring. Nimfa tidak aktif terbang, sering berkumpul di
sekitar buah. Imago akan terbang jika terganggu dengan mengeluarkan
bau khas seperti walang sangit. Pengendalian secara mekanik/fisik ini
dapat juga dilakukan dengan cara mengambil telur-telur D. piperis pada
bagian tanaman lada. Telur umumnya diletakkan secara berkelompok
dibagian tengah tanaman pada permukaan atas daun.
2. Serangga dewasa yang ditangkap dimasukkan kedalam kantong plastik
atau tempat lain kemudian dimusnahkan. Potongan ranting atau cabang
dan telur D. piperis disimpan dulu dalam suatu tempat untuk memberi
kesempatan musuh alami (parasitoid) keluar. Jika yang muncul nimfa atau
imago hama segera matikan, sedangkan jika parasitoid yang muncul
segera lepas ke lapangan.
3. Menyemprotkan cendawan patogen serangga seperti Beauveria bassiana,
Metarrhizium anisopliae, dan Spicaria sp. Cendawan B. bassiana dapat
mematikan penggerek batang mencapai 41,67% pada konsentrasi 0,1%
dan mematikan D. hewetti mencapai 97,50% pada konsentrasi 10 g/l.
94 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
4. Menyemprotkan insektisida nabati (alami) atau sintetik. Insektisida nabati
yang dapat digunakan diantaranya biji mimba, bengkuang dan akar tuba.
Pengolahannya dilakukan dengan cara membuat ekstrak sederhana yaitu
bahan tanaman tersebut dihancurkan halus, direndam dalam air selama 1
hari, kemudian disaring sampai siap disemprotkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak bengkuang 20 g/100 l dan ekstrak biji mimba
5% efektif terhadap imago penggerek batang, ekstrak mimba (produk
pasar) 1% efektif terhadap pengisap bunga.
5. Menggunakan insektisida sintetik sebagai pilihan terakhir, antara lain
Karbofuran 3G untuk penggerek batang. Insektisida MIPC, BPMC, pyretroid,
methamidophos, betacyfluthrin, omethoate, dan fention dapat digunakan
untuk mengendalikan pengisap buah. Beberapa insektisida untuk
pengendalian pengisap bunga adalah MIPC, BPMC 500, pyretroid,
fenitothion, metil pirimifos, karbofenothion, permethrin, fention, naled,
kartap, hidrokhlorida, kuinalfos, endosulfan, fentoat, dan karbaryl.
6. Menggunakan insektisida sintetik harus tepat waktu, tepat dosis, tepat
sasaran, dan tepat jenis. Perhatikan segi keamanannya pada saat
digunakan.
Hama Kelapa ( Oryctes rhinoceros)
Tanggap pengendalian
1. Identifikasi tempat berkembang biak hama kelapa disetiap lokasi/desa
2. Tempat perkembangbiakan larva adalah batang kelapa atau kayu yang
sudah lapuk, serbuk gergaji, kotoran sapi/kerbau, tumpukan kayu bakar
atau bahan bangunan yang sudah lapuk. Bersihkan seluruhnya atau
musnahkan.
3. Gunakan insektisida sistemik melalui injeksi.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 95
Tanggap alternatif
1. Menanam cover crop (tanaman penutup tanah) dapat menutupi batang
atau kotoran sapi dan menghalangi Oryctes untuk bertelur.
2. Memelihara musuh alaminya yaitu Baculovirus oryctes dan Metarhizium
anisapliae. Batang kelapa atau kayu yang sudah lapuk sebagai tempat
berkembang biak
Hama kakao (Conopomorpha cramerella, Helopeltis sp.)
Tanggap antisipasi
1. Tidak memasukkan bahan tanaman dan perlengkapan lain ke kebun dari
daerah serangan PBK
2. Tidak menanam kakao dekat pertanaman sumber PBK. Monitoring saat
panen dan mengubur sisa panen.
3. Penyelubungan buah ukuran antara 8-10 cm sampai buah panen dengan
kantong plastik 30 x 15 cm
4. Pemangkasan tajuk tanaman sampai tinggi tajuk 4 m
5. Pemangkasan pohon pelindung
6. Panen sesering mungkin (satu minggu sekali)
7. Sanitasi gulma :Ageratum, Oxalis, Centella, dll.
8. Pemupukan yang tepat. Kekurangan P & K atau kelebihan N, tanaman peka
terhadap serangan Helopeltis
Tanggap pengendalian
1. Pemanfaatan semut hitam Dolichoderus thoracichus dan Cendawan
Beauveria bassiana
2. Insektisida sintetik, golongan piretroid berdasarkan system peringatan dini.
Hama kelapa sawit (ulat api dan ulat kantong)
Tanggap pengendalian
1. Kelompok-kelompok populasi hama yang melampaui padat populasi kritis
dikendalikan dengan menggunakan virus atau Bacillus thuringiensis.
96 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
2. Khusus untuk ulat api, dapat dilakukan kombinasi pengendalian stadia ulat
dengan virus, pelepasan predator E. furcellata serta penyebaran inokulum
jamur C. aff. militaris yang diambil dari areal kelapa sawit lainnya atau dari
hasil pembiakan massal di laboratorium.
3. Apabila pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia sintetik,
yakni pada saat terjadi ledakan populasi yang meliputi hamparan luas dan
kepadatan populasinya di atas batas maksimum padat populasi kritis, maka
dipilih jenis dan teknik aplikasi insektisida yang aman terhadap parasitoid
dan predator.
4. Pada 3-15 hari setelah pelaksanaan pengendalian (tergantung jenis bahan
dan teknik pengendalian yang digunakan), dilakukan evaluasi hasil
pengendalian dengan melaksanakan pengamatan efektif ulang terhadap
populasi hama.
5. Apabila masih dijumpai populasi hama diatas padat populasi kritis, maka
harus dilakukan pengendalian ulangan, dan kalau perlu dilakukan
penggantian jenis bahan serta teknik pengendalian yang digunakan.
Tanggap antisipatif
Penanaman tumbuhan liar yang berguna bagi imago parasitoid di pinggiran
kebun kelapa sawit.
Hama lundi (E. hypoleuca, E. costata)
Tanggap pengendalian
1. Sanitasi
2. Pengendalian mekanik/fisik
3. Pengendalian dengan tanaman perangkap
4. Pengendalian dengan lampu perangkap
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 97
Hama teh (Helopeltis antonii )
Tanggap pengendalian
Pengendalian mekanis (pemetikan pucuk dengan interval kurang dari 7-10 hari),
Penggunaan insektisida nabati. Jika menggunakan insektisida sintetik gunakan
insektisida yang relatif aman terhadap parasitoid dan predator
7.7. Pengujian pestisida sintetis
Saran kebijakan yang diusulkan untuk mencegah dampak penggunaan
pestisida sintetis terhadap masyarakat adalah:
1. Insektisida yang sudah beredar di pasar agar segera dikaji kembali dengan
pengambilan sampel WBC yang lokasinya diperbanyak, dari segi
keefektifannya terhadap WBC dan musuh alaminya, sekaligus dipelajari
kemungkinan munculnya biotipe baru. Institusi yang mempunyai mandat
tersebut telah ditunjuk oleh pemerintah,
2. Insektisida dengan bahan aktif sipermetrin dan deltametrin yang telah
dilarang penggunaannya untuk padi berdasarkan Inpres No.3/1986, agar
tetap di larang karena sangat berbahaya untuk perkembangan musuh alami.
Berdasarkan pengamatan sebelumnya bahan aktif yang tidak berbahaya
untuk predator adalah buprofezin dan BPMC,
3. Sampai saat ini pertanaman padi di Jateng dan Jatim masih dilanda
serangan WBC, disarankan agar Pemda Jateng dan Jatim mengikuti strategi
Pemda Jabar yaitu melaksanakan tanam serempak dengan sebelumnya
mengeradikasi tanaman terserang dan singgang, memberhentikan air irigasi
pada saat tidak tanam dan menata ulang pengendalian dengan
memfokuskan ke penggunaan agensia hayati yang mudah diperbanyak oleh
petani.
7.8. Riset feedstock dan teknologi biofuel generasi kedua
Dari hasil analisis terhadap perkembangan riset dan pemanfaatan
biomassa, telah disampaikan saran kebijakan sebagai berikut:
98 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
1. Dengan semakin banyaknya investor yang ingin mengimpor biomasa dari
Indonesia, sudah selayaknya Indonesia membatasinya agar kekayaan alam
Indonesia dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bangsa sendiri.
2. Sesuai dengan program pokok Kementerian Pertanian No 13 dan Inpres
No. 1 tahun 2006 tentang pengembangan bahan bakar nabati maka
penelitian dan pengembangan biofuel generasi kedua seyogyanya segera
dimulai atau memperkuat apa yang telah dilakukan saat ini.
7.9. Kelangkaan bahan jamu
Untuk mengatasi kelangkaan bahan jamu, telah disampaikan saran tindak lanjut sebagai berikut:
1. Melakukan perbanyakan benih unggul dalam skala besar pada musim
tanam tahun 2011.
2. Optimalisasi dan perbanyakan benih sehat.
3. Menyiapkan gudang penyimpanan benih terutama di dataran tinggi yang
merupakan daerah produksi jamu.
4. Percepatan penelitian untuk mendapatkan varietas tahan OPT maupun
teknologi pengendalian, khususnya tanaman temu-temuan.
5. Menitikberatkan penelitian untuk varietas toleran genangan/kebanyakan
air/hujan berkepanjangan
6. Dalam kondisi mendesak, melakukan impor benih jahe dan bahan baku dari
luar negeri (khusus untuk jahe, mutunya kurang sesuai dengan mutu jahe
dari produksi dalam negeri).
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 99
BAB VIII
PENGEMBANGAN DAN DISEMINASI INFORMASI PERKEBUNAN
8.1. Puslitbangbun
Pada T.A 2011 kegiatan ekspose/pameran yang telah diikuti dan dilaksanakan
oleh Puslitbangbun meliputi : Pameran Agrinex; Pelaksanaan IndoGreen
Forestry Expo; Pameran Agro & Food Expo; Pameran Climate Change
Indonesia 2011; PENAS XIII; MPPI; Expo Nasional Inovasi Perkebunan
(ENIP); dan Pameran Pekan Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL).
Pameran Agrinex merupakan kegiatan tahunan untuk mempromosikan
agribisnis Indonesia di pasar lokal maupun internasional dengan menunjukkan
wajah agribisnis Indonesia. Agrinex diselenggarakan pada tanggal 4-6 Maret
2011 di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta di Assembly Hall dengan
tema “Agribusiness for Proesperity”. Puslitbang Perkebunan yang tergabung
dalam Badan Litbang Pertanian ikut mengisi stand Departemen Pertanian
dengan menyajikan materi berupa pestisida nabati, healtro, dan tanaman
rempah.
Pelaksanaan IndoGreen Forestry Expo 2011, merupakan kerjasama Pusat
Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan dengan
PT. Wahyu Promocitra. Event tersebut diharapkan dapat menjadi wahana
sosialisasi dan promosi berbagai hasil produk, teknologi, industri, dan jasa
maupun keberhasilan pembangunan di bidang yang terkait erat dengan
kehutanan. Selain itu, event ini merupakan sarana untuk menarik minat para
investor menanamkan modalnya dalam industri dan jasa di sektor kehutanan,
pertanian, perkebunan, pertambangan, wisata, dan lain-lain. Tema dari
pelaksanaan kegiatan ini adalah green ecosystem, green product, green living.
100 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Materi yang disajikan pada acara ini mencakup tanaman jarak, nyamplung,
lada dan tanaman rempah.
Pameran Agro & Food Expo merupakan agenda tahunan yang telah
diselenggarakan Kementerian Pertanian RI sejak tahun 2001 lalu. Pameran ini
merupakan pameran terbesar dan terlengkap di sektor pertanian, perkebunan,
kehutanan, kelautan, perikanan, makanan dan minuman serta
teknologi. Pameran dilaksanakan pada tanggal 26-29 Mei 2011 di Jakarta
Convention Center dengan mengangkat tema " Meningkatkan nilai tambah dan
daya saing rempah-rempah Indonesia untuk menjadi pemenang di pasar
rempah Indonesia ". Sejumlah negara asing ikut ambil bagian pada pameran
kali ini diantaranya adalah Malaysia, Turky, Korea, dan Taiwan.
Minat masyarakat untuk mengetahui lebih banyak informasi tentang pertanian
melalui pameran Agro & Food Expo ini terus meningkat. Hal itu terbukti
dengan makin meningkatnya jumlah pengunjung pameran. Mereka bukan
hanya datang dari dalam negeri, namun juga dari sejumlah negara asing
seperti Jerman, Prancis, Taiwan, Thailand, Korea, Turky dan Malaysia. Pada
pameran ini Puslitbang Perkebunan menampilkan Bio-diesel kelapa sawit,
Feromonas, Komix, kopi rendah kafein, Bio-etanol baik dalam bentuk produk,
poster dan leaflet.
Gambar 17 . Pameran Agro and Food Expo, di Jakarta Convention Center (JCC), 26-29 Mei 2011
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 101
Pada Pameran Climate Change Indonesia 2011 dengan tema “Mensiasati
perubahan iklim dengan kebijakan ramah lingkungan” Puslitbang Perkebunan
turut berpartisipasi dengan menyampaikan materi berupa pestisida nabati dan
kultur jaringan tebu.
PENAS XIII digelar tanggal 18 sampai dengan 23 Juni 2011 di Tenggarong,
Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Penas Petani dan Nelayan XIII
ini merupakan forum pertemuan untuk saling bertukar informasi dan
pengalaman antara para petani, nelayan dan seluruh pihak baik pemerintah
maupun swasta. Acara yang digelar setiap empat tahun sekali ini juga
bertujuan meningkatkan motivasi petani-nelayan dan menumbuhkan minat
generasi muda pada bidang pertanian dan perikanan. Puslitbangbun ikut
berpartisipasi dalam even tersebut dengan menampilkan berbagai kegiatan,
yaitu: pembuatan demplot tumpangan sari tanaman semusim (kacang tanah,
kedelai) + tanaman sumber bahan bakar nabati ,
Gambar 18. Kegiatan Pekan Nasional Tani Nelayan Andalan (PENAS XIII) 2011, Tenggarong-Kaltim, 17-23 Juli 2011
MPPI sebagai organisasi yang mewadahi aspirasi seluruh unsur pemangku
kepentingan dalam perbenihan dan perbibitan nasional, adalah satu-satunya
organisasi masyarakat yang patut dan harus menggunakan dan
memanfaatkan momentum ini guna meningkatkan perannya dalam
102 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
mengakselerasi perkembangan industri perbenihan dan perbibitan nasional.
Munas ke II MPPI tahun 2011 ini difokuskan pada konsolidasi organisasi,
pemantapan AD/ART, dan pemilihan pengurus MPPI periode 2011-2015.
Dalam Munas II MPPI tahun 2011 ini digelar kegiatan-kegiatan, yaitu pameran
benih dan bibit unggul Indonesia. seminar perbenihan dan pembibitan, kontes
benih dan bibit unggul, temu bisnis benih/bibit. Materi yang ditampilkan dari
Puslitbang Perkebunan, adalah: kulltur jaringan tebu dan tanaman tebu
(dalam polybag).
Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP) diselenggarakan pada tanggal 14-16
Oktober 2011 di Balai Kartini, Jakarta. Pameran ini diselenggarakan oleh
Badan Litbang Pertanian dengan tema: “Inovasi Teknologi Mendukung
Peningkatan Nilai tambah, Daya Saing dan Ekspor Perkebunan” . ENIP 2011
diresmikan oleh Menteri Koordinasi Bidang Perkenomian, Ir. Hatta Rajasa
mewakili Wakil Presiden Republik Indonesia. Pertemuan dihadiri oleh Menteri
Pertanian RI, Wakil Menteri Pertanian RI, Para Pejabat Eselon I Kementerian
Pertanian, Kementerian Ristek, Kementerian Sosial, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian, Para Pejabat Eselon II Kementerian Pertanian dan
lintas Kementerian terkait. Acara ini dihadiri pula oleh para pengusaha BUMN
dan Swasta, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, Asosiasi terkait pertanian,
Bappeda, stakeholders lingkup Badan Litbang Pertanian, dan tamu undangan
lainnya.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 103
Gambar 19. Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP 2), Balai Kartini, Jakarta 14-16 Oktober 2011
Pada Pameran Pekan Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL) produk yang ditampilkan
adalah produk teknologi pertanian spesifik lokasi dari seluruh provinsi dan
inovasi yang telah dikembangkan petani, serta model pembelajaran penerapan
inovasi pertanian oleh petani yang tergabung dalam FMA-FEATI. Ekspose
dilaksanakan secara oral, sementara peragaan produknya menyatu dengan
stand pameran di halaman depan Auditorium Ismunadji, Jl. Tentara Pelajar No.
3A, Cimanggu Bogor.
8.2. Balittro
Pada tahun 2011 Balittro telah melaksanakan Kegiatan Ekspose dan Diseminasi
yang berisi partisipasi dalam pameran, publikasi, kerjasama penelitian,
komersialisasi alih teknologi, pengelolaan perpustakaan, seminar nasional
pestisida nabati IV, seminar rutin, pendampingan teknologi budidaya dan
pengeloaan website. Balittro telah berpartisipasi pada 14 pameran yang
dilaksanakan di lingkup Badan Litbang Pertanian maupun di luar Badan Litbang,
Kegiatan Publikasi telah menerbitkan publikasi Bulletin Littro yang
mengakomodasi hasil penelitian primer dan monograf untuk artikel yang berupa
review, dan beberapa publikasi lainnya seperti SOP budidaya temulawak dan
Warta Balittro. Kerjasama penelitian telah mengakomodasi pelaksanaan RTM 3
dan beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan dalam bentuk kerjasama
104 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
dengan pemerintah maupun swasta. Komersialisasi alih teknologi telah
melaksanakan 10 pelatihan dan pembuatan produk-produk yang berdasarkan
pada tanaman obat dan atsiri. Seminar rutin dan sarasehan telah
melaksanakan 11 kali pertemuan dengan total pembicara sebanyak 33 orang.
Seminar nasional pestisida nabati telah dilaksanakan pada Oktober 2011 dengan
mengundang pembicara dari Balittro dan peserta dari luar Balittro, dengan
dihadiri oleh 172 peserta. Perpustakaan telah melakukan penambahan data
pustaka berupa buku dan digitalisasi data. Kegiatan pendampingan teknologi
budidaya tanaman obat dan aromatik telah melaksanakan lima aktivitas baik di
Pacitan, Sukabumi, Karawang untuk tanaman obat, dan di Blitar serta Cimahi,
Jawa Barat untuk tanaman aromatik. Pengelolaan website telah melakukan up
dating berita, dan up load publikasi yang telah diterbitkan oleh Balittro.
Gambar 20. Pelaksanaan seminar Pestisida Nabati IV. (A) Sambutan Ka Badan Litbang, (B) Kapuslitbangbun dan (C) Narasumber dan pemakalah utama
Gambar 21. Kawasan Rumah Pangan Lestasi (KRPL) Pacitan. (A) Pertanaman
di lapang, (B) Pelatihan pembuatan jamu ternak, dan (C) Produk jamu ternak.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 105
8.3. Balittri
Teknologi hasil-hasil penelitian tanaman rempah dan aneka tanaman industri
(TRI) telah banyak dihasilkan diantaranya dari komoditi vanili, cengkeh, lada,
pala dan kayu manis. Dalam rangka menyebarkan hasil penelitian kepada
pengguna dan mempromosikan Balittri sebagai lembaga penelitian dan sebagai
sarana untuk menjalin komunikasi dengan pihak lain, Balittri mengadakan acara
“Forum Komunikasi Pengembangan Jambu Mete” dan mengikuti sejumlah event
pameran/ekspo diantaranya PENAS XIII, ENIP 2011, Pekan Pertanian Spesifik
Lokasi 2011, serta The 1st Indonesian Spices Congress 2011.
Dalam Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP) 2011 Menteri Pertanian,
Suswono, memberikan Anugerah Inovasi Perkebunan. Anugerah inovasi
diberikan kepada pemerintah daerah pengembang perkebunan berbasis inovasi,
petani berprestasi, peneliti berprestasi, dan peneliti pelopor perkembangan
inovasi. Balittri sangat bangga karena salah satu Penelitinya, Ir. Dibyo Pranowo,
mendapatkan penghargaan ANUGERAH INOVASI PERKEBUNAN 2011, yaitu
Bersama 12 orang yang mendapat Penghargaan tersebut. Ir. Dibyo Pranowo
mendapatkan penghargaan sebagai peneliti berprestasi dalam bidang “Inovasi
Bioenergi”.
Gambar 22. (A) Menteri Pertanian memberikan penghargaan kepada Ir. Dibyo Pranowo
sebagai peneliti berprestasi; (B) Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA. menikmati kopi Arabika
A B
106 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Tim ekspo dan pameran Balittri telah berhasil merancang dan membuat display
yang dapat digunakan untuk menampilkan hasil penelitian di kantor balai
sekaligus dapat dibawa ke tempat pameran/ekspo. Untuk mengakomodir
berbagai jenis bahan pameran, tim ekspo dan pameran Balittri membuat
beberapa tipe berupa rak untuk bahan-bahan pameran yang kecil dan sedang
misalnya botol kaca, plastik dan produk yang di kemas; rak untuk bahan
publikasi yang telah diterbitkan, rak untuk poster atau bahan lain yang perlu
ditempel, dan meja sebagai tempat untuk makanan yang dapat dicicipi.
Gambar 23. Display pameran yang bisa dibawa ke tempat pameran dan ditampilkan di Kantor
8.4. Balittas
Kegiatan diseminasi Balittas mencakup Pertemuan Ilmiah, Pendampingan
Teknologi Budidaya Kapas, dan Pendampingan teknologi perbenihan jarak
kepyar. Kegiatan pertemuan ilmiah berupa Seminar Nasional Serat Alam telah
menghasilkan “Deklarasi Malang” yang intinya adalah aspirasi dari forum
untuk pembentukan Dewan Serat Alam Nasional (DSAN) yang mampu
mempertemukan berbagai pihak untuk pengembangan terpadu dan alokasi
proporsi serat alam dan sintetis serta menjadi perantara antara peneliti,
pengusaha dibidang industri serat alam dengan pengambil kebijakan. Forum
juga menengarai perlunya menghimbau pemerintah untuk mencanangkan
Ketahanan Bahan Baku Sandang untuk mengurangi impor sekaligus
mendukung dicanangkannya IYNF pada tahun 2009 oleh PBB. Disamping itu
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 107
Kegiatan seminar nasional telah memberikan masukan dan umpan balik
tentang inovasi teknologi yang telah dihasilkan Balittas. Sedangkan seminar
bulanan balai dilaksanakan 5 kali dengan 9 topik. Seminar ini dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta produktivitas hasil penelitian
terutama bagi peneliti dan teknisi Balittas. Akselerasi transfer teknologi
budidaya kapas tumpangsari jagung di lahan kering beriklim kering telah
dilaksanakan di KP Naibonat, dengan sasaran teknisi BPTP NTT.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sistem tanam kapas integrasi
jagung yang dicoba memberikan harapan untuk direplikasi di daerah
pengembangan kapas di NTT. Kapas yang disisipkan diantara baris jagung
memberikan tambahan pendapatan Rp. 6.702.000,- dibanding dengan apabila
menanam jagung monokultur. Tindak lanjut dari kegiatan ini diharapkan
teknisi dapat melakukan pendampingan pengembangan budidaya kapas di
NTT. Pendampingan teknologi perbenihan jarak kepyar telah dilaksanakan di
Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, dengan sasaran PT Kimia Farma/PT GAT.
Hasil yang diperoleh adalah berupa benih jarak kepyar 967 kg. Benih ini
selanjutnya akan ditanam di areal pengembangan jarak kepyar di Jawa.
Gambar 24. (A) Seminar Nasional Serat Alam 2011; (B) Kapas integrasi dengan jagung
A B
108 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
8.5. Balit Palma
Capaian kegiatan diseminasi Balit Palma tahun 2011 meliputi kegiatan Ekpose,
Pameran dan Gelar Teknologi. Pada kegiatan Pameran dalam rangka HUT
Kabupaten Minahasa Utara ke 7, Balit Palma menampilkan teknologi yang telah
dihasilkan yaitu perbenihan dengan memperlihatkan benih dan bibit dari kelapa
Dalam Unggul Nasional yang telah di lepas secara Nasional oleh menteri
Pertanian yaitu Kelapa Dalam Mapanget dan kelapa Genjah Salak, serta
beberapa produk hasil pemanfaatan tanaman kelapa seperti VCO, kerajinan
tangan dari sabut dan tempurung kelapa.
Teknologi Balit Palma yang ditampilkan di Display Puslitbangbun adalah
teknologi yang berkaitan dengan ramah lingkungan dan publikasi Balit Palma TA
2010 dan 2011. Teknologi yang ditampilkan adalah pengendalian hama Sexava
dengan menggunakan Perangkap Sexava Tipe Balit Palma hasil Karya Dr. Meldy
Hosang yang mendapat penghargaan Prseiden RI dan produk ramah lingkungan
dan sehat untuk dikonsumsi yaitu Virgin Coconut Oil (VCO).
Partisipasi Balit Palma pada Pekan Nasional (Penas) XIII Petani Nelayan 2011,
di Desa Perjiwa, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, telah menampilkan beberapa kegiatan,
antara lain; Pameran Pembangunan Pertanian Nasional, Temu Usaha Agribisnis,
Expo Aquaculture, Expo Agroforestry, Expo dan Kontes Peternakan Nasional,
serta berbagai gelar teknologi tepat guna khususnya bidang pertanian.
Teknologi tepat guna yang ditampilkan oleh Balit Palma pada gelar teknologi
Penas XIII 2011 adalah Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa serta
pemanfataan lahan di antara kelapa dengan tanaman, aren, nenas dan kacang
tanah. Jarak dan Sistem Tanamam Baru Kelapa adalah suatu teknologi tepat
guna yang dapat dilaksanakan untuk mampu menjawab permasalahan yang
sedang dihadapi sektor pertanian yaitu lahan yang semakin sempit dan kecil
serta produktivitas rendah. Upaya mengoptimalkan pemanfaatan lahan di
antara kelapa dapat ditempuh dengan memilih komoditas yang sesuai dengan
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 109
kondisi iklim mikro yang ada atau meningkatkan intersepsi radiasi surya agar
sesuai dengan kebutuhan tanaman sela.
Gambar 25. Kegiatan di penas XIII Tenggarong
Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa adalah penanaman kelapa dengan jarak
tanam 6 x 16 m sistem pagar yaitu jarak dalam barisan tanaman kelapa 6 m
dan jarak antar barisan tanaman kelapa 16 m. Pada jarak dan sistem tanam ini
per hektar terdapat 119 tanaman kelapa, 6 jalur tanaman kelapa dan 7.200 m2
lahan dalam jalur. Lahan dalam jalur kelapa ini dapat dimanfaatkan berbagai
usahatani polikultur. Dengan mengatur jarak dan sistem tanam, membuat
kondisi areal di antara barisan tanaman dapat memperoleh cahaya yang cukup
sepanjang umur kelapa. Selanjutnya, agar intensitas radiasi surya maksimal,
perlu diatur arah barisan tanaman Timur-Barat. Jarak dan sistem ini
menciptakan ruang lebih luas dan iklim mikro di antara barisan kelapa lebih
mudah disesuaikan, sehingga membuka peluang bagi petani memilih komoditas
yang akan diusahakan pada lahan di antara kelapa. Dengan demikian, dapat
diusahakan penanaman berbagai jenis tanaman sela yang membutuhkan
intensitas radiasi surya yang tinggi sepanjang waktu, mulai dari tanaman
pangan, hortikultura hingga tanaman perkebunan. Jika tanaman yang
diusahakan memerlukan tingkat radiasi surya rendah, maka bisa diadakan
penanaman tanaman pelindung sementara.
110 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Pada Pameran Pembangunan yang diikuti oleh Balitka saat ini lebih
menonjolkan peran Balit Palma di Sulawesi Utara dengan pemberian bantuan
benih kelapa Dalam bermutu yaitu kelapa Dalam mapanget dan Aren Genjah
Kutim yang baru dilepas sebagai varietas unggul nasional. Materi pameran
meliputi; tandan kelapa, bibit kelapa, banner, foto, buku, dan leaflet. Tandan
buah kelapa yang dipamerkan adalah; Kelapa Dalam Mapanget (DMT), Kelapa
Dalam Tenga (DTA), Kelapa Dalam Bali (DBI), Kelapa Dalam Takome ((DTE),
Kelapa Dalam Palu (DPU), Kelapa Dalam Sawarna (DSA), Kelapa Genjah Raja
(GRA), Kelapa Genjah Kuning Nias (GKN), Kelapa Genjah Kuning Bali (GKB) dan
Kelapa Genjah Salak (GSK) serta tandan pinang asal Sumatera Barat. Bibit
kelapa yang dipamerkan adalah; Kelapa Dalam Mapanget (DMT), Kelapa Dalam
Tenga (DTA), Kelapa Dalam Sawana (DSA), dan Kelapa Genjah Salak (GSK)
dan bibit Aren Genjah Kutim. Informasi lain yang ditampilkan dalam pameran
ini dalam bentuk banner, yaitu; Mandat Balit Palma, Kelapa Dalam dan Genjah
Unggul, Alat dan Mesin Pengolahan Kelapa, Coconut sugar for a healthy life,
Hama dan Penyakit Kelapa, Kelapa Eksotik dan Properties of Cocopeet, Aren
Genjah Kutim, Kelapa Genjah Salak. Selain itu, beberapa foto kelapa Dalam
Unggul. Buku-buku yang dipamerkan adalah; 25 tahun Balit Palma, Buletin
Palma (No. 36, 37, 38 dan 39), Prosiding Seminar Pengendalian Hama Terpadu
Kelapa, Laporan Tahunan 2010, Monograf Pasca Panen Kelapa, Prosiding
Konperensi Nasional Kelapa VII Buku I dan Buku II, Monograf kelapa Kopyor,
Profil Kelapa dan Petunjuk Teknis Budidaya kelapa. Leaflet yang ditampilkan
dalam pameran ini adalah; Kelapa Dalam Unggul, Kelapa Genjah Unggul, Alat
pengolahan Kelapa dan Palma, Pengendalian Terpadu Hama Brontispa, Coco
Diesel, Penyakit Busuk Pucuk Kelapa dan Aneka Produk dari Buah Kelapa.
Dalam pameran ini informasikan pula Produk Olahan dari kelapa, yaitu; gula
semut, kecap manis, kelapa muda segar (Pamugar), Keripik kelapa, dan Virgin
Coconut Oil (VCO), demikian pula dengan aneka kerajinan dari tempurung,
sabut dan lidi kelapa. Pengunjung pameran ke stand Balit Palma yang mengisi
buku tamu sebanyak 1.103 orang melonjak hampir 3 kali lipat tahun lalu sekitar
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 111
300 orang. Pengunjung umumnya murid SMP, SLTA, PNS dan masyarakat
umum yang berasal dari Kota Manado, Kabupaten Minahasa, Kabupaten
Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Tenggara,
Kota Bitung dan Kota Tomohon, bahkan dari luar propinsi yaitu sulawesi Selatan
dan Sulawesi Barat. Pengunjung umumnya tertarik dan bertanya tentang;
prosedur membeli buah kelapa di Balit Palma, persyaratan dan penetuan pohon
induk kelapa. hama dan penyakit kelapa serta cara pengendaliannya, teknologi
kultur embrio, pasca panen kelapa, kerajinan dari tempurung, batang, sabut
dan lidi kelapa, budidaya kelapa serta budidaya dan pengolahan tanaman aren.
Gambar 26. Stand Balit Palma di Pameran Pembangunan Sulut (A); dan Penyerahan
bantuan benih kelapa DMT dari Balit Palma 6000 butir oleh Gubenur kepada 6 Bupati/Walikota (B)
Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP) 2011 yang diselenggarakan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian,
pada 14 - 16 Oktober 2011 di Kartika Expo Balai Kartini, Jakarta. Tema ENIP
2011 adalah “Inovasi Teknologi Mendukung Peningkatan Nilai Tambah, Daya
Saing dan Ekspor Perkebunan”. ENIP 2011 ini dibuka secara resmi oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Bapak Ir. Hatta Rajasa
mewakili Wakil Presiden Republik Indonesia dan didampingi Menteri Pertanian
Republik Indonesia Bapak Dr.Ir. Suswono. MS, pada Jumat 14 Oktober 2011.
Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Bapak Ir.
Hatta Rajasa bersama dengan Menteri Pertanian Republik Indonesia Bapak Dr.Ir.
Suswono. MS, menikmati syrup kelapa kopyor produk Balit Palma yang dipajang
A B
112 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
sebagai bahan pameran pada stand Badan Litbang Pertanian dalam rangka
ENIP 2011. Mereka berdua juga tertarik dengan penampilan bibit kelapa Genjah
Kopyor Pati alami dan hasil kultur embrio Balit Palma bahkan ingin menanam
kelapa ini.
Gambar 27. Kunjungan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Bapak Ir. Hatta Rajasa dengan Menteri Pertanian Republik Indonesia Bapak Dr.Ir. Suswono. MS ke Stand Balit Palma dan mencicipi kelapa kopyor
Kegiatan Balit Palma pada ENIP 2011 ini antara lain adalah: (1)
Penandatanganan Naskah Kerjasama Balit Palma dengan Dinas Perkebunan
Provinsi Sulawesi Tengah tentang Program Pelepasan Kelapa Dalam Buol, (2)
Memberi bantuan benih kelapa Dalam kepada Petani/Kelompok Tani Kabupaten
Minahasa Utara dan Minahasa Selatan masing-masing 2000 benih, (3)
Launching Benih Unggul Aren Genjah Kutim; (4) Kegiatan Seminar Nasional
Nabati IV, (5) Temu Bisnis serta Anugerah Inovasi kepada peneliti, swasta dan
pemerintah daerah, dan (6) Pameran Karya Inovasi Perkebunan.
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 113
Gambar 28. Penanda tanganan MOU Balitka dengan Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah
114 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
BAB IX
SUMBERDAYA
9.1. Sumberdaya manusia
Dalam menjalankan mandat penelitian dan pengembangan, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perkebunan didukung oleh sumberdaya manusia yang
terdiri atas peneliti, teknisi, laboran, dan tenaga administrasi. Peneliti Puslitbang
Perkebunan terdiri dari berbagai latar belakang disiplin ilmu, yaitu: pemuliaan,
agronomi, sosial ekonomi, hama penyakit, ekofisiologi, pasca panen dan lain-
lain. Komposisi pegawai lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan tersebar di Kantor Puslitbang Perkebunan 95 orang atau 12%,
Balittro 252 orang atau 33%, Balittas 193 orang atau 25%, Balitka 115 orang
atau 15%, dan Balittri 116 orang pegawai 15% (Gambar 29)
Gambar 29. Rekapitulasi Pegawai Lingkup Puslitbangbun 2011
Berdasarkan pendidikan sampai dengan TA 2011 Puslitbang Perkebunan beserta
lingkup didukung oleh 771 pegawai yang terdiri dari 45 orang S3, 82 orang S2
dan 202 orang S1, 31 orang SM/D3, 7 orang D2, 2 orang D1 serta 402 orang
SLTA ke bawah (Tabel 3).
Kantor Pusat 12%
Balittro 33%
Balittas 25%
Balitka 15%
Balittri 15%
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 115
Tabel 2. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan menurut Pendidikan Akhir pada tahun 2011
Unit Kerja S3 S2 S1 SM/D3
D2 D1 SLTA < SLTA Jumlah
Kantor
Pusat
11 6 21 6 3 1 40 7 95
Balittro 16 20 62 11 3 0 101 39 252
Balittas 9 26 61 8 0 0 69 20 193
Balitka 5 17 24 2 1 0 55 11 115
Balittri 4 13 34 4 0 1 43 17 116
Jumlah 45 82 202 31 7 2 308 94 771
Berdasarkan jabatannya sumber daya manusia di lingkungan Puslitbang
Perkebunan diklasifikasikan menjad 4 (empat) yaitu Peneliti, Teknisi Litkayasa,
Pustakawan, Penunjang Penelitian dan Pejabat Struktural. Jumlah pegawai
berdasarkan jabatannya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan jabatannya pada tahun 2011
Unit Kerja
Peneliti
Teknisi
Litkayasa
Pustakawan
Penunjang Penelitian
dan Pejabat Struktural
Jumlah
Kantor Pusat 13 0 7 75 95
Balittro 77 67 3 105 252
Balittas 58 24 4 107 193
Balitka 31 27 0 57 115
Balittri 39 30 0 47 116
JUMLAH 218 148 14 391 771
Komposisi tenaga penunjang penelitian dan struktural berjumlah 391 orang
(Tabel 4). Jumlah tersebut besar dibandingkan dengan jumlah tenaga
fungsional lingkup Puslitbang Perkebunan (Peneliti, Teknisi. Litkayasa dan
Fungsional lainnya). Seyogyanya tenaga fungsional, sebagai motor penggerak
untuk mencapai tujuan organisasi lebih besar dibandingkan dengan tenaga
116 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
penunjangnya sehingga perencanaan SDM kedepan perlu mempertimbangkan
komposisi tersebut.
Komposisi peneliti lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan jenjang jabatan
fungsional (Gambar 30) terdiri dari Peneliti Utama 33 orang (14%), Peneliti
Madya 86 orang (34%), Peneliti Muda 38 orang (17%), Peneliti Pertama 34
orang (14%), dan Peneliti Non Klasifikasi 44 orang (21%).
Gambar 30. Komposisi Peneliti Lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan Jenjang Jabatan
Peneliti lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan kepakaran/bidang ilmunya
pada tahun 2011 tertera pada Tabel 5.
Berdasarkan bidang kepakarannya, peneliti lingkup Puslitbang Perkebunan
dikelompokkan dalam 12 kelompok/bidang kepakaran yakni Budidaya Tanaman,
Ekonomi Pertanian, Fisiologi Tanaman, Hama dan Penyakit Tanaman, Ekonomi
Sumberdaya, Pemuliaan dan Genetika Tanaman, Teknologi Pasca Panen,
Teknologi Pertanian dan Mekanisasi, Kesuburan dan Biologi Tanah, Kimia
Analitik lainnya, Bioteknologi Pertanian dan Sistem Usaha Pertanian.
Peneliti Utama 14%
Peneliti Madya 34%
Peneliti Muda 17%
Peneliti Pertama 14%
Peneliti Non Klasifikasi
21%
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 117
Tabel 4. Keragaan Peneliti berdasarkan Kepakaran/bidang ilmu lingkup Puslitbang Perkebunan 2011
Bidang Keahlian Kantor Pusat
Balittro Balittas Balitka Balittri Jumlah
Budidaya Tanaman 6 27 13 8 13 67
Ekonomi Pertanian 1 5 2 3 3 14
Fisiologi Tanaman 0 3 0 1 1 5
Hama dan Penyakit
Tanaman 6 24 17 8 7 62
Pemuliaan dan Genetika Tanaman
1 19 18 9 12 59
Teknologi Pasca Panen
1 3 3 3 1 11
Teknologi Pertanian dan Mekanisasi
1 0 4 3 2 10
Ekonomi Sumberdaya 1 0 0 0 0 1
Kesuburan Tanah dan Biologi Tanah
0 0 1 0 1 2
Kimia Analitik Lainnya 0 0 1 0 0 1
Bioteknologi Pertanian 0 0 0 1 0 1
Sistem Usaha Pertanian
0 0 0 0 1 1
Jumlah peneliti terbanyak adalah peneliti dengan bidang kepakaran Budidaya
Tanaman yaitu 67 orang (29%), Hama dan penyakit tanaman 62 orang (26%),
serta Pemuliaan dan Genetika Tanaman 59 orang (25%). Sedangkan jumlah
peneliti dengan bidang kepakaran lainnya berjumlah kurang dari 7%.
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan, jumlah pegawai lingkup Puslitbang
Perkebunan diprediksi akan memasuki masa pensiun sebanyak 176 orang terdiri
atas pegawai kantor Puslitbangbun 19 orang, Balittro 66 orang, Balittas 35
orang, Balitka 34 orang dan Balittri 22 orang. Dari 176 orang yang memasuki
masa pensiun, paling banyak adalah golongan III (124 orang) dengan tingkat
pendidikan S1 kebawah.
118 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
Gambar 31. Prediksi jumlah pegawai lingkup Puslitbangbun yang memasuki masa pensiun dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016
9.2. Sumberdaya keuangan
Pada tahun 2011 Puslitbang Perkebunan beserta Unit Pelaksana Teknis (Balittro,
Balittas, Balitka dan Balittri) mendapat anggaran sebesar Rp. 85.085.000.000,-
dan setelah mengalami revisi-revisi termasuk mendapatkan tambahan melalui
APBN mengalami kenaikan menjadi Rp. 120.168.723.000,- atau mengalami
kenaikan sebesar Rp. 35.000.000.000,- (41% dari anggaran semula). Keragaan
anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan Jenis Belanja pada Tahun
Anggaran 2010 dan 2011 tertera pada Gambar 32 berikut:
-20,000 40,000 60,000 80,000
100,000 120,000 140,000
Pegawai Barang Modal Total2010 36,908 47,271 18,635 102,814
2011 39,830 41,658 38,732 120,220
Gambar 32. Keragaan Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan
Jenis Belanja TA 2011 (dalam juta rupiah)
Puslitbangbun
Balittro Balittri Balittas Balitka
2011 - 2016 19 66 22 35 34
0
20
40
60
80
Prediksi Pegawai Lingkup Puslitbangbun yang Memasuki Pensiun Tahun 2011 s.d. 2016
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 119
Struktur anggaran Puslitbang Perkebunan TA 2011 berdasarkan jenis
belanja dibandingkan dengan TA 2010 ditandai dengan penurunan alokasi
belanja barang dan peningkatan alokasi belanja pegawai dan modal. Pagu
dibandingkan realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja disajikan dalam
Gambar 33.
Gambar 33. Pagu dan Realisasi Anggaran Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Jenis Belanja pada TA 2010 dan 2011
Realisasi anggaran belanja pegawai 2011 meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Realisasi belanja pegawai TA 2010 mencapai 97%, sedangkan
pada TA 2011 naik menjadi 98%. Demikian juga terjadi pada realisasi belanja
barang dan modal. Realisasi belanja barang pada TA 2011 mencapai 95%,
sedangkan pada TA 2010 mencapai 93%. Serapan belanja modal pada TA
2011 yaitu sebesar 95% sangat bagus dibandingkan tahun anggaran
sebelumnya yang hanya mencapai 67%.
Sebaran Pagu dan Realisasi Anggaran UK/UPT lingkup Puslitbang Perkebunan
(dalam Ribu Rupiah) pada TA 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Gambar 34.
Prosentase serapan anggaran Puslitbang Perkebunan pada TA 2011 mencapai
96.06 % lebih bagus dibandingkan dengan TA 2010 yang hanya mencapai
89.51%. Berdasarkan UK/UPT, prosentase serapan anggaran Puslitbang
Perkebunan, Balittro, Balitri, Balittas dan Balitka pada TA 2010 berturut-turut
mencapai 81.45%; 97.05%; 98.55%; 97, 26% dan 95.67%. Sedangkan
Pegawai Barang Modal
Target 36.908 47.271 18.635
Realisasi 35.863 43.777 12.395
% 97% 93% 67%
-
20.000
40.000
60.000 TA 2010
Pegawai Barang Modal
Pagu 39.830 41.658 38.732
Realisasi 39.165 39.472 36.849
% 98% 95% 95%
0
20.000
40.000
60.000 TA 2011
120 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
realisasi anggaran pada TA 2011 berturut-turut dari Puslitbang Perkebunan,
Balittro, Balitri, Balittas dan Balitka mencapai 95,30%; 96,25%; 94,89%;
97,82% dan 99,86%.
Gambar 34. Pagu dan realisasi anggaran UK/UPT lingkup Puslitbang Perkebunan TA 2010 dan TA 2011 berdasarkan UK/UPT (dalam juta Rupiah)
Dari sisi pendapatan, Puslitbangbun menghasilkan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP). Estimasi/target dan realisasi PNBP Fungsional lingkup Puslitbang
Perkebunan dalam tiga tahun anggaran terakhir dapat dilihat pada Gambar 35
berikut:
Gambar 35. Keragaan target dan realisasi PNBP Fungsional lingkup Puslitbang Perkebunan dalam tiga tahun terakhir
Dalam tiga tahun terakhir, Target PNBP fungsional pada tiga tahun terakhir
tidak tercapai. Hal ini disebabkan oleh target PNBP yang terlalu tinggi
P-bun B-tro B-tri B-ttas B-ka
Target 49.937 19.006 9.510 14.729 9.633
Realisasi 40.674 18.446 9.372 14.326 9.215
% 81,45% 97,05% 98,55% 97,26% 95,67%
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000 TA 2010
P-bun B-tro B-tri B-ttas B-ka
Target 62.764 21.027 10.045 15.876 10.507
Realisasi 59.815 20.221 9.530 15.530 10.389
% 95,30% 96,17% 94,88% 97,82% 98,88%
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000 TA 2011
TA 2009 TA 2010 TA 2011
Target 1.130.093.000 1.203.591.000 1.889.167.500
Realisasi 1.007.990.005 898.544.950 1.543.667.650
% 89,20% 74,66% 81,71%
-
500.000.000
1.000.000.000
1.500.000.000
2.000.000.000
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 121
dibandingkan kemampuannya. Disamping itu disebabkan juga karena
perubahan cuaca dan iklim menyebabkan produksi benih sebagai sumber PNBP
tidak mencapai target yang direncanakan.
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Fungsional lingkup
Puslitbang Perkebunan TA 2011 meningkat 72 % dibandingkan TA 2010.
Realisasi PNBP Fungsional TA 2011 berdasarkan UK/UPT lingkup Puslitbang
Perkebunan tertera pada Gambar 36.
Gambar 36. Realisasi PNBP Fungsional TA 2011 berdasarkan UK/UPT Lingkup Puslitbang Perkebunan
Pada TA 2011 penghasil PNBP fungsional tertinggi adalah Balitka (36,59%)
disusul oleh Balittro (34,47%), Balittas (19,01%), Balittri (9,50%), dan
Puslitbangbun (0,43%). Dibandingkan dengan target PNBPnya, Balittro,
Balittas, dan Balitka berhasil mencapai target yang telah ditetapkan, sementara
Balittri dan Puslitbang Perkebunan tidak berhasil melampaui target yang
ditetapkan. Hal ini terkait dengan berkurangnya produktivitas jarak pagar yang
telah berumur lebih dari 5 tahun.
Puslitbangbun
Balittri Balittro Balittas Balitka
Target 10.000.000 675.853.000 532.000.000 291.314.500 380.000.000
Realisasi 6.600.000 146.629.000 532.047.350 293.500.000 564.891.300
% 66,00% 21,70% 100,01% 100,75% 148,66%
- 100.000.000 200.000.000 300.000.000 400.000.000 500.000.000 600.000.000 700.000.000 800.000.000
122 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011
BAB X.
P E N U T U P
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan sebagai penghasil teknologi
dan kebijakan khususnya dibidang perkebunan telah menghasilkan cukup
banyak inovasi teknologi di bidang perkebunan antara lain dalam peningkatan
biodiversitas dan jumlah bahan tanaman, produktivitas dan mutu tanaman
perkebunan, produk dan teknologi pengolahan hasil tanaman perkebunan serta
sintesis kebijakan.
Berbagai inovasi teknologi yang telah dihasilkan Puslitbang Perkebunan selama
tahun 2011 dengan sasaran mendukung pemenuhan kebutuhan benih unggul,
teknologi budidaya dan peningkatan nilai tambah tanaman perkebunan adalah
tersedianya varietas unggul; teknologi budidaya; produk olahan dan teknologi
peningkatan nilai tambah; benih sumber serta plasma nutfah tanaman
perkebunan. Selain itu telah dihasilkan pula sembilan rekomendasi kebijakan
pengembangan tanaman perkebunan.
Untuk adopsi teknologi oleh pengguna/petani telah dirintis percepatan
penyampaian inovasi hasil penelitian melalui diseminasi dan publikasi hasil
penelitian serta simposium/seminar/pameran/lokakarya. Sedangkan untuk
sintesis/rekomendasi kebijakan perkebunan telah dihasilkan Rekomendasi
Kebijakan Pengembangan Tanaman Perkebunan.
Pada tahun 2011 Puslitbang Perkebunan beserta Unit Pelaksana Teknis (Balittro,
Balittas, Balitka dan Balittri) mendapat anggaran sebesar Rp. 85.085.000.000,-
dan setelah mengalami revisi-revisi termasuk mendapatkan tambahan melalui
APBN mengalami kenaikan menjadi Rp. 120.168.723.000,- atau mengalami
kenaikan sebesar Rp. 35.000.000.000,- (41% dari anggaran semula).
Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 123
Struktur anggaran Puslitbang Perkebunan TA 2011 berdasarkan jenis belanja
dibandingkan dengan TA 2010 ditandai dengan penurunan alokasi belanja
barang dan peningkatatan alokasi belanja pegawai dan modal. Realisasi
belanja pegawai TA 2010 mencapai 97%, sedangkan pada TA 2011 naik
menjadi 98%. Demikian juga terjadi pada realisasi belanja barang dan modal.
Realisasi belanja barang pada TA 2011 mencapai 95%, sedangkan pada TA
2010 mencapai 93%. Serapan belanja modal pada TA 2011 yaitu sebesar
95% sangat bagus dibandingkan tahun anggaran sebelumnya yang hanya
mencapai 67%. Prosentase serapan anggaran Puslitbang Perkebunan pada
TA 2011 mencapai 96.06 % lebih bagus dibandingkan dengan TA 2010 yang
hanya mencapai 89.51%.