laporan sistem pembayaran dan pengelolaan uang 2012

141
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Upload: lythuan

Post on 08-Dec-2016

253 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Laporan Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang 2012

Page 2: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

ii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Kata Pengantar

Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang (LSPPU) adalah publikasi bersama antara Departemen Akunting

dan Sistem Pembayaran dan Departemen Pengelolaan Uang, Bank Indonesia. LSPPU ini merupakan laporan tahunan

yang mencakup informasi perkembangan kinerja dan kebijakan dibidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang

yang ditempuh Bank Indonesia selama tahun 2012 dalam mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat melalui

penyediaan alat pembayaran baik tunai maupun non-tunai.

Laporan ini terdiri dari dua bagian yaitu Bagian 1 Sistem Pembayaran dan Bagian 2 Pengelolaan Uang. Bagian 1

menginformasikan perkembangan penyelenggaraan dan kinerja sistem pembayaran, kebijakan sistem pembayaran,

pengawasan sistem pembayaran, dan arah pengembangan sistem pembayaran. Sedangkan Bagian 2 Pengelolaan Uang

memaparkan perkembangan indikator pengelolaan uang, kebijakan pengelolaan uang, kegiatan dan informasi pendukung

dalam tugas pengelolaan uang, penilaian kinerja dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dibidang pengelolaan uang,

serta arah dan kebijakan pengelolaan uang kedepan.

Kinerja dan daya tahan ekonomi yang kuat selama tahun 2012, yang tercermin pada kestabilan makroekonomi dan sistem

keuangan yang kondusif, tidak terlepas dari peran strategis sistem pembayaran dan pengelolaan uang dalam mendukung

kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat maupun dunia usaha. Dalam kegiatan perekonomian, peran strategis sistem

pembayaran dilakukan untuk menjamin kelancaran transaksi pembayaran non-tunai yang dilakukan masyarakat dan

dunia usaha, serta untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Sedangkan peran

strategis pengelolaan uang tercermin melalui terpenuhinya kebutuhan uang kartal masyarakat dalam jumlah nominal

yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar. Kelancaran transaksi pembayaran non-tunai

dan terpenuhinya kebutuhan uang kartal masyarakat tersebut dicapai melalui serangkaian kebijakan Bank Indonesia

dibidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang dengan memperhatikan berbagai aspek a.l. efisiensi dan kepentingan

masyarakat. Diseminasi LSPPU ini dilakukan dalam bentuk cetak dan compact disc serta dapat di akses melalui website

Bank Indonesia (www.bi.go.id). Laporan dalam bentuk cetak selama ini hanya distribusikan untuk keperluan intern di Bank

Indonesia. Sebagaimana edisi tahun sebelumnya, diseminasi LSPPU 2012 dilakukan secara luas kepada berbagai kalangan

seperti pemerintah,akademisi, lembaga penelitian independen, analis dan pakar.

Akhirnya kami berharap diseminasi LSPPU ini dapat memberikan informasi yang komprehensif atas perkembangan kinerja

sistem pembayaran dan pengelolaan uang selama 2012, serta kebijakan yang dijalankan Bank Indonesia dalam menjaga

kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat melalui tersedianya alat pembayaran tunai dan non-tunai.

Jakarta, April 2013BANK INDONESIA

Departemen Akunting dan Sistem PembayaranDepartemen Pengelolaan Uang

Page 3: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

iiiLaporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Daftar Isi

1

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Daftar Tabel vi

Daftar Grafik vi

Daftar Bagan viii

Ringkasan Eksekutif ix

Bagian 1 Sistem Pembayaran

BAB 1 Sekilas Sistem Pembayaran 3

1.1 Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran 4

1.2 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran 6

BAB 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran 10

2.1 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 10

2.2 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Pihak di Luar Bank Indonesia 15

2.3 Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia 18

BAB 3 Kebijakan Sistem Pembayaran 22

3.1 Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II 22

3.2 Pengembangan Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 22

3.3 Implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Nasional dalam rangka Persiapan MEA 23

3.4 Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) 24

3.5 Tahapan Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem Pembayaran Ritel 26

3.6 Upaya Mewujudkan Interoperabilitas melalui Kegiatan Fasilitasi Interkoneksi Industri Uang Elektronik 27

3.7 Implementasi Standar Nasional Kartu ATM dan ATM/Debet 28

3.8 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran 29

3.9 Implementasi Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN 34

3.10 Peningkatan Efisiensi Dalam Layanan Kepada Kemenkeu 35

Boks 3.1 Implementasi STKE BPR Wilayah Jawa Timur 37

Page 4: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

iv Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

BAB 4. Pengawasan Sistem Pembayaran 40

4.1 Pengawasan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 40

4.2 Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Pihak di Luar Bank Indonesia 42

BAB 5. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan 48

5.1 Arah Kebijakan dan Pengembangan BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II 48

5.2 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia 49

5.3 Arah Kebijakan dan Pengembangan NPG ke Depan 50

5.4 Arah Kebijakan dan Pengembangan Uang Elektronik 51

5.5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN Dalam Rangka MEA 2015 51

5.6 Penyusunan Konsep RUU Sistem Pembayaran dan Penyelesaian Akhir (SPPA) 54

Artikel 1. Potensi Uang Elektronik di Jakarta: Potensi Besar yang belum Tergarap 59

Artikel 2. Mobile Financial Services dalam rangka Mendukung Financial Inclusion 61

63Bagian 2 Pengelolaan Uang

BAB 6. Sekilas Pengelolaan Uang 64

6.1. Isu Strategis dan Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012 64

6.2. Arah Kebijakan ke Depan 65

BAB 7. Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas

Perekonomian Nasional 67

7.1. Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) 68

7.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal melalui Bank Indonesia 71

7.3. Perkembangan Posisi Kas Bank Indonesia 74

7.4 Perkembangan Pemusnahan Uang Rupiah 75

7.5. Perkembangan Temuan Uang Rupiah Palsu 77

BAB 8. Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012 79

8.1 Tersedianya Uang Rupiah yang Berkualitas 80

8.2 Distribusi dan Pengolahan Uang Rupiah yang Aman dan Terpercaya 95

8.3 Pengembangan Layanan Kas Prima 97

8.4 Koordinasi dalam rangka Implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang 109

Page 5: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

vLaporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

BOKS 8.1. 3D Generasi Dua (Didapat, Disayang dan Disimpan) 90

BOKS 8.2. Rintisan Edukasi Keaslian Uang Rupiah melalui Jalur Pendidikan – Pilot Project Edukasi Kebanksentralan di Kabupaten

Sukabumi dan di Provinsi Jawa Barat 92

BOKS 8.3. Bye-Laws Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) 99

BOKS 8.4. Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC) 112

BAB 9. Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas Pengelolaan Uang 115

9.1 Kegiatan Museum Artha Suaka Bank Indonesia 115

9.2 Uang Rupiah yang Sudah Dicabut dan Ditarik dari Peredaran 116

9.3 Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas (BISILK) 117

BAB 10. Penilaian Kinerja Bank Indonesia dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengelolaan Uang

Rupiah 119

10.1 Survei Kepuasan Terhadap Ketersediaan Uang Rupiah Layak Edar 119

10.2 Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di Kantor Pusat Bank Indonesia 120

BAB 11. Arah Kebijakan dan Rencana Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2013 123

Page 6: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

vi Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran 2012 4

Tabel 2.1 Perkembangan Jenis Transaksi melalui Sistem BI RTGS 11

Tabel 2.2 Jumlah Nasabah yang Tercantum dalam DHN dan Perbandingan antara Jumlah Warkat Cek dan/atau Bilyet

Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Bank 13

Tabel 2.3 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia 19

Tabel 7.1 Rata-rata UYD dan Posisi UYD 68

Tabel 7.2. Pangsa UYD di Bank dan Masyarakat 70

Tabel 7.3 Jumlah NetfFow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah (Triliun Rp) 74

Tabel 7.4 Pangsa Jumlah Uang Rupiah Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Wilayah 76

Tabel 7.5 Pangsa Uang Rupiah Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi 76

Tabel 7.6 Rasio Pemusnahan Uang Rupiah terhadap Inflow Berdasarkan Denominasi 76

Tabel 9.1 Uang yang di Cabut dan Ditarik dari Peredaran 116

Tabel 10. Atribut Penilaian Survei Layanan Kas di Kantor Pusat Bank Indonesia Tahun 2012 121

Daftar Grafik

Grafik 2.1 Perkembangan Transaksi Melalui Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 10

Grafik 2.2 Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS 10

Grafik 2.3 Pangsa Nilai Transaksi Sistem BI-RTGS 11

Grafik 2.4 Pangsa Volume Transaksi Sistem BI-RTGS 11

Grafik 2.5 Perkembangan Transaksi melalui BI-SSSS 12

Grafik 2.6 Perkembangan Transaksi melalui SKNBI 12

Grafik 2.7 Volume Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2012 12

Grafik 2.8 Nilai Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011 12

Grafik 2.9 Perkembangan Infrastruktur Pembayaran Ritel (ATM dan EDC) 15

Grafik 2.10 Perkembangan Jumlah Kartu Kredit Beredar 15

Page 7: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

viiLaporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Grafik 2.11 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu Kredit 15

Grafik 2.12 Perkembangan Jumlah Kartu ATM dan ATM/Debet Beredar 16

Grafik 2.13 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan ATM/debet 16

Grafik 2.14 Perkembangan Jumlah Uang Elektronik 17

Grafik 2.15 Perkembangan Komposisi Jumlah Uang Elektronik 17

Grafik 2.16 Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang Elektronik 17

Grafik 2.17 Pangsa Volume Transaksi KUPU 18

Grafik 2.18 Pangsa Nilai Transaksi KUPU 18

Grafik 4.1 Throughput Guideline 41

Grafik 4.2 Turn Over Ratio 41

Grafik 4.3 Proporsi Volume Queue Transaction 42

Grafik 4.4 Proporsi Nominal Queue Transaction 42

Grafik 4.5 Perkembangan Jumlah Kasus Fraud Kartu Kredit 43

Grafik 4.6 Perkembangan Nominal Fraud Kartu Kredit 43

Grafik 7.1 Pertumbuhan UYD, PDB dan Inflasi 68

Grafik 7.2 Pertumbuhan UYD, Konsumsi RT, Rasio UYD terhadap Konsumsi RT 68

Grafik 7.3 Perkembangan Posisi UYD 69

Grafik 7.4 Perkembangan Rata-rata UYD Bulanan 69

Grafik 7.5 Perkembangan Pangsa UYD di Perbankan 70

Grafik 7.6 Pangsa UYD Berdasarkan Nominal 70

Grafik 7.7 Pangsa UYD Berdasarkan Bilyet/Keping 71

Grafik 7.8 Perkembangan Jumlah Outflow 72

Grafik 7.9 Pangsa Outflow Berdasarkan Pecahan 72

Grafik 7.10 Pangsa Outflow Berdasarkan Sebaran Wilayah 72

Grafik 7.11 Perkembangan Jumlah Inflow 72

Grafik 7.12 Perkembangan Inflow Berdasarkan Pecahan 73

Grafik 7.13 Perkembangan Inflow Berdasarkan Sebaran Wilayah 73

Grafik 7.14 Perkembangan Jumlah Inflow, Outflow, dan NetFlow 73

Grafik 7.15 Perkembangan Jumlah NetFlow 74

Grafik 7.16 Pangsa Posisi Kas Bank Indonesia Berdasarkan Pecahan 75

Grafik 7.17 Perkembangan Jumlah Bilyet Uang Kertas yang Dimusnahkan 76

Page 8: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

viii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bagan 3.1 Bagan implementasi Blueprint dalam rangka MEA 23

Bagan 3.2 Grand Design Pengembangan SKNBI 25

Bagan 5.1 Roadmap Pengembangan SKNBI 50

Bagan 5.2 Keterkaitan Undang-Undang lain dengan dengan Sistem Pembayaran 55

Daftar Bagan

Page 9: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

ixLaporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Ringkasan Eksekutif

Kondisi Perekonomian Tahun 2012

Di tengah perkembangan ekonomi dunia yang melemah dan diliputi ketidakpastian, ekonomi Indonesia tetap

menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Pada tahun 2012, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar

6,23%, dengan inflasi terkendali pada tingkat yang rendah sebesar 4,30%. Kinerja ekonomi tersebut terutama ditopang

oleh menguatnya permintaan domestik di tengah pelemahan kinerja ekspor.

Kinerja ekonomi yang menggembirakan selama tahun 2012 ini melengkapi periode panjang pertumbuhan ekonomi

Indonesia dengan rata-rata di atas enam persen dalam kurun waktu delapan tahun terakhir. Selain itu, kinerja positif

tersebut pada saat yang sama juga menunjukkan daya tahan ekonomi Indonesia di tengah gejolak ekonomi global.

Daya tahan tersebut tercermin pada kemampuan ekonomi Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi

pada tingkat yang cukup tinggi, sementara ekonomi dunia masih menghadapi kinerja yang melemah. Permasalahan

perekonomian AS yang belum sepenuhnya pulih, penurunan kinerja ekonomi negara-negara di kawasan Eropa, serta

dampak permasalahan tersebut terhadap emerging market, telah menjadi penyebab perekonomian global tumbuh

melambat.

Daya tahan ekonomi Indonesia yang kuat ini tidak terlepas dari dukungan kondisi ekonomi makro yang stabil dan sistem

keuangan yang kondusif.

Terjaganya sistem keuangan yang kondusif antara lain tidak terlepas dari peran sistem pembayaran yang mendukung

kelancaran, efisiensi, dan keamanan transaksi perekonomian. Sementara itu, melalui kebijakan pengelolaan uang rupiah,

kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan uang kartal layak edar dalam jumlah yang cukup, baik nominal maupun

pecahan, dapat dipenuhi.

Kinerja dan Kebijakan Sistem Pembayaran

Terselenggaranya sistem pembayaran sebagai infrastruktur sistem keuangan merupakan faktor penting untuk mendukung

stabilitas sistem keuangan dan moneter. Selain itu, sistem pembayaran juga berperan penting untuk memperlancar

aktivitas perekonomian masyarakat dan dunia usaha.

Selama tahun 2012, keandalan sistem pembayaran sebagai infrastruktur sistem keuangan tetap terpelihara dengan baik.

Hal tersebut tercermin dari terselenggaranya sistem pembayaran yang aman dan lancar. Keandalan sistem pembayaran

tersebut ditunjukkan dengan terpenuhinya tingkat ketersediaan (availability) sistem pembayaran sesuai service level yang

telah ditetapkan.

Bank Indonesia secara konsisten terus berupaya meningkatkan kinerja sistem pembayaran sebagai urat nadi

perekonomian Indonesia. Upaya tersebut telah menunjukkan hasil yang baik, yaitu dengan semakin meningkatnya peran

Page 10: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

x Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

sistem pembayaran dalam mendukung aktivitas ekonomi masyarakat. Sesuai data transaksi keuangan melalui sistem

pembayaran, selama tahun 2012 nilai transaksi mencapai Rp104,83 ribu triliun atau meningkat 46,52% dari nilai transaksi

tahun 2011 yang tercatat sebesar Rp71,55 ribu triliun. Sementara itu volume transaksi mencapai 3,27 miliar transaksi atau

meningkat sebesar 24,42% dari volume transaksi tahun 2011 yang mencapai 2,63 miliar transaksi.

Di sisi kebijakan sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia selalu mengedepankan empat aspek utama, yaitu

keamanan, efisiensi, perluasan akses, dan perlindungan konsumen. Terselenggaranya sistem pembayaran yang aman

dan efisien merupakan faktor penting untuk memperlancar transaksi pembayaran. Selanjutnya, perluasan akses dalam

sistem pembayaran dapat mendorong terwujudnya program keuangan inklusif bagi lapisan masyarakat yang belum

terjangkau oleh layanan perbankan. Selain itu, perlindungan konsumen merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam

penetapan kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran untuk menempatkan posisi konsumen pengguna jasa sistem

pembayaran setara dengan penyelenggara sistem pembayaran.

Terkait dengan rekening Pemerintah, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan layanan pengelolaan rekening

Pemerintah untuk mendukung dan mempermudah koordinasi kebijakan fiskal dan moneter.

Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran ditempuh melalui penguatan infrastruktur dan terus

mengupayakan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran yang telah ada dalam upaya untuk menjamin keamanan

dan efisiensi penyelenggaraan sistem pembayaran. Berbagai kebijakan Bank Indonesia terkait penguatan infrastruktur

meliputi pengembangan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia Scripless

Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II, interkoneksi sistem pembayaran ritel melalui pengembangan Gerbang

Pembayaran Nasional (National Payment Gateway-NPG), dan interkoneksi penyelenggaraan uang elektronik, serta

implementasi standar nasional kartu ATM/Debet berbasis chip secara bertahap. Dalam rangka perluasan akses sistem

pembayaran, Bank Indonesia bekerjasama dengan Bank Jatim mengimplementasikan Sistem Transfer Kredit Elektronik

(STKE) antar BPR. Selanjutnya, Bank Indonesia senantiasa memperkuat aspek hukum dalam penyelenggaraan sistem

pembayaran di Indonesia dalam rangka menjamin perlindungan konsumen pengguna jasa sistem pembayaran, melalui

penyusunan dan penyempurnaan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem pembayaran.

Kinerja dan Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah

Di tengah pesatnya perkembangan inovasi instrumen pembayaran non tunai, uang kartal masih tetap memegang peranan

penting dalam mendukung kelancaran transaksi pembayaran di masyarakat. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya

transaksi pembayaran tunai masyarakat yang salah satunya tercermin dari pertumbuhan jumlah uang kartal yang

diedarkan (UYD).

Selama tahun 2012, jumlah rata-rata harian UYD mencapai Rp370,61 triliun atau meningkat 15,68% dibanding tahun

sebelumnya. Demikian pula dengan rasio UYD terhadap konsumsi masyarakat khususnya rumah tangga yang juga

mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 33,64%.

Di sisi kebijakan, kebijakan pengelolaan uang rupiah diarahkan pada misinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan

ketersediaan uang rupiah layak edar dalam jumlah nominal cukup dan pecahan yang sesuai. Kebijakan tersebut diambil

dengan memperhatikan perkembangan kondisi ekonomi makro maupun isu-isu strategis yang berkembang dalam kegiatan

pengelolaan uang rupiah.

Kebijakan pengelolaan uang Bank Indonesia pada tahun 2012 juga mengacu isu strategis terkait dengan implementasi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang mulai diberlakukan pada tanggal 28 Juni 2011. Pada

Page 11: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

xiLaporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

perkembangannya, implementasi UU Mata Uang membawa dampak luas bagi Bank Indonesia, terutama dengan semakin

besarnya keterlibatan instansi lain di luar Bank Indonesia dalam kegiatan pengelolaan uang rupiah.

Menyikapi berbagai perkembangan tersebut, kebijakan pengelolaan uang rupiah Bank Indonesia pada tahun 2012

dilakukan dengan mengacu pada tiga pilar kebijakan yaitu i) Tersedianya Uang Rupiah yang Berkualitas; ii) Distribusi

dan Pengolahan Uang Rupiah yang Aman dan Terpercaya; dan iii) Layanan Kas Prima. Adapun penjabaran dari berbagai

kebijakan pengelolaan uang tersebut juga diarahkan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan pengolahan uang rupiah oleh

Bank Indonesia.

Pilar kebijakan satu yaitu tersedianya uang rupiah yang berkualitas diterjemahkan ke dalam suatu rangkaian strategi

kegiatan pengelolaan uang rupiah. Strategi tersebut diantaranya meliputi penetapan Estimasi Kebutuhan Uang Rupiah

(EKU) dan Rencana Cetak Uang Rupiah (RCU) serta pengadaan bahan baku dan jasa pencetakan uang Rupiah. Selain itu,

ketersediaan uang rupiah yang berkualitas di masyarakat juga diwujudkan melalui strategi peningkatan pemantauan

kualitas uang dan kegiatan pengolahan uang rupiah yang dilakukan oleh Perbankan dan perusahaan Cash in Transit (CIT);

terus meningkatkan upaya penanggulangan peredaran uang rupiah palsu disamping secara berkesinambungan melakukan

peningkatan kualitas uang rupiah melalui penyempurnaan desain uang.

Sementara itu, untuk mewujudkan Pilar Kebijakan dua, berbagai strategi telah ditempuh oleh Bank Indonesia guna

memujudkan distribusi dan pengolahan uang rupiah yang aman dan terpercaya. Strategi tersebut diantaranya meliputi

pelaksanaan distribusi uang rupiah secara efektif dan efisien sesuai dengan EKU yang telah ditetapkan; pemantauan

terhadap kegiatan pengolahan uang dan layanan nasabah yang dilakukan oleh Perbankan dan perusahaan Cash in Transit

(CIT) serta melakukan pemantauan terhadap optimalisasi kinerja sarana pengolahan uang rupiah yang dimiliki Bank

Indonesia.

Adapun untuk mewujudkan Pilar Kebijakan tiga yaitu Layanan Kas Prima, Bank Indonesia terus berupaya untuk

meningkatkan keterlibatan pihak-pihak eksternal terkait dalam kegiatan pengelolaan uang rupiah yang dilakukannya. Hal

ini dilakukan melalui strategi penyempurnaan sistem dan prosedur layanan kas; optimalisasi kerjasama penukaran uang

rupiah pecahan kecil dengan perbankan dan pihak lainnya maupun melalui pengembangan strategi layanan kas pada

periode Hari Raya Keagamaan. Kebijakan layanan kas prima juga diwujudkan melalui strategi optimalisasi Layanan Kas

Luar Kantor Bank Indonesia yang meliputi layanan kas keliling dan kas titipan serta layanan kas di wilayah terpencil dan

terdepan NKRI.

Ke depan, kebutuhan uang rupiah diperkirakan meningkat seiring dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang tetap

tinggi. Dengan kondisi tersebut dan mempertimbangkan perkembangan lingkungan srategis ke depan, kebijakan

pengelolaan uang rupiah akan tetap mengacu pada tiga pilar kebijakan yang telah dijalankan sebelumnya. Implementasi

ketiga pilar kebijakan tersebut akan memfokuskan pada penguatan manajemen pengelolaan uang kartal, peningkatan

efektivitas dan efisiensi distribusi uang, penguatan implementasi UU Mata Uang dan penguatan fungsi layanan kas.

Page 12: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

xii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 13: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

1Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

BAGIAN 1

SISTEM PEMBAYARAN

Page 14: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

2 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran memiliki peran strategis dalam mendukung aktivitas perekonomian masayrakat dan dunia usaha. Selain itu sistem pembayaran juga berperan penting dalam mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Dengan peran strategis tersebut, Bank Indonesia dituntut untuk terus memastikan bahwa perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada dalam koridor ketentuan yang berlaku dan kebijakan yang ditetapkan. Hal ini tentu saja demi menjamin kelancaran dan keamanan jalannyakegiatan sistem pembayaran yang perkembangan transaksinyaterusmeningkat secara signifikan dari tahun ketahun.

Selama 2012, terjadi peningkatan aktivitas transaksi sistem pembayaran dibandingkan dengan tahun sebelumnya.Meningkatnya aktivitas sistem pembayaran tersebut karenaperekonomian Indonesia yang berkinerjabaik, tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi yaitu mencapai 6,23% dengan pencapaian inflasi pada level yang rendah yaitu 4,30%.

Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran selama 2012 difokuskan pada empat aspek utama, yaitu peningkatan keamanan, efisiensi, perluasan akses, dan perlindungan konsumen.

Page 15: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

3Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Sekilas Sistem Pembayaran

Perekonomian Indonesia pada 2012 menunjukkan

pertumbuhan yang relatif tinggi dengan laju inflasi

yang tetap terkendali pada tingkat yang rendah sebesar

4,30%. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,23% menjadikan

Indonesia sebagai salah satu negara yang masih

mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di tengah

perlambatan ekonomi global.

Terjaganya pertumbuhan ekonomi pada 2012 ditopang

oleh kinerja permintaan domestik. Di satu sisi, kuatnya

permintaan domestik mampu menjaga pertumbuhan

ekonomi di tengah melambatnya kinerja ekspor akibat

melemahnya perekonomian global dan penurunan harga

komoditas. Namun, di sisi lain, kuatnya permintaan

domestik juga berimplikasi pada kuatnya pertumbuhan

impor. Dari sisi penawaran, sektor yang berorientasi

ekspor tumbuh rendah, tetapi kondisi sebaliknya

berlangsung pada sektor-sektor yang berorientasi

domestik.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap terjaga

tersebut, tidak terlepas dari peran strategis sistem

pembayaran dalam mendukung aktivitas perekonomian.

Peran strategis sistem pembayaran dalam aktivitas

perekonomian terutama untuk menjamin terlaksananya

berbagai transaksi pembayaran yang dilakukan oleh

masyarakat dan dunia usaha. Perkembangan inovasi

dalam sistem pembayaran merupakan konsekuensi

logis dari semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan

keberadaan instrumen dan mekanisme pembayaran yang

praktis, efisien, aman, dan nyaman untuk mendukung

aktivitas ekonomi yang dilakukan.

Selain itu sistem pembayaran juga berperan penting

dalam mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan

dan pelaksanaan kebijakan moneter.

Dengan peran strategis tersebut, Bank Indonesia dituntut

untuk terus memastikan bahwa perkembangan sistem

pembayaran harus selalu berada dalam koridor ketentuan

yang berlaku dan kebijakan yang ditetapkan. Hal ini tentu

saja demi menjamin kelancaran dan keamanan jalannya

kegiatan sistem pembayaran.

Berbagai kebijakan dan pengembangan sistem

pembayaran ditempuh Bank Indonesia dengan tetap

terfokus pada empat aspek utama, yaitu peningkatan

keamanan, efisiensi, perluasan akses dalam sistem

pembayaran dengan tetap memperhatikan perlindungan

konsumen.

Peningkatan keamanan dalam sistem pembayaran

bertujuan untuk menjaga kepercayaan masyarakat

akan berbagai alternatif instrumen pembayaran yang

dapat digunakan masyarakat dalam kegiatan ekonomi

yang dilakukannya. Sementara itu peningkatan efisiensi

melalui upaya interkoneksi sistem pembayaran menjadi

sangat penting agar industri sistem pembayaran dapat

melakukan sharing investasi pengembangan infrastruktur

untuk menciptakan efisiensi secara nasional baik bagi

industri sistem pembayaran maupun bagi masyarakat

pengguna karena tidak harus memiliki banyak instrumen

pembayaran dalam melakukan berbagai transaksi

pembayaran.

Bab 1

Page 16: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

4 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

������������������ ���� ���� ���

�������������������������

����������������������� ���� ���� ���

�������������������������

��������������������������

���������������������������������������������������������

��������������

����������

����������������

����������

���������

��������������������������

���������������������������������

�������������������������

��������������

����������

����������������

����������

����������

�����������������������������

�������������������������������

�����������������������������������������

�������������

��������������

���������������

����������������

����������������������������������

���������������

���������������������������������

�������������������

������������

��������������

���������������

���������������

���������������

�����������������

���������������

���������������������������������

��������������������

������������

��������������������

��������������������

������������������������������

�����������������������

�������������

����

�������

����������������������������

��������������������������

������������������������������������������������������������

�������

���������

�����

����������������������������

�������������������

���������������������������������������

����������������������������������������������������������������������������������������������������������������

������������

����������������������������

����������������������������

��������������������������

��������������������������

Tabel 1.1Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran 2012

Dari sisi perluasan akses dalam sistem pembayaran,

Bank Indonesia senantiasa mendorong industri sistem

pembayaran untuk memperluas cakupan layanan sistem

pembayaran sehingga dapat lebih luas dan merata ke

seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di kota-kota besar.

Selain itu, perluasan akses dalam sistem pembayaran

dapat mendorong terwujudnya program keuangan inklusif

bagi lapisan masyarakat yang belum terjangkau oleh

layanan perbankan.

Selanjutnya, perlindungan konsumen merupakan faktor

yang tidak kalah penting dalam penetapan kebijakan dan

pengembangan sistem pembayaran untuk menempatkan

posisi konsumen pengguna jasa sistem pembayaran

setara dengan penyelenggara sistem pembayaran. Hal

ini menjadi penting agar masyarakat sebagai konsumen

pengguna jasa sistem pembayaran dapat semakin

terlindungi dan tidak lagi berada pada posisi lemah

yang diakibatkan dari kekurangpahaman masyarakat

atas manfaat dan risiko dari suatu instrumen dan/atau

mekanisme pembayaran yang digunakan.

Keempat faktor utama dalam penetapan kebijakan dan

pengembangan sistem pembayaran menjadi sangat

relevan untuk terus diupayakan mengingat perkembangan

transaksi keuangan yang melalui sistem pembayaran yang

semakin tinggi setiap tahunnya (Tabel 1.1).

1.1 Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran

Dengan mengedepankan empat aspek utama, yaitu

peningkatan keamanan, efisiensi, perluasan akses, dan

perlindungan konsumen, kebijakan dan pengembangan

sistem pembayaran yang ditempuh Bank Indonesia selama

2012 dilakukan melalui persiapan implementasi Sistem

BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, pengembangan NPG,

interkoneksi dalam penyelenggaraan uang elektronik,

persiapan implementasi standar nasional kartu ATM dan

ATM/Debet berbasis chip, perluasan akses BPR dalam

sistem pembayaran, serta penyempurnaan ketentuan

untuk lebih meningkatkan penerapan aspek perlindungan

konsumen pengguna jasa sistem pembayaran.

Kebijakan penguatan infrastruktur untuk meningkatkan

keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan

sistem pembayaran dilakukan Bank Indonesia dengan

melakukan persiapan implementasi Sistem BI-RTGS dan

BI-SSSS Generasi II. Pengembangan ini dilakukan untuk

mengimbangi tren peningkatan jumlah transaksi BI-RTGS

dan BI-SSSS dari waktu ke waktu yang sejalan dengan

perkembangan ekonomi. Selain itu, pengembangan ini

juga dilakukan sebagai persiapan untuk mengantisipasi

konektivitas Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan

infrastruktur sistem keuangan lainnya baik domestik

Page 17: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

5Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

maupun internasional. Selain itu, dengan pengembangan

ini diharapkan akan tercapai peningkatan kemampuan

mitigasi risiko dalam penyelenggaraan sistem pembayaran

sehingga dapat berjalan secara aman dan efisien. Efisiensi

dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Generasi II nantinya, tidak hanya dari sisi penggunaan

likuiditas tetapi juga dari sisi infrastuktur sistem yang

digunakan.

Selain itu, kebijakan untuk peningkatan keamanan juga

dilakukan melalui persiapan implementasi standar

nasional kartu ATM/Debet menggunakan teknologi chip

dan Personal Identification Number (PIN) paling kurang

6 (enam) digit. Penggunaan standar nasional kartu ATM

dan ATM/Debet dengan menggunakan teknologi chip

ditargetkan dapat diterapkan secara menyeluruh pada

akhir 2015. Teknologi chip dinilai mampu mengurangi

kejahatan (fraud) yang dilakukan melalui infrastruktur

sistem kartu ATM dan ATM/Debet, yang antara lain

dilakukan dengan metode skimming. Kebijakan ini

tentunya juga ditujukan untuk memberikan perlindungan

kepada masyarakat pengguna kartu ATM dan ATM/Debet.

Dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam

penyelenggaraan sistem pembayaran ritel, Bank

Indonesia terus mendorong interkoneksi infrastruktur

sistem pembayaran ritel melalui pengembangan

NPG. Terwujudnya NPG akan membantu pemantauan

risiko penyelenggaraan sistem pembayaran dan akan

membentuk database sistem pembayaran ritel secara

nasional yang dapat mendukung pengambilan keputusan

bagi otoritas yang berwenang. Kebijakan interkoneksi

infrastruktur sistem pembayaran tersebut bertujuan

untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan

kegiatan pembayaran dan transfer dana. Dengan

interkoneksi sistem pembayaran, masyarakat tidak harus

memiliki banyak APMK dan uang elektronik, karena

hanya dengan satu kartu atau satu uang elektronik,

masyarakat dapat melakukan kegiatan pembayaran dan

transfer dana melalui berbagai alternatif infrastruktur

sistem pembayaran yang ada. Dari sisi industri

sistem pembayaran, interkoneksi infrastruktur sistem

pembayaran akan meningkatkan efisiensi nasional

terkait biaya investasi dalam penyelenggaraan sistem

pembayaran. Pada tahap awal pengembangan NPG,

Bank Indonesia memfasilitasi interkoneksi ATM dua

bank, yaitu Bank Mandiri dan BCA. Dengan terkoneksinya

infrastruktur ATM kedua bank tersebut, maka semakin

memperluas jaringan layanan sistem pembayaran. Kondisi

ini mempermudah masyarakat untuk melakukan transaksi

secara lebih cepat dan efisien. Pada gilirannya sinergi

kedua bank tersebut diharapkan dapat meningkatkan

daya saing industri sistem pembayaran secara nasional

dalam menghadapi era persaingan global.

Upaya lain yang dilakukan Bank Indonesia untuk

peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem

pembayaran ritel adalah melalui kebijakan pengembangan

interkoneksi dalam penyelenggaraan uang elektronik.

Selama periode laporan, Bank Indonesia telah

berkoordinasi dengan Kementerian Negara Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) dan Unit Kerja Presiden Bidang

Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Dari koordinasi tersebut disepakati agar pengembangan

interkoneksi dalam penyelenggaraan uang elektronik

menjadi program nasional. Salah satu sektor yang akan

memperoleh manfaat dari interkoneksi tersebut adalah

sektor transportasi yang secara massal digunakan oleh

masyarakat.

Selanjutnya untuk meningkatkan perluasan akses dalam

sistem pembayaran, Bank Indonesia turut aktif dalam

pengembangan sistem transfer kredit elektronik (STKE).

Akses BPR dalam sistem pembayaran semakin luas karena

BPR di wilayah Jawa Timur, baik untuk kepentingan BPR

sendiri maupun nasabahnya, telah dapat memanfaatkan

layanan sistem pembayaran yang cepat dan aman dengan

biaya relatif murah melalui STKE. STKE dikembangkan

oleh Bank Jatim sebagai bank pengayom BPR (APEX

BPR) di wilayah Jawa Timur bekerjasama dengan Bank

Indonesia. STKE merupakan suatu sistem yang digunakan

dalam penyelenggaraan transfer dana antar anggota APEX

BPR dan/atau dengan bank umum melalui Sistem Kliring

Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

Selanjutnya, upaya Bank Indonesia terkait aspek

perlindungan konsumen dilakukan antara lain melalui

Page 18: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

6 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

penyempurnaan ketentuan yang lebih memperhatikan

aspek perlindungan konsumen, yaitu penyempurnaan

ketentuan APMK yang dilakukan Bank Indonesia dengan

menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/2/

PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan

atas PBI No.11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (PBI

APMK) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.14/17/

DASP tanggal 7 Juni 2012 perihal Perubahan SEBI

No.11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan APMK.

Pokok-pokok materi perubahan yang dimuat dalam

PBI dan SEBI tersebut antara lain meliputi pengaturan

batas maksimum suku bunga kartu kredit, pengaturan

persyaratan dalam pemberian fasilitas kartu kredit

(batas minimum usia, batas minimum pendapatan, batas

maksimum plafon kredit, dan jumlah maksimum penerbit

yang dapat memberikan fasilitas kartu kredit), penerapan

prinsip kehati-hatian dan transparansi (penyeragaman

pola perhitungan bunga kartu kredit serta pengenaan

biaya dan denda, pengaturan kerjasama dengan pihak

lain, khususnya yang terkait dengan penagihan utang

kartu kredit).

Terkait kebijakan pembatasan kepemilikan kartu kredit,

Bank Indonesia juga telah menerbitkan SEBI No.14/27/

DASP tanggal 25 September 2012 perihal Mekanisme

Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit. Surat Edaran

Bank Indonesia ini diterbitkan sebagai aturan pelaksana

Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 yang pada

intinya mewajibkan Penerbit Kartu Kredit melakukan

penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit khususnya bagi

mereka yang berpendapatan antara Rp3 juta – Rp10 juta

tiap bulan. Sementara itu, terkait pembatasan suku bunga

kartu kredit, Bank Indonesia menerbitkan SEBI No.14/34/

DASP tanggal 27 November 2012 perihal Batas Maksimum

Suku Bunga Kartu Kredit. Berdasarkan ketentuan tersebut,

batas maksimum suku bunga kartu kredit ditetapkan

sebesar 2,95% per bulan.

Selain ketentuan terkait APMK, pada periode laporan

Bank Indonesia juga telah menerbitkan Peraturan Bank

Indonesia No.14/3/PBI/2012 tanggal 29 Maret 2012

tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan

Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Jasa Sistem

Pembayaran Selain Bank. Ketentuan ini merupakan

tindak lanjut dari amanat dalam Undang-Undang No.8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, dan mengatur mengenai

penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan

Pendanaan Terorisme (APU dan PPT).

1.2 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran

Melanjutkan kebijakan dan pengembangan sistem

pembayaran 2012, ke depan Bank Indonesia senantiasa

mendorong industri untuk melakukan penataan dan

penguatan infrastruktur sistem pembayaran dalam upaya

meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam sistem

pembayaran.

Hal tersebut dilakukan Bank Indonesia dengan tetap

melanjutkan tahapan pengembangan NPG, SKNBI, dan

uang elektronik.

Pengembangan NPG ke depan akan dilakukan melalui tiga

tahapan besar. Tahap pertama, adalah pengembangan

instrumen pembayaran yang paling dominan digunakan

oleh masyarakat Indonesia yaitu kartu ATM dan

ATM/Debet dengan menginterkoneksikan jaringan

penyelenggara kartu ATM dan ATM/Debet di Indonesia.

Tahapan kedua adalah pengembangan instrumen

pembayaran pada kartu kredit dan uang elektronik

melalui pemrosesan kartu kredit secara domestik untuk

transaksi yang dilakukan di Indonesia tanpa harus

diteruskan kepada Prinsipal luar negeri seperti yang

berlaku saat ini. Sementara itu, untuk perluasan cakupan

transaksi menggunakan uang elektronik akan didukung

melalui interkoneksi diantara penerbit uang elektronik.

Selanjutnya tahap terakhir adalah pengembangan

layanan Mobile Financial Services (MFS) dan e-commerce.

Modul layanan ini akan mendukung konvergensi layanan

transaksi berbasis mobile serta e-commerce di masa

datang.

Page 19: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

7Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Jasa Sistem

Pembayaran Selain Bank. Ketentuan ini merupakan

tindak lanjut dari amanat dalam Undang-Undang No.8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, dan mengatur mengenai

penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan

Pendanaan Terorisme (APU dan PPT).

1.2 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran

Melanjutkan kebijakan dan pengembangan sistem

pembayaran 2012, ke depan Bank Indonesia senantiasa

mendorong industri untuk melakukan penataan dan

penguatan infrastruktur sistem pembayaran dalam upaya

meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam sistem

pembayaran.

Hal tersebut dilakukan Bank Indonesia dengan tetap

melanjutkan tahapan pengembangan NPG, SKNBI, dan

uang elektronik.

Pengembangan NPG ke depan akan dilakukan melalui tiga

tahapan besar. Tahap pertama, adalah pengembangan

instrumen pembayaran yang paling dominan digunakan

oleh masyarakat Indonesia yaitu kartu ATM dan

ATM/Debet dengan menginterkoneksikan jaringan

penyelenggara kartu ATM dan ATM/Debet di Indonesia.

Tahapan kedua adalah pengembangan instrumen

pembayaran pada kartu kredit dan uang elektronik

melalui pemrosesan kartu kredit secara domestik untuk

transaksi yang dilakukan di Indonesia tanpa harus

diteruskan kepada Prinsipal luar negeri seperti yang

berlaku saat ini. Sementara itu, untuk perluasan cakupan

transaksi menggunakan uang elektronik akan didukung

melalui interkoneksi diantara penerbit uang elektronik.

Selanjutnya tahap terakhir adalah pengembangan

layanan Mobile Financial Services (MFS) dan e-commerce.

Modul layanan ini akan mendukung konvergensi layanan

transaksi berbasis mobile serta e-commerce di masa

datang.

Pengembangan SKNBI akan mencakup penyelesaian

transaksi atas transfer kredit dan debet baik yang bersifat

individual maupun rutin (bulk payment).

Selanjutnya, arah kebijakan dan pengembangan uang

elektronik ke depan difokuskan pada upaya untuk

meningkatkan penggunaan uang elektronik di masyarakat

serta memperluas jangkauan dan penetrasi infrastruktur

uang elektronik melalui dua tahapan waktu yaitu jangka

pendek dan menengah dengan kegiatan edukasi dan

sosialisasi, fasilitasi industri serta perluasan pasar.

Sedangkan untuk jangka panjang melalui standardisasi

uang elektronik.

Dari sisi penguatan aspek hukum dalam sistem

pembayaran, Bank Indonesia akan menginisiasi

penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Sistem

Pembayaran dan Penyelesaian Akhir (SPPA). Alasan

utama mengapa perlunya UU SPPA ini adalah karena

laju perkembangan sistem pembayaran yang sangat

pesat. Pesatnya perkembangan sistem pembayaran

dapat menjadi sumber informasi (kondisi likuiditas dan

infrastruktur sistem keuangan) yang menjadi subyek

pemantauan secara microprudential guna memonitor

kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potential

shock. Hasil dari riset dan pemantauan selanjutnya

akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam

pengambilan langkah-langkah yang tepat untuk meredam

gangguan dalam sektor keuangan.

Selanjutnya informasi secara komprehensif mengenai

perkembangan sistem pembayaran, kebijakan dan

pengembangan sistem pembayaran yang ditempuh

selama 2012, serta arah kebijakan dan pengembangan

sistem pembayaran ke depan akan diulas secara

mendalam pada bab-bab selanjutnya.

Page 20: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

8 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 21: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

9Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Saat ini system pembayaran di Indonesia diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan pihak di luar Bank Indonesia atau industri system pembayaran. Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI merupakan system pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, sementara APMK, uang elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU) atau transfer dana diselenggarakan oleh industri system pembayaran, baik berupa bank maupun lembaga selain bank.

Perkembangan transaksi keuangan yang melalui system pembayaran selama tahun 2012 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai transaksi melalui system pembayaran selama tahun 2012 mencapai Rp104,84 ribu triliun atau meningkat 46,52% dari nilai transaksi dari tahun 2011 yang tercatat sebesar Rp71,55 ribu triliun. Sementara itu, dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar 24,42% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun 2012 mencapai 3,27 miliar transaksi.

Page 22: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

10 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

2.1 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia

Selama periode laporan perkembangan transaksi

keuangan melalui sistem pembayaran yang

diselenggarakan oleh Bank Indonesia, baik Sistem BI-RTGS

maupun SKNBI mengalami peningkatan nilai dan volume

transaksi dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik

2.1).

Aktivitas transfer keuangan elektronik yang diproses

oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI

mencapai nilai Rp101,57 ribu triliun atau meningkat

sebesar 47,43% dibandingkan dengan tahun sebelumnya

yang mencapai nilai Rp68,89 ribu triliun. Sementara itu

dari sisi volume transaksi, mencapai 123,59 juta transaksi

atau meningkat sebesar 7,15% dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai 115,34 juta transaksi.

Perkembangan Transaksi melalui Sistem BI-RTGS

Aktivitas transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS

pada tahun 2012 menunjukkan peningkatan dibandingkan

dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.2). Nilai transaksi

yang penyelesaiannya dilakukan melalui Sistem BI-RTGS

pada 2012 mencapai Rp99,40 ribu triliun atau naik

sebesar 48,53% dibandingkan dengan tahun sebelumnya

yang mencapai Rp66,92 ribu triliun dengan volume

tercatat sebanyak 17,50 juta transaksi atau naik sebesar

8,24% dibandingkan dengan 2011. Dengan demikian,

rata-rata harian transaksi yang dilakukan melalui Sistem

BI-RTGS pada 2012 mencapai nilai Rp404,05 triliun

Grafik 2.1 Perkembangan Transaksi Melalui Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia

Grafik 2.2Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS

���������������������������������������������

�����

�����

�����

�����

������

������

���������������������

��

��

��

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ����

�����������������������������������������

���������������������

��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ����

�����

�����

�����

�����

������

������

���

���

���

���

�����

�����

�����

�����

�����

Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran

Bab 2

Page 23: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

11Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

���� ���� ��������

���� ���� ��������

�����������������������

�����������������������

���������������

������

�����

������

�����

�����

�����������

�����������

�����

������

�����

�����

�����������

������������

�������

������

�������

�����

������������

������������

��������������������

�������������������

���������

�����

����

�������������������

��������������������������

��������������������

������

����������

�������

������

�������

������

���������

����������

������

����������

������

������

�������

������

���������

����������

�������

�����

�������

������

�����

�����

�����

�����

���������

����

�������������������

��������������������������

��������������������

���������������������������������������

�����

Grafik 2.3Pangsa Nilai Transaksi Sistem BI-RTGS

dengan volume sebesar 71,13 ribu transaksi. Dengan

nilai yang tinggi ini, Sistem BI-RTGS dikategorikan sebagai

Systemically Important Payment System (SIPS), yaitu

sistem yang memproses transaksi bernilai besar dengan

potensi risiko sistemik1.

Transaksi transfer elektronik yang diproses melalui Sistem

BI-RTGS meliputi transaksi masyarakat, pasar uang antar

bank (PUAB), valuta asing, pasar modal, pengelolaan

moneter, dan transaksi yang dilakukan untuk kepentingan

pemerintah.

Peningkatan nilai transaksi melalui BI-RTGS terutama

disebabkan oleh meningkatnya transaksi pengelolaan

moneter yang memiliki pangsa 60,86% dari total nilai

transaksi BI-RTGS (Grafik 2.3). Nilai transaksi pengelolaan

moneter pada 2012 mengalami peningkatan sebesar

96,53% (Tabel 2.1) dibandingkan dengan tahun 2011.

Peningkatan nilai tersebut mengindikasikan meningkatnya

kegiatan pengelolaan moneter yang dilakukan Bank

Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas moneter dan

sistem keuangan.

Sementara itu, peningkatan volume transaksi melalui BI-

RTGS disebabkan oleh meningkatnya transaksi pasar modal

yang memiliki pangsa 0,40% dari total volume transaksi

Grafik 2.4Pangsa Volume Transaksi Sistem BI-RTGS

Tabel 2.1Perkembangan Jenis Transaksi melalui Sistem BI RTGS

1 Risiko sistemik adalah risiko yang disebabkan oleh satu peserta tidak dapat memenuhi kewajibannya yang berdampak pada terjadinya ketidakmampuan seluruh peserta dalam sistem untuk memenuhi kewajibannya .

BI-RTGS (Grafik 2.4). Volume transaksi pasar modal pada

2012 mengalami peningkatan sebesar 13,94% (Tabel

2.1). Peningkatan volume transaksi pasar modal tersebut

menunjukkan bahwa sampai saat ini transfer dana melalui

Sistem BI-RTGS masih menjadi pilihan selain transfer

melalui SKNBI dan APMK. Dari perspektif efisiensi sistem

pembayaran, Sistem BI-RTGS mendukung percepatan

penyelesaian transaksi dan efisiensi dari sisi waktu.

�����

������

����������

�����

������

����������

�������

���������������

��������������������

��������������������

�������������������

�������

�����

������

����������

����������

������

�������

�������������������

��������������������

��������������������

�������������������������

�������

����

Page 24: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

12 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Grafik 2.5Perkembangan Transaksi melalui BI-SSSS

���������������������������������������������

��

��

��

��

��

�����������������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ����

���

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

Aktivitas Penatausahaan Surat Berharga melalui Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)

Sehubungan dengan kegiatan penatausahaan surat

berharga pada BI-SSSS, pada periode laporan, telah

ditatausahakan transaksi surat berharga dengan nilai

mencapai Rp32,50 ribu triliun atau meningkat sebesar

81,99% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

mencapai Rp17,86 ribu triliun. Sementara itu di sisi

volume transaksi mencapai 137,16 ribu atau meningkat

sebesar 12,27% dibandingkan dengan tahun sebelumnya

yang mencapai 122,17 ribu (Grafik 2.5). Dengan demikian

rata-rata harian transaksi surat berharga melalui BI-SSSS

pada periode laporan mencapai nilai Rp132,12 triliun

dengan volume sebesar 558 transaksi.

Sampai dengan akhir periode laporan, peserta BI-SSSS

terdiri dari 137 bank , 14 non bank dan 16 sub registry.

Perkembangan Transaksi melalui SKNBI

Aktivitas transaksi melalui SKNBI pada 2012 menunjukkan

peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya

(Grafik 2.6). Nilai transaksi melalui SKNBI pada 2012

mencapai Rp2.170,19 triliun atau naik sebesar 10,13%

Grafik 2.6Perkembangan Transaksi melalui SKNBI

���������������������������������������������

��

��

�����������������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ����

��

���

���

���

���

Grafik 2.7Volume Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2012

Grafik 2.8Nilai Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2012

���

���

����������

������������������

���

���

����������

������������������

Page 25: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

13Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

������ ��������������� ������ ��������������� ������ �����

����� ����������������������� �����������������������������������������������������������������

����������������������������������������������������������������

���������

����

����

������

������

����������

����������

����������������

����������������

�������

�������

�������������

�������������

�����

�����

�����

�����

dengan volume transaksi tercatat sebanyak 106,10 juta

transaksi atau naik sebesar 6,98% dibandingkan dengan

2011. Dengan demikian rata-rata harian transaksi yang

dilakukan melalui SKNBI pada 2012 mencapai nilai Rp8,82

triliun dengan volume sebesar 431,29 ribu transaksi.

Sampai dengan akhir periode laporan, jumlah peserta

SKNBI sebanyak 140 peserta bank dan 1 peserta Bank

Indonesia.

Pengelolaan Daftar Hitam Nasional (DHN)

Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap

instrumen pembayaran Cek dan/atau Bilyet Giro (BG),

Bank Indonesia perlu menjaga kredibilitas Cek dan/

atau BG tersebut sangat penting bagi kelancaran sistem

pembayaran.

Dalam praktek, pembayaran menggunakan Cek dan/

atau BG masih memiliki permasalahan risiko gagal bayar

karena saldo tidak cukup atau rekening giro telah ditutup

yang dikenal dengan istilah Cek dan/atau BG kosong.

Dalam rangka pencegahan penarikan Cek dan/atau BG

kosong tersebut, bank secara self assessment melakukan

penetapan identitas penarik Cek/BG kosong dalam DHN

berdasarkan kriteria yang diatur dalam PBI No. 8/29/

PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar Hitam

Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan

SE BI No. 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar

Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.

Persentase perbandingan jumlah warkat Cek dan/atau

BG kosong terhadap total warkat penyerahan bank

pada periode laporan mengalami kenaikan dari 1,15%

pada 2011 menjadi 1,26% pada 2012. Demikian pula

persentase perbandingan jumlah nominal penarikan Cek

dan/atau BG kosong mengalami kenaikan dari 1,07% pada

2011 menjadi 1,23% pada 2012.

Selama dua tahun terakhir, penarikan BG kosong baik sisi

volume maupun nilai lebih besar dibanding penarikan

Cek kosong. Pada periode laporan, dari sisi volume, porsi

penarikan BG kosong sebesar 76%, sedangkan dari sisi

nilai sebesar 67%. Sementara itu, porsi penarikan Cek

kosong dari sisi volume sebesar 24% dan dari sisi nilai

sebesar 33%.

Kinerja Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Untuk mengetahui kinerja Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan

SKNBI, Bank Indonesia menggunakan ukuran ketersediaan

Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI bagi pesertanya.

Ukuran ketersediaan sistem tersebut menunjukkan

tingkat keandalan Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI yang

diselenggarakan Bank Indonesia. Pada periode laporan,

tingkat ketersediaan sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI

mencapai tingkat yang sesuai dengan service level yang

telah ditetapkan.

Untuk mendukung kinerja penyelenggaraan sistem

pembayaran Bank Indonesia, maka salah satu upaya Bank

Indonesia adalah dengan melakukan migrasi jaringan dari

yang semula berbasis System Network Architecture (SNA)

menjadi berbasis Transmission Control Protocol/Internet

Protocol (TCP/IP).

Latar belakang migrasi tersebut dengan pertimbangan :

- Jaringan SNA merupakan teknologi lama yang sudah

jarang digunakan.

- Ketersediaan perangkat pendukung sudah terbatas

sehingga jika terjadi kerusakan pada perangkat

Tabel 2.2 Jumlah Nasabah yang Tercantum dalam DHN dan Perbandingan antaraJumlah Warkat Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Bank

Page 26: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

14 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

pendukung, maka sulit untuk mencari perangkat

pengganti karena sudah tidak tersedia di pasaran.

- Kapasitas jaringan yang terbatas karena tidak dapat

di-upgrade.

Upaya Menjaga Keamanan dan Keandalan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan SKNBI melalui Business Continuity Plan, Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan, dan Member Certification

Business Continuity Plan

Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara sistem

BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI, Bank Indonesia senantiasa

berupaya menjamin kelancaran sistem secara keseluruhan

yang andal baik dalam kondisi normal maupun dalam

kondisi darurat.

Selama periode laporan, untuk menjamin keandalan

sistem back-up telah dilakukan uji coba environment

sebanyak tiga kali. Selain itu, dilakukan juga operasional

secara live sebanyak satu kali dengan menggunakan

infrastruktur teknologi informasi di lokasi Disaster

Recovery Centre (DRC) Bank Indonesia.

Sementara itu, untuk memastikan kesiapan infrastruktur

back-up siap digunakan, setiap bulan dilakukan juga

pengecekan infrastruktur Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan

SKNBI di lokasi DRC dan Backup Front Office.

Untuk memberikan alternatif sarana back-up kepada

Peserta sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, Bank Indonesia

menyediakan fasilitas guest bank. Selama tahun 2012

terdapat 32 Peserta yang menggunakan fasilitas guest

bank tersebut dengan rincian tiga peserta karena

gangguan pada internal sistem sisanya sebanyak 29

peserta karena gangguan koneksi jaringan sistem BI-RTGS

dan BI-SSSS.

Selanjutnya, guna meningkatkan kompetensi peserta

dalam pemanfaatan fasilitas guest bank, Bank Indonesia

secara rutin memberikan pelatihan guest bank. Selama

periode laporan, telah dilakukan pelatihan kepada 13

peserta sistem BI-RTGS dan BI-SSSS.

Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan

Kegiatan user group dan forum kepesertaan, dilakukan

untuk menjembatani komunikasi antara penyelenggara

dan seluruh peserta terutama dalam rangka diseminasi

informasi terkini dan penyelesaian permasalahan

penyelenggaraan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI.

Selama 2012, kegiatan user group peserta sistem BI-

RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI dilakukan di Jakarta dalam

dua tahap. Tahap pertama pada Juni 2012, dilaksanakan

dalam rangka sharing informasi mengenai pelaksanaan

member certification yang dihadiri oleh petugas audit

internal peserta sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI. Tahap

kedua pada Oktober 2012, dilaksanakan dalam rangka

diseminasi informasi mengenai rencana pengembangan

SKNBI dan implementasi sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

generasi 2.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan Bank

Indonesia sebagai central registry kepada sub registry,

telah dilaksanakan pertemuan sub registry pada

Oktober 2012, dimana dalam forum pertemuan tersebut

dilakukan diseminasi informasi terkini terkait dengan

penyelenggaraan BI-SSSS.

Sementara itu, dalam rangka evaluasi penyelenggaraan

kliring lokal dan diseminasi perubahan kebijakan

pemberian bantuan keuangan kepada Penyelenggara

Kliring Lokal (PKL) Selain BI, pada Juli 2012 telah

dilaksanakan pertemuan tahunan dengan seluruh

penyelenggara kliring lokal yang diselenggarakan di

Jakarta.

Member Certification (MC)

Member certification dilakukan dengan tujuan

mengevaluasi kepatuhan peserta terhadap ketentuan

yang ditetapkan penyelenggara, perjanjian pengunaan

sistem antara penyelenggara dan peserta, dan/atau

kesepakatan antar Peserta dalam bye laws, serta

mengidentifikasi risiko peserta dalam penyelenggaraan

Sistem BI-RTGS dan SKNBI. Dalam pelaksanaannya,

Page 27: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

15Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

kegiatan member certification dilakukan dengan metode

asesmen atas laporan yang disampaikan oleh peserta dan

on site visit.

Berdasarkan pelaksanaan member certification yang

dilakukan selama 2012, secara umum operasional BI-

RTGS dan SKNBI peserta sudah berjalan sesuai ketentuan

yang berlaku. Namun demikian, masih terdapat beberapa

hal yang masih perlu mendapat perhatian dan harus

ditingkatkan seperti penyediaan infrastruktur back-up

system, dan prosedur contingency plan.

2.2 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Pihak di Luar Bank Indonesia

Saat ini penyelenggaraan sistem pembayaran yang

diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia

meliputi penyelenggaraan APMK (kartu kredit, kartu ATM

dan kartu ATM/Debet), uang elektronik, dan kegiatan

usaha pengiriman uang atau transfer dana. Selama 2012,

terjadi peningkatan transaksi keuangan melalui sistem

pembayaran yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank

Indonesia, baik itu melalui kartu kredit, kartu ATM dan

kartu ATM/Debet, uang elektronik maupun KUPU.

Selain itu, dari sisi infrastruktur pembayaran ritel

mengalami perkembangan dari tahun ke tahun (Grafik

2.9).

Aktivitas Pembayaran Menggunakan Kartu Kredit

Jumlah kartu kredit yang beredar pada akhir 2012

mencapai 14,82 juta kartu atau meningkat sebesar 0,21%

dari periode sebelumnya yang mencapai 14,79 juta kartu.

Meningkatnya jumlah kartu tersebut turut pula

mendorong peningkatan penggunaannya (Grafik 2.10).

Selama 2012 nilai transaksi menggunakan kartu

kredit mencapai Rp201,84 triliun, meningkat sebesar

5,84% dibandingkan dengan periode sebelumnya

yang mencapai Rp182,60 triliun. Sementara itu di

sisi volume transaksi mencapai 221,58 juta transaksi,

meningkat sebesar 10,54% dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang mencapai 209,35 juta transaksi. Dengan

demikian rata-rata harian transaksi menggunakan kartu

Grafik 2.9 Perkembangan Infrastruktur Pembayaran Ritel (ATM dan EDC)

Grafik 2.11Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu Kredit

Grafik 2.10Perkembangan Jumlah Kartu Kredit Beredar

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

������������������

������

�������

�������

�������

�������

�������

�������

�������

�������

�������

���������������������������

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� ��

���� ����

��

��

��

��

��

��

��

��

��

�����������������������������������������

������

���������������

�����

������

������

������

������

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� ������ ����

��

��

��

��

��

��

Page 28: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

16 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

kredit pada periode laporan mencapai nilai Rp551,48

miliar dengan volume sebesar 605,41 ribu transaksi.

Sampai dengan periode laporan, jumlah penerbit dan

prinsipal kartu kredit di Indonesia masing-masing

berjumlah 20 penerbit dan 5 prinsipal.

Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan Kartu ATM/Debet

Pada akhir periode laporan, total kartu ATM dan ATM/

Debet yang beredar mencapai 77,75 juta kartu. Jumlah

tersebut meningkat sebesar 21,15% dibandingkan dengan

akhir periode laporan sebelumnya yang mencapai 63,39

juta kartu. Dari jumlah tersebut sebanyak 73,22 juta

kartu (94,17%) merupakan kartu ATM/Debet, yang selain

berfungsi untuk melakukan transaksi di terminal ATM,

juga dapat berfungsi sebagai kartu debet untuk digunakan

dalam transaksi belanja di pedagang (merchant).

Dengan peningkatan jumlah kartu ATM dan ATM/Debet

beredar tersebut, mendorong peningkatan aktivitas

transaksi menggunakan kartu ATM dan ATM/Debet (Grafik

2.12). Pada periode laporan, nilai transaksi menggunakan

kartu ATM dan ATM/Debet mencapai Rp3,07 ribu triliun

atau meningkat sebesar 23,74% dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang mencapai Rp2,48 ribu triliun.

Sementara itu, volume transaksi menggunakan kartu

ATM dan ATM/Debet mencapai 2,82 miliar transaksi atau

meningkat sebesar 24,83% dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang mencapai 2,26 miliar transaksi.

Dengan demikian rata-rata harian transaksi menggunakan

kartu ATM dan ATM/Debet pada periode laporan

mencapai nilai Rp8,37 triliun dengan volume sebesar 7,72

juta transaksi.

Sampai dengan akhir periode laporan terdapat 102 bank

yang bertindak sebagai penerbit kartu ATM dan ATM/

Debet yang terdiri atas 59 bank umum, 8 bank syariah,

26 Bank Pembangunan Daerah dan 9 Bank Perkreditan

Rakyat. Selain itu juga terdapat enam lembaga selain bank

sebagai prinsipal.

Aktivitas Uang Elektronik

Sampai akhir periode laporan, terdapat 13 penerbit

uang elektronik yang telah memperoleh izin dari Bank

Indonesia baik yang berbasis chip maupun media

berbasis server. Adapun jumlah uang elektronik yang

beredar baik yang berbasis chip maupun berbasis

server mencapai sekitar 21,87 juta, meningkat sebesar

52,94% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

mencapai 14,30 juta.

Komposisi penggunaan uang elektronik yang berbasis

chip dan server based mengalami perkembangan dari

tahun ke tahun. Jika pada awal hadirnya uang elektronik,

penggunaan uang elektronik berbasis chip based

Grafik 2.12Perkembangan Jumlah Kartu ATM dan ATM/Debet Beredar

Grafik 2.13 Perkembangan Transaksi MenggunakanKartu ATM dan ATM/debet

������

��������������������������������

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� ������ ����

��

��

��

��

��

��

��

��

��

�����������������������������������������

��

���

���

���

���

���

���

������

�������

�������

�������

�������

�������

���������������������

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� ��

���� ����

Page 29: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

17Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

menempati pangsa terbesar yaitu 72%, maka sampai

dengan akhir 2012 penggunaan uang elektronik berbasis

server based menempati pangsa terbesar yaitu 57%.

Aktivitas transaksi menggunakan uang elektronik pada

2012 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan

periode sebelumnya (Grafik 2.14). Nilai transaksi

menggunakan uang elektronik pada 2012 mencapai

Rp1,97 triliun atau naik sebesar 101,02% dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp981,30

miliar. Sementara itu di sisi volume transaksi mencapai

100,62 juta transaksi atau naik sebesar 145,06%

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai

41,06 juta transaksi. Dengan demikian rata-rata harian

transaksi yang dilakukan dengan menggunakan uang

elektronik pada 2012 mencapai nilai Rp5,39 miliar dengan

volume sebesar 274,93 ribu transaksi.

Pada periode laporan, penggunaan uang elektronik

mengalami pertumbuhan dibandingkan periode

sebelumnya baik dari sisi jumlah instrumen yang

diterbitkan maupun volume dan nilai transaksi. Jumlah

instrumen uang elektronik mengalami pertumbuhan 53%,

sementara volume dan nominal transaksi tumbuh masing-

masing sebesar 153% dan 116%.

Perkembangan Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) atau Transfer Dana Selain Bank

Mekanisme pengiriman uang melalui penyelenggara

Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) selain bank telah

berjalan sejak lama terutama untuk mengakomodasikan

kegiatan pengiriman uang oleh tenaga kerja Indonesia di

luar negeri. Pada umumnya pengguna jasa penyelenggara

KUPU ini adalah tenaga kerja yang bergerak di sektor

informal yang kurang mengenal perbankan.

Sampai dengan akhir periode laporan, terdapat 119

penyelenggara KUPU yang telah memperoleh izin dari

Bank Indonesia. Dari jumlah tersebut, 76 merupakan

penyelenggara badan usaha berbadan hukum, 15

Grafik 2.14 Perkembangan Jumlah Uang Elektronik

Grafik 2.15 Perkembangan Komposisi Jumlah Uang Elektronik

Grafik 2.16 Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang Elektronik

����������������������������������������

���������������������

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� ��

���� ����

��

���

���

���

���

���

�����

�����

�����

�����

������

����������

��������������������������������

����������������������������������

���� ���� ���� ���� ����

�����

�����

�����

�����

������

������

������

��

���

���

���

���

���

���

���

���

���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

��� ������

���

���

��� ���

���������� ������������

Page 30: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

18 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

badan usaha tidak berbadan hukum (Commanditaire

Vennootschap dan Usaha Dagang) dan 16 perorangan.

Pelaporan transaksi pengiriman uang oleh penyelenggara

KUPU selain bank pada periode laporan dari sisi nilai

mencapai Rp18,43 triliun dengan volume sebesar 3,61

juta transaksi.

Aktivitas terbesar transaksi pengiriman uang dari sisi nilai

transaksi pada periode laporan, adalah pengiriman uang

dari luar negeri dengan porsi nilai 53,07% dan volume

84,97%. Pengiriman uang domestik (antar wilayah di

Indonesia) dengan porsi nilai 36,99% dan volume 13,13%.

Sedangkan sisanya pengiriman uang dari Indonesia ke luar

negeri dengan porsi nilai 9,94% dan volume 1,90%.

2.3 Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia

Seiring dengan semakin strategisnya peran sistem

pembayaran dalam perekonomian di Indonesia, maka

penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia juga

semakin beragam. Adapun penyelenggaraan sistem

pembayaran di Indonesia adalah sebagaimana dalam

Tabel Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia

(Tabel 2.3).

Grafik 2.17Pangsa Volume Transaksi KUPU

Grafik 2.18Pangsa Nilai Transaksi KUPU

������

����� ������

������������������

������������������������

��������������������������

������

�����

������ ��������������������������

������������������������

������������������

Page 31: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

19Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

������ �������������� ������������� �������

� ���������������� ����������������������������������������� ��������������������������������������������

����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� ���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� �������������������������������������������������������

� �������������� � ��������������������������������������������������������������������������������

� ��������������

����������������������������������������

���������������������������������������������������������������������������������������������������������

�����������������������������������������������

�����������������������������������������������������������

���������������������������������������������

��������������������������������������������������������������

�����������������������������������������������������������

������������������������������������������������������

��������������������������������������

�����������������������������������

� ���������� �������� ������� ��������� ���������������������������������������������������������

� ��������� ������ ��������� ����� ����������������� �������� ���������� ������� ���

� ���������������������������������������������������������������������

� ����������������������������������������������������������

� ������������������������� ����������������������������������������

�������������

� �������������� � ������������������������������������������������������

� �������������������������������������������������������������������������������������

� ���������������������������������������������������������������������������

� ����������������������������������������������������������������������������������������������������

� ��������� ����� ������������������ �� ������������� ����� �������� ������� ���������������������

� ������������������������������������������

� ������������������������������������

� �����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� �����������������������������������������������������������������������

� ���������������������������������������������

� ���������������������������������������������������������������������

� �����������������������������������������������

� ���������������������������

� �����������������������

� ���������������

� ���������������

� ���������������

Tabel 2.3Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia

Page 32: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

20 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

������ �������������� ������������� �������

� ���������������������������������������������

� ��������������������������������

� �������������������������

� ������������������

� ���������������������������������������������������������

� ���������������������������������������������������

� ��������������

� ���������������������������������

� ������������������������������ ������������������

�������������������������������������������

�����������������������������������������

���������������������������������������������

��������������������������������������

� ��������������������������������������������������������������������������������������������

� ���������������������������������

� ����������������������������������������������������

� ����������������������������

� ���������������������������������������������������������

� ��������������������������������������������������������

� ��������������

� ���������������

� ���������������� ��������������

������������������������������������������������� ������ ������ ��������������� �������������������������������

������������������������������������������������

������������������������������� � ����������������������������������������������������

� ������������������� ������������������������� ���� ����������������� ������������������

� ���������������� ��������������������������������������� ��������������� ������� ������

��������������� �� �������������������������������������������������������������������������������������������

� ������������������������� � ������������� ����������������������������� ������������

��������������������������������������

� ����������������������������������������������������������������������������

� �������������������������� ����������� ���������� �����������������������

�����������������������������������������

� ������������ ����������

������������������������������������������������������������������

� ���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� �������������

� ����������

� ��������������������������������

� ������������������������������������������������������������������������������������������������������

� ������������������������������������������������������������������������������

� �����������������������������������������������������������������������������������������

Page 33: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

21Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Kebijakan Bank Indonesia di bidang system pembayaran selama 2012 difokuskan pada empat aspek utama, yaitu peningkatan keamanan, efisiensi, perluasan akses, dan perlindungan konsumen.

Kebijakan peningkatan keamanan dan efisiensi antara lain ditempuh melalui persiapan implementasi Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, pengembangan interkoneksi system pembayaran ritel melalui pengembangan NPG dan interkoneksi penyelenggaraan uang elektronik, serta implementasi standar nasional kartu ATM/Debet berbasis chipse cara bertahap. Dalam rangka perluasan akses system pembayaran, Bank Indonesia bekerjasama dengan Bank Jatim mengimplementasikan Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) antar BPR.Selanjutnya, Bank Indonesia senantiasa memperkuat aspek hokum dalam penyelenggaraan system pembayaran di Indonesia dalam rangka menjamin perlindungan konsumen pengguna jasa system pembayaran, melalui penyusunan dan penyempurnaan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai system pembayaran.

Page 34: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

22 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

3.1 Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II

Menindaklanjuti pengembangan pada 2011 yang berfokus

pada penyusunan design and functional specification

dengan melibatkan pihak eksternal, maka pada tahun

2012 kegiatan utama berfokus pada pengembangan

aplikasi dan penyiapan infrastruktur serta pelaksanaan uji

coba terhadap Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II.

Dalam proses pengembangan aplikasi, pihak pengembang

melakukan proses pengembangan aplikasi yang

disesuaikan dengan user requirements dari Bank

Indonesia. Aplikasi yang dikembangkan meliputi aplikasi

Sistem BI-RTGS (RTS/X), aplikasi BI-SSSS (DEPO/X), aplikasi

Bank Indonesia Electronic Trading Platform (TRADE/X)

serta aplikasi Bank Indonesia Historical And Real Time

Information System (BI HARTIS). Terkait kegiatan

penyiapan infrastruktur, tahapan ini dilakukan baik di sisi

Bank Indonesia sebagai pihak yang akan mengoperasikan

keempat aplikasi di atas (operator) maupun di sisi peserta

sebagai pengguna sistem tersebut.

Setelah tahap pengembangan aplikasi selesai, dilakukan

serangkaian kegiatan uji coba baik yang dilakukan oleh

internal Bank Indonesia maupun uji coba yang melibatkan

working group yang beranggotakan bank dan non bank

peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. Pada saat yang

bersamaan, telah dilakukan kegiatan sosialisasi kepada

seluruh peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS untuk

memaparkan progres pengembangan dan menyampaikan

persiapan yang harus dilakukan oleh seluruh peserta.

Terkait penyiapan ketentuan, Bank Indonesia mengacu

pada international standard dan best practice dalam

penyelenggaraan sistem pembayaran, antara lain

Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs).

3.2 Pengembangan Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pengembangan STKE BPR merupakan upaya Bank

Indonesia dan PT. Bank Jatim untuk memperluas layanan

sistem pembayaran melalui BPR sehingga dapat lebih

menjangkau masyarakat, khususnya masyarakat yang

belum dapat dilayani oleh bank umum. Sementara itu,

jaringan BPR yang tersebar luas di berbagai daerah hingga

ke pelosok pedesaan saat ini masih sangat terbatas dalam

memberikan layanan sistem pembayaran.

Kondisi tersebut menyebabkan banyak masyarakat yang

belum terjangkau oleh layanan sistem pembayaran dalam

memenuhi kebutuhan untuk bertransaksi. Selain itu,

masih terdapat mekanisme kegiatan transfer dana yang

kurang efisien oleh BPR dimana BPR harus membuka

rekening giro di beberapa bank umum dan membuat

virtual account untuk nasabahnya.

Untuk mengakomodir kebutuhan transaksi pembayaran

nasabah BPR sekaligus memperluas akses masyarakat

terhadap layanan sistem pembayaran, pada 2012 Bank

Indonesia mengembangkan STKE BPR. Pengembangan

STKE BPR dilakukan dengan konsep two tier system

dimana transfer antar BPR tidak dilakukan secara langsung

(one tier system), namun dilakukan melalui bank umum.

Sebagai tahap awal, Bank Indonesia mengembangkan

pilot project STKE BPR bersama PT. Bank Jatim selaku

bank umum yang akan menyelenggarakan STKE BPR di

Kebijakan Sistem Pembayaran

Bab 3

Page 35: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

23Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

wilayah Jawa Timur. Pengembangan pilot project STKE

BPR wilayah Jawa Timur telah berhasil diimplementasikan

dan diresmikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Darmin

Nasution pada 29 November 2012 di Surabaya (lihat

Boks 3.1: Implementasi STKE BPR Wilayah Jawa Timur).

Pengembangan STKE BPR untuk wilayah lain akan

dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan

dan kesiapan BPR maupun bank pengayom di wilayah

tersebut.

3.3 Implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Nasional dalam rangka Persiapan MEA

Berdasarkan hasil pemetaan terhadap kondisi sistem

pembayaran dan setelmen di Indonesia saat ini, tren

sistem pembayaran, analisis isu-isu strategis dari sisi

kebijakan, kerangka hukum, kelembagaan, instrumen, dan

infrastruktur/mekanisme, telah disusun arah kebijakan

3.3

Implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Nasional Dalam Rangka Persiapan MEA

dan pengembangan sistem pembayaran nasional yang

tertuang dalam blueprint sistem pembayaran nasional

2011.

Implementasi dari blueprint tersebut dijabarkan ke

dalam program kerja Bank Indonesia yang terbagi dalam

program jangka pendek (2012-2013), jangka menengah

(2014-2015) dan jangka panjang (2016-2017). Walaupun

terbagi ke dalam beberapa milestone namun seluruh

program kerja yang akan dilaksanakan tetap mengarah

pada terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman,

efisien, andal, dan mengutamakan perlindungan kepada

nasabah, serta meningkatkan national competitive

advantage.

Secara umum, fokus program kerja jangka pendek 2012

adalah meningkatkan keamanan, keandalan dan efisiensi

infrastruktur penyelenggaraan sistem pembayaran,

memperkuat legal framework penyelenggaraan sistem

pembayaran, mempersiapkan pemenuhan terhadap

Bagan 3.1Bagan implementasi Blueprint dalam rangka MEA

�������������������������� ��������������������������������������������������������������������������� ��������������������������������������������� ������������������������������������������������������������������������ ������������������������ �������������������������������������������

���������������������������� ������������������������������������������������������ ����������������������������������������������������������

��������������������������� ���������������������������������������� ��������������������������������

�����������������������������������

Page 36: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

24 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

International Standard and Best Practices, memperkuat

pengawasan sistem pembayaran dan memperluas

penggunaan instrumen pembayaran non-tunai (less cash

society).

Terkait dengan fokus pertama, yaitu meningkatkan

keamanan, keandalan dan efisiensi infrastruktur

penyelenggaraan sistem pembayaran, program kerja

yang dilaksanakan selama 2012 meliputi pengembangan

sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, pengembangan

NPG, pengembangan SKNBI, pengembangan sistem

pembayaran dalam rangka meningkatkan akses terhadap

penggunaan jasa sistem pembayaran (financial inclusion),

penguatan business continuity management (BCM),

penyempurnaan sistem informasi sistem pembayaran,

serta peningkatan peran Bank Indonesia dalam forum

internasional.

Fokus selanjutnya, yaitu peningkatan keamanan

penyelenggaraan sistem pembayaran, dijabarkan ke dalam

program kerja implementasi penggunaan chip pada kartu

ATM dan ATM/Debet, serta penyempurnaan framework

pengawasan sistem pembayaran.

Adapun penjabaran dari fokus perluasan penggunaan

instrumen pembayaran non-tunai adalah program

kerja untuk melakukan edukasi preferensi masyarakat

untuk penggunaan sistem pembayaran non-tunai dan

melakukan fasilitasi perluasan jenis dan jangkauan sistem

pembayaran non-tunai.

Selain program kerja jangka pendek di atas, Bank

Indonesia juga sudah melakukan inisiatif untuk menjawab

isu strategis yang muncul dalam sistem pembayaran

nasional, seperti yang terkait dengan kerangka hukum

dalam penyelenggaraan sistem pembayaran dan setelmen

melalui penyusunan ketentuan terkait perlindungan

nasabah pengguna jasa sistem pembayaran dan

penyusunan undang-undang sistem pembayaran. Selain

itu Bank Indonesia juga mendorong peningkatan peran

pelaku sistem pembayaran domestik dalam sistem

pembayaran ritel dalam rangka menjawab isu terkait

kelembagaan.

3.4 Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Hasil evaluasi SKNBI pada 2011 menunjukkan perlunya

dilakukan penyempurnaan terhadap SKNBI baik dari aspek

bisnis maupun teknis. Dalam jangka pendek, beberapa

penyempurnaan yang telah dilakukan pada 2012 antara

lain: 1) Efisiensi proses warkat debet, 2) Peningkatan

bantuan kepada Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) selain

Bank Indonesia untuk mengoptimalkan peran PKL selain

BI, 3) Implementasi kliring online pada beberapa wilayah

kliring yang sebelumnya dilakukan secara offline, dan

4) Pembukaan akses SKNBI kepada Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) melalui bank pengayom (Apex Bank). Dalam

jangka panjang, perlu dilakukan pengembangan terhadap

SKNBI secara menyeluruh agar dapat mengakomodir

perkembangan serta kebutuhan masyarakat akan layanan

transfer dana yang lebih efisien.

Saat ini, layanan SKNBI masih terbatas pada transaksi

yang bersifat konvensional yaitu transaksi Cek dan Bilyet

Giro (BG) serta transfer individual. SKNBI belum dapat

mengakomodir transaksi pembayaran yang bersifat

rutin (billing payment) dan transaksi pembayaran yang

bersifat jamak (bulk payment). Layanan SKNBI juga masih

terbatas pada bank umum sebagai penyelenggara transfer

dana (PTD), sementara PTD selain bank sebagaimana

disebutkan dalam Undang-Undang Transfer Dana belum

memiliki akses terhadap SKNBI. Untuk kliring debet, masih

terjadi ketidakefisienan penyediaan likuiditas oleh bank

peserta kliring. Hal itu karena perhitungan mekanisme

Failure to Settle (FtS) melalui penyediaan prefund

dilakukan secara gross sehingga penyediaan dana menjadi

lebih besar dari yang dibutuhkan (setelah dilakukan

netting).

Di sisi teknis, SKNBI yang telah beroperasi sejak 2005

semakin mendekati batas kapasitasnya dalam memproses

transaksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2013, sebagian infrastruktur SKNBI sudah mencapai

umur teknis dan berada pada periode end of support dari

prinsipal. Sementara itu, aplikasi SKNBI yang bersifat satu

Page 37: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

25Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

kesatuan (tidak modular) menyebabkan penyempurnaan

pada satu fitur akan berpengaruh pada fitur lain sehingga

tidak fleksibel. Untuk kliring debet, penyelenggaraan

yang masih tersebar di banyak wilayah (desentralisasi)

menyebabkan biaya pemeliharaan menjadi tidak efisien.

Untuk mengatasi kendala dan menyempurnakan

kelemahan pada SKNBI, pada 2012 Bank Indonesia mulai

melakukan pengembangan SKNBI. Sebagai tahap awal,

Bank Indonesia menyusun konsep pengembangan SKNBI

yang mengacu pada hasil evaluasi SKNBI. Bank Indonesia

juga melakukan survei kepada bank-bank peserta SKNBI

untuk menjaring kebutuhan dan masukan terkait rencana

pengembangan SKNBI. Konsep pengembangan SKNBI

juga dibahas bersama Asosiasi Sistem Pembayaran

Indonesia (ASPI) sebagai perwakilan industri. Berdasarkan

hasil survei dan pembahasan dengan industri, dapat

disimpulkan bahwa secara umum industri mendukung

langkah Bank Indonesia untuk mengembangkan SKNBI.

Bagan 3.2Bagan Grand Design Pengembangan SKNBI

����������������������������

���������������

����

����

�����

�����

�����

�����

����

����

�����

�����

�����

�����

�������������������

��������������������

�������������������������������

��������������������������������������

��������������������������������������������������������

�������������������

����������������

����������

���������������

�������������������

�����������������

���

���������������������� ������

����������������

����

�������������������������

�����

��������������������������������������

���������������

���������������

��������������������������������������

Berdasarkan hasil evaluasi SKNBI saat ini dan masukan

dari industri, pada 2012 Bank Indonesia telah menyusun

desain pengembangan SKNBI.

Pokok-pokok perbedaan antara SKNBI saat ini dengan

SKNBI ke depan dapat dilihat pada matriks berikut:

����� �������� ��������������������

������� ����������������������������������

� ������������������������������������� ����������������������������������������

����������������� ��������������������������

������� ��������� ��������������������������������������������������������������������������������������������

��������������� ���������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������

Page 38: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

26 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Sebagai tahap awal pengembangan SKNBI, fokus

utama kegiatan selama 2012 adalah penyusunan dan

pembahasan grand design SKNBI. Penyusunan grand

design, mengikutsertakan peserta SKNBI, Asosiasi Sistem

Pembayaran Indonesia (ASPI) sebagai perwakilan industri,

dan otoritas terkait lainnya seperti Direktorat Jenderal

Pengelolaan Utang (DJPU) dalam rangka mendapatkan

informasi mengenai kebutuhan bisnis dan arah kebijakan

DJPU yang perlu diakomodir dalam SKNBI ke depan.

Pengembangan SKNBI akan dimulai 2013, dengan

mengacu pada grand design sebagaimana Bagan Grand

Design Pengembangan SKNBI.

3.5 Tahapan Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem Pembayaran Ritel

Interkoneksi sistem pembayaran ritel menjadi cita-cita

bersama Bank Indonesia dan para pengguna layanan

jasa sistem pembayaran di Indonesia. Inisiatif untuk

mewujudkan interkoneksi diperkenalkan melalui NPG.

Bank Indonesia dan pelaku industri sistem pembayaran

nasional telah memiliki kesepahaman bahwa terdapat

kebutuhan masyarakat untuk menggunakan jasa sistem

pembayaran ritel secara lebih efisien.

Untuk mewujudkan efisiensi tersebut, perlu

diupayakan untuk mengembangkan suatu sistem

yang dapat menghubungkan antar penyelenggara

sistem pembayaran. Sementara itu, kondisi saat ini

penyelenggara jasa sistem pembayaran ritel masih

mengembangkan sistem masing-masing dan belum saling

terhubung satu sama lain.

Dalam rangka mewujudkan interkoneksi secara nasional

diawali dengan upaya mendorong dua bank yang selama

ini mendominasi transaksi pembayaran ritel yaitu Bank

Mandiri dan BCA. Sejak pertengahan Januari 2012,

nasabah pemegang kartu ATM Bank Mandiri dapat

menggunakan kartunya di ATM BCA atau sebaliknya untuk

fitur informasi saldo, tarik tunai dan transfer. Kerja sama

ini sangat mendukung upaya perluasan akses layanan

ATM di kedua bank tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan

adanya tren peningkatan transaksi antar kedua bank

tersebut melalui ATM yaitu meningkat sebesar 174,27%

dari awal mulai diimplementasikannya sampai dengan

Desember 2012.

Manfaat interkoneksi dua bank tersebut diharapkan

dapat memberikan pengaruh positif kepada industri

penyelenggara jasa sistem pembayaran ritel, khususnya

dalam membangun kesadaran dan kebutuhan adanya

interkoneksi layanan. Hal tersebut dapat mendorong

terwujudnya NPG yang tidak hanya mengkoneksikan

penyelenggaraan ATM, namun dapat mengkoneksikan

penyelenggaraan sistem pembayaran lainnya seperti kartu

kredit, kartu debet, dan uang elektronik.

Manfaat lain yang diperoleh dari interkoneksi adalah

optimalisasi pemanfaatan infrastruktur yang disediakan

industri perbankan. Dengan saling interkoneksi, bank

tidak perlu lagi menyediakan infrastruktur berupa mesin

ATM dan EDC di suatu tempat yang sama. Selain itu,

penyelenggara sistem pembayaran dapat menempatkan

infrastruktur secara lebih merata sehingga dapat

meningkatkan penggunaan instrumen pembayaran non-

tunai oleh masyarakat dapat lebih luas. Dalam kaitan

ini, Bank Indonesia mengharapkan peran industri untuk

mendistribusikan infrastruktur yang dimiliki sampai ke

lokasi yang terpencil.

Melalui NPG diharapkan arus informasi transfer dana

dapat lebih terpantau, sehingga Bank Indonesia akan

mudah mengontrol pergerakan dana baik domestik

maupun antarnegara. Selain itu, NPG juga dapat

digunakan untuk memantau kondisi likuiditas industri

sistem pembayaran, sehingga melalui NPG tersebut

bank sentral dapat melakukan pendeteksian dini dalam

rangka mendukung stabilitas industri sistem pembayaran

nasional.

Selama periode laporan, terdapat beberapa kegiatan

yang dilakukan untuk mendukung pengembangan NPG

yaitu menyusun kajian aspek hukum mengenai lembaga

yang berwenang menyelenggarakan NPG. Dari hasil

kajian, diperoleh kesimpulan bahwa secara ketentuan

Bank Indonesia dapat bertindak sebagai penyelenggara

NPG karena kegiatan NPG merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari kegiatan kliring dan penyelesaian akhir.

Page 39: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

27Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Di samping itu, telah dilakukan kajian kebijakan NPG

yang antara lain meliputi aspek keanggotaan, cakupan

penyelenggaraan, mekanisme kliring dan setelmen.

Selanjutnya guna memperoleh masukan dari industri

terkait dengan pengembangan NPG, Bank Indonesia

melakukan diskusi dengan industri yang diwakili oleh ASPI

serta beberapa bank terkait.

3.6 Upaya Mewujudkan Interoperabilitas melalui Kegiatan Fasilitasi Interkoneksi Industri Uang Elektronik

Salah satu karakteristik penggunaan uang elektronik

adalah digunakan untuk transaksi dengan nilai kecil dan

bersifat massive. Sektor transportasi merupakan sektor

yang sesuai dengan karakteristik tersebut, sehingga

sebagai tahap awal upaya mewujudkan interoperabilitas2

uang elektronik difokuskan pada sektor transportasi.

Hal ini karena potensi pembayaran sektor transportasi

seperti di TransJakarta, Kereta Api, Taxi, Perparkiran

dan Bahan Bakar Minyak (BBM) mencapai Rp23,4

triliun/tahun. Selain itu, kemudahan dan kenyamanan

penggunaan uang elektronik di sektor ini, diharapkan

dapat membiasakan masyarakat untuk menggunakan

uang elektronik di sektor lain. Namun demikian, kondisi

saat ini, penggunaan uang elektronik di Indonesia

khusus untuk sektor transportasi masih terbatas dan

belum optimal. Hal ini disebabkan masyarakat belum

dapat merasakan kenyamanan dalam menggunakan

uang elektronik. Saat ini diperlukan uang elektronik

dari berbagai penerbit untuk melakukan berbagai

transaksi khususnya di sektor transportasi, misalnya

ketika akan bertransaksi membayar tol dan membayar

parkir, diperlukan uang elektronik yang berbeda.

Selain itu, kondisi ini menyebabkan inefisiensi dalam

penyelenggaraan uang elektronik.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, Bank Indonesia

memfasilitasi interkoneksi industri uang elektronik untuk

2 Interoperabilitas adalah kemampuan untuk bertukar informasi / bertukar layanan antar perangkat/sistem/ platform yang berbeda (sumber: IEEE Glossary)

mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan

uang elektronik dengan tahap awal di sektor transportasi.

Sebagai tahap awal mewujudkan interoperabilitas

tersebut, pada periode laporan Bank Indonesia telah

memfasilitasi penggunaan uang elektronik di kereta api

khususnya kereta komuter Jabodetabek. Hal tersebut

sejalan dengan program Unit Kerja Presiden bidang

Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)

yang salah satunya yaitu mengatasi kemacetan di Jakarta.

Sesuai hasil koordinasi dengan UKP4, salah satu langkah

kolaboratif dalam jangka pendek (temporary solution) atas

penggunaan uang elektronik di sektor transportasi publik

adalah dengan menggunakan uang elektronik di kereta

listrik (KRL), jalan tol dan TransJakarta. Fasilitasi yang telah

dilakukan oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Fasilitasi Interkoneksi pada PT. KAI Grup

Sebagai tindak lanjut pelaksanaan kesepakatan dengan

Kementerian BUMN dan Bank Himbara, Bank Indonesia

melakukan pembahasan dengan PT. KAI Grup termasuk

anak perusahaannya yaitu PT. Kereta Api Commuter

Jabodetabek (KCJ) dan PT. Railink Indonesia. Pada

prinsipnya PT. KAI Grup sepakat untuk menerapkan

e-ticketing di lingkungan PT. KAI melalui interkoneksi

uang elektronik dari beberapa penerbit agar dapat

meningkatkan layanan kepada penumpang yang terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Terkait pengembangan e-ticketing, PT. KCJ dan bank telah

melakukan uji coba untuk mengintegrasikan jaringan dan

sistem dari penerbit. Selanjutnya, PT. KJC juga melakukan

penataan sarana dan prasarana di lingkungan stasiun dan

melakukan edukasi kepada seluruh penumpang terkait

rencana implementasi e-ticketing. Tahap awal PT. KJC

akan menempatkan 250 reader di 35 stasiun yang telah

memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk

implementasi e-ticketing.

Selain itu, dalam rangka mempersiapkan pembayaran

tiket menggunakan uang elektronik pada kereta api

bandara dari Kuala Namo menuju Medan, PT. Railink

Page 40: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

28 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

telah menyiapkan infrastruktur e-payment agar dapat

dimanfaatkan oleh bank-bank penerbit uang elektronik.

2. Fasilitasi Interkoneksi Uang Elektronik pada TransJakarta

Berkaca dari keberhasilan implementasi interkoneksi

uang elektronik di TransJogja dan Prameks, Pemerintah

provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan adopsi

mekanisme interkoneksi uang elektronik (e-ticketing)

pada TransJakarta di Jakarta. Pada akhir 2012

Pemprov DKI Jakarta menetapkan lima bank untuk

mengimplementasikan e-ticketing TransJakarta yaitu Bank

Mandiri, BRI, BNI, BCA dan DKI.

Dalam interkoneksi tersebut, Bank berperan dalam

penyiapan infrastruktur e-ticketing TransJakarta, dan

secara bersama-sama melakukan edukasi e-ticketing

kepada masyarakat. Adapun kegiatan sampai dengan

akhir 2012 adalah melakukan review pengembangan dan

optimalisasi sistem, serta penyiapan sarana dan prasarana

persiapan peresmian implementasi e-ticketing di Koridor

1 TransJakarta (Blok M – Kota) pada pertengahan Januari

2013.

3. Fasilitasi Interkoneksi Uang Elektronik berbasis server

Dalam rangka lebih meningkatkan penggunaan uang

elektronik berbasis server, selama periode laporan,

pada tahap awal telah dilakukan pertemuan antara

Bank Indonesia dengan tiga penerbit uang elektronik

berbasis server yaitu Indosat, Telkomsel dan XL. Dari hasil

pertemuan, ketiga penerbit uang elektronik berbasis

server tersebut sepakat untuk turut mendukung program

Bank Indonesia guna mewujudkan interkoneksi di industri

ini. Sesuai target interkoneksi akan dapat diselesaikan

pada pertengahan tahun 2013.

Selain kegiatan fasilitasi, untuk mewujudkan interkoneksi,

Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan

Kementerian Negara BUMN, tiga Bank BUMN, dan

beberapa perusahaan BUMN. Untuk mewujudkan

interkoneksi uang elektronik di sektor transportasi

dibutuhkan dukungan dan sinergi penyedia jasa

transportasi BUMN di Indonesia mengingat potensinya

yang sangat besar. Dari hasil koordinasi dengan

Kementerian Negara BUMN diperoleh komitmen untuk

membentuk prinsipal uang elektronik dan menghilangkan

perjanjian kerjasama yang eksklusif di sektor transportasi

sehingga diharapkan dapat meningkatkan penggunaan

uang elektronik.

3.7 Implementasi Standar Nasional Kartu ATM dan ATM/Debet

Untuk meningkatkan keamanan pada penyelenggaraan

kartu ATM dan ATM/Debet, Bank Indonesia menginisiasi

penyusunan standar kartu ATM dan ATM/Debet berbasis

chip mengingat teknologi chip merupakan teknologi paling

aman saat ini. Dalam rangka mendukung implementasi

standar dimaksud, Bank Indonesia menerbitkan Surat

Edaran Bank Indonesia No. 13/22/DASP tanggal 18

Oktober 2011 perihal Implementasi Teknologi Chip

dan Penggunaan Personal Identification Number (PIN)

pada Kartu ATM dan ATM/Debet yang diterbitkan di

Indonesia. Hal tersebut memberikan konsekuensi pada

dimulainya tahapan implementasi pada 2012. Sejumlah

tahapan persiapan implementasi terus dilakukan selama

2012, yaitu pembentukan Certification Body (CB) dan

pelaksanaan proses sertifikasi vendor kartu dan mesin,

yaitu:

1. Pembentukan dan operasionalisasi Certification Body

(CB)

Pada Juli 2012, CB telah terbentuk dengan nama PT.

Citra Bakti Indonesia (CBI) dan dimiliki oleh Forum

Prinsipal. Fungsi dari CB adalah melakukan sertifikasi

terhadap produk kartu dan mesin dari berbagai vendor

untuk memastikan kesesuaian dengan spesifikasi yang

telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan sertifikasi, akan

dilakukan functional dan security test.

2. Pendistribusian Spesifikasi Teknis National Standard

for Indonesia Chip Card Specification (NSICCS)

Proses pendistribusian spesifikasi teknis NSICCS

berlangsung sejak akhir 2011. Hampir seluruh penerbit

telah memperoleh spesifikasi teknis terutama penerbit

yang telah menjadi anggota prinsipal.

Page 41: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

29Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

3.8 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran

Penerbitan ketentuan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran selama 2012

Sesuai amanat yang diatur dalam Undang-Undang

Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah

mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Tugas pengaturan ini dilaksanakan dengan menerbitkan

berbagai ketentuan Bank Indonesia, baik dalam bentuk

Peraturan Bank Indonesia maupun Surat Edaran

Bank Indonesia. Selama tahun 2012, Bank Indonesia

menerbitkan tiga Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan

tujuh Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI).

Penyempurnaan Ketentuan Bank Indonesia mengenai Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)

Sepanjang tahun 2012 Bank Indonesia menerbitkan

empat ketentuan terkait penyelenggaraan kegiatan APMK,

yaitu:

1) PBI Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas

PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan

Kegiatan APMK;

2) SE BI Nomor 14/17/DASP tanggal 7 Juni 2012 perihal

Perubahan atas SE BI Nomor 11/10/DASP perihal

Penyelenggaraan Kegiatan APMK;

3) SE BI Nomor 14/27/DASP tanggal 25 September 2012

perihal Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu

Kredit; dan

4) SE BI Nomor 14/34/DASP tanggal 27 November 2012

perihal Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit.

Penerbitan empat ketentuan ini dimaksudkan untuk

memperkuat dan menyempurnakan pengaturan APMK

yang telah diterbitkan selama ini. Materi pengaturan

yang disempurnakan kali ini sebagian besar terkait

dengan penyelenggaraan kegiatan kartu kredit. Meskipun

demikian, dua jenis APMK lainnya, yaitu kartu ATM dan

kartu ATM/Debet, juga terdapat beberapa penyesuaian

ketentuan.

Sejalan dengan pengaturan APMK selama ini, aspek

pengaturan APMK tetap terdiri dari tiga besaran, yaitu

aspek pengaturan sistem pembayaran (payment system

aspect), aspek kehati-hatian (prudential aspect), dan

aspek perlindungan konsumen (consumer protection

aspect).

��

��

��������� ������� ������� �������� ��������

���������� ���������������� ���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

�� �������������� ���������������� ������������� �������������

�� ���������� ���������������� ��������������������������������������

�� ���������� ����������������� ����������������������������������������������

�� ���������� ��������������� ��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

����������

�� ���������� ������������ ����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

����������

�� ���������� ����������� ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

����������

�� ���������� ������������� �������������������������������������������������������������������� ����������

�� ������������� ������������� ����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

��� ������������� ��������������� ��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������

Page 42: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

30 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Selama 2012 penyempurnaan ketentuan APMK lebih

dititikberatkan pada peningkatan aspek perlindungan

konsumen.

Penyampaian Informasi

Terkait dengan pengaturan di bidang informasi, Bank

Indonesia memperluas cakupan pengaturan mengenai

penyampaian informasi yang wajib dilakukan oleh

penyelenggara kepada pemegang kartu. Pengaturan

sebelumnya yang telah memuat kewajiban penyampaian

informasi mengenai prosedur penggunaan kartu, hak dan

kewajiban pemegang kartu, mekanisme penyampaian

keluhan, risiko penggunaan kartu, biaya yang dikenakan,

dan lain sebagainya diperluas lagi dengan adanya

kewajiban untuk menyampaikan informasi mengenai

mekanisme penutupan kartu, rekapitulasi transaksi

tahunan, informasi kurs untuk transaksi di luar negeri

dan kualitas kredit bagi pemegang kartu kredit. Tata

cara penyampaian informasi ini pun dirinci, termasuk

dimuatnya pengaturan mengenai tata cara dan waktu

penyampaian rincian tagihan untuk pemegang kartu

kredit. Dengan bertambahnya cakupan informasi yang

harus disampaikan ini diharapkan pemegang kartu menjadi

lebih waspada dan bijak dalam menggunakan kartunya.

Penyeragaman Pola Penghitungan Tagihan Kartu Kredit

Salah satu keluhan yang sering ditemui di masyarakat

terkait penyelenggaraan kegiatan kartu kredit adalah

tidak seragamnya pola penghitungan tagihan kartu

kredit. Hal ini dimungkinkan terjadi karena selama ini

pola penghitungan tagihan ini diserahkan sepenuhnya

kepada masing-masing penerbit. Oleh karena itu,

dalam penyempurnaan ketentuan APMK tersebut telah

dilakukan penyeragaman pola penghitungan tagihan

dalam menentukan komponen, penghitungan jangka

waktu ataupun besaran komponen tagihan tersebut di

antara para penerbit.

Langkah pertama penyeragaman yang dilakukan adalah

dengan menentukan bahwa penghitungan bunga dimulai

sejak tanggal posting transaksi, bukan pada tanggal

transaksi dilakukan. Apakah yang dimaksud dengan

tanggal posting? Tanggal posting adalah tanggal pada

waktu penerbit kartu kredit benar-benar melakukan

pembayaran atau penalangan dana kepada acquirer atas

transaksi yang telah dilakukan oleh pemegang kartu.

Langkah selanjutnya adalah dengan membatasi

pengenaan bunga hanya terhadap sisa (outstanding)

tagihan kartu kredit yang belum dibayar, yang bersumber

dari transaksi pembelanjaan atau tarik tunai saja.

Dengan penegasan bahwa biaya, denda dan bunga

terutang dilarang untuk dikenakan bunga lagi, maka pola

penghitungan tagihan “bunga berbunga” tidak dapat

dilakukan lagi.

Etika Penagihan Kartu Kredit

Ketentuan lama APMK telah mengatur mengenai pola

penagihan, termasuk tata cara dalam hal penagihan

akan dilakukan dengan memanfaatkan jasa pihak ketiga.

Namun demikian masukan yang disampaikan kepada

Bank Indonesia menunjukkan bahwa praktek pelaksanaan

penagihan ini masih perlu disempurnakan lagi, dan

ditingkatkan kualitas pelaksanaannya untuk melindungi

dan memberikan kenyamanan bagi pemegang, serta

memberikan hasil yang lebih efektif bagi penerbit.

Secara umum ketentuan APMK baru menambahkan

dan menegaskan beberapa unsur baru yang harus

diperhatikan dalam pelaksanaan penagihan. Misalnya,

terdapat penegasan bahwa pihak yang melakukan

penagihan harus sudah memperoleh pelatihan yang

memadai, dan memahami etika penagihan yang berlaku.

Terkait pelaksanaan penagihan sendiri, ketentuan APMK

mengatur antara lain bahwa penagihan hanya dapat

dilakukan di alamat penagihan dan dilakukan pada pukul

08.00 sampai dengan 20.00 waktu setempat. Penagihan

tidak boleh dilakukan dengan cara-cara kekerasan,

menggunakan tekanan, serta dilakukan kepada pihak

lain yang bukan merupakan pemegang kartu yang

bersangkutan.

Page 43: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

31Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Khusus untuk penagihan yang dilakukan dengan bantuan

pihak ketiga, terdapat beberapa tambahan pengaturan

lainnya. Pertama, penagihan oleh pihak ketiga ini hanya

dapat dilakukan bila kolektibilitas kredit sudah masuk

kategori “macet”. Kedua, kerjasama ini wajib dilakukan

sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai alih

daya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terakhir, penerbit kartu kredit wajib menjamin bahwa

kualitas penagihan yang dilakukan oleh pihak ketiga

adalah sama dengan jika penagihan dilakukan oleh

penerbit sendiri.

Transaction Alert

Untuk meningkatkan keamanan bagi pemegang kartu

kredit, maka dalam ketentuan APMK baru terdapat

kewajiban bagi penerbit untuk menyampaikan transaction

alert setelah terdapat transaksi yang memenuhi kondisi

tertentu. Transaction alert ini disampaikan melalui

short message service (sms) atau sarana lainnya yang

dipilih oleh pemegang kartu. Selama prinsip transaction

alert berisikan notifikasi bahwa telah terjadi transaksi

dengan menggunakan kartu kredit pemegang, dan

menginformasikan kepada pemegang nomor telepon yang

dapat dihubungi bila pemegang tidak merasa melakukan

transaksi tersebut. Terkait penyampaian transaction

alert, terdapat beberapa kondisi, diantaranya adalah

saat terdapat transaksi di merchant yang masuk kategori

berisiko tinggi, terdapat transaksi yang tidak sesuai

dengan profil pemegang, terdapat transaksi berkali-kali

dengan nilai sama, atau saat kartu kredit digunakan untuk

pertama kalinya.

Persyaratan Kepemilikan Kartu Kredit

Dari sisi kepemilikan kartu kredit, Bank Indonesia

mengatur kembali mengenai persyaratan yang harus

dipenuhi oleh individu untuk dapat menjadi pemegang

kartu kredit. Persyaratan ini dimulai dengan persyaratan

bersifat dasar berupa syarat minimum usia 21 tahun bagi

pemegang kartu utama, dan 17 tahun bagi pemegang

kartu tambahan. Syarat usia ini diharapkan dapat

menyaring agar pemegang kartu kredit adalah individu-

yang telah dewasa, dan matang dalam memahami

risiko penggunaan kartu kredit. Syarat dasar berikutnya

adalah minimum pendapatan sebesar tiga juta rupiah

per bulan. Syarat ini dimaksudkan untuk memastikan

bahwa pemegang kartu kredit merupakan individu yang

memiliki kemampuan untuk membayar dan mengelola

fasilitas kredit yang diberikan melalui kartu kredit. Dalam

hal ini pendapatan harus dibuktikan dengan dokumen

resmi berupa slip gaji bagi calon pemegang kartu kredit

yang bekerja pada perusahaan atau lembaga, atau bukti

setoran pajak bagi yang memiliki usaha sendiri. Kedua

syarat ini disebut syarat dasar perolehan kartu kredit

sehingga calon pemegang yang tidak memenuhi kedua

syarat diatas pada prinsipnya tidak diperbolehkan untuk

memegang kartu kredit.

Setelah pengaturan persyaratan dasar di atas, untuk

memperkuat aspek kehati-hatian dalam pemberian kredit,

maka terdapat pengaturan persyaratan mengenai plafon

kredit dan jumlah penerbit yang dapat memberikan kartu

kredit. Persyaratan ini hanya berlaku bagi pemegang

kartu kredit yang memiliki pendapatan antara tiga

juta rupiah sampai dengan sepuluh juta rupiah. Bagi

pihak yang masuk dalam kategori tersebut, maka batas

maksimal plafon kredit yang dapat diberikan oleh seluruh

penerbit kartu kredit adalah sebesar tiga kali pendapatan

bulanannya. Batas maksimal plafon ini berlaku secara

industri; artinya total plafon seluruh kartu kredit yang

dimiliki oleh pemegang kartu akan dijumlahkan, dan

jumlah tersebut tidak boleh melebihi batas maksimal yang

ditetapkan. Pembatasan selanjutnya adalah mengenai

jumlah penerbit, yaitu untuk pemegang kartu yang masuk

kategori diatas akan dibatasi hanya dapat menerima kartu

kredit dari dua penerbit yang berbeda. Perlu dipertegas

bahwa yang dibatasi disini bukanlah jumlah kartu kredit

melainkan jumlah penerbitnya.

Untuk melaksanakan dua pembatasan di atas, seluruh

penerbit kartu kredit di Indonesia diwajibkan untuk

saling bertukar informasi mengenai jumlah plafon kredit

dan informasi individu yang telah diberikan kartu kredit

oleh penerbit dimaksud. Pembatasan ini berlaku sejak

1 Januari 2013, sehingga sejak tanggal tersebut individu

Page 44: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

32 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

dengan penghasilan tiga sampai dengan sepuluh juta

rupiah hanya dapat menerima kartu kredit dari penerbit

dengan total plafon tidak melebihi tiga kali pendapatan

per bulannya.

Untuk pemegang kartu yang telah memperoleh kartu

kredit sebelum 1 Januari 2013, penerbit diberikan waktu

sampai dengan 1 Januari 2015 untuk menyesuaikan

kepemilikan kartu kredit dengan persyaratan yang

ditetapkan dalam ketentuan APMK ini. Secara garis

besar, mekanisme penyesuaian dilakukan pertama

di level industri, yakni penerbit diwajibkan untuk

saling bekerjasama dalam melakukan penyesuaian

kepemilikan kartu kredit yang pemegang kartunya

memiliki pendapatan antara tiga sampai dengan sepuluh

juta rupiah tersebut. Apabila upaya untuk melakukan

penyesuaian kepemilikan kartu kredit yang dilakukan oleh

para penerbit tidak berhasil, maka upaya penyelesaiannya

dapat diajukan kepada Bank Indonesia. Mekanisme

pelaksanaan penyesuaian kepemilikan kartu kredit ini

diatur secara rinci dalam SE BI Nomor 14/27/DASP tanggal

25 September 2012 perihal Mekanisme Penyesuaian

Kepemilikan Kartu Kredit.

Penetapan Suku Bunga Maksimum Kartu Kredit

Salah satu pengaturan baru lainnya yang diatur dalam

ketentuan baru APMK adalah mengenai kewenangan

Bank Indonesia untuk menetapkan batas maksimum

suku bunga kartu kredit. Selama ini batas maksimum

suku bunga kartu kredit ditetapkan oleh penerbit kartu

kredit dengan mempertimbangkan risiko dan biaya

yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan kegiatan

kartu kreditnya. Besarannya bisa berbeda antar bank,

dan bahkan bisa berbeda antar jenis kartu kredit yang

diterbitkan oleh penerbit yang sama.

Melalui SE BI Nomor 14/34/DASP tanggal 27 Nopember

2012 perihal Batas Maksimum Suku Bunga Kartu

Kredit, Bank Indonesia telah menetapkan bahwa batas

maksimum suku bunga kartu kredit yang dapat ditetapkan

oleh penerbit adalah sebesar 2,95% (dua koma sembilan

puluh lima persen) per bulan atau 35,40% (tiga puluh lima

koma empat puluh persen) per tahun. Nilai ini ditetapkan

dengan mempertimbangkan indikator perekonomian

yang ada, struktur biaya dalam kegiatan kartu kredit serta

praktek suku bunga yang dikenakan oleh penerbit selama

ini.

Penerbitan Ketentuan Bank Indonesia mengenai Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank

Sebagai tindak lanjut dari telah diberlakukannya Undang-

Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8

tahun 2010), Bank Indonesia menerbitkan dua ketentuan

terkait pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang

dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) bagi

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) Selain Bank,

yaitu:

1) PBI Nomor 14/3/PBI/2012; dan

2) SE BI Nomor 14/38/DASP tanggal 28 Desember 2012.

Penerbitan kedua ketentuan tersebut didasarkan pada

amanat dalam UU No. 8 tahun 2010 kepada Bank

Indonesia, selaku Lembaga Pengawas dan Pengatur, untuk

menerbitkan ketentuan prinsip mengenali pengguna

jasa bagi penyelenggara kegiatan APMK, Uang Elektronik

dan kegiatan usaha pengiriman uang. Cakupan prinsip

mengenali pengguna jasa sebagaimana diatur dalam Pasal

18 ayat (5) UU No. 8 tahun 2010 bahwa prinsip mengenali

pengguna jasa sekurangnya memuat identifikasi, verifikasi

dan pemantauan transaksi pengguna jasa.

Cakupan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa

kemudian dikembangkan dalam bentuk program APU

PPT bagi PJSP Selain Bank yang komprehensif. Struktur

program APU PPT ini terdiri atas beberapa besaran

materi pengaturan, yang antara lain terdiri atas materi

terkait tanggung jawab direksi dan komisaris, kebijakan

dan prosedur, pengendalian internal, dan sumber daya

manusia. Dilihat dari ruang lingkupnya sendiri, program

APU PPT ini wajib diterapkan oleh PJSP Selain Bank yang

merupakan penerbit dan acquirer APMK, uang elektronik

dan penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang atau

penyelenggara transfer dana.

Page 45: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

33Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Dilihat dari porsinya, penekanan program APU PPT

terdapat pada materi kebijakan dan prosedur, yang lebih

lanjut dipecah menjadi mekanisme pelaksanaan Customer

Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence

(EDD), penatausahaan dokumen, penetapan profil dan

pengkinian informasi pengguna jasa, penolakan dan

penghentian hubungan usaha, kebijakan dan prosedur

transfer dana, dan pelaporan kepada Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

CDD adalah kegiatan identifikasi, verifikasi, dan

pemantauan yang dilakukan penyelenggara untuk

memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan

profil pengguna jasa, sedangkan EDD adalah tindakan

CDD lebih mendalam yang dilakukan penyelenggara pada

saat berhubungan dengan pengguna jasa yang tergolong

berisiko tinggi termasuk politically exposed person

terhadap kemungkinan pencucian uang dan pendanaan

terorisme. Dalam rangka pelaksanaan CDD dan EDD, PJSP

Selain Bank harus meminta dokumen-dokumen terkait

identitas pengguna jasa dan transaksi yang dilakukannya,

dan memastikan apakah transaksi yang dilakukan

sesuai dengan profil pengguna jasa yang disusun oleh

Penyelenggara. Dalam hal terdapat transaksi yang tidak

sesuai dengan profil pengguna jasa, maka penyelenggara

memiliki kewajiban untuk melaporkan transaksi tersebut

kepada PPATK.

Untuk memberikan kesempatan kepada PJSP Selain

Bank untuk mempelajari, memahami dan kemudian

menerapkan program APU PPT ini Bank Indonesia

memberikan masa transisi sehingga ketentuan-ketentuan

APU PPT bagi PJSP Selain Bank ini baru akan berlaku pada

8 Juni 2013. Setelah tanggal tersebut, Bank Indonesia

akan mulai melakukan pengawasan kepada PJSP Selain

Bank untuk memastikan kesiapan dan kepatuhan PJSP

Selain Bank dalam menerapkan program APU PPT ini.

Penerbitan Ketentuan Bank Indonesia mengenai Transfer Dana

Pada 23 Maret 2011 diundangkan Undang-Undang Nomor

3 tahun 2011 tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana).

Materi yang diatur dalam UU Transfer Dana telah relatif

lengkap. Namun demikian masih terdapat beberapa aspek

pengaturan yang dipandang perlu untuk diatur lebih

lanjut dalam PBI. Untuk melaksanakan amanat dalam UU

Transfer Dana tersebut, pada 26 Desember 2012 Bank

Indonesia telah menerbitkan PBI Nomor 14/23/PBI/2012

tentang Transfer Dana (PBI Transfer Dana).

Dengan mempertimbangkan bahwa pengaturan dalam

UU Transfer Dana sendiri telah relatif lengkap, maka

ketentuan yang dimuat dalam PBI Transfer Dana lebih

bersifat melengkapi materi pengaturan yang ada dalam

UU Transfer Dana. Adapun materi dalam PBI Transfer

Dana meliputi materi terkait perizinan penyelenggara

transfer dana, pelaksanaan transfer dana, pelaksanaan

transfer dana yang ditujukan untuk diterima secara

tunai, jasa bunga dan kompensasi, biaya transfer dana,

pemantauan dan sanksi administratif.

Dalam materi terkait perizinan, Bank Indonesia

menegaskan kembali bahwa pihak selain bank yang

dapat menjadi penyelenggara transfer dana harus

merupakan badan usaha berbadan hukum Indonesia.

Untuk dapat menjadi penyelenggara badan usaha

berbadan hukum Indonesia tersebut harus mengajukan

permohonan ke Bank Indonesia dengan memenuhi

persyaratan kelengkapan dokumen yang ditetapkan.

Bank Indonesia juga mengatur mengenai Tempat

Penguangan Tunai (TPT). TPT ini merupakan pihak yang

bekerjasama dengan penyelenggara transfer dana untuk

melakukan penguangan dana hasil transfer yang telah

dialokasikan dalam rekening untuk kepentingan penerima

(beneficiary). Dalam hal ini TPT bukan merupakan

penyelenggara sehingga TPT tidak perlu memperoleh izin

dari Bank Indonesia. Namun dalam pelaksanaan kerja

sama ini tentunya penyelenggara wajib melaporkannya

kepada Bank Indonesia, dengan memenuhi beberapa

persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Terkait kerjasama dengan pihak di luar negeri, Bank

Indonesia mengatur bahwa pelaksanaan kerjasama

tersebut hanya dapat dilakukan dengan penyelenggara

di luar negeri yang telah memperoleh izin dari otoritas

setempat untuk melakukan kegiatan transfer dana. Kerja

sama ini juga harus didasarkan pada suatu perjanjian

Page 46: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

34 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

tertulis, yang antara lain harus memuat penerapan asas

resiprositas, hak dan kewajiban para pihak, mekanisme

penetapan kurs, biaya dan penyelesaian akhir, serta

mekanisme penyelesaian masalah.

Pengaturan mengenai pelaksanaan transfer dana yang

dimuat dalam PBI Transfer Dana lebih banyak terkait

dengan tata cara dan mekanisme pelaksanaan transfer

dana dalam kondisi atau sistuasi tertentu, misalnya dalam

hal terjadi keadaan darurat, terjadi kekeliruan, serta

pengembalian dana.

Pengaturan mengenai transfer dana yang ditujukan

untuk diterima secara tunai menitikberatkan pada

situasi dimana pihak pengirim asal (originator) dan

penerima (beneficiary) dalam suatu transfer dana

melakukannya dengan menggunakan uang tunai.

Dalam hal ini PBI Transfer Dana mengatur mengenai

mekanisme yang harus dilakukan oleh penyelenggara

penerima akhir dalam menyampaikan pemberitahuan

kepada penerima mengenai dana yang menjadi haknya,

dan mekanisme yang harus dilakukan apabila dana

tersebut tidak diambil oleh penerima maupun pengirim

asal dalam hal dana dikembalikan. Dalam hal pengirim

asal juga tidak mengambil kembali dana tunainya yang

semulaakan ditransfer, maka penyelenggara pengirim

asal dapat menyerahkan dana tersebut kepada Balai

Harta Peninggalan untuk mengurus dana tersebut sesuai

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam menjalankan kewenangan untuk melakukan

pemantauan atas penyelenggaraan kegiatan transfer

dana, dalam PBI ini dijelaskan metode pelaksanaan

pemantauan oleh Bank Indonesia, yaitu dengan cara

pengamatan (monitoring), penilaian (assessment) dan

upaya mendorong perubahan (inducing change). Upaya

pemantauan ini ditujukan untuk memastikan bahwa

pelaksanaan kegiatan transfer dana dilakukan dengan

baik, masing-masing pihak melaksanakan hak dan

kewajibannya serta bertanggung jawab sesuai porsinya,

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal terjadi

pelanggaran atas ketentuan yang berlaku, dalam hal

segala upaya untuk memperbaiki penyelenggaraan

transfer dana tersebut tidak berhasil, maka sebagai

upaya terakhir atau ultimum remedium Bank Indonesia

berwenang untuk mengenakan sanksi administratif

kepada penyelenggara, berupa teguran tertulis, denda,

penghentian kegiatan atau pencabutan izin.

Mengingat masih terdapat beberapa hal yang masih

belum cukup diatur dalam PBI Transfer Dana, maka Bank

Indonesia akan menerbitkan pula aturan pelaksanaan PBI

dimaksud dalam bentuk SE BI. Diharapkan SE BI ini dapat

diterbitkan pada triwulan II di tahun 2013.

3.9 Implementasi Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN

Dalam rangka pengembangan sistem pembayaran

dan setelmen di ASEAN, ASEAN Working Committee

on Payment and Settlement Systems (WC PSS) telah

menyusun rekomendasi yang terbagi dalam milestone dan

tahapan sebagai berikut:

- Rekomendasi jangka pendek (2012-2013), memuat

mengenai standardisasi.

- Rekomendasi jangka menengah (2014-2015), memuat

mengenai pengembangan infrastruktur dan prasarana

sistem pembayaran dan setelmen.

- Rekomendasi jangka panjang (setelah 2015), memuat

mengenai pengkajian kemungkinan pengembangan

linkages antara berbagai sistem pembayaran di

kawasan ASEAN.

Sesuai milestone rekomendasi di atas, fokus tahun

2012 adalah pada penerapan standar dalam sistem

pembayaran dan setelmen, baik sistem pembayaran nilai

ritel maupun nilai besar.

Dalam jangka pendek, salah satu bentuk proses menuju

standardisasi di sisi sistem pembayaran nilai besar adalah

pada penggunaan message format berbasis SWIFT

pada sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II mengingat

message format berbasis SWIFT merupakan best practice

yang digunakan oleh institusi keuangan di berbagai

negara. Dengan penggunaan message format berstandar

Page 47: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

35Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

internasional tersebut diharapkan akan mempermudah

interkoneksi infrastruktur baik di perbankan nasional

maupun dengan sistem pembayaran dan setelmen di

negara lain.

Penggunaan message format berbasis SWIFT dalam

BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II di atas sejalan dengan

rekomendasi WC-PSS yang lain, yaitu yang terkait dengan

adanya penyelenggaraan straight through processing

(STP) untuk setelmen surat berharga, baik di tingkat

domestik maupun lintas batas negara.

Dari sisi sistem pembayaran ritel, upaya yang telah

dilakukan dalam rangka menuju standardisasi adalah

dengan penerapan standar untuk kartu ATM dan ATM/

Debet, yang meliputi standar penggunaan Chip dan

standar digit PIN. Tujuan standardisasi tersebut, di

samping untuk perlindungan nasabah dari risiko fraud

adalah juga untuk memudahkan dalam mewujudkan

interoperability yang lebih luas di masa yang akan datang,

baik di level domestik maupun internasional serta efisiensi

dan memudahkan dalam pengembangan fungsi-fungsi

lainnya di masa yang akan datang.

Selain rekomendasi terkait standardisasi di atas,

rekomendasi jangka pendek lainnya adalah terkait dengan

kebijakan untuk mendorong penggunaan jasa remitansi

formal serta peningkatan transparansi biaya remitansi

untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen.

Upaya yang telah dilakukan terkait rekomendasi untuk

mendorong penggunaan jasa remitansi formal, antara lain

dengan mendorong penyedia jasa remitansi non formal

untuk menjadi berizin (formal), mendorong penyedia

jasa keuangan non bank formal untuk dapat menjangkau

daerah pedesaan dan masyarakat yang belum

menggunakan jasa perbankan, serta melalui edukasi dan

sosialisasi kepada pengguna jasa remitansi (TKI) untuk

menggunakan jasa remitansi formal.

Sementara upaya yang telah dilakukan untuk

meningkatkan transparansi biaya remitansi adalah dengan

ketentuan yang mewajibkan pihak penyelenggara jasa

remitansi untuk transparan dalam hal biaya.

3.10 Peningkatan Efisiensi Dalam Layanan Kepada Kemenkeu

Dalam rangka upaya peningkatan kualitas dan efisiensi

pelayanan kepada Pemerintah, khususnya Kementerian

Keuangan (Kemenkeu), telah dilakukan pengembangan

Sistem Bank Indonesia Government electronic Banking

(Sistem BIG-eB), dan penerapan standar layanan sesuai

dengan Standar Manajemen Mutu (SMM), yaitu ISO

9001:2008. Selama 2012, Pengembangan Sistem BIG-eB

dan penerapan SMM dalam layanan kepada Pemerintah

sebagai berikut:

1. Penyempurnaan Sistem BIG-eB dalam rangka efisiensi

layanan kepada Kemenkeu

Penyempurnaan Sistem BIG-eB dilakukan dalam

rangka memfasilitasi kebutuhan Pemerintah

(Kemenkeu) dan persiapan interkoneksi Sistem BIG-

eB dengan Sistem Perbendaharaan Aparatur Negara

(SPAN) sejalan dengan perkembangan kebutuhan

Kemenkeu.

Untuk mengakomodir kebutuhan Kemenkeu telah

dilakukan pengembangan fitur-fitur yaitu:

a. Perubahan tampilan fitur yaitu penambahan

fungsi Monitoring transaksi Interface pada menu

inquiry.

b. Penambahan Laporan Kurs Neraca dan Kurs

Transaksi pada menu Laporan.

Sedangkan untuk persiapan interkoneksi sistem BIG-

eB telah dilakukan pengembangan fungsi upload dan

tahapan pengembangan yang meliputi:

1) User Acceptance Test (UAT) bersama Kemenkeu

terkait perubahan fitur pada September 2012.

2) Unit Test bersama Kemenkeu untuk

implementasi Interkoneksi SPAN pada Oktober –

Desember 2012.

2. Standar Manajemen Mutu (ISO 9001: 2008)

Sertifikasi Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2008

yang dimulai sejak Mei 2010 merupakan salah

satu wujud upaya peningkatan kualitas layanan

kepada stakeholders. Adapun ruang lingkup layanan

Page 48: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

36 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

yang telah memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008

meliputi layanan penatausahaan rekening dan

penyelesaian transaksi untuk Pemerintah serta layanan

penatausahaan rekening giro untuk rekening bank

dalam valuta asing.

Pencapaian sasaran mutu yang telah ditetapkan adalah

cerminan dari peningkatan kualitas layanan yang diberikan

dan tentunya diharapkan akan dapat memberikan nilai

tambah bagi Pemerintah sebagai salah satu stakeholders

utama. Secara periodik, dilakukan evaluasi, review dan/

atau penyesuaian terhadap sasaran mutu yang telah

ditetapkan sesuai dengan perubahan bisnis yang ada, baik

di Kemenkeu maupun Bank Indonesia.

Selama 2012, telah dilakukan dua kali surveillance

audit oleh auditor eksternal untuk menilai keefektifan

implementasi ISO 9001:2008, yaitu pada April dan

November 2012. Berdasarkan hasil kedua surveillance

audit tersebut, pihak auditor menyatakan bahwa layanan

yang diberikan masih sesuai dengan ruang lingkup

SMM sehingga sertifikasi ISO9001:2008 masih dapat

dipertahankan.

Page 49: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

37Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Nasabah BPR di Jawa Timur saat ini dapat melakukan transfer dana antar BPR maupun antara BPR dengan bank

umum secara mudah dan cepat. Hal tersebut dimungkinkan sejak dikembangkannya sistem transfer dana bagi BPR

yang dikenal dengan nama STKE BPR yang merupakan kerjasama antara Bank Indonesia dengan Bank Jatim. Sistem

yang diresmikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution pada 29 November 2012 di Surabaya tersebut

merupakan terobosan baru dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia. Sistem ini menghubungkan

antara BPR dengan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) melalui bank pengayom (apex bank). Oleh karena

itu, melalui sistem ini BPR akan memiliki akses transfer dana secara nasional kepada seluruh bank peserta kliring.

Pengembangan STKE BPR dilandasi oleh kebutuhan transfer dana bagi nasabah BPR yang kian meningkat. Tidak hanya

transfer dana antar nasabah BPR melainkan juga transfer dana antara nasabah BPR dengan bank umum. Sebelum

sistem ini ada, transfer dana antar BPR dilakukan melalui bank umum sehingga BPR harus memiliki rekening di

beberapa bank umum. Hal itu dilakukan karena BPR tidak memiliki akses secara langsung terhadap layanan sistem

transfer dana. Akibatnya, layanan transfer dana bagi nasabah BPR menjadi terbatas. Dengan adanya STKE BPR maka

BPR cukup memiliki satu rekening di bank pengayom BPR. Melalui bank pengayom tersebut transfer dana BPR akan

diteruskan kepada BPR lain sesama anggota bank pengayom. Selain itu, bank pengayom juga akan meneruskan

transfer dana antara BPR dengan bank umum melalui SKNBI. Dengan mekanisme ini, nasabah BPR bisa melakukan

transfer dana ke seluruh bank peserta kliring seperti halnya nasabah bank umum.

STKE BPR rencananya akan dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia secara bertahap. Untuk tahap awal, pilot

project STKE BPR dikembangkan Bank Indonesia bersama dengan Bank Jatim yang bertindak sebagai bank pengayom

untuk BPR di wilayah Jawa Timur. Pemilihan Jawa Timur sebagai wilayah pilot project didasari oleh eksistensi Bank

Jatim sebagai bank pengayom yang dinilai berhasil.Dari 330 BPR yang ada, sebanyak 274 BPR atau 83%-nya telah

menjadi anggota bank pengayom BPR. Hingga saat ini tercatat 109 BPR anggota bank pengayom telah bergabung

dalam layanan STKE BPR.

Manfaat utama STKE BPR adalah terbukanya akses layanan sistem pembayaran bagi BPR. Dengan adanya STKE ini,

praktis tidak ada lagi hambatan bagi BPR dalam melakukan transfer dana, baik kepada sesama BPR maupun kepada

bank umum. Kegiatan transfer dana pun menjadi semakin mudah dan efisien bagi nasabah BPR. Hal ini tentu akan

meningkatkan kualitas layanan transfer dana BPR kepada nasabahnya yang kini bisa dikatakan sudah “sejajar” dengan

bank umum. Selain itu, STKE BPR juga akan meningkatkan fee based income BPR dari layanan transfer dana. Pada

akhirnya, seluruh manfaat tersebut akan meningkatkan loyalitas nasabah dan memperkuat daya saing BPR sebagai

ujung tombak layanan perbankan, khususnya kepada masyarakat kecil serta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM).

Manfaat lain yang dapat diperoleh dari pengembangan STKE BPR adalah memperluas akses layanan keuangan kepada

masyarakat (financial inclusion), terutama terkait dengan transfer dana. Hal itu karena STKE BPR akan memudahkan

akses masyarakat yang belum menjadi nasabah bank (unbanked people) untuk melakukan transfer dana. Selain

melalui bank umum, kini masyarakat juga dapat melakukan transfer dana melalui BPR terdekat. Dengan demikian,

layanan transfer dana yang mudah dan efisien akan dapat dinikmati secara lebih merata, baik bagi masyarakat

perkotaan maupun masyarakat di pelosok pedesaan yang belum terjangkau oleh layanan bank umum.

Implementasi STKE BPR Wilayah Jawa TimurBoks 3.1

Page 50: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

38 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 51: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

39Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

Bank Indonesia sebagai otoritas system pembayaran berwenang untuk melakukan pengawasan, selain melakukan pengaturan dan perizinan dalam penyelenggaraan system pembayaran.

Obyek pengawasan sistem pembayaran meliputi sistem yang dikategorikan sebagai Systemically Important Payment System (SIPS) dan non-SIPS. Sistem yang dikategorikan sebagai SIPS adalah Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. Adapun sistem pembayaran yang non-SIPS meliputi SKNBI, APMK, uang elektronik, dan KUPU atau transfer dana. Ruang lingkup sistem pembayaran menitik beratkan pada aspek keamanan, keandalan, efisiensi, dan perlindungan konsumen.

Page 52: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

40 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

Sebagaimana diamanatkan UU Bank Indonesia dan UU

Transfer Dana, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem

pembayaran berwenang untuk melakukan pengawasan,

pemantauan, atau pemeriksaan terhadap penyelenggara

jasa sistem pembayaran, selain kewenangan di bidang

pengaturan dan perizinan serta penyelenggaraan sistem

pembayaran.

Obyek pengawasan sistem pembayaran meliputi sistem

yang dikategorikan sebagai Systemically Important

Payment Systems (SIPS) maupun yang non-SIPS. Sistem

pembayaran yang dikategorikan sebagai SIPS merupakan

sistem pembayaran yang apabila terjadi gangguan pada

sistem tersebut dapat menimbulkan gangguan secara

sistemik yang berdampak kepada sistem keuangan secara

luas yaitu Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. Adapun sistem

pembayaran yang non-SIPS meliputi SKNBI, APMK, Uang

Elektronik dan KUPU. Ruang lingkup pengawasan Sistem

Pembayaran menitikberatkan pada aspek keamanan, dan

efisiensi di dalam penyelenggaraannya serta memastikan

dipatuhinya ketentuan Bank Indonesia seperti ketentuan

perlindungan konsumen, manajemen risiko serta

Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme (APU dan PPT). Seluruh penyelenggara sistem

pembayaran yang berizin dari Bank Indonesia, menjadi

obyek pengawasan Bank Indonesia.

4.1 Pengawasan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia

Berdasarkan hasil pengawasan selama periode laporan,

dari sisi operasional, terjaganya ketersediaan Sistem BI-

RTGS, BI-SSSS, dan PVP selama tahun 2012 tidak terlepas

dari keandalan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS serta Business

Continuity Plan (BCP) untuk menyediakan infrastruktur

back up system yang dapat menggantikan setiap saat

bila terjadi gangguan pada sistem utama. Terkait dengan

kesinambungan dan kesiapan back up system tersebut,

dari hasil pengawasan selama periode laporan telah

dilakukan uji coba secara berkala terhadap back up

system, serta pengkinian sistem jaringan komunikasi data

yang semula System Network Architecture (SNA) menjadi

Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP-

IP). Beralihnya sistem jaringan komunikasi data tersebut

sejalan dengan tren pertumbuhan jumlah transaksi yang

sangat tinggi, sehingga diperlukan teknologi yang mampu

menampung kapasitas yang lebih besar, mengingat

teknologi SNA hanya mempunyai kapasitas 64kb dan saat

ini sudah tidak supported dan obsolete.

Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan PvP

Selama periode laporan, keandalan Sistem BI-RTGS

terjaga dengan baik terlihat dari ketersediaan atau tingkat

Pengawasan Sistem Pembayaran

Bab 4

Page 53: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

41Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

availability Sistem BI-RTGS yang memenuhi service level

yang telah ditetapkan.

Hal serupa juga dialami oleh sistem PvP yang merupakan

sarana untuk bertransaksi USD/IDR melalui PvP

Link. Selama periode laporan, sistem PvP berjalan

dengan aman dan lancar yang ditandai dengan tingkat

ketersediaan sistem yang memenuhi service level yang

telah ditetapkan.

Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem BI-SSSS

Selama periode laporan, sebagaimana sistem BI-RTGS,

sistem BI-SSSS secara operasional berjalan dengan baik.

Selama periode laporan, keandalan Sistem BI-SSSS terjaga

dengan baik terlihat dari ketersediaan atau tingkat

availability Sistem BI-SSSS yang memenuhi service level

yang telah ditetapkan.

Selama 2012, pengelolaan likuiditas oleh peserta pada

sistem BI-RTGS juga berjalan dengan baik dan lancar

ditandai dengan:

a. Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) hanya

terjadi satu kali pada Juni 2012.

b. Terpenuhinya target throughput guideline 3

penyelesaian transaksi masih berada dalam pola

jangka waktu acuan yang ditetapkan, dan rata-

rata mayoritas transaksi diselesaikan pada awal

hari. Kelompok bank campuran mempunyai pola

yang sedikit berbeda, namun hal ini tidak sampai

mengganggu kelancaran sistem pembayaran secara

keseluruhan. Sedangkan untuk kelompok non bank,

kurang mengikuti graduated payment schedule. Hal

ini dikarenakan nature of business kelompok non

bank yang penyelesaian transaksinya mengandalkan

incoming transaction. Grafik berikut menunjukkan

pola distribusi penyelesaian transaksi per kelompok

bank selama periode laporan.

c. Turn over ratio 4, selama periode laporan saldo

rekening bank yang disediakan pada awal hari, masih

longgar. Turn over ratio per kelompok bank selama

periode laporan ditunjukkan pada grafik 4.2.

d. Queue transaction 5 selama periode laporan, rata-rata

secara volume maupun nominal transaksi per bulan

sangat kecil (tidak lebih dari 0,05% dari total transaksi).

Seluruh transaksi tersebut dapat diselesaikan pada

Grafik 4.1Throughput Guideline

Grafik 4.2Turn Over Ratio

�� ��� ��� ��� ��� ����

���������������������������������������������������

��������

��������������������

��������������������

���

���������������

�������������

����������

��������������������

��������������������

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

3 Throughput guideline adalah suatu target dimana Peserta diharapkan telah menyelesaikan persentase tertentu dari total pembayaran selama 1 hari dengan mengacu pada graduated payment schedule < 10.30 WIB ; 10.30 s/d 14.30 WIB ; 14.30 s/d 16.30 diharapkan 30% : 30% : 40%

4 Turn over ratio = merupakan perbandingan antara outgoing transaction yang diselesaikan melalui saldo rekening bank yang disediakan pada awal hari

5 Queue transaction atau transaksi yang mengalami antrian di sistem karena bank tidak mempunyai kecukupan dana untuk melakukan setelmen pada saat transaksi dikirimkan.

Sumber data : EDW diolah dari Januari – Desember 2012 Sumber data : EDW diolah dari Januari – Desember 2012

�������� ��������������������

���������� ������������

��������������

��� �������������������

�������������������

���

���

���

���

�����������������������������������������������������

Page 54: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

42 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

akhir hari sehingga tidak terjadi risiko setelmen.

Proporsi Queue transaction selama periode laporan di

tunjukkan pada grafik 4.3 dan 4.4.

Pengawasan Terhadap Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Secara umum, operasional penyelenggaraan SKNBI selama

2012 berjalan baik dan lancar yang ditunjukkan dengan

tidak adanya system down. Meski secara harian terdapat

beberapa kasus perpanjangan waktu yang diakibatkan

permasalahan teknis, namun hal tersebut tidak

mengganggu penyelenggaraan SKNBI secara keseluruhan.

Total perpanjangan waktu operasional SKNBI sepanjang

2012 adalah 1,04% dari total waktu operasional normal.

Sama halnya dengan Sistem BI-RTGS, untuk menjaga

kelancaran operasional SKNBI, Bank Indonesia juga

memiliki prosedur contingency yang didukung dengan

infrastruktur back up yang andal.

Likuiditas peserta SKNBI sepanjang 2012 secara umum

juga dapat terjaga dilihat dari beberapa indikator

antara lain, pemenuhan kewajiban penyediaan prefund,

penggunaan prefund, top up prefund dan transaksi yang

tidak dapat diperhitungkan. Sepanjang 2012, tidak ada

bank yang mengalami ketidakmampuan memenuhi

penyediaan prefund di awal hari sebagai syarat untuk

dapat mengikuti kliring harian.

Total prefund kliring debet dan kliring kredit yang

disediakan peserta dari Januari sampai dengan Desember

2012 mencapai Rp4.434 triliun dengan total nilai transaksi

sampai dengan Desember 2012 sebesar Rp2.170

triliun. Dengan demikian rata-rata penggunaan prefund

sepanjang tahun 2012 adalah 48,71% dengan penggunaan

terendah 44% yang terjadi pada Februari 2012 dan

tertinggi 52,54% yang terjadi pada November 2012. Hal

ini menunjukkan bahwa prefund yang tersedia masih

jauh lebih besar dari kewajiban yang harus dipenuhi

peserta. Namun demikian, secara individu, masih terdapat

transaksi dari beberapa peserta yang tidak diperhitungkan

karena peserta tidak melakukan top up prefund. Meskipun

secara umum tidak mengganggu proses kliring secara

keseluruhan, namun hal tersebut juga menjadi perhatian

dalam aspek perlindungan kepada para pemegang

Cek/Bilyet Giro karena mengakibatkan tertundanya

pembayaran melalui proses kliring.

4.2 Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Pihak di Luar Bank Indonesia

Pengawasan terhadap Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)

Kartu Kredit

Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh penerbit

kartu kredit sepanjang periode 2012, jumlah kasus fraud

Grafik 4.3Proporsi Volume Queue Transaction

Grafik 4.4Proporsi Nominal Queue Transaction

����������

��������������������

�������������������� ��������

���

�������������

���

���

����

�� ��

���������� �������������

�����������������������

�������������������� ��������

������

����

�����

�����������������������������������������������������

Page 55: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

43Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

terkait penggunaan kartu kredit mencapai 11.263 kasus

atau 0,006% dari total transaksi kartu kredit sepanjang

2012. Sementara nominal kerugian akibat fraud yang

dilaporkan (aktual maupun potensial) mencapai Rp

34,18 miliar atau 0,017 % dari total nominal transaksi

kartu kredit yang terjadi selama 2012. Jumlah kasus dan

nominal fraud ini mengalami peningkatan dibanding

periode tahun sebelumnya masing-masing sebesar

43,76% dan 2,45%. Adapun gambaran perkembangan

jumlah kasus fraud dan nominal kerugian kartu kredit

(aktual maupun potensial) sejak 2009 sampai dengan

2012 sebagaimana grafik berikut:

Pada tahun-tahun sebelumnya jumlah kasus dan nominal

fraud kartu kredit mengalami penurunan yang cukup

signifikan terutama sejak diwajibkannya penggunaan

chip untuk kartu kredit per 1 Januari 2010. Namun pada

tahun 2012, terutama mulai paruh semester II-2012

hingga akhir tahun, terdapat peningkatan kasus fraud

terutama yang menggunakan modus card not present

(CNP). Pada tahun 2012, fraud yang dilaporkan dengan

modus CNP menduduki peringkat pertama baik dari

jumlah kasus yang mencapai 5.637 kasus maupun

nominal kerugian (aktual dan potensial) yang mencapai

Rp11,34 miliar.

Sebelum Bank Indonesia mewajibkan penggunaan

chip untuk kartu kredit, modus kartu palsu selalu

menduduki peringkat pertama dalam kejahatan kartu

kredit. Seiring dengan penurunan kasus pemalsuan

kartu sejak diimplementasikannya chip, terjadi shifting

kepada modus lain yang lebih konvensional yaitu CNP,

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. CNP pada

dasarnya merupakan penyalahgunaan kartu kredit oleh

pihak yang tidak berwenang untuk bertransaksi melalui

internet (e-commerce).

Dalam kaitan dengan pencegahan fraud CNP, Bank

Indonesia telah menghimbau kepada para penerbit untuk

menerapkan aturan one time password untuk setiap

transaksi yang dilakukan secara on line. Sementara itu

dalam pengaturan transaksi kartu kredit telah diwajibkan

agar penerbit memberikan alert kepada pemegang kartu

untuk transaksi-transaksi yang bersifat menyimpang

dari kebiasaan dan kewajiban menggunakan PIN sebagai

pengganti tandatangan mulai 1 Januari 2015.

Selain itu, selama periode 2012, Bank Indonesia

juga telah melakukan pemeriksaan terhadap empat

penerbit dan dua acquirer kartu kredit. Dalam

pemeriksaan tersebut juga ditekankan pentingnya

mematuhi ketentuan di bidang perlindungan kepada

para pemegang kartu, seperti etika penagihan, kualitas

pemberian kartu kredit serta cara pengenaan bunga

dan denda. Sejauh ini, dari hasil pemeriksaan tidak

ditemukan pelanggaran ketentuan yang serius. Atas hasil

pemeriksaan tersebut, sejumlah penerbit dan acquirer

Grafik 4.5Perkembangan Jumlah Kasus Fraud Kartu Kredit

Grafik 4.6Perkembangan Nominal Fraud Kartu Kredit

����

����

����

����

� ����� ����� �����

�����������

���������

�����������������

�������������������

��������������

���

��������������������

�������������������

�����������

������������

���������������

����

����

����

����

�����������

��������

���� �������� ��������� ��������� ��������� ���������

�����������������������������������

���������

�����������������

�������������������

��������������

���

��������������������

�������������������

�����������

Page 56: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

44 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

telah berkomitmen untuk melakukan sejumlah perbaikan

dengan tenggat waktu tertentu yang telah disepakati.

Kartu ATM dan ATM/Debet

Berdasarkan hasil pengawasan selama periode laporan,

fraud terkait penggunaan kartu ATM dan kartu ATM/

Debet yang dilaporkan oleh penerbit mengalami

penurunan baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun

nilai kerugian (aktual dan potensial). Selama periode

laporan jumlah kasus dan nilai kerugian akibat fraud yang

dilaporkan adalah 11.468 kasus dan Rp1,4 miliar. Bila

dibandingkan dengan periode sebelumnya nilai kerugian

akibat fraud mengalami penurunan sebesar Rp961 juta

sedangkan dari sisi jumlah kasus mengalami penurunan

sebanyak 4.321 kasus. Bila dilihat lebih mendalam,

jumlah kasus yang dilaporkan paling sering terjadi adalah

kartu ATM dan kartu ATM/Debet hilang atau dicuri yang

mencapai 10.498 kasus. Sedangkan nilai kerugian terbesar

selama periode laporan berasal dari fraud kartu palsu

yaitu sebesar Rp1,1 miliar.

Untuk menekan angka fraud pada penyelenggaraan kartu

ATM dan kartu ATM/Debet ini khususnya yang dilakukan

melalui modus pemalsuan kartu, Bank Indonesia telah

mewajibkan penerbit kartu ATM dan ATM/Debet untuk

mengimplementasikan teknologi chip dan penggunaan

PIN minimal 6 (enam) digit untuk kartu ATM/Debet yang

diterbitkan di Indonesia. Batas waktu implementasi chip

dan PIN 6 (enam) digit ini adalah 31 Desember 2015.

Dengan kata lain, pada 1 Januari 2016, seluruh kartu

ATM dan kartu ATM/Debet sudah harus menggunakan

teknologi chip dan PIN minimal 6 (enam) digit, demikian

pula seluruh perangkat yang digunakan untuk memproses

transaksi kartu ATM dan kartu ATM/Debet tersebut harus

dapat memproses chip (chip enable).

Saat ini Bank Indonesia terus memonitor perkembangan

implementasi chip oleh seluruh penyelenggara kartu

ATM dan kartu ATM/Debet melalui laporan triwulanan

yang disampaikan oleh penyelenggara untuk memastikan

tahapan yang telah dicapai dan kendala yang dihadapi

dalam proses implementasi. Sejauh ini masih terdapat

beberapa kendala teknis, namun diharapkan dapat

diselesaikan dengan baik oleh industri, sehingga batas

waktu yang telah ditetapkan dapat dipenuhi oleh seluruh

penerbit.

Selain itu, selama periode 2012, Bank Indonesia juga telah

melakukan pemeriksaan terhadap dua penerbit kartu ATM

dan kartu ATM/Debet. Sejauh ini, dari hasil pemeriksaan

tidak ditemukan pelanggaran yang serius. Atas hasil

pemeriksaan tersebut, penerbit telah berkomitmen untuk

melakukan perbaikan dengan tenggat waktu tertentu yang

telah disepakati.

Pengawasan terhadap Uang Elektronik

Pengawasan terhadap penyelenggaraan uang elektronik,

dilakukan secara tidak langsung melalui monitoring data

dan informasi serta pengawasan secara langsung melalui

pemeriksaan (on site visit).

Selama periode laporan, Bank Indonesia tidak menerima

adanya laporan terkait fraud di dalam penyelenggaraan

uang elektronik.

Sementara itu, pengawasan secara langsung telah

dilakukan kepada dua penerbit uang elektronik (bank dan

penyelenggara selain bank) melalui on site visit untuk

memastikan kepatuhan penyelenggara uang elektronik

terhadap ketentuan yang berlaku. Dari hasil pemeriksaan

tersebut, tidak ditemukan pelanggaran yang serius oleh

penerbit, namun demikian terdapat beberapa temuan

yang harus diperbaiki antara lain terkait perlindungan

konsumen (khususnya aspek transparansi terkait biaya)

dan juga aspek pengelolaan risiko. Atas hasil pemeriksaan

tersebut, penerbit telah berkomitmen untuk melakukan

perbaikan.

Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) atau Transfer Dana Selain Bank

Selama periode laporan, telah dilakukan pengawasan

secara tidak langsung kepada seluruh penyelenggara

KUPU di wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia, dan

tiga diantaranya telah dilakukan pula pengawasan

secara langsung. Pengawasan secara langsung kepada

Page 57: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

45Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

penyelenggara KUPU melalui on site visit, selain dilakukan

untuk memastikan kepatuhan penyelenggara KUPU

terhadap ketentuan yang berlaku, juga ditujukan untuk

memastikan pemenuhan komitmen atas hasil audit PPATK.

Selanjutnya berdasarkan hasil pengawasan, pada periode

laporan telah dilakukan pencabutan izin terhadap satu

penyelenggara KUPU karena tidak mematuhi ketentuan

Bank Indonesia dan pengenaan sanksi administratif

berupa penyampaian surat teguran tertulis kepada dua

penyelenggara KUPU karena tidak menyampaikan laporan

berkala kepada Bank Indonesia. Di samping itu pada

periode laporan terdapat satu penyelenggara KUPU yang

dicabut izin penyelenggaraannya berdasarkan permintaan

sendiri.

Terkait dengan tugas Bank Indonesia sebagai Lembaga

Pengatur dan Pengawas terkait kepatuhan penyelenggara

KUPU dalam menerapkan program APU dan PPT

sebagaimana amanat UU Nomor 8 tahun 2010 selama

periode tahun 2012, kewenangan tersebut masih berada

di PPATK dengan masa transisi dari PPATK kepada Bank

Indonesia selama dua tahun (2011-2013). PPATK telah

melakukan audit kepatuhan terhadap 28 penyelenggara

KUPU (21 penyelenggara di wilayah KPBI dan tujuh

penyelenggara di wilayah KPwBI) dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat kepatuhan penyelenggara KUPU

dalam menerapkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang (UU TPPU) dan kendala-kendala yang dihadapi

dalam menerapkan UU TPPU. Terhadap hal tersebut, Bank

Indonesia telah memberikan surat pembinaan kepada

penyelenggara untuk melakukan tindak lanjut hasil audit

PPATK.

Selanjutnya, sehubungan dengan pemberlakuan UU

Nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana pada 23

Maret 2011, selama periode laporan Bank Indonesia

telah melakukan pembinaan kepada penyelenggara

KUPU yang belum berbadan hukum Indonesia, dengan

mengirimkan surat pembinaan sebanyak dua kali

dalam rangka mengingatkan yang bersangkutan untuk

segera meningkatkan status usahanya menjadi badan

hukum Indonesia. Dalam hal penyelenggara KUPU

tersebut sampai dengan 23 Maret 2013, masih belum

meningkatkan status badan usahanya menjadi badan

hukum Indonesia sebagaimana dimaksud oleh UU

TD maka izin KUPU yang telah diberikan oleh BI akan

dinyatakan tidak berlaku.

Page 58: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

46 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 59: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

47Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

Arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran kedepan akan tetap difokuskan pada peningkatan keamanan, efisiensi, perluasan akses, dan perlindungan konsumen. Hal tersebut dilakukan Bank Indonesia dengan tetap melanjutkan tahapan pengembangan NPG, SKNBI, dan uang elektronik, serta penguatan aspek hukum melalui penyusunan RUU Sistem Pembayaran dan Penyelesaian Akhir (SPPA).

Pengembangan NPG ke depan akan dilakukan melalui tiga tahapan besar. Tahap pertama, adalah pengembangan instrumen pembayaran yang paling dominan digunakan oleh masyarakat Indonesia yaitu kartu ATM dan kartu ATM/Debet dengan menginterkoneksikan jaringan penyelenggara kartu ATM dan ATM/Debet di Indonesia. Tahapan kedua adalah pengembangan instrumen pembayaran pada kartu kredit dan uang elektronik melalui pemrosesan kartu kredit secara domestik untuk transaksi yang dilakukan di Indonesia tanpa harus diteruskan kepada Prinsipal luar negeri seperti yang berlaku saat ini. Sementara itu, untuk perluasan cakupan transaksi menggunakan uang elektronik akan didukung melalui interkoneksi diantara penerbit uang elektronik. Selanjutnya tahap terakhir adalah pengembangan layanan Mobile Financial Services (MFS) dan e-commerce. Modul layanan ini akan mendukung konvergensi layanan transaksi berbasis mobile serta e-commerce di masadatang. Sementaraitu, pengembangan SKNBI akanmencakup penyelesaian transaksi atas transfer kredit dan debet baik yang bersifat individual maupun rutin (bulk payment).

Selanjutnya, arah kebijakan dan pengembangan uang elektronik ke depan difokuskan pada upaya untuk meningkatkan penggunaan uang elektronik di masyarakat serta memperluas jangkauan dan penetrasi infrastruktur uang elektronik melalui dua tahapan waktu yaitu jangka pendek dan menengah. Untuk jangka pendek dilakukan melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi, fasilitasi industri serta perluasan pasar, sedangkan untuk jangka panjang melalui standardisasi uang elektronik. Penguatan aspek hukum dilakukan melalui penyusunan RUU SPPA mengingat lajunya perkembangan sistem pembayaran yang sangat pesat sebagai dampak dari adanya perkembangan teknologi informasi yang sangat maju yang mendorong munculnya berbagai inovasi produk dan layanan sistem pembayaran.

Page 60: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

48 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

5.1 Arah Kebijakan dan Pengembangan BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II

Kebijakan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) pada Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS Generasi II

Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI), termasuk berdasarkan

prinsip Syariah (FLIS), merupakan fasilitas dari BI

sebagai penyelenggara Sistem BI-RTGS guna mendukung

kelancaran penyelesaian (smoothness of settlement) dari

seluruh transaksi pembayaran melalui sistem pembayaran

antar-bank (bersifat systemically important) atau

infrastruktur pasar keuangan yang diselenggarakan oleh BI

tersebut.

Di dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS saat ini dan

sebagaimana diatur dalam PBI No.10/29/PBI/2008, PBI

No.11/ 30 /PBI/2009, SEBI No12/29/DASP, dan SEBI No.

12/4/DASP, FLI/FLIS diberikan kepada Bank Peserta BI-

RTGS dengan mekanisme repurchase agreement (Repo)

atas surat berharga yang yang dimiliki oleh Bank Peserta

BI-RTGS yang membutuhkan/mengajukan FLI/FLIS, dan

FLI/FLIS tersebut harus dikembalikan pada hari yang sama

dengan hari penggunaan FLI/FLIS.

Merujuk kepada ketentuan yang berlaku, dalam hal

Bank Peserta BI-RTGS tidak dapat mengembalikan/

menyelesaikan nilai FLI/FLIS sampai dengan batas waktu

yang ditetapkan, maka terhadap nilai FLI/FLIS yang

tidak dapat dikembalikan tersebut akan diberlakukan

(dikonversi) sebagai transaksi Repo dengan BI dengan

jangka waktu satu hari (i.e. transaksi Repo overnight (O/N)

dengan BI atau transaksi Lending Facility).

Berdasarkan laporan Bank Dunia (Payment Systems

Worldwide: A Snapshot 2010, Outcomes of the

Global Payment Systems Survey 2008) mengenai

penyelenggaraan Large-Value Payment Systems (LVPS)

RTGS Systems):

• Dari 88 negara yang menyelenggarakan LVPS, 75 LVPS

menyediakan FLI dengan mekanisme Repo;

• 75 LVPS yang menyediakan FLI Repo, mengenakan

penggunaan FLI dengan Repo interest rate;

• Untuk FLI yang tidak dapat dikembalikan pada akhir

hari (end-of day), dari 75 LVPS yang menyediakan FLI

Repo:

• 17 LVPS mengkonversi menjadi Repo O/N at market

rates;

• 55 LVPS mengkonversi menjadi Repo O/N at penalty

rates (termasuk Australia, HongKong, Jepang,

Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura); dan

• 3 LVPS mengkonversi menjadi Repo O/N at market and

penalty rates.

Kebijakan terkait mekanisme FLI pada Sistem BI-RTGS Generasi II

Telah diputuskan (berdasarkan hasil rapat Steering

Committee 26 Februari 2013) bahwa FLI pada

Generasi II akan mengadopsi the standard DEPO/X

functionality (guna menghindari Change Request serta

untuk mengimplementasikan mekanisme yang lebih

sesuai dengan common practices dari ILF di dalam

penyelenggaraan LVPS pada umumnya), yang meliputi:

Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan

Bab 5

Page 61: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

49Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

• FLI akan langsung mengkredit di RTS/X pada rekening

Bank Peserta BI-RTGS yang mengajukan FLI;

• FLI dapat di-redeem berdasarkan instruksi manual dari

Bank Peserta BI-RTGS yang mengajukan FLI atau secara

otomatis sesuai dengan parameter yang ditetapkan

sebelumnya;

• Interest rate atas penggunaan FLI dihitung dengan

menggunakan ILF interest rate calculation yang sudah

ada di DEPO/X, berdasarkan cash value dari setiap

initial granted ILF;

• FLI yang tidak bisa dikembalikan sampai dengan EOD,

DEPO/X akan mengkonversi menjadi O/N Repo.

Sehubungan dengan implementasi mekanisme di

atas, maka perlu penyesuaian ketentuan/ pengaturan

mekanisme FLI pada Sistem BI RTGS Generasi II.

Selanjutnya, mengingat transaksi yang ada saat ini

adalah transaksi Lending Facility (transaksi penyediaan

dana dari BI kepada Bank), sehingga konversi dari FLI

menjadi O/N Repo (i.e. transaksi Repo dengan BI dengan

jangka waktu satu hari) dimaksud dapat diterima pula

sebagai transaksi Lending Facility (yang merupakan salah

satu bentuk Operasi Moneter BI). Di samping itu, salah

satu persyaratan FLI adalah surat berharga yang dapat

direpokan kepada Bank Indonesia berupa SBI dan/atau

SBN, di mana surat berharga yang dapat ditransaksikan

melalui Lending Facility adalah SBI dan SBN. Oleh sebab

itu, dengan mengkonversi instrumen moneter SBI dan

SBN tersebut (yang digunakan sebelumnya untuk FLI)

ke domain kegiatan pengendalian moneter, hal tersebut

tentunya akan lebih mendukung efektivitas kegiatan

Operasi Moneter BI. Mekanisme ‘mengkonversikan’

menjadi Lending Facility dari Standing Facilities (Operasi

Moneter ‘Koridor Suku Bunga’ tersebut) juga diaplikasikan

pada banyak LVPS.

Selain itu, diperkirakan kebutuhan akan FLI menjadi

berkurang dan akan benar-benar menjadi last resort di

dalam penyelenggaraan LVPS IDR di Indonesia karena

BI-RTGS Generasi II akan menerapkan mekanisme-

mekanisme liquidity saving yang dapat menekan liquidity

need.

5.2 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

Tahapan Implementasi Grand Design SKNBI

Pengembangan SKNBI akan dimulai pada 2013 mencakup

penyelesaian transaksi atas transfer kredit dan debet baik

yang bersifat individual maupun rutin (bulk payment)

meliputi :

�� ������������� ����������

���������������

� �������������������� �����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� �������������� ���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

��������������

� ����������������� �������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� �������������� ��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� ���������������� ����������������������������������������������������������������������������������

Selain itu, dalam SKNBI yang akan dikembangkan juga

modul informasi yang dapat diakses oleh peserta dan

penyelenggara untuk mendapatkan informasi/data terkait

penyelenggaraan SKNBI baik yang bersifat real time

maupun hitoris. Adapun tahapan implementasi SKNBI

adalah sebagai berikut :

Page 62: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

50 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

a. Penyusunan User Requirement SKNBI

b. Pengembangan Aplikasi

c. Implementasi SKNBI Tahap I

d. Implementasi SKNBI Tahap II

Sementara itu, pengembangan electronic debit akan

dilakukan apabila kajian mengenai instrumen dan

mekanisme penyelenggaraan electronic debit selesai.

5.3 Arah Kebijakan dan Pengembangan NPG ke Depan

Pengembangan NPG ke depan akan dilakukan ke dalam

tiga tahapan besar. Tahap pertama, adalah pengembangan

instrumen pembayaran yang paling dominan digunakan

oleh masyarakat Indonesia yaitu kartu ATM dan

ATM/Debet dengan menginterkoneksikan jaringan

penyelenggara kartu ATM dan ATM/Debet di Indonesia.

Tahapan kedua adalah pengembangan instrumen

pembayaran pada kartu kredit dan uang elektronik

melalui pemrosesan kartu kredit secara domestik untuk

transaksi yang dilakukan di Indonesia tanpa harus

diteruskan kepada prinsipal luar negeri seperti yang

berlaku saat ini. Sementara itu, untuk perluasan cakupan

transaksi menggunakan uang elektronik akan didukung

melalui interkoneksi diantara penerbit uang elektronik.

Tahapan terakhir adalah pengembangan layanan Mobile

Financial Services (MFS) dan e-commerce. Modul layanan

Bagan 5.1Roadmap Pengembangan SKNBI

��������������������������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������������������

���������������������������������

��������������������������

�������������������������������� ��������������������������� ����������������������������� ���������������������������

������������������������������� ��������������������������� ���������������������� ����������������������������� ���������������������������� ���������������������������

��������������������������������������������������

Page 63: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

51Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

ini akan mendukung konvergensi layanan transaksi

berbasis mobile serta e-commerce di masa datang.

Dengan tahapan pengembangan NPG tersebut diharapkan

penggunaan instrumen non-tunai dapat lebih ditingkatkan

dalam rangka mendukung Less Cash Society (LCS).

5.4 Arah Kebijakan dan Pengembangan Uang Elektronik

Arah kebijakan dan pengembangan uang elektronik

ke depan difokuskan pada upaya untuk meningkatkan

penggunaan uang elektronik di masyarakat serta

memperluas jangkauan dan penetrasi infrastruktur uang

elektronik melalui dua tahapan waktu yaitu jangka pendek

dan menengah dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi,

fasilitasi industri serta perluasan pasar. Sedangkan untuk

jangka panjang melalui standardisasi uang elektronik.

Kegiatan edukasi akan difokuskan pada upaya untuk

memperkenalkan uang elektronik kepada masyarakat

dan memberikan pengalaman bertransaksi menggunakan

uang elektronik.

Fasilitasi industri dan perluasan pasar dilakukan dengan

mendorong penyelenggara uang elektronik untuk saling

bekerjasama dan mengkoneksikan jaringannya dengan

penerbit lainnya, agar pemegang uang elektronik dari

satu penerbit dapat menggunakan uang elektroniknya

tersebut pada jaringan yang dimiliki penerbit lain.

Dengan mempertimbangkan besarnya potensi sektor

transportasi, maka arah kebijakan pengembangan uang

elektronik ke depan akan tetap diarahkan pada sektor

tersebut. Sementara untuk jangka menengah dan panjang

perluasan pasar akan dilakukan kepada sektor-sektor lain

seperti misalnya industri ritel.

Tahapan jangka panjang pengembangan uang elektronik

adalah mendorong tersedianya standar uang elektronik

yang dapat digunakan oleh seluruh penerbit uang

elektronik di Indonesia yang penyusunannya dilakukan

oleh pelaku industri uang elektronik. Standar tersebut

dapat disusun dari pengembangan standar kartu ATM/

Debet berbasis chip ataupun pengembangan standar yang

baru.

5.5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN Dalam Rangka MEA 2015

Sistem pembayaran dan penyelesaian akhir merupakan

tulang punggung dari sebuah perekonomian modern.

Sebuah sistem pembayaran dan penyelesaian akhir yang

efisien, aman, dan andal akan memberikan keunggulan

kompetitif bagi suatu negara untuk berkompetisi di

pasar global. Disamping itu, peningkatan aktivitas

perekonomian antara negara-negara anggota Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) memerlukan sistem pembayaran

dan penyelesaian akhir (setelmen) yang efisien untuk

mendukung transaksi bisnis mereka. Bahkan dalam

periode integrasi ekonomi regional, sistem pembayaran

dan penyelesaian akhir memiliki peran yang strategis

mengingat mereka merupakan infrastruktur keuangan

yang memfasilitasi arus barang, jasa, investasi, tenaga

kerja terampil dan modal.

Menjelang MEA 2015, arah pengembangan sistem

pembayaran dan penyelesaian akhir nasional perlu

dipersiapkan dengan terencana dan terukur. Selain itu,

negara anggota MEA juga dituntut untuk menyusun arah

pengembangan dan harmonisasi sistem pembayaran

dan setelmen agar dapat mengakomodasi transaksi

lintas batas negara (cross-border) dan integrasi keuangan

regional. Adapun fokus pengembangan dan harmonisasi

dimaksud adalah: cross-border trade settlement,

cross-border money remittance, cross-border retail

payments, cross-border capital market settlement dan

standardization.

Cross-Border Trade Settlement

Keterbukaan ekonomi di lingkup ASEAN akan berdampak

signifikan bagi persaingan dunia usaha, termasuk

sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Di

satu sisi, implementasi MEA akan memberikan potensi

pengembangan UMKM yang lebih besar mengingat

semakin terbukanya akses UMKM terhadap sumber-

sumber keuangan yang tidak hanya terbatas pada

pembiayaan dalam negeri, tetapi juga pasar keuangan

internasional. Meskipun demikian, di sisi lain UMKM

Page 64: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

52 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

di negara ASEAN menghadapi tantangan yang cukup

berat karena semakin ketatnya persaingan antar

negara. Oleh sebab itu, agar mereka dapat bertahan

dari persaingan yang ketat, diperlukan dukungan sistem

pembayaran dan setelmen yang aman, andal, dan

efisien. Cross-Border Trade Settlement ditujukan untuk

mendukung pelaksanaan pembayaran dan setelmen

dalam mendukung aliran barang dalam aktivitas

perdagangan di antara negara ASEAN. Salah satu

kendala cross-border trade settlement adalah efisiensi.

Tidak adanya direct conversion rate antar mata uang di

kawasan mengakibatkan setelmen pembayaran dalam

mata uang lokal harus dikonversi melalui USD, sehingga

menimbulkan biaya tambahan bagi pelaku transaksi.

Berdasarkan hasil survei terhadap seluruh bank sentral

di ASEAN, mekanisme korespondensi yang saat ini

digunakan pada cross-border trade settlement cukup

memadai dan penggunaan standar internasional dalam

dokumen transaksi perdagangan telah banyak dilakukan.

Namun demikian, peluang peningkatan efisiensi setelmen

perdagangan dapat dilakukan antara lain dengan

mengurangi spread dan charges oleh bank melalui

transparansi biaya.

Terkait dengan cross-border trade settlement, negara

anggota ASEAN telah menyepakati hal-hal sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip yang terkait dengan keterbukaan dan

transparansi produk bank terdiri atas:

• Disclosure harus menyorot informasi yang penting

bagi pelanggan;

• Disclosure harus jelas dan konsisten;

• Perangkat komunikasi harus dibentuk sehingga

memudahkan pelanggan untuk mengakses

informasi;

Prinsip-prinsip tersebut sebagai pedoman best

practices untuk memastikan pelanggan memiliki

akses ke informasi penting dengan cara yang mudah

sebelum mereka melakukan transaksi dengan lembaga

keuangan.

2. Bank menghadapi tantangan dalam mengungkapkan

isu-isu sebagai berikut:

• Biaya total yang harus dibayar oleh pengirim;

sebaiknya diinformasikan dalam bentuk persentase

dari total biaya, dan bukannya angka secara

absolut;

• Biaya yang dibebankan kepada penerima manfaat

(beneficiaries) dan waktu maksimum untuk dana

diterima oleh beneficiaries;

• Nilai valuta sebelum pembayaran dilakukan

mengingat adanya volatilitas intraday yang

signifikan.

3. Definisi dari Usaha Kecil dan Menengah (Small and

Medium Entreprises). Setiap anggota MEA memiliki

definisi yang berbeda untuk Small and Medium

Enterprises (SME), yang sesuai dengan kondisi

ekonominya, sehingga sulit untuk membuat definisi

SME yang seragam di ASEAN. Oleh sebab itu task

force cross border trade settlement perlu menyusun

prinsip umum mengenai SME dan setiap negara dapat

menggunakannya sebagai pedoman.

Cross-Border Money Remittances

Cross-Border Money Remittances bertujuan untuk

mendukung aliran tenaga kerja yang bebas terutama

untuk memfasilitasi aliran dana ke negara asal dari hasil

kerja para tenaga kerja ASEAN. Mengingat dalam proses

pengiriman dimaksud mata uang yang diterima oleh

penerima adalah mata uang negara penerima, maka

proses pengiriman (remittance) uang tidak dimasukan

dalam integrasi keuangan (financial integration).

Task force cross-border money remittances telah

menyusun pedoman dasar untuk pengembangan money

remittances yang terdiri atas 3 (tiga) bagian:

a. Program administrasi pra-keberangkatan terdiri dari:

ketentuan akreditasi lembaga/kelompok penyedia

jasa, biaya program, dan program pelatihan untuk

kelompok yang melakukan program orientasi, dan lain-

lain;

b. Isi dari program orientasi pra-keberangkatan terdiri

dari: profil negara, hukum dasar negara tuan rumah,

isu mengenai negara tuan rumah, pendidikan dasar

mengenai kesehatan, keuangan pribadi, saluran

remitansi yang formal, keanggotaan dan manfaat ikut

serta dalam organisasi buruh migran, serta kedutaan di

tempat negara tujuan;

Page 65: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

53Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

c. Mekanisme umpan balik, yang terdiri atas: pasca

evaluasi dan forum online untuk para pekerja migran.

Cross-Border Retail Payment System

Cross-Border Retail Payment System bertujuan untuk

mendukung pelaksanaan pembayaran dan setelmen

dalam mendukung aliran barang, jasa, tenaga kerja

terdidik, dan investasi yang bebas serta aliran modal

yang lebih bebas. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan

oleh task force cross-border retail payment system

diketahui bahwa tujuan dari pengembangan sistem

pembayaran ritel di setiap negara pada dasarnya sama

yaitu: (i) mendorong terciptanya sistem pembayaran ritel

yang aman, efisien, andal, dan cepat, (ii) mendorong

penggunaan instrumen pembayaran non-tunai, (iii)

mendorong terciptanya kebijakan internasional yang

bersifat resiprokal untuk area sistem pembayaran

tertentu, (iv) mendorong industri untuk menggunakan

standar internasional, (v) mendorong penggunaan

sarana pembayaran formal yang aman dan andal, dan

(vi) memfasilitasi pihak non bank untuk ikut serta dalam

penyediaan jasa sistem pembayaran yang efisien dan

aman.

Selanjutnya, terkait dengan pengembangan jaringan

sistem pembayaran regional, task force cross-border

retail payment system telah berkoordinasi dengan

Asian Payment Network (APN) untuk menyusun format

standard dan proses bisnis untuk transfer kredit, yang

terdiri atas 3(tiga) tahap: value proposition development,

market research and value proposition validation,

dan mengembangkan blueprint. Berdasarkan value

proposition development yang disusun oleh APN, terdapat

beberapa hal yang membutuhkan dukungan bank sentral:

a. APN meminta bank sentral untuk melaksanakan

joint event untuk memperkenalkan APN logo kepada

publik untuk meningkatkan awareness dari industri

perbankan;

b. Adanya harmonisasi peraturan diantara negara-negara

ASEAN sehingga memungkinkan atau mendukung

pengembangan koneksi dan pengaturan APN.

Cross-Border Capital Market Settlement

Cross-Border Capital Market Settlement bertujuan

untuk pelaksanaan pembayaran dan setelmen dalam

mendukung transaksi pasa modal di antara negara ASEAN.

mendukung pelaksanaan pembayaran dan setelmen

dalam mendukung aliran barang, jasa, tenaga kerja

terdidik, dan investasi yang bebas serta aliran modal

yang lebih bebas. Mengingat praktek setelmen pasar

modal sangat variatif sehingga menghambat proses

setelmen antarnegara, maka terdapat beberapa hal yang

dapat mendukung pengembangan cross-border capital

market settlement di ASEAN antara lain: ketentuan

perundang-undangan yang mendukung pengembangan

pasar; kebijakan yang transparan dan dapat diprediksi;

kesesuaian praktik dengan standar internasional;

dan pengembangan infrastruktur yang sesuai dengan

standar internasional. Terkait dengan pengembangan

infrastruktur, task force cross-border capital market

settlement telah bekerja sama dengan ASEAN Exchange

Groupings (AEG) untuk mengembangkan 3 (tiga) model

CCP/CSD Linkages. Namun demikian, masih terdapat

perbedaan perspektif dari setiap negara terkait dengan

risiko yang ditimbulkan oleh CCP/CSD.

Cross-Border Standardization

Cross-Border Standardization bertujuan untuk

harmonisasi dalam pengembangan sistem pembayaran

ASEAN agar lebih mudah melakukan interkoneksi.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh task force

standardization diketahui antara lain: (i) bank sentral

memegang peran penting dalam pengembangan standar

sistem pembayaran, terutama pada instrumen cek, (ii)

bank sentral memegang peranan penting dalam usaha

harmonisasi standar di bidang sistem pembayaran,

(iii) keterlibatan negara ASEAN dalam komite standar

internasional masih relatif terbatas, (iv) beberapa

negara ASEAN menunjukkan keinginan untuk melakukan

technical assistance dalam standardisasi di bidang

sistem pembayaran, dan (v) standar yang paling umum

diterapkan di ASEAN adalah SWIFT, IBAN, BIC dan EMV.

Disamping itu, terkait dengan survei mengenai credit

Page 66: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

54 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

transfer, yang tujuan utamanya adalah melakukan

penilaian atas praktek-praktek pasar dan kemungkinan

modalitas dalam menyediakan layanan transfer kredit

oleh bank-bank di ASEAN, ditemukan bahwa bank-bank di

ASEAN cukup memahami manfaat pengembangan skema

cross-border credit transfer di ASEAN.

5.6 Penyusunan Konsep RUU Sistem Pembayaran dan Penyelesaian Akhir (SPPA)

Pengertian Sistem Pembayaran

Sasaran dari fungsi mengatur dan menjaga kelancaran

sistem pembayaran oleh bank sentral adalah terciptanya

sistem pembayaran yang aman dan efisien. Pengertian

Sistem Pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup

seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang

digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna

memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu

kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, Sistem Pembayaran

yang aman dan efisien sangat mendukung keberhasilan

suatu negara dalam menjaga dan meningkatkan Stabilitas

Sistem Keuangan (SSK) dan stabilitas moneter. Hal

tersebut dikarenakan terjadinya gangguan pada Sistem

Pembayaran dapat menyebabkan kegagalan kewajiban

pembayaran dan mempengaruhi kepercayaan masyarakat

terhadap likuiditas perekonomian, SSK, dan perbankan.

Sistem pembayaran merupakan salah satu komponen

utama dalam mendukung aktifitas perekonomian di suatu

negara dan oleh karena itu sistem pembayaran harus

senantiasa dijaga agar dapat berjalan secara aman dan

efisien. Keamanan dalam kegiatan sistem pembayaran

dapat dilihat dari berbagai indikator antara lain sebagai

berikut:

1. Tersedianya lembaga, mekanisme, alat pembayaran,

dan infrastruktur dalam kegiatan sistem pembayaran

yang andal dan aman dari segala bentuk fraud;

2. Tersedianya aturan hukum yang memberikan

pengaturan yang jelas dan fair untuk seluruh pihak

dalam penyelenggaraan sistem pembayaran;

3. Tersedianya sistem yang andal dalam pemrosesan

transaksi sistem pembayaran yang antara lain

dibuktikan dengan tingkat availability sistem yang

maksimal, serta kepastian penyelesaian transaksi.

4. Tersedianya back-up system yang menjamin

kelangsungan kegiatan sistem pembayaran yang aman.

Sedangkan sistem pembayaran yang efisien ditunjukkan

melalui berbagai indikator antara lain:

1. Tersedianya infrastruktur sistem pembayaran yang

menjangkau seluruh wilayah Indonesia dan dapat

dimanfaatkan secara bersama oleh penyedia sistem;

2. Tersedianya layanan sistem pembayaran yang cepat,

mudah diakses dan murah untuk seluruh lapisan

masyarakat;

3. Mekanisme penyelesaian pembayaran yang praktis

dan cepat.

Pada prinsipnya, kelima komponen utama dalam sistem

pembayaran yaitu aturan, lembaga, mekanisme, alat

pembayaran, dan infrastruktur yang merupakan satu

kesatuan utuh dalam sistem harus selalu dikembangkan

dalam menjawab tantangan perkembangan teknologi

yang mendasari perkembangan sistem pembayaran dan

kebutuhan masyarakat terhadap sistem pembayaran yang

semakin aman dan efisien.

Pengertian sistem pembayaran dapat saja berbeda

antara negara satu dengan negara lainnya sesuai dengan

pengaturan hukum dari negara tersebut, namun demikian

secara best practices komponen sistem pembayaran

meliputi 5 (lima) aspek tersebut meskipun dalam

perumusannya dapat saja disebutkan hanya dalam

beberapa aspek besarnya saja.

Peran Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran

di Indonesia sangat menentukan keberhasilan peranan

sistem pembayaran dalam mendukung aktifitas

perekonomian suatu negara dan sekaligus sebagai bagian

penting dalam pelaksanaan transmisi kebijakan moneter.

Selaku otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia

akan melakukan pengaturan sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir di dalam suatu Undang-Undang

tersendiri. Saat ini pengaturan tersebut masih tersebar

di berbagai aturan yang mengatur mengenai kegiatan

sistem pembayaran dan penyelesaian akhir yang

berpotensi terjadinya berbagai inkonsistensi pengaturan

Page 67: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

55Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

sistem pembayaran dan penyelesaian akhir yang dapat

menimbulkan permasalahan.

Sesuai ketentuan Bank Indonesia, komponen kerangka

hukum dalam sistem pembayaran dan penyelesaian akhir

menjelaskan dasar hukum dalam menjamin adanya aspek

legalitas dalam pelaksanaan sistem pembayaran, yang

dituangkan dalam undang-undang dan peraturan terkait

lainnya, termasuk aturan untuk dan antar berbagai pihak

seperti antar bank, antara bank dengan nasabah, dan

antara bank dengan bank sentral. Melalui kerangka hukum

ini Bank Indonesia menuangkan kebijakan di bidang

sistem pembayaran dan penyelesaian akhir.

Bagan 5.2Keterkaitan Undang-Undang lain dengan dengan Sistem Pembayaran

Pengaturan Sistem Pembayaran

Keberadaan UU SPPA diperlukan agar terdapat kepastian

dan kejelasan dalam kegiatan sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir. Hal tersebut menjadi dasar hukum

bagi otoritas dalam bekerjasama dengan otoritas lain baik

dalam maupun luar negeri memerlukan dukungan dalam

bentuk pengaturan UU yang dapat memberikan arah yang

jelas dalam memajukan kegiatan sistem pembayaran

dan penyelesaian akhir antar negara sehingga sistem

pembayaran dan penyelesaian akhir dalam negeri mampu

bersaing dengan sistem pembayaran negara lain. Selaras

dengan tujuan dari sistem pembayaran yaitu memiliki

dasar hukum yang kuat dan komprehensif mengenai

��������������������������������������������������������������������������

���

������������������������������������������������������

������������������������������

���������������������������������������������������������

�����������������������������������������������������

������������������������������������������������������������������������

����������������������������������������������������

������������������������������������������

����������������������������������������������������������������������������������������

�������������������������������������������������������������������

��������������������������������������������������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������������

����������������

����������������������

�����

����������������

��������������

������������

������

�����������

�����������������

����������������

���������������������

������

�����������

�������

Page 68: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

56 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

sistem pembayaran dan penyelesaian akhir di Indonesia,

penyusunan RUU SPPA akan memberikan kepastian

hukum dan perlindungan kepada nasabah dalam kegiatan

sistem pembayaran. Dalam rangka pengaturan terdapat

beberapa peraturan perundang-undangan yang memiliki

keterkaitan erat dengan sistem pembayaran, sehingga

dalam perumusan RUU SPPA harmonisasi ketentuan

menjadi sangat penting agar tidak terjadi pengaturan yang

saling bertentangan atau tumpang tindih di kemudian

hari.

Alasan utama diperlukannya UU SPPA ini adalah karena

laju perkembangan sistem pembayaran yang sangat

pesat. Pesatnya perkembangan sistem pembayaran

dapat menjadi sumber informasi terkait kondisi likuiditas

dan infrastruktur sistem keuangan yang menjadi subyek

pemantauan secara microprudential guna memonitor

kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potential

shock. Hasil dari riset dan pemantauan selanjutnya

akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam

pengambilan langkah-langkah yang tepat untuk meredam

gangguan pada sektor keuangan.

Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi latar belakang

perlunya penyusunan RUU SPPA yaitu:

Landasan sosiologis antara lain:

1. perkembangan teknologi Sistem Pembayaran;

2. penyesuaian aturan dan hukum dari otoritas untuk

mengimbangi perkembangan teknologi Sistem

Pembayaran;

3. beberapa kegiatan sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir belum disertai aturan hukum yang

mengaturnya;

4. kepastian perlindungan pengguna jasa dan

memastikan Penyelenggara memenuhi kewajiban

terhadap pengguna jasa.

Adapun landasan secara yuridis meliputi:

1. belum ada dasar hukum pengaturan sistem

pembayaran dan penyelesaian akhir yang

komprehensif;

2. adanya ketidakjelasan dalam pengaturan,

pengembangan dan koordinasi antar otoritas terkait;

dan

3. beberapa pengaturan terkait sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir masih dilakukan secara parsial.

Materi RUU SPPA

Ruang lingkup berlakunya UU SPPA akan mencakup

penyelenggaraan kegiatan pemindahan dana, kegiatan

alat pembayaran non-tunai dan seluruh sarana

pemrosesnya, kegiatan kliring dan penyelesaian akhir

sistem pembayaran yang dilakukan di wilayah RI, dan

kegiatan sistem pembayaran lain yang ditetapkan Bank

Indonesia. RUU SPPA ini tidak dimaksudkan untuk

mengatur penyelenggaraan kegiatan transfer dana,

kliring, dan penyelesaian akhir yang diselenggarakan oleh

Bank Indonesia, kegiatan penyediaan sistem yang hanya

digunakan untuk menfasilitasi instruksi pembayaran, dan

kegiatan penyediaan sistem yang hanya digunakan untuk

kepentingan pembayaran internal (in house payment).

Prinsip-Prinsip Dalam Sistem Pembayaran

Di dalam sistem pembayaran dikenal beberapa prinsip

umum, yaitu:

- Finality of Payment/Finality of Settlement yaitu dana

yang sudah diterima tidak dapat ditarik kembali atau

dibatalkan.

- Pengecualian Prinsip Zero Hour Rules 6 yaitu

pengaturan bahwa transaksi sistem pembayaran

atau transfer dana tetap harus dilaksanakan atau

diselesaikan sekalipun dalam kondisi kepailitan.

- Delivery Versus Payment (DVP) yaitu pengaturan

bahwa dalam hal transaksi menggunakan prinsip DVP

maka pihak yang telah menerima pembayaran wajib

untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak yang

telah melakukan pembayaran.

Masih sejalan dengan tujuan dan prinsip umum dalam

penyelenggaraan kegiatan sistem pembayaran, untuk

mewujudkan sistem pembayaran yang aman dan efisien

6 Prinsip Zero Hour Rules adalah prinsip dalam hukum kepailitan yang menetapkan bahwa semua transaksi yang dilakukan oleh pihak yang dinyatakan pailit dari pukul 00.00 pada tanggal dikeluarkannya penetapan pailit sampai dengan saat dikeluarkannya penetapan pailit dianggap batal dan tidak berlaku.

Page 69: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

57Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

serta memastikan diterapkannya aspek perlindungan

kepada pengguna jasa. Dalam konsep RUU SPPA telah

ditetapkan 5 (lima) komponen sistem pembayaran yang

meliputi:

a. Aturan, merupakan kebijakan tertulis dalam bentuk

aturan dan kebijakan tidak tertulis;

b. Lembaga, merupakan cerminan kelembagaan dari

seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran baik

yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak

selain Bank Indonesia. Pengertian pihak selain Bank

Indonesia dapat berupa bank, lembaga selain bank,

maupun asosiasi sistem pembayaran;

c. Mekanisme, merupakan serangkaian kegiatan yang

dilakukan dalam penyelenggaraan jasa sistem

pembayaran seperti kegiatan dalam suatu sistem

transfer, kliring dan penyelesaian akhir;

d. Alat Pembayaran, merupakan setiap instrumen

yang digunakan untuk memindahkan dana. Dalam

hal ini alat pembayaran yang dimaksud adalah alat

pembayaran non-tunai baik yang paper based seperti

Cek dan Bilyet Giro maupun instrumen pembayaran

elektronik seperti APMK dan uang elektronik; dan

e. Infrastruktur, merupakan setiap sarana dan prasarana

yang digunakan untuk memproses pemindahan dana

seperti EDC, mesin ATM, internet, mobile phone

dan delivery channel lainnya. Dalam pengertian

infrastruktur ini termasuk pula berbagai sistem dalam

rangka pemindahan dana seperti BI-RTGS dan SKNBI.

Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya yang

digunakan untuk membentuk sistem dalam rangka

pemindahan dana yang aman dan efisien sebagai upaya

dalam mendukung stabilitas sistem keuangan dan

stabilitas moneter.

Pengembangan sistem pembayaran merupakan rangkaian

tugas dan/atau kegiatan dalam rangka memelihara

dan meningkatkan keamanan dan efisiensi sistem

pembayaran. Sistem pembayaran yang aman dan efisien

mutlak diperlukan dalam mendukung terciptanya

stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Kegiatan pengembangan sistem pembayaran meliputi:

- Kegiatan Penelitian dan Pengembangan;

- Kegiatan Pengaturan;

- Kegiatan Pemberian Perizinan;

- Kegiatan Penyelenggaraan;

- Kegiatan Pengawasan; dan

- Kegiatan Katalisasi dan Fasilitasi.

Prinsip kesetaraan akses dalam sistem pembayaran

merupakan dasar dari pengaturan penyelenggaraan

kegiatan jasa sistem pembayaran dan penyelesaian akhir.

Setiap pihak yang akan menyelenggarakan kegiatan jasa

sistem pembayaran harus dipastikan telah memenuhi

ketentuan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.

Terkait dengan hal ini, otoritas mewajibkan penyelenggara

tersebut harus untuk menyelesaikan transaksi yang

dilakukannya, memitigasi risiko yang mungkin timbul,

menggunakan sistem yang aman, dan menerapkan aspek

perlindungan kepada pengguna jasa.

Sebagai muara dari seluruh transaksi pembayaran, dalam

UU SPPA akan diatur mengenai mekanisme penyelesaian

atas transaksi pembayaran, baik yang dilakukan secara

netting maupun individual.

UU SPPA ini juga akan memperkuat pengaturan mengenai

finality of payments. Dalam konsep finality of payments

diatur bahwa sistem transfer bersifat tidak dapat

dibatalkan dan final.

Perlindungan Pengguna Jasa Sistem Pembayaran

Fungsi perlindungan pengguna jasa sistem pembayaran

bertujuan untuk memberdayakan seluruh pengguna jasa

sistem pembayaran antara lain melalui pengaturan yang

komprehensif dalam bentuk peraturan Bank Indonesia,

penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan

nasabah, peningkatan transparansi informasi produk

sistem pembayaran, edukasi kepada pengguna jasa

sistem pembayaran, dan membentuk satuan kerja di Bank

Indonesia yang melaksanakan fungsi mediasi. Dengan

dibangunnya fungsi perlindungan pengguna jasa sistem

pembayaran yang lebih komprehensif diharapkan dapat

Page 70: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

58 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

mempercepat terciptanya less cash society dan pada

akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat

terhadap sistem pembayaran di Indonesia.

Hal-hal lain yang akan diatur dalam UU SPPA antara lain

pembentukan National Payment System Council (NPSC)

dan Self Regulatory Organization (SRO).

Hal lain yang perlu dimuat dasar hukum pengaturannya

dalam UU SPPA adalah pengenaan biaya terkait dengan

fungsi pengawasan oleh otoritas. Dalam Key Element for

a National Payment System Act yang digunakan sebagai

pedoman dalam pengaturan dan pengawasan sistem

pembayaran secara international best practice dijelaskan

bahwa otoritas berwenang untuk mengenakan biaya

dalam rangka pengawasan dan pengaturan serta dalam

rangka penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir terkait dengan penyediaan layanan

operasional dan infrastruktur.

Ketentuan Pidana

Pengaturan ketentuan pidana dalam RUU SPPA

dimaksudkan antara lain untuk menjaga agar

penyelenggara sistem pembayaran tetap mengutamakan

prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan

usahanya dan menutup celah terjadinya kejahatan dalam

kegiatan sistem pembayaran.

Dengan pengaturan yang komprehensif yang meliputi

berbagai aspek kegiatan sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir, maka undang-undang ini diharapkan

memenuhi kebutuhan hukum dan kebutuhan masyarakat,

serta lebih memberikan jaminan kepastian hukum,

khususnya kepada industri sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir.

Page 71: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

59Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

Uang elektronik pertama kali diterbitkan di Indonesia

pada tahun 2007, namun sampai saat ini penggunaannya

masih belum signifikan dibanding instrumen non-tunai

lainnya walaupun disadari memiliki potensi yang cukup

besar, khususnya di sektor ritel dan transportasi. Kondisi

tersebut tentunya kurang menguntungkan bagi penerbit

maupun masyarakat pengguna uang elektronik. Untuk

mengetahui potensi penggunaan uang elektronik maka

dilakukan penelitian potensi uang elektronik di Jakarta

yang dapat dijadikan referensi dalam perumusan strategi

pengembangan uang elektronik di masa yang akan

datang.

Potensi Uang elektronik

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas) tahun 2011, kebutuhan sehari-hari (makanan

dan minuman) menempati pangsa 51% serta transportasi

menempati pangsa 8% dari keseluruhan proporsi

pengeluaran rumah tangga dari makanan sampai bukan

makanan. Di sisi nilai kebutuhan sehari-hari di pasar ritel

modern mencapai Rp17 triliun.

Uang elektronik yang pada dasarnya ditujukan untuk

transaksi ritel memiliki potensi untuk digunakan dalam

bertransaksi untuk kebutuhan sehari-hari termasuk

makanan, minuman dan transportasi.

Berdasarkan hasil kajian mengenai potensi uang

elektronik di Jakarta pada 2012, diperoleh proyeksi bahwa

potensi penggunaan uang elektronik untuk kebutuhan

sehari-hari secara total adalah sebesar Rp24 triliun per

tahun yang terdiri atas Rp23,4 triliun di sektor transportasi

(TransJakarta, KRL, taksi, jalan tol, BBM dan parkir) dan

Rp600 miliar pada sektor makanan/minuman.

Potensi Uang Elektronik di Jakarta: Potensi Besar yang belum TergarapArtikel 1:

Potensi Uang Elektronik di Jakarta: Potensi Besar yang belum Tergarap

Jika melihat hal tersebut maka peran uang elektronik

dalam sistem pembayaran diarahkan dalam rangka

mengurangi penggunaan uang tunai dengan denominasi

≤ Rp50.000, hal tersebut diharapkan dapat menekan laju

penggunaan uang pecahan kecil sehingga Bank Indonesia

dapat mengefisienkan biaya pengadaan/pencetakan uang.

Kendala Pengembangan Uang Elektronik

1. Bisnis Model

Ekosistem uang elektronik di Indonesia saat ini terlihat

masih kurang produktif. Indikasi ini muncul dari

relatif terbatasnya sumber pendapatan bagi penerbit.

Salah satu keuntungan utama yang didapatkan

oleh penerbit adalah dari sisi non financial seperti

brand exposure dan customer retention, hal tersebut

akan mengakibatkan industri uang elektronik susah

berkembang.

Dalam ekosistem uang elektronik sekarang merchant

memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dibanding

penerbit. Hal tersebut dikarenakan selain harus

membangun seluruh infrastruktur, penerbit harus

membayar fee kepada merchant untuk setiap

transaksi. Bisnis model tersebut menyebabkan

penerbit menanggung beban investasi yang tinggi

tanpa mendapatkan keuntungan finansial. Disisi

lain floating fund yang dikelola oleh penerbit tidak

diperbolehkan untuk digunakan dalam investasi.

Adapun konsep ideal Bisnis model uang elektronik

adalah penerbit mendapatkan keuntungan fee per

transaksi dari merchant dan penempatan floating

fund.

Page 72: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

60 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

2. Konsumen

Komposisi perilaku pembayaran oleh konsumen

menunjukkan bahwa sebagian besar masih

bertransaksi secara tunai. Tiga alasan utama

masyarakat belum menggunakan uang elektronik

adalah belum mengetahui atau belum mendengar

tentang uang elektronik, belum membutuhkan atau

tertarik serta belum mengetahui cara penggunaannya.

Untuk itu diperlukan strategi sosialisasi, edukasi

dan komunikasi kepada masyarakat untuk membuat

mereka lebih “aware” terhadap keberadaan uang

elektronik.

3. Kurang optimalnya industri Telekomunikasi sebagai

MFS (mobile financial services)

Penyebab kurang berkembangnya industri

telekomunikasi dalam sistem pembayaran

adalah (1) adanya kekhawatiran dan kepercayaan

kalangan perbankan terhadap kemampuan industri

telekomunikasi dalam pengelolaan di sektor finansial;

(2) dualisme peran industri telekomunikasi sebagai

kompetitor dan rekan penyedia jaringan, dan (3)

kebijakan Bank Indonesia yang belum mengakomodir

kebutuhan industri telekomunikasi.

Di sisi lain industri telekomunikasi memiliki

kemampuan untuk menjangkau masyarakat dengan

social economic terbawah yang mayoritas merupakan

unbanked people. Dengan sebaran infrastruktur yang

mencapai 90% wilayah di Indonesia serta kepemilikan

jumlah mobile phone yang menjangkau seluruh lapisan

masyarakat maka industri telekomunikasi berpotensi

besar dalam sistem pembayaran di Indonesia.

4. Tidak adanya Killer Sector dalam industri uang

elektronik

Belum ada “killer sector” yang dapat memaksa

konsumen untuk mengubah kebiasaan dalam

penggunaan uang elektronik. Sementara itu, beberapa

Negara lain menggunakan sektor transportasi sebagai

“killer sector” yang memaksa masyarakat untuk

menggunakan uang elektronik.

5. Regulasi

Dari sisi ketentuan terdapat dua hal yang perlu

disesuaikan guna mendukung perkembangan uang

elektronik yaitu (1) peruntukan dana float sehingga

dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi

bank, dan (2) kemudahan dalam penggunaan agen

sebagai tempat cash in dan cash out.

6. Interkoneksi

Belum saling terkoneksinya antara satu penerbit

dengan penerbit yang lain membuat konsumen

harus membawa banyak instrumen untuk melakukan

berbagai kegiatan transaksi. Di sisi lain hal tersebut

merupakan duplikasi investasi oleh penyelenggara

uang elektronik.

Strategi Pengembangan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut beberapa strategi

yang harus dilakukan adalah:

a. Merubah ekosistem uang elektronik menjadi lebih

produktif;

b. Mendorong industri telekomunikasi untuk lebih

berperan dalam pengembangan sebagai MFS;

c. Mengeluarkan regulasi yang mendukung

perkembangan uang elektronik;

d. Bekerjasama dengan pihak terkait dalam rangka

meningkatkan penggunaan uang elektronik; dan

e. Melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.

Page 73: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

61Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

Dalam tahun 2012, Bank Indonesia melakukan

penyusunan kajian Model Mobile Financial Services (MFS)

yang sesuai untuk diterapkan dalam rangka program

Financial Inclusion (FI) untuk meningkatkan akses bagi

masyarakat yang kurang terjangkau layanan keuangan.

Akses terhadap layanan keuangan menjadi isu penting

beberapa tahun belakangan ini. Adapun tujuan FI

adalah untuk memberdayakan ekonomi dari kelompok

masyarakat tersebut. Salah satu faktor krusial penyebab

rendahnya akses masyarakat kepada layanan keuangan

di Indonesia adalah kondisi geografis yang berbentuk

kepulauan dan tersebar. Kondisi tersebut dan ditambah

dengan terbatasnya infrastruktur transportasi merupakan

kendala yang dihadapi bank dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat di daerah terpencil maupun

daerah pedesaan. Selain itu, skala ekonomis operasional

bank juga menjadi penyebab bank enggan memperluas

layanannya di daerah tersebut.

Salah satu best practice yang telah dikembangkan

dan dimanfaatkan untuk mendukung program FI

di beberapa negara adalah penggunaan teknologi

telepon genggam dan agen sebagai sarana yang dapat

menjangkau masyarakat hingga daerah terpencil,

dimana bank maupun institusi keuangan lainnya belum

dapat menjangkaunya. Penggunaan telepon genggam

yang sudah sangat luas di seluruh lapisan masyarakat

merupakan faktor yang mendukung digunakannya telepon

genggam untuk menjangkau masyarakat dalam program

FI. Demikian pula keberadaan agen yang banyak dan luas

hingga ke daerah terpencil juga membantu masyarakat

untuk dengan mudah mengakses berbagai layanan

keuangan.

Artikel 2:

Mobile Financial Services dalam rangka Mendukung Financial Inclusion

Salah satu best practice model yang dikembangkan

dan dimanfaatkan untuk menyukseskan program FI di

beberapa negara adalah melalui Branchless Banking.

Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia sedang

mengkaji kemungkinan penerapan model Branchless

Banking. Branchless Banking yaitu penyediaan layanan

perbankan tanpa adanya kehadiran fisik dari kantor

bank. Kemajuan teknologi serta keterbatasan dari bank

untuk membuka kantor cabang di berbagai daerah

terpencil merupakan latar belakang munculnya konsep

Branchless Banking. Dengan kemajuan teknologi yang

semakin pesat menciptakan banyak alternatif delivery

channel yang dapat digunakan untuk mengakomodasi

kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan.

Dengan konsep Branchless Banking, masyarakat tidak

perlu lagi bergantung pada “Bank” secara fisik, melainkan

dapat memanfaatkan alternatif delivery channel dengan

kapabilitas konsep baru ini antara lain EDC, mobile wallet,

dan mobile banking.

Jika dilihat secara lebih luas, FI tidak hanya dilakukan

melalui branchless banking saja yang pada umumnya

bank sebagai pelaku utama di samping adanya pelaku lain

seperti perusahaan telekomunikasi sebagaimana yang

terjadi di Kenya. Salah satu keunggulan kompetitif dari

perusahaan telekomunikasi adalah mempunyai database

nasabah sangat besar dan coverage yang luas, sehingga

hal tersebut dapat menjadi faktor pendukung suksesnya

pelaksanaan FI, melalui produk e-money server-based

yang diterbitkan oleh perusahaan telekomunikasi.

Berdasarkan model yang diterapkan di berbagai negara,

seperti Kenya, Afrika Selatan, dan Filipina, terdapat 3

model layanan yang menggunakan teknologi telepon

Page 74: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

62 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

genggam dan agen yang dikenal sebagai mobile financial

services (MFS), yaitu Bank-led Model, Mobile Network

Operator (MNO)-led Model, dan Hybrid Model. Adapun

masing-masing karakteristik dari model tersebut adalah:

- Bank-led Model, yaitu Mobile chanel hanya merupakan

saluran akses untuk banking services

- Non Bank Model (MNO-led), yaitu Service didistribusi

dan dikelola oleh operator dengan lisensi dan merek

milik sendiri

- Hybrid Model (Joint Venture) yaitu Bank dan operator

memanfaatkan keunggulan masing- masing pihak

Masing-masing model tersebut memiliki kelebihan

dan kelemahannya masing-masing. Di negara-negara

berkembang seperti Kenya dan Filipina, konsep MNO-

led berhasil diterapkan. Untuk negara yang relatif lebih

maju, seperti Afrika Selatan berhasil dengan model

Bank-led. Pada dasarnya baik bank dan MNO mempunyai

peranan yang sedikit berbeda jika digunakan dalam

pengembangan FI, yaitu:

Bentuk kerjasama yang paling optimal adalah dengan

melakukan sinergi dimana bank dan perusahaan

telekomunikasi sama-sama menyediakan layanan yang

dapat saling terintegrasi. Bentuk-bentuk sinergi yang

dapat dilakukan antara lain:

������������������������������������������������������������������������������

�����������������������������������������������������������

����������������������������������������������������������������������������������������

����������������������������������������������������

������������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������

Dalam upaya pencapaian tersebut, perlu diselesaikan

beberapa isu yang ada, antara lain sinergi antara bank dan

perusahaan telekomunikasi termasuk business model yang

tepat, edukasi kepada masyarakat, eksklusivitas antara

bank maupun perusahaan telekomunikasi, pengaturan

yang mendukung, serta koordinasi antar otoritas seperti

BI, OJK, Kemenkominfo, dan lainnya.

Masing-masing institusi tersebut mempunyai peran

dan keunggulan masing-masing yang jika disinergikan

akan memberikan manfaat yang lebih optimal.

Berdasarkan pertimbangan kondisi geografis Indonesia

yang sangat luas dan keberadaan jaringan bank yang

terbatas dibandingkan dengan jaringan perusahaan

telekomunikasi, model yang dianggap paling sesuai adalah

Hybrid Model. Model ini merupakan sinergi antara bank

dan perusahaan telekomunikasi.

���������� ������������������������������

����������������������������

����������������������

������������������������������������������������

�������������������

��������������

��������������������������������������������������������������

�������������������������������������

Page 75: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

63Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 6 Sekilas Pengelolaan Uang

BAGIAN 2

PENGELOLAAN UANG

Page 76: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 6 Sekilas Pengelolaan Uang

64 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Menjamin ketersediaan uang Rupiah layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memenuhi amanat Undang-Undang Mata Uang

Dalam delapan tahun terakhir, Indonesia merupakan

salah satu negara yang mencapai tingkat pertumbuhan

ekonomi tertinggi dan paling stabil di dunia. Daya tahan

perekonomian Indonesia yang didukung oleh lingkungan

makro dan sistem keuangan yang terjaga kondusif dan

stabil mendorong perekonomian tumbuh dengan rata-rata

di atas enam persen per tahun. Adapun pada tahun 2012,

tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh

kenaikan kontribusi permintaan domestik yang terjadi di

tengah pelemahan kinerja eksternal.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan stabil

tersebut perlu dukungan ketersediaan uang kartal agar

tetap terjaga kelancaran aktivitas transaksi pembayaran

tunai masyarakat. Perkembangan tersebut direspon oleh

Bank Indonesia dengan senantiasa menjaga ketersediaan

uang rupiah layak edar baik secara nominal maupun jenis

pecahan di seluruh wilayah NKRI.

Ketersediaan uang rupiah layak edar tersebut tercermin

oleh jumlah dan laju pertumbuhan uang kartal yang

diedarkan (UYD) maupun aliran uang kartal yang keluar

dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat

(outflow) dan aliran uang kartal yang masuk melalui Bank

Indonesia.

Jumlah rata-rata harian UYD pada tahun 2012 mencapai

Rp370,61 triliun, tumbuh 15,68% dibandingkan tahun

sebelumnya sebesar Rp320,37 triliun. Peningkatan UYD

tersebut terutama digunakan untuk keperluan konsumsi

rumah tangga. Meningkatnya UYD tersebut dikonfirmasi

pula dengan adanya tambahan kebutuhan uang kartal

masyarakat sepanjang tahun 2012 sebesar Rp63,29 triliun,

atau meningkat 16,80% dibandingkan tahun sebelumnya

sebesar Rp54,19 triliun.

Pasca penerapan kebijakan penyetoran dan penarikan

uang oleh bank umum di Bank Indonesia pada bulan April

2011, pertumbuhan outflow dan inflow pada tahun 2012

masih cenderung tinggi meskipun masih lebih rendah

dari pertumbuhan tahun 2011. Pertumbuhan outflow

pada tahun 2012 mencapai 23,6% sementara inflow naik

24,8%. Merespon kenaikan jumlah outflow tersebut,

Bank Indonesia menerapkan kebijakan penguatan strategi

distribusi uang untuk memenuhi ketersediaan uang kartal

layak edar secara merata hingga ke wilayah terpencil dan

terdepan NKRI.

Sementara itu, guna menjaga kualitas uang yang beredar

di masyarakat dalam kondisi layak edar, Bank Indonesia

melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar

yang masuk kembali dari perbankan dan masyarakat ke

Bank Indonesia. Jumlah uang rupiah kertas tidak layak

edar yang dimusnahkan Bank Indonesia selama tahun

2012 mencapai 3,82 miliar lembar dalam berbagai

pecahan.

6.1. Isu Strategis dan Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Kinerja positif perekonomian Indonesia pada tahun 2012

berlangsung ditengah melambatnya kondisi ekonomi

global. Pencapaian ini memerlukan ketersediaan alat

Sekilas Pengelolaan Uang

Bab 6

Page 77: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

65Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 6 Sekilas Pengelolaan Uang

pembayaran dalam mendukung kelancaran aktivitas

perekonomian domestik.

Dari sisi alat pembayaran tunai, peningkatan aktivitas

ekonomi domestik khususnya konsumsi rumah tangga

mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan uang

kartal di masyarakat. Sesuai dengan tugasnya untuk

menjaga kelancaran sistem pembayaran, kebutuhan uang

kartal yang meningkat tentunya harus didukung dengan

ketersediaan uang kartal dari Bank Indonesia sebagai satu-

satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan

dan mengedarkan uang rupiah.

Mewujudkan hal tersebut, kebijakan Bank Indonesia

sepanjang tahun 2012 diarahkan untuk memenuhi

misinya di bidang pengelolaan uang yakni memenuhi

kebutuhan uang rupiah masyarakat dalam jumlah yang

cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam

kondisi layak edar. Kebijakan tersebut ditempuh dengan

memperhatikan perkembangan beberapa indikator

ekonomi makro baik nasional maupun masing-masing

daerah yang berimplikasi langsung terhadap kebutuhan

uang kartal masyarakat maupun isu-isu strategis yang

berkembang dalam aktivitas pengelolaan uang yang

dilakukan Bank Indonesia.

Sementara itu, perkembangan berbagai isu strategis

dalam aktivitas pengelolaan uang menjadi tantangan

tersendiri bagi Bank Indonesia yang harus disikapi

dengan respon kebijakan yang tepat. Masih kentalnya

budaya masyarakat untuk memegang fisik uang dan

melakukan transaksi pembayaran secara tunai, belum

memadainya ketersediaan uang kartal layak edar di

seluruh wilayah NKRI, serta perlunya peningkatan kualitas

dan penyempurnaan unsur pengaman pada uang rupiah

untuk melindungi uang rupiah dari upaya pemalsuan

serta agar mudah dikenali ciri keasliannya, merupakan

isu-isu strategis yang harus disikapi oleh Bank Indonesia.

Disamping itu, upaya untuk meningkatkan keterlibatan

pihak lain di luar bank sentral dalam kegiatan pengelolaan

uang rupiah turutpula menjadi isu yang mendapatkan

perhatian khusus dan mendasari pengambilan kebijakan

Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang.

Demikian pula dengan diberlakukannya UU Mata Uang

pada tanggal 28 Juni 2011 menjadi faktor penting yang

mendasari pengambilan kebijakan Bank Indonesia

di bidang pengelolaan uang sepanjang tahun 2012.

Diberlakukannya UU Mata Uang yang mengamanatkan

agar Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah

dalam berbagai hal, berimplikasi luas pada kegiatan

pengelolaan uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia

yang meliputi kegiatan perencanaan, pencetakan,

pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan

serta pemusnahan uang rupiah.Penambahan fungsi

baru pada kegiatan perencanaan, pencetakan dan

pemusnahan uang rupiah menuntut adanya penyesuaian

mekanisme dan alur kerja yang mengakomodir koordinasi

Bank Indonesia dengan Pemerintah. Disamping itu,

penambahan fungsi baru tersebut juga mengharuskan

Bank Indonesia untuk melakukan penguatan fungsi yang

telah ada dalam hal penanggulangan uang rupiah palsu

bersama dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah

Palsu (BOTASUPAL).

Memperhatikan perkembangan ekonomi makro, berbagai

isu startegis dan implementasi UU Mata Uang, kebijakan

pengelolaan uang rupiah selama tahun 2012 dilakukan

dengan mengacu pada tiga pilar kebijakan yaitu i)

Tersedianya Uang Rupiah yang Berkualitas; ii) Distribusi

dan Pengolahan Uang Rupiah yang Aman dan Terpercaya;

dan iii) Layanan Kas Prima. Berbagai kebijakan yang

ditempuh selama tahun 2012 selain dimaksudkan untuk

memenuhi misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan

uang, juga berkontribusi meningkatkan efisiensi

manajemen kas perbankan maupun efisiensi kegiatan

cash processing di Bank Indonesia.

6.2. Arah Kebijakan ke Depan

Ekonomi Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan akan

tumbuh lebih tinggi mencapai kisaran 6,3%-6,8%. Hal ini

sejalan dengan peningkatan kinerja ekonomi global yang

diperkirakan mengalami peningkatan secara gradual.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 ini

masih disumbang oleh permintaan domestik. Selain itu,

persiapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan legislatif

pada tahun 2014 juga akan mendorong kebutuhan

Page 78: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 6 Sekilas Pengelolaan Uang

66 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

uang kartal tumbuh ke arah yang lebih tinggi. Perkiraan

pertumbuhan kebutuhan uang yang cukup tinggi ini

menjadi pijakan bagi penetapan arah kebijakan dan

rencana pengembangan di bidang pengelolaan uang pada

tahun 2013.

Disamping pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,

peta strategi dan arah kebijakan Bank Indonesia ke depan

juga dipengaruhi oleh berbagai lingkungan strategis

Bank Indonesia. Amandemen UU Bank Indonesia,

pengesahan UU lainnya seperti UU Mata Uang dan RUU

terkait, maupun isu-isu strategis yang berkembang di

dunia internasional, nasional, regional serta internal

Bank Indonesia, menjadi lingkungan strategis yang turut

mempengaruhi kebijakan Bank Indonesia pada tahun

2013.

Menghadapi perkembangan ini, kebijakan pengelolaan

uang ke depan diarahkan untuk memperkuat manajemen

persediaan dan fungsi layanan uang kartal, disamping

meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan distribusi

uang yang telah dijalankan selama ini. Kebijakan-kebijakan

tersebut diambil dengan tetap memperhatikan amanat

UU Mata Uang maupun perkembangan lainnya.

Page 79: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

67Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi pada tahun 2012 (6,23%) dan laju inflasi yang terkendali pada tingkat yang rendah (4,3%) terutama ditopang oleh naiknya permintaan domestik.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi serta berbagai kebijakan pengelolaan uang rupiah yang ditempuh Bank Indonesia, beberapa indikator utama pengelolaan uang rupiah yaitu uang kartal yang diedarkan (UYD) dan aliran uang kartal melalui Bank Indonesia juga mengalami peningkatan.

Kinerja perekonomian domestik yang meningkat pada

tahun 2012 perlu mendapat dukungan ketersediaan uang

kartal sebagai salah satu alat pembayaran di masyarakat.

Peran penting uang kartal tersebut tercermin dari

peningkatan beberapa indikator utama pengelolaan uang

yaitu uang kartal yang diedarkan (UYD) dan aliran uang

kartal melalui Bank Indonesia.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi,

jumlah UYD terus mengalami peningkatan. Rata-rata

harian UYD naik dari Rp320,37 triliun pada tahun

sebelumnya menjadi Rp370,61 triliun pada tahun

2012 atau meningkat 15,68%. Hal ini mengindikasikan

adanya peningkatan kebutuhan uang kartal sebagai

alat pembayaran tunai di masyarakat. Peningkatan ini

dikonfirmasi pula dengan tambahan kebutuhan uang

kartal (net outflow) sepanjang tahun 2012 sebesar

Rp63,29 triliun atau meningkat 16,80% dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar Rp54,19 triliun.

Sejalan dengan perkembangan UYD, rasio UYD terhadap

konsumsi masyarakat khususnya rumah tangga juga

mengalami peningkatan. Rasio UYD terhadap konsumsi

masyarakat pada tahun 2012 mencapai 33,64%, naik

dibanding tahun sebelumnya dengan rasio sebesar

31,97%. Kenaikan rasio ini mengindikasikan bahwa

ditengah beragamnya pilihan alat pembayaran yang

tersedia di masyarakat, uang kartal masih tetap menjadi

salah satu pilihan utama masyarakat, khususnya rumah

tangga, dalam membiayai aktivitas konsumsinya.

Disisi lain, perkembangan pangsa UYD di perbankan

selama tahun 2012 masih melanjutkan tren penurunan

pada tahun sebelumnya. Pangsa UYD di perbankan

tercatat sebesar 15,50%, turun dari tahun 2011 dengan

pangsa sebesar 15,76%. Tren penurunan pangsa UYD di

perbankan ini didorong oleh penerapan penyempurnaan

ketentuan penyetoran dan penarikan uang rupiah

oleh bank umum di Bank Indonesia yang mulai

diberlakukan pada bulan April 2011. Sebelum penerapan

penyempurnaan ketentuan tersebut, pangsa UYD di

perbankan berada di kisaran 16,00%. Kecenderungan

penurunan pangsa UYD di perbankan memperlihatkan

semakin efisiennya cash management di perbankan serta

makin optimalnya transaksi uang kartal antar bank dalam

memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan.

Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Bab 7

Page 80: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

68 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Grafik 7.2 Pertumbuhan UYD, Konsumsi RT,Rasio UYD terhadap Konsumsi RT

Grafik 7.1Pertumbuhan UYD, PDB dan Inflasi

Sementara itu, pasca penerapan penyempurnaan

ketentuan penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh

bank umum di Bank Indonesia, laju pertumbuhan jumlah

aliran uang kartal yang keluar (outflow) dan masuk

(inflow) melalui Bank Indonesia pada tahun 2012 turun

dibanding tahun sebelumnya. Jumlah outflow dan inflow

masing-masing tumbuh sebesar 23,57% dan 24,82%,

menurun dibandingkan pertumbuhan tahun 2011 sebesar

40,55% dan 39,06%. Penurunan tersebut merupakan

dampak penyempurnaan ketentuan sehingga penggunaan

uang kartal lebih optimal yang pada gilirannya dapat

meningkatkan efisiensi baik bagi perbankan maupun Bank

Indonesia.

7.1. Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi,

jumlahuang kartal yang diedarkan (UYD) terus meningkat

(Grafik 7.1).

Posisi dan rata-rata UYD pada tahun 2012 mengalami

peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Posisi UYD

pada akhir tahun 2012 mencapai sebesar Rp439,72

triliun atau meningkat 17,90% dibandingkan posisi pada

akhir periode sebelumnya sebesar Rp 372,97 triliun.

Secara rata-rata harian, jumlah UYD sepanjang tahun

2012 mencapai Rp370,61 triliun, naik 15,68% dibanding

tahun sebelumnya. Meskipun meningkat cukup tinggi,

Tabel 7.1Rata-rata UYD dan Posisi UYD

Periode

UYD Rata-rata (Triliun) 318,58 372,97 439,72

Pertumbuhan (yoy) 14,17% 17,08% 17,90%

Posisi UYD Akhir Th. (Triliun) 273,96 320,37 370,61

Pertumbuhan (yoy) 12,10% 16,94% 15,68%

2010 2011 2012

pertumbuhan rata-rata UYD tersebut masih lebih rendah

dibanding tahun sebelumnya sebesar 16,94% (Tabel 7.1).

Namun demikian, laju pertumbuhan rata-rata UYD pada

tahun 2012 tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan

dengan pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah

tangga. Pada tahun 2012, pertumbuhan pengeluaran

konsumsi rumah tangga sebesar 10,58% atau lebih rendah

dibanding pertumbuhan rata-rata UYD sebesar 15,68%.

Dengan perkembangan tersebut, rasio UYD terhadap

konsumsi rumah tangga meningkat dari sebesar 31,97%

pada tahun 2011 menjadi sebesar 33,64%. Perkembangan

rasio UYD serta laju pertumbuhan UYD yang cukup tinggi

selama tahun 2012 mengindikasikan peranan penting

uang kartal sebagai alat pembayaran di masyarakat (Grafik

7.2).

Ditengah pertumbuhan UYD yang cukup tinggi selama

tahun 2012, dinamika perkembangan UYD tidak dapat

dilepaskan dari pola musimannya. Sebagaimana tahun-

��� ��� �������

��������� ������������������

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ������ ���� ����

��

��

��

��

��

��

�������

��������������������������

����������������������������

������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ���� ����

��

��

��

��

��

��

��

Page 81: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

69Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Grafik 7.3Perkembangan Posisi UYD

tahun sebelumnya, pola musiman tersebut ditandai

dengan kenaikan jumlah UYD secara signifikan pada

periode Hari Raya Keagamaan yaitu Ramadhan dan Idul

Fitri, Natal dan akhir tahun maupun Hari Raya Imlek; serta

periode liburan sekolah dan tahun ajaran baru.

Pada tahun 2012, pengaruh pola musiman terhadap

jumlah UYD tercermin dari posisi UYD pada pekan terakhir

menjelang Hari Raya Idul Fitri maupun posisi UYD pada

akhir bulan Desember 2012 bersamaan dengan Natal

dan akhir tahun, yang masing-masing tercatat sebesar

Rp442,59 triliun dan Rp439,72 triliun. Posisi UYD pada

pekan terakhir menjelang Hari Raya Idul Fitri tersebut

(tanggal 16 Agustus 2012) merupakan posisi UYD tertinggi

sepanjang tahun 2012. Sedangkan posisi UYD terendah

terjadi pada tanggal 24 Maret 2012 sebesar Rp329,03

triliun (Grafik 7.3).

Pengaruh pola musiman tersebut juga tercermin dari

tingginya rata-rata UYD selama bulan Agustus dan

Desember 2012 atau selama periode Ramadhan dan Idul

Fitri serta periode Natal dan akhir tahun.Rata-rata UYD

bulananpada periode tersebut masing-masing mencapai

sebesar Rp420,85 triliun dan Rp411,15 triliun (Grafik 7.4).

Pola musiman juga mempengaruhi perkembangan

pangsa UYD di perbankan. Antisipasi perbankan terhadap

peningkatan kebutuhan uang kartal nasabahnya selama

Grafik 7.4Perkembangan Rata-rata UYD Bulanan

periode Ramadhan dan Idul Fitri, maupun selama

periode Natal dan akhir tahun 2012 berdampak pada

meningkatnya pangsa UYD perbankan pada periode

tersebut.

Pangsa UYD perbankan pada bulan Agustus dan

September 2012 atau selama periode Ramadhan dan

Idul Fitri masing-masing tercatat sebesar 17,98% dan

16,19%. Sementara pangsa UYD di perbankan pada bulan

Desember 2012 bersamaan dengan Natal dan akhir tahun

2012 mencapai 15,71%, lebih tinggi dibanding pangsa

bulan Oktober dan November 2012 yang mencapai

14,65% dan 15,34%.

Sepanjang tahun 2012, rata-rata pangsa UYD di

perbankan mencapai 15,50%, sedikit lebih rendah

dibanding tahun sebelumnya dengan pangsa sebesar

15,76%. Tren penurunan pangsa UYD di perbankan

ini masih merupakan kelanjutan dari tren penurunan

tahun sebelumnya, sebagai dampak dari penerapan

penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan

uang rupiah oleh bank umum di Bank Indonesia yang

mulai diberlakukan pada bulan April 2011. Pasca

penerapan ketentuan tersebut, pangsa rata-rata UYD

di perbankan turun ke kisaran 15,00%. Sementara

sebelumnya,rata-rata pangsa UYD perbankan berada di

atas kisaran 16,00% (Grafik 7.5).

����������

���� ���� ����

���

���

���

���

��������

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����

����

����

����

���

���

���

���

���

���

�����������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ����

Page 82: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

70 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Januari 81,40% 18,60% 81,94% 18,75% 83,75% 16,25%Februari 83,14% 16,86% 83,08% 16,92% 84,96% 15,04%Maret 83,30% 16,70% 84,50% 15,50% 85,20% 14,80%April 83,90% 16,10% 84,93% 15,07% 85,27% 14,73%Mei 84,52% 15,48% 85,23% 14,77% 85,06% 14,94%Juni 84,83% 15,17% 85,50% 14,50% 85,48% 14,52%Juli 83,98% 16,02% 84,88% 15,12% 84,39% 15,61%Ags 83,58% 16,42% 83,92% 16,08% 82,02% 17,98%Sep 80,09% 19,91% 81,55% 18,45% 83,81% 16,19% Okt 83,00% 17,00% 85,04% 14,96% 85,35% 14,65%Nov 84,43% 15,57% 85,16% 14,84% 84,66% 15,34%Des 84,18% 15,82% 84,94% 15,06% 84,29% 15,71%Tahunan 83,37% 16,63% 84,24% 15,76% 84,50% 15,50%

Penurunan pangsa UYD di perbankan yang terjadi selama

tahun 2012 diikuti dengan peningkatan pangsa UYD

di masyarakat. Pangsa UYD di masyarakat mengalami

peningkatan dari sebesar 84,24% pada tahun 2011

menjadi sebesar 84,50% (Tabel 7.2).

Secara nominal, rata-rata UYD di perbankan dan

masyarakat mengalami peningkatan sejalan dengan

kenaikan jumlah UYD secara keseluruhan. Rata-rata UYD

di perbankan dan masyarakat selama tahun 2012 masing-

masing tercatat sebesar Rp57,46 triliun dan Rp313,15

triliun, meningkat dari UYD pada tahun sebelumnya yakni

di perbankan sebesar Rp50,51 triliun dan di masyarakat

sebesar Rp269,87 triliun.

Berdasarkan nilai nominal, komposisi UYD per pecahan

didominasi oleh uang rupiah pecahan besar (UPB) atau

pecahan Rp20.000 ke atas. Sementara berdasarkan

jumlah bilyet/keping, sebagian besar UYD merupakan

uang rupiah pecahan kecil (UPK) atau pecahan Rp10.000

ke bawah.

Pangsa UPB pada tahun 2012 mencapai 93,19% dari

total UYD dengan komposisi pangsa pecahan Rp100.000,

Rp50.000, dan Rp20.000 masing-masing sebesar 60,65%;

30,11%; dan 2,43% (Grafik 7.6).

Peningkatan UYD dan pangsa UYD yang didominasi oleh

UPB ini sejalan dengan meningkatnya nilai transaksi

kartu ATM dan kartu ATM/Debet yang pada tahun 2012

tumbuh sebesar 23,32%, yakni dari Rp2,48 ribu triliun

pada tahun 2011 menjadi Rp3,05 ribu triliun pada tahun

2012. Penggunaan kartu ATM dan kartu ATM/Debet masih

didominasi untuk transaksi tarik tunai, dibandingkan

untuk transaksi pembelanjaan dan transfer.

Sementara itu, berdasarkan jumlah lembar/keping, pangsa

UPB pada tahun 2012 mencapai 21,35% dari jumlah

lembar/keping UYD. Pangsa lembar/keping pecahan

Rp100.000, Rp50.000 dan Rp20.000 masing-masing

tercatatsebesar 9,74%, 9,67% dan 1,95% (Grafik 7.7).

Disisi lain, perkembangan komposisi UYD per pecahan

selama beberapa tahun terakhir memperlihatkan

Grafik 7.5Perkembangan Pangsa UYD di Perbankan

Grafik 7.6Pangsa UYD Berdasarkan Nominal

Tabel 7.2.Pangsa UYD di Bank dan Masyarakat

Periode 2010 2011 2012

Masy Masy MasyBank Bank Bank

���� ���� ����

��

��

��

��

��

��

����� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������

������

����������

������

������

����������

������

������

����������

����������� ������ ������ �������

���

��

��

��

��

���� ���� ����

Page 83: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

71Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Grafik 7.7Pangsa UYD Berdasarkan Bilyet/Keping

kecenderungan peningkatan pangsa UYD pecahan

Rp100.000 secara nominal. Peningkatan ini diikuti dengan

penurunan pangsa pecahan Rp50.000, sedangkan

pangsa pecahan lainnya relatif tidak berubah. Hal

ini mengindikasikan semakin tingginya kebutuhan

masyarakat dan perbankan terhadap uang rupiah pecahan

terbesar dalam aktivitas transaksinya.

Secara keseluruhan, pangsa uang rupiah kertas (UK) dan

uang rupiah logam (UL) yang diedarkan pada tahun 2012

relatif tidak mengalami perubahan. Pangsa UK pada

akhir tahun 2012 mencapai 99,00% dari total UYD, tidak

berubah dari pangsa tahun sebelumnya.

7.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal melalui Bank Indonesia

Sejalan dengan peningkatan jumlah UYD, aliran uang

kartal melalui Bank Indonesia, baik aliran uang kartal yang

keluar ke perbankan dan masyarakat (outflow), maupun

aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)

juga mengalami peningkatan. Kenaikan tersebut diikuti

dengan pola fluktuasi yang relatif sama dengan pola tahun

sebelumnya yang juga mencerminkan pola musimannya.

Pada tahun 2012, jumlah outflow meningkat 23,57%

dari tahun sebelumnya, yakni dari Rp347,62 triliun

menjadi Rp429,55 triliun. Sementara jumlah inflow

mecapai Rp366,26 triliun, naik 24,82% dibanding tahun

sebelumnya yang mencapai Rp293,42 triliun.

Meskipun naik cukup tinggi, pertumbuhan jumlah aliran

uang kartal melalui Bank Indonesia selama tahun 2012

masih lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun

sebelumnya. Pada tahun 2011, outflow dan inflow masing-

masing tumbuh sebesar 40,55% dan 39,06%, atau tercatat

sebagai pertumbuhan tertinggi selama 10 tahun terakhir.

Perkembangan ini tidak terlepas dari kebijakan Bank

Indonesia untuk terus mendorong perbankan melakukan

optimalisasi Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB)

dalam memenuhi kebutuhan likuiditas mereka.

Berdasarkan penggunaannya, sebagian besar uang

kartal yang keluar dari Bank Indonesia ditujukan untuk

memenuhi penarikan perbankan. Pangsa penarikan bank

selama tahun 2012 mencapai 95,2% dari total outflow,

sedikit lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar

94,9%. Sementara itu, uang kartal yang keluar dari Bank

Indonesia juga digunakan untuk memenuhi kegiatan

layanan kas lainnya seperti pembayaran non-bank,

penukaran uang, kas keliling, dan kas titipan.

Di tengah peningkatan jumlah outflow dan inflow,

pemenuhan kebutuhan uang kartal masyarakat selama

tahun 2012 tidak mengalami hambatan yang berarti.

Melalui berbagai kebijakan yang dijalankan, Bank

Indonesia dapat memenuhi kebutuhan uang kartal

masyarakat termasuk pada saat terjadinya peningkatan

kebutuhan uang kartal secara signifikan seperti pada

periode Hari Raya Keagamaan dan akhir tahun.

Sepanjang tahun 2012, jumlah outflow menunjukkan pola

yang meningkat setiap triwulannya.Pada tahun 2012,

jumlah outflow tertinggi terjadi pada triwulan IV dan III

dengan jumlah masing-masing sebesar Rp133,57 triliun

dan Rp125,05 triliun. Secara musiman, tingginya jumlah

outflow uang kartal pada periode tersebut sebagian

besar dipengaruhi oleh kenaikan kebutuhan uang kartal

masyarakat untuk keperluan transaksi pada periode

Ramadhan dan Idul Fitri yang terjadi pada akhir bulan

Agustus, serta untuk kebutuhan Natal dan akhir tahun

(Grafik 7.8).

����������� ������ ������ �������

���� ���� ����

���������������

������

�����

�����������

������

�����

����������

������

���

��

��

��

��

Page 84: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

72 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Berdasarkan pecahan, pangsa outflow UPB sedikit

meningkat dari 95,02% pada tahun 2011 menjadi

sebesar 95,51%. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,

pangsa nominal pecahan Rp100.000 terus mengalami

peningkatan, sedangkan pecahan lainnya menunjukkan

kecenderungan menurun. Pangsa pecahan Rp100.000

pada tahun 2012 mencapai 57,80% dari total outflow,

lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 51,08%

(Grafik 7.9). Hal ini mengindikasikan tingginya kebutuhan

akan ketersediaan uang rupiah pecahan terbesar dalam

aktivitas transaksi masyarakat.

Berdasarkan sebaran wilayah, pangsa outflow terbesar

pada tahun 2012 terjadi di wilayah kerja Kantor Pusat

Bank Indonesia (KPBI) yang meliputi Jakarta dan

BODETABEK sebesar 31,77%. Kemudian diikuti oleh

wilayah kerja Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPw DN)

Bank Indonesia yang berada di Pulau Jawa (Jawa Non-KP)

dengan pangsa sebesar 25,93% dari total outflow (Grafik

7.10).

Dinamika perkembangan jumlah inflow pada tahun 2012

tetap memperlihatkan pola yang sama dengan pola dua

tahun sebelumnya, dimana jumlah inflow turun pada

Grafik 7.8Perkembangan Jumlah Outflow

Grafik 7.9Pangsa Outflow Berdasarkan Pecahan

Grafik 7.10 Pangsa Outflow Berdasarkan Sebaran Wilayah

Grafik 7.11 Perkembangan Jumlah Inflow

���� ���� ����

���

���

��

��

��

������ ����� ����� ������

�����������

��

���

���

���

���

����

������ ����� ����� ������

������ ������������

������ ������������

����� ����� ���������� ����� �����

���� ���� ����

�������� ���������� ��������

������� ����������� ����

������ ������ ������

������������

�����������

����������

������������ ������

����� ����� �����

������ ������ ������

���� ���� ������

���

���

���

���

����

�����������

����� ����� ����� �����

���� ���� ����

��

��

��

���

���

Page 85: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

73Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Indonesia di Pulau Jawa serta di wilayah kerja KPBI yang

meliputi Jakarta dan BODETABEK. Sebaran inflow di kedua

wilayah tersebut mencapai 43,82% dan 20,93% dari total

inflow (Grafik 7.13).

Perkembangan aliran uang kartal melalui Bank Indonesia

sepanjang tahun 2012 ditandai dengan jumlah outflow

yang lebih tinggi dibandingkan dengan inflow. Hal ini

menyebabkan aliran uang kartal melalui Bank Indonesia

mengalami net outflow sebesar Rp63,29 triliun atau

meningkat 16,80% dibanding tahun 2011 dengan net

outflow uang kartal sebesar Rp54,19 triliun (Grafik 7.14).

triwulan II, meningkat pada triwulan III dan kembali turun

pada triwulan IV. Jumlah inflow tertinggi selama tahun

2012 terjadi pada triwulan III sebesar Rp115,58 triliun

yang dipengaruhi oleh pola musiman yaitu arus balik uang

kartal pasca Ramadhan dan Idul Fitri. Kelebihan likuiditas

perbankan pasca arus balik uang kartal dari masyarakat

ini mengakibatkan meningkatnya jumlah setoran uang

kartal dari perbankan ke Bank Indonesia dan mendorong

kenaikan jumlah inflow ke titik tertinggi sepanjang tahun

2012 (Grafik 7.11).

Tidak jauh berbeda dengan kondisi outflow, sebagian

besar inflow selama tahun 2012 merupakan UPB dengan

pangsa sebesar 95,59% dari total inflow, meningkat

dibanding tahun sebelumnya dengan pangsa sebesar

94,77%.

Sejalan dengan pola perkembangan outflow, pangsa

inflow pecahan Rp100.000 terus mengalami peningkatan

sedangkan pecahan lainnya menunjukkan kecenderungan

menurun. Pangsa pecahan Rp100.000 mencapai 52,04%

dari total inflow tahun 2012, lebih tinggi dibanding tahun

sebelumnya sebesar 47,25%. Adapun pangsa pecahan

Rp50.000, Rp20.000 dan Rp10.000 ke bawah turun dari

tahun sebelumnya dengan pangsa masing-masing sebesar

41,25%, 2,30% dan 4,41% (Grafik 7.12).

Berdasarkan sebaran wilayah, pangsa inflow terbesar

pada tahun 2012 terjadi di wilayah kerja KPw DN Bank

Grafik 7.12 Perkembangan Inflow Berdasarkan Pecahan

Grafik 7.13 Perkembangan Inflow Berdasarkan Sebaran Wilayah

Grafik 7.14 Perkembangan Jumlah Inflow, Outflow, dan NetFlow

��

���

���

���

���

����

������ ����� ����� ������

���� ���� ����

������ ������ ������

������ ������������

����� ����� ���������� ����� �����

���� ���� ����

��

���

���

���

���

����

������ ������ ������

������ ������ ������

����� ����� �����

������ ������ ������

����� ����� ���������� ����� �����

�������� ���������� ��������

������� ����������� ����

���� ���� ��������

���

���

���

���

���

������ ������� �������

Page 86: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

74 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Kondisi net outflow ini mencerminkan kebutuhan uang

kartal yang meningkat sepanjang tahun 2012 seiring

dengan tumbuhnya kegiatan ekonomi masyarakat.

Secara triwulanan, pada tahun 2012, posisi net outflow

terjadi pada triwulan II sampai dengan triwulan IV. Net

outflow tertinggi terjadi pada triwulan IV yang mencapai

Rp54,95 triliun. Hal ini disebabkan pertumbuhan jumlah

outflow sebesar 6,81% diikuti dengan penurunan jumlah

inflow secara signifikan sebesar 31,97%. Kondisi ini

berlangsung seiring dengan periode Natal dan akhir tahun

2012 (Grafik 7.15).

Sementara itu, pola sebaran netflow uang kartal secara

regional relatif tidak mengalami perubahan dibanding

tahun sebelumnya. Pola net outflow uang kartal yang

terjadi secara nasional diikuti oleh pola net outflow

regional yang cenderung sama dengan tahun 2011.

Pada tahun 2012, pola net outflow masih terjadi di

wilayah kerja KPBI yang meliputi Jakarta dan BODETABEK

serta wilayah kerja KPw DN Bank Indonesia di luar Pulau

Jawa. Sebaliknya, pola net inflow terjadi di wilayah kerja

KPw DN yang ada di Pulau Jawa dengan kecenderungan

jumlah net inflow yang meningkat dari Rp40,41 triliun

pada tahun 2011 menjadi Rp49,12 triliun (Tabel 7.3).

Fenomena pola netflow yang terjadi sepanjang tahun

2012 mencerminkan masih tingginya preferensi

masyarakat di luar wilayah Jawa dan JABODETABEK untuk

menarik uang kartal, yang kemudian mengalir masuk ke

berbagai wilayah di Pulau Jawa. Pola netflow tersebut

juga mengindikasikan masih berpusatnya sumber daya

ekonomi di wilayah Jawa meskipun sentra-sentra ekonomi

daerah di luar pulau Jawa mulai berkembang.

7.3. Perkembangan Posisi Kas Bank Indonesia

Ditengah kebutuhan uang kartal yang meningkat, posisi

kas Bank Indonesia pada tahun 2012 tetap terjaga pada

posisi yang aman. Hal ini diwujudkan melalui berbagai

kebijakan yang diterapkan secara berkesinambungan oleh

Bank Indonesia.

Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah kebijakan

untuk mengedarkan kembali uang rupiah layak edar (ULE)

yang berasal dari setoran perbankan melalui mekanisme

dropshot baik dalam satu wilayah maupun antar wilayah.

Penerapan mekanisme dropshot tersebut terutama

dimaksudkan untuk menciptakan kondisi uang rupiah

yang berkualitas dan layak edar serta merata di seluruh

wilayah NKRI.

Kebijakan lain yang ditempuh adalah penerapan kebijakan

sortasi uang rupiah kertas dan logam serta dibangunnya

kerjasama intensif dengan Perum Peruri untuk

meningkatkan pasokan hasil cetak sempurna (HCS) uang

rupiah. Penerapan kebijakan tersebut telah membantu

Bank Indonesia menjaga posisi kas selama tahun 2012

dalam level yang aman. Berdasarkan nilai nominalnya,

sebesar 89,88% dari posisi kas Bank Indonesia merupakan Grafik 7.15

Perkembangan Jumlah NetFlow

Tabel 7.3 Jumlah NetfFow Uang KartalBerdasarkan Wilayah (Triliun Rp)

Wilayah

Jabodetabek (17,12) (38,65) (59,80)

Jawa Non KP 34,04 40,41 49,12

Bali + Nustra (4,29) (6,10) (4,81)

Sumatera (24,56) (22,19) (19,32)

Kalimantan (14,56) (16,26) (15,87)

Sulampua (9,83) (11,39) (12,61)

Total (36,31) (54,19) (63,29)

2010 2011 2012

�����������

���� ���� ����

����

����

����

��

��

����� ����� ����� �����

Page 87: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

75Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

UPB (Grafik 7.16). Adapun rasio posisi kas Bank Indonesia

mencapai ± dua bulan rata-rata outflow.

7.4 Perkembangan Pemusnahan Uang Rupiah

Mengemban misi untuk memenuhi kebutuhan uang

kartal masyarakat melalui ketersediaan uang rupiah yang

berkualitas baik dan dalam kondisi yang layak edar, Bank

Indonesia terus meningkatkan upaya untuk menjaga

dan meningkatkan kualitas uang rupiah yang beredar di

masyarakat.

Salah satu kebijakan yang ditempuh untuk menjaga

kualitas uang rupiah dilakukan melalui kegiatan

pemusnahan uang rupiah tidak layak edar (UTLE) yang

masuk kembali ke Bank Indonesia dari peredaran di

masyarakat, maupun uang rupiah yang sudah dicabut dan

ditarik dari peredaran. Kegiatan pemusnahan dilakukan

secara rutin baik di KPBI maupun di KPw DN Bank

Indonesia.

Pelaksanaan pemusnahan uang rupiah kertas tidak layak

edar dan uang rupiah kertas yang telah dicabut dan

ditarik dari peredaran dilakukan dengan menggunakan

Mesin Racik Uang Kertas (MRUK) atau secara otomasi

dengan menggunakan Mesin Sortasi Uang Kertas (MSUK).

Sedangkan pemusnahan uang rupiah logam tidak layak

edar dan uang rupiah logam yang telah dicabut dan

ditarik dari peredaran dilakukan melalui proses peleburan.

Adapun penetapan UTLE dilakukan melalui setting mesin

sortasi uang dengan menetapkan soil level (tingkat

kelusuhan) tertentu ataupun secara manual melalui

penetapan standarisasi visual uang rupiah layak edar.

Memenuhi amanat UU Mata Uang, Bank Indonesia

berkewajiban untuk menyampaikan informasi mengenai

uang rupiah yang dimusnahkan kepada Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Informasi yang disampaikan meliputi jenis pecahan,

jumlah lembar/keping dan nilai nominal uang rupiah yang

dimusnahkanselama periode satu tahun. Selanjutnya,

informasi mengenai pemusnahan uang rupiah tersebut

akan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia (LNRI).

Selama periode 1 Januari s.d 31 Desember 2012, Bank

Indonesia telah melakukan pemusnahan sebanyak 3,82

miliar lembar uang rupiah kertas tidak layak edar. Jumlah

ini setara dengan nilai nominal sebesar Rp47,57 triliun.

Sementara itu, dalam tahun 2012 tidak terdapat kegiatan

peleburan untuk memusnahkan uang rupiah logam. Hal

ini mengingat kualitas uang rupiah logam yang masuk

kembali ke Bank Indonesia sepanjang tahun 2012 secara

umum masih dalam kondisi yang layak edar sehingga

selain dapat diedarkan kembali ke masyarakat, dan jumlah

uang logam apkir belum memadai untuk dilebur.

Jumlah lembar uang rupiah kertas yang dimusnahkan

selama tahun 2012 mengalami penurunan sebesar

34,52% dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 5,83

miliar lembar. Secara triwulanan, jumlah lembar uang

rupiah kertas yang dimusnahkan cenderung tinggi pada

triwulan I dan triwulan IV. Hal ini seiring dengan tingginya

arus balik uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia

pasca berakhirnya Natal dan akhir tahun 2011 maupun

pasca Hari Raya Idul Fitri 2012 (Grafik 7.17).

Rasio pemusnahan uang rupiah mencapai sebesar

12,99% dari jumlah aliran uang rupiah kertas yang masuk

ke Bank Indonesia sepanjang tahun 2012. Rasio tersebut

lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai

55,14%.

Grafik 7.16 Pangsa Posisi Kas Bank IndonesiaBerdasarkan Pecahan

���������� ������ ������ �������

���� ���� ����

������

������������

������

������ ������

������������

�����������

������������

��

���

���

���

���

����

Page 88: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

76 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Berdasarkan wilayah kerjanya, pemusnahan uang rupiah

tidak layak edar (UTLE) terbesar dilakukan oleh KPw DN di

wilayah Jawa (Non-KPBI), Sumatera dan KPBI. Sepanjang

tahun 2012, KPw DN di wilayah Jawa telah melaksanakan

pemusnahan 1,64 miliar lembar UTLE dalam berbagai

pecahan senilai Rp22,12 triliun atau merupakan 46,50%

dari total nominal pemusnahan tahun 2012. Sementara

itu, KPw DN di wilayah Sumatera dan KPBI masing-masing

melakukan pemusnahan 797,12 juta lembar dan 782,60

juta lembar UTLE senilai Rp11,05 triliun (23,23%) dan

Rp5,90 triliun (12,41%). Tingginya jumlah pemusnahan

di wilayah tersebut sejalan dengan upaya Bank Indonesia

untuk selalu menjaga kualitas uang rupiah yang beredar

di masyarakat terutama di wilayah-wilayah dengan nilai

inflow yang tinggi (Tabel 7.4).

Berdasarkan nominalnya, sebagian besar uang rupiah

kertas yang dimusnahkan merupakan UPB Rp50.000 dan

Rp100.000. Nilai nominal pemusnahan masing-masing

UPB tersebut mencapai Rp16,75 triliun dan Rp13,04

triliun atau merupakan 35.21% dan 27,41% dari total

nominal pemusnahan tahun 2012.

Sementara itu, selama tahun 2012, tercatat sebanyak

2,53 miliar lembar UPK Rp5.000 ke bawah dan 593,07 juta

lembar pecahan Rp10.000 yang dimusnahkan. Jumlah ini

merupakan 66,38% dan 15,54% dari total lembar uang

rupiah kertas tidak layak edar yang dimusnahkan (Tabel

7.5).

Di sisi lain, rasio pemusnahan uang rupiah kertas

terhadap jumlah inflow uang rupiah kertas terus

mengalami penurunan. Kondisi ini berlangsung ditengah

kecenderungan peningkatan jumlah inflow ke Bank

Indonesia. Setelah turun dari 65,19% pada tahun 2010

menjadi 55,16% pada tahun 2011, rasio pemusnahan

terhadap inflow uang rupiah kertas tahun 2012 tercatat

sebesar 12,99%.

UPK memiliki rasio pemusnahan yang lebih tinggi

dibanding dengan UPB. Rasio pemusnahan UPK kertas

pecahan Rp5.000 ke bawah dan pecahan Rp10.000

masing-masing tercatat sebesar 87,97%, dan 76,85%

Grafik 7.17 Perkembangan Jumlah BilyetUang Kertas yang Dimusnahkan

Tabel 7.4 Pangsa Jumlah Uang Rupiah Kertasyang Dimusnahkan Berdasarkan Wilayah

Kantor Pusat BI 23,83% 19,80% 12,41%Jawa Non Kantor Pusat 47,44% 46,35% 46,50%Bali + Nustra 2,67% 4,06% 5,77%Sumatera 17,41% 19,78% 23,23%Kalimantan 3,42% 3,45% 4,97%Sulampua 5,23% 6,56% 7,13% 100,00% 100,00% 100,00%

2010 2011 2012

Tabel 7.5 Pangsa Uang Rupiah Kertas yangDimusnahkan Berdasarkan Denominasi

PecahanBerdasarkan Nominal Berdasarkan Jumlah Lembar

2010 2011 2012 2010 2011 2012

100,000 36.55% 39,55% 27,41% 10,61% 12,30% 3,42%50,000 51.55% 47,65% 35,21% 29,65% 29,65% 8,77%20,000 5.05% 4,49% 9,46% 7,33% 6,98% 5,89%10,000 3.27% 3,99% 12,47% 9,51% 12,42% 15,54%<=5000 4.07% 4,33% 15,45% 42,91% 38,64% 66,38% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Tabel 7.6 Rasio Pemusnahan Uang Rupiah terhadapInflow Berdasarkan Denominasi

Pecahan

100,000 55.58% 46.15% 6.84%

50,000 69.05% 58.74% 11.08%

20,000 92.11% 88.65% 53.51%

10,000 89.03% 90.94% 76.85%

< 5,000 89,61% 86.06% 87.97%

Jumlah 65.19% 55.16% 12.99%

2010 2011 2012

����� ����� ����� �����

�������������

���� ���� ����

��

�����

�����

�����

�����

Page 89: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

77Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

dari jumlah inflow uang kertas pecahan tersebut selama

tahun 2012. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebagian

besar uang rupiah kertas pecahan Rp5.000 ke bawah dan

pecahan Rp10.000 yang masuk kembali ke Bank Indonesia

berada dalam kondisi tidak layak edar, yang menunjukkan

tingginya perputaran uang rupiah pecahan kecil di

masyarakat (Tabel 7.6).

7.5. Perkembangan Temuan Uang Rupiah Palsu

Perkembangan temuan uang rupiah palsu yang dilaporkan

oleh perbankan dan Kepolisian RI selama tahun 2012

tercatat lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.

Hal ini tercermin dari penurunan rasio temuan uang

rupiah palsu dari sebanyak 10 lembar pada tahun 2011

menjadi sebanyak 8 lembar temuan uang rupiah palsu

per satu juta lembar uang rupiah kertas yang diedarkan.

Selama tahun 2012, jumlah temuan uang rupiah palsu

dari perbankan dan Kepolisian RI lebih rendah 21,42%

dibanding tahun sebelumnya.

Berdasarkan komposisi per pecahan, temuan uang

rupiah palsu didominasi oleh uang rupiah kertas pecahan

Rp100.000 (57,40%) dan Rp50.000 (37,26%). Adapun

berdasarkan wilayah temuannya, temuan uang rupiah

palsu terbanyak selama tahun 2012 dilaporkan oleh

perbankan dan Kepolisian di wilayah DKI Jakarta &

Banten, dan wilayah Jawa Barat, masing-masing sebesar

25,69% dan 24,00% dari total temuan uang rupiah palsu.

Page 90: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

78 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 7 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 91: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

79Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Dalam upaya menjaga ketersediaan uang kartal sebagai alat pembayaran tunai di masyarakat, kebijakan Bank Indonesia di sepanjang tahun 2012 diarahkan untuk memenuhi misinya di bidang pengelolaan uang yaitu memenuhi kebutuhan uang rupiah dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar.

Kebijakan tersebut ditempuh dengan mencermati perkembangan beberapa indikator ekonomi makro yang berimplikasi langsung terhadap kebutuhan uang kartal masyarakat dan isu-isu strategis yang berkembang dalam aktivitas pengelolaan uang rupiah.

Dari sisi makroekonomi, kinerja ekonomi yang baik

selama tahun 2012 berdampak pada meningkatnya

kebutuhan akan ketersediaan alat pembayaran, termasuk

alat pembayaran tunai untuk mendukung kelancaran

peningkatan aktivitas ekonomi domestik masyarakat.

Sementara itu, perkembangan berbagai isu strategis

dalam aktivitas pengelolaan uang rupiah menjadi

tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia yang

memerlukan respon kebijakan yang tepat. Masih

kentalnya budaya masyarakat untuk memegang fisik uang

dan melakukan transaksi pembayarannya secara tunai

maupun belum meratanya ketersediaan uang rupiah layak

edar di seluruh wilayah NKRI merupakan beberapa isu

strategis dalam kegiatan pengelolaan uang rupiah yang

berkembang di tahun 2012. Disamping itu, isu mengenai

upaya untuk meningkatkan peran pihak-pihak di luar

bank sentral dalam kegiatan pengelolaan uang rupiah

juga menjadi isu strategis yang mendasari pengambilan

berbagai kebijakan di bidang pengelolaan uang rupiah

pada tahun 2012.

Demikian pula dengan diberlakukannya UU Nomor 7

Tahun 2011 tentang Mata Uang pada tanggal 28 Juni

2011 juga menjadi faktor penting yang mendasari

pengambilan kebijakan Bank Indonesia di bidang

pengelolaan uang sepanjang tahun 2012. Diberlakukannya

UU Mata Uang tersebut berimplikasi luas pada kegiatan

pengelolaan uang rupiah yang dilakukan Bank Indonesia,

baik kegiatan perencanaan, pencetakan, pengeluaran,

pengedaran, pencabutan dan penarikan maupun kegiatan

pemusnahan uang rupiah. Penambahan fungsi baru pada

kegiatan perencanaan, pencetakan dan pemusnahan uang

rupiah menuntut adanya penyesuaian mekanisme dan

alur kerja yang mengakomodir koordinasi Bank Indonesia

dengan Pemerintah yang diamanatkan oleh UU Mata

Uang. Disamping itu, berlakunya UU Mata Uang juga

berdampak pada penguatan fungsi Bank Indonesia dalam

penanggulangan peredaran uang rupiah palsu bersama

dengan BOTASUPAL1.

1 Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (BOTASUPAL) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden dan mempunyai fungsi sebagai koordinator pemberantasan uang rupiah palsu. Fungsi koordinator pemberantasan uang rupiah palsu adalah memadukan kegiatan dan operasi pemberantasan uang rupiah palsu yang dilakukan oleh lembaga/instansi terkait sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing lembaga/instansi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kebijakan PengelolaanUang Rupiah Tahun 2012

Bab 8

Page 92: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

80 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Memperhatikan perkembangan ekonomi makro, berbagai

isu startegis dan implementasi UU Mata Uang, kebijakan

pengelolaan uang rupiah tahun 2012 dijalankan dengan

mengacu pada tiga pilar kebijakan yaitu i) Tersedianya

Uang Rupiah yang Berkualitas; ii) Distribusi dan

Pengolahan Uang Rupiah yang Aman dan Terpercaya; dan

iii) Layanan Kas Prima. Berbagai kebijakan yang diambil

selama tahun 2012 tersebut selain dimaksudkan untuk

memenuhi misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan

uang, juga berkontribusi meningkatkan efisiensi

manajemen kas perbankan maupun cash processing di

Bank Indonesia.

8.1 Tersedianya Uang Rupiah yang Berkualitas

Kebutuhan uang kartal masyarakat yang meningkat

perlu didukung dengan ketersediaan uang rupiah yang

berkualitas, memadai dalam jumlah nominal maupun

jenis pecahan serta tersedia secara merata di seluruh

wilayah NKRI. Bank Indonesia selalu berkomitmen

untuk menjamin ketersediaan uang rupiah berkualitas

yang dipercaya dan diterima oleh masyarakat melalui

penerapan dan penguatan berbagai strategi kebijakan di

bidang pengelolaan uang rupiah.

Selama tahun 2012, strategi kebijakan yang ditempuh

Bank Indonesia untuk menjamin tersedianya uang rupiah

yang berkualitas meliputi:

1. Melakukan Perencanaan Kebutuhan Uang dan

Perencanaan Pencetakan Uang Rupiah tahun 2012

yang dikoordinasikan dengan Pemerintah;

2. Melakukan Pengadaan Bahan Baku dan Pencetakan

Uang Rupiah tahun 2012;

3. Memperkuat Manajemen Pengadaan Uang Rupiah

tahun 2013 melalui Penyusunan Estimasi Kebutuhan

Uang (EKU) dan Rencana Cetak Uang (RCU) 2013;

4. Melakukan Pemantauan Kualitas Uang Rupiah dan

Pemantauan Pengolahan Uang Rupiah Layak Edar

(ULE) yang dilakukan oleh Perbankan dan Perusahaan

Cash in Transit (CIT);

5. Meningkatkan Upaya Penanggulangan Peredaran Uang

Rupiah Palsu.

Melakukan Perencanaan Kebutuhan Uang serta Perencanaan Pencetakan Uang Rupiah Tahun 2012 yang Dikoordinasikan dengan Pemerintah

Terus tumbuhnya jumlah UYD mengindikasikan kebutuhan

uang kartal yang masih cukup tinggi dalam aktivitas

transaksi ekonomi masyarakat. Memenuhi peningkatan

kebutuhan uang kartal ini sekaligus untuk mengganti

uang rupiah tidak layak edar yang ada di masyarakat

serta mempertimbangkan kecukupan persediaan kas

Bank Indonesia, setiap tahun Bank Indonesia melakukan

penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang(EKU). EKU

merupakan proyeksi perhitungan tambahan kebutuhan

uang rupiah pada periode tertentu yang digunakan

sebagai acuan dalam menentukan besarnya jumlah

pengadaan bahan baku uang dan jumlah uang rupiah yang

akan dicetak. Disamping itu, EKU juga menjadi pedoman

operasional dalam melaksanakan pengiriman uang rupiah

ke seluruh Kantor Perwakilan Dalam Bank Indonesia

Negeri (KPw DN).

Berlakunya UU Mata Uang mengamanatkan Bank

Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang

untuk melakukan pengeluaran, pengedaran, dan/atau

pencabutan dan penarikan uang rupiah. Sementara untuk

pelaksanaan kegiatan pengelolaan uang rupiah lainnya

yaitu perencanaan dan pencetakan serta pemusnahan

uang rupiah, dilakukan oleh Bank Indonesia yang

berkoordinasi dengan Pemerintah. Pelaksanaan koordinasi

tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Nota

Kesepahaman tentang Pelaksanaan Koordinasi dalam

Rangka Perencanaan dan Pencetakan, serta Pemusnahan

Uang Rupiah yang ditandatangani oleh Gubernur Bank

Indonesia dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI

selaku wakil dari Pemerintah pada tanggal 27 Juni 2012.

Perencanaan kebutuhan uang rupiah tahun 2012 yang dikoordinasikan dengan Pemerintah

Untuk menjamin ketersediaan uang rupiah layak

edar dalam jumlah yang cukup di masyarakat serta

memperhitungkan waktu yang diperlukan untuk proses

pengadaan bahan baku dan pencetakan uang rupiah,

penetapan EKU 2012 telah dilaksanakan pada triwulan

Page 93: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

81Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

III 2011. Sesuai dengan EKU ini, estimasi kebutuhan uang

rupiah ditetapkan sebesar Rp134,17 triliun untuk tahun

2012. Sebagai bentuk koordinasi antara Bank Indonesia

dengan Pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh UU

Mata Uang, informasi mengenai rencana kebutuhan uang

(EKU) 2012 tersebut telah disampaikan kepada Kemenkeu

RI selaku wakil Pemerintah.

Perencanaan pencetakan uang rupiah tahun 2012 yang dikoordinasikan dengan Pemerintah

Sebagai tindak lanjut penyusunan EKU 2012, Bank

Indonesia menetapkan rencana pengadaan bahan baku

uang dan rencana cetak uang rupiah (RCU) tahun 2012.

Sebelum ditetapkan, Bank Indonesia telah menyampaikan

informasi RCU 2012 tersebut kepada Pemerintah.

Informasi yang disampaikan kepada Pemerintah antara

lain mengenai rencana macam dan harga uang rupiah,

proyeksi jumlah uang rupiah yang akan dicetak, serta

jumlah uang rupiah yang dicabut dan ditarik dari

peredaran. Penyampaian informasi ini merupakan

perwujudan dari koordinasi yang diamanatkan oleh UU

Mata Uang yang salah satunya dilakukan dalam bentuk

pemberitahuan dan tukar menukar informasi.

Review kebutuhan uang rupiah tahun 2012

Dinamika kegiatan pengelolaan uang rupiah yang

dilakukan oleh Bank Indonesia selama tahun 2012

tidak terlepas dari pola musiman kebutuhan uang

kartal ataupun kebijakan fiskal dari sisi Pemerintah.

Peningkatan kebutuhan uang kartal masyarakat menjelang

periode Ramadhan dan Idul Fitri, Natal dan akhir tahun,

Imlek maupun liburan sekolah dan tahun ajaran baru

merupakan pola musiman yang turut mempengaruhi

dinamika kegiatan pengelolaan uang rupiah.

Sementara dari sisi fiskal, rencana Pemerintah untuk

menaikkan harga BBM bersubsidi pada awal April 2012

yang diikuti dengan rencana pemberian bantuan langsung

sementara masyarakat (BLSM) kepada masyarakat kecil,

turut pula mempengaruhi dinamika pengelolaan uang

rupiah. Dinamikaini dipengaruhi oleh kebijakan Bank

Indonesia untuk merespon kenaikan permintaan uang

kartal yang cukup tinggi di masyarakat sebagai dampak

rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.

Mengakomodasi perkembangan ini dan dalam rangka

menjamin ketersediaan uang kartal untuk menjaga

kelancaran transaksi ekonomi masyarakat, pada bulan

Februari 2012 Bank Indonesia melakukan kegiatan review

kebutuhan uang rupiah atau review EKU tahun 2012. Pada

kegiatan ini, Bank Indonesia secara khusus melakukan

penghitungan ulang kebutuhan uang kartal untuk periode

triwulan I 2012. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan

kesiapan Bank Indonesia dalam menjamin pemenuhan

peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat pra dan

pasca penerapan kenaikan harga BBM bersubsidi.

Melakukan Pengadaan Bahan Baku dan Pencetakan Uang Rupiah Tahun 2012

Di tengah terus tumbuhnya penggunaan uang kartal di

masyarakat, Bank Indonesia terus berupaya mewujudkan

komitmen untuk menyediakan uang rupiah berkualitas

yang dipercaya dan diterima oleh masyarakat. Komitmen

ini salah satunya diwujudkan melalui kegiatan pencetakan

uang rupiah baik uang kertas maupun uang logam.

Kegiatan pencetakan uang rupiah ini dilakukan

berdasarkan suatu rencana cetak tahunan yang mencakup

jumlah dan jenis pecahan uang serta jadwal penerimaan

hasil cetak dari Perum Peruri 2. Tambahan pasokan uang

rupiah yang diperoleh melalui kegiatan pencetakan

tersebut akan memperkuat kemampuan Bank Indonesia

dalam memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat yang

terus meningkat.

Pengadaan pencetakan uang rupiah tahun 2012

Bank Indonesia menyadari bahwa keberhasilan upaya

pemenuhan kebutuhan uang kartal masyarakat sangat

bergantung pada manajemen pengadaan uang rupiah

yang dilakukan selama ini. Menyikapi itu, pada tahun

2 Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 UU Mata Uang, pencetakan uang rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menunjuk badan usaha milik negara sebagai pelaksana pencetakan uang rupiah. Adapun yang dimaksud dengan badan usaha milik negara adalah badan usaha milik negara yang bergerak dalam bidang pencetakan uang rupiah yaitu Perum Peruri.

Page 94: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

82 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

2012 Bank Indonesia menempuh kebijakan penguatan

terhadap strategi manajemen pengadaan uang rupiah

yang telah ada sebelumnya. Penguatan strategi

tersebut tercermin dari upaya Bank Indonesia yang

secara intensif mengembangkan kerjasama pencetakan

uang rupiah dengan Perum Peruri maupun dengan

Kementerian BUMN yang membawahi Perum Peruri guna

meningkatkan efisiensi pengadaan uang rupiah.

Sejalan dengan upaya tersebut, pada triwulan I 2012,

Bank Indonesia dan Perum Peruri berhasil menyelesaikan

negosiasi pengadaan pencetakan uang rupiah dan

menyepakati Harga Cetak Uang Rupiah (HCU) 2012.

Kesepakatan HCU 2012 tersebut menjadi landasan bagi

penempatan pesanan cetak uang rupiah tahun 2012.

Adapun jumlah pesanan cetak uang rupiah berdasarkan

RCU 2012 adalah sebesar 4,75 miliar lembar/keping, yang

terdiri dari 3,88 miliar lembar uang rupiah kertas dan

872,66 juta keping uang rupiah logam dalam berbagai

pecahan.

Permintaan uang kartal yang meningkat selama tahun

2012 disikapi dengan upaya untuk meningkatkan

persediaan uang kartal Bank Indonesia. Untuk itu,

Bank Indonesia terus mendorong Perum Peruri untuk

meningkatkan kapasitas cetaknya. Upaya ini berhasil

meningkatkan pasokan cetak uang rupiah yang sampai

dengan akhir tahun 2012 mencatatkan realisasi

penerimaan cetak sebanyak 4,87 miliar lembar/keping.

Dari jumlah realisasi ini, terdapat sebanyak 3,96 miliar

lembar uang rupiah kertas dan uang rupiah logam

sebanyak 872,66 juta keping. Adapun realisasi pencetakan

uang rupiah tersebut mencapai 101,87% dari Rencana

Cetak Uang (RCU) 2012.

Berdasarkan denominasi, uang rupiah kertas yang paling

banyak dicetak selama tahun 2012 adalah pecahan

Rp50.000 dan Rp100.000, dengan pangsa sebesar 23,15%

dan 15,36% dari realisasi cetak. Sementara itu, pecahan

Rp500 mendominasi pencetakan uang rupiah logam

dengan pangsa sebesar 29,52%.

Pencapaian realisasi pencetakan uang rupiah ini

merupakan perwujudan komitmen Bank Indonesia untuk

senantiasa menjaga ketersediaan uang rupiah yang

berkualitas di masyarakat baik dalam jumlah nominal

maupun jenis pecahan. Pada akhir tahun 2012 telah

selesai pula kesepakatan HCU untuk pesanan cetak

tahun 2013. Hal ini juga merupakan refleksi keberhasilan

kebijakan penguatan strategi manajemen pengadaan uang

rupiah yang dilakukan sepanjang tahun 2012.

Pengadaan bahan baku uang rupiah tahun 2012

Untuk memenuhi kebutuhan pencetakan uang rupiah

tahun 2012, Bank Indonesia menetapkan rencana

pengadaan bahan baku uang rupiah. Pengadaan bahan

baku ini meliputi pengadaan kertas uang dan pengadaan

logam uang.

Berdasarkan rencana tersebut, Bank Indonesia

melaksanakan kegiatan pengadaan bahan baku uang

rupiah. Adapun jumlah pengadaan bahan baku uang

rupiah yang ditetapkan untuk tahun 2012 sebanyak 7,36

miliar lembar/keping yang terdiri dari 6,78 miliar lembar

kertas uang dan 584,33 juta keping logam uang dalam

berbagai pecahan. Sampai dengan akhir tahun 2012,

realisasi penerimaan kertas uang dan logam uang tahun

2012 masing-masing tercatat sebesar 100,00% dari jumlah

pengadaan yang ditetapkan. Dengan demikian, seluruh

pesanan bahan uang telah diterima oleh Bank Indonesia

sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

Sementara itu, diberlakukannya UU Mata Uang turut

pula mempengaruhi mekanisme dan alur kerja kegiatan

pengadaan bahan baku uang rupiah yang dilakukan

Bank Indonesia. Ketentuan Pasal 9 UU Mata Uang

mengatur bahwa bahan baku uang rupiah yang digunakan

mengutamakan produk dalam negeri dengan tetap

menjaga mutu, keamanan dan harga yang bersaing.

Ketentuan untuk mengutamakan penggunaan bahan baku

dalam negeri tersebut diakomodir pada Peraturan Bank

Indonesia (PBI) Nomor 14/7/PBI/2012 dan Peraturan

Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG) Nomor 14/13/

PDG/2012 tanggal 27 Juni 2012 tentang Pengelolaan Uang

Rupiah. PBI ini mengatur bahwa dalam hal mutu bahan

uang telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia, keamanan proses dan prosedur

yang diterapkan oleh calon penyedia bahan baku uang

Page 95: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

83Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

rupiah telah sesuai dengan standar internasional dan/atau

persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka:

a. dalam hal harga negosiasi terakhir yang diajukan

oleh 2 (dua) atau lebih calon penyedia bahan baku

uang rupiah adalah sama, maka pengutamaan

produk dalam negeri dilakukan berdasarkan besaran

komponen dalam negeri pada bahan baku uang rupiah

yang ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen

dalam negeri yang tertinggi; dan/atau

b. dalam hal terdapat calon penyedia bahan baku uang

rupiah dalam negeri yang menawarkan produk dengan

nilai tingkat komponen dalam negeri sebesar 25% (dua

puluh lima persen) atau lebih, maka ditentukan harga

evaluasi akhir berdasarkan harga negosiasi terakhir

dengan memperhitungkan preferensi harga paling

tinggi 15% (lima belas persen). Adapun penentuan

pemenang penyedia bahan bakuuang rupiah dilakukan

berdasarkan harga evaluasi akhir. Dalam hal terdapat

2 (dua) atau lebih calon penyedia bahan baku uang

rupiah dengan harga evaluasi akhir yang sama, maka

pemenang ditentukan berdasarkan nilai tingkat

komponen dalam negeri yang tertinggi.

Adapun penentuan nilai tingkat komponen dalam negeri

dilakukan dengan mengacu pada daftar inventarisasi

barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh

Kementerian yang membidangi urusan perindustrian.

Memperkuat Manajemen Pengadaan Uang Rupiah Tahun 2013 melalui Penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) dan Rencana Cetak Uang (RCU) 2013

Kebijakan penguatan strategi manajemen pengadaan uang

rupiah yang ditempuh Bank Indonesia untuk mewujudkan

ketersediaan uang rupiah yang berkualitas juga tercermin

dalam penyusunan EKU dan RCU. Hal ini salah satunya

terlihat dalam penyusunan EKU dan RCU 2013 yang

dilakukan oleh Bank Indonesia melalui koordinasi dengan

Pemerintah sesuai dengan amanat UU Mata Uang.

Penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) 2013

Mengawali rangkaian proses manajemen pengadaan uang

rupiah, pada bulan Mei 2012 Bank Indonesia menetapkan

perkiraan kebutuhan uang rupiah tahun 2013 atau

Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) 2013. Penyusunan EKU

dilakukan untuk menghitung tambahan kebutuhan uang

kartal masyarakat pada periode tertentu, termasuk

tambahan kebutuhan uang kartal untuk mengganti uang

rupiah tidak layak edar yang telah dimusnahkan oleh Bank

Indonesia. Selain itu, penyusunan EKU juga dilakukan

untuk menghitung tambahan kebutuhan uang kartal yang

diperlukan untuk menjaga kecukupan persediaan uang

kartal yang dimiliki Bank Indonesia.

EKU 2013 menghitung tambahan uang rupiah yang

dibutuhkan oleh seluruh satuan kerja kas di KPBI dan

seluruh KPw DN Bank Indonesia selama tahun 2013.

Tambahan uang rupiah ini meliputi jumlah dan komposisi

pecahan uang rupiah yang dibutuhkan oleh masing-

masing satuan kerja kas. Selanjutnya, EKU ini akan

menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan strategis

berupa penetapan rencana pengadaan bahan baku dan

RCU tahun 2013.

Penyusunan EKU 2013 dilakukan melalui forum Workshop

Perencanaan, Pengadaan dan Distribusi Uang 2013

yang diikuti oleh seluruh satuan kerja kas baik di KPBI

maupun KPw DN Bank Indonesia. Kegiatan workshop ini

diikuti pula oleh stakeholders terkait yaitu Kementerian

Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) dan Perum

Peruri selaku perusahaan pencetakan uang negara.

Kehadiran Kemenkeu RI pada workshop tersebut

selaras dengan amanat UU Mata Uang yang dituangkan

dalam Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dan

Pemerintah sebagai wujud koordinasi dalam pelaksanaan

perencanaan uang rupiah.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap proyeksi outflow

dan inflow uang kartal, pemusnahan uang rupiah tidak

layak edar (UTLE) serta mempertimbangkan kecukupan

persediaan uang kartal yang dimiliki, Bank Indonesia

menetapkan EKU 2013 sebesar Rp193,53 triliun. EKU

tersebut menjadi dasar bagi pemenuhan kebutuhan

seluruh satuan kerja kas Bank Indonesia serta menjadi

pedoman bagi pelaksanaan kegiatan distribusi uang

rupiah dari KPBI ke ke satuan kerja kas di KPw DN Bank

Indonesia pada tahun 2013.

Page 96: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

84 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Penyusunan Rencana Cetak Uang (RCU) 2013

Proyeksi kebutuhan uang kartal yang diperoleh dari

penyusunan EKU 2013 menjadi dasar pijakan Bank

Indonesia dalam menghitung kebutuhan bahan baku dan

kebutuhan cetak uang rupiah atau RCU 2013. Penyusunan

RCU dilakukan dengan memperhatikan berbagai variabel

makro ekonomi, seperti tingkat pertumbuhan ekonomi

dan inflasi maupun jumlah uang rupiah yang rusak dan

yang ditarik dari peredaran.

Berlakunya UU Mata Uang mengamanatkan adanya

koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah

pada kegiatan pengelolaan uang rupiah yang menyangkut

rencana tentang macam dan harga uang rupiah, proyeksi

jumlah uang rupiah yang perlu dicetak, serta jumlah

uang rupiah yang rusak dan yang ditarik dari peredaran.

Koordinasi tersebut diwujudkan Bank Indonesia dalam

bentuk penyampaian informasi perhitungan sementara

RCU2013 secara tertulis kepada Kemenkeu RI pada

tanggal 5 September 2012.

Sebagai kelanjutan dari proses manajemen pengadaan

uang, pada tanggal 28 Desember 2012, Bank Indonesia

dan Perum Peruri telah menyelesaikan seluruh tahapan

kegiatan proses pengadaan pencetakan uang rupiah

dan menyepakati HCU 2013 yang akan digunakan

sebagai dasar bagi pencetakan uang rupiah. Berdasarkan

kesepakatan tersebut, selama tahun 2013 Bank Indonesia

akan menempatkan pesanan cetak uang rupiah yang

terdiri dari 5,33 miliar lembar uang rupiah kertas dan

1,68 miliar keping uang rupiah logam dalam berbagai

pecahan.

Sementara itu, untuk keperluan pencetakan uang rupiah

tahun 2013, Bank Indonesia melaksanakan proses

pengadaan bahan baku uang rupiah berupa logam uang

dan kertas uang. Seluruh rangkaian proses pengadaan

logam uang untuk pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200 dan

Rp100 serta pengadaan kertas uang pecahan Rp100.000,

Rp50.000, Rp10.000 dan Rp5.000 telah dirampungkan

pada akhir tahun 2012. Sedangkan proses pengadaan

kertas uang pecahan Rp20.000 dan Rp2.000 akan

diselesaikan pada awal tahun 2013.

Sebagai bagian dari kebijakan penguatan strategi

pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia secara

intensif melakukan kerjasama dengan Perum Peruri dan

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kementerian

BUMN) yang membawahi Perum Peruri.Kerjasama ini

dimaksudkan untuk menyelaraskan rencana pencetakan

uang rupiah dengan kapasitas cetak Perum Peruri,

termasuk rencana investasi mesin pencetakan uang

yang akan dilakukan Perum Peruri untuk meningkatkan

kemampuan cetaknya.

Melakukan Pemantauan Kualitas Uang Rupiah dan Pemantauan Pengolahan Uang Rupiah Layak Edar (ULE) yang dilakukan oleh Perbankan dan Perusahaan Cash in Transit (CIT)

Dalam memenuhi kebutuhan uang kartal, Bank Indonesia

senantiasa mengedepankan upaya-upaya untuk menjaga

kualitas uang rupiah yang beredar di masyarakat dalam

kondisi yang layak edar. Selama tahun 2012, upaya

menjaga kualitas uang rupiah tersebut antara lain

dilakukan melalui pelaksanaan survei kualitas uang rupiah

dan pemantauan terhadap kegiatan pengolahan uang

rupiah yang dilakukan oleh perbankan dan perusahaan

Cash in Transit (CIT).

Pemantauan kualitas uang kartal yang beredar melalui survei kualitas uang rupiah

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di

dunia dengan jumlah pulau diperkirakan mencapai

17.508 terbentang di wilayah seluas 1.919.440 km²

yang sebagian besar pulaunya dipisahkan oleh lautan.

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya Bank

Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang kartal layak

edar masyarakat. Ditengah tantangan kondisi geografis

tersebut, Bank Indonesia dituntut untuk mengembangkan

strategi pengelolaan uang rupiah yang mampu menjamin

ketersediaan uang kartal secara lebih merata di seluruh

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

dengan tetap mengedepankan kualitas uang yang layak

edar.

Page 97: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

85Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Untuk itu, berbagai upaya memperkuat strategi

pengelolaan uang rupiah melalui penguatan layanan kas

terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Penguatan strategi

layanan kas tersebut tercermin pada pengembangan

layanan Kas Titipan dan Kas Keliling dalam pemenuhan

kebutuhan uang layak edar masyarakat di seluruh wilayah

NKRI, disamping secara rutin melakukan pengiriman

uang rupiah ke KPw DN Bank Indonesia untuk menjaga

kecukupan persediaan uang rupiah di seluruh satuan kerja

kasnya.

Sampai dengan akhir tahun 2012, layanan kas yang

dilakukan Bank Indonesia secara umum digolongkan

menjadi layanan kas dalam kantor dan layanan kas luar

kantor. Layanan kas dalam kantor merupakan kegiatan

penerimaan setoran dan penarikan uang rupiah untuk

memenuhi kebutuhan uang kartal perbankan. Layanan ini

dilakukan di seluruh satuan kerja kas yang ada di KPBI dan

di 39 KPw DN Bank Indonesia. Sedangkan layanan kas luar

kantor yang dilakukan pada tahun 2012 meliputi layanan

kas titipan bagi masyarakat di 19 lokasi blankspot areas

serta layanan kas keliling yang dilakukan oleh seluruh

satuan kerja kas Bank Indonesia di wilayah kerjanya

masing-masing.

Untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan

penguatan strategi layanan kas luar kantor, terutama

layanan kas titipan dalam memenuhi kebutuhan uang

kartal masyarakat, pada tahun 2012 Bank Indonesia

melaksanakan pemantauan kualitas uang melalui

survei kualitas uang rupiah. Survei ini membandingkan

pemenuhan kebutuhan uang dan kualitas uang rupiah

yang beredar di wilayah lokasi layanan kas titipan

dengan wilayah lainnya yang belum terlayani oleh

kas titipan.Selain itu, untuk memperkaya hasil survei

dan memperoleh informasi awal tentang pemenuhan

kebutuhan dan kualitas uang rupiah, survei juga dilakukan

di beberapa wilayah yang merupakan daerah terpencil

dan terdepan NKRI. Survei dilaksanakan di 8 wilayah

yang terdiri atas 3 wilayah yang dilayani oleh kas titipan

dan 3 wilayah yang tidak dilayani oleh kas titipan, serta 2

wilayah yang merupakan daerah terpencil dan terdepan

NKRI sebagai pembanding.

Hasil survei menunjukkan beberapa informasi sebagai

berikut :

a. Dari seluruh jenis pecahan uang rupiah kertas yang

beredar di masyarakat saat ini, pecahan Rp10.000 dan

Rp5.000 merupakan pecahan yang paling dibutuhkan

untuk transaksi pembayaran masyarakat. Disisi lain

tercatat sebanyak 21,9% responden yang menyatakan

kebutuhannya terhadap uang rupiah logam pecahan

Rp500 dan sebanyak 15,1%, responden memerlukan

uang logam pecahan Rp1.000. Hasil survei juga

menunjukkan rendahnya penggunaan uang logam

pecahan Rp200 ke bawah dalam aktivitas transaksi

masyarakat.

b. Keberadaan layanan kas titipan mempengaruhi

perbedaan kebutuhan uang kartal di wilayah layanan

kas titipan dengan wilayah di luar kas titipan, namun

jumlahnya tidak signifikan. Untuk uang rupiah kertas,

kedua wilayah menunjukkan kebutuhan yang sama

akan uang rupiah pecahan kecil khususnya pecahan

Rp10.000 dan Rp5.000. Sementara untuk uang

rupiah pecahan besar atau uang pecahan Rp20.000

ke atas, responden di wilayah layanan kas titipan

menunjukkan kebutuhan akan ketersediaan uang

rupiah pecahan besar dalam denominasi yang lebih

tinggi dibanding wilayah di luar layanan kas titipan.

Uang pecahan Rp50.000 merupakan pecahan yang

paling dibutuhkan masyarakat di wilayah kas titipan,

sementara pecahan tertinggi yang paling banyak

digunakan masyarakat di luar wilayah kas titipan

adalah pecahan Rp20.000. Adapun untuk uang rupiah

logam, transaksi masyarakat di wilayah kas titipan

paling banyak menggunakan pecahan Rp1.000,

sementara sebagian besar responden di wilayah di

luar kas titipan lebih membutuhkan uang rupiah logam

dalam denominasi yang lebih rendah yaitu Rp500.

Kebutuhan akan ketersediaan uang rupiah pecahan

Rp1.000 masih cukup tinggi di kedua wilayah survei,

namun demikian terdapat preferensi yang lebih

tinggi terhadap uang rupiah kertas pecahan Rp1.000

dibandingkan uang rupiah logam dengan denominasi

yang sama. Hal ini tercermin dari jumlah penarikan

(outflow) uang rupiah kertas pecahan Rp1.000 yang

Page 98: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

86 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

sampai dengan pertengahan tahun 2012 tercatat lebih

tinggi dibanding logam.

c. Berdasarkan kemudahan untuk memperoleh uang

pecahan tertentu, masyarakat di wilayah kas titipan

dan di luar wilayah kas titipan sama-sama merasakan

kemudahan dalam memenuhi kebutuhan uang rupiah

pecahan Rp100.000 sampai dengan uang rupiah logam

pecahan Rp500. Kesulitan pemenuhan kebutuhan

uang rupiah mulai dirasakan pada pemenuhan

kebutuhan uang rupiah kertas pecahan Rp1.000.

Sementara itu, kemudahan untuk memperoleh uang

rupiah kertas pecahan Rp20.000 sampai dengan

Rp2.000 lebih dirasakan oleh responden di wilayah

kas titipan, sedangkan uang rupiah kertas pecahan

Rp100.000, Rp50.000 dan Rp1.000 lebih mudah

dijumpai di wilayah di luar kas titipan. Seluruh

responden di wilayah layanan kas titipan, merasa

kesulitan memenuhi kebutuhan uang rupiah logam

pecahan Rp200, sementara seluruh responden baik di

wilayah kas titipan maupun di luar wilayah kas titipan

merasa kesulitan memenuhi kebutuhan uang rupiah

logam pecahan Rp50.

d. Dilihat dari sumber perolehan uang, sebagian

besar uang rupiah kertas pecahan Rp100.000 dan

Rp50.000 diperoleh dari Anjungan Tunai Mandiri

(ATM), masing-masing sebesar 49,1% dan 51,2%.

Adapun untuk pecahan Rp20.000 ke bawah,

sebagian besar responden atau lebih dari 85%

responden memperolehnya dari hasil transaksi.

Survei menunjukkan bahwa uang rupiah pecahan

besar Rp100.000 dan Rp50.000 lebih banyak

diperoleh masyarakat dari ATM dibandingkan sumber

perolehan uang lainnya seperti teller bank ataupun

transaksi masyarakat sehari-hari. Disisi lain, survei

memperlihatkan adanya ketergantungan masyarakat

di luar wilayah kas titipan yang lebih besar terhadap

teller bank dan transaksi lainnya sebagai sumber

perolehan uang dibanding masyarakat di wilayah kas

titipan.

e. Berdasarkan kualitasnya, uang rupiah kertas pecahan

Rp100.000 dan Rp50.000 yang kebanyakan diperoleh

melalui ATM memiliki kualitas yang sangat baik

dibanding kualitas pecahan lainnya yang diperoleh

melalui transaksi. Hal ini terlihat dari kualitas sebagian

besar uang rupiah kertas pecahan Rp100.000 dan

Rp50.000 yang diperoleh dari ATM yang kualitasnya

berada pada level 12 dan 14 (kondisi layak edar) atau

dengan angka indeks di atas 5 (dari maksimum 6).

Sementara itu, pecahan Rp20.000 yang diperoleh dari

transaksi, kualitasnya cukup layak yaitu pada level 8

dan 10, dengan angka indeks 3,2 (dari maksimum 5).

Angka indeks uang rupiah kertas pecahan Rp2.000

s.d Rp10.000 berada di atas 2 atau pada kualitas

level 7–8. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas

uang rupiah semakin lusuh pada pecahan dengan

denominasi yang lebih rendah. Khusus untuk pecahan

Rp1.000, sebagian besar responden menyatakan

dapat menerima dengan kualitas indeks 1,5 (lusuh).

Kualitas uang rupiah di wilayah layanan kas titipan

yang diperoleh melalui ATM dan teller bank relatif

lebih baik dibandingkan kualitas uang rupiah di luar

wilayah layanan kas titipan. Namun demikian, kualitas

uang rupiah yang diperoleh responden di luar wilayah

layanan kas titipan melalui transaksi tunai lainnya,

relatif lebih baik dibandingkan uang yang diperoleh

responden di wilayah layanan kas titipan.

f. Berdasarkan ekspektasi masyarakat, kualitas uang

rupiah kertas yang beredar untuk pecahan Rp50.000

dan Rp100.000 lebih tinggi dari ekspektasi responden.

Adapun kualitas pecahan Rp20.000 dan Rp10.000

sedikit lebih rendah dari ekspektasi masyarakat,

sementara uang rupiah kertas pecahan Rp5.000

ke bawah kualitasnya lebih rendah dari ekspektasi

masyarakat. Secara umum, kualitas uang rupiah

pecahan besar di daerah yang tidak terlayani kas

titipan lebih baik dibandingkan dengan wilayah kas

titipan. Sebaliknya, uang rupiah pecahan kecil yang

beredar di wilayah layanan kas titipan memiliki kualitas

yang lebih baik dibanding wilayah di luar kas titipan.

Memperhatikan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan

survei tersebut, Bank Indonesia menyimpulkan bahwa

secara umum penerapan strategi layanan kas titipan

di wilayah yang tidak dapat dijangkau secara langsung

oleh layanan kas Bank Indonesia cukup efektif dalam

Kondisi

Page 99: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

87Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat khususnya

uang rupiah pecahan kecil. Hal ini terlihat dari kualitas

uang rupiah di daerah layanan kas titipan yang lebih baik

dibanding wilayah di luar kas titipan.

Pemantauan pengolahan uang rupiah layak edar (ULE) yang dilakukan oleh perbankan dan perusahaan CIT

Salah satu strategi kebijakan yang ditempuh Bank

Indonesia untuk memenuhi ketersediaan uang kartal

berkualitas dimasyarakat adalah melalui penguatan fungsi

pemantauan terhadap kegiatan cash processing yang

dilakukan oleh perbankan maupun perusahaan Cash in

Transit (CIT). Pemantauan dilakukan untuk memastikan

kesesuaian kualitas uang rupiah yang diedarkan oleh

perbankan maupun kualitas uang hasil olahan CIT

terhadap standar kualitas uang rupiah layak edar (ULE)

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Adapun penentuan

kesesuaian standar kualitas ULE mengacu pada “Buku

Panduan Ciri-ciri Keaslian dan Standar Kualitas Uang

Rupiah” yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun

2010.

Melanjutkan kegiatan pemantauan yang telah

dilaksanakan pada tahun sebelumnya, pada tahun 2012

Bank Indonesia kembali melakukan pemantauan terhadap

kegiatan cash processing yang dilaksanakan oleh 3 bank

umum dan 2 CIT di wilayah kerja KPwDN Bank Indonesia

Cirebon. Pemantauan dilakukan terhadap metodologi

pengolahan uang, standar kualitas serta kualitas uang

rupiah hasil sortasi yang dilakukan perbankan maupun

CIT. Disamping itu, Bank Indonesia juga melakukan

pemantauan terhadap kondisi area kas di masing-masing

bank dan CIT.

Dari hasil pemantauan, dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

a. sebagian besar bank masih melakukan pengolahan

dan sortasi uang secara manual, sedangkan

pengolahan dan sortasi uang yang dilakukan oleh CIT

telah menggunakan mesin.

b. kualitas uang rupiah hasil sortasi yang dilakukan

perbankan cukup baik dan telah sesuai dengan standar

kualitas uang rupiah yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia. Sebagain besar bank tidak membedakan

standar kualitas uang rupiah untuk kebutuhan ATM,

teller, TUKAB maupun kualitas uang rupiah yang akan

disetorkan ke Bank Indonesia, dimana seluruhnya

menggunakan standar fit.

c. ketiga bank sudah melengkapi lokasi pengolahan atau

sortasi uangnya dengan sarana security system berupa

kamera pengawas (CCTV) dan/atau tenaga pengawas.

Disisi lain, belum semua CIT melengkapi lokasi

pengolahan uangnya dengan sarana tersebut.

Meningkatkan Upaya Penanggulangan Peredaran Uang Rupiah Palsu

Berbagai tantangan dihadapi Bank Indonesia dalam

upaya untuk memenuhi ketersediaan uang kartal yang

berkualitas di masyarakat. Diantara tantangan itu salah

satunya adalah adanya risiko peredaran uang rupiah palsu

yang berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat

dalam menggunakan uang rupiah. Menyikapi hal ini,

selama tahun 2012 Bank Indonesia mengambil langkah

kebijakan untuk memperkuat strategi penanggulangan

peredaran uang rupiah palsu yang dilakukan baik secara

preventif maupun represif.

Upaya preventif penanggulangan peredaran uang rupiah

palsu dilakukan dengan meningkatkan kualitas uang

rupiah, melaksanakan kegiatan Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian

Uang Rupiah serta menyebarluaskan informasi keaslian

uang rupiah melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM)

di berbagai media massa. Selain itu, upaya preventif

juga ditempuh melalui jalur pendidikan yaitu dengan

memasukkan materi ciri-ciri keaslian uang rupiah dalam

kurikulum pendidikan di berbagai jenjang pendidikan

sekolah.

Sementara itu, upaya represif penanggulangan peredaran

uang rupiah palsu dilakukan oleh Bank Indonesia dengan

terus mengintensifkan koordinasi pemberantasan uang

rupiah palsu dengan institusi penegakan hukum yaitu

Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Mengacu pada UU

Mata Uang, selain menjadi bagian dari Badan Koordinasi

Page 100: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

88 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Pemberantasan Uang Rupiah Palsu (BOTASUPAL), upaya

represif juga ditempuh Bank Indonesia melalui perannya

sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus tindak pidana

uang rupiah palsu. Disamping itu, Bank Indonesia juga

membantu Kepolisian dalam melakukan uji laboratorium

terhadap barang bukti uang rupiah palsu serta

mengakomodir pelaksanaan pemusnahan barang bukti

uang rupiah palsu yang merupakan kewenangan penuh

dari aparat penegak hukum sebagaimana yang pernah

dilakukan pada tahun 2011.

Melalui seluruh rangkaian upaya penanggulangan

peredaran uang rupiah palsu yang dilakukan Bank

Indonesia baik secara preventif maupun represif,

masyarakat diharapkan memiliki keyakinan yang tinggi

pada uang rupiah. Keyakinan ini tumbuh karena uang

rupiah yang beredar di masyarakat memiliki kualitas yang

dapat diterima,nilai ekonomi yang terpercaya, dan aman

dari pemalsuan serta mudah dikenali ciri-ciri keasliannya.

Iklan Layanan Masyarakat mengenai Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah dan Cara Memperlakukan Uang

Upaya untuk memperluas jangkauan penyebaran

informasi ciri-ciri keaslian uang rupiah juga dilakukan

dengan memanfaatkan perkembangan teknologi

komunikasi yang saat ini telah menjangkau hampir seluruh

wilayah di Indonesia. Setelah sukses memasyarakatkan

ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui Iklan Layanan

Masyarakat (ILM) dengan tagline “Dilihat, Diraba dan

Diterawang” yang populer dengan isitilah “3D”, Bank

Indonesia mulai mengkampanyekan edukasi mengenai

cara memperlakukan uang rupiah dengan baik dan benar.

Publikasi dilakukan melalui ILM yang mengusung tagline

“Didapat, Disayang dan Disimpan “ atau “3D Generasi

Dua”.

Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah

Untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan

masyarakat tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah sehingga

mudah dibedakan dengan uang rupiah palsu, Bank

Indonesia terus memperluas jangkauan Sosialisasi Ciri-ciri

Keaslian Uang Rupiah ke masyarakat. Pada tahun 2012,

KPBI menandatangani Nota Kesepahaman pelaksanaan

diseminasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah dengan Asosiasi

Perusahaan Jasa Angkut Uang Tunai dan Barang Berharga

Indonesia (APJATIN) dan Nota Kesepahaman dengan

Perhimpunan Pengusaha Hiburan dan Rekreasi Umum

(PPHRU). Sebagai tindak lanjut dari penandatangan MoU

ini, KPBI telah melaksanakan sebanyak 6 kali kegiatan

Training of the Trainers (ToT) dan 11 kali kegiatan

Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah.

Selain di KPBI, kegiatan ToT dan sosialisasi ciri keaslian

uang rupiah juga dilakukan oleh seluruh KPw DN Bank

Indonesia di wilayah kerjanya masing-masing. Salah

satunya dilakukan oleh KPw DN Bank Indonesia Wilayah

III (Bali dan Nusa Tenggara). Bekerjasama dengan PT.

ASDP Indonesia Ferry Cabang Padangbai, Bank Indonesia

menyelenggarakan Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang

Rupiah dan Cara Memperlakukan Uang Rupiah. Selain

diikuti oleh para pegawai PT. ASDP, kegiatan ini juga diikuti

oleh stakeholders PT. ASDP Indonesia Ferry dan instansi

lainnya yang ada di sekitar wilayah pelabuhan, seperti

Kepolisian KP3 laut Padangbai.

Memasyarakatkan ciri keaslian uang rupiah sekaligus

memamerkan produk-produk unggulan binaan Bank

Indonesia, dilakukan oleh KPw DN Daerah Istimewa

Yogyakarta. Selama 3 (tiga) hari, Bank Indonesia

melakukan sosialisasi ciri keaslian uang rupiah kepada

UMKM, koperasi maupun masyarakat umum yang

berkunjung ke Pameran Gebyar UMKM, Koperasi, PKBL

dan Produk Unggulan Daerah.

Lain lagi dengan KPw DN Bank Indonesia Wilayah I

(Sulawesi, Maluku dan Papua). Melalui kegiatan Festival

Sayang Rupiah “Rupiahku, Kebanggaanku, Ada Masalah?”,

Bank Indonesia melaksanakan sosialisasi ciri keaslian uang

rupiah dan cara memperlakukan uang rupiah kepada

siswa-siswi setingkat Sekolah Menengah Pertama di

Makassar. Selain sosialiasi, pada festival ini juga diadakan

Page 101: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

89Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

pertunjukan bakat dan permainan pengetahuan mengenai

kebanksentralan, disamping mengkampanyekan gerakan

menabung kepada para pelajar.

Selain kegiatan ToT dan sosialisasi, penyebaran informasi

ciri keaslian uang rupiah juga dilakukan melalui kegiatan

pagelaran kesenian tradisonal. Melalui lakon tokoh dalam

kesenian tradisional seperti wayang dan opera lokal, Bank

Indonesia menyebarluaskan informasi ciri keaslian uang

rupiah dan cara memperlakukan uang rupiah ke seluruh

lapisan masyarakat. Metode sosialisasi ini juga dilakukan

sebagai bentuk partisipasi aktif Bank Indonesia dalam

melestarikan kebudayaan nasional Indonesia.

Page 102: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

90 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

3D Generasi Dua(Didapat, Disayang dan Disimpan)Boks 8.1

Selama ini telah dikenal di khalayak umum bahwa Iklan Layanan Masyarakat (ILM) 3D atau “Dilihat, Diraba dan Diterawang” dipublikasikan sebagai bentuk tanggung jawab Bank Indonesia dalam memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah.Ini merupakan salah satu upaya preventif yang dilakukan Bank Indonesia dalam menanggulangi pemalsuan uang rupiah. Seiring dengan itu, dalam setiap kegiatan publikasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan, Bank Indonesia juga mempublikasikan mengenai cara memperlakukan uang rupiah secara baik dan benar yang dikenal dengan “Didapat, Disayang dan Disimpan” atau “3D Generasi Dua”.

“Didapat, Disayang dan Disimpan” mengajak masyarakat untuk membiasakan diri dengan budaya menghargai uang sebagai hasil dari kerja keras yang telah dilakukan. Budaya menghargai uang ini dilakukan dengan menghindari dari segala cara memperlakukan uang yang mengarah atau dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik uang, antara lain mencoret, meremas, melipat, mengotori dan membasahi. Selanjutnya, uang disimpan secara benar pada tempatnya, antara lain dengan tidak melipat uang ketika disimpan dan menyediakan tempat penyimpanan yang dapat memuat lembaran uang. Budaya menghargai uang rupiah ini menjadi penting selain karena kedudukannya sebagai salah satu simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia, uang rupiah juga berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagai alat pembayaran, uang memiliki usia edar tertentu yang dapat diperpanjang usianya apabila masyarakat menghargai dan memperlakukan uang rupiah dengan baik.

Publikasi 3D Generasi Dua “Didapat, Disayang dan Disimpan” bertujuan agar uang rupiah yang diedarkan oleh Bank Indonesia dapat lebih lama beredar dan berputar di masyarakat dengan kondisi yang layak edar. Kondisi fisik uang rupiah yang layak edar diantaranya memiliki tanda-tanda pengaman dalam kondisi yang baik dan terjaga termasuk didalamnya warna dan jenis unsur pengaman uang.Oleh karena itu uang rupiah yang diperlakukan dengan baik dan benar akan mudah dikenali ciri keasliannya sehingga pemegang uang rupiah tersebut akan terhindar dari upaya pemalsuan uang.

Evaluasi terhadap 3D Generasi Dua

Evaluasi dan survei secara cepat telah dilakukan oleh lembaga konsultan yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk mengukur efektivitas program komunikasi keaslian uang rupiah termasuk melakukan konsep tes terhadap 3D Generasi Dua (Didapat, Disayang dan Disimpan). Survei dilakukan terhadap responden yang terdiri dari masyarakat umum, kasir, merchant, guru dan pelajar dengan wilayah survei meliputi Jabodetabek, Lampung, Sukabumi dan Makassar.

Jabodetabek Masyarakat umum, Kasir, Merchant

Lampung Masyarakat umum, Kasir, Merchant

Sukabumi Masyarakat umum, Pelajar, Guru

Makassar Masyarakat umum, Kasir, Merchant

Area Survei Kelompok Respondent

Page 103: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

91Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Hasil survei menunjukkan bahwa secara umum istilah 3D Generasi Dua ini dianggap membingungkan Kebingungan ini diakibatkan karena mayoritas responden mempersepsikan uang sebagai alat transaksi, sehingga uang seharusnya untuk digunakan bukan untuk disayang dan disimpan. Selain itu, tagline 3D Generasi Dua “Didapat, Disayang, Disayang” ini dirasakan kurang sesuai dengan message yang ingin disampaikan.

Hal lain yang turut mengemuka pada survei ini adalah bahwa penggunaan tagline 3D sudah identik di masyarakat sebagai carauntuk mengidentifikasi ciri-ciri keaslian uang rupiah, sehingga ketika digunakan juga sebagai tagline cara memperlakukan uang, istilah 3D ini dianggap tidak kreatif.

Kata-kata disayang dan disimpan membingungkan, uang untuk digunakan bukan untuk disimpan 55%

Kata-kata kurang mengena 12%

Kurang enak didengar 7%

Tidak kreatif, 3D sudah identik dengan cara mengidentifikasi keaslian uang 6%

Informasi terlalu berlebihan, orang sudah tahu cara memperlakukan uang 6%

Kata-katanya susah dimengerti 5%

Persepsi %

Namun demikian, meskipun dianggap membingungkan dan kata-katanya kurang mengena, responden menyatakan cukup setuju terhadap pesan yang ingin disampaikan mengenai cara memperlakukan uang dengan baik dan benar yang dikemas dengan tagline 3D.

Dengan pertimbangan agar uang yang ada di masyarakat dapat beredar dan berputar lebih lama, maka pesan yang terkandung dalam 3D “Didapat, Disayang, Disimpan” mengenai cara memperlakukan uang memiliki makna yang sangat penting. Agar penyampaiannya dapat lebih efektif mengena kepada masyarakat, kedepan Bank Indonesia akan mengembangkan strategi komunikasi yang lebih efektif dan mengena ke masyarakat.

Page 104: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

92 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Rintisan Sosialisasi Keaslian Uang Rupiah melalui Jalur Pendidikan

Memenuhi amanat pasal 29 ayat (2) UU Mata Uang, Bank

Indonesia berkewajiban untuk memberikan informasi

dan pengetahuan mengenai tanda keaslian uang rupiah

kepada masyarakat. Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang

rupiah ini disampaikan melalui berbagai metode dan

media publikasi, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Metode publikasi yang dipandang cukup efektif

untuk menyampaikan pesan mengenai keaslian uang

rupiah ini salah satunya adalah melalui jalur pendidikan.

Untuk itu, pada tahun 2012, Bank Indonesia

mengembangkan kerjasama dengan Kementerian Agama

dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi untuk

memasukkan materi edukasi keaslian uang rupiah dalam

kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat

termasuk Madrasah Aliyah. Sementara di Provinsi Jawa

Barat, Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian

Agama Provinsi Jawa Barat mengembangkan silabus

materi ajar Kebanksentralan, termasuk di dalamnya

materi keaslian uang rupiah, bagi pelajar di seluruh

tingkatan madrasah.

Rintisan Edukasi Keaslian Uang Rupiah melalui Jalur Pendidikan – Pilot Project Edukasi Kebanksentralan di Kabupaten Sukabumi dan di Provinsi Jawa Barat

Boks 8.2

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia diamanatkan untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai tanda keaslian uang rupiah kepada masyarakat. Ciri-ciri keaslian uang rupiah perlu diketahui secara luas di masyarakat sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat agar terhindar dari kejahatan pemalsuanuang rupiah.

Sebagai bagian dari upaya preventif penanggulangan peredaran uang rupiah palsu, Bank Indonesia terus mengembangkan kegiatan sosialisasi keaslian uang rupiah yang diantaranya ditempuh melalui jalur pendidikan yaitu melalui kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memasukkan materi edukasi mengenai ciri keaslian uang rupiah dalam kurikulum sekolah. Disamping itu, penyebaran informasi ciri-ciri keaslian uang rupiah juga dilakukan melalui kegiatan training of trainers (ToT) kepada masyarakat pemegang uang tunai (cash handlers), perbankan dan aparat penegak hukum. Sosialisasi keaslian uang rupiah juga ditempuh melalui pengisian gap pengetahuan masyarakat dalam bentuk kesenian tradisional yang sekaligus bertujuan untuk melestarikan kebudayaan bangsa.

Selama tahun 2012, Bank Indonesiaterus mengembangkan strategi sosialisasi keaslian uang rupiah yang salah satunya ditempuh dengan strategi rintisan edukasi keaslian uang rupiah melalui jalur pendidikan. Sosialisasi melalui jalur pendidikan dipandang mempunyai keunggulan tersendiri, salah satunya yakni manfaat sosialisasi dirasakan oleh masyarakat dalam jangka waktu yang panjang. Pada usia dini masyarakat telah diajak untuk mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah sehingga terbentuk perilaku dan kesadaran untuk mencintai uang rupiah sebagai simbol kedaulatan Negara.

Rintisan sosialisasi keaslian uang rupiah pada tahun 2012 diwujudkan dalam dua pilot poject, yakni Pilot Project Edukasi Sekolah Menengah Atas dan Sederajat termasuk Madrasah Aliyah di Kabupaten Sukabumi dan Pilot Project Edukasi Madrasah di Provinsi Jawa Barat.

Page 105: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

93Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Pilot Project Edukasi Sekolah Menengah Atas dan Sederajat di Kabupaten Sukabumi

Sebagai bentuk pelaksanaan pasal 29 ayat (2) UU Mata Uang, Bank Indonesia berkewajiban untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai tanda keaslian uang rupiah kepada masyarakat. Berbagai metode, media atau saluran digunakan untuk melakukan publikasi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu metode publikasi yang dipandang efektif untuk menyampaikan pesan mengenai tanda keaslian uang rupiah adalah melalui jalur pendidikan.

Langkah ini ditempuh oleh Bank Indonesia dengan memasukkan materi Kebanksentralan, yang mana salah satu materinya adalah mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, ke dalam kurikulum mata pelajaran Sekolah Menengah Atas atau Sederajat. Materi Kebanksentralan ini dimasukkan dalam mata pelajaran Ekonomi pada kurikulum Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, sedangkan di Sekolah Menengah Kejuruan materi ini disisipkan dalam mata pelajaran Kewirausahaan. Wilayah yang dipilih sebagai pilot project kegiatan ini adalah Kabupaten Sukabumi dengan mempertimbangkan kasus pemalsuan uang rupiah yang cukup menonjol di Sukabumi serta lokasinya yang cukup dekat dengan Kantor Pusat Bank Indonesia.

Pilot Project Edukasi Kebanksentralan ini diawali dengan upaya menjalin kerjasama dengan Dinas Pendidikan (Disdik) dan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sukabumi untuk memasukkan materi dimaksud ke dalam silabus mata pelajaran ekonomi Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah serta mata pelajaran kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan untuk tahun ajaran 2011-2012. Tujuan kerja sama tersebut adalah agar materi Bank Indonesia dan Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah menjadi salah satu materi pelajaran yang wajib diajarkan kepada pelajar SMA, MA dan SMK di wilayah Kabupaten Sukabumi secara berkelanjutan.

Melalui kerjasama ini, sejak tahun 2011, materi Kebanksentralan termasuk materi ciri-ciri keaslian uang rupiah telah diajarkan di 174 SMA, MA dan SMK di Kabupaten Sukabumi. Selain memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah, dimasukkannya materi mengenai keaslian uang rupiah dalam silabus mata pelajaran untuk SMA dan Sederajat juga memberikan manfaat lain seperti :

a. Peserta didik lebih mengenal dan memahami tujuan, peran dantugas Bank Indonesia maupun perbedaan Bank Indonesia selaku bank sentral Republik Indonesia dengan bank umum.

b. Selain di sekolah, para guru dapat menjadi narasumber mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan di wilayahnya.

Pilot Project Edukasi Sekolah Menengah Atas dan Sederajat di Provinsi Jawa Barat

Berkaca pada pelaksanaan pilot project edukasi di Kabupaten Sukabumi, Bank Indonesia kembali melakukan perluasan pelaksanaan pilot project edukasi untuk memberikan materi edukasi Kebanksentralan di Provinsi Jawa Barat. Materi Kebanksentralan yang diberikan merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Pada tahun 2012, Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia telah memulai penyusunan kurikulum Kebanksentralan untuk Madrasah Aliyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Ibtidaiah. Direncanakan pada tahun ajaran baru tahun 2013, siswa-siswa pada ketiga tingkatan madrasah tersebut telah dapat menerima materi pelajaran Kebanksentralan.

Ruang lingkup kerjasama antara Bank Indonesia dan Kemenag RI meliputi penyusunan model silabus, modul pengajaran, bahan ajar kepada pengajar, implementasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan program. Adapun cakupan materi Kebanksentralan yang dimaksudkan untuk memperkaya program tersebut diantaranya adalah program Ayo ke Bank dan materi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah untuk mata pelajaran IPS di jenjang Madrasah Ibtidaiah dan Madrasah Tsanawiah.

Page 106: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

94 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Banyak pengalaman menarik yang diperoleh Bank Indonesia pada saat menyusun materi bahan ajar Kebanksentralan ini. Pengalaman ini tentunya memperkaya khasanah nilai-nilai dan pengetahuan mengenai Kebanksentralan yang akan diberikan kepada peserta didik. Ungkapan waktu adalah uang, seringkali kita dengar. Benarkah waktu adalah uang? Tidak selamanya waktu adalah uang, karena waktu juga dipergunakan untuk menjalin persahabatan dan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ungkapan yang sungguh menyentuh ini adalah salah satu ekspresi guru Madrasah Tsanawiyah yang menjadi anggota Tim Penulisan bahan ajar materi Kebanksentralan. Makna mendalam yang terkandung dalam ungkapan ini dituangkan kembali sebagai nilai-nilai luhur yang akan memperkaya penulisan materi ajar Kebanksentralan.

Sampai dengan akhir tahun 2012, seluruh modul silabus untuk Madrasah Aliyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Ibtidaiah telah berhasil diselesaikan. Diharapkan pada tahun ajaran baru 2013 program edukasi Kebanksentralan ini sudah menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa di tiga tingkatan madrasah tersebut. Disamping itu, program edukasi Kebanksentralan ini juga diharapkan sudah diterapkan sebagai bahan ajar pada tingkat nasional. Dengan demikian, program pilot project edukasi Kebanksentralan ini menjadi jangkar penting bagi peningkatan kualitas pendidikan khususnya dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Ekonomi. Dengan bekal pengetahuan yang baik mengenai mampu menjadi motor dalam gerakan perlindungan konsumen terhadap kejahatan pemalsuan uang rupiah.

Upaya Represif Penanggulangan Peredaran Uang Rupiah Palsu sebagai Amanat UU Mata Uang

Mata uang merupakan salah satu lambang kedaulatan

suatu negara. Segala bentuk kejahatan terhadap mata

uang termasuk pemalsuan uang merupakan tindakan yang

merendahkan kehormatan negara dan menjadi ancaman

serius bagi kedaulatan suatu negara. Adanya sanksi

pidana yang tegas bagi para pelaku kejahatan pemalsuan

uang merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk

menanggulangi meluasnya peredaran uang rupiah palsu di

masyarakat.

Menyadari hal ini, Bank Indonesia terus mengembangkan

upaya-upaya represif untuk menanggulangi peredaran

uang rupiah palsu di masyarakat. Upaya ini salah

satunya ditempuh melalui koordinasi dan kerjasama

penanggulangan peredaran uang rupiah palsu dengan

aparat penegak hukum sebagai pihak yang memiliki

kewenangan penuh dalam penanganan tindak pidana

uang palsu.

Koordinasi dan kerjasama ini salah satunya diwujudkan

melalui peranan Bank Indonesia sebagai saksi ahli dalam

peradilan kasus temuan uang rupiah palsu. Peranan ini

sejalan dengan amanat Pasal 29 UU Mata Uang yang

mewajibkan Bank Indonesia untuk memberikan informasi

dan pengetahuan mengenai tanda keaslian uang rupiah

kepada masyarakat, serta memberikan klarifikasi tentang

uang rupiah yang diragukan keasliannya.

Selain itu, untuk mendukung penanganan kasus tindak

pidana uang rupiah palsu yang dilakukan oleh pihak

Kepolisian, Bank Indonesia memberikan bantuan

pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang

rupiah palsu. Hasil pemeriksaan laboratoris ini digunakan

oleh pihak Kepolisian dalam proses pelimpahan kasus

tindak pidana uang rupiah palsu ke Kejaksaan dan

melengkapi berkas perkara pada saat persidangan.

Disisi lain, untuk memenuhi amanat Pasal 28 ayat (3) UU

Mata Uang, Bank Indonesia secara aktif mengambil bagian

dalam pembentukan Badan Koordinasi Pemberantasan

Uang Rupiah Palsu (BOTASUPAL). Selain Bank Indonesia,

badan koordinasi ini terdiri dari unsur Badan Intelijen

Negara (BIN), POLRI, Kejaksaan Agung dan Kementerian

Keuangan, yang diketuai oleh Kepala BIN. Adapun

ketentuan mengenai tugas, wewenang dan tanggung

jawab Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu

Page 107: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

95Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

tersebut diatur dalam Perpres Nomor 123 Tahun 2012

yang mulai berlaku tanggal 7 Desember 2012.

8.2 Distribusi dan Pengolahan Uang Rupiah yang Aman dan Terpercaya

Memenuhi misinya di bidang pengelolaan uang untuk

menyediakan kebutuhan uang kartal masyarakat dalam

jumlah nominal yang cukup, pecahan yang sesuai, layak

edar dan tepat waktu, Bank Indonesia menempuh

kebijakan penguatan strategi distribusi uang serta

memperkuat strategi pengolahan uang yang telah

dilakukan selama ini. Hal ini dilakukan untuk menjawab

kebutuhan masyarakat akan ketersediaan uang kartal

layak edar sebagai alat pembayaran dalam kegiatan

transaksi masyarakat secara lebih merata di seluruh

wilayah NKRI.

Selama tahun 2012, kebijakan penguatan strategi

distribusi dan pengolahan uang yang aman dan terpercaya

dalam rangka memenuhi kebutuhan uang kartal

masyarakat diwujudkan melalui :

1. Melaksanakan Distribusi Uang Secara Efektif dan

Efisien;

2. Melakukan Pemantauan Kegiatan Pengolahan Uang

dan Layanan Nasabah yang dilakukan oleh Perbankan

dan perusahaan CIT serta Menyempurnakan Cash

Processing di Bank Indonesia;

3. Melakukan Pemantauan Optimalisasi Kinerja Sarana

Pengolahan Uang.

Melaksanakan Distribusi Uang Rupiah secara Efektif dan Efisien

Kegiatan distribusi uang dilakukan Bank Indonesia untuk

memenuhi kebutuhan kas seluruh satuan kerja kas di 39

KPw DN dan satuan kerja kas di KPBI. Selain itu, distribusi

uang juga dilakukan sebagai bagian dari strategi kebijakan

Bank Indonesia untuk menjaga persediaan uang masing-

masing satuan kerja kas pada level yang aman.

Seiring dengan meningkatnya penggunaan uang kartal

dalam transaksi masyarakat, kegiatan distribusi uang yang

dilakukan Bank Indonesia pun semakin meningkat.Hal ini

tercermin dari peningkatan frekuensi maupun intensitas

kegiatan distribusi uang rupiah yang dilakukan Bank

Indonesia selama tahun 2012.

Menyikapi hal tersebut, Bank Indonesia memperkuat

Rencana Distribusi Uang (RDU) yang merupakan pedoman

operasional bagi pelaksanaan pengiriman uang ke satuan

kerja kas. Penyusunan RDU tersebut mengacu pada

Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) yang telah ditetapkan

dan memuat jadwal pelaksanaan pengiriman serta jumlah

uang yang akan dikirim untuk memenuhi kebutuhan

satuan kerja kas.

Selama tahun 2012, kegiatan distribusi uang dilakukan

dari KPBI ke 11 Kantor Depot Kas (KDK) dan 5 satuan kerja

kas lain yang ada di KPw DN dan KPBI. Adapun penentuan

KDK dilakukan dengan mempertimbangkan jalur distribusi

dan ketersediaan moda transportasi di masing-masing

wilayah.

Sementara itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas

dan efisiensi serta kelancaran kegiatan distribusi uang,

Bank Indonesia menempuh strategi penguatan kerjasama

dengan operator penyedia jasa angkutan baik darat, laut

dan udara. Disamping itu, upaya peningkatan efisiensi

dan efektivitas distribusi uang juga ditempuh melalui

optimalisasi penggunaan armada transportasi milik Bank

Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pengiriman uang

ke satuan-satuan kerja kas.

Melalui berbagai strategi tersebut, selama tahun

2012 Bank Indonesia telah merealisasikan pengiriman

uang ke 11 KDK dan 5 satuan kerja kas dengan total

pengiriman sebesar Rp141,22 triliun. Kegiatan distribusi

ini dilakukan sendiri dengan menggunakan armada milik

Bank Indonesia ataupun dengan menggunakan sarana

transportasi darat, laut maupun udara.

Melakukan Pemantauan Kegiatan Pengolahan Uang dan Layanan Nasabah yang dilakukan oleh Perbankan dan Perusahaan CIT, serta Menyempurnakan Cash Processing di Bank Indonesia

Kebutuhan akan ketersediaan uang layak edar yang

terus meningkat pada tahun 2012 berimplikasi pada

Page 108: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

96 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

meningkatnya kebutuhan akan kegiatan pengolahan uang

yang aman dan terpercaya. Merespon hal tersebut, Bank

Indonesia secara berkesinambungan memantau kegiatan

pengolahan uang rupiah dan layanan kepada nasabah

yang dilakukan oleh perbankan dan perusahaan cash

in transit (CIT), disamping melakukan penyempurnaan

proses pengolahan uang di Bank Indonesia.

Pemantauan Kegiatan Pengolahan Uang dan Layanan Nasabah yang dilakukan oleh Perbankan dan CIT

Untuk meningkatkan kemampuan perbankan dan

CIT dalam memenuhi standar pengolahan uang yang

ditetapkan, Bank Indonesia secara rutin melakukan

pemantauan terhadap kegiatan pengolahan uang dan

layanan nasabah yang dilakukan baik oleh perbankan

maupun CIT. Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan

pemantauan ini adalah untuk meningkatkan jumlah

pasokan uang kartal layak edar di masyarakat yang berasal

dari hasil olahan perbankan dan CIT.

Penyempurnaan Kegiatan Cash Processing di Bank Indonesia

Selain meningkatkan pasokan uang kartal layak edar

melalui kegiatan pemantauan pengolahan uang yang

dilakukan oleh perbankan dan CIT, upaya peningkatan

pasokan uang kartal layak edar juga dilakukan melalui

penyempurnaan kegiatan pengolahan uang Bank

Indonesia. Penyempurnaan kegiatan cash processing ini

dimaksudkan untuk mempercepat proses pengolahan

uang yang dilakukan Bank Indonesia sehingga pasokan

uang kartal yang dimilki Bank Indonesia dapat dengan

segera memenuhi kebutuhan masyarakat.

Melalui kebijakan tersebut, kegiatan pengolahan uang

selama tahun 2012 dapat berjalan lebih baik dibandingkan

tahun sebelumnya. Hal ini tercermin pada keberhasilan

pemenuhan kebutuhan uang layak edar masyarakat

yang semakin meningkat. Kebijakan ini juga berhasil

mendorong terciptanya tingkat efisiensi yang lebih tinggi

dalam kegiatan pengolahan uang rupiah yang dilakukan

perbankan, CiT maupun Bank Indonesia.

Melakukan Pemantauan Optimalisasi Kinerja Sarana Pengolahan Uang

Keberadaan sarana pengolahan uang merupakan

salah satu faktor penentu keberhasilan Bank Indonesia

dalam memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat.

Penggunaan sarana pengolahan uang secara optimal

akan memperlancar proses handling uang yang diterima

Bank Indonesia dari setoran perbankan dan penukaran

masyarakat. Hasil pengolahan berupa uang layak edar

dapat segera dibayarkan kembali ke perbankanataupun

ditukarkan kembali ke masyarakat untuk digunakan dalam

transaksi pembayaran.

Untuk mengoptimalkan kegiatan pengolahan uang, Bank

Indonesia terus memperkuat kinerja sarana pengolahan

uang yang ada di KPw DN dan KPBI. Hal tersebut dilakukan

melalui kegiatan pemantauan sarana pengolahan uang

baik secara langsung (on-site) maupun secara tidak

langsung melalui laporan yang diterima dari satuan kerja

kas Bank Indonesia (off-site).

Dalam rangka memperoleh gambaran mengenai

kinerja dan kegiatan pengolahan uang yang dilakukan

oleh seluruh satuan kerja kas, selama tahun 2012

Bank Indonesia melakukan pemantauan on-site ke

masing-masing satuan kerja kas. Pemantauan tersebut

dimaksudkan untuk mengetahui profil perkasan tiap-tiap

satuan kerja kas yang meliputi :

a. Jenis dan jumlah peralatan kas yang terdiri

MesinSortasi Uang Kertas (MSUK), Mesin Racik Uang

Kertas (MRUK), Mesin Hitung dan Pembungkus Uang

Logam (MHPUL), Mesin Hitung Uang Kertas (MHUK),

Mesin Hitung Uang Logam (MHUL) dan Mesin Pengikat

Uang Kertas (MPgUK).

b. Kinerja MRUK dan MSUK dalam melakukan

pengolahan uang tidak layak edar

c. Kapasitas dan kondisi ruangan khasanah uang dan area

kas termasuk loket layanan kas

d. Jumlah Sumber Daya Kasir

e. Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan

pengolahan uang

Page 109: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

97Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Hasil pemantauan memperlihatkan bahwa berbagai

strategi kebijakan yang ditempuh selama tahun 2012

berhasil meningkatkan kinerja pengolahan uang yang

dilakukan satuan kerja kas. Hal ini tercermin dari

peningkatan utilitas dan produktivitas MSUK dan MRUK

dalam kegiatan pengolahan uang.

Utilitas atau rata-rata penggunaan MSUK dalam

melakukan pengolahan uang meningkat 20,57%

dibandingkan tahun sebelumnya. Disamping itu,

produktivitas atau rata-rata jumlah uang kertas yang

dapat diolah dengan MSUK menunjukkan peningkatan

sebesar 31,54% dibandingkan tahun sebelumnya.

Secara keseluruhan, rata-rata kinerja satuan kerja kas

dalam menggunakan MSUK pada kegiatan pengolahan

uangnya meningkat 25,93% dari rata-rata kinerja tahun

sebelumnya.

8.3 Pengembangan Layanan Kas Prima

Kegiatan layanan kas yang dilakukan oleh Bank Indonesia

meliputi skema layanan kas kepada bank umum dan

masyarakat yang dilakukan di seluruh unit kerja kas Bank

Indonesia dan layanan kas yang dilakukan di luar kantor

Bank Indonesia. Layanan kas yang dilakukan di seluruh

satuan kerja kas Bank Indonesia terdiri dari layanan

penyetoran dan penarikan perbankan, serta layanan

penukaran uang kartal layak edar kepada masyarakat.

Sementara layanan kas luar kantor Bank Indonesia

dilakukan dalam bentuk layanan kas keliling dan kas

titipan.

Dihadapkan pada peningkatan penggunaan kebutuhan

uang kartal dalam kegiatan transaksi masyarakat, Bank

Indonesia terus mengembangkan alternatif bentuk

layanan kas selain menempuh kebijakan penguatan

strategi layanan kas yang telah ada saat ini. Penguatan

strategi layanan kas tersebut dilakukan baik terhadap

kegiatan layanan penyetoran, penarikan dan penukaran

uang yang dilakukan di seluruh satuan kerja kas, maupun

terhadap layanan kas luar kantor yaitu layanan kas keliling

dan kas titipan.

Pengembangan layanan kas Bank Indonesia selama tahun

2012 diarahkan pada kebijakan untuk memperbesar porsi

keterlibatan perbankan dan instansi terkait lainnya dalam

kegiatan layanan kas yang dilakukan Bank Indonesia. Hal

ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

akan ketersediaan uang kartal yang merata di seluruh

wilayah Indonesia serta menjaga uang rupiah yang

beredar dalam kondisi layak edar.

Strategi kebijakan yang dilakukan pada tahun 2012 dalam

rangka pengembangan layanan kas dengan melibatkan

perbankan dan instansi terkait tersebut meliputi:

1. Menyempurnakan sistem dan prosedur layanan kas;

2. Mengoptimalkan kerjasama penukaran uang rupiah

pecahan kecil dengan perbankan dan pihak lainnya;

3. Mengembangkan strategi layanan kas pada periode

Hari Raya Keagamaan;

4. Mengoptimalkan Layanan Kas Luar Kantor Bank

Indonesia yang meliputi layanan kas keliling dan kas

titipan serta layanan kas di wilayah terpencil dan

terdepan NKRI.

Menyempurnakan Sistem dan Prosedur Layanan Kas

Dalam rangka meningkatkan pemenuhan kebutuhan

uang rupiah layak edar, Bank Indonesia terus mendorong

komitmen dan keterlibatan perbankan untuk

menyediakan uang rupiah layak edar bagi masyarakat.

Upaya ini ditempuh melalui kerjasama pengelolaan

uang kartal yang efektif, baik antar sesama bank melalui

optimalisasi Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB)

ataupun dengan perantaraan Bank Indonesia melalui

mekanisme dropshot.

Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB)

Sejalan dengan perkembangan kegiatan penarikan

dan penyetoran uang rupiah oleh bank umum dari

dan ke Bank Indonesia, penyempurnaan sistem dan

prosedur layanan kas di Bank Indonesia mutlak untuk

dilakukan. Penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengolahan uang

Page 110: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

98 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

di Bank Indonesia serta mengoptimalkan manajemen kas

perbankan.

Pasca pemberlakuan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan

Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia pada

bulan April 2011 (Surat Edaran BI Nomor 13/9/DPU),

selama tahun 2012 Bank Indonesia terus mendorong

perbankan untuk melakukan optimalisasi TUKAB dalam

memenuhi kebutuhan likuiditasnya.

Mekanisme Dropshot

Bersamaan dengan upaya optimalisasi TUKAB dalam

memenuhi kebutuhan uang rupiah perbankan, Bank

Indonesia memberlakukan penerapan kebijakan dropshot

yang merupakan mekanisme transaksi uang rupiah antar

bank dengan perantaraan Bank Indonesia.

Keberhasilan mekanisme dropshot dalam meningkatkan

efektivitas dan efisiensi layanan kas Bank Indonesia

mendorong pengembangan mekanisme dropshot yang

sebelumnya hanya dilakukan dalam satu wilayah kerja

Bank Indonesia menjadi dropshot antar wilayah kerja Bank

Indonesia. Melalui mekanisme dropshot antar wilayah

ini, pembayaran ULE hasil setoran bank dapat dilakukan

kepada bank yang sama atau kepada bank berbeda dalam

wilayah kerja KPw DN Bank Indonesia yang berbeda.

Selama tahun 2012, mekanisme dropshot antar wilayah

telah dilakukan di Sumatera dan Aceh; Jawa Timur;

Sumatera Barat; Kalimantan Selatan dan Tengah; serta

dropshot antar wilayah Bandung dan Jakarta. Melalui

kebijakan baru ini, resirkulasi uang layak edar dapat

ditingkatkan mengingat uang layak edar hasil dari setoran

perbankan dapat dibayarkan kembali oleh Bank Indonesia

kepada bank yang sama atau bank berbeda di wilayah

lain, tidak terbatas dalam satu wilayah kerja KPw DN Bank

Indonesia.

Penerapan kebijakan optimalisasi TUKAB dan dropshot

antar wilayah berhasil memenuhi peningkatan kebutuhan

uang kartal masyarakat pada tahun 2012. Disamping itu,

mekanisme ini juga membantu meningkatkan efisiensi dan

efektifas manajemen kas perbankan serta meringankan

beban pengolahan uang di Bank Indonesia. Keberhasilan

penerapan mekanisme dropshot antar wilayah pada tahun

2012 mendorong Bank Indonesia untuk mengembangkan

pemberlakuan mekanisme dropshot di tingkat nasional

yang akan mulai diterapkan pada tahun 2013.

Page 111: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

99Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Bye-Laws Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) Boks 8.3

Untuk memenuhi kebutuhan uang kartal perbankan dan masyarakat, modal kerja yang digunakan oleh Bank Indonesia bersumber dari penerimaan hasil cetak dari Perum Peruri dan setoran uang layak edar dari perbankan. Adapun permintaan uang kartal perbankan ini dipenuhi oleh Bank Indonesia melalui 2 mekanisme :

1. Modal kerja yang berasal dari setoran perbankan yang masih ada dalam kemasan yang utuh dan tersegel dibayarkan langsung untuk memenuhi permintaan bank tanpa terlebih dahulu diolah atau dihitung ulang secara rinci oleh Bank Indonesia. Mekanisme ini dikenal dengan istilah dropshot.

2. Modal kerja yang berasal dari setoran perbankan diolah atau disortasi terlebih dahulu oleh Bank Indonesia menggunakan Mesin Sortasi Uang Kertas (MSUK) ataupun diolah secara manual. Kegiatan sortasi dilakukan selain untuk menghitung kebenaran jumlah setoran bank, juga dilakukan untuk memisahkan uang yang diterima dari setoran bank berdasarkan klasifikasinya yaitu uang layak edar, uang tidak layak edar ataupun uang rusak serta kemungkinan terdapatnya uang rupiah palsu dalam setoran bank. Hasil olahan berupa uang layak edar kemudian dibayarkan kembali untuk memenuhi kebutuhan uang kartal perbankan.

Pemenuhan kebutuhan uang kartal perbankan melalui mekanisme tersebut berdampak pada tingginya beban pengolahan uang atau cash handling di Bank Indonesia. Beban ini diantaranya berupa beban personil dan investasi serta beban pemeliharaan peralatan kas yang tinggi. Kedepan, bebanyang ditimbulkan dari kegiatan pengelolaan uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia termasuk beban pengolahan uang akan semakin tinggi dan kompleks. Hal ini seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian dan masih lekatnya budaya masyarakat untuk menggunakan uang tunai dalam transaksi ekonomi (cash driven).Perkembangan perekonomian tersebut telah menyebabkan peningkatan posisi jumlah uangrupiah yang diedarkan (UYD) yang pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp279,03 triliun, pada tahun 2012 meningkat tajam menjadi sebesar Rp439,72 triliun.

Merespon perkembangan ini, upaya untuk meningkatkan efisiensi baik pada kegiatan cash handling Bank Indonesia maupun cash management perbankan senantiasa dilakukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan setoran dan bayaran bank yang berlaku saat ini telah mampu mengakomodasi terciptanya idle money perbankan yangrelatif rendah.

Kondisi ini dimungkinkan karena bank dapat langsung menyetorkan kelebihan likuiditasnya ke Bank Indonesia ataupun memenuhi kekurangan likuiditasnya dengan melakukan penarikan uang kartal ke Bank Indonesia. Disamping itu, kelebihan ataupun kekurangan likuiditas perbankan dapat diserap atau dipenuhi melalui mekanisme transaksi uang kartal antar bank (TUKAB), sehingga kondisi idle money perbankan yang tinggi dapat diminimalisir. Kondisi idle money yang tinggi di perbankan tentunya menyebabkan cost of fund perbankan membengkak, mengingat idle money tersebut tidak dapat dioptimalkan dalam pasar uang, pembelian Surat Bank Indonesia (SBI), kredit atau piranti-piranti investasi lainnya. Di sisi lain, idle money yang berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) tersebut memerlukan biaya bunga yang tidak kecil.

Kebijakan lain yang ditempuh Bank Indonesia untuk menciptakan efisiensi cash handling di Bank Indonesia dan efisiensi cash management di perbankan adalah melalui mekanisme dropshot dalam satu wilayah kantor Bank Indonesia. Uang Layak Edar (ULE) yang berasal dari setoran bank yang belum dilakukan penghitungan ulang secara rinci tersebut kemudian dikirimkan untuk memenuhi kebutuhan uang kartal perbankan di wilayah yang

Page 112: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

100 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

berada dalam wilayah kerja Kantor Bank Indonesia yang sama. Saat ini, mekanisme dropshot tengah dilakukan uji coba pengembangan cakupannya sehingga dapat berlaku pula antar wilayah kantor Bank Indonesia atau disebut dengan mekanisme dropshot antar wilayah. Terobosan kebijakan ini tidak terlepas dari kenyataan terdapatnya wilayah Kantor Bank Indonesia yang memiliki karakter “Net-Inflow” atau jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia lebih tinggi dari uang kartal yang keluar dan sebaliknya yang berkarakter “Net-Outflow”. Pengiriman uang (dropshot) dari Kantor Bank Indonesia yang berkarakter Net-Inflow dapat langsung dilakukan kepada Kantor Bank Indonesia terdekat yang membutuhkan likuiditas atau berada dalam kondisi Net-Outflow tanpa melalui Kantor Koordinator ataupun Kantor Pusat Bank Indonesia.

Selain itu, kebijakan dropshot dan perluasan cakupan antar wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan uang layak edar hasil setoran bank digunakan sebagai bayaran untuk memenuhi kebutuhan uang kartal bank lain. Melalui mekanisme ini, uang yang dibayarkan oleh Bank Indonesia kepada bank tidak selalu dipenuhi dengan uang rupiah hasil cetak sempurna (HCS) atau fresh money. Selama ini perbankan telah memiliki building trust diantara bank-bank di wilayahnya masing-masing, dengan melakukan TUKAB dan/atau menerima dropshot dari Kantor Bank Indonesia setempat berdasarkan Bye-Laws TUKAB di masing-masing wilayah.Oleh karena itu, pelaksanaan mekanisme dropshot antar wilayah kerja Bank Indonesia memerlukan pula building trust dan perangkat aturan main diantara bank-bank antar wilayah berupa Bye-Laws TUKAB Nasional.

Bye-Laws TUKAB sendiri merupakan kesepakatan tertulis antar bank yang mengatur pelaksanaan kegiatan transaksi uang kartal antar bank. Adapun tujuan Bye-Laws TUKAB adalah sebagai pedoman dalam memperlancar pelaksanaan kegiatan transaksi uang kartal sehingga terdapat keseragaman praktek-praktek perbankan. Semua bank wajib tunduk pada Bye-Laws ini pada saat melakukan TUKAB atau terjadinya pembayaran ULE oleh kantor Bank Indonesia yang berasal dari setoran bank lain di kantor Bank Indonesia yang ada di wilayah lain (dropshot). Ruang lingkup kegiatan yang diatur dalam Bye-Laws antara lain adalah :

1. Mekanisme pelaksanaan TUKAB dan dropshot

2. Mekanisme penyelesaian jika terjadi selisih jumlah uang yang di-TUKAB-kan atau di-dropshot-kan. Selisih dapat terjadi karena kurang, lebih atau diragukan keasliannya.

Saat ini, sedang berlangsung uji coba dropshot antar wilayah di Kantor Bank Indonesia yang meliputi 6 (enam) kesatuan wilayah, yaitu Sumatera Utara dan Aceh, Sumatera Barat dan Riau, Jakarta dan Bandung, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan wilayah Jawa Tengah. Adapun penetapan wilayah dropshot antar wilayah ini dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yaitu :

1. Penetapan wilayah dropshot antar wilayah memenuhi kriteria terdapatnya Kantor Bank Indonesia yang berkarakter net-inflow untuk dapat memenuhi kebutuhan Kantor Bank Indonesia lain yang wilayahnya mengalami kondisi net-outflow.

2. Kedekatan geografis antar Kantor Bank Indonesia serta adanya dukungan infrastruktur dan ketersediaan alat dan jalur transportasi yang memadai.

Secara umum, pelaksanaan uji coba pelaksanaan mekanisme dropshot antar wilayah dapat berlangsung tanpa kendala yang berarti. Keberhasilan ini mendorong rencana diberlakukannya mekanisme dropshot secara nasional pada semester II tahun 2013. Sehubungan dengan rencana pemberlakuan mekanisme dropshot nasional ini, terdapat beberapa hal yang menjadi concern Bank Indonesia. Hal yang menjadi perhatian dalam pemberlakuan mekanisme dropshot nasional terutama menyangkut standar operasi dan prosedur pelaksanaan dropshot, yang antara lain menyangkut :

Page 113: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

101Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

1. Pengaturan setoran ULE bank yang dapat dikirimkan ke Kantor Bank Indonesia di wilayah lain untuk didropshotkan adalah setoran bank yang belum melampaui jangka waktu tertentu atau belum terlalu lama.

2. Setoran ULE bank yang dikirimkan adalah setoran ULE dalam kemasan yang utuh, tidak rusak, tersegel dan masih terdapat label bank penyetor.

3. Adanya koordinasi antara Kantor Bank Indonesia sebagai pengirim dengan Kantor Bank Indonesia penerima serta Kantor Koordinator Wilayah sebelum pengiriman setoran ULE bank di-dropshot-kan. Kantor Koordinator atau Kantor Pusat Bank Indonesia dapat bertindak mewakili kantornya ataupun sebagai pengendali dropshot antar Kantor Bank Indonesia yang ada di wilayah kerjanya.

4. Dropshot setoran ULE bank antar wilayah diprioritaskan sebagai bayaran kepada bank yang sama, untuk mempermudah penyelesaian dalam hal terdapat selisih jumlah uang yang di-dropshot-kan.

5. Adanya aturan main bagi bank penyetor dan bank penerima uang dropshot dari BI yang berlaku secara nasional. Secara prinsip aturan main TUKAB atau Bye Laws yang berlaku saat ini di satu wilayah Kantor Bank Indonesia dan wilayah antar Kantor Bank Indonesia adalah sama. Namun demikian, jika diberlakukan secara nasional maka akan ada penyesuaian-penyesuaian akibat jumah bank yang besar dan beragam serta wilayahnya yang tersebar luas di seluruh Indonesia.

������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

�������������������������������������������

��������������������������������������������

��������������

������������������������������

�����������������������

�������������������������������������������������

����������������� ������ ������

������������ �������� ������������������������

���������������

������������

�������

����� ����������

��

�����������������

�������������

������������

����������������

����� ��������

��

�����������������������

�������

�����������������������������������

��

��

�����

�����

������������ ��������

������������

�������

��������

������������������������������

������������������������

�����������������������

Page 114: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

102 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Mengoptimalisasikan Kerjasama Penukaran Uang Rupiah Pecahan Kecil dengan Perbankan dan Pihak Lainnya

Meningkatnya penggunaan uang kartal khususnya uang

pecahan kecil dalam transaksi ekonomi masyarakat

disikapi Bank Indonesia dengan mengoptimalkan

kerjasama penukaran uang pecahan kecil yang telah

berjalan sebelumnya. Selain memudahkan masyarakat

memperoleh uang pecahan kecil, kerjasama ini juga

dilakukan sebagai bagian dari kebijakan clean money

policy untuk memenuhi ketersediaan uang rupiah dalam

kondisi layak edar di masyarakat.

Strategi kerjasama layanan penukaran uang rupiah

pecahan kecil dengan bank umum, Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) maupun perusahaan Cash In Transit (CIT)

tersebut merupakan kelanjutan dari strategi layanan

penukaran uang yang telah dirintis sejak tahun 2009 oleh

KPBI. Pada tahun 2012, kerjasama layanan penukaran

uang rupiah pecahan kecil tersebut diikuti oleh 13 bank

umum, 12 BPR dan 5 perusahaan CIT di wilayah kerja KPBI

yang meliputi wilayah JABODETABEK.

Selama tahun 2012, realisasi kerjasama layanan

penukaran uang rupiah pecahan kecil ke masyarakat

mencapai Rp774,62 miliar. Dari jumlah penukaran

tersebut, sebanyak Rp644,2 miliar (83,17%) merupakan

hasil penukaran di bank umum, Rp116,51 miliar (15,04%)

dari penukaran di perusahaan CIT dan Rp13,89 miliar

(1,79%) berasal dari penukaran di BPR.

Sementara itu, pada akhir tahun 2012 telah dilakukan

evaluasi terhadap efektivitas kerjasama layanan kas

penukaran uang rupiah pecahan kecil yang dilakukan

bersama dengan seluruh peserta kerjasama layanan.

Disimpulkan bahwa layanan penukaran uang rupiah

pecahan kecil tersebut cukup efektif dan mendapatkan

respon yang baik dari masyarakat. Respon yang sama juga

disampaikan oleh peserta kerjasama, beberapa peserta

bahkan mengajukan penambahan plafon penukaran untuk

dapat melayani masyarakat secara lebih optimal.

Berlakunya UU Mata Uang sejak tanggal 28 Juni 2011

memberikan landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan

kerjasama penukaran uang pecahan kecil antara Bank

Indonesia dengan perbankan dan instansi terkait lainnya.

Ketentuan pasal 22 ayat (4) UU Mata Uang mengatur

bahwa kegiatan penukaran uang rupiah dilakukan oleh

Bank Indonesia, bank yang beroperasi di Indonesia atau

pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.

Mengacu pada amanat tersebut, Bank Indonesia

memperbaharui perjanjian kerjasama penukaran

uang rupiah pecahan kecil yang berakhir pada tanggal

31 Desember 2012. Disamping itu, untuk lebih

mengoptimalkan layanan kas dalam memenuhi kebutuhan

uang rupiah pecahan kecil, Bank Indonesia menunjuk 1

mitra baru yaitu PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) sebagai

mitra kerja layanan penukaran uang rupiah pecahan kecil

untuk periode 5 tahun kedepan.

Mengembangkan Strategi Layanan Kas pada Periode Hari Raya Keagamaan

Sesuai dengan pola musiman, kebutuhan uang kartal

masyarakat cenderung tinggi selama periode keagamaan

yakni Ramadhan dan Idul Fitri, serta Natal dan akhir

tahun; ataupun pada masa libur sekolah dan tahun ajaran

baru. Bank Indonesia menempuh kebijakan penguatan

strategi layanan kas pada periode Ramadhan dan Idul Fitri

serta periode Natal dan akhir tahun 2012.

Strategi Layanan Kas pada periode Ramadhan dan Idul Fitri 2012

Sebagaimana tahun sebelumnya, untuk memenuhi

kebutuhan uang rupiah masyarakat selama periode

Ramadhan dan Idul Fitri, Bank Indonesia menempuh

2 strategi utama. Strategi tersebut yaitu strategi

pemenuhan kebutuhan uang kartal selama Ramadhan

2012 dan antisipasi arus balik uang kartal pasca Idul Fitri

2012.

Strategi pemenuhan kebutuhan uang kartal selama Ramadhan dan Idul Fitri 2012

1. Penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang Kartal selama

Ramadhan dan Idul Fitri 2012

Pada bulan Mei 2012, Bank Indonesia melakukan

penyusunan proyeksi kebutuhan uang kartal masyarakat

Page 115: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

103Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

selama periode Ramadhan dan Idul Fitri 2012. Hal ini

merupakan langkah antisipasi terhadap peningkatan

kebutuhan uang kartal masyarakat selama periode

dimaksud. Proyeksi yang dihasilkan merupakan hasil

penajaman terhadap estimasi kebutuhan uang pada

bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 yang sebelumnya telah

ditetapkan dalam Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) 2012.

Hasil penajaman tersebut kemudian dikomunikasikan ke

seluruh satuan kerja kas Bank Indonesia sebagai Estimasi

Kebutuhan Uang (EKU) Ramadhan dan Idul Fitri 2012.

Dengan mempertimbangkan realisasi outflow tahun

sebelumnya, Bank Indonesia menetapkan EKU Ramadhan

dan Idul Fitri 2012 sebesar Rp89,4 triliun. Proyeksi yang

dibuat meliputi jumlah penarikan dan penukaran baik

dalam nominal maupun jenis pecahan secara nasional.

Sementara itu, realisasi outflow selama periode

Ramadhan dan Idul Fitri 2012 (23 Juli s/d 16 Agustus

2012) tercatat sebesar Rp85,7 triliun atau mencapai 95,8%

dari angka proyeksi. Realisasi outflow tersebut meningkat

6,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

2. Strategi Distribusi Uang

Menghadapi peningkatan kebutuhan uang kartal

masyarakat terutama kebutuhan akan ketersediaan uang

pecahan kecil layak edar menjelang Ramadhan dan Idul

Fitri 2012, Bank Indonesia menempuh strategi kebijakan

untuk meningkatkan persediaan uang di seluruh satuan

kerja kas baik di KPw DN maupun di KPBI. Hal ini dilakukan

dengan menambah frekuensi dan kuantitas pengiriman

uang menjelang Ramadhan dan Idul Fitri 2012.

Sesuai dengan action plan EKU Ramadhan dan Idul Fitri

2012, pengaturan/penjadwalan pengiriman kebutuhan

uang bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 dari KPBI ke

seluruh satuan kerja kas sebagian besar telah diselesaikan

pada akhir bulan Juni 2012. Jadwal pengiriman uang

tersebut lebih awal dari jadwal distribusi uang yang

ditetapkan sebelumnya. Melalui strategi tersebut, uang

kartal telah tersedia di perbankan dan siap dialirkan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sementara itu, untuk memastikan kelancaran arus

distribusi uang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat

selama Ramadhan dan Idul Fitri 2012, Bank Indonesia

menempuh kebijakan penguatan kerjasama dan

koordinasi baik antar KPw DN Bank Indonesia maupun

dengan penyedia jasa transportasi. Melalui kerjasama

intensif dengan PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) dan PT.

Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) selaku operator

penyedia jasa transportasi darat dan laut, Bank Indonesia

mampu memenuhi peningkatan kebutuhan uang kartal

masyarakat tanpa adanya hambatan transportasi yang

berarti.

3. Strategi Peningkatan Layanan Kas

Untuk memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat

selama periode Ramadhan dan Idul Fitri 2012, Bank

Indonesia juga terus melakukan peningkatan layanan kas

kepada masyarakat baik melalui layanan kas penarikan,

penyetoran dan penukaran uang rupiah pada loket-loket

layanan kas di seluruh Satuan Kerja Kas, maupun melalui

layanan kas luar kantor seperti kas keliling dan kas titipan.

Bank Indonesia bersama dengan 9 (sembilan) bank

umum nasional yaitu BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI,

Bank Jabar Banten, Bank DKI, BTN, CIMB Niaga dan

Bank Permata, menyelenggarakan layanan bersama

penukaran uang rupiah pecahan kecil secara gratis kepada

masyarakat yang dipusatkan di Taman IRTI Monas. Selama

berlangsungnya kegiatan tersebut yaitu tanggal 23 Juli

s.d 16 Agustus 2012, total penukaran masyarakat di

outlet penukaran Bank Indonesia mencapai Rp8,92 miliar,

sedangkan total penukaran di outlet penukaran ke-9 bank

umum lainnya mencapai Rp51,0 miliar.

Pada kegiatan penukaran bersama di Taman IRTI Monas

ini, masyarakat tidak hanya dapat menukarkan uangnya

ke pecahan kecil, namun juga dapat menukarkan uangnya

ke uang elektronik (e-money) seperti Kartu Flazz, Mandiri

Pre-paid (e-toll, Indomaret Card, Gazz Card), Brizzi

dan BNI Pre-paid, secara cuma-cuma. Disamping itu,

masyarakat juga dapat melakukan penukaran uang rupiah

pecahan kecil maupun uang elektronik tersebut dengan

menggunakan kartu ATM/Debet. Hal ini dimaksudkan

Page 116: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

104 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

untuk mendorong penggunaan uang elektronik (e-money)

dan menciptakan transaksi yang lebih aman dan efisien

menuju terciptanya less cash society.

Upaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal

masyarakat selama periode Ramadhan dan Idul

Fitri 2012 juga dilakukan oleh seluruh KPw DN Bank

Indonesia. Berbagai terobosan baru ditempuh untuk

dapat meningkatkan layanan kas secara langsung kepada

masyarakat di wilayah kerjanya. Salah satunya dilakukan

oleh KPw Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat &

Banten) yang melayani penukaran uang masyarakat

di loket kas dan membuka fasilitas layanan drive thru

penukaran uang rupiah. Layanan ini dimaksudkan untuk

memudahkan masyarakat dalam menukar uang rupiah

selama periode Ramadhan. Fasilitas ini disediakan dengan

menggunakan outlet layanan kas berupa mobil kas keliling

yang diletakkan di halaman parkir Kantor Bank Indonesia

dari tanggal 27 Juli sampai dengan 16 Agustus 2012.

Sampai dengan 5 hari menjelang berakhirnya fasilitas

ini, tercatat 9.641 kendaraan yang telah dilayani dengan

jumlah penukaran harian tertinggi mencapai Rp2,1 miliar.

Strategi layanan kas pasca Idul Fitri 2012

Sebagaimana pola musiman, pasca berakhirnya periode

Ramadhan dan Idul Fitri ditandai dengan adanya arus

balik (inflow) yang cukup tinggi. Tingginya arus balik

tersebut disebabkan oleh kondisi likuiditas perbankan

yang secara umum mengalami excess liquidity.

Jumlah arus balik dari tanggal 24 Agustus s/d 20

September 2012 atau 1 bulan sejak berakhirnya Idul Fitri

2012 tercatat sebesar Rp68,6 triliun atau mencapai 80,1%

dari jumlah outflow selama periode Ramadhan dan Idul

Fitri 2012 (Rp85,7 triliun). Jumlah arus balik didominasi

oleh uang rupiah pecahan besar yang mencapai Rp66,7

triliun (97,1%), dan uang rupiah pecahan kecil sebesar

Rp1,9 triliun (2,9%).

Strategi Layanan Kas pada periode Natal dan Akhir Tahun 2012

Sebagaimana siklus tahunan, periode Natal dan akhir

tahun umumnya diikuti dengan peningkatan aktivitas

transaksi ekonomi masyarakat yang berimbas pada

peningkatan kebutuhan uang kartal selama periode

tersebut. Memenuhi peningkatan kebutuhan uang kartal

tersebut, Bank Indonesia menempuh beberapa strategi

kebijakan diantaranya :

1. Penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) Natal dan

Akhir Tahun 2012

Bank Indonesia menyusun Estimasi Kebutuhan Uang

(EKU) Natal dan akhir tahun 2012 yang merupakan

proyeksi kebutuhan uang kartal selama periode tersebut.

Penyusunan EKU dilakukan pada awal triwulan IV 2012

melalui koordinasi dengan satuan kerja kas di Kantor

Pusat dan seluruh KPw DN Bank Indonesia, maupun

secara eksternal dengan stakeholders.

Dengan mempertimbangkan realisasi outflow tahun

sebelumnya, kebutuhan uang rupiah masyarakat selama

periode Natal dan akhir tahun 2012 diestimasikan

mencapai Rp66,8 triliun. Estimasi tersebut meningkat

17,9% dari tahun sebelumnya dengan angka proyeksi

sebesar Rp56,7 triliun. Peningkatan estimasi outflow

tersebut selain karena aktivitas transaksi tunai yang

cenderung naik setiap tahunnya, juga disebabkan libur

Natal dan akhir tahun 2012 lebih panjang dibandingkan

tahun sebelumnya.

Realisasi penarikan uang rupiah oleh perbankan dan

masyarakat (outflow) selama periode Natal dan akhir

tahun 2012 tercatat sebesar Rp67,7 triliun atau mencapai

101,3% dari estimasi. Realisasi outflow tersebut

meningkat 19,5% dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya dengan realisasi penarikan sebesar Rp56,7

triliun.

2. Strategi Distribusi Uang

Meskipun terjadi kenaikan outflow yang cukup signifikan,

pemenuhan kebutuhan uang rupiah layak edar di seluruh

wilayah Indonesia selama periode Natal dan akhir tahun

2012 dapat dipenuhi dengan lancar dan tepat waktu.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari koordinasi intensif

yang dilakukan dengan seluruh Satuan Kerja Kas di KPw

Page 117: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

105Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

DN dan KPBI, maupun kerjasama dengan pihak penyedia

jasa angkutan (PT.KAI dan PT.PELNI) untuk mendukung

kelancaran distribusi uang rupiah ke seluruh wilayah

Indonesia. Selain itu, kerjasama dan koordinasi dengan

perbankan dan mitra kerja strategis Bank Indonesia

seperti operator jalan tol, busway dan Asosiasi Pengusaha

Ritel Indonesia (APRINDO) dalam hal penyediaan dan

distribusi uang rupiah layak edar turut pula mendukung

keberhasilan pemenuhan kebutuhan uang kartal selama

periode Natal dan akhir tahun 2012.

3. Peningkatan kapasitas cetak Perum Peruri

Untuk meningkatkan pasokan uang layak edar dalam

memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat selama

periode Natal dan akhir tahun 2012, salah satu strategi

yang ditempuh Bank Indonesia adalah terus membangun

komunikasi dan kerjasama secara intensif dengan Perum

Peruri untuk meningkatkan kapasitas cetak uang rupiah.

Melalui kebijakan tersebut, Bank Indonesia merealisasikan

penerimaan cetak sebesar 101,13% dari rencana cetak

triwulan IV 2012.

4. Optimalisasi kebijakan Transaksi Uang Kartal Antar

Bank (TUKAB) dan Dropshot Antar Wilayah

Strategi lain yang memberikan kontribusi cukup besar bagi

keberhasilan layanan kas selama periode Natal dan akhir

tahun 2012 adalah optimalisasi kebijakan TUKAB dan

kebijakan dropshot antar wilayah yang mulai diterapkan

oleh Bank Indonesia pada tahun 2012. Selama periode

Natal dan akhir tahun 2012, total transaksi TUKAB di

wilayah kerja KPBI mencapai Rp55,0 triliun.

Mengoptimalkan Layanan Kas Luar Kantor Bank Indonesia yang meliputi Layanan Kas Keliling dan Kas Titipan serta Layanan Kas Keliling di Wilayah Terpencil dan Terdepan NKRI.

Keberhasilan Bank Indonesia untuk memenuhi

ketersediaan uang layak edar secara merata dan

berkualitas tidak hanya dipengaruhi oleh keberhasilan

penguatan strategi layanan kas yang dilakukan di Kantor

Bank Indonesia semata. Ditengah berbagai tantangan

yang dihadapi, strategi layanan kas luar kantor yang

dilakukan Bank Indonesia selama tahun 2012 yaitu

layanan kas keliling dan kas titipan mampu membawa

angin segar bagiupaya pemenuhan kebutuhan uang kartal

masyarakat di berbagai wilayah NKRI.

Hal ini terutama dirasakan oleh masyarakat di daerah-

daerah yang selama ini belum terjangkau oleh layanan kas

Bank Indonesia (blank spot areas) ataupun masyarakat

di wilayah terpencil dan terdepan NKRI yang mengalami

kesulitan untuk memperoleh uang kartal dalam kondisi

layak edar. Kondisi infrastruktur daerah yang kurang

memadai maupun keterbatasan jalur distribusi dan

moda transportasi menjadi hambatan utama bagi

kelancaran kegiatan pengedaran uang rupiah di daerah-

daerah tersebut. Penguatan strategi layanan kas luar

kantor inidilakukan melalui optimalisasi kerjasama Bank

Indonesia dengan perbankan dan pihak terkait lainnya

dalam bentuk perluasan kerjasama penukaran uang

rupiah pecahan kecil bagi masyarakat.

Layanan Kas Keliling

Layanan kas keliling yang dilakukan Bank Indonesia

bertujuan untuk menjangkau penyediaan uang rupiah

layak edar khususnya uang rupiah pecahan kecil di luar

kota kedudukan Kantor Bank Indonesia baik di wilayah

KPw DN maupun di wilayah kerja KPBI. Strategi layanan

kas keliling di wilayah KPBI diarahkan ke lokasi yang

memiliki tingkat kebutuhan dan perputaran uang cukup

tinggi seperti pasar tradisional dan pusat perbelanjaan.

Sedangkan di KPwDN, layanan kas keliling diarahkan ke

luar wilayah kerja Kantor Bank Indonesia yang belum

dapat dipenuhi oleh perbankan setempat.

Selama tahun 2012, KPBI telah melaksanakan sebanyak

525 kali kegiatan layanan kas keliling di wilayah

JABODETABEK dan wilayah lainnya seperti Serang,

Karawang, Sukabumi, Labuan, Rangkasbitung, Pandeglang

dan Cilegon. Melalui layanan kas keliling ini tercatat

jumlah transaksi penukaran uang masyarakat sebesar

Rp242,1 miliar.

Selain itu, Bank Indonesia bekerja sama dengan PT.

Jakarta International Expo (JI Expo) menyelenggarakan

Page 118: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

106 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

layanan penukaran uang kecil tanpa biaya (free of charge)

kepada para pengunjung dan peserta pameran pada event

tahunan Jakarta Fair 2012 yang berlangsung pada tanggal

14 Juni – 14 Juli 2012. Layanan kas berlangsung setiap hari

selama berlangsungnya event dengan menyiapkan Rp500-

550 juta per hari untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Penguatan strategi layanan kas keliling juga dilakukan oleh

KPw DN Bank Indonesia sebagai upaya untuk memenuhi

ketersediaan uang layak edar di wilayah yang kebutuhan

uangnya belum dapat dipenuhi oleh perbankan setempat.

Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh KPw DN

Pematang Siantar pada tahun 2012 adalah melakukan

kegiatan layanan kas keliling penukaran uang kepada

masyarakat dan layanan kas keliling wholesale kepada

perbankan di Kisaran dan Tanjung Balai.

Disamping membantu masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan uang kartal layak edar melalui layanan

penukaran uang pecahan kecil, kehadiran layanan kas

keliling wholesale ini sangat membantu perbankan

setempat untuk menukarkan uang rupiah tidak layak edar

yang menjadi idle money di perbankan.

Selama tahun 2012, transaksi penukaran uang rupiah

layak edar masyarakat melalui layanan kas keliling yang

dilakukan oleh seluruh KPw DN Bank Indonesia mencapai

Rp1,36 triliun atau 0,32% dari total aliran uang kartal yang

keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat

(outflow). Adapun jumlah nominal penukaran uang rupiah

terbesar melalui kegiatan kas keliling ini terdapat di

KPBI, KPw Bank Indonesia Wilayah II (Kalimantan) dan

KPw Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat dan Banten),

masing-masing sebesar 18,84%, 18,35% dan 14,70% dari

total outflow layanan kas keliling.

Layanan Kas Titipan

Sepanjang tahun 2012 Bank Indonesia terus melakukan

perluasan layanan kas titipan khususnya di daerah blank

spot areasyang memiliki aktivitas ekonomi yang cukup

tinggi. Alternatif layanan kas ini dipandang sebagai

alternatif yang lebih efisien dibanding layanan kas

keliling sementara belum terdapat pembukaan KPw DN

Bank Indonesia untuk melayani kebutuhan masyarakat

setempat. Upaya ini dilakukan dengan meningkatkan

peran serta dan keterlibatan perbankan setempat

untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan uang kartal

masyarakat di wilayah blank spot areas baik secara jumlah

maupun kualitas.

Penguatan strategi layanan kas titipan yang dilakukan

Bank Indonesia pada tahun 2012 tercermin dari

penambahan jumlah lokasi kas titipan di berbagai blank

spot area di wilayah Indonesia. Dari 15 lokasi kas titipan

sampai dengan akhir tahun 2011, sepanjang tahun 2012

Bank Indonesia kembali melakukan pembukaan 4 lokasi

kas titipan baru. Bekerjasama dengan PT. BPD Kalteng

sebagai bank pengelola kas titipan, Bank Indonesia

membuka kas titipan baru di daerah Muara Teweh

(Kalimantan Tengah), sementara di Luwuk (Sulawesi

Tengah), kas titipan dibuka melalui kerjasama dengan

PT. BRI Sulteng selaku bank pengelola. Selain itu, untuk

mendukung kelancaran transaksi ekonomi masyarakat

dengan berkembangnya sentra-sentra ekonomi di

Kawasan Timur Indonesia (KTI), Bank Indonesia membuka

2 lokasi kas titipan baru di Waingapu dan Atambua, Nusa

Tenggara Timur, masing-masing melalui kerjasama dengan

PT. BRI NTT dan PT. BPD NTT selaku bank pengelola.

Dengan adanya pembukaan lokasi kas titipan baru

tersebut, sampai dengan akhir tahun 2012 Bank Indonesia

telah memiliki 19 lokasi kas titipan yang tersebar di

seluruh wilayah Indonesia. Selain 4 lokasi kas titipan

baru yang dibuka selama tahun 2012, lokasi kas titipan

lainnya terdapat wilayah Biak, Merauke, Sorong, Timika,

Maumere, Gorontalo, Tahuna, Sampit, Lubuk Linggau,

Pangkal Pinang, Toli-toli, Rantau Prapat, Gunung Sitoli,

Palopo dan Mamuju.

Layanan Kas Keliling di Wilayah Terpencil dan Terdepan NKRI

Bank Indonesia terus mengembangkan kegiatan layanan

kas keliling penukaran uang rupiah layak edar di wilayah-

wilayah terpencil dan terdepan NKRI yang merupakan

kelanjutan dari program kerja tahun sebelumnya. Selain

untuk menjamin penyediaan uang rupiah layak edar dan

meningkatkan layanan kas Bank Indonesia, kebijakan

Page 119: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

107Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

ini juga ditempuh sebagai bagian dari upaya menjaga

kedaulatan negara melalui eksistensi uang rupiah di

daerah terpencil dan terdepan NKRI. Pelaksanaan layanan

kas keliling ini dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia

maupun melalui kerjasama dengan instansi terkait lainnya

seperti Kepolisian Air (POLAIR) dan TNI Angkatan Laut (TNI

AL).

Kerjasama dengan POLAIR diwujudkan pada pelaksanaan

kegiatan kas keliling penukaran uang rupiah layak edar

di di wilayah Kepulauan Seribu. Dengan menggunakan

armada speed boat dan pengamanan dari POLAIR,

layanan kas keliling Bank Indonesia berhasil menjangkau

masyarakat di 5 lokasi yaitu Pulau Tidung, Pulau Pramuka,

Pulau Untung Jawa, Pulau Panggang dan Pulau Harapan.

Sementara itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas dan

efisiensi layanan kas ini ke depan, pada 22 Februari 2012

Bank Indonesia dan TNI AL sepakat untuk meningkatkan

kerjasama yang telah dijalankan sejak tahun 2011 ke

dalam suatu Piagam Kesepakatan Bersama (PKB) dan

Perjanjian Kerja Sama (PKS). Keduanya akan menjadi

pijakan bagi pelaksanaan kerjasama distribusi dan

pengamanan layanan kas serta program kegiatan sosial

Bank Indonesia di daerah terpencil dan terdepan NKRI.

Melalui kerjasama dengan TNI AL, layanan kas keliling

Bank Indonesia telah berhasil menjangkau dan melayani

masyarakat di berbagai wilayah terpencil dan terdepan

NKRI. Wilayah Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua,

Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), Kepulauan

Sangihe–Talaud (Sulawesi Utara) dan Kepulauan

Anambas–Natuna (Kepulauan Riau) merupakan daerah-

daerah terpencil ataupun terdepan NKRI yang pada tahun

2012 telah terlayani oleh layanan kas keliling ini.

Menjadi kebanggaan tersediri bagi Bank Indonesia bahwa

pelaksanaan kegiatan layanan kas keliling penukaran

uang rupiah layak edar ke berbagai daerah terpencil

dan terdepan NKRI mendapatkan apresiasi dan respon

yang positif dari berbagai kalangan masyarakat maupun

Pemerintah Daerah setempat. Apresiasi positif tersebut

terlihat dari antusiasme masyarakat pada pelaksanaan

kegiatan kas keliling di 5 daerah terpencil di Kepulauan

Maluku yaitu Pulau Geser, Pulau Tual, Pulau Larat,

Pulau Kisar dan Pulau Wetar yang dilakukan dengan

menggunakan armada KRI Untung Surapati milik TNI AL.

Masyarakat dan perbankan setempat secara antusias

melakukan penukaran uang rupiah yang sudah lusuh

dan tidak layak edar di tempat penukaran yang dibuka

Bank Indonesia. Disamping itu, masyarakat juga secara

aktif mengikuti sosialisasi ciri keaslian uang rupiah yang

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan kas

keliling.

Apresiasi positif tersebut terlihat pula pada banyaknya

masyarakat yang mengunjungi acara “open ship” KRI

Untung Surapati selama berlabuh di pelabuhan umum

setempat. Pada acara tersebut, masyarakat dapat naik ke

atas kapal perang untuk mendapatkan informasi terkait

fungsi dan tugas TNI AL.

Melalui acara “open ship’ ini diharapkan masyarakat di

wilayah terpencil dan terdepan NKRI dapat memiliki

pemahaman yang menyeluruh terkait fungsi dan tugas

Bank Indonesia dan TNI AL dalam menjaga kedaulatan

NKRI. Hal ini sesuai dengan komitmen dari kedua lembaga

untuk menegakkan lambang negara dan menjaga

kedaulatan NKRI melalui peningkatan eksistensi Rupiah

dan fungsi hankam matra laut di daerah terpencil dan

terdepan NKRI.

Layanan kas keliling ke daerah terpencil dan terdepan

NKRI selama tahun 2012 juga dilaksanakan oleh seluruh

KPw DN Bank Indonesia, salah satunya oleh KPw DN

Provinsi Kalimantan Barat. Wilayah kerja KPwDN Provinsi

Kalimantan Barat diantaranya meliputi batas wilayah

negara yang membentang sepanjang 966 KM, dimana

terdapat 15 kecamatan dan 747 desa yang wilayahnya

berbatasan secara langsung dengan distrik-distrik di

negara tetangga Malaysia.

Secara umum, sebagian besar daerah yang ada di wilayah

perbatasan tersebut dikategorikan sebagai daerah

tertinggal, salah satunya adalah Kecamatan Paloh,

Kabupaten Sambas. Disisi lain, kondisi infrastruktur di

wilayah Malaysia yang berbatasan langsung dengan

Indonesia yaitu Sarawak sudah sangat memadai dan lebih

mudah diakses oleh masyarakat Indonesia yang ada di

perbatasan.

Page 120: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

108 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Kurangnya upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat di

perbatasan serta terbukanya peluang ekonomi di negara

tetangga mendorong orientasi transaksi masyarakat

dilakukan dalam mata uang negara tetangga. Selain itu,

kemudahan akses untuk memperoleh uang ringgit dan

sulitnya memperoleh uang rupiah, menjadikan uang

ringgit lebih dominan beredar di sebagian besar wilayah

perbatasan dibandingkan dengan uang rupiah.

Merespon hal tersebut, KPw DN Provinsi Kalimantan Barat

menurunkan tim kas keliling untuk memberikan layanan

penukaran uang rupiah pecahan kecil serta penarikan

uang rupiah lusuh kepada masyarakat di Kecamatan Paloh,

yang selama ini tidak tersentuh oleh layanan perbankan.

Layanan kas keliling ini dilakukan bersamaan dengan

pembukaan Kantor Cabang Pembantu BPD Kalimantan

Barat yang merupakan bank pertama yang dimiliki oleh

Kecamatan Paloh sejak jaman kemerdekaan.

Kegiatan layanan kas keliling di wilayah terpencil dan

terdepan NKRI juga dilakukan oleh KPw DN Provinsi

Maluku di daerah Namrole, Kabupaten Buru Selatan,

yang merupakan daerah baru hasil pemekaran, yang

hanya dapat dijangkau setelah menempuh perjalanan

selama 6 jam dengan menggunakan kapal feri dari Kota

Ambon. Kondisi infrastruktur yang belum memadai

menjadi salah satu penyebab kondisi uang rupiah yang

beredar di daerah Namrole sebagian besar dalam kondisi

lusuh. Selama 3 hari, layanan kas keliling KPw DN Provinsi

Maluku melayani penukaran uang rupiah pecahan

kecil maupun uang rupiah lusuh dan rusak yang ada di

masyarakat dan dunia usaha, sertamaupun layanan kas

keliling secara wholesale kepada perbankan.

Demikian pula yang dilakukan oleh KPw DN Provinsi

Bengkulu melalui kegiatan sinergi bertajuk “BI-LANAL

Peduli Enggano”, tim gabungan KPw DN Provinsi Bengkulu

dan Pangkalan TNI AL (LANAL) Bengkulu menggelar

layanan kas keliling bagi masyarakat di Pulau Enggano.

Pulau ini merupakan pulau terluar di wilayah Indonesia

bagian barat yang berjarak sekitar 180 mil dari Pulau

Sumatera. Di tengah perkembangan aktivitas ekonomi

masyarakat dan potensi daerah yang dimiliki, transaki

barter masih lazim dijumpai di Pulau Enggano. Selain

minimnya ketersediaan infrastruktur, keterbatasan jalur

dan moda transportasi untuk menjangkau Pulau Enggano

menyebabkan masyarakat setempat masih mengandalkan

barter untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketiadaan

perbankan di pulau ini juga mengakibatkan kondisi uang

rupiah yang beredar di masyarakat sebagian besar dalam

kondisi yang lusuh.

Selain kegiatan layanan kas keliling yang melayani

penukaran uang pecahan kecil maupun uang rupiah

yang sudah tidak layak edar dan rusak, Bank Indonesia

juga melaksanakan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang

rupiah ke masyarakat. Disamping itu, Bank Indonesia dan

LANAL Bengkulu juga menggelar kegiatan sosial berupa

pembagian sembako dan layanan kesehatan gratis serta

melaksanakan penghijauan di pesisir pantai Malakoni-

Enggano.

Dari ujung barat Indonesia, kegiatan layanan kas keliling

ke daerah terpencil yang terdapat di Bumi Serambi Mekah

juga dilakukan oleh KPw DN Bank Indonesia Provinsi Aceh.

Di tengah ancaman gempa, Bank Indonesia melaksanakan

kegiatan kas keliling penukaran uang layak edar di

Kabupaten Simule, salah satu daerah terpencil di wilayah

Aceh Selatan.

Layanan kas keliling ini membuka akses penukaran uang

layak edar kepada masyarakat dan memenuhi kelangkaan

pecahan uang tertentu. Selain itu, layanan kas keliling juga

dilakukan secara wholesale untuk memenuhi kebutuhan

uang kartal perbankan setempat.

Ekspedisi Bhakti Kesejahteraan Rakyat (Bhakesra) Nusantara 2012

Komitmen Bank Indonesia untuk meningkatkan eksistensi

uang rupiah di daerah-daerah terdepan NKRI diwujudkan

pula melalui keikutsertaan Bank Indonesia dalam

pelaksanaan Ekspedisi Bhakti Kesejahteraan Rakyat

(Bhakesra) Nusantara 2012. Kegiatan ini diselenggarakan

oleh Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat

bersama dengan TNI AL dan Kementerian/lembaga

terkait, BUMN serta kalangan swasta. Ekspedisi ini

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

di pulau-pulau terpencil dan terdepan NKRI sekaligus

Page 121: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

109Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

untuk mendukung perhelatan Sail Morotai 2012

yang merupakan salah satu agenda kegiatan tahunan

Pemerintah.

Bertolak dari pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 28

Agustus 2012, Bank Indonesia dan TNI AL mengarungi 7

pulau terpencil dan terdepan NKRI dengan menggunakan

KRI Banda Aceh. Selama 1 bulan, Bank Indonesia

melakukan kegiatan layanan kas keliling penukaran uang

rupiah layak edar kepada masyarakat terutama layanan

penukaran uang rupiah pecahan kecil kepada masyarakat

di Pulau Maumere, Lembata, Buru, Morotai, Marampit,

Marore dan Pulau Balabalakang. Total penukaran uang

pecahan kecil layak edar selama pelaksanaan Ekspedisi

Bhakesra Nusantara 2012 mencapai Rp17,37 miliar yang

terdiri dari uang rupiah kertas dan logam. Kondisi fisik

uang yang diterima dari masyarakat umumnya sudah

sangat lusuh.

Dalam Ekspedisi Bhakesra ini, Bank Indonesia secara

simultan juga melakukan kegiatan Sosialisasi ciri-

ciriKeaslian Uang Rupiah sekaligus melaksanakan Survei

Ketersediaan dan Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah

Terpencil/Terdepan NKRI. Disamping itu, Bank Indonesia

juga memberikan bantuan sosial berupa 7 (tujuh) genset

diesel yang diperuntukkan bagi masyarakat dan Pos TNI

AL yang ada di masing-masing pulau sebagai bagian dari

Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) tahun 2012.

8.4 Koordinasi dalam rangka Implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

lahir dari keinginan untuk mempercepat terwujudnya

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan melakukan

perubahan pengaturan mata uang yang terpisah dengan

pengaturan tentang Bank Indonesia. Hal ini mengingat

kedudukan uang sebagai salah satu simbol negara serta

perannya sebagai alat pembayaran yang sah (legal

tender). Disamping itu, UU Mata Uang lahir dari keinginan

kuat untuk menjadikan mata uang rupiah sebagai tuan

rumah di negeri sendiri.

Diberlakukannya UU Mata Uang pada tanggal 28 Juni

2011, mengharuskan Bank Indonesia untuk melakukan

penyesuaian terhadap pelaksanaan tugas dan

kewenangan di bidang pengelolaan uang. Penyesuaian

ini dilakukan sebagai pemenuhan amanat untuk

melakukan koordinasi dengan Pemerintah dalam kegiatan

perencanaan, pencetakan dan pemusnahan uang rupiah.

UU Mata Uang juga mengamanatkan penunjukan BUMN

yakni Perum Peruri sebagai satu-satunya pelaksana

pencetakan uang rupiah. Lebih lanjut, UU Mata Uang

mengamanatkan koordinasi dalam upaya pemberantasan

uang rupiah palsu melalui suatu badan yang disebut

sebagai Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu

(BOTASUPAL).

Sementara itu, memenuhi amanat pasal 42 UU Mata

Uang, Bank Indonesia akan melakukan penerbitan uang

rupiah baru yang akan ditandatangani bersama oleh

Bank Indonesia dan Pemerintah. Uang rupiah baru

tersebut akan diperkenalkan ke masyarakat sebagai alat

pembayaran yang sah pada tanggal 17 Agustus 2014.

Melakukan Koordinasi dengan Pemerintah dalam Menetapkan Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) dan Rencana Cetak Uang (RCU)

Berdasarkan UU Mata Uang, kegiatan pengelolaan

uangrupiah terdiri dari kegiatan perencanaan,

pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan,

serta pemusnahan uang rupiah. Dalam menjalankan

kegiatan tersebut, Bank Indonesia merupakan

satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan

pengeluaran, pengedaran, dan/atau pencabutan dan

penarikan uang rupiah. Adapun pelaksanaan kegiatan

perencanaan dan pencetakan, serta pemusnahan uang

rupiah dilakukan Bank Indonesia melalui koordinasi

dengan Pemerintah dengan berpedoman pada Nota

Kesepahaman tentang Pelaksanaan Koordinasi dalam

rangka Perencanaan dan Pencetakan, serta Pemusnahan

Uang Rupiah, yang telah ditandatangani oleh Bank

Indonesia dan Kementerian Keuangan selaku wakil

Pemerintah pada tanggal 27 Juni 2012.

Page 122: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

110 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Sesuai dengan amanat UU Mata Uang tersebut,

penyusunan EKU maupun RCU 2013 yang dilakukan Bank

Indonesia telah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan

Kementerian Keuangan sebagai wakil Pemerintah. Wujud

dari koordinasi tersebut berupa pemberitahuan dan tukar-

menukar informasi mengenai rencana, macam dan harga

uang rupiah, proyeksi jumlah uang rupiah yang perlu

dicetak, serta jumlah uang rupiah yang rusak dan yang

ditarik dari peredaran.

Penyusunan EKU 2013 telah dilaksanakan oleh Bank

Indonesia pada triwulan II 2012 melalui penyelenggaraan

Workshop Perencanaan, Pengadaan dan Distribusi Uang

Rupiah Tahun 2013. Kehadiran wakil dari Kementerian

Keuangan RI pada penyusunan EKU 2013 ini, merupakan

bentuk nyata koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah

dalam hal perencanaan uang rupiah. Disamping itu,

Bank Indonesia juga telah menyampaikan perhitungan

sementara RCU 2013 kepada Kementerian Keuangan c.q.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk ditanggapi

oleh Pemerintah.

Melakukan Penyelarasan Pencetakan Uang Rupiah dengan Perum Peruri dan Pemerintah

Keberhasilan Bank Indonesia untuk mewujudkan misinya

dalam memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat

sangat dipengaruhi oleh kontinuitas pasokan uang rupiah.

Dengan berlakunya UU Mata Uang, tugas pencetakan

uang rupiahyang diemban oleh Bank Indonesia

dipenuhi dengan menunjuk Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) terkait, yaitu Perum Peruri sebagai perusahaan

pencetakan uang rupiah.

Menyikapi hubungan monopolistik antara Bank Indonesia

dan Perum Peruri dalam tugas pencetakan uang rupiah

tersebut, selama tahun 2012 Bank Indonesia menempuh

upaya penyelarasan (alignment) dengan Perum Peruri

dan Kementerian Negara BUMN yang membawahi Perum

Peruri. Alignment dilakukan untuk lebih saling memahami

kepentingan masing-masing pihak sehingga terdapat

kesepahaman yang sama dalam pelaksanaan tugas

pencetakan uang rupiah.

Dampak positif pelaksanaan alignment ini dirasakan pada

seluruh tahapan proses pencetakan uang rupiah. Proses

perencanaan pencetakan uang rupiah, negosiasi hingga

pelaksanaan cetak uang rupiah di Perum Peruri untuk

memenuhi RCU 2012 dapat berjalan tanpa hambatan

yang berarti. Dampak alignment ini juga dirasakan pada

proses pengadaan pencetakan uang rupiah tahun 2013

yang berhasil diselesaikan dan disepakati bersama oleh

Bank Indonesia dan Perum Peruri pada akhir tahun 2012. Melakukan Koordinasi dengan Pemerintah dalam Pembentukan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang RupiahPalsu

Upaya pemberantasan pemalsuan Rupiah yang dilakukan

oleh Pemerintah dan Bank Indonesia telah melalui

tahapan sejarah dan perkembangan yang cukup panjang.

Pemberantasan kejahatan terhadap mata uang ini sangat

penting dilakukan karena kejahatan tersebut ditengarai

dapat mengganggu stabilitas moneter dan perekonomian

negara, sehingga pembentukan suatu badan pada tingkat

negara sangat diperlukan. Melalui penerbitan Peraturan

Presiden Nomor 1 tahun 1971, dibentuk Badan Koordinasi

Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) pada tanggal 22

Maret 1971.

Dalam perkembangannya, berlakunya UU Mata Uang

pada tanggal 20 Juni 2011 mengamanatkan pembentukan

Badan Koordinasi Pemalsuan Rupiah Palsu, yang juga

disingkat dengan nama BOTASUPAL. Landasan hukum ini

diperkuat dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 123 Tahun 2012 tanggal 7 Desember 2012 tentang

Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu.

Sesuai dengan ketentuan ini, BOTASUPAL memiliki fungsi

sebagai koordinator pemberantasan uang rupiah palsu,

dengan memadukan kegiatan dan operasi pemberantasan

uang rupiah palsu yang dilakukan oleh lembaga dan

instansi terkait sesuai kewenangannya masing-masing.

Unsur-unsur BOTASUPAL terdiri dari Badan Intelijen

Negara (BIN), Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung,

Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Adapun

Ketua BOTASUPAL dijabat oleh Kepala BIN.

Page 123: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

111Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Tugas BOTASUPAL (bentuk yang baru) sebagaimana

diatur dalam Perpres Nomor 123 Tahun 2012 tanggal 7

Desember 2012 diantaranya melakukan koordinasi di

bidang penyusunan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,

analisis dan evaluasi kebijakan pemberantasan uang

rupiah palsu. Dalam pelaksanaannya, koordinasi antar

unsur BOTASUPAL dilakukan minimum dua kali dalam satu

tahun. Adapun pelaksanaan tugas dari tiap unsur-unsur

BOTASUPAL disesuaikan dengan kewenangan masing-

masing lembaga berdasarkan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

Sepanjang tahun 2012, kegiatan koordinasi dalam

rangka pemberantasan uang rupiah palsu dengan

unsur-unsur BOTASUPAL lainnya diwujudkan dengan

menyelenggarakan Semiloka dan Diskusi Panel dengan

tema “Arah dan Strategi Kebijakan Pemberantasan

Pemalsuan Uang rupiah setelah berlakunya Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang”.

Sementara upaya Bank Indonesia dalam penanggulangan

peredaran uang rupiah palsu salah satunya melalui

implementasi pusat data uang rupiah palsu, Bank

Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC).

Semiloka dan Diskusi Panel “Arah dan Strategi Kebijakan

Pemberantasan Pemalsuan Uang Rupiah setelah

berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011

tentang Mata Uang”

Pelaksanaan koordinasi dengan unsur-unsur BOTASUPAL

dan pihak terkait lainnya sepanjang tahun 2012 dilakukan

juga melalui penyelenggaraan kegiatan seminar. Pada

bulan Oktober 2012, Bank Indonesia menyelenggarakan

kegiatan Semiloka dan Diskusi Panel dengan tema “Arah

dan Strategi Kebijakan Pemberantasan Pemalsuan Uang

Rupiah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor

7 Tahun 2011 tentang Mata Uang”. Acara Semiloka

diselenggarakan di 2 (dua) tempat, yaitu di Bandung

bertempat di KPw DN Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa

Barat & Banten) dan di Surabaya bertempat di KPw DN

Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur). Mayoritas

peserta seminar adalah aparat penegak hukum dari

Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Disamping

itu, seminar dihadiri pula oleh perwakilan dari TNI,

Perbankan, Akademisi, Perbarindo (Perhimpunan Bank

Perkreditan Rakyat Indonesia, PVA (Pedagang Valuta

Asing) dan media massa.

Penyelenggaraan Semiloka dan Diskusi Panel dimaksudkan

untuk memberikan gambaran mengenai tindak pidana

pemalsuan uang rupiah yang terjadi saat ini. Selain itu,

peserta semiloka juga dibekali dengan pengetahuan

mengenai upaya-upaya penanggulangan yang telah

dilakukan serta arah dan strategi ke depan dalam

memberantas pemalsuan uang rupiah sesuai dengan

ketentuan UU Mata Uang.

Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC)

Tindak pidana uang rupiah palsu saat ini ditengarai telah

berkembang menjadi kejahatan antar wilayah, dan bahkan

di beberapa kasus telah berkembang menjadi kejahatan

trans-nasional. Menghadapi perkembangan tersebut,

BOTASUPAL secara terus-menerus mengembangkan

upaya-upaya guna memberantas kejahatan terhadap

mata uang ini. Salah satu tugas penting yang diemban

BOTASUPAL adalah pertukaran data dan informasi

mengenai pemberantasan Rupiah palsu.

Merespon hal tersebut, Bank Indonesia sebagai salah

satu unsur BOTASUPAL mengembangkan pusat database

dan laboratorium uang rupiah palsu yaitu Bank Indonesia

Counterfeit Analysis Center (BI-CAC). Database BI-CAC

merupakan pusat informasi yang memuat data tentang

Rupiah palsu yang ditemukan oleh perbankan di seluruh

Indonesia, laporan masyarakat serta kasus-kasus tindak

pidana yang berhasil diungkap aparat penegak hukum

yang diteruskan ke Bank Indonesia.

Melalui BI-CAC, Bank Indonesia mendorong penyelidikan

tindak pidana uang rupiah palsu yang selama ini masih

terpisah di setiap wilayah menjadi pengungkapan tindak

pidana antar wilayah. Dengan demikian, akan terdapat

keseragaman dalam penindakan maupun proses peradilan

terhadap para pelaku tindak pidana uang rupiah palsu

di seluruh wilayah hukum Indonesia. Kedepan, Bank

Indonesia akan terus memperkuat database ini sehingga

dapat diakses oleh aparat penegak hukum untuk

Page 124: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

112 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

digunakan dalam upaya pemberantasan uang rupiah

palsu.

Selain digunakan untuk membantu pemberantasan

uang rupiah palsu, data dari BI-CAC juga membantu

pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam upaya preventif

penanggulangan peredaran uang rupiah palsu. Dari data

tersebut, Bank Indonesia memperoleh informasi dan

masukan berharga yang akan digunakan dalam rangka

meningkatkan fitur-fitur pengaman (security features)

uang rupiah.

Selama tahun 2012, Bank Indonesia terus melakukan

pengembangan sistem BI-CAC. Hal ini dimaksudkan

sebagai upaya memperkuat database mengenai

Rupiah palsu untuk mendukung upaya pemberantasan

uang Rupiah palsu. Mempertimbangkan semakin

pentingnya peran Kantor Perwakilan Bank Indonesia

dalam pemberantasan Rupiah palsu, BI-CAC mulai

diimplementasikan di seluruh Kantor Perwakilan

Bank Indonesia. Implementasi ini dibarengi dengan

pelaksanaan pelatihan kepada seluruh perwakilan

pegawai dari seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

yang dilakukan secara bertahap mulai bulan November

2012 sampai dengan tahap terakhir di Januari 2013.

Kepada pegawai-pegawai tersebut dibekali dengan

pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan

keaslian uang Rupiah maupun pemalsuan uang Rupiah.

Dalam pelatihan ini, BI juga bekerjasama dengan POLRI

untuk turut memberikan pembekalan dalam hal upaya-

upaya represif yang dilakukan dalam pemberantasan

Rupiah palsu. Selain itu, kepada Kantor Perwakilan BI

juga diberikan peralatan berupa mikroskop digital guna

membantu pegawai dalam menganalisis Rupiah palsu

yang ditemukan dalam kegiatan pengelolaan Rupiah,

sehingga data dan informasi yang akan dimasukkan ke

dalam BI-CAC menjadi lebih akurat.

Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC)Boks 8.4

Saat ini, strategi penanggulangan peredaran uang rupiah palsu di masyarakat dilakukan oleh Bank Indonesia melalui 2 (dua) bentuk pendekatan, yaitu pendekatan preventif atau tindakan pencegahan dan pendekatan represif melalui penegakan hukum. Kedua pendekatan ini dilakukan secara simultan sehingga upaya penanggulangan peredaran uang rupiah palsu di masyarakat menjadi semakin optimal.

Upaya preventif penanggulangan peredaran uang rupiah palsu diterjemahkan oleh Bank Indonesia kedalam upaya-upaya sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas fitur pengaman yang ada pada uang rupiah sehinggauang rupiah tidak mudah untuk dipalsukan. Fitur pengaman pada uang memiliki fungsi yang sangat penting terutama untuk memudahkan pengguna untuk membedakan uang rupiah asli dengan uang rupiah tidak asli, yang pada saat bersamaan mencegah upaya pemalsuan terhadap uang.

2. Mengembangkan strategi komunikasi massa yang efektif untuk menyebarluaskan informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah secara massive ke masyarakat termasuk mengedukasi masyarakat tentang cara memperlakukan uang dengan baik. Komunikasi dan diseminasi ini dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung ke masyarakat. Komunikasi secara langsung dilakukan melalui tatap muka dengan masyarat pada kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia ataupun melalui kegiatan training of the trainers (ToT) kepada para pihak (stakesholders) termasuk kepada para aparat penegak hukum. Adapun komunikasi tidak langsung salah satunya dilakukan dengan memasang Iklan Layanan Masyarakat (ILM) baik di media elektronik maupun media cetak.

Page 125: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

113Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Sementara itu, pendekatan represif penanggulangan peredaran uang rupiah palsu dilakukan Bank Indonesia melalui koordinasi dengan aparat penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan yang memiliki kewenangan penuh dalam menangani tindak pidana uang palsu. Koordinasi juga dilakukan oleh Bank Indonesia dengan unsur-unsur terkait lain yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (BOTASUPAL). Selain Bank Indonesia, unsur BOTASUPAL lainnya adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Kemeterian Keuangan Rebuplik Indonesia. Sebagai anggota, Bank Indonesia berperan sebagai nara sumber yang berwenang menetapkan ciri keaslian uang rupiah. Kewenangan ini sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat (1) UU Mata Uang.

Sejak tahun 2006, Bank Indonesia telah merintis pendirian sebuah Pusat Data dan Analisis Uang Palsu yang lebih dikenal sebagai BI-CAC (Bank Indonesia – Counterfeit Analysis Center). BI-CAC merupakan sistem aplikasi yang digunakan untuk mencatat, mengklasifikasi dan menganalisa uang rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan dan masyarakat maupun uang rupiah palsu dari hasil pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu yang dilaporkan oleh pihak Kepolisian dari waktu ke waktu. Implementasi BI-CAC di seluruh Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia telah dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012. Harapan ke depan dengan terintegrasinya data uang palsu secara nasional akan membantu pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh aparat penegak hukum.

Data yang dihasilkan oleh BI-CAC diantaranya adalah data jumlah lembar dan denominasi uang rupiah yang dipalsukan, wilayah/daerah temuan uang rupiah palsu, klasifikasi uang yang dipalsukan, kualitas pemalsuan serta pelaku tindak pidana pemalsuan uang rupiah. Adapun mekanisme pengolahan data uang rupiah palsu dapat dilihat pada Diagram 1 dan mekanisme administrasi uang rupiah palsu dapat dilihat pada Diagram-2.

Diagram-1.Pengolahan Data Uang Rupiah Palsu pada BI-CAC

�����������

��������������������

�������������

���������������������

�����������������

�����������

������������

�������������

����������

���������

�����������������������

�����������

���������������

����������

���������������

����

������

�������

�����������

�� ���������������������

�� �������������������������������

����

���

��������������������

�����������

���������������

����������������� �����������

Page 126: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

114 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 8 Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2012

Diagram-2.Gambaran Umum Administrasi UPAL pada Sistem BI-CAC

����������

���������

�����

����

���

�����������������������

�����

������

�����

�����������

������������

���������

�������������������������������������

���������

������������

�����������������������������������������������

�������� ���������

���������������������

����������

����������

Page 127: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

115Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengelolaan Uang

9.1 Kegiatan Museum Artha Suaka Bank Indonesia

Selain Museum Bank Indonesia yang ada di Kota Tua,

Jakarta, sebagian koleksi mata uang dan benda-benda

bersejarah yang dimiliki Bank Indonesia juga disimpan di

Museum Artha Suaka. Museum yang dapat dijumpai di

lokasi perkantoran Bank Indonesia ini menyimpan dan

mengelola koleksi mata uang yang berasal dari jaman

kerajaan di Indonesia sampai dengan mata uang yang

masih beredar di masyarakat saat ini maupun koleksi

alat-alat pembayaran yang pernah beredar di Indonesia.

Selain koleksi mata uang, dapat dijumpai pula koleksi

benda-benda bersejarah yang dimiliki oleh Bank Indonesia

seperti batu prasasti, plat cetak uang, patung dari jaman

kerajaan, ataupun patung muka yang berasal dari jaman

penjajahan Belanda.

Keberadaan Museum Artha Suaka merupakan

perwujudan dari salah satu tugas Bank Indonesia

khususnya di bidang pengelolaan uang rupiah. Selain itu,

museum ini juga merupakan bentuk nyata pengabdian

dan kontribusi Bank Indonesia kepada masyarakat melalui

upaya pelestarian nilai-nilai sejarah dan budaya bangsa.

Hal ini diwujudkan melalui edukasi nilai-nilai sejarah

perjuangan bangsa yang terkandung dalam koleksi mata

uang yang tersimpan di Museum Artha Suaka.

Untuk memperkenalkan koleksi uang Bank Indonesia yang

disimpan di Museum Artha Suaka, Bank Indonesia secara

rutin melaksanakan kegiatan Pameran Koleksi Uang di

berbagai wilayah di Indonesia. Kegiatan ini juga menjadi

ajang edukasi kepada masyarakat mengenai nilai-nilai

sejarah yang terkandung dalam koleksi mata uang yang

dipamerkan. Selain itu, kegiatan pameran koleksi Museum

Artha Suaka ini dilakukan dalam rangka memperkaya

dunia numismatika di Indonesia.

Sepanjang tahun 2012, Bank Indonesia telah

melaksanakan sebanyak 6 kali kegiatan Pameran Koleksi

Uang di berbagai wilayah Indonesia. Selain untuk

mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia, kegiatan

pameran koleksi uang ini juga dilakukan sebagai bentuk

partisipasi Bank Indonesia pada penyelenggaraan

berbagai event di tingkat nasional ataupun daerah, yaitu :

1. Kegiatan Pameran Koleksi Uang di Surabaya, Jawa

Timur. Pameran koleksi uang dilaksanakan untuk

mendukung acara peresmian Gedung Heritage Eks De

Javasche Bank sebagai salah satu cagar budaya bangsa.

Kegiatan pameran dilangsungkan di KPw DN Bank

Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur) dari tanggal 26 s.d.

28 Januari 2012.

2. Kegiatan Pameran Koleksi Uang di Yogyakarta.

Pameran Koleksi Uang menjadi bagian dari rangkaian

peresmian Gedung Heritage Eks De Javasche Bank

sebagai salah satu budaya bangsa. Selama 3 hari

dari tanggal 17 s.d. 19 Februari 2012, masyarakat

dapat menikmati koleksi uang Bank Indonesia yang

Kegiatan danInformasi Pendukungdalam Tugas Pengelolaan Uang

Bab 9

Page 128: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

116 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengelolaan Uang

dipamerkan di KPw DN Bank Indonesia Daerah

Istimewa Yogyakarta.

3. Kegiatan Pameran Koleksi Uang di Yogyakarta.

Pameran koleksi uang dilakukan untuk memeriahkan

Hari Raya Idul Fitri dan penyelenggaraan Inter Central

Bank Games (ICBG) 2012 yang berlangsung dari

tanggal 16 Agustus s.d. 1 Oktober 2012. Pameran ini

merupakan kali kedua kegiatan pameran koleksi uang

dilakukan di Yogyakarta pada tahun 2012.

4. Kegiatan Pameran Koleksi Uang di Palembang,

Sumatera Selatan. Pameran koleksi uang dilakukan

untuk memeriahkan event “Sriwijaya International

Expo 2012” yang berlangsung dari tanggal 15 s.d. 20

Mei 2012.

5. Kegiatan Pameran Koleksi Uang di Solo, Jawa Tengah.

Pameran koleksi uang dilakukan untuk mendukung

penyelenggaraan acara Financial Inclusion Expo yang

dilangsungkan pada tanggal 14 s.d. 18 Juli 2012.

6. Kegiatan Pameran Koleksi Uang di Medan, Sumatera

Utara. Pameran koleksi uang yang dilangsungkan

selama 3 hari dari tanggal 19 s.d. 21 Desember 2012

ini diselenggarakan dalam rangka memberikan

edukasi kepada pelajar, mahasiswa dan masyarakat

di Kota Medan dan sekitarnya mengenai uang yang

pernah beredar di Indonesia.

9.2 Uang Rupiah yang Sudah Dicabut dan Ditarik dari Peredaran

UU Mata Uang yang mulai berlaku sejak tanggal 28 Juni

2011 memberikan mandat bagi Bank Indonesia untuk

mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah, mencabut

dan menarik uang rupiah dari peredaran serta melakukan

pemusnahan terhadap uang rupiah yang tidak layak

edar. Dalam melakukan pencabutan dan penarikan suatu

pecahan uang rupiah dari peredaran, Bank Indonesia

mempertimbangkan beberapa hal diantaranya tingkat

penggunaan suatu pecahan pada transaksi pembayaran

masyarakat ataupun kebutuhan untuk melakukan

penyederhanaan komposisi dan emisi pecahan uang

rupiah yang ada saat ini. Disamping itu, tingginya tingkat

pemalsuan terhadap suatu pecahan juga mendasari

kebijakan Bank Indonesia untuk mencabut dan menarik

pecahan uang rupiah tersebut dari peredaran. Nilai

intrinsik uang yang meliputi harga bahan baku dan biaya

pencetakan suatu pecahan yang sudah melebihi nilai

nominalnya turut pula menjadi faktor penentu dicabut

dan ditariknya suatu pecahan uang rupiah dari peredaran.

Setelah dinyatakan dicabut dan ditarik dari peredaran oleh

Bank Indonesia, selama 10 tahun berikutnya masyarakat

masih memiliki hak untuk melakukan penukaran. Pada

kurun waktu 5 tahun pertama setelah dinyatakan dicabut

dan ditarik dari peredaran, masyarakat dapat melakukan

penukaran di kantor bank umum terdekat maupun di

Tabel 9.1 Uang yang di Cabut dan Ditarik dari Peredaran

��������������� ��

��� ��������������������� �����������������

����������������

����������

�������������������������������

��������������������������������������������������������

����������������������������

�������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������� ����������� ����������� �����������

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

Page 129: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

117Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengelolaan Uang

Kantor Bank Indonesia yang ada di wilayahnya. Setelah itu

untuk masa 5 tahun berikutnya, masyarakat hanya dapat

melakukan penukaran di Bank Indonesia. Pelaksanaan

pencabutan dan penarikan uang rupiah ini diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ditempatkan dalam

Lembar Negara Republik Indonesia (LNRI).

Pemberlakuan batas waktu bagi masyarakat untuk

menuntut hak penukaran atas uang yang telah dicabut

dan ditarik dari peredaran mengandung potensi untuk

menimbulkan kerugian finansial bagi masyarakat.

Menyadari hal ini, pencabutan dan penarikan suatu

pecahan dari peredaran selalu dibarengi dengan upaya

penyebarluasan informasi ke masyarakat. Komunikasi

mengenai pencabutan dan penarikan pecahan uang

rupiah tersebut dilakukan Bank Indonesia melalui

publikasi di berbagai media massa maupun melalui

penempatan leaflet dan poster di berbagai lokasi seperti

kantor bank, tempat-tempat umum maupun di lokasi

Kantor Bank Indonesia. Disamping itu, masyarakat juga

dapat mengetahui informasi mengenai pencabutan dan

penarikan uang rupiah tersebut melalui publikasi di

website Bank Indonesia.

Sampai dengan akhir tahun 2012, tercatat sebanyak 35

jenis pecahan uang rupiah yang telah dicabut dan ditarik

dari peredaran. Dari 35 jenis pecahan tersebut, terdapat

5 jenis pecahan yang masih dapat ditukarkan di Bank

Indonesia dan bank umum, sedangkan 30 jenis pecahan

lainnya hanya dapat ditukarkan oleh masyarakat di Bank

Indonesia.

9.3 Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas (BISILK)

Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas

(BISILK) merupakan pengembangan aplikasi untuk

mengakomodasi kegiatan layanan kas Bank Indonesia

yaitu layanan Setoran dan Bayaran Bank serta transaksi

uang kartal antar bank (TUKAB). Selama ini, kegiatan

penyetoran dan penarikan bank yang antara lain

mencakup pengiriman informasi likuiditas bank, transaksi

uang kartal antar bank (TUKAB) dan rencana penyetoran/

penarikan bank masih dilakukan secara manual.

Dengan adanya otomasi proses kegiatan penyetoran

dan penarikan bank yang dikembangkan lewat aplikasi

BISILK ini, kegiatan penyetoran dan penarikan uang yang

dilakukan perbankan menjadi lebih efektif dan optimal.

Selain itu, otomasi ini juga akan mempercepat waktu

pemrosesan dan pengolahan data/informasi sehingga

informasi yang dihasilkan bersifat real time.

Pengembangan BISILK sendiri bertujuan untuk

menyediakan fasilitas serta memberikan kenyamanan dan

keamanan kepada bank dalam hal penyampaian laporan

ke Bank Indonesia disamping menjadi media transaksi

uang kartal untuk memenuhi kebutuhan likuiditas

perbankan. Dari sisi Bank Indonesia, pengembangan

aplikasi BISILK ini merupakan wujud peningkatan kualitas

layanan Bank Indonesia. Selain itu, BISILK juga menjadi

fasilitas yang lebih lebih realtimedalam melaksanakan

fungsi monitoring terhadap kegiatan TUKAB dan kegiatan

lainnya pada proses setoran bayaran bank.

Page 130: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

118 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengelolaan Uang

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 131: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

119Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 10 Penilaian Kinerja Bank Indonesia dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengelolaan Uang Rupiah

Bank Indonesia menyadari bahwa kredibilitas jangka

panjang hanya dapat terwujud jika prinsip-prinsip

good governance dan akuntabilitas terus ditegakkan

seiring dengan komitmen untuk terus meningkatkan

kapabilitas diri. Untuk itu, Bank Indonesia secara konsisten

berkomitmen untuk terus memperbaiki kinerjanya demi

mencapai tujuan menjadi lembaga yang bermanfaat bagi

masyarakat luas.

Sebagai perwujudan dari akuntabilitas dalam

pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan uang rupiah,

Bank Indonesia secara berkala melaksanakan survei

persepsi kinerja dengan target responden yang berbeda

pada tiap periodenya. Survei ini dilakukan untuk

mengukur pencapaian sasaran-sasaran strategis yang

telah ditetapkan dalam hal pengelolaan uang rupiah.

Adapun pencapaian sasaran strategis diperoleh melalui

pengukuran tingkat kepuasan stakeholders terhadap

kinerja pengelolaan uang selama periode tertentu.

Pada tahun 2012, Bank Indonesia melaksanakan 2 kali

survei persepsi untuk mengukur kinerjanya dalam hal

pengelolaan uang rupiah. Survei yang dilakukan terdiri

dari Survei Kepuasan Perbankan terhadap Layanan Kas

di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) yang dilaksanakan

pada tiap akhir semester dan Survei Kepuasan terhadap

Ketersediaan Uang Rupiah Layak Edar (ULE) yang

merupakan agenda kegiatan rutin tahunan.

10.1 Survei Kepuasan Terhadap Ketersediaan Uang Rupiah Layak Edar

Untuk memberikan gambaran mengenai seberapa

jauh program kerja dan kebijakan yang diambil oleh

Bank Indonesia telah memberikan kepuasan kepada

masyarakat dalam hal ketersediaan uang rupiah layak

edar, setiap tahunnya Bank Indonesia melaksanakan

Survei Kepuasan terhadap Ketersediaan Uang Rupiah

Layak Edar (ULE). Melalui survei ini pula Bank Indonesia

dapat mengukur respon masyarakat terhadap pemenuhan

kebutuhan setiap pecahan uang rupiah yang diedarkan,

serta keberhasilan program sosialisasi Ciri-ciri Keaslian

Uang Rupiah yang dilakukan dalam rangka memberikan

informasi dan penjelasan kepada masyarakat luas

terhadap kenyamanan dan keamanan dalam memegang

dan mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Mengacu pada hasil survei tahun sebelumnya, Bank

Indonesia terus melakukan penyelarasan terhadap

program kerja dan kebijakan pengelolaan uang rupiah

yang akan dijalankan selamatahun 2012. Hal ini dilakukan

untuk meningkatkan kepuasan stakeholders melalui

peningkatan kualitas dan ketersediaan uang rupiah layak

edar secara merata di wilayah NKRI yang disertai dengan

peningkatan kualitas dan perluasan jangkauan layanan kas

Bank Indonesia.

Penilaian Kinerja Bank Indonesia dalam Pelaksanaan Tugasdi Bidang Pengelolaan Uang Rupiah

Bab 10

Page 132: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

120 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 10 Penilaian Kinerja Bank Indonesia dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengelolaan Uang Rupiah

Keberhasilan pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang

pengelolaan uang selama tahun 2012 tercermin dari

terlampauinya target hasil survei yang ditetapkan. Pada

skala penilaian 1-6, responden survei memberikan rata-

ratakepuasan sebesar 4,50 terhadap seluruh aspek yang

diukur, lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar 4.

Untuk menjamin akuntabilitas dan integritas hasil survei,

pelaksanaan Survei Kepuasan terhadap Ketersediaan Uang

Layak Edar (ULE) dilakukan oleh konsultan independen

yang ditunjuk. Pada tahun 2012, survei dilaksanakan

terhadap terhadap 305 responden yang mencakup 6

kelompok stakeholders yaitu perbankan yang terdiri dari

Bank Umum, Bank Syariah dan BPR Konvensional; dunia

usaha serta masyarakat umum. Secara keseluruhan, para

responden menyatakan cukup puas dengan ketersediaan

Uang Layak Edar, hal ini terutama disampaikan oleh

responden dari kategori Bank Umum dengan tingkat

kepuasan sebesar 4,82, diikuti oleh BPR Konvensional dan

Bank Syariah dengan tingkat kepuasan 4,73 dan 4,58.

Aspek yang dinilai dalam survei mencakup 8 atribut

kepuasan, diantaranya pemenuhan uang berdasarkan

pecahan, kualitas uang dan kemudahan dalam mengenali

keaslian uang. Responden memberikan penilaian tertinggi

terhadap atribut kemudahan mengenali keaslian uang

dengan menggunakan alat deteksi uang palsu dengan

tingkat nilai kepuasan sebesar 4,74. Kemudahan

mengenali keaslian uang dengan melihat desain dan

gambar serta meraba tekstur dan menerawang uang juga

memperoleh nilai kepuasan yang tinggi dari responden,

dengan nilai keyakinan sebesar 4,65. Atribut lain yang juga

memperoleh nilai keyakinan yang tinggi dari responden

adalah terpenuhinya kebutuhan uang dalam jumlah dan

jenis pecahan dengan tingkat kepuasan 4,61. Adapun dari

hasil survei, terlihat bahwa tingkat keyakinan responden

terhadap penurunan jumlah uang palsu yang beredar

masih rendah, dengan tingkat kepuasan hanya sebesar

4,29 atau merupakan atribut dengan penilaian terendah

pada survei. Atribut lain yang dikritisi oleh responden

adalah belum memadainya informasi atau pengumuman

atas uang yang dicabut dan ditarik dari peredaran, dimana

tingkat kepuasan responden hanya sebesar 4,35.

10.2 Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di Kantor Pusat Bank Indonesia

Kepuasan perbankan sebagai salah satu stakeholders

utama Bank Indonesia terhadap pemenuhan kuantitas

dan kualitas uang kartal yang diberikan menjadi salah

satu tolak ukur kinerja dan keberhasilan pelaksanaan

tugas Bank Indonesia. Hal ini mendorong Bank Indonesia

untuk terus mengembangkan kualitas layanan kas kepada

perbankan sesuai dengan standar layanan kas prima

yang berlaku. Untuk memperoleh gambaran tentang

tingkat kepuasan perbankan di wilayah kerja Kantor Pusat

Bank Indonesia (KPBI) terhadap kinerja layanan kas yang

diberikan, Bank Indonesia secara semesteran melakukan

pengukuran kepuasan perbankan melalui Survei Kepuasan

Perbankan terhadap Layanan Kas di KPBI.

Aspek yang diukur dalam survei meliputi 4 aspek

layanan yaitu keakurasian (selisih kurang/lebih) dalam

penghitungan penerimaan setoran dan pembayaran

kepada bank; kesesuaian dalam pemenuhan kebutuhan

uang perbankan; kualitas hasil cetak uang yang dibayarkan

kepada bank, serta atribut layanan kas yang meliputi

kecepatan, keamanan dan layanan dari petugas kas Bank

Indonesia selama berinteraksi dengan perbankan.

Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan pada tahun

2012, secara umum perbankan menyatakan kepuasannya

terhadap layanan kas Bank Indonesia. Kepuasan

perbankan tersebut tercermin dari penilaian yang

diberikan responden terhadap seluruh aspek yang diukur

dengan rata-rata kepuasan sebesar 5,0 (skala 1-6).

Hasil survei menunjukkan tingginya tingkat kepuasan

perbankan terhadap aspek layanan kas yang meliputi

atribut kecepatan dan keamanan layanan serta

keramahan, kerapihan dan ketelitian petugas Bank

Indonesia. Responden memberikan penilaian sebesar

5,1 yang merupakan pencapaian tertinggi dari seluruh

aspek yang diukur dalam survei. Keamanan pada saat

melakukan penarikan ataupun setoran ke Bank Indonesia

dinilai sebagai atribut layanan kas terbaik dengan tingkat

kepuasan responden sebesar 5,26.

Page 133: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

121Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 10 Penilaian Kinerja Bank Indonesia dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengelolaan Uang Rupiah

Survei juga mengindikasikan perlunya perbaikan aspek

kesesuaian dalam pemenuhan kebutuhan bank, dimana

aspek ini memperoleh penilaian terendah dengan tingkat

kepuasan responden sebesar 4,9. Responden menyoroti

belum optimalnya pemenuhan kebutuhan bank

berdasarkan jenis pecahan yang diminta, terutama uang

pecahan kecil. Hal ini tercermin dari penilaian responden

terhadap atribut kesesuaian pemenuhan kebutuhan uang

berdasarkan jenis pecahannya dengan tingkat kepuasan

sebesar 4,88.

Sementara itu, responden menyatakan kepuasannya

terhadap aspek keakurasian (selisih kurang/lebih) dalam

penghitungan penerimaan setoran dan pembayaran

kepada bank serta aspek kualitas hasil cetak uang. Kedua

aspek tersebut memperoleh tingkat kepuasan sebesar

5,0. Namun demikian, pada aspek keakurasian, responden

mengharapkan adanya peningkatan keakurasian pada

penghitungan uang terutama penghitungan uang yang

dikategorikan sebagai uang eks peredaran atau uang yang

berasal dari setoran masyarakat.

Aspek-aspek yang dinilaiIndeks Kepuasan

Sangat Puas (%)

Puas(%)

Cukup Puas, Kurang Puas,Tidak Puas, Sangat Tidak Puas (%)

Keakurasian (selisih kurang/lebih) eks peredaran 22 57 21

Keakurasian (selisih kurang/lebih) HCS 38 47 15

Kesesuaian dalam pemenuhan Pecahan Kecil (Rp10.000, ke bawah) 25 37 38

Kesesuaian dalam pemenuhan Pecahan Besar (Rp20.000 ke atas) 26 46 28

Kesesuaian dalam pemenuhan nominal 32 45 23

Kualitas hasil cetak 29 40 31

Kecepatan Waktu Layanan Kas 31 38 31

Keamanan selama melakukan transaksi di komplek kantor BI 40 49 11

Tabel 10. Atribut Penilaian Survei Layanan Kas di Kantor Pusat Bank Indonesia Tahun 2012

Page 134: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

122 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 10 Penilaian Kinerja Bank Indonesia dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengelolaan Uang Rupiah

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 135: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

123Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2013

Perekonomian Indonesia ke depan diperkirakan akan

mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi sejalan dengan

kinerja perekonomian dunia yang diperkirakan mengalami

peningkatan secara gradual. Di tengah berbagai tantangan

baik global maupun domestik yang bersumber dari

ketidakpastian pemulihan ekonomi maupun harga

komoditas yang dapat mempengaruhi ekspor Indonesia,

pertumbuhan perekonomian domestik tahun 2013

diperkirakan mencapai kisaran 6,3%-6,8%. Pertumbuhan

tersebut masih disumbang oleh permintaan domestik

disamping persiapan penyelenggaraan Pemilu Presiden

dan Legislatif yang akan mendorong pertumbuhan

ekonomi yang lebih tinggi. Perkiraan pertumbuhan

ekonomi yang cukup tinggi tersebut menjadi pijakan bagi

penetapan arah kebijakan dan rencana pengembangan di

bidang pengelolaan uang pada tahun 2013.

Disamping pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,

berbagai lingkungan strategis Bank Indonesia seperti

amandemen UU Bank Indonesia, pengesahan UU lainnya

seperti UU Mata Uang serta RUU terkait dan isu-isu

strategis yang berkembang di dunia internasional,

nasional, regional serta internal Bank Indonesia turut pula

mempengaruhi peta strategi dan arah kebijakan Bank

Indonesia ke depan.

Menghadapi perkembangan tersebut, untuk memenuhi

peningkatan kebutuhan uang kartal masyarakat,

kebijakan pengelolaan uang ke depan diarahkan untuk

memperkuat manajemen persediaan dan fungsi layanan

uang kartal, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi

distribusi uang yang telah dijalankan selama ini, dengan

tetap memperhatikan amanat UU Mata Uang dan

perkembangan lainnya. Penerbitan uang rupiah baru

pada tahun 2014 turut menjadi konsideran utama bagi

kebijakan pengelolaan uang di tahun 2013.

Memperkuat Manajemen Persediaan Uang Kartal

Tren peningkatan kebutuhan uang kartal masyarakat

diperkirakan masih akan terus berlanjut. Untuk itu,

kebijakan pengelolaan uang pada tahun 2013 diarahkan

untuk memperkuat manajemen persediaan uang kartal

Bank Indonesia.

Penguatan ini salah satunya ditempuh dengan menjaga

level kas minimum secara nasional pada posisi yang aman

sesuai dengan perhitungan EKU 2013. Untuk itu, Bank

Indonesia akan melakukan alignment antara rencana

kerja dan anggaran Perum Peruri dengan kebutuhan

pencetakan uang Bank Indonesia dalam jangka panjang.

Selain itu, Bank Indonesia juga akan terus meningkatkan

akurasi perencanaan kebutuhan uang baik dalam jumlah

maupun pecahan sehingga kebutuhan uang kartal

masyarakat dapat terpenuhi baik dalam jumlah nominal

maupun pecahan.

Sementara itu, untuk memperkuat persediaan uang

rupiah logam, Bank Indonesia akan mengimplementasikan

Arah Kebijakan dan Rencana Pengelolaan Uang RupiahTahun 2013

Bab 11

Page 136: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

124 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengelolaan Uang Rupiah Tahun 2013

kebijakan resirkulasi uang rupiah logam. Untuk itu, pada

tahun 2013, Bank Indonesia akan melakukan kajian

yang dapat memberikan rekomendasi bagi pelaksanaan

kebijakan resirkulasi uang logam tersebut.

Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Distribusi Uang Rupiah

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan

ketersediaan uang rupiah berkualitas secara merata di

seluruh wilayah NKRI, pada tahun 2013 Bank Indonesia

akan melanjutkan upaya perluasan layanan kas titipan

di wilayah-wilayah yang belum terlayani secara optimal

oleh Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPw DN) Bank

Indonesia setempat. Kebijakan ini akan ditempuh dengan

memperbesar dan memperluas keterlibatan perbankan

setempat dalam memenuhi kebutuhan uang kartal

masyarakat di wilayah blank spot areas.

Sejalan dengan itu, Bank Indonesia akan terus

meningkatkan efektivitas kegiatan distribusi uang rupiah

ke seluruh satuan kerja kasnya. Hal ini diwujudkan melalui

upaya untuk meningkatkan efektivitas moda transportasi

yang digunakan dalam rangka distribusi uang. Untuk itu,

pada tahun 2013, Bank Indonesia akan mengembangkan

strategi koordinasi dan kerjasama dengan operator

penyedia jasa angkutan baik darat, laut maupun udara.

Bank Indonesia juga akan mempersiapkan mekanisme

serta memulai implementasi pengawasan kegiatan

pengolahan uang yang dilakukan oleh perbankan dan

perusahaan Cash in Transit (CIT). Pengawasan juga

akan dilakukan terhadap kegiatan cash processing

yang dilakukan oleh pengelola kas titipan. Kebijakan ini

dimaksudkan untuk menjamin kesesuaian kualitas uang

hasil olahan dengan standar kualitas uang layak edar

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan pada gilirannya

mempercepat proses distribusi uang ke masyarakat.

Kedepan, Bank Indonesia akan mempersiapkan

pengembangan Sentra Pengolahan Uang (SPU) yang

terintegrasi. Keberadaan SPU ini diharapkan mampu

menjawab kendala distribusi uang yang selama ini

dihadapi oleh Bank Indonesia, khususnya di KPBI.

Implementasi Undang-Undang Mata Uang

Memenuhi ketentuan Pasal 42 UU Mata Uang, Bank

Indonesia akan melakukan penerbitan uang rupiah baru

yang akan diperkenalkan ke masyarakat pada tanggal

17 Agustus 2014. Pada tahun 2013, Bank Indonesia

akan memulai komunikasi dengan Pemerintah sebagai

tahapan awal implementasi penerbitan uang rupiah baru.

Sejalan dengan itu, Bank Indonesia juga akan melakukan

koordinasi dengan Pemerintah mengenai desain uang

rupiah baru maupun dalam rangka penerbitan Keputusan

Presiden (Keppres) tentang Gambar Pahlawan yang akan

digunakan sebagai desain utama.

Disisi lain, untuk mendukung kelancaran tahapan

implementasi penerbitan uang rupiah baru tersebut,

kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2013 diarahkan

untuk mendukung terlaksananya pembentukan Komite

Nasional. Bank Indonesia bersama dengan Kemenkeu dan

Kemenkumham juga akan mengambil langkah-langkah

untuk mendukung proses legislasi penerbitan uang rupiah

baru ini.

Memperkuat Fungsi Layanan Uang Kartal

Melanjutkan kebijakan sebelumnya, kebijakan layanan

kas Bank Indonesia pada tahun 2013 diarahkan pada

penguatan fungsi layanan uang kartal. Penguatan ini

dilakukan melalui pembentukan fungsi pengelolaan

uang di daerah-daerah terpencil dan terdepan NKRI yang

saat ini sudah menjadi salah satu lokasi kas titipan Bank

Indonesia. Selain itu, fungsi pengelolaan uang juga akan

dibentuk di ibukota provinsi baru dimana belum terdapat

KPw DN Bank Indonesia.

Page 137: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

125Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Daftar Singkatan

Daftar Singkatan

ACDM : ASEANCentralBanksDeputyGovernorsMeetingACH : Automated Clearing HouseACMF : ASEAN Capital Market ForumAKKI : Asosiasi Kartu Kredit IndonesiaAPMK : Alat Pembayaran dengan Menggunakan KartuAPUdanPPT : AntiPencucianUangdanPencegahanPendanaanTerorismeASPI : Asosiasi Sistem Pembayaran IndonesiaAUSTRAC : AustralianTransactionReportsandAnalysisCentreBAPEPAM-LK : Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga KeuanganBBM : BahanBakarMinyakBCM : BusinessContinuityManagementBCP : BusinessContinuityPlanBFO : BackupFrontOfficeBG : Bilyet GiroBHP : Balai Harta PeninggalanBIHARTIS : BankIndonesiaHistoricalAndRealTimeInformationSystemBIC : BankIdentifierCodeBI-CAC : BankIndonesiaCounterfeitAnalysisCenterBI-ETP : BankIndonesiaElectronicTradingPlatformBIG-eB : BankIndonesiaGovernmentElectronicBankingBI-RTGS : BankIndonesia-RealTimeGrossSettlementBISAK : Bank Indonesia Sentralisasi Administrasi KasBISILK : BankIndonesiaSistemInformasiLayananKasBISOSA : BankIndonesiaSentralisasiOtomasiSistemAkuntingBI-SSSS : BankIndonesia-ScriplessSecuritiesSettlementSystemBOTASUPAL : BadanKoordinasiPemberantasanRupiahPalsuBPR : Bank Perkreditan RakyatBSN : Badan Standar NasionalBUMN : BadanUsahaMilikNegaraCB : CertificationBodyC-Best : CentralDepositoryandBookEntrySettlementSystemC-BEST : Central Book Entry SystemCBI : CitrabaktiIndonesiaCCP : Central CounterpartyCDD : CustomerDueDiligenceCFI : ClassificationofFinancialInstrumentsCIT : CashInTransitCIV : CashinVaultCLS : ContinousLinkSettlement

Page 138: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

126 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Daftar Singkatan

CNP : Card Not PresentCOB : CurrencyOutsideBankCPSIPS : CorePrinciplesforSystemicallyImportantPaymentSystemCPSS : CommitteeonPaymentandSettlementSystemCSDs : CentralSecuritiesDepositoriesDHN : DaftarHitamNasionalDJPU : Direktorat Jenderal Pengelolaan UtangDRC : DisasterRecoveryCenterDvP : Delivery-versus-PaymentEDD : EnhancedDueDiligenceEKU : EstimasiKebutuhanUangEMV : Europay MasterCard VisaERP : ElectronicRoadPricingFDI : ForeignDirectInvestmentFGD : ForumGroupDiscussionFI : FinancialInclusionFLI : FasilitasLIkuiditasIntrahariFLIS : FasilitasLikuiditasIntrahariSyariahFMIs : FinancialMarketInfrastructuresFtS : FailuretoSettleFX : ForeignExchangeHCS : Hasil Cetak SempurnaIOSCO : InternationalOrganizationofSecuritiesCommissionsISIN : InternationalSecuritiesIdentificationNumberingISO : InternationalStandardOrganizationKBI : Kantor Bank IndonesiaKCJ : Kereta Api Commuter JabodetabekKDK : Kantor Depot KasKemenkeu : Kementerian KeuanganKemenkominfo : KementerianKomunikasidanInformatikaKemenkumham : KementerianHukumdanHakAsasiManusiaKM : Key ManagementKPBI : Kantor Pusat Bank IndonesiaKPEI : KliringdanPenjaminanEfekIndonesiaKPw DN : Kantor Perwakilan Dalam NegeriKSEI : KustodianSentralEfekIndonesiaKTA : Kredit Tanpa AgunanKUPU : KegiatanUsahaPengirimanUangLCS : LessCashSocietyLVPS : Large Value Payment SystemMC : MemberCertificationMEA : Masyarakat Ekonomi ASEANMFS : MobileFinancialServicesMNO : Mobile Network OperatorMRT : MassRapidTransportation

Page 139: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

127Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Daftar Singkatan

MRUK : MesinRacikUangKertasMSUK : Mesin Sortasi Uang KertasNDA : NonDisclosureAgreementNKRI : Negara Kesatuan Republik IndonesiaNPG : NationalPaymentGatewayNSICCS : NationalStaandardforIndonesiaChipCardSpecificationO/N : OvernightOJK : Otoritas Jasa KeuanganOTC : OverTheCounterPBI : Peraturan Bank IndonesiaPemprov : PemerintahProvinsiPFMIs : PrinciplesforFinancialMarketInfrastructuresPIN : PersonalIdentificationNumberPJSP : Penyelenggara Jasa Sistem PembayaranPKL : Penyelenggara Kliring LokalPKN : Pengelolaan Kas NegaraPoC : Proof-of-ConceptPPTPPU : PencegahandanPemberantasanTindakPidanaPencucianUangPPATK : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi KeuanganPPUPK : PerusahaanPenukaranUangPecahanKecilPTD : PenyelenggaraTransferDanaPUAB : Pasar Uang Antar BankPvP : Payment versus PaymentRBC : RegionalBankChampionRCCPs : RecommendationsforCentralCounterpartiesRCU : RencanaCetakUangRDU : RencanaDistribusiUangRKU : RencanaKebutuhanUangRSSSs : RecommendationsforSecuritiesSettlementSystemsSBN : SuratBerhargaNegaraSE BI : Surat Edaran Bank IndonesiaSIPS : SystemicallyImportantPaymentSystemSKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank IndonesiaSMM : Standar Manajemen MutuSMS : ShortMessageServiceSNA : SystemNetworkArchitectureSP : Sistem PembayaranSPAN : SistemPerbendaharaanAparaturNegaraSPN : Sistem Pembayaran NasionalSPPA : SistemPembayarandanPenyelesaianAkhirSSSs : SecuritiesSettlementSystemsSTKE : SistemTransferKreditElektronikSUN : Surat Utang Negara SWIFT : SocietyforWorldwideInterbankFinancialTelecommunicationTC : TransactionCode

Page 140: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

128 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Daftar Singkatan

TCP/IP : TransmissionControlProtocol/InternetProtocolTE : TahunEmisiTelco : TelecommunicationCompanyTIK : TeknologiInformasidanKomunikasiToT : TrainingforTrainersTPPU : TindakPidanaPencucianUangTPT : Tempat Penguangan TunaiTRs : Trade RepositoriesTSA : TreasurySingleAccountTUKAB : Transaksi Uang Kartal Antar BankUAT : UserAcceptanceTestUK : Uang KertasUKP-4 : Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian PembangunanUL : Uang LogamULE : Uang Layak EdarUMKM : UsahaMikro,Kecil,danMenengahUPB : UangPecahanBesarUPK : UangPecahanKecilUTLE : Uang Tidak Layak EdarUU : Undang UndangUYD : Uang kartal Yang DiedarkanWCPSS : WorkingCommitteeonPaymentandSettlementSystemsWG : Working Group

Page 141: Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

129Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Daftar Singkatan

TIM PENYUSUN

KOMITE PENGARAH

PENANGGUNG JAWAB & EDITOR

KOORDINATOR PENYUSUN

TIM PENULIS

Boedi Armanto; Lambok Antonius Siahaan

Rosmaya Hadi; Eko Yulianto

Sudarmaji; Wijayanti Yuwono; Rini Darini; Tony Noor Tjahjono; Sri Darmadi Sudibyo

Ade Yulianti Rahayu; Trifaldi Yudistira; Pramudya Wicaksana; Kiptiah Riyanti; Vitri Vidia R.I; Yulia Rosdiati;Gunawan Purbowo; Asral Mashuri; Aswin Kosotali; Hendra Nazaldi; Tri Adi Riyanto; Devy Iko Puspitosari; Rifki Muhamad; Leni Novita Aritonang; Abdul Haris; Beny Okta Tutuarima; Sithowati Sandrarini; Yudistira D Nugroho; Hugo Budi Hartoko; Firdaus P. Simatupang; Mahmudin; Witri Rahayu; Anna Setiawati