laporan roti manis
TRANSCRIPT
Laporan Praktikum ke 7 Tanggal: Sabtu /20 Oktober 2012M.K. TPPN PJP : Dwi Yuni Hastati STP, DEA
Asisten : Wira Yani Febi H
PENGOLAHAN DAN UJI HEDONIK ROTI MANIS
Oleh:
Kelompok 2/A-P1
Ardantyo Gunawan B J3E111002
Fadillah Hutami J3E111033
Rico Fernando T J3E111044
Aqmila Muthi Rafa J3E111066
Dina Crownia J3E111087
Humaira Rahmah J3E111096
PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Roti merupakan salah satu makanan sumber karbohidrat yang umum
dikonsumsi oleh masyarakat luas. Roti yang berbahan dasar terigu berasal dari
luar negeri, karena di Indonesia gandum yang merupakan asal terigu tidak dapat
dibudidayakan. Walaupun terigu sebagai salah satu bahan utama dalam
pembuatan roti masih diimpor dari luar negeri, tetapi roti tetap
digemarimasyarakat Indonesia. Bahkan, akhir-akhir ini, konsumsi roti
masyarakatsemakin meningkat. Roti merupakan makanan yang praktis untuk
hidangansarapan, selain mudah dibuat rasanya pun enak dan bergizi padat. Sifat
yangpraktis, membuat roti semakin sesuai dengan keadaan masyarakat modern
sekarang yang ingin semuanya tersaji dengan cepat dan mudah. Secara umum roti
dibedakan atas roti tawar dan roti manis.
Menurut Astawan (2005) roti tawar dapat dibedakan lagi atas roti putih
(white bread) dan roti gandum (whole wheat bread), sedangkan roti manis sendiri
dibedakan atas dasar bahan pengisinya, seperti roti isi pisang, nenas, kelapa,
daging sapi, daging ayam, sosis, cokelat, keju, jagung, dan lain-lain.
Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan
bahan penyusun lainnya menjadi adonan kemudian difermentasikan dan
dipanggang. Pembuatan roti dapat diagi menjadi dua bagian utama,yaitu: proses
pembuatan adonan dan proses pembakaran. Kedua proses utama ini akan
menentukan mutu hasil akhir.
1.2 Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap proses
pembuatan roti dan mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan roti.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Uji Hedonik Roti Manis Parameter Internal
Tabel 2. Hasil Uji Hedonik Roti Manis Parameter Eksternal
2.2 Pembahasan
Pada praktikum ke 6 dan 7 mengenai pembuatan roti manis tanggal 8 dan
13 Oktober 2012, mahasiswa diminta untuk membuat roti manis. Roti
adalah makanan berbahan dasar utama tepung terigu dan air, yang
difermentasikan dengan ragi. Di dalam ilmu pangan, roti dikelompokkan dalam
produk bakery, bersama dengan cake, donat, biskuit, roll, kraker, dan pie. Di
dalam kelompok bakery, roti merupakan produk yang paling pertama dikenal dan
paling populer di jagat raya hingga saat ini.
2.2.1 Bahan Dasar Roti
a. Tepung Terigu
Pada prinsipnya roti dapat dibuat dari berbagai jenis tepung, seperti terigu,
jagung, beras, garut, singkong, dan lain-lain. Namun, dalam praktiknya, terigu
merupakan bahan baku yang paling ideal untuk pembuatan roti. Tepung terigu
adalah bahan utama dalam pembuatan roti. Tepung terigu mengandung protein
yang terhidrasi menghasilkan gluten. Gluten adalah zat elastis yang dapat
diregangkan untuk menyediakan struktur untuk sebuah roti beragi. Di antara jenis
tepung lain, hanya tepung terigu yang dapat membentuk struktur gluten. Tepung
terigu dengan kandungan protein 11-13% umum digunakan dalam membuat roti.
Kualitas protein diukur dengan kemampuan gluten untuk memperluas dan
mempertahankan gas yang dihasilkan selama proses fermentasi. Kualitas gluten
ini yang baik menghasilkan roti yang mengembang bagus. Tepung terigu yang
digunakan juga mempengaruhi sifat-sifat roti seperti volume, warna kulit yang
golden brown, warna remah (crumb) roti, tekstur dan rasa roti.
Jenis yang paling tepat adalah tepung terigu jenis hard wheat dengan
kandungan gluten di atas 12,5 %. Kandungan glutennya yang tinggi akan
membentuk jaringan elastis selama proses pengadukan. Pada tahap fermentasi gas
yang terbentuk oleh yeast akan tertahan oleh jaringan gluten, hasilnya adonan roti
akan mengembang besar dan empuk teksturnya. Berdasarkan kadar proteinnya,
terigu dibedakan atas terigu tipe kuat (hard wheat), tipe sedang (medium wheat),
dan tipe lemah (soft wheat).
Kandungan protein pada terigu tipe kuat paling tinggi dibandingkan
dengan terigu tipe lainnya. Dalam pembuatan roti, penggunaan terigu tipe kuat
lebih disukai karena kemampuan gluten (jenis protein pada tepung terigu) yang
sangat elastis dan kuat untuk menahan pengembangan adonan akibat terbentuknya
gas karbondioksida (CO2) oleh khamir Saccharomyces cereviseae. Semakin kuat
gluten menahan terbentuknya gas CO2, semakin mengembang volume adonan
roti. Mengembangnya volume adonan mengakibatkan roti yang telah dioven akan
menjadi mekar. Hal ini terjadi karena struktur berongga yang terbentuk di dalam
roti.
b. Air
Air dalam pembuatan roti mempunyai banyak fungsi. Dengan
tercampurnya tepung dengan air akan memungkinkan terbentuknya gluten. Selain
itu air juga berfungsi mengontrol kepadatan adonan dan membantu penyebaran
bahan-bahan lain agar dapat tercampur rata. Fungsi air dalam membuat roti
adalah: Sebagai pengikat, berhidrasi dengan bahan kering. Jumlah air perlu diatur
agar adonan dapat ditangani dengan baik jangan sampai terlalu lembut dan
lengket. Adonan sangat menentukan kualitas roti. Perbandingan air yang
digunakan dalam formulasi roti, paling baik adalah 55 hingga 65% berdasarkan
berat tepung. Air adalah bahan membuat roti yang jumlahnya terbanyak kedua
setelah tepung terigu. Sebagai media untuk pengendalian suhu dalam membuat
adonan roti. Pelarut untuk bahan lainnya, membentuk adonan selama proses
pencampuran. Air memegang peranan untuk gelatinisasi pati (starch) selama
proses baking.
c. Ragi
Roti tidak akan mengembang tanpa menambahkan yeast atau ragi ke
dalam adonan. Jenis yeast yang digunakan adalah golongan khamir jenis
Saccaromyces cerevisiae. Mikroorganisme ber sel satu inilah yang berkerja
selama proses fermentasi, selama proses fermentasi yeast merubah karbohidrat
dan gula menjadi gas karbondioksida (CO2) dan alkohol. Proses fermentasi
berfungsi melembutkan gluten, mengembangkan adonan, dan berefek pada rasa.
d. Garam
Garam berperan dalam rasa dan menstabilkan fermentasi serta kekuatan
gluten. Garam berperan sebaliknya, penggunaan garam yang berlebihan akan
menghambat kerja ragi sehingga proses fermentasi berjalan lambat. Namun
demikian garam dapat meningkatkan citarasa gurih dan membuat jaringan gluten
lebih kuat.
e. Bread Improver
Bread Improver berfungsi untuk membuat tekstur roti menjadi lebih
empuk dan lembut.
f. Susu Bubuk
Susu bubuk berfungsi sebagai penambah nilai gizi roti, penambah rasa
gurih, dan menambah citarasa roti.
g. Gula
Selain memberikan rasa manis, fungsi gula pasir adalah menjadi sumber
makanan untuk ragi, serta memberikan warna pada kulit luar roti. Penggunaan
gula yang terlalu banyak, akan membuat tekstur roti menjadi kasar atau beremah
dan permukaannya jadi gosong.
h. Margarin dan Mentega
Margarin dan mentega juga berguna dalam pembuatan roti. Di dalam
adonan lemak dapat menahan gas CO2 keluar dari adonan sehingga akan
diperoleh volume roti lebih besar. Untuk mendapatkan citarasa yang lezat
disarankan menggunakan mentega, sedangkan margarin menjadikan roti beraroma
lebih ringan.
i. Kuning Telur
Telur merupakan bahan yang sangat penting untuk pembuatan roti manis,
telur berfungsi sebagai pengemulsi, penambah rasa dan warna, serta gizi.
2.2.2 Proses Pembuatan
Pembuatan roti manis dilakukan di Lab olah 5 pada pukul 13.00 WIB.
Praktikan menimbang bahan-bahan kering yang akan dicampurkan terlebih dahulu
sebagai adonan. Bahan kering yang digunakan adalah tepung terigu, gula, susu
bubuk, dan bread improver. Kemudian dilakukan proses pencampuran adonan
dengan bahan kering. Saat bahan kering dicampur, dilakukan juga penimbangan
bahan berikutnya yaitu margarine, mentega, garam, dan ragi. Setelah ditimbang,
ragi dan mentega dimasukkan, kemudian garam. Garam dicampur paling akhir
dan tidak dicampur bersama dengan ragi karena sifat garam yang menghambat
kerja ragi. Jumlah garam juga mempengaruhi aktivitas fermentasi pada roti.
Dalam jumlah yang terlalu banyak garamakan menurunkan kemampuan gluten
dalam menahan gas karena gluten tidak mempunyai daya regang yang cukup,
membuat roti menjadi terlalu asin dan memperlambat laju fermentasi karena
terhambatnya aktivitas ragi akibat adanya ketidak seimbangan tekanan osmosis.
Sebaliknya, jika penambahan garam dalam jumlah yang terlalu sedikit dapat
berpengaruh terhadap pencapaian volume yang maksimal karena gluten tidak
memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan gas.
Pembuatan adonan meliputi proses pengadukan bahan dan pengembangan
adonan (dough development) sampai proses fermentasinya. Proses pengadukan
bahan baku roti erat kaitannya dengan pebentukan zat gluten, sehingga adonan
siap menerima gas CO2 dari aktivitas fermentasi. Prinsipnya proses pengaduan ini
adalah pemukulan dan penarikan jaringan zat gluten sehingga struktur spiralnya
akan berubah manjadi sejajar satu dengan lainnya. Jika struktur ini tercapai maka
permukaan adonan akan terlihat mengkilap dan tidak lengket serta adonan akan
mengembang pada titik optimum dimana zat gluten dapat ditarik atau dikerutkan
(Anonim 2011).
Selama proses pengembangan adonan, adonan roti mengalami fermentasi.
Proses ini merupakan proses biologis yang disebut dengan proses fermentasi yang
dilakukan oleh ragi roti. Khamir sendiri tidak dapat mengawali pembentukan gas
dalam adonan, namun dalam tahapan selanjutnya khamir merupakan satu
komponen utama yang berfungsi mengembangkan, mematangkan, memproduksi
senyawa-senyawa gas dan aroma adonan melalui fermentasi yang dilakukan. Suhu
optimal fermentasi yeast adalah 35-40°C, dan menurun pada suhu sekitar 43°C.
Yeast akan mati pada suhu 55-65°C. Fermentasi yeast akan sangat melambat pada
suhu di bawah 26°C, dan akan berhenti beraktivitas di suhu 4°C. Faktor-faktor
yang mempengaruhi fermentasi antara lain jumlah yeast yang digunakan dalam
adonan, temperatur adonan, pH atau keasaman, penyerapan air, serta kuantitas
bahan lain seperti gula, garam, susu, mineral, improver/yeast food.
Selama proses fermentasi, adonan sebaiknya ditutupi plastik. Tujuannya untuk
mencegah penguapan dan hasilnya tidak kering.
Setelah dilakukan tahap resting, adonan dibulatkan untuk memberi bentuk
pada roti dan diisi dengan bahan pengisi yaitu margarine, meses, dan gula pasir.
Kemudian dilakukan tahap proofing. Proofing merupakan satu tahapan dalam
proses pembuatan roti, yang artinya pengistirahatan adonan setelah proses
fermentasi berlangsung. Tujuannya, agar adonan mengembang lebih maksimal.
Sebelum proofing, biasanya adonan telah ditimbang menjadi bagian kecil, dan
dibulatkan terlebih dulu. Waktu proofing sebaiknya antara 15-20 menit. Jika
berlebih, akan terjadi over proofing yang menyebabkan tekstur roti menjadi terlalu
lunak (tidak kokoh).
Pada tahap ini gluten menjadi halus dan meluas serta penampakan proffing
volume adonan menjadi dua kali lipat. Selain itu fungsi dari tahapan ini adalah
mengembangkan adonan untuk mencapai bentuk dan mutu yang baik. Suhu ruang
proofing sekitar 35 -40°C dengan kelembaban relatif 80-85%. Waktu proofing
sekitar 1-2 jam atau tergantung jenis roti serta jumlah ragi yang digunakan. Pada
roti yang dimasukan pertama kali ke oven sebelum dilakukan proffing terlebih
dahulu hasil roti yang didapat kurang mengembang, dengan demikian proffing
sangat diperlukan.
Setelah itu roti dimasukkan ke dalam roti sehingga terjadi proses
pengembangan. Dalam proses ini volume bertambah dalam waktu 5-6 menit
pertama di dalam oven (oven spring). Pada proses ini akan terjadi karamelisasi
dari gula dan warna kulit terbentuk serta denaturasi protein dan gelatinisasi pati.
Pada proses ini pengontrolan suhu sangat penting, suhu pembakaran yaitu 100-
1250C. Setelah dioven, roti dikeluarkan dari loyang kemudian dikeluarkan dari
cetakan untuk didinginkan. Roti harus dikeluarkan secara cepat agar tidak terjadi
perubahan bentuk dan menghindari timbulnya penguapan pada bagian bawah roti
sehingga menjadi berkeringat dan basah/lembab. Pendinginan dilakukan untuk
mencegah kerusakan saat pemotongan pada udara terbuka (ruang bersih dan
tertutup )sekitar 30 menit untuk roti manis dan 2-3 jam untuk roti tawar. Suhu
pemotongan serta pengemasan sekitar 30-38°C.
Setelah proses pembuatan roti selesai, dilakukan uji hedonik. Uji hedonik
merupakan salah satu jenis uji penerimaan atau dalam bahasa Inggrisnya disebut
acceptance test atau preference test. Soekarto (1985) mengatakan bahwa uji
hedonik menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu
bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Menurut Rahardjo (1998)
bahwa pada uji hedonik, panelis mengemukakan tanggapan pribadinya yaitu
berupa kesan yang berhubungan dengan kesukanan atau tanggapan senang atau
tidaknya terhadap sfat sensori atau kualitas yang dinilai.
Pada praktikum uji hedonik, panelis disediakan 6 sampel roti manis dari 6
kelompok yang berbeda. Kemudian panelis menganalisis keenam sampel roti
manis tersebut dan memberikan penilaian terhadap rasa suka atau
ketidaksukaannya dengan menggunakan skala hedonik berupa skala numerik
sesuai tingkatan kesukaan terhadap mutu internal dan ekternal roti manis.
2.2.3 Mutu Internal
2.2.3.1 Warna Kulit
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap warna
keenam produk roti manis dari enam kelompok. Panelis disediakan enam contoh
uji roti manis dengan kode berbeda yaitu A, B, C, D, E, dan F. Panelis diminta
untuk melihat warna kulit keenam roti manis tersebut lalu memberikan penilaian
berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap aroma keenam roti manis tersebut pada
kolom respon form uji. Adapun skala hedonik/skala numerik yang diberikan
berkisar antara 1 sampai 10.
Uji hedonik roti untuk parameter warna kulit, berdasarkan pada Tabel 1
panelis menyukai sampel roti A dengan jumlah penilaian 222 dengan rata-rata 6.
73, sampel roti B dengan jumlah penilaian 217 dengan rata-rata 6.58, sampel roti
C dengan jumlah penilaian 219 dengan rata-rata 6.64, sampel roti D dengan
jumlah penilaian 203 dengan rata-rata 6.15, sampel roti E dengan jumlah penilaian
212 dengan rata-rata 6.4 sampel roti C dengan jumlah penilaian 222 dengan rata-
rata 6.7.
Berdasarkan hasil penilaian uji hedonik, roti manis A memiliki jumlah
penilaian dan rata-rata penilaian warna kulit yang paling tinggi diantara warna
kulit sampel roti manis. Pada uji hedonik dengan warna kulit, dapat dikatakan
bahwa roti manis A memiliki warna kulit yang paling berbeda dan paling disukai
oleh panelis dengan total penilaian 222 dan rata- rata penilaian 6. 73.
Gula dalam pembuatan roti berfungsi sebagai makanan bagi ragi. Pada
proses fermentasi, ragi memecah gula menjadi gas karbondioksida dan etil
alcohol. Gula yang masih tersisa selain memberikan rasa manis akan mengalami
proses karamelisasi saat pemanggangan sehingga memberikan warna coklat pada
kulit roti. Selain itu, kandungan Ash content pada terigu akan mempengaruhi
pembentukan warna pada roti manis. Ash content adalah kadar abu (mineral)
yang terdapat pada tepung terigu yang mempengaruhi warna. Terigu dengan ash
content tinggi untuk menghasilkan warna keemasan saat roti terkena panas pada
proses pemanggangan.
Warna kulit roti biasanya kuning keemasan karena pengaruh temperatur
oven. Suhu yang tinggi akan mempercepat waktu pemanggangan sehingga dan
semakin cepat warna roti terbentuk akibat proses karamelisasi gula. Besar ukuran
adonan akan mempengaruhi kecepatan tepung terigu dalam pencapaian
keadaan develop (kalis) dan akan memungkinkan terjadinya kelebihan
pengadukan over mixing yang akan yang berakibat volume roti menjadi melebar
dan datar membuat penyebaran panas dari oven semakin lama sehingga waktu
pemanggangan yang dibutuhkan akan semakin lama dan warna kulit roti menjadi
pucat.
2.2.3.2 Keseragaman
Pada praktikum kali ini dilakukan uji hedonik pada roti manis untuk
parameter keseragaman. Keseragaman pada roti terjadi akibat pengaruh saat roti
diproofing. Suhu ruang proofing sekitar 35 -40°C dengan kelembaban relatif 80-
85%. Waktu proofing sekitar 1-2 jam atau tergantung jenis roti serta jumlah ragi
yang digunakan. Proofing dapat memudahkan mengontrol konsistensi atau
keseragaman roti yang dibuat karena penggunaaan suhu, kelembapan, dan waktu
yang optimum dan seragam.
Berdasarkan pada Tabel 1 diperoleh hasil panelis menyukai keseragaman
roti manis A dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3.27, roti
manis B dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.8, roti manis
C dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3. Roti manis D
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan 2.7, roti manis E dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.9, dan roti manis F dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3.2. Berdasarkan hasil penilaian, dapat
dikatakan bahwa dari segi parameter keseragaman roti manis A dan F paling
disukai diantara kekentalan saus tomat yang lain karena memiliki rataan tertinggi
yaitu 3,2.
2.2.3.3 Kesimetrisan
Pada praktikum kali ini dilakukan uji hedonik pada roti manis untuk
parameter kesimetrisan. Kesimetrisan bentuk roti dipengaruhi oleh pembentukan
adonan roti sehingga mempengaruhi bentuk roti saat proses pemanggangan.
Berdasarkan pada Tabel 1 diperoleh hasil panelis menyukai kesimetrisan
roti manis A dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3.1, roti
manis B dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.8, roti manis
C dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.9. Roti manis D
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan 2.8, roti manis E dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.7, dan roti manis F dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3. Berdasarkan hasil penilaian, dapat
dikatakan bahwa dari segi parameter kesimetrisan roti manis A paling disukai
diantara kesimetrisan roti manis yang lain karena memiliki rataan tertinggi yaitu
3,1.
2.2.3.4 Karakter kulit
Pada praktikum kali ini dilakukan uji hedonik pada roti manis untuk
parameter karakter kulit. Karakter pada kulit dipengaruhi oleh bahan-bahan
seperti gula, garam atau bahan pengisi seperti coklat. Bahan-bahan ini berfungsi
menyerap air sehingga mempengaruhi karakter kulit dan tekstur pada roti manis.
Berdasarkan pada Tabel 1 diperoleh hasil panelis menyukai karakter kulit
roti manis A dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3.1, roti
manis B dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.9, roti manis
C dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.9. Roti manis D
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan 2.8, roti manis E dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.9, dan roti manis F dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3.3. Berdasarkan hasil penilaian, dapat
dikatakan bahwa dari segi parameter karakter kulit roti manis F paling disukai
diantara karakter kulit roti manis yang lain karena memiliki rataan tertinggi yaitu
3,1.
2.2.4 Mutu Ekternal
2.2.4.1 Sifat Remah
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap sifat remah
keenam produk roti manis dari enam kelompok. Panelis disediakan enam contoh
uji roti manis dengan kode berbeda yaitu A, B, C, D, E, dan F. Panelis diminta
untuk melihat sifat remah keenam roti manis tersebut lalu memberikan penilaian
berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap aroma keenam roti manis tersebut pada
kolom respon form uji. Adapun skala hedonik/skala numerik yang diberikan
berkisar antara 1 sampai 20.
Uji hedonik roti untuk parameter sifat remah, berdasarkan pada Tabel 2
panelis menyukai sampel roti A dengan jumlah penilaian 323 dengan rata-rata
10.1, sampel roti B dengan jumlah penilaian 262 dengan rata-rata 8.19, sampel
roti C dengan jumlah penilaian 267 dengan rata-rata 8.34, sampel roti D dengan
jumlah penilaian 354 dengan rata-rata 11.1, sampel roti E dengan jumlah penilaian
287 dengan rata-rata 8.97 sampel roti C dengan jumlah penilaian 303 dengan rata-
rata 9.5.
Berdasarkan hasil penilaian uji hedonik, roti manis A memiliki jumlah
penilaian dan rata-rata penilaian warna kulit yang paling tinggi diantara warna
kulit sampel roti manis. Pada uji hedonik dengan warna kulit, dapat dikatakan
bahwa roti manis D memiliki warna kulit yang paling berbeda dan paling disukai
oleh panelis dengan total penilaian 354 dan rata- rata penilaian 11.1.
Pada saat awal proses pemanggangan terjadi penurunan viskositas adonan
dan terjadi peningkatan aktivitas enzim. Ketika suhu mencapai 56oC maka mulai
terjadi gelatinisasi pati dan memudahkan terjadinya amilolisis. Suhu optimal
aktivitas enzim dan kerusakan akibat panas sangat bervariasi. Malt mengandung
beberapa enzim pemecah pati (starch-degrading enzyme) termasuk diastase yang
dapat mengkompensasi kekurangan α-amilase endogenus. Diastase dapat
mengkonversi pati menjadi gula-gula sederhana dan pada saat yang bersamaan
terjadi pelepasan air. Hal ini berkontribusi terhadap untuk peningkatkan volume
adonan pada saat pengembangan (dan lebih cepat), warna lebih baik, remah roti
yang lembut dan kelengketan remah roti (crumb stickiness). Susu yang digunakan
juga mempengaruhi pembentukan remah pada roti. Penambahan susu sebaiknya
berupa susu padat. Hal ini dikarenakan susu padat menambah penyerapan air dan
memperkuat adonan sehingga menjadikan remah roti lebih baik. Pemberian lemak
yang terkandung dalam margarine dan mentega berfungsi sebagai pelumas untuk
memperbaiki struktur remah roti. Remah yang halus juga dibentuk adanya
penambahan bread improver dalam adonan roti. Bread improver merupakan bahan
yang ditambahkan pada adonan roti yang terbuat dari tepung campuran atau tepung
non terigu. Menurut Tanudjaja (1990), pembuatan roti dari tepung non terigu
memerlukan adanya penambahan bahan-bahan pengikat butir pati. Bahan-bahan
tersebut akan meningkatkan daya tarik-menarik antara butir-butir pati sehingga
sebagian besar gas yang terdapat di dalam adonan dapat dipertahankan sehingga akan
dihasilkan adonan yang cukup mengembang dan pada akhirnya akan diperoleh roti
dengan remah yang halus. Selain itu, Kadar protein dalam tepung memiliki korelasi
yang erat dengan kadar glutein. Glutein dapat membuat roti mengembang selama
proses pembuatan. Jaringan sel ini juga cukup kuat untuk menahan transpirasi gas
yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Sufi, 1999). Proses
transpirasi gas akan membuat roti pada akan menyingkat proses pengadukan adonan
sekaligus meningkatkan struktur remah roti.
2.2.4.2 Aroma
Uji hedonik roti untuk parameter Aroma, berdasarkan pada Tabel 2
panelis menyukai sampel roti C dengan jumlah penilaian 474 dengan rata-rata 15,
sampel roti D dengan jumlah penilaian 464 dengan rata-rata 14,8, sampel roti E
dengan jumlah penilaian 460 dengan rata-rata 14, sampel roti B dengan jumlah
penilaian 461 dengan rata-rata 14, sampel roti A dengan jumlah penilaian 457
dengan rata-rata 14 sampel roti F dengan jumlah penilaian 427 dengan rata-rata
13.
Berdasarkan hasil penilaian uji hedonik, roti manis C memiliki jumlah
penilaian dan rata-rata penilaian aroma yang paling tinggi diantara sampel roti
manis yang lainnya. Pada uji hedonik dengan parameter aroma, dapat dikatakan
bahwa roti manis C memiliki aroma yang paling disukai oleh panelis dengan total
penilaian 474 dan rata-rata 15.
Ragi roti atau yeast adalah mikroorganisme jenis khamir yang sering
disebut saccharomyces cerevisiae, berkembang biak dengan cara membelah diri
atau budding. Yeast memfermentasikan adonan sehingga menghasilkan gas yang
karbondioksida yang akan mengembangkan adonan. Jika proses fermentasi
terkendali dengan baik , maka akan menghasilkan produk bakery seperti roti yang
baik, dalam arti mempunyai volume dan tekstur yang baik serta cita rasa yang
enak.
Khamir/ragi berperan dalam produksi Flavor. Terbentuknya alkohol,
penurunan pH, dan terbentuknya metabolit lainnya secara langsung akan berperan
sebagai prekursor flavor dan rasa roti. Akibat proses fermentasi tersebut dapat
menghasilkan roti dengan mutu organoleptik yang ekselen.
Setiap produk bakery tidak dapat dikatakan baik jika tidak memiliki rasa
dan aroma yang enak. Garam dan flavor biasanya ditambahkan dalam jumlah
kecil, namun peranannya untuk meningkatkan penerimaan konsumen sangat
besar. Fungsi garam dalam produk bakeri :
Memberi rasa supaya tidak hambar
Memperkuat cita rasa bahan lain, rasa manis gula akan lebih terasa jika ada
garam.
Mengontrol perkembangan khamir (ragi) untuk produk yang dikembangkan
dengan ragi
Memperkuat keliatan gluten (daya renggang) dalam adonan.
Meningkatkan daya absorbsi air dari tepung
Salah satu bahan pengeras, jika adonan tidak memakai garam maka adonan
akan basah
Shortening digunakan oleh pekerja dibidang untuk semua lemak dan minyak yang
dicampurkan ke dalam adonan untuk memperbaiki mutu produknya. Fungsi
shortening antara lain :
Meningkatkan kelezatan dan keempukan
Memperbaiki cita rasa (terutama mentega dan margarine) untuk pembentukan
lapisan-lapisan tipis.
2.2.4.3 Rasa
Pada uji hedonik roti untuk parameter rasa, berdasarkan pada Tabel 2
panelis menyukai sampel roti A dengan jumlah penilaian 409 dengan rata-rata 13,
sampel roti B dengan jumlah penilaian 385 dengan rata-rata 12, sampel roti C
dengan jumlah penilaian 372 dengan rata-rata 14, sampel roti B dengan jumlah
penilaian 461 dengan rata-rata 11,6, sampel roti D dengan jumlah penilaian 355
dengan rata-rata 11, sampel roti E dengan jumlah penilaian 348 dengan rata-rata
11, sampel roti F dengan jumlah penilaian 315 dengan rata-rata 9,844.
Berdasarkan hasil penilaian uji hedonik, roti manis A memiliki jumlah
penilaian dan rata-rata penilaian rasa yang paling tinggi diantara rasa sampel roti
manis yang lainnya. Pada uji hedonik dengan parameter rasa, dapat dikatakan
bahwa roti manis A memiliki rasa yang paling disukai oleh panelis dengan total
penilaian 409 dan rata-rata 13.
Selain dari bahan-bahan atau ingredients pembentukan rasa juga
dipengaruhi dari proses fermentasi. Pada proses fermentasi khamir yang
digunakan, yaitu jenis Saccharomyces cereviceae. Ragi ini merupakan jenis
khamir yang paling umum digunakan pada pembuatan roti. Khamir ini sangat
mudah ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan
yang cepat, sangat stabil, dan aman digunakan (food-grade organism). Dengan
karakteristik tersebut, S. cereviceae lebih banyak digunakan dalam pembuatan roti
dibandingkan penggunaan jenis khamir yang lain. Dalam perdagangan khamir ini
sering disebut dengan baker’s yeast atau ragi roti.
Dalam proses pembuatan roti, proses fermentasi dapat memproduksi
Flavor. Terbentuknya alkohol, penurunan pH, dan terbentuknya metabolit lainnya
secara langsung akan berperan sebagai prekursor flavor dan rasa roti. Akibat
proses fermentasi tersebut dapat menghasilkan roti dengan mutu organoleptik
yang tinggi.
2.2.2.4 Tekstur
Berdasarkan hasil dari pembuatan roti setiap kelompok dilakukan uji
hedonik atau uji penerimaan. Uji hedonik ini berguna sebagai uji penerimaan
tidak dapat untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Uji penerimaan
menyangkut penilaian sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang
menyenanginya. Jadi apabila sudah diperoleh hasil pengujian yang meyakinkan ,
tidak dapat dipastikan bahwa produk akan laku keras di pasaran sehingga harus
digunakan pengujian yang lain dalam tindak lanjut misalnya uji konsumen dalam
uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya ketidaksukaan disamping panelis mengemukakan tanggapan senang,
suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. uji
hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan.
Oleh karena itu uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai komoditi
sejenis atau pengembangan produk secara organoleptik.
Skala hedonik berbeda dengan skala kategori lain dan responnya
diharapkan tidak monoton dengan bertambah besarnya karakteristik fisik, namun
menunjukkan suatu puncak (preferency maximum) di atas dan rating yang
menurun (Rahardjo 1998).
Pada praktikum uji hedonik, panelis disediakan enam sampel roti manis
dengan diberi label yang berbeda. Kemudian panelis memberi penilaian terhadap
keenam sampel roti manis tersebut dan memberikan penilaian terhadap rasa suka
atau ketidaksukaannya dengan menggunakan skala hedonik berupa skala numerik
sesuai tingkatan kesukaan.
Dari data tabel uji hedonik untuk parameter tekstur roti manis, hasil
penilaian 35 panelis dengan range penilaian yaitu 1- 15, panelis yang menyukai
sampel roti produk A dengan jumlah penilaian 430 dengan rata-rata 13.03, sampel
roti produk C dengan jumlah penilaian 413 dengan rata-rata 12.52 , sampel roti
produk B dengan jumlah penilaian 407 dengan rata-rata 12.33, sampel roti produk
D dengan jumlah penilaian 388 dengan rata-rata 11.76, sampel roti produk F
dengan jumlah penilaian 382 dengan rata-rata 11.58 dan terakhir sampel roti
produk E dengan jumlah penilaian 380 dengan rata-rata 11.52. Dari hasil dapat
dilihat bahwa sampel roti produk A lebih disukai dibandingkan sampel roti
produk B sampel roti produk C sampel roti produk D sampel roti produk F dan
sampel roti produk E dari segi parameter tekstur.
Sebagai bahan dasar, roti membutuhkan terigu dengan kadar prtotein
diatas 11% untuk membentuk struktru tiga dimensi dalam adonan. Untuk itu
memerlukan air sebesar 60-70% berat tepung dan waktu pencampuran antara 10-
15 menit. Dalam rentang waktu tersebut, adonan dalam kondisi stabil, artinya
struktur glutennya masih kuat dan konsistensinya belum menurun. Apabila terlalu
lama dilakukan pengadukan dapat menyeybabkan struktur gluten rusaj sehingga
sehingga konsisitensi adona menurun. Akibat lebih lanjut adalah kemampuan
menahan gas/udara selam proses fermentasi menjadi turun sehingga roti tidak
mengembang baik tetapi runtuh kembali, karena sifat elastisnya mudah menurun.
Sebaliknya apabila waktu pencampuran kurang, maka adonan tidakmengembang
sehingga tekstur roti menjadi kaku dan porinya kasar.
2.2.4.5 Warna Cerah
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap warna cerah
keenam produk roti manis dari enam kelompok. Panelis disediakan enam contoh
uji roti manis dengan kode berbeda yaitu A, B, C, D, E, dan F. Panelis diminta
untuk melihat warna cerah keenam roti manis tersebut lalu memberikan penilaian
berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap aroma keenam roti manis tersebut pada
kolom respon form uji. Adapun skala hedonik/skala numerik yang diberikan
berkisar antara 1 sampai 10.
Uji hedonik roti untuk parameter warna cerah, berdasarkan pada Tabel 2
panelis menyukai sampel roti A dengan jumlah penilaian 249 dengan rata-rata
7.78, sampel roti B dengan jumlah penilaian 249 dengan rata-rata 7.78, sampel
roti C dengan jumlah penilaian 246 dengan rata-rata 7.7, sampel roti D dengan
jumlah penilaian 244 dengan rata-rata 7.6, sampel roti E dengan jumlah penilaian
237 dengan rata-rata 67.41 sampel roti C dengan jumlah penilaian 249 dengan
rata-rata 7.8.
Berdasarkan hasil penilaian uji hedonik, roti manis A, B, dan F memiliki
jumlah penilaian dan rata-rata penilaian warna cerah yang paling tinggi diantara
warna kulit sampel roti manis. Pada uji hedonik dengan warna cerah, dapat
dikatakan bahwa roti manis D memiliki warna kulit yang paling berbeda dan
paling disukai oleh panelis dengan total penilaian 249 dan rata- rata penilaian
7.78.
Kecerahan pada roti manis dipengaruhi oleh kadar abu yang terdapat pada
tepung terigu. Ash content kadar abu (mineral) yang terdapat pada tepung terigu
mempengaruhi warna dan serat roti. Tepung terigu memiliki kadar abu yang
sedikit, sehingga menyebabkan warna produk roti menjadi lebih cerah.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hedonik, dapat disimpulkan bahwa pada mutu
internal roti dengan parameter warna kulit, keseragaman dan kesimetrisan
kelompok 2 memiliki penilaian yang tertinggi sedangkan karakter kulit nilai
tertinggi dimiliki oleh kelompok 3. Pada mutu eksternal roti, kelompok 1
memiliki penilain tertinnggi untuk parameter warna cerah, kelompok 3 memiliki
penilaian tertinggi untuk parameter warna cerah dan aroma, kelompok 5 memiliki
penilaian tertinggi untuk parameter sifat remah, kelompok 4 memiliki penilaian
tertinggi untuk parameter rasa, dan kelompok 2 memiliki penilaian tertinggi untuk
parameter tekstur dan warna cerah. Mutu internal dan eksternal roti manis
dipengaruhi bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Mengelola roti kualitas prima. http://wacanamitra.blogspot.com
[20 Oktober 2012]
Anonim. 2012. Seputar tepung terigu http://www.bogasari.com [20 Oktober 2012]
Kusuma, R. 2008. Pengaruh penggunaan cengkeh (Syzygium aromaticum) dan
kayu manis (Cinnamomum sp.) sebagai pengawet alami terhadap daya
simpan roti manis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Nusawati, T A. 2009. Analisis strategi pengembangan usaha roti pada bagas bakery, kabupaten kendal [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Restumuljati. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Produk Roti.
http://restumuljati.wordpress.com [20 Oktober 2012]