laporan resmi praktikum fisika farmas1

Upload: iokfrianty

Post on 19-Jul-2015

1.092 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA FARMASIKelompok Nama 1. 2. 3. 4. 5. :1 : Desy Yunita Sari (30509011) Febrianty Ningsih (30509015) Gelar Pratama Setia (30509017) Ike Nofa Okfrianty (30509022) Restyana Sari (30509036) : 09 Juni 2011 : Disolusi

Tanggal praktikum Judul praktikum

I. TUJUAN PRAKTIKUM Menentukan kecepatan pelarutan suatu zat. II. TEORI YANG TERKAIT Suatu produk obat dapat berbeda dari produk pabrik lain dalam hal bahan baku, komposisi/formula, serta fabrikasinya. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan perbedaan dalam pelepasan bahan obat dari sediaan yang akhirnya akan berpengaruh pada efikasi/kemanjuran produk tersebut. (Abdou, 1989, Blanchard, Swachuck, Brodie, 1979). Pada umumnya produk obat mengalami absorbsi sistemik melalui suatu rangkaian proses yang meliputi : 1. disintegrasi produk yang diikuti dengan pelepasan obat 2. pelarutan obat dalam media aqueous 3. absorbsi melalui membran sel menuju sirkulasi sstemik Pada ketiga proses di atas ditentukan oleh tahap yang paling lambat di dalam suatu rangkaian proses kinetic yang sering disebut tahap penentu kecepatan (Rate Limiting Step). Untuk obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan seringkali merupakan tahap yang paling lambat di dalam, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat. Sebaliknya untuk obat yang mempunyai kelarutan besar dalm air, laju pelarutannya cepat sedangkan laju lintas atau tembus obat melewati membran merupakan tahap penentu kecepatannya.

Telah banyak publikasi yang menyatakan adanya hubungan yang bemakna antar kecepatan disolusi berbagai bahan obat dari sediaannya dan absorbsinya. Obat-obat tersebut umumya meliputi obat-obat yang kecepatan disolusinya sangat lambat yang disebabakan kelarutannya sangat kecil. Obatobat yang memiliki kecepatn disolusi intrinsik yang < 0,1 mg/menit.cm2 biasanya menimbulkan masalah serius pada absorbsinya, seangkan obat-obat yang memiliki kecepatan disolusi intrinsic > 1,0 mg/menit.cm2. Pada umunya kecepatan disolusi bukan menjadi langkah penentu, tapi kecepatan absorbsinya. Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat padat melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat berbagai proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses ddisintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagaian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan. Kecepatan Pelarutan Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat yang terlarut dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu. Dapat juga diartikan sebagai kecepatan larut bahan obat dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-partikel sebagai hasil pecahnya bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan dengan cairan medium. Dalam hal tablettent bias diartikan sebagai mass transfer, yaitu kecepatan pelepasan obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet ke dalam medium penerima. Penelitian tentang disolusi telah dilakukan oleh Noyes Whitney dan dalam penelitiannya diperoleh persamaan yang mirip hokum difusi dari Fick : dc / dt = DAK (Cs-C) dimana : dc/ct : laju pelarutan obat D : tetapan laju difusi A : luas permukaan partikel Cs : kadar obat dalam stagnant layer C : konsentrasi obat dalam bagian terbesar pelarut

K : koefisien partisi munyak/air h : tebal stagnant layer Dari persamaan di atas terlihat bahwa kinetika pelarutan dapat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia, formulasi, dan pelarut. Banyak cara untuk mengungkapkan hasil kecepatan pelarutan suat zat atau sediaan. Selain persamaan di atas cara lain untuk mengungkapkan pelarutan adalah sebagai berikut : 1. Metode Klasik Metode ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang kemudian dikenal dengan T-20, T-50, T-90, dan sebagainya. Karena dengan metode ini hanya menyebutkan 1 titik saja, maka proses yang terjadi di luar titik tersebut tida diketahui. Titik terebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu. 2. Metode Khan Metode ini kemudian dikenal dengan konsep dissolution efficiency (DE)area di bawah kurva disolusi di antara titik waktu yang ditentukan. Dirumuskan dengan persamaan sebagi berikut : DE = 0t Y dt x 100% Y100.t Beberapa peneliti mensyaratkan bahwa penggunaan DE sebaiknya mendekati 100% zat yang terlarut. Keuntungan metode ini adalah : a. dapat menggambarkan seluruh proses percobaan yang dimaksud dengan harga DE b. dapat menggambarkan hubungan antara percobaan in vitro dan in vivo karena penggambaran dengan cara DE ini mirip dengan cara penggambaran pecobaan in vivo 3. Metode linierisasi kurva kecepatan pelarutan dengan menggunakan persamaan wagner Berdasarkan pada asumsi sebagai berikut : a. kondisi percobaan harus dalam keadaan sink yaitu Cs>>>C b. proses pelarutan mengikuti orde I c. luas permukaan spesifik (S) turun secara eksponensial fungsi waktu d. kondisi proes pelarutannya non reaktif Alat Uji Disolusi Farmakope

Uji disolusi hamper di semua negar telah mengikuti kriteria dan peralatan yang sama. Sedangkan metode dan peralatan secara rinci dinyatakan dalam masing-masing farmakope, seperti jecepatan pengadukan, komposisi volume media dan ukuran mesh dapat bervariasi untuk monografi individu obat dan masing-masing farmakope. Alat Uji Disolusi 1 dan 2 Cara pertama yang diuraikan dalam Farmakope Indonesia adalah cara keranjang yang menggunakan pengaduk jenis keranjang dan cara yang kedua adalah cara dayung yang menggunakan pengadukan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat antara lain : Suhu Dengan semakin meningginya suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu zat yang bersifat endotermik serta akan memperbesar harga koefisien zat tersebut. Viskositas Turunnya viskositas suatu pelarut, juga akan memperbesar kelarutan suatu zat. pH pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana basa. Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat tersebut akan semakin meningkat sehingga akan mempercepat kelarutan suatu zat. Polimorfisme dan sifat permukaan zat Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat, adanya polimorfisme seperti struktur internal zat yang berlainan, akan mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal metastabil akan lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya. Dengan adanya surfaktan dan sifat permukaan zat yang hidrofob, akan menyebabkan tegangan permukaan antar partikel menurun sehingga zat mudah terbasahi dan lebih mudah larut. Pengadukan

Pengadukan akan menyebabkan tebal lapisan difusi semakin tipis dimana semakin tipis lapisan difusi maka akan mempercepat kelarutan suatu zat (Martin,1990). Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: 1. Sifat fisika kimia obat Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal (Shargel dan Yu, 1999). 2. Faktor formulasi Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi (Shargel dan Yu, 1999) 3.Faktor alat dan kondisi lingkungan Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan

pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat (Swarbrick dan Boyland, 1994b; Parrott, 1971). Penentuan kecepatan disolusi suatu zat dapat dilakukan melalui metode: Metode suspense Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan eksak terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai. Metode permukaan konstan Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan. Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudain ditentukan seperti pada metode suspense. Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan disolusi suatu zat perlu dilakukan karena kecepatan disolusi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi absorbsi obat di dalam tubuh. Penentuan kecepatan disolusi suatu zat aktif dapat dilakukan pada beberapa tahap pembuatan suatu sediaan obat, antara lain : 1. Tahap Pra Formulasi Pada tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan terhadap bahan baku obat dengan tujuan untuk memilih sumber bahan baku dan memperoleh informasi tentang bahan baku tersebut. 2. Tahap Formulasi Pada tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan untuk memilih formula sediaan yang terbaik. 3. Tahap Produksi Pada tahap ini kecepatan disolusi dilakukan untuk mengendalikan kualitas sediaan obat yang diproduksi. Kriteria sediaan yang perlu diuji disolusi bioavaibilitasnya yaitu:

Mengandung zat aktif yang digunakan untuk pengobatan gawat.

Mengandung zat aktif yang indeks terapi relative kecil. Mengandung zat aktif yang sulit atau tidak larut. Mengandung zat aktif yang dapat berubah menjadi bentuk tak larut dalam saluran cerna. Zat aktif dari sediaan bersalut.

III. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquadest Kaplet Amoxicillin batch E010911 Serbuk Amoxicillin standart

IV. ALAT YANG DIGUNAKAN Dissolusi Tester Bejana (chamber) Labu ukur 100ml, 25ml Pipet volume 5ml Beaker glass 600ml Piller ball Kuvet Spektrofotometer UV

V. CARA KERJA Penetapan Kadar Disolusi Kaplet Amoxicillin Media rpm Waktu : Aquadest : 100rpm : 90 menit Volume Bejana: 900ml

1. 1. 2.

Larutan Sampel Isi 3 bejana masing-masing dengan 900ml aquadest Nyalakan alat dissolusi taster

3. 4. 5. 6. 7.

Atur rpm, suhu, dan waktu yang diinginkan Setelah rpm, suhu, dan waktu tepat masukkan kaplet amoxocillin Tunggu alat bekerja selama interval waktu yang diinginkan (90 Pipet 5ml dari bejana, masukkan dalam labu ukur 25ml Tambahkan aquadest sampai volume 25ml (lakukan pada

dalam masing-masing bejana menit)

masing-masing bejana) 2. 1. 2. 3. 4. 3. Larutan Standar Timbang 64mg amoxicillin serbuk standart Larutkan dengan aquadest 100ml pada labu ukur Pipet 5ml, masukkan dalam labu ukur 25ml Tambahkan aquadest sampai volume 25ml Uji Disolusi inslasi selesai. 2. Hidupkan computer dan masuk ke menu UV probe, pilih spectrum. 3. Teskan F4 pada alat spektrofotometer dan klik conect pada computer. 4. Isi 2 buah kuvet dengan pelarut yang digunakan, kemudian klik metode untuk mengisi rentang panjang gelombang, kemudian klik baseline dan klik ok. 5. Ambil kuvet yang posisinya di depan dang anti isi kuvet dengan standar yang akan digunakan, kemudian klik star dan grafik standar akan terbentuk. 6. Klik peak pick pada layar computer, dan catat panjang gelombang maksimum. 7. Masukkan ke photometrick, kemudian isi metode sesuai dengan panjang gelombang maksimum yang didapat pada pont 6 dan konsentrasi sampel. 8. Isi kuvet dengan pelarut lagi, kemudian autozero pada layar computer.

1. Nyalakan spektrofotometer dengan menekan on dan tunggu hingga

9. Ganti kuvet dengan larutan standard an ketik standar pada table standar, ukur absorban pada panjang gelombang maksimum dengan cara mengklik readstandar. 10. Ganti kuvet dengan larutan sampel 1, klik read link untuk mengukur aabsorbannya. 11. Ganti kuvet dengan larutan sampel 2, dan klik read link untuk mengukur absorbannya dan seterusnya sesuai banyaknya sampel. 12. Setelah semua sampel telah terukur klik disconnected 13. Untuk menghitung kadar, klik metode lalu pilih equation dan klik factor. 14. Masukkan factor-faktornya kemudian klik ADD, factor 3 tersebut antara lain, volume labu, disolusi, absorban standar yang digunakan, dan lain-lain. 15. Setelah didapat hasilnya data langsung diprint 16. Ambil kuvet yang ada di dalam spektrofotometer, bilas dengan aquadest kembalikan pada tempatnya. VI. GAMBAR ALAT YANG DIGUNAKAN No Gambar Alat Nama Alat

1

Bejana (chamber)

2

Disolusi tester

3

Spektrofotometer UV

4

Labu ukur 100ml, 25ml

5

Pipet volume 5ml

6

Piller ball

VII. HASIL PERCOBAAN DAN PENGAMATAN Standart table 1 Sample ID std_amox Type Standart Ex Conc 129.760 WL276,8 0.321 Wgt. Factor 1.000 Comments

Sample tableSample ID Type Ex Conc WL276.8 kdr_omox A_STD C_STD BI P % V Comments

1 2 3

spl1 spl2 spl3

Unknow Unknow Unknow

173.40 8 117.21 9 113.07 1

0.429 0.290 0.280

133.167 90.016 86.831

0.321 0.321 0.321

0.130 0.130 0.130

580.000 580.000 580.000

5.000 5.000 5.000

99.04 0 99.04 0 99.04 0

900.0 0 900.0 0 900.0 0

VIII. PERHITUNGAN 1. Bobot penimbangan standart

Keterangan Kertas kosong (A) Kertas + Zat (B) Kertas + Sisa zat (C) Bobot standart (B-C) 2. Konsentrasi standart Berat standart x Vol. yang dipipet Vol. Pelarut 64,88 mg x 5 10025 3. Kadar Amoxicillin Kadar (%) = Vol. Pelarut = 0,12976 ppm

Bobot (mg) 86,67 mg 149,82 mg 84,94 mg 64,88 mg

WL276.8 x C_STD x P x V x % A_STD BI

1. %

Sampel 1 = 0,429 x 0,130 x 5,000 x 900,00 x 99,040% 0,321 580,000 = 133,503%

2. %

Sampel 2 = 0,290 x 0,130 x 5,000 x 900,00 x 99,040% 0,321 580,000 = 90,248%

3. %

Sampel 3 = 0,280 x 0,130 x 5,000 x 900,00 x 99,040% 0,321 580,000 = 87,135%

Kadar rata-rata IX. PEMBAHASAN

= 133,503% + 90,248% + 87,135% = 103,629% 3

Pada praktikum ini kami melakukan pengujian kecepatan pelarutan kaplet amoxicillin dengan uji disolusi. Suatu obat dapat diabsorbsi dengan baik, jika obat tersebut dapat larut dalam cairan pada tempat absorbsinya. Misalnya, suatu obat

yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet tidak dapat diabsorbsi sampai partikel partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung usus.karena itulah harus dilakukan uji disolusi, dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium obat tersebut akan dilarutkan berturut turut dalam lambung dan usus halus. Jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses disolusinya sendiri akan menggambarkan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsinya. Perlahan lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau banyak yang tidak dapat diabsorbsi setelah pemberian oral, karena batasan waktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau usus halus. Maka obat obat yang sukar larut atau produk obat yang formulasinya buruk bisa mengakibatkan absorbsi tidak sempurna dari obat tersebut serta lewatnya dalam bentuk tidak berubah saat keluar sistem melalui feses. Dalam pembahasan ini, kami akan menjelaskan uji disolusi kaplet amoxicillin dengan menggunakan disolusi tester dan ditetapkan kadarnya dengan menggunakan spektrofotomtri UV. Pada uji disolusi kaplet amoxicillin ini menggunakan pelarut aquadest 900 ml yang dimasukkan dalam suatu bejana pada disolusi tester. Lalu diatur kecepatannya yaitu 103,7 rpm dengan waktu 90 menit dan suhu 37c. Setelah pengaturannya tepat maka kaplet amoxicillin dapat dimasukkan kedalam masing masing chamber sampai dengan waktu yang ditentukan. Kemudian dibuat larutan sampel dengan dipipet 5 ml larutan dalam setiap bejana dan di addkan dengan aquadest pada labu takar 25 ml, juga dibuat larutan standar dengan konsentrasi 0,12976 ppm untuk diuji kadarnya menggunakan spektrofotometri UV. Sehingga dapat dihasilkan kadar rata rata kaplet amoxicillin yaitu 103,629%. Pada perhitungan kadar sampel yang pertama kami mengalami penyimpangan kadar, hal ini dapat dikarenakan pemipetan larutan yang kurang tepat, tempat yang kurang bersih, dan penggunaan kuvet pada spektrofotometri yang dicuci kurang bersih. X. KESIMPULAN 1. Kadar rata rata kaplet amoxicillin pada praktikum uji disolusi ini yaitu 103,629%. 2. Konsentrasi larutan standar amoxicillin yang digunakan yaitu 0,12976 ppm.

3. Disolusi didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu (Wagner, 1971). 4. Laju disolusi suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi terlarut dalam medianya setiap waktu tertentu. Jadi disolusi menggambarkan kecepatan obat larut dalam media disolusi (Banakar, 1992).5. Laju

disolusi

obat

dipengaruhi

beberapa

faktor,

antara

lain:

1. Sifat fisika kimia obat 2. 3. 1. Suhu 2. Viskositas 3. pH pelarut4. Pengadukan 5. Ukuran partikel 6. Polimorfisa 7. Sifat permukaan zat

Faktor formulasi Faktor alat dan kondisi lingkungan

6. Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat, yaitu :

XI. DAFTAR PUSTAKA Martin, A.N., J. Swarbrick, A. Cammarata. 2006. Physical Pharmacy, 5th ed. Philadelphia : Lea & Febiger. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Lecture Note Dissolusi by Dr. rer.nat. Sundani Nurono Soewandhi, School of Pharmacy ITB Bandung, 15 Juni 2011 Penyusun

Desy Yunita Sari (30509011)

Febrianty Ningsih (30509015)

Gelar Pratama Setia (30509017)

Ike Nofa Okfrianty (30509022)

Restyana Sari (30509036)