laporan-ptpin 181114 lowres

94
KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DISUSUN OLEH KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

Upload: herupatria

Post on 03-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

laporan PTP

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

KEMENTERIAN PPN/

BAPPENAS

KEMENTERIAN PEKERJAAN

UMUM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN

HIDUP

PEMERINTAH PROVINSI

DKI JAKARTA

DISUSUN OLEH

KEMENTERIAN KOORDINATOR

BIDANG PEREKONOMIAN

Page 2: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

Kementerian Koordinator Bidang PerekonomianPengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Cetakan Pertama 2014

Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara; —cet.1—Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 201493 hlm; 21x 25cm

Page 3: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA

KEMENTERIAN PPN/

BAPPENAS

KEMENTERIAN PEKERJAAN

UMUM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN

HIDUP

PEMERINTAH PROVINSI

DKI JAKARTA

DISUSUN OLEH:

KEMENTERIAN KOORDINATOR

BIDANG PEREKONOMIAN

OKTOBER 2014

Page 4: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

4 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Daftar Isi

Bab 2 Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di Ibukota

Bab 1 Pendahuluan

Bab 3 Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Daftar IsiKata Sambutan

1.1 Latar belakang 1.2 Sistematika Pelaporan

2.1 Sekilas Ibukota Negara (Jakarta)Tata Ruang JakartaKawasan Pantai Utara JakartaHidrologiPenurunan Muka TanahSistem Perhubungan JakartaBangunan Air dan DrainasePengelolaan Air Bersih dan SanitasiPerumahan dan PermukimanKemiskinan Kawasan Pesisir Utara Jakarta

2.2 Dampak Penurunan Kualitas LingkunganBanjirPenurunan Kualitas Teluk JakartaDampak Fisik, dan Sosial Ekonomi

3.1 Pertahanan Pesisir terhadap BanjirStrategi TanggulKonsep Dasar Waduk Retensi

22

24

25

30

33

35

37

38

39

18

19

40

41

43

48

48

51

4

6

Page 5: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

5Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Bab 4 Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan

Bab 5 Rekomendasi

Daftar Referensi Utama

3.2 Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan JakartaAir BersihSanitasi dan Pengelolaan Air Limbah

3.3 Kedudukan PTPIN dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Baru3.4 Transportasi3.5 Keterbatasan Lahan3.6 Reklamasi Pantai Utara3.7 Tantangan Lingkungan dan Sosial (Dampak dan Pencegahan)

LingkunganSosial

3.8 Master Plan Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN)Tahap ATahap BCatatan Tambahan Untuk Tahap B (Isu Spasial dan Perancangan Kota)Tahap C“Garuda Megah”Bisinis dan Hunian

4.1 Penjelasan Umum4.2 Kelembagaan4.3 Pembiayaan4.4 Kebijakan/Regulasi4.5 Sekilas Road Map Percepatan PTPIN

Pembiayaan dan Pelibatan Sektor SwastaPeran Utama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan Investor SwastaPengorganisasian yang Sederhana

52

54

56

60

63

64

67

67

69

71

73

75

76

77

78

79

82

83

83

85

86

87

87

88

90

92

Page 6: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

6 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Sumber: Master Plan NCICD, 2014

Page 7: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

7Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Page 8: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

8 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Bismillahirrahmanirrahim,Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,Salam sejahtera bagi kita semua,

Saudara-saudara seluruh pemangku amanah dan pemangku ke-pentingan di Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten yang saya hormati.

Saya menyambut baik tersusunnya Master Plan Program Pem-bangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia (National Capital Integrated Coastal Development). Master Plan ini meru-

pakan konsolidasi dari proses perencanaan penanggulangan ketidakseimbangan neraca air, termasuk banjir, yang telah pernah dilakukan dan dibahas dengan para pemangku kepentingan secara terpadu, lintas sektor dan lintas wilayah. Master Plan ini akan menjadi panduan dan rujukan dalam memulihkan keseimbangan dan integritas sosial, ekonomi dan ekologi di Ibu Kota Negara.

Kondisi Ibukota Negara Jakarta saat ini menghadapi berbagai tantangan yang merupakan resultan dari berbagai dinamika, termasuk sosial ekonomi, demografis, ketidakseimbangan neraca air, perubahan bentang alam, dan perubahan iklim. Dampak yang dirasakan dari dinamika tersebut mengambil bentuk kerusakan kualitas manfaat sanitasi, banjir, kekuran-gan air bersih, stagnasi mobilitas masyarakat, sampai ancaman rob dari penurunan tanah (land subsidence) dan naiknya tingkat permukaan air laut.

Master Plan ini memberikan solusi terintegrasi yang saat ini berfokus pada aspek teknis pe-sisir Ibukota Negara, hal mana kemudian perlu diiringi dan diintegrasikan dengan semua komponen upaya pemulihan integritas ekosistem di hulu. Setidaknya 3 manfaat yang perlu kita raih dari Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia yang ter-integrasi dengan ekosistem hulu. Pertama, memulihkan integritas neraca hidrologis wilayah Ekosistem Ibukota Negara (water access). Kedua, memulihkan akses masyarakat terhadap ruang (spasial) yang berkualitas di wilayah Ekosistem Ibukota Negara. Ketiga, memulihkan integritas daya saing sosial ekonomi wilayah Ekosistem Ibukota Negara.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIANREPUBLIK INDONESIA

Page 9: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

9Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Pemulihan integritas ekosistem di Ibukota Negara perlu segera kita lakukan. Upaya ini bu-kan hanya memiliki arti ekologis, yang mencakup neraca air, neraca pangan, neraca keanek-aragaman hayati, bahkan neraca pemanfaatan spasial yang seyogyanya juga harus menja-min peningkatan kehidupan kita sebagai manusia. Lebih dari itu, Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia merefleksikan integritas kita sebagai bangsa dan negara dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan atas wilayah Ibukota Neg-ara.

Pemerintah berkeyakinan bahwa Program ini dapat diterapkan dan diwujudkan dengan bantuan para pakar dari Indonesia, dari Belanda dan dari belahan dunia lainnya. Terban-gunnya proyek yang bernilai vital strategis ini bukan hanya membuktikan bahwa Indonesia mampu mengelola ekosistemnya secara cerdas dan berkelanjutan, namun lebih dari itu menjadi bukti kepercayaan diri, kemampuan dan kapabilitas bangsa Indonesia dalam me-nyelesaikan proyek besar.

Semua itu tidak dapat dicapai dengan serta merta, namun membutuhkan komitmen dan dukungan politik jangka panjang dari semua, partisipasi masyarakat serta dukungan kelem-bagaan yang kuat dan efektif. Hanya dengan demikian, upaya bersama dalam memulihkan integritas daya dukung ekosistem Ibukota Negara ini dapat mencapai hasil yang diharap-kan dan mendukung kehidupan masyarakat secara berkelanjutan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 17 Oktober 2014Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,

Republik Indonesia

Page 10: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

10 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Berkaca dari pengembangan beberapa kota pantai di ber-bagai belahan dunia, pengembangan Jakarta yang juga merupakan Ibukota Republik Indonesia harus dapat men-jawab permasalahan seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, penyediaan air baku, kemacetan, dan penataan pemukiman. Dengan berbagai pertimbangan, pengemban-gan Jakarta diarahkan ke pantai utara dengan mengadopsi konsep waterfront city sehingga memungkinkan adanya reklamasi yang sekaligus juga merevitalisasi pemukiman padat di sepanjang pantai.

Pengembangan Jakarta sebagai kota pantai telah melalui perjalanan panjang, antara lain dimulainya program reklam-

asi pantai utara Jakarta pada dua dekade yang lalu dengan dukungan penuh dari Pemer-intah. Namun, sejalan dengan perkembangan kebutuhan perkotaan dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, pengembangan Jakarta perlu mempertimbangkan berbagai sektor dengan mengoptimalkan peluang dan peran serta swasta.

Dengan tekad yang kuat dan dukungan berbagai pihak yang dilandasi pengalaman pan-jang dan berbagai hasil kajian/studi, Pemerintah telah mempersiapkan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara yang mengintegrasikan pengembangan sektor infrastruk-tur dan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara merupakan program jangka pan-jang yang memerlukan investasi cukup besar, sehingga harus dijadikan acuan dan komit-men bersama dari berbagai pihak.

Tersusunnya Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara merupakan hasil ker-jasama antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemerintah DKI, serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, termasuk mitra pembangunan dan Pemer-intah Belanda yang mendukung tersusunnya Dokumen Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara. Semoga kerjasama yang baik selama ini dapat terus ditingkatkan bagi pelaksanaan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara.

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Page 11: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

11Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Dengan Poros Kemaritiman Indonesia yang digagas dan akan dikembangkan Pemerintah yang akan datang, saya yakin Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara dapat bermanfaat dalam pembangunan Jakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia.

Jakarta, 17 Oktober 2014

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional /Kepala Bappenas

Armida S. Alijahbana

Page 12: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

12 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Kegiatan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PT-PIN) atau National Capital Integrated Coastal Development telah dimulai sejak tahun 2007 melalui kerjasama Kementerian Peker-jaan Umum, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ke-menterian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda, den-gan nama Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS). JCDS meng-hasilkan tiga produk penting yang dikenal dengan Triple A. Atlas, Berisi hasil identifikasi dan himpunan permasalahan-permasala-han yang dihadapi Jakarta terkait antara lain tentang masalah kependudukan, lingkungan, banjir, air limbah, transportasi dan

geoteknik. Agenda, berisi kegiatan-kegiatan yang dihadapi dan kerangka waktu yang sem-pit. Serta Aturan Main, berisi usulan kelembangaan dan hubungan kerja dengan institusi-institusi terkait serta gagasan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.

Memperhatikan hasil-hasil kegiatan JCDS yang menunjukan kompleksitas permasalahan, kualitas lingkungan yang buruk serta kerawanan Ibukota Negara Republik Indonesia ter-hadap ancaman bencana yang terkait dengan air, kegiatan JCDS ditindaklanjuti oleh suatu program yang disusun dengan lebih terpadu dengan titik berat Pemulihan dan Peningka-tan Kualitas Lingkungan Ibukota Negara yang diwujudkan dengan PTPIN. Tercakup dalam kegiatan ini adalah upaya untuk memecahkan masalah transportasi dan kebutuhan ruang untuk menunjang PTPIN.

Pada saat yang sama, Kementerian Pekerjaan Umum juga melaksanakan upaya pengenda-lian penurunan muka tanah di DKI Jakarta akibat pengambilan air tanah dalam yang ber-lebihan. Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk inisiasi penambhan pasokan debit air ke DKI Jakarta dan pemulihan air tanah dalam (aquifer storage recovery). Pasokan air minum DKI Jakarta secara bertahap akan terus ditingkatkan dengan air baku yang diambil dari Sal-uran Tarum Barat, Bendungan Karian dan sumber lain.

Investigasi karakteristik geologi teknik dan pemodelan land subsidence serta pengukuran bathimetri perairan Teluk Jakarta dan pemodelan respon morfologi pantai sebagai bagian dari implementasi program PTPIN juga sedang dilakukan. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, Kementerian Pekerjaan Umum juga melakukan kajian penataan ruang

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Page 13: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

13Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

dengan menerapkan prinsip Building with Nature by Integrating Land in the Sea and Water in the Old and New Lands.

Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum juga tengah melaku-kan upaya untuk mengintegrasikan pengelolaan Hulu-Hilir di Wilayah Sungai Ciliwung Cis-adane, termasuk penanganan kualitas air. Untuk memahami konsepsi PTPIN secara utuh se-bagai bagian dari pengelolaan Hulu-Hilir di Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, disarankan agar dipelajari juga laporan-laporan terkait 5 pilar pengelolaan Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane: Konservasi, Pendayagunaan, Pengendalian Daya Rusak, Sistem Informasi Sumber Daya Air dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Wilayah Sungai tersebut.

PTPIN memberikan tantangan yang besar bagi pengembangan dan penerapan teknologi ti-dak hanya di bidang sumber daya air, tetapi juga di bidang-bidang lain, antara lain transpor-tasi dan lingkungan hidup. Jika dikelola dengan baik maka PTPIN juga akan menciptakan peluang bisnis di berbagai lapangan termasuk penyerapan produk-produk dalam negeri. Hal-hal ini merupakan pusat perhatian dalam penerapan program PTPIN.

Pada kesempatan ini ijinkan saya mengingatkan semua pihak yang terlibat agar tidak cepat puas, karena peta jalan program PTPIN masih panjang. Tim Kerja masih harus bekerja lebih keras lagi dalam mempelajari, melaksanakan dan mengevaluasi setiap progres penerapan PTPIN, termasuk menciptakan iklim yang baik agar Badan Usaha Swasta tertarik untuk ber-partisipasi dan menanamkan investasinya di program PTPIN. Kementerian Pekerjaan Umum akan terus berkomitmen dalam mewujudkan program PTPIN.

Jakarta, 17 Otober 2014

Djoko Kirmanto

Menteri Pekerjaan UmumRepublik Indonesia

Page 14: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

14 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Kita menyadari bahwa Jakarta, sebagai Ibukota Negara Re-publik Indonesia merupakan wilayah terdepan dari wajah bangsa ini. Potret Jakarta adalah potret kita sebagai satu ke-satuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, per-masalahan yang terjadi pada kota Jakarta, tentunya menjadi permasalahan kita bersama. Bagaimana kita berupaya men-cari solusi dan pemencahan permasalahan tersebut.

Peningkatan jumlah penduduk Jakarta yang cukup tinggi, Banjir yang terus terjadi, menurunnya permukaan lahan, abra-si/rob yang sepanjang tahun tiada henti menerpa kota ini, dan terbatasnya sumber air baku untuk menyediakan kebutuhan akan air minum, air yang bersih dan sehat adalah merupakan sebahagian permasalahan kota Jakarta. Yang tentunya harus

dicarikan solusi penanganannya secara komprehensif dan terpadu.

Buku Master Plan (Rencana Induk) pengembangan terpadu pesisir Ibukota Negara ini meru-pakan langkah awal dari upaya kita untuk memecahkan permasalahan tersebut.Isu kelayakan kehidupan di perkotaan adalah isu pengelolaan lingkungan hidup yang mul-tidimensi dan kompleks. Masyarakat menggantungkan harapan besar kepada pemerin-tah untuk memberikan jaminan kenyamanan dan kesehatan atas ruang hidupnya, namun pemerintah juga berharap banyak terhadap kontribusi dan peran aktif setiap warganya un-tuk turut memecahkan masalah. Outcomes yang ingin dicapai menjadi tergantung pada bagaimana kebijakan pemerintah dikritisi, dikawal dan didukung oleh warganya.

Ketika telah dipastikan bahwa solusi pemecahan masalah banjir, turunnya muka tanah, dan perbaikan kualitas lingkungan hidup Jakarta membutuhkan pendekatan holistik dan perencanaan yang dilakukan perlu dibangun dari dialog yang intensif komprehensif dan konstruktif. Masyarakat perlu memahami apa manfaat dan resiko dari setiap alternatif solusi yang diberikan, sekaligus terinspirasi untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Konsep peny-elamatan Jakarta dengan membangun tanggul raksasa, perbaikan sistem pengelolaan lim-bah dan penyediaan air bersih, serta revitalisasi keseluruh bagian wilayah kota yang berada di pesisir adalah konsep besar yang mengimplikasikan perubahan pola hidup langsung

MENTERI LINGKUNGAN HIDUPREPUBLIK INDONESIA

Page 15: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

15Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

minimal satu juta penduduk di wilayah utara Jakarta dan bahkan Tangerang dan Bekasi. Keberhasilan upaya penyelamatan Jakarta akan sia-sia apabila tidak diiukuti dengan per-baikan kualitas lingkungan hidup masyarakat tersebut.

Master Plan Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (NCICD) ini disusun dan akan terus disempurnakan melalui proses iteratif yang terbuka dan dilandaskan pada upaya pengamanan (safeguard). Pada awal Rencana Induk (Master Plan) seharusnya dileng-kapi dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang saat ini sedang dalam proses penyusunan. KLHS tidak akan sekedar membidik kelayakan lingkungan wilayah yang akan dibangun, tetapi secara komprehesif menyoroti isu-isu lingkungan dalam cakupan yang lebih luas, yaitu sampai ke Jawa Barat dan Banten. Mekanisme pengamanan seperti ini juga akan didukung lebih lanjut sampai dengan tahap pelaksanaan, yaitu penerapan kewajiban AMDAL diikuti dengan penerbitan ijin lingkungan kepada setiap investor, pengembangan, maupun pemrakarsa kegiatan.

Prof. Dr.Balthasar Kambuaya, MBA

Page 16: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

16 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan kota delta dengan berbagai peran yang diembannya telah mengalami per-tumbuhan pesat yang karenanya juga membawa permasalahan yang serius terutama berkaitan dengan menurunnya daya tam-pung dan daya dukung lingkungan.

Dalam kondisi masih terbatasnya infrastruktur perkotaan dan dit-ambah dengan adanya beban populasi, keterbatasan ruang, anca-man degradasi kualitas lingkungan, dampak perubahan iklim, sep-erti kenaikan muka air laut, banjir rob, dan land subsidence telah

menempatkan Ibukota dalam kerenatanan yang semakin tinggi.

Perda Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, mengamankan bahwa salah satu strategi penataan ruang DKI Jakarta ke depan diarahkan pada pengembangan pemban-gunan ke arah utara sekaligus optimalisasi pengelolaan Teluk Jakarta melalui reklamasi un-tuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru serta infrastruktur pendukung lainnya, antara lain pembangunan bertaraf internasional, pengembangan kawasan komersial dan perumahan. Terobosan yang direncanakan melalui Program NCICD (National Capital Inte-grated Coastal Development) dalam mewujudkan Kota Jakarta yang berketahanan akan mengubah permasalahan yang akan menjadi peluang selain ketahanan terhadap banjir rob juga untuk mengembangkan sumber air baku, peningkatan pendapatan kota melalui pengembangan pelabuhan dan jaringan transportasi kota serta menambah kawasan baru.

Saya mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada Tim Koordinasi Persiapan Pemban-gunan Jakarta Coastal Development, yang telah menyelesaikan Dokumen Master Plan Pro-gram Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau Program National Capital Inte-grated Coastal Development (NCICD).

Saya berharap, Program NCICD menjadi program prioritas nasional yang sejalan dengan pengembangan kawasan strategis Pantai Utara Jakarta, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memberikan nilai tambah untuk revitalisasi daratan pantai lama melalui penyediaan perumah rakyat, infrastruktur yang memadai, perbaikan kawasan ku-muh, serta penyediaan lapangan kerja yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA

Page 17: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

17Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

1 Pendahuluan

Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu uta-ma seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, keterba-tasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan pemu-kiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city melalui pro-gram Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Page 18: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

18 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Latar BelakangSistemaJakarta adalah daerah khusus ibukota negara yang merupakan pusat aktivitas ber-skala internasional, nasional dan regional. Kegiatan perekonomian di kota ini mendorong terjadinya aglomerasi dari berbagai komponen kegiatan perkotaan. Jakarta dengan popu-lasi lebih dari 9,5 juta jiwa merupakan daerah inti perkotaan (core area) dari suatu sistem aglomerasi kawasan Jabodetabekpunjur dengan total populasi 30,1 juta jiwa di tahun 2013. Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai ka-wasan strategis nasional sesuai dengan ketetapan Perpres No. 54 Tahun 2008. DKI Jakarta terbagi dalam 6 wilayah kabupaten/kota administratif dengan total luas wilayah 662,33 km2. Wilayah DKI Jakarta di bagian utara dibatasi oleh garis pantai sepanjang kurang lebih 32 km yang berbatasan di bagian barat berbatasan dengan Tangerang dan di bagian timur berbatasan dengan Bekasi.

Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di daerah pesisir. Aktivitas perekonomian uta-ma perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Kawasan pantai utara merupak-an kawasan andalan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan pusat kegiatan ekonomi yang tumbuh pesat karena kedekatannya dengan pusat-pusat ke-giatan ekonomi, seperti pelabuhan, pergudangan dan pusat perdagangan. Namun demiki-an, Jakarta juga terletak di daerah delta dengan tingkat kerawanan banjir yang tinggi, baik banjir dari luapan sungai maupun banjir limpasan air pasang. Di kawasan ini terdapat aliran 13 sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta dan 40 persen wilayahnya merupakan da-taran rendah yang berada di bawah muka air laut pasang. Banjir di kawasan pesisir Jakarta diperburuk dengan menurunnya muka tanah akibat ekstrasi pemanfaatan air tanah yang berlebihan. Tidak hanya di Jakarta, menurunnya kondisi kawasan pesisir juga terjadi di garis pantai utara yang terletak di wilayah Tangerang dan Bekasi.

Ancaman banjir mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara Ja-karta. Kejadian banjir akan semakin meningkat jika penurunan muka tanah terus berlang-sung. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dapat dihentikan, diperkirakan pada ta-hun 2030 lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta penduduk. Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu menjadi salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta telah aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir dan masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) 2010-2030.

Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama seperti ancaman banjir,

Pendahuluan

1

Page 19: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

19Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan pemukiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city. Ke-bijakan ini diarahkan untuk menjawab berbagai permasalahan di atas serta memungkink-an adanya penambahan kawasan produktif melalui reklamasi dan revitalisasi di kawasan pantai.

Laporan ini mencakup beberapa rencana dan kegiatan utama dalam penataan kawasan pesisir Jakarta yang diintegrasikan dalam suatu Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN). Program ini merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Koor-dinator Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Ke-menterian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Beberapa kegiatan telah terlaksana di lapangan dan beberapa kegiatan lainnya dalam tahapan persiapan.

Program ini perlu ditindaklanjuti oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. Laporan ini diharapkan memberikan informasi yang dibutuhkan dan menjadi dasar bagi pemerintahan selanjutnya

Sistematika Pelaporan Laporan ini terdiri atas lima bagian. Setelah bagian pendahuluan, Bab 2 menggambarkan tentang ikhtisar permasalahan perkotaan yang dihadapi oleh Ibukota Negara Republik In-donesia. Bab 3 mencakup deskrisi tentang upaya terkait program terpadu di pesisir ibu-kota yang mencoba membahas permasalahan yang telah dibahas di Bab 2. Di bagian akhir Bab 3 membahas lebih khusus mengenai program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) dan tahapan pembangunannya. Bab 4 menjelaskan strategi implementasi program PTPIN tersebut. Laporan ini ditutup dengan Bab 5 yang berisi beberapa rekomen-dasi dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan PTPIN.

Page 20: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

20 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Page 21: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

21Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di Ibukota2

Page 22: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

22 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

22.1 Sekilas Ibukota Negara (Jakarta)

Tata Ruang Jakarta

Wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas daratan seluas 662 km² dan perairan laut seluas 6.998 km² serta 110 pulau yang berlokasi di Kabupaten Kepulauan Seribu. Daratan utama wilayah DKI Jakarta di bagian Utara dibatasi oleh garis pantai sepanjang kurang lebih 32 km. Sebagai daerah khusus ibukota, Jakarta memiliki aktivitas berskala pelayanan inter-nasional, nasional, regional, dan lokal. Hal ini mendorong terjadinya aglomerasi berbagai komponen kegiatan perkotaaan terutama pada kawasan yang telah berkembang.

Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di Ibukota

Gambar 2.1Peta Jakarta dalam Lingkup Kawasan Jabodetabekpun-jur

Page 23: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

23Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Aglomerasi kawasan regional DKI Jakarta membentuk satu kesatuan wilayah yang mem-punyai nilai ekonomis yang strategis. Kawasan ini mencakup wilayah Bogor – Depok – Tangerang – Bekasi - Puncak – Cianjur atau lebih dikenal dengan Jabodetabekpunjur dan ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional melalui Perpres No. 54 Tahun 2008. Kawasan Jabodetabekpunjur dengan jumlah penduduk sebanyak 30.069.326 jiwa (hasil Survey Pen-duduk 2010, tidak termasuk penduduk Kepulauan Seribu) merupakan kawasan perkotaan terbesar di Indonesia dan keenam terbesar di dunia. Kota Jakarta sebagai metropolitan dalam perkembangannya saat ini telah dihuni oleh sekitar 9,6 juta jiwa (data sensus pen-duduk 2010).

Penggunaan lahan DKI Jakarta didominasi oleh lahan terbangun yang diwakili oleh perun-tukan bangunan, prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Hasil interpretasi citra satelit memberikan informasi bahwa sekitar 66,62 persen wilayah daratan utama DKI Jakarta merupakan lahan terbangun, sedang 33,38 persen sebagai lahan terbangun non pemuki-man seperti hutan kota, jalur hijau, pemakaman, lahan pertanian, taman, lahan kosong, dan lainnya. Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air tanah, upaya menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir dan pengem-bangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.

Namun demikian selama berabad-abad kota ini telah mengalami masalah banjir yang seri-us. Dalam dekade terakhir frekuensi dan intensitas banjir terasa meningkat, yang mempen-garuhi area yang lebih besar dan menelan lebih banyak korban dan kerusakan. Pemerintah mulai serius menangani banjir Jakarta pada pertengahan tahun 60-an. Saat itu pemerintah

Gambar 2.2 Kondisi Banjir Jakarta

Januari 2014

Page 24: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

24 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

meyakini bahwa penanganan banjir di Ibukota haruslah mempunyai konsep yang jelas agar bisa dijadikan acuan dan sekaligus dipahami oleh masyarakat berkenaan dengan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Kawasan Pantai Utara Jakarta

Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di daerah pesisir. Aktivitas perekonomian uta-ma perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Kawasan pantai utara merupak-an kawasan andalan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan pusat kegiatan ekonomi yang tumbuh pesat karena kedekatannya dengan pusat-pusat ke-giatan ekonomi, seperti pelabuhan, bandar udara, pergudangan dan pusat perdagangan. Namun pesatnya perkembangan kawasan perkotaan−selain memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi−pada sisi lain dapat mengakibatkan timbulnya permasala-han lingkungan.

Penurunan kondisi lingkungan di Pesisir Utara Jakarta dianggap menjadi salah satu faktor yang memperburuk permasalahan banjir di Jakarta. Sistem perlindungan di pesisir Jakarta mengalami kondisi yang kritis, salah satunya akibat penurunan muka tanah di Pesisir Utara Jakarta.

Panjang garis pantai Utara Jakarta adalah kurang lebih 32 km, meliputi garis pantai yang berbatasan dengan Pantai Utara Tangerang di bagian barat hingga perbatasan Pantai Utara Bekasi di bagian timur. Di bagian barat kawasan Pantura Jakarta berbatasan dengan Dae-rah Kabupaten Tangerang, di bagian Timur berbatasan dengan Daerah Kabupaten Bekasi, dan di bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kelapa Gading di Kota Jakarta Utara, wilayah Kota Jakarta Barat, wilayah Kota Jakarta Pusat, dan wilayah Kota Jakarta Timur.

Di kawasan inilah terdapat berbagai kegiatan dengan fungsi transhipment point, seperti pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal Mass Rapid Transit (MRT), jalan tol, dan jaringan jalan arteri lainnya.

Beberapa kegiatan skala besar yang telah berlangsung di dalam kawasan Pantura Jakarta, antara lain PLTU/PLTGU Muara Karang dan Muara Tawar, PLTU Tanjung Priok, permukiman Pantai Mutiara, permukiman Pantai lndah Kapuk, pelabuhan Tanjung Priok, pengemban-gan pelabuhan perikanan samudera di Sunda Kalapa, Kawasan Berikat Nusantara Marunda, kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol, permukiman nelayan di Muara Angke dan Ka-mal Muara, pusat perdagangan Glodok dan Mangga Dua, dan kegiatan pelayaran rakyat.

Page 25: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

25Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Hidrologi

Air Permukaan. Dalam konteks sistem hidrologi Daerah Aliran Sungai, kawasan Pantura Ja-karta merupakan muara sungai-sungai yang berhulu di wilayah selatan, termasuk kanal buatan, yang mengalir dari arah Puncak - Bogor ke arah laut di utara. Dari ke 13 sungai dan kanal buatan tersebut, 10 di antaranya bermuara di Teluk Jakarta, yaitu Sungai Mooker-vaart, Angke, Grogol, Pesanggrahan, Krukut, Kalibaru Barat, Ciliwung, Kalibaru Timur, Cipi-nang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung.

Banjir dan Rob. Jakarta berada pada dataran rendah (40 persen dari luasan), dipengaruhi oleh pasang laut serta kondisi air permukaan serta intensitas curah hujan yang besar (2000 s/d 3500 mm/tahun). Kejadian banjir dan genangan yang melanda Kota Jakarta secara rutin terjadi sejak tahun 1961.

Gambar 2.3 Sistem Pengen-

dalian Banjir Eksisting

Page 26: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

26 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Sayangnya, kondisi sungai pada umumnya sangat memprihatinkan dengan tingkat sedi-mentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Berkurangnya luas daerah tangkapan air di kawasan hulu sungai akibat pesatnya pembangunan menyebabkan berkurangnya infil-trasi. Erosi yang terjadi di bagian hulu juga berakibat pada sedimentasi sungai di bagian tengah dan hilir sungai yang melewati Jakarta. Akibatnya, jika t hujan tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai dengan cepat meluap, yang pada gilirannya akan mengancam dae-rah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara.

Selain itu ketersediaan air permukaan Jakarta juga ditopang oleh situ-situ dan beberapa waduk di wilayah DKI Jakarta. Situ dan waduk retensi juga difungsikan untuk mengisi kem-bali air tanah. Sekitar 149 situ yang terletak di wilayah DKI Jakarta, yang terdiri dari 134 situ eksisting dan sekitar 15 situ potensial dengan total area 394,2 ha.* Jumlah total seluruh situ eksisting di wilayah Jabodetabek berjumlah sekitar 1018 dengan jumlah situ potensial sebanyak 310 situ.

Gambar 2.4Peta Erosifitas di Kawasan Jabodetabekpunjur

Sumber: RTRW Propinsi Jawa Barat 2005-2025

* Western Java Environ-mental Management Project (WJEMP) yang dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Nippon Koei bekerja sama dengan Kwarsa Hexagon, telah diidentifikasi

Page 27: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

27Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Abrasi pantai di kawasan pesisir Jakarta, terutama di beberapa lokasi disebabkan oleh ak-tivitas manusia seperti kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan menipisnya hutan mangrove. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di Pantai Utara Jakarta bagian Timur dan Barat. Pembangunan tambak di Bagian Barat perairan Teluk Jakarta me-nyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung pantai alami berupa tana-man mangrove. Pantai Marunda juga mengalami erosi hingga kini belum membentuk ke-seimbangan alam, dimana suplai sedimen tidak mencukupi untuk menutup defisit yang diakibatkan oleh abrasi dan pengambilan pasir.

Kualitas Air Permukaan. Pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin menin-gkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai dengan 2007 menunjukkan kualitas air yang semakin memburuk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Dari 67 lokasi titik pantau di 13 sungai menunjuk-kan trend pencemaran yang semakin meningkat. Padahal potensi air permukaan dapat di-manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk air minum, pertanian dan kegiatan perkotaan.

Kualitas air permukaan yang ada di waduk dan situ di Jakarta secara umum tidak terawat, seperti banyaknya sampah, dan masuknya limbah domestik, limbah industri dan kurang-nya fungsi ekologis situ. Status kualitas air di DKI Jakarta pada tahun 2007 adalah 83 persen tercemar berat dan 17 persen tercemar sedang. Sedangkan kecenderungan kualitas air situ/waduk di DKI dari tahun 2004 – 2007 menunjukkan kualitas penurunan kualitas yang cukup signifikan.

Air Tanah. Cekungan Air Tanah Jakarta (CAT Jakarta) termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung, luas CAT tersebut mencapai 1.439 km2. Batas cekungan di sebelah selatan terletak di sekitar Depok, di sebelah barat dan timur masing-masing Kali Cisadane dan Kali Bekasi, sementara batas di sebelah utaranya adalah Laut Jawa. Pengambilan air tanah pada CAT Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer menengah dan dalam. Kondisi demikian dapat di kategorikan sudah memasuki zona kritis hingga rusak. Berdasarkan data Badan Geologi, DESDM, Neraca Air Tanah Jakarta saat ini adalah, potensi air tanah dalam 52 juta m³/thn sedangkan pengambilan air tanah (dalam) 21 juta m³/tahun (40 persen).

Kualitas Air Tanah. Disamping kualitas air permukaan, kualitas air tanah juga menurun dalam beberapa tahun terakhir. Terutama terjadi di daerah-daerah yang semakin dekat dengan batas pantai. Penelitian BPLHD Provinsi DKI Jakarta terhadap 75 Kelurahan, menun-jukkan bahwa pencemaran air tanah disebabkan oleh kurangnya pengelolaan limbah do-mestik dan buruknya sanitasi lingkungan. Status mutu air tanah Jakarta tahun 2007 adalah 12 persen tercemar berat, 20 persen tercemar sedang, 45 persen tercemar ringan dan han-ya 25 persen yang tergolong baik, sedangkan pencemaran coliform mencapai 55 persen. Pencemaran air tanah Jakarta hampir merata di seluruh wilayah.

Page 28: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

28 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Pasang Surut Air Laut. Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal dengan kedalaman berkisar antara 3 – 29 meter dengan rata-rata kedalaman 15 meter. Kedalaman muara berkisar antara 0,5 – 3 meter saat pasang dan 0,5 – 2 meter saat surut. Kedalaman terendah di Muara Kali Blencong baik saat pasang atau surut yaitu 0,5 meter.

Dasar perairan Teluk Jakarta melandai ke arah Laut Jawa dengan kedalaman di perbatasan Laut Jawa berkisar antara 20 – 29 meter. Variasi kedalaman yang tinggi terdapat di perairan sebelah barat Teluk Jakarta sedangkan di pantai timur relatif rata. Perbedaan ini disebabkan proses sedimentasi di bagian pantai timur yang sangat kuat akibat bermuaranya Sungai Citarum di Muara Gembong.

Gelombang pasang akibat kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pasang-surut serta diakibatkan oleh faktor-faktor lain atau eksternal force seperti dorongan air, swell (gelom-bang yang ditimbulkan dari jarak jauh), badai dan badai tropis yang merupakan fenomena yang sering terjadi di laut. Gabungan atau interaksi dari itu semua menimbulkan anomali muka air laut yang menyebabkan banjir Rob.

Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada perencanaan teknis dalam melindungi kawasan pesisir dari kenaikan muka air laut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakter-istik pasang surut, karakteristik gelombang laut, perubahan iklim. Dari analisa pasang surut di teluk Jakarta, pada tahun 2005 elevasi puncak (HHWL) pasang surut di DKI Jakarta men-capai 1.88 mpp. Dengan freebord 1.00 meter maka tinggi elevasi tanah yang aman untuk garis pantai utara Jakarta setinggi 3.00 meter. Sedangkan berdasarkan dari beberapa studi

Gambar 2.5 Laju Penyedotan Air Tanah di Jakarta 1879 – 2007

Sumber : Pemantauan Kondisi Dan Lingkungan Air Tanah di Cekungan Tanah Jakarta, ESDM

Page 29: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

29Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

bahwa kenaikan muka air laut rata-rata adalah 8 mm per tahun.

Rob adalah limpasan gelombang pasang yang terjadi di daerah pantai. Apabila daerah pan-tai tersebut belum ada prasarana pengendalian Rob yang memadai, maka tidak menutup kemungkinan di daerah pantai tersebut akan terjadi abrasi dan genangan banjir akibat ROB. Pada umumnya kejadian Rob di Pantai Utara Jakarta terjadi pada bulan-bulan Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya. Pada bulan-bulan tersebut merupakan musim an-gin musim Barat dimana angin bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 8,21 sampai dengan 10,62 knot. Beberapa wilayah yang terkena dampak Rob adalah Kamal Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol, Kalibaru, Cilincing dan Marunda. Kejadian Rob di Pantura Jakarta diten-tukan oleh beberapa faktor antara lain yaitu : Tinggi gelombang pasang, Kondisi topografi daerah Pantura Jakarta cenderung relatif datar dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 1 persen dan elevasinya bervariasi antara 1,5 meter sampai dengan 1,8 meter dari MSL. Dan juga pengaruh pemanasan iklim global (global warming).

Curah Hujan. Bencana banjir di wilayah Jabodetabek adalah salah satu kejadian yang dise-babkan oleh jumlah aliran permukaan yang berasal dari hujan yang tidak mampu lagi dir-esapkan ataupun diteruskan ke laut oleh berbagai jenis penutupan lahan yang ada di ka-wasan tersebut. Iklim dan curah hujan kemudian sering dianggap sebagai sumber utama penyebab terjadinya banjir di wilayah Jabodetabek.

Gambar 2.6 Sebaran Lokasi Dampak

ROB di Pantai Utara Jakarta

Page 30: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

30 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Di wilayah Jakarta hujan umumnya terjadi hampir pada setiap bulan, termasuk pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan wilayah Jakarta masih terpengaruh oleh wilayah Bogor yang berpotensi hujan sepanjang tahun. Tingkat curah hujan di Provinsi DKI Jakarta relatif ren-dah dan terbagi dua zona yaitu Zona Utara dengan rata-rata curah hujan sekitar 1.500 – 2.000 mm per tahun dan zona selatan dengan rata-rata curah hujan sekitar 2.000 – 3.000 mm per tahun. Semakin ke hulu, curah hujan ini semakin tinggi dengan daerah Depok memiliki curah hujan sekitar 3.000 – 3.500 mm per tahun, daerah Cibinong memiliki curah hujan sekitar 3.500 – 4.000 mm per tahun, dan daerah Bogor memiliki curah hujan 4.000 – 4.500 mm per tahun.

Penurunan Muka TanahBeberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu: pengambilan air tanah dalam yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsoli-dasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat faktor penurunan tanah ini, tiga faktor pertama, terutama masalah penggunaan air tanah dalam, dipercaya berkontribusi dalam penurunan tanah di wilayah-wilayah Jakarta Utara. Penurunan tanah dapat menyebabkan perubahan struktur bangunan, kerusakan

Gambar 2.7 Lokasi Terkena Dam-pak ROB di sekitar Pantai Utara Jakarta

Page 31: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

31Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

struktur, drainase, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir.

Penurunan muka tanah di Jakarta terjadi sangat cepat. Sepanjang pesisir utara terjadi penu-runan di beberapa tempat dengan variasi laju antara 2 sampai 20 cm per tahun. Akibatnya wilayah pesisir Jakarta tenggelam secara perlahan dan berada di bawah permukaan laut, termasuk garis pantai eksisting, sistem polder di sekitarnya, dan muara sungai serta kanal yang mempunyai akses terbuka langsung dengan laut.

Pada tahun 1990, hanya 12 persen atau seluas 1.600 ha daratan utara Jakarta yang berada di bawah permukaan laut. Dalam jangka 20 tahun, pada tahun 2010, 58 persen atau lebih dari 8.000 Ha daratan utara pesisir Jakarta telah tenggelam di bawah permukaan laut. Tanpa ad-anya upaya penanganan, diperkirakan pada tahun 2030 hampir 90 persen atau 12.500 Ha daratan pantai utara Jakarta akan tenggelam. Penurunan tanah di wilayah Jakarta memba-wa dampak negatif yang cukup banyak, terlebih di masa depan, sehingga perlu mendapat perhatian khusus.Salah satu dampak dari cepatnya pengembangan kawasan terbangun yang tidak seimbang dengan penyediaan suplai kebutuhan air bersih adalah pengambilan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan industri dan pemukiman.

Namun, belum ada data yang jelas seberapa banyak pengambilan air tanah dalam yang ile-gal. Hal ini diperburuk dengan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan. Konsekuensi logis yang terjadi dari tekanan beban kawasan terbangun dan berkurangnya volume air tanah dalam me-nyebabkan adanya ruang kosong. Untuk itu dibutuhkan infiltrasi air yang cukup besar un-tuk meningkatkan tekanan yang dapat menahan beban kawasan terbangun dan menahan penurunan muka tanah.

Gambar 2.8 Peningkatan permu-

kaan air laut

Gambar 2.9 Kondisi di kawasan pesisir utara Jakarta

Page 32: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

32 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Gambar 2.10Perbandingan Penurunan Muka Tanah Tahun 1974-1990 dan Penurunan Muka Tanah Tahun 1990-2000

Page 33: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

33Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Sistem Perhubungan JakartaIbukota Jakarta telah menghadapi permasalahan lalu-lintas yang parah selama bertahun-tahun dikarenakan sistem jalan yang lumpuh akibat padatnya arus lalu-lintas. Ekspansi ja-ringan jalan tidak mampu menjawab kebutuhan mobilitas yang diakibatkan perkemban-gan kota, pertumbuhan penduduk yang meningkat dan juga pertumbuhan ekonomi.

Tingkat kepemilikan kendaraan bermotor juga semakin meningkat. Jumlah mobil dan sepeda motor teregistrasi meningkat masing-masing dua kali lipat dan 4,6 kali lipat sepan-

Gambar 2.11Elevasi Tanah Di Bawah Permukaan Laut Tahun

2010 dan Perkiraan Tahun 2050

Tanpa Upaya Pengenda-lian Air Tanah

Page 34: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

34 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

jang periode 2000 – 2010. Hal lain yang menambah buruk lalu-lintas Jakarta adalah jumlah komuter yang setiap harinya memasuki Jakarta. Tahun 2010 tercatat ada sekitar lebih dari 1,1 juta komuter yang memasuki Jakarta.

Pola jaringan jalan di wilayah DKI Jakarta secara umum terdiri dari sistem jaringan jalan ling-kar yaitu lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar (outer ring road) yang juga meru-pakan jaringan jalan arteri primer, jaringan radial yang melayani kawasan diluar inner ring road menuju kawasan di dalam inner ring road dan jaringan jalan berpola grid di wilayah pusat kota.

Pelayanan transportasi laut dipusatkan di pelabuhan Tanjung Priok, beberapa pelabuhan lain bersifat sebagai pendukung transportasi laut antar pulau. Pelabuhan pendukung terse-but yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, Muara Angke dan Marina. Khusus Muara Angke dan Ma-rina hanya melayani lalu lintas antar pulau di wilayah DKI Jakarta khususnya ke kepulauan Seribu. Selama 5 (lima) tahun terakhir, pertumbuhan arus kapal dan barang di Pelabuhan

Gambar 2.12 Peta Prasarana Jalan DKI Jakarta

Page 35: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

35Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Tanjung Priok memiliki kecenderungan meningkat diatas 6 persen per tahun, dimana arus barang pada tahun 2006 telah mencapai 28.4 juta ton (untuk cargo dan curah) dan 3.5 juta TEU’s (untuk peti kemas) sedangkan arus kunjungan kapal mencapai 16 ribu unit kapal.

Di wilayah Jakarta Utara terdapat beberapa pelabuhan perikanan, diantaranya adalah TPI Cilincing, TPI Kali Baru, PPS Muara Baru (Nizam Zachman), TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara. Pelabuhan nelayan ini menampung aktivitas nelayan di kawasan Jakarta Utara. Jumlah ne-layan di wilayah Pantai Utara Jakarta sejumlah 20.125 orang pada tahun 2008. Dilihat dari perkembangannya, jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta cenderung menurun. Pada tahun 2004, nelayan berjumlah 26.301 orang dan turun menjadi 20.125 orang pada tahun 2008. Hal ini diakibatkan semakin banyaknya nelayan yang beralih pekerjaan.

Sarana transportasi udara yang ada di kawasan teluk Jakarta adalah bandar udara interna-sional Soekarno Hatta. Sesuai dengan fungsinya dalam tata ruang wilayah, jaringan trans-portasi udara menggambarkan lokasi pelabuhan udara untuk pelayanan penumpang dan bongkar muat barang untuk melayani kawasan dan wilayah pelayanan masing-masing. Kualitas pelayanan suatu bandara secara umum selain ditentukan oleh kondisi fisik dan pelayanan bandara yang bersangkutan, juga terkait dengan aksesibilitas bandara tersebut dari dan ke daerah pelayanannya

BangunanAir dan Drainase

Tanggul Laut. Banjir rob tidak saja disebabkan oleh gelombang pasang laut yang tinggi tetapi juga oleh kenyataan bahwa banyak lokasi di pesisir Utara Jakarta ini merupakan da-taran rendah yang berada di bawah permukaan laut. Ada tanda-tanda bahwa lokasi-lokasi ini masih terus mengalami penurunan muka tanah yang disebabkan oleh penyedotan air

Gambar 2.13Lokasi Bandara yang

Berdekatan dengan Teluk Jakarta

sumber: Angkasapura (prenstasi KLHS)

Page 36: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

36 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

bawah tanah oleh penduduk Jakarta untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari dan untuk industri.

Terkait dengan kejadian rob, pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pembangunan tanggul laut walaupun masih sporadis, tanggul tersebut diantaranya : tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan 2009. Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya kurang lebih 3000 meter dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai dengan 3 meter di atas permukaan tanah. Tanggul penahanan banjir rob yang lengkap dengan trotoar yang cukup lebar di Pantai Marunda kini malah menjadi tem-pat rekreasi yang ramai dikunjungi warga Jakarta yang ingin bersantai di tepi pantai.

Sistem Drainase. Hampir seluruh Jakarta, terutama di jalan jalan protokol dan pemukiman baru, sudah dilengkapi dengan saluran drainase, namun belum terintegrasi dalam suatu sistem yang baik, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Di beberapa tempat ada saluran drainase yang rusak, atau penuh dengan sampah dan sedimen. Banyak juga saluran drainase yang kapasitasnya kurang besar, sehingga kurang memadai untuk menampung air hujan, terutama pada waktu banjir.

Gambar 2.14 Pembagian Zona Drain-ase di DKI Jakarta

Page 37: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

37Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi

Air bersih. Pelayanan air bersih masyarakat dan dunia usaha di Jakarta dikelola oleh PAM Jaya dengan dua operator, yaitu Palyja dan Aetra. Berdasarkan laporan Perum Jasa Tirta II (PJT II) Jatiluhur (2010), jumlah air baku yang dikirim dari Waduk Jatiluhur ke DKI Jaya seban-yak 600 juta m³/tahun melalui Kanal Tarum Barat. Gambar berikut menunjukkan peman-faatan air baku dari Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat sebagai air baku PAM Jaya.

Sanitasi dan Air Limbah. Sistem pelayanan pengelolaan limbah di Jakarta baru mencakup tiga persen dan menimbulkan dampak yang rentan bagi kesehatan warganya. Artinya, 97 persen wilayah Jakarta belum memiliki sistem jaringan air limbah. Kebanyakan dari mer-eka menggunakan septic tank. Buruknya sistem sanitasi di Jakarta menyebabkan sekitar 45 persen air tanah sudah tercemar bakteri E-coli. Penerapan penggunaan septic tank di setiap rumah yang tidak layak standarnya mempengaruhi kualitas air tanah untuk diminum.

Banyak warga yang menempatkan tangki kakus berdekatan dengan sumur air untuk mi-num. Maka, bila air tidak dimasak dengan benar, warga Jakarta rentan terkena penyakit diare. Buruknya sanitasi juga menjadikan tercemarnya sungai-sungai dan menyebabkan mahalnya penyediaan air minum berkualitas. Penurunan permukaan air tanah karena pen-

Gambar 2.15Pemanfaatan Air Baku

PAM Jaya

sumber: RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Page 38: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

38 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

gambilan air tanah yang terus menerus membuat beberapa bagian limbah rumah tangga ini meresap ke dalam air tanah.

Septic tank rumah tangga yang biasanya diasosiasikan dengan sistem sanitasi belum meru-pakan sistem yang baik karena masih banyak yang dibawah standar. Perawatan septic tank masih rendah, sehingga sebagian besar limbah domestik tidak melalui proses treatment sama sekali. Diperlukan pembangunan sistem IPAL dengan standar wadah penampungan limbah rumah tangga terpusat menjadi masalah yang mendesak.

Setiap tahunnya, secara umum pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai 2007 menunjukkan kualitas yang se-makin buruk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Pencemaran yang terjadi baik kualitas fisik, kimia maupun biologi.

Persampahan. Produksi sampah di Jakarta mencapai 29.364 m³ atau setara dengan 6.525 ton setiap hari. Sedangkan truk sampah yang dimiliki DKI hanya 841 unit, sementara 100 unit truk lainnya disewa dari pihak swasta. Kapasitas angkut setiap truk sebesar 15 meter kubik dan rata-rata hanya mampu dioperasikan 1,5 perjalanan setiap hari. Armada truk DKI hanya bisa mengangkut 21.172 m³ sampah per hari. Setiap hari terdapat sekitar 2.000 m³ sampah tidak terangkut. Produksi yang terus-menerus dan keterbatasan jumlah armada pengangkut membuat sampah-sampah tersebut tidak terangkut dengan baik.

Akibat banyaknya jumlah sampah yang tidak terangkut, volume tumpukan sampah di ban-taran sungai setiap hari bertambah. Di seluruh Jakarta, terdapat 13 aliran sungai utama dan tak terhitung jumlah anak sungai maupun saluran pembuangan. Secara kasat mata, di setiap aliran air selalu saja terlihat sampah, baik yang mengapung hanyut dalam arus mau-pun menumpuk di sepanjang tepiannya. Di sepanjang bantaran Kali Pesanggrahan dan Ciliwung, mulai dari kawasan yang berbatasan dengan Tangerang maupun Bogor hingga bermuara di Teluk Jakarta, terlihat puluhan tempat penampungan sampah. Sampah terse-but itu nyaris tidak tersentuh oleh armada pengangkut Dinas Kebersihan DKI Jakarta.

Perumahan dan Permukiman

Perumahan dan Permukiman. Proyeksi kebutuhan perumahan di DKI Jakarta sebesar 70.000 unit per tahun, dengan proporsi 60 persen (42.000 unit/tahun) untuk perumahan horizontal per landed houses dan 40 persen (28.000 unit per tahun) untuk perumahan ver-tikal per rumah susun.

Hunian di Teluk Jakarta: Bila dilihat pada lokasi perencanaan, secara umum karakteris-tik hunian di daerah pesisir Teluk Jakarta terdiri dari: permukiman nelayan, permukiman kumuh, permukiman di sisi sungai, kampung kota dan perumahan elit/real estat. Permuki-

Page 39: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

39Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

man nelayan di utara Jakarta terletak di Penjaringan, Cilincing, Koja. Di Penjaringan permu-kiman nelayan berkonsentrasi di Kamal Muara, Muara Angke dan Murara Baru. Permukiman kampung perkotaan terbesar terdapat di Jakarta Utara dan tersebar di beberapa lokasi pe-sisir Teluk Jakarta.

Permukiman Kumuh. Berdasarkan Podes 2012—yang terletak di wilayah Teluk Jakarta ada 104 lokasi. Di semua kecamatan yang ada di Teluk Jakarta memiliki wilayah permukiman kumuh dengan jumlah total 21.302 rumah. Jumlah total keluarga yang tinggal di permuki-man kumuh mencapai 24.482 keluarga atau sekitar 97.932 jiwa atau sekitar 6 persen dari total penduduk di Teluk Jakarta tahun 2011.

Permukiman Real Estat. Area permukiman ini terkonsentrasi di Pluit, Sunter Agung Podo-moro dan Pantai Mutiara. Kompleks lain yang terletak di barat dan selatan dari pelabuhan Tanjung Priok adalah Pantai Indah Kapuk, Pearl Beach, Villa Kapok Mas, dan perumahan lainnya. Di beberapa lokasi perumahan real estat ini bersebelahan langsung dengan per-mukiman nelayan dan permukiman kampung kota.

Flat dan Rumah Susun. Berdasarkan data dari Dinas Perumahan DKI Jakarta tahun 2012, rumah susun sederhana di Jakarta ada 5.18 blok dengan 40.544 unit rumah, dengan total luasan 227,15 ha. Rusunawa yang disediakan oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta-pemer-intah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat sebanyak 19 Tower atau 1.519 unit; yang disediakan Kementerian Pekerjaan Umum: 1.959 unit atau 20 Tower Block; yang dise-diakan Perumnas ada 34 Tower Block atau 3.328 unit. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta telah membangun 133 Tower Block atau 12.337 unit yang terdiri dari 3.366 unit Rusunawa dan 8.971 unit Rusunami. Sebagai tambahan, Pemerintah propinsi DKI Jakarta telah mengoper-asikan 10.087 unit baru, mengelola Rusunawa di 5 wilayah, serta mempersiapkan rusunawa baru bagi penghuni kota di masa depan.

Kemiskinan di Kawasan Pesisir Utara Jakarta

Berdasarkan data BPS tahun 2009, jumlah penduduk miskin untuk Jakarta Utara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dari 72.000 jiwa pada tahun 2004 naik menjadi 85.200 jiwa pada tahun 2008. Penduduk miskin ini tersebar di enam kecamatan di wilayah, lima diantaranya merupakan kawasan pesisir Jakarta. Kawasan Pantai Utara (Pantura) Jakarta meliputi Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja dan Cilincing.

Salah satu tolok ukur untuk dapat menilai tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat di suatu wilayah adalah dengan melihat seberapa banyak wilayah tersebut memiliki desa/kelurahan yang termasuk dalam kategori tertinggal, yang merupakan kantung-kantung kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2008, menunjukkan bahwa kantung kemiskinan paling banyak di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Untuk kawasan Pantura Jakarta se-bagian kelurahan tertinggal ada di Kecamatan Penjariangan yang terletak di sub-kawasan

Page 40: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

40 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Barat dan Kecamatan Cilincing yang berlokasi di sub-kawasan timur.

2.2 Dampak Penurunan Kualitas LingkunganBanjirAncaman banjir akan mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara Jakarta. Kejadian banjir akan semakin meningkat ketika penurunan muka tanah semakin cepat. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dihentikan, diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta penduduk. Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu menjadi salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta telah aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir dan masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) 2010-2030.

Salah satu dampak dari cepatnya pengembangan kawasan terbangun yang tidak seim-bang dengan penyediaan suplai kebutuhan air bersih adalah pengambilan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan industri dan permukiman. Namun, belum ada data yang jelas se-berapa banyak pengambilan air tanah dalam yang ilegal. Hal ini diperburuk dengan keti-daksesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan. Konsekuensi logis yang terjadi dari tekanan beban kawasan ter-bangun dan berkurangnya volume air tanah dalam menyebabkan adanya ruang kosong. Untuk itu dibutuhkan infiltrasi air yang cukup besar untuk meningkatkan tekanan yang dapat menahan beban kawasan terbangun dan menahan penurunan muka tanah.

Sistem pertahanan terhadap banjir yang sudah pernah dibangun belum dapat melindungi Jakarta dari ancaman banjir yang datang dari laut. Sekitar 40 persen sistem infrastuktur penahan banjir belum mampu menahan banjir dari laut.

Gambar 2.16 Perkemban-gan Penduduk Miskin di Jakar-ta Utara tahun 2004-2008

Gambar 2.17prosentase Pen-duduk Miskin di DKI Jakarta dan Jakarta Utara tahun 2004-2008

sumber: BPS, DKI Jakarta Dalam Angka tahun 2009

Page 41: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

41Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di Wilayah Jakarta adalah (i) lokasi Jakarta merupakan muara dari 13 sungai dengan curah hujan yang cukup tinggi di ba-gian hulunya, (ii) perubahan penggunaan lahan yang pesat di daerah aliran sungai, (iii) Berkurangnya kapasitas sungai dan sistem drainase perkotaan akibat sedimentasi dan ma-salah persampahan, (iv) penurunan muka tanah (land subsience), (v) kenaikan muka air, (vi) tingkat kesadaran masyarakat terhadap kepedulian lingkungan.

Penurunan Kualitas Teluk Jakarta

Dalam sistem hulu-hilir, kawasan Teluk Jakarta menerima dampak dari akumulasi perma-salahan dan ekploitasi lingkungan yang terjadi baik di kawasan sebelumnya. Pengaruh da-ratan menjadi dominan karena Teluk Jakarta menjadi muara tiga belas sungai.

Kualitas perairan Teluk Jakarta dapat dibedakan atas kualitas perairan pantai, yaitu di sekitar muara sungai-sungai dan kualitas perairan laut di Teluk Jakarta. Menurut hasil pemantauan yang dilakukan pada tahun 1997 (Bapedalda DKI Jakarta), terlihat bahwa kualitas perairan pantai lebih buruk dibandingkan kualitas perairan laut Teluk Jakarta.

2025:Perbedaan Darat-Laut 200-450 cm

290 cm

90 cm

215220 225

100-200 cm

100-200 cm

Penurunan Tanah

Critical level 2007

Pendapat Ahli, Penurunan Muka Tanah Realistis : 5 – 10 cm per tahun

190 cm

Nov 1989 Nov 2007 Nov 2025

Penurunan Tanah

2025:130-230 cmPeningkatanselisih

Pasar Ikan cm

Tingkat Darat

Pluit 1989, 2007, 2025

Max. Sea Water level

Gambar 2.18Penurunan Muka

Tanah dan Kenaikan Muka Air Laut

sumber: Jakarta Flood Team

Page 42: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

42 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Gambar 2.19 Buruknya kualitas perai-ran Teluk Jakarta akibat pencemaran (Laporan Bappedal DKI Jakarta 2004)

1 13441

32

1

5

1

21

2

4 3 1

Keterangan:1. Degradasi ekosistem mangrove pada Muara Angke, Sunda Kelapa, Ancol, Tanjung Priok, dan

Cilincing-Marunda.2. Rawan pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga (sampah) dan industri (minyak dan

limbah cair).3. Abrasi pantai. Kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan hutan

mangrove mengakibatkan terjadinya abrasi pantai.4. Konflik pemanfaatan lahan pesisir

Gambar 2.20Permasalahan Lingkungan di Teluk Jakarta

Page 43: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

43Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Kondisi tersebut disebabkan fungsi perairan pantai sebagai badan penerima buangan lim-bah cair yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Muara sungai-sungai tersebut mempunyai kedalaman relatif dangkal, sehingga limbah cair cenderung mengendap di sekitar perairan pantai.

Pengenceran cemaran di perairan laut menyebabkan kualitas perairan laut lebih baik dibandingkan perairan pantai. Catatan kualitas perairan laut di Teluk Jakarta menunjuk-kan bahwa perairan bersangkutan masih memenuhi baku mutu bagi peruntukan budi-daya biota laut atau perikanan. Sedangkan kualitas perairan pantai pada umumnya telah melampaui baku mutu untuk dimanfaatkan bagi budidaya biota laut atau perikanan.

Dampak Fisik dan Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk Jakarta yang terkena banjir dari laut diperkirakan mencapai 1,5 juta, sedangkan penduduk terkena banjir dari sungai pada bulan Februari 2007 diperkirakan mencapai 2,2 juta. Banjir serupa untuk tahun 2030 diperkirakanakan memaparkan 2,5 juta orang jika penurunan tanah tidak dikendalikan, tapi ‘hanya’ 2,2 juta jika penurunan tanah dikendalikan.

Dampak banjir juga meimbulkan kerusakan fisik baik sarana dan prasarana maupun ka-wasan permukiman. Kerusakan rumah yang disebabkan oleh banjir dari laut diperkirakan sebesar 21,9 juta USD. Kerusakan rumah yang disebabkan oleh banjir pada bulan Februari 2007 diperkirakan mencapai 75, 8 juta USD. Banjir dengan hujan yang sama pada tahun 2030 akan menyebabkan kerusakan 87, 5 juta USD jika penurunan tanah tidak dikenda-likan, tapi ‘hanya’ 77, 2 juta USD apabila penurunan tanah dapat dikendalikan.

Dampak dari banjir pada prasarana diperkirakan sebagai berikut: • Kerusakan tanggul sungai, kanal dan kolam retensi, meningkatkan ancaman terhadap

banjir. • Kerusakan jembatan dan jalan atau genangan jalan, mengganggu sirkulasi lalu lintas.• Kerusakan dan gangguan pasokan air dan sistem air limbah menimbulkan ancaman

bagi kesehatan masyarakat.• Kerusakan prasarana transportasi meliputi kerusakan jalan dan jembatan, jalan tol,

kereta api dan jaringan angkutan umum. • Kerusakan pembangkit listrik dan jaringan listrik.

Secara ekonomis banjir dapat menggenangi atau mengisolasi bidang bisnis, kawasan in-dusri, pembangkit listrik, pelabuhan dan bandara regional yang menyebabkan gangguan ekonomi dan kerugian keuangan. Penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh bencana banjir dari laut dalam kondisi saat ini diperkirakan sebesar 0,48 persen untuk wilayah Jakarta (atau mengalami kerugian ekonomi sekitar 186 juta USD). Pada tahu 2050

Page 44: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

44 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

jika penurunan tanah tidak dikendalikan maka potensi penurunan pertumbuhan ekonomi menjadi 0,63 persen.

Catatan:

• Penurunan permukaan tanah yang terus menerus manyebabkan permukaan air laut menjadi lebih tinggi daripada daratan dan di pesisir Jakarta menjadi salah satu menyebabkan banjir

• Diperlukan upaya untuk mengintegrasikan solusi tata air dengan revi-talisasi kawasan, pengembangan transportasi dan kebutuhan pengem-bangan ruang kota dalam kerangka pengembangan kawasan pesisir, untuk menghasilkan pendapatan dalam upaya pengendalian banjir.

• Diperlukan adanya arahan pengembangan revitalisasi kawasan dan memposisikannya kedalam pengembangan kawasan strategis Jabode-tabekpunjur dan rencana tata ruang daerah.

Page 45: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

45Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

3 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Page 46: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

46 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

3Seperti telah dijabarkan di Bab 2, terdapat banyak masalah yang dihadapi ibukota Jakarta, terutama di wilayah pesisir Jakarta. Tanpa mengabaikan masalah lain yang juga penting, ada berapa masalah yang tingkat urgensinya tinggi dan penting untuk segera dicarikan solusinya, di antaranya adalah: pemulihan dan peningkatan kualitas lingkungan Jakarta, pemecahan masalah banjir, transportasi dan keterbatasan lahan. Ada atau tidak adanya program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (selanjutnya disebut PTPIN) ini, Jakarta tetap harus mencari cara untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Program PTPIN ini diharapkan mampu membantu mengatasi atau sedikitnya menjadikan permasalahan tersebut sebagai dasar alasan kegiatan di masa mendatang.

PTPIN selayaknya dapat membantu ibukota Jakarta menjawab permasalahan-permasalah-an tersebut dan membantu upaya revitalisasi Jakarta dengan meningkatkan kualitas ling-kungan perkotaan dan kualitas hidup warganya, seperti:

• Jakarta yang bersih dan aman dari banjir serta kemacetan

• Jakarta sebagai kota mandiri yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri

• Jakarta yang mampu merangsang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup sosial.

Selama beberapa tahun pemerin-tah Indonesia terlah berupaya untuk mengurangi dan mencegah ban-jir di ibukota negara, salah satunya adalah dengan bekerja sama den-gan Pemerintah Belanda. Kerjasama ini telah menghasilkan Strategi Per-tahanan Pesisir Jakarta (SPPJ) atau Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) pada tahun 2011. Kerja sama bilateral ini diteruskan pada program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibu-kota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Develop-ment (NCICD). (lihat Gambar 3.2)

Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

4

Tanggul Laut & Tanggul Sungai

Waduk Retensi

Stasiun Pemompaan

Suplai Air

Air Limbah & limbah padat

Resettlement

Reklamasi Lahan & Manajemen

Properti

Transportasi Darat

Deep Seaport

Pertahanan Pesisir Tindakan Tambahan Peluang Investasi

Gambar 3.1 Tiga Komponen : Pertah-anan Pesisir, Tindakan Tambahan dan Peluang Investasi

Page 47: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

47Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) ini merupakan kelanjutan proyek Strategi Pertahanan Pesisir Jakarta (SPPJ) yang menghasilkan strategi untuk perlind-ungan terhadap banjir. Gambar 3.1 menjelaskan beberapa komponen penting hasil studi SPPJ. Kotak bewarna merah di sisi kiri menunjukkan prioritas tindakan yang perlu segera dilakukan yaitu tindakan-tindakan yang akan memperkuat pertahanan pesisir terutama dari dari banjir laut.

Bila mengacu kepada Gambar 3.1, maka komponen pengembangan tanggul laut dan tanggul sungai; waduk retensi; dan stasiun pemompaan menjadi pertimbangan utama yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Pada fase Konsolidasi Strategi program PTPIN ini, asumsi-asumsi yang mendasari arahan strategis dan aspek-aspek perancangan dari Arahan Strategis dari SPPJ telah diteliti lebih lanjut.

Gambar 3.2 Kronologis Tek-nis dari Strategi

Pertahanan Pesisir Jakarta (JCDS) sam-

pai dengan Program Pengembangan Ter-padu Pesisir Ibukota

Negara (PTPIN)

Page 48: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

48 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Rencana yang ada ada laporan PTPIN ini bukan merupakan tahap perencanaan akhir. Setelah rencana ini disetujui, maka diperlukan perancangan rinci dan studi kelayakan lebih lanjut, baik itu dilakukan oleh pemerintah Indonesia ataupun oleh investor swasta. Prose-dur pendanaan dan kontrak juga akan membutuhkan perencanaan tambahan atau revisi dari rencana-rencana yang telah ada. Laporan ini diformulasikan dengan harapan agar dapat berperan sebagai basis konsultasi bagi pada pemangku kepentingan dan konsultasi politik.

Dengan menerapkan program ini, Pemerintah Pusat, serta Pemerintah Daerah Khusus Ibu-kota Jakarta, Jawa Barat dan Banten akan menetapkan PTPIN ini sebagai kerangka kerja untuk perencanaan tata ruang, kelembagaan, dan keuangan di masa yang akan datang, dan berkomitmen untuk upaya-upaya lanjutan yang dibutuhkan.

3.1 Pertahanan Pesisir terhadap BanjirBanjir yang terjadi tahun 2007 telah membuka mata banyak orang bahwa banjir yang ber-asal dari laut juga patut diperhitungkan dengan lebih serius.

Dokumen program PTPIN hanya menggambarkan strategi umum saja. Saat ini sudah ada beberapa komponen yang sudah dikerjakan, baik di dalam maupun di luar program PTPIN ini. Lokasi Pluit menjadi contoh situasi yang tipikal untuk daerah yang berkepadatan pen-duduk tinggi di sepanjang garis pantai. Fokus dalam percontohan ini adalah menciptakan ruang untuk pengembangan kembali wilayah pesisir dengan menggunakan penguatan tanggul sebagai katalisator. Konsep menggabungkan tanggul dengan jalan, bangunan, fasilitas laut dan perbaikan lingkungan dieksplorasi. (lihat Gambar 3.5 dan 3.6)

Strategi Tanggul

Pemerintah DKI Jakarta saat ini memiliki kebijakan untuk mengatasi permasalahan banjir Rob, yaitu pembangunan tanggul pengaman dengan elevasi tertentu untuk mencegah air laut pasang masuk ke daratan di sepanjang pantai utara. Dari kajian teknis, ada beberapa pilihan tanggul laut yaitu: Tanggul 1 yaitu pilihan On-Land, Tanggul 2 yaitu pilihan Off-shore dengan jalur sungai utama tetap terbuka dan Tanggul 3 yaitu pilihan Offshore dengan menutup jalur sungai utama (lihat Gambar 3.3). Tanggul 3 dipilih jika laju penurunan muka tanah terus berlanjut dan upaya-upaya perbaikan lingkungan telah dilaksanakan juga per-syaratan perundangan, administrasi, dan lainnya sudah terpenuhi.

Page 49: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

49Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Tahap persiapan

Tahap Persiapan

Tahap 2Offshore dengan

jalur sungai utama tetap terbuka(Tanggul 2)

Tahap 3Offshore dengan

menutup jalur sungai utama

(Tanggul 3)

Tahap 1On land

(Tanggul 1)

Tahap Implementasi

Tahap Implementasi

?

? 2010

2020

2030

2040

2050

Pengembangan Ekonom

i

Penurunan Tanah

?

Permasalahan Lain

?

Studi Giant Sea Wall

Critical time

Gambar 3.3 Arahan Strategis

Menurut Studi SPPJ/JCDS

Gambar 3.4 Lokasi yang Memer-

lukan Penanganan Segera

Page 50: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

50 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.5 Konsep Integrasi Pengembangan Kawasan Pluit

Gambar 3.6Konsep Pola Ruang di Kawasan Pluit

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, Direktor Jenderal Penataan Ruang

revitalisasi waduk Pluit

Penguatan tanggul laut

Integrasi pengembangan

kawasan

Penataan kawasan muara baru

Lahan untuk ruang terbuka hijau

Lahan untuk pengembangan rusun

A. Pengembangan kawasan tepi air Pluit sejajar dengan kawasan Pantai Mutiara;

B. Pengembangan kawasan pergudangan pendukung pelabuhan perikanan;

C. Pengembangan pendukung pelabuhan perikanan.

KONSEP

Page 51: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

51Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.7 Kebutuhan dan Jenis

Tanggul

Konsep Dasar Waduk Retensi

Solusi lepas pantai (offshore) −yang dipilih dengan berbagai pertimbangan −terdiri dari tanggul laut luar di teluk Jakarta melalui pembangunan danau atau waduk lepas pantai yang sangat besar. Dengan mengkombinasikan tanggul laut dengan reklamasi lahan maka akan dihasilkan pertahanan laut yang kuat dan tangguh. Waduk retensi di belakang tang-gul akan memiliki muka air yang lebih rendah yang mempermudah aliran sungai secara al-ami. Instalasi pemompaan akan mempertahankan muka air di danau retensi ini agar muka air tetap rendah. Akan tetapi, alternatif ini menimbulkan tantangan baru. Untuk mewu-judkan mutu air yang bisa diterima di dalam waduk raksasa ini, polusi di sungai harus di-kurangi kira-kira sebesar 75 persen (zat organik yang terutama berasal dari rumah tangga) sampai 95 persen. Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan air limbah di wilayah pesi-sir Jakarta harus lebih dipercepat.

Sumber: Master Plan NCICD

Page 52: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

52 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Danau retensi ini memiliki dua fungsi utama, yaitu

• Berperan sebagai danau rentensi selama periode musim hujan dengan curah hujan tinggi dan aliran sungai yang tinggi untuk keamanan dari banjir;

• Berfungsi sebagai tempat penampungan air untuk kota Jakarta.

Waduk retensi seluas total 75 km² berfungsi sebagai waduk raksasa. Waduk ini untuk se-mentara menyimpan air sungai yang dialirkan ke dalamnya sebelum air ini dipompakan ke luar. Muka air di dalam waduk retensi ini berfluktuasi sekitar 2,5 meter, yang menciptakan ruang untuk penyimpanan. Stasiun pompa terbesar di dunia akan dibangun untuk mem-pertahankan muka air di dalam batas yang ditetapkan. Waduk retensi—sejalan dengan waktu—diharapkan dapat menjadi sumber air baku untuk Jakarta. Pada musim kemarau, waduk raksasa ini diperkirakan dapat menjamin pasokan air yang dapat diandalkan seban-yak 12 m³ per detik, yang bertambah hingga 30 m³ per detik pada musim hujan.

3.2 Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Jakarta

Air Bersih

Penduduk kota Jakarta tahun 2030 diperkirakan akan memerlukan air bersih sebanyak 38.870 liter per detik dan 51.452 liter per detik pada tahun 2080. Sedangkan total kapasi-tas produksi PDAM tidak akan mencukupi kebutuhan air bersih sebesar itu bila tidak ada sumber lain atau upaya penanganan masalah terkait ketersediaan air (lihat tabel 3.1 dan 3.2). Pengambilan air tanah juga bukan solusi yang baik karena akan memperburuk penu-runan muka tanah yang menjadi penyebab banjir. Pengolahan limbah cair dan padat juga merupakan prasyarat utama untuk mendapatkan kualitas air yang lebih baik. Bila rencana waduk yang terbentuk oleh The Giant Sea Wall jadi dibangun, maka diharapkan akan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku kota Jakarta.

Gambar 3.8Penampang danau retensi termasuk ali-ran masuk dan keluar

Sumber: Master Plan NCICD

Page 53: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

53Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Uraian 2010 2030 2040 2050 2060 2070 2080 Catatan

Recycle % - 10% 20% 30% 30% 30% 30%

Total Kekurangan l/dt 718 8.734 4.895 13.365 15.968 18.064 19.534

51.45218.744 38.870 38.928 43.001 46.568 49.438

4,916

18.026 27.026 27.026 18.026 18.026 18.026 18.026 *

18,879

2,500 3,301 3,720 4,109 4,450 4,724

9,600 12,677 14,284 15,778 17,087 18,140Populasi Jakarta

Populasi Commuter

Total kapasitas Produksi PDAM l/dt

Juta

Juta

Total Kebutuhan Air bersih

l/dt

Sumber : Perhitungan ILWI (Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute) * Sumber : Pra Studi Kelayakan Program Optimalisasi Pemanfaatan Peningkatan Air Baku Kanal Tarum Barat, PAM Jaya** Sumber : BPS, Asumsi 1 KK = 6 orang

Supply Air Bersih PAM

Jaya2010

Istalasi Pengolahan

Air (IPA)

Jumlah Penduduk DKI

(juta)**

Jumlah penduduk terlayani

Volume produksi

air

Volume Air Terjual

Kebocoran/NRW

Kapasitas (lps)*

Juta KK

(%) Juta m3/th*

Juta m3/th*

Juta m3

(%)

TOTAL 18.200 9,6 0,8 50 529,5 283,4 246,1 46,5

Tabel 3.1 Suplai Eksisting

Tabel 3.2 Proyeksi Suplai

Gambar 3.9 Rencana Waduk

Retensi dan Penyim-panan Air Bersih

T 100 tahun = -0.5 m LWS

-3 m LWS

-7.4 m LWS

Muka air minimum yang dipertahankan untukmenjaga estetika

Muka air terendahpada musim kemarau

Cluster air baku untuk air bersih

Tanggul +7.5 m LWSPulauReklamasi

di pompa ke / dari laut

Waduk retensi(10000 Ha)

-8 m LWS s/d – 16 m LWS

+ 0.5 m LWS

Rata-rata 4,6 m

Kapasitas efektif :

700 Juta m3

Page 54: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

54 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Normalisasi sungai secara keseluruhan juga diusulkan dan diharapkan untuk dipercepat dan direncanakan untuk dimulai pada tahun 2015.

Beberapa rencana terkait air bersih:

• Diharapkan air dalam waduk sudah menjadi air tawar pada tahun 2022 (dua tahun setelah waduk selesai).

• Pembangunan IPA (instalasi pengolahan air) dapat dimulai pada tahun 2020 sehingga pada tahun 2022 dapat memproduksi air bersih.

• Pengambilan air tanah dapat dihentikan total mulai tahun 2022.

Sanitasi dan Pengelolaan Air LimbahBerdasarkan permasalahan air limbah yang dihadapai DKI Jakarta, strategi yang diterapkan sesuai RTRW DKI Jakarta 2030 adalah:

• Pengembangan sistem sarana dan prasarana pengolahan air limbah melalui pemisahan antara sistem saluran drainase dan sistim perpipaan tertutup yang dibangun secara ber-tahap.

• Pengembangan sistem sarana dan prasarana pengolahan air limbah diarahkan untuk menjadi alternatif sumber air bersih.

• Pengembangan sistem pengelolaan air limbah dikembangkan dengan memperhatikan layanan sistem polder dan meliputi:

• Pengelolaan air limbah industri; dan pengelolaan air limbah domestik.

• Pengembangan pengolahan air limbah industri dilaksanakan dengan sistem komunal atau sistem individual sebelum dibuang ke saluran lingkungan.

• Pengembangan pengolahan air limbah domestik terdiri atas:

• sistem terpusat;

• sistem komunal/modular; dan

• sistem setempat.

• Pengembangan pengelolaan air limbah domestik diprioritaskan di dalam zona tengah/sentral.

• Pengembangan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), dilakukan di kawasan barat, timur, dan selatan.

Beberapa rencana terkait sanitasi:

• Diprioritaskan penyelesaian sanitasi limbah cair di sepanjang aliran sungai pada tahun 2020, sehingga air yang masuk kedalam sungai dan waduk dapat memenuhi persyaratan air baku.

Page 55: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

55Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

• Diusulkan zona sistem pemipaan 2,5,7,8 pembangunannya dipercepat bersamaan den-gan zona 1 dan 6 yaitu tahun 2012 – 2020.

Sesuai rencana, akan ada 14 zona pengolahan air limbah di Jakarta di mana pembagian zona tersebut berdasarkan tingkat bahaya suatu limbah. Pembangunan IPAL merupakan program Kementerian Pekerjaan Umum akan mulai dilaksanakan pada tahun 2014 dan diprioritaskan utk dibangun di zona I di Setiabudi-Kota yang akan melayani pengolahan limbah rumah tangga dari 1,2 juta kepala keluarga di Gambir, Sawah Besar, Senen, dan Menteng.

1 12 6

Prioritas No Zona Tahun Pembangunan

7 s.d 14 2,3,7,9,11, 12, 13 & 14

Rencana Jangka Pendek : Tahun 2012 - 2020

Rencana Jangka menengah : Tahun 2021 - 2030

Rencana Jangka Panjang : Tahun 2031 - 2050

3 s.d 6 4,5,8,& 10

Penyelesaian pembangunan 14 zona jaringan air limbah dan pembangunan 14 IPAL yang semula direncanakan selesai pada 2050, perlu dipercepat sehingga cakupan layanan men-jadi 75% pada tahun 2022 (sejalan dengan Master Plan PTPIN Phase B)

Gambar 3.9 Rencana Waduk Re-tensi dan Penyimpan-an Air Bersih

Gambar 3.9 Rencana Waduk

Retensi dan Penyim-panan Air Bersih

Symbol System %Off site system 65On site system 10

TOTAL 75

25% Komunal & Individual STP

40% Offsite

Page 56: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

56 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

3.3 Kedudukan PTPIN dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Baru

Dipandang dari sudut tata ruang terkait arahan pembangunan perkotaan (urban develo-ment) pesisir ibukota negara, maka berikut ini adalah pertimbangan utama mengapa pro-gram seperti PTPIN cukup dibutuhkan:

• Diperlukan upaya mengintegrasikan solusi tata air dengan reklamasi lahan, pengem-bangan transportasi dan kebutuhan pengembangan ruang kota dalam kerangka pengembangan kawasan pesisir, untuk menghasilkan pendapatan dalam membiayai tindakan perlindungan banjir.

• Diperlukan adanya arahan pengembangan kota baru pada lahan reklamasi dan mem-posisikannya kedalam pengembangan kawasan strategis Jabodetabekpunjur dan ren-cana tata ruang daerah

Gambar 3.12Roadmap Penge-lolaan Air Limban Domestik di DKI Jakarta

Sumber: PDPAL DKI Jakarta

Page 57: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

57Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek-punjur telah ditetapkan pada 12 Agustus 2008. Perpres ini merupakan payung hukum bagi penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur sebagai suatu kesatuan ekologis. Penataan Ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air tanah, upaya menjamin terse-dianya air tanah dan air

Perpres No. 54 Tahun 2008 juga menetapkan arahan pemanfaatan ruang kawasan pesisir utara DKI Jakarta sebagai Zona Penyangga:

• Zona P1 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut. Pemanfaatan diarahkan un-tuk menjaga fungsi zona N1.

• Zona P2 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk referensi banjir mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut. Peman-faatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona N1 dan zona P5.

• Zona P3 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mendukung zona dengan intensitas pemanfaatan yang tinggi dan tingkat aksesibilitas yang tinggi. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona B1.

• Zona P4 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung rendah. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona B2 dan zona B4.

• Zona P5 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk mence-

Arahan urban development

PTPIN

Perpres Jabodetabekpunjur

RTRW DKI Jakarta

RDTR Kawasan Reklamasi

Kebijakan PTPIN akan merubah perpres

jabodetabekpunjur

Kebijakan PTPIN akan merubah ‘sebagian’ RTRW DKI Jakarta• Sebagian sdh

terakomodir• Ada yg belum

terakomodir

Kebijakan reklamasi

Struktur dan pola

ruang

Arahan dalam menyusun RDTR kawasan Rreklamasi• Arahan pengembangan kaw.• Arahan pola ruang• Arahan sarana dan prasarana• arahan umum Peraturan zonasi

• Insentif disinsentif• Perijinan• kelembagaan

• Peran kawasan dalam konstelasi regional

• Peran kawasan sebagai penyangga Ibukota Nagara

• berpengaruh thd kab / kota bekasi dan kab Tangerang bagian utara

Gambar 3.13 Bagan Arahan Pem-

bangunan Perkotaan PTPIN dalam Kerangka Kebijakan Tata Ruangh

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, Dirjen Penataan Ruang ”Arahan Urban Development Pesisir Utara Ibukota Negara”

Page 58: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

58 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

gah abrasi, retensi air, intrusi air laut, dan konservasi hutan bakau dengan daya dukung lingkungan rendah. Pemanfaatan diarahkan sebagai penyangga zona N1 dan zona B1.

Berdasarkan Perda No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030, kawasan Pantura Jakarta di kembangkan sebagai pusat kegiatan primer yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala nasional atau beberapa provinsi dan internasional.

Dalam skala regional struktur ruang kawasan pantai utara ibukota negara berfungsi :

• Bagian dari sistem pusat kegiatan dalam Propinsi DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi.

• Arahan pembentuk keterpaduan sistem pusat kegiatan antar wilayah Propinsi DKI Ja-karta , Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang.

Gambar 3.14 Pola Ruang Jabode-tabekpunjur (Perpres No.54 Tahun 2008)

Page 59: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

59Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Zona P5 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan

yang berfungsi untuk mencegah abrasi, retensi air, intrusiair laut, dan konservasi hutan bakau dengan daya dukung

lingkungan rendah. Pemanfaatan diarahkan sebagaipenyangga zona N1 dan zona B1

Zona P3 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasanyang mendukung zona dengan intensitas pemanfaatan

yang tinggi dan tingkat aksesibilitas yang tinggi. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona B1.

Zona P2 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasanyang berfungsi untuk referensi banjir mencegah abrasi,

intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona N1

dan zona P5. Dikaitkan denganManajemen sistem tata air di kawasan pantai utara ibukota negara

P3P5

P2

P4

P1

Gambar 3.15Arahan Pembangunan

Perkotaan Berdasarkan Perpres No.54/2008

tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Gambar 3.16Arahan Urban Develop-ment Berdasarkan Perda No.1/2012 tentang RTRW Jakarta 2030

Page 60: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

60 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

3.4 TransportasiMenurut RTRW DKI Jakarta 2011-2030, tujuan utama dari pengembangan sistem trans-portasi umum perkotaan adalah untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien yang dapat mendukung pertumbuhan sosial-ekonomi yang positif, menciptakan kesetaraan ke-

sempatan untuk perjalanan nyaman dan aman bagi seluruh masyarakat, dan penekanan pada peningkatan transportasi umum massal. Pada saat ini, dua moda transportasi publik yang diadakan di Jakarta yaitu Bus Rapid Transit system (Trans-Jakarta Busway) dan Kereta Mass Rapid Transit (MRT). Di masa depan, jenis lain dari moda transportasi juga akan dikem-bangkan. Sungai dan kanal di Jakarta mempunya kemungkinan untuk pengembangan transportasi sungai. Untuk ini diperlukan kedalaman air sungai yang lebih stabil.

Gambar 3.17 Rencana Jaringan Angkutan Umum Tahun 2030

Page 61: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

61Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Selain pembangunan prasarana transportasi, langkah-langkah untuk mengurangi peng-gunaan kendaraan pribadi juga direncanakan. Kebijakan yang diusulkan mencakup 3-in-1, Electronic Road Pricing (ERP) dan car-pooling.

Untuk mengatasi permasalahan transportasi ketika “Garuda Megah” dibangun dan menga-komodasi pergeseran ke arah penggunaan transportasi publik yang lebih banyak, jaringan transportasi publik yang baik telah dirancang . Jaringan ini terdiri atas:

• Tanggul laut akan menyediakan satu rute untuk kereta api cepat, sebagai bagian dari kereta api cepat di sepanjang pantai utara Jawa (Cilegon -Banyuwangi).

• Kereta api barang di timur wilayah pesisir untuk menghubungkan Tanjung Priok den-gan daerah pusat kota.

• Mass Rapid Transit (MRT) untuk menghubungkan Central Business District (CBD) dengan pusat kota. Koneksi ini merupakan perpanjangan koridor selatan-utara di kota Jakarta.

• Koneksi MRT opsional melalui reklamasi lahan yang telah direncanakan di sepanjang pesisir untuk menghubungkan secara langsung CBD Garuda Megah dengan bandara.

Gambar 3.18 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok

Page 62: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

62 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.19 Konsep Pengemban-gan Jaringan Trans-portasi Darat

Sumber: Master Plan NCICD

Lintasan transportasi laut nelayan, penumpang dan barang skala kecil dan sedang

Lintasan transportasi laut pariwisata

Lintasan transportasi laut untuk barang dan penumpang skala besar

Dermaga dan pelabuhan yang sudah ada di daratan

Rencana pengembangan dermaga wisata di lahan reklamasi

Gambar 3.20 Konsep Pengemban-gan Jaringan Trans-portasi Laut

Page 63: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

63Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

3.5 Keterbatasan Lahan DKI Jakarta adalah provinsi dengan penduduk terpadat di Indonesia yaitu berjumlah 9 607 787 jiwa dengan laju pertumbuhan tahun 2014 diperkirakan 1,06 persen di mana 100 persen mendiami wilayah perkotaan.

Penggunaan lahan DKI Jakarta di-dominasi oleh lahan terbangun yang diwakili oleh peruntukan bangunan, prasarana jalan, dan infrastruktur lain-nya. Interpretasi citra satelit tersebut memberikan informasi bahwa sekitar 66,62 persen wilayah daratan utama DKI Jakarta merupakan lahan terban-gun, sedang 33,38 persen dapat diin-terpretasikan sebagai lahan terban-gun non pemukiman seperti hutan kota, jalur hijau, pemakaman, lahan pertanian, taman, lahan kosong, dan lainnya. Bila dijabarkan lebih jauh, penggunaan lahan DKI Jakarta di-dominasi oleh lahan terbangun yang diwakili oleh peruntukan bangunan,

Bandara baru. Pada tahap awal bandara di kawasan pantai utara ibukota negara merupakan bandara untuk pesawat khusus penerbangan jarak dekat di sekitar Jakarta. Pada tahap selanjutnya bandara ini juga dipersiapkan untuk melayani penerbangan dengan pesawat besar dengan jarak jangkau yang lebih jauh.

Gambar 3.21 Konsep Pengembangan

Jaringan Transportasi Udara

Jumlah Penduduk (Juta Jiwa)

Luas Area (Ha)

Density(jiwa/Ha)

Jabodetabek 27,9 729.000 38,2

Jakarta 9,6 74.000 129,8

Bangkok 8,25 156.000 52,6

Singapore 5,2 71.000 73

Hong Kong 7,1 110.000 64,5

Tokyo (metro) 13,2 219,000 60

Seoul 9,8 60.500 160

2010 2020 2030

Jabodetabek 27,9 29,0 30,7

Jakarta 9,6 10,4 11,0

Jumlah Penduduk

Kepadatan

Page 64: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

64 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Dari penggunaan lahan tersebut, peruntukan un-tuk perumahan menduduki proporsi terbesar, yaitu sekitar 64 persen dari luas daratan uta-ma DKI Jakarta, diikuti oleh peruntukan perkantoran dan pergudangan sebesar 11 persen, industri sebesar 5 persen.

Oleh karena itu, strategi pengembangan ruang di DKI Jakarta diarahkan sebagai berikut:

• Memprioritaskan pengembangan kota ke arah timur, barat dan utara serta membatasi perkembangan ke arah selatan.

• Melaksanakan reklamasi dan revitalisasi Pantai Utara.

• Memperbaiki lingkungan di kawasan perkampungan secara terpadu.

• Membatasi perkembangan perumahan horizontal di kawasan pemukiman baru.

3.6 Reklamasi Pantai UtaraRencana reklamasi pantai Utara Jakarta sebenarnya bukan hal yang baru. Rencana ini sudah dimunculkan sejak tahun 1995, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No. 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Saat itu bertepatan dengan momentum “Indone-sia Emas”, di mana Presiden Soeharto berkeinginan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota pantai modern atau waterfront city. Berbagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilaku-kan melalui studi-studi, perencanaan, dan dukungan kebijakan.

Gambar 3.22 Arahan Zonasi untuk Revitalisasi Pantai Utara Jakarta

AlternatifPelabuhan baru

Kawasan baru

Perbaikan pemukiman padat

KawasanPengembanganKEK

Pasar Ikan dan PelabuhanTradisional

GSW

Alternatif relokasi pembangkit listrik

Page 65: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

65Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta Perda No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata

Ruang Kawasan Pantura Jakarta SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 1090 Tahun 1996 tentang Organisasi Dan Tata

Kerja Badan Pengendali Reklamasi Pantura Jakarta Kepmeneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas No.

KEP.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta

SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 220 Tahun 1998 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta (jo. SK. Gub. No. 972 Tahun 1995)

Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta SK. Gubenur KDKI Jakarta No. 138 Tahun 2000 tentang Tata Cara

Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan

Jabodetabekpunjur PersetujuanKLHS TelukJakarta oleh Kementerian LH (Disepakati oleh 3

provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten) Perda Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030 Pergub Nomor 121 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi

Pantura Jakarta

Gambar 3.23Kronologis Dukungan

Kebijakan untuk Reklamasi Pantai Utara Jakarta

Perpres 54/2008Penataan Ruang

Jabodetabekpunjur

Perda 1/2012RTRW DKI Jakarta 2030

Persetujuan KLHS Teluk Jakarta

oleh Kementerian LH

PENGEMBANGAN KAWASAN

REKLAMASI PANTURA

Reklamasi berbentuk pulau dengan jarak kanal lateral 200 –300m dari pantai lama

Kawasan Reklamasi Pantura sebagai salah satu Kawasan Strategis Provinsi

Disepakati DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten

RDTR Kecamatan

Lokasi dan Fungsi Utilitas Vital

Rencana KEK Marunda

Pelabuhan Antar Pulau dan

Pelabuhan Perikanan

Konsep Green City, Eco City dan Self

Sufficient City

Penjaringan Pendapat, Sosialisasi,

dan Diseminasi bersama Stakeholders

terkait

Gambar 3.24Pendekatan Pengemban-

gan Kawasan Strategis Pantura

Sumber: Pemprov DKI Jakarta

Page 66: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

66 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Sesuai dengan Peraturan Daerah No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, luas lahan reklamasi yang direncanakan meliputi 17 buah pulau dengan luas kurang lebih 5.100 ha. Cakupannya melingkupi wilayah yang tersebar di empat (4) kecamatan.

Gambar 3.25 Rencana Reklamasi 17 Pulau

Masalah• Kota 3-5 meter di bawah muka laut• Tidak ada sungai yang mengalir secara

alami; pompa dan waduk pemompaan drainase diperlukan

Solusi Utama 3: Perlindungan lepas-pantai

• Tanggul Laut Luar yang besar•Waduk lepas-pantai yang

luas (waduk retensi/pemompaan)•Waduk dengan muka air

yang lebih rendah

Alternatif 2: Tanggul Laut Luar dan Reklamasi Lahan

• Perlindungan banjir dan proyek pengembangan kota terpadu• Perlindungan banjir dan

nilai tambah sosial-ekonomi• Resiko yang lebih luas

Alternatif 1: Tanggul Laut Luar • Proyek terkait teknik sipil•Hanya perlindungan banjir,

nilai sosio-ekonomi terbatas• Pengaturan resiko yang

terbatas

Solusi Utama 2: Perlindungan di Darat

• Tanggul setinggi 7m di kota.• Peninggian 7m untuk semua

jembatan dan jalan masuk di atas sungai.•Waduk seluas 100km2

(waduk retensi/pemompaan)

Solusi Utama 1: menelantarkan Jakarta

Utara•Merelokasi 4,5 juta

penghuni

Gambar 3.26Solusi Utama, Alterna-tif dan Opsi

Sumber: (modifikasi) Master Plan NCICD

Page 67: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

67Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Program PTPIN kerap dikaitkan dengan reklamasi 17 pulau di pesisir utara Jakarta terse-but, padahal keduanya merupakan proses yang terpisah walaupun tujuannya relatif sama, yaitu melindungi kawasan pesisir pantai utara Jakarta sekaligus mengakomodasi keperluan pengembangan kota di masa depan. Namun demikian, kedua upaya tersebut perlu saling bersinergi untuk dapat memberi manfaat bagi ibukota negara.

Oleh karenanya, solusi lepas pantai yang dipilih sebagai dasar Master Plan PTPIN memerlu-kan kajian yang terkait dengan kombinasi upaya-upaya perlindungan pesisir terjadap ban-jir dan peluang untuk pengembangan daerah baru sebagai jawaban ketebatasan lahan aki-bat meningkatnya jumlah penduduk ibukota, seperti yang dijelaskan di bagan berikut ini:

3.7 Tantangan Lingkungan dan Sosial (Dampak dan Pencegahan)

Lingkungan

Mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012, kegiatan reklamasi merupakan jenis rencana usaha dan/kegiatan bidang multisektor yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mutu dan Dampak Lingkungan (AMDAL). RTRW DKI Jakarta 2010-2030 pasal 104 ayat (1) menyebutkan bahwa pengembangan kawasan Pantura harus diawali dengan perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu sekurang-kurangnya mencakup AMDAL. Beberapa kajian lingkungan hidup terkait dampak program ini terhadap wilayah perencanaan ini telah dilakukan, diantaranya adalah Kajian Lingkun-gan Hidup Strategis (KLHS) Pantura Teluk Jakarta pada tahun 2009.

Namun dalam perjalanan implementasi, penerapan rekomendasi terkait lingkungan hid-up menemui banyak kendala. Walaupun demikian, selayaknya upaya-upaya kajian terkait dampak lingkungan harus tetap dilakukan dengan sungguh-sungguh di masa mendatang. Perencanaan lebih lanjut sebaiknya dibuat tidak parsial sehingga tidak mengganggu ke-pentingan atau fungsi lain baik kegiatan sektoral—termasuk di dalamnya isu lingkungan hidup—maupun Pemerintah Daerah termasuk dampak kumulatif lingkungan hidup dari perencanaan reklamasi antar pengembang dan reklamasi yang akan menggunakan hutan lindung.

Penutupan teluk diperkirakan akan menciptakan dampak ekologis yang signifikan. Be-berapa dampak utama lingkungan akibat pembangunan telah diteliti dan dikompilasikan dalam dokumen ‘building block’ untuk analisa lingkungan strategis. Penelitian baru-baru ini mengidentifikasi dampak yang akan terjadi dan merekomendasikan upaya-upaya mitigasi yang memungkinkan, serta mengidentifikasi upaya untuk meningkatkan kualitas lingkun-gan.

Page 68: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

68 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Hutan bakau/mangrove: Di wilayah pesisir di Teluk Jakarta, hutan mangrove berada pada Taman Wisata Alam Kamal dan Kebun Pembibitan Angke Kapok (55.06 ha), Cagar Alam Muara Angke (25.02 ha), Hutan Lindung Angke Kapok (44.76 ha), juga di sekitar Cilincing Marunda dengan luas total sekitar 118.11 ha di tahun 2011.

Pembangunan tanggul laut, tanggul sungai, dan reklamasi pantai akan mengganggu sa-linitas dan pasang-surut laut yang berperan dalam pertumbuhan tanaman mangrove. Bila tidak ada pasang-surut maka populasi mangrove dan habitat fauna (ikan, burung pantai, monyet berekor panjang, reptil) yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan man-grove akan terancam. Jika terlanjur rusak, maka akan dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan kondisi hutan mangrove tersebut.

Alternatif mitigasi terhadap dampak rusaknya hutan mangrove yang di rekomendasikan dalam PTPIN adalah relokasi hutan mangrove. Rancangan dalam implementasi tahap B dalam program PTPIN akan menggabungkan pengembangan hutan mangrove di sayap barat Garuda Megah. Pada kawasan ini diusulkan sebagai tempat pengembangan taman hutan bakau dan Discovery Center. Kesempatan untuk mengembangkan kawasan hutan mangrove ini dilakukan melalui rancangan Tahap C dengan menggunakan penambahan

Gambar 3.27Pembibitan mangrove

Page 69: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

69Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

stuktur di bagian timur untuk menciptakan sistem muara dengan kondisi intertidal di ba-gian utara mulut Sungai Cikarang.

Kehidupan Laut. Penutupan teluk ini akan mengubah teluk Jakarta menjadi danau retensi air tawar, yang akan menciptakan dampak besar terhadap keadaan ekologis di teluk Ja-karta. Hasilnya, spesies ikan laut yang menetap di wilayah itu dan benthos akan musnah.

Dampak Hidrodinamis: Penutupan teluk Jakarta akan menimbulkan perubahan signifikan terhadap pola di teluk. Perubahan tersebut diperkirakan akan menimbulkan erosi baru dan risiko sedimentasi.

Sosial

Selayaknya sebuah proyek berskala besar, implementasi pembangunan tanggul laut, tang-guk sungai, dan reklamasi pesisir utara Jakarta akan berdampak terhadap kondisi sosial yang relatif besar. Dampak ini dapat bisa bersifat positif maupun negatif. Dilihat dari sisi sosial, dampak utama program ini adalah yang terkait dengan ketenagakerjaan, pengem-bangan masyarakat di wilayah pesisir, sektor perikanan dan komunitas terkait.

Secara tradisional, kawasan pantai Jakarta−terutama di lahan-lahan kosong− ditempati oleh masyarakat pendatang, kecuali kawasan Luar Batang, Cilincing dan sedikit Marunda yang dihuni penduduk “asli” masyarakat Betawi. Kawasan – kawasan kosong itu adalah la-han yang terletak di muara Kali Kamal, muara dan bantaran Kali Angke, kawasan Rumah Pompa Pluit, bantaran Waduk Pluit, Sunda Kelapa, kawasan Kali Baru, dan muara Kali Lan-dak. Penghuninya sudah bercampur baur dan mencirikan masyarakat pesisir. Selama berta-hun-tahun, mereka turun temurun menempati lahan-lahan kosong tersebut.

Ada beberapa kelompok masyarakat yang teridentifikasi yang berada di pesisir utara Jakar-ta, baik yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari pembangunan Giant

Gambar 3.28 dan 3.29Kondisi di kawasan Kali Baru dan Muara

Kamal

Sumber: DJPR, Kementerian Pekerjaan Umum

Page 70: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

70 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Sea Wall, yaitu: masyarakat di Muara Kamal (peternak kerang hijau), Nelayan Kali Angke, Pasar Ikan Muara Angke, Kali Baru, Cilincing, Marunda Pulo dan Marunda Kongsi (kawasan cagar budaya Betawi)

Pengembangan Masyarakat dan Relokasi. Penguatan tanggul laut pada PTIN Tahap A akan memberikan dampak langsung dan besar kepada penghuni pada masyarakat pesisir pada semua penghuni di pesisir Jakarta, termasuk 1,5 juta jiwa penduduk yang bermukim di pemukiman kumuh. Banyak rumah-rumah yang dibangun di atas tanggul laut. Di beberapa tempat, tanggul laut langsung melalui daerah perumahan dan daerah pemukiman kumuh. Kegiatan galangan pembuatan kapal dan galangan perbaikan kapal yang mengandalkan hubungan langsung dengan laut akan terganggu oleh pembangunan tanggul. Mengu-rangi dampak pada masyarakat/komunitas dan kegiatan perekonomian ini merupakan hal yang sangat penting dari segi sosio-ekonomi. Titik awal perancangan konseptual Tahap A sedapat mungkin berusaha membatasi relokasi akibat penguatan tanggul. Garuda Megah direncanakan akan dapat menyediakan ruang untuk perumahan sosial (sebanyak 17 pers-en) dan kebutuhan lahan untuk menampung relokasi.

Perikanan dan Masyarakat Nelayan: Garuda Megah dan tanggul laut akan menutup jalan masuk ke pelabuhan-pelabuhan ikan yang ada. Tempat penang-kapan ikan dan budi-daya air asin akan hi-lang di waduk retensi air tawar. Mengingat pentingnya sektor perikanan bagi ma-syarakat yang ber-gantung kepada sek-tor ini, maka perlu dipikirkan lebih lanjut bagaimana mengu-rangi dampak ini ke-tika teluk ditutup. Salah satu usulan dari PTPIN ini adalah merelokasi masyarakat nelayan dan pelabuhan perikanan ke kedua ujung luar barat dan timur dari sayap Garuda Megah.

Selain mendapatkan tempat baru, program ini diharapkan juga dapat menciptakan ke-mungkinan bagi mereka untuk menjual produk-produk mereka langsung di pasar, toko sementara maupun permanen, restoran dan warung makanan. Untuk jangka panjang, waduk retensi air tawar ini dapat menciptakan alternatif kegiatan baru bagi nelayan. Den-gan catatan: bila kualitas air cukup layak untuk mendukung kegiatan tersebut. Namun demikian upaya untuk mengurangi dampak proyek ini terhadadap masyarakat nelayan,

Gambar 3.30Grafik Perkemban-gan Jumlah Nelayan Jakarta Utara Tahun 2004-2008

Page 71: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

71Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

antara lain merelokasi mereka ke tempat yang lebih aman dan layak sekaligus juga untuk meningkatkan pendapatan mereka, harus dilakukan dan dipikirkan dengan hati-hati. PTPIN diharapkan dapat menciptakan banyak peluang kerja, melalui kegiatan reklamansi diperki-rakan akan menciptakan lebih dari 550.000 lapangan kerja baru. Pekerjaan konstruksi Ga-ruda Megah diperkirakan akan menyediakan 4.250 lapangan pekerjaan sementara.

3.8 Master Plan Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN)

Secara garis besar Master Plan PTPIN ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: Tahap A yang terdiri dari upaya-upa-ya penguatan pertah-anan laut yang sudah ada (eksisting); Tahap B terdiri dari pengem-bangan tanggul laut luar dan reklamasi la-han; dan Tahap C yang menggambarkan ren-cana pengembangan di bagian timur Teluk Jakarta.

Jenis NelayanSatuts

NelayanTahun

2004 2005 2006 2006 2008

Nelayan Penetap Pemilik 3.475 3.140 2.826 2.441 1.060

Pekerja 12.953 11.877 10.690 9.586 9.358

Jumlah 16.428 15.017 13.516 12.027 10.418

Nelayan Pendatang Pemilik 2.241 2.028 1.827 1.662 1.708

Pekerja 7.623 6.875 6.191 5.545 8.089

Jumlah 9.873 8.903 8.018 7.207 9.797

Jumlah Pemilik 5.716 5.768 4.653 4.103 2.768

Pekerja 20.585 18.725 16.881 15.131 17.447

Jumlah Nelayan 26.301 23.920 21.534 19.234 20.215

Tabel 3.3 Jumlah Nelayan di Jakarta

Utara Tahun 2004‐2008

Memperkuat dinding/tanggul laut saat iniMenghentikan pengambilan air tanahMempercepat upaya air bersih dan sanitasimulai 2014

Membangun tanggul laut luar dan reklamasi lahanKoneksi timur -baratMulai 2014- selesai 2022

Setelah 2022:Perluasan Pelabuhan (termasuk bandara)Menutup danau bagian timur

Gambar 3.31Tiga Tahapan implemetasi

PTPIN

Sumber: DJPR, Kementerian Pekerjaan Umum

Page 72: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

72 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Program ini direncanakan akan memberikan keamanan banjir terutama untuk wilayah Ja-karta Utara baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Komponen utama sistem air yang dirancang untuk wilayah pesisir ini terdiri atas sistem polder di utara Jakarta, sun-gai-sungai dan kanal-kanal yang mengalir ke waduk retensi, dan sistem pengelolaan air di wilayah Garuda Megah.

Solusi lepas-pantai (offshore) dirasakan sebagai solusi yang paling tepat mengingat kondisi saat ini. Di samping itu, solusi ini memberikan banyak kemungkinan untuk menciptakan nilai tambah untuk kota ini dan pembiayaan melalui reklamasi lahan. Model pelaksanaan ini dibuat bertahap: penguatan garis pantai saat ini akan sudah dimulai pada tahun 2014 yaitu Tahap A yang merupakan solusi jangka pendek. Pengembangan tanggul laut dibagi dalam dua tahap yaitu Tahap B dan C, yang merupakan rencana jangka panjang.

Tahap A sebenarnya ditujukan untuk menjawab permasalahan nyata yang dihadapi saat ini sehingga kegiatan pada tahap ini difokuskan pada penanggulangan banjir pesisir serta peningkatan kualitas lingkungan seperti pengendalian pencemaran air, sanitasi, penanga-nan pemukiman kumuh.

Gambar 3.32 Tiga Tahapan Imple-mentasi PTPIN

Page 73: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

73Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Tahap A

Tahap A fokus kepada peningkatan tanggul pesisir yang telah ada dengan Rencana kerja dari tahun 2014 –2018. Meningkatkan perlindungan pantai yang ada saat ini merupakan upaya paling prioritas. Seperangkat upaya paling prioritas ini mencakup:

• Memperlambat penurunan muka tanah (dengan menyediakan alternatif selain penyedotan air tanah).

• Memperkuat dan mempertinggi tanggul laut dan sungai.

• Meningkatkan sistem drainase perkotaan.

• Mengembangkan sistem polder dan pompa.

• Mencegah air sungai di hulu memasuki daerah rendah Jakarta.

• Mempercepat sanitasi air ke dalam Tahap A.

Bagian tanggul laut di Pluit and Ancol sedang mengalami ancaman yang serius, dengan demikian pelaksanaannya sudah dimulai pada 2014. Ketinggian perancangan untuk bagian tanggul ini telah memperhitungkan laju penu-

runan muka tanah saat ini yang diharapkan akan dapat memberikan keamanan hingga tahun 2022.

Jika pelaksanaan upaya-upaya jangka panjang ditunda, maka profil tanggul tetap dapat memberikan dasar yang memadai untuk lebih mempertinggi tanggul di masa mendatang serta memberikan keamanan tambahan un-tuk 5 – 10 tahun lagi.

Untuk dapat melaksanakan pembangunan tanggul Ta-hap A di wilayah pesisir yang berpenduduk padat−den-gan bangunan yang bersisian dengan tanggul laut dan juga yang berada di atas tanggul laut− membutuhkan perencanaan perkotaan yang rinci, penyelesaian sosio-ekonomi yang hati-hati serta pelibatan masyarakat. Beberapa tipologi tanggul telah dikembangkan untuk memenuhi persyaratan setempat di antaranya: tanggul dasar, tanggul reduksi, tanggul hijau, tanggul daratan, dan tanggul pantai. Tanggul dengan reklamasi lahan juga telah dikembangkan. Dengan demikian tersedia banyak pilihan penyelesaian.

Pengelolaan polder. Secara keseluruhan tujuh polder akan dibangun dalam Tahap A. Untuk menciptakan satuan yang dapat dikelola secara hidrolik, sejumlah tanggul keliling akan dibangun. Untuk mempertahankan lahan yang berada di dalam polder ini tetap kering, pompa waduk dan pompa drainase dibutuhkan untuk memompa keluar air hujan dan air yang mengalir dari hulu. Sebagian besar polder akan mengalirkan airnya ke dalam danau retensi di belakang dalam Garuda Megah. Pompa-pompa Sunter bawah dan Ancol akan disesuaikan sehingga pompa-pompa tersebut dapat mengalirkan airnya secara langsung ke laut di Tanjung Priok.

Tahap A kerap dikaitkan dengan reklamasi 17 pulau di pesisir utara Jakarta, padahal proses reklamasi tersebut sudah dimulai sejak tahun

1995 dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No. 52 tahun 1995 dan Perda No. 8 Tahun 1995

Tentang Reklamasi Pantura. Pembahasan mengenai reklamasi tidak terdapat dalam Master

Plan PTPIN Tahap A. Namun dalam implementasi, pemegang ijin reklamasi perlu berkoordinasi lebih lanjut agar upaya mereka

terintegrasi dengan proses implementasi PTPIN Tahap A dan persiapan Tahap B . Reklamasi pada

Tahap B adalah reklamasi pada Garuda Megah seluas 1.250 Ha.

Page 74: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

74 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

New pumping stations DPUNew pumping stations NCICDPumping stations out of serviceStrengthening current sea wallStrengthening current river dikesResettlement

Gambar 3.33 Rencana Tahap A

Gambar 3.34Master Plan Tahap A

Sumber: Master Plan NCICD

Page 75: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

75Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Tahap B

Dari sisi elemen pertahanan terhadap banjir, Tahap B difokuskan pada upaya membangun tanggul laut luar barat dan waduk besar yang diperkirakan akan dibangun dalam kurun waktu 2018 sampai 2025.

Diperkirakan bahwa penurunan muka tanah tidak akan melambat dalam beberapa tahun mendatang karena akan butuh waktu untuk mengembangkan dan melaksanakan alterna-tif lain dari pemanfaatan air tanah. Muka air laut akan naik, kanal-kanal dan sungai-sungai berangsur-angsur akan berhenti mengalirkan airnya secara gravitasi ke laut. Pompa-pompa drainase besar dibutuhkan, khususnya di bagian tengah Jakarta dimana laju penurunan muka tanahnya tinggi. Stasiun-stasiun pemompaan membutuhkan danau-danau untuk pe-nyimpanan sementara debit sungai yang mencapai puncaknya. Keperluan adanya danau-danau (waduk) penyimpanan yang berukuran besar merupakan salah satu alasan utama untuk menciptakan waduk lepas-pantai. Hal ini dirasakan lebih baik daripada mencari lokasi bagi danau-danau penyimpanan di dalam kota Jakarta.

Lokasi tanggul laut luar (Tahap B) ditentukan terutama oleh kapasitas penyimpanan waduk raksasa yang dibutuhkan yakni berada di antara garis pantai saat ini dan tanggul laut. Ini akan menyediakan tempat yang cukup untuk perluasan reklamasi lahan pada masa men-datang dan juga untuk penyimpan pasokan air yang besar.

Setelah seluruh rencana dalam program PTPIN ini selesai, persiapan untuk membangun Ta-hap B—tanggul laut bagian barat— diperkirakan harus dimulai. Persiapan akan memakan waktu 4 sampai 6 tahun, yang artinya pekerjaan konstruksi dapat dimulai antara tahun 2018 dan 2020. Bila mengikuti jadwal ini maka tanggul laut luar akan selesai tahun 2026.

Selain konstruksi tanggul laut luar, ada banyak aktivitas yang harus dilakukan untuk mendu-kung pembangunan, di antaranya pemipaan untuk pasokan air dan manajemen air.

Gambar 3.35Penampang Melintang

Reklamasi Lahan

Page 76: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

76 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Catatan Tambahan untuk Tahap B (Isu Spasial dan Perancangan Kota)Selain kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keamanan dari banjir, Tahap B sebena-rnya juga memperhatikan permasalahan keruangan (spasial) dikarenakan karakter dari bagian timur berbeda dengan bagian barat. Bagian barat hanya menampung fungsi hu-nian, sementara di bagian timur menampung fungsi industri dan industri pelabuhan. Pada tahap B ini perbedaan tersebut diperjelas. Waduk penampungan (retensi) yang berupa da-nau dikelilingi oleh fungsi hunian dan komersial yang dapat menciptakan kota pinggir pantai (waterfront city) yang menarik.

Pelabuhan yang berada di bagian timur dari zona pesisir memiliki po-tensi untuk dikembangkan. Tanggul laut luar Tahap B dapat dikombinasi-kan dengan pembangunan pelabu-han dan jalan yang menghubungkan kegiatan pelabuhan dan industri .

Gambar 3.36 Strategi Pembangunan Perkotaan

Gambar 3.37 Master Plan Tahap B

Page 77: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

77Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Tahap B mengkombinasikan tema yang menjawab permasalahan keamanan (terhadap banjir) dan revitaliasasi kawasan pesisir dengan perancangan kota untuk menjawap per-masalahan spasial dan mengakomodasi potensi kawasan.

Struktur utama yang mendasari Tahap B adalah: penyelarasan tanggul laut luar, sumbu pusat kota, berbagai macam jaringan penghubung dan rancangan ikonik Garuda Megah. Dalam kawasan Garuda Megah tersebut, komponen distribusi kepadatan, strategi ruang hijau, struktur jalan menjadi bagian dari eleman dari perancangan kota (urban design).

Tahap C

Tahap C difokuskan untuk membangun tanggul luar timur yang diperkirakan dibangun setelah tahun 2023. Untuk bagian timur teluk ini telah dipilih pendekatan yang lebih adap-tif. Penurunan muka tanah di daerah ini masih relatif lambat dan sungai-sungai utama ma-sih tetap dapat mengalir bebas. Pada saat ini belum dapat ditentukan apakah tanggul laut luar akan diperlukan atau masih dapat ditunda pelaksanaanya. Tahap C terdiri dari bebera-pa pengembangan jangka panjang di sisi timur Teluk Jakarta. Penutupan bagian dari Teluk ini mengantisipasi jika penurunan muka tanah di Jakarta bagian timur tidak dapat dihenti-kan. Bagian tanggul timur dengan jalan tol akses Tangerang Bekasi menyediakan titik awal yang baik untuk penutupan ini.

Gambar 3.38 Master Plan

Tahap C

Page 78: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

78 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Tersedia ruang yang cukup di teluk untuk mengakomodasi perluasan pelabuhan utama Tanjung Priok dan bandar udara (airport) baru , namun diperlukan penelitian tambahan apakah rencana bandara tersebut memungkinkan atau tidak. Pengembangan pelabuhan hingga tahun 2050 termasuk dalam perancangan Tahap C.

“Garuda Megah”

Tanggul laut baru mengakomodasi elemen rancang ruang/rancang kota (urban design) un-tuk kawasan baru kota Jakarta, berbentuk seperti lambang nasional Indonesia yaitu Burung Garuda.

Garuda ini akan menciptakan teluk baru yang megah dengan pantai yang berbentuk kurva, taman-taman dan boulevard pinggir pantai. Bentuk Garuda megah ini akan mengakomo-dasi ruang baru untuk pertumbuhan dan konektivitas.

Reklamasi Lahan. Tidak kurang dari 90 juta m³ pasir akan dibutuhkan untuk membangun tanggul laut luar saja. Tambahan sebesar 210 juta m³ pasir akan digunakan untuk reklamasi lahan yang menciptakan daratan baru seluas 1.250 ha untuk mengakomodasi infrastruktur dan pengembangan perkotaan. Laju aktual pembangunan dan ukuran final Garuda Megah ini harus disesuaikan dengan kecepatan penyerapan pasar real estat. Tergantung pada ket-ersediaan pasir dan perkembangan ekonomi. Ketersediaan pasir sangat tidak pasti. Oleh se-bab itu, survei dalam waktu dekat ini perlu dilakukan. Untuk mengurangi risiko, rancangan didasarkan pada volume pasir yang ditaksir tersedia yakni 300 juta m³.

Sumber: Master Plan NCICD

Gambar 3.39 Sketsa Rancangan “The Great Garuda”

Gambar 3.40Gambar modeling “The Great Garuda”

Page 79: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

79Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Penggunaan bahan lainnya seperti limbah padat dari Ja-karta atau lumpur yang dipa-datkan juga dimungkinkan. Akan tetapi, ini hanya dapat menyumbang beberapa pers-en dari volume menyeluruh yang dibutuhkan, atau akan mengarah ke biaya yang rela-tif tinggi.

Reklamasi ekor Garuda Megah ini disarankan untuk dimu-lai sesegera mungkin (tahun 2018) untuk menciptakan

pemasukan dari real estat secepatnya. Pada saat yang sama, pelaksanaan tanggul laut luar akan dimulai dari darat ke arah kepala Garuda.

Bisnis dan Hunian

Sekitar 45 persen dari lahan keseluruhan Garuda ini dapat dibangun. Dalam kasus bisnis, taksiran konservatif untuk 486 Ha lantai dasar telah dhitung. Lebih dari setengah program real esat ini terdiri atas perumahan, sepertiganya perkantoran, dan sisanya industri dan per-tokoan.

Kawasan Pusat Bisnis (CBD): merupakan daerah yang paling penting untuk progam dari segi keuan-gan. Dengan memperhatikan total meter persegi real estat, CBD ini mengambil 55 persen dari pro-gam (dalam m2 Gross Floor Area/Luas Lantai Ko-tor, GFA). Akan tetapi, dengan memperhatikan pendapatannya, CBD ini menyumbang 84 persen dari keseluruhan pendapatan. CBD ini terdiri atas fungsi-fungsi berikut: perumahan mewah, perkan-

toran, dan pertokoan premium.

Hunian: Untuk mewadahi fungsi hunian, master plan ini merencanakan campuran antara perumahan kelas mewah, menengah, dan sederhana. Campuran fungsional ini memung-kinkan untuk bertumbuh lagi (dalam bentuk perumahan) di dalam daerah perkotaan baru, di samping membuat campuran sosial kelas-rendah, menengah, dan atas. Apartemen me-wah ditempatkan di dalam CBD, sementara daerah perumahan mewah ditempatkan di

Gambar 3.41Permukaan

Reklamasi Lahan “The Great Ga-

ruda”

Page 80: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

80 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

bawah sayap Garuda. Lingkungan hunian lain diga-bung dengan perumahan untuk masyarakat ber-pendapatan rendah terutama di sekitar komunitas kelautan dan perumahan masyarakat berpendapa-tan menengah yang ditempatkan di daerah lainnya di sayap Garuda ini.

Pelabuhan Utama Pengembangan pelabuhan pada dasarnya merupakan pengembangan yang mandiri. Rencana perluasan pelabuhan telah dimu-

lai hingga tahun 2030 dan pengembangan pelabuhan ini bukan bagian dari kasus bisnis PTPIN ini. Namun demikian, PTPIN ini juga memberi sumbangan kepada pengembangan pelabuhan tersebut dengan mengurangi kemacetan lalu lintas dan karenanya menggenjot kegiatan pelabuhan.

Perluasan tambahan pelabuhan ini juga telah diramalkan setelah tahun 2030. Perluasan-perluasan ini dapat digabungkan dengan pengembangan bagian timur Teluk Jakarta. Pelabuhan Sunda Kelapa akan ditutup dari laut dengan pengembangan tanggul laut luar ini. Pintu air pada tanggul laut luar ini akan memberikan jalan keluar-masuk ke dan dari laut untuk kegiatan di Sunda Kelapa, pelabuhan ikan, dan juga kapal pesiar dan perahu untuk berekreasi.

Catatan:

Program PTPIN merupakan representasi dari seluruh kegiatan penanganan pesisir utara Jakarta agar dapat terimplementasi secara terpadu. Beberapa kegiatan penting dan mendesak telah dilaksanakan saat ini. Namun demikian, terdapat beberapa kegiatan yang masih dalam tahap rencana awal yang memerlukan proses persiapan lebih lanjut. Salah satu kegiatan yang perlu direncanakan lebih lanjut adalah pembangunan giant sea wall yang akan berdampak besar tehadap perubahan kondisi lingkungan dan ekosistem di pesisir utara Jakarta.

Konsep tanggul raksasa ini memerlukan pembahasan lebih lanjut dari sisi teknis dan lingkungan. Untuk itu, gagasan awal tentang tanggul raksasa yang ditawarkan dalam program PTPIN tidak menjadi konsep yang bersifat final. Konsep ini diharapkan dapat menjadi referensi dasar dalam penanganan pesisir Jakarta secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Page 81: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

81Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan4

Page 82: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

82 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Bab 4 Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan

4.1 Penjelasan UmumUntuk melaksanakan proyek ini sesuai dengan apa yang tertuang di dalam dokumen pro-gram PTPIN, perlu dipikirkan lebih lanjut mengenai aspek kelembagaan, pembiayaan dan regulasi. Beberapa hal penting terkini yang mendasari keputusan untuk mempercepat pelaksanaan program reklamasi Pantai Utara Jakarta antara lain:

• Arahan Bapak Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 25 Juli 2014 yang menyatakan agar PTPIN segera dilaksanakan dengan fokus kegiatan di wilayah DKI Jakarta agar tidak terkendala dengan masalah koordinasi

• Hasil rapat Tim Koordinasi PTPIN pada tanggal 1 dan 10 September 2014 yang mengin-dikasikan perlunya kelembagaan khusus dan pembiayaan PTPIN

• Memperhatikan Hasil Rapat Tingkat Menteri / Tim Pengarah PTPIN di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 3 Oktober 2014.

Berdasarkan tiga poin di atas maka disepakati bahwa DKI Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia membutuhkan penanganan khusus berkelanjutan dengan solusi yang terpadu, yaitu melalui program PTPIN.

Lintas sektor dan lintas wilayah yaitu DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

1. Terdiri dari 9 komponen utama yaitu tanggul laut, waduk-retensi, stasiun pompa air, air bersih, sanitasi dan air limbah, penataan ruang, reklamasi, jalan tol/MRT, pelabuhan laut/udara.

2. Estimasi biaya Tahap A dan B (2014-2025) sebesar USD 40 milyar yang tidak mungkin dibiayai seluruhnya oleh pemerintah daerah saja, namun harus mengundang investasi pihak swasta.

3. Mengingat besaran dana dan kompleksitas program maka PTPIN harus diimplemen-tasikan secara khusus, oleh lembaga khusus (yang berdedikasi, kredibel dan memiliki integritas), dengan melibatkan pihak swasta dalam pembiayaan bersama Pemerintah/Pemda/BUMN/BUMD.

4. Agar lembaga khusus ini dapat menjalankan tugas dan fungsinya tanpa menghambat masalah koordinai dan perijinan, maka statusnya perlu didukung dengan peraturan perundangan sebagai payung hukum.

4

Page 83: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

83PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara

4.2 KelembagaanBerikut usulan mengenai Badan Pengembangan PTPIN, terdiri dari 3 unsur/elemen yaitu:

1. Dewan Pengarah

2. Badan Pelaksana

3. Badan Usaha Strategis

4.3 PembiayaanTiga prinsip panduan berikut ini adalah rekomendasi dalam memutuskan dan mengem-bangkan strategi pembiayaan untuk PTPIN:

1. Strategi pembiayaan memastikan implementasi upaya-upaya keselamatan yang pent-ing pada waktunya.

2. Strategi pembiayaan berusaha meminimalkan beban APBN/APBD dan hutang Pemer-intah Indonesia.

3. Sektor swasta berperan sebagai pengatur pengembangan PTPIN. PPP/ investasi swasta dan keuangan telah menjadi kunci untuk mengurangi dan menyebarkan beban biaya

Pengembangan Kawasan

Infrastruktur dan Utilitas Publik

Keselamatan dan Lingkungan

Badan Usaha Strategis

Badan Pelaksana

Dewan Pengarah

Trust FundPTPIN

BP PTPIN

Presiden RI

Menteri/Kepala

LembagaGubernur

Dewan Pengarah:• Arahan kebijakan

Badan Pelaksana:• Pengendalian Program• Penganggaran• Regulasi• Perijinan• Koordinasi Pelaksanaan• Monitoring & Evaluasi

Badan Usaha Strategis:• Implementasi program• Pendanaan &Pengusahaann• Pengelolaan Dana Trust Fund• Pengelolaan aset• Kerjasama dengan pihak

swasta

Gambar 4.1 Usulan Bagan Kelembagaan

PTPIN

Page 84: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

84 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

dan mengangkat dampak ekonomi dari PTPIN. Pendanaan swasta yang potensial akan didukung oleh kasus bisnis yang kredibel dan respon pasar yang sudah terbukti.

Usulan Mekanisme Pembiayaan. Sebagai prinsip utama dalam mekanisme pembiayaan, potensi pendapatan terpadu merupakan sumber pendanaan utama yang perlu diperhati-kan antara lain: . Mekanisme Utama:

• Pendekatan kewirausahaan (melalui Badan Usaha Strategis/BUS)

• Badan Usaha Strategis (BUS) memaksimalkan potensi pendapatan pada dasar kelay-akan business case Public-Private-Partnership dan melalui investasi di pra-kondisi ( misal: air limbah dan sanitasi)

• BUS mengelola pendanaan dan lintas subsidi antar-proyek : antara komponen yang layak komersial dan non komersial

Pengembangan komponen

tahapan & asumsi pendapatan

(peningkatan)

Model pengiriman dan asumsi

pembiayaan

Model Pembiayaan dari

Badan Usaha Stategis sebagai

referensi

Program Investasi

PTPIN

Kerangka (PPP)

Business Cases

Pembiayaan Business

Cases

Model Pembiayaan

PTPIN

Gambar 4.2PTPIN dan Busi-ness Case Yang Bankable

Tipe Pendanaan Tipe Pengaturan

Pendanaan Pemerintah • EPC Konvensional• Pembiayaan Viability Gap (VGF)

Off-Balance Sheet • Ketersediaan pembayaran jangka panjang• Pinjaman Sub-sovereign (Pemerintah Indonesia memjamin Badan Usaha

Strategis)• Jaminan lainnya disediakan oleh Pemerintah Indonesia

Pendanaan Swasta • Desain-Bangun-Pendanaan-Pemeliharaan & Operasi (Skema DBFMO)

Investasi Swasta • Konsesi untuk reklamasi lahan dan untuk infrastruktur transportasi

Gambar 4.3 Tipe-tipe Penda-naan

Page 85: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

85PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara

4.4 Kebijakan/RegulasiSebagai pertimbangan tentang perlunya kelembagaan khusus untuk implementasi Pro-gram PTPIN, dapat mengacu kepada beberapa Peraturan Perundangan yang menunjuk-kan pentingnya kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, dan seb-agai wilayah yang termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional, yaitu:

Tabel 4.1 Estimasi Pembi-

ayaan Imple-mentasi PTPIN

Tahap A dan Tahap B

Gambar 4.4 Usulan Struktur dan Mekanisme

Pembiayaan

Pengembangan Kawasan

Infrastruktur dan Utilitas Publik

Keselamatan dan Lingkungan

Badan Usaha Strategis

Badan Pelaksana

Dewan Pengarah

Pemerintah RI

TF Manager

Mitra Pembangunan

Pemda

Donor Lainnya

Trust FundHibah

HibahHibahHibahPenyertaan/Pinjaman

Pinjaman

Hibah

C S R

BP PTPIN

Badan UsahaSwasta

Penyertaan/Pinjaman

Page 86: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

86 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

1. Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia:

Pasal 5: Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indo-nesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.

Ayat (1) Pemerintah dapat membentuk dan/atau menetapkan kawasan khusus di wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional sesuai dengan ketentuan per-aturan perundang-undangan.

Ayat (3) Kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola langsung oleh Pemerintah atau dapat dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang penataan Ruang

Pasal 1: (28) kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya dipri-oritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap ke-daulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

3. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional)

Penetapan Kawasan Strategis Nasional: antara lain à Kawasan Perkotaan Jabodetabek-punjur termasuk Kepulauan Seribu.

Waktu pelaksanaan telah dimulai sejak periode 2010-2014. Kegiatan ini dilanjutkan dengan rehabilitasi dan pengembangan kawasan strategis nasional dengan sudut ke-pentingan ekonomi. Disamping itu rehabilitasi/revitalisasi kawasan termasuk sebagai salah satu dari komponen Program Utama PTPIN.

4.5 Sekilas Road Map Percepatan PTPINSemua tahap pada PTPIN mulai dilaksanakan pada tahun 2014 dan dilakukan secara simul-tan:

• Tahap A: peletakan batu pertama tanggul laut eksisting – 17 pulau sebagai bagian dari tahap A.

Page 87: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

87PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara

• Tahap B: rancangan final, pekerjaan persiapan.

• Tahap C: Pembangunan zona ekonomi (bandara, pelabuhan).

Pembiayaan dan Pelibatan Sektor Swasta• Mekanisme pembiayaan yang cerdas yang dibangun dengan investasi publik yang ter-

batas dan pendanaan bergulir (revolving fund) yaitu membangun-menjual-memban-gun;

• Tantangan: penggabungan kepentingan sektor swasta dengan kepentingan publik dan menegosiasikan kesepakatan yang realistis yang memuaskan kedua belah pihak;

• Berpontensi menciptakan pendapatan yang tinggi;

• Membutuhkan lembaga pelaksana yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi

Peran Utama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan Investor Swasta• DKI Jakarta berperan sebagai pemangku kepentingan utama dan memimpin jalannya

implementasi;

• Pemerintah Pusat direpresentasikan di Tim Pengarah dan menyediakan dukungan yang diperlukan, berperan sebagai co-funding, fungsi penjamin, dan pengawasan;

• Badan usaha negara/daerah mengelola pelibatan sektor swasta dan juga proses imple-mentasi;

• Keterlibatan pihak swata berada pada urusan dunia usaha/bisnis dan memiliki potensi untuk ikut berkontribusi kepada tujuan publik yang tercantum dalam PTPIN

Tahap A Rancangan Detail

Konstruksi 2014

Tahap B Rancangan Final

Proses Kontrak

Konstruksi 2018

Tahap CRancangan

Konseptual/Kelayakan

Rancangan Final

Proses Kontrak

Konstruksi>2018

Gambar 4.5Pelaksanaan

secara serentak

Page 88: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

88 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Pengorganisasian yang Sederhana• Satu kewenangan/otoritas/lembaga yang mampu mengelola semua tahap dari PTPIN

lebih baik daripada koordinasi antar sektor yang rumit

• Semua inisiasi dan (internasional) proyek terkait PTPIN akan berhubungan dengan oto-ritas/lembaga tersebut di atas;

• Otoritas/lembaga tersebut harus memiliki kompetensi tinggi dan mampu memimpin dalam hal teknis, pembiayaan dan kelembagaan;

• Otoritas/lembaga tersebut harus bernegosiasi secara sejajar dan profesional dengan sektor swasta.

Gambar 4.5 Penyelesaian Master Plan & Strategi

Penyelesaian danPengajuan KLHS

Master Plan, KLHS dan SP disetujui

Eselon 1Mengadopsi draft final

MP & SP

9 Okt 2014

3 Okt 2014

Awal 2015

Awal 2015

Pencanangan Pertama (Ground Breaking)

Draft PERPRES, dan PERPU telah siap

Anggaran2015

PERPRES dan PERPU diterbitkan

Lembaga/Otoritas Pembangunan dibentuk

MenkoPerekonomian yang mengkoordinasikan

1 Okt 2014

1 Nov2014

Penyelesaian Master Plan & Strategi Pelaksanaan

Memulai Tahapan Proyek Berikutnya

DKI yang memimpin

Page 89: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

89PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara

Rekomendasi5

Page 90: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

90 PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara

Bab 5 Rekomendasi

Untuk mengatasi permasalahan lintas sektor dan lintas wilayah, perlu dilakukan tindak lanjut terkait rekomendasi Strategic Plan dan program jangka panjang yang mencakup 9 (sembilan) komponen utama PTPIN yaitu: (1) tanggul laut; (2) waduk retensi; (3) stasi-un pompa; (4) air bersih; (5) air limbah dan sanitasi; (6) pemukiman/ penataan ruang; (7) reklamasi lepas pantai; (8) jalan tol/ MRT; dan (9) pelabuhan laut dalam.

Selanjutnya perlu disusun Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam pembangunan tanggul sepanjang 8 km. Inti dari MoU tersebut adalah dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sejak 2015, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI bersama-sama akan membangun tanggul sepanjang 8 km dari total 32 km garis pantai utara Jakarta yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Total biaya yang diperlukan untuk pembangu-nan tanggul sepanjang 8 km tersebut adalah Rp. 3,2 Triliun. Pemerintah Pusat dan Pemer-intah Provinsi DKI akan memberikan kontribusi pembiayaan masing-masing sebesar Rp. 1,6 Triliun dalam tiga tahun anggaran.

Terkait sisa pembangunan tanggul sepanjang 24 km selanjutnya akan dilakukan oleh pihak swasta yang saat ini menjadi pengelola pantai di garis pantai tersebut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan perkuatan tanggul eksisting dengan pembiayaan dari pengelola garis pantai tersebut. Selain itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan menggalang kontribusi dari pemegang konsesi/ ijin reklam-asi 17 pulau dalam menyelesaikan pembangunan tanggul sepanjang ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian atau peraturan-perundangan yang ditetapkan.

Pemegang konsesi/ ijin 17 pulau diharapkan dapat melakukan pembangunan tanggul dalam kurun waktu 2 (dua) tahun, apabila dalam kurun waktu 2 (dua) tahun tersebut pihak-pihak swasta yang telah memiliki konsesi/ ijin reklamasi 17 pulau tidak melakukan pembangunan tanggul maka ijin yang telah diberikan akan dicabut dan dapat diberikan kepada pihak lain yang bersedia melalui mekanisme lelang.

Beberapa studi lanjutan yang perlu segera dilakukan antara lain: a) studi tentang Basic De-sign sebagai tindak lanjut dari studi Typical Design untuk pembangunan tanggul sepan-jang 32 km, b) studi tentang Detail Engineering Design untuk pembangunan tanggul sepanjang 8 km pada tahap A, c) studi lanjutan tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); d) studi-studi yang mengaitkan proyek ini dengan tantangan integrasi dari hulu ke hilir (baik dari isu lingkungan, tata ruang, peraturan, kelembagaan, dan lainnya); serta f ) studi-studi lanjutan lain yang dapat mendukung implementasi program PTPIN.

5

Page 91: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

91Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Terkait dengan kelembagaan yang perlu dibentuk dalam pengelolaan Pembangunan Ter-padu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) selanjutnya akan menjadi wewenang dan tanggung jawab dari pemerintahan baru.

Pelibatan sektor swasta dalam pembiayaan PTPIN perlu dilaksanakan dalam satu me-kanisme investasi publik dengan skema pendanaan bergulir (revolving fund) dengan tahapan membangun, menjual, dan melanjutkan pembangunan. Mekanisme ini memer-lukan pembahasan lebih lanjut untuk menyepakati penggabungan kepentingan sektor swasta dengan kepentingan publik dalam menegosiasikan kesepakatan yang realistis yang memuaskan seluruh pihak.

Di satu sisi, program pembangunan kawasan melalui PTPIN berpontensi menciptakan pendapatan yang tinggi, namun tantangan dalam pelaksanaan yang melibatkan pemer-intah dan swasta perlu diantisipasi dengan baik. Untuk itu dibutuhkan lembaga pelaksana yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi. Untuk itu direkomendasikan agar dilakukan pembagian peran yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan investor swasta.

Pemerintah Pusat direpresentasikan oleh Tim Pengarah dalam menyediakan dukungan yang diperlukan, berperan sebagai co-funding, fungsi penjamin, dan pengawasan. Pemer-intah DKI Jakarta berperan sebagai pemangku kepentingan utama dan memimpin jalan-nya implementasi. Badan usaha negara/daerah mengelola pelibatan sektor swasta dan juga proses implementasi. Keterlibatan pihak swata berada pada urusan dunia usaha/bisnis dan memiliki potensi untuk ikut berkontribusi kepada tujuan publik yang tercantum dalam PTPIN.

Pembentukan satu otoritas atau lembaga pengelola seluruh tahap PTPIN dinilai lebih baik daripada kegiatan tetap dilaksanakan oleh masing-masing pihak, mengingat koordinasi antar sektor yang rumit. Otoritas/lembaga tersebut harus memiliki kompetensi tinggi dan mampu memimpin dalam hal teknis, pembiayaan dan kelembagaan. Semua inisiasi dan kegiatan terkait PTPIN akan berhubungan dengan lembaga tersebut. Otoritas/lembaga tersebut akan melakukan negosiasi secara sejajar dan profesional dengan sektor swasta yang terlibat.

Page 92: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

92 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Daftar Referensi Utama

Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. dan Pemerintah Belanda; 2014; “Master Plan of National Capital Integrated Coastal Development/ Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN)”, Oktober 2014, edisi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Belanda; 2014; “Master Plan of National Capital Integrated Coastal Development: Thematic Reports and Backgrounds Re-ports”:

• B1 Thematic Report: Engineering (Civil Engineering Design; Cost Calculations; Cost Esti-mate Approach; Constructability).

• B2 Thematic Report: Upgrading Existing Sea Defences (Basic Design; Technical Survey; Evaluation Report; Dike ring D Conceptual Design; Dike ring D Technical Drawings).

• B3 Thematic Report: Spatial Planning and Urban Design (Urban Design Analysis; Trans-port System Design; Tangerang-Bekasi Analysis).

• B4 Thematic Report: Financial and Economic Study (Cost-Benefit Analysis; Real Estate Forecast; Business Cases; Investment Plan).

• B5 Thematic Report: SEA Building Blocks (Project Rationale; Alternatives; Impacts, Miti-gation).

• B6 Thematic Report: Implementation Plan

• C1 Background Report: Engineering (Final Implementation Model; Water Ballance;Hydraulic assumptions; Boundary conditions; Ground Water & Subsidence; Re-tention Lake Analysis; Waste as Fill Material; Pumping Station).

• C4 Background Report: Economic Cost Benefit Analysis.

• C5 Background Report: SEA Building Blocks (Water Quality; Sanitation; Social, Environ-mental and Spatial Impacts; Mangrove Analysis; Impact on Aquatic Ecology).

• C6 Background Report: Sanitation Implementation Plan

Departemen Pekerjaan Umum, Indonesia-Netherlands Jakarta Flood Team; 2011; Laporan “Jakarta Coastal Defence Strategy/ Strategi Pengamanan Pantai Jakarta” (Edisi Ba-hasa Inggris dan Bahasa Indonesia)

• AGENDA, (Edisi 30 September 2011)

• ATLAS, (Edisi 30 September 2011)

• ATURAN MAIN, (Edisi 30 September 2011)

Page 93: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

93Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. dan Pemerintah Belanda; 2014; “National Capital Integrated Coastal Development: Technical Reports”,

• Technical Report: The Organization of NCICD; Draft 26 Agustus 2014;

• Technical Report: NCICD PPP Roadmap; Draft 5 September 2014

“NCICD Roadmap to Acceleration: simple organization, smart financing, fast imple-mentation”; Discussion material for 15 August meeting

BONS; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Project Ac-tivity Report” (Draft, December 2012)

HEYNERT, K and BRINKMAN, J; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Overview of Alternatives” (Draft, December 2012)

RASHID, A and HARDJONO, R; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Initial Socialization” (Final Draft, October 2012)

HEYNERT, K; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Brief Study of North Coast of Java” (Final Draft, 11 November 2012)

DAM, R; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Brief Study of Subsidence” (Final Draft, November 2012)

KOPS, A; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Quick Scan of Master Plans Executive Summary” (October 2012)

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, Kajian Lingkungan Hid-up Strategis (KLHS)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; 2012; “Ringkasan Eksekutif: Kajian Awal Konsep Revitalisasi Wilayah DKI Jakarta”, Powerpoint Presentation 12 Juni 2012

Kementerian Pekerjaan Umum, Ditjen Penataan Ruang; ”Arahan Urban Develop-ment, “Pesisir Utara Ibukota Negara””, Powerpoint Presentation , aporan Antara

Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Provinsi Dki Jakarta; 2014; “Rencana Percepatan Sistem Pengelolaan Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta”.

Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Provinsi Dki Jakarta; 2014; “Rencana Percepatan Sistem Pengelolaan Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta”.

HADIMULJONO, M.B; Kementerian Pekerjaan Umum- Direktur jenderal Penataan Ruang; “Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur”

Page 94: Laporan-PTPIN 181114 LowRes

PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA