laporan praktikum manajemen agroekosistem aspek kimia

14
LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM ASPEK KIMIA HUTAN PRODUKSI PADA TAWANG SARI, PUJON Disusun Oleh: Nama: Gerald Kevin B H NIM: 135040200111226 Kelas: C-P PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Upload: gerald-siahaan

Post on 24-Sep-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan Maes nihh

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM ASPEK KIMIAHUTAN PRODUKSI PADA TAWANG SARI, PUJON

Disusun Oleh:

Nama: Gerald Kevin B H NIM: 135040200111226 Kelas: C-P

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSebagaimana yang sudah diketahui bahwa dalam upaya menciptakan keadaan budidaya yang sustainable, perlu melakukan pendekatan dari segi aspiek fisika, kimia dan biologi. Dalam kaitan ini membasah mengenai aspek kimia tanah pada lahan hutan produksi di daerah tawangsari, kabupaten pujon. Penelitian dan pengamatan dilakukan yang dilakukan pada tanggal 10 maret 2015 ini salah satunya untuk mengidentifikasi sifat tanah berdasarkan sifat kimianya mengingat lahan hutan produksi tanaman pinus, sengon, dan tanaman sekitar seperti kubis-kubisan ini pernah terkena abu vulkanik sehingga mempengaruhi pH tanah dan keadaan unsur hara tanaman sekitar. Dalam hal ini jika pH tanah dan unsur hara pada lahan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman, maka tanaman akan mengalami defisiensi unsur hara yang menyebabkan berkurangnya hasil panen dan juga bahkan menimbulkan kematian. Untuk itu perlu dilakukan survey lahan untuk menentukan sifat-sifat kimia tanah yang nantinya dapat mengatasi permasalahan pada lahan tersebut guna meperdayakan sifat pertania berkelanjutan.

1.2 Tujuan1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi kondisi lahan di Lahan Tawangsari, Pujon2. Untuk mengetahui tingkat kesuburan di Lahan TawangSari, Pujon3. Untuk mengetahui kadnungan unsure yang terkandung dalam tanah serta pH tanah yang terkandung pada lahan sekitar, khususnya di Lahan Tawangsari, Pujon

1.3 ManfaatDengan mengetahui unsur-unsur kimia tanah yang terdapat pada lahan tersebut, diharapkan dapat memberikan masukan yang nantinya dapat membantu menciptakan lingkungan sustainable. Selain itu dengan mengetahui sifat-sifat kimia yang ditentuakan, diharapkan dapat memberikan kebijakan yang berguna membantu masyarakat sekitar.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Kriteria Indicator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan Berkelanjutan Dari Segi Kimia:Pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.Kriteria/indikator agroekosistem tersebut dikatakan sehat :a. Bahan Organik TanahBahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Sumber primer bahan organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan bagian mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan). Bahan organic tersebut berperan langsung terhadap perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun biologinya, diantaranya : Memengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembapan dan tempratur tanah menjadi stabil. Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama heterotrofik.Menurut (Hardjowigeno,2007) tanah yang sehat memiliki kandungan bahan organik sekitar 5 %, sedangkan tanah yang tidak sehat kandungan bahan organiknya rendah.

b). pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur BeracunTanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. (Anang.2003). Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman. pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman budidaya yang dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentuc) Ketersediaan Unsur HaraGambar 2. Ciri Kekurangan Unsur HaraUnsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik, dan mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, pemberian pupuk kimia. Pada lahan pertanian diketahui sumber unsur hara berasal dari bahan organik, karena pada lokasi tersebut banyak ditemukan seresah yang merupakan sumber bahan organic selain itu aplikasi pupuk kandang juga menambah ketersediaan unsur hara yang berfungsi ganda, diserap oleh tanaman dan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

BAB 3METODOLOGI

3.1 Deskripsi Lokasi PraktikumPraktikum Manajemen Agroekosistem kali ini dilakukan di daerah Pujon Kabupaten Malang. Terdapat berbagai jenis sayuran yang ditanam disana menggunakan sistem pertanian organik seperti kubis, brokoli, kentang (komoditi utama), lombok udel, kubis, sawi, dan selada dll. Pada pengamatan manajemen agroekosistem indicator tanah tanah sebenarnya ditinjau dari 3 aspek tetapi kali ini meninjau aspek kimia. Dalam pengamatan ini hanya ditinjau berdasarkan sifat sehingga dilakukan pendekatan terhadap jurnal dan keadaan sekitar. Dalam pengamatan kali ini tidak dilakukan uji pH, kandungan C-Organik maupun unsur hara, akan tetapi melalui pendekatan jurnal dan pengamatan sekitar.

3.2 Alat dan Bahana) Alat:1. Plastik: Untuk wadah sampel tanah, seresah, cacing, kascing1. Tali Rafia: Untuk membatasi plot pengamatan1. Penggaris: Untuk mengukur ketebalan seresah dan kascing1. Kamera: Dokumentasib) Bahan1) Tanah : sample tanah kering, indicator fisika2) Seresah: Kaitannya dengan bahan organik tanah3) Cacing : Kaitannya dengan bahan organik tanah4) Kascing: Kaitannya dengan bahan organik tanah5) Dokumentasi daun yang terdefisiensi unsur hara: indicator kimia3.3 Parameter yang Diamati0. C-organik :C-organik penting untuk mengetahui kandungan bahan organik yang ada dalam tanah. C-organik yang menunjukkan tingginya kesuburan suatu tanah.

0. pH :pH tanah menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifst racun bagi tanaman misalnya pada tanah masam banyak ditemukan unsur Al yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah masam unsur-unsur mikro mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn, Cu dalam jumlah tang terlalu besar akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.

0. Kesediaan unsur hara (tidak mengalami defisiensi unsur hara)Apabila terjadi suatu defisiensi unsur terutama munsur makro maka kesediaan unsur haranya perlu ditingkatkan, salah satunya dengan dilakukan pemupukan. Defisiensi unsur hara umumnya terdapat defisiensi unsur N yang ditandai dengan tanaman menjadi kerdil dan atau menjadi kuning pada daun tua, defisiensi unsur hara P ditandai dengan terdapat bercak ungu pada daun, defisiensi unsur hara K ditandai dengan ujung dan tepi daun menjadi coklat terutama pada daun bagian bawah

BAB 4 PEMBAHASAN4.1 Pembahasan Berdasarkan pengamatan komoditas hutan produksi yang terletak pada Pujon, kecamatan Malang ini terdapat komoditas seperti adanya tanaman pinus, sengon, kubis, dan lamtoro. Lahan pada hutan produksi memiliki tanah liat tetapi pada bagian atas dengan ketebalan 4 cm memiliki tekstur debu berpasir. Hal tersebut karena daerah tersebut pernah terdapat abu vulkanik akibat letusan gunung kelud tahun 2014 silam. Dengan demikian berdesarkan pendekatan, pH tanah tersebut memiliki pH berkisar 6-7. Berdasarkan jurnal (Reyke.2011) dalam penelitiannya pada lahan Bangli, Bali pasca letusan gunug berapi, memiliki keadaan tanah dengan pH berkisar 6-7 yaitu dapat dikategorikan pH aga asam menuju ke netral. Hal tersebut karena abu fulkanik memiliki kandungan sulfur dimana zat ini memiliki pH yang asam. Dalam kaitan ini menurut (DIKKTI.1991) keadaan yang baik untuk tumbuh tanaman pinus yaitu berkisar pH 7 sehingga dapat dikategorikan lahan tersebut cocok untuk ditanamn komoditas utama seperti pinus, sengon, dan tanaman sekitarnya seperti lamtoro.Dengan permukaan tanah yang cenderung berdebu, tidak ditemukam kascing di sekitar tanah tersebut. Diduga kuat tidak ditemukan kascing karena permukaan tanah yang ditutupi oleh debu berpasir. Sebagaimana yang sudah diketahui, cacing tidak dapat bertahan pada tanah yang cenderung banyak pasir maupun debu.Dengan pendekatan demikin keadaan cacing tidak ditemui. Cacing tanah merupakan kelompok fauna tanah, berperan penting dalam memperbaiki produktivitas tanah melalui peningkatan perkolasi-infiltrasi dan mengurangi erosi tanah, perbaikan agregasi dan aerasi tanah, pengendalian dan peningkatan ketersediaan hara, serta dekomposer biomasa tanah. Dengan demikian semakin banyaknya populasi cacing tanah maka akan semakin besar pula biomasa tanah yang akan terdekomposisi. Dan pada akhirnya bahan organik tanah juga akan semakin meningkat. Walaupun keberadaan cacing sedikit atau dapat dikatakan terbatas, terdapat sersah sekitar lingkungan. Seresah ini yang nantinya akan mengalami dekomoposis yang mempengaruhi pH tanah. Seresah yang terdapat pada pH ini terdiri dari ranting-ranting yang berjatuhan, serta daun-daun yang kering yang sudah gugur. Dalam peninjauan hewan makro, juga ditemukan semut. Sehingga dapat dikatakan tanah tersebut masih sedikit kandungan bahan organik. Walaupun begitu, belum bisa dikatakan bahwa tanah tersebut miskin atas bahan organik. Mungkin saja hewan makro ditemukan dalam kedalam yang aga dalam. Sehingga perlu dilakukan peninjauan ulang. Dalam segi ketersediaan unsur hara pada sekitar lahan, dapat disimpulkan bahwa unsur hara yang tersedia sudah terpenuhi. Hal tersebut terlihat bahwa daun-daun tanaman tersebut tidak ada yang menunjukan kekurangan unsur hara NPK. Jika ditinjau dari tanaman sekitar, terdapat tanaman komoditi seperti lamtoro. Peran lamtoro disini sebagai penyedia unsur hara N, atau Nitrogen. Secara garis besar kondisi unsur hara pada lahan ini sudah terpenuhi dengan baik.

BAB 5PENUTUP5.1 KesimpulanDapat disimpulkan bahwa keadaan tanah pada lahan tersebut masih tergolong baik sehingga dapat dikatakan sustainable dalam kaitan kimia tanah. Dari segi pH tanah yang memiliki pH 6-7 dimana kondisi baik untuk tumbuh tanaman pinus, sengon, dengan optimal, dari unsur hara yang tersedia juga memiliki keadaan yang baik dimana kandungan NPK yang terpenuhi.Dari segi seresah juga ditemukan banyak sekali seresah sehingga seresah yang berupa ranting kering, daun-daun kering yang gugur ini yang nantinya berfungsi dengan cara dekomposisi sehingga akan membantu menyuburkan tanaman. Akan tetapi belum ditemui kandungan bahan organik sebanyak 5%. Hal ini belum dikarenakan belum dilakukan peninjauan lebih ulang terhadap kedalam tanah, sehingga hanya dilakukan pengamatan tanah sekitar permukaan tanah notabene permukaan tanah tersebut banyak terdapat abu vulkanik. Walaupun begitu terdapat semut yang nampak.

DAFTAR PUSTAKA

Anang. 2003. Resiliensi Tanah Terdegradasi. Makalah Pengantar FalsafahSains. IPB. Bogor. Hal. 36-42.DIKTI. 1991. Kesuburan Tanah. Dir.Jen DIKTI. Jakarta. Hal. 97-127.Hardjowigeno, Saswono. 2007. ILMU TANAH. Akademika Pressindo. JakartaReyke.2011. Jurnal: Karakteristik Lahan Kritis Bekas Letusan Gunung Batur di Kabupaten Bangli, Bali. Bali