laporan praktikum kuljar aklimatisasi
DESCRIPTION
laporan kultur jaringan aklimatisasiTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN
AKLIMATISASI
Nama: Hanna Hanifa
NIM: 1210702028
Tanggal Praktikum: 7 Desember 2012
Tanggal Pengumpulan: 19 Desember 2012
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2012
Praktikum 4
Aklimatisasi
I. Pendahuluan
a. Tujuan- Mengetahui tata cara aklimatisasi planlet hasil kultur jaringan.
b. Dasar Teori
Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses
pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan
tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi
autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet)
tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan
tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman
induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan
tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi
sengan perubahan lingkungan (Torres, 1989).
Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis
dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur
adalah dengan kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan
dengan hal tersebut.Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan
jaringan pembuluh yang belum sempurna (Wetherell, 1982).
Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding dengan
tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya.
Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akantetap menjadi layu karena kehilangan air yang
tidak terbatas (Pospisilova et al, 1996). Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung
ditanam dirumah kaca (Wetherelll, 1982).
Mengacu pada penjelasan tersebut di atas maka planlet terlebih dahulu harus ditanam
didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan dilatih untuk
terus dapat beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut secara
umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau boks kecil yang
terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut kemudian
1
Dikeluarkan tanaman ke dalam bak plastik yang berisi air bersih dengan menggunakan pinset.
2
Dibiersihkan tanaman dari sisa-sisa agar yang menempel dari daun/akar yang layu 2 kali.
3
Direndam dalam bakterisida dan fungisida 1-2 gram per liter selama 15 menit.
4
Dikeringkan diatas kertas.
5
Ditanam dalam media aklimatisasi yang telah steril. Disimpan dirumah lindung.
diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif lingkungannya, yaitu dengan cara
membuka penutup wadah plastik atau boks secara bertahap pula (Torres, 1989).
Selain itu, tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar dapat tumbuh dengan
baik sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat mempermudah
pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman (planlet) yang
diaklimatisasi tersebut. Media yang remah akan memudahkan pertumbuhan akar dan melancarkan
aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin atau racun, kandungan unsur
haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media aklimatisasi bibit kultur jaringan
krisan dan kentang di Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau media campuran arang
sekam dan pupuk kandang (Marzuki, 1999).
Arang sekam merupakan salah satu media hidroponik yang baik karena memiliki beberapa
keunggulan sebagai berikut; mampu menahan air dalam waktu yang relatif lama, termasuk media
organik sehingga ramah lingkungan, lebih steril dari bakteri dan jamur karena telah dibakar terlebih
dahulu, dan hemat karena bisa digunakan hingga beberapa kali (Sinaga, 2001).
II. Metode
a. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Bak plastic Planlet Krisan IFy5
Pinset Bakterisida
Sungkup Fungisida
Gunting Air
Spatula Media aklimatisasi
b. Cara Kerja
III. Hasil dan Pembahasan
a. Hasil
Table 1. Alat, bahan dan proses inisiasi kultur dan subkultur
Gambar 1. Alat yang digunakan
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gambar 2. Bahan yang
digunakan
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gambar 3. Media aklimatisasi
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gambar 4. Proses pengeluaran
planlet
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gambar 5. Proses membersihkan
planlet
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gambar 6. Perendaman planlet
dengan bakterisida dan fungisida
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gambar 7. Proses Pengeringan
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gambar 8. Planlet yang di
aklimatisasi
(Sumber: Dokumen Pribadi)
b. Pembahasan
Tanaman krisan merupakan tanaman semusim (anual) yang berkisar 9-12 hari tergantun
varietas dan lingkungan tempat menanamnya. Tanaman krisan dapat dipertahankan hingga
beberapa tahun bila dikehendaki, tetapi bunga yang dihasilkan biasanya jauh menurun
kualitasnya (Hasyim dan Rexa, 1995). Menurut Rukmana (1997), tanaman krisan tumbuh
menyemak setinggi 30-200 cm, sistem perakarannya serabut yang keluar dari batang utama.
Akar menyebar kesegala arah pada radius dan kedalaman 50-70 cm atau lebih. Batang tanaman
krisan tumbuh agak tegak dengan percabangan yang agak jarang, berstruktur lunak, dan
berwarna hijau tetapi bila dibiarkan tumbuh terus, batang berubah menjadi keras (berkayu) dan
berwarna hijau kecoklatan, serta berdiameter batang sekitar 0,5 cm.
Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai berukuran
pendek sampai panjang, serta termasuk bunga lengkap. Bunga krisan merupakan bunga majemuk
yag terdiri atas bunga pita dan bunga tabung. Pada bunga pita terdapat bunga betina (pistil),
sedangkan bunga tabung terdiri atas bunga jantan dan bunga betina (biseksual) dan biasanya
fertil (Kofranek, 1980).
Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terpaan air hujan.
Oleh karena itu untuk daerah untuk cucah hujan tinggi penanaman dilakukan di dalam green
house. Suhu toleran untuk tanaman krisan adalah 170-300C, untuk daerah tropis seperti di
Indonesia cocok menggunakan suhu 200-260C. Kelembaban yang dibutuhkan untuk tanaman
krisan sangat tinggi ketika pembentukan akar, pada stek kelembabannya 90%-95%. Kemudian
tanaman muda sampai tua kelembabannya 70%-80%, dengan sirkulasi udara yang memadai.
Kadar CO2 di udara sekitar 3000 ppm, sedangkan kadar CO2 yang ideal untuk fotosintesis
adalah 600-900 ppm. Untuk pembungaan membutuhkan lebih lama cahaya, dimana dapat
menambah cahaya menggunakan bantuan TL dan lampu pijar. Penambahan penyinaran yang
paling baik ketika tengah malam yaitu jam 22.30-01.00 dengan lampu 150 watt untuk 9 m2, dan
lampu di pasang menggantung 1,5 m dari tanah. Periode pemasangan lampu dilakukan pada
vegetativ (2-8 minggu) untuk merangsang pembentukkan bunga (Lukito, 1998).
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi: Angiosperms
Order: Asterales
Family : Asteraceae
Tribe: Anthemideae
Genus : Chrysanthemum
Type spesies: Chrysanthemum indicum L
Spesies : Chrysanthemum morifolium ramat
Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi
planlet yang ditanam secara in vitro kedalam rumah kaca atau langsung ke lapang. Aklimatisasi
merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet
dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali,
baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof,
sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut
tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang.
Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap
lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk
mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan
lingkungan (Torres, 1989).
Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis
dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur
adalah dengan kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan
dengan hal tersebut.Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan
jaringan pembuluh yang belum sempurna (Wetherell, 1982).
Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding dengan
tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya.
Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akantetap menjadi layu karena kehilangan air yang
tidak terbatas (Pospisilova et al, 1996). Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat
langsung ditanam dirumah kaca (Wetherelll, 1982).
Mengacu pada penjelasan tersebut di atas maka planlet terlebih dahulu harus ditanam
didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan dilatih
untuk terus dapat beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang
tersebut secara umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau
boks kecil yang terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut
kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif lingkungannya, yaitu
dengan cara membuka penutup wadah plastik atau boks secara bertahap pula (Torres, 1989).
Selain itu, tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar dapat tumbuh
dengan baik sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat
mempermudah pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman
(planlet) yang diaklimatisasi tersebut. Media yang remah akan memudahkan pertumbuhan akar
dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin atau racun,
kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media aklimatisasi
bibit kultur jaringan krisan dan kentang di Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau
media campuran arang sekam dan pupuk kandang (Marzuki, 1999).
Arang sekam merupakan salah satu media hidroponik yang baik karena memiliki
beberapa keunggulan sebagai berikut; mampu menahan air dalam waktu yang relatif lama,
termasuk media organik sehingga ramah lingkungan, lebih steril dari bakteri dan jamur karena
telah dibakar terlebih dahulu, dan hemat karena bisa digunakan hingga beberapa kali (Sinaga,
2001).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu adanya pengetahuan tentang bagaimana
Memberikan pengalaman tentang tata cara aklimatisasi planlet hasil kultur jaringan, serta
Mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam di
lapang dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang
kurang aseptik.
IV. Kesimpulan
Aklimatisasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam kultur jaringan karena pada
tahap inilah planlet hasil kultur jaringan akan beradaptasi baik secara morfologi maupun fisiologi
untuk dapat hidup di lapang. Percobaan ini memberikan gambaran bahwa aklimatisasi bukanlah
suatu hal yang bisa dilakukan dengan begitu saja, diperlukan ketelitian dan pengetahuan yang baik
agar dapat berhasil.
V. Daftar Pustaka
Hasyim, I., dan M. Reza. 1995. Krisan. Kanisius. Yogyakarta.
Kofranek, A.M. 1980. Cut chrysanthemum, 5-43p, In Introduction to Floriculture. LARSON. RA.
(Ed). Academic Press.
Lukito, A.M. 1998. Rekayasa Pembangunan Krisan dan Bunga lain. Trubus no. 348: Jakarta.
Marzuki, A. 1999.Pengaruh Lama Penyimpanan, Konsentrasi Sukrosa Dan Cahaya Penyimpanan
Terhadap Vigor Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.).Skripsi. Jurusan Budidaya
Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Rukmana, R. 1997. Krisan. Kanisius. Jakarta.
Sinaga, N. A. K. 2001. Pengaruh Sukrosa Dan Lama Simpan Gelap Terhadap Vigor Bibit Krisan
(Chysanthemum sp.).Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.
Torres, K. C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops.Chapman and Hall. New
York. London.
Wetherelll, D. F. 1982. Introduction To In Vitro Propagation. Avery Publishing Group Inc.
Wayne, New Jersey.