laporan praktikum kerja jantung kura
DESCRIPTION
laporan praktikum faal kerja jantung kura semester 2 univ. airlanggaTRANSCRIPT
KERJA KONTRAKSI OTOT JANTUNG KURA - KURA
Penyusun :
Seciora Rizky Putri 021411131089
Vitra Nuraini Helmi 021411131029
Fenella Andrata 021411131030
Moch. Egiarta B. 021411131038
Bilqis Inas Nur Hanifah 021411131041
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
2015
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Teori
Jantung merupakan salah satu dari komponen system kardiovaskular selain
pembuluh darah. Jantung memompa darah keseluruh tubuh (sistemik) maupun
system pulmoner.
Jantung bertanggungjawab dalam memompa darah melalui pembuluh
darah secara berulang, kontraksi ritmik. Otot jantung memiliki sifat self-
exciting, berarti memiliki system konduksi sendiri. Kontraksi ritmik jantung
terjadi secara spontan, meskipun frekuensi atau detak jantung dapat berubah
saat keadaan gugup atau pengaruh hormonal seperti latihan atau persepsi
bahaya.ˡ Proses memompa jantung secara efektif dikontrol oleh saraf simpatis
dan parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis dapat menaikkan kontraksi jantung
hingga dua kali normal oleh karena itu volume pemompaan darah meningkat
dan menaikkan tekanan ejeksi. Stimulasi kuat saraf parasimpatis pada nerves
vagus sampai jantung dapat menghentikan denyut jantung dalam beberapa
detik.²
Sel otot jantung memiliki beberapa kesamaan seperti sel yang lainnya,
yaitu mampu melakukan potensial aksi.³ Otot Jantung terdiri dari otot atrium,
otot ventrikel, dan otot khusus yang merangsang serta meneruskan rangsangan
tersebut.4 Ketiga jenis otot tersebut memungkinkan jantung memiliki sifat-
sifat utama yang berbeda dengan otot lurik maupun polos. Sifat-sifat tersebut
meliputi inotropik (contractility), chronotropik (rhytmicity), bathmotropik
(exitability), dromotropik (conductivity).
1.2 Masalah
A. Bagaimana frekuensi dan amplitudo kontraksi normal otot jantung kura?
B. Bagaimana pengaruh suhu terhadapkinerja kontraksi otot jantung kura?
C. Bagaimana pengaruh pemberian obat terhadapkinerja kontraksi otot
jantung kura?
D. Bagaimana kontraksi otot jantung kura setelah diblok parsial dan total?
E. Bagaimana kontraksi otot jantung kura setelah diotomasi?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui kontraksi normal otot jantung kura.
b. Mengetahui pengaruh suhu terhadap kontraksi otot jantung kura.
c. Mengetahui pengaruh pemberian obat-obatan terhadap kontraksi
otot jantung kura.
d. Mengetahui kontraksi otot jantung dan kura setelah diblok parsial
dan total.
e. Mengetahui kontraksi otot jantung kura setelah diotomasi.
2. Metode Kerja
2.1 Alat
a. Papan Fiksasi
b. Tali rafia
c. Gunting bedah
d. Alat – alat tumpul
e. Benang
f. Kimograf
g. Penghitung waktu
h. Jepit Gaskell/ arteri klem
2.2 Bahan
a. Kura – kura
b. Larutan ringer bersuhu normal, 37°C, dan 5°C
c. Larutan Adrenalin 1/10.000
d. Larutan Acetylcholin 1/10.000
2.3 Tata Kerja
Pemasangan alat
a. Meletakkan kura-kura yang telah dirusak otaknya dan dibuka
perisai dada di atas papan fiksasi.
b. Mengikat keempat kaki kura-kura pada papan fiksasi
menggunakan tali rafia, mengusahakan kura-kura tertarik kuat
sehingga secara refleks tidak dapat bergerak lagi.
c. Memotong perikardium yang membungkus jantung dengan irisan
berbentu huruf Y terbalik.
d. Mengikat frenulum cordis (jaringan ikat yang menghubungkan
apex cordis dengan perikardium) dengan seutas benang dan
menghubungkan benang ini dengan pencatat.
e. Mempelajari dengan seksama bagian jantung kura-kura serta
pembuluh darahnya dengan memperhatikan kontraksi pada
berbagai bagian jantung.
f. Memasang pencatat waktu dan mengusahakan agar ujung kedua
pencatat menyinggung trombol sehingga tergambar garis sinkron
(satu garis tegak).
g. Menjalankan kimograf dengan kecepatan optimal (tidak terlalu
cepat atau lambat menyesuaikan kontraksi jantung kura) sehingga
dapat memisahkan kontraksi satu dengan berikutnya.
Pencatatan Kontraksi Normal Jantung Kura
a. Mencatat kontraksi normal jantung kura sebanyak ± 15 kontraksi.
b. Memperhatikan gambaran kontraksi atrium, ventrikel, sistol dan
diastole.
c. Memperhatikan lama kontraksi masing-masing macam denyutan
tersebut.
d. Memperhatikan frekuensi dan amplitudo denyut jantung.
Pengaruh Suhu
a. Membuat kontraksi normal jantung kura sebagai variabel kontrol
sebelum perlakuan.
b. Menuangkan larutan Ringer suhu 37°C, kemudian
memperhatikan dan mencatat.
c. Membilas jantung kura dengan larutan Ringer suhu normal.
d. Setelah denyut jantung kembali normal, membuat kontraksi
normal sebagai variabel kontrol.
e. Menuangkan larutan Ringer bersuhu 5°C. Memperhatikan da
mencatat hasil.
Pengaruh Obat-obatan
a. Setelah denyut jantung kembali normal, membuat kontraksi
normal kemudian meneteskan larutan Adrenalin 1/10.000,
kemudian memperhatikan dan mencatat hasil.
b. Setelah terlihat perubahan kontraksi, mencuci jantung dengan
larutan Ringer bersuhu normal sehingga pengaruh obat bisa
dihilangkan.
c. Melakukan pencatatan kontraksi normal jantung sebagai variabel
kontrol kemudian meneteskan Acetylcholin 1/10.000 dan
memperhatikan serta mencatat hasil.
Blok pada Jantung
a. Membuat kontraksi normal jantung kura sebagai kontrol sebelum
perlakuan.
b. Memasangkan jepit Gaskell/ Arteri klem pada daerah batas antara
atrium dan ventrikel.
c. Menghentikan kimograf kemudian menyempitkan jepit Gaskell,
menunggu kira-kira satu menit sambil memperhatikan denyut
jantung atrium dan ventrikel.
d. Bila irama denyut atrium dan ventrikel sudah berlainan (blok
parsial), menjalankan lagi kimograf.
e. Menguatkan penjepit Gaskell sehingga denyut atrium tidak lagi
diikuiti oleh denyut ventrikel (blok total) kemudian menjalankan
kimograf.
f. Memperhatikan dan mencatat hasil.
Otomasi Jantung
a. Membebaskan jantung dari alat-alat yang melekat padanya.
b. Menjepit pembuluh aorta dengan arteri klem, kemudian
memotong dan memisahkan jantung dari jaringan di sekitarnya
(benang penulis tidak dipotong). Angkat jantung dan letakkan di
atas papan fiksasi serta selau dibasahi Ringer.
c. Memperhatikan sifat otomasi jantung meskipun sudah diisolir
dengan tetap melakukan pencatatan pada kertas kimograf.
3. Hasil Praktikum
Keterangan :
: Bertambah
: Berkurang
+ : Masih berdenyut
No. Jenis Perlakuan Pengamatan Kontraksi Jantung
Frekuensi Amplitudo Keterangan
1 NORMAL 20 1 cm
2 SUHU
370C K: 20
P: 26
K: 1 cm
P: 1,4 cm
F A
50C K: 20
P: 18
K: 1 cm
P: 0,8 cm
F A
3
OBAT
Adrenalin K: 19
P: 21
K: 0,8 cm
P: 1,3 cm
F A
Acetylcholin K: 19
P:10
K: 1,1 cm
P: 1 cm
F A
4
BLOK
Parsial K:19
P:24
K: 1,1 cm
P: 1,6 cm
F A
Total K:-
P: 0
K: 1,1 cm
P: 0,2 cm
F A
5 OTOMASI + 2 cm
No
.Jenis Perlakuan Gambar Kimograf
1. Normal
2. Suhu 37C
5C
3. Obat Adrenalin
Asetilkolin
4. Blok Parsial
Total
5. Otomasi
4. Pembahasan
a. Kontraksi Normal Otot Jantung
Pada kondisi normal, diperoleh kontraksi jantung kura dengan
frekuensi 20 dan amplitudo 1 cm. Data yang tercatat oleh kimograf
menggambarkan kontraksi jantung yang terdiri dari kontraksi atrium
(garis yang rendah) dan kontraksi ventrikel (garis yang tinggi). Kedua
kontraksi ini menunjukkan kerja jantung yang terdiri dari systole dan
diastole.
b. Pengaruh Suhu Larutan Ringer terhadap Kontraksi Otot Jantung
i. Lautan Ringer suhu 37o C
Dari percobaan jantung terlihat adanya peningkatan frekuensi
setelah diberi larutan ringer yaitu dari 20 gelombang menjadi 26
gelombang, dan amplitudonya pun juga menaik setelah diberi larutan
ringer 37oC yaitu dari 1cm menjadi 1,4 cm. Terlihat bahwa detak jantung
kura semakin cepat.
Hal ini disebabkan karena kenaikan suhu mengakibatkan
permeabilitas membran sel otot jantung terhadap ion – ion Na+ dan Ca+
meningkat, sedangkan ion K menurun sehigga mempercepat proses
eksitasi dari SA node. Hal ini mengakibatkan terjadinya depolarisasi. Saat
potensial membran mencapai nilai ambang, maka akan terjadi potensial
aksi yang kemudian dikonduksikan pada SA node yang mempunyai sifat
self excitation semakin dipacu. Impuls dari SA node dikonduksikan ke AV
node, selanjutnya ke berkas HIS, kemudian ke saraf purkinje dan akhirnya
ke seluruh otot ventrikel dengan kontraksi sangat cepat. Kenaikan suhu
menyebabkan permeabilitas sel otot terhadap ion meningkat sehingga
aliran ion juga meningkat, terjadilah depolarisasi. Saat potensial membran
mencapai nilai ambang, maka akan terjadi potensial aksi yang kemudian
dikonduksikan ke AV node, lalu ke berkas HIS, kemudian ke saraf purkinje
dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel berkontraksi secara cepat. Frekuensi
dan amplitudo pun meningkat yang tergambar pada kimograf.
Cara kerja semacam ini disebut miogenik. Otot jantung
mempunyai kemampuan untuk mengadakan kontraksi otomatis dan ritmis
tanpa bergantung pada ada tidaknya rangsangan saraf. Kontraksi otot akan
lebih kuat bila sedang renggang dan bila suhunya cukup panas, sedangkan
pada kondisi kelelahan dan dingin akan memperlemah kontraksi.4
ii. Larutan Ringer suhu 5oC
Frekuensi yang pada awalnya adalah sebesar 20 gelombang
menjadi 18 gelombang setelah diberi larutan ringer 5oC. Selain itu,
amplitudo juga menurun dari 1 cmmenjadi 0,8 cm. Hal ini disebabkan
karena penurunan suhu menyebabkan penurunan permeabilitas
membran sel otot jantung terhadap ion, sehingga memerlukan waktu
yang lama untuk melakukan potensial aksi.
Kura – kura merupakan hewan yang termasuk hewan
poikilothermis yang menyesuaikan suhu tubuh terhadap lingkungannya.
c. Pengaruh Obat-obatan terhadap Kontraksi Otot Jantung
i. Adrenaline
Pada percobaan yang dilakukan, pemberian adrenalin sebanyak 4
tetes dilakukan pada jantung kura menyebabkan kenaikan frekuensi denyut
jantung yaitu dari 19 gelombang menjadi 21 gelombang. Dan
amplitudonya pun juga naik dari 0,8 cm menjadi 1,3 cm.
Adrenalin merupakan suatu obat yang merangsang saraf simpatis.
Bila sistem saraf simpatis dirangsang pada sebagian atau seluruh bagian
tubuh selama terjadi stress, ujung saraf simpatis pada jaringan masing-
masing akan melepaskan norepinephrine yang merangsang jantung, vena,
arteri. Saraf simpatis untuk medulla adrenal juga menyebabkan sekresi
norepinephrine ke dalam darah.
ii. Acetylcholine
Dengan penambahan acetylcholine, obat itu dapat menurunkan
frekuensi dari 19 gelombang menjadi 10 gelombang. Dan juga
menurunkan amplitudonya dari 1,1 cm menjadi 1 cm.
Asetilkolin dilepas di peredaran darah dan menuju sel targetnya
yaitu cardiac node cells yang akan memperlambat heart rate. Asetilkolin
dilepaskan oleh parasympathetic cardiac efferent yang merangsang
reseptor muscarinic dan mengurangi kerja jantung dan menurunkan daya
kontraksi myocardium. Asetilkolin adalah zat yang dapat memperlambat
denyut jantung. Zat ini memperlambat denyut jantung dengan cara
mengurangi laju depolarisasi membran pada saat terjadi potensial aksi
dalam sel otot jantung. Dua reseptor utama yang mengikat asetilkolin
adalah reseptor muscarinic dan nicotinic. Terdapat mekanisme fisiologis
dalam tubuh yang dapat memperlambat denyut jantung, yaitu sistem saraf
parasimpatis. Sistem saraf parasimpatis terletak di batang otak atau bagian
atas dari sumsum tulang belakang. Neuron parasimpatis pada sistem ini
memiliki kemampuan untuk memperlambat denyut jantung, karena neuron
parasimpatis melepaskan neurotransmitter asetilkolin yang dapat
menghambat kerja jantung. Lemahnya denyut jantung dikenal dengan
nama brakikardi.
d. Pengaruh Blok Parsial dan Total terhadap Kontraksi Otot Jantung
i. Blok Parsial
Dari percobaan diketahui bahwa frekuensi 19 dalam 20 detik
dengan amplitudo 1,1 cm. Setelah dilakukan blok parsial pada batas
atrium-ventrikel diperoleh frekuensi 24 dengan diikuti kenaikan amplitudo
1,6 cm.
Dari data percobaan diketahui pada percobaan blok parsial setelah
mengalami perlakuan, terjadi penurunan frekuensi kontraksi jantung
karena adanya blok tersebut menyebabkan adanya penekanan pada AV
node, sehingga besar impuls yang dapat diteruskan ke ventrikel menjadi
berkurang akibatnya kontraksi jantung berkurang. Selain terjadi penurunan
frekuensi, juga terjadi kenaikan amplitudo.
Dalam percobaan ini juga harus diperhatikan kontak udara dengan
jantung serta penberian larutan ringer pada jantung sehingga jantung dapat
berkontraksi dengan baik.
Blok parsial ini tidak menghentikan denyut jantung, hanya
memperlambat saja. Blok parsial ini terjadi bila ada penjepitan pada berkas
AV node. Impuls yang dihantarkan dari berkas AV node akan berkurang.
Sehingga impuls yang dapat diteruskan ke ventrikel juga berkurang.
Ventrikel baru berkontraksi setelah atrium lebih dulu berkontraksi
beberapa kali.4
ii. Blok Total
Pada percobaan blok total selama 20 detik ini tidak diperoleh
kontraksi dari ventrikel, berarti belum atau tidak ada fenomena ventricular
escape. Tulisan pada kertas kimograf menunjukkan garis lurus dengan
gerigi yang samar.
Perlakuan blok total dilakukan dengan cara menjepit atrio
ventrivular node yang berada antara atrium dan ventrikel. Hal ini
dimaksudkan untuk menghentikan rangsangan dari sinoatrial node yang
menjalar ke AV node sehingga ventrikel tidak mendapat rangsangan untuk
berkontraksi. Dalam keadaan ini atrium masih melakukan kontraksi.
Namun jantung mempunyai kemampuan ventricular escape beat,
yaitu timbulnya kontraksi mandiri pada AV node pada serat purkinje.
Bagian dari serat purkinje yang tidak diblok, biasanya pada bagian distal
AV node mulai bereksitasi secara ritmis dan bertindak sebagai pacemaker
dari ventrikel. Fenomena ini terjadi jika AV node tidak mendapat
rangsangan dari SA node.
e. Pengaruh Otomasi terhadap Kontraksi Otot Jantung
Dalam percobaan kami, data pengamatan otomasi jantung
ini diketahui bahwa atrium masih berdenyut dan ventrikel berdenyut
5 kali.. Jadi, sifat otomasi jantung mampu menyebabkan
jantung tetap berdenyut meski tanpa ada impuls dari syaraf.
Jantung mempunyai kemampuan untuk self excitation sehingga
dapat berkontraksi secara otomatis walaupun telah dilepas dari tubuh
dan semua saraf menuju jantung telah dipotong.
Pada peristiwa self excitation, SA node menghantarkan impuls
ke AV node yang kemudian diteruskan ke serabut purkinje sehingga
otot jantung dapat berkontraksi. Ini menunjukkan bahwa self excitation
adalah suatu sistem konduksi khusus dari SA node sebagai pace maker.
Self excitation ini dilakukan oleh SA node sebagai pace maker karena
membran selnya mudah dilewati ion Na sehingga RMPnya rendah.
Selain itu juga karena kebocoran alamiah ion Na+. Adanya hukum ALL
or NONE yang berlaku pada jantung juga berpengaruh pada peristiwa
self excitation. Sehingga adanya rangsangan dari luar yang diterima
oleh jantung (misal: sentuhan) akan menyebabkan seluruh bagian
jantung berkontraksi.3
Hal ini memperlihatkan bahwa kontraksi otot jantung tidak
tergantung impuls saraf melainkan pada jaringan khusus pemicu
jantung yang mampu mencetuskan potensial aksi berulang-ulang.
5. Daftar Pustaka
1. Ganong, W.F. 2003 .BukuAjarFisiologiKedokteranGanong. Edisi 22,
Jakarta : EGC
2. Guyton, A.C., Hall J.E 2003 .FisiologiKedokteran. Jakarta : EGC
3. Klabunde, Richard. Cardiovascular Physiology Concepts. Philadhelpia,
Lippincots. 2005. Chapter 2.
4. Guyton,AC. Textbook of Medical Physiology. 11th eds. Philadeplhia,
Elesevier Saunders. 2008: pp. 103, 130.
.