laporan praktikum fisiologi ii (jadi)

17
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II SISTEM EKSKRESI (kelompok A;1) OLEH ETY R. B. ANAMULI 1209012007 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2013

Upload: maryo-neno

Post on 27-Nov-2015

310 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II

SISTEM EKSKRESI

(kelompok A;1)

OLEH

ETY R. B. ANAMULI

1209012007

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2013

Page 2: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. JUDULSistem Ekskresi

1.2. TUJUANMempelajari pengaruh minum berbagai larutan terhadap pembentukan urin

(diueresis) dan berat jenis urin.

1.3. DASAR TEORISebuah ginjal manusia mengandung kira-kira satu juta nefron. Dalam keadaan

normal, hayalah seperempat dari jumlah nefron itu, berfungsi pada suatu saat tertentu. Apakah suatu nefron itu berfungsi atau tidak terutama tergantung pada konstriksi relative dari arteriol-arteriol aferen dan eferen.

System urinary bertanggungjawab untuk berlangsungnya ekskresi bermacam-macam produk buangan dari dalam tubuh. System ini juga penting sebagai factor untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Hal tersebut mencakup factor-faktor yang beragam seperti keseimbangan air, pH, tekanan osmotic, tingkat elektrolit, dan konsentrasi banyak zat di dalam plasma. Pengendalian itu dilaksanakan dengan penyaringan sejumlah besar plasma dan molekul-molekul kecil melalui glomerulus. Jumlah yang berfariasi dari tiap-tiap zat kemudian direabsorbsi secara pasif dan difusi, atau secara aktif oleh transport sel tubular.

Factor-faktor utama yang mempengaruhi kerja ginjal mencakup komposisi darah, hormone dan system syaraf otonom.

Komposisi darah mencakup konsentrasi relative protein-protein plasma. Mengencernya protein-protein plasma umumnya menyebabkan dieresis (meningkatnya ekskresi urin), termasuk meningkatnya ekskresi air, natrium, klorida dan bikarbonat. Tekanan osmotic yang rendah dari darah yang encer menghambat pelepasan hormone ADH. Suatu tekanan osmotic yang tinggi dari darah umumnya menyebabkan menurunnya ekskresi urin yang lebih kental karena terlepasnya ADH dan factor-faktor lainnya.

Produksi metabolic suatu zat atau injeksi maupun ingesti zat tersebut ke dalam tubuh umumnya diikuti oleh sekresi uriner atas zat-zat tersebut atau metabolitnya, agar tetap mempertahankan komposisi darah yang relative konstan. Peningkatan yang besar dalam ekskresi suatu zat yang terlarut di dalam darah umumnya akan menyebabkan peningkatan volume urin. Jenis peningkatan ini disebut dieresis osmotic dan dapat juga menyebabkan hilangnya elektrolit.

Tekanan arteriolar menentukan tekanan glomerolus, yang merupakan factor yang menentukan kuantitas cairan yang tersaring dari dalam darah. Apabila tekanan osmotic

Page 3: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

dari plasma dan tekanan intra kapsular dikurangkan dari tekanan hidrostatik glomerular, hasilnya disebut tekanan filtrasi efektif.

GFR(glomerular filtration rate) merupakan kecepatan gerak cairan dan unsure-unsurnya meninggalkan darah dan menjadi filtrate. Perubahan apapun yang terjadi pada tekanan filtrasi akan mengakibatkan perubahan GFR.

Diueresis berarti meningkatnya jumlah produksi urin. Hal ini dapat disebabkan oleh naiknya tingkat plasma dari satu atau lebih komponen uriner, termasuk air. Diueresis air ini terjadi apabila tekanan osmotic turun ke tingkat yang tidak akan merangsang pelepasan ADH. Zat-zat lebihan lainnya kecuali air haruslah tetap berada dalam larutan atau kalau tidak, tidak akan dapat diekskresikan. Hal ini akan menimbulkan diueresis osmotic. Air yang diperlukan untuk berperan sebagai pelarut, menghasilkan kenaikan volume urin.

Diuretika adalah zat yang dapat menaikkan laju pembentukan urin. Peningkatan jumlah air yang diminum, akan merupakan diuretika melalui penurunan hormone antideuretika (ADH) dari neurohipofisis kelenjar pituitary.

Perpindahan air diantara bagian tubuh dikendalikan oleh kekuatan tekanan osmotic dan hidrostatik. Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel zat terlarut didalamnya. Keseimbangan air tubuh terutama diatur oleh mekanisme rasa haus dan hormone antidiuretik (ADH) untuk mempertahankan isoosmotik dari plasma (mendekati 287 mOsmol/kg). Sebaliknya, keseimbangan natrium terutama diatur oleh aldosteron dengan tujuan mempertahankan volume cairan ekstraseluler dan perfusi jaringan. Pengaturan osmotik diperantarai oleh hipotalamus, pituitaria, dan tubulus ginjal.

ADH adalah hormone peptide yang disintesis di hipotalamus dan disimpan di hipofise.Hipotalamus juga mempunyai osmoreseptor yang peka terhadap osmolalitas darah dan pusat rasa haus. Peningkatan osmolalitas plasma merangsang rasa haus dan pelepasan ADH. Rasa haus merangsang pemasukan air dan merangsang ADH untuk mengubah permeabilitas duktus kolektivus ginjal, meningkatkan reabsorbsi air. Akibatnya terjadi peningkatan volume air tubuh yang akan memulihkan osmolalitas plasma kembali normal dan terbentuknya urin yang hiperosmotik dengan volume yang sedikit. Penurunan osmolalitas plasma mengakibatkan hal yang sebaliknyqa yaitu penekanan rasa haus dan menghambat pelepasan ADH. Mekanisme ADH sangat sensitive sehingga variasi osmolalitas plasma pada keadaan normal hanya 1-2 % dari nilai normal sebesar 287 mOsmol/kg. Penurunan volume ekstraseluler yang cukup besar (5-10%) baru dapat menimbulkan rasa haus dan pelepasan ADH. Dengan demikian, mekanisme ADH kurang sensitive untuk mengatur volume, meskipun sensitive untuk pengaturan osmotic melalui pengendalian keseimbangan air. Mempertahankan volume plasma sangat penting bagi perfusi jaringan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengaturan keseimbangan natrium. Mekanisme pegaturan keseimbangan volume pertama-tama tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume ini merupakan bagian dari volume ekstraseluler. Pada orang sehat, volume ekstraseluler berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total, dan dengan demikian

Page 4: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

pengaturan sekresi natrium oleh ginjal merupakan mekanisme yang paling bertanggung jawab bagi pengaturan volume tubuh.

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron merupakan mekanisme yang penting disamping natrium oleh ginjal. Aldosteron adalah hormon yang disekresi oleh daerah glomerulosa pada korteks adrenal. Produksi aldosteron terutama dirangsang oleh reflex yang diatur oleh baroreseptor yang ada pada arteriol aferen ginjal. Penurunan volume sirkulasi efektif dideteksi oleh baroreseptor yang mengakibatkan sel-sel jukstaglomerular ginjal memproduksi protein rennin. Renin bekerja sebagai enzim yang melepaskan angiotensin I kemudian diubah menjadi Angitensin II pada paru. Angiotensin II meangsang korteks adrenal untuk mensekresi aldosteron. Aldosteron bekerja pada duktus kolektivus ginjal yang mengakibatkan retensi natrium (dan air). Selain itu, Angitensin II menyebabkan vasokonstriksi pada otot polos arteriol. Kedua mekanisme ini membantu memulihkan volume sirkulasi secara efektif.

Kafein merupakan alkaloid xantin berwarna putih dan berasa pahit yang berfungsi sebagai stimulan psikoaktif dan dapat mempercepat produksi urin pada manusia dan hewan. Kafein mengurung reseptor adenosin di otak. Adenosin ialah senyawa nukleotida yang berfungsi mengurangi aktivitas sel saraf saat tertambat pada sel tersebut. Seperti adenosin, molekul kafein juga tertambat pada reseptor yang sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafein tidak akan memperlambat aktivitas sel saraf/otak sebaliknya menghalang adesonin untuk berfungsi. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin dirembes. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. Tambahan, kafein juga menaikkan permukaan neurotransmitter dopamine di otak. Kafein dimetabolisme dalam hati menjadi tiga metabolit primer, yaitu: paraxanthine (84%), theobromine (12%), and theophylline (4%). Kafein diabsorbsi (diserap) oleh lambung dan usus halus 45 menit setelah pemberian. Fungsi ketiga metabolit tersebut didalam tubuh adalah sebagai berikut:

1. Paraxanthine (84%): untuk meningkatkan lipolisis (lisis terhadap lemak), dan meningkatkan gliserol dan asam lemak bebas dalam plasma darah. 2. Theobromine (12%): memperlebar pembuluh darah dan meningkatkan volume urin. 3. Theophylline (4%): relaksasi otot halus pada bronkus, dan digunakan untuk mengobati penyakit asma.

Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi urin antara lain : 1. Hormon Anti Diuretik (ADH)

Hormon anti diuretik (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior akan mempengaruhi penyerapan air pada bagian tubulus distalis karena meningkatkan permeabilitias sel terhadap air. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon ADH banyak, penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Kehilangan kemampuan

Page 5: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

mensekresi ADH menyebabkan penyakit diabetes insipidus. Penderitanya akan menghasilkan urin yang sangat encer (Subronto dan Tjahati 2001).

2.Asam dan Basa Kondisi asam dan basa (pH) tergantung dari konsentrasi hidrogen di dalam larutan.

Makin banyak H+ maka pH akan turun. Ion H+ juga terkandung dalam makanan yang punya sifat (+) misalnya daging, sehingga biasanya pada karnivora memiliki pH urin yang asam. Pada herbivora makanannya yang rendah protein dan banyak mengandung

garam karbonat sehingga cairan tubuh ion H+ banyak ternetralkan oleh garam tersebut sehingga pH urin tersebut basa (Subronto dan Tjahati 2001).

3.Tekanan darah Apabila tekanan arteri meningkat maka akan meningkatkan tekanan filtrasi dalam glomerolus sehingga laju filtrasi akan meningkat. Hal ini akan menurunkan jumlah urin yang akan diekskresi (Guyton 1990).

4.Tingkah laku dan aktivitas Banyaknya air yang diminum, akan menurunkan konsentrasi protein yang dapat menyebabkan tekanan koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi kurang efektif. Hasilnya, urin yang diproduksi banyak. Selain itu, semakin tinggi aktivitas yang dilaksanakan maka pengeluaran urin akan semakin sedikit karena cairan tubuh tereksresikan oleh bagian alat ekskresi lainnya misalnya keringat dari kulit (Rotoro 1992).

5. gangguan penyakit spesifik Adanya gangguan penyakit yang bersifat spesifik juga mempengaruhi produksi urin. Misalnya pada penyakit nefretis intertisialis kronis akan meningkatkan ekskresi urin karena penurunan reabsorbsi dari tubulus, serta adanya kegagalan penyerapan air dari sel. Hal ini juga ada kaitannya dengan sekresi ADH.

6.Syaraf. Rangsangan pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus aferen sehingga aliran darah ke glomerulus berkurang. Akibatnya, filtrasi kurang efektif karena tekanan darah menurun.

7. Banyak sedikitnya hormon insulin. Apabila hormon insulin kurang (penderita diabetes melitus), kadar gula dalam darah akan dikeluarkan lewat tubulus distalis. Kelebihan kadar gula dalam tubulus distalis mengganggu proses penyerapan air, sehingga akan sering mengeluarkan urin

Page 6: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

BAB IIMETODE KERJA

2.1. ALAT DAN BAHAN Subyek percobaan Air NaCl Kristal Citras caffeine Larutan isotonis (POCARY SWEAT) Gelas beker Tabung ukur Gula

2.2. TATA KERJA Mahasiswa mengeluarkan urin sampai kandung kemih kosong Urin ditampung dan diukur volume dan warna urin Kemudian, setiap volunteer minum:

Volunteer 1 : 500cc air Volunteer 2 :cairan isotonis (pocary sweat) Volunteer 3 :500cc air + 7 gr gula Volunteer 4 :500cc air + 100 mg kopi Volunteer 5 :500cc air + 5 gr NaCl

Urin ditampung setiap 30 menit dalam waktu 1 jam Setiap sampel ditentukan volume dan warnanya Digambarkan grafik hasil pengamatan dari semua volunteer (2 grafik):

grafik 1 : hubungan antara waktu dan volume urin grafik 2 : hubungan antara waktu dan berat jenis urin

2.3. WAKTU PRAKTIKUM

Praktikum ini dilaksanakan pada:

Hari/tanggal :

Tempat : Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Nusa Cendana

Page 7: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. HASIL

Hasil yang diperoleh dari praktikum yang telah dilaksanakan adalah:

Tabel volume dan warna urin sebelum diberi perlakuan (minum cairan)

No

Subyek percobaan Volume urin Warna urin

1 Volunteer pertama 74,8ml Kuning pekat2 Volunteer ke dua 71ml Kuning kuraang pekat3 Volunteer ke tiga 63ml Kuning pekat4 Volunteer ke empat 104,5ml Kuning pekat5 Volunteer ke lima 71ml Kuning sangat pekat

Tabel volume urin dan warna urin setelah diberi perlakuan (minum cairan)

No Subyek percobaan Volume urin Warna urin 30 menit pertama

30 menit ke dua

30 menit pertama 30 menit ke dua

1 Volunteer pertama 14,5ml 109,8 ml Kuning pekat Bening 2 Volunteer ke dua 105,5ml 178,5 ml Bening Bening 3 Volunteer ke tiga 12 ml 66ml Kuning pekat Bening 4 Volunteer ke empat 26ml 34,5ml Kuning pekat Kuning pekat5 Volunteer ke lima 18 ml 24 ml Kuning pekat Kuning pekat

Page 8: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

Grafik hubungan antara waktu dengan volume urin

Page 9: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)
Page 10: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

3.2. PEMBAHASAN

Hormon anti diuretik (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior akan mempengaruhi penyerapan air pada bagian tubulus distalis karena meningkatkan permeabilitias sel terhadap air. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon ADH banyak, penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Kehilangan kemampuan mensekresi ADH menyebabkan penyakit diabetes insipidus. Penderitanya akan menghasilkan urin yang sangat encer.

Diueresis berarti meningkatnya jumlah produksi urin. Hal ini dapat disebabkan oleh naiknya tingkat plasma dari satu atau lebih komponen uriner, termasuk air. Diueresis air ini terjadi apabila tekanan osmotic turun ke tingkat yang tidak akan merangsang pelepasan ADH. Zat-zat lebihan lainnya kecuali air haruslah tetap berada dalam larutan atau kalau tidak, tidak akan dapat diekskresikan. Hal ini akan menimbulkan dieresis osmotic. Air yang diperlukan untuk berperan sebagai pelarut, menghasilkan kenaikan volume urin.

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, yakni setiap volunteer meminum cairan yang berbeda-beda dan memiliki efek yang berbeda –beda pula dalam pembentukan urin, seperti yang kita lihat bersama dari hasil praktikum bahwa ada yang meningkatkan diueresis, peningkatan ekskresi urin, serta penurunan ekskresi urin.

Volunteer pertama yang minum cairan hipotonis(air) dengan volume 500ml meningkatkan diueresis. Hal ini diketahui ketika 30 menit kemudian setelah minum dan akan mencapai puncaknya di menit ke 60. Waktu-waktu tersebut diperlukan untuk penyerapan air, penghambatan hormone ADH dan metabolisme sisa ADH yang beredar di darah. Hal ini disesuaikan dengan teori yang ada bahwa peningkatan ekskresi urin akan terjadi jika hormone ADH di hambat.

Volunteer ke dua yang minum cairan isotonis(POCARY SWEAT) dengan volume 500ml, menunjukkan peningkatan diueresis serta ekskresi yang signifikan, ditandai dengan meningkatnya volume urin dalam waktu 30 menit dan mencapai puncaknya dalam waktu 60 menit. Hal ini terjadi karena, terjadi peningkatan volume darah yang akan merangsang reseptor volume atrium, dinding vena besar, dan dinding pembuluh darah paru-paru yang secara reflex akan menghambat sekresi ADH.

Volunteer ke tiga yang minum larutan (7 gr gula + 500ml air). Dalam 30 menit pertama, terjadi penurunan ekskresi karena kandungan hormone ADH yang disekresikan masih meningkat di dalam darah. Dalam waktu ke 60 menit, terjadi peningkatan ekskresi urin yang

Page 11: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

sangat signifikan, hal ini terjadi karena dalam waktu yang panjang tersebut (60 menit), terjadi penghambatan hormone ADH, sehingga dieresis dan ekskresi urin pun meningkat.

Volunteer ke empat yang minum larutan (100mg kopi+500 ml air). Kafein merupakan alkaloid xantin berwarna putih dan berasa pahit yang berfungsi sebagai stimulan psikoaktif dan dapat mempercepat produksi urin pada manusia dan hewan. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin dirembes. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati.hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi urin.

Volunteer ke lima minum larutan (5 gr NaCl + 500ml air). NaCl memiliki tekanan osmotic yang tinggi. Diueresis terjadi apabila tekanan osmotic turun ke tingkat yang tidak akan merangsang pelepasan ADH. Zat-zat lebihan lainnya kecuali air haruslah tetap berada dalam larutan atau kalau tidak, tidak akan dapat diekskresikan. Hal ini akan menimbulkan diueresis osmotic. Air yang diperlukan untuk berperan sebagai pelarut, menghasilkan kenaikan volume urin.

Page 12: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

System urinari bertanggungjawab untuk berlangsungnya ekskresi bermacam-macam produk buangan dari dalam tubuh. System ini juga penting sebagai factor untuk mempertahankan homeostasis tubuh.

Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, terjadi peningkatan volume urin serta perubahan warna urin. Hal ini terjadi karena pengaruh dari larutan yang di minum serta kondisi metabolism dari masing-masing volunteer.

Hormone ADH juga sangat berpengaruh dalam pembentukan serta ekskresi urin. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon ADH banyak, penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat.

Page 13: Laporan Praktikum Fisiologi II (Jadi)

DAFTAR PUSTAKA

Frandson,RD.1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke empat.Gajah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.