laporan praktikum 5 (populasi, komunitas, dan ekosistem)
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Biologi DasarTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR
PERCOBAAN V
POPULASI, KOMUNITAS, DAN EKOSISTEM
NAMA : NUR RIZKI RAMADHANI
STAMBUK : G311 14 502
FAK. / GOL. : PERTANIAN / G3
KELOMPOK : 4
ASISTEN : ROBIN ELNI RUSADI
LABORATORIUM BIOLOGI DASAR
UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Semua organisme yang hidup di alam tidak dapat hidup sendiri melainkan
harus selalu berinteraksi baik dengan alam (lingkungan). Organisme hidup dalam
sebuah system ditopang oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan
saling berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kehidupan
semua jenis makhluk hidup sering mempengaruhi, cara berinteraksi dengan alam
membentuk kesatuan disebut ekosistem. Ekosistem juga menunjukkan adanya
interaksi bolak balik antara makhluk hidup (biotik) dengan alam (abiotik)
(Firmansyah, 2009).
Ekosistem merupakan suatu sistem di mana terjadi hubungan (interaksi)
saling ketergantungan antara komponen-komponen di dalamnya, baik yang
berupa makhluk hidup maupun yang tidak hidup (Irnaningtyas, 2014)
Cabang biologi yang mempelajari ekosistem adalah ekologi, ekologi
berasal dari bahasa yunani yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan
logos yang berarti liana. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik
interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi kita akan tahu
bahwa makhluk hidup sebagai kesatuan atau system dengan lingkungannya.
Definisi ekologi seperti diatas pertama (Herni, 2009).
Populasi ditafsirkan sebagai kumpulan kelompok makhluk yang sama
jenis(atau kelompok lain yang individunya mampu bertukar informasi genetik)
yang mendiami suatu ruangan khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang
walaupun paling baik digambarkan secara statistik, unik sebagai milik
kelompok dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu (Soetjipta, 1992).
I.2. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk meneliti bagaimana suatu populasi dapat tumbuh.
2. Mempelajari suatu komunitas dan mengumpulkan data sebanyak mungkin
selama waktu dan kesempatan yang memungkinkan. Kemudian
memeriksa hubungan antara masing-masing spesies, agar dapat mengira-
ngirakan urutan mana yang paling penting dan untuk mengetahui strukter
komunitas itu.
I.3. Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat percobaan ini dilakukan yaitu pada hari Selasa,
31 Maret 215 pukul 11.00-12.00, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Hasanuddin. Percobaan ini dilakukan di luar ruangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem adalah suatu komunitas tumbuhan, hewan dan mikroorganisme
beserta lingkungan non-hayati yang dinamis dan kompleks, serta saling
berinteraksi sebagai suatu unit yang fungsional. Manusia merupakan bagian yang
terintegrasi dalam ekosistem. Ekosistem sangat bervariasi dalam hal ukuran, dapat
berupa genangan air pada suatu lubang pohon hingga ke samudra luas
(Caudill, 2005).
Ekosistem adalah suatu komunitas organisme yang berinteraksi sesamanya
dan dengan alam tak hidup disekitarnya. Ekosistem beragam dalam
produktivitasnya, artinya dalam jumlah energi yang disimpan dalam benda hidup
heterotrof menjamin energi yang diperolehnya dari autotrof. Energi dan bahan
dari organisme lain memastikan suatu rantai makanan dan setiap mata rantainya
merupakan tingkatan trofik (Kimball, 2005).
Ekosistem tersusun atas makhluk hidup dan makhluk tak hidup Sebagai
contoh, ekosistem sawah terdiri atas hewan dan tumbuhan yang hidup bersama-
sama. Pada ekosistem sawah tersebut, terdapat rumput, tanaman padi, belalang,
ulat, tikus, burung pemakan ulat, burung elang,dan masih banyak lagi. Dalam
ekosistem, terdapat satuan-satuan makhluk hidup. Individu, populasi, komunitas,
biosfer yang merupakan satuan makhluk hidup dalam satu ekosistem, dan sinar
matahari sangat berperan terhadap kelangsung-an hidup satuan-satuan ekosistem
tersebut (Sowarno, 2009).
Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos (rumah atau tempat hidup)
dan logos (ilmu), jadi ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi
antarmakhluk hidup dan interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya
meliputi (Herni, 2009):
a. Individu: Individu berasal dari kata Latin in (tidak) dan dividus (dapat
dibagi), jadi individu adalah organisme tunggal yang tidak dapat dibagi-
bagi lagi. Contohnya seekor kijang.
b. Populasi : Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan
waktu tertentu. Contohnya kumpulan kerbau di padang rumput.
c. Komunitas : Komunitas adalah kumpulan dari berbagai populasi yang
hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan
memengaruhi satu sama lain. Jadi organisme dalam suatu ekosistem saling
berhubungan dan berinteraksi. Selain itu, lingkungan juga memengaruhi
kehidupan organisme.
d. Ekosistem : Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi.
Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem.
Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau),
konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai
(mikroorganisme). Hal-hal yang menyebabkan suatu ekosistem berbeda
dengan ekosistem yang lain adalah jumlah dan jenis produsen, jumlah dan
jenis konsumen, keragaman mikroorganisme, jumlah dan macam
komponen abiotik, kompleksitas interaksi, dan berlangsungnya berbagai
proses dalam suatuekosistem. Komponen ekosistem selalu berhubungan
dan berinteraksi menurut dinamika tertentu. Interaksi antarkomponen
ekologi dapat merupakan interaksi antarorganisme, antarpopulasi, dan
antakomunitas.
Dalam ekologi, populasi diartikan sekelompok idividu sejenis yang menempati
ruang dan waktu tertentu. Populasi adalah kelompok kolektif organisme dari
jenis yang sama yang menempati ruang atau tempat tertentu dan memiliki
berbagai ciri atau sifat yang unik dari kelompok dan bukan merupakan sifat milik
individu di dalam kelompok tersebut. Populsi memiliki sejarah hidup, tumbuh dan
berkembang seperti apa yang dimiliki oleh individu. Populasi memiliki
organisasi dan struktur yang pasti dan jelas (Zoer’aini, 2003).
Sekolompok populasi dari berbagai jenis yang hidup pada suatu daerah
tertentu disebut komunitas. Komunitas dapat mencakup semua populasi di daerah
tertentu, misalnya semua tumbuhan, hewan, dan jasad renik atau suatu kelompok
tertentu seperti komunitas paku atau komunitas burung pemakan biji. Komunitas
mengacu kepada suatu kumpulan populasi yang terdiri dari spesies yang berlainan
yang menempati daerah tertentu. Komunitas tidak harus merupakan daerah yang
luas dengan beraneka dengan spesies hewannya yang sama-sama beragam. Pada
kenyataannya, komunitas dapat mempunyai ukuran berapapun, bahkan sekecil
sebuah stoples laboratorium berisi air yang mengandung bakteri, jamur atau
protozoa. Bahkan tanahnya sendiri mendukung suatu komunitas (Yanney, 1990).
Di dalam suatu ekosistem terdapat dua komponen pokok, yaitu komponen
tak hidup (abiotik) dan komponen hidup (biotik) (Karmana, 2007).
Komponen abiotik adalah komponen fisik dan kimiawi yang terdapat pada
suatu ekosistem sebagai medium atau substrat untuk berlangsungnya suatu
kehidupan. Komponen abiotik meliputi udara, air, tanah, garam mineral, sinar
matahari, suhu, kalembapan, dan derajat keasaman (pH) (Irnaningtyas, 2013).
Komponen biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup
di dunia. Makhluk hidup terdiri atas tumbuhan, hewan, manusia, dan
mikroorganisme. Tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan dan manusia
berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme sebagai pengurai atau
dekomposer (Karmana, 2007).
Komponen autotrof adalah organisme yang mampu mensintesis makanan
sendiri berupa bahan organik daribahan anorganik dengan bantuan energi seperti
energi cahaya matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen
yang menyediakan makanan bagi organisme heterotrof. Komponen autotrof yang
utama adalah berbagai tumbuhan hijau. Komponen heterotrof merupakan
organisme yangmemperoleh makanan atau bahan organik dengan memakan
organisme lain atau sisa-sisanya. Organisme heterotrof tidak dapat mensintesis
makanan sendiri, sehingga makanan selalu diperoleh dari organisme lain,
misalnya herbivora memperoleh makanan dari tumbuh-tumbuhan dan karnivora
memperoleh makanan dari mangsanya. Contoh komponen heterotrof adalah
manusia, hewan, jamur, dan mikroba (Herni, 2009).
Detrivor adalah komponen ekosistem yang memakan detritus atau sampah,
sedangkan pengurai adalah organisme heterotrof yang memperoleh makanan
dengan menguraikanbahan organik berupa sisa-sisa organisme yang telah mati.
Organisme ini menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan
bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen
(Herni, 2009).
Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi
individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan
organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi,
saling mempengaruhi membentuk suatu sistem yang menunjukkan kesatuan
(Maizer, 2007).
Setiap kegiatan memerlukan energi. Sumber energi untuk organisme
adalah energi kimia yang terdapat di dalam makanan. Makhluk hidup tidak
mampu menciptakan energi, melainkan hanya memindahkan dan
memanfaatkannya untuk beraktivitas. perpindahan energi berlangsung dari
matahari ke tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis. Di sini energi cahaya
diubah menjadi energi kimia. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan herbivora, energi
kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh herbivora dan
sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu herbivora dimakan
karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai makanan jumlahnya semakin
berkurang. Pergerakan energi di dalam ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran
energi (Kimball, 2005).
Dalam sistem ekologi, suatu organisme merupakan komponen pengubah
energi. Aliran energi dan siklus materi dalam ekosistem terjadi melalui rantai
makanan dan jaring-jaring makanan (Irnaningtyas, 2013).
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara organisme
dengan arah tertentu pada suatu ekosistem. terdiri atas rantai makanan perumput,
rantai makanan detritus. Rantai Makanan tidak hanya mencakup hewan-hewan
seperti rusa, sapi tetapi juga herbivora kecil misalnya serangga (Kimball, 2005).
Rantai makanan adalah jalur pemindahan (transfer) energi dari satu tingkat
trofik ke tingkat trofik berikutnya melalui peristiwa makan dan dimakan.
Herbivora mendapat energi dari memakan tanaman. Saat herbivora dimangsa
karnivora, energi tersebut akan berpindah dan seterusnya. Semakin pendek rantai
makanan, semakin besar semakin besar energi yang dapat disimpan oleh
organisme di ujung rantai makanan (Irnaningtyas, 2013).
Dalam ekosistem dapat dibedakan dua tipe rantai makanan, yaitu rantai
makanan perumput dan rantai makanan dekomposer. Rantai makanan perumput
diawali dengan tumbuhan hijau, yaitu tumbuhan berklorofil yang dikonsumsi oleh
herbivora (pemakan tumbuhan), kemudian ke hewan karnivora (pemakan daging).
Rantai makanan dekomposer diawali dari bahan organik mati yang dikonsumsi
organisme pengurai (dekomposer). Hasil pengurai tersebut menghasilkan sampah
organik (detritus) (Karmana, 2007).
Jaring-jaring makan merupakan gabungan dari berbagai rantai makanan
yang saling berhubungan kompleks. Di dalam suatu ekosistem, sebuah rantai
makanan saling berkaitan dengan rantai makanan yang lainnya. Semakin
kompleks jaring-jaring makanan tersebut, semakin tinggi tingkat kestabilan suatu
ekosistem. Oleh karena itu untuk menjaga kestabilan ekosistem, suatu rantai
makanan tidak boleh terputus akibat musnahnya salah satu atau beberapa
organisme (Irnaningtyas, 2013).
Komunitas penyusun pada ekosistem berbeda-beda pada setiap trofik yang
dinamakan struktur trofik. Gambaran yang menunjukkan hubungan antara struktur
trofik dan fungsi trofik dinamakan piramida ekologi. Piramida ekologi adalah
struktur tingkatan pada suatu ekosistem. Piramida ini ada 3 yaitu piramida energi,
piramida jumlah, dan piramida biomassa (Karmana, 2007).
Beberapa organisme yang jenisnya sama akan membentuk populasi,
beberapa populasi yang berbeda akan membentuk komunitas. Satu ekosistem akan
berbeda dengan ekosistem lainnya. Perbedaan ini terjadi di dasarkan ciri-ciri
komunitas yang menonjol (baik hewan maupun tumbuhan) karena setiap
organisme membentuk komunitas memiliki karakteristik yang bermacam-macam,
maka terbentuklah macam-macam ekosistem. Dalam ekosistem, tumbuhan
berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen dan
mikroorganisme berperan sebagai dekomposer (Maizer, 2007).
Dalam mengestimasi populasi kepadatan hewan, dibutuhkan ketelitian dan
ketelatenan. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan menentukan tempat yang
akan dilakukan estimasi, lalu menghitung dan mengidentifikasinya, dan hasil
dapat dibuat dalam system grafik (Suin, 1989).
Kepadatan populasi dan kepadatan Relatif. Kepadatan pupolasi satu jenis
atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau
biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan
penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung
produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas
lainnya parameter ini tidak begitu tapat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan
relatif. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu
jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan
relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (Suin, 1989).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu alat tulis-menulis,
kamera digital, dan patok kayu.
III.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu kertas grafik biasa dan
tali rafia.
III.3. Cara Kerja
III.3.1. Menggunakan Model Penelitian
a. Model I
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2015 dihuni oleh 10 burung
gereja (5 pasang jantan dan 5 pasang betina).
Asumsi I: Setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II: Setiap tahun semua tetua (induk jantan dan betina) mati
sebelum musim telur berikutnya.
Asumsi III: Setiap tahun semua keturunan hidup sampai musim telur
berikutnya. Dalam keadaam sebenarnya beberapa tahun tetua akan hidup
dan keturunan akan mati. Asumsi I dan Asumsi III akan saling
memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi
perbedaan antara model yang akan kita buat dengan keadaan yang
sebenarnya.
Asumsi IV: Selama pengamatan tidak ada burung gereja yang
meninggalkan atau datang ke pulau tersebut.
b. Model II
Mengubah asumsi II seperti berikut: setiap tahun dua perlima dari tetua
(jantan dan betina yang sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi
untuk keduan kalinya, baru kemudian mati. Asumsi yang lain tidak mengalami
perubahan. Hitunglah besar populasi setiap generasi. Bendingkan hasil ini dengan
hasil asumsi asli dengan jalan menggambar grafik pada kerts grafik yang dipakai
untuk mencantumkan asumsi asli.
c. Model III
Mengubah asumsi III sebagai berikut : setiap tahun dua perlima dari
keturunan (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur.
Asumsi lain tidak mengalami perubahan. Sebagai yang terdahulu hitunglah
populasi dan gambar grafik untuk pembandingnya.
d. Model IV
Mengubah asumsi IV sebagai berikut : setiap tahun 50 burung gereja baru
(jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari tempat yang
lainnya. Tidak ada seekor burung pun yang meninggalkan pulau tersebut. Asumsi
yang lain tidak mengalami perubahan.
Pertumbuhan Populasi
Mengamati bagaimana populasi hipotik ini tumbuh. Lalu menghitung
besarnya populasi setiap permulaan musim bertelur. Sesuai dengan asumsi I,
pada tahun 2015 terdapat lima pasang. Setiap pasang menghasilkan keturunan
sebanyak 10 ekor. Jadi jumlah seluruhnya 50 keturunan. Sesuai dengan asumsi II,
10 tetua semuanya mati sebelum musim bertelur berikutnya. Sesuai asumsi III,
ke-50 keturunan hidup semuanya hingga musim bertelur tahun 2016. Sesuai
dengan asumsi I, terdiri dari 25 jantan dan 25 betina (25 pasang), dan setiap
pasang menghasilkan 10 keturunan.
Menghitung populasi burung gereja berdasarkan cara diatas pada tahun
2017, 2018, dan 2019. Setelah memiliki sejumlah angka, membuat gambaran
lebih jelas tentang jalannya pertumbuhan dari suatu populasi dengan cara
menempatkan angka-angka pada garis grafik.
1. Mengamati Grafik
Mengamati naik turunnya grafik jika dibaca dari kiri ke kanan ( dari tahun
ke tahun melintasi gambar grafik tersebut).
Mencari tahu apa arti naik turunnya grafik tersebut.
Mengetahui bagaimana gambar grafik apabila perhitungan populasi
dilanjutkan hingga waktu yang tak terhingga.
Menggambarkan dengan kata-kata populasi hipotik dalam batas asumsi
yang telah dibuat.
III.3.2 Pengamatan Komunitas
1. Memilih daerah pengamatan
2. Mengadakan survey dengan menentukan data yang akan diambil (biotik
dan abiotik).
3. Menentukan batas pengamatan dan pengambilan sampel.
4. Mengumpulkan data dalam area yang telah ditentukan.
5. Menentukan komponen biotik dan abiotik, produsen, konsumen.
6. Membuat rantai makanan berdasarkan data yang diperoleh.
7. Membuat jaring-jaring makanan berdasarkan data yang diperoleh.
8. Membuat piramida makanan berdasarkan data yang diperoleh.
9. Menentukan ekosistem yang terjadi berdasarkan data yang diperoleh.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan
IV.1.1. Menggunakan Model Penelitian
a. MODEL I
Pada tahun 2015
Asumsi I = (10 induk = 5 pasang)
5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 + 10 = 60 ekor
Asumsi II
50 + 10 = 60 ekor
Asumsi III
50 ekor
Asumsi IV
50 ekor
Pada tahun 2016
Asumsi I = (50 induk = 25 pasang)
25 x 10 = 250 ekor (keturunan)
250 + 50 = 300 ekor
Asumsi II
300 – 50 = 250 ekor
Asumsi III
250 ekor
Asumsi IV
250 ekor
Pada tahun 2017
Asumsi I = (250 induk = 125 pasang
125 x 10 = 1250 ekor (keturunan)
1250 + 250 = 1500 ekor
Asumsi II
1500 – 250 = 1250 ekor
Asumsi III
1250 ekor
Asumsi IV
1250 ekor
Pada tahun 2018
Asumsi I = (1250 induk = 625 pasang)
625 x 10 = 6250 ekor (keturunan)
6250 + 1250 = 7500 ekor
Asumsi II
7500 – 1250 = 6250 ekor
Asumsi III
6250 ekor
Asumsi IV
6250 ekor
Pada tahun 2019
Asumsi I = (6250 induk = 3125 pasang)
3125 x 10 = 31250 ekor (keturunan)
31250 + 6250 = 37500 ekor
Asumsi II
37500 – 6250 = 31250 ekor
Asumsi III
31250 ekor
Asumsi IV
31250 ekor
Pada model 1 dimisalkan pada tahun 2015 terdapat 10 ekor atau 5 pasang
burung gereja. Pada asumsi I setiap burung menghasilkan 10 keturunan, pada
asumsi 2 semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur
berikutnya, pada asumsi 3 ada yang hidup dan mati sehingga memberikan
keadaan yang seimbang, pada asumsi 4 tidak ada yang meninggalkan maupun
datang ke pulau tersebut. Ini terjadi selama 5 tahun dari tahun 2015-2019 dan
setiap tahunnya mengalami peningkatan seperti pada grafik terus menigkat. Hal
inilah disebabkan karena adanya faktor kelahiran yang mempengaruhi tiap tahun
dan kelahiran ini lebih besar dibanding dengan kematian.
MODEL II
Pada tahun 2015
Asumsi I = (10 induk = 5 pasang)
5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 + 10 = 60 ekor
Asumsi II
25 x 10 = 4 hidup (induk)
50 + 4 = 54
Asumsi III
54 ekor
Asumsi IV
54 ekor
Pada tahun 2016
Asumsi I = (54 induk = 27 pasang)
27 x 10 = 270 ekor (keturunan)
54 – 4 = 50 (sisa induk)
270 + 50 = 320 ekor
Asumsi II
25 x 50 = 20 hidup (induk)
50 – 20 = 30 mati
320 – 30 = 290 ekor
Asumsi III
290 ekor
Asumsi IV
290 ekor
Pada tahun 2017
Asumsi I = (290 induk = 145 pasang)
145 x 10= 1450 ekor (keturunan)
290 – 20 = 270 (sisa induk)
1450 + 270 = 1720 ekor
Asumsi II
25 x 270 = 108 hidup (induk)
270 – 108 = 162 mati
1720 – 162 = 1558 ekor
Asumsi III
1558 ekor
Asumsi IV
1558 ekor
Pada tahun 2018
Asumsi I = (1558 induk = 779 pasang)
779 x 10= 7790 ekor (keturunan)
1558 – 108 = 1450 (sisa induk)
7790 + 1450 = 9240 ekor
Asumsi II
25 x 1450 = 580 hidup (induk)
1450 – 580 = 870 mati
9240 – 870 = 8370 ekor
Asumsi III
8370 ekor
Asumsi IV
8370 ekor
Pada tahun 2019
Asumsi I = (8370 induk = 4185 pasang)
4185 x 10 = 41850 ekor (keturunan)
8370 – 580 = 7790 (sisa induk)
41850 – 7790 = 49640 ekor
Asumsi II
25 x 7790 = 3116 hidup (induk)
7790 – 3116 = 4674 mati
49640 – 4674 = 44966 ekor
Asumsi III
44966 ekor
Asumsi IV
44966 ekor
Pada model II sama seperti pada model I hanya saja pada asumsi II
mengalami perubahan yaitu dua per lima dari tetua (jantan dan betina sama
jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya, lalu
kemudian mati. Sehingga pada grafik mengalami kenaikan setiap tahun dari tahun
2015-2019 . Hal ini disebabkan karena adanya faktor kelahiran dan kematian yang
mempengaruhi.
MODEL III
Pada tahun 2015
Asumsi I = (10 induk = 5 pasang)
5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 + 10 = 60 ekor
Asumsi II
60 - 10 = 50 ekor
Asumsi III
25 x 50 = 20 mati
50 – 20 = 30 ekor
Asumsi IV
30 ekor
Pada tahun 2016
Asumsi I = (30 induk = 15 pasang)
15 x 10 = 150 ekor (keturunan)
150 + 30 = 180 ekor
Asumsi II
180 - 30 = 150 ekor
Asumsi III
25 x 150 = 60 mati
150 – 60 = 90 ekor
Asumsi IV
90 ekor
Pada tahun 2017
Asumsi I = (90 induk = 45 pasang)
45 x 10 = 450 ekor (keturunan)
450 + 90 = 540 ekor
Asumsi II
540 - 90 = 450 ekor
Asumsi III
25 x 450 = 180 mati
450 – 180 = 270 ekor
Asumsi IV
270 ekor
Pada tahun 2018
Asumsi I = (270 induk = 135 pasang)
135 x 10= 1350 ekor (keturunan)
1350 + 270 = 1620 ekor
Asumsi II
1620 - 270 = 1350 ekor
Asumsi III
25 x 1350 = 540 mati
1350 – 540 = 810 ekor
Asumsi IV
810 ekor
Pada tahun 2019
Asumsi I = (810 induk = 405 pasang)
405 x 10= 4050 ekor (keturunan)
4050 + 810 = 4860 ekor
Asumsi II
4860 - 810 = 4050 ekor
Asumsi III
25 x 4050 = 1620 mati
4050 – 1620 = 2430 ekor
Asumsi IV
2430 ekor
Pada model 3 sama halnya dengan model 1, tetapi pada asumsi 3
mengalami perubahan yaitu setiap tahun 2/5 dari keturunannya mati sebelum
bertelur dan pada asumsi yang lainnya tidak mengalami perubahan.
MODEL IV
Pada tahun 2015
Asumsi I = (10 induk = 5 pasang)
5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 + 10 = 60 ekor
Asumsi II
60 – 10 = 50 ekor
Asumsi III
50 ekor
Asumsi IV
50 + 50 = 100 ekor
Pada tahun 2016
Asumsi I = (100 induk = 50 pasang)
50 x 10 = 500 ekor (keturunan)
500 + 100 = 600 ekor
Asumsi II
500 – 100 = 500 ekor
Asumsi III
500 ekor
Asumsi IV
500 + 50 = 550 ekor
Pada tahun 2017
Asumsi I = (550 induk = 275 pasang)
2750 x 10 = 2750 ekor (keturunan)
2750 + 550 = 3300 ekor
Asumsi II
3300 – 550 = 2750 ekor
Asumsi III
2750 ekor
Asumsi IV
2750 + 50 = 2800 ekor
Pada tahun 2018
Asumsi I = (2800 induk = 1400 pasang)
1400 x 10 = 14000 ekor (keturunan)
14000 + 2800 = 16800 ekor
Asumsi II
16800 – 2800 = 14000 ekor
Asumsi III
14000 ekor
Asumsi IV
14000 + 50 = 14050 ekor
Pada tahun 2019
Asumsi I = (14050 induk = 7025 pasang)
7025 x 10 = 70250 ekor (keturunan)
70250 + 14050 = 84300 ekor
Asumsi II
84300 – 14050 = 70250 ekor
Asumsi III
70250 ekor
Asumsi IV
70250 + 50 = 70300 ekor
Pada model ini asumsi lain tidak mengalami perubahan tetapi hanya berubah
pada asumsi ke 4 yang setiap tahunnya 50 burung gereja baru (jantan dan betina
jumlahnya sama) datang ke pulau tersebut dari tempat lain. Tidak ada seekor
burung yang meninggalkan pulau tersebut. Sehingga jumlah populasinya tiap
tahunnya meningkat terlihat seperti pada grafik karena adanya pengaruh faktor
migrasi atau perpindahan yang mempengaruhi.
IV.3.2. Pengamatan Komunitas
Komponen Biotik : Komponen Abiotik :
1. Semut Monorium sp. 1. Sampah
2. Belalang Valanga sp. 2. Air
3. Capung Pentala sp. 3. Angin
4. Rumput Graminaceae 4. Tanah
5. Lalat Musca domestica 5. Cahaya matahari
6. Lumut 6. Batu
7. Jamur
8. Serangga I
9. Laba-laba Arachnida
10. Tanaman putri malu Mimosa pudica
11. Kodok Bufo sp.
12. Pohon rambutan Nephelium lappaceum
13. Jangkrik Gryllus assimilis
14. Pohon nangka Artocarpus integra
15. Pohon A
16. Pohon B
17. Kupu-kupu Papilio sp.
18. Tanaman maman Gynandropis pentaphylla
19. Nyamuk Aedes qibupictus
a. Gambar rantai makanan
b. Gambar jaring-jaring makanan
c. Gambar piramida makanan
IV.2. Pembahasan
a. Rantai Makan
Rantai makanan adalah proses makan dan dimakan hanya berlangsung
dalam satu arah, sehingga tidak ada komponen di dalamnya yang memiliki dua
fungsi sekaligus karena mereka telah menempati peran masing masing tanpa ada
saling singgung. Pada data yang diperoleh terdapat rantai makanan yang
tumbuhan hijau bertindak sebagai prosusen yang menyerap dan menggunakan
sinar matahari untuk memproduksi makanan dalam bentuk gula dan disimpan
dalam biji, batang, buah, dan tempat penyimpanan lainnya. Belalang merupakan
konsumen tingkat I yang memakan tumbuhan lalu akan mengubah sejumlah
makanan menjadi energi untuk aktifitasnya dan bereproduksi. Laba-laba
merupakan konsumen II yang akan memakan belalang. Belalang merupakan
sumber makanan atau energi untuk laba-laba supaya dapat bertahan hidup. Kodok
merupakan konsumen tingkat akhir atau konsumen II yang akan memakan laba-
laba sebagai sumber energi. Saat kodok mati, ia kemudian membusuk. Pada
proses pembusukan tersebut ia akan diuraikan oleh mikroorganisme seperti
bakteri atau jamur kemudian akan diserap lagi oleh tanah sebagai nutrient untuk
pertumbuhan tanaman.
b. Jaring-jaring Makanan
Pada jaring-jaring makanan arah proses makan dimakan tidak hanya
berlangsung dalam satu arah, melainkan beberapa arah. Karena jaring-jaring
makanan merupakan penggabungan dari beberapa rantai makanan. Hal ini
menyebabkan adalah organisme yang memiliki dua paranan dalam reaksi
perputaran energi yang terjadi. Pada data yang diperoleh tumbuhan merupakan
produsen atau tingkat tropik I, organisme pada tropik II atau konsumen primer
yaitu belalang, lalat, jangkrik, dan kupu-kupu yang akan memakan tumbuhan
untuk mendapatkan sumber energi. Organisme yang menduduki tropik III atau
konsumen sekunder ditempati oleh lalat dan capung yang kemudian akan
memakan belalang, lalat, jangkrik, dan kupu-kupu sebagai sumber energi untuk
aktifitasnya. Organisme yang menduduki tingkat tropik tertinggi disebut
konsumen puncak. Dan konsumen puncak atau konsumen III adalah kodok.
c. Piramida Makanan
Penentuan piramida makanan didasarkan pada jumlah organisme yang
terdapat pada satuan luas tertentu atau kepadatan populasi antar trofiknya dan
mengelompokan sesuai dengan tingkat trofiknya. Perbandingan populasi antar
trofik umumnya menunjukkan jumlah populasi produsen lebih besar dari populasi
konsumen primer lebih besar dari populasi konsumen skunder lebih besar dari
populasi konsumen tersier. Ada kalanya tidak dapat menggambarkan kondisi
sebagaimana piramida ekologi. Demikian pula jumlah energi terbesar terdapat
pada dasar piramida. Komposisi biomassa dan energi ini semakin ke atas semakin
kecil karena saat proses perpindahan energi berlangsung terjadi penyusutan dari
jumlah energi pada setiap tingkat tropic. Dalam ekosistem yang seimbang jumlah
produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen tingkat I, jumlah konsumen
tingkat II lebih banyak daripada jumlah konsumen tingkat III, begitu seterusnya.
Hal ini disebabkan oleh hilangnya energi pada setiap tingkatan makanan.
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam percobaan yang telah dilakukan, kita dapat menggunakan berbagai
macam model utnuk mengetahui bagaimana populasi dapat tumbu. Ada
beberapa hal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu populasi, yakni
nartalitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi.
2. Suatu komunitas terdiri dari beberapa macam jenis organisme yang saling
berhubungan sehingga membentuk rantai makanan yakni peristiwa makan dan
dimakan antara organisme dengan arah tertentu pada suatu ekosistem. Jaring-
jaring makanan merupakan kumpulan dari beberapa rantai makanan yang
saling berhubungan.
V.2. Saran
Saran pada percobaan kali ini adalah sebaiknya dalam melakukan
percobaan ketelitian dan kehati-hatian ditingkatkan agar dalam proses
pengambilan data dan proses menggambar grafik tidak terjadi kekeliruan.
Daftar Pustaka
Caudill, H. 2005. Ekosistem dan Kesejahteraan Manusia:Suatu Kerangka
Pikir untuk Penilaian. Jakarta, Millennium Ecosystem Assessment.
Firmansyah, 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Jakarta, Setia Purna
Inves.
Herni, 2009. Belajar dengan Biologi. Jakarta, Erlangga.
Irnaningtyas, 2014. Biologi. Jakarta, Erlangga.
Karmana, O. 2007. Biologi. Jakarta, Grafindo.
Kimball. J.W. 2005. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Maizer, 2007. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboraturium. Jakarta, UI Press.
Suin, N. M. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta, Bumi Aksara.
Soejipta. 1992. Estimasi Populasi. Jakarta.
Yanney, J.E., 1990. Ekologi Tropika. ITB. Bandung.
Zoer´aini, D.I. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta, Bumi
Aksara.