laporan pot modul konduks1
DESCRIPTION
tugas konduksiTRANSCRIPT
Laporan POT Modul Konduksi 2015
1 | K e l o m p o k 8 j
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, aplikasi mengenai ilmu perpindahan kalor sudah berkembang pesat.
Hampir semua hal yang ada sekitar kita berhubungan dengan ilmu ini. Kalor merupakan salah
satu bentuk energi yang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain, secara alami
kalor berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Fenomena ini
kerap kali terjadi pada banyak industri secara alami ataupun mekanik. Proses transfer panas
perlu diperhitungkan dengan akurat untuk perhitungan industri karena berkaitan dengan profit
dan keselamatan.
Apabila dua jenis benda yang memiliki temperatur berbeda saling berkontak termal,
maka temperatur benda yang lebih panas akan perlahan mendingin, sedangkan temperatur
benda yang lebih dingin akan menjadi panas hingga suhu tertentu. Peristiwa tersebut terjadi
karena adanya perpindahan kalor antara dua benda yang berkontak termal. Perpindahan panas
yang mana partikel-partikel dalam medium perpindahan panas tersebut tidak berpindah
disebut konduksi. Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung pada benda padat,
umumnya logam. Pada perpindahan panas secara konduksi tidak ada bahan dari logam yang
berpindah. Yang terjadi adalah molekul-molekul logam yang diletakkan di atas nyala api
membentur molekul-molekul yang berada di dekatnya dan memberikan sebagian panasnya.
Molekul-molekul terdekat kembali membentur molekul-molekul terdekat lainnya dan
memberikan sebagian panasnya, dan begitu seterusnya di sepanjang bahan sehingga suhu
logam naik.
Jika benda padat tiba-tiba mengalami perubahan lingkungan, diperlukan beberapa
waktu sebelum suhunya berada kembali pada keadaan seimbang. Keadaan seimbang ini
disebut keadaan tunak. Dalam proses pemanasan yang bersifat dinamis yang berlangsung
sebelum tercapainya keseimbangan, analisis harus disesuaikan dengan untuk
memperhitungkan perubahan energi dalam benda menurut waktu. Perubahan yang berbeda
terhadap waktu disebut sebagai keadaan tak tunak.
Perpindahan kalor secara konduksi dibedakan menjadi dua, yaitu konduksi tunak dan
konduksi tak-tunak. Aplikasi dari konduksi tunak ini ialah pada proses insulasi. Zaman ini,
sistem insulasi digunakan pada banyak kasus. Salah satu penerapan sistem insulasi yang
dikenal ialah sistem insulasi perpipaan. Fluida yang dialirkan dalam pipa memiliki kondisi
Laporan POT Modul Konduksi 2015
2 | K e l o m p o k 8 j
yang perlu dipertahankan sehingga membutuhkan sistem insulasi yang baik. Contoh lain ialah
sistem insulasi pada oven dan kulkas.
Perpindahan kalor konduksi tak-tunak memiliki perbedaan dengan konduksi tunak
dimana pada konduksi tak-tunak terjadi perubahan pada energi internal.contoh dari konduksi
tak-tunak ialah proses pemanasan dan pendinginan makanan. Pada proses ini terjadi aliran
kalor yang tidak langsung setimbang secara termal.
1.2. Tujuan Percobaan
1. Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap k,
dengan menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi tunak dan tak tunak.
2. Menghitung koefisien kontak termal.
1.3. Prosedur Percobaan
1. Memeriksa jaringan air pendingin masuk dan keluar peralatan konduksi, periksa
apakah air pendingin mengalir ke dalam alat dengan membuka kran pengontrol.
2. Mengalirkan alir pendingin dengan laju sangat kecil.
3. Menghubungkan kabel ke sumber listrik.
4. Memasang milivoltmeter, set mV meter pada penunjuk mV, DC.
5. Meng-ON kan saklar utama dan unit 1/2 dan 3/4.
6. Mensetting heater unit 1/2 pada angka 500 dan unit 3/4 pada angka 500.
7. Mengamati suhu tiap node 1 s/d node 10 setiap kemudian mengulangi pengamatan
tiap node mulai dari node 10 s/d node 1 setiap 1 menit untuk unit 2 dan 3.
8. Menghentikan pengamatan apabila suhu node 10 telah tidak berubah suhunya pada 2
kali pengamatan.
Laporan POT Modul Konduksi 2015
3 | K e l o m p o k 8 j
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Konduksi
Perpindahan kalor konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor tanpa disertai
perpindahan partikel medium karena adanya perbedaan suhu. Hal ini disebabkan oleh
partikel-partikel pada bagian yang dipanaskan akan bergetar lebih cepat karena suhunya naik
dan berinteraksi dengan partikel lain di sebelahnya. Partikel dengan energi kinetik yang lebih
besar memberikan energinya kepada partikel disebelahnya melalui tumbukan. Perpindahan
kalor tersebut akan berlangsung terus hingga mencapai kondisi setimbang, yaitu kondisi
dimana tidak terdapat gradien temperatur pada sistem.
2.2 Hokum Fourier
Besar fluks kalor yang berpindah berbanding lurus dengan gradien temperatur
pada benda tersebut. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
x
T
A
q
Hukum Fourier merupakan hukum dari konduksi panas yang menyatakan
bahwa kecepatan perpindahan kalor melalui sebuah material sebanding dengan
gradien negatif suhu ke area sudut kanannya. Hukum tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut:
x
TkAq
Di mana:
q = energi panas atau laju perpindahan kalor konduksi (W)
A = luas cross section (m2)
k = konduktivitas material (Wm-1
K-1
) (konstanta proporsionalitas)
= gradien temperatur ke arah normal terhadap luas A
T = suhu (K)
x = jarak (m)
Laporan POT Modul Konduksi 2015
4 | K e l o m p o k 8 j
2.3 Konduktivitas Termal
Konduktivitas termal (k) merupakan suatu konstanta yang dipengaruhi oleh
suhu yang nilainya akan bertambah jika suhu meningkat. Selain memiliki
karakteristik yang dipengaruhi oleh suhu, nilai k juga merupakan suatu besaran yang
dapat mengidentifikasi sifat penghantar suatu benda. Bahan yang memiliki
konduktivitas termal yang besar biasanya dikategorikan sebagai penghantar panas
yang baik, dan sebaliknya. Umumnya, nilai k logam lebih besar daripada nonlogam,
dan k pada gas sangat kecil. Unit konduktivitas termal biasanya dinyatakan dalam
Watt/moC atau BTU/jam.ft.
oF. Nilai konduktivitas termal dapat diperoleh dari
persamaan umum konduksi, yaitu
T
x
tA
Qk
x
TAk
t
QH
.
...
dimana ΔT adalah perbedaan suhu dan x adalah ketebalan permukaan media
yang memisahkan dua suhu Bila perubahan konduktivitas termal (k) merupakan
fungsi liner terhadap perubahan suhu, maka hubungan tersebut dapat dituliskan
sebagai,
Tkk 10
Pada zat padat, energi kalor dihantarkan dengan cara getaran kisi bahan.
Selain itu, menurut hukum Wiedemann-Franz, konduktivitas termal zat padat
mengikuti konduktivitas elektrik, dimana pergerakan elektron bebas yang terdapat
pada kisi tidak hanya menghasilkan arus elektrik tapi juga energi panas. Hal ini adalah
salah satu penyebab tingginya nilai konduktivitas termal beberapa jenis zat padat,
terutama logam.
2.4 Jenis Konduksi
Konduksi dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu konduksi tunak dan konduksi
tak-tunak. Kedua hal tersebut akan dijelaskan secara mendetil pada sub-bab berikut:
2.4.1 Konduksi Tunak
Konduksi tunak (steady-state conduction) merupakan fenomena perpindahan kalor
secara konduksi ketika suhu yang dihantarkan tidak berubah atau distribusi suhu konstan
Laporan POT Modul Konduksi 2015
5 | K e l o m p o k 8 j
terhadap waktu (atau dT/dt = 0). Suhu pada keadaan tunak hanya merupakan fungsi
posisi dan akumulasi, sehingga kecepatan perpindahan kalor pada saat kapanpun akan
bernilai sama (kalor masuk sama dengan kalor keluar). Aplikasi dari konduksi tunak ini
ialah pada proses insulasi. Zaman ini, sistem insulasi digunakan pada banyak kasus.
Salah satu penerapan sistem insulasi yang dikenal ialah sistem insulasi perpipaan. Fluida
yang dialirkan dalam pipa memiliki kondisi yang perlu dipertahankan sehingga
membutuhkan sistem insulasi yang baik.
Konduksi Tunak Satu Dimensi
Pada konduksi tunak satu dimensi, perpindahan kalor hanya ditinjau dari satu
arah saja (misal arah x atau r). Hukum Fourier dijadikan sebuah persamaan dasar
untuk menghitung perpindahan kalor konduksi tunak satu dimensi:
Dengan q merupakan jumlah kalor yang dilepaskan/diterima (watt), k
merupakan konduktivitas termal dari benda (watt/moC), A merupakan luas penampang
benda (m2), dT/dx merupakan gradien temperatur yang terjadi (
oC/m). Nilai
konduktivitas termal untuk setiap benda berbeda. Nilai k juga dipengaruhi secara
linear oleh suhu.
( )
Dengan k0 adalah nilai konduktivitas termal awal (watt/moC),
adalahkoefisien temperatur untuk konduktivitas termal, dan T adalah suhu yang
diaplikasikan. Dengan menggabungkan dua persamaan diatas maka, dapat dicari
hubungan q denagn T untuk nilai k yang tidak konstan
[( )
(
)]
Laporan POT Modul Konduksi 2015
6 | K e l o m p o k 8 j
Gambar 1. Profil Suhu pada Perpindahan Kalor Konduksi Tunak Satu Dimensi
sumber: Holman, J.P. Heath Transfer: 10th
Edition. Hal. 53
Proses perpindahan kalor konduksi tunak juga dapat dituliskan untuk benda
silindris, yaitu sebagai berikut:
( )
( )
Konduksi Tunak Multidimensi
Pada konduksi tunak multidimensi, perpindahan kalor ditinjau dari 2 atau
lebih arah. Hukum Fourier tetap dijadikan sebuah persamaan dasar untuk menghitung
perpindahan kalor konduksi tunak multidimensi. Namun, hukum tersebut dituliskan
dalam bentuk gradien suhu pada arah yang ditinjau (misal pada arah x, nilai gradien
suhunya adalah dT/dx). Pada kondisi ini, akan terdapat lebih dari satu persamaan yang
harus dikerjakan secara simultan. Untuk menyelesaikan persamaan-persamaan
tersebut, dapat digunakan berbagai metode, yaitu metode analitis, metode grafis, dan
metode numeris.
2.4.2 Konduksi Tak-Tunak
Konduksi tak-tunak (unsteady-state conduction) merupakan fenomena perpindahan
kalor secara konduksi ketika suhu yang dihantarkan berubah atau distribusi suhu tidak
konstan terhadap waktu (atau dT/dt tidak sama dengan 0). Besarnya aliran panas
dipengaruhi oleh faktor waktu pada sistem konduksi tak-tunak. Faktor waktu merupakan
perpindahan panas yang terjadi tidak akan sama pada setiap selang waktu yang berbeda
Laporan POT Modul Konduksi 2015
7 | K e l o m p o k 8 j
pada setiap posisi yang berbeda karena perbedaan atau gradien suhu yang terjadi tidak
sama pada setiap selang waktunya. Konduksi tak-tunak terjadi sebelum konduksi tunak
sebagai peristiwa peralihan menuju keadaan setimbang. Aplikasi dari konduksi tak-tunak
ialah proses pemanasan dan pendinginan makanan. Pada proses ini terjadi aliran kalor
yang tidak langsung setimbang secara termal. Aplikasi dari hukum fourier ini membahas
aliran kapasitas kalor tergabung, aliran kalor transien pada benda semi-infinite, batasan-
batasan konveksi, dan angka biot, angka fourier, serta bagan heisler
Pada konduksi tak-tunak, dikenal persamaan berikut:
Persamaan ini merupakan persamaan yang dijadikan sebagai landasan untuk
menyelesaikan permasalahan konduksi tak-tunak disamping dengan menggunakan
Hukum Fourier. Dengan menganggap analisis dapat dilakukan dengan analisis sistem
kapasitas kalor tergabung (lumped heat capacity system), fluks kalor tetap, dan benda
merupakan benda semi-takhingga, maka sistem tersebut dapat disederhanakan untuk
mencari hubungan suhu T pada waktu , yaitu:
( ) √ ⁄
(
)
(
√ )
Persamaan diatas dapat dikerjakan dengan lebih sederhana melalui bantuan Bagan
Heissler.
Konduksi tak-tunak juga dapat terjadi pada kondisi multidimensi. Untuk mengerjakan
permasalahan ini, dapat digunakan metode seperti pada kondisi tunak multidimensi,
yaitu metode analitis, metode grafis, dan metode numeris.
Laporan POT Modul Konduksi 2015
8 | K e l o m p o k 8 j
2.5 Tahanan Kontak Termal
Tahanan kontak termal terjadi ketika dua benda padat dihubungkan satu sama lain.
Kontur benda yang tidak berbentuk sempurna mengakibatkan terdapat ruang yang terisi udara
pada bidang kontak. Ruang udara ini menyebabkan profil suhu menurun secara tiba-tiba pada
bidang kontak. Hal ini dapat dijelaskan melalui gambar berikut.
Gambar 2. (a) Kedua Benda yang dijadikan satu akan memiliki (b) profil suhu
demikian
sumber: Holman, J.P. Heath Transfer: 10th
Edition. Hal. 53
Pada kondisi ini, nilai kalor yang diterima/dilepaskan adalah sebagai berikut:
Dengan 1/hc merupakan koefisien kontak termal dan hc merupakan koefisien kontak.
Laporan POT Modul Konduksi 2015
9 | K e l o m p o k 8 j
BAB III
DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Pengamatan
A. Unit 2
Tabel 3.1 Data Pengamatan Unit 2
No Node Volume air
keluar (ml)
Waktu
(s)
Tkeluar air
(oC)
T node
(mV)
Tmasuk air
(oC)
1 1 375 60 31,3 5,1 31
2 2 385 60 31,3 3,045
3 3 370 60 31,3 1,3
4 4 390 60 31,4 1,192
5 5 393 60 31,4 1,07
6 6 391 60 31,4 0,955
7 7 399 60 31,4 0,7
8 8 404 60 31,6 0,58
9 9 390 60 31,6 0,464
10 10 393 60 31,7 0,34
11 1 393 60 31,6 8,283
12 2 394 60 31,5 5
13 3 397 60 31,7 2,383
14 4 395 60 31,7 2,026
15 5 399 60 31,5 1,69
16 6 396 60 31,6 1,405
17 7 395 60 31,3 0,958
18 8 395 60 31,5 0,735
19 9 395 60 31,6 0,535
20 10 396 60 31,6 0,35
Laporan POT Modul Konduksi 2015
10 | K e l o m p o k 8 j
B. Unit 3
Tabel 3.2 Data Pengamatan Unit 3
No Node Volume
(ml)
Waktu
(s)
Tkeluar air
(oC)
T node
(mV)
Tmasuk air
(oC)
1 1 255 60 37,2 3,416 31
2 2 250 60 37 3,016
3 3 252 60 37,1 2,647
4 4 255 60 36,9 2,355
5 5 265 60 36,5 2,041
6 6 270 60 36,5 1,825
7 7 255 60 36,7 1,557
8 8 255 60 36,9 1,331
9 9 252 60 36,9 1,146
10 10 254 60 36,9 0,972
Laporan POT Modul Konduksi 2015
11 | K e l o m p o k 8 j
3.2 Pengolahan Data
A. Unit 2
Pada pengolahan data ini digunakan metode pendekatan linear dengan basis 1 sekon
1. Mengubah Tnode dalam satuan mV menjadi satuan oC dengan menggunakan persamaan:
T(oC) = [ 24,82 x T(mV) ] + 29,74
Selain itu juga menghitung Tavg node dan Tavg air keluar untuk setiap node, sehingga diperoleh
hasil berikut:
Tabel 3.3 Menghitung Tnode dalam Satuan (oC), Tavg node, dan Tavg air keluar
Node T1 node (oC) T2 node (
oC)
T avg node
(oC)
T1 keluar air
(oC)
T2 keluar air (oC)
T avg air keluar
(oC)
1 156,322 235,32406 195,82303 31,3 31,6 31,45
2 105,3169 154,11302 129,71496 31,3 31,5 31,4
3 62,006 88,88606 75,44603 31,3 31,7 31,5
4 59,32544 80,02532 69,67538 31,4 31,7 31,55
5 56,2974 71,6858 63,9916 31,4 31,5 31,45
6 53,4431 64,6121 59,0276 31,4 31,6 31,5
7 47,114 53,51756 50,31578 31,4 31,3 31,35
8 44,1356 47,9827 46,05915 31,6 31,5 31,55
9 41,25648 43,0187 42,13759 31,6 31,6 31,6
10 38,1788 38,427 38,3029 31,7 31,6 31,65
Rata-rata Tavg
keluar air (oC)
31,5
Laporan POT Modul Konduksi 2015
12 | K e l o m p o k 8 j
2. Menghitung nilai k untuk masing-masing bahan penyusun node dengan menggunakan asas
Black yaitu kalor yang diterima sama dengan kalor yang dilepaskan (keluar), secara
matematis ditunjukkan oleh persamaan berikut:
mair • Cpair • ( Tair masuk – Tair keluar) = - k • A •
k = ( )
dimana
Tabel 3.4 Menghitung Laju Alir Massa (Q)
No Volume
air (ml)
Volume
air (m3)
Massa
air (kg) t (s) Q (kg/s)
Q avg
(kg/s)
1 375 0,000375 0,375 60 0,00625
0,006538
2 385 0,000385 0,385 60 0,006417
3 370 0,00037 0,37 60 0,006167
4 390 0,00039 0,39 60 0,0065
5 393 0,000393 0,393 60 0,00655
6 391 0,000391 0,391 60 0,006517
7 399 0,000399 0,399 60 0,00665
8 404 0,000404 0,404 60 0,006733
9 390 0,00039 0,39 60 0,0065
10 393 0,000393 0,393 60 0,00655
11 393 0,000393 0,393 60 0,00655
12 394 0,000394 0,394 60 0,006567
13 397 0,000397 0,397 60 0,006617
14 395 0,000395 0,395 60 0,006583
15 399 0,000399 0,399 60 0,00665
16 396 0,000396 0,396 60 0,0066
17 395 0,000395 0,395 60 0,006583
18 395 0,000395 0,395 60 0,006583
19 395 0,000395 0,395 60 0,006583
20 396 0,000396 0,396 60 0,0066
mair = Laju alir massa (0,006538 kg/s)
Cp air = konstanta perpindahan panas (4200 J/(kg oC))
Tair masuk – Tair keluar = perbedaan temperatur air di tiap node
Laporan POT Modul Konduksi 2015
13 | K e l o m p o k 8 j
A = luas permukaan logam (7,9 x 10-4
m2)
dTavg = beda shu logam pada tiap node
dx = jarak antar node
Nilai k untuk masing-masing node dapat dihitung dengan menggunakan:
kavg baja = k node 1-2
kavg alumunium = rata-rata dari k node 3-4, k node 4-5, k node 5-6
kavg magnesium = rata-rata dari k node 7-8, k node 8-9, k node 9-10
maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 3.5 Menghitung Nilai k dari Setiap Logam
A (m2)
Cp
(J/(kgoC)
Node dx
(m) dTavg k
0,00079 4200 1- 2 0,025 66,10807 6,571877 6,5718 k baja
2-3
0,03 54,26893 9,606693
m
(kg/s) Tkeluar avg air - Tmasuk air (
oC) 3-4
0,027 5,77065 81,30981
125,47 k
alumunium 0,0065375 0,5
4-5 0,045 5,68378 137,5876
5- 6
0,045 4,964 157,5378
6- 7
0,045 8,71182 89,7651
7-8
0,035 4,25663 142,8914
155,49 k
magnesium 8-9
0,027 3,92156 119,6489
9-10
0,045 3,83469 203,9324
Laporan POT Modul Konduksi 2015
14 | K e l o m p o k 8 j
3. Menghitung persentase kesalahan relatif (%KR) dengan persamaan sebagai berikut
%KR = |
| x 100%
Tabel 3.6 Menghitung Kesalahan Relatif dalam Persen (%KR)
k lit baja 73 k lit
Alumunium 202
k lit
Magnesium 158,24
k
perhitungan
Baja
6,57187713 k perhitungan
Alumunium 125,478372
k
perhitungan
Magnesium
155,4908927
KR (%) 90,9974285 KR (%) 37,88199376 KR (%) 1,737302385
4. Menghitung nilai qair, qbahan, dan qloss dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
qair = mair x Cpair x ΔT = mair x Cpair x (Tout avg air - T masuk air)
q logam =
qloss = qlogam - qair
Tabel 3.7 Menghitung qloss
Node q air q logam q loss
1 ke 2 13,72875 152,4981 138,7693
3 ke 6 13,72875 22,39362 8,664866
7 ke 10 13,72875 14,03482 0,306066
Laporan POT Modul Konduksi 2015
15 | K e l o m p o k 8 j
5. Menghitung nilai hc
Dengan asumsi bahwa fluida yang terperangkap di dalam ruang kosong adalah udara,
maka harga kf sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai kA dan kB, sehinggan nilai kf
dapat diabaikan.
Persamaan yang digunakan:
(
)
menjadi
(
)
dengan nilai
Lg = tebal ruang kosong antara logam A dan logam B (5 x 10-6
m)
kf = konduktivitas fluida dalam ruang kosong (udara)
A = luas penampang total batang
Ac = luas penampang batang yang kontak (Ac = 0,5 A)
Av = luas penampang batang yang tidak kontak
Dengan kesalahan relatif yang dapat dihitung dengan persamaan:
%KR = |
| x 100%
Laporan POT Modul Konduksi 2015
16 | K e l o m p o k 8 j
Didapatkan hasil sebagai berikut
Tabel 3.8 Menghitung hc Setiap Logam dan Kesalahan Relatif dalam Persen (%KR)
Baja -Alumunium
hc lit
Alumunium - Magnesium
hc lit
10724363,64 17746214
hc hitungan hc hitungan
1248961,588 13888170
% kesalahan 88,35397949 % kesalahan 21,7401
6. Menghitung nilai k0 dan β dengan membuat grafik k vs Tavg node.
Data yang digunakam adalah data dari aluminium dan magnesium berdasarkan rumus:
k = k0 (1 + βT)
k = k0 + k0 βT
y = c + m x
diperoleh grafik sebagai berikut:
Grafik 3.1 dTavg node Vs k pada Unit 2
y = -68.636x + 501.11 R² = 0.591
y = -84.906x + 495.48 R² = 0.1889
0
50
100
150
200
250
0 2 4 6 8
k
Tavg node
Grafik dTavg node Vs k Unit 2
Alumunium
Magnesium
Linear (Alumunium)
Linear (Magnesium)
Laporan POT Modul Konduksi 2015
17 | K e l o m p o k 8 j
Alumunium
k0 = 501,11
beta = -0,136967931
Magnesium
k0 = 495,48
beta = -0,171361104
Laporan POT Modul Konduksi 2015
18 | K e l o m p o k 8 j
B. UNIT 3
1. Mengubah Tnode dalam satuan mV menjadi satuan oC dengan menggunakan persamaan:
T(oC) = [ 24,82 x T(mV) ] + 29,74
Selain itu juga menghitung Tnode dan Tair keluar untuk setiap node, sehingga diperoleh hasil
berikut:
Tabel 3.9 Menghitung Tnode dalam Satuan (oC)
Node Tnode
(oC)
Tair keluar
(oC)
1 114,5251 37,2
2 104,5971 37
3 95,43854 37,1
4 88,1911 36,9
5 80,39762 36,5
6 75,0365 36,5
7 68,38474 36,7
8 62,77542 36,9
9 58,18372 36,9
10 53,86504 36,9
Rata-rata Tair keluar 36,86
Laporan POT Modul Konduksi 2015
19 | K e l o m p o k 8 j
2. Menghitung nilai k untuk masing-masing bahan penyusun node dengan menggunakan asas
Black yaitu kalor yang diterima sama dengan kalor yang dilepaskan (keluar), secara
matematis ditunjukkan oleh persamaan berikut:
mair • Cpair • ( Tair masuk – Tair keluar) = - k • A •
k = ( )
dimana:
Tabel 3.10 Menghitung Laju Alir Massa (Q)
No Vol air
(ml)
Vol air
(m3)
Massa
Air
(kg)
t (s) Q
(kg/s) Q avg (kg/s)
1 255 0,000255 0,255 60 0,00425
0,00427167
2 250 0,00025 0,25 60 0,00417
3 252 0,000252 0,252 60 0,0042
4 255 0,000255 0,255 60 0,00425
5 265 0,000265 0,265 60 0,00442
6 270 0,00027 0,27 60 0,0045
7 255 0,000255 0,255 60 0,00425
8 255 0,000255 0,255 60 0,00425
9 252 0,000252 0,252 60 0,0042
10 254 0,000254 0,254 60 0,00423
mair = Laju alir massa (0,00427167 kg/s)
Cp air = konstanta perpindahan panas (4200 J/(kg oC))
Tair masuk – Tair keluar = perbedaan temperatur air di tiap node
A = luas permukaan logam
Laporan POT Modul Konduksi 2015
20 | K e l o m p o k 8 j
dT = beda suhu logam pada tiap node
dx = jarak antar node (0,025m)
Karena luas yang berubah-ubah maka perlu dicari luas nya dengan membagi menjadi
beberapa bagian:
( )
( )
𝜃
𝑚
𝑚
𝑚
0,275
m
Laporan POT Modul Konduksi 2015
21 | K e l o m p o k 8 j
Didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 3.11 Menghitung Luas Permukaan Logam antar Node
Node A (m2)
1 - 2 0,00157137
2 - 3 0,00141639
3 - 4 0,00126946
4 - 5 0,00113056
5 - 6 0,00099971
6 - 7 0,00087691
7 - 8 0,00076215
8 - 9 0,00065544
9 - 10 0,00055677
Sehingga didapatkan nilai k antar node sebagai berikut,
Tabel 3.12 Menghitung Nilai k antar Node dan kavg
Node A (m2) dTnode (
oC) k
1 - 2 0,00157137 9,928 168,477801
2 - 3 0,00141639 9,15858 202,61538
3 - 4 0,00126946 7,24744 285,681546
4 - 5 0,00113056 7,79348 298,303396
5 - 6 0,00099971 5,36112 490,402522
6 - 7 0,00087691 6,65176 450,600903
7 - 8 0,00076215 5,60932 614,797579
8 - 9 0,00065544 4,5917 873,330851
9 - 10 0,00055677 4,31868 1093,09539
Sehingga didapatkan nilai kavg untuk logam untuk unit 3 (tembaga) adalah 497,478374
3. Menghitung persentase kesalahan relatif (%KR) dengan persamaan sebagai berikut
%KR = |
| x 100%
Laporan POT Modul Konduksi 2015
22 | K e l o m p o k 8 j
k literatur tembaga = 385
Tabel 3.13 Menghitung Kesalahan Relatif dalam Persen (%)
k literatur tembaga 385
k perhitungan tembaga 497,478374
% KR 29,2151622
4. Menghitung nilai k0 dan β dengan membuat grafik k vs dTnode.
Data yang digunakam adalah data dari aluminium dan magnesium berdasarkan rumus:
k = k0 (1 + βT)
k = k0 + k0 βT
y = c + m x
Grafik 3.2 dTavg node Vs k pada Unit 3
Tembaga
k0 = 1463,1
β = -0,09791539
y = -143.26x + 1463.1 R² = 0.8048
0
200
400
600
800
1000
1200
0 5 10 15
k
Axis Title
Grafik dTnode Vs k Unit 3
Tembaga
Linear (Tembaga)
Laporan POT Modul Konduksi 2015
23 | K e l o m p o k 8 j
BAB IV
ANALISIS
3.1 Analisis Percobaan
Percobaan yang dilakukan adalah konduksi, dengan tujuan percobaan adalah menghitung
koefisiesn perpindahan panas logam, mengetahui pengaruh temperatur terhadap koefisien
perpindahan panas tersebut, serta menghitung koefisien kontak. Di dalam laboratorium, alat
konduksi yang tersedia adalah unit 1, 2, 3 dan 4 serta pipa-pipa untuk mengalirnya air ke dalam
dan keluar tiap-tiap unit. Unit konduksi yang ada dilengkapi juga dengan temokopel yang
terpasang di setiap node di unit-unit tersebut. Termokopel ini digunakan untuk mengukur suhu di
tiap node. Setiap unit memiliki 10 node. Setiap unit dalam peralatan konduksi terhubung dengan
milivoltmeter. Milivoltmeter ini yang akan menunjukkan suhu di setiap node dengan satuan volt,
karena milivoltmeter tersambungkan dengan termokopel yang berada di masing-masing node
tiap unitnya. Selain itu, peralatan konduksi yang digunakan dilengkapi dengan dua tombol
pengatur, tombol pengatur pertama merupakan pengatur untuk pemilihan unit konduksi
sedangkan tombol pengatur kedua adalah pengatur untuk pemilihan node.
Percobaan yang dilakukan praktikan menggunakan unit konduksi 2 dan 3. Unit 2 merupakan
unit konduksi yang berbentuk pipa panjang horizontal yang dipasangkan ke suatu heater,
sedangkan unit 3 merupakan unit konduksi berbentuk batang silinder vertikel yang juga
dipasangkan ke suatu heater.
Gambar 3. Skema Unit 2
Laporan POT Modul Konduksi 2015
24 | K e l o m p o k 8 j
Gambar 4. Skema Unit 2
Peralatan konduksi yang digunakan mengalami sedikit kerusakan. Terdapat ketidaksesuaian
kondisi pada tombol pengatur. Pengaturan harus dilakukan pada satu titik sebelum titik yang
diinginka pada setiap tombol pengatur, baik pengatur unit ataupun pengatur node. Sebagai
contoh, apabila kita ingin mengukur pada unit 2, maka tombol pengatur diarahkan pada angka 1.
Pengerjaan percobaan pertama kali dilakukan pada unit 2 dengan mengarahkan tombol
pengatur unit ke angka 1. Setelah itu, mengatur node yang akan dihitung, yaitu dimulai dari node
1 dengan cara mengarahkan tombol pengatur node ke titik 0. Dalam mengatur node ini dicek
pula nilai yang muncul pada milivoltmeter, apabila nilai yang muncul terlalu besar atau sekitar
puluhan (lebih dari 10 mV) maka tombol pengatur harus di set ulang hingga mendapatkan nilai
dibawah 10 mV. Suhu di setiap node-nya akan tertera di layar milivoltmeter, namun nilai yang
muncul pada milivoltmeter ini tidak stabil. Terutama pada 2 angka dibelakang komanya, akan
mengalami fluktuasi sehingga dalam pengambilan datanya praktikan menyesuaikan dengan
waktu perhitungan laju alir dan suhu keluar, yaitu setelah 1 menit tombol pengatur node
disesuaikan dan mengambil angka yang paling sering muncul pada layar milivoltmeter.
Selain itu, praktikan juga menghitung laju alir dan suhu keluar dari alat konduksi. Laju alir
dihitung dengan cara mengukur volume air yang keluar dari pipa sambungan unit menggunnakan
gelas ukur, perhitungan ini dilakukan setelah 1 menit pengaturan node dengan jangka waktu
pengambilan air adalah 30 detik, yang kemudian suhu dan volume dari air tersebut diukur.
Laporan POT Modul Konduksi 2015
25 | K e l o m p o k 8 j
Perhitungan suhu node, laju alir dan suhu air keluar dilakukan untuk setiap nodenya yaitu hingga
node ke 10 dengan langkah yang sama dan dilakukan untuk unit 3.
Heater atau alat pemanas terhubung dengan batang baja karbon. Hal ini mengakibatkan suhu
pangkal batang baja karbon lebih tinggi dibandingkan dengan bagian logam lainnya. Adanya
kalor ini menyebabkan molekul-molekul yang ada di dalam logam bergerak lebih cepat
sehinngga terjadinya tumbukan-tumbukan anatar molekul. Saat molekul bertumbukan terjadi
proses transfer energi sehingga lajunya meningkat.
Unit 2 tersusun dari gabungan 3 logam yaitu logam baja, alumunium, dan magnesium.
Masing-masing logam tersebut memiliki nilai konduktivitas yang berbeda-beda, karena nilai
konduktivitas termal (k) dipengaruhi oleh jenis bahan dan suhu kondisi bahan tersebut. Besarnya
nilai konduktivitas menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan kalor.
Semakin besar nilai konduktivitasnya maka semkin mudah bahan tersebut untuk menghantarkan
suhunya. Suatu logam suhunya akan berkurang seiring dengan bertambahnya jarak titik tersebut
dari sumber kalor.
Perbedaan nilai konduktivitas tersebut menyebabkan adanya tahanan kontak ketika ketiga
logam dialirkan sejumlah panas hingga terjadi perpindahan kalor antar logam. Tahanan kontak
ini muncul akibat adanya perbedaan susunan partikel masing-masing logam yang apabila
disambungkan masih menyisakan celah kecil antar logam tersebut. Celah tersebut akan terisi
oleh udara yang memiliki konduktivitas yang sangat kecil apabila dibandingkan dengan nilai
konduktivitas logam.
Data yang didapatkan dari percobaan ini adalah laju alir keluar yang dihitung dari volume air
yang tertampung di dalam gelas ukur dalam jangka waktu 30 detik. Selain laju alir keluar, diukur
pula suhu air keluar dari unit konduksi menggunakan thermometer digital dan melihat suhu yang
tercantum pada termokopel yang ada di dalam unit. Karena satuan suhu pada termokopel masih
dalam satuan millivolt, maka suhu termokopel perlu diubah ke satuan suhu yang umum
digunakan.
Unit 3 merupakan unit konduksi yang hanya terdiri dari logam tembaga, namun posisi node-
nya diletakkan secara vertikal dan semakin ke atas semakin besar. Tujuan dari pengamatan ini
Laporan POT Modul Konduksi 2015
26 | K e l o m p o k 8 j
adalah untuk mengetahui pengaruh luas permukaan terhadap kemampuan logam untuk
menghantarkan panas secara konduksi.
Laporan POT Modul Konduksi 2015
27 | K e l o m p o k 8 j
3.2 Analisis Data dan Hasil Perhitungan
3.2.1 Unit 2
A. Menghitung nilai k untuk unit 2
Percobaan ini dilakukan untuk menghitung nilai k atau koefisien perpindahan panas
konduksi untuk logam-logam yang berbeda berdasarkan hasil percobaan. Logam yang ada pada
unit 2 ini adalah stainless steel, magnesium, dan aluminium. Pengolahan data untuk mendapat
nilai k dilakukan dengan menggunakan data hasil suhu pada setiap node pada unit 2 dan
menganggap adanya asas black yang terjadi, dimana kalor lepas sama dengan kalor terima. Kalor
lepas adalah kalor yang dihantarkan logam, sedangkan kalor terima adalah kalor yang diterima
oleh air untuk merubah suhunya.
Maka, nilai k dapat diketahui dengan persamaan:
Dengan mengganggap bahwa nilai kalor jenis air tidak berubah sepanjang proses
konduksi, selain itu, massa air juga dalam jumlah tetap sepanjang percobaan. Selanjutnya, pada
unit 2, batang logam yang digunakan untuk konduksi memiliki luas penampang yang sama
sehingga nilai luas tersebut bernilai konstan. Pada unit 2 ini, dapat dihitung tiga nilai k dimana
antara node 1 dan 2 adalah untuk k stainless steel, node 3-6 untuk k aluminium dan node 7-10
adalah untuk k magnesium.
Berdasarkan hasil pengolahan data dari percobaan, didapatkan nilai konduktivitas termal
sebagai berikut:
Stainless steel k = 6,5718 dengan KR = 90,99 %
Aluminium k = 125,478 dengan KR = 37,88 %
Magnesium k = 155,49 dengan KR = 1,73 %
Laporan POT Modul Konduksi 2015
28 | K e l o m p o k 8 j
Seperti yang diketahui, semakin besar nilai konduktivitas termal, maka semakin
besar kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan panas. Adanya kesalahan relatif
pada perhitungan menunjukkan ketidakakuratan pada data. Berdasarkan literatur,
seharusnya nilai konduktivitas termal yang paling besar dimiliki oleh aluminium. Tetapi
pada percobaan, konduktivitas termal yang paling besar ialah magnesium. Kesalahan ini
akan dibahas kemudian pada analisis kesalahan.
B. Menghitung nilai hc untuk Unit 2
Selain nilai k dan β, dilakukan pula pengolahan data untuk nilai koefisien kontak
termal, nilai ini dapat dihitung berdasarkan persamaan yang tertera pada modul, yaitu:
(
)
Nilai kf tersebut biasanya sangat kecil dibandingkan ka dan kb karena fluida yang
terperangkap dalam ruang kosong ini sangatlah kecil, bahkan dianggap tidak ada
sehingga nilai tersebut dianggap nol, sehingga persamaannya menjadi:
(
)
Nilai Lg dan Ac/A sudah diberikan asumsinya pada modul sehingga praktikan
bisa langsung menggunakannya.
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan:
Koefisien kontak antara SS dan Al hc = 1248961,588 dengan error
88,35397949 %
Koefisien kontak antara Al dan Mg hc = 13888170 dengan error
21,7401 %
Hal tersebut sesuai dengan dasar teori bahwa nilai koefisien kontak termal antara
alumunium dan magnesium lebih besar dari stalinless steel dan alumunium. Nilai
Laporan POT Modul Konduksi 2015
29 | K e l o m p o k 8 j
kesalahan relatif yang lumayan besar menandakan adanya ketidakakuratan data
percobaan.
C. Menghitung nilai β untuk Unit 2
Berdasarkan hasil perhitungan kita dapat menentukan nilai k serta suhu pada
setiap node. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilakukan plot grafik untuk nilai k dan
suhu. Namun, untuk stainless steel tidak dapat diketahui sehubungan nilai data k dan
suhu yang dimiliki hanyalah satu. Berdasarkan hasil pengolahan data dan grafik 3.1
terlihat bahwa kedua grafik baik aluminium maupun magnesium memiliki kelinieran
yang cukup baik. Namun, nilai β yang didapat untuk aluminium maupun magnesium
memiliki nilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa nilai k pada suhu tertentu lebih kecil
daripada k temperatur standar. Selain itu hal ini juga menandakan adanya penyusutan
luas penampang logam.
Dari literatur yang terdapat pada buku perpindahan kalor, untuk alumunium, nilai
konduktivitas termal untuk suhu dari 0oC ke 100
oC mengalami kenaikan, namun akan
mengalami penurunan setelah lebih besar dari 100oC. Dari grafik yang didapat
memperlihatkan penurunan k seiring pertambahan suhu, hal ini tidak sesuai dengan
literatur dan akan dianalisis kesalahannya pada analisis kesalahan. Sementara itu, untuk
magnesium, nilai konduktivitas termal untuk suhu dari 0oC ke 100
oC dan lebih
mengalami penurunan seiring menurunnya suhu. Grafik yang didapat dari percobaan
memperlihatkan menurunnnya nilai k seiring bertambahnya suhu, hal ini sesuai dengan
literatur walaupun angkanya masih jauh dari literatur.
Dalam pengolahan data juga dicari nilai kalor yang hilang dari bahan ke air. Dari
perhitungan didapatkan nilai kalor yang hilang untuk ketiga bahan (SS, Al dan Mg)
bernilai negatif yang berarti bahwa tidak ada kalor yang hilang dari bahan ke air, tetapi
kalor yang hilang dari air ke bahan.
Laporan POT Modul Konduksi 2015
30 | K e l o m p o k 8 j
3.2.2 Unit 3
A. Menghitung nilai k untuk unit 3
Pada unit 3, perhitungan yang dilakukan sama dengan unit 2. Namun, unit tiga hanya
memiliki satu logam sehingga tidak terdapat perhitungan untuk berbeda jenis logam. Selain
itu, perbedaan dasar antara unit 2 dan unit 3 terletak pada perbedaan luas penampang pada
unit tiga sehingga pada bagian perhitungan digunakan nilai luas (A) yang berbeda-beda pada
setiap node. Nilai luas ini berubah bergantung pada posisi node. Node yang paling atas
memiliki luas yang lebih besar. Selain itu posisi pemanas terletak pada bagian bawah
sehingga memang lebih dekat dengan node 1. Pada unit tiga ini juga jarak setiap node sama
sehingga kita dapat meilihat profil perpindahan panas konduksi ini yang hanya dipengaruhi
oleh nilai suhu dan luas penampang yang berbeda. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan
nilai konduktivitas termal bahan tembaga rata-rata sebesar 497,478374 dengan error
29,215%.
B. Menghitung nilai β untuk Unit 3
Berdasarkan hasil perhitungan kita dapat menentukan nilai k serta suhu pada setiap node.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilakukan plot grafik untuk nilai k dan suhu. Dari grafik 3.2,
didapatkan persamaan garis dengan nilai slope yang negatif yang membuat nilai β juga
negatif. Melalui grafik ini terlihat bahwa untuk tembaga, nilai konduktivitas termalnya terus
meningkat seiring penurunan suhu di node. Adapun nilai β dari tembaga sebesar -0,097915.
Hasil pada grafik ini sesuai pada literatur untuk tembaga, yaitu nilai konduktivitas termalnya
dari suhu 0oC ke 100
oC dan lebih terus menurun seiring bertambahnya suhu.
3.3 Analisis Kesalahan
Dalam praktikum ini mungkin terdapat beberapa kesalahan yang mengakibatkan kurang
akuratnya hasil dari perhitungan yang didapat pada unit 2 dan unit 3, yaitu:
1. Ketika mengambil data, belum tercapai kondisi yang steady, yang dapat dilihat dari
ketidak-konsistenan termokopel dalam menampilkan data suhu, sehingga data kurang
akurat.
Laporan POT Modul Konduksi 2015
31 | K e l o m p o k 8 j
2. Suhu yang digunakan pada percobaan kurang tinggi, sehingga sulit melihat perubahan
yang terjadi dengan menggunakan termometer, sehingga bisa saja beberapa data tidak
tepat.
3. Pada percobaan ini, diasumsikan sistem tertutup sempurna, sehingga tidak
diperhitungkan adanya heat loss yang terjadi selama percobaan, dimana dalam
keadaan sebenarnya terdapat heat loss. Dengan tidak memperhitungkan heat loss,
hasil perhitungan pun menjadi tidak akurat. Namun ketika dicoba menambahkan heat
loss dalam perhitungan, ternyata hasil yang didapatkan menjadi lebih sempurna.
4. Adanya kemungkinan kesalahan pada alat termokopel yang digunakan, sehingga data
yang diperoleh kurang akurat.
Laporan POT Modul Konduksi 2015
32 | K e l o m p o k 8 j
DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Praktikum Proses Operasi Teknik I, Teknik Kimia Universitas Indonesia
Holman, J.P. 1997. Perpindahan Kalor (Heat Transfer) terjemahan Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.