laporan percobaan i 2 hasil sensor

17
Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014 LAPORAN PERCOBAAN IA KARAKTERISTIK SENSOR CAHAYA (LDR) DAN SENSOR SUHU (THERMISTOR) Kegiatan 1. Sensor cahaya A. Tujuan Mengetahui hubungan berbagai intensitas cahaya terhadap resistansinya B. Dasar Teori LDR (Light Dependent Resistor) adalah komponen elektronika yang pada dasarnya mempunyai sifat yang sama dengan resistor, hanya saja nilai resistansi dari LDR berubah-ubah sesuai dengan tingkat intensitas cahaya yang diterimanya. LDR merupakan sensor yang bekerja apabila terkena cahaya. LDR memiliki hambatan yang sangat tinggi jika tidak terkena cahaya dan memiliki hambatan yang sangat kecil jika terkena cahaya. Nilai resistansi LDR akan berubah-ubah sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima. Jika LDR tidak terkena cahaya nilai maka nilai tahanan akan menjadi besar (sekitar 10MΩ) dan jika terkena cahaya nilai tahanan akan menjadi kecil (sekitar 1kΩ). Gambar 1. LDR dan Karakteristik LDR Karakteristik LDR terdiri dari dua macam yaitu Laju Recovery dan Respon Spektral. 1. Laju Recovery

Upload: dhian-getoh

Post on 19-Dec-2015

288 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

srdxfcgvhbjnkm

TRANSCRIPT

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

LAPORAN PERCOBAAN IAKARAKTERISTIK SENSOR CAHAYA (LDR)

DAN SENSOR SUHU (THERMISTOR)

Kegiatan 1. Sensor cahaya

A. Tujuan

Mengetahui hubungan berbagai intensitas cahaya terhadap resistansinya

B. Dasar Teori

LDR (Light Dependent Resistor) adalah komponen elektronika yang pada dasarnya mempunyai

sifat yang sama dengan resistor, hanya saja nilai resistansi dari LDR berubah-ubah sesuai dengan

tingkat intensitas cahaya yang diterimanya. LDR merupakan sensor yang bekerja apabila terkena

cahaya. LDR memiliki hambatan yang sangat tinggi jika tidak terkena cahaya dan memiliki

hambatan yang sangat kecil jika terkena cahaya. Nilai resistansi LDR akan berubah-ubah sesuai

dengan intensitas cahaya yang diterima. Jika LDR tidak terkena cahaya nilai maka nilai tahanan akan

menjadi besar (sekitar 10MΩ) dan jika terkena cahaya nilai tahanan akan menjadi kecil (sekitar

1kΩ).

Gambar 1. LDR dan Karakteristik LDR

Karakteristik LDR terdiri dari dua macam yaitu Laju Recovery dan Respon Spektral. 1. Laju Recovery

Bila sebuah LDR dibawa dari suatu ruangan dengan level kekuatan cahaya tertentu ke dalam

suatu ruangan yang gelap, maka bisa kita amati bahwa nilai resistansi dari LDR tidak akan

segera berubah resistansinya pada keadaan ruangan gelap tersebut. Namun LDR tersebut

hanya akan bisa mencapai harga di kegelapan setelah mengalami selang waktu tertentu. Laju

recovery merupakan suatu ukuran praktis dan suatu kenaikan nilai resistansi dalam waktu

tertentu. Harga ini ditulis dalam K/detik, untuk LDR tipe arus harganya lebih besar dari

200K/detik(selama 20 menit pertama mulai dari level cahaya 100 lux), kecepatan tersebut

akan lebih tinggi pada arah sebaliknya, yaitu pindah dari tempat gelap ke tempat terang yang

memerlukan waktu kurang dari 10 ms untuk mencapai resistansi yang sesuai dengan level

cahaya 400 lux.

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

2. Respon Spektral

LDR tidak mempunyai sensitivitas yang sama untuk setiap panjang gelombang cahaya yang

jatuh padanya (yaitu warna). Bahan yang biasa digunakan sebagai penghantar arus listrik

yaitu tembaga, aluminium, baja, emas dan perak. Dari kelima bahan tersebut tembaga

merupakan penghantar yang paling banyak, digunakan karena mempunyai daya hantar yang

baik.

Resistansi LDR akan berubah seiring dengan perubahan intensitas cahaya yang mengenainya atau

yang ada disekitarnya. Dalam keadaan gelap resistansi LDR sekitar 10MΩ dan dalam keadaan terang

sebesar 1KΩ atau kurang. LDR terbuat dari bahan semikonduktor seperti kadmium sulfida. Dengan

bahan ini energi dari cahaya yang jatuh menyebabkan lebih banyak muatan yang dilepas atau arus

listrik meningkat. Artinya resistansi bahan telah mengalami penurunan.

C. Alat dan Bahan

1. Light Dependence Resistor (LDR)

2. Sumber Daya (Bohlam Lampu)

3. Kabel

4. Multimeter

5. Lampu

6. Penggaris

D. Prosedur Kerja

1. Disiapkan sumber cahaya dan diletakan di atas LDR.

2. LDR disambungkan melalui kabel penghubung dengan multimeter.

3. Dilakukan percobaan dengan diubahnya jarak lampu ke LDR 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm, 25

cm, 30cm, 35cm dan 40cm.

4. Diamatilah resistansinya pada multimeter setiap perubahan jaraknya.

5. Dilakukan percobaan dengan diubanya jarak lampu ke LDR 40 cm, 35 cm, 30 cm, 25 cm, 20

cm, 15 cm, 10cm, dan 5cm

6. Diamatilah resistansinya pada multimeter setiap perubahan jaraknya.

7. Dicatat data hasil pengamatan pada tabel

8. Grafik hubungan antara jarak dengan resistansi dibuat.

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

E. Data Hasil

Jarak Biru Putih Hijau

Resistensi Resistensi Resistensi

Dekat Jauh Dekat Jauh Dekat Jauh

5 cm 700 700 450 450 950 950

10 cm 1700 1700 1000 1000 1700 1700

15 cm 2800 2800 1600 1600 2800 2800

20 cm 3400 3400 2200 2200 3400 3400

25cm 4200 4200 2800 2800 4400 4400

30 cm 4800 4800 3600 3600 5500 5000

35 cm 5500 5500 4000 4000 6500 5500

40 cm 6000 6000 4800 4800 7000 6500

F. Pembahasan

Percobaan ini mengetahui hubungan berbagai intensitas cahaya terhadap resistansinya.

Percobaan yang dilakuan dengan mengubah jarak lampu terhadap LDR dan diukur resistansinya.

hal tersebut dilakukan juga dengan cara mendekatkan dan menjauhkan lampu. Jarak tersebut

diasumsikan terhadap intensitas cahayanya jika jarak lampu ke LDR lebih dekat maka dikatakan

intensitasnya besar dan begitu sebaliknya. Data hasil percobaan dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Grafik Warna Biru

Gambar grafik 1: Hubungan Jarak dan resistansinya pada lampu biru setelah didekatkan

dan dijauhkan.

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

Grafik tersebut menunjukan bahwa jarak lampu biru ke LDR pada 40 cm maka

resistansinya 6000 Ohm, jarak pada 35 cm maka resistansinya 5500 Ohm, jarak pada 30 cm

maka resistansinya 4800 Ohm, jarak pada 25 cm maka resistansinya 4200 Ohm, jarak pada 20

cm maka resistansinya 3400 Ohm, jarak pada 15 cm maka resistansinya 2800 Ohm, jarak pada

10 cm maka resistansinya 1700 Ohm, dan jarak pada 5 cm maka resistansinya 700 Ohm.

Percobaan ini dengan cara didekatkan dan dijauhkan memperoleh data yang sama. Berdasarkan

grafik tersebut dapat diketahui tidak ada histerisasi karena data saat didekatkan dan dijauhkan

memperoleh data yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada lampu biru data yang

diperoleh tidak menunjukkan histerisasi. Berdasarkan Grafik tersebut semakin dekat jaraknya

(intensitasnya lebih besar) maka resistensinya semakin mengecil.

2. Grafik Warna Putih

Gambar grafik 2: Hubungan Jarak dan resistansinya pada lampu putih setelah didekatkan

dan dijauhkan.

Grafik tersebut menunjukan bahwa jarak lampu biru ke LDR pada 40 cm maka

resistansinya 4800 Ohm, jarak pada 35 cm maka resistansinya 4000 Ohm, jarak pada 30 cm

maka resistansinya 3600 Ohm, jarak pada 25 cm maka resistansinya 2800 Ohm, jarak pada 20

cm maka resistansinya 2200 Ohm, jarak pada 15 cm maka resistansinya 1600 Ohm, jarak pada

10 cm maka resistansinya 1000 Ohm, dan jarak pada 5 cm maka resistansinya 450 Ohm.

Percobaan ini dengan cara didekatkan dan dijauhkan memperoleh data yang sama. Berdasarkan

grafik tersebut dapat diketahui tidak ada histerisasi karena data saat didekatkan dan dijauhkan

memperoleh data yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada lampu putih data yang

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

diperoleh tidak menunjukkan histerisasi. Berdasarkan Grafik tersebut semakin dekat jaraknya

(intensitasnya lebih besar) maka resistensinya semakin mengecil.

3. Grafik Warna Hijau

Gambar grafik 3: Hubungan Jarak dan resistansinya pada lampu hijau setelah didekatkan

dan dijauhkan.

Grafik tersebut menunjukan data dengan cara didekatkan, jarak lampu biru ke LDR pada 40

cm maka resistansinya 7000 Ohm, jarak pada 35 cm maka resistansinya 6500 Ohm, jarak pada

30 cm maka resistansinya 5500 Ohm, jarak pada 25 cm maka resistansinya 4400 Ohm, jarak

pada 20 cm maka resistansinya 3400 Ohm, jarak pada 15 cm maka resistansinya 2800 Ohm,

jarak pada 10 cm maka resistansinya 1700 Ohm, dan jarak pada 5 cm maka resistansinya 950

Ohm.

Grafik tersebut menunjukan data dengan cara dijauhkan, jarak lampu biru ke LDR pada 40

cm maka resistansinya 6500 Ohm, jarak pada 35 cm maka resistansinya 5500 Ohm, jarak pada

30 cm maka resistansinya 5000 Ohm, jarak pada 25 cm maka resistansinya 4400 Ohm, jarak

pada 20 cm maka resistansinya 3400 Ohm, jarak pada 15 cm maka resistansinya 2800 Ohm,

jarak pada 10 cm maka resistansinya 1700 Ohm, dan jarak pada 5 cm maka resistansinya 950

Ohm. Percobaan ini dengan cara didekatkan dan dijauhkan memperoleh data yang tidak

sama.Kemungkinan terjadi karena adanya sinar di lingkungan sekitar yang berubah, ketika

cahaya di lingkungan meredup ataupun lebih terang. Berdasarkan grafik tersebut dapat

diketahui ada histerisasi karena data saat didekatkan dan dijauhkan memperoleh data yang

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

tidak sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada lampu hijau, data yang diperoleh menunjukkan

histerisasi. Berdasarkan Grafik tersebut semakin dekat jaraknya (intensitasnya lebih besar)

maka resistensinya semakin mengecil.

4. Grafik Berbagai Warna

Gambar grafik 4: Hubungan Jarak dan resistansinya pada lampu biru, putih dan hijau

setelah didekatkan dan dijauhkan.

Berdasarkan referensi frekuensi warna biru 606–668 THz dan frekuensi warna hijau 526–

606 THz Grafik tersebut menunjukkan bahwa urutan resistansi terbesar ke resistansi terkecil

adalah lampu hijau, biru dan kuning.. Hal tersebut terjadi karena fotoresistor dibuat dari

semikonduktor beresistansi tinggi. Jika cahaya yang mengenainya memiliki frekuensi yang

cukup tinggi, foton yang diserap oleh semikonduktor akan menyebabkan elektron memiliki

energi yang cukup untuk meloncat ke pita konduksi. Elektron bebas yang dihasilkan (dan

pasangan lubangnya) akan mengalirkan listrik, sehingga menurunkan resistansinya. Prinsip

kerjanya yaitu intensitas cahaya akan mengenai LDR. Adanya perubahan intensitas cahaya

yang mengenai akan mengubah resistansinya.hasil percobaan menunjukan bahwa semakin

dekat jaraknya (intensitasnya lebih besar) maka resistensinya semakin mengecil. Hal tersebut

sesuai dengan teori. Dalam keadaan gelap resistansi LDR sekitar 10 MΩ dan dalam keadaan

terang sebesar 150 MΩ atau kurang. Dengan bahan ini energi dari cahaya yang jatuh

menyebabkan lebih banyak muatan yang dilepas atau arus listrik meningkat. Artinya resistansi

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

bahan telah mengalami penurunan.. LDR memiliki hambatan yang sangat tinggi jika tidak

terkena cahaya dan memiliki hambatan yang sangat kecil jika terkena cahaya.

G. Kesimpulan

Semakin dekat jaraknya (intensitasnya lebih besar) maka resistensinya semakin mengecil dan

sebalinya. Urutan resistansi terbesar ke resistansi terkecil adalah lampu hijau, biru dan kuning.

KEGIATAN 2. SENSOR SUHU (THERMISTOR)

A. Tujuan

Mengetahui karakteristik sensor suhu (thermistor)

B. Dasar Teori

Termistor adalah salah satu jenis resistor yang mempunyai koefisien temperature yang sangat

tinggi. Fungsi utama komponen ini dalam suatu rangkaian elektronik adalah untuk mengubah nilai

resistansi karena adanya perubahan temperature dalam rangkaian tersebut. Dengan demikian dapat

difungsikan sebagai sensor suhu. Termistor dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Termistor NTC (Negative Temperature Coefficient) yaitu termistor yang mempunyai koefisien

temperature negatif, dengan kata lain semakin rendah suhu (temperature) semakin tinggi nilai

resistansi (linier). Pada umumnya, bila kita menyebut kata termistor, maka termistor tersebut

adalah termistor NTC. Termistor NTC banyak digunakan untuk sensor dan regulator.

Gambar 2.    Simbol (kiri) dan Bentuk Fisik NTC (kanan)

2. Termistor PTC (Positive Temperature Coefficient). Sebagaimana telah dijelaskan, termistor PCT

merupakan resistor dengan koefisien temperatur positif yang sangat tinggi. Secara prinsip

karateristik PCT berbanding terbalik dengan NTC, yaitu pada PCT semakin tinggi koefisien suhu

maka semakin tinggi nilai resistansi (namun tidak linier). Termistor PTC, yang resistansinya

berubah secara drastis dalam interval temperatur tertentu, khususnya digunakan sebagai

pendeteksi harga ambang-batas (threshold detector).

Namun termistor PTC berbeda dengan termistor NTC antara lain seperti berikut:

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

a. Koefisien temperatur dari PTC bernilai positif hanya dalam interval temperatur tertentu,

sehingga di luar interval tersebut, koefisien temperaturnya bisa bernilai nol atau negatif.

b. Pada umumnya, harga mutlak dari koefisien temperatur dari termistor PTC jauh lebih besar

dari pada termistor NTC.

Gambar 3.    Simbol (kiri) dan Bentuk Fisik NTC (kanan)

3. Termistor CTR (Critical Temperature Resistance). Termistor CTR merupakan resistor yang

mempunyai koefisien temperatur yang sangat tinggi. Penurunan resistansi yang drastis karena

adanya pengaruh suhu tersebut terjadi pada transisi logam-semikonduktor dan berubah-ubah.

Thermistor memberikan perubahan resistansi yang sebanding dengan perubahan suhu. Perubahan

resistansi yang besar terhadap perubahan suhu yang relatif kecil menjadikan termistor banyak

dipakai sebagai sensor suhu yang memiliki ketelitian dan ketepatan yang tinggi. Termistor yang

dibentuk dari bahan oksida logam campuran (sintering mixture), kromium, kobalt, tembaga, besi,

atau nikel, berpengaruh terhadap karakteristik termistor, sehingga pemilihan bahan oksida tersebut

harus dengan perbandingan tertentu. Dimana termistor merupakan salah satu jenis sensor suhu yang

mempunyai koefisien temperatur yang tinggi.

Gambar 4.    Kurva karakteristik PTC, NCT dan CTR

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

Gambar 5. Sensor Thermistor dan Karakteristiknya

C. Alat dan Bahan

1. Air

2. Thermistor

3. Thermometer

4. Multimeter

5. Kabel

6. Pemanas dan penyangganya

7. Gelas Kimia

8. Kassa

D. Prosedur Kerja

1. Dirangkai alat seperti pada gambar berikut

Gambar 6. Rangkaian Percobaan Sensor Suhu Thermistor

2. Diukur resistansi setiap perubahan suhu dari 10ºC - 100 ºC setiap perubahanya 10 ºC,

catatlah resistansi saat suhu turun dari 100ºC - 0ºC setiap perubahanya 10 ºC!

3. Dicatat data dalam tabel pengamatan !

4. Dibuatlah grafik suhu (x) terhadap resistansinya (y)!

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

E. Data Hasil

NoSuhu naik

(ºC)Resistansi (Ω)

Suhu turun

(ºC)Resistansi (Ω)

1 33 87 90 19

2 37 84 85 21.6

3 40 77.8 80 24.8

4 45 65.5 75 28.3

5 50 54.6 70 32.1

6 55 45.8 65 37

7 60 39.1 60 42.8

8 65 33.9 55 50.2

9 70 28.5 50 57.6

10 75 25.2 45 68.6

11 80 22.7 40 80.1

12 85 19.9 37 87.6

13 90 19 33 97.7

F. Pembahasan

Percobaan ini bertujuan mengetahui karakteristik sensor suhu (thermistor). Percobaan ini

dilakukan dengan dipanaskan air diamati resistansinya pada saat suhu naik dan hal tersebut

dilakukan lagi saat suhu turun. Data hasil percobaan digambarkan grafik sebagai berikut:

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

Gambar grafik 5: Hubungan Jarak dan resistansinya pada lampu hijau setelah didekatkan dan

dijauhkan

Grafik tersebut menunjukan data saat suhu naik, suhu awal 330C maka resistansinya 87 Ohm,

suhu 370C maka resistansinya 84 Ohm, suhu 400C maka resistansinya 77,8 Ohm, suhu 450C maka

resistansinya 65,5 Ohm, suhu 500C maka resistansinya 54,6 Ohm, suhu 550C maka resistansinya

45,8 Ohm, suhu 600C maka resistansinya 39,1 Ohm, suhu 65 0C maka resistansinya 33,9 Ohm, suhu

70 0C maka resistansinya 28,5 Ohm, suhu 75 0C maka resistansinya 25,2 Ohm, suhu 80 0C maka

resistansinya 22,7 Ohm, suhu 85 0C maka resistansinya 19.9 Ohm dan suhu 90 0C maka

resistansinya 19 Ohm.

Grafik tersebut menunjukan data saat suhu turun, suhu awal 900C maka resistansinya 19 Ohm,

suhu 850C maka resistansinya 21,6 Ohm, suhu 800C maka resistansinya 24,8 Ohm, suhu 750C maka

resistansinya 28,3 Ohm, suhu 700C maka resistansinya 32,1 Ohm, suhu 650C maka resistansinya 37

Ohm, suhu 600C maka resistansinya 42,8 Ohm, suhu 55 0C maka resistansinya 50,2 Ohm, suhu 50 0C maka resistansinya 57,6 Ohm, suhu 45 0C maka resistansinya 68,6 Ohm, suhu 40 0C maka

resistansinya 80,1 Ohm, suhu 37 0C maka resistansinya 87,6 Ohm dan suhu 33 0C maka

resistansinya 97,7 Ohm. Percobaan ini dengan mengukur pada suhu naik dan suhu turun

memperoleh data yang tidak sama. Kemungkinan terjadi karena adanya kurang ketlitian dalam

pengamatan, tidak cepat mengukur resistansinya sehingga suhu sudah turun. Berdasarkan grafik

tersebut dapat diketahui ada histerisasi karena data saat suhu naik dan suhu turum memperoleh data

yang tidak sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa suhu, data yang diperoleh menunjukkan histerisasi.

Berdasarkan Grafik tersebut semakin tinggi suhu maka semakin rendah resitansinya dan begitu juga

sebalinknya.Hal tersebut terjadi karena thermistor adalah resistor yang peka terhadap panas yang

biasanya mempunyai koefisien suhu negatif. Karena suhu meningkat, tahanan menurun dan

sebaliknya. Thermistor sangat peka (perubahan tahanan sebesar 5 % per °C) oleh karena itu mampu

mendeteksi perubahan kecil di dalam suhu. Berfungsi untuk mengubah suhu menjadi

resistansi/hambatan listrik yang berbanding terbalik dengan perubahan suhu. Semakin tinggi suhu,

semakin kecil resistansi.  Thermistor  dibentuk  dari  bahan oksida  logam  campuran, kromium,

kobalt, tembaga, besi atau nikel. Nilai tahanan kecil bila koefisien temperatur naik/semakin panas

dan nilai tahanan besar bila koefisien temperatur turun. Fungsi dari Thermistor adalah pelindung

rangkaian dari lonjakan arus yang tiba-tiba tinggi. Fungsi utama dari NTC thermistor ini khususnya

untuk melindungi komponen dioda jembatan dan capasitor. Jadi data hasil percobaan sesuai dengan

teori.

G. Kesimpulan

Karakteristik Sensor by Kelompok I (Wiworo, Naomi, Bekti) 2014

Semakin tinggi suhu maka semakin rendah resitansinya dan semakin rendah suhunya semakin tinggi

resistansinya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Intensitas cahaya. diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Intensitas_cahaya. Pada Rabu, 21 Mei 2015 pukul 21.45

Anonim. 2012. Light Dependent Resistor (LDR) otomatis menggunakan Relay. diakses iary-mybustanoel.blogspot.com/2012/04/light-dependent-resistor-ldr-otomatis.html pada Rabu, 21 Mei 2015 pukul 21.36

Anonim. 2012. Spektrum Kasat Mata. diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Spektrum_kasat_mata. Pada Rabu, 21 Mei 2015 pukul 21.45

Arif Verero. 2013. Resistor. Diakses dari http://mekatronikasekayu.blogspot.com/2012/08/resistor.html pada 16 Maret 2014 pukul 20.09 WIB

Dickson Kho. 2013. Fungsi Thermistor PTC dan NTC serta Cara Mengukurnya. Diakses dari http://www.produksielektronik.com/2013/10/fungsi-thermistor-ptc-ntc-serta-cara- mengukur-

simbol-thermistor/ pada 16 Maret 2014

Keyza Novianti, Chairisni Lubis dan Tony. 2012. Perancangan Prototipe Sistem Penerangan Otomatis Ruangan Berjendela Berdasarkan Intensitas Cahaya. Makalah Seminar Nasional Teknologi Informasi 2012

Saputro, Dwi. R. 2013. Elektronika Industri - Konsep Dasar Sensor. diakses dari http://rdsaputro.blogspot.com/2013_12_01_archive.html. pada Rabu, 21 Mei 2015 pukul 21.44

Sri Supatmi. 2012. Pengaruh Sensor LDR Terhadap Pengontrolan Lampu. Majalah ilmiah UNIKOM Vol.8 No.2. Jurusan Teknik Komputer. Universitas Komputer Indonesia

Sumarna. 2012. Petunjuk Praktikum Sensor dan Transduser. Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta