laporan pengelolaan sekber dak tahun 2014

31
LAPORAN EVALUASI PENGELOLAAN SEKRETARIAT BERSAMA (SEKBER) DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TAHUN ANGGARAN 2014 (KOMPONEN: DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH) I. PENDAHULUAN Sejak diperkenalkan tahun 2003, sebelum pemberlakuan efektif Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, DAK telah mengalami perkembangan, baik dari nilai alokasi dan jumlah bidang kegiatan. Perkembangan dari nilai alokasi, transfer alokasi DAK ke daerah dari tahun 2003 hingga tahun 2014 mengalami peningkatan yang cukup besar yakni 13 kali lipat. Sementara itu, perkembangan jumlah bidang kegiatan DAK juga mengalami penambahan dari 5 bidang, yakni bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan dan Irigasi, serta bidang Prasarana Pemerintahan pada tahun 2003, menjadi 19 Bidang DAK di TA 2014. Perkembangan jumlah bidang kegiatan DAK tersebut sangat erat kaitannya dengan dinamika pencapaian prioritas nasional yang diseleraskan dengan pengembangan potensi di daerah Secara umum, Kementerian Dalam Negeri mempunyai peran yang cukup penting dalam memantapkan pengelolaan DAK di daerah, utamanya di bidang perencanaan dan penganggarannya dalam APBD, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan, yang dapat diuraikan dalam beberapa poin sebagai berikut :

Upload: kumbadigdo

Post on 25-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Kegiatan Sekber DAK 2014

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

LAPORAN EVALUASI PENGELOLAAN SEKRETARIAT BERSAMA (SEKBER)

DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TAHUN ANGGARAN 2014

(KOMPONEN: DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH)

I. PENDAHULUAN

Sejak diperkenalkan tahun 2003, sebelum pemberlakuan efektif Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan

Pemerintah Daerah, DAK telah mengalami perkembangan, baik dari nilai alokasi

dan jumlah bidang kegiatan. Perkembangan dari nilai alokasi, transfer alokasi DAK

ke daerah dari tahun 2003 hingga tahun 2014 mengalami peningkatan yang cukup

besar yakni 13 kali lipat. Sementara itu, perkembangan jumlah bidang kegiatan

DAK juga mengalami penambahan dari 5 bidang, yakni bidang Pendidikan,

Kesehatan, Infrastruktur Jalan dan Irigasi, serta bidang Prasarana Pemerintahan

pada tahun 2003, menjadi 19 Bidang DAK di TA 2014. Perkembangan jumlah bidang

kegiatan DAK tersebut sangat erat kaitannya dengan dinamika pencapaian prioritas

nasional yang diseleraskan dengan pengembangan potensi di daerah

Secara umum, Kementerian Dalam Negeri mempunyai peran yang cukup

penting dalam memantapkan pengelolaan DAK di daerah, utamanya di bidang

perencanaan dan penganggarannya dalam APBD, serta pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan, yang dapat diuraikan dalam beberapa poin sebagai berikut :

1. Pada aspek perencanaan, Menteri Dalam Negeri bersama-sama dengan

Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas melaksanakan

koordinasi secara terpadu terhadap setiap usulan Bidang DAK dari

Kementerian/Lembaga (K/L) teknis (Pasal 52 (2), PP No. 55 Tahun 2005);

2. Pada aspek penganggaran, Menteri Dalam Negeri (Ditjen Keuda) telah

mengkoordinasikan penyusunan petunjuk teknis (juknis) yang disusun

oleh K/L, yang akan dijadikan pedoman oleh daerah dalam perencanaan,

penganggaran, dan pelaksanaan DAK (Pasal 59 (2), PP No. 55 Tahun

2005). Terkait dengan penganggaran DAK dalam APBD, Menteri Dalam

Page 2: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

Negeri (Ditjen Keuda) telah menerbitkan Pedoman Pengelolaan Keuangan

DAK dalam APBD (Permendagri No. 20 Tahun 2009);

3. Pada aspek pemantauan, evaluasi dan pelaporan, Kemendagri (Ditjen

Bina Bangda) menerima laporan Triwulan dari Daerah serta laporan Akhir

dari K/L pembina DAK (Pasal 63 (1) dan (4), PP No. 55 Tahun 2005). Lebih

lanjut, Ditjen Bina Bangda bertanggungjawab dalam melakukan

pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dari

aspek pelaksanaan, administrasi keuangan, dan kepatuhan daerah dalam

pelaporan DAK (SEB 3 Menteri).

Guna mendukung pelaksanaan pemantauan pelaksanaan dan evaluasi

sebagaimana dimaksud dalam poin 3, maka Ditjen Bina Bangda membentuk

Sekretariat Bersama (Sekber) DAK sebagai wadah konsultansi dan koordinasi antara

Kementerian Dalam Negeri dengan Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian

Keuangan, serta Kementerian dan Lembaga (K/L) pembina DAK. Selain itu, setiap

tahunnya, Ditjen Bina Bangda menyelenggarakan pelaksanaan pemantauan teknis

dan evaluasi pemanfaatan DAK secara terpadu bersama-sama Menteri PPN/Kepala

Bappenas, Kemenkeu, dan K/L teknis ke seluruh provinsi untuk memperoleh

gambaran secara menyeluruh dan utuh terhadap kinerja pengelolaan 19 Bidang

DAK, beserta sub-bidangnya.

II. GAMBARAN UMUM KEGIATAN SEKBER DAK

Dukungan pengelolaan Sekber Pengendalian dan Pelaporan DAK terbagi atas 2

aspek, yakni aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dan aspek Pendanaan. Pada sisi

SDM, saat ini Sekber DAK didukung oleh sekitar 8 personil, yang bertugas

menginput laporan DAK dari daerah serta sebagai penghubung Ditjen Bina Bangda

dengan K/L pembina DAK di Tingkat Pusat (lihat Tabel 1).

Tabel 1 : Tugas Personil SEKBER DAK

No Nama Koordinator Bidang Koordinator Region

1 Siti Pradesti Air Minum dan Sanitasi Jawa Tengah, DIY, dan

Bali

2 Dimas Ayu Pratiwi Kehutanan dan Lingkungan

Hidup

NTT, NTB, Sulsel, dan

Sulbar

3 Dian Darmayanti Keselamatan Transportasi Riau, Babel, Jambi,

Page 3: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

Darat dan Energi

Perdesaan

Kaltara, dan Kalsel

4 Soetan Deriansyah Kesehatan, Infrastruktur

Jalan, dan Praspem

Aceh, Sumbar, Sumsel,

dan Jabar

5 Marlina Theresia Transportasi Perdesaan

dan Perdagangan

Banten, Bengkulu, Sulut,

dan Maluku

6 Destiana Kelautan dan Perikanan,

serta Pertanian

Lampung, Gorontalo,

Kaltim dan Kalbar

7 Hafidzyanis KB dan Irigasi, serta

Perumahan dan

Permukiman

Sumut, Kepri, Papuan,

Papua Barat, dan Maluku

Utara

8 Tarwanto Pendidikan, Kawasan

Daerah Tertinggal, dan

Kawasan Perbatasan

Sulteng, Kalteng, Jatim,

dan Sultra

Total 19 Bidang DAK 33 Provinsi

Secara umum, struktur kelembagaan Sekber Pengendalian dan Pelaporan DAK,

Ditjen Bina Bangda dijelaskan dalam Diagram 1 dibawah, dimana Sekretaris Ditjen

Bina Bangda bertindak sebagai Penanggungjawab, sedangkan Kabagren Ditjen Bina

Bangda berfungsi sebagai pelaksana harian. Dalam membantu pelaksana harian,

ditunjuklah koordinator yang mengawasi pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Sekber

DAK T.A. 2014. Pada prinsipnya, hasil input dari para personil Sekber DAK kemudian

dianalisa oleh Tenaga Ahli (TA) sesuai dengan kebutuhan dan bidang masing-

masing, yang mencakup :

a. Kebijakan Publik;

b. Ekonomi Pembangunan;

c. Perencanaan Wilayah;

d. Hukum dan Tata Negara.

Pada aspek kebijakan publik, data pelaporan DAK yang telah dirangkum dapat

digunakan untuk memetakan permasalahan DAK dari segi kelembagaan dalam

pemantauan dan evaluasi. Sementara itu, pada aspek ekonomi pembangunan,

kompilasi data pelaporan DAK dapat digunakan sebagai acuan dalam menilai

Page 4: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

permasalahan DAK dari aspek pelaksanaan dan penganggaran. Sedangkan pada

aspek perencanaan wilayah, pelaporan DAK dapat digunakan untuk memetakan

permasalahan DAK dari segi perencanaan. Hasil analisa dari 3 TA tersebut

kemudian digunakan sebagai masukan dalam penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria (NSPK) yang disusun oleh TA Hukum dan Tata Negara.

Diagram 1 : Kelembagaan SEKBER DAK Ditjen Bina Bangda

Disisi lain, guna mendukung tupoksi Sekber Pengendalian dan Pelaporan DAK,

Ditjen Bina Bangda mengalokasikan anggaran yang memadai guna mendukung

beberapa sub-kegiatan mencakup :

Page 5: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

a. Penyelenggaraan Rapat Koordinasi;

b. Kajian penyusunan desain e-reporting DAK;

c. Pelaksanaan Monev DAK secara terpadu.

III. KEMAJUAN PELAKSANAAN

Terkait dengan pelaporan DAK, secara keseluruhan pelaporan DAK baru

mencapai 50 %, dengan realisasi keuangan dan fisik, masing – masing mencapai

10,06 % dan 9,23 %. Beberapa daerah yang belum melaporkan pemanfaatan DAK

hingga Triwulan III secara lengkap adalah Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan

Utara, Maluku, Papua, dan Papua Barat (lihat Tabel II).

Tabel II : Progress Pelaporan DAK

NO DATA DAERAH

%DAERAH YG MELAPORKAN

%ALOKASI

YANG DILAPORKA

N

%DANA

PENDAMPING

%REALISASI KEUANGAN

% REALISASI

FISIK

I II III IV

1 Aceh 33,33 33,33 33,33 - 57,05 5,90 4,72 2,45

2 Sumatera Utara

8,82 11,76 - - 6,05 0,67 0,29 0,04

3 Sumatera Barat

60,00 85,00 - - 102,53 11,25 5,68 8,23

4 Sumatera Selatan

88,89 22,22 11,11 - 104,51 8,48 2,26 2,37

5 Riau 7,69 7,69 7,69 - 3,65 0,90 57,10 0

6 Kepulauan Riau

87,50 87,50 87,50 - 112,43 14,77 10,97 17,04

7 Jambi 91,67 91,67 25,00 - 94,46 12,72 15,01 13,81

8 Bangka Belitung

87,50 87,50 25,00 - 65,02 9,50 24,38 14,62

9 Bengkulu 100,00

90,91 - - 71,47 7,64 7,58 3,68

10 Lampung 43,75 93,75 6,25 - 114,87 11,83 6,53 4,44

11 Jawa Barat 78,57 85,71 3,57 - 150,91 10,75 1,94 4,00

12 Jawa Tengah 100,00

100,00

61,11 - 104,27 11,90 10,18 26,44

13 Banten 11,11 100,00

- - 111,40 10,07 8,62 4,05

14 DIY 100,00

100,00

100,00

- 99,93 13,47 28,23 29,93

15 Jawa Timur 5,13 12,82 5,13 - 10,25 1,00 13,86 1,78

Page 6: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

16 Bali 100,00

100,00

100,00

- 103,56 13,00 21,49 29,30

17 Kalimantan Barat

33,33 100,00

26,67 - 80,23 10,08 10,15 12,75

18 Kalimantan Tengah

86,67 100,00

86,67 - 100,09 16,92 30,15 27,87

19 Kalimantan Selatan

100,00

78,57 78,57 - 110,36 14,11 25,55 22,69

21 Kalimantan Timur

- - - - - 0,00 0,00 0,00

23 Kalimantan Utara

- - - - - 0,00 0,00 0,00

22 Sulawesi Utara

50,00 50,00 - - 38,36 5,03 3,30 0,24

23 Sulawesi Tengah

71,43 92,86 35,71 - 66,41 27,41 13,28 7,08

24 Sulawesi Selatan

64,00 96,00 8,00 - 102,20 10,34 7,44 6,91

25 Sulawesi Barat

85,71 85,71 - - 106,93 10,32 2,93 4,18

26 Sulawesi Tenggara

80,00 80,00 80,00 - 117,09 12,52 28,85 31,27

27 Gorontalo 100,00

100,00

- - 56,84 5,32 11,92 6,02

28 Nusa Tenggara Barat

100,00

90,91 18,18 - 115,30 11,16 16,19 15,47

29 Nusa Tenggara Timur

95,65 95,65 34,78 - 101,27 9,32 5,84 0,00

30 Maluku 33,33 - - - 27,65 1,75 0,94 0,03

31 Maluku Utara 36,36 63,64 18,18 9,09 54,33 5,10 13,39 7,83

32 Papua - - - - - 0,00 0,00 0,00

33 Papua Barat - - - - - 0,00 0,00 0,00

TOTAL 54,07

60,00

22,96

0,19

69,71 8,58 10,06

9,23

Sumber : Sekber DAK, 1 Desember 2014

Pada prinsipnya kepatuhan pelaporan, tidak hanya diukur melalui melalui

kelengkapan pelaporan, tetapi juga diukur melalui ketertiban pelaporan (tertib

melaporkan DAK secara tepat waktu). Tabel III menjelaskan bahwa kinerja

pelaporan DAK di setiap daerah, dimana Provinsi DIY tampil sebagai terbaik, diikuti

oleh Provinsi Bali, Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan. Sedangkan, Provinsi

Banten, Kalimantan Timur, Kalimanta Utara, Papua, dan Papua Barat perlu

memperbaiki kinerja dan memantabkan koordinasi antar SKPD.

Tabel III : Kinerja Pelaporan DAK

Page 7: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

Data Daerah Index Provinsi

Index Kabupaten

Total Index Rank

Page 8: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

D.I Yogyakarta 56,00 12,60 34,30 1Bali 45,00 22,44 33,72 2

Jawa Tengah 55,00 2,83 28,91 3Kalimantan Selatan 36,00 12,77 24,38 4

Bangka Belitung 30,00 14,43 22,21 5Kalimantan Tengah 42,00 1,07 21,54 6

Kepulauan Riau 40,00 2,29 21,14 7Sulawesi Tenggara 39,00 1,79 20,39 8

Aceh 34,00 2,57 18,28 9Sulawesi Utara 36,00 - 18,00 10

Nusa Tenggara Barat 36,00 - 18,00 10Kalimantan Barat 28,00 7,79 17,89 12

Maluku Utara 32,00 3,60 17,80 13Sulawesi Selatan 25,00 9,50 17,25 14Nusa Tenggara

Timur30,00 - 15,00 15

Jawa Barat 23,00 3,56 13,28 16Lampung 15,00 7,73 11,37 17

Sumatera Barat 20,00 1,68 10,84 18Jambi 10,00 10,55 10,27 19

Sulawesi Barat 20,00 - 10,00 20Bengkulu 19,00 - 9,50 21Gorontalo 10,00 - 5,00 22

Sumatera Selatan - 7,88 3,94 23Maluku 5,00 2,45 3,73 24

Riau - 4,00 2,00 25Sulawesi Tengah - 3,85 1,92 26

Jawa Timur - 3,34 1,67 27Sumatera Utara - 2,64 1,32 28

Banten - - - 29Kalimantan Timur - - - 29Kalimantan Utara - - - 29

Papua - - - 29Papua Barat - - - 29

Sumber : Sekber DAK, 1 Desember 2014

IV. PERMASALAHAN

A. DUKUNGAN KEGIATAN PENGELOLAAN SEKBER DAK T.A. 2014

Kegiatan dukungan pengelolaan Sekber DAK T.A. 2014 secara umum sudah

terlaksana dengan baik. Namun, secara substantif maupun teknis, terdapat

beberapa catatan dalam pelaksanaan kegiatan, antara lain :

Page 9: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

1. Minimnya kehadiran K/L pembina DAK dalam rapat koordinasi Sekber DAK

di Tingkat Pusat. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, seperti jadwal

pelaksanaan rapat yang berbenturan dengan agenda K/L dan atau K/L

pembina DAK masih belum menganggap penting (urgensi) dari rapat yang

diadakan;

2. Kajian yang disusun oleh Pihak Ketiga belum dapat menguraikan berbagai

aspek pengelolaan DAK secara menyeluruh, terutama terkait dengan

pemantauan dan evaluasi, dimana penyatuan format pelaporan DAK,

mekanisme e-reporting, serta peningkatan peran Gubernur sebagai co-

manager dalam pengelolaan DAK menjadi sangat penting di era yang

menuntut transparansi dan akuntabilitas pada dana transfer;

3. Pelaksanaan monev terpadu masih berjalan parsial atau sendiri-sendiri

karena setiap K/L pembina DAK di tingkat pusat merasa mempunyai

kondisi, potensi, serta permasalahan yang berbeda-beda atas bidang DAK

yang dikelolanya. Disamping itu, Jadwal monev yang tidak match dengan

dukungan pendanaan pada masing-masing K/L juga menjadi persoalan

tersendiri;

4. Penyusunan produk hukum terkait pemantauan teknis pelaksanaan dan

evaluasi pemanfaatan DAK terkendala dengan arah kebijakan pengelolaan

DAK dalam revisi UU No. 33 Tahun 2004, yang saat ini masih dibahas

dengan DPR.

B. PENGELOLAAN DAK T.A. 2014

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Sekretariat Bersama

Pengendalian dan Pelaporan DAK, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, terdapat

beberapa permasalahan terkait perencanaan. Secara keseluruhan, terdapat

beberapa hal yang dapat dicatat mengenai penetapan formula DAK.

Pertama, tiga kriteria —umum, khusus, dan teknis— di tataran implementasi

tidak diintepretasi sebagai instrumen penyaringan, akan tetapi kriteria – kriteria

yang saling menutupi satu sama lain. Suatu daerah yang tidak layak dalam

perspektif kriteria umum —artinya tidak layak secara fiskal— masih dapat

diloloskan dalam perspektif kriteria khusus. Demikian juga ketika suatu daerah

tidak layak menurut kriteria khusus —artinya daerah itu tidak memiliki karakteristik

wilayah tertentu— tetap dapat diloloskan dari sudut pandang kriteria teknis.

Page 10: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

Dengan kata lain, satu kriteria tidak diperlakukan sebagai penunjang atas kriteria

yang lain. Sehingga, suatu daerah cukup memenuhi salah satu kriteria, tidak perlu

keseluruhan, untuk dapat memperoleh DAK.

Kedua, formula-formula ini sangatlah kompleks untuk diterapkan mengingat

panjangnya proses penghitungan dan rentannya kebutuhan data untuk keseluruhan

kriteria, tak terkecuali kriteria teknis yang semata-mata bergantung dari distribusi

data daerah. Sementara itu, di dalam praktek, karena ini menyangkut

penganggaran yang juga merupakan hak DPR, hasil akhir formula-formula ini murni

berbobot politis.

Jika semata-mata proses teknokratis yang terjadi, hasil akhir formula-formula

ini secara teoritis bisa diprediksi. Pada kenyataannya, dalam perspektif daerah, DAK

sukar diprediksi. Dalam sejumlah kasus, alokasi dan lokasi DAK tahun sebelumnya

bahkan tidak dapat diandalkan sebagai alat prediksi bagi alokasi dan lokasi DAK

tahun berikutnya. Kondisi ini menyebabkan beberapa hal dimana alokasi DAK yang

acapkali tidak sesuai dengan kebutuhan daerah serta daerah kehilangan rujukan

bagi perencanaan APBD setiap tahun.

Terkait dengan poin perencanaan, sejauh ini perencanaan dan pengambilan

keputusan pengalokasian DAK kepada daerah-daerah dilakukan secara top-down.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebagai institusi perencanaan

di kabupaten/kota tidak terlibat dalam perencanaan program/kegiatan-kegiatan

yang akan didanai dengan DAK. Demikian pula, Pemerintah Propinsi khususnya

Gubernur sebagai wakil Pemerintah, tidak jelas peranannya dalam pengelolaan

DAK. Dengan kata lain, perencanaan DAK kurang terintegrasi ke dalam siklus dan

mekanisme perencanaan pembangunan nasional dan daerah.

Dari aspek penganggaran, permasalahan masih terkait dengan ketentuan

besaran dana pendamping DAK. Ketentuan dana pendamping 10% di satu sisi

mendorong komitmen daerah, namun di sisi lain menjadi disinsentif bagi daerah

dengan kapasitas fiskal rendah untuk menyediakan dana pendamping. Disamping

itu, besaran alokasi DAK relatif kecil dan ruang lingkup kegiatan DAK seringkali

tidak sesuai kondisi, potensi, dan kebutuhan daerah sehingga daerah penerima DAK

tidak dapat melaksanakan pembangunan fisik secara terencana dan terpadu. Juga,

pagu alokasi definitif DAK per daerah ditetapkan dan diinformasikan kepada daerah

Page 11: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

pada saat pembahasan akhir RAPBD sehingga sulit bagi daerah untuk menjaga

konsistensi antara KUA dan PPAS dengan RAPBD. Hal ini diperparah dengan Juknis

DAK bidang yang terlambat diterima daerah sehingga proses penyusunan RKA-

SKPD berpedoman pada juknis yang lama, yang seringkali tidak relevan dengan

juknis yang baru.

Pada aspek pelaksanaan, permasalahan terkait dengan pergantian Juknis pada

periode pelaksanaan dan Juknis yang memuat unit cost yang tidak sesuai dengan

unit cost di daerah. Hal ini diperparah dengan daerah yang terlambat melakukan

penyerapan DAK baik Tahap I s/d III sehingga pencairan dana tahap I s/d III

terlambat. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keterlambatan

penyaluran DAK dari Pusat ke Daerah, antara lain : 1). Gagal lelang akibat faktor

teknis (kesalahan aparat daerah dalam merancang spesifikasi lelang sehingga

perusahaan peserta tidak mampu memenuhi keinginan Pemerintah Daerah, serta

ketiadaan SDM yang memiliki kompetensi dalam hal pelelangan) dan faktor non

teknis (keinginan kontraktor untuk menerima seluruh pembayaran di akhir proyek,

sehingga pengajuan SP2D diakumulasi pada akhir tahun); 2). Jumlah perusahaan

yang mengikuti lelang sangatlah terbatas/langka sehingga perusahaan yang terpilih

dalam proses lelang akan mengutamakan proyek-proyek dengan nilai besar terlebih

dahulu; 3). Faktor cuaca, keamanan, hingga ketiadaan pekerja juga turut

berpengaruh dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, sehingga kontraktor

memilih untuk menunda pengajuan Surat Perintah Membayar (SPM).

Dari sisi monitoring dan evaluasi, petunjuk pelaporan DAK yang diterbitkan

secara sektoral tidak saja kaku dan terlalu fokus pada proses, tetapi juga sangat

membebani daerah. Dengan ketiadaan instrument monitoring yang fleksibel dan

efektif, institusi – institusi pusat dan daerah tidak dapat berkoordinasi dan

melaksanakan monitoring secara aktif. Pelaporan pelaksanaan DAK dari daerah pun

juga sering terlambat dikarenakan belum adanya ketegasan terkait penunjukan

koordinator pemantauan dan evaluasi DAK di daerah. Di sisi lain, sasaran DAK yang

akan diukur pencapaiannya seringkali tidak jelas. Oleh sebab itu, sistem monitoring

DAK yang sentralistis menjadi tidak efektif. Beberapa studi menyatakan bahwa

keterbatasan kapasitas SDM dan keuangan baik di pusat maupun daerah, termasuk

faktor kunci yang membuat aspek pengendalian tidak efektif. Lebih jauh lagi,

terungkap bahwa meskipun daerah – daerah telah mengirim laporan DAK secara

Page 12: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

berkala, mereka tidak pernah menerima tanggapan (feedbacks) dari pusat secara

cepat, sehingga mempengaruhi proses pelaksanaan dan penyerapan DAK.

V. PENUTUP

A. DUKUNGAN PENGELOLAAN KEGIATAN SEKBER DAK T.A. 2014

Dalam kebijakan pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK), Kementerian Dalam

Negeri (Ditjen Bina Bangda dan Ditjen Keuda) mempunyai peran yang cukup

penting dalam memantapkan pengelolaan DAK di daerah, utamanya di bidang

perencanaan dan penganggarannya dalam APBD, serta pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan.

Peran yang strategis ini dapat diperluas dalam beberapa aspek pengelolaan

DAK ke depan, antara lain :

1. Pada aspek perencanaan DAK, peran Kemendagri dapat ditingkatkan ke

arah pemantapan peran Gubernur sebagai co-manager dalam

perencanaan DAK di daerah. Pada tahap ini, Kemendagri dapat

memberdayakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) di

tingkat Provinsi sebagai buffer sehingga kegiatan yang didanai oleh DAK

benar – benar menggambarkan kondisi, potensi, dan permasalahan di

daerah. Dengan kata lain, BAPPEDA juga diharapkan mampu

mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan anggaran program –

program, sesuai dengan kebutuhan di daerah sehingga mampu membuat

prioritas program;

2. Pada aspek penganggaran DAK, peran Kemendagri dapat ditingkatkan ke

arah reviewer Juknis DAK. Saat ini, Kemendagri hanya mengontrol aspek

ketepatan waktu Juknis sesuai dengan kaidah yang ditetapkan. Akan

tetapi, permasalahan DAK di daerah tidak hanya keterlambatan Juknis,

tetapi juga Juknis yang tidak bisa dilaksanakan oleh SKPD di daerah;

3. Pada aspek pemantauan dan evaluasi, peran Kemendagri sangatlah

penting dalam menyatukan format pelaporan di 19 Bidang DAK. Saat ini,

baru sekitar 10 Bidang DAK yang formatnya sesuai dengan SEB. K/L

pembina DAK yang lain menganggap bahwa format pelaporan SEB tidak

sesuai dengan kebutuhan teknis evaluasi dari bidang DAK yang dibina-nya.

B. PENGELOLAAN DAK T.A. 2014

Page 13: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana

pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membiayai

kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan Prioritas

Nasional. Pengelolaan DAK untuk tingkat Pusat dan daerah diatur dalam PP No 55

tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

Pada aspek perencanaan, permasalahan yang terjadi di antaranya adalah

ketidaksesuaian antara alokasi DAK dengan kebutuhan daerah, karena

perencanaan dan pengambilan keputusan pengalokasian DAK dilaksanakan secara

top down. Perencanaan DAK kurang terintegrasi ke dalam siklus dan mekanisme

perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Selain itu formulasi alokasi DAK

terlalu kompleks dan sulit diprediksi dalam proses penyusunan perencanaan.

Pada aspek penganggaran dan pelaksanaan, permasalahan yang saling terkait

dapat digambarkan sebagai berikut. Ketersediaan petunjuk pelaksanaan dan

petunjuk teknis tahunan sering terlambat, berubah-ubah dan kurang

memperhatikan kebutuhan daerah karena kurangnya pemetaan/pemahaman

kekhususan/kebutuhan daerah. Petunjuk-petunjuk tersebut juga terlalu rinci

mengatur penggunaan input-input dan kaku. Ditambah dengan relatif kecilnya

pagu nasional DAK dibanding dengan kebutuhan dan dampak yang diharapkan

serta kewajiban daerah dalam menyediakan dana pendamping. Akibat

permasalahan tersebut, sebagian daerah kesulitan menyerap atau memanfaatkan

DAK sesuai sasaran-sasaran yang ditetapkan.

Pada aspek monitoring, evaluasi, dan pelaporan, masalah yang muncul adalah

masih belum efektifnya pemantauan dan evaluasi DAK di daerah yang faktor

penyebabnya di antaranya adalah belum adanya ketegasan terkait penunjukan

koordinator pemantauan dan evaluasi DAK di daerah dan petunjuk monitoring dan

pelaporan DAK yang diterbitkan secara sektoral yang kaku dan terlalu fokus pada

proses. Hal ini membebani daerah yang berimplikasi pada rendahnya pelaporan

DAK baik kepada Sekber DAK maupun K/L.

Guna memantabkan pengelolaan DAK ke depan, maka penetapan alokasi

definitif DAK T.A. 2015 dan seterusnya oleh Kementerian Keuangan dapat

diakomodir dalam Perda APBD (Induk) yang disesuaikan dengan waktu penyusunan

Page 14: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

APBD, sehingga tidak menyebabkan adanya jeda waktu petetapan

program/kegiatan yang didanai oleh DAK, terutama dengan keharusan melakukan

perubahan APBD yang membutuhkan waktu yang cukup lama, yang akan berakibat

pada mundurnya pelaksanaan program/kegiatan yang didanai dengan DAK.

Disamping itu, petunjuk teknis (juknis) harus dibuat lebih fleksibel dan tidak

mencantumkan unit cost. Akan tetapi, jika dalam Juknis mencantumkan unit cost,

agar disesuaikan dengan berpedoman pada standar biaya dan/atau standar satuan

harga yang ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah, dengan mengacu pada

harga satuan konstruksi bangunan (basic price) yang ditetapkan oleh instansi

terkait yang disesuaikan dengan harga yang berlaku setempat. Demikian pula

dengan percepatan proses penyusunan dan penetapan Juknis setiap tahun dapat

diakomodir dalam penyusunan APBD induk atau Juknis tidak mengalami perubahan

setiap tahun (Juknis berlaku multiyears).

Juga, persyaratan administratif yang ditentukan dalam PP 55/2005 tentang

kewajiban menyediakan dana pendamping fisik sebesar 10% dari besaran DAK yang

diterima perlu dikaji kembali karena memberatkan daerah. Disamping, perlunya

peningkatan pola koordinasi pengelolaan DAK di tingkat Pusat, termasuk di

dalamnya merevitalisasi peran kelembagaan Sekretariat Bersama DAK, agar

pengelolaan DAK dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan.

Terkait dengan monitoring dan evaluasi, diperlukan usaha – usaha untuk

meningkatkan kepatuhan daerah dalam menyampaikan pelaporan DAK per bidang

ke Sekber maupun K/L dengan menyederhanakan format (1 format pelaporan untuk

semua bidang) dan menetapkan e-reporting sebagai media dalam penyampaian

laporan. Terakhir, untuk kepentingan kemajuan pengelolaan DAK di masa

mendatang, agar tahap perencanaan dan penganggaran DAK tidak lagi bersifat

sentralistik/top down, namun secara optimal melibatkan seluruh pemangku

kepentingan, terutama pemerintah daerah yang mengetahui kondisi, potensi, serta

permasalahan di daerah. Pada tataran ini, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA) di tingkat Provinsi maupun di Kabupaten/Kota diharapkan

bertindak sebagai buffer sehingga kegiatan yang didanai oleh DAK benar-benar

menggambarkan kondisi, potensi, dan permasalahan di daerah. Dengan kata lain,

BAPPEDA juga diharapkan mampu mengkoordinasikan perencanaan dan

Page 15: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

penyusunan anggaran program-program, sesuai dengan kebutuhan di daerah

sehingga mampu membuat prioritas program.

LAMPIRAN

- REKAP PERMASALAHAN PENGELOLAAN DAK PER DAERAH

A. Aspek Perencanaan DAK

Bidang DAK

Permasalahan Provinsi

Umum Kebijakan pengelolaan DAK cenderung bersifat top-down karena kurang memperhatikan aspirasi daerah. Akibatnya, DAK tidak masuk siklus perencanaan pembangunan di daerah dan penganggaran di APBD. Implikasinya, seringkali terdapat ketidaksesuaian antara alokasi DAK yang diperoleh dengan kondisi, potensi, dan permasalahan daerah. Terkait dengan hal tersebut, format I pada kolom 13 a dan 13 b dalam pelaporan DAK menjadi tidak relevan lagi karena kegiatan dalam RKPD tidak sesuai dengan sasaran dan lokasi dalam kegiatan DAK.

NTT, NTB, Kalsel

SEB sebagai acuan dalam perencanaan DAK tidak menunjukkan dengan pasti kedudukan dan peran Bappeda.

Sulteng, Sumbar, NTB

SKPD menyampaikan data teknis secara langsung kepada K/L teknis tanpa berkoordinasi dengan Bappeda. Bappeda hanya bertindak sebagai

Sumbar, NTB

Page 16: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

koordinator/pengumpul data. SKPD kerap melakukan konsultasi

secara langsung kepada K/L teknis dan tidak melibatkan Bappeda.

Sulteng, Sumbar, NTB

Pendidikan Juknis tidak sesuai dengan kebutuhan di daerah.

Sumbar, kasus Solok dan Sultra kasus Kab Konawe Selatan

Kesehatan Tidak semua jenis obat yang dibutuhkan masuk dalam menu E-Catalog

Jabar

Kehutanan Dari sisi perencanaan, terdapat mismatch dalam pengalokasian DAK sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan daerah.

Jateng

Pertanian Pada kegiatan penanaman bibit tergantung pada musim penghujan.

Jateng

Kelautan Perikanan

Menu kegiatan setiap tahunnya digunakan untuk penyediaan kapal, padahal kebutuhan daerah adalah sarana perikanan.

Sumbar kasus Kab. Bukit Tinggi

LH Proses pengadaan mobil sangat memakan waktu karena harus menunggu persetujuan dari K/L dan BPRLH.

Riau kasus Kab. Pelalawan

B. Aspek Penganggaran DAK

Bidang DAK

Permasalahan Prov

Umum Pemerintah Daerah belum sepenuhnya memahami Permendagri Nomor 27 tahun 2013 yang mengatur tentang penganggaran DAK.

Kalsel, DIY

Masih terdapat juknis yang memuat kebijakan pengelolaan keuangan DAK yang tidak selaras dengan kebijakan pengelolaan keuangan daerah, yang menyebabkan penyerapan anggaran rendah.

NTT

Penentuan pagu alokasi masing-masing bidang DAK sering tidak sesuai dengan kebutuhan riil di daerah karena dibuat

Jateng

Page 17: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

secara parsial oleh masing-masing SKPD dengan kementerian terkait serta tidak adanya revisi antarbidang DAK.

Pagu alokasi definitif DAK per daerah ditetapkan dan diinformasikan kepada daerah pada saat pembahasan akhir RAPBD sehingga sulit bagi daerah untuk menjaga konsistensi antara KUA dan PPAS dengan RAPBD.

Jabar, Papua, Kalbar, Sultra

Besaran alokasi DAK relatif kecil dan ruang lingkup kegiatan DAK seringkali tidak sesuai kondisi, potensi, dan kebutuhan daerah sehingga daerah penerima DAK tidak dapat melaksanakan pembangunan fisik secara terencana dan terpadu.

Jabar, Papua, Kalbar, Sultra, Aceh, Lampung, NTT, Sulut, Sumbar, Jateng

Pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang langsung diberikan ke Bendahara Kas daerah Kabupaten/Kota menyulitkan Bappeda Provinsi untuk melakukan pengawasan secara langsung mengenai penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Papua

Juknis terlambat diterima daerah sehingga proses penyusunan RKA-SKPD berpedoman pada juknis yang lama, yang seringkali tidak relevan dengan juknis yang baru.

Jabar, Papua, Kalbar, Sultra

Ketentuan dana pendamping 10% di satu sisi mendorong komitmen daerah, namun di sisi lain menjadi disinsentif bagi daerah dengan kapasitas fiskal rendah untuk menyediakan dana pendamping.

Jabar, Papua, Kalbar, Sultra, Aceh, Lampung, NTT, Sulut, Sumbar, Jateng

Beberapa daerah memasukkan dana penunjang/pendukung/sebutan lain, yang umumnya digunakan untuk kegiatan administrasi, perencanaan, dan pengawasan, menyatu di dalam DAK.

NTB

Pendidikan Juknis tidak mengatur secara rinci pengelolaan keuangan DAK dalam APBD.

Jabar

Page 18: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

Pencantuman unit cost pembangunan sarana dalam Juknis tidak sesuai dengan kebutuhan di daerah.

Jabar

Kesehatan Juknis tidak mengatur secara rinci pengelolaan keuangan DAK dalam APBD.

Jabar

Kehutanan Walaupun Juknis sudah ditetapkan 5 hari setelah PMK Alokasi DAK ditetapkan, namun beberapa daerah penerima DAK masih belum menerima Juknis tersebut.

Jateng

Prosentase anggaran vegetatif dan sipil teknis menyulitkan pelaksanaan di daerah.

Jateng

Daerah keberatan dengan besaran dana penunjang sebagai pelengkap dana pendamping yang dipersyaratkan.

Jateng

Karena beberapa menu kegiatan dalam DAK bidang kehutanan melibatkan penyerahan kepada pihak ketiga, maka SKPD pelaksana di daerah mengikuti kaidah Permendagri No. 32 Tahun 2011, sesuai dengan arahan BAKD. Implikasinya, pelaksanaan DAK bidang Kehutanan menunggu perubahan APBD.

Jateng

Juknis tidak mengatur secara rinci pengelolaan keuangan DAK dalam APBD, seperti persyaratan minimal dana penunjang untuk kegiatan non fisik.

Jateng

Pertanian Alokasi DAK bidang Pertanian lebih kecil dibandingkan yang lainnya, padahal bidang tersebut merupakan sektor yang vital bagi sebagian besar daerah.

Sulteng

Kelautan Perikanan

Alokasi DAK bidang Pertanian lebih kecil dibandingkan yang lainnya, padahal bidang tersebut merupakan sektor yang vital bagi sebagian besar daerah.

Sulteng

C. Aspek Pelaksanaan DAK

Bidang DAK

Permasalahan Provinsi

Page 19: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

Umum Pemahaman terhadap petunjuk teknis belum sama.

Bali

Sosialisasi juknis belum melibatkan semua stakeholder.

Jateng

Ketentuan dalam petunjuk teknis banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah dalam pelaksanaan DAK.

Bali, Kalteng, Papua, Kepri

Ruang lingkup kegiatan yang berganti di tengah tahun membuat SKPD penanggung jawab kesulitan merealisasikan kegiatan fisik.

Bengkulu

Keterlambatan penerimaan informasi besaran DAK untuk jenis kegiatan yang direncanakan menyebabkan daerah kesulitan untuk menyesuaikannya pada pembahasan pencantuman DAK dalam APBD.

NTB, Maluku, Papua Barat, Sumsel, Kalbar, Bengkulu

Beberapa kab/kota belum berani melaksanakan kegiatan di tahun 2014 akibat juknis yang terlambat diterima, yang menyebabkan pelaksanaan DAK menunggu perubahan APBD.

Kalbar, Sultra, Sumbar, Kep.Riau, Aceh

Adanya perbedaan spesifikasi dan satuan harga antara DPA SKPD dengan juknis kementerian terkait, yang menyebabkan perlunya adanya perubahan anggaran di APBD perubahan.

Bengkulu

Gagal lelang Bali, Banten, Gorontalo, Jatim, Kaltim, Sulsel, Maluku, Papua Barat, Sumsel, Kalbar, Sumbar, Sultra, Kep. Riau

Rendahnya realisasi keuangan dan fisik pada beberapa bidang DAK tidak terlepas dari terlambatnya Juknis di beberapa bidang.

NTT, Kalsel, DIY, Bali, Banten, Gorontalo, Jatim, Kaltim, Sulsel, Maluku, Papua, Papua Barat, Sumsel, Sulsel

Keterlambatan pencairan dana. Gorontalo, Jatim, Kaltim, Sulsel

Syarat tahapan pencairan Tahap II dan III masing-masing 90% memberatkan

Jateng, Bengkulu

Page 20: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

bagi daerah karena penyedia jasa banyak yang mengajukan pencairan pada akhir kegiatan.

Hangusnya dana pada beberapa bidang DAK terjadi karena keterlambatan pencairan dana pada setiap tahapan penyaluran DAK.

Jabar

Untuk luncuran tahun 2010, 2011, dan 2012 ada potensi tidak terserap 100%.

Jateng

KPA belum mempunyai sertifikat. Kalbar APBN-P 2014. Kalbar Kondisi cuaca yang kurang mendukung

yang dapat menyebabkan terlambatnya pekerjaan konstruksi.

Bengkulu

Salah satu alasan seringnya rotasi SKPD pengelola DAK di daerah adalah ketidakpahaman sumber daya manusia terkait program dan pelaksanaan DAK sehingga banyak SKPD mengundurkan diri sebagai pejabat pengelola dan pelaksana DAK.

Sumsel

Pendidikan Keterlambatan Juknis dan revisi yang berulang menghambat pelaksanaan DAK dan penyerapan anggaran.

Kalimantan Selatan, Jateng, Kalbar, Aceh, Riau, Bangka Belitung, Sulteng, Jabar

Pemahaman yang multitafsir terhadapu Juknis

Jateng

DAK Pendidikan SD agak terhambat pelaksanaannya karena adanya revisi Juknis pada bulan Juni akibat adanya perubahan kurikulum untuk tahun 2014.

Banten, Gorontalo, Jawa Timur, Kaltim, Sulsel, Maluku, Sumsel, Bali

DPA-SKPD yang sudah disusun tidak sesuai dengan arah pemanfaatan DAK dalam Juknis dikarenakan Juknis yang terlambat disosialisasikan kepada daerah. Pada dasarnya, sesuai dengan PMK No. 06/PMK. 07/2012, daerah dapat menyusun kegiatan dalam RKA-SKPD dan DPA-SKPD tahun berjalan dengan menggunakan juknis tahun sebelumnya. Akan tetapi ruang lingkup kegiatan yang berubah menyebabkan daerah harus

DIY, NTB, Sulut

Page 21: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

menyusun RKA-SKPD dan DPA-SKPD baru melalui Perkada tentang Perubahan Penjabaran APBD, dengan memberitahukan kepada pimpinan DPRD.

Ruang lingkup Juknis terlalu rigid (seperti rehab hanya diperuntukkan bagi bangunan sekolah yang rusak berat, RKB hanya diperuntukkan bagi SMA, tidak ada kegiatan peningkatan kapasitas guru).

DIY, NTB, Sumbar, Riau, Sulteng, Jateng

Kegiatan DAK tumpang tindih dengan kegiatan bantuan sosial yang diluncurkan Kemendikbud. Sekolah akhirnya lebih memilih bantuan sosial ketimbang DAK.

DIY, Kalsel

IKK yang tercantum dalam Juknis tidak sesuai dengan IKK daerah setempat sehingga beberapa Kab/Kota memilih tidak melaksanakan atau melaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan. Akibatnya, pembangunan gedung berjalan kurang maksimal.

Riau, Sultra, Sumbar, Bali, Kepri, Kalbar

Pelaksanaan kegiatan yang bersifat swakelola untuk DAK SD berjalan lambat karena secara administratif menyulitkan pihak sekolah.

Maluku, Papua, Barat, Gorontalo, Jawa Timur, Kaltim, bangkia Belitung

Adanya gagal lelang. Jateng Sisa tender belum dapat dioptimalkan

pada tahun berkenaan.Jateng

Adanya disharmoni regulasi terkait dengan pross pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan Peraturan Mendikbud yang bertentangan dengan Perpres No. 54 Tahun 1990, Perpres No. 70 Tahun 2012 dan Peraturan Mendagri No. 39 Tahun 2011 terkait dengan pelaksanaan hibah sehingga menimbulkan kekhawatiran dari pelaksana di daerah.

Jateng

Kesehatan Juknis terlambat. Jabar Spesifikasi obat maupun harga obat

dalam e-catalogue tidak sesuai dengan kebutuhan daerah.

Sultra, Riau, NTT, Kalbar

DPA-SKPD yang telah disusun tidak sesuai dengan arah pemanfaatan DAK

Sulut

Page 22: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

dalam Juknis dikarenakan juknis yang terlambat disosialisasikan kepada daerah.

Tidak adanya informasi yang jelas mengenai acuan standar harga dalam proses lelang apakah mengacu pada e-catalogue atau pada survey harga pasar.

DIY, Kalsel

Pelaksanaan terlambat khususnya dalam pengadaan obat karena harus menunggu katalog obat yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan.

Banten, Sulsel, Maluku, Sumsel, Papua Barat, DIY

Penerapan e-catalogue oleh Kemenkes terkendala dengan tidak tersedianya obat di daerah dan tidak adanya pihak ketiga yang mampu menyediakan obat dari e-catalogue.

DIY, Kalsel

Mengalami gagal lelang akibat ketiadaan perusahaan yang memenuhi kualifikasi tender

Sumbar

Perdagangan

Surat Edaran dari Itjen Kementerian Perdagangan kepada Bupati/Walikota penerima DAK (dengan tembusan kepada BPK) menetapkan bahwa SKPD pelaksana kegiatan pembangunan pasar adalah Dinas Perdagangan. Anggaran yang sudah terlanjur disusun oleh Dinas Pasar melalui DPA-SKPD cair, sehingga beberapa Kabupaten seperti Sleman dan Bantul memilih untuk menunda pelaksanaan pembangunan hingga tahun 2014, sementara Kabupaten/Kota yang lain memilih menunggu arahan dari Pusat.

DIY

Kehutanan Juknis terlambat disosialisasikan kepada daerah.

NTT, Jambi

Menu tumpang tinding antara Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan Pemerintah Kota Padang, akibatnya Pemerintah Kota Padang saja yang melaksanakan DAK bidang ini.

Sumbar

Juknis terlambat disosialisasikan kepada daerah dan mengalami masalah dalam kepemilikan lahan aset daerah (mana yang termasuk lahan provinsi dan mana

DIY

Page 23: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

yang termasuk lahan kab/kota).Pertanian Juknis terlambat disosialisasikan kepada

daerah.NTT

Kegiatan jaringan air tanah dalam tidak ada penawar/gagal lelang.

Jawa Tengah

KPDT Juknis terlambat disosialisasikan kepada daerah.

NTT

Infrastruktur sanitasi

Pelaksanaan kegiatan yang bersifat swakelola berjalan sangat lambat.

Maluku, Papua Barat

Penyediaan lahan untuk lokasi pembangunan SLBM terhambat akibat penolakan dari masyarakat.

Jawa Tengah

Infrastruktur air minum

Pengeboran sumur sudah dilakukan sesuai teknis di lapangan akan tetapi air tidak keluar.

Jawa Tengah

Keselamatan transportasi darat

Gagal lelang yang disebabkan kebijakan kenaikan BBM.

Jawa Tengah

D. Aspek Monitoring dan Evaluasi DAK

Bidang DAK

Permasalahan Prov

Umum Sebagian besar daerah kabupaten/kota belum membentuk tim koordinasi pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dikarenakan keterbatasan dana.

NTT

Koordinasi pelaksanaan DAK antara Kabupaten/Kota dan Provinsi masih rendah, sehingga menyulitkan dari sisi pemantauan dan evaluasi.

DIY, Kalsel

Koordinasi yang kurang baik antara provinsi dan kabupaten serta Bappeda dan SKPD sehingga terjadi tumpang-tindih dalam hal pemantauan berdampak pada kurang baiknya pelaporan dari daerah-daerah terkait.

Kalbar, Bengkulu, Riau, Sultra

Baik Bappeda maupun Dinas Teknis Provinsi masih mengalami kesulitan dalam pengumpulan data dan informasi pelaporan DAK dari daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu,

Sumsel

Page 24: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014

diperlukan adanya forum yang mengumpulkan SKPD Provinsi, Kabupaten, dan Kota untuk mengisi form pelaporan realisasi DAK

Lokasi/jarak yang terlalu jauh, keterbatasan komunikasi, gangguan jaringan listrik, dan realisasi yang masih 0% menghambat pelaporan kegiatan DAK oleh masing-masing SKPD.

Papua, Kalbar

Terbatasnya dana untuk perjalanan dinas Satker Dekon DAK ke tingkat pusat dalam rangka koordinasi.

NTT

Alokasi dana monev ke Kab/Kota yang masih minim.

Riau, Sultra

Terbatasnya sumberdaya manusia (SDM) yang menangani pelaporan DAK.

Kalteng

Belum adanya keseragaman persepsi pencantuman dana pendamping dalam laporan.

Jawa Tengah

Terdapat perbedaan format laporan antara SEB 3 Menteri dengan format laporan dari K/L sehingga menyulitkan daerah dalam penyusunan laporan.

DIY, Maluku, NTB, Sulut, Aceh, Papua, Riau, Sultra, Bali, Jambi, Sumbar, Jateng

Pelaporan yang disampaikan kepada berbagai pihak tidak satu pintu sehingga membebani daerah.

Lampung

Masih rendahnya tingkat pelaporan DAK.

NTT, Riau

Terdapat perbedaan data yang direkap oleh Pemerintah Provinsi terhadap data yang diolah oleh Sekretariat Bersama DAK Ditjen Bina Bangda.

NTB, NTT, Papua, Lampung

Pihak Ketiga menumpuk laporan di akhir tahun

Riau, Sultra

Mutasi Pejabat pengelola DAK di daerah Riau, SultraMasih lemahnya feedback dari

kementerian terhadap solusi yang diharapkan oleh daerah.

Bali

Page 25: Laporan Pengelolaan Sekber DAK Tahun 2014