laporan penelitian te - unuderepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari...

25
Laporan Penelitian DISTRIBUSI PENDERITA TONSILITIS KRONIS YANG TELAH MENJALANI TONSILEKTOMI DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2014-SEPTEMBER 2015 Oleh: Eka Arie Yuliyani, I Gde Ardika Nuaba, Luh Made Ratnawati, Eka Putra Setiawan Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar ABSTRAK Latar Belakang dan Tujuan. Tonsilitis merupakan penyakit yang sering ditemukan baik pada anak maupun dewasa, akan tetapi lebih sering terjadi pada kelompok usia muda. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang hingga kini masih menjadi masalah kesehatan utama di bidang THT-KL. Penyakit ini dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi melalui perkontinuitatum, hematogen atau limfogen, sehingga tonsilektomi menjadi pilihan terbaik dalam penatalaksaannya dan harus disesuaikan dengan indikasinya baik absolut maupun relatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data awal tentang distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar dan sebagai acuan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya. Subjek dan Metodologi. Penelitian ini dilaksanakan dengan desain penelitian deskriptif retrospektif, dimana sampelnya adalah semua penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014- September 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari catatan rekam medis pasien kemudian data di analisis dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Hasil dan Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi pasien tonsilitis kronis yang telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014-September 2015 berdasarkan umur, jenis kelamin dan pekerjaan yang terbanyak berturut-turut yaitu umur 15-20 tahun sebanyak 6 orang (35%), jenis 1

Upload: others

Post on 20-Jul-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

Laporan Penelitian

DISTRIBUSI PENDERITA TONSILITIS KRONIS YANG TELAH

MENJALANI TONSILEKTOMI DI RSUP SANGLAH DENPASAR

PERIODE JANUARI 2014-SEPTEMBER 2015

Oleh:

Eka Arie Yuliyani, I Gde Ardika Nuaba, Luh Made Ratnawati, Eka Putra Setiawan

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

ABSTRAK Latar Belakang dan Tujuan. Tonsilitis merupakan penyakit yang sering ditemukan

baik pada anak maupun dewasa, akan tetapi lebih sering terjadi pada kelompok usia

muda. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang hingga kini masih menjadi masalah

kesehatan utama di bidang THT-KL. Penyakit ini dapat menyebar dan menimbulkan

komplikasi melalui perkontinuitatum, hematogen atau limfogen, sehingga

tonsilektomi menjadi pilihan terbaik dalam penatalaksaannya dan harus disesuaikan

dengan indikasinya baik absolut maupun relatif. Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh data awal tentang distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah

menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar dan sebagai acuan untuk

pelaksanaan penelitian selanjutnya. Subjek dan Metodologi. Penelitian ini dilaksanakan dengan desain penelitian

deskriptif retrospektif, dimana sampelnya adalah semua penderita tonsilitis kronis

yang telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014-

September 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari catatan

rekam medis pasien kemudian data di analisis dan disajikan dalam bentuk tabel dan

narasi. Hasil dan Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi pasien

tonsilitis kronis yang telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar

periode Januari 2014-September 2015 berdasarkan umur, jenis kelamin dan pekerjaan

yang terbanyak berturut-turut yaitu umur 15-20 tahun sebanyak 6 orang (35%), jenis

1

Page 2: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

kelamin terbanyak adalah perempuan sebanyak 13 orang (76%) dan dari segi

pekerjaan sebagai pelajar adalah terbanyak yaitu 6 orang (35%). Berdasarkan keluhan

utamanya, nyeri tenggorok atau sakit menelan menjadi distribusi terbanyak yaitu 17

orang (100%). Indikasi relatif dan indikasi absolut yang didapatkan pada penelitian

ini yang terbanyak berturut-turut yaitu sebanyak 15 orang (88,24 %) dan 2 orang

(11,76%). Ukuran tonsil terbanyak yaitu T3 : > 50% < 75% sebanyak 10 orang

(59%). Kata Kunci : Tonsilitis Kronis, Tonsilektomi

2

Page 3: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tonsilitis merupakan penyakit yang sering ditemukan baik pada anak maupun

dewasa, akan tetapi lebih sering terjadi pada kelompok usia muda. Penyakit ini juga

merupakan salah satu penyebab ketidak hadiran anak di sekolah.Tonsilitis dibagi

menjadi dua yaitu tonsilitis akut dan tonsilitis kronis.Tonsilitis akut merupakan

peradangan akut pada tonsila palatina yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri

maupun virus, sedangkan tonsilitis kronis merupakan peradangan pada tonsila

palatina oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada

penderita tonsilitis akut. Pada anak tonsilitis kronis dapat disebabkan karena anak

tersebut sering menderita ISPA atau tonsilitis akut yang tidak mendapatkan terapi

adekuat. Angka kejadian tertinggi terutama pada anak-anak dalam kelompok usia

antara 5-10 tahun. 1,2,3,5

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur operasi yang dapat dilakukan dengan

atau tanpa adenoidektomi dimana dilakukan pengangkatan tonsil secara keseluruhan

meliputi kapsular tonsil dengan cara diseksi daerah peritonsilar antara kapsul tonsil

dan dinding muskulus.Tonsilektomi sangat efektif untuk pengobatan tonsilitis kronis,

tidak hanya untuk menghilangkan nyeri tenggorok atau sumbatan jalan napas atas,

tapi juga membantu pasien untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Data

nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi di

Indonesia belum ada. RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta memperoleh data selama

lima tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah

operasi tonsilektomi dimana terdapat kenaikan pada tahun ke dua yaitu sebesar 275

kasus dan terus menurun hingga tahun 2003 sebanyak 152 kasus.1,6,7

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang hingga kini masih menjadi masalah

kesehatan utama di bidang THT-KL. Penyakit ini dapat menyebar dan menimbulkan

komplikasi melalui perkontinuitatum, hematogen atau limfogen, sehingga

3

Page 4: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

tonsilektomi menjadi pilihan terbaik dalam penatalaksaannya dan harus disesuaikan

dengan indikasinya baik absolut maupun relatif.1,5

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani

tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014-September 2015. 1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimana distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani

tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014 – September 2015?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani

tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014 – September 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani

tonsilektomi berdasarkan umur, jenis kelamin dan pekerjaan.

b. Mengetahui distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani

tonsilektomi berdasarkan keluhan utama.

c. Mengetahui distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani

tonsilektomi berdasarkan indikasinya.

d. Mengetahui distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani

tonsilektomi berdasarkan ukuran tonsil. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai distribusi penderita tonsilitis kronis yang

telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari

2014–September 2015.

2. Memberikan informasi tambahan sebagai bahan acuan untuk penelitian

selanjutnya mengenai penderita tonsilitis kronis.

4

Page 5: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsila palatina yang merupakan

bagian dari cincin Waldeyer. Sebagai bagian dari sistem imun, tonsil membantu

tubuh untuk melawan infeksi yang ikut masuk bersama makanan atau minuman dan

udara pernapasan. Tapi walau bagaimanapun bakteri atau virus dapat menginfeksi

tonsil yang akhirnya akan menyebabkan infeksi pada tonsil yang kita kenal dengan

tonsilitis. Tonsilitis kronis secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses

infeksi dan peradangan yang bersifat menetap. Penyakit ini dapat terjadi akibat

serangan ulang tonsilitis akut yang akhirnya dapat menyebabkan perubahan atau

kerusakan permanen pada jaringan tonsil.3,5

2.2 Anatomi dan Fisiologi Tonsil 2.2.1 Anatomi tonsil

Pembentukan tonsil berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi

kantong faringeal kedua. Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting dari cincin

Waldeyer. Adenoid akan mengalami regresi pada usia pubertas. Tonsil palatina

merupakan jaringan limfoid yang terletak pada fosa tonsil di sudut orofaring. Bagian

anterior pilar tonsil dibentuk oleh otot palatoglosus dan pilar posterior tonsil dibentuk

oleh otot palatopharingeus, bagian lateral dibatasi oleh otot konstriktor superior,

bagian superior oleh palatum mole, bagian inferior oleh tonsil lingual, dan bagian

medial oleh ruang orofaring. Pada permukaan bebas tonsil ditutupi oleh epitel yang

meluas ke dalam tonsil membentuk kantong yang dikenal dengan kripte. Epitel kripte

tonsil bersifat semipermiabel, sehingga epitel ini berfungsi sebagai akses antigen baik

dari pernapasan maupun pencernaan untuk masuk ke dalam tonsil.2,8

Tonsil mendapatkan perdarahan yang baik dengan suplai darah yang berasal

dari cabang-cabang arteri karoris eksterna. Arteri tonsilaris memberikan cabang untuk

tonsil dan palatum mole serta arteri ini berjalan ke arah atas pada bagian luar otot

konstriktor superior. Arteri faringeal asenden memberikan cabanganya ke tonsil

5

Page 6: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

melalui bagian luar otot konstriktor faring superior. Arteri palatina asenden memberikan percabangannya melalui otot konstriktor faring posterior menuju tonsil.

Arteri palatina desenden membentuk anastomosis dengan arteri palatina asenden

memberikan perdarahan pada tonsil dan palatum mole. Arteri lingualis dorsal naik ke

pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil,plika anterior dan plika posterior.2,8

Gambar 1. Perdarahan Tonsil2

Persarafan pada tonsil berasal dari saraf kranialis ke IX (glosofaringeus) dan percabangan desenden dari nervus palatina dan percabangan pada timpani, sehingga

dapat ditemukan nyeri alih pada telinga di beberapa kasus tonsillitis. Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina. Tonsil tidak memiliki pembuluh getah bening aferen, hanya memiliki pembuluh getah

bening eferen. Aliran getah bening dari tonsil mengalir menuju rangkaian getah

bening servikal profunda bagian superior di bawah otot sternokleidomastoideus.2,8,9

2.2.2 Fisiologi tonsil

Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan dalam

mekanisme pertahanan tubuh. Mekanisme pertahanan tubuh dapat bersifat spesifik

6

Page 7: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

dan non spesifik. Bila bakteri patogen masuk menembus lapisan epitel tonsil maka sel-sel fagositik mononuklear akan mengenal dan mengeliminasi antigen. Tonsil

memiliki dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan benda asing dengan

efektif dan tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang berasal dari diferensiasi limfosit B. Limfosit yang paling banyak ditemukan pada tonsil

adalah limfosit B. Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian

menyebarkannya ke sel limfosit terstimulus menuju mukosa dan kelanjar sekretori di

seluruh tubuh. 2,9

Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel

membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (Antigen presenting cells) yang berperan

dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis

immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel

pembawa IgG. Aktivitas tonsil paling maksimal antara umur 4-10 tahun. Tonsil mulai

mengalami involusi pada saat pubertas, sehingga produksi sel B menurun. Pada

tonsilitis berulang terjadi perubahan epitel squamous stratified yang menyebabkan

rusaknya afinitas sel imun dan menurunkan fungsi transport antigen yang pada

akhirnya dapat menurunkan aktifitas lokal sistem sel B, serta menurunkan produksi

antibodi.2,8

2.3 Epidemiologi

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT-KL di tujuh provinsi di

Indonesia tahun 1994-1996, tonsilitis kronis memiliki prevalensi tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%. Menurut Survey Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) data morbiditas pada anak yang menderita tonsilitis kronis pada

umur 5-14 tahun menempati urutan ke lima (10,5% laki-laki dan 13,7% perempuan). Pada penelitian yang dilakukan di Poli THT-KL Rumah Sakit Serawak, Malaysia

selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien dan jumlah penderita tonsilitis kronis

menempati urutan ke empat yakni sebanyak 657 (81%) penderita. 1,2,4,5

Data dari RSUD Raden Mattaher Jambi terdapat peningkatan jumlah pendeita

tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi pada tahun 2010-2011 yaitu

sebanyak 44 orang di tahun 2010 dan 58 orang di tahun 2011. Di Rumah sakit

7

Page 8: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

Fatmawati di dapatkan data bahwa dalam tiga tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan

jumlah operasi tonsiloadenoidektomi.1

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko Tonsilitis Kronis 2.4.1 Etiologi Tonsilitis Kronis

Peradangan pada tonsil ini dapat disebabkan oleh infeksi baik oleh virus

maupun bakteri yaitu infeksi grup A Streptococcus β hemoliticus, Pneumococcus, Stphylococcus dan Haemofilus influenza, biasanya menyerang anak-anak usia pra

sekolah hingga dewasa. Bakteri menyebabkan sekitar 15-30 persen kasus

faringotonsilitis dan group A Streptococcus β hemoliticus merupakan bakteri

terbanyak. Pada umumnya sama dengan tonsilitis akut tetapi terkadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif. Tonsilitis kronis terjadi serangan

berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan

tonsil atau kerusakan ini juga dapat disebabkan oleh resolusi yang tidak sempurna

dari tonsilitis akut.4,5,10

2.4.2 Faktor Risiko Tonsilitis Kronis Faktor risiko untuk terjadinya tonsilitis kronis antara lain disebabkan oleh

iritasi yang bersifat kronis misalnya akibat paparan asap rokok menahun atau

makanan, higiene mulut yang buruk, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah dan pengaruh cuaca serta pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Pada penelitian

yang dilakukan oleh Tunjung Sari tahun 2014 di Klaten didapatkan data bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan gorengan dan minum minuman dingin serta higiene mulut yang buruk dengan kejadian tonsilitis pada anak dengan kelompok usia

5-6 tahun.5,11

2.5 Patofisiologi Tonsilitis Kronis

Infeksi pada tonsil terjadi jika antigen baik inhalan ataupun ingestan dengan

mudah masuk ke dalam tonsil dan terjadi perlawanan tubuh kemudian terbentuk

fokus infeksi. Pada awalnya infeksi bersifat akut yang umumnya disebabkan oleh

virus yang tumbuh di membran mukosa kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Jika

daya tahan tubuh penderita menurun, maka peradangan tersebut akan bertambah

8

Page 9: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

berat. Setelah terjadi peradangan akut ini, tonsil dapat benar-benar sembuh atau bahkan tidak dapat kembali seperti semula. Penyembuhan yang tidak sempurna ini akan mengakibatkan perdangan berulang pada tonsil. Bila hal ini terjadi maka bakteri

patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang bersifat kronis.2

Akibat peradangan kronis tersebut, maka ukuran tonsil akan membesar akibat

hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripte tonsil. Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripte tonsil akan menyebabkan peningkatan stasis debris maupun antigen di dalam kripte, sehingga memudahkan bakteri masuk dalam parenkim tonsil. Pada tonsilitis kronis akan dapat dijumpai bakteri yang berlipat

ganda.2

2.6 Gejala Klinis

Adapun gejala klinis tonsilitis kronis antara lain, nyeri tenggorok berulang

yang tidak hilang dengan sempurna. Dalam penelitian yang dilakukan Vivit, dkk

tahun 2013 di RSUD Raden Mattaher Jambi, didapatkan keluhan utama pasien

tonsilitis kronis adalah nyeri tenggorok 100%. Debris atau bercak keputihan pada

yang terdapat pada permukaan tonsil. Halitosis (Bau mulut) yang disebabkan oleh

debris yang tertahan di dalam kripte tonsil. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Khammas AH., dkk tahun 2010 di Poli THT Rumah Sakit Pendidikan Al-Yarmouk

halitosis didapatkan sebanyak 56% pasien yang mengalami hipertrofi tonsil. Pada

penelitian di Tokyo tahun 2000 juga didapatkan prevalensi halitosis sebanyak 27,5%.

Sulit menelan, sleep apnea dan obstruksi saluran napas dapat disebabkan oleh karena

pembesaran tonsil yang menutupi saluran napas. Pembesaran kelenjar getah bening

pada servikal (jugulodigastric nodes).1,2,10,12

9

Page 10: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

Gambar 2. Tonsilitis Kronis 2.7 Diagnosis Tonsilitis Kronis

Untuk menegakkan diagnosis tonsilitis kronis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis meliputi keluhan utama penderita saat berkunjung ke layanan kesehatan yaitu berupa nyeri tenggorok, lalu keluhan yang dirasakan tersebut bersifat berulang dan tidak menghilang dengan pengobatan yang adekuat. Selain itu pasien juga dapat merasa lemas (malaise), terkadang mengeluh

sakit pada sendi.2

2.7.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan demam, dan pembesaran ukuran

tonsil. Ukuran pembesaran tonsil pada tiap penderita dapat berbeda kadang tonsil

dapat bertemu di tengah sehingga menimbulkan keluhan gangguan menelan dan

kesulitan bernapas. Menurut Brodsky 2006 yang dikutip oleh N.Amalia, bahwa

standar untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik

diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral)

yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri. T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil,

T1: <25%, T2: >25%<50%, T3:>50%<75%, T4: >75%.10,13

10

Page 11: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

Gambar 3. Ukuran Pembesaran Tonsil13

Akan tampak tonsil mengalami peradangan berupa warna kemerahan dan kripte melebar. Selain itu akan dapat ditemukan bercak atau butir berwarna putih

kekuningan di dalam kripte tonsil yang dikenal dengan detritus yaitu kumpulan bakteri yang sudah mati dan leukosit. Pembesaran kelenjar getah bening (jugulodigastric nodes) di daerah servikal, bau napas yang tidak sedap (halitosis), tidak nafsu makan. Jika keluhan dan ditemukan gejala klinis di atas maka diagnosis

tonsilitis kronis dapat ditegakkan.13

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan

mikrobiologi yaitu melalui swab permukaan tonsil maupun jaringan inti tonsil.

Pemeriksaan sedian swab dengan pewarnaan Ziehl-Nelson atau dengan pemeriksaan

biakan dan uji kepekaan. Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam

tonsil. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab

tonsilitis yang lebih akurat karena bakteri yang menginfeksi tonsil adalah bakteri

yang masuk ke dalan parenkim tonsil, sedangkan pada permukaan tonsil mengalami

kontaminasi dengan flora normal di saluran napas atas sehingga bisa jadi bukan

bakteri yang menginfeksi tonsil. Pemeriksaan permukaan tonsil dilakukan sesaat

pasien telah dalam narkose dan diswab dengan lidi kapas steril. Pemeriksaan inti

tonsil dilakukan dengan mengambil swab sesaat setelah tonsilektomi.2,4,13

11

Page 12: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

Seperti yang dikutip oleh Novialdi, 2011 dari Gaffney bahwa pemeriksaan

mikrobiologi inti tonsil dapat dilakukan dengan menggunakan aspirasi jarum halus pada tonsil. Pasien dewasa dilakukan dalam posisi duduk kemudian tonsil dianastesi lokal menggunakan silokain semprot. Pada anak-anak dilakukan dalam narkose

umum setelah pengangkatan tonsil.2

Selain pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan histopatologi juga dikatakan

dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis tonsilitis kronis.Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Ugras dan Kultuhan di Turkey tahun 2008, bahwa

diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Menurut

penelitan tersebut, terdapat tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan-sedang

infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infiltrasi limfosit yang difus. Kombinasi

ketiga kriteria tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas

menegakkan diagnosis tonsilitis kronis.14

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tonsilitis kronis meliputi terapi medikamentosa dan operatif.

Terapi ini ditujukan untuk mengatasi higiene mulut yang buruk dengan cara berkumur ataupun pemberian antibiotik. Antibiotik jenis penisilin masih merupakan pilihan pada sebagian besar kasus. Pada kasus yang berulang akan meningkatkan terjadinya perubahan bakteriologi sehingga perlu diberikan antibiotik alternatif selain jenis penisilin. Untuk bakteri penghasil β laktamase perlu antibiotik yang stabil

terhadap enzim ini seperti amoksisilin klavulanat.2

Terapi pembedahan pada tonsilitis kronis dilakukan bila terapi konservatif

gagal. Tindakan pembedahan ini dikenal dengan tonsilektomi. Indikasi tonsilektomi

dahulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam

menentukan indikasi tonsilektomi saat ini. Berdasarkan American Academy of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) indikasi tonsilektomi

dikelompokkan menjadi indikasi absolut dan relatif.

1. Indikasi Absolut

a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan ostruksi saluran napas, disfagia

berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

12

Page 13: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan

drainase

c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

2. Indikasi Relatif

a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi

antibiotik adekuat

b. Halitosis akibat tonsilitis kronis yang tidak membaik dengan pemberian

terapi medis

c. Tonsilitis kronis atau berulang pada karier streptokokus yang tidak

membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten Pada keadaan tertentu seperti pada kasus abses peritonsilar, tonsilektomi dapat

dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.2,9

Kontraindikasi dari tindakan tonsilektomi yaitu pada gangguan perdarahan, risiko anastesi yang besar atau penyakit berat, anemia, infeksi akut yang berat. Keadaan-keadaan tersebut disebutkan sebagai kontraindikasi tonsilektomi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilakukan dengan tetap

memperhitungkan manfaat dan risiko.9

Laporan operasi tonsilektomi pertama kali dilakukan oleh Celcus pada abad

ke-1 Masehi di Roma. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan

adalah teknik Guillotine dan Diseksi. Tosilektomi dengan cara Guillotine dikenal

sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil. Hingga saat ini teknik

tonsilektomi dengan cara ini masih aman digunakan dan merupakan teknik

tonsilektomi tertua. Akan tetapi negara-negara maju sudah jarang yang melakukan

cara ini. Teknik kedua yaitu diseksi dan teknik ini merupakan yang terbanyak

dilakukan saat ini. Dilakukan dengan memposisikan mouth gag dengan benar, tonsil

dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi pada membran mukosa,

mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fosa hati-hati

kemudian dilakukan hemostasis dengan ligasi.9,13

13

Page 14: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

Selain kedua teknik tersebut terdapat beberapa teknik tonsilektomi yang

lainnya yaitu: 9,13

1. Electrosurgery (Bedah Listrik)

Teknik bedah listrik yang paling umum adalah monopolar blade, monopolar

suction, bipolar, dan prosedur dengan bantuan mikroskop. Bedah listrik

merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan memotong

dan hemostase dalam satu prosedur.

2. Radiofrekuensi

Pada teknik ini, elektroda disisipkan langsung ke jaringan tonsil. Dengan alat

ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang

volumenya. Penggunaan teknik ini dapat menurunkan morbiditas

tonsilektomi. Namun masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengevaluasi

keuntungan dari teknik ini.

3. Skalpel harmonik

Menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasikan

jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini menggunakan suhu

yang lebih rendah daripada elektrokauter dan laser. Keuntungan teknik adalah

jumlah perdarahan yang tidak banyak dan mengurangi nyeri pasca operasi.

Teknik ini juga menguntungkan bagi pasien terutama yang tidak dapat

mentoleransi kehilangan darah seperti pasien dengan anemia atau defisiensi

faktor VII.

4. Coblation

Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk menghasilkan listrik

radiofrekuansi baru melalui larutan natrium klorida. Keadaan ini

menghasilkan aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan sekitar. Teknik

ini bermakna mengurangi rasa nyeri, tetapi komplikasi utama adalah

perdarahan.

14

Page 15: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

5. Intracapsular partial tonsillectomy

Merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan

mikrodebrider endoskopi dimana dengan alat ini jaringan tonsil dapat

dibersihkan tanpa melukai kapsulnya. Hal ini akan mencegah terjadinya

perlukaan jaringn dan mencegah peradangan lokal yang menimbulkan nyeri,

sehingga mengurangi nyeri pasca operasi dan mempercepat waktu pemulihan.

6. Laser (CO2-KTP)

Pada teknik ini menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phospote)

untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil.Teknik ini mengurangi

volume tonsil dan menghilangkan ‘recesses’ pada tonsil yang menyebabkan

infeksi kronik dan rekuren. Teknik ini direkomendasikan untuk tonsillitis

kronis, sore throat kronik, halitosis berat atau obstruksi jalan napas yang

disebabkan pembesaran tonsil. 2.9 Komplikasi

Peradangan kronis pada tonsil ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi

antara lain:13

a. Abses peritonsilar. Abses ini terjadi karena adanya perluasan infeksi ke kapsul tonsil hingga mengenai jaringan sekitarnya. Pasien akan mengeluhkan demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, pembesaran tonsil unilateral, kesulitan membuka mulut (trismus) dan membutuhkan penanganan berupa

insisi dan drainase abses, pemberian antibiotik dan tonsilektomi.15Komplikasi

ini paling sering terjadi pada kasus tonsilitis berulang.

b. Abses parafaring. Terjadi karena proses supurasi kelenjar getah bening leher

bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal dan mastoid.

c. Obstruksi jalan napas atas (Obstructive sleep apnea) biasanya terjadi pada

anak-anak, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang dewasa. Hal ini dapat terjadi jika terdapat pembesaran pada tonsil dan adenoid

terutama pada anak-anak, sehingga tonsilektomi dan atau adenoidektomi

harus segera dilakukan.15

15

Page 16: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

d. Tonsilolith merupakan perwujudan dari debris epitelial dan dapat ditemukan

pada tonsilitis kronis bila kripte diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam

inorganik kalsium dan magnesium tersimpan memicu terbentuknya batu. Batu

tersebut lalu membesar secara bertahap, lalu terjadi ulserasi dari tonsil.

Tonsilolith ini akan tampak seperti pasir, berwarna putih kekuningan dengan

ukuran sekitar 1 cm atau lebih dan berbau tidak sedap.15 Lebih sering

ditemukan pada dewasa sebagai rasa tidak nyaman bersifat lokal atau foreign body sensation.

e. Glomerulonefritis. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi kuman

Streptokokus beta hemolitikus grup A pada tonsil dan faring. Seperti yang

dikutip oleh N.Amalia, pada penelitian Xie dilaporkan bahwa anti-

streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita glomerulonefritis dan

33% diantaranya mendapatkan kuman streptokokus beta hemolitikus grup A

pada swab tonsil dan faring sebagai kuman terbanyak. 2.10 Prognosis

Tonsilitis merupakan penyakit yang sering dijumpai dan pada umumnya dapat

sembuh dalam waktu beberapa hari dengan pemberian terapi yang tepat. Pemberian

atau pemilihan terapi antibiotik dalam penatalaksanaan tonsilitis perlu memperhatikan

bakteri penyebab sesuai dengan bukti empiris yang ada, sehingga akan dapat

mengurangi resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pada beberapa kasus, tonsillitis

dapat menjadi sumber infeksi serius seperti glomerulonefritis atau demam rematik.

Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat pada penyakit ini.2,13

16

Page 17: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif retrospektif

dengan mengambil data sekunder dari catatan medis penderita dengan tonsilitis kronis

yang telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014-

September 2015. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian THT-KL RSUP Sanglah Denpasar dengan

rentang waktu penelitian adalah bulan Januari 2014 sampai dengan bulan September

tahun 2015. 3.3 Subjek dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian adalah semua penderita tonsilitis kronis yang telah

menjalani tindakan tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Januari 2014

hingga bulan September 2015.Sampel merupakan total populasi. 3.3.2 Teknik pemilihan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling yaitu setiap

penderita yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dimasukkan dalam sampel

penelitian. 3.3.3 Kriteria sampel 3.3.3.1 Kriteria Inklusi : penderita yang didiagnosis dengan tonsilitis kronis

berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan telah dilakukan tindakan

tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar mulai periode Januari 2014 sampai

September 2015. 3.3.3.2 Kriteria Eksklusi : penderita dengan catatan medis tidak lengkap yang

meliputi informasi tentang semua variabel yang diteliti.

17

Page 18: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

3.4 Kerangka Konseptual

Umur

Jenis Kelamin Tonsilitis Pemeriksaan Fisik:

Pekerjaan Kronis ukuran tonsil

Faktor Risiko Indikasi Tonsilektomi :

Keluhan - Relatif Utama - Absolut

Nyeri Halitosis Malaise Nyeri pada sendi dan Tenggorok/Nyeri kadang demam Menelan

3.5 Kerangka Kerja

Distribusi penderita tonsilitis kronis yang telah

menjalani tonsilektomi

1. Umur

2. Jenis kelamin Rekam Medis

3. Pekerjaan

4. Keluhan utama

5. Ukuran Tonsil

6. Indikasi tonsilektomi

18

Page 19: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

3.6 Definisi Operasional Variabel a. Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer dan dapat bersifat akut maupun kronis. b. Umur adalah lama hidup yang dihitung dari tahun kelahiran. c. Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi laki-laki dan

perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan

upaya meneruskan garis keturunan. d. Pekerjaan adalah status pekerjaan pasien yang terdapat pada rekam medis pasien

sesuai dengan yang dilakukan pada saat datang ke RS, dapat berupa pelajar,

mahasiswa, pegawai negeri sipil (PNS), TNI/Polri, swasta, petani dan tidak

bekerja. e. Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien datang memperoleh

pelayanan medis ke pusat kesehatan. Pada tonsilitis kronis, keluhan utama dapat

berupa nyeri tenggorok atau nyeri menelan, halitosis, malaise, sakit pada sendi

dan kadang ada demam. f. Ukuran tonsil adalah pembesaran tonsil akibat peradangan kronis pada tonsil

palatina yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan diklasifikasikan berdasarkan

ratio tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral) yang diukur antara pilar

anterior kanan dan kiri. T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil, T1: <25%, T2:

>25%<50%, T3:>50%<75%, T4: >75%. g. Indikasi tonsilektomi adalah suatu kondisi yang mengakibatkan pasien harus

menjalani tonsilektomi. Berdasarkan American Academy of Otolaryngology-Head

and Neck Surgery (AAO-HNS) indikasi tonsilektomi dikelompokkan menjadi

indikasi absolut dan relatif. 3.7 Cara Pengumpulan Data

Data diambil dari catatan medis penderita yang didiagnosis dengan tonsilitis

kronis dan telah dilakukan tindakan tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar periode

Januari tahun 2014 hingga September tahun 2015. Hasil pemeriksaan dicatat dalam

lembar pengumpulan data untuk selanjutnya akan dilakukan analisis data.

19

Page 20: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

3.8 Pengolahan Data

Hasil penelitian dianalisis dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

20

Page 21: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita tonsilitis kronis yang

telah menjalani operasi tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari

2014 hingga September 2015 yang dipilih dengan metode Consecutive Sampling.

Total sampel dalam penelitian ini berjumlah 17 orang. 4.1.1 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan Umur dan jenis kelamin

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa penderita tonsilitis kronis

yang telah menjalani tindakan tonsilektomi terbanyak adalah pada umur 15-20 tahun

yaitu sebanyak 6 orang (35%). Tabel 4.1 Distribusi penderita tonsilitis krinis berdasarkan Umur

Umur (Tahun) Jumlah (N) Persentase (%)

15-20 6 35

21-25 5 29

26-30 4 24

31-35 1 6

>35 1 6

Total 17 100

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin maka yang terbanyak menjalani

tonsilektomi adalah perempuan yaitu sebanyak 13 orang (76%). Tabel 4.2 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)

Perempuan 13 76

Laki-laki 4 24

Total 17 100

21

Page 22: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

4.1.2 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan Pekerjaan

Pada tabel di bawah ini dapat diketahui bahwa penderita tonsilitis kronis yang

telah menjalani tonsilektomi paling banyak berprofesi sebagai pelajar yaitu sebanyak

6 orang (35%). Tabel 4.3 Distribusi Penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (N) Persentase (%)

Pelajar 6 35

Mahasiswa 4 23

PNS 3 18

Swasta 3 18

IRT 1 6

Total 17 100

4.1.3 Distribusi berdasarkan Keluhan Utama

Pada penelitian ini diketahui bahwa keluhan utama pasien dengan tonsilitis kronis yang telah dilakukan tonsilektomi adalah nyeri pada tenggorok atau sakit pada

saat menelan yaitu sebanyak 17 orang (100 %) Tabel 4.4 Distribusi Penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan Keluhan Utama

Keluhan Utama Jumlah (N) Persentase (%)

Nyeri tenggorok atau sakit saat menelan 17 100

Halitosis 0 0

Malaise 0 0

Sakit pada sendi dan kadang disertai 0 0

demam

Total 17 100

22

Page 23: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

4.1.4 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan indikasi tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi pada penerita tonsilitis kronis ada dua yaitu indikasi

absolut dan indikasi relatif. Berikut adalah distribusinya yang diperoleh dari 17

sampel penelitian. 4.1.4.1 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan indikasi absolut

Berdasarkan tabel di bawah ini diketahui bahwa penderita tonsilitis kronis

yang telah menjalani tonsilektomi berdasarkan indikasi absolut yang terbanyak adalah

pembesaran tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, sleep

apnea yaitu sebanyak 2 orang (11,76 %). Tabel 4.5 Distribusi Penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan indikasi absolut

Indikasi absolut Jumlah (N) Persentase (%)

Pembesaran tonsil yang menyebabkan 2 11,76

obstruksi saluran napas, disfagia berat,

sleep apnea

Abses peritonsil yang tidak baik dengan 0 0

pengobatan medis dan drainase

Tonsilitis yang timbulkan kejang demam 0 0

Hipertrofi tonsil unilateral yang 0 0

membutuhkan biopsi

Total 2 11,76

4.1.4.2 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan indikasi relatif

Berdasarkan tabel di bawah ini diketahui bahwa penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani tonsilektomi berdasarkan indikasi relatif yang terbanyak adalah

terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi antibiotik adekuat

yaitu sebanyak 15 orang (88,24 %).

23

Page 24: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

Tabel 4.6 Distribusi Penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan indikasi relatif

Indikasi relatif Jumlah (N) Persentase (%)

Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil 15 88,24

pertahun dengan terapi antibiotik adekuat

Halitosis 0 0

Tonsilitis kronis berulang pada karier 0 0

streptokokus yang tidak baik dengan

terapi antibiotik

Total 15 88,24

4.1.5 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan ukuran tonsil

Berdasarkan tabel di bawah ini diketahui bahwa penderita tonsilitis kronis

yang telah menjalani tonsilektomi berdasarkan ukuran tonsil terbanyak adalah dengan

ukuran tonsil T3: > 50% < 75% yaitu sebanyak 10 orang (59%). Tabel 4.7 Distribusi Penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan Ukuran tonsil

Ukuran tonsil Jumlah (N) Persentase (%)

T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil 0 0

T1: < 25% 0 0

T2: >25%< 50% 5 29

T3: >50%< 75% 10 59

T4: > 75% 2 12

Total 17 100

24

Page 25: Laporan Penelitian TE - UNUDerepo.unud.ac.id/id/eprint/4645/1/d9cddf86fc7e652a56741b...berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau

BAB V

PEMBAHASAN

Pada penelitian yang telah dilakukan, distribusi penderita tonsilitis kronis

yang telah menjalani tosilektomi berdasarkan umur paling banyak yaitu pada umur

antara 15-20 tahun sebanyak 6 orang (35%). Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sapitri V. (2013) di RSUD Raden Mattaher Jambi

yang mendapatkan distribusi terbanyak pada umur 5-14 tahun. Penelitian serupa juga

dilakukan oleh Palandeng ACT.,dkk (2012) di RSUP Prof. DR.R.D. Kandou Manado

yang mendapatkan distribusi terbanyak berada pada kelompok umur 5-14 tahun

(25,9%). Berdasarkan data ini, terdapat perbedaan kelompok umur distribusi pasien

tonsilitis kronis yang telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah Denpasar. Hal

ini kemungkinan disebabkan oleh pola kunjungan pasien yang datang berobat ke

RSUP Sanglah Denpasar berada pada kelompok umur tersebut.

Umur(Tahun)

6% 15-206%

35% 21-25

24%

26-30

31-35

29%

>35

JenisKelamin

24%Laki-laki

Perempuan

76%