laporan penelitian tahun anggaran 2019 penelitian …

42
Tema : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sub Tema : Pengelolaan Lingkungan LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN BIDANG ILMUAN ANALISIS KUALITAS SUMBER-SUMBER AIR UNTUK PENGELOLAAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH DI PULAU KECIL (Studi Kasus: Pulau Merbau) Tim Peneliti KETUA : Joleha, ST.,MM NIDN : 0020077001 ANGGOTA : Dr. Imam Suprayogi, ST., MT NIDN : 0003056802 Bochari, ST, MT NIDN : 0010057001 Nurdin, ST., MT NIDN : 0018026503 Mahasiswa: 1. Delfiyan Masri Nim: 1507037804 2. Putri Morena Sari Nim: 1407034158 SUMBER DANA : DIPA LPPM UNIVERSITAS RIAU TAHUN 2019 Nomor Kontrak : 863/UN19.5.1.3/PT.01.03/2019, tanggal 20 Maret 2019 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS RIAU OKTOBER 2019

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

Tema : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Sub Tema : Pengelolaan Lingkungan

LAPORAN PENELITIAN

TAHUN ANGGARAN 2019

PENELITIAN BIDANG ILMUAN

ANALISIS KUALITAS SUMBER-SUMBER AIR UNTUK

PENGELOLAAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH

DI PULAU KECIL

(Studi Kasus: Pulau Merbau)

Tim Peneliti

KETUA : Joleha, ST.,MM NIDN : 0020077001

ANGGOTA : Dr. Imam Suprayogi, ST., MT NIDN : 0003056802

Bochari, ST, MT NIDN : 0010057001

Nurdin, ST., MT NIDN : 0018026503

Mahasiswa:

1. Delfiyan Masri Nim: 1507037804

2. Putri Morena Sari Nim: 1407034158

SUMBER DANA : DIPA LPPM UNIVERSITAS RIAU TAHUN 2019

Nomor Kontrak : 863/UN19.5.1.3/PT.01.03/2019, tanggal 20 Maret 2019

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS RIAU

OKTOBER 2019

Page 2: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

i

Page 3: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

ii

RINGKASAN PENELITIAN

Pulau kecil sebagai suatu bagian kawasan kepulauan memiliki sejumlah

keunggulan komperatif berupa sumberdaya hayati dan non-hayati seperti antara lain

ikan, bakau, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lain beserta

ekosistemnya. Keunggulan tersebut telah dijadikan dasar bagi pengembangan

wilayah itu sendiri. Namun dibalik sejumlah keunggulan tersebut, kawasan

geografis ini ternyata menyimpan sejumlah keterbatasan, salah satunya adalah

sumberdaya air. Dalam upaya mendukung pemenuhan kebutuhan air bersih bagi

masyarakat terutama pada wilayah kepulauan khususnya Pulau Merbau, maka

analisis kualitas sumber air diperlukan untuk memberikan beberapa alternatif

pengolahan sumber-sumber air yang dapat digunakan sebagai dasar kajian lebih

lanjut untuk mendapatkan pengolahan sumber air bersih menjadi air bersih.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas air dari beberapa

sumber air baku yang akan dijadikan sebagai sumber air bersih. Sumber air baku

yang tidak memenuhi standar kualitas air bersih akan dijadikan sebagai dasar

pengambilan beberapa alternatif metode pengolahan air sehingga diperoleh kualitas

air bersih yang sesuai standar. Pemilihan sumber air dan metode pengolahan juga

didasari oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat Pulau Merbau. Hasil uji beberapa

sumber air baku yang diperoleh bahwa kualitas air hujan secara keseluruhan

memenuhi standar air bersih hanya saja derajat keasaman (pH) air hujan (5,6) masih

dibawah standar pH netral. Sedangkan sumber air dari air tanah memiliki beberapa

unsur/zat yang tidak memenuhi standar air bersih diantaranya adalah seng (Zn)

terlarut, besi (Fe) terarut dan KMnO4. Air permukaan di wilayah Pulau Merbau

dikategorikan sebagai air payau/gambut dan memiliki karakeristik yang tidak

memenuhi kualitas air bersih diantaranya adalah warna, kekeruhan, DHL, pH dan

zat organik (KMnO4) serta besi dan mangan. Dari hasil uji tesebut diusulkan

pengolahan air untuk sumber air hujan adalah pengendapan atau saringan pasir

lambat sedangkan untuk air tanah ditawarkan sistem pengolahan saringan pasir

lambat down flow atau up flow. Sedangkan untuk air yang berasal dari air

permukaan dikategorikan juga sebagai air gambut yang memiliki karakteristik

tinggi terhadap warna, kekeruhan, zat organik dan kandungan kation serta memiliki

pH yang rendah, sehingga disarankan menggunakan sistem konvensional dengan

beberapa tahapan proses diantaranya proses oksidasi, proses adsorpsi, proses

koagulasi – flokulasi, dan proses elektrokoagulasi. Dengan melihat kondisi sosial

ekonomi masyarakat pulau Merbau saat ini maka di usulkan bahwa sumber air

hujan baik menggunakan sistem pengolahan maupun tanpa pengolahan, air hujan

layak digunakan sebagai sumber air bersih.

Page 4: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah

Subhanawataallah yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan kepada kami

Tim Penelitian Analisis Kualitas Sumber-Sumber Air Untuk Pengelolaan

Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Di Pulau Kecil (Studi Kasus: Pulau

Merbau), sehingga penelitian ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.

Penelitian ini telah terlaksana dengan baik, pengolahan dan pembahasan telah

dilaksanakan, luaran wajib dan luaran tambahan sudah dipenuhi. Pelaksanaan

penelitian didukung dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini

perkenankan kami menyampaikan terimakasih kepada;

1. Rektor Universitas Riau

2. Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP sebagai ketua Lembaga Pengabdian pada

Masyarakat (LPPM) Universitas Riau

3. Dr. Imam Suprayogi, ST., MT selaku Ketua Prodi Teknik Sipil D3.

Smoga hasil luaran dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa,

terutama mahasiswa teknik Sipil D3 Jurusan Teknik Sipil Universitas Riau.

Pekanbaru, 30 Oktober 2019

Tim Peneliti,

Joleha, ST., MM

Page 5: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

iv

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan i

Ringkasan Penelitian ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian …………………………………………1

1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………….2

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ……………………………………2

1.4. Luaran dan Manfaat Penelitian ……………………………………2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori yang Relevan ………………………………………………..4

2.1.1. Sumber Air …………………………………………......4

2.1.2. Persyaratan Fisika ...…………………………………..5

2.1.3. Persyaratan Kimia ………………………………………...6

2.1.4. Derajat Keasaman (pH)....................................................... 7

2.1.5. DHL (Daya Hantar Listrik) …………………………..…...8

2.1.6. Macam-Macam Pengolahan Air Baku ……….....………...9

2.2. Penelitian Terdahulu .............................................................……10

2.3. Kerangka Pemikiran.……………………………………………..12

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian .................... …………………………………..13

3.2. Prosedur Penelitian.....………………....…………………………13

3.3. Studi Literatur ….……………………………………13

3.4. Pengumpulan Data dan Alat …………………………………… 14

3.5. Teknis Analisis Data ……………………………………..14

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Persiapan Data ……………………..... …………………………………15

4.2. Hasil Uji Sampel …………………… ……….....………………............ 15

4.3. Alternatif pengolahan air bersih.………........................…….….........….18

4.3.1. Pengolahan Air Hujan ................................................................... 19

4.3.2. Pengolahan Air Tanah (Air Gambut)............................................22

4.4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau Merbau …..…......….......... 25

4.5. Kualitas Air Hujan Wilayah Pesisir ........................................................ 28

4.6. Kualitas Air Hujan di Perkotaan ............................................................. 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………...………………..34

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN :

Page 6: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

v

1. Draf Artikel pada Dinamika Lingkungan Indonesia terindex Portal

Garuda dan Google Scholar

2. Proseding

3. Materi Ajar

4. Executive Summary

Page 7: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Sejauh ini telah diyakini bahwa pulau kecil sebagai suatu bagian kawasan

kepulauan memiliki sejumlah keunggulan komperatif berupa sumberdaya hayati

dan non-hayati seperti antara lain ikan, bakau, terumbu karang, padang lamun dan

biota laut lain beserta ekosistemnya. Keunggulan tersebut telah dijadikan dasar bagi

pengembangan wilayah itu sendiri. Namun dibalik sejumlah keunggulan tersebut,

kawasan geografis ini ternyata menyimpan sejumlah keterbatasan, salah satunya

adalah sumberdaya air. Untuk kawasan pulau kecil terutama pada daerah tropis,

beberapa pembatas yang berpengaruh pada sumberdaya air yang ada di antaranya

adalah penyusupan air laut, dan sempitnya luas daratan terutama yang dapat

berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan dsb.

Pada kawasan pulau dimana sistem aliran permukaan hanya memiliki waktu

tempuh pendek, hal ini mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya air untuk wilayah

semacam itu lebih mengandalkan pada air tanah, keberadaan air tanah ini sangat

tergantung salah satunya dengan kondisi geologi setempat. Sebahagian besar pulau-

pulau yang berada khususnya di provinsi Riau memiliki kondisi geologi yang sama

yaitu berada pada wilayah wetland, salah satunya adalah Pulau Merbau Kabupaten

Kepulauan Meranti. Hal ini mengakibatkan air tanah dan air permukaan tercemar

oleh lahan gambut yang bersifat asam atau payau dengan salinitas tinggi. Sehingga

salah satu alternatif sumber air bersih adalah air hujan

Dalam upaya mendukung pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat

terutama pada wilayah kepulauan khususnya Pulau Merbau, maka analisis kualitas

sumber air diperlukan untuk memberikan beberapa alternatif pengolahan sumber-

sumber air yang dapat digunakan sebagai dasar kajian lebih lanjut untuk

mendapatkan pengolahan sumber air bersih menjadi air bersih selain air hujan.

Studi dilakukan dengan pendekatan metodologi meliputi studi pustaka, kegiatan

lapangan, kegiatan laboratorium dan studio. Kegiatan lapangan yang dilakukan

mencakup pengambilan sampel air tanah, air hujan dan air permukaan dan kondisi

Page 8: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

2

sosial ekonomi setempat. Analisa laboratorium meliputi analisa contoh air yang

diambil dari lapangan dengan penekanan pada unsur-unsur utama kualitas air bersih

yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Analisa juga dilakukan terhadap metode

pengolahan air yang dapat menghasilkan air dari kualitas rendah menjadi air bersih.

Dengan demikian kenyataan yang menggambarkan keterbatasan sumber

daya air di pulau-pulau kecil, dapat diatasi dengan mengetahui kualitas tiap-tiap

sumber air baku dan jenis pengolahan yang tepat dan terjangkau, maka

pelaksanaan sistem pengelolaan sumber daya air berkelanjutan untuk kebutuhan

air bersih dapat diwujudkan yang akhirnya mendorong dilakukan penelitian ini

dengan judul Analisis Kualitas Sumber-Sumber Air untuk Memenuhi Kebutuhan

Air Bersih Di Pulau Kecil (studi kasus: Pulau Merbau).

1.2. Perumusan Masalah

Merujuk dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana kualitas sumber air tanah, air hujan dan air permukaan di pulau

Merbau, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di

Pulau Merbau?

2. Bagaimana sistem pengolahan yang tepat untuk masing-masing sumber air

yang telah diuji kualitasnya?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kualitas sumber-sumber air di

Pulau Merbau dan menganalisis alternatif-alternatif pengolahan sederhana untuk

sumber air yang memiliki kualitas yang tidak memenuhi standar kualitas air bersih

menjadi air bersih yang memenuhi standar, sehingga dapat memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

1.4. Luaran dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui

Page 9: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

3

kualitas sumber air yang ada di Pulau Merbau, terutama sumber air hujan, air

sumur (air tanah) dan air permukaan. Hasil uji kualitas air tersebut menjadi dasar

pemilihan beberapa metode alternatif dalam pengolahan sumber air bersih.

Kemudian dapat memberi informasi kepada para perencana untuk mendukung

pengembangan wilayah kepulauan yang berkelanjutan berdasarkan potensi sumber

daya airnya.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori yang Relevan

2.1.1 Sumber Air

Secara keseluruhan, air yang terdapat dipermukaan bumi membentuk

sebuah lingkaran (siklus) air. Air di lautan, sungai, sumur, danau dan waduk akan

menguap menjadi uap air. Titik uap akan bergerombol membentuk awan.

Kandungan uap di awan akan terkondensasi menjadi butiran-butirn air hujan.

Selanjutnya hujan membasahi permukaan bumi dan meresap menjadi air tanah

sehingga membentuk mata air, sumur, danau ataupun mengalir melewati sungai

menuju lautan. Siklus air tersebut akan berputar terus menerus. Sumber air secara

sederhana dapat diuraikan sebagai berikut;

Air laut

Air laut memiliki rasa asin karena mengandung senyawa garam murni

(NaCl) yang cukup tinggi, kadar garam murni sekitar 3% dari jumlah total

keseluruhan air laut. Saat ini teknologi yang dapat merubah air laut menjadi air

tawar yang layak dikonsumsi masih teknologi tinggi yaitu dengan filterisasi dan

destilasi dimana proses ini memerlukan energi yang besar sehingga hanya negeri

kaya dan maju yang baru bisa mengaplikasikan teknologi penjernihan air laut.

Air Hujan

Air hujan merupakan hasil proses penguapan (evaporasi) air di permukaan

bumi akibat pemanasan oleh sinar matahari. Dalam keadaan ideal (tanpa

pencemaran air) air hujan merupakan air bersih dan dapat langsung dikonsumsi

manusia. Namun pada saat evaporasi berlangsung air yang menguap sudah

tercemar, dan air hujan yang turun juga tercemar oleh polusi udara (industry,

otomotif dll) akhirnya air hujan tidak lagi mempunyai pH normal lagi melainkan

bersifat asam.

Air Permukaan

Air permukaan adalah semua air yang terdapat di permukaan tanah, antara

lain sumur, sungai, rawa dan danau. Air permukaan berasal dari air hujan yang

meresap dan membentuk mata air di gunung atau hutan, kemudian mengalir di

Page 11: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

5

permukaan bumi dan membentuk sungai atau mengumpul di tempat cekung yang

membentuk danau ataupun rawa.

Air tanah

Menurut definisi undang-undang sumber daya air, air tanah merupakan air

yang terdapat didalam tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah

memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi, sifat dan kandungan mineral air

tanah dipengaruhi oleh lapisan tanah yang dilaluinya. Kandungan mineral air tanah

antara lain Na, Mg, Ca, Fe, dan O2.

Air tanah digolongkan menjadi tiga, yaitu air tanah dangkal (kurang lebih

15 meter di bawah permukaan tanah, air tanah dalam (100-300 meter di bawah

permukaan tanah) dan mata air (mata air merupakan air tanah yang keluar langsung

dari permukaan tanah, mata air memiliki kualitas hampir sama dengan kualitas air

tanah dalam/dangkal).

2.1.2 Persyaratan Fisika

Secara fisik, kualitas air dapat diketahui dengan menggunakan indera

penglihatan, perasa, penciuman, dan mencicipi untuk mengetahui rasa, kekeruhan,

warna dan bau.

Standar uji fisika antara lain:

a) Kekeruhan

Kualitas air yang baik adalah jernih (bening) dan tidak keruh. Batas minimal

kekeruhan air layak minum menurut Permenkes adalah 5 skala NTU. Kekeruhan

air disebabkan oleh partikel-partikel yang tersuspensi dalam air.

b) Tidak berbau dan tidak berasa

Air yang mempunyai kualitas baik adalah tidak berbau dan tidak berasa. Bau

dan rasa dapat dirasakan langsung oleh indra penciuman dan indra perasa. Air yang

mempunyai bau dan berasa mengindikasikan ada terjadi proses dekomposisi bahan-

bahan organik oleh mikroorganisme dalam air, disebabkan oleh senyawa fenol yang

terdapat dalam air atau penyebab lainnya yang menyebabkan air tidak layak untuk

dikonsumsi.

c) Jumlah padatan terapung

Page 12: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

6

Perlu diperhatikan air yang baik dan layak diminum tidak mengandung

padatan terapung dalam jumlah yang melebihi batas maksimal yang diperbolehkan

(1.000 mg/l).

d) Suhu Normal

Air yang baik mempunyai temperatur normal, kurang lebih 30 dari suhu

kamar (270C). Suhu air yang melebihi batas normal menunjukan indikasi terdapat

bahan kimia yang terlarut dalam jumlah yang cukup besar atau sedang terjadi proses

dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme.

e) Warna

Warna pada air dapat disebabkan oleh macam-mcam bahan kimia atau

organic. Air yang layak dikonsumsi harus jernih dan tidak berwarna. Permenkes

menyatakan bahwa batas maksimal warna air yang layak untuk diminum adalah 15

skala TCU.

2.1.3 Persyaratan Kimia

Uji Analisa kualitas air secara kimia sederhana ini bertujuan untuk

mengetahui ada atau tidaknya kandungan kimia dalam sampel air . Dengan mata

telanjang tidak dapat diketahui keberadan zat kimianya. Namun ini bisa dilakukan

dengan uji sederhana yaitu membuat teh menggunakan sampel air yang akan diuji.

Teh disini berfungsi sebagai penunjuk saja, jika sampel yang diuji mengalami

perubahan warna, lendir atau terdapat minyak pada lapisan atas, maka air tersebut

mengandung bahan kimiawi. Semakin cepat perubahan yang terjadi maka semakin

tinggi pula kandungan kimia yang ada pada sampel tersebut.

Bila perubahannya lambat atau baru berubah setelah pengamatan satu

malam, kandungan kimiawinya lebih sedikit, namun tetap air itu kurang baik

dikonsumsi. Air yang mengandung tingkat kesadahan dan kandungan logam tinggi

dapat terlihat bila air teh berubah menjadi hitam, ungu atau biru.

Standar baku kimia air layak minum meliputi:

a. Derajat keasaman (pH)

Kualitas air yang baik/netral berada di rentang pH 7. Air dengan pH di

bawah 7 dikatakan asam dan diatas 7 dikatakan basa.

b. Kandungan bahan kimia organik

Page 13: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

7

Air yang baik memiliki kandungan bahan kimia organik dalam jumlah yang

tidak melebihi batas yang ditetapkan. Dalam jumlah tertentu tubuh membutuhkan

bahan kimia organik namun apabila melebih batas akan menimbulkan gangguan

pada tubuh. Hal itu terjadi Karena bahan kimia organic yang melebihi batas akan

terurai dan menimbulkan gangguan pada tubuh. Bahan kimia organic tersebut

antara lain seperti: NH4, H2S, SO-42-, dan NO3

-

c. Kandungan Bahan kimi anorganik

Bahan-bahan kimia yang termasuk dalam bahan kimia anorganik antara lain

garam dan ion-ion logam (Fe, Al, Cr, Mg, Ca, Cl, K, Pb, Hg, Zn).

d. Tingkat kesadahan rendah

Derajat kesadahan (CaCO3) maksimum air yang layak minum adalah 500

mg per liter.

2.1.4 pH

pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar sam/basa

dalam air. Penentuan pH merupakan tes yang paling penting dan paling sering

digunakan pada kimia air. pH digunakan pada penentuan alkalinitas, CO2, serta

dalam kesetimbangan asam basa. Pada temperatur yang diberikan, intensitas asam

atau karakter dasar suatu larutan diindikasikan oleh pH dan aktivitas ion hidrogen.

Perubahan pH air dapat menyebabkan berubahnya bau, rasa, dan warna. Pada

proses pengolahan air seperti koagulasi, desinfeksi, dan pelunakan air, nilai pH

harus dijaga sampai rentang dimana organisme partikulat terlibat. Asam dan basa

pada dasarnya dibedakan dari rasanya kemudian dari efek yang ditimbulkan pada

indikator. Reaksi netralisasi dari asam dan basa selalu menghasilkan air. Ion H+ dan

OH- selalu berada pada keseimbangan kimiawi yang dinamis dengan H2O

berdasarkan reaksi;

pH = 7 menunjukkan keadaan netral

0 < pH < 7 menunjukkan keadaan asam

7 < pH < 14 menunjukkan keadaan basa (alkalis)

Air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah terjadinya

pelarutan logam berat dan korosi. Air adalah bahan pelarut yang baik sekali, maka

dibantu dengan pH yang tidak netral, dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang

Page 14: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

8

dilaluinya. Berdasarkan SNI AMDK dan EC rules air yang baik ph-nya antara 6

sampai 8, air mineral 6,5 sampai 8,5 dan air demineral 5,0 sampai 7,5.

Pengukuran pH dapat dilakukan menggunakan kertas lakmus, kertas pH

universal, larutan indikator universal (metode Colorimeter) dan pHmeter (metode

Elektroda Potensiometri). Pengukuran pH penting untuk mengetahui keadaan

larutan sehingga dapat diketahui kecenderungan reaksi kimia yang terjadi serta

pengendapan materi yang menyangkut reaksi asam basa.

2.1.5 DHL (Daya Hantar Listrik)

Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk

menghantarkan arus listrik (disebut juga konduktivitas). DHL pada air merupakan

ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk

menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut

yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL

bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi

total maupun relatifnya.

Pengukuran daya hantar listrik bertujuan mengukur kemampuan ion-ion

dalam air untuk menghantarkan listrik serta memprediksi kandungan mineral dalam

air. Pengukuran yang dilakukan berdasarkan kemampuan kation dan anion untuk

menghantarkan arus listrik yang dialirkan dalam contoh air dapat dijadikan

indikator, dimana semakin besar nilai daya hantar listrik yang ditunjukkan

pada konduktivitimeter berarti semakin besar kemampuan kation dan anion yang

terdapat dalam contoh air untuk menghantarkan arus listrik. Hal ini

mengindikasikan bahwa semakin banyak mineral yang terkandung dalam air.

Konduktivitas dinyatakan dengan satuan p mhos/cm atau p Siemens/cm.

Dalam analisa air, satuan yang biasa digunakan adalah µmhos/cm. Air suling

(aquades) memiliki nilai DHL sekitar 1 µmhos/cm, sedangkan perairan alami

sekitar 20 – 1500 µmhos/cm (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Pengukuran DHL dilakukan menggunakan konduktivitimeter dengan satuan

µmhos/cm. Prinsip kerja alat ini adalah banyaknya ion yang terlarut dalam contoh

air berbanding lurus dengan daya hantar listrik. Batas waktu maksimum

pengukuran yang direkomendasikan adalah 28 hari. Menurut APHA, AWWA

Page 15: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

9

(1992) dalam Effendi (2003) diketahui bahwa pengukuran DHL berguna dalam hal

sebagai berikut :

a. Menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat disosiasi dari air destilasi.

b. Memperkirakan efek total dari konsentrasi ion.

c. Mengevaluasi pengolahan yang cocok dengan kondisi mineral air.

d. Memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air.

e. Menentukan air layak dikonsumsi atau tidak.

2. 1.6. Macam-Macam Pengolahan Air Baku

Macam pengolahan air yang sudah dikenal, yaitu

1. Complete Treatment proses (pengolahan sempurna), air baku mengalami

pengolahan lengkap yaitu pengolahan fisik, kimiawi dan bakteriologis.

Pengolahan dilakukan terhadap air sungai yang keruh atau kotor

2. Partial treatment proses ( pengolahan sebagian), air baku hanya mengalami

proses pengolahan kimia dan pengolahan bakteorologi, pada proses

pengolahan lengkap terdapat tiga tingkat pengolahan, yaitu:

Pengolahan Fisik

Bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran kasar,

penyisihan lumpur dan pasir, mengurangi zat-zat organik yang ada pada air yang

akan diolah. Proses pengolahan ini dilakukan tampa tambahan zat kimia.

Pengolahan bahan kimia

Tujuan dari pengolahan ini yaitu membantu proses pengolahan selanjutnya,

misalnya pemberian tawas supaya mengurangi tingakat kekeruhan air baku yang

ada.

Pengolahan bakteriologis

Tujuannya membunuh atu memusnakan bakteri-bakteri terutama bakteri

penyebab penyakit yang terkandung dalam air misalnya:

Baktri collie (salah satu penyebab penyakit perut). Salah satu peruses pengolahan

adalah dengan penambahan zat desinfektan misalnya kaporit.

Secara umum pengolahan air terdiri atas atas lima jenis yakni

a. Pengolahan secara alamiah yaitu dalam bentuk penyimpanan dan pengendapan

Page 16: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

10

b. Pengolahan dengan penyaringan. Pada jenis ini terdiri atas 2 macam saringan

pasir lambat (slow san filter) dan saringan pasir cepat ( Rapid sand Filter).

c. Pengolahan dengan penambahan koagulan dan desinfektan dengan tujuan

mempercepat prooses koagulasi dan membunuh bakteri yang terdapat dalam

air.

d. Pengolahan dengan Aeration dengan tujuan menghilangkan baun dan rasa tidak

enak pada air dan gas-gas yang tidak di butuhkan.

e. Pengolahan dengan pemanasan hingga mendidih

2. Penelitian Terdahulu

Banyak penelitian yang berhubungan dengan analisis atau kajian kualitas

air tanah, air sungai maupun air hujan yang telah dilakukan, baik di dalam negeri

maupun di luar negeri, seperti yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti beriku ini;

Hantoro at al., (2008) dalam kajian tentang air tawar di pulau kecil

menyimpukan bahwa penanaman jenis pohon tertentu yang sudah diuji kemampuan

dan perilakunya sehingga dapat cepat memberi hasil utama dan sampingan namun

juga terhindar dari dampak-dampak negatif antara lain kelebihan evapotranspirasi

yang pada akhirnya bahkan dapat mengurangi persediaan air di pulau. Upaya

peningkatan kualitas air tawar juga dilakukan dengan pengolahan limbah air

keluarga yang luarannya juga diusahakan dikembalikan sebagai bagian dari neraca

air tawar pulau kecil-pesisir.

Wulan dan Heni (2016) tipologi mata air di Pulau Yamdena dan Pulau

Selaru berasal dari aliran air tanah zona atas yang dipengaruhi oleh air permukaan.

Berdasarkan hasil uji Laboratorium hampir semua sumber air yang teridentifikasi

di Pulau Yamdena dan Pulau Selaru belum memenuhi baku mutu yang digunakan.

Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pendayagunaan air

selanjutnya yang diarahkan untuk mewujudkan pengembangan pemanfaatan yang

berkelanjutan.

Hadi et al., (2006) proses penyusupan air laut dalam penelitiannya tampak

lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi genesa dari endapan pantai daerah studi.

Hasil studi sementara menunjukkan bahwa telah terjadi proses degradasi kualitas

Page 17: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

11

air tanah di daerah studi. Walaupun terjadi peristiwa penyusupan air laut, proses

degradasi tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh limbah domestik.

Despins at al., (2009) telah melakukan penelitian berhubungan dengan

Assessment of rainwater quality from rainwater harvesting systems in Ontario,

Canada. Hasil dari program penilaian kualitas sebagian besar konsisten dengan

yang dilaporkan oleh beberapa peneliti lain. Hasil menunjukkan bahwa air hujan

dari sistem RWH dapat berkualitas tinggi secara konsisten melalui pemilihan bahan

tangkapan dan penyimpanan yang sesuai dan penerapan perawatan.

Achadu at al., (2013) melakukan penelitian yang berhubungan dengan

Quality Assessment of Stored Harvested Rainwater in Wukari, North-Eastern

Nigeria: Impact of Storage Media, Studi ini menunjukkan bahwa air hujan yang

dipanen mungkin tidak cocok untuk minum langsung, tanpa pengolahan, tetapi

dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga lainnya.

Bing at al., (2012) melakukan penilaian terhadap kualitas air tanah dan air

permukaan, dan menyimpulkan bahwa air permukaan dan air tanah dangkal cocok

untuk irigasi, reservoir dan air tanah dalam di hulu adalah sumber daya untuk

minum. Air untuk minum harus menghilangkan ion Fe dan Mn yang terbentuk

secara alami. Kontrol bahaya natrium dan salinitas adalah diperlukan untuk irigasi.

Pengelolaan air permukaan dan air tanah terpadu diperlukan untuk memecahkan

masalah air minum dan irigasi.

Gungoa (2016) melakukan pemeringkatan kualitas air diukur dengan dua

cara yaitu indeks kualitas air (WQI) dan metode CCME WQI menunjukkan bahwa

air tersebut cocok untuk keperluan minum. Studi ini menunjukkan bahwa WQI

dapat menjadi alat yang berharga bagi administrator air dan pembuat kebijakan

untuk menilai dan menilai kesesuaian air untuk berbagai penggunaan.

Penelitian ini menjadi sangat relevan untuk mengetahui kualitas air dari

sumber-sumber air yang dapat dijadikan sebagai sumber air bersih, sehingga dari

hasil kualitas air maka akan dilakukan analisa pengolahan air yang tepat untuk

masing-masing sumber air tersebut. Dengan demikian sumber sumber air tersebut

dapat dijadikan sumber air bersih selain air hujan yang selama ini umumnya

digunakan di Pulau Merbau dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya.

Page 18: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

12

2. 3. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian ini selanjutnya disajikan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Data: - Sampel air dari air hujan, air tanah

dan air permukaan. - Data sosial ekonomi - Peta

Analisis Kualitas Sumber-Sumber Air Untuk

Pengelolaan Pemenuhan Kebutuhan Air

Bersih Di Pulau Kecil

Permasalahan : - Lahan basah/gambut - Air payau/asam - warna air coklat - salinitas tinggi

Tujuan:

1. untuk menganalisis kualias sumber-

sumber air di Pulau Merbau 2. untuk menganalisis alternatif-alternatif

pengolahan sumber air menjadi air bersih,

Output: - Mengetahui Kualitas sumber-

sumber air - Mengetahui metode

pengolahan air sesuai hasil uji

kualitas sumber-sumber air di

pulau Merbau

Outcome: - Jurnal Nasional - Seminar Nasional - Materi Ajar - TTG

- Draf TA Mhs

Pengumpulan Data

Primer Sekunder

Analisis

Kualiatas Air Pengolahan air

bersih

Diskusi

Kesimplan & Rekomendasi

Page 19: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

13

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi studi penelitian berada di Pulau Merbau Kabupaten Kepulauan

Meranti, Provinsi Riau.

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian

3.2. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari studi literatur, pengumpulan data,

pengambilan sampel air, proses pengujian laboratorium dan analisis pengolahan

yang sesuai serta penggambaran sebaran kualitas sumber air. Bagan alir metodologi

penyelesaian penelitian sejalan dengan alur pikir yang digambarkan dalam bagan

alir pada Gambar 2.1.

3.3. Studi Literatur

Dilakukan studi literatur yaitu studi yang dilakukan dengan cara menelaah

kajian-kajian ilmiah untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang berkaitan dengan

topik yang diangkat dalam penelitian. Studi literatur bisa didapat dari berbagai

sumber seperti jurnal, buku, prosiding ataupun skripsi/thesis yang berkaitan hasil

penelitian dan publikasi yang berkenaan dengan kajian kualitas air dari berbagai

sumber air baku untuk air bersih.

Lokasi Penelitian

Page 20: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

14

3.4. Pengumpulan Data dan Alat

Pengumpulan data dan alat yang digunakan dilakukan dengan adalah

sebagai berikut;

1. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

dua cara yaitu survei lapangan dan survei instansional. Survei lapangan

dilakukan dengan pengamatan langsung, pengambilan sampel air yang berasal

dari air tanah, air permukaan dan air hujan. Data sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu berupa data sosial ekonomi masyarakat.

2. Alat yang digunakan adalah peralatan pengambilan sampel air dan pengukuran

parameter lapangan seperti misalnya suhu dan pH. Sedangkan peralatan

lainnya adalah peralatan pengujian kualitas air di laboratorium.

3.5. Teknis analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

laboratoris yang memberikan gambaran secara deskriptif dari hasil uji

laboratorium. Data hasil uji laboratorium selanjutnya dibandingkan dengan

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 tahun 1990 tentang standar kualitas air

bersih untuk melihat apakah air tanah, air permukaan dan air hujan di pulau Merbau

layak jika dikonsumsi sebagai air bersih.

Hasil pengujian kualitas air di analisa dan dipertimbangkan untuk

mendapatkan alternatif-alternatif pengolahan sumber air menjadi air bersih dan

pengelolaannya, sehingga pemenuhan kebutuhan air bersih di Pulau Merbau dapat

tecapai.

Page 21: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

15

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Persiapan Data

Data yang digunakan adalah data primer yaitu hasil uji kualitas air hujan dan

air sumur kecamatan Pulau Merbau. Hasil uji yang diperoleh akan dianalisa dan

dijadikan juga perbandingan denga dengan data-data uji kulitas air hujan dari

beberapa daerah di Indonesia. Data uji kualitas dari sampel yang diambil

dilampirkan pada lampiran 1, yang mana merupakan dasar pembahasan dalam

penelitian.

4.2 Hasil Uji Sampel

Air merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah di muka bumi, dan

dengan adanya siklus hidrologi menjadikan air sumberdaya alam yang dapat

diperbaharui. Namun meskipun air merupakan sumberdaya alam yang dapat

diperbaharui, air di alam sangat jarang ditemukan dalam keadaan murni. Air hujan

yang pada awalnya dalam keadaan murni tapi setelah mengalami reaksi dengan gas-

gas di udara dalam perjalanannya turun ke bumi dan selanjutnya selama mengalir

di atas permukaan bumi dan dalam tanah, menjadikan air tersebut terkontaminasi.

Kualitas air merupakan karakteristik mutu yang dibutuhkan dalam pemanfaatan air

sesuai dengan yang diperuntukannya, dalam hal ini adalah kualitas air sebagai air

bersih yang dapat dimanfaatkan terutama sebagai air untuk masak, minum dan

mencuci. Pembatasan peruntukkan air disebabkan karena pengaruh kondisi suatu

wilayah. Wilayah pesisir adalah wilayah yang cenderung mengalami kesulitan air

bersih dan satu-satunya sumber air bersihya adalah mengandalkan air hujan. Air

hujan yang merupakan air alami yang paling mendekati air mumi ternyata

menunjukkan komposisi yang berbeda-beda antara satu tempat dengan termpat

yang lain.

Beberapa sampel air telah diuji kualitasnya seperti yang tertera pada Tabel

4.1. Secara umum kualitas sampel air menunjukan hasil uji masih dalam baku mutu

yang dipersyaratkan. Hanya pada sumber air yang berasal dari air hujan (A&B)

diperoleh hasil parameter pH dibawa baku mutu yaitu sebesar antara 5,64 -5, 86.

Page 22: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

16

Hal ini menandakan air bersifat asam. Dalam standar air bersih pH diharapkan

berada pada nilai 6,5 – 8,5. Sifat asam air hujan ini terjadi pada air dari sumber bak

penampungan plastik maupun dari bak penampungan tempayan semen.

Tabel 4.1. Hasil Uji Kualitas Air dari beberapa sumber air di Pulau Merbau

No. Parameter Satuan Kadar

Maks

Hasil Pengujian

A B C

A. Fisika

1. Bau - - - - -

2. Warna Pt/Co 50 26 5 68

3. Jumlah zat padat

terlarut (TDS)

mg/l 1.000 16 4 1.042

4. Kekeruhan NTU 25 0,68 0,35 25.6

5. Rasa - - - -

6. Suhu 0C 25,5 25,7 -

B. Biologi

7. Total Kaliform # Jml/100ml 50 5,6 3,6 <1,8

C. Kimia Wajib

8. pH - 6,5 – 8,5 5,64 5,84 6,81

9. Besi Terlarut # mg/l 1 0,062 0,084 0,100

10. Kesadahan # mg/l 500 8,006 4,003 107,1

11. Mangan Terlarut mg/l 0,5 0,013 <0,010 0,016

12. Nitrat sebagai N mg/l 10 10 0,4 6,1

13. Nitrit sebagai N # mg/l 1 <0,017 <0,017 <0,017

14. Sianida mg/l 0,1 <0,003 <0,003 <0,003

15. Fluorida mg/l 1,5 <0,181 0,777 0,629

D Tambahan

16. Kadmium

Terlarut #

mg/l 0,005 <0,003 <0,003 <0,003

17. KMnO4 mg/l 10 4,74 1,64 27,18

18. Kromium Valensi

6

mg/l 0,05 <0,025 <0,025 <0,025

19 Seng Terlarut # mg/l 0,005 <0,003 0,542 0,021

20. sulfat mg/l 400

21. Timbal Terlarut # mg/l 0,05 <0,025 <0,025 <0,025

Sumber: Hasil Uji Lab, 2019

Sedangkan hasil uji sumber air tanah (C) pada Tabel 4.1 menjelaskan

bahwa ada beberapa parameter kualitas bersih yang tidak memenuhi standar.

Parameter tersebut adalah warna, jumlah zat padat telarut (TTS), kekeruhan, besi

terlarut, seng terlarut dan KMnO4. Air ini jika dijadikan sebagai sumber air bersih

, maka terlebih dahulu dilakukan pengolahan untuk memdapatkan air bersih sesuai

kualitas Permenkes No. 416 tahun 1990.

Page 23: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

17

Uji kualitas sumber air permukaan di pulau ini hanya dilakukan terhadap

parameter fisiknya saja, yaitu semestinya air bersih tidak berwarna, tidak berasa,

tidak berbau dan jernih namun air permukaan pada lokasi penelitian ini berwarna

coklat, berasa payau, berbau dan tidak jernih. Air permukaan ini juga dapat

dikategorikan sebagai air gambut, karenan air gambut adalah air permukaan yang

banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah jika dijadikan sebagai

sumber air bersih harus terlebih terlebih dahulu dilakukan pengolahan yang sesuai

dan sebisa mungkin sederhana karena menyesuaikan dengan keadaan masyarakat

setempat. Dipertegas oleh Kusnaedi, 2006 bahwa air gambut memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

• Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan)

• pH yang rendah

• Kandungan zat organik yang tinggi

• Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah

• Kandungan kation yang rendah

Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya

kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus

dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik

seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai tingkat dekomposisi, namun secara

umum telah mencapai dekomposisi yang stabil (Syarfi, 2007). Dalam berbagai

kasus, warna akan semakin tinggi karena disebabkan oleh adanya logam besi yang

terikat oleh asam-asam organik yang terlarut dalam air tersebut.

Tabel 4.2. Kualitas Air Gambut di beberapa Daerah

Page 24: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

18

Karakteristik air payau/gambut di beberapa wilayah di Indonesia dapat

dilihat pada Tabel 4.2. Parameter yang tidak memenuhi baku mutu air bersih adalah

warna, kekeruhan, DHL, pH dan zat organik (KMnO4) serta besi dan mangan.

4.3 Alternatif pengolahan air bersih

Beberapa alternatif pengolahan diberikan untuk mengatasi kualitas sumber

air yang masih belum memenuhi standar yang di persyaratan sebagai kualitas air

bersih. Jenis pengolahan air ditentukan dari kualitas air yang dikandung sumber air

yang tersedia. Pemilihan proses pengolahan air secara umum tergantung dari jenis

serta konsentrasi polutan yang ada di dalam air. Beberapa proses yang dapat

dilakukan untuk menghilangkan senyawa atau unsur polutan yang ada di dalam air

dapat dilhat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Proses Pengolahan Air Bersih

No. Kualitas Air Baku Cara Pengolahan

1 Kekeruhan (TTS) Filtrasi denganmedia pasir silka, Filter atau

saringan pasir lambat, proses koagulasi-

flokulasi dan filtrasi pasir cepat, fitrasi

dengan memran utrafiltrasi

2 Polutan Mikro Filtrasi dengan karbon aktif

3 Carbon dioksida

bebas/CO2 agresif

Aerasi, pengolahan dengan zat alkali

4 Pengaturan pH Pengolahan dengan zat alkali

5 Besi Prehlorinasi, aerasi, pengontrolan pH,

dengan bakteri besi, pertukaran ion, dengan

katalisMnO2, oksidasi dg KmnO4 atau

ozon dll.

6 Mangan 1. (Oksidasi)+(Flokulasi)+Saringan

Pasir, Khlorinasi Awal, Okasi-asi

denganozon

2. Filtrasi kontak media filter yang

mengandung MnO2, Filtrasi ganda.

3. Proses dengan bakteri besi dengan

saringan pasir lambat.

7 Plankton Dengan pemakaian bahan kimia: copper

sulfat, Khlorine, copper khlorida; fitrasi

ganda; saringan mikro.

8 Bau Proses Aerasi, menghilangkanmikro-

organisme, Proses dengan karbon aktif,

khlorinasi; pengoahan dengan ozon.

Page 25: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

19

9 Deterjen dan phenol Pengolahan dengan karbon aktif, Proses

pengolahan awal secara biologis, oksidasi

dengan ozon.

10 Warna Engoahan dengan cara koagulasi-flokulasi,

pengolahan dengan karbon aktif, oksidasi

dengan ozon.

11 Flourine Pengolahan dengan almina aktif

pengolahan dengan arang tulang, proses

elektrolitik.

12 Kekeruhan Pengolahan dengan cara kagulasi-flokulasi,

pengendapan dan fltrasi

13 Kesadahan Proses penlunakan dan destilasi

14 Nitrate Proses demineralisasi

15 Amonia Proses ion ecxcange dengan hidrogen

zeonit

16 Asam mineral bebas Netralisasi dengan alkali, ion exchange

17 Hidrogen sulfida Aerasi, khorinasi dan ion exchange

18 Konductivity Demineralisasi dan proses pelunakan

19 Silika On exchange dan destilasi

20 Khlorida Demineralisasi, destilasi, teknlogi

membrane RO

21 Bakteriologis Disinfeksi dengan senyawa hlor, disinfeksi

dengan ozon, sterilisasi dengan ultraviolet,

filtrasi dengan membrane UF/RO

4.3.1 Pengolahan Air Hujan

Hasil uji kualitas air hujan yang diperoleh seperti pada Tabel 4.1,

menunjukkan bahwa salah satu parameter yang tidak terpenuhi kualitas air

bersihnya adalah pH. Dari beberapa artikel menyatakan bahwa peningkatan pH air

hujan akan meningkat seiring dengan waktu pengendapan. Sehingga dapat

dinyatakan bahwa air hujan dapat digunakan langsung sebagai air bersih tanpa

pengolahan. Air hujan yang dijadikan sebagai air minum sebaiknya terlebih dahulu

dimasak sebelum dikonsumsi. Untuk meningkatkan kualitas air hujan dapat juga

dilakukan beberapa jenis pengolahan, diantaranya adalah; Sistem Saringan Pasir

Lambat dan Sistem Saringan Pasir Lambat Down Flow Dan Up Flow.

Sistem Saringan Pasir Lambat

Sistem saringan pasir lambat merupakan teknologi pengolahan air yang

sangat sederhana yang dapat menghasilkan air bersih dengan kualitas yang baik.

Sistem saringan pasir lambat ini mempunyai keunggulan antara lain tidak

memerlukan bahan kimia (koagulan) yang sering merupakan kendala pada proses

Page 26: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

20

pengolahan air di daerah pedesaan. Di dalam sistem pengolahan ini, proses

pengolahan yang utama adalah penyaringan dengan media pasir dengan kecepatan

penyaringan 5 - 10 m3/m2/hari. Air baku dialirkan ke tangki penerima, kemudian

dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia untuk mengedapkan kotoran

yang ada dalam air baku. selanjutnya di saring dengan saringan pasir lambat.

Setelah disaring dilakukan proses khlorinasi dan selanjutnya ditampung di bak

penampung air bersih, seterus-nya di alirkan ke konsumen.

Proses yang terjadi pada saringan pasir lambat adalah sebagai berikut:

apabila air baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotoran-kotoran yang ada

di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh karena adanya akumulasi kotoran

baik dari zat organik maupun zat anorganik pada media filternya maka terbentuk

lapisan (film) biologis. Dengan terbentuknya lapisan ini maka di samping proses

penyaringan secara fisika terjadi pula penghilangan kotoran (impuritis) secara bio-

kimia. Dengan demikian zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat

dihilangkan. Hasil dengan cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik. Cara

ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang

rendah dan relaif tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan tanpa

bahan kimia.

Sistem Saringan Pasir Lambat Down Flow Dan Up Flow

Teknologi saringan pasir lambat yang telah diterap-kan di Indonesia

biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke

bawah (down flow), namun dari pengalaman yang diperoleh ternyata terdapat

beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir lambat

konvensiolal tersebut yakni antara lain :

1. Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadai

besar, sehingga sering terjadi kebutuan. Akibatnya selang waktu pencucian

filter menjadi pendek.

2. Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan ruangan yang cukup

luas.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

21

3. Pencucian filter dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk

lapisan pasir bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih

dimasukkan lagi ke dalam bak saringan seperti semula.

Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, dapat ditanggulangi dengan cara

modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses saringan

pasir lambat “Up-Flow” (penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas).

Untuk mengatasi masalah kebuntuan terutama pada saat tingkat kekeruhan air

bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban

saringan pasir lambat tidak telalu besar, perlu dilengkapi dengan peralatan

pengolahan pendahuluan yaitu bak pengendapan awal berupa saringan “Up- Flow”

dengan media berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa/silika. Selanjutnya dari bak

saringan awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah

ke atas atau Up-Flow (Gambar 4.1). Air limpasan dar bak penyaring utama

merupakan air olahan dan di alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya

didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau dengan memakai pompa.

Gambar 4.1. Diagram proses pengolahan air bersih dengan Saringan Pasir lambat

Up Flow.

Dengan sistem penyaringan dari arah bawah ke atas (Up- Flow), jika

saringan telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara

membuka kran penguras. Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada di

atas lapisan pasir dapat berfungi sebagai air pencuci media penyaring (back wash).

Dengan demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat Up-Flow

tersebut dilakukan tanpa pengeluran atau pengerukan media penyaringnya, dan

dapat dilakukan kapan saja. Saringan pasir lambat “Up-Flow” ini mempunyai

Page 28: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

22

keunggulan dalam hal pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya

sama dengan saringan pasir yang konvesional.

Keunggulan Saringan Pasir Lambat Up Flow

Pengolahan air berish dengan menggunakan sistem saringan pasir lambat “Up

Flow” mempunyai keuntungan antara lain :

1. Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.

2. Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.

3. Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses

penyaringan berjalan secara fisika dan biokimia.

4. Proses operasi dan perawatannya murah dan mudah.

5. Sangat cocok untuk daerah pedesaan karena proses pengolahan sangat

sederhana.

4.3.2 Pengolahan Air Tanah (air gambut)

Berdasarkan Tabel 3 karakteristik air permukaan (air payau/gambut), yang

tidak masuk baku mutu kualitas air besih adalah warna, kekeruhan, DHL, pH dan

zat organik (KMnO4) serta besi dan mangan. Karakteristik air gambut ini

menunjukkan bahwa air gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air minum

bagi masyarakat di daerah pulau / daerah berawa. Namun karena jumlah air gambut

tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka harus bisa

menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang

menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut;

1. Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit

perut.

2. Kandungan organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi

mikroorganisma dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan

organik tersebut terurai secara biologi, (Wagner, 2001).

3. Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai

desinfektan, akan terbentuk trihalometan (THM’S) seperti senyawa argonoklor

yang dapat bersifat karsinogenik (kelarutan logam dalam air semakin tinggi

bila pH semakin rendah) (Wagner, 2001).

Page 29: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

23

4. Ikatannya yang kuat dengan logam (Besi dan Mangan) menyebabkan

kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika

dikonsumsi secara terus menerus (Wagner, 2001).

Berdasarkan karakteristik air gambut tersebut diatas maka cara cara

pengolahan air secara konvensional / pengolahan lengkap (koagulasi – flokulasi –

sedimentasi – filtrasi – netralisasi dan desinfektan) dapat digunakan untuk

menghilangkan warna terutama pembentuk warna semu sekitar 80 %, efisiensi

penghilangan warna akan lebih efektif jika dilakukan modifikasi dan tambahan

proses seperti aplikasi karbon aktif, reaksi redoks, dan koagulan – flokulan aid,

(Pararaja, 2007).

Berdasarkan pada pengetahuan tentang penyebab dan kandungan warna pada

air gambut dan sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan alternatif yang

lain dapat diterapkan untuk mengolah jenis air berwarna alami yaitu dengan; proses

oksidasi, proses adsorpsi, proses koagulasi – flokulasi, dan proses elektrokoagulasi.

1. Proses Oksidasi

Proses oksidasi untuk pengolahan air berwarna (yang mengandung senyawa

organik) yang dapat dianjurkan adalah dengan ozon atau peroksida,karena tidak

menghasilkan suatu ikatan atau senyawa yang berbahaya (dapat menguraikannya

sehingga mudah terurai dan menguap). Ozon atau peroksida dikenal sebagai

oksidator yang kuat yang dapat digunakan dalam pengolahan air sehingga ikatan

polimer dan monomernya akan terputus dan akan membentuk CO2 dan H2O

apabila oksidasinya sempurna. Namun dalam aplikasinya biaya operasi relatif

mahal, dan perlu digunakan unit penghasil ozon.

2. Proses Adsorpsi

Adsorbsi merupakan fenomena fisika dimana molekul-molekul bahan yang

diadsorpsi tertarik pada permukaan bidang padat yang bertindak sebagai adsorban.

Dengan demikian jelas bahwa adsorpsi merupakan fenomena bidang batas, yang

efisiensinya makin tinggi apabila luas bidang permukaan adsorban makin besar

(Schnitzer, 1992). Ditinjau dari segi derajat adsorpsi pada suatu jenis adsorban

secara umum mengikuti aturan sebagai berikut (Cahyana, 2009);

Page 30: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

24

a. Adsorpsi berlangsung sedikit terhadap semua senyawa organik, kecuali

senyawa berhalogen (F, Br dan Cl).

b. Adsorpsi berlangsung baik pada semua senyawa berhalogen dan senyawa

alifatik.

c. Adsorpsi berlangsung sangat baik terhadap semua senyawa aromatik, makin

banyak kandungan inti benzennya makin baik adsorpsinya.

Berdasarkan kriteria di atas maka, pengolahan air berwarna (air gambut)

dapat dilakukan dengan cara adsorpsi karena asam humus mempunyai gugus

senyawa aromatik. Namun secara umum proses inipun masih mahal. Dalam

pengolahan air gambut dengan proses adsorpsi pada perinsipnya adalah menarik

molekul asam-asam humus ke permukaan suatu adsorben. Contoh adsorben yang

biasa digunakan adalah karbon aktif (charcoal), zeolit, resin, dan tanah liat dari

lokasi sumber air gambut.

3. Proses Koagulasi – Flokulasi

Proses koagulasi yang diiringi dengan proses flokulasi merupakan salah satu

proses pengolahan air yang sudah lama digunakan. Proses ini penting untuk

penyisihan warna dan organik (Amirtarajah dan O’melia, 1999). Definisi koagulasi

sebagai proses cukup banyak tapi dari laporan Fearing et al., (2004) dapat

disimpulkan menjadi tiga :

a. Proses untuk menggabungkan partikel kecil menjadi agregat yang lebih besar.

b. Proses penambahan bahan kimia ke dalam air untuk menghasilkan spesies

kimia yang berperan dalam destabilisasi kontaminan dan meningkatkan

kemungkinan penyisihan.

c. Proses untuk menggabungkan partikel koloid dan partikel kecil menjadi

agregat yang lebih besar dan dapat mengadsorb material organik terlarut ke

permukaan agregat sehingga dapat mengendap.

Partikel koloid yang terkandung dalam air alam umumnya mempunyai

muatannegatif, sehingga koagulan yang diperlukan adalah yang bermuatan positif.

Koagulan yang umum digunakan dalam pengolahan air adalah garam aluminium

seperti alum.

Flok-flok yang terbentuk pada umumnya juga mempunyai kemampuan

adsorpsi yang cukup besar. Sehingga pada saat yang bersamaan dengan

Page 31: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

25

pembentukan dan penggabungan mikroflok akan terjadi proses adsorpsi dan

pemerangkapan bahan-bahan terlarut dalam air, dan akan ikut tersisih dalam proses

pengendapan dan penyaringan. Sedangkan pada air berwarna alami atau air gambut

konsentrasi bahan koloid atau partikel tersuspensi lainnya umumnya sangat rendah.

Sehingga ada pendapat mengatakan bahwa sesungguhnya proses koagulasi dan

flokulasi yang dilaksanakan pada air berwarna tidak lain adalah melaksanakan

proses adsorpsi dengan bantuan penambahan bahan kimia (Notodarmojo, 1994).

4. Proses Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia

dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya

alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi

elektrolisis berupa pelepasan gas Hidrogen (Holt et al., 2004).

Menurut Mollah (2004), elektrokoagulasi adalah proses kompleks yang

melibatkan fenomena kimia dan fisika dengan menggunakan elektroda untuk

menghasilkan ion yang digunakan untuk mengolah air limbah. Sedangkan

elektrokoagulasi menurut Ni’am (2007), adalah proses penggumpalan dan

pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Proses

elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua

penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan

elektrolit.

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau Merbau

Analisa sosial ekonomi masyarakat dilakukan untuk mengetahui kondisi

sajauh mana kondisi masyaraat dapat menerima dan mengaplikasikan

prosespengolahan air bersih yang ditawarkan. Kondisi sosial ekonomi diperoleh

dari data sekunder yaitu berdasarkan penelitian Joleha, 2018.

Penduduk kecamatan Pulau Merbau sebagian besar memiliki mata

pencaharian sebagai petani Karet (60 %), petani kelapa (5%), dan petani sagu (15

%), pedagang (10 %), karyawan baik pemerintah maupun swasta (2 %), nelayan (5

%), dll (3 %) (Profil Pulau Merbau, 2015).

Page 32: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

26

Gambar 4.2. Jumlah Penduduk dan Penduduk Miskin masing-masing Desa

Kecamatan Pulau Merbau Tahun 2015 (Joleha, 2019))

Penyebaran jumlah penduduk dan jumlah penduduk miskin di setiap desa di

Kecamatan Pulau Merbau disajikan pada Gambar 4.2. Rata-rata jumlah penduduk

miskin yang tersebar di masing-masing desa berkisar sebesar 44,4% dari jumlah

penduduk di setiap desa yang ada di Kecamatan Pulau Merbau. Hal ini dapat

disebabkan oleh jenis pekerjaan penduduk yang sebahagian besar adalah petani

khususnya kebun karet dengan perkebunan konvensional. Tingkat kemiskinan yang

tinggi akan mempengaruhi daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air

bersih baik dari segi fasilitas sarana dan prasarana penyediaan air bersih maupun

kemampuan membeli air bersih secara langsung.

Berdasarkan kondisi ekonomi masyarakat pulau Merbau maka sumber air

baku yang digunakan adalah air hujan dengan pengolahan atau tanpa pengolahan.

Air hujan sebagai sumber air baku layak dijadikan sumber air bersih karena dalam

kandungan air hujan tidak terkandung zat yang melebihi baku mutu kualitas air

bersih. Sedangkan nilai pH nya masih termasuk dalam standar normal pH air hujan

yaitu sebesar 5,6.

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

0

500

1000

1500

2000

2500

3000Ju

mla

h P

end

ud

uk

(Jiw

a)

Desa-desa di Pulau Merbau

Pro

sen

tase

(%

)

Jmlh Pddk Pddk Miskin % Pddk Miskin %Rerata Pddk Miskn

Page 33: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

27

Penampungan air hujan dan pengolahannya lebih mudah diterima oleh

masyarakat kerana secara konvensional sistem penampungan air hujan telah

membudaya dan sudah lama dilakukan oleh masyarakat umumnya di wilayah sulit

air bersih khususnya di wilayah pulau. Hal ini dapat dilihat dari data kondisi

ketersediaan sarana dan prasarana sistem pemanenan air hujan di Pulau Merbau

(Gambar 4.3.)

Gambar 4.3. Penampungan Curah Hujan di salah satu rumah penduduk Pulau

Merbau (Joleha, 2019)

Kemampuan untuk mengolah lebih lanjut air hujan yang sudah ada akan sulit

dilakukan karena kondisi ekonomi masyarakat yang kurang memadai. Data

menunjukkan masih ada masyarakat yang tidak memiliki bak penampungan seperti

yang tergambar pada Gambar 4.4.

Page 34: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

28

Gambar 4.4. Kondisi fasilitas penampungan air hujan rumah tangga Pulau Merbau

Keterangan: (a) Jenis bak penampungan, (b) Volume bak penampung

4.5 Kualitas Air hujan Wilayah Pesisir

Data kualitas air hujan dari berbagai sumber penelitian dianalisa

berdasarkan peraturan pemerintah yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

492/Menkes/Per/IV/2010. Data hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kualitas

air hujan dari berbagai wilayah pesisir di Provinsi Riau ternyata sangat bervariasi,

namun demikian keseluruhan hasil pengujian kualitas air hujan analisa masih dalam

baku mutu air bersih (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Analisis air hujan di beberapa wilayah pesisir di Provinsi Riau

No. Parameter Satuan

Standar

Baku mutu

(kadar

maksimum)

Hasil Pengujian Kualitas Air

Hujan di wilayah Pesisir

Kec

Tanah

Merah

(INHIL)

Bagan

Siapi -

api

(Rohil)

Kec

Pulau

Merbau

(Kep.

Meranti)

1. pH - 6,5-9,0 6,5 8 5,74

2. Besi mg/l 0,3 <0,021 0,04 0,084

3. Flourida mg/l 1,5 0,319 0,003 0,777

4. Kesadahan

(CaCO3)

mg/l 500 2,002 15,29 4,003

5. Mangan mg/l 0,5 <0,010 0,02 <0,010

6. Nitrat, sebagai N mg/l 10 0,4 0,376 0,4

7. Nitrit, sebagai N mg/l 1 <0,017 0,0074 <0,017

8. Sianida mg/l 0,1 <0,003 - <0,003

9. Seng mg/l 15 0,006 - 0,542

10. Zat

organik(KMNO4)

mg/l 10 2,37 7,79 1,264

Sumber: Hasil analisa, 2019; Trialiani, 2016 & Anuar at al., 2015;

Page 35: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

29

Salahsatu parameter kualitas air hujan yang sering diragukan nilainya yaitu

derajat keasaman (pH). Nilai pH suatu air menggambarkan keseimbangan antara

asam dan basa dan merupakan sebuah pengukuran konsentrasi ion hidrogen yang

ada dalam sebuah larutan. Nilai pH normal berdasarkan Permenkes No.

492/Menkes/Per/IV/2010 yaitu berada dalam kisaran 6,5 - 9. pH penting dalam

proses penjernihan air karena keasaman air pada umumnya disebabkan gas oksida

yang larut dalam air terutama karbondioksida. Pengaruh yang menyangkut aspek

kesehatan dari pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH yang

lebih kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,0 dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia

berubah menjadi racun yang sangat menggangu kesehatan. Nilai pH air hujan

wilayah pesisir seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.1, merupakan nilai yang

masuk kedalam baku mutu air bersih yang disyaratkan.

Tingkat keasaman air hujan di suatu wilayah bisa dipengaruhi oleh

kandungan gas seperti CO2. Gas CO2 terdapat di alam antara lain akibat dari sisa

hasil pembakaran seperti kendaraan bermotor dan aktivitas lainnya. Hal tersebut

memiliki potensi yang besar dalam peningkatan emisi gas CO2. Gas ini apabila

bereaksi dengan air hujan akan membentuk asam karbonat, asam inilah yang

berpengaruh terhadap nilai keasaman air hujan (Wardhani, 2015). Dibanding nilai

pH air hujan di 52 (lima puluh dua) stasiun di Indonesia cenderung bersifat asam

(Gambar 4.5). Dari hasil analisis pH ideal, pH air hujan normal sebesar 5,6

bersifat asam. Sedangkan pH air hujan diatas pH ideal 9,2 bersifat basa.

Gambar 4.5. Derajat keasaman air hujan dari beberapa stasiun hujan di Indonesia

(BMKG, 2019)

Page 36: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

30

Secara alami hujan asam juga dapat terjadi akibat emisi gas dari gunung api

dan dari proses biologis di tanah, rawa dan laut. Tumbuhan yang membusuk dan

letusan gunung api melepaskan bahan-bahan kimia juga merupakan salah satu

penyumbang terbentuknya hujan asam, akan tetapi umumnya hujan asam yang

banyak terjadi disebabkan oleh aktifitas manusia (Matahelumual, 2010). Sudalma

& Purwanto (2012) menyebutkan bahwa transfortasi bahan pencemar dapat

dikarenakan oleh angin (advection), sebaran (dispersion), serapan oleh tanaman,

grafitasi (dry deposition) dan air hujan (wet deposition). Gas-gas polutan yang

terbawa angin ini akan tersebar hingga ratusan kilometer di atmosfer sebelum

bereaksi dengan uap air menjadi hujan asam dan jatuh ke bumi.

Ketika manusia menggunakan bahan bakar, maka sulfur dioksida (SO2) dan

nitrogen oksida (NOX) dilepaskan ke atmosfer dan kemudian bereaksi dengan air,

oksigen, dan senyawa lainnya membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah

larut dan jatuh bersama dengan air hujan. Hujan asam yang mencapai bumi akan

mengalir sebagai air limpasan pada permukaan tanah, masuk kedalam sistem air

dan sebagian lagi terendapkan didalam tahah. Hujan asam dapat juga terjadi dalam

bentuk salju, kabut, dan bahan halus yang jatuh ke bumi (Sivaramanan, 2015)

Selain sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOX), karbon dioksida juga

memiliki peranan penting dalam menurunkkan pH air hujan. Menurut Sudalma &

Purwanto (2012), kehadiran CO2 dapat menurunkan pH air hujan hingga 5,6

meskipun tidak ada sumber polutan lain yang menyebabkan hujan asam.

Keberadaan kalsium dalam konsentrasi yang cukup tinggi dapat

menetralkan pH air hujan, atau bahkan dapat membuat nilai pH menjadi basa.

Namun kondisi adanya pertambahan arus transportasi kendaraan bermotor dan

pertambahan industri di suatu daerah dapat mengakibatkan pencemaran sulfur dan

nitrogen menjadi tinggi sehingga membuat nilai pH tetap menjadi asam (Untari &

Kusnadi, 2015). Oleh karena di wilayah pesisir yang menjadi lokasi penelitian ini

merupakan wilayah pesisir yang memiliki jumlah kendaraan terbatas karena

terbatasnya akses transportasi dan tidak memiliki industri maka hal ini diperkirakan

penyebab nilai pH air hujan adalah netral atau masih dalam standar baku mutu yang

disyaratkan.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

31

Parameter selanjutnya adalah kesadahan air yaitu kandungan mineral-

mineral tertentu di dalam air, umumnya ion Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)

dalam bentuk garam karbonat. Air sadah juga merupakan air yang memiliki kadar

mineral yang tinggi. Air dengan kesadahan yang tinggi memerlukan sabun lebih

banyak sebelum terbentuk busa (Mestati, 2007).

Berdasarkan Tabel 4.5 kesadahan yang terkandung dalam air hujan wilayah

pesisir ini masih dalam kategori lunak, yaitu dengan nilai tertinggi dari tiga wilayah

pesisir sebesar 15, 29 mg/l. Hampir di semua daerah di Indonesia Air hujan

memiliki kesadahan yang sangat rendah.

Tabel 4.5. Kesadahan air

No. Kelas 1 2 3 4

1 Kesadahan

(mg/l)

0 -55 56 -

100

101 -

200

201 -

500

2 Derajat

kesadahan

Lunak Sedikit

sadah

Moderat

sadah

Sangat

sadah

Sumber: Suripin, 2001

Berikutnya adalah parameter zat organik (KMNO4), dimana nilai zat ini

jauh lebih tinggi nilaiya di wilayah pasisir Bagan Siapi api dibanding dari wilayah

pesisir lainnya (Tabel 4.4). Zat organik yaitu zat yang pada umumnya merupakan

bagian dari binatang atau tumbuhan dengan komponen utamanya adalah karbon,

protein, dan lemak lipid. Zat organik ini mudah sekali mengalami pembusukan oleh

bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Zat organik merupakan bahan

makanan bakteri atau mikroorganisme lainnya. Makin tinggi kandungan zat organik

di dalam air, maka semakin jelas bahwa air tersebut telah tercemar. Pengaruh

terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh penyimpangan terhadap standar ini yaitu

timbulya bau yang tidak sedap pada air minum dan dapat menyebabkan sakit perut.

Nilai zat organik yang di wilayah Bagansiapi api ini kemungkinan disebabkan oleh

pengaruh Kondisi bak penampungan saat pengambilan sampel yaitu disekitar lokasi

terdapat aktifitas burung walet (Anuar at al., 2015).

Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan

masalah karies pada masyarakat secara umum. Menurut penelitian, fluoridasi air

minum dapat menurunkan karies 40–50% pada gigi susu. Jika air minum

Page 38: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

32

masyarakat tidak mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan

pemberian tablet fluor pada anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi.

Namun tingginya kandungan fluor pada air minum dapat mengakibatkan kerusakan

pada gigi. Semua zat bila digunakan tidak semestinya atau berlebihan maka akan

menyebabkan masalah atau berbahaya bagi kesehatan (Ningrum, 2014).

Dengan demikian dapat dikatakan kandungan fluorida yang ada pada air

hujan di wilayah pulau merbau lebih baik dari dua wilayah lainnya. Sumber fluoride

utama manusia adalah air. Fluoride tersebut bisa ada secara alami atau karena

fluoridasi. Air minum merupakan kontributor terbesar terhadap asupan fluoride

harian. Besarnya paparan fluoride individu ditentukan oleh kadar fluoride dalam air

dan konsumsi air harian (liter per hari). Peningkatan konsumsi air sehubungan

dengan suhu, humidity, aktivitas dan status kesehatan dan didukung oleh faktor

lainnya, termasuk diet (Fawell et.al., 2006). Besarnya kadar fluoride dalam air

minum secara alamiah bervariasi, tergantung pada lingkungan geologi spesifik

dimana air tersebut diperoleh. Di daerah non-fluoridasi, kadar fluoride dalam air

minum dapat mencapai sekitar 2,0 mg/liter. Akan tetapi, di beberapa tempat dapat

memiliki kadar fluoride hingga 20 mg/liter. Di daerah fluoridasi, kadar fluoride

dalam air minum pada umumnya berkisar antara 0,7-1,2 mg/liter (IPCS, 2002).

4.4 Kualitas Air Hujan di Perkotaan

Kualitas air hujan yang berada di Jawa dan Sumatera seperti pada Tabel 4.6,

memperlihatkan bahwa secara keseluruhan kualitas air hujan masih dalam baku

mutu yang di syaratkan. Hanya saja terdapat satu paramater Mangan nilainya

melebihi baku mutu yang disyaratkan yaitu sebesar 10,626 mg/l. Nilai tinggi ini

diperoleh dari sampel air hujan dari tampungan daerah perumahan di provinsi

Lampung. Ditemukan juga nilai kesadahan yang cukup tinggi pada penampungan

air hujan wilayah Malang dibanding air hujan lainnya yaitu sebesar 39,60 mg/l,

namun nilai tersebut masih dalam baku mutu air bersih yang disyaratkan.

Page 39: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

33

Tabel 4.6. Kualitas air hujan di Jawa dan Sumatera

No. Parameter Satuan

Standar

Baku mutu

(kadar

maksimum)

Hasil Pengujian Kualitas Air

Hujan

Malang Lampung

(Perumahan)

Lampung

(Industri)

1. pH - 6,5-9,0 7,40 7,31 6,72

2. Besi mg/l 0,3 <0,26 0,392 0,157

3. Flourida mg/l 1,5 0,34 0,494 0,332

4. Kesadahan

(CaCO3)

mg/l 500 39,60 26 32

5. Mangan mg/l 0,5 0,01 10,626 0,308

6. Nitrat,

sebagai N

mg/l 10 0,53 0,095 0,359

7. Nitrit,

sebagai N

mg/l 1 <0.001 0,005 0,011

8. Sianida mg/l 0,1 - - -

9. Seng mg/l 15 - 3,703 1,174

10. Zat

organik

(KMNO4)

mg/l 10 0.90 - -

Sumber: Untari & Kusnadi (2015), Ramayanti & Soewondo (2015).

Dari beberapa analisis kualitas air hujan di beberapa wilayah di Indonesia

dalam kajian ini, ternyata kandungan air hujan secara umum memenuhi standar

kualitas air bersih. Oleh karena hal tersebut maka air hujan sangat layak dijadikan

sumber air bersih terutama di wilayah yang sulit air.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

34

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut.

1. Kualitas sumber air tanah dan air permukaan di pulau Merbau tidak memenuhi

kualitas air bersih yang disyaratkan. Kualitas air hujan masih memenuhi

standar kalitas air bersih dengan pH normal (5,6) sebagai pH air hujan. Namun

tidak memenuhi kriteria dari pH air bersih yang semestinya bernilai pH 7.

2. Sistem pengolahan yang tepat untuk masing-masing sumber air yang telah

diuji kualitasnya adalah sistem pengolahan saringan pasir lambat untuk air

yang berasal dari air hujan. Sistem pengolahan air tanah dapat dilakukan

dengan meggunakan sistem pengolahan saringan pasir lambat down flow dan

pengolahan saringan pasir lambat up flow. Untuk sumber air permukaan yang

memiliki karakteistik air gambut, maka di tawarkan sistem pengolahan yang

lebih dominan merubah warna air menjadi lebih jernih dengan memilih sistem

konvensional dengan mejalani beberapa proses diantaranya yaitu proses

oksidasi, proses adsorpsi, proses koagulasi – flokulasi, dan proses

elektrokoagulasi.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa beberapa alternatif

pengolahan sumber air baku menjadi air bersih seharusnya juga dilakukan

pengujian kualitas air hasil pengolahanya, namun dalam penelitian ini belum

dilakukan. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut menguji kualitas air hasil

pengolahan dari beberapa sumber air tersebut.

Page 41: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

35

DAFTAR PUSTAKA

Anuar, K. Ahmad, A. & Sukendi. 2015. Analisis kualitas air hujan sebagai sumber

air minum terhadap kesehatan masyarakat. Dinamika Lingkungan Indonesia,

p 32 – 39, ISSN 2356 – 2226, Januari 2015.

Amirtharajah, A. & C.R. O'Melia. 1990. Coagulation Processes: Destabilisation,

Mixing and Flocculation. In: Water Quality ang Treatment (a Handbook of

Community Water Supplies). 4th ed. New York : Mc Graw Hill.Inc.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 2019. http://ip-182-16-

249-120.interlink.net.id/kualitas-udara/informasi-kimia-air-

hujan.bmkg?lang=ID.

Cahyana, P.E. 2002. Koagulasi Pati Didalam Air Limbah Tapioka Oleh Poli

Alumunium Klorida, Skripsi. Universitas Diponegoro.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan perairan. Yogyakarta(ID) : Kanisius

Fawell, J., Bailey, K., Chilton, J., Dahi, E., Fewtrell, L., Magara Y. (2006). Fluoride

in Drinking-water. World Health Organization (WHO).

Fearing, D.A.J. Banks, D. Wilson, P.H. Hilis, A.T. Campbell & Parsons, S.A. 2004.

NOM control options: The next generation. Water Science and Technology:

Water Supply, IWA Publishing. London. Vol. 4(4):139-145.

IPCS 2002, Fluorides . Environmental Health Criteria 227. World Health

Organization, Geneva

Joleha, 2019. Model Pengelolaan Sumber Daya Air Pada Pulau Kecil

Menggunakan Pendekatan Eko-Drain (Studi Kasus: Pulau Merbau

Kabupaten Kepulauan Meranti). Disertasi. Program Pascasarjana.

Universitas Riau.

Kusnaedi. 2006. Mengolah Air Gambut dan Kotor untuk Air Minum. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Matahelumual, B. C. 2010. Potensi Terjadinya Hujan Asam di Kota Bandung.

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 1 No. 2: 59-70, 2010.

Mestati. 2007. Telaah Kualitas Air. Cetakan kelima, Kanisius, Jakarta.

Mollah, M.Y.A., Morkovsky, P., Gomes, J. A. G., Kesmez, M., Parga, J., and

Cocke, D.L. 2004. Fundamentals, Present and Future Perspectives of

Electrocoagulation. Journal of Hazardous Materials. B114: 199 – 210.

Ningrum, R. P. 2014. Kebiasaan Konsumsi Air Hujan Terhadap Status Keparahan

Karies Gigi Pada Masyarakat Di Desa Aji Kuning Kecamatan Sebatik Tengah

Kabupaten Nunukan Tahun 2014. Skripsi. Bagian Ilmu Kesehatan Gigi

Masyarakat. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

Ni’am, M.F. Othaman, F. Sohaili. J. Fauzia. Z. 2007. Removal of Cod Turbidity to

Improve Wastewater Quality Using Electrocoagulation Technoque. The

Malaysian Journal of Analytical Sciences. Vol.Xi. No.1. 198-205.

Environmental Dept. Civil Engineering Faculty. Universiti Teknologi

Malaysia.Johor. Malaysia.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta : PT. Djambatan.

Page 42: LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 PENELITIAN …

36

Notodarmojo, S. 1994. Pengolahan Air Berwarna, Kajian Terhadap Studi

Laboratorium, Makalah Lokakarya Pengolahan Air Berwarna. Palangkaraya.

Pararaja. 2008. Meninjau: Proses Koagulasi & Flokulasi dalam suatu Instalasi

Pengolahan Air. http://smk3ae.wordpress.com/2008/11/30/meninjau-proses-

koagulasi-flokulasi-dalam-suatu-instalasi-pengolahan-air/.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2012 tanggal l9 April

2010.

Rahmayanti, A. E., & Soewondo, P. 2015. Penyediaan Air Minum Di Daerah

Pesisir Kota Bandar Lampung Melalui Rainwater Harvesting. Jurnal Teknik

Lingkungan . Volume 21 Nomor 2, Oktober 2015 (Hal 115-126).

Sivaramanan, S. 2015. Acid rain, causes, effects, and control strategies, Central

Environmental Authority, Battaramulla, DOI

10.13140/RG.2.1.1321.4240/1, April 2015.

Song, J., Mooyoung, H., Tschungil, K., & Jee-eun S. 2009. Rainwater Harvesting

as a sustainable water supply option in Banda Aceh. Seoul National

University: South Korea.

Sudalma & Purwanto. 2012. Analisis Sifat Hujan Asam di Kota Semarang.

Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Semarang, 11 September.

Syarfi, S. H. 2007. Rejeksi Zat Organik Air Gambut Dengan Membran Ultrafiltasi.

Jurnal Sains dan Teknologi. Jakarta, Vol. XII, Hal. 9-14.

Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Trialiani, A.A. 2019. Kajian Pemanenan Air Hujan Skala Individual Untuk

Pemenuhan Air Baku Wilayah Pesisir (Wilayah Kajian: Desa Tanah Merah,

Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir). Skripsi. Fakultas

Teknik. Universitas Riau.

Untari, T., & Kusnadi, J. 2015. Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Air Layak

Konsumsi Di Kota Malang Dengan Metode Modifikasi Filtrasi Sederhana.

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1492-1502, September 2015.

Wardhani, N. K. Ihwan, A., & Nurhasanah. 2015. Studi Tingkat Keasaman Air

Hujan Berdasarkan Kandungan Gas CO2, SO2 Dan NO2 Di Udara (Studi

Kasus Balai Pengamatan Dirgantara Pontianak). PRISMA FISIKA, Vol. III,

No. 01 (2015). Hal.09 - 14 ISSN : 2337-8204.

Zhang Y., Donghui C., Liang C., & Stephanie A. 2009. Potential for rainwater use

in high-rise buildings in Australia cities. Journal of Environmental

Management. 91:222-226.