laporan pendahuluan sinusitis

27
LAPORAN PENDAHULUAN SINUSITIS A. Konsep Dasar Sinusitis 1. Anatomi fisiologi Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut: sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid. Fungsi sinus paranasal adalah :

Upload: hiraagustini

Post on 26-Dec-2015

558 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Sinusitis

LAPORAN PENDAHULUAN

SINUSITIS

A. Konsep Dasar Sinusitis

1. Anatomi fisiologi

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung.

Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut: sinus frontal kanan dan kiri, sinus

ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri

(antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa

hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium

masing-masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka

superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus

semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan

tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto

rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus

superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat

muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.

Fungsi sinus paranasal adalah :

Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara

sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan

tulang akan terdesak.

Sebagai pengatur udara (air conditioning).

Peringan cranium.

Resonansi suara.

Membantu produksi mukus.

a) Sinus Maksilaris

Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus

maksilaris arcus I.

Page 2: Laporan Pendahuluan Sinusitis

Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang

apexnya pada pars zygomaticus maxillae.

Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang

dewasa.

Berhubungan dengan :

a Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga

jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

b Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.

c Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

b) Sinus Ethmoidalis

Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari

7-15 cellulae, dindingnya tipis.

Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara

hidung dan mata

Berhubungan dengan :

a Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa.

Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial

(meningitis, encefalitis dsb).

b Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan

operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke

daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.Nervus Optikus.

c Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

c) Sinus Frontalis

Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

Volume pada orang dewasa ± 7cc.

Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

Berhubungan dengan :

a Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

c Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

Page 3: Laporan Pendahuluan Sinusitis

d) Sinus Sfenoidalis

Terbentuk pada fetus usia bulan III

Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.

Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

Berhubungan dengan :

a Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

b Glandula pituitari, chiasma n.opticum.

c Tranctus olfactorius.

d Arteri Basillaris Brain Stem (Batang Otak)

2. Definisi

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi,

infeksi virus, bakteri dan jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat

sinus yang ada (Cangjaya, 2002).

Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman

atau virus.

Sinusitis adalah peradangan, atau pembengkakan, dari jaringan yang

melapisi sinus. Biasanya sinus berisi udara, tetapi ketika sinus tersumbat dan

berisi cairan, kuman (bakteri, virus, dan jamur) dapat berkembang dan

menyebabkan infeksi.

Sinusitis adalah peradangan pada sinus karena infeksi kuman, virus, jamur,

dan bakteri.

3. Klasifikasi

Berdasarkan jenisnya, sinusitis dapat dibagi sebagai berikut:

1. Sinusitis akut

Sinusitis bersifat akut jika berlangsung selama 3 minggu atau lebih.

Penyebab sinusitis akut menurut changjaya, 2003 adalah:

Infeksi virus

Sinusitis akut dapat terjadi setelah terinveksi suatu infeksi virus pada

saluran pernafasan bagian atas.

Infeksi bakteri

Page 4: Laporan Pendahuluan Sinusitis

Didalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam

keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya streptococcus

pneumonia, haemophilus influenza, dan staphilus aerus). Jika pertahanan

tubuh menurun/drainase dari sinus tersumbat akibat pilek/infeksi virus

lainnya, maka bakteri ysng sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang

biak dan menyusup ke dalam sinus. Bakteri bertanggung jawab terhadap

meningkatnya 60% kasus sinusitis akut.

Infeksi jamur Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan

sinusitis pada penderita gangguan system kekebalan. Pada orang-orang

tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.

Peradangan menahun pada saluran hidung Pada penderita renitis alergika

bisa terjadi sinusitias akut, demikian pula halnya pada penderita renitis

vasomotor.

Penyakit tertentu Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita

gangguan system kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir.

Penyebab lain menurut Ballenger, 1994 adalah :

Semua keadaan anatomik/fisiologik yang dapat menimbulkan sumbatan

drainase dari sinus, menyebabkan statis secret dan hal ini menyebabkan

infeksi.

Polip alergi dengan posisi yang tidak menguntungkan, terutama dekat

hiatus semilunaris karena menyebabkan sumbatan relatif terhadap drainase

dari kelompok anterior.

Infeksi apical dari sisi yang menonjol ke dalam dasar sinus maksila dapat

menyebabkan infeksi

2. Sinusitis kronik

Sinusitis kronik jika berlangsung selama 3 – 8 minggu dan dapat

berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Penyebab sinusitis kronik :

Asma

Penyakit alergi

Gangguan system kekebalan/kelainan sekresi maupun pembuangan

lendir.

Page 5: Laporan Pendahuluan Sinusitis

Aktivitas silia yang rusak dapat mengganggu pembersihan sinus yang

menyebabkan infeksi sinus berkepanjangan. Sebagai tambahan efek

buruk dari merokok dan polusi udara terhadap aktivitas mukosiliar,

deviasi septum dapat mengubah arus konveksi aliran udara inspirasi

sedemikian rupa, sehingga terdapat daerah kering yang dapat merusak

aktivitas silia.

Obstruksi hidung kronik akibat rabor dan edema membran mukosa

hidung.

4. Etiologi

a. Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi

kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada

kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis,

walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan

oleh tulang yang tebal (Ross, 1999).

b. Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan terbukanya

dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi (Saragih, 2007).

c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi dari

membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus (Prabhu;

Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).

d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus

maksila (Ross, 1999).

e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan

tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan (Saragih, 2007).

f. Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis (Mangunkusomo; Rifki,

2001).

g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler

dan folikuler (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).

h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat

menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis (Mangunkusomo dan

Soetjipto,2007).

Page 6: Laporan Pendahuluan Sinusitis

5. Manifestasi klinis

1. Nyeri

Nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena, yaitu :

Sinusitis maksilaris : nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi, sakit kepala.

Sinusitis frontalis : sakit kepala di dahi.

Sinusitis etmoidalis : nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala

di dahi, nyeri tekan di pinggiran hidung, berkurangnya indera penciuman

dan hidung tersumbat.

Sinusitis sfenoidalis : nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa

dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang atau kadang

menyababkan sakit telinga dan leher.

2. Sakit kepala

Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling penting

pada sinusitis. Sakit kepala akan meningkat jika membungkukkan badan ke

depan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat

menutup mata, saat istirahat atau saat berada di kamar yang gelap. Sakit kepala

timbul tiap hari mulai pukul 10 - 11 dan berakhir pukul 3 - 4 sore. Pada

sinusitis kronik nyeri dan sakit kepala mungkin tidak ada kecuali bila terjadi

gangguan drainase dan fentilasi.

3. Nyeri pada pendengaran

Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada

penyakit di sinus-sinus yang sehubungan dengan permukaan wajah seperti

sinus frontalis, sinus etmoro anterior dan sinus maksila.

4. Gangguan penghidu

Indra penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang tidak

tercium oleh hidung normal. Keluhan yang sering adalah hilangnya penghidu

(anosmia), terjadi karena sumbatan pada fisura olfaktorius di daerah kontra

media. Pada kasus anemia, dapat terjadi karena degenerasi filamen terminal N.

olfaktorius.

5. Pembengkakan/edema

Page 7: Laporan Pendahuluan Sinusitis

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut dapat terjadi

pembengkakan dan udema kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan

jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan/seperti meraba beludru.

6. Secret nasal

Pus dalam rongga hidung dapat berarti empisema dalam sinus, mukosa hidung

jarang merupakan pusat focus peradangan supuratif, sinus-sinus lainlah yang

merupakan pusat fukus peradangan semacam ini. Adanya pus dalam rongga

menandakan adanya suatu peradangan sinus.

Gejala yang lainnya adalah :

1. Tidak enak badan.

2. Demam.

3. Letih, lesu.

4. Batuk, yang mungkin memburuk pada malam hari.

6. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-

meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi

sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous

profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka

bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai

mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara

pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika

jumlahnya berlebihan (Ramalinggam, 1990; Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya

sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium

sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi

silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang

kurang baik (Kieff dan Busaba, 2004). Disfungsi silia ini akan menyebabkan

retensi mukus yang kurang baik pada sinus (Hilger, 1997).

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena

infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga

Page 8: Laporan Pendahuluan Sinusitis

jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).

Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa

sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput

periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama

sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan

mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar

membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus.

Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus

menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila

(Drake, 1997). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini

berhubungan dengan tiga factor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas

sekresi hidung. Perubahan salah satu dari factor ini akan merubah sistem fisiologis

dan menyebabkan sinusitis.

Pathway

7. Pemeriksaan diagnostic

a. Rinoskopi anterior

Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada

sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak

mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid

posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.

b. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

c. Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)

d. Transiluminasi (diaphanoscopia)

Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi

bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram

dibanding sisi yang normal.

e. X Foto sinus paranasalis:

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan

Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan

udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.Posisi Water’s adalah untuk

Page 9: Laporan Pendahuluan Sinusitis

memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila,

yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga

dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya

kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk

menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid

dan etmoid

f. Pemeriksaan CT –Scan

Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan

sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan

tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak

homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan

sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada

pemeriksaan CT-Scan :

a) Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada

pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar

membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama

makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.

b) Polip yang mengisi ruang sinus

c) Polip antrokoanal

d) Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus

e) Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh

massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT

Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang

pengapuran perifer.

g. Pemeriksaan di setiap sinus

a) Sinusitis maksila akut

Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-

kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung.

Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis).

Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.Pada

pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut

dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang

Page 10: Laporan Pendahuluan Sinusitis

normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila

gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis

diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila,

dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).

b) Sinusitis etmoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema

dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus

etmoid.

c) Sinusitis frontal akut

Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan

di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam,

akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal,

dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan

radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.

d) Sinusitis sfenoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.

8. Penata laksanaan

1. Sinusitis akut

Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah mengontrol infeksi, memulihkan

kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Pengobatan untuk sinusitis

akut biasanya diberika:

a Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan

Dekongestan oral yang umum diberikan adalah Drixoral dan Dimetapp

sedangkan dekongestan harus diberikan dengan posisi kepala pasien ke

belakang untuk meningkatkan drainage maksimal.

b Antibiotik untuk mengendalikan infeksi

Antibiotik pilihan adalah Amoksisilin dan Ampisilin, bagi yang alergi

diganti dengan alternatif Trimetoprim/Sulfametoksazol (Baktrim OS,

Spektra DS).

c Obat pereda nyeri untuk mengurangi nyeri

Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya

boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka

Page 11: Laporan Pendahuluan Sinusitis

panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada

saluran hidung). Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan

peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang mengandung

steroid. Kabut hangat dan irigasi salin efektif untuk membuka sumbatan

saluran, sehingga memungkinkan drainage rabas pulen.

2. Sinusitis kronis Pengobatan untuk mengurangi sinusitis kronis:

a. Diberikan antibiotik dan dekongestan.

b. Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung

yang mengandung steroid.

c. Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid peroral (melalui mulut).

Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman :

a. Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas.

b. Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam .

c. Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.

Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan

untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan. Tindakan bedah

jarang dilakukan pada terapi sinusitis akut, jika dikerjakan biasanya hanya

setelah gagal dengan bermacam-macam terapi. Pembedahan yang

diindikasikan pada sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas structural

yang menyumbat ostio (ostium) sinus dengan tujuan mempermudah

drainage. Pembedahan dapat mencakup eksisi atau kateterisasi polip,

perbaikan penyimpangan septum, menginsisi serta drainase sinus.

Dianjurkan pindah ke daerah dengan iklim kering. Luksasi koonka hidung

seringkali memperbaiki drainage melalui hiatus semikularis. Untuk

mencapai hal ini, analgetik local pertama-tama dilakukan dengan

meletakkan kapas yang dibasahi 1 - 2% tetrakain pada permukaan medical

dan lateral dari ujung anterior konka media. Setelah 10 menit, luksaso konka

dapat dengan mudah silakukan dengan meletakkan alat yang pipih di bawah

dinding lateral konka dan mematahkan ke arah medial. Perdarahan minimal.

Pembedahan yang dapat dilakukan secara intranasal antrostomy dan Operasi

Cadwell Luch. Dalam pelaksanaannya antrum maksilaris dibuka melalui

hidung. Kemudian dengan cara lebih radikal antrum dibuka melalui mulut.

Page 12: Laporan Pendahuluan Sinusitis

Hanya dengan pembukaan kecil dibuat dengan cara intra nasal. Pembedahan

model Cadwell Luch dengan memakai drainage permanen ke dalam hidung.

Kedua jenis pembedahan tersebut dilakukan dengan anestesi lokal.

9. Komplikasi

Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinus paranasal

yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid,

kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui

tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema

palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat

terjadi thrombosis sinus kavernosus (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Komplikasi lain adalah infeksi orbital menyebabkan mata tidak dapat digerakkan

serta kebutaan karena tekanan pada nervus optikus (Hilger, 1997).

Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering timbul akibat sinusitis

frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila

dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi (Tucker dan Schow, 2008)

Infeksi otak yang paling berbahaya karena penyebaran bakteri ke otak

melalui tulang atau pembuluh darah. Ini dapat juga mengakibatkan meningitis,

abses otak dan abses ekstradural atau subdural (Hilger, 1997).

Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis

dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru

ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma

bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan (Ballenger,

2009).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Identitas

a. Identitas klien.

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis, dan

status pernikahan.

b. Identitas penanggung jawab klien.

Page 13: Laporan Pendahuluan Sinusitis

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, status pernikahan, dan

hub. Dengan klien.

Riwayat Kesehatan

a. Alasan utama masuk rumah sakit.

Alasan atau keluhan pasien saat masuk rumah sakit, dari kapan pasien sudah

merasakan sakit yang dialami.

b. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama, hanya ada satu

keluhan yang paling menganggu pasien atau mengancam nyawa pasien.

c. Riwayat kesehatan sekarang.

Penyakit yang dirasakan oleh pasien pada saat pasien datang kerumah sakit.

d. Riwayat kesehatan dahulu.

Riwayat penyakit yang dulu pernah di derita oleh pasien. Misalnya: adanya

riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, dan lain-lain.

e. Riwayat kesehatan keluarga.

Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh keluarga pasien.

f. Riwayat alergi.

Riwayat alergi merupakan apakah pasien ada alergi terhadap makanan

tertentu atau tidak.

Genogram

Adanya genogram untuk mengetahui garis keturunan dari pasien, agar

mengetahui informasi bilamana ada penyakit keturunan pada keluarga pasien.

Riwayat spikososial

a Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)

b Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa

memperhatikan efek samping

b. Pola nutrisi dan metabolism

Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung

Page 14: Laporan Pendahuluan Sinusitis

c. Pola istirahat dan tidur

Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek

d. Pola Persepsi dan konsep diri

Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri

menurun

e. Pola sensorik

Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus

menerus (baik purulen, serous, mukopurulen).

Pemeriksaan fisik

a Status kesehatan umum: keadaan umum, tanda vital, kesadaran.

b Pemeriksaan fisik data fokus hidung:

Inspeksi: Tampak adanya pembengkakan pada dahi dan mata, tampak

adanya kemerahan, dan ingus yang mirip nanah.

Palpasi: Ada nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan

bengkak).

Data subyektif :

1) Observasi nares:

a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya

b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma

c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung: jenis, jumlah, frekwensinya,

lamanya.

2) Sekret hidung:

a. Warna, jumlah, konsistensi secret

b. Epistaksis

c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3) Riwayat Sinusitis:

a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya

b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.

c. Gangguan umum lainnya: kelemahan

Data Obyektif

1. Demam, drainage ada: Serous

Mukppurulen

Page 15: Laporan Pendahuluan Sinusitis

Purulen

2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus

yang mengalami radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus

3. Kemerahan dan Odema membran mukosa

4. Pemeriksaan penunjung:

a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan

b. Pemeriksaan rongent sinus.

e Diagnosa keperawatan

1) Nyeri: kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung

2) Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret

yang mengental

3) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder

peradangan hidung

4) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh

f Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung

Tujuan: Nyeri klien berkurang atau hilang

Kriteria hasil:

Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang

Klien tidak menyeringai kesakitan

INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji tingkat nyeri klien

b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada

klien serta keluarganya

c. Ajarkan teknik relaksasi dan

distraksi

a. Mengetahui tingkat nyeri klien

dalam menentukan tindakan

selanjutnya

b. Dengan sebab dan akibat nyeri

diharapkan klien berpartisipasi

dalam perawatan untuk mengurangi

nyeri

c. Klien mengetahui tehnik distraksi

dn relaksasi sehinggga dapat

mempraktekkannya bila mengalami

Page 16: Laporan Pendahuluan Sinusitis

d. Observasi tanda tanda vital dan

keluhan klien

e. Kolaborasi dngan tim medis :

1) Terapi konservatif :

- obat Acetaminopen;

Aspirin, dekongestan hidung

- Drainase sinus

2) Pembedahan :

- Irigasi Antral :

Untuk sinusitis maksilaris

- Operasi Cadwell Luc.

nyeri

d. Mengetahui keadaan umum dan

perkembangan kondisi klien.

e. Menghilangkan /mengurangi keluhan

nyeri klien

2. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret

hidung) sekunder dari peradangan sinus

Tujuan: Jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan

Kriteria:

Klien tidak bernafas lagi melalui mulut

Jalan nafas kembali normal terutama hidung

INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji penumpukan secret yang

ada

b. Observasi tanda-tanda vital.

c. Koaborasi dengan tim medis

untuk pembersihan secret

a. Mengetahui tingkat keparahan dan

tindakan selanjutnya

b. Mengetahui perkembangan klien

sebelum dilakukan operasi

c. Kerjasama untuk menghilangkan

penumpukan secret/masalah

3. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder

dari proses peradangan

Tujuan: klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

Kriteria:

Klien tidur 6-8 jam sehari

Page 17: Laporan Pendahuluan Sinusitis

INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji kebutuhan tidur klien.

b. Ciptakan suasana yang nyaman.

c. Anjurkan klien bernafas lewat

mulut

d. Kolaborasi dengan tim medis

pemberian obat

a. Mengetahui permasalahan klien dalam

pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

b. Agar klien dapat tidur dengan tenang

c. Pernafasan tidak terganggu.

d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat

hidung

4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,

Tujuan :suhu tubuh normal (36 -37oC)

INTERVENSI RASIONAL

Observasi tanda – tanda vital tiap 3

jam

Infeksi bakteri atau virus dapat

mempengaruhi tanda-tanda sehingga tanda-

tanda vital setiap saat dapat berubah

Anjurkan klien untuk banyak

mengonsumsi air ± 1,5 – 2 liter/hari

Peningkatan suhu dapat mengakibatkan

penguapan tubuh meningkat sehungga perlu

diimbangi asupan cairan yang banyak

Berikan kompres hangat Membantu menurunkan suhu tubuh dengan

dilatasi pembuluh darah

Berikan obat analgetik Mempercepat penurunan suhu tubuh

4. Implementasi

Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat

sebelumnya.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap kriteria hasil yang ingin

dicapai.

Page 18: Laporan Pendahuluan Sinusitis

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC

Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman

diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair,

Surabaya

Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta