laporan pendahuluan rpk ndung
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
“RESIKO PERILAKU KEKERASAN”
A. MASALAH UTAMA
“ Resiko Perilaku Kekerasan”
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. DEFINISI
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & Sundeer, 1995).
Kontinum antara agresif verbal – kekerasan fisik
Perilaku kekerasan hasil dari kemarahan atau ketakutan yang ekstrim
Perilaku kekerasan dapat berupa
Verbal
Pada orang lain
Pada lingkungan
Diri Sendiri
Perilaku kekerasan (agresif) adalah suatu bentuk perilaku yang diarahkan pada
tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang dimotivasi menghindari perilaku
tersebut (Kaplan dan Sadock, 1997). Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana
individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada
diri sendiri maupun orang lain.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stresor yang
dihadapi oleh seseorang. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik kepada
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Melihat dampak dari kerugian yang
ditimbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu dilakukan
secara cepat dan tepat oleh tenaga-tenaga yang profesional.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat
sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif. Respon menyesuaikan dan menyelesaikan
merupakan respon adaptif. Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan
atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresif–kekerasan. Frustasi adalah respon yang terjadi
akibat gagal mencapai tujuan.
Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain.
Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu
tuntutan nyata. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah da n merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Amuk
atau kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Stuart and Sundeen, 1997 dalam Depkes, 2001).
b. TANDA DAN GEJALA
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) Tanda yang muncul adalah :
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat
6. Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
1. Stress
2. Menentang
3. Mengungkapkan secara verbal
Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara
tentang perilaku berikut ini:
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan.
c. ETIOLOGI
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
factor berikut dialami oleh individu:
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbu agresif atau amuk. Masa kanak-kanak tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiyaya atau sanksi
penganiayaan.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan ada
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan dapat diterima (permissive).
d. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseibangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.
Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya
gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
Gejala Klinis
o Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
o Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
o Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
o Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
o Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budiana Keliat, 1999)
d. FAKTOR PREDISPOSISI
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor
predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh
individu :
a. Psikologis: Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi
perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterim.
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiser
e. FAKTOR PRESIPITASI
Menurut Stuart dan Laria (1998) faktor pencetus dapat bersumber dari
lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Dari klien misalnya terputusnya
percaya diri, yang kurang ketidakpercayaan dari situasi lingkungan misalnya
lingkungan yang ribut, padat, penghinaan, dan kehilangan kemudian dari interaksi
sosial seperti adanya konflik.
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi
sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Keliat,
2004).
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Fisik
a. Mata melotot/pandangan tajam
b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Wajah memerah
e. Postur tubuh kaku
2. Verbal
a. Mengancam
b. Mengunpat dengan kata-kata kotor
c. Suara keras
d. Bicara kasar, ketus
3. Perilaku
a. Menyerang orang
b. Melukai diri sendiri/orang lain
c. Merusak lingkungan
d. Amuk/agresif
C. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
D. DATA YANG PERLU DIKAJI
a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
? Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
? Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
? Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
? Mata merah, wajah agak merah.
? Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
? Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
? Merusak dan melempar barang barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
? Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
? Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
? Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
? Mata merah, wajah agak merah.
? Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
? Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
? Merusak dan melempar barang barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2). Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko Perilaku Kekerasan
F. PATHWAY
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah
merupakan bagian kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yan g menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan
yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat
diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa
perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan
penyakit fisik. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti
orang lain, akan memberikan perasaan lega, menu runkan ketegangan, sehingga
perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000).
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya
dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan
menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti
tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.
Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena
merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari
rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian
akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes,
2000).
Pathway :
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
G. Rencana Tindakan Keperawatan
Lihat lampiran
Perilaku Kekerasan/amuk
DAFTAR PUSTAKA
1.Carpenito, L.J., 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan), Edisi 8,
EGC, Jakarta.
2. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 1998, Ilmu Kedokteran Jiwa, Widya Medika, Jakarta
3. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan),
Widya Medika, Jakarta.
4. Keliat, B.A., Herawati, N., Panjaitan, R.U., dan Helen N., 1998, Proses
Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta.
5. Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.
6.Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
7. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
8. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
9. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
10. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Stuart, G.W., dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (5th
ed). St. louis : Mosby Year Book.
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000