laporan pendahuluan asfiksia

22
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA 1. Definisi a. Saifuddin, 2002, hal 347 Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian b. Sarwono, 2007, hal 709 Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. c. JNPK-KR, 2008, hal 144 Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan. d. Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71 Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. e. Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal 421

Upload: anes

Post on 05-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan asfiksia

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

1. Definisi

a. Saifuddin, 2002, hal 347

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila

proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian

b. Sarwono, 2007, hal 709

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara

spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam

uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam

kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.

c. JNPK-KR, 2008, hal 144

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah

lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami

asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu,

tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.

d. Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir.

e. Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal 421

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak dapat

bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin

meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih

lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan

kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan. 

2. Etiologi

Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia  neonatorum terjadi karena

gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terjadi

gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan Ini dapat

berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan

atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.

(Wiknjosastro, 2010, hal.709).

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :

a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,

penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau keracunan karbonmonoksida

b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan

komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava dan aorta pada uterus

gravid

c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani

uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan

d. Pemisahan plasenta prematur

e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau

pembentukan simpul pada tali pusat

f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain

g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca

maturitas. (Nelson, 2000, hal 581)

3. Patofisiologi

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya

hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada

janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan

terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika

kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.

Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat

akhirnya ireguler dan menghilang.

Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian

terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi

atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut,

gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus

neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu

primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung

terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas

(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu

sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam

darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika

resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (Aziz, 2010)

4. Tanda Gejala Serta Diagnosa

a. Asfiksia ringan

1). Takipnea dengan napas >60x/menit

2). Bayi tampak sianosis

3). Adanya retraksi sela iga

4). Bayi merintih

5). Adanya pernapasan cuping hidung

6). Bayi kurang aktif

7). Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif

b. Asfiksia sedang

1). Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.

2). Usaha napas lambat

3). Adanya pernapasan cuping hidung

4). Adanya retraksi sela iga

5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah

6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun tampak

lemah

7). Bayi tampak sianosis

8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses persalinan

c. Asfiksia berat

1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit

2). Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas

3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada

4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan

5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu

6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

5. Klasifikasi

a. Asfiksia Ringan

Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan

istimewa.

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

b. Asfiksia Sedang

Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung

lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas

tidak ada.

c. Asfiksia Berat

Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang

dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek

iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus

menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung

menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,

2005).

Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :

1). Menghitung frekuensi jantung.

2). Melihat usaha bernafas.

3). Menilai tonus otot.

4). Menilai reflek rangsangan.

5). Memperlihatkan warna kulit.

Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami

bayi:

Tanda tanda vital Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Appearance(warna kulit)

Seluruh tubuh biru atau putih

Tubuh kemerahanEkstermitas biru

Seluruh tubuh kemerah-merahan

Pulse(Frekuensi jantung) Tidak ada

< 100 x/ menit

> 100 x/ menit

Grimance(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis

Activity(tonus otot)

Tidak Ada Gerakan

Fleksi ekstremitas (Lemah)

Fleksi kuat, gerak aktif

Respiration (pernapasan)

Tidak ada Lambat atau  tidak teratur

Menangis kuat atau keras

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

(Merintih)

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai

apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor

mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru

lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena

resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit

seperti penilaian skor Apgar) Sumber : Utomo, (2006).

6. Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru LahirAspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,

menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan

resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien akan efektif berlangsung melalui rangkaian

tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.

Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda

penting, yaitu :

a. Penafasan

b. Denyut jantung

c. Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau

membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan

menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera

ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan

positif (VTP).

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara

lain :

a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)

1). Bayi dibungkus dengan kain hangat

2). Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.

3). Bersihkan badan dan tali pusat.

4). Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam

inkubator.

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)

1). Bersihkan jalan napas.

2). Berikan oksigen 2 liter per menit.

3). Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada

reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).

4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium

bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui

vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial

meningkat.

c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)

1). Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.

2). Berikan oksigen 4-5 liter per menit.

3). Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).

4). Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).

5). Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium

bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

8. Penatalaksanaan Asfiksia

a. Langkah awal

1). Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan

hangat untuk melakukan pertolongan.

2). Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah tengadah/sedikit

ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain)

3). Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia Bersihkan jalan

nafas dengan ketentuan sebagai berikut :

a). Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap lendir pada

mulut baru pada hidung.

b). Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai mengisap lendir

setelah kepala lahir (berhenti seberi tar untuk menghisap lendir di mulut

dan hidung). Bila bayi menangis, nafas teratur, lakukan asuhan bayi barn

lahir normal. Bila bayi mengalami depresi, tidak menangis, lakukan upaya

maksimal untuk membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut

lebar-lebar dan menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati.

c). Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan warna kulit

kemerahan, lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi tidak

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

menangis atau megap-megap, warna kulit biru atau pucat denyut jari tung

kurang dan 100 xlme4it, lanjutkan langkah resusitasi.

b. Langkah resusitasi

1). Sebelumnya periksa dan lakukan bahwa alat resusitasi (baton resusitasi dan

sungkup muka) telah tersedia dan berfungsi baik (lakukan test untuk baton dan

sungkup muka)

2). Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau memeriksa

bayi

3). Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka dan dada

bagian atas, kemudian letakkan pada alas dan lingkungan yang hangat.

4). Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi tengadah

5). Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga terbentuk

6). semacam tautan sungkup dan wajah.

7). Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari tangan

(tergantung pada ukuran balon resusitasi)

8). Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua kali

dan periksa gerakan dinding dada

9). Bila pertautan baik ( tidak bocor) dan dinding dada mengembang maka

lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tidak ada atau tersedia

oksigen guna udara ruangan)

10). Perhatikan kecepatai ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan tekanan

yang tepat sambil melihat gerakan dada (naik turun) selama ventilasi

11). Bila dinding dada tidak naik-turun dengan baik berarti ventilasi berjalan secara

adekuat.

12). Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi atau

terjadi kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang

Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik kemudian lakukan

penilaian segera tentang upaya bernafas spontan dan warna kulit:

a). Bila frekwensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan ventilasi, lakukan

kontak kulit ibu-bayi, lakukan asuhan normal bayi barn lahir (menjaga

bayi tetap hangat, mulai memberikan ASI dm1 dan mencegah infeksi dan

imunisasi)

b). Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x 30 detik

atau 60 detik kemudian lakukan penilaian ulang.

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

c). Bila frekwensi nafas menjadi normal (30-60 x/menit) hentikan ventilasi

lakukan kontak kulit it lakukan asuhan normal bayi barn lahir.

d). Bila bayi bernafas, tetapi terlihat retraksi dinding dada, lakukan ventilasi

dengan menggunakan oksigen (bila tersedia)

e). Bila bayi tidak bernafas, megap-megap, teruskan bantuan pernafasan

dengan ventilasi.

f). Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha bernafas denyut

jari tung dan warna kulit

g). Jika bayi tidak bernafas secara teratur setelah ventilasi 2-3 menit, rujuk ke

fasilitas pelayanan perawatan bayi resiko tinggi.

h). Jika tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada perbaikan frekwensi denyut

jari tung bayi setelah ventilasi selama 20 menit, hentikan ventilasi, bayi

dinyatakan meninggal (jelaskan kepada keluarga bahwa upaya pertolongan

gagal) dan beri dukungan emosional pada keluarga.

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

A.    Pengkajian

1.    Biodata

Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah

saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan

dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.

2.   Keluhan Utama

Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas

3.   Riwayat kehamilan dan persalinan

Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang

kaki atau sungsang

4.   Kebutuhan dasar

a. Pola Nutrisi

Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama

lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi

pneumonia

b. Pola Eliminasi

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan

belum sempurna

c. Kebersihan diri

Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan

b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya

d. Pola tidur

Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas

5.   Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan

tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.

b. Tanda-tanda Vital

Pada umunya terjadi peningkatan respirasi

c. Kulit

Pada kulit biasanya terdapat sianosis

d. Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum

menutup dan kelihatan masih bergerak

e. Mata

Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya

f. Hidung

Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.

g. Dada

Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang

cepat

h. Neurology / reflek

Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)

6.   Gejala dan tanda

a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif

b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis

c.  Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan

termoregulasi

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

B.    Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

2.      Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

3.      Penurunan kardiak out put b.d

4.      Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.

5.      Intoleransi aktifitas b.d

6.      Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses

         pengobatan.

7.      Resiko tinggi terjadi infeksi

C.      Perencanaan Keperawatan

Dx.  I : Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi dengan

kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Beri penjelasan pada keluarga tentang

penyebab sesak yang dialami oleh

pasien.

Agar keluarga tahu tentang penyebab

sesak yang dialami oleh bayinya.

2. Atur kepala bayi dengan posisi

ekstensi.

Melonggarkan jalan nafas.

3. Batasi intake per oral, bila perlu

dipuasakan.

Mencegah aspirasi.

4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk bernafas.

5. Observasi tanda-tanda kekurangan O2. Mengetahui tingkat kekurangan O2.

6. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah sianosis.

7. Kolaborasi dengan tim medis untuk

pemberian O2.

Mendukung perawatan dan

penatalaksanaan medis.

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

Dx. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal

dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5°C – 37.4°C, kelembaban cukup

Intervensi:

Dx.III : Penurunan kardiak out put

Tujuan :

Kardiak output normal.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Monitoring jantung paru.

2. Mengkaji tanda vital.

3. Memonitoring perfusi jaringan tiap

2-4 jam.

4. Monitor denyut nadi.    

5. Memonitoring ontake dan out put.

6. Kolaborasi dalam pemberian

vasodilator.

No. Intervensi Rasional

1. Beri penjelasan kepada keluarga

tentang penyebab panas yang

dialami oleh bayinya.

Keluarga menjadi tahu tentang

penyebab panas yang dialami

bayinya.

2. Berikan pakaian tipis yang mudah

menyerap keringat.

Mencegah penguapan yang

berlebihan.

3. Berikan kompres hangat. Menurunkan suhu tubuh.

4. Observasi tanda-tanda vital terutama

suhu tubuh.

Menentukan tindakan

keperawatan selanjutnya.

5. Kolaborasi medis untuk pemberian

infuse dan obat-obatan antipiretik.

Mendukung perawatan dan

penatalaksanaan medis.

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

Dx. IV : Gangguan perfusi jaringan

Tujuan :

Perfusi jaringan kembali normal.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Pemberian diuretic sesuai dengan

indikasi.

2. monitor laboraturium urine.

3. pemeriksaan darah.

4. Ajarkan pasien/ anggota keluarga

tentang prosedur perawatan luka.

5.

Dx. V : Intoleransi aktifitas

Tujuan :

Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Menyediakan stimulasi lingkungan

yang minimal.

2. menyediakan monitoring jantung

paru

3. mengurangi sentuhan

4. memberikan posisi yang nyaman

5. kolaborasi analgetiksesuai kondisi,

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

Dx. VI : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan

proses pengobatan.

Tujuan :

Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit,

program pengobatan.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional

1. Jelaskan tujuan pengobatan pada

keluarga.

Mengorientasi program pengobatan.

2. Kaji ulang tanda / gejala yang

memerlukan evaluasi medik cepat.

Berulangnya memerlukan intervensi medik

untuk mencegah / menurunkan potensial

komplikasi.

3. Kaji ulang praktik kesehatan yang

baik, istirahat.

Mempertahanan kesehatan umum

meningkatkan penyembuhan dan dapat

mencegah kekambuhan.

4. Dorong pasien / orang terdekat

untuk menyatakan masalah /

perasaan.

5. Beri penguatan informasi pasien

yang telah diberikan sebelumnya.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta:

EGC.

Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba

Medika

Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta

Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta: Salemba

Medika

Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN asfiksia

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

DISUSUN OLEH :

ANESIA PUTRI (13200044)

TINGKAT III REGULER 2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2015/2016