laporan pendahuluan anemia aplastik

10
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA APLASTIK 1. Definisi Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit (Suyono et al, 2001). 2. Etiologi Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui. Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain (Young et al, 2000). Radiasi Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis. Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek

Upload: rahmadhani-nuzul-putri

Post on 22-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

yyyy

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Anemia Aplastik

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA APLASTIK

1. Definisi

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan

penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan

produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi

tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi

kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit (Suyono et al,

2001).

2. Etiologi

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia.

Akan tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti

penyebabnya tidak diketahui. Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus

dan dengan penyakit lain (Young et al, 2000).

Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi

dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana

jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat

sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik.

Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan

fibrosis.

Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan

luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat

digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum

tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang.

Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis

yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv

(ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat

berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250

rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih

tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada

dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang.

Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan

anemia aplastik (Hillman et al, 2005).

Page 2: Laporan Pendahuluan Anemia Aplastik

Bahan-bahan Kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan

anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang

lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang

berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia (Hillman et al,

2005).

Obat-obatan

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat

berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada

seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik

adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah

fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik

misalnya mieleran atau nitrosourea (Suyono et al, 2001).

Infeksi

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,

virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling

sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi

hepatitis. Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum

tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat

menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan

sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder,

inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor

sel atau destruksi jaringan stroma penunjang (Young et al, 2000).

Faktor Genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian

dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia

Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia

sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius,

mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa (Suyono et al,

2001).

Page 3: Laporan Pendahuluan Anemia Aplastik

3. Manifestasi Klinis

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala

yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan

menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,

dyspnoe, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen

lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita

menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi

baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat

mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-

organ.Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering

dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-

kadang juga dikeluhkan (Sudoyo et al, 2006).

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia

yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda

regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi

menandakan bukan anemia aplastik. Jumlah granulosit ditemukan rendah.

Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil

dan monosit.

Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil

kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia

aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik

sangat berat.Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara

kualitas normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit,

leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang

didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya

hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red

sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini

produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai

beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan (Young et

al, 2000).

Page 4: Laporan Pendahuluan Anemia Aplastik

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan

daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis.

Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih

menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan

elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan

sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula

dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit

rendah.Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan

gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat

kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat

hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum

tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis. Suatu

spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada

individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu

yang berumur lebih dari 60 tahun.International Aplastic Study Group

mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari

25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat

pada sumsum tulang (Lichtman et al, 2007).

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom

kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya

memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran

elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak (Lichman et al, 2007).

5. Penatalaksanaan

a. PengobatanSuportif

Bilaterapatkeluhanakibat anemia, diberikantransfusieritrositberupapacked red

cellssampaikadarhemoglobin 7-8 g% ataulebih pada orangtua dan

pasiendenganpenyakitkardiovaskular.

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi

trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah

20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak.

Page 5: Laporan Pendahuluan Anemia Aplastik

Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat

anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang

cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).Pemberian transfusi leukosit

sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping

yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan

sangat pendek (Lichman et al, 2007).

b. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin

(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau

ALG diindikasikan pada (Sudoyo et al, 2006) :

- Anemia aplastik bukan berat

- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat

pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit

lebih dari 200/mm3.

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi

ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan

kortikosteroid.

Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik

Dosis test ATG :

ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan dengan

saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya. Bila tidak ada

reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.

Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan

dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness, tapering

dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal

kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau lebih

mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila terdapat

Page 6: Laporan Pendahuluan Anemia Aplastik

kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietikseperti Granulocyte-

Colony Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil

akan tetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter.

Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama. Faktor-

faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya

modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif

telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan

pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada

beberapa pasien.Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi

eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat

untuk anemia aplastk ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak

bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk pasien

yang refrakter terapi imunosupresif (Sudoyo et al, 2006).

d. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia

aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA.

Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan

kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan

kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi

primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila

mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin

meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor

(Graft Versus Host Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti

memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival

yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. Pasien

dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif

(ATG) maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat

dipertimbangkan.Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi

sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek

daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.

Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan

transfusi selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat

mungkin diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang.

Page 7: Laporan Pendahuluan Anemia Aplastik

Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection)

karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi (Sudoyo et al, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. 2005. Hematology in Clinical Practice 4th ed.

New York: Lange McGraw Hill.

Lichtman MA, Beutler E. 2007. William Hematology 7th ed. New York : McGraw

Hill Medical.

Suyono S, Waspadji S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.

Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

Sudoyo AW, Setiyohadi B. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi

Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. 2000. Hematology :

Basic Principles and Practice 3rd ed. Churcil Livingstone.