laporan osfis stev
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oseanografi fisika adalah ilmu ini mempelajari tentang hubungan antara
sifat-sifat fisika yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi antara lautan
dengan atmosfer dan daratan. Hal ini termasuk kejadian-kejadian pokok seperti
terjadinya tenaga pembangkit pasang dan gelombang, iklim dan sistem arus-arus
yang terdapat di lautan dunia. Dalam ilmu Fisika Oseanografi ini yang banyak
dipelajari adalah mengenai arus, pasang surut, gelombasng, suhu, salinitas,
angin, dan yang terjadi di lautan.
Pengamatan tentang karasteristik suatu Pulau berdasarkan parameter
oseanografi fisika sangat membantu dalam mengetahui pengelolaan dan
pemanfaatan suatu perairan, sehingga dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang bagaimana cara memanfaatkannya, sehingga dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat.
Praktek Oseanografi fisiska yang dilakukan di Pulau Barrang Lompo Karena
pada pulau ini parameter-parameter fisika yang akan diamati tersedia dan mudah
didalam pengukurannya sehingga dengan adanya praktek lapang ini diharapkan
dapat mengetahui karakteristik dari Pulau Badi dan mendukung pengembangan
pariwisata yang ada di pulau ini.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktek lapang Oseanografi Fisika adalah untuk mengetahui
prosedur pengambilan dan pengolahan data oseanografi fisika dengan
menggunakan persamaan empiris. Serta untuk mengetahui dan memahami
karakteristik oseanografi fisika pada lokasi sampling.
Kegunaan dari praktek lapang ini adalah kita dapat mengetahui cara
pengukuran parameter oseanografi fisika dan sebagai bahan pembanding antara
materi yang diterima pada saat kuliah dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
C. Ruang Lingkup
Dalam praktek ini, kegiatan dibatasi pada pengukuran faktor-faktor
oseanografi yang ada di laut seperti pasang surut, suhu, salinitas, gelombang,
arus, serta kedalaman, sebagai suatu parameter dalam menentukan
karakteristik dari lokasi sampling.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasang Surut
Naik dan turunnya permukaan laut secara periodik selama suatu interval
disebut pasang-surut. Pasang-surut merupakan faktor lingkungan yang paling
mempengaruhi kehidupan di zona intertidal. Tanpa adanya pasang-surut atau
hal-hal lain yang menyebabkan naik dan turunnya permukaan air secara periodik,
zona ini tidak akan seperti ini, dan faktor-faktor lain akan kehilangan
pengaruhnya (Nybakken, 1992).
Pasang surut adalah gerakan naik turunnya muka laut secara berirama yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Badan-badan astronomis lainnya
pun sebenarnya mempengaruhi pasang surut, tetapi pengaruhnya itu sangat
kecil dan bisa diabaikan (Nontji, 2002).
Sedangkan menurut Dahuri dkk (2001), bahwa pasang surut adalah naik
turunnya muka air laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda
angkasa, terutama bulan dan matahari. Baik turunnya muka air laut dapat terjadi
sekali sehari (pasang surut tunggal), atau dua kali sehari (pasang surut ganda).
Sedangkan pasang surut yang berperilaku diantara keduanya disebut pasang
surut campuran.
Pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe yaitu
(Triatmodjo, 1999):
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide). Dalam satu hari terjadi dua
kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang
surut terjadi rata-rata yaitu 12 jam 24 menit.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide). Dalam satu hari terjadi satu kali
pasang surut dan satu kali surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50
menit.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mized tide prevailing
semidiurnal). Dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tapi
tinggi dan periodenya berbeda.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal). Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali
surut, tapi kadang-kadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan
tinggi dan periode yang berbeda.
Gerak pasang surut menimbulkan arus pasang surut, di pantai dan sekitar
muara sungai, pada umumnya akan menuju ke arah darat pada waktu air
pasang, dan ke laut pada waktu air surut, tidal current merupakan arus mendatar
yang disebabkan atau dibangkitkan oleh pasang surut. Meskipun arus pasang
surut tidak penting pengaruhnya pada laut terbuka, tetapi pasang surut dapat
membangkitkan arus yang kuat pada daerah teluk, selat, estuaria, sungai, dan
tempat yang dangkal lainnya (Ongkosongo dan Suyarno, 1989).
Pasang yang mempunyai tinggi maksimum dikenal sebagai spring tide dan
surut terendah dikenal sebagai neap tide. Spring tide tarjadi pada waktu bulan
baru (new moon) dan bulan penuh (full moon). Sedangkan neap tide terjadi pada
waktu perempatan bulan pertama dan perempatan bulan ketiga (Hutabarat dan
Evans, 1986).
B. Arus
Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal massa
air. Sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin secara terus
menerus, berbeda satu sama lain dengan berubah-ubah. Arus ini juga
mempengaruhi penyebaran organisme laut dan juga menentukan pergeseran
daerah biogeografi melalui perpindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin
dan sebaliknya. Angin dapat mendorong bergeraknya air permukaan,
menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang lamban yang mampu
mengangkut suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak jauh dilautan
(Nybakken, 1992).
Arus permukaan merupakan perceminan langsung dari pola angin. Jadi arus
permukaan digerakkan oleh angin dan air dilapisan bawahnya ikut terbawa.
Karena disebabkan oleh adanya gaya coriolis yaitu gaya yang di sebabkan oleh
perputaran bumi (Romimohtarto dan Juana, 2002).
Arus dibagi menjadi arus permukaan dan arus musiman upweling. Arus
permukaan utama yang ada di permukaan bumi terdiri atas :
1. Arus yang benar -benar mengelilingi daerah kutup selatan ( Antartic
Circumpolar Current ) yang terdapat pada letak lintang 60º lintang selatan.
2. Aliran air di daerah ekuator yang mengalir dari arah barat ke timur tetapi
mereka dibatasi oleh arus-arus sejajar yang mengalir dari timur ke barat,
baik dari belahan bumi utara maupun di balahan bumi selatan.
3. Arus-arus yang berputar di daerah sub tropikal yang disebut gyre. Yang
mengalir searah jarum jam dari belahan bumi utara dan berlawanan jarum
jam yang berasal dari belahan bumi selatan.
Faktor – faktor pembangkit arus permukaan adalah sebagai berikut
(Hutabarat dan Evans, 1985):
1. Bentuk topografi dasar lautan dan pulau - pulau yang ada disekitarnya.
Beberapa sistem lautan utama di dunia di batasi oleh massa daratan dari
tiga sisi dan oleh arus ekuatorial counter dari sisi ke empat. Batas-batas ini
menghasilkan aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran air
mengarah dalam bentuk bulatan.
2. Gaya coriolis dan arus ekman.
Gaya coriolis mempengaruhi aliran massa air dimana gaya ini akan
membelokkan arah mereka dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai
akibat dari perputaran bumi pada porosnya.
3. Perbedaan tekanan.
Pada umumnya air di daerah tropik dan sub tropik lebih tinggi daripada
daerah kutub. Walaupun perbedaan ini kecil, namun dapat menyebabkan
timbulnya perbedaan tekanan air yang berakibat air akan mengalir dari
daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
4. Perbedaan densitas.
Gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas dari
lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda-beda perbedaan ini
timbul terutama diakibatkan oleh perbedaan suhu dan salinitas.
Angin mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan
arus horizontal yang lamban dan mampu mengangkut suatu volume air yang
sangat besar melintasi jarak jauh di lautan.Arus-arus ini mempengaruhi
penyebaran organisme laut dan juga menemukan pergeseran daerah
biogeografis melalui pemindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin atau
sebaliknya. Pergerakan air yang cukup besar dapat menunjang proses
fotosintesis karena dapat memperlancar proses difusi (Dahuri,1996).
C. Gelombang
Gelombang merupakan gerakan air secara osilasi dengan permukaan naik
turun serta mempunyai panjang, tinggi, periode, kecepatan, energi dan lain-lain.
Gelombang timbul akibat pengaruh dari angin, gempa bumi, gunung api bawah
laut, longsoran dan aktivitas manusia lainnya (Haruna Mappa dan Kaharudin,
1991).
Berdasarkan kedalaman laut Haruna Mappa dan Kaharudin, (1991) membagi
gelombang dalam dua jenis yaitu :
a) Gelombang laut dangkal adalah gelombang yang panjang gelombangnya
jauh lebih besar dari pada kedalaman air.
b) Gelombang laut dalam adalah gelombang yang panjang gelombangnya
lebih kecil dibandingkan dengan kedalam perairan tersebut.
Gelombang laut sangat berpengaruh terhadap peristiwa abrasi. Gelombang
merupakan faktor utama yang menyebabkan pengikisan pantai. Gelombang ini
akan lebih dirasakan pengaruhnya diperairan dangkal bila dibandingkan dengan
perairan dalam. Di perairan dalam proses abrasinya sangat rendah, hal ini
disebabkan karena gelombang tersebut hanya berpengaruh didaerah permukaan
saja (Haruna Mappa dan Kaharudin, 1991).
Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa
henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama
sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun
sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam
keadaan dimana terjadi badai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang
yang besar yang dapat menimbulkan kerusakan hebat pada kapal-kapal dan
daerah-daerah pantai. Gelombang merupakan salah satu penyebab yang
berperan dalam pembentukan pantai. Gelombang yang terjadi di perairan laut
dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang
terdapat di dalamnya. Sebaliknya, gelombang terdapat di daerah pantai,
terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai energi yang besar dan
sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret
sedimen (umumnya pasir dan keril) yang ada di dasar laut untuk ditumpukkan
dalam bentuk gosong pasir (Dahuri, 1996).
Apabila kita melihat gelombang di lautan, kita mendapat suatu kesan seolah-
olah gelombang ini bergerak secara horizontal dari satu tempat ke tempat lain,
yang kenyataannya tidaklah demikian. Suatu gelombang membentuk gerakan
maju melintasi permukaan air, tetapi disana sebenarnya terjadi hanya suatu
gerakan kecil ke arah depan dari massa air itu sendiri. Hal ini akan lebih mudah
jika kita melihat sepotong gabus atau benda-benda yang terapung lainnya
diantara gelombang-gelombang di lautan bebas. Potongan gabus tersebut akan
tampak timbul dan tenggelam sesuai dengan gerakan berturut-turut dari puncak
(crest) dan lembah gelombang (trough) yang lebih atau kurang, tinggal pada
tempat yang sama. Gerakan individu partikel-partikel air di dalam gelombang
sama dengan gerakan potongan gabus , walaupun dari pengamatan yang lebih
teliti menunjukkan bahwa ternyata gerakan ini lebih kompleks dari gerakan yang
hanya sekedar naik dan turun saja. Gerakan ini adalah suatu gerakan yang
membentuk sebuah lingkaran bulat. Gabus atau pertikel-partikel lain yang
diangkut ke atas akan membentuk setengah lingkaran dan begitu sampai di
tempat tertinggi ini merupakan crest (puncak gelombang). Kemudian benda-
benda ini akan di bawa ke bawah membentuk lingkaran penuh, melewati tempat
yang paling bawah yang bernama trough (lembah gelombang). Namun demikian
gelombang-gelombang di lautan hanya terjadi sebatas di permukaan air yang
terletak di bagian paling atas.
Sifat-sifat gelombang dipengaruhi oleh tiga bentuk angin, yaitu : kecepatan
angin, Waktu dimana angin sedang bertiup dan jarak tanpa rintangan dimana
angin sedang bertiup (dikenal sebagai fetch) (Hutabarat, 1984).
Setiap gelombang memepunyai tiga unsur yang penting yaitu, panjang,
tinggi, dan period. Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua
puncak yang berurutan, tinggi gelombang adalah jarak menegak anatar puncak
dan lembah, sedangkan period gelombang adalah waktu yang diperlukan oleh
dua puncak yang berurutan melalui satu titik (Nontji, 1993).
a. Panjang Fetch
Fetch adalah daerah yang mempunyai kecepatan dan arah angin yang
konstan, sedangkan yang dimaksud dengan Fetch Length atau jarak Fetch
adalah jarak tanpa rintangan ketika angi sedang bertiup, atau dapat dikatakan
bahwa jarak fetch adalah merupakan jarak dari sumber pembangkit gelombang
(Hutabarat dan Evans, 1984).
Sifat-sifat gelombang yang diukur tidak hanya bergantung kepada
komponen-komponen Spektral yang dibangkitkan dalam arah yang mempunyai
sudut terhadap arah angin. Hal-hal yang menjadi pembatas dari fetch adalah
garis pantai pantai yang berhadapan dengan arah datang gelombang dan arah
angin yang selalu berganti-ganti.
b. Angin
Nyibaken (1988), menyatakan bahwa gelombang terbesar biasanya terjadi
pada laut terbuka, dimana angin dapat bertiup melalui jarak tempuh yang sangat
jauh, setelah gelombang keluar dari daerah badai, maka tingginya berangsur-
angsur berkurang dan sementara gelombang itu bergulung-gulung ke darat, dan
ketika gelombang memasuki peraioran dangkal dan mulai mengalami hambatan
gesekan dari dasar perairan, gerakan maju dari gelombang akan terhambat dan
panjang gelomabng akan berkurang, akibatnya tinggi gelombang meningkat dan
menjadi makin terjal..
Akibat adanya perbedaan tekanan udara inilah terjadi gerakan udara, yaitu
dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah yang disebut angin. Angin yang
berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air.
Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga
air yang semula tenang akan terganggu dan riak akan timbul. Apabila kecepatan
angin bertambah maka riak ini semakin besar, begitupun apabila berhembus
terus maka akan terbentuk ombak. Semakin lama dan semakin kuat angin
berhembus maka semakin besar ombak terbentuk.
Tinggi dan periode ombak yang dibangkitkan oleh angin meliputi kecepatan
angin, lama berhembus, arah angin, dan fetch. Fetch adalah daerah dimana
kecepatan dan arah angin konstan. Arah angin dianggap konstan apabila
perubahan-perubahannya tidak lebih dari 150. Sedangkan kecepatan angin
masih dianggap konstan jika perubahannya tidak lebih dari 5 knot (Triatmodjo,
1999).
Angin yang berhembus dengan kecepatankurang dari 3 km per jam di atas
air, akan membangkitkan ombak yang kecil. Sebaliknya bila kecepatan lebih dari
3 km per jam, ombak akan terbangkit lebih besar dan akan merambat sesuai
dengan arah pergerakan dari angin (Kramadibrata, 1985).
Bila sebuah gelombang pecah, airnya akan dilemparkan jauh kedepan
sampai mencapai daerah pantai dan beberapa di antaranya akan kembali ke laut
mengalir sebagai arus yang berada di bawah permukaan. Jika kita melihat
gelombang di lautan, maka seolah-olah gelombang itu bergerak secara
horizontal dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun, kenyataan tidaklah
demikian. Suatu gelombang membentuk gerakan maju melintasi gerakan angin,
tetapi di sana sebenarnya terjadi hanya satu gerakan kecil kearah depan dari
massa air itu sendiri. Gerakan ini adalah suatu gerakan yang membentuk sebuah
lingkaran bulat. Namun demikian gelombang di lautan sebatas pada lapisan
permukaan air yang paling atas. Di dalam suatu gelombang gerakan partikel
akan berkurang makin lama makin lambat sesuai dengan dalamnya suatu
perairan (Hutabarat dan Evans, 1993).
c. Transformasi Gelombang
Jika suatu muka barisan gelombang datang membentuk sudut miring
terhadap tepi pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan kontur-
kontur kedalaman sejajar dengan pantai, maka muka gelombang akan berubah
arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai atau mengalami proses
pembiasan (refraksi). Selanjutnya arah perambatan berangsur berubah dengan
berkurangnya kedalaman (shoaling), sehingga dapat diamati bahwa muka
gelombang cenderung sejajar dengan kedalaman. Hal ini disebabkan perubahan
bilangan gelombang yang mengakibatkan perubahan kecepatan fase
gelombang. Bila keadaan pantai landai, ada kemungkinan bahwa gelombang
tersebut tidak pecah tetapi pemantulan ombak (refleksi).
Arah dari perambatan dapat juga berubah atau mengalami pelenturan, ketika
gelombang melewati perairan dengan kedalaman air yang konstan, seperti ketika
gelombang menuju kesuatu pulau atau pemecahan gelombang. Pola
difraksi/pelenturan dapat diamati bila suatu gelombang melewati suatu tanjung
atau ujung sebuah tanggul buatan, maka gelombang akan mengalami
pemanjangan puncak secara melengkung kearah sisi belakang tanjung atau
tanggul perintang tersebut. Peristiwa ini terjadi karena perembesan energi
kedalamam bayang-bayang yang merupakan daerah aliran tenang dibelakang
tanggul atau tanggul perintang. Gejala ini disebut dengan difraksi gelombang.
Dari hasil penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa selama gelombang
menjalar dari perairan dalam keperairan menengah dan selanjutnya keperairan
dangkal akan mengalami transformasi dari pada sifat-sifat dan parameter-
parameter gelomnbang sepenti proses refraksi, shoaling, refleksi maupun
difraksi. Selama penjalaran tersebut, periode dinggap konstan. Tinggi ombak
mula-mula menurun di perairan menengah dan dangkal namun tiba-tiba pada
perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang membesar sampai terjadi pecah.
Gelombang menjadi tidak stabil (pecah) jika terlampau curam atau tinggi
gelombangnya mencapai batas tertentu. Tipe-tipe gelombang pecah dapat
dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu : spelling, pluinging, surging dan collapsing.
Spelling terjadi pada pantai yang datar (kemiringan kecil) dimana gelombang
dimulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya terjadi
berangsur-angur. Pluinging terjadi apabila kemiringan gelombang dan dasar
bertambah, gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar
dengan masa air pada puncak gelombang akan terjun kedepan. Surging terjadi
pada oantai dengan kemiringan yang sangat besar seperti pada pantai
berkarang. Sedangkan colapsing merupakan kombinasi dari pluinging dan
surging (Triatmodjo, 1999).
Menurut Triatmodjo (1999) ditinjau dari profil pantai, daerah kearah pantai
dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore
dan backshore
D. SALINITAS
Salinitas adalah berat zat-zat organik yang larut dalam 1 kg air laut. Ciri yang
paling khas dimiliki oleh laut yang diketahui oleh setiap orang adalah rasanya
yang asin. Hal ini disebabkan karena dalam laut terdapat berbagai macam garam
terutama NaCl. Diperairan samudra salinitas berkiasar antara 34-35 o/oo.
Diperairan pantai terjadi penurunan salinita karena adanya pengenceran oleh
aliran sungai. Sebab salinitas di laut dipengaruhi oleh faktor seperti sirkulasi air,
penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji A, 1993).
Di daerah estuaria dapat memiliki struktur salinitas yang kompleks, kerena
merupakan pertemuan antara air tawar dengan air laut. Menurut Nontji, (1993)
kemungkinan yang terjadi adalah:
a) Perairan dengan stratifikasi salinitas yang sangat kuat, terjadi dimana air
tawar merupakan lapisan tipis di permukaan sedangkan dibawahnya terdapat
air laut.
b) Perairan dengan stratifikasi sedang. Terjadi karena adanya gerakan pasang
surut.
c) Perairan dengan pengadukan vertikal yang kuat disebabkan oleh gerakan
pasang surut sehingga mengakibatkan perairan menjadi homogen secara
vertikal.
E. SUHU
Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di laut. Bersama-sama
dengan salinitas, mereka dapat digunakan untuk mengidentifikasi massa air
tertentu dan bersama-sama dengan tekanan mereka dapat digunakan untuk
menentukan densitas air laut. Densitas ini selanjutnya dapat digunakan untuk
menentukan kejelukan air dimana suatu massa air akan menetap dalam
keseimbangan (Romimohtarto, 1999).
Perbedaan jumlah panas yang diterima oleh permukaan bumi di tempat-
tempat yang terletak pada lintang yang berbeda sebagai akibat dari bentuk bumi
yang bulat. Cahaya matahari yang jatuh di atas daerah tropik terlebih dahulu
akan melalui atmosfer dengan menempuh jarak yang lebih pendek daripada
yang ditempuh di daerah kutub. Cahaya matahari ini juga memanasi daerah
equator pada area yang lebih sempit jika dibandingkan dengan daerah kutub.
Suhu merupakan indikator yang penting untuk menunjukkan perubahan
kondisi lingkungan, lebih-lebih fluktuasi suhu yang jelas baik vertikal maupun
horizontal yang berubah dari suatu tempat ke tempat lain. Suhu air laut
cenderung menurun dari permukaan sampai dasar perairan. Penampakan suhu
di perairan tropik dan subtropik ditunjukkan oleh gradien suhu (perbedaan suhu
dan parameter kedalaman) yang kecil sampai kedalaman tertentu. Distribusi
suhu yang besar pada jarak kedalaman air yang kecil disebut thermocline (Nontji,
1987).
Suhu di laut adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan
organisme lautan , karena suhu mempengaruhi baik aktifitas metabolisme
maupun perkembangbiakan organisme-organisme tersebut.
Meskipun temperatur air tidak mematikan namun dapat menghambat
pertumbuhan rumput laut. Pada umumnya rumput laut dapat tumbuh dengan
baik di daerah yang mempunyai kisaran temperatur 26 - 330C. Suhu dapat
mempengaruhi proses-proses fisiologi tanaman yaitu proses fotosinteisis, laju
respirasi pertumbuhan dan reproduksi (Afrianto dan Liviawati, 1989).
F. KEDALAMAN
Suatu perairan memiliki kedalam yang berbeda-beda. Dimana, kedalaman
suatu perairan menjadi penentu atau pembetas penetrasi cahaya matahari
secara langsung. Penyinaran cahaya matahari akan semakin berkurang akibat
semakin tingginya kedalaman suatu perairan (Nybakken, 1988).
G. KECERAHAN
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin tinggi
suatu kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air.
Kecerahan air menentukan ketebalan lapisan produktif.
III. METODE PRAKTIK
A. Waktu dan Tempat
Praktek lapang Oseanografi Fisika ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal
29 april – Minggu tanggal 1 mei 2011, bertempat di Pulau Barrang Lompo, Kec.
Ujung tanah kota Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu GPS (Global Positining
System) befungsi untuk menentukan titik koordinat pengambilan data.
Handrefraktometer berfungsi untuk mengukur salinitas perairan. Thermometer
berfungsi untuk mengukur suhu. Secchi disk berfungsi untuk mengukur
kecerahan. Fish finder berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan. Layang-
layang arus berfungsi untuk mengukur arus. Tiang skala berfungsi untuk
mengukur tinggi pasang surut dan gelombang. Stopwatch berfungsi untuk
mengukur kecepatan arus. Kompas bidik befungsi untuk mengukur sudut layang-
layang arus terhadap arus. Sabak berfungsi alat menulis dalam air laut agar tidak
mudah terhapus di dalam air laut. Alat tulis menulis menulis data dari hasil
pengamatan dilapangan.
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang akan dijalankan dalam praktik ini yaitu :
A. Pasang surut
1. Menentukan lokasi yang representatif untuk pemasangan rambu pasut dan
mencatat posisi dengan GPS.
2. Memasang rambu pasut pada daerah yang telah diperkirakan tetap
tergenang air surut, jika lokasi tersebut kering pada saat surut maka perlu
memasang rambu pasut yang lain pada daerah yang tergenang air (perlu
diingat untuk mengukur beda tinggi antara rambu pasut pertama dan rambu
pasut kedua).
3. Mencatat tinggi muka air dengan interval 1 jam selama 39 jam, yang
dimulai pada pukul 17.00 WITA.
B. Arus
1. Mencatat posisi dan melakukan pengukuran arah dan kecepatan arus pada
beberapa stasiun di daerah laut dangkal maupun dalam.
2. Menentukan kecepatan arus dengan menggunakan layang-layang arus,
yakni dengan menetapkan jarak tempuh layang – layang arus (5 meter)
kemudian mengukur waktu tempuh layang – layang arus tersebut dengan
menggunakan stopwatch atau alat penghitung waktu sejenisnya. Arah arus
ditentukan dengan menggunakan kaompas bidik.
3. Untuk mengontrol perubahan arah dan kecepatan arus diperlukan stasiun
permanent dekat pantai ( sebaiknya di stasiun pasut ), pengukuran
dilakukan setiap interval 1 jam selama 24 jam, yang dimulai pada pukul
00.00 waktu setempat.
C. Ombak/Gelombang
a) Pengukuran lapangan
1. Menentukan stasiun pengambilan data ombak berdasarkan bentuk
geomorfologi lokasi praktek.
2. Mencatat posisi dan melakukan pengukuran ombak pada lokasi yang
ditentukan (ombak sebelum pecah) meliputi : tinggi ombak, arah datang,
lama pengukuran, dan arah puncak ombak. Selain itu, posisi stasiun dan
arah garis pantai perlu diukur.
3. Pengamatan dilakukan dengan mencatat tinggi dan lembah ombak yang
datang pada tiang skala selama masing-masing 51 kali (ombak
signifikan). Setelah itu dengan menggunakan kompas geologi untuk
mengukur arah datang ombak dan arah kepantai.
4. Pengukuran ombak ini dilakukan pada waktu pasang dan pada waktu
surut.
b) Prediksi dari data sekunder
1. Menyiapkan peta yang menunjukkan lokasi praktek dan sekitarnya (skala
1 : 500.000 atau skala 1 : 250.000).
2. Menyiapkan data arah dan kecepatan angin selama 5 tahun yang
mewakili kondisi angin lokasi praktek.
3. Menghitung Fetch length (Jarak pembangkitan ombak) pada peta.
4. Menghitung tinggi periode ombak menurut metode Wilson.
D. Kedalaman
1. Pengukuran kedalaman perairan dilakukan pemeruman menggunakan
echosounder pada beberapa titik (representatif) yang membentuk lintasan
(tracking) sepanjang lokasi.
2. posisi setiap titik pemeruman dicatat dangan menggunakan GPS (global
positioning sistem). Hasil pemeruman ini dikoreksi dengan hasil
pengukuran pasang surut sehingga dapat diketahui kedalaman
sesungguhnya terhadap referensi Mean Sea Level.
E. Kecerahan
1. Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk yang
diikat dengan tali kemudian diturunkan perlahan-lahan kedalam perairan
hingga tidak terlihat lagi.
2. Kedalaman pada saat secchi disk tidak terlihat ditambah dengan
kedalaman pada saat secchi disk mulai nampak pada saat ditarik kemudian
dibagi dua merupakan tingkat kecerahan perairan.
3. Mengukur kedalaman secchi disk dan mencatat posisi stasiun.
F. Suhu dan Salinitas
1. Mengukur suhu dan salinitas secara vertical maupun horizontal. Secara
horizontal, dilakukan pada beberapa stasiun didaerah laut dangkal hingga
ke laut dalam. Secara vertical, dilakukan pada stasiun yang berbeda di laut
dalam dengan kedalaman 1 m, 10 m, dan seterusnya hingga kedalaman
maksimal.
2. Mencatat posisi dan mengambil sampel air laut dengan menggunakan alat
pengambil sampel air, kemudian memasang salinometer kedalam sampel
yang dituangkan kedalam ember, membiarkan hingga beberapa saat, lalu
membeca skala yang ditunjukkan oleh salinometer. Dan untuk suhunya,
mencelupkan thermometer kedalam kolom perairan.
D. Analisis Data
1. Pasang surut
MSL =∑ HixCi
∑ Ci
Keterangan: MSL = Tinggi muka air rata-rata (Cm)
H = Tinggi muka air (Cm)
Ci = Konstanta Doodson
2. Arus
V = St
Keterangan :
S = Panjang lintasan layang – layang arus(m)
t = Waktu tempuh layang – layang arus (detik)
3. Ombak/Gelombang
a. Tinggi ombak :
H = (Puncak ombak – lembah ombak)
b. Tinggi ombak signifikan (H1/3) :
H 1/3 = 1/3 rata-rata dari gelombang terbesar
H1/3 =∑i=l
n/3
Hi
n/3
c. Tinggi rata-rata (H):
H̄=H1+H 2+H3+. . .. ..H N
N
d. Periode ombak (T) :
T = t/n
e. Periode ombak signifikan (H1/3) :
T 1/3 = 1,1 . T
f. Panjang ombak (Lo) :
L = 1,56 T2
g. Prediksi ombak (metode Wilson) :
gH 1/3
U 2= 0,3 [1-{1+0,004(
gF
U2)1/2 }-2]
gT2πU = 1,37 [1-{1+0,008(
gF
U2)1/3 }-5]
h. Tinggi Ombak Pecah (Hb) :
Hb = H1/3 [
0 ,563
[H1/3
L]0,2
]
i. Kedalaman ombak pecah dari data prediksi :
Hb = 0,78 Hb
Keterangan :
F = Fetch Length (m)
U = Kecepatan Angin (m/s)
g = Percepatan gravitasi Bumi (9,8 m/s)
T =Periode Ombak (detik)
t = Waktu pengamatan
N = Banyaknya ombak
Hi = Tinggi ombak (m)
L = Panjang ombak (m)
H1/3 = Tinggi ombak signifikan
T1/3 = Periode ombak signifikan
4. Kedalaman
Ds = DT + (MSL-hT)
Keterangan : Ds = Kedalaman sebenarnya (m)
DT = Kedalaman yang teratur (m)
MSL = Nilai muka air rata-rata
hT = Kedalaman di rambu pasut saat pengukuran (m)
5. Kecerahan
Kecerahan perairan=
Kondisi secchi disk tidak terlihat + secchi disk terlihat2