laporan msp akan jadi
TRANSCRIPT
BAB I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya perikanan memiliki keanekaragaman hayati
perairan yang sangat potensial. Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki lautan yang luas dengan sumber daya ikan
yang ekonomis yang berada di dalamnya. Pengelolaan yang
dapat dimanfaatkan dari perairan Indonesia adalah melalui
penangkapan ikan, sistem tambak, dan budidaya yang dilakukan
di dalam perairan tersebut. Pemanfaatan pelestarian
sumberdaya ikan haruslah ramah lingkungan dan tidak boleh
merubah kondisi kualitas air di perairan tersebut, sehingga
perairan dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya (Nuitja,
2010).
Pelestarian sumberdaya ikan di perairan umum dapat
dilakukan dengan cara pembuatan keramba yang dilakukan pada
perairan terbuka. Sistem pembuatan keramba yang ramah
lingkungan salah satunya adalah keramba jaring apung.
Keramba jaring apung, merupakan sistem pembudidayaan ikan
yang dilakukan dengan cara meletakkan keramba pada aliran
sungai yang dibendung (Kartamihardja, 1997). Peletakan
keramba harus tepat lokasi agar pemanfaatan dari keramba
tersebut berfungsi seoptimal mungkin dan tidak menimbulkan
kerusakan bagi lingkungannya.
1
Penggunaan keramba jaring apung dan pembuatan yang
efisien memberikan kontribusi besar bagi sistem budidaya
perikanan di Indonesia. Banyak jenis keramba jaring apung yang
digunakan, namun nilai efisiensi dari alat tersebut kurang dan
dapat mematikan biota budidayanya. Pembuatan keramba jaring
apung yang efisien perlu dilakukan sebagai salah satu cara
dalam sistem pembudidayaan ikan yang efektif.
1.2 Perumusan Masalah
Keramba jaring apung merupakan salah satu sistem
budidaya ikan pada perairan yang dibendung. Penggunaan yang
tidak efektif dalam pengoperasian mempengaruhi kualitas
ekosistem yang berada di dalamnya. Berdasarkan uraian
tersebut maka permasalahan yang dapat dibentuk adalah
bagaimana cara pembuatan jaring apung dalam sistem
menejemen pembudidayaan ikan.
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui proses
pembuatan keramba jaring apung.
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari percobaan ini adalah dapat
mengetahui cara pembuatan keramba jaring apung yang efisien
dalam sistem menejemen pembudidayaan ikan.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya ikan dapat dijalankan di dalam berbagai bentuk
wadah, yaitu dengan menggunakan keramba. Salah satu bentuk
yang umumnya digunakan dijumpai di perairan umum adalah
karamba jaring apung (KJA). Tujuan utama budidaya ikan adalah
optimasi produksi ikan pada tingkat biaya yang minimum, oleh
kerenanya setiap budidayawan harus tahu dan menguasai
seluruh konsep sistem budidaya dan secara efektif dapat
mengendalikan setiap tahapan operasional budidaya yang
dimulai dari tahap pembuatan unit budidaya dan pemilihan lokasi
untuk budidaya ikan meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi
perairan, kemudahan jangkauan dan ketersediaan sarana dan
prasarana, serta faktor keamanan.
Perairan waduk dan danau sudah ditentukan kawasan
bididayanya, maka pemanfaatan zona budidaya perairan hasil
penentuan tata ruang harus memperhatikan syarat-syarat atau
catatan-catatan khusus tentang lingkungan sumberdaya perairan
tersebut, yang meliputi (Krismono, 1995):
1. luas zona budidaya, kedalaman, arus air, kecerahan dan
tingkat tropik (daya dukung sumberdaya perairan)
2. Ketinggian, musim dan sifat khusus, misalnya umbalan.
3
Keramba jaring apung sebagai metode sistem budidaya ikan
memiliki susunan dari berbagai bahan bangunan yang
memungkinkan wadah ini terapung di permukaan air. Susunan
utama bangunan KJA adalah jaring, pelampung rakit, kerangka
atau titian serta jangkar dan pemberat jaring. Komponen-
komponen dari KJA menurut Mantau (2004) adalah sebagai
berikut:
1. Jaring atau wadah.
Didasarkan atas fungsinya jaring ada 2 macam, yaitu jaring
utama dan jaring pengaman. Jaring utama digunakan sebagai
tempat pemeliharaan ikan, sedangkan jaring pengaman, yang
ditempatkan di luar jaring utama, berfungsi untuk mengamankan
ikan agar tidak terlepas ke perairan bebas, ketika jaring utama
mengalami kerusakan (bocor atau jebol). Bahan jaring yang
umum digunakan adalah poliethylene. Bahan lain adalah kawat
yang berbungkus plastik. Satu jaring pengaman dapat
melindungi beberapa jaring utama, bergantung ukuran jaring
utama. Umumnya untuk jaring utama yang berukuran panjang
dan lebar masing-masing 7 m, satu jaring pengaman memuat 4
jaring utama.
2. Jaring utama
Jaring utama akan mengalami penurunan fungsi jika
penggunaan dilakukan secara berkesinambungan. Permasalahan
yang paling cepat terjadi adalah jaring menjadi kurang lancar
4
dilalui air. Penurunan fungsi yang lain adalah jaring mengalami
pelapukan, yang ditandai dengan terlihatnya beberapa helai
benang yang terputus.
Keadaan ini jika dibiarkan suatu saat akan diikuti dengan
kebocoran, terutama ketika jaring mengalami tekanan berat
ikan, ketika berlangsung pemanenan. Untuk memperbaiki hal di
atas, maka sebelum jaring digunakan kembali dilakukan
pembersihan jaring dengan sikat yang diikuti dengan
penjemuran. Bila memungkinkan, jaring direndam di dalam
larutan algicide (seperti CuSO4).
Gambar 1. Jaring Utama Pada Keramba Jaring Apung
3. Pelampung rakit
Pelampung rakit berfungsi sebagai pengapung kerangka
rakit atau sebagai tumpuan rakit dan jaring. Pelampung rakit
harus memiliki daya apung yang tinggi dan tidak mudah rusak.
Pelampung rakit yang biasa digunakan antara lain berupa batang
bambu, batang kayu, styrofoam dan drum.
Kerusakan pada pelampung akan mengakibatkan daya
apung lebih rendah dibandingkan pada kondisi normal, sehingga
5
bangunan KJA terlihat menjadi miring. Jika diamati lebih lanjut
maka dapat dilihat penyebabnya yaitu adaya kebocoran pada
drum atau keretakan pada bambu atau kayu. Jika tingkat
kerusakan itu masih rendah maka perbaikan bisa dilakukan
dengan memutar kedudukan bagian yang bocor/retak menjadi
tidak lagi terendam air.
Gambar 2. Drum Sebagai Salah Satu Jenis Pelampung
4. Kerangka rakit atau titian
Kerangka rakit berfungsi sebagai tempat menggantungkan
jaring dan tumpuan jalan/titian pada saat penebaran benih,
pemberian pakan dan kegiatan lainnya. Kerangka ini juga yang
merentangkan kantung jaring menjadi bentuk persegi atau
lingkaran. Sehingga kerangka rakit harus memiliki bahan dasar
yang kuat, yang mampu menahan beban berat orang dan yang
lainnya. Bahan yang biasa digunakan sebagai kerangka rakit
antara lain adalah batang bambu, kayu, besi siku dan pipa.
Kerusakan yang terjadi umumnya karena bahannya mengalami
pelapukan. Masa pakai dapat diperpanjang dengan perawatan,
misalnya mencat ulang. Jika kerusakan terlalu parah, maka
bahan tersebut harus diganti.
6
5. Jangkar dan pemberat jaring
Jangkar berfungsi untuk menahan rakit agar tidak
mengalami perpindahan dari lokasi budidaya yang diinginkan.
Pemberat rakit yang digunakan adalah jangkar besi, beton, batu
atau dapat berupa pasak besi ataupun pasak kayu. Pemberat
jaring berfungsi untuk memberikan bentuk yang sempurna pada
jaring sehingga daya tampung jaring menjadi maksimal.
Pemberat jaring yang biasa digunakan adalah berupa beton, batu
dan batang besi.
Budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) merupakan
salah satu teknologi budidaya yang handal dalam rangka
optimasi pemanfaatan perairan danau dan waduk. Dampak yang
diberikan terhadap lingkungan adalah banyak menyita areal
perairan. Keadaan ini berdampak negatif terhadap lingkungan
perairan yang pada gilirannya dapat menimbulkan konflik
diantara pengguna perairan, serta kematian massal ikan akibat
gas beracun (NH3 dan H2S) yang dihasilkan dari pembusukan
akumulasi sisa-sisa pakan yang tidak termanfaatkan oleh ikan
(Ilyas, 1995).
Dimasa mendatang teknologi yang diperlukan adalah
teknologi Keramba Jaring Apung yang ramah lingkungan,
teknologi efisien dan produktivitasnya tinggi serta dampak
7
negatifnya diupayakan seminimal mungkin terhadap lingkungan
perairan. Salah satu teknologi budidaya Keramba Jaring Apung
yang dianggap efisien dan produktivitasnya tinggi adalah
teknologi budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung Ganda
(Kartamihardja, 1997). Pengelolaan usaha budidaya yang kurang
baik juga memberikan umpan balik yang merugikan terhadap
operasional budidaya, seperti membatasi jumlah unit Karamba
Jaring Apung (KJA) dan menurunnya produksi ikan.
Dalam penyiapan bangunan KJA dilakukan pemeriksaan
terhadap beberapa bagian KJA yang dilanjutkan dengan
perbaikan-perbaikan bila dijumpai penurunan fungsi, seperti
berikut ini. Setelah pemeriksaan bangunan selesai dilanjutkan
dengan penilaian kembali terhadap lokasi KJA, yang mencakup
aspek teknis, yaitu arus air. Arus air berguna untuk mensuplai
oksigen ke dalam KJA dan membuang kotoran keluar KJA. Di
perairan yang bebas (tidak terlindung) arus air mungkin lebih
baik, tetapi tempat ini harus dihindari karena sewaktu terjadi
angin ribut, arus akan terlalu tinggi yang dapat berakibat
rusaknya bangunan KJA (Manurung, 1997).
8
Gambar 3. Sistem Budidaya Keramba Jaring Apung
BAB III. MATERI DAN METODA
3.1 Materi
3.1.1Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bambu
sebanyak 6 buah dengan panjang 3 meter, bambu sebanyak 3
buah dengan panjang 5 meter, 4 buah jaring, tali rafia, gergaji,
dan 6 buah jrigen sebagai pelampung.
3.1.2Bahan
Tidak terdapat bahan yang digunakan dalam praktikum ini.
3.2 Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari pembuatan keramba jaring apung adalah
dengan cara alat dan bahan dipersiapkan terlebih dahulu. Bambu
pertama dipotong sepanjang 3 meter sebanyak 6 buah. Bambu
ke dua dipotong sepanjang 5 meter sebanyak 2 buah yang
digunakan sebagai penyangga. Bambu dengan panjang 3 meter
9
sebanyak 2 buah diikatkan dengan tali rafia ke jrigen yang
diletakkan di ujung masing-masing bambu, begitupun dengan
bambu sisa dengan panjang 3 meter. Bambu pertama yang
sudah dirancang lalu disusun hingga terbentuk persegi panjang,
lalu diikatkan kembali dengan bambu ke dua yang memiliki
panjang 5 meter. Setelah terbentuk suatu kotakan keramba,
jaring dipasang pada setiap kotakan keramba, dan diikat dengan
tali rafia.
3.3 Metoda
Metoda yang dilakukan dalam pembuatan keramba jaring
apung adalah metode eksperimental.
3.4 Waktu dan Tempat
Pembuatan keramba jaring apung dilakukan pada hari Ra
bu, 1 Desember 2010 pukul 13.00 di Kampus Jurusan
Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.
10
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Rekap Alat Pembuatan Keramba Jaring ApungNo Alat Ukuran Jumlah1. Bambu 3 meter 6 buah2. Bambu 5 meter 3 buah3. Jrigen - 6 buah4. Jaring ikan 2 meter x 1,5
meter4 buah
Gambar 4. Struktur keramba jaring apung
11
Gambar 5. Keramba jaring apung
4.2 Pembahasan
Pembuatan keramba jaring apung dilakukan dengan tujuan
sebagai sarana pembudidayaan ikan pada perairan yang
terbendung atau pada kawasan waduk. Dalam proses
pembuatan keramba dibutuhkan alat-alat seperti bambu, jrigen,
dan jaring ikan. penggunaan bambu bertujuan sebagai kerangka
yang berfungsi untuk membentuk jaring, sehingga membentuk
persegi panjang. Penggunaan jrigen berfungsi sebagai
pelampung agar keramba dapat mengapung tetapi ikan tidak
dapat loncat ke luar jaring. Jaring yang digunakan memiliki mata
jaring yang berukuran 0,1 cm, berfungsi untuk menampung ikan
yang dibudidayakan pada areal perairan terbuka. Penggabungan
dari alat tersebut menggunakan tali raffia, karena jika
menggunakan pengait yang tajam seperti paku akan merusak
bambu dan menyebabkan bambu tersebut mudah pecah.
Pengelolaan budidaya ikan dalam keramba harus ditujukan
untuk mendapatkan produksi ikan yang optimal dengan
memperhatikan daya dukung dan kelestarian sumberdaya ikan.
12
keramba jaring apung merupakan salah satu jenis usaha
perikanan yang dominan yang diusahakan oleh petani ikan.
ketersediaan sumberdaya perikanan mengidentifikasikan bahwa
usaha keramba jaring apung bersifat terintegrasi yang dimulai
dari penyediaan benih, usaha pembesaran ikan, dan pemasaran
yang memiliki nilai profitabilitas yang tinggi (Manurung, 1997).
Pemanfaatan waduk sebagai lokasi usaha jaring apung dilakukan
untuk mengoptimasi produksi ikan pada tingkat biaya minimum,
maka dalam konsep pemeliharaan budidaya tersebut harus
dapat mengendalikan lokasi yang terdapat keramba jaring apung
dan memiliki pengetahuan seperti pemilihan lokasi untuk
budidaya ikan yang meliputi factor fisik, kimia, dan biologi
perairan.
System KJA memiliki perencanaan terpadu yang bersifat
sangat primer yang memiliki interaksi alami yang berlangsung
dengan potensi yang tersedia. Perairan yang sebagai areal untuk
meletakkan KJA merupakan perairan umum, sehingga terjadi
kompetisi antara petani ikan (Kartamihardja, 1993). Syarat
perairan waduk yang dapat digunakan dalam pembudidayaan
keramba jaring apung (Krimnono, 1995), adalah :
1. Luas zona budidaya
2. Sifat fisik air yang meliputi, kedalaman, arus air, kecerahan,
dan tingkat tropik.
13
3. Ketinggian tempat, musim dan sifat khusus dari perairan
tersebut.
Menurut Bengen (2001), budidaya perikanan dengan sistem
keramba jaring apung memiliki keunggulan komperatif
diantaranya:
1. Efisien dalam penggunaan lahan dengan tingkat produktivitas
tinggi dibandingkan tambak, tidak memerlukan pematang,
saluran air dan pengolahan lahan sehingga dapat mengurangi
biaya produksi.
2. Unit usaha dapat ditentukan sesuai kemampuan modal
dengan menggunakan bahan rakit sederhana sesuai bahan
yang tersedia disekitar lokasi budidaya.
3. Mudah dipantau karena wadah budidaya yang relatif terbatas,
terhindar dari pemangsa dan mudah melakukan pemanenan.
4. Tidak memerlukan pengelolaan kualitas air, karena adanya
gerakan pasut sehingga efisien dalam biaya produksi.
5. Produksi mudah dicapai oleh armada penangkapan tuna dan
cakalang sebagai sarana pemasaran.
Pemanfaatan keramba jaring apung juga mempunyai beberapa
kerugian (Koran Jakarta, 2009), diantaranya:
1. Terdapatnya gas-gas beracun di dalam keramba yang berasalh
dari sisa pakan ikan dan hasil metabolism.
14
2. Sifat perairan umum pada lokasi keramba akan menyebabkan
kompetisi, karena keramba jaring apung tidak terkontrol dalam
pertumbuhannya.
3. Mengganggu pemandangan alami dari waduk dan danau yang
digunakan sebagai KJA.
4. Faktor kualitas tidak terkontrol dan dapat menyebabkan
kematian masal.
Pembuatan keramba jaring apung pada praktikum
merupakan jenis keramba jaring apung tunggal, dalam
pemanfaatannya KJA tunggal kurang efisisen maka diperlukan
suatu menejemen dalam pembuatan keramba, misalkan
pembuatan KLA berlapis. Keramba berlapis yaitu pembuatan
keramba tunggal yang memiliki dua tigkatan dengan ukuran
jaring net yang berbeda. Pembuaatan KJA berlapis lebih efisien
karena, pakan ikan yang terbuang akan jauh lebih sedikit.
Keramba jaring apung berlapis sisa pakan dan kotoran ikan
tertampung dan tidak masuk ke dalam perairan, sehingga
kotoran tersebut tidak dapat merusak ekosistem dan tidak
menimbulkan gas-gas beracun karena kotoran yang tertampung
dapat diambil dan dibuang, sedangkan pada keramba jaring
apung kotoran dan sisa pakan akan terakumulasi di dalam
perairan tersebut sehingga akan menimbulkan toksisitas pada
perairan tersebut.
15
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pembuatan keramba jaring apung merupakan salah satu
bentuk pemanfaatan dalam memenejemen usaha budidaya
perikanan pada perairan umum.
5.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan adalah, sebaiknya dalam
praktikum selanjtnya tidak hanya cara pembuatan KJA saja,
tetapi juga dengan cara pengelolaannya agar kita mengetahui
nilai ekonomis dari KJA.
16
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Sinopsis. PKSPL-IPB, Bogor.
Ilyas, S., Budihardjo. 1997. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Posisi Kunci dalam Pembangunan Perikanan. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I Tanggal 25 – 27 Agustus 1993, Jakarta.
Kartamihardja, E.S. 1993. Perencanaan Pengelolaan Perikanan Terpadu di Waduk Kedungumbo, Jawa Tengah. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I Tanggal 25 – 27 Agustus 1993, Jakarta.
Koran Jakarta, 2009. Pemanfaatan Keramba Jaring Apung Ramah Lingkungan. Jakarta, 12 desember 2009
Krismono, 1995. Penataan Ruang Perairan Umum untuk Mendukung Agribisnis dan Agroindustri. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I Tanggal 25-27 Agustus 1995, Jakarta.
17
Mantau, Z., 2004. Budidaya Ikan Mas dan Nila dalam Keramba Jaring Apung Ganda di Desa Telap pada Pesisir Danau Tondano. Prosiding. Seminar Nasional Badan Litbang Pertanian. Manado 9 – 10 Juni 2004. Badan Litbang
Pertanian, Jakarta.
Manurung, V.T. 1997. Status dan Prospek Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring Apung di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. XVI. No. I.
Nuitja, I. N. S. 2010. Manajemen Sumberdaya Perikanan. IPB Press, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Kegiatan Praktikum MSP 2010.
Proses penyatuan kerangka keramba jaring apung
18
Pemasangan jaring pada keramba jaring apung
Keramba jaring apung yang sudah jadi
19