laporan kunjungan panti sosial tresna werdha usada mulia 5
DESCRIPTION
kunjungan panti sosial tresna werdha usada mulia 5TRANSCRIPT
Laporan Kunjungan Panti Sosial Tresna
Werdha Usada Mulia 5
Disusun oleh : Nadia Cecilia S
NIM : 102012513
Kelompok : D4
Fakultas : Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6
Jakarta Barat
Pada hari Sabtu, 13 Oktober 2012, diadakan kunjungan ke salah satu panti sosial di Jakarta.
Kelas D, mendapatkan giliran ke Panti Sosial Tresna Werdha Usada Mulia 5 di daerah Cengkareng,
Jakarta Barat. Panti sosial ini adalah panti yang ditujukan untuk para manula di bawah naungan
Dinas Sosial, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Tibanya disana kami melakukan wawancara dengan beberapa penghuni panti serta
mempraktekan materi kuliah yaitu komunikasi dan empati.
Saya pertama kali menghampiri bangsal Kakek yang mengidap Stroke, nama kakek tersebut
adalah Kakek Frengky. Setelah selesai mewawancarai kakek Frengky, saya dan teman-teman
menghampiri dua orang nenek yang sedang duduk diteras depan kamar. Dua orang nenek ini
bernama nenek Monita dan nenek Kartini. Saya mewawancarai nenek Monita terlebih dahulu dan
kemudian nenek Kartini.
Kakek Frengky adalah kakek yang ramah walaupun cenderung agak pendiam, ia berumur 42
tahun dan merupakan tamatan Sekolah Dasar. Kakek Frengky beragama Kristen, namun jarang ke
Gereja karena keadaannya yang tidak mendukung. Beliau telah tinggal di Panti sejak 5 bulan yang
lalu. Kakek Frengky berada di Panti tersebut karena RS Fatmawati yang ditempatinya sebelumnya,
memindahkan beliau ke Panti ini. Sebelumnya kakek Frengky adalah perantau dari NTT, tepatnya di
daerah sekitar Timor Leste. Kehidupan Kakek Frengky sebelumnya tidak begitu menyenangkan
terlihat saat dia bercerita bahwa kakek Frengky tidak memiliki sanak keluarga sama sekali serta
tinggal sebatang kara, beliau terlihat sedih dan matanya yang menerawang jauh. Walaupun beliau
berkata di Panti banyak nyamuk dan panas, namun beliau merasa senang karena ada yang
merawatnya disana, terlebih ia dapat mengobati stroke di kaki dan tangannya sehingga berangsur-
angsur sembuh dan dapat digerakkan dengan normal kembali.
Nenek Movita adalah seorang nenek yang berumur 70 tahun. Dia sudah tinggal di panti
tersebut kurang lebih 6 bulan. Saat pertama kali ditanya berapa umur nenek Movita, beliau dengan
bangga menyebut umurnya adalah 35 tahun. Beliau adalah nenek yang ceria dan suka bercanda.
Nenek Movita menceritakan kehidupannya dengan canda dan tawa, walaupun yang diceritakan
ada yang benar dan ada yang tidak. Saya dapat mengetahui kebenaran itu karena ada perawat
yang membantu menjelaskan cerita yang sebenarnya. Nenek Movita berasal dari Sumatera Barat,
sehari-harinya sebelum masuk ke Panti Werdha beliau bekerja sebagai Pengemis, yang kemudian
ditangkap oleh Satpol-PP dan dimasukkan ke Panti tersebut. Bila mendengar cerita dari Nenek
Movita, beliau masuk ke Panti ini, karena diajak oleh kawannya yang merasa bosan karena tidak
ada yang merawat dan kesepian saat di rumah sendiri. Nenek Movita memiliki 3 anak yang
semuanya perempuan bernama Virna, Lisa, dan Yorita. Ketiganya telah berkeluarga dan
memberikan 4 cucu untuk nenek Movita. Semua cucu nenek Movita masih kecil dan bandel namun
nenek Movita bercerita seakan kenakalan cucu-cucunya adalah kelucuan balita yang disukai oleh
nenek Movita, terlihat dari bagaimana Nenek Movita bercerita. Pendidikan terakhir nenek Movita
yaitu Sekolah Menengah Pertama(SMP) yang ada di Kalimalang, beliau seorang Muslim yang taat.
Beliau masih sering Sholat dan berusaha Sholat 5 waktu. Walaupun nenek Movita bercerita bahwa
ia tidak betah berada di Panti, karena banyak nyamuk dan kurang nyaman, namun nenek Movita
bersyukur karena kondisinya baik dan sehat.
Nenek Kartini adalah nenek yang berumur 63 tahun namun mengatakan dirinya berumur
33 tahun. Dia sudah tinggal di panti tersebut selama 6 bulan. Sebelum merantau ke Jakarta, nenek
Kartini tinggal di Bojonegoro, Jawa Timur. Saat di Bojonegoro tempat asalnya, nenek Kartini sempat
menempuh Sekolah Guru Bantu (SGB) namun belum sempat tamat belajar, sekolah tersebut
dibubarkan dikarenakan dari pusat mengatakan bahwa masih banyak Guru lulusan yang
menganggur dan menumpuk sehingga akhirnya nenek Kartini pun putus belajar dan merantau ke
Jakarta. Di Jakarta nenek Kartini tinggal di Pasar Senen dan bekerja sehari-hari sebagai pengemis.
Saat beliau sedang berjalan di dekat rel Kereta Api, beliau tidak sengaja terjatuh dan kakinya robek
sehingga kemasukan kerikil-kerikil dan menyebabkan jari kaki kelingkingnya harus diamputasi di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Setelah sebulan berada di Rumah Sakit, nenek Kartini akhirnya
di pindahkan oleh professor dokter yang menanganinya ke Panti Werdha ini. Beliau berkata
nyaman berada di Panti tersebut tetapi tetap saja lebih nyaman bila berada di rumah sendiri.
Beliau merupakan seorang muslim walaupun tidak sering sholat dan beribadah. Keluarganya ada di
Jawa Timur, anaknya berjumlah 6 seluruhnya dan belum dikaruniai cucu. Sekarang beliau dalam
keadaan sehat sehat dan baik, luka bekas amputasinya pun sudah terlihat mongering dan tidak ada
masalah.
Refleksi Diri
Dari kunjungan ke Panti ini, saya merasa sedih dan prihatin, melihat banyak sekali manula
yang sepertinya terlantar. Walaupun kehidupan mereka cukup baik dan layak di sana, dan kebutuhan
mereka cukup terpenuhi akan tetapi saya tetap melihat bahwa hidup bersama keluarga jauh lebih
baik dan menyenangkan dibanding tinggal di Panti bagaimanapun keadannya.
Saya melihat keteguhan mereka semua dalam menjalani hidup. Begitu banyak pengalaman –
pengalaman dalam hidup mereka, senang maupun sedih. Dan dari kematangan usia mereka, banyak
ilmu yang dapat diteladani, mereka juga menasehati kami, dan lebih mengajarkan kami makna
hidup. Bahwa banyak hal dalam hidup yang sulit dan terkadang diluar jangkauan kita.
Mereka mengajarkan kami pentingnya berserah kepada Sang Pencipta, menyerahkan segala
permohonan kita kepadaNya. mereka juga rajin untuk beribadah berdasarkan keyakinan mereka.
Menyerahkan diri kepada Yang Maha Kuasa akan mempermudah kita untuk menerima kenyataan
dan menjalani kembali hidup dengan lebih baik dan tegar. Mensyukuri apapun yang Maha Kuasa
telah berikan buat mereka.
Mereka juga menyemangati kami dan mendoakan kami agar bisa mencapai cita-cita kami
dan menjadi dokter yang baik dan berguna bagi nusa dan bangsa. Saya sangat salut pada mereka
karena dalam keterbatasan mereka, mereka tetap mau menyemangati dan mendoakan orang lain.
Pada saat kami akan pulang, kami berpamitan pada setiap nenek yang kami ajak mengobrol.
Kehangatan mereka dalam menerima orang lain, membuat saya merasa sangat mengenal beliau dan
merasa menjadi cucunya. Walaupun saya hanya bertemu secara singkat. Kasih sayang yang mereka
pancarkan sangatlah tulus dan saya menghargai, dan menganggumi ketulusan mereka. Saya ingin
meneladani sikap ketulusan mereka terhadap orang lain.