penyelenggaraan makanan, status gizi dan … · panti tresna werdha khususnya di kota bogor guna...

47
PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN KESEHATAN LANSIA DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA BOGOR V I C I DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: vothien

Post on 03-Mar-2019

349 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI

DAN KESEHATAN LANSIA DI RUMAH

PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA BOGOR

V I C I

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar
Page 3: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyelenggaraan

Makanan, Status Gizi dan Kesehatan Lansia di Rumah Perlindungan Sosial

Tresna Werdha Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Vici

NIM I14114011

Page 4: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar
Page 5: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

ABSTRAK

VICI. Penyelenggaraan Makanan, Status Gizi dan Kesehatan Lansia di Rumah

Perlindungan Sosial Tresna Wedha Bogor. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan

KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi, status

kesehatan, pola konsumsi dan daya terima lansia terhadap makanan di Rumah

Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor. Desain studi yang digunakan pada

penelitian ini adalah desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Oktober 2013. Contoh dalam penelitian ini adalah 34 orang lansia yang berusia

lebih dari 60 tahun. Hasil penelitian rata-rata konsumsi energi dan protein lansia

sebesar 1454 kkal dan 41.7 g. Daya terima lansia tergolong cukup baik terhadap

rasa makanan (52.9%) maupun porsi makanan (61.8 %). Tingkat kecukupan

energi dan protein sebagian besar lansia tergolong defisit. Sebagian besar lansia

(41.2%) memiliki status gizi normal. Sebagian besar lansia (67.6%) menderita

penyakit hipertensi dengan kategori terbanyak adalah mild hypertension

(hipertensi ringan). Hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan signifikan

(p>0.05) antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi lansia.

Hasil uji Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara tekanan darah (p>0.05) dengan status gizi

Kata kunci: lansia, pola konsumsi, daya terima, status gizi, status kesehatan.

ABSTRACT

VICI. Food Service Management, Nutrition and Health Status of the Elderly at

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor. Supervised by ALI

KHOMSAN and KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI

The objectives of this study were to determine the nutritional status, health

status, consumption pattern and food acceptance of the elderly at Rumah

Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor. This study used cross sectional

design. Research was done in October 2013. The subjects of this study were 34

elderly people with age over 60 years. Results showed that the average energy

and protein consumption in elderly were 1454 kkal and 41.7 g. Food acceptance

of elderly were adequate for taste of food (52.9%) as well as the portion of food

(61.8%). The adequacy level of energy and protein mostly were deficit. Most of

the elderly (41.2%) had normal nutritional status. The majority of the elderly

(67.6%) were suffering from hypertension with mild hypertension. Correlation

test results showed no significant relationship (p>0.05) between the adequacy

level of energy and nutrient with nutritional status. Pearson correlation test

results showed no significant relationship between blood preasure (p>0.05) and

nutritional status.

Keyword : elderly, consumption patterns, food acceptance, nutritional status,

health status

Page 6: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar
Page 7: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI

DAN KESEHATAN LANSIA DI RUMAH

PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA BOGOR

V I C I

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 8: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar
Page 9: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Penyelenggaraan Makanan, Status Gizi dan Kesehatan Lansia

di Rumah Perlindungan Tresna Werdha Bogor

Nama : V I C I

NIM : I14114011

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Pembimbing I

dr Karina Rahmadia Ekawidyani, M Sc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Rimbawan

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 10: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

"til Skripsi

LEMBARPENGESAHAN

: Penyelenggaraan Makanan, Status Gizi dan Kesehatan Lansia di Rumah Perlindungan Tresna Werdha Bogor

:VICI : 114114011

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS dr Karina Rahmadia Ekawidyani, M Sc Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus: 2 4 JAN ?n14

Page 11: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar
Page 12: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi dengan judul “Penyelenggaraan

Makanan, Status Gizi dan Kesehatan Lansia di Rumah Perlindungan Sosial

Tresna Werdha Bogor” dapat teselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan

syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi,

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Bogor. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan dr. Karina Rahmadia Ekawidyani,

M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyempatkan

waktu luang untuk memberikan ide dan saran bagi penulis

2. Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, M. Sc selaku dosen pemandu seminar

3. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen penguji skripsi

4. Drs. Harry Yulianto selaku kepala panti, seluruh staff dan lansia di

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian

5. Dr. Yvone M I selaku kepala laboratorium gizi Universitas Indonesia

yang telah memberikan izin untuk peminjaman alat pengukur tinggi

lutut untuk keperluan penelitian.

6. Kedua orang tua, kakak dan adik penulis yang telah memberikan doa,

dukungan dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini

7. Ayu helmi, Ernawati, Mira sri wahyuni, Humaira, Andari Sih Estu Jati,

Wahyu Dewanti, Riska Tri Rahmawati, Nugrahaning dan Fitriana

Sundari yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian.

8. Teman-teman Alih Jenis Gizi angkatan 5, atas dukungan dan

kerjasamanya.

9. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan diatas.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan

Bogor, Desember 2013

Vici

Page 13: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar
Page 14: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE PENELITIAN 5

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 5 Cara Penarikan Contoh 5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5 Pengolahan dan Analisis Data 6

DEFINISI OPERASIONAL 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 9 Karakteristik Contoh 10 Penyelenggaraan Makanan 11 Daya Terima 16 Konsumsi Pangan 17

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 18 Konsumsi Suplemen dan Cairan 20 Status Gizi 21 Status Kesehatan 22 Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi 25 Hubungan Tekanan Darah dengan Status Gizi 26

SIMPULAN DAN SARAN 26 Simpulan 26 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27 LAMPIRAN 30

RIWAYAT HIDUP 32

Page 15: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Variabel dan indikator data yang dianalisis 7

3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh 10

4 SDM dalam proses penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor 11

5 Perencanaan di RPSTW Bogor 12

6 Pembelian dan penyimpanan makanan di RPSTW Bogor 14

7 Pengolahan bahan makanan di RPSTW Bogor 15

8 Distribusi makanan di RPSTW Bogor 16

9 Higiene dan sanitasi di RPSTW Bogor 16

10 Sebaran lansia berdasarkan tingkat kesukaan terhadap jenis hidangan 17

11 Sebaran lansia berdasarkan kebiasaan makan 17

12 Konsumsi makan lansia 18

13 AKG, konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada lansia 19

14 Sebaran lansia berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi 20

15 Sebaran lansia berdasarkan konsumsi suplemen 21

16 Sebaran lansia berdasarkan status gizi 21

17 Sebaran lansia berdasarkan jenis penyakit 23

18 Sebaran lansia berdasarkan kategori hipertensi 24

19 Korelasi antara tingkat kecukupan energi, protein dengan status gizi 25

20 Korelasi antara tingkat kecukupan vitamin, mineral dengan status gizi 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Struktur Organisasi Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha 30 2 Siklus menu di RPSTW Bogor 31

Page 16: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator

keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan.

Populasi penduduk dunia yang berusia diatas 65 tahun meningkat lebih dari dua

kali lipat dari total populasi penduduk dunia selama periode tahun 1996-2020.

Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan

jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia

7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%)

dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk

lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4

tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di

Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun

(Kemsos 2007).

Semakin meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, maka perhatian yang

harus diberikan kepada kelompok ini juga akan semakin besar. Masalah gizi

lansia adalah salah satu yang harus diperhatikan. Menurut Sharkey (2002)

kekurangan zat gizi menunjukkan sebuah ancaman potensial bagi kesehatan pada

seluruh populasi lansia. Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik

secara fisik maupun mental. Perubahan ini mempengaruhi kondisi seseorang baik

aspek psikologis, fisiologis, dan sosio-ekonomi. Dengan gizi yang baik, usia

produktif mereka dapat ditingkatkan sehingga tetap dapat ikut serta berperan

dalam pembangunan (Fatmah 2010).

Menua atau menjadi tua (aging) merupakan proses yang akan dialami oleh

semua orang dan tidak dapat dihindari. Proses menua dipengaruhi oleh faktor

eksogen dan endogen yang dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif yang

biasa dimulai pada usia muda atau produktif, namun bersifat subklinis. Secara

alami, fungsi fisiologis dalam tubuh lansia menurun seiring pertambahan usianya.

Penurunan fungsi ini tentunya akan menurunkan kemampuan lansia tersebut

untuk menanggapi datangnya ransangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh

lansia itu sendiri. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia meliputi

penurunan kemampuan sistem saraf, yaitu pada indera penglihatan, peraba, perasa

dan penciuman. Selanjutnya penurunan ini juga mengakibatkan penurunan sistem

pencernaan, sistem saraf, sistem pernapasan, sistem endokrin, sistem

kardiovaskular hingga penurunan kemampuan muskuloskeletal (Fatmah 2010).

Menurut Fatmah (2010), perubahan fisiologis yang berhubungan dengan

aspek gizi pada lansia adalah semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa

yang pada umumnya membuat lansia kurang dapat menikmati makanan dengan

baik. Hal ini membuat aktivitas makan menjadi kurang bagi lansia, sehingga

asupan gizi semakin berkurang. Status gizi dan status kesehatan sangat ditentukan

oleh kondisi yang dialami oleh lanjut usia. Status gizi dan status kesehatan yang

baik akan membawa seseorang kepada umur panjang yang sehat dan produktif.

Selain itu, status kesehatan pada lansia akan berpengaruh dalam penilaian

kebutuhan akan zat gizi (Arisman 2004).

Page 17: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

2

Peningkatan jumlah lansia dan beragamnya masalah kesehatan serta gizi

yang dihadapi oleh lansia, maka sudah selayaknya kelompok ini mendapat

perhatian dari berbagai kalangan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian di

Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status

gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas,

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Penyelenggaraan

Makanan, Status Gizi dan Kesehatan Lansia di Rumah Perlindungan Sosial

Tresna Werdha Bogor”.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umun

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi, status

kesehatan, pola konsumsi dan daya terima pasien lansia terhadap makanan di

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh

2. Mengidentifikasi penyelenggaraan makanan di Rumah Perlindungan Sosial

Tresna Werdha Bogor

3. Mengidentifikasi daya terima contoh terhadap makanan di Rumah

Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor

4. Mengidentifikasi konsumsi pangan contoh

5. Mengidentifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi

6. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan

7. Menganalisis hubungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status

gizi

8. Menganalisis hubungan tekanan darah dengan status gizi

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pola

konsumsi, daya terima terhadap makanan, status gizi dan kesehatan lansia di

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha, khususnya di Kota Bogor.

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perbaikan kualitas hidup

lansia, terutama di bidang gizi dan kesehatan.

Page 18: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyelenggaraan makanan yang ada di Panti Tresna Werdha didasarkan atas

kebutuhan para lansia yang membutuhkan makanan akibat kebutuhan biologis

tubuhnya yang tidak dapat dipenuhi oleh berbagai hal. Penyelenggaraan makanan

sebagai suatu sistem manajemen yang terdiri dari tiga komponen, meliputi input

(masukan), proses dan output (hasil). Input penyelengaraan makanan meliputi

tenaga, dana, sarana fisik dan peralatan. Proses penyelenggaraan makanan

meliputi perencanaan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, persiapan,

pengolahan hingga distribusi. Output yang dihasilkan meliputi daya terima,

konsumsi pangan dan status gizi lansia.

Penyelenggaraan makanan bertujuan untuk menghasilkan makanan yang

sesuai dengan perencanaan, kualitas, cita rasa serta sanitasi yang tinggi.

Perencanaan menu merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk menyusun suatu

hidangan dalam variasi yang serasi. Perencanaan menu sangat penting dalam

sistem pengelolaan makanan. Hal ini disebabkan karena menu berhubungan

dengan kebutuhan dan penggunaan sumber daya lainnya didalam sistem

pengelolaan makanan.

Pengadaan bahan makanan merupakan proses yang meliputi perencanaan,

pemesanan, pembelian dan penerimaan bahan makanan, baik bahan makanan

kering maupun bahan makanan basah. Produksi makanan dibedakan berdasarkan

waktu makan lansia yaitu makan pagi, siang, dan malam.

Kebiasaan makan pada lansia menjadi faktor yang dapat mempengaruhi

daya terima makanan yang disajikan. Pengukuran daya terima meliputi

pengukuran terhadap citarasa (rasa, aroma dan tekstur) dan penampilan (warna,

besar porsi/ukuran). Daya terima akan mempengaruhi konsumsi pangan baik

konsumsi dari dalam panti ataupun dari luar panti.

Pengukuran konsumsi pangan dapat dilihat dari tingkat kecukupan energi

dan zat gizi. Konsumsi pangan secara langsung berpengaruh terhadap status gizi.

Status gizi lansia akan saling mempengaruhi dengan status kesehatan. Terdapat

pola interaksi antara status kesehatan (terutama penyakit infeksi) dan status gizi.

Status kesehatan juga secara langsung dapat mempengaruhi konsumsi pangan.

Seseorang yang mengalami penyakit, terutama infeksi akan kehilangan nafsu

makan sehingga menurunkan asupan energi dan zat gizi lainnya.

Kebutuhan energi dan zat gizi pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, berat badan dan penyakit.

Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dalam pemberian makanan kepada lansia

untuk memenuhi gizinya. Konsumsi energi dan zat gizi dibandingkan dengan

angka kebutuhan energi dan zat gizi lansia sehingga dapat diketahui tingkat

kecukupan energi dan zat gizi. Secara sistematis, kerangka pemikiran tersebut

dapat disederhanakan dalam Gambar 1.

Page 19: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

4

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Garis hubungan yang diteliti

Penyelenggaraan Makanan

Daya Terima Makanan

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan dari dalam panti Konsumsi pangan dari luar panti

Tingkat Kecukupan

Status Gizi

Status Kesehatan

Karakteristik Contoh :

- Usia

- Jenis kelamin

- Tingkat pendidikan

- Pekerjaan

- Sumber pendapatan

Kebiasaan Makan :

- Sarapan

- Selingan

- Jajan diluar

- Suplemen

- Cairan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Page 20: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

5

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian

dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor. Pengumpulan

data penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013. Pemilihan lokasi

dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa panti memiliki jumlah

lansia yang relatif banyak, kemudahan akses dan perizinan serta populasi contoh

yang beragam.

Cara Penarikan Contoh

Keseluruhan lansia di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor

berjumlah 60 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah lansia yang menetap di

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor dengan kriteria lansia berusia

≥ 60 tahun, tidak pikun, dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan

pendengaran dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan

baik. Mengacu pada kriteria inklusi tersebut didapatkan jumlah contoh sebanyak

34 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis dan

cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Data primer meliputi

karakteristik contoh, daya terima, kebiasaan makan, konsumsi pangan (food

weighing dan recall) data antropometri dan status kesehatan. Data sekunder yang

dikumpulkan meliputi denah lokasi penelitian dan keadaan umum tempat

penelitian, daftar menu makanan serta konsumsi suplemen yang disediakan panti.

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang ditimbang

menggunakan timbangan bathroom scale dengan kapasitas 130 kg dan ketelitian 1

kg. Pengukuran tinggi badan diukur secara langsung menggunakan prediksi tinggi

lutut dengan alat knee height calliper dengan posisi duduk.

Data konsumsi pangan diketahui dengan melalui metode food weighing dan

food recall. Metode food weighing digunakan untuk mengetahui data konsumsi

pangan lansia di dalam panti dan metode food recall dipilih untuk mengetahui

data konsumsi pangan lansia di luar panti. Food weighing yang dilakukan hanya

melakukan penimbangan pada porsi awal dan sisa makanan kemudian dikurangi

untuk mendapatkan porsi yang dikonsumsi. Food weighing menggunakan alat

ukur timbangan merk CAMRY dengan kapasitas 5kg.

Tekanan darah diukur menggunakan tensi digital merk OMRON dengan

model HEM-7111 lengan. Pengukuran dilakukan dalam posisi duduk dengan siku

lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas.

Page 21: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

6

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Variabel Instrumen

1 Karakteristik

contoh

Nama, usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pekerjaan sebelum dan

sumber pendapatan.

Kuesioner

2 Penyelenggaraan

makanan

SDM, dana, perencanaan menu,

pembelian, penyimpanan bahan

makanan, pengolahan, distribusi

makanan serta higiene dan sanitasi

Kuesioner dan wawancara

3 Daya terima Kesukaan terhadap makanan yang

disediakan didalam panti (rasa dan

porsi)

Kuesioner dan wawancara

4 Kebiasaan makan Kebiasaan sarapan, selingan, jajan

diluar, konsumsi suplemen dan

cairan)

Kuesioner dan wawancara

4 Konsumsi pangan Jumlah (porsi awal dan sisa

makanan), jenis dan frekuensi

makan

Food Weighing dan food recall

5 Data antropometri Berat badan (BB), Tinggi lutut (TL) Tinggi lutut menggunakan

knee height calliper dan

penimbangan berat badan

menggunakan timbangan

bathroom scale

6 Status kesehatan Tekanan darah

Riwayat Penyakit

Diukur dengan Tensi digital

merk OMRON model HEM-

7111 lengan

Kuesioner dan melihat catatan

perawat

Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah didapatkan dianalisis secara statistik. Tahapan

pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry),

pengecekan ulang (cleaning), dan selanjutnya dilakukan analisis. Tahapan

pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code book sebagai

panduan entri dan pengolahan data. Setelah dilakukan pengkodean (coding)

kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Setelah itu,

dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan

dalam memasukkan data. Untuk tahapan analisis data diolah dengan

menggunakan program computer Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16.0.

Korelasi tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi menggunakan

uji korelasi Pearson. Alasannya karena data terdistribusi normal dan jumlah

sampel lebih dari 30.

Data karakteristik contoh (usia, tingkat pendidikan, pekerjaan sebelum dan

sumber pendapatan, alamat asal) dan variable lain seperti status gizi, daya terima,

riwayat penyakit, tekanan darah, tingkat kecukupan zat gizi dan data

penyelenggaraan makanan terdiri dari input (tenaga, dana, sarana dan peralatan),

proses (perencanaan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, persiapan,

pengolahan, distribusi) serta output (daya terima, konsumsi pangan, status gizi

dianalisis secara deskriptif menggunakan Microsoft Excel. Hubungan antar

variable diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson menggunakan SPSS

Page 22: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

7

version 16.0. Pengkategorian variable-variabel dalam penelitian disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2 Variabel dan indikator data yang dianalisis

Variabel Indikator Literatur

Karakter contoh usia

1. Usia 60-74 tahun (elderly) 2. Usia 75-90 tahun (old)

3. Diatas 90 tahun (very old)

WHO

Pendidikan 1. Tidak Sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA

5. PT

Sebaran Contoh

Pekerjaan sebelum 1. Tidak Bekerja

2. PNS

3. Karyawan Swasta

4. Wiraswasta

5. Lainnya

Sebaran Contoh

Sumber pendapatan 1. Sosial

2. Keluarga

3. Sendiri

4. Pensiun

5. Lainnya

Sebaran Contoh

Daya terima makanan 1. Kurang Bagus

2. Cukup

3. Bagus

Sebaran Contoh

Konsumsi pangan

(Tingkat kecukupan

energi dan protein)

1. Defisit tingkat berat <70% AKG

2. Defisit tingkat sedang 70-79% AKG

3. Defisit tingkat ringan 80-89% AKG

4. Normal 90-119% AKG

5. Lebih ≥120% AKG

Depkes RI 1996

Tingkat kecukupan

vitamin dan mineral

1. Kurang <77% AKG

2. Cukup ≥77% AKG Gibson 2005

Tekanan darah 1. Normal (<140/<90)

2. Mild Hypertension (140-159/90-99)

3. Moderate Hypertension (160-

179/100-109)

4. Severe Hypertension (≥180/≥110)

SIGN 2011

Status gizi 1. Underweight (<20 kg/m2)

2. Normal (20-25 kg/m2)

3. Overweight (25-30 kg/m2)

4. Obesitas (>30 kg/m2)

WHO 2007

Pengukuran tinggi badan diukur secara langsung menggunakan prediksi

tinggi lutut dengan alat knee height calliper dengan posisi duduk. Konversi tinggi

badan dari tinggi lutut didapat melalui rumus Chumlea (1984) berikut:

Tinggi badan wanita (cm) = 84.88 + 1.83 x {tinggi lutut (cm)}-{0,24 x umur (th)}

Data konsumsi pangan diketahui dengan melalui metode food weighing

dan food recall. Untuk data bahan mentah tidak ditimbang karena kebijakan Panti

Werdha. Data mentah bahan dapat dihitung berdasarkan faktor konversi mentah

masak dan data bahan yang dapat dimakan menggunakan BDD dalam DKBM.

Data konsumsi pangan dikonversikan menjadi energi, protein, vitamin A, kalsium

Page 23: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

8

dan zat besi menggunakan DKBM. Konversi dihitung dengan menggunakan

rumus (Hardinsyah dan Briawan 2002) sebagai berikut:

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j

Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j

BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Setelah mengetahui zat-zat gizi dari pangan yang dikonsumsi lansia, maka

disesuaikan dengan AKG (2004) masing-masing zat gizi. Zat gizi makro (energi

dan protein) dikatakan cukup apabila berada pada rentang 90-119%, dikatakan

defisit berat apabila hanya memenuhi <70% AKG, defisit sedang apabila

memenuhi 70-79%, defisit ringan apabila memenuhi 80-89%, berlebih apabila

memenuhi >120% AKG. Zat gizi mikro dikatakan cukup apabila memenuhi

>77% AKG dan kurang apabila <77% AKG (Gibson 2005).

DEFINISI OPERASIONAL

Angka kecukupan gizi adalah banyaknya tiap-tiap zat gizi esensial yang harus

dipenuhi dari makanan sehari-hari untuk mencegah defisiensi zat gizi.

Antropometri adalah pengukuran ukuran, berat dan proporsi tubuh. Komposisi

tubuh menunjukkan distribusi penyusunan tubuh (massa otot dan

lemak tubuh) sebagai bagian dari berat badan.

Contoh adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas yang tinggal di Panti Werdha

yang mampu berkomunikasi dengan baik, tidak pikun, tidak

mengalami gangguan pendengaran serta dalam keadaan sehat.

Daya terima makanan adalah daya terima terhadap suatu makanan ditentukan

oleh rangsangan yang ditimbulkan makanan melalui indera

penglihatan, penciuman, pencicip dan juga indera pendengaran.

Konsumsi adalah suatu kegiatan untuk memasukkan makanan dalam tubuh untuk

keberlangsungan kegiatan sehari-hari.

Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan

biologis, fisik, kejiwaan dan sosial yang nantinya akan mempengaruhi

fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan usianya diatas 60

tahun.

Metode penimbangan langsung adalah metode survei konsumsi pangan yang

paling akurat, karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat

terhadap makanan yang dikonsumsi.

Pendidikan adalah tingkatan sekolah yang pernah dialami oleh lansia dalam

kegiatan belajar mengajar dan menuntut ilmu di pendidikan formal

berdasarkan kategori SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan

Perguruan Tinggi/sederajat.

Pekerjaan adalah suatu usaha atau predikat yang dimiliki lansia untuk

memperoleh penghasilan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Page 24: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

9

seperti kebutuhan pangan, sandang, papan, transportasi, pendidikan,

kesehatan dan lain sebagainya.

Pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh lansia untuk mencukupi

kebutuhan sehari-hari berupa kebutuhan pangan, transportasi,

pendidikan, kesehatan, tabungan dan lainnya.

Panti werdha adalah tempat merawat dan menampung lansia.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh yang dipengaruhi oleh asupan

zat gizi masa lampau yang ditentukan berdasarkan IMT (kg/m2) yang

mengacu pada Depkes (2005).

Status kesehatan adalah kondisi kesehatan lansia yang dilihat dari persepsi status

kesehatan, disabilitas fisik, penyakit yang dialami, kemampuan dan

perawatan kesehatan yang dilakukan.

Tekanan darah adalah kuatnya darah menekan dinding pembuluh darah saat

dipompa dari jantung menuju keseluruhan jaringan.

Tinggi lutut adalah prediktor tinggi badan pada seseorang yang berusia 60 tahun

ke atas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor (RPSTW) adalah salah

satu pelaksana UPTD Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung

dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan di bawah naungan Dinas Sosial

Provinsi Jawa Barat, yang menangani, membina dan memberi pelayanan masalah

sosial lanjut usia (Lansia).

Sejak beroperasinya RPSTW Bogor tahun 1956 sampai dengan 1997

setelah beberapa kali mengalami perubahan nama maka dengan terbitnya Surat

Keputusan Gubernur No. 38 Tahun 1997 tentang pembentukan organisasi dan tata

kerja RPSTW Sosial di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, yaitu

penyempurnaan dari Peraturan Daerah No. 09/Tj/78, kewenangan pengelolaan

instalansi RPSTW Bogor diserahkan dari cabang Dinas Sosial Kota Bogor kepada

Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. Terakhir berdasarkan Pergub no.113 Tahun

2009 Instalansi RPSTW Sukma Raharja Bogor berubah namanya menjadi Sub

Unit Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor.

Lokasi RPSTW beralamat di Jalan Raya R. Aria Suriawinata Kota Bogor,

Gang Sukma Raharja RT. 04/05 Kelurahan Paledang, Bogor Tengah. Lokasi ini

cukup strategis baik untuk hubungan dengan masyarakat lingkungan sekitarnya,

pusat perbelanjaan dan Pemerintah Kota Bogor sehingga penghuni panti tidak

merasa diasingkan. RPSTW dikelilingi oleh perumahan penduduk dan terdapat

pasar pagi yang berlokasi di alur jalan masuk ke panti.

RPSTW dengan wilayah pelayanan yang meliputi Kota dan Kabupaten

Bogor, Kota dan Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Depok.

RPSTW Bogor terbentuk sejak tahun 1956 diatas sebidang tanah seluas 1810m2,

hibah dari pemerintah Kota Bogor dan telah disertifikatkan oleh Pemerintah Dinas

Sosial Provinsi Jawa Barat pada tahun 1985 dengan nomor 854836. Adapun

Page 25: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

10

bangunan terdiri atas kantor, 13 ruang untuk tempat tinggal lansia, aula, gazebo, 1

unit mushola, 1 unit poliklinik, dapur/rumah makan, kamar mandi 9 buah dan 2

unit emergency room. Pembangunan sarana dan prasarana dibiayai oleh Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat yang tertuang dalam

Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.

Kapasitas lansia yang dilayani di RPSTW sebanyak 60 orang dan pada

umumnya adalah lansia perempuan. Jumlah tenaga kerja yang ada di RPSTW

sebanyak 19 orang yang terdiri atas 7 orang Pegawai Negeri Sipil, 3 orang

pramuwerdha, 3 orang perawat, 2 orang satpam, 2 orang cleaning service dan 2

orang juru masak.

Berdasarkan struktur organisasi nya kewenangan di RPSTW Bogor

berbentuk lini. Pelaksanaan sistem produksi, yaitu dari kegiatan perencanaan

sampai penyajian makanan merupakan tanggung jawab pelaksana kepegawaian

dibantu oleh pelaksana pengelola makanan yang diawasi oleh kepala panti,

pelaksana pelayanan sosial, pelaksana bagian tata usaha dan bagian keuangan.

Struktur organisasi di RPSTW Sukma Raharja Bogor dapat dilihat pada Lampiran

1.

Karakteristik Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah lansia perempuan yang berusia >60

tahun. Mengacu pada kriteria inklusi (lansia berusia ≥ 60 tahun, tidak pikun,

dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan pendengaran dan mampu

menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan baik) didapatkan jumlah

contoh sebanyak 34 orang. Sebagian besar lansia (79.4%) tergolong lanjut usia

(elderly) dengan kisaran umur 60-74 tahun.

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia (32.4%) adalah lulusan

sekolah dasar. Pendidikan lansia tergolong rendah karena jumlah sekolah masih

terbatas, keterbatasan ekonomi serta akses menuju sekolah yang sulit dijangkau.

Rendahnya pendidikan ini juga berbanding lurus dengan mata pencahariannya,

dimana sebanyak 35.3% lansia bekerja sebagai buruh, asisten rumah tangga dan

pengasuh anak. Lansia di RPSTW Bogor sebagian besar (35.3%) berasal dari kota

Bogor dan memiliki sumber pendapatan yang sebagian besar berasal dari sosial

(donatur).

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh

Karakteristik Keterangan n %

Usia (Th) Elderly (60-74) 27 79.4

Old (75-90) 7 20.6

Pendidikan Tidak Sekolah 14 41.2

SD 11 32.4

SMP 5 14.7

SMA 3 8.8

PT 1 2.9

Pekerjaan sebelum Tidak Bekerja 11 32.4

PNS 2 5.9

Karyawan Swasta 2 5.9

Wiraswasta 7 20.6

Lainnya (Buruh, asisten RT, pengasuh anak) 12 35.3

Page 26: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

11

Penyelenggaraan Makanan

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor mengelola

penyelenggaraan makanan sendiri tanpa menggunakan jasa katering.

Penyelenggaraan dilaksanakan di dapur panti oleh tenaga pengolah. Setiap hari

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor menyediakan makanan untuk

60 orang lansia (untuk makan pagi, siang dan malam) dan 10 orang tenaga kerja di

Panti (untuk makan siang). Makanan yang disajikan merupakan makanan lengkap

yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur.. Makanan

selingan juga terkadang diberikan, disesuaikan dengan dana yang ada. Selingan

yang diberikan umumnya berupa kue atau buah. Makanan selingan umumnya

diberikan di antara waktu makan siang dan makan malam.

Makanan yang di sajikan di RPSTW Bogor tidak berdasarkan diet dan jenis

penyakitnya. Hal ini berbeda dengan penelitian Manasik (2011), mengenai

penyelenggaraan makanan lansia di RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang

membedakan pengaturan makan berdasarkan jenis diet, jenis penyakit dan kelas

perawatan. Frekuensi makan lansia RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor sebanyak

tiga kali makanan utama dan dua kali selingan. Susunan menu makan utama

terdiri atas makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah.

Sumber Daya Manusia

Tenaga Pengolah bahan makanan di RPSTW Bogor berjumlah dua orang.

Jam kerja mulai pukul 04.00-17.00 WIB. Tidak ada pembagian waktu kerja,

kedua tenaga pengolah ini bersama-sama dalam mengolah makanan baik makan

pagi, siang dan malam. Namun untuk pembagian kerja terdapat pembagian,

dimana seorang khusus memegang untuk makanan pokok dan sayur sedangkan

seorang lagi bertugas untuk mengolah lauk nabati dan lauk hewani.

Aspek yang dilihat pada sumber daya penyelenggaraan makanan di panti

yaitu pembagian dalam bekerja, status pendidikan tenaga pengolah serta

kesesuaian jumlah tenaga pengolah (Depkes 2011). Sumber daya manusia dalam

proses penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, sumber daya manusia di RPSTW Bogor hanya

memenuhi aspek pembagian dalam bekerja. Aspek lainnya, seperti status

pendidikan dan kesesuaian jumlah tenaga belum terpenuhi. Jumlah tenaga kerja di

RPSTW dalam proses penyelenggaraan makanan sangat sedikit. Tenaga pengolah

berjumlah dua orang. Jumlah ini masih sangat sedikit karena para pekerja harus

bekerja setiap hari tanpa memiliki hari libur tersendiri. Tenaga pengolah makanan

umumnya bukan lulusan dari bidang tata boga.

Tabel 4 SDM dalam proses penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor

No Aspek Sumber Daya Manusia Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

1 Memperhatikan pembagian kerja dalam bekerja 1 0

2 Memperhatikan status pendidikan 0 1

3 Memperhatikan kesesuaian jumlah tenaga 0 1

Total 1 2

Nilai (%) 33.3 66.7

Page 27: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

12

Dana Penyelenggaraan Makanan

Proses penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor dapat berjalan dengan

adanya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat yang

tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) pada Dinas Sosial

Provinsi Jawa Barat serta bantuan lain (donatur) yang tidak mengikat. Adapun

anggaran dana untuk makan lansia sebesar Rp 30.000/orang untuk tiga kali waktu

makan per hari. Hal ini sangat berbeda dengan dana penyelenggaraan makanan di

Panti Werdha milik swasta seperti pada penelitian Andrini (2012) yang

menyatakan bahwa dana penyelenggaraan makanan berasal dari iuran bulanan

masing-masing lansia yang disesuaikan dengan wisma yang ditempati dan

sumbangan donatur kepada pihak panti. Adapun rincian biaya yang dikeluarkan

berkisar Rp 750.000-2.800.000 per bulan per lansia.

Perencanaan Menu

Kegiatan penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor diawali dengan

kegiatan perencanaan menu. Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan

menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen atau pasien dan

kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang (PGRS 2005).

Perencanaan menu di RPSTW Bogor dilakukan setiap dua bulan sekali oleh

bagian pelayanan sosial dan kasir yang sebelumnya telah didiskusikan dan

disetujui oleh kepala panti. Menu yang ada di RPSTW Bogor telah

mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya peralatan dan jumlah tenaga

kerja yang ada, ketersediaan bahan makanan dipasaran dan anggaran yang

disediakan.

Perencanaan menu dapat dinilai dari berbagai aspek, seperti adanya

petugas perencanaan menu, memperhatikan siklus menu, ketersediaan bahan

makanan, dana yang tersedia, kebutuhan gizi konsumen, evaluasi menu serta

keterlibatan ahli gizi dalam proses perencanaan menu (Depkes 2011). Penilaian

perencanaan menu di RPSTW Bogor dapat terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perencanaan di RPSTW Bogor

No Perencanaan Menu Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

1 Adakah petugas perencanaan menu 1 0

2 Memperhatikan siklus menu 0 1

3 Memperhatikan ketersediaan bahan yang ada di pasar 1 0

4 Memperhatikan dana yang tersedia 1 0

5 Memperhatikan kebutuhan gizi konsumen 0 1

6 Memperhatikan evaluasi menu 1 0

7 Melibatkan ahli gizi 0 1

Total 4 3

Nilai (%) 57.1 42.9

Tabel 5 menggambarkan bahwa perencanan menu di RPSTW Bogor masih

kurang baik karena hanya memenuhi beberapa aspek perencanaan yaitu adanya

petugas perencanaan, tersedianya dana dan memperhatikan ketersediaan bahan di

pasar. Beberapa aspek lainnya belum terpenuhi, seperti siklus menu dan

kebutuhan gizi lansia yang kurang diperhatikan. Hal ini dikarenakan tidak adanya

Page 28: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

13

ahli gizi yang khusus membantu merencanakan menu lansia yang sesuai dengan

kebutuhan gizi dan kondisi lansia. Berbeda dengan perencanaan menu di RS DR.

H. Marzoeki Mahdi Bogor yang melibatkan ahli gizi dalam perencanaan sehingga

kebutuhan gizi pasien (lansia) terpenuhi (Manasik 2011).

Siklus ialah pergantian atau perputaran. Siklus menu ialah suatu

pergantian berbagai susunan menu yang direncanakan dengan matang untuk

jangka waktu tertentu dan berulang setelah jangka waktu itu selesai. Siklus menu

yang digunakan di RPSTW Bogor adalah siklus menu sepuluh hari dengan satu

hari khusus untuk tanggal 31 yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Alasan

menggunakan siklus menu sepuluh hari adalah agar tidak terjadi kebosanan atau

pengulangan menu. Namun terkadang siklus menu yang telah ada tidak diterapkan

dengan baik, seperti halnya pada siklus menu terdapat buah dan snack namun

pada saat pengamatan tidak ada buah atau snack yang disajikan. Hal ini

dikarenakan dana dari Dinas terkait terlambat diberikan. RPSTW Bogor dalam

menyelenggarakan makanan lebih memperhatikan dana yang tersedia

dibandingkan dengan menu yang telah dibuat.

Siklus menu di RPSTW Bogor sudah baik karena sudah menggunakan

siklus sepuluh hari dan satu hari khusus untuk tanggal 31 sehingga memudahkan

dalam perputaran dan pengulangan menu. Hal ini berbeda dengan siklus menu

yang ada di Panti Werdha Bogor milik swasta yang menerapkan siklus menu tujuh

hari (Andrini 2012). Siklus menu tujuh hari akan menyulitkan dalam perputaran

khususnya pada tanggal-tanggal dibulan berikutnya berbeda dengan siklus menu

10 hari ditambah satu hari khusus yang memudahkan pada pergantian bulan

berikutnya, dimana di awal bulan hari pertama akan menggunakan siklus menu

pertama dan hari selanjutnya akan menggunakan siklus hari berikutnya. Selain itu

siklus menu tujuh hari lebih cepat dalam pengulangan menu dibandingkan dengan

siklus sepuluh hari sehingga dapat menyebabkan kebosanan.

Pembelian, Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan untuk bahan makanan basah seperti sayur dan

bahan pangan hewani serta nabati dilakukan setiap hari. Pembelian umumnya

dilakukan di pasar tradisional, seperti : Pasar Bogor dan Pasar SukmaRaharja.

Pembelian sayuran seperti jagung, wortel dan sayuran lainnya sebanyak 5 kg/hari.

Pembelian pangan hewani, untuk ikan kering seperti tongkol sebanyak 60

buah/hari (20 keranjang), daging dan ayam sebanyak 5-6 kg/hari, telur 4-5

kg/hari. Pangan nabati seperti tempe sebanyak 3-4 papan/hari dan untuk tahu 10-

15 bungkus/hari. Pembelian umumnya dilakukan oleh kepala dapur atau staff di

RPSTW Bogor. Pembelian bahan pangan dilaksanakan pada sore atau pagi hari.

Pembelian bahan kering dilakukan setiap 1-2 bulan sekali. Umumnya

bahan-bahan kering seperti beras, mie, susu, tepung diantarkan oleh rekanan yang

telah ditunjuk oleh Dinas Sosial. Namun untuk dua bulan terakhir ini, terdapat

perubahan dari yang awalnya menggunakan jasa rekanan, kini menggunakan

sistem GU (Ganti uang). Dengan Sistem ini pembelian bahan kering dilakukan

oleh pihak panti kemudian Dinas Sosial akan memberikan uang pengganti sesuai

dengan jumlah dan bahan yang dibeli. Bahan kering umumnya dibelikan setiap

seminggu sampai sebulan sekali. Pembelian beras untuk sebulan dilakukan empat

Page 29: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

14

kali pembelian sebanyak ±800 kg/bulan, susu sebanyak 80 dus/bulan, mie

1dus/minggu (jika ada menu yang menggunakan mie) dan minyak goreng

±10kg/minggu. Pembelian bahan kering maupun basah dilakukan oleh juru masak

atau staff di RPSTW Bogor. Penyimpanan bahan kering disimpan pada gudang

penyimpanan sedangkan bahan basah langsung diolah pada hari itu namun untuk

bahan yang lebih atau tidak diolah pada saat itu disimpan dalam lemari pendingin.

Pembelian dan penyimpanan bahan makanan dapat dilihat dari berbagai

aspek yaitu memperhatikan jangka waktu dan kualitas bahan makanan pada saat

pembelian, penerapan sistem FIFO (First In First Out), tempat dan suhu dalam

penyimpanan bahan makanan (Depkes 2011). Pembelian dan penyimpanan bahan

makanan di panti dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6 pembelian dan penyimpanan makanan di RPSTW

Bogor masih kurang baik. Hal ini dikarenakan pembelian bahan lebih

memperhatikan pada dana yang disediakan. Selain itu, pada penyimpanan bahan

makanan, suhu dan masuk keluarmya bahan dari gudang penyimpanan kurang

diperhatikan. Pencatatan pada saat barang masuk ataupun keluar dari gudang tidak

dilakukan secara berkala. Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan dalam

pelaksanaan pengelolaan di RPSTW Bogor hanyalah pelaporan tentang keuangan.

Tabel 6 Pembelian dan penyimpanan makanan di RPSTW Bogor

No Pembelian & Penyimpanan Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

Pembelian

1 Memperhatikan jangka waktu pembelian bahan

makanan 1 0

2 Memperhatikan kualitas bahan makanan 0 1

Penyimpanan

3 Memperhatikan sistem FIFO 0 1

4 Memperhatikan tempat penyimpanan makanan 1 0

5 Memperhatikan suhu penyimpanan bahan makanan 0 1

Total 2 3

Nilai (%) 40.0 60.0

Pengolahan Bahan Makanan

Kegiatan pengolahan bahan makanan menjadi tanggung jawab pelaksana

juru masak yang berjumlah dua orang. Tempat pengolahan makanan juga harus

memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah resiko pencemaran

terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan

lainnya. Pengolahan bahan makanan di panti dapat dilihat dari pembagian proses

dalam pengolahan (persiapan dan pemasakan), memperhatikan standar porsi serta

penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses penyelenggaraan makanan

(Depkes 2011). Pengolahan bahan makanan di panti dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan Tabel 7 bahwa sistem pengolahan makanan di RPSTW masih

kurang baik. Standar porsi dalam proses pengolahan tidak ada secara tertulis. Hal

ini berbeda dengan pengelolaan makanan di RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor

menurut penelitian Andirini (2011), yang menggunakan standar porsi dalam

pengelolaan makanan baik untuk makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur

dan buah. Standar porsi sangat penting untuk memudahkan dalam pembelian

Page 30: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

15

bahan makanan dan pemorsian makanan. Makan pagi di RPSTW Bogor diolah

pada pukul 04.30, makan siang sudah mulai diolah pada pukul 08.00 dan makan

malam mulai diolah pukul 15.00. Sebelum makan pagi lansia diberikan teh manis,

kopi atau susu. Khusus hari kamis setiap selesai senam pagi para lansia diberikan

susu.

Tabel 7 Pengolahan bahan makanan di RPSTW Bogor

No Pengolahan Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

1 Pengolahan terbagi dalam dua tahap 1 0

2 Memperhatikan standar porsi 0 1

3 Memperhatikan pemakaian bahan tambahan pangan 0 1

Total 1 2

Nilai (%) 33.3 66.7

Distribusi Makanan

Distribusi makanan merupakan proses kegiatan penyaluran makanan

sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan pasien yang dilayani. Kegiatan

distribusi meliputi pengisian, pengepakan dan transportasi. Makanan yang telah

diolah kemudian ditempatkan pada wadah untuk didistribusikan kepada lansia.

Lansia di RPSTW Bogor dikategorikan menjadi dua yaitu mandiri dan tidak

mandiri. Lansia mandiri (tidak pikun dan sehat fisik) akan mengambil

makanannya sendiri diruang penyajian. Ketika jam waktu makan tiba, lansia akan

berbaris di ruang penyajian, kemudian lansia akan mengambil nasinya sendiri dan

untuk sayur, lauk hewani serta lauk nabati akan diporsikan oleh petugas (juru

masak).

Makan pagi didistribusikan pukul 06.30, makan siang pukul 11.30 dan

makan malam pukul 17.00. Pendistribusian untuk lansia yang tidak mandiri

(pikun, mengalami gangguan fisik, sakit berat) dilakukan oleh pramuwerdha.

Pramuwerdha dan juru masak memorsikan makanan menggunakan plato pastik

bersekat di ruang pengolahan kemudian didistribusikan ke kamar-kamar lansia

yang tidak mandiri. Namun untuk porsi tidak distandarkan. Pramuwerdha di

RPSTW Bogor berjumlah tiga orang yang dibagi dalam dua shift kerja yaitu pagi

dan sore. Shift pagi mulai pukul 06.00-14.00 dan shift sore mulai pukul 14.00

keatas. Hal ini berbeda dengan pendistribusian makanan di Panti Werdha milik

swasta berdasarkan pada penelitian Andrini (2012), pemorsian dan pendistribusian

makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor dilakukan oleh

perawat dari masing-masing wisma sedangkan pendistribusian makan lansia di RS

DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor dari dapur pusat dibawa ke masing-masing pantry

ruangan selanjutnya makanan didistribusikan sesuai dengan diet masing-masing

pasien dan diberi label (Manasik 2011).

Tabel 8 menggambarkan bahwa sistem distribusi makanan di RPSTW

Bogor cukup baik. Hanya saja untuk temperatur makanan kurang diperhatikan

karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang ada. Umumnya beberapa makanan

seperti lauk untuk makan siang telah diolah pada pagi hari, sehingga ketika

penyajian waktu makan siang, disajikan dalam keadaan dingin.

Page 31: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

16

Tabel 8 Distribusi makanan di RPSTW Bogor

No Distribusi Makanan Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

1 Memperhatikan ketepatan waktu 1 0

2 Memperhatikan ketepatan jumlah 1 0

3 Memperhatikan temperatur makanan 0 1

Total 2 1

Nilai (%) 66.7 33.3

Higiene dan Sanitasi

Aspek sanitasi lingkungan di RPSTW Bogor dalam menjaga kualitas

makanan sangat diperhatikan, namun hal ini tidak sejalan dengan higiene

perorangan. Aspek higiene dan sanitasi dapat dinilai dari kelengkapan pakaian dan

alat yang digunakan serta perilaku tenaga pengolah selama proses

penyelenggaraan makanan berlangsung. Selain itu juga dapat dinilai dari

ketersediaan alat penunjang kebersihan (Depkes 2011). Higiene dan sanitasi di

panti dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Higiene dan sanitasi di RPSTW Bogor

No Aspek Higiene dan Sanitasi Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

Higiene

1 Menggunakan penjepit makanan 0 1

2 Memakai pelindung kepala 0 1

3 Menggunakan celemek 0 1

4 Tidak merokok selama memasak 1 0

5 Tenaga pengolah bebas dari penyakit 1 0

Sanitasi

6 Halaman bersih 1 0

7 Ruang pengolahan dalam keadaan bersih 1 0

8 Tersedia tempat sampah yang cukup 1 0

Total 5 3

Nilai (%) 62.5 37.5

Tabel 9 menggambarkan bahwa higiene dan sanitasi di RPSTW Bogor

hanya memenuhi aspek higiene perorangan, yaitu tidak merokok dan bebas dari

penyakit. Hal ini dapat terlihat selama pengamatan tenaga pengolah tidak

menggunakan pakaian memasak atau alat pelindung diri seperti celemek, cempal

dan penutup kepala. Namun untuk kebersihan lingkungan di sekitar area dapur

sudah terjaga. Petugas selalu membersihkan ruangan dapur setiap selesai kegiatan

pengolahan makanan. Higiene perorangan harus dipenuhi agar tidak menimbulkan

pencemaran terhadap makanan yang akan disajikan. Menurut Moehyi (1997),

untuk penerapan higiene, karyawan perlu dilengkapi dengan pakaian kerja khusus

seperti sarung tangan, alat penjepit makanan dan alat penutup kepala serta badan.

Daya Terima

Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang

ditimbulkan makanan melalui indera penglihatan, penciuman, pencicip dan juga

Page 32: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

17

indera pendengaran. Daya terima makanan dapat dilihat dari organoleptik

makanan yang disajikan. Daya terima contoh ditentukan dari tingkat kesukaan

contoh terhadap jenis hidangan serta karakteristik makanan yang disajikan seperti

pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran lansia berdasarkan tingkat kesukaan terhadap jenis hidangan

Tingkat kesukaan Rasa Porsi

n % n %

Kurang 1 2.9 2 5.9

Cukup 18 52.9 21 61.8

Baik 15 44.1 11 32.4

Total 34 100 34 100

Berdasarkan Tabel 10, Sebagian besar lansia (52.9%) cukup menyukai

rasa dan porsi makanan (61.8 %) yang disediakan di panti. Porsi yang disediakan

cukup baik karena untuk nasi, lansia mengambil sendiri sedangkan untuk lauk

pauk telah diporsikan oleh petugas. Kategori rasa cukup baik pada semua waktu

makan. Rasa masakan telah disesuaikan dengan selera sebagian lansia. Selain itu,

adanya tambahan sambal pada setiap hidangan membangkitkan selera makan pada

lansia. Penilaian lansia terhadap makanan yang disediakan sangat terkait dengan

penerimaan makanan yang akan berpengaruh pada kemampuan mengonsumsinya.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang

dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Menurut Arisman

(2009), lansia memerlukan pangan yang relatif kecil jumlahnya tetapi tinggi

mutunya. Penilaian konsumsi pangan dapat menggambarkan kualitas dan

kuantitas asupan dan pola makan lansia melalui pengumpulan data dalam survei

konsumsi makanan. Pengukuran konsumsi pangan menggunakan metode

penimbangan langsung dengan pengamatan. Frekuensi makanan yang disediakan

panti adalah 3 kali makan utama. Konsumsi juga erat kaitannya dengan kebiasaan

makan lansia, dimana sebagian lansia ada yang mengkonsumsi makanan diluar

panti, mengkonsumsi suplemen, konsumsi cairan dan selingan. Berikut tabel

sebaran berdasarkan kebiasaan makan.

Tabel 11 Sebaran lansia berdasarkan kebiasaan makan

Kategori n %

Sarapan 34 100

Selingan 34 100

Jajan diluar 21 62

Konsumsi suplemen 26 76

Cairan <6 gls/hari 25 74

Cairan ≥6 gls/hari 9 26

Konsumsi Makanan Dalam Panti

Konsumsi makan lansia untuk sekali waktu makan terdiri atas sumber

karbohidrat, pangan hewani, pangan nabati dan sayur. Jenis hidangan sumber

Page 33: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

18

karbohidrat yang disediakan panti, meliputi nasi putih dan nasi goreng. Pangan

hewani yang umumnya disediakan yaitu ikan, ayam, daging dan telur sedangkan

untuk pangan nabati meliputi tahu dan tempe. Hidangan sayur yang disajikan

untuk makan lansia umumnya berupa hidangan yang terdiri atas dua atau lebih

macam sayur, seperti sop sayuran, sayur lodeh, capcay dan lainnya. Rata-rata

konsumsi makan lansia (dalam panti) per hari sebesar 1342 kkal dan 39.8 g

protein.

Konsumsi Makanan Luar Panti

Lansia selain mengkonsumsi makanan dalam panti juga mengonsumsi

hidangan di luar panti. Berdasarkan hasil pengamatan sebanyak 62% lansia

mengonsumsi makanan diluar panti. Sebagian besar lansia jajan di luar karena

rasa lapar, mengingat panti hanya menyediakan tiga kali makan utama. Jenis

makanan yang umumnya dikonsumsi dari luar panti adalah roti, biskuit dan

gorengan. Konsumsi makanan diluar panti umumnya pada waktu selingan antara

pagi dan siang hari serta antara siang dan sore hari. Rata-rata konsumsi makan

lansia diluar panti per harinya sebesar 140 kkal dan 2.3 g protein.

Tabel 12 Konsumsi makan lansia

Konsumsi Energi

(kkal)

Protein

(g)

Lemak

(g)

Vit A

(RE)

Kalsium

(mg)

Besi

(mg)

Konsumsi dalam

panti

1342 39.8 60.5 140.2 134.7 4.6

Konsumsi luar

panti

140 2.3 3.5 9.0 48.0 1.3

Total 1482 42.1 64.0 149.2 182.7 5.9

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Energi yang dibutuhkan oleh lansia berbeda dengan energi yang

dibutuhkan oleh orang dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan.

Selain itu, energi juga dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun

organ-organ dalam tubuh agar bisa tetap berfungsi dengan baik walaupun

fungsinya tidak sebaik seperti saat masih muda.

Kebutuhan kalori pada lansia akan menurun sekitar 5% pada usia 40-49

tahun dan 10% usia 50-59 tahun serta 60-69 tahun. Kecukupan gizi yang

dianjurkan untuk lansia (>60 tahun) pada pria adalah 2200 kalori dan pada wanita

adalah 1850 kalori. Menurut WHO, seseorang yang telah berusia 40 tahun

sebaiknya menurunkan konsumsi energi sebanyak 5% dari kebutuhan

sebelumnya, kemudian pada usia 50 tahun dikurangi lagi sebanyak 5%.

Selanjutnya, pada usia 60-70 tahun, konsumsi energi dikurangi lagi 10% dan

setelah berusia diatas 70 tahun dikurangi 10%.

Kebutuhan energi dan zat gizi pada lansia didasarkan pada jenis kelamin

dan berat badan pada masing-masing kelompok umur. Rata-rata kebutuhan energi

dan zat gizi lansia adalah 1676 kkal, 43.5 g protein, 453.1 RE Vitamin A, 453 mg

kalsium dan 12.7 mg besi.

Page 34: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

19

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi seseorang atau kelompok orang

dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang

dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan kebutuhannya. Angka

kecukupan zat gizi didasarkan pada jenis kelamin dan berat badan pada masing-

masing kelompok umur. AKG, konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat

gizi pada lansia dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 13 AKG, konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada lansia

Energi dan zat gizi Rata-rata

AKG Konsumsi Tk. Kecukupan (%)

Energi (kkal) 1676±371 1482±328 90±23

Protein (g) 43.5±9.6 42.1±9.6 99±26

Vitamin A (RE) 453.1±100.3 149.2±39.1 34±10

Kalsium (mg) 453±100.3 182.7±1670.3 90±333

Besi (mg) 12.7±2.8 5.9±1.6 45±12

Konsumsi energi lansia sehari berkisar antara 1082-2601 kkal/hari dengan

rata-rata 1482 kkal/hari. Rata-rata AKG gizi lansia adalah 1676 kkal/hari.

Keseluruhan konsumsi energi lansia yang tinggal di RPSTW Bogor lebih rendah

daripada kebutuhan yang seharusnya dipenuhi oleh lansia. Hal ini disebabkan

karena pada lansia terjadi penurunan fungsi sistem gastrointestinal seperti

tanggalnya gigi yang mempengaruhi kenyamanan untuk makan, penurunan

sensitivitas indera penciuman dan perasa yang dapat menurunkan selera makan,

penurunan sekresi saliva yang mengakibatkan pengeringan rongga mulut yang

dapat mempengaruhi cita rasa. Selain itu pada lansia juga terjadi penurunan

produksi asam lambung dan enzim pencernaan serta penurunan kemampuan

mencerna dan menyerap zat gizi (absorpsi) serta penurunan motilitas usus yang

dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan.

Menurut Fatmah (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan

gizi pada lansia adalah perubahan hormon. Pertambahan usia menyebabkan

terjadinya peningkatan sensitivitas hormon kolesistokinin (CCK) yaitu hormon

yang mengontrol nafsu makan. Kombinasi antara peningkatan CCK dalam tubuh

dan peningkatan sesitivitas CCK terhadap rasa kenyang pada lansia menyebabkan

terjadinya anoreksia. Pada lansia, waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan

lambung lebih lama. Hal ini menjelaskan mengapa lansia memiliki efek kenyang

lebih lama dibandingkan usia yang lebih muda. Selain CCK, hormon yang

mempengaruhi anoreksia dan penurunan berat badan pada lansia yaitu leptin,

opioid, nitrit oksida dan sitokin.

Konsumsi protein lansia berkisar 29.9-76.8 g. Rata-rata asupan protein

pada lansia 42.1 g/hari. Sebagian lansia kecukupan proteinnya termasuk dalam

kategori defisit tingkat sedang (Tabel 13). Beberapa lansia mengalami penuruna

kemampuan mengunyah makanan sehingga merasa kesulitan dalam mengonsumsi

sumber protein yang bertekstur keras seperti ayam dan ikan goreng. Selain itu,

seiring bertambahnya usia, kemampuan sel untuk mencerna protein jauh lebih

menurun dibandingkan bukan lansia, sehingga secara keseluruhan akan terjadi

penurunan kebutuhan asupan protein dan hal ini akan terjadi pada semua lansia.

Menurut Fatmah (2010), penurunan asupan protein dapat berpengaruh besar pada

penurunan fungsi sel, sehingga seringkali terjadi penurunan massa otot dan

penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Terdapat 20.6% lansia tergolong

dalam kategori berlebih. Menurut Wellman dan Kamp (2004), asupan protein

Page 35: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

20

yang berlebih akan memaksa kerja ginjal yang fungsinya telah menurun akibat

penuaan.

Tabel 14 Sebaran lansia berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi

Kategori Energi Protein

Kategori Vit A Kalsium Besi

n % n % n % n % n %

Defisit Tk. Berat 2 5.9 3 8.8 Kurang 34 100 33 97.1 33 97.1

Defisit Tk. Sedang 6 17.6 8 23.5 Cukup 0 0 1 2.9 1 2.9

Defisit Tk. Ringan 4 11.8 7 20.6

Normal 12 35.3 9 26.5

Kelebihan 10 29.4 7 20.6

Total 34 100 34 100 Total 34 100 34 100 34 100

Rata-rata asupan vitamin A pada lansia berkisar 149.2 RE/hari. Tingkat

kecukupan rata-rata vitamin A dalam kategori kurang. Kekurangan ini dapat

dikarenakan rendahnya konsumsi pangan yang mengandung vitamin A. Vitamin

A memegang peranan penting dalam sistem imunitas tubuh. Vitamin A pada

lansia juga memiliki fungsi untuk melawan radikal bebas yang menyebabkan

penuaan. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan respons kekebalan yang

menurun (sering terkena penyakit infeksi), terhambatnya perkembangan mental

dan terjadinya xeroftalmia (Fatmah 2010).

Konsumsi kalsium pada lansia berkisar 111.1-981.2 mg/hari dengan rata-

rata sebesar 182.7 mg/hari. Konsumsi kalsium pada lansia tergolong kurang

(97.1%) dari yang dianjurkan yaitu sebesar 500 mg/hari. Hal ini diduga karena

rendahnya konsumsi pangan sumber kalsium yang dikonsumsi lansia. Salah satu

sumber kalsium yang terbesar dan mudah diserap adalah susu. Lansia yang tinggal

di RPSTW Bogor dalam kesehariannya sangat jarang mengkonsumsi susu.

Umumnya lansia mengkonsumsi susu setiap hari Kamis pagi setelah selesai

mengikuti kegiatan olahraga. Menurut Flynn dan Cashman (1999), peningkatan

asupan kalsium dari makanan yang biasa dikonsumsi akan memberi keuntungan

untuk perkembangan dan pemeliharaan tulang dan dapat mengurangi risiko

osteoporosis pada usia lanjut.

Kisaran konsumsi besi sebesar 3.5-9.4 mg/hari dengan rata-rata 5.9±1.6

mg/hari. Konsumsi besi pada lansia masih kurang dari yang dianjurkan sebesar 14

mg/hari. Zat besi umumnya paling banyak terdapat pada daging. Berdasarkan

siklus menu, hidangan dengan bahan dasar daging jarang disediakan. Hal ini dapat

menyebabkan asupan zat besi lansia menjadi rendah. Zat besi diperlukan tubuh

untuk pembentukan hemoglobin dan myoglobin yang diperlukan dalam

metabolisme tubuh mengangkut dan menyimpan oksigen serta sintesis DNA.

Rendahnya status mineral pada lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang

tidak cukup, perubahan fisiologis dan pengobatan (Harris 2004).

Konsumsi Suplemen dan Cairan

Begitu pentingnya peran vitamin dan mineral dalam menunjang upaya

agar tetap aktif, kreatif dan produktif di usia lanjut. Orang-orang lanjut usia

kadang-kadang juga menghadapi masalah masalah perubahan nafsu makan akibat

penurunan fungsi pencernaan, daya pengecapan dan penciuman serta

pengosongan lambung yang lambat. Akibatnya asupan gizi berkurang sehingga

Page 36: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

21

kemungkinan besar kebutuhan vitamin dan mineral dari makanan tidak

mencukupi sehingga perlu adanya tambahan suplemen yang sangat dibutuhkan

oleh tubuh pada usia 50 tahun ke atas (Fatmah 2010).

Berdasarkan hasil pengamatan sebagian besar lansia di RPSTW Bogor

mengonsumsi suplemen seperti vitamin dan mineral. Sebaran lansia yang

mengonsumsi suplemen dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan

bahwa sebagian besar lansia (76%) mengonsumsi suplemen. Suplemen yang

umumnya dikonsumsi berupa vitamin dan mineral seperti vitamin B1, vitamin B6,

vitamin B kompleks, vitamin C, zinc (Zn) dan Besi (Fe). Menurut Fatmah (2010),

konsumsi suplemen bagi lansia dianjurkan 1 buah atau 1 tablet per hari. Suplemen

ini berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menghambat kerusakan membran sel

yang disebabkan oleh oksidator.

Tabel 15 Sebaran lansia berdasarkan konsumsi suplemen

Jenis Suplemen n %

Vitamin 19 55.9

Mineral 4 11.8

Vitamin & mineral 2 5.9

Minyak ikan 1 2.9

Cairan sangat dibutuhkan oleh manusia karena sebagian besar tubuh

manusia itu sendiri terdiri dari air atau cairan. Berdasarkan Tabel 11, diketahui

sebagian besar lansia (74%) mengonsumsi cairan kurang dari 6 gelas/hari.

Menurut Fatmah (2010), konsumsi cairan yang direkomendasikan untuk lansia

sebesar 6 gelas/hari pada keadaan sehat. Kurangnya konsumsi cairan pada lansia

dapat dikarenakan terjadinya perubahan-perubahan yang dialami lansia,

diantaranya adalah penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin dan

penurunan rasa haus. Kekurangan cairan dapat mengakibatkan peningkatan resiko

penyakit pada sistem ekskresi. Menurut penelitian Yulizawati (2013), frekuensi

minum air putih antara lansia yang tinggal di Panti lebih banyak dibandingkan

dengan lansia yang tinggal bersama keluarga. Hal ini diduga karena lansia lebih

terbiasa mengonsumsi air putih dan keterbatasan jenis minuman yang disediakan

di Panti.

Status Gizi

Penilaian status gizi lansia diukur dengan antropometri yaitu tinggi badan

(TB) dan berat badan (BB). Akan tetapi, pengukuran tinggi badan lansia sangat

sulit dilakukan mengingat adanya masalah postur tubuh seperti terjadinya kifosis

atau pembengkokan tulang punggung, sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak.

Oleh karena itu, perkiraan tinggi badan dapat menggunakan pengukuran tinggi

lutut. Sebaran lansia berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran lansia berdasarkan status gizi

Kategori n %

Underweight 13 38.2

Normal 14 41.2

Overweight 4 11.8

Obesitas 3 8.8

Total 34 100

Page 37: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

22

Berdasarkan Tabel 16, sebagian lansia (41.2%) memiliki status gizi

normal. Namun masih ada yang memiliki status gizi kurang (38.2%). Status gizi

berkaitan dengan tinggi badan dan berat badan. Hal yang diduga menjadi alasan

adanya masalah gizi kurang pada lansia adalah perubahan komposisi tubuh yang

terjadi pada lansia (tahap penuaan) yang dapat mempengaruhi antropometri yang

selanjutnya akan berdampak pada status gizi. Selain itu, pada lansia juga terjadi

perubahan fisiologi tubuh, seperti terjadinya penurunan sekresi saliva

mengakibatkan pengeringan rongga mulut yang dapat mempengaruhi cita rasa,

penurunan sensitivitas indera penciuman dan perasa yang dapat menurunkan

selera makan serta tanggalnya gigi yang mempengaruhi kenyamanan untuk makan

yang akan berdampak pada penurunan berat badan pada lansia (Fatmah 2010).

Menurut Patriasih et al. (2013), menyatakan bahwa indeks massa tubuh

dan lingkar pinggang pada lansia yang tinggal di non panti lebih besar

dibandingkan dengan lansia yang tinggal di panti. Hal ini dapat dikarenakan

asupan gizi yang berlebihan. Peningkatan indeks massa tubuh berkaitan erat

dengan peningkatan penyakit degeneratif kronis, seperti DM tipe 2, penyakit

kardiovaskular dan kanker.

Hal ini berbeda dengan penelitian Yuizawati (2013), yang menyatakan

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara lansia yang tinggal di panti

dengan yang non panti. Sebagaian besar lansia di Kota Bandung yang tinggal di

Panti memiliki status gizi normal (37%), namun masih ada sebagian lansia yang

memiliki status gizi kurang sebesar (8.7%).

Masalah gizi kurang juga dapat dipengaruhi oleh adanya penyakit yang

dialami oleh lansia tersebut. Jika seorang lansia memiliki penyakit degeneratif,

maka asupan gizinya menjadi berkurang. Selain itu pengobatan juga dapat

mempengaruhi gizi pada lansia. Obat-obatan yang dikonsumsi untuk

menyembuhkan penyakit dapat menimbulkan efek samping dan menghasilkan

interaksi negatif dengan zat gizi dalam tubuh. Keadaan ini dapat berakibat buruk

pada status gizi pasien. Menurut Bray (1991), untuk mencapai status gizi yang

baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi

dan dapat memenuhi kebutuhan seseorang.

Sebanyak 20.6% lansia juga mengalami gizi berlebih. Hal ini dapat

dikarenakan faktor genetik juga asupan yang berlebih. Sumber energi yang

dikonsumsi lansia umumnya berupa nasi, mie dan kentang. Menurut Gross et al

(2004), asupan energi yang berlebihan dan tertimbun didalam tubuh, terutama

dalam jaringan adiposa dalam bentuk lemak dapat menimbulkan obesitas yang

pada akhirnya akan menyebabkan resistensi insulin dan sindroma metabolik.

Status Kesehatan

Salah satu indikator dalam mengukur status kesehatan dapat dilihat dari

skor morbiditas. Semakin bertambahnya usia maka akan lebih mudah untuk

terserang berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus,

jantung, kanker, osteoporosis (Jauhari 2003). Sebaran lansia berdasarkan status

kesehatan berdasarkan jenis penyakit dapat dilihat pada Tabel 17.

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa lansia di RPSTW paling

banyak menderita penyakit hipertensi (67.6%). Penyakit hipertensi akan

meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pada lansia tekanan darah sangat

Page 38: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

23

peka terhadap efek makanan tinggi garam (natrium). Kepekaan yang meningkat

pada lansia ini menyebabkan menurunnya pengeluaran natrium melalui air seni.

Tingginya intake garam, lemak dan protein dapat meningkatkan resiko hipertensi,

selain itu tingginya intake lemak jenuh ganda akan menurunkan tekanan darah.

Erlinger (2000) menyatakan bahwa kelebihan gizi dapat meningkatkan resiko

penyakit hipertensi, lansia yang menderita hipertensi 61% kelebihan berat badan.

Venkatraman (2002) juga menyatakan bahwa kelebihan berat badan berhubungan

erat dengan terjadinya penyakit hipertensi.

Tabel 17 Sebaran lansia berdasarkan jenis penyakit

Kategori n %

Hipertensi 23 67.6

GOUT 12 35.2

Anemia 7 20.6

Anoreksia 4 11.8

DM 4 11.8

Lainnya 1 2.9

Sebagian besar lansia juga menderita penyakit GOUT atau asam urat. Hal

ini dapat dikarenakan konsumsi makanan yang mengandung tinggi purin. Selain

itu dapat disebabkan karena tubuh juga menghasilkan asam urat yang merupakan

metabolisme akhir purin. Di dalam tubuh perputaran purin akan terjadi secara

terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian DNA serta RNA sehingga

apabila tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tubuh akan tetap

membentuk asam urat dalam jumlah yang substansial (Kumalasari et al. 2009).

Persentase penyakit berikutnya yang diderita oleh lansia adalah anemia

(20.6%). Menurut Patriasih et al. (2013), menyatakan prevalensi anemia pada

lansia yang tinggal di Panti lebih tinggi (45.1%) dibandingkan dengan yang tidak

tinggal di Panti (28.9%). Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar Hb

rendah karena kondisi patologis. Anemia gizi adalah keadaan ketika kadar

hemoglobin, hematokrit dan sel darah merah lebih rendah dari normal sebagai

akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa zat gizi (Fatmah 2010). Anemia

dapat disebabkan oleh defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12 yang semuanya

berakar pada asupan yang tidak cukup dan ketersediaan yang rendah.

Lansia di RPSTW juga ada yang menderita anoreksia. Hal ini dikarenakan

pertambahan usia yang menyebabkan terjadinya peningkatan sensitivitas hormon

kolesistokinin (CCK). Kombinasi antara peningkatan konsentrasi CCK dalam

tubuh dan peningkatan sensitivitas CCK terhadap rasa kenyang pada lansia

menyebabkan terjadinya anoreksia.

Sebanyak (11.8%) lansia di RPSTW Bogor menderita diabetes mellitus.

Hasil penelitian Erlinger (2000), menyatakan bahwa kelebihan gizi dapat

meningkatkan penyakit diabetes mellitus. Sebanyak 25.2% penderita diabetes

adalah obes dan 26.8% penderita diabetes adalah overweight. Penurunan berat

badan merupakan pengobatan terbaik untuk pasien diabetes yang gemuk.

Kegemukan menyebabkan jumlah insulin tidak cukup untuk mempertahankan

kadar glukosa dalam batas normal, akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi

tinggi.

Penyakit lainnya yang umumnya diderita oleh lansia sebesar 2.9% adalah

gangguan pernafasan (paru-paru). Gangguan pernafasan (paru-paru) juga masih

terdapat pada lansia. Hal ini dikarenakan jumlah alveoli pada lansia akan

Page 39: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

24

berkurang dibandingkan pada saat dewasa, selain itu terjadi penurunan daya tahan

paru-paru karena asap rokok dan polusi udara yang menjadikan lansia rentan

terhadap berbagai gangguan paru-paru dan pernafasan (Fatmah 2010)

Persentase hipertensi yang cukup besar (67.6%) pada lansia menjadi

perhatian untuk mencegah timbulnya komplikasi. Berikut sebaran lansia

berdasarkan tekanan darah. Berdasarkan Tabel 18, sebagian lansia (54%)

mengalami hipertensi. Menurut penelitian Andriani dalam Venny, Zaimah (2013)

salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah hipertensi atau

tekanan darah tinggi. Beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi hipertensi

antara lain: umur, jenis kelamin, merokok, stress, konsumsi alkohol, konsumsi

garam, pendapatan, status gizi, dan obesitas. Menurut Seventh Report of the Joint

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High

Blood Pressure, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan

bertambahnya umur. Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun

yang tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%.

Tabel 18 Sebaran lansia berdasarkan kategori hipertensi

Kategori n %

Normal 16 47

Mild Hypertension 8 24

Moderate Hypertension 5 15

Severe Hypertension 5 15

Total 34 100

Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam

pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam

proses sirkulasi dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan

untuk menggerakan darah dan pembuluh darah yang memiliki dinding elastis

dengan ketahanan yang kuat. Menurut Krummel (2004), Tekanan sistolik terus

meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai

usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun

drastis.

Menurut Suarthana et al (2011) dalam Venny, Zaimah (2013), gizi juga

mempengaruhi tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi dikarenakan tanpa

diimbangi gizi yang adekuat maka akan terjadi kekurangan energi yang akan

menyebabkan peningkatan aliran darah. Pada dasarnya prevalensi terjadinya

hipertensi pada wanita sama dengan pria. Namun sebelum mengalami menopause,

wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskular karena aktivitas hormon estrogen

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).

Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah

terjadinya proses aterosklerosis. Pada pre-menopause wanita mulai kehilangan

sedikit demi sedikit hormon estrogen. Proses ini terus berlanjut di mana jumlah

hormon estrogen tersebut makin berkurang secara alami seiring dengan

meningkatnya usia, yang umumnya umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-

55 tahun.

Page 40: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

25

Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi

Hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 19 menunjukkan bahwa tingkat

kecukupan energi dan protein tidak memiliki hubungan yang nyata dengan status

gizi (p>0.05). Status gizi merupakan keadaan kesehatan seseorang atau

sekelompok orang yang disebabkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan

zat gizi makanan masa lalu. Food weighing ataupun food recall 1x 24 jam tidak

dapat menggambarkan status gizi seseorang pada saat itu. Penelitian Fauziah

(2012) menyatakan bahwa konsumsi pangan serta asupan energi tidak memiliki

hubungan yang signifikan dikarenakan food recall tidak dapat menggambarkan

status gizi pada saat itu.

Menurut Sukandar (2007), pada dasarnya keadaan gizi ditentukan oleh

konsumsi pangan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut.

Penelitian ini mengambil contoh lansia yang merupakan kelompok yang telah

mengalami penurunan fungsi dan metabolisme tubuh, sehingga penyerapan zat

gizi dalam tubuh tidak optimal untuk menyediakan cadangan dalam tubuh.

Hubungan asupan energi, protein dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Korelasi antara tingkat kecukupan energi, protein dengan status gizi

Peubah Status Gizi

r p

TKE 0.254 0.147

TKP 0.184 0.296

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan pada Tabel 20 bahwa tingkat

kecukupan vitamin dan mineral seperti Vitamin A, kalsium, zat besi tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi. Hasil penelitian yang sama

juga diperoleh oleh Yulizawaty (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin dan mineral dengan

status gizi. Hal ini diduga karena konsumsi lansia terhadap sumber makanan

vitamin dan mineral seperti protein hewani, sayuran dan buah masih sangat

terbatas. Selain itu adanya kebiasaan lansia mengonsumsi teh manis, sayur bayam

secara bersamaan sehingga zat gizi yang terserap ke dalam tubuh hanya sedikit

disebabkan oleh sifat inhibitor yang terdapat pada setiap jenis pangan.

Menurut Thankachan et al (2008), menyatakan zat yang menghambat

penyerapan zat besi antara lain asam fitat, asam oksalat dan polifenol seperti

tannin yang terdapat pada teh dan kopi. Berikut hasil uji korelasi antara tingkat

kecukupan vitamin dan mineral dengan status gizi pada Tabel 20.

Tabel 20 Korelasi antara tingkat kecukupan vitamin, mineral dengan status gizi

Peubah Status Gizi

r p

TK Vit A -0.318 0.066

TK Kalsium -0.279 0.110

TK Besi -0.217 0.218

Page 41: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

26

Hubungan Tekanan Darah dengan Status Gizi

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan (r = -0.219 dan p = 0.214) antara tekanan darah dengan status gizi.

Hasil penelitian yang sama juga diperoleh oleh Destyana (2009), yang

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan

tekanan darah di Kecamatan Purwokerto Timur. Hal ini diduga karena tekanan

darah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor genetik, aktivitas saraf

simpatis, konsumsi garam yang berlebihan dan aktivitas fisik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Lansia di RPSTW Bogor memiliki pendidikan yang tergolong rendah

yaitu sebanyak 32.4% adalah lulusan Sekolah Dasar. Rendahnya pendidikan ini

juga berbanding lurus dengan mata pencahariannya yang sebagian besar bekerja

sebagai buruh dan asisten rumah tangga. Para lansia umumnya berasal dari kota

Bogor dan memiliki sumber pendapatan sebagian besar dari sosial (donatur)

RPSTW Bogor mengelola penyelenggaraan makanan sendiri tanpa

menggunakan jasa katering. Siklus menu yang dipakai adalah siklus 10 hari

ditambah 1 hari khusus untuk tanggal 31. Frekuensi makan sebanyak 3 kali waktu

makan utama dengan anggaran dana Rp 30.000 per lansia. Penyelenggaraan

makanan di RPSTW Bogor mulai dari perencanaan hingga distribusi makanan

masih tergolong kurang karena ada beberapa kriteria penyelenggaraan makanan

(mengacu pada Depkes) yang belum dipenuhi yaitu tidak memperhatikan

kebutuhan gizi lansia pada saat menyusun menu dan siklus menu, serta kurang

memperhatikan higiene perorangan.

Daya terima contoh terhadap rasa dan porsi hidangan yang disajikan cukup

baik. Status gizi lansia sebagian besar normal (56%). Sebagian besar lansia

(67.6%) menderita hipertensi dengan persentase terbesar (24%) tergolong mild

hypertension (hipertensi ringan).

Konsumsi energi lansia sehari berkisar antara 1082-2601 kkal/hari dengan

rata-rata 1482 kkal/hari sedangkan konsumsi protein lansia berkisar 29.9-76.8 g

dengan rata-rata 42.1g/hari. Selain konsumsi pangan, lansia juga mengkonsumsi

suplemen. Sebagian besar lansia (58.8%) mengkonsumsi suplemen jenis vitamin,

seperti vitamin B1, B6, B kompleks dan vitamin C.

Tingkat kecukupan baik energi maupun protein masih defisit begitu juga

dengan tingkat kecukupan vitamin dan mineral masih kurang. Hasil uji korelasi

Pearson menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat

kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi (p>0.05). Hasil uji Pearson juga

menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan darah

dengan status gizi (r = -0.219 dan p = 0.214).

Page 42: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

27

Saran

Tingkat kecukupan baik energi maupun protein dalam kategori defisit. Hal

ini dikarenakan asupan terhadap makanan yang rendah. Asupan yang rendah dapat

dikarenakan penurunan fungsi dari sistem gastrointestinal yang terjadi pada lansia

seperti penurunan sensitivitas indera penciuman dan perasa yang dapat

menurunkan selera makan. Oleh karena itu, hendaknya hidangan yang disajikan

dapat meningkatkan selera makan pada lansia dengan memperhatikan rasa, porsi

juga tekstur makanan disamping dengan memperhatikan kebutuhan gizi nya.

Siklus menu yang ada sudah baik hanya saja pelaksanaannya belum

terlaksana sepenuhnya, untuk itu perlu adanya pengawasan mulai dari

perencanaan, pengolahan, pemorsian hingga pendistribusian makanan ke lansia

sehingga kecukupan gizi lansia dapat terpenuhi. Perencanaan menu juga

hendaknya melibatkan ahli gizi dalam menentukan pola konsumsi yang sesuai

dengan kebutuhan gizi dan diet pada lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani YN. 2012. Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima dan Konsumsi

Pangan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor

[Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian

Bogor.

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID: EGC.

Bray GA. 1991. Obesitas. Handali S, penerjemah; Andianto P, editor. Jakarta

(ID): EGC. Terjemahan dari: Prevention of Coronary Heart Disease

Practice Management of The Risk Factors. Hlm: 75-77.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman

Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID):

Depkes RI.

. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.

Jakarta (ID): Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi

Masyarakat-Depkes.

. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta:

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI.

. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1096 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta (ID): Depkes RI.

[Depsos] Departemen Sosial. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan

Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dalam Panti. Jakarta (ID): Depsos.

Destyana R, Saryono, Mursiyam. 2009. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh

dengan Tekanan Darah dan Golongan Darah di Kelurahan Mersi Kecamatan

Purwokerto Timur. The Soedirman Journal of Nursing 4(2): 54-60.

Erlinger, T. 2000. Nutrition Related Cardiovascular Risk Factors in Older People:

Result From the Third National Health and Nutrition Examination Survey.

JAAG 48: 1486-1489. American Geriatrics Society.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.

Page 43: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

28

Fauziah S. 2012. Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Status

Kesehatan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor

[Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Flynn A, Cashman KD. 1999. Calcium Fortification of Foods. In Mineral

Fortification of Foods, pp. 18-53 (R. Hurrel, edit). Surrey: Leatherhead

Food RA.

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York (US): Oxford

University Press.

Gross LS, Li Li, Ford ES, Liu S. 2004. Increased Consumption of Refined

Carbohydrates and the Epidemic of Type 2 Diabetes in United States: an

Ecologic Assessment. Am J. Clin Nutr 79: 774-9

Hardinsyah, Briawan D. 2002. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.

Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Hardinsyah et al. 1989. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu Makanan Pokok

Beragam Dalam Upaya Penyelenggaraan Konsumsi Pangan. Laboratorium

Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,Institut Pertanian

Gizi, Bogor.

Harris NG. 2004. Nutrition in Aging. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S,

editor. Krause’s Food, Nutrition & Diet Therapy 11 th ed. USA (US):

Elsevier. Hlm 319-396.

Hayens B et al. 2003. Buku Pintar Menaklukkan Hipertensi. Jakarta (ID): Ladang

Pustaka.

Hughes, D. 2000. Effect of Withdrawal of Calcium and Vitamin D supplements

on Bone Mass In Elderly Men and Women. A.J.Clin Nutr:72, 745-750.

Jauhari, M. 2003. Status Gizi, Kesehatan dan Kondisi Mental Lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta [tesis]. Bogor (ID): Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[JNC] Joint National Committee. 2008. Seventh Report of the Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High

Blood Pressure. The Journal of Lancaster General Hospital Vol 3, No 3.

[Kemsos] Kementrian Sosial. 2007. Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan

Masalah Kesejahteraan nya. Jakarta (ID): Kemsos.

Krummel DA. 2004. Medical Nutrition Theraphy for Cardiovascular Disease. Di

dalam: Mahan LK dan Escott Stump S, editor. Food, Nutrition and Diet

Therapy. USA (US): Saunders co. hlm 286-303.

Kumalasari T, Saryono, Purnawan I. 2009. Hubungan Indeks Massa Tubuh

dengan Kadar Asam Urat Darah pada Penduduk Desa Banjaranyar

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Jurnal keperawatan soedirman:

Vol 4, No 3.

Manasik A. 2011. Konsumsi Energi dan Zat Gizi serta Status Gizi Pasien Lansia

di Ruang Gayatri RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor [Skripsi]. Bogor (ID):

Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Moehyi S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit.

Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama

Muis F, Nurkinansih, Darmojo B. 1992. Gizi untuk Usia Lanjut. Prosiding:

Kongres Nasional Persagi IX dan KPGI, Semarang 17-19 November 1992.

Jakarta (ID): Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia.

Page 44: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

29

Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta (ID): PT

Rineka Cipta.

Patriasih R, Widiaty I, Dewi M, Khomsan A, Sukandar D. 2013. A study on

Nutritional Status, Health Characteristics and Psychosocial Aspects of the

Elderly Living with Their Family and of Those Living in Nursing Home.

Bogor (ID): IPB Press.

Salim O, Kusumaratna R, Sudharma N, Hidayat A. 2006. Tinggi Lutut Sebagai

Prediktor dari Tinggi Badan Lanjut Usia. Universa Medicina Vol 25 No 1.

Sharkey J. 2002. Inadequate Nutrition Intakes Among Homebound Elderly and

Their Correlation With Individual Characteristic and Health Related

Factors. Am J.Clin Nute Vol 76 No.6 1435-1445.

[SIGN] Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2001. Hypertension in Older

People. Edinburgh: Royal College of Physicians.

Soehardjo. 2008. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Bumi Aksara

bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi. Bogor

(ID) : Departemen Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Supriasa IDN, Bakri B, Hajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC.

Thankachan P et al. 2008. Iron Absorption in Young Indian Women: The

Interaction of Iron Status With the Influence of Tea and Ascorbic Acid. Am

J. Clin Nutr 87(88): 1-6.

Venkatraman. 2002. Association of Overall and Abdominal Obesity With

Coronary Heart Disease Risk Factors Comparison Between Urban and Rural

Indian Men. Asia Pasific J.Clin Nutr 11 (1): 66-71.

Venny RP, Zaimah ZT. 2013. The Nutritional Status of Elderly Hypertensive

Patient in RSUP H. Adam Malik. J. FK USU Vol 1 No.1

Wellman NS, Kamp BJ. 2004. Nutrition in Aging. Di dalam: Mahan LK dan

Escott Stump S, editor. Food, Nutrition and Diet Therapy. USA (US):

Saunders co. hlm 833-859.

[WHO] World Health Organization. 2007. Physical Status: The Use and

Interpretation of Anthropometry. Geneve: WHO Expert Committee.

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era

Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.

Yulizawaty R. 2013. Keterkaitan Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Status

Kesehatan Lansia di Kota Bandung [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi

Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Page 45: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

30

LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha

Bogor

Kepala Panti

Drs. Harry Yulianto

Jabatan Fungsional Pelaksana Tata Usaha

Edi Mesuwadi, S. IP, MM

Fungsional

Mustafa, SE, MM

Dokter

Dr. H. Anis Mubarok

Pembina Kerohanian

Ustad Zaenudin

Instruktur Olahraga

Cucu Kartinah

Instruktur Ketrampilan

Pelayanan Sosial

Irtantri Wulanjari, SE

Perawat

Grisihanti G Gumiwang

Fajar Widiyanti, A. Md. Kep

Yuni Fridayani, A. MK

Pramuwerdha

Siti Laela

Irwan Mardiyansyah

Tety Sri Rahayu

Kasir

Ika Suhermawati

Kepegawaian, Umum dan

Perlengkapan

Mahfudin

Arsip dan Pelaporan

Pengamanan Dalam

Ade Suparlan

Hendra Dhani, SE

Petugas Kebersihan

Nenah Hasanah

Muhammad Yusuf

Juru Masak

Oka Hayati

Ijah Hadijah

Page 46: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

31

Lampiran 2 Siklus menu di RPSTW Bogor

Waktu

Makan

Hari ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 (Khusus

tanggal 31) P

agi

Nasi Nasi Nasi

goreng

Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi

Mi goreng

komplit

Oseng tahu

toge

Mentimun Bihun

goreng +

wortel

Capcay Mi goreng

bakso

Tumis labu

siam

Soun bb

cabai hijau

Abon sapi Telur mata

sapi

Oseng tempe

Semur telur Telur dadar Telur mata

sapi

Ayam

goreng

Pepes tahu Tumis

jagung

Ceplok

telur kecap

Perkedel

jagung

Telur dadar Tahu sayur

bumnu

Tahu ceplok

Tahu goreng Martabak

mie

Tempe

goreng

Semur tahu Tempe

mendoan

Goreng

tempe

Tumis

jagung

Tempe

mendoan

Bawang

goreng

Martabak

mie

Perkede tahu

Sia

ng

Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi

Pindang

tongkol

Sayur

lodeh

Kari sayur

+ daging

Gado-gado Sop kacang

merah

Sayur asam Sayur

lodeh

Oseng paria

+ tempe

Tumis sawi Sayur

bening

Semur

daging +

wortel +

kentang

Sayur

kacang

Ikan mas

goreng

Tempe

mendoan

Ikan

kembung

goreng

Ayam

goreng

Ikan

tongkol

Ikan mas

goreng

Ikan

kembung

balado

Perkedel

jagung

Tempe

asem manis

Tahu goreng

Perkedel

jagung

Martabak

telur

Perkedel

kentang

Perkedel

tahu

Bacem

tahu

Perkedel

kentang

Tempe

goreng

Perkedel

kentang

Ikan mas

goreng

Perkedel

jagung

Pepes tahu

Selingan Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack

Mal

am

Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi

Sayur

kacang

Sayur

bening

Sayur sop Oseng labu

siam

Oseng sawi

putih

Soup

mutiara

Tumis

sosis tahu

Oseng

buncis dan

tempe

Oseng

buncis

Sop sayuran Cah sawi

putih

Rendang

daging

Ayam

goreng

Telur

balado

Ayam

semur

Pindang

ikan mas

Gepuk

kering

Bistik

daging

Sambal

goreng

kentang, iga

Tempe

balado

Kalio ayam Ayam

goreng

Tempe

goreng

Tempe

bacem

Pepes tahu Tempe

goreng

Perkedel

tahu

Tahu

goreng

Martabak

telur

Perkedel

tahu

Rendang Bakwan

tahu

Perkedel

kentang

Page 47: PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI DAN … · Panti Tresna Werdha khususnya di Kota Bogor guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1990 dari ayah

Riduan Pasaribu, S.E dan ibu Dra. Tapitta Hutajulu. Penulis adalah putri kedua

dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMKN 38 Jakarta dan pada

tahun yang sama diterima di Diploma IPB Program Keahlian Manajemen Industri

Jasa Makanan dan Gizi. Pada tahun 2011 penulis lulus dari Diploma IPB dan

melanjutkan pendidikan di Program Alihjenis Ilmu Gizi Masyarakat, Fakultas

Ekologi Manusia, IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Dietetik

Gizi dan Penyakit Degeneratif Diploma III pada tahun ajaran 2011/2012, asisten

praktikum Dasar-dasar Dekorasi Hidangan Diploma III pada tahun ajaran

2011/2012, asisten praktikum Teknik Pelayanan Makanan Diploma III pada tahun

ajaran 2011/2012 dan asisten praktikum Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi

Departemen Gizi Masyarakat pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah

melaksanakan Praktik Kerja Lapang di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto bulan September 2010 hingga Januari 2011.