laporan kp rs banyumanik

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat atau senyawa yang masuk ke dalam suatu ekosistem pada kadar yang telah melewati nilai ambang batasnya disebut sebagai pencemar atau polutan. Namun demikian, nilai ambang batas bagi setiap zat atau senyawa berbeda beda begitu pula pada efek samping yang ditimbulkan. Beberapa zat dan senyawa dapat menimbulkan efek samping pada konsentrasi tinggi dan sebagian zat serta senyawa yang lain menimbulkan efek samping pada konsentrasi yang sangat rendah. Bahkan reaksi yang terjadi antar zat atau senyawa yang berbeda dapat menimbulkan efek samping yang lebih rumit. Bahan pencemar dapat berupa zat dan senyawa kimia, sampah dan juga mikroorganisme. Sumber pencemaran lingkungan dapat berasal dari mana saja, tidak terkecuali dari aktifitas manusia. Salah satu aktifitas manusia yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan adalah aktifitas manusia di rumah sakit. Rumah sakit adalah tempat yang berfungsi sebagai fasilitator proses kesembuhan dari berbagai penyakit. Orang-orang dari berbagai kalangan usia dan berbagai jenis penyakit datang ke rumah sakit 1

Upload: fkrisnandya

Post on 28-Jun-2015

549 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan KP RS Banyumanik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zat atau senyawa yang masuk ke dalam suatu ekosistem pada

kadar yang telah melewati nilai ambang batasnya disebut sebagai

pencemar atau polutan. Namun demikian, nilai ambang batas bagi setiap

zat atau senyawa berbeda beda begitu pula pada efek samping yang

ditimbulkan. Beberapa zat dan senyawa dapat menimbulkan efek samping

pada konsentrasi tinggi dan sebagian zat serta senyawa yang lain

menimbulkan efek samping pada konsentrasi yang sangat rendah. Bahkan

reaksi yang terjadi antar zat atau senyawa yang berbeda dapat

menimbulkan efek samping yang lebih rumit. Bahan pencemar dapat

berupa zat dan senyawa kimia, sampah dan juga mikroorganisme.

Sumber pencemaran lingkungan dapat berasal dari mana saja, tidak

terkecuali dari aktifitas manusia. Salah satu aktifitas manusia yang

berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan adalah aktifitas manusia

di rumah sakit. Rumah sakit adalah tempat yang berfungsi sebagai

fasilitator proses kesembuhan dari berbagai penyakit. Orang-orang dari

berbagai kalangan usia dan berbagai jenis penyakit datang ke rumah sakit

untuk berobat. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan baru yang

berkaitan dengan kondisi sanitasi rumah sakit. Kotoran, mikrobia

patogenik (mikrobia yang menimbulkan penyakit), sisa bahan pengobatan

dan sampah rumah sakit dapat menjadi sumber penyakit baru jika tidak

dikelola dengan baik. Rumah sakit yang baik tentu saja harus

mempertimbangkan dan mempertahankan kondisi rumah sakit yang bersih

dan sehat agar pasien tetap nyaman selama menjalani proses

penyembuhan.

Rumah Sakit Banyumanik di Kota Semarang, Jawa Tengah,

menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Rumah sakit ini memiliki

kondisi yang berbeda dengan rumah sakit lain di Kota Semarang. Rumah

Sakit Banyumanik berlokasi di Kecamatan Banyumanik dan terletak

1

Page 2: Laporan KP RS Banyumanik

sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Dengan luas 1680 m2, rumah

sakit ini telah memiliki instalasi pengolahan air limbah dan sarana

kesehatan serta kebersihan yang beroperasi setiap hari. Hal ini menjadikan

Rumah Sakit Banyumanik memiliki sisi positif dan negatif sebagai

lembaga kesehatan masyarakat. Letak rumah sakit yang dekat dengan

lingkungan pemukiman penduduk memudahkan penduduk di sekitar

rumah sakit untuk memperoleh pengobatan. Akan tetapi, di sisi lain rumah

sakit juga berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan oleh limbah

rumah sakit yang tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan di lingkungan

tersebut. Karakter rumah sakit inilah yang membuatnya menarik untuk

diteliti lebih lanjut dalam hal manajeman pengolahan limbah rumah sakit.

Salah satu limbah rumah sakit yang sangat nyata adalah limbah

cair. Air mempunyai karakteristik fisik dan kimiawi yang

mempengaruhi kehidupan organisme di dalamnya. Apabila terjadi

perubahan kualitas perairan, terutama oleh bahan pencemar, maka

keseimbangan hidup organisme yang ada di perairan tersebut termasuk

manusia pada khususnya dapat terganggu. (Rao and Bhole, 2001).

B. Permasalahan

Rumah Sakit Banyumanik memiliki fungsi yang sama dengan

rumah sakit lain pada umumnya, yaitu sebagai fasilitator proses

penyembuhan bagi masyarakat yang sakit. Akan tetapi, letak rumah sakit

yang sangat dekat dengan pemukiman penduduk membuat limbah rumah

sakit berpotensi tinggi mencemari lingkungan pemukiman penduduk. Hal

ini sebenarnya bisa dihindari jika rumah sakit telah memiliki mekanisme

dan alat pengolahan limbah yang berfungsi dengan baik. Masalah yang

kemudian timbul adalah:

1. Apakah Rumah Sakit Banyumanik telah memiliki sistem pengolahan

limbah sendiri?

2. Apakah sistem pengolahan limbah tersebut telah mampu bekerja

dengan efisien dalam mengolah limbah rumah sakit?

2

Page 3: Laporan KP RS Banyumanik

3. Bagaimanakah hasil dari sistem pengolahan limbah tersebut, apakah

hasil dari sistem tersebut telah sesuai dengan baku mutu daerah dan

tidak menimbulkan pencemaran lingkungan?

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Adanya sistem pengolahan limbah rumah sakit yang mendukung

kinerja rumah sakit.

2. Apakah sistem tersebut bekerja secara efisien.

3. Mempelajari hasil akhir sistem pengolahan limbah rumah sakit,

sesuaikah dengan baku mutu daerah dan tidak menyebabkan

pencemaran lingkungan.

D. Manfaat

Setelah penelitian ini selesai diharapkan hasil dari penelitian ini

dapat menjadi wacana dan motivasi khususnya bagi pihak rumah sakit dan

umumnya bagi masyarakat luas.

E. Deskripsi Lokasi

Rumah Sakit Banyumanik terletak di Jalan Bina Remaja no. 61,

Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang Jawa Tengah. Rumah Sakit

Banyumanik memiliki luas area sebesar 1680 m2 dengan daya tampung

pasien sebanyak 45 tempat yang dialokasikan untuk orang dewasa, anak

dan bayi. Lantai satu digunakan sebagai tempat merawat pasien, klinik,

ruang gawat darurat, ruang bersalin, ruang administrasi, ruang radiologi

dan kantin. Sementara lantai dua digunakan sebagai ruang kantor rumah

sakit. Dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 104 orang, Rumah Sakit

Banyumanik mampu melayani 10 hingga 30 pasien per harinya.

Rumah Sakit Banyumanik terletak cukup jauh dari jalan utama

sehingga memberikan suasana yang cukup tenang bagi pasien yang sedang

menjalani perawatan. Akan tetapi rumah sakit ini masih dapat dijangkau

dengan cepat dari jalan utama. Pasien yang berobat di Rumah Sakit

3

Page 4: Laporan KP RS Banyumanik

Banyumanik umumnya berasal dari daerah di sekitar Banyumanik dan

Gunung Pati. Rumah sakit ini berdampingan langsung dengan rumah-

rumah penduduk dan memiliki saluran pembuangan air limbah yang

bermuara di saluran yang sama dengan air limbah rumah tangga milik

penduduk sekitar.

Gambar 1. Kota Semarang (Wikimepia, 2010)

Gambar 2. Kecamatan Banyumanik (Wikimepia, 2010)

4

Page 5: Laporan KP RS Banyumanik

Gambar 3. Lokasi Rumah Sakit Banyumnik Kota Semarang (Wikimepia, 2010)

F. Waktu danTempat

Kerja praktek ini dilaksanakan pada periode 21 Januari 2010

hingga 4 Februari 2010 di Rumah Sakit Banyumanik yang terletak di Jalan

Bina Remaja No.61 Banyumanik, Semarang, Jawa tengah.

G. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan adalah:

1. Interview, mengadakan tanya jawab kepada pihak yang

terkait di Rumah Sakit Banyumanik.

2. Mengamati secara langsung proses pengolahan limbah

Rumah Sakit Banyumanik, Kota Semarang.

3. Studi Pustaka di Rumah Sakit Banyumanik Kota Semarang

dan BAPPEDAL Jawa Tengah.

5

RS Banyumanik

Page 6: Laporan KP RS Banyumanik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan

berupa pelayanan medis. Pelayanan rumah sakit pada hakekatnya merupakan

sistem yang aktivitasnya saling tergantung satu dengan lainnya. Unsur-unsur yang

saling berinteraksi dalam mendukung terciptanya pelayanan prima adalah sumber

daya manusia (medis, paramedis dan non medis), sarana dan prasarana, peralatan,

obat-obatan, bahan pendukung dan lingkungan.

Lingkungan rumah sakit meliputi lingkungan dalam gedung (indoor) dan

luar gedung (outdoor) yang dibatasi oleh pagar lingkungan. Lingkungan indoor

yang harus diperhatikan adalah udara, lantai, dinding, langit-langit, peralatan,

serta obyek lain yang mempengaruhi kualitas lingkungan seperti air, makanan, air

limbah, serangga dan binatang pengganggu, sampah dan sebagainya. Sedangkan

lingkungan outdoor meliputi selasar, taman, halaman, dan tempat parkir terutama

terhadap kebersihan dan keserasiannya.

Upaya pengelolaan limbah rumah sakit secara umum dilaksanakan dengan

menyiapkan perangkat lunak yang berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang

mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di

samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan

mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini

rumah sakit milik pemerintah ataupun swasta telah dilengkapi dengan fasilitas

pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan.

Pencemaran Lingkungan menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan

Hidup No.02/MENKLH/1988 adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup,

zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air atau udara, dan berubahnya

tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam,

sehingga kualitas air atau udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi

sesuai dengan peruntukkannya. Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan

terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak diharapkan,

6

Page 7: Laporan KP RS Banyumanik

baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu

kesehatan manusia, dan aktivitas manusia serta organisme lainnya (Suratmo,

1998).

Limbah merupakan agen pencemar lingkungan yang dapat berwujud padat

maupun cair. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh

kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya di rumah sakit. Mengingat

dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik

meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan

tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi

rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan.

Limbah rumah sakit mengandung berbagai macam mikroorganisme

bergantung pada jenis rumah sakit dan tingkat pengolahan yang dilakukan

sebelum limbah dibuang. Limbah rumah sakit berkemungkinan besar

mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya.

Mikroorganisme patogen adalah mikroorganisme yang berpotensi menyebabkan

infeksi penyakit. Mikroorganisme patogen dan bahan kimia beracun dapat

tersebar ke lingkungan rumah sakit, disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan

yang kurang memadai. Kesalahan penanganan bahan-bahan berbahaya dan

peralatan yang terkontaminasi, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi

yang masih buruk semakin mendukung munculnya masalah-masalah yang

berkaitan dengan sanitasi di rumah sakit (Giyatmi, 2003).

Limbah rumah sakit terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah

padat rumah sakit terdiri atas limbah infeksius dan non-infeksius. Limbah

infeksius merupakan limbah yang berpotensi menimbulkan infeksi. Limbah

infeksius dapat menjadi vektor, penyebaran penyakit, dan juga sebagai sumber

penyakit, yang terdiri dari bagian tubuh yang diamputasi dan cairan dari tubuh

manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lain yang

terkena infeksi kuman penyakit yang menular (Said, 1999).

Masalah utama dalam mengatasi limbah infeksius adalah resiko penularan

oleh agen infeksius yang berasal dari limbah ini. Resiko penularan akan muncul

7

Page 8: Laporan KP RS Banyumanik

saat pembuangan limbah dari sumbernya, proses pengumpulan, pengangkutan,

penyimpanan hingga penanganan baik on-site maupun off-site. Maka perlu

dipertimbangkan penentuan wadah atau kontainer untuk limbah infeksius.

Pertimbangan penggunaan wadah juga dibedakan sesuai tipe limbah infeksius.

(Colony, 2001).

Dalam strategi pengolahan dan pembuangan limbah infeksius rumah sakit

terdapat beberapa sistem, antara lain :

1. Autoclaving,

2. Desinfeksi dengan bahan kimia,

3. Insinerasi.

Beberapa parameter operasional yang akan mempengaruhi terjaminnya

destruksi oleh panas antara lain, menurut Freeman (1988): temperatur, waktu

tinggal turbulensi, pasokan udara, bahan konstruksi, dan perlengkapan tambahan.

Insinerator untuk mengolah limbah infeksius hingga saat ini telah dibuat dengan

berbagai nama seperti insinerator medis, insinerator infeksius ataupun insinerator

limbah patologi. Menurut Reindhardt (1991), komponen-komponen utama dalam

insinerator ini terdiri dari Primary Combustion Chamber, Secondary Combustion

Chamber, Boiler, Air Pollution Control Devices, dan Stack. Pada umumnya

incinerator dengan primary chamber mengkonversi limbah sehingga

menghasilkan emisi berupa partikulat. Untuk itu perlu pollution control device

berupa wet dan dry scrubbers pada insinerator rumah sakit yang manfaatnya

adalah mengurangi emisi partikel (0,01–0,03 gr/ft3), mengurangi gas asam

(HCL), mengurangi sifat patogen, dan mencegah racun terbebas ke udara

(Freeman, 1988).

Limbah non-infeksius adalah segala zat padat, semi padat yang terbuang

atau tidak berguna baik yang dapat membusuk maupun yang tidak dapat

membusuk. Limbah biasanya ditampung di tempat produksi limbah untuk

beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan

dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah

sampah serta kondisi setempat. Kriteria alat penampung sampah antara lain: bahan

8

Page 9: Laporan KP RS Banyumanik

tidak mudah berkarat, kedap air terutama untuk menampung sampah basah,

tertutup rapat, mudah dibersihkan, mudah dikosongkan atau diangkut, tahan

terhadap benda tajam dan runcing. Pengangkutan sampah dimulai dengan

pengosongan bak sampah di setiap unit dan diangkut ke pengumpulan lokal atau

ke tempat pemusnahan. Alat pengangkutan sampah di rumah sakit dapat berupa

gerobak atau troli dan kereta yang harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh

Depkes RI sebagai berikut :

1. Memiliki wadah yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta

dilengkapi dengan penutup,

2. Harus kedap air dan mudah untuk diisi dan dikosongkan,

3. Setiap keluar dari pembuangan akhir selalu dalam kondisi bersih.

Untuk pembuangan sampah non-medis atau biasa disebut limbah non-

infeksius diperlukan suatu konstruksi tempat pengumpulan sampah sementara

yang terbuat dari dinding semen atau dengan kontainer logam yang yang sesuai

dengan persyaratan umum yaitu kedap air, mudah dibersihkan dan berpenutup

rapat. Ukuran hendaknya tidak terlalu besar sehingga mudah dikosongkan.

Apabila jumlah sampah yang ditampung cukup banyak, maka perlu penambahan

jumlah container.

Selain limbah padat (infeksius dan non-infeksius), yang dihasilkan oleh

suatu rumah sakit adalah limbah cair. Limbah cair merupakan sisa buangan hasil

suatu proses yang sudah tidak dipergunakan lagi. Komponen utama limbah cair

adalah air (99%) sedangkan komponen lainnya bahan padat, tergantung dari asal

buangan tersebut (Rustama et al., 1998).

Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik.

Limbah cair rumah sakit akan sangat berbahaya jika tidak dilakukan pengolahan

sebelum limbah tersebut dikeluarkan ke perairan. Pengolahan limbah cair

menggunakan alat yang disebut IPAL. Elemen biologi dalam system perairan

berkaitan erat dengan komponen-komponen kimia. Komponen-komponen kimia

dalam perairan dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu zat organik, yang

terdiri dari atas senyawa organic asam dan senyawa organik sintetis, bahan-bahan

9

Page 10: Laporan KP RS Banyumanik

anorganik, dan gas. Komponen dasar dari senyawa organik adalah karbon,

hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Keberadaan senyawa organik di

dalam air akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah rasa dan bau.

Keberadaan senyawa organik juga menyebabkan air memerlukan proses

pengolahan air bersih yang lebih komplek, senyawa tersebut dapat menurunkan

kandungan oksigen, serta menyebabkan terbentuknya substansi-substansi beracun

( Siregar).

Parameter pengolahan air limbah yang umumnya diukur adalah BOD,

COD, TSS, Suhu, Fosphat, dan juga pH. Air buangan limbah cair yang telah

melalui pengolahan dikatakan aman apabila sudah memenuhi standar baku mutu

yang ditetapkan oleh masing-masing daerah. Berikut ini merupakan standar baku

mutu air limbah rumah sakit kota Semarang.

Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Untuk Kegiatan Rumah Sakit, Propinsi Jawa

Tengah (BAPPEDAL PROPINSI JATENG, 2004)

NO PARAMETER SATUAN KADAR MAKSIMUM

I FISIKA

1. Suhu ◦ C 30

2. TSS mg/L 30

II. KIMIA

1. pH - 6,0-9.0

2. BOD5 mg/L 30

3. COD mg/L 80

4. NH3-N Bebas mg/L 0,1

5. Phosphat (PO4-P) mg/L 2

III MIKROBIOLOGI

1. Kuman Golongan Coli MPN/100 mL 5000

10

Page 11: Laporan KP RS Banyumanik

Pada prinsipnya limbah medis harus sesegera mungkin diolah setelah

dihasilkan dan penyimpanan merupakan prioritas akhir bila limbah benar-benar

tidak dapat langsung diolah. Faktor penting dalam penyimpanan yaitu:

melengkapi tempat penyimpanan dengan cover atau penutup, menjaga agar areal

penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan limbah non-medis,

membatasi akses sehingga hanya orang tertentu yang dapat memasuki area serta

lebeling dan pemilihan tempat penyimpanan yang tepat (Reinhardt,1991).

11

Page 12: Laporan KP RS Banyumanik

BAB III

HASIL dan PEMBAHASAN

Rumah sakit Banyumanik berada di Jalan Bina Remaja No.61 Kecamatan

Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah. Seperti rumah sakit pada umumnya,

rumah sakit ini juga memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat baik

berupa pengobatan rawat jalan ataupun rawat inap dan pelayanan kesehatan

lainnya. Rumah sakit ini berada di tengah pemukiman penduduk yang padat,

dimana dari segi lokasi, rumah sakit ini dihadapkan pada keuntungan dan juga

kerugian. Keuntungan dikarenakan rumah sakit ini mudah dijangkau oleh

masyarakat yang butuh akan pelayanan kesehatan namun rumah sakit ini perlu

penanganan limbah yang baik agar limbah yang dibuang tidak mencemari

lingkungan dan merugikan masyarakat yang ada di sekitar rumah sakit tersebut.

Secara umum, limbah rumah sakit dibagi kedalam dua jenis yaitu limbah

cair dan limbah padat. Limbah cair di R.S Banyumanik telah diolah menggunakan

sistem IPAL dan dapat dibuang ke saluran pembuangan penduduk. Limbah padat

diklasifikasikan lagi menjadi dua jenis yaitu limbah infeksius dan limbah non-

infeksius yang dalam penangannnya masih bekerja sama denagan rumah sakit

lain. Proses pengolahan limbah dipimpin oleh Bapak Mahfud yang dibantu oleh 7

karyawan lainnya. Berikut merupakan bagan manajemen pengolahan limbah

rumah sakit di Rumah Sakit Banyumanik, kota Semarang.

Gambar 4. Bagan manajemen pengolahan limbah R.S. Banyumanik (21 Jan- 4 Feb 2010)

12

Insinerator di RS Sultan Agung

Limbah Rumah Sakit

Limbah padat

Limbah cair

Non-Infeksius

Infeksius

TPS RS

Penyimpanan Sementara

IPAL Rumah Sakit Banyumanik

TPA Umum

Saluran pembuangan

air

Page 13: Laporan KP RS Banyumanik

Limbah Infeksius

Limbah infeksius merupakan limbah yang dapat menjadi penyebab infeksi

atau penyebaran penyakit pada manusia. Limbah infeksius ini dapat berupa

jaringan tubuh pasien, jarum suntik, bekas darah, perban, bahan atau perlengkapan

yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan

tercemari oleh penyakit pasien. Limbah jenis ini dibuang ke dalam temapat

sampah atau tempat penampungan sampah yang dilapisi plastik yang berwrna

kuning. Jarum suntik bekas pakai tidak dimsukkan ke dalam kantung yang

berwarna kuning ini karena dikhawatirkan akan merusak kantung tersebut. Jarum

suntik yang telah dipakai dibuang ke dalam wadah yang berisi 4 L air yang

dicampur dengan klorin 0,25 L.

Tempat sampah untuk menampung limbah infeksius ini tersebar diruangan

yang memungkinkan adanya limbah infeksius seperti pada ruang perawatan,

ruang bedah. Limbah infeksius ini diangkut menggunakan troli ataupun manual

dengan tangan ke tempat penampungan limbah sementara yang ada dibagian

belakang dari rumah sakit. Limbah yang ada di tempat penamungan sementara

tersebut selanjutnya dibawa ke tempat insenerasi. Proses insinerasi adalah proses

pembakaran limbah padat dengan suhu tinggi dengan tujuan sterilisasi. Insinerasi

dilakukan dengan alat yang disebut insinerator. Rumah sakit Banyumanik belum

memiliki insenerator yang disebabkan rumah sakit ini terletak sangat dekat

dengan pemukiman penduduk yang tidak memungkinkan adanya insenerator.

Asap yang dikeluarkan oleh insinerator akan sangat mengganggu kesehatan dan

kenyamanan penduduk di sekitar rumah sakit. Oleh karena itu dalam pengolahan

limbah infeksius, R.S. Banyumanik bekerja sama dengan R.S. Sultan Agung

dalam hal proses insenerasi. Kontrak kerjasama antar rumah sakit akan berakhir

pada tahun 2011. Biaya yang dikenakan untuk proses tersebut adalah Rp.7.500/kg

sampah.

Berdasarkan pengamatan, didalam kantong kuning yang seharusnya berisi

limbah infeksius kadang masih terdapat limbah non-infeksius seperti sampah

bungkus deterjen dan sampah bungkus makanan.

13

Page 14: Laporan KP RS Banyumanik

Gambar 5. Limbah padat Infeksius (21 Jan- 4 Feb 2010)

Gambar 6. Tempat penampungan sementara Limbah padat Infeksius (21 Jan- 4 Feb 2010)

Limbah Non-Infeksius

Jenis limbah yang tergolong limbah non-infeksius sebagai contohnya

adalah sampah kering (plastik pembungkus, botol plastik atau kaca dan lainnya)

dan sampah basah (sisa makanan, sampah dapur dan lainnya). Limbah jenis ini

ditempatkan di tempat sampah yang dilapisi dengan plastik yang berwarna hitam.

Tempat sampah untuk non-infeksius jumlahnya cukup banyak di setiap sudut

ruangan rumah sakit ataupun dapat ditempatkan berdampingan dengan tempat

sampah infeksius.

14

Page 15: Laporan KP RS Banyumanik

Limbah non-infeksius ditampung di tempat penampungan smapah yang

ada di bagian depan dari rumah sakit yang akan diangkut dalam waktu satu kali

dalam seminggu oleh petugas kebersihan dari pemerintah daerah setempat.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan masih ada kantong-kantong hitam yang

digunakan tidak untuk limbah non-infeksius melainkan untuk limbah infeksius.

Hal ini sangat berbahaya, jika petugas kebersihan tidak jeli dan salah dalam

pengangkutan sehingga limbah non-infeksius dapat bercampur dengan limbah

infeksius di dalam TPS dan akan terbawa ke TPA . Kejadian tersebut dapat

membahayakan berbagai pihak baik petugas kebersihan rumah sakit maupun

petugas kebersihan dari Dinas Kota Semarang yang menangani limbah, serta

limbah infeksius tersebut dapat mencemari lingkungan di sekitar TPA.

Gambar 7. Limbah padat Non- Infeksius (21 Jan- 4 Feb 2010)

Gambar 8. Tempat penampungan sementara limbah padat Non-Infeksius (21 Jan- 4 Feb 2010)

15

Page 16: Laporan KP RS Banyumanik

Limbah Cair

Pengolahan limbah cair dari rumah sakit ini dilakukan dengan Instalasi

Pengolahan Air limbah yang telah terdapat di R.S. Banyumanik. Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) diletakkan atau dipendam dalam tanah di bagian

depan rumah sakit dikarenakan keterbatasan lahan dari rumah sakit.

Awal dari proses pengolahan ini adalah limbah ditampung di bak

penampungan sementara sebelum masuk kedalam alat IPAL. Alat IPAL

berukuran 3,5m x 2,4m x 1,5 m dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama

merupakan awal dari pengolahan air limbah di dalam alat tersebut yang berfungsi

untuk proses aerasi (di bagian ini terdapat aerator) dan dilakukan juga proses

pengadukan. Pengolahan ini dibantu dengan mikrobia yang dikemas dengan

merek dagang EM-4 (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, Actinomycetes sp.

Dan jamujr fermentasi lain). Selain itu, diberikan juga kedalamnya “gula” untuk

membantu pertumbuhan mikrobia. Selain itu juga ditambahkan kedalamnya

Hydro-Oxy yang berfungsi untuk menstabilkan oksigen yang ada didalam air

limbah tersebut. Blower berfungsi untuk menjaga kehidupan mikrobia dengan

system aerasi, sehingga suplai oksigen terpenuhi dan mikrobia dapat hidup.

Apabila listrik sedang mati dan secara otomatis blower tidak dapat bekerja,

mikrobia didalam tabung akan mati dan efek yang ditimbulkan adalah bau yang

sangat menyengat karena limbah tidak diuraikan oleh mikrobia. Pada keadaan

normal blower bekerja pada saat kapasitas limbah di dalam tabung sudah

mencukupi, dan akan berhenti secara otomatis.

16

Page 17: Laporan KP RS Banyumanik

Gambar 9. Hydro-Oxy (Kiri) dan EM-4 (kanan), produk untuk pengolahan limbah (21 Jan- 4 Feb

2010)

Bagian kedua dari alat IPAL berfungsi sebagai tempat penyaringan untuk

mengurangi padatan yang terkandung di dalam air limbah. Pada bagian ini

terdapat penayaring yang berupa gabus. Bagian ketiga dari alat IPAL adalah

tempat untuk pengendapan sebelum air dibuang ke lingkungan.

Gambar 10. Alat IPAL di Rumah Sakit Banyumanik (21 Jan- 4 Feb 2010)

17

Page 18: Laporan KP RS Banyumanik

Kapasitas instalasi ini 35 m3 limbah dan menghasilkan 25 m3 limbah yang

sudah diolah. Air yang telah diolah, dalirkan ke saluran pembuangan yang

menjadi satu dengan saluran pembuangan limbah penduduk sekitar. Selain itu air

limbah juga dialirkan kedalam kolam yang pada awalnya diperuntukkan sebagai

kolam pemantauan air limbah yang keluar dari IPAL. Pada awalnya di dalam

kolam tersebut di isi ikan Nila dan tanaman Eceng gondok, namun ikan Nila

didalam kolam tersebut mati dan diganti dengan ikan lele. Secara teori ikan Nila

merupakan jenis ikan yang tidak dapat hidup di perairan yang kotor ataupun

tercemar, dengan kata lain ikan Nila meruapakan bioindikator yang baik untuk

perairan. Sedangkan ikan Lele merupakan ikan yang mampu hidup pada perairan

yang miskin oksigen dan perairan yang kualitas airnya kurang baik. Berdasarkan

pengamatan tersebut air limbah yang dihasilkan kurang baik.

Gambar 11. Kolam Pemantauan air limbah (21 Jan- 4 Feb 2010)

Pihak rumah sakit memeriksakan air limbah setiap tiga bulan sekali di

Laboratorium CITO, dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut dapat dilihat

kualitas air limbah berdasarkan tiga parameter yaitu parameter fisika, kimia dan

biologi.

18

Page 19: Laporan KP RS Banyumanik

(a) (b)

Gambar 12. Hasil pemeriksaan laboratorium, (a) BOD5 ,(b) COD

BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme

(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam

kondisi aerobik. BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh

populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap

masuknya bahan organik yang dapat diurai. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan

bahwa semakin banyak bahan pencemar organik yang ada di perairan. Semakin

banyak oksigen yang digunakan, sehingga mengakibatkan semakin kecil kadar

oksigen terlarut. Dengan kata lain jika BOD pada suatu perairan tinggi maka

perairan tersebut dikatakan tercemar. Faktor yang mempengaruhi kadar BOD

pada suatu perairan yaitu jenis limbah, suhu, dan pH. Selain itu jenis limbah akan

menentukan besar kecilnya BOD (Sugiharto,1987).

Dapat dilihat pada Gambar 12(a), bahwa setiap pemeriksaan BOD5 selalu

melampaui ambang batas yang telah ditentukan. Seperti yang telah disebutkan

diatas bahwa nilai BOD yang tinggi diakibatkan oleh bahan pencemar organik

yang terdapat di dalam air tersebut sehingga mikrobia pengurai bahan organik

menjadi banyak dan juga membutuhkan banyak oksigen. Apabila aerasi yang

diberikan buruk dapat mengakibatkan timbulnya bakteri anaerob sehingga dapat

menimbulkan bau yang tidak sedap.

19

Page 20: Laporan KP RS Banyumanik

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan

agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia

baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. COD

menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

Sama halnya dengan BOD, hasil pengukuran COD dari ketiga bulan

tersebut juga selalu melampaui ambang batas yang telah ditentukan (Gambar

12(b)). Tingginya nilai COD dapat disebabkan oleh reaksi kimia antara air dengan

deterjen yang digunakan dalam proses laundry di rumah sakit tersebut. Deterjen

menyebabkan kebutuhan oksigen untuk mengurai bahan kimia menjadi besar

(a) (b)

Gambar 13. Hasil pemeriksaan laboratorium, (a) TSS ,(b) Phosphat

Total Suspended solid (TSS) adalah padatan yang terkandung dalam air

dan bukan merupakan larutan, bahan ini dibedakan dari padatan terlarut dengan

jalan uji filtrasi laboratorium. TSS terdiri atas komponen settleable, floating dan

non-soluble (suspensi koloidal) serta mengandung senyawa organik. TSS yang

berlebihan dapat membahayakan ikan dan jasad akuatik lainnya melalui

penyelimutan insang dan terjadi reduksi radiasi matahari (Sugiharto, 1987). Hasil

pengujian laboratorium (Gambar 13(a)) menunjukkan bahwa pada bulan

September 2009, nilai TSS telah melebihi nilai ambang batas yang telah

ditentukan. Nilai TSS yang tinggi dikarenakan partikel padat yang terlarut di

dalam air cukup banyak. Nilai yang tinggi ini juga dapat di sebabkan karena

sistem pada IPAL yang berfungsi untuk penyaringan tidak berjalan dengan baik

20

Page 21: Laporan KP RS Banyumanik

sehingga partikel padat yang ada didalam air masih dapat larut dalam air dan ikut

terbuang ke lingkungan. Tingginya nilai TSS dapat dikarenakan tidak terurainya

partikel padatan yang ada di dalam air oleh mikrobia sehingga masih ada di dalam

air dan dapat masuk ke lingkungan

Gambar 13(b) menunjukkan nilai pengujian terhadap nilai phospat. Hasil

pengujian tersebut menunjukkan bahwa pada bulan Mei dan September 2009,

nilai Phospat didalam air limbah telah melebihi ambang batas. Phospat merupakan

zat yang biasa terdapat di dalam sabut cuci atau deterjen. Air yang berasal dari

proses laundry atau mencuci juga ikut masuk kedalam sistem IPAL. Nilai Phospat

melebihi ambang batas dapet disebabkan oleh tingginya intsitas aktifitas laundry

atau mencuci di rumah sakit ini ataupun mikrobia yang digunakan dalam

pengolahan limbah bekerja kurang optimal. Kurang optimalnya kerja dari

mikrobia dapat diarenakan kurangnya nutrisiuntuk mikrobia, jumlah mikrobia

yang kurang memadai dan mikrobia yang digunakan dalam pengolahan limbah ini

kurang tepat.

(a) (b)

Gambar 14. Hasil pemeriksaan laboratorium, (a) Suhu, (b) Amoniak Bebas

Gambar 14(a) memperlihatkan hasil pengukuran parameter fisika yaitu

suhu (oC) yang masih tergolong kedalam suhu yang normal dikarenakan hasil

pengukuran pada ketiga bulan tersebut tidak ada hasil yang melebihi ambang

batas. Panas tersebut dihasilkan oleh proses fermentasi yang terjadi dalam proses

pengolahan limbah oleh mikrobia khususnya bakteri asam laktat.

21

Page 22: Laporan KP RS Banyumanik

Histogram pada Gambar 14(b) memperlihatkan hasil pengujian amoniak

bebas yang terdapat di dalam air limbah. Semua pengujian menunjukkan hasil

yang melebihi ambang batas, namun hasil yang paling nyata dapat terlihat pada

pengujian bulan Februari 2009. Amoniak dapat berasal dari limbah yang berupa

feses dan makanan yang tidak termakan yang terlepas ke lingkungan perairan

(Barg, 1992). Selain dari feses, amoniak juga berasal dari urin yang dihasilkan

oleh manusia dan dibuang pada saluran pembuangan. Amoniak dan urea bersifat

asam. Amoniak yang masuk kedalam perairan akan menyebabkan kematian pada

organisme akuatik khususnya ikan. Ikan dapat mengalami kematian yang

diakibatkan oleh amoniak dikarenakan proses pengikatan oksigen yang dilakukan

oleh insang akan terganggu dan akan menyebabkan kematian ikan secara perlahan

(Effendi,2003)

Gambar 15. Hasil Pemeriksaan laboratorium, pH air limbah

Gambar 15. menunjukkan hasil pemeriksaan terhadap pH air limbah. pH

normal adalah pH yang berkisar antara 6 hingga 9. Hasil pemeriksaan terhadap air

limbah R.S. Banyumanik menunjukkan pH yang normal karena masih berada

pada kisaran yang normal.

22

Page 23: Laporan KP RS Banyumanik

Gambar 16. Hasil Pemeriksaan laboratorium, MPN (Most Probable Number) bakteri Colliform

Histogram pada Gambar 16 menunjukkan kandungan bakteri coliform

dalam air limbah. Amabang batas yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah

sebesar 5000 sel bakteri/100ml. Dilihat pada histogram, nilai tertinggi terdapat

pada bulan September 2009 yaitu sebesar 250 sel bakteri/100ml. Secara parameter

Biologi atau bekteriologi limbah di rumah sakit ini dapat dikatakan baik.

23

Page 24: Laporan KP RS Banyumanik

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan kerja prkatek yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan

bahwa R.S. Banyumanik telah memiliki manajemen pengolahan limbah, baik

yang berupa limbah padat ataupun cair. Rumah Sakit Banyumanik bekerja sama

dengan Rumah Sakit Sultan Agung dalam pengolahan limbah padat Infeksius

sedangkan limbah padat non-infeksius pada tempat pembuanagan sampah umum.

Limbah cair rumah sakit diolah dengan menggunakan Instlasi Pengolahan Air

Limbah (IPAL) yang sudah tersedia di rumah sakit tersebut. Berdasarkan hasil

pemeriksaan di Laboratorium terhadap air limbah yang meliputi parameter fisika,

kimia dan biologi tergolong buruk karena masih banyak yang melebihi ambang

batas dari Pemerintah Daerah Jawa Tengah.

B. Saran

Saran dari penulis adalah perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut

mengenai kualitas air limbah yang dikeluarkan oleh R.S. Banyumanik.

Dikarenakan limbah cair yang dikeluarkan oleh R.S. Banyumanik masih

tergolong buruk, maka perlu adanya upaya perbaikan atau perawatan terhadap alat

IPAL agar dapat bekerja lebih optimal. Temapat sampah yang diletakkan di

ruangan juga sebaiknya tidak menggangu kenyamanan dan kesehatan dari pasien.

Hewan bioindikator yang ada di kolam pemantauan sebaiknya diganti, karena ikan

lele bukan merupakan hewan bioindikator yang baik.

24

Page 25: Laporan KP RS Banyumanik

DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDAL. 2004. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah tentang Baku Mutu

Air Limbah. Semarang.

Barg, U.C. 1992. Guidelines for The Promotion of Environmental Management of

Coastal Aquacultute Development. FAO Fisheries Technical Paper

328. FAO, Rome/ 122pp.

Agustiani E, A. Slamet, dan D. Winarni. 1998. Penambahan PAC pada Proses

Lumpur Aktif untuk Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit. Laporan

penelitian, Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh

Nopember. Surabaya.

Colony, S. 2001. Hospital Waste Management at SMF. http://www.SMF-Hospital

waste management.htm.

Freeman, H.M. 1988. Standard Handbook of Hazardous Waste Treatment and

Disposal. United States. McGraw Hill Co. USA.

Giyatmi. 2003. Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Dokter Sardjito

Yogyakarta Terhadap Pencemaran Radioaktif. Pasca Sarjana

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Hammer, M.J., 1986. Water and Wastewater Technology. 2 ed. John Wiley and

Sons. New York.

Rao, A.V., and A.G. Bhole. 2001. A Low-Cost Tecnology for The Treatment of

Wastewater. Water Research Journal, pp. 38.

Reinhardt, P.A and J.G. Gordon. 1991. Infectious and Medical Waste

Management. Michigan. Lewis Publisher Inc.

Rustama, M. M., R. Safitri, dan I. Indrawati. 1998. Pemanfaatan Limbah Cair

Pabrik Tahu Sebagai Media Pertumbuhan Phytoplankton. Laporan

Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Padjajaran. Bandung.

Said, N. I. 1999 . Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit dengan Sistem

"Biofilter Anaerob-Aerob". Seminar Teknologi Pengelolaan

Limbah II: Prosiding, Jakarta.

Sugiarto, 1987. Dasar - Dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia

25

Page 26: Laporan KP RS Banyumanik

Suratmo, F.G. 1989. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada

Universiti Press. Yogyakarta

26

Page 27: Laporan KP RS Banyumanik

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Borang pengamatan Kerja Praktek 28

2. Surat keterangan pelaksanaan kerja praktek dari instansi 29

3. Data hasil pengujian limbah cair 30

4. Desain sistem IPAL 36

5. Denah Rumah Sakit Banyumanik 37

6. Denah jaringan limbah 38

27