laporan kkl 5 sb
DESCRIPTION
KKL 2014TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
Di era globalisasi dan pasar bebas saat ini setiap orang harus benar-benar
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu bersaing dan
bertahan di dalam kancah persaingan global (perekonomian), maka diperlukan
SDM yang berkompeten, berkualitas, terampil dan memahami serta menguasai
dunia kerja sesuai dengan bidangnya (spesialisasi). Sebagai orang yang
berkecimpungan di dunia pendidikan tentunya harus memahami dan
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah kelak dalam dunia kerja.
Sebagai mahasiswa generasi muda yang siap terjun dalam dunia kerja harus
dapat memahami berbagai persoalan tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, mahasiswa diharapkan mampu menerapkan
teori yan telah dipelajari di bangku kuliah dan dapat mengaplikasikan dalam dunia
kerja yang sesuai dengan ilmu yang di terima.
1.2 Maksud dan Tujuan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
Dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), ada beberapa
tujuan yang hendak dicapai, diantaranya:
1. Mahasiswa mendapatkan suatu ilmu yang tepat dan aplikatif untuk penerapan
mahasiswa dalam dunia konstruksi sekarang dan yang akan datang.
2. Membantu mahasiswa dalam memahami teori dan konsep yang akan dan
telah diperoleh di lingkungan akademik sesuai dengan program keahlian.
3. Memberi gambaran tentang aplikasi teori teknik sipil dalam dunia kerja.
4. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan mahasiswa dalam
manajemen organisasi dan dunia usaha sebagai calon kontraktor yang
professional dan kompetitif.
2
1.3 Manfaat Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
Manfaat Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) antara lain, yaitu:
1. Peserta Kuliah Kerja Lapangan (KKL) memiliki gambaran tentang dunia
kerja pada saat ini.
2. Peserta Kuliah Kerja Lapangan (KKL) memahami cara mengaplikasikan teori
teknik sipil yang didapatkan di lingkungan akademik dalam dunia kerja.
1.4 Waktu Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
Kunjungan industri Kuliah Kerja Lapangan (KKL) jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang dilaksanakan pada:
Hari : Senin -Rabu
Tanggal : 01 – 10 September 2014
Objek Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Proyek:
1. Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta.
2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Bandung.
3. Proyek Pembangunan Jembatan Shortcut Yeh Nusa, Bali.
1.5 Peserta Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
Peserta Kunjungan industri Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah
mahasiswa jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang yang
terdiri dari 3 konsentrasi, yaitu:
1. Konsentrasi Bangunan Gedung.
2. Konsentrasi Bangunan Air.
3. Konsentrasi Bangunan Transportasi.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan data dan informasi
dari hasil kunjungan industri di beberapa perusahaan dengan berbagai cara.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi sebagai acuan
penulis untuk menyusun laporan ini sebagai berikut:
3
1. Metode Ceramah
Metode ini digunakan untuk menerangkan masalah objek-objek atau proyek-
proyek yang dikunjungi secara umum sebagai perkenalan dan gambaran dari
kunjungan yang disampaikan langsung oleh pihak perusahaan yang
dikunjungi tersebut.
2. Metode Interview
Metode interview ini adalah wawancara langsung dengan karyawan dari
perusahaan yang dikunjungi. Metode ini dimanfaatkan oleh penulis untuk
mengembangkan data dan informasi yang telah diperoleh dari ceramah
sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan
tempat yang dikunjungi sehingga data dan informasi yang didapatkan
bertambah.
3. Metode Observasi
Dalam metode ini penulis mengadakan peninjauan secara langsung di
lapangan mengenai proyek yang dikunjungi, hal ini untuk mengetahui lebih
jelas tentang keterangan yang didapat sebelumnya yaitu dari hasil ceramah
dan wawancara langsung, sehingga memudahkan penyusun dalam
mengembangkan data dan informasi yang diperoleh menjadi lebih akurat,
4. Metode Dokumentasi
Dengan metode ini penyusun mendapatkan tambahan data dan informasi,
melalui brosur-brosur serta foto atau gambar yang berhubungan dengan
penulisan laporan ini.
1.7 Pembatasan Masalah
Dalam penyusunan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini banyak
lokasi proyek dan kunjungan ke perusahaan-perusahaan konstruksi yang
dilakukan. Dalam laporan ini penulis membahas secara keseluruhan kunjungan
mulai dari kunjungan ke Waduk Ir. H. Juanda Jatiluhur, Purwakarta, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Bandung dan Proyek Pembuatan
Jembatan Shortcut Yeh Nusa,Bali. Hal ini disesuaikan dengan jurusan penulis
4
yaitu Teknik Sipik yang mencakup tiga konsentrasi (Bangunan Gedung, Bangunan
Air dan Bangunan Transportasi).
5
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta II – Jatiluhur
Maksud dan tujuan Perum Jasa Tirta I sebagai pengelola air dan sumber-
sumber air, sesuai PP No.93/1999 tentang Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I
adalah :
1. Maksud didirikannya perusahaan adalah untuk menyelenggarakan
pemanfaatan umum atas air dan sumber-sumber air yang bermutu dan
memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, serta melaksanakan
tugas-tugas tertentu yang diberikan pemerintah dalam pengelolaaan daerah
aliran sungai, yang meliputi antara lain perlindungan, pengembangan dan
penggunaan air sungai dan/atau sumber-sumber air termasuk pemberian
informasi, rekomendasi, penyuluhan dan bimbingan.
2. Tujuan perusahaan adalah turut membangun ekonomi nasional dengan
berperan serta melaksanakan program pembangunan nasional di dalam
bidang pengelolaan air dan sumber-sumber air.
2.1.1 Sejarah Perusahaan
Pengembangan sumber daya air terpadu sungai-sungai di Jawa Barat bagian
Utara menjadi satu kesatuan hidrologis dengan Sungai Citarum sebagai sumber
utama. Bentuk pengelolaan waduk, PLTA dan jaringan pengairan Jatiluhur sejak
dibentuk tahun 1957 sampai dengan sekarang adalah :
1. Proyek Serbaguna Jatiluhur (1957 – 1967)
Pembangunan Proyek Nasional Serbaguna Jatiluhur yang meliputi
Bendungan Utama dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) serta sarana sistem
pengairannya dinyatakan selesai pada tahun 1967.
Proyek Serbaguna Jatiluhur merupakan Tahap I dari Pengembangan Sumber
daya Air di Wilayah Sungai Citarum dengan tujuan utama meningkatkan produksi
bahan pangan Nasional yaitu beras. Untuk mengenang jasa salah satu putra terbaik
6
bangsa indonesia bendungan dan PLTA Jatiluhur diresmikan dengan nama Ir. H.
Djuanda.
2. Perusahaan Negara /PN Jatiluhur (1967 – 1970)
Agar potensi yang timbul dengan selesainya proyek PLTA Jatiluhur dapat
diusahakan secara maksimal maka dibentuk Badan Usaha Negara dengan nama
Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 1967, tanggal 24 Juli 1967.
3. Perum "Otorita Jatiluhur" (1970 – 1998)
Sebagai Badan Usaha, pada waktu itu PN. Jatiluhur dalam usahanya harus
memupuk keuntungan. Penyediaan air untuk pertanian yang bersifat sosial
diusahakan secara komersial, sehingga pengelolaan sumber daya air menjadi tidak
harmonis dan tujuan utama proyek menjadi tidak tercapai. Agar pemanfaatan dan
pengembangan potensi-potensi yang timbul dilaksanakan secara efektif dan
efesien maka pengurusannya harus didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi yang
dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Dengan dasar tersebut maka
Pemerintah membentuk Perusahaan Umum dengan nama "Otorita Jatiluhur".
Dengan dibentuknya POJ, maka Badan-badan/Proyek-proyek dan Dinas-
dinas yang berada di wilayah pengembangannya dan yang tugas serta
kewajibannya menyangkut tujuan, tugas dan lapangan usaha POJ, dilebur kedalam
POJ. Badan-badan tersebut adalah Proyek Irigasi Jatiluhur (Dep. PU), Proyek
Pengairan Tersier Jatiluhur (Dep. Dagri), PN. Jatiluhur (Dep. Industri), Dinas PU
Jawa Barat-Wilayah Purwakarta (Propinsi Jawa Barat).
4. Perum Jasa Tirta II (1998 – sekarang)
Perum Otorita Jatiluhur dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 1970, kemudian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35
Tahun 1980 dan pada tahun 1990 disesuaikan lagi dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 42.
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Perusahaan Umum, maka POJ diubah dan disesuaikan dengan nama Perum Jasa
Tirta II (PJT II) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 1999. Sifat
7
usaha PJT II adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan
sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
2.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
Perum Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk
Perusahaan Umum (Perum) yang bergerak dibidang penyediaan air baku dan
listrik bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan perusahaan.
Visi Perusahaan adalah terwujudnya perusahaan yang terkemuka dan
berkualitas dalam pengelolaan air dan sumber air untuk memberikan pelayanan
dalam penyediaan air untuk berbagai kebutuhan dan sumbangan terhadap
ketahanan pangan nasional.
Untuk mewujudkan Visi Perusahaan di tetapkan di Misi, sebagai berikut :
a. Penyediaan air baku untuk air minum, listrik, pertanian, industri, pelabuhan,
penggelontoran dan kebutuhan lainnya.
b. Pembangkitan dan Penyaluran Listrik Tenaga Air
c. Pengembangan kepariwisataan dan pemanfaatan lahan.
d. Mempertahankan ketahanan pangan melalui penyediaan air pertanian dan
pengendalian bahaya banjir dengan upaya pelestarian perlindungan
lingkungan melalui pemberian informasi, rekomendasi, dan penyuluhan.
e. Memaksimalkan laba dan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip bisnis
untuk terjaminnya kelestarian aset negara dan kesinambungan pelayanan
kepada masyarakat.
8
2.1.3 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas
Gambar 2.1 : Struktur Organisasi Perusahaan
Sumber: Keputusan Direksi Perum Jasa Tirta I : Nomor: KP.015/UM/DU/2011
Tanggal : 20 Januari 2011
1. Dewan Pengawas
Sesuai dengan surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-94/MBU/2004
tanggal 16 September 2004 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Ketua dan
Anggota–Anggota Dewan Pengawas Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta I
adalah sebagai berikut :
1. Ketua : Ir. Budiman Arif
2. Anggota : Ir. Sutjahjono Soejitno
3. Anggota : Ir. Sri Hartati, M.Si
4. Anggota : Ir. Suyono Salamun, Ph.D
5. Anggota : Ir. Iwan Nursyirwan Diar, Dipl. HE
2. Direksi
Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No.
Kep.-265/MBU/2007 tanggal 8 Nopember 2007 tentang Pengangkatan Anggota-
Anggota Direksi Perum Jasa Tirta I adalah sebagai berikut :
9
1. Ir. Tjoek Walujo S, CES sebagai Direktur Utama
2. Ir. Harianto, Dipl. HE sebagai Direktur Perencanaan & Pengembang Teknik
3. Ir. Edhie Subagio, Dipl. HE sebagai Direktur Pengelolaan
4. Ir. Syamsul Bachri, Dipl. Ph sebagai Direktur SDM & Umum
5. Drs. Didih Hernawan, MM sebagai Direktur Keuangan
Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat
diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
2.1.4 Ruang Lingkup Usaha
Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta II mencakup 74 sungai dan anak-anak
sungainya yang menjadi satu kesatuan hidrologis di Jawa Barat bagian Utara.
Daerah kerja Perum Jasa Tirta II berada di Wilayah Sungai Citarum dan sebagian
Wilayah Sungai Ciliwung–Cisadane meliputi daerah seluas + 12.000 km2.
Wilayah pelayanan Perum Jasa Tirta II pada 2 (dua) Propinsi, yaitu : Propinsi
Jawa Barat dan DKI Jakarta yang mencakup sebagian Kotamadya Jakarta Timur,
Kotamadya dan Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Subang, sebagian Kabupaten Indramayu, sebagian Kabupaten
Sumedang, Kotamadya dan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, sebagian
Kabupaten Cianjur dan sebagian Kabupaten Bogor.
2.1.5 Data-Data Proyek
Adapun data bangunan waduk jatiluhur adalah sebagai berikut :
a. Data Umum Proyek
Nama Proyek : Bendungan Ir. H. Djuanda
Lokasi proyek : Berjarak ± 100 km tenggara Jakarta dan ± 60 km barat
Laut Bandung
b. Data Teknis Proyek
1. Bendungan Utama
Rockfill with inclined clay core
Tinggi 105 m
10
Panjang 1220 m
Elevasi puncak + 114,5 m
Volume Urugan 9,1 jt m3
2. Menara Pelimpah Utama
Tipe morning glory
Elevasi mercu + 107 m
Panjang pelimpah 151,5 m
Jendela 14 buah
Kapasitas maks 3000 m3/s di TMA +111,6 m
Memiliki 2 buah pintu/katup ‘hollowjet’ berkapasitas 270 m3/s untuk
suplesi irigasi.
3. Waduk
Volume tampungan 2,44 milyar m3 pada TMA + 107 m dengan luas
genangan 8300 ha. Daerah tangkapan keseluruhan seluas 4500 km2
sedangkan luas daerah tangkapan yang langsung ke waduk Ir. H. Djuanda
380 km2 (8%).
4. Bendungan Pelana
Berjumlah 4 buah dengan tipe Homogenous Earth fill dengan penutup
menggunakan batu andesit dan di beberapa tempat menggunakan
chimney Drain. Elevasi puncak bendungan pelana + 114,5 m.
Pasir gombong Barat (panjang 1950 m, tinggi maksimal 19 m)
Pasir gombong Timur (400 m, 15 m)
Ciganea (330 m, 12,5 m )
Ubrug (550 m, 17 m) dilengkapi dengan pelimpah bantu
5. Pelimpah Bantu Ubrug
Lantai pelimpah ± 102 m, pintu 4 buah, lebar 12,4 m, kapasitas
pelimpah 2000 m3/s.
2.2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (PUSLITBANG)
11
2.2.1 Profil Perusahaan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puslitbang Permukiman)
merupakan salah satu dari empat pusat litbang di bawah Badan Penelitian dan
Pengembangan Pekerjaan Umum, yang diarahkan untuk berperan the techno
structure atau scientific backbone dalam merumuskan kebijakan penyelenggaraan
infrastruktur di bidang permukiman.
Sebagai lembaga litbang, Pustlitbang Permukiman diharapkan mampu
menghasilkan teknologi permukiman yang inovatif, aplikatif dan bermanfaat
langsung bagi masyarakat melalui program-program litbang yang lebih diarahkan
pada litbang terapan (80%), sedangkan selebihnya merupakan sains murni (20%).
Sejak berdirinya pada tahun 1953 dengan nama Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan hingga saat ini, Puslitbang Permukiman telah banyak
menghasilkan produk litbang berupa teknologi tepat guna serta standar, pedoman
dan manual (SPM) bidang permukiman. Dengan produk teknologi terapan yang
memiliki pangsa pasar yang luas, memungkinkan lembaga ini juga berperan
sebagai katalisator penggerak dunia usaha industri konstruksi bidang permukiman
melalui pemanfaatan teknologi hasil litbang.
Untuk terus meningkatkan kemanfaatan sumber daya litbang dalam
menunjang penyelenggaraan infrastruktur permukiman, upaya-upaya peningkatan
terus dilakukan melalui program kegiatan yang dikembangkan dalam 3 (tiga)
kelompok utama, yaitu: Research and Development, Consulting service
dan Education. Dalam hal peningkatan kualitas litbang, upaya dilakukan melalui
pengembangan sumber daya manusia dan fasilitas pada balai-balai teknis dan
bidang-bidang penunjang.
Profil ini disusun untuk memberikan gambaran tentang organisasi, sumber
daya litbang, produk litbang dan jenis layanan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam rangka penyelenggaraan infrastruktur permukiman.
2.2.2 Sejarah Perusahaan
12
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman atau disingkat
PUSLITBANGKIM adalah salah satu dari empat institusi penelitian dan
pengembangan dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pekerjaan Umum. Sejarah PUSLITBANGKIM diawali dari :
1953 - 1975 Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan (LPMB)
1976 - 1984
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (DPMB) di
bawah Departemen Pekerjaan Umum
1985 - 1984
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman
(PUSLITBANGKIM) di bawah Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
2000
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Permukiman
(PUSLITBANGKIM)
di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Permukiman dan Pengembangan Wilayah
2001 - 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman
(PUSLITBANGKIM) di bawah Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah
2005 - sekarang
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman di bawah
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum.
PUSLITBANGKIM telah melakukan berbagai penelitian di bidang
permukiman, pengembangan teknologi bangunan, dan lingkungan permukiman,
standarisasi, pengujian, dan lain-lain. Berbagai produk keluaran
PUSLITBANGKIM telah banyak dimanfaatkan dalam pembangunan baik yang
dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat luas. Untuk meningkatkan
profesionalisme, PUSLITBANGKIM terus menjalin kerjasama dengan berbagai
pihak yang memiliki kepentingan sama seperti perguruan tinggi, organisasi-
organisasi penelitian dan pengembangan lainnya baik swasta maupun pemerintah
yang ada di dalam dan luar negeri.
13
Sebagai lembaga riset, Puslitbangkim juga berfungsi sebagai hubungan antar
jejaring keilmiahan internasional yaitu sebagai Regional Center for Community
Empowerment on Housing and Urban Development (RC-CEHUD) untuk kawasan
Asia Pasifik serta sebagai focal point Unesco - IPRED (International Platform for
Reducing Earthquake Disaster) untuk kawasan Asia Tenggara.
2.2.3 Tugas dan Fungsi
2.2.3.1 Tugas Pokok
Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang permukiman.
2.2.3.2 Fungsi
1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan strategi penelitian,
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
penyelidikan dan pengkajian di bidang permukiman.
2. Pelaksanaan penelitian, pengembangan, penerapan, serta pelayanan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta penyelidikan dan pengkajian di bidang
permukiman.
3. Penyiapan, perumusan, dan evaluasi standar, pedoman, dan manual di bidang
permukiman.
4. Pemantulan, evaluasi, dan pelaporan tugas penelitian, pengembangan
dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyelidikan dan
pengkajian di bidang permukiman.
5. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia dan sarana kelitbangan di
bidang permukiman.
6. Pelaksanaan administrasi meliputi ketatausahaan, keuangan, kerumah-
tanggaan, arsip dan dokumentasi, pengelolaan barang milik negara,
kepegawaian, organisasi dan tata laksana, kerja sama, serta komunikasi
dan informasi publik.
14
7. Pemberian dukungan yang di perlukan bagi penyelanggaraan perusahaan,
pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
8. Pelaksanaan tugas lainnya yang di berikan oleh Kepada Badan Litbang.
2.2.4 Visi dan Misi Perusahaan
2.2.4.1 Visi
Menjadi institusi litbang yang terdepan dalam menghasilkan teknologi dan
rumusan kebijakan permukiman yang Bermanfaat, Aplikatif, Inovatif dan
Kompetitif serta berwawasan lingkungan.
2.2.4.2 Misi
1. Menghasilkan teknologi dan rumusan kebijakan permukiman yang
bermanfaat, aplikatif, inovatif dan kompetitif serta berwawasan lingkungan.
2. Menyusun produk-produk Standar, Pedoman dan Manual bidang
Permukiman.
3. Memberikan advis teknis, pendampingan bantuan teknis terhadap rehabilitasi
insfrastruktur akibat bencana alam dan perkuatan laboratorium pengujian
daerah.
4. Memasyarakatkan hasil litbang permukiman.
15
2.2.5 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas
Gambar 2.2.5 Struktur Organisasi PUSLITBANG
1. Bagian Tata Usaha
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentamg Ortala
Departemen Pekerjaan Umum, Bagian tata usaha mempunyai tugas
melaksanakan urusan administrasi perkantoran, keuangan dan
perbendaharaan.
Sub Bagian Tata Usaha, meliputi:
1. Sub Bagian Keuangan.
2. Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
2. Bidang Sumber Daya Kelitbangan
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Orala Departemen
Pekerjaan Umum, Bidang Pengembangan Keahlian dan Sarana Kelitbangan
melaksanakan perencanaan dan pengembangan keahlian, pengelolaan jabatan
16
fungsional dan sumber daya manusia litbang serta pengembangan sarana
kelitbangan.
Sub Bidang Pengembangan Keahlian dan Sarana Kelitbangan, meliputi:
1. Sub Bidang Pengembangan Keahlian.
2. Sub Bidang Pengembangan Sarana.
3. Bidang Program dan Kerjasama
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 01No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala
Departemen Pekerjaan Umum, Bidang Program dan Kerjasama melakukan
penyusunan rencana strategis dan program tahunan, monitoring dan evaluasi
serta pengembangan kerjasama dan kemitraan hasil litbang bidang
permukiman.
Sub Bidang Program dan Kerjasama, meliputi:
1. Sub Bidang Program dan Evaluasi.
2. Sub Bidang Kerjasama.
4. Bidang Standar dan Diseminasi
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala
Departemen Pekerjaan Umum, Bidang Standar dan Diseminasi melaksanakan
koordinasi perumusan standar, fasilitas dan evaluasi penerapan standar,
melaksanakan diseminasi dan informasi serta pelayanan advis teknis bidang
permukiman.
Sub Bidang Standar dan Diseminasi, meliputi:
1. Sub Bidang Standar
2. Sub Bidang Diseminasi
5. Balai Perumahan dan Lingkungan
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala
Departemen Pekerjaan Umum, Balai Tata Ruang Bangunan dan Kawasan
mempunyai tugas melaksanakan perencanaan teknis, pelaksanaan penelitian
dan pengembangan, penunjangan ilmiah, layanan pengujian laboratorium dan
17
lapangan, serta pemberian saran teknis teknologi tata ruang, bangunan dan
kawasan.
Fasilitas Laboratorium, meliputi:
1. Studio Sistem Informasi Geografi.
2. Studio Masa Ruang.
3. Studio Komputasi.
6. Balai Struktur dan Konstruksi Bangungan
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala
Departemen Pekerjaan Umum, Balai Struktur dan Konstruksi Bangunan
memiliki tugas melaksanakan perencanaan teknis, pelaksanaan penelitian dan
pengembangan, penunjang ilmiah, layanan pengujian laboratorium dan
lapangan serta pemberian saran teknis teknologi struktur dan konstruksi
bangunan.
Fasilitas Laboratorium, meliputi:
1. Laboratorium mekanika tanah.
2. Laboratorium rekayasa gempa.
3. Laboratorium pengujian struktur.
4. Workshop.
7. Balai Tata Bangunan
Tugas Pokok:
Koordinasi advis teknis, pelayanan teknis, dan fasilitasi litbang policy
analysis lingkup tata bangunan (keselamatan, kehandalan, dan kenyamanan).
Fungsi:
1. Pelaksanaan pengembangan.
2. Perekayaan dan difusi teknologi.
3. Pelaksanaan pelayanan teknis meliputi pengujian dan pengkajian.
4. Pelaksanaan alih teknologi.
5. Penyiapan standar, pedoman manual.
6. Penyelenggaraan laboratorium serta sertifikasi.
7. Evaluasi dan pelaporan.
18
Fasilitas:
1. Laboratorium Kenyamanan Bangunan Gedung.
2. Laboratorium Konservasi Energi.
3. Laboratorium Uji perambatan udara.
8. Balai Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Tugas Pokok:
Balai Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PermukimanBerdasarkan
Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala Departemen PU, tugas pokok
Balai Lingkungan Permukiman (BLP) adalah melakukan survei, investigasi,
pengumpulan dan pengolahan data, penyusunan program, penyiapan dan
pemeliharaan laboratorium dan lapangan, penyiapan pelaksanaan teknis serta
pendayagunaan tugas fungsional dan penyusunan laporan.
Fasilitas Laboratorium:
1. Laboratorium Uji Kualitas Air, Kualitas Sampah, dan Kualitas Udara
(terakreditasi oleh Komisi Akreditasi Nasional (KAN) No. LP-299-IDN
tanggal 24 April 2005 sesuai persyaratan ISO/IEC 17025-2005).
Alamat : Jl. Panyawungan Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung, Tel:
022-7798393 Fax: 022-7798392.
2. Laboratorium Uji Mutu Pipa PVC, Pipa PE, PIPA HDPE, dan
Laboratorium Uji Mutu Meter Air (terkreditasi oleh Komisi Akreditasi
Nasional (KAN) No. LP-299-IDN tanggal 24 April 2005 sesuai
persyaratan ISO/IEC 17025-2005).
Alamat : Jl. Turangga No. 7 Bandung, Tel: 022-7304168.
3. Lembaga Inspeksi Instalasi Pengolahan Air (terakreditasi Komisi
akreditasi Nasional (KAN) No. LI-035-IDN, tanggal 1 Agustus 2008,
sesuai dengan persyaratan ISO/IEC 17020-1998, tipe A).
Alamat : Jl. Panyawungan Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung, Tel:
022-7798393 Fax: 022-7798392.
9. Balai Bahan Bangunan
Tugas Pokok:
19
Berdasarkan Permen PU No 555/PRT/M/2005 tentang Ortala Departemen
PU, tugas pokok Balai Bahan Bangunan (BBB) adalah melaksanakan
penelitian, pengkajian dan pengujian di bidang bahan bangunan.
Fasilitas Laboratorium:
1. Laboratorium semen, kapur, dan pozolan.
2. Laboratorium bahan dan agregat.
3. Laboratorium kayu, bamboo dan papan buatan.
4. Peralatan uji lapangan.
10. Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional – Denpasar
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 9/PRT/M/2007 Balai Pengembangan Teknologi
Perumahan Tradisional Denpasar mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan teknis, pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penunjangan
ilmiah, layanan pengujian laboratorium dan lapangan, serta pemberian saran
teknis teknologi bidang perumahan tradisional di kawasan Bali, Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Fasilitas Laboratorium:
1. Laboratorium rekayasa bahan bangunan lokal.
2. Studio Arsitektur Tradisional.
3. Laboratorium lapangan model bangunan dan kawasan tradisional (Bali,
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).
4. Warung Informasi Teknologi (Warintek) mobil.
5. Pusat Informasi Standar & Teknologi bidang permukiman di daerah
(Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).
11. Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional - Makassar
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 9/PRT/M/2007 Balai Pengembangan Teknologi
Perumahan Tradisional Makassar mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan teknis, pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penunjangan
ilmiah, layanan pengujian laboratorium dan lapangan serta pemberian saran
20
tenis teknologi bidang perumahan tradisional di Sulawesi, Maluku, dan
Papua.
Fasilitas Laboratorium:
1. Laboratorium rekayasa bahan bangunan lokal.
2. Studio Arsitektur Tradisional.
3. Laboratorium lapangan model bangunan dan kawasan tradisional
(Sulawesi, Maluku, dan Papua).
4. Warung Informasi Teknologi (Warintek) mobil.
5. Pusat Informasi Standar & Teknologi bidang permukiman di daerah
(Sulawesi, Maluku, dan Papua).
12. Loka Teknologi Perumahan – Medan
Berdasarkan Permen PU No 13/PRT/M/2007 Loka Teknologi Permukiman
Medan mempunyai tugas melakukan pengujian, percobaan produksi, dan
pengembangan teknologi struktur bangunan, bahan bangunan, lingkungan
permukiman dan sebagai pusat informasi hasil penelitian dan pengembangan
teknologi permukiman di daerah serta melaksanakan urusan tata usaha dan
rumah tangga loka dan urusan pelayanan teknis pengujian.
13. Loka Teknologi Perumahan – Cilacap
Tugas Pokok:
Berdasarkan Permen PU No 13/PRT/M/2007 Loka Teknologi Perumahan
Cilacap mempunyai tugas melakukan pengujian, percobaan produksi, dan
pengembangan teknologi struktur bangunan, bahan bangunan, lingkungan
permukiman dan sebagai pusat informasi hasil penelitian dan pengembangan
teknologi permukiman di daerah serta melaksanakan urusan tata usaha dan
rumah tangga loka dan urusan pelayanan teknis pengujian.
2.2.6 Ruang Lingkup Usaha
Melaksanakan penelitian dan mpengembangan serta penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang permukiman. Melakukan berbagai penelitian
di bidang permukiman, pemgembangan teknologi bangunan dan lingkungan
permukiman, standarisasi, pengujian dan lain-lain.
21
BAB III
TINJAUAN KHUUS
3.1 Waduk Jatiluhur
3.1.1 Latar Belakang Pembangunan Waduk Jatiluhur
Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta,
Provinsi Jawa Barat (± 9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan Jatiluhur
adalah bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh
pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha.
Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis,
dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3 / tahun dan merupakan
waduk serbaguna pertama di Indonesia.
Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang
187 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun,
dikelola oleh Perum Jasa Tirta II. Selain dari itu Waduk Jatiluhur memiliki fungsi
penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku
air minum, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum
Jasa Trita II. Waduk Jatiluhur dapat dilihat pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Bendungan Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta
Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia,
kawasan Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel
22
dan bungalow, bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam
renang dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air,
playground dan fasilitas lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya
mendayung, selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating dan lainnya.
Bendungan Jatiluhur berjarak kurang lebih 100 km arah Tenggara Jakarta,
yang dapat dicapai melalui jalan tol Jakarta Cikampek dan jalan tol Cipularang
(ruas Cikampek – Jatiluhur), dan 60 km arah Barat Laut Bandung, yang dapat
dicapai melalui jalan tol Cipularang (ruas Bandung – Jatiluhur). Dari kota
Purwakarta sekitar 7 km arah barat. Berdasarkan koordinat geografis, posisi tubuh
bendungan Jatiluhur berada pada 6o31’ lintang Selatan dan 107o23’ Bujur Timur.
Kotak merah pada gambar kiri menunjukkan posisi bendungan Jatiluhur pada
peta.
Bendungan Jatiluhur merupakan bendungan terbesar di Indonesia,
membendung aliran Sungai Citarum di Kecamatan Jatiluhur – Kabupaten
Purwakarta–Provinsi Jawa Barat, membentuk waduk dengan genangan seluas ± 83
km2 dan keliling waduk 150 km pada elevasi muka air normal +107 m di atas
permukaan laut (dpl). Gambar 3.1.1.b adalah denah area Waduk Jatiluhur
sebelum dan sesudah penggenangan. Luas daerah tangkapan bendungan Jatiluhur
adalah 4.500 km2. Sedangkan luas daerah tangkapan yang langsung ke waduk
setelah dibangun bendungan Saguling dan Cirata di hulunya menjadi tinggal 380
km2, yang merupakan 8% dari keseluruhan daerah tangkapan. Daerah tangkapan
(upper Citarum) meliputi wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung
Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten
Purwakarta. Pada awalnya dirancang memiliki kapasitas tampungan 3 milyar m3,
namun saat ini tinggal 2,44 milyar m3 (hasil pengukuran batimetri tahun 2000)
akibat sedimentasi. Namun demikian setelah dibangun Bendungan Saguling dan
Cirata di atasnya, laju sedimentasi semakin menurun. Bendungan Jatiluhur
merupakan bendungan multiguna, dengan fungsi sebagai pembangkit listrik
dengan kapasitas terpasang 187,5 MW, pengendalian banjir di Kabupaten
Karawang dan Bekasi, irigasi untuk 242.000 ha, pasokan air untuk rumah tangga,
industri dan penggelontoran kota, pasokan air untuk budidaya perikanan air payau
23
sepanjang pantai utara Jawa Barat seluas 20.000 ha, dan pariwisata. Bendungan ini
mulai dibangun pada tahun 1957 ditandai dengan peletakan batu pertama
pembangunan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Tanggal 19 September 1965
merupakan kunjungan terakhir Ir. Soekarno ke Bendungan Jatiluhur, yakni sebelas
hari sebelum pecahnya peristiwa G/30 S PKI. Pada kesempatan tersebut sempat
dilaksanakan Sidang Kabinet Dwikora.
Gambar 3.2 Denah Area Bendungan Ir. H. Djuanda Sebelum Penggenangan
Gambar 3.3 Citra Satelit Waduk Jatiluhur
Peresmian dilakukan oleh Presiden RI Kedua Jenderal Soeharto pada
tanggal 26 Agustus 1967. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan
bendungan Ir. H. Djuanda hingga selesai adalah US$ 230 juta. Biaya ini meliputi
biaya dalam bentuk dolar dan rupiah.
24
Gambar 3.4 Peresmian Konstruksi bendungan Jatiluhur
(Sumber: menyimak bendungan di Indonesia (1910 – 2006) KNI-BB, Yayasan
Kilas Teknologi Konstruksi Indonesia)
Gambar 3.5 Kunjungan terakhir Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno, ke
bendungan Jatiluhur
25
Gambar 3.6 Pegawai dan masyarakat menyambut kedatangan Presiden Pertama
RI, Ir. Soekarno
Gambar 3.7 Peresmian bendungan Jatiluhur
Terlihat dalam gambar, Ibu Tien Soeharto sedang melakukan pengguntingan
pita sebagai tanda diresmikannya bendungan Jatiluhur.
Gambar 3.8 Ir. H. Djuanda
Untuk mengenang jasa Ir. H. Djuanda (nama lengkap Ir. H. R. Djoeanda
Kartawidjaja) dalam memperjuangkan pembiayaan pembangunan bendungan
Jatiluhur, bendungan ini dinamakan secara resmi bendungan Ir. H. Djuanda.
Beliau adalah Perdana Menteri RI terakhir dan memimpin kabinet Karya (1957 –
1959). Ir H Djuanda Kartawidjaja, lulusan Technische Hogeschool (Sekolah
Tinggi Teknik) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB), yang sebelumnya
pernah menjabat menteri di antaranya Menteri Perhubungan, Pengairan,
26
Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beliau bersama-sama dengan Ir.
Sedijatmo dengan gigih memperjuangkan terwujudnya proyek Jatiluhur di
Pemerintah Indonesia dan forum internasional. Pada kunjungan terakhirnya Ir.
Soekarno menyampaikan perintah untuk menyelesaikan pembangunan bendungan
Jatiluhur pada akhir April 1966, namun tidak terlaksana karena pemberontakkan
G/30 S PKI.
Gambar 3.9 Kunjungan Wakil Presiden Drs. Moch. Hatta di bendungan Jatiluhur
tanggal 25 September 1956
3.1.2 Sungai Citarum
Sebagai sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat, mengalir sepanjang
lebih kurang 270 km dari mata air di Gunung Wayang di Kabupaten Bandung,
sampai muaranya di Laut Jawa dengan melalui Kabupaten Bandung, Kabupaten
Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, membagi daerah
administrasi Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi dari Kedung Gede ke
hilir dan berakhir dari Muara Gembong sebagai muara Sungai Citarum ke Laut
Jawa. Sungai Citarum memiliki volume aliran tahunan rata-rata 5,5 milyar m3,
luas DAS 6.600 km2. Memiliki tinggi curah hujan tahunan rata-rata 2.353 mm,
dengan 80% hujan jatuh pada bulan November–Mei.
Sungai Citarum dengan beberapa sungai lainnya di Jawa Barat bagian utara,
yaitu: Ciherang, Cilamaya, Cijengkol, Ciasem, Cigadung, Cipunegara, dan
Cilalanang membentuk suatu wilayah hidrologis yang terintegrasi, dengan satuan
27
hidrologis seluas 1.100.000 ha. Gambar di bawah ini adalah mata air Pangsiraman,
yakni salah satu dari tujuh mata air Sungai Citarum yang berada di Gunung
Wayang–Ciwidey. Nama keenam mata air Sungai Citarum lainnya adalah
Cikahuripan, Cikawedukan, Cisanti, Cikaloberes, Cisadane/Cihaliwung dan
Cikadugalan/Cipaedah. Ketujuh mata air ini berada pada area Situ Cisanti yang
memiliki ketinggian +2.180 m dpl.
Gambar 3.10 Mata Air Pangsiraman
Gambar di bawah ini adalah foto udara Muara Gembong, yakni salah satu
dari tiga muara Sungai Citarum yang berada di Kabupaten Bekasi. Dua muara
lainnya adalah Muara Karawang dan Muara Bungin yang berada di Kabupaten
Karawang.
Gambar 3.11 Muara Gembong
28
Gambar 3.12 Peta DAS Citarum dan interkoneksinya
Pada tahun 1984 dan 1987 beroperasi 2 buah bendungan besar di hulu
bendungan Ir. H. Djuanda, yakni bendungan Saguling dan Bendungan Cirata.
Dengan dibangunnya kedua bendungan tersebut, kapasitas tampungan keseluruhan
menjadi sama dengan aliran tahunan Sungai Citarum.
3.1.3 Gagasan Pembangunan Waduk Jatiluhur
Gagasan pembangunan bendungan di Sungai Citarum sudah dimulai pada
abad ke-19 oleh para ahli pengairan pada waktu itu dengan telah dilakukannya
survey awal antara lain survey topografi dan hidrologi. Bahkan pengukuran debit
Sungai Citarum untuk keperluan bendungan dan irigasi telah di mulai pada tahun
1888.
Gagasan pembangunan tersebut kemudian dikembangkan dan
disempurnakan oleh Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein, seorang ahli pengairan
Belanda pada tahun 1930. Gagasan ini untuk pertama kali dipresentasikan pada
pertemuan tahunan Persatuan Insinyur Kerajaan Belanda (Koninklijk Instituut van
Ingenieurs atau KIVI) tanggal 18 Desember 1948 di Jakarta dengan judul “Een
Federaal Welvaartsplan voor het Westelijk Gedeelte van Java”. Ketika itu, Prof.
Ir. W.J. van Blommestein, Kepala Perencanaan Jawatan Pengairan Belanda, sudah
melakukan survey secara lebih rinci untuk membuat rencana pembangunan tiga
waduk besar di sepanjang aliran sungai Citarum; Saguling (sebelumnya
29
dinamakan Waduk Tarum oleh Prof. Ir. W.J. van Blommestein), Cirata dan
Jatiluhur.
Selanjutnya Prof. W.J. van Blommestein sampai kepada sebuah gagasan
dimana selain potensi tiga waduk di Sungai Citarum, juga ada potensi
pengembangan antar Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk sungai-sungai di Pulau
Jawa, yang dikenal dalam tulisannya berjudul “A Development Project for the
Island of Java and Madura” pada Agustus 1979. Gagasannya waktu itu adalah
Jatiluhur hanya dikembangkan untuk kepentingan irigasi dan pembangunan kanal
untuk transportasi air dari Anyer sampai Surabaya melewati Solo.
Gagasan Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein kemudian dikaji ulang oleh Ir.
Van Scravendijk tahun 1955 dengan tulisan berjudul “Integrated Water Resources
Development in Citarum River Basin” (240,000 ha sawah). Gagasan ini kemudian
dilengkapi oleh Ir. Abdullah Angudi tahun 1960 melalui nota pengelolaan
sehingga menjadi rencana induk pengembangan proyek serbaguna Jatiluhur.
Gagasan untuk membangun sebuah bendungan di aliran sungai Citarum
dirintis kembali pada era tahun 1950-an. Ir. Agus Prawiranata sebagai Kepala
Jawatan Irigasi waktu itu mulai memikirkan pengembangan jaringan irigasi untuk
mengantisipasi kecukupan beras dalam negeri. Ketika itu, Indonesia sudah
menjadi negara pengimpor beras terbesar dunia. Namun untuk membangun
bendungan dengan skala besar, ketika itu masih menjadi bahan tertawaan, karena
Pemerintah RI belum punya uang.
Lalu ide ini dibahas bersama Ir. Sedyatmo, yang ketika itu menjabat sebagai
Kepala Direksi Konstruksi Badan Pembangkit Listrik Negara, Direktorat Jenderal
Ketenagaan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. Kebetulan waktu
itu PLN punya anggaran dan memang sedang berupaya mencari pengganti sumber
daya listrik yang masih menggunakan minyak, karena memang mahal. Lalu, Ir.
Sediyatmo menugaskan Ir. P.C. Harjosudirdjo (sekarang; Prof. DR. Ir. P.K.
Haryasudirja) ketika itu sebagai Asisten Kepala Direksi Konstruksi PLN, untuk
merancang bendungan Jatiluhur ini.
Sebelum pembangunan bendungan Jatiluhur, bagian utara Provinsi Jawa
Barat telah dibangun beberapa prasarana sumber daya air, seperti Bendung
30
Walahar, Pundong, Salamdarma, Barugbug dan sebagainya. Namun masing-
masing prasarana sumber daya air tersebut belum terintegrasi dan sebagaimana
fungsi bendung, tidak dapat menampung air dimusim hujan sehingga pada musim
hujan selalu banjir dan kekeringan pada musim kemarau. Intensitas tanam (crop
intensity) hanya 1, yakni 1 kali tanam setahun. Kemudian daerah pertanian
tersebut sebagian besar dikuasai para tuan tanah, dan petani sebagian besar adalah
penggarap yang tidak memiliki tanah.
Hal penting yang juga menjadi pertimbangan saat itu, menurut Prof. DR. Ir.
P.K. Haryasudilja, ketika itu sebagai asisten urusan Jatiluhur yang menangani
urusan perencanaan maupun pelaksanaan pembangunannya, adalah pertimbangan
suplai air ke Jakarta. Ketika itu pelabuhan Tanjung Priok tak pernah disinggahi
kapal-kapal asing, karena tidak cukup air untuk perbekalan kapal. Sehingga
kegiatan ekspor-impor dari Tanjung Priok tersendat. Haryasudirja yang membuat
spesifikasi bendungan Jatiluhur, mengaku meniru gaya bendungan terbesar di
dunia, yaitu bendungan Aswan di Mesir. Menggunakan konsultan dari Perancis
yang sudah berpengalaman dalam membangun bendungan besar.
3.1.4 Masa Pembangunan Waduk Jatiluhur
Masa pembangunan proyek Jatiluhur juga unik, sebab sempat mengalami
sembilan kali pergantian kabinet dari Kabinet Karya Tahun 1957 sampai Kabinet
Ampera Tahun 1967.
Menteri-menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga pada masa pembangunan
bendungan Jatiluhur adalah Ir. Pangeran Mohamad Noor, Ir. Sardjono
Dipokusumo, Mayjen D. Suprayogi, dan Dr. Ir. Sutami. Pada tahun 1965 Menteri
PUT dalam kompartemen Pembangunan Mayjen D. Suprayogi membawahi 6
kementerian yaitu: Kementerian Listrik dan Tenaga Ir. Setiadi Reksoprodjo,
Menteri Pengairan Dasar Ir. Petrus Kanisius Hardjosudirdjo, Menteri Binamarga
Mayjen Hartawan Wirjodiprodjo, Menteri Ciptakarya dan Konstruksi David
Cheng, Menteri trans Sumatera Ir. Bratanata dan Menteri Negara diperbantukan
pada Menteri Koordinator Pekerjaan Umum dan Tenaga Ir. Sutami.
31
Hal yang perlu dicatat dari periode pembangunan ini adalah Perancis tidak
pernah menyelesaikan pembangunan bendungan Jatiluhur. Pada tanggal 15
Oktober 1965, yakni 15 hari setelah pecah G 30 S PKI, para tenaga ahli asing
kembali ke negaranya. Pada saat itu sebagian konstruksi menara pelimpah utama
bagian atas belum selesai dan bendungan Pelana Pasirgombong Barat dan Timur
sama sekali belum dibuat. Penyelesaian pekerjaan yang tersisa tersebut
dilaksanakan secara swakelola oleh tenaga ahli dari Indonesia dengan
memanfaatkan peralatan yang ditinggalkan.
Namun demikian pada saat peresmian bendungan Jatiluhur oleh Presiden
Soeharto, pekerjaan masih belum selesai seratus persen. Pelimpah pembantu
(auxiliary) yang berada di tumpuan kiri bendungan Pelana Ubrug belum sesuai
dengan rencana awalnya, yakni penggunaan pintu radial pada kedua jendelanya.
Hal ini disebabkan biaya untuk penyelesaian tidak tersedia lagi.
Agar bendungan Jatiluhur dapat beroperasi sesuai rencana, pada keempat
jendela pelimpah pembantu Ubrug dibuat beton lunak lengkung yang puncaknya
mencapai elevasi +111,6 m, yakni elevasi banjir maksimum. Pelimpah pembantu
Ubrug dioperasikan dengan cara meledakkan beton lunak lengkung. Namun
demikian selama operasi bendungan Jatiluhur, pelimpah pembantu tersebut belum
pernah dioperasikan.
Berikut adalah tenaga ahli/insinyur periode awal pembangunan bendungan
Jatiluhur :
Ir. Patti (tidak sampai selesai)
Ir. Masduki Umar
Ir. Ahmad Musa
Ir. Donardi Senosarto
Ir. Sutopo
Ir. Sudarjo
Ir. Asban Basiran (saat ini masih membantu Direksi PJT II sebagai tenaga
senior di bidang bendungan)
Ir. Samsiar
32
3.1.5 Demografi Daerah Genangan
Genangan yang terjadi akibat pembangunan bendungan Jatiluhur
menenggelamkan 14 Desa dengan penduduk berjumlah 5.002 orang. Penduduk
tersebut kemudian sebagian dipindahkan ke daerah sekitar bendungan dan
sebagian lainnya pindah ke Kabupaten Karawang. Sebagian besar penduduk
waktu itu bekerja sebagai petani.
3.1.6 Produksi Listrik
Produksi listrik pertama dimulai pada tahun 1965 dan disalurkan ke
Bandung melalui Saluran udara tegangan tinggi 150 kV milik PLN. Penyaluran ke
Jakarta baru dilakukan pada tahun 1966. PLTA unit VI baru dipasang oleh PT.
PLN Pikitdro Jabar antara tahun 1979 – 1981 dengan kapasitas 32 MW.
3.1.7 Instrumen Keselamatan Bendungan
Dalam rangka keselamatan bendungan Ir. H. Djuanda, telah dipasang
instrumen yang berfungsi untuk memantau, yaitu :
1. Pergerakan
Pergerakan eksternal menggunakan peralatan topografi, pergerakan internal
menggunakan inclinometer. Pemantuan dilakukan secara bulanan.
2. Tekanan Air Pori
Tekanan air pori menggunakan piezometer dilakukan secara bulanan.
3. Rembesan / Bocoran
Pemantauan rembesan/bocoran menggunakan alat ukur V-notch, gelas ukur
dan stopwatch dilakukan secara harian.
4. Getaran
Pemantauan getaran ini secara khusus dimaksudkan untuk mengukur getaran
akibat gempa. Alat yang digunakan adalah Accelerograph berjumlah 2 buah,
dipuncak dan dibawah bendungan.
5. Klomatologi dan Hidrologi
Pencatatan dan klimatologi dan hidrologi dilakukan secara khusus untuk
operasi waduk, namun data tersebut berguna juga untuk mendapatkan korelasi
33
dengan data instrumen lain terkait dengan keselamatan bendungan. Peralatan
yang dimiliki : AWLR, ARR, dan Evaporasi.
3.2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman
3.2.1 Latar belakang
Kinerja prasarana dan sarana permukiman ditentukan oleh kualitas fisik
bangunan, baik bangunan gedung maupun lingkungan permukiman. Proses
perencanaan yang baik dan konstruksi yang benar, berpengaruh pada kinerja dan
masa pakainya. Disamping faktor pemanfaatan dan pemeliharaan, kriteria dasar
dalam penentuan kualitas bangunan prasarana dan sarana permukiman adalah
ketentuan atau syarat yang harus dipenuhi dalam perencanaan dan pembangunan
seperti yang disyaratkan dalam Standar Pedoman dan Manual (SPM).
Berdasarkan data kebutuhan teknologi permukiman yang dilakukan Pusat
Penelitian dan Pengembangan Permukiman sebagai salah satu lembaga yang
menghasilkan teknologi dan SPM bidang permukiman telah melakukan advis
teknik ke beberapa daerah dan telah menginventarisir masalah-masalah aktual
yang dihadapi oleh daerah terutama daerah rawan bencana (misalnya : banjir,
gempa dan kebakaran).
Advis teknik adalah suatu kegiatan pemberian informasi teknis dalam
membantu permerintah pusat maupun daerah untuk mengatasi masalah-masalah
teknis dalam bidang perumahan dan permukiman. Untuk itu perlu tindak lanjut
yang mengarah pada upaya yang bersifat mencarikan alternatif solusi yang
pragmatis melalui pemberian advis teknik berdasarkan SPM serta meningkatkan
kualitas prasarana dan sarana bidang permukiman. Selama ini pelaksanaan advis
teknik berdasarkan pada permasalahan sarana dan prasarana bidang perumahan
dan permukiman baik di pusat maupun daerah yang kami dapat dari informasi
dan rekomendasi Departemen Pekerjaan Umum (Badan Litbang dan Hasil
Konreg PU) serta kebutuhan/permintaan dari pemerintah daerah setempat.
Advis teknik dilakukan secara kontinyu dengan asumsi sebagai berikut :
34
1. Masih belum optimalnya kinerja prasarana dan sarana permukiman yang telah
dibangun, yang disebabkan oleh perencanaan, pembangunan dan
pemeliharaannya belum menerapkan SPM secara benar
2. Teknologi hasil Litbang Bidang Permukiman belum banyak diaplikasikan di
masyarakat.
3. Berdasarkan laporan akhir kegiatan “Aplikasi SPM dalam Pembangunan
Infrastruktur Perumahan dan Permukiman” bahwa 30,6 - 60,5 % responden
menyatakan kurang diterapkannya SPM/SNI disebabkan kekurang jelasan
materi.
3.2.2 Ruang Lingkup Pekerjaan
PUSLITBANG Permukiman ini dibantu oleh beberapa bidang yang
mempunyai tugas dan kegiatan masing-masing yang sesuai dengan bidangnya
masing-masing antara lain sebagai berikut.
A. Bagian tata usaha
Di Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahanada bagian yang
mengurus masalah administrasi perkantoran yaitu bagian tata usaha yang
mempunyai tugas melaksanakan urusan administrasi perkantoran keuangan
dan perbendaharaan. Dimana bagian tata usaha ini mempunyai kegiatan
sebagai berikut:
1. Melaksanakan urusan perbendaharaan, pengelolaan, keuangan dan
pelaksanaan pembiayaan, sertivikasi dan akuntansi termasuk PNPB.
2. Melakukan urusan tata usaha perkantoran, IKMN, pemeliharaan gedung
dan rumah tangga.
B. Bagian program kerja sama
Bidang ini telah banyak kerja sama baik dengan pihak luar negeri,
pemerintah daerah maupun swasta yang mana bidang ini mempunyai tugas
yaitu menyusun rencana strategi dan program tahunan, monitoring dan
evaluasi serta pengembangan kerja sama dan pemeliharaan kemitraan hasil
litbang bidang permukiman. Bidang program kerja sama mempunyai kegiatan
sebagai berikut:
35
1. Penyusunan program kegiatan litbang, kerjasama ilmiah, korporatisasi
dan kemitraan.
2. Penyusunan anggaran kegiatan.
3. Pemantauan pelaksanaan kegiatan.
C. Bidang pengembangan keahlian dan sarana kelitbangan
Bidang pengembangan keahlian dan sarana kelitbangan mempunyai
tugas pokok yaitu melaksanakan perencanaan dan pengembangan keahlian,
pengelolaan jabatan fungsional dan sumber daya manusia litbang serta dan
pengembangan sarana kelitbangan. Bidang pengembangan keahlian dan
sarana kelitbangan juga mempunyai kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan perencanaan program, kebutuhan pendidikan dan pelatihan
jabatan fungsional, fasilitasi HAKI.
2. Monitoring dan evaluasi jabatan fungsional, fasilitasi penambahan angka
kredit.
3. Membantu pengelolaan sumber daya manusia litbang.
4. Melakukan perencanaan, pengembangan sarana litbang, pengurusan
akreditasi laboratorium.
D. Bidang standar dan diseminasi
Mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan koordinasi perumusan
standar, fasilitasi dan evaluasi penerapan standar, melaksanakan diseminasi
dan informasi pelayanan advis teknis bidang permukiman. Kegiatan dibidang
standar dan desiminasi sebagai berikut:
1. Koordinasi perumusan bahan standar dan manual iptek, serta fasilitasi
penerapan dan kaji ulang standar.
2. Pengelolaan dokumentasi dan perpustakaan.
3. Koordinasi pelayanan advis teknis bidang permukiman.
E. Bidang kelompok pejabat fungsional
Memiliki tugas pokok sebagai berikut melakukan kegiatan sesyau
dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan juga PUSLITBANG ini terdiri dari beberapa
balai yang membantu didalam pekerjaan permukiman antara lain:
36
1. Balai tata ruang bangunan dan kawasan.
Mempunyai ruang lingkup pelayanan sebagai berikut:
a. Penelitian dan pengembangan tata ruang
b. Pengujian bahan
c. Advis teknis dan tata ruang kawasan
2. Balai struktur dan konstruksi bangunan.
Mempunyai ruang lingkup pelayanan sebagai berikut:
a. Pengujian semua aspek komponen struktur bangunan secara
keseluruhan
b. Perekayasaan konstruksi struktur bangunan
c. Memberikan saran teknis teknologi struktur bangunan
3. Balai sains bangunan.
Mempunyai ruang lingkup pelayanan sebagai berikut:
Melaksanakan penelitian, pengembangan, pengujian, pendataan dan
penyiapan saran teknis bidang proteksi kebakaran, mekanikal dan
elektrikal serta kenyamanan termal, audial dan visual.
4. Balai bahan bangunan.
Mempunyai ruang lingkup pelayanan sebagai berikut:
Melaksanakan penelitian dan pengembangan, pengujian dan penyiapan
saran teknis teknologi bidang bahan bangunan.
3.2.3 Modul pelatihan (desiminasi teknis) bidang permukiman yang ada di
PUSLITBANG
Untuk memperlancar proses kerja dipusat penelitian dan pengembangan
permukiman maka dibuatlah modul pelatihan agar para pekerja tersebut dapat
mengerti apa yang akan mereka kerjakan, dibawah ini adalah proses kerja modul
latihan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Pasangan bata dan plesteran
2. Teknologi tepat guna bidang air bersih
3. Penyediaan air minum berbasis masyarakat
4. Teknologi tepat guna dan manajemen persampahan
37
5. Pemberdayaan kelembagaan pemerintah dan permukiman didaerah
3.2.4 Produk SPM bidang permukiman yang telah disosialisasikan kedaerah-
daerah.
1. Bahan bangunan
a. Teknologi mutu kayu untuk bangunan.
b. Pemanfaatan limbah sebagai komponen bangunan.
c. Pengembangan semen pozoloan kapu.
d. Pengendalian mutu pekerjaan beton.
e. Teknologi pasangan dinding bata.
f. Pengelolaan bantuan bahan bangunan bergulir.
2. Lingkungan permukiman
a. Teknologi air bersih.
b. Pengelolaan air limbah rumah tangga.
c. Instalasi pengolahan air minum (IPAM) dengan sistem berbasis
masyarakat.
3. Produk litbang bidang PLP
a. Sistem pembuangan limbah untuk daerah pasang surut.
b. Pengolahan air limbah rumah tangga dengan tangki biofilter.
c. Rangka besi wadah sampah.
d. Taman kolam ekologi sanitasi.
e. Mandi cuci kakus prefeb sistem capsul.
f. Sumur resapan air hujan dengan dinding porous.
4. Produk litbang bidang sains bangunan
a. Kompor aman kebakaran dan hemat energi.
b. Alat uji kinerja kepala sprinkler.
c. Modul manajemen wilayah kebakaran.
d. Pedoman penyusunan rencana tindak lanjut darurat kebakaran
5. Produk litbang bidang struktur dan konstruksi bangunan
a. Rumah susun modular F-21.
38
b. Pengembangan metode retrofitting untuk struktur beton bertulang pasca
bencana.
c. Prototipe rumah maisonet.
d. Model rumah panel.
e. Model rumah sangat sederhana dengan bahan murah.
f. Prototipe rumah tahan gempa tipe 45.
g. Sistem struktur pracetak T-Cap.
h. Sistem struktur pracetak C-Plus.
6. Produk litbang tata ruang bangunan dan kawasan
a. Perencanaan dan pengelolaan RSS dan lingkungan.
b. Pelaksanaan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok.
c. Pelestarian arsitektur tradisional.
d. Perencanaan kawasan super blok.
e. Teknologi bangunan RSH sistem RISHA.
3.3 Proyek Pembangunan Jembatan Shortcut Yeh Nusa
3.3.1 Latar belakang
Lakalantas atau kecelakaan lalulintas terjadi tidak saja akibat kelalaian dan
pelanggaran pengguna jalan, serta kondisi kendaraan. Pada sebagian kasus,
Lakalantas juga terjadi diantaranya akibat keadaan vertikal dan horizontal jalan
atau kondisi tikungan, turunan, serta tanjakan jalan cukup tajam. Salah satunya
seperti kondisi dimiliki jalur Gilimanuk-Tabanan atau yang dikenal masyarakat
sebagai ‘Jalur Tengkorak’. Tikungan, turanan serta tanjakan dibeberapa titik jalur
itu diyakini turut menjadi pemicu timbulnya Lakalantas hingga terjadinya
kemacetan arus lalu lintas. Untuk menekan terjadinya lakalantas, jalur Gilimanuk-
Padang Bae melintasi Tabanan dan Badung perlu dibuka jalan atau jalur
perlintasan baru, diantaranya pembangunan short cut seperti yang tengah
direalisasi di tiga titik rawan jalur Gilimanuk-Tabanan itu pada 2013 ini. Salah
satunya short cut yang dalam proses penyelesaian pembangunan di Tukah Yeh
Ho, Tabanan. Proyek pembangunan jembatan baru short cut Yeh Ho merupakan
39
proyek lanjutan. Sebelumnya, PPK 03 Cekik-Bts Kota Negara-Antosari-Tabanan-
Pekutatan, Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Bali, BPJN VIII,
saat itu atau pada 2012 dijabat oleh Benny Marga ST, juga menangani proyek Yeh
Ho dengan fisik pembangunan pondasi jembatan. Proyek ini digarap oleh TKR
dengan nilai proyek sekitar Rp 8 milyar dengan akhir masa kerja hingga 28
Desember 2012. Proyek yang digarap itu molor hingga tanggal 28 Desember 2012
atau hingga masa kontrak berakhir, TKR belum bisa menyelesaikan proyek
tersebut.
Gambar 3.10 Kondisi proyek jembatan Shortcut Yeh Nusa
3.3.2 Pihak-pihak yang terkait
1. Pejabat Pembuat Kontrak (PPK)
2. Satker BPKN wilayah VIII Denpasar – Bali
3. Satuan Kerja Pelaksanaan jalan Nasional Wilayah I provinsi Bali
4. PT. Teguh Karya Raharjo (TKR)
3.3.3 Proses pembangunan
Pembangunan proyek jembatan jalan pintas (short cut) yeh nusa berlokasi di
Desa Sam Sam, Tabanan – Bali. Proyek ini dijadwalkan pekerjaannya selama 240
kalender sejak tanggal 20 Februari 2014 hingga tanggal 15 Oktober 2014 namun
mengalami keterlambatan pekerjaan. Proyek kementerian Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga mempergunakan dana APBN anggaran 2014
sebesar Rp. 22,3 M untuk yeh Lambuk dan Rp. 22,3 M untuk Yeh Nusa. Proyek
40
ini dikerjakan oleh PT. TEGUH KARYA RAHARJO. Tender proyek diikuti oleh
37 perusahaan, pemenangnya PT. TEGUH KARYA RAHARJO (TKR).
Proyek pembangunan mega proyek itu dibagi menjadi 3 (Tiga) tahap yaitu
Pondasi, Tiang dan Badan jalan paling atas.Proyek short cut yeh nusa tahap II
senilai Rp. 23,237 Miliar. Proyek short cut ini kemudian diserah-terimakan
kepada pejabat pembuat kontrak (PPK) dan satker BPJN wilayah VIII denpasar-
bali. Dengan dibangunnya jembatan jalan pintas (short cut) yeh nusa ini tujuannya
bisa mengurangi angka kecelakaan karena kondisi jalan sudah rata. Jarak tempuh
dari 820 m menjadi 272 m dengan mengurangi belokan dan tanjakan terjal.
41
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pelaksanaan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang telah
dilaksanakan pada tanggal 01-10 September 2014 dengan melakukan peninjauan-
peninjauan ke beberapa proyek yang ada di Purwakarta, Bandung dan Bali banyak
sekali memberikan manfaat kepada mahasiswa karena dengan kunjungan tersebut
mahasiswa dapat memperoleh informasi dan pengetahuan yang luas tentang
proyek ataupun pusat-pusat penelitian yang ada di Indonesia. Dari hasil KKL
tersebut penulis mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:
1. Bendungan jatiluhur
Bendungan ini pada awalnya merupakan bagian kecil dari aliran sungai
citarum yang sekarang telah menjadi sebuah bendungan yang dapat dimanfaatkan
sebagian besar digunakan sebagai waduk dan pusat listrik tenaga air beserta sarana
sistem pengairannya, dengan adanya bendungan ini maka masyarakat lebih mudah
dalam penyediaan air dalam pengairan area persawahan, penyediaan air minum
dan pengembangan perikanan darat dengan adanya waduk yang memungkinkan
terjaminnya persediaan air dapat mengembangkan usaha perikanan keramba jaring
apung di waduk jatiluhur. Apabila bendungan ini tidak berfungsi maka
pemenuhan akan pengairan didaerah jawa barat dan sekitarnya akan terganggu.
2. Pusat penelitian dan pengembangan permukiman
Dengan adanya lembaga ini, maka dapat membantu memecahkan
permasalahan yang timbul dalam pembangunan sarana tempat tinggal baik itu
rumah, hotel dan yang lainnya, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan metode
maupun cara yang sebelumnya telah dilakukan pengujian terlebih dahulu.
3. Proyek pembangunan jembatan shortcut Yeh Nusa di Bali
Untuk menekan terjadinya lakalantas, jalur Gilimanuk-Padang Bae melintasi
Tabanan dan Badung perlu dibuka jalan atau jalur perlintasan baru, diantaranya
pembangunan short cut seperti yang tengah direalisasi di tiga titik rawan jalur
42
Gilimanuk-Tabanan itu pada 2013 ini. Salah satunya short cut yang dalam proses
penyelesaian pembangunan di Tukah Yeh Ho, Tabanan. Proyek pembangunan
jembatan baru short cut Yeh Ho merupakan proyek lanjutan. Proyek ini digarap
oleh TKR dengan nilai proyek sekitar Rp 8 milyar dengan akhir masa kerja hingga
28 Desember 2012. Proyek yang digarap itu molor hingga tanggal 28 Desember
2012 atau hingga masa kontrak berakhir, TKR belum bisa menyelesaikan proyek
tersebut.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil Kuliah Kerja Lapangan, penulis ingin menyampaikan
beberapa saran yang dapat berguna bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.
Adapun saran yang ingin kami sampaikan antara lain :
1. Sebelum melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan, mahasiswa hendaknya
mencari informasi tentang proyek ataupun perusahaan yang akan di kunjungi
sehingga dapat merencanakan terlebih dahulu apa saja yang perlu
dipersiapkan pada waktu kunjungan.
2. Mahasiswa hendaknya terlebih dahulu diberi pengarahan serta informasi
tentang proyek atau perusahaan yang akan dikunjungi sehingga mahasiswa
mempunyai gambaran sebelumnya tentang proyek atau perusahaan tersebut.
3. Mahasiswa dapat menjaga nama baik almamater pada saat dan telah
melaksanakan kunjungan.
4. Proyek atau perusahaan yang telah dikunjungi hendaknya dapat menjadi
acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dibangku
kuliah.