kelompok 5 sb mazhab bandung

24
Kelompok 5 Annisa Paramitha Putri Benny Ignatius Fenty Nurlita Filla Aulia Riski Meisya Heri Setiawan Herlin Julia Palma

Upload: annisa-paramitha

Post on 13-Aug-2015

88 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Kelompok 5Annisa Paramitha Putri

Benny IgnatiusFenty Nurlita

Filla Aulia Riski MeisyaHeri Setiawan

Herlin Julia Palma

Page 2: Kelompok 5 sb mazhab bandung

BUDAYA RUPAINDONESIA MODERNBUDAYA RUPA INDONESIA MODERN PADA ERA MAZHAB BANDUNG

Page 3: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Seni rupa modern di Indonesia, awalnya dikembangkan oleh orang-orang Belanda yang datang ke Indonesia. Perkembangan gaya terjadi merupakan perpanjangan gaya abad pertengahan dan romantisme yang berkembang di Eropa abab ke -18. Di dalam perkembangan dunia seni rupa Indonesia secara umum, terdapat dua tokoh penting yaitu Raden Saleh Bustaman dan Raden Ajeng Kartini. Karya-karya rupa yang dihasilkan oleh dua pribumi ini telah diakui merupakan pionir yang membuka khasanah nilai-nilai estetik modern di zamannya. Hingga sampai pada zaman kota Bandung dianggap sebagai salah satu tempat berkembangnya seni rupa pada era 70-an

A. Seni Rupa Modern

Page 4: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Sejak didirikannya Balai Pendidikan Guru Gambar di lingkungan Technische Hogeschool (sekarang ITB) pada tahun 1949 di Bandung, berkembanglah seni rupa lingkungan akademis. Para mahasiswa melakukan eksperimen dengan merombak objek lukisan ke menjadi pola geometris dan membagi-bagi bidang datar sesuai dengan komposisi garis dan warna. Gaya semacam ini juga kemudian menjadi ciri khas para pelukis yang belajar di ITB. Pelukis beraliran Realisme dianggap sebagai gaya estetis hasil ‘Laboratorium Barat’.

Era Mazhab Bandung

Page 5: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Selanjutnya, berkembang gaya abstrak di lingkungan seniman ITB. Gaya ini dapat dikatergoikan atas dua kelompok. Pertama gaya abstrak tanpa objek, tetapi lebih menekankan kepada olah bahasa rupa dan imajinasi si pelukis. Kedua adalah abstrak non-figuratif, berupa bentuk-bentuk figur yang mengalami pengabstrakan.

Gaya seni abstrak, meskipun tak sepenuhnya merujuk pada gaya yang dikembangkan oleh Achmad Sadali, sempat menjadi kecenderungan para pelukis akademik di kota Bandung. Hal itu seperti terlihat pada lukisan A.D. Pirous, Umi Dachlan, dan Heyi Makmun sebagai generasi yang lebih muda. Di era 1970-an, para pelukis Bandung mengembangkan gaya abstrak tersendiri yang lebih ekspresif dengan objek yang masih dapat “terbaca”.

Page 6: Kelompok 5 sb mazhab bandung

“Modernisme” di Bandung atau “Mazhab Bandung” dalam dunia kesenirupaan generasi berikutnya, mencoba mengawinkan antara unsur geometris dengan citra tradisional, unsur mistis dan material alami. Hal itu bisa terlihat pada diri Sunaryo dengan pencitraan “Irian”, Hariadi Suadi dengan pencitraan “Cirebonan”, Sutanto dengan karya grafis bercitra mistis, serta Setiawan Sabana dengan unsur pelapukan dan citra material alam.

Page 7: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Kita mengenal Pont, Lemei, Kartsen, Schumacher, Citroen, dan kawan-kawan yang bekerja membangun perkotaan di Bandung dengan pelbagai wujud karya arsitekturalnya, diantaranya yang paling monumental adalah Gedung Kampus ITB, Vila Isola, Hotel Homan, Hotel Preanger dan Gedung Sate.

A. Generasi Pembuka (1920-1940an)

Page 8: Kelompok 5 sb mazhab bandung

(1) Diadopsinya Rasionalisme Eropa sebagai bagian dari gerakan Modernisme dunia dalam berkarya, terutama arsitektur yang semangat Fungsionalisme dan Logika perancangan modern.(2) Mengadopsi gaya besar dunia, diantaranya, “Neo Klasik”, “Bauhaus”, “Art Deco”, “Bauhaus”, De Stijl”, “International Style”, dlsb; yang kemudian memperkokoh kehadiran Gaya Kolonial di wilayah jajahan;(3) Berkembangnya tradisi akademik formal dalam kegiatan kesenirupaan yang sebelumnya merupakan kegiatan yang bersifat “sanggar” dan sporadis;(4) Munculnya kesadaran pentingnya perpaduan antara kebudayaan lokal (etnik) dengan kebudayaan Barat, seperti dilakukan oleh Pont dalam memadukan pelbagai gaya arsitekturnya.

Gejala awal yang melandasi sebuah Mazhab pada generasi ini diantaranya adalah :

Page 9: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Tokoh-tokoh intelektual Bandung seperti Oto Iskandardinata, Dewi Sartika, dlsb, merupakan figur-figur yang menjadi junjunan warga terutama patriotisme-intelektualnya. Sejalan dengan hal itu, di Balai Pendidikan Guru Gambar -THS ( ITB) yang masih dalam masa transisi pengajaran dari orang-orang Belanda ke kaum pribumi, kita mengenal figur Simon Admiral, J Hopman, Reis Mulder mulai memperkenalkan teknik menggambar modern yang mengkaji teori-teori perspektif dan filsafat estetika Barat. Juga Jack Zeylemaker dan Piet Pijper yang memperkenalkan desain dan kerajinan, Hans Frans untuk gambar anatomi, serta Bernett Kempers untuk kuliah Sejarah Kesenian Timur dan Beerling untuk kuliah filsafat.

B.Generasi Transisi (tahun 1940-50-an)

Page 10: Kelompok 5 sb mazhab bandung

(1) Melanjutkan tradisi akademis bergelar untuk seniman yang terdidik di perguruan tinggi;

(2) Tidak fanatik pada satu gaya senilukis dunia saja, namun dapat mengadopsi beberapa gaya, dan tidak menutup kemungkinan mengembangkan gaya “individual”;

(3) Seorang seniman harus memiliki wawasan sejarah yang kuat karena ia adalah makhluk kreatif yang menyerap fenomena kebudayaan dunia.

Ciri-ciri Mazhab Bandung pada generasi berikutnya yang mulai diserap oleh kalangan pribumi adalah :

Page 11: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Jika Soemardja adalah sosok yang membuka jalan, serta membuka kebudayaan dunia itu masuk ke ITB, maka Sadali, But Mukhtar, Edie K, Angkama, Apin, Popo, Barli dan beberapa rekan segenerasi, merupakan pembangun Mazhab Bandung menjadi sebuah ideologi kebenaran estetika modern di Indonesia. Universalisme dalam mazhab berkesenian yang berkembang di Bandung itu secara nasional dipertanyakan eksistensinya karena dinilai kurang peduli dalam mengekspresikan nasib rakyat bawah.

C.Generasi Perintisan ( tahun 1950-1966)

Page 12: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Abstrak Geometris; yang digali dari kaidah-kaidah estetik dasar, seperti unsur geometri ;

Abstrak Ekspresionis yang mengekspresikan gaya abstrak melalui torehan, tekstur,plototan cat, permainan palet, dlsb;

Abstrak Non-Figuratif yang dikembangkan dari unsur bentukan alam, benda, kaligrafi atau unsur geometris;

Abstrak Formalis dengan usaha mengeksploitasi bentuk organik dan geometris habis-habisan, terutama dalam seni patung dan seni keramik

Impresionistis, terutama mengeksploitasi torso, nudis dan bersifat antroposentris;

Ciri-ciri gaya dan teknik Mazhab Bandung generasi perintisan yang muncul kurang lebih dari satu dekade. diantaranya adalah

Page 13: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Simplisiti Perfeksionis dalam berkarya, mulai dari penerapan kaidah estetika, pemilihan bahan, kesempurnaan pigura hingga penyelenggaraan pameran;

Realisme Kerakyatan terutama menampilkan suasana pasar, lorong dan kemiskinan,

Dekoratif Kubistis yang menampilkan efek kotak pada pelbagai obyek, baik fenomena nelayan, pasar, tukang becak ataupun kehidupan sehari-hari.

Page 14: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Generasi berikutnya adalah terjadinya suatu kondisi terbentuknya almosfir intelektualitas di kota Bandung, baik dalam bidang senirupa, profesi desain, dunia arsitektur, pemikiran seni, pendidikan seni, gagasan kebudayaan, dan menyebar kepada bidang-bidang lainnya. Generasi pengembang dalam bidang kesenirupaan sebagai benang merah kesinambungan falsafah kesenirupaan universal diantaranya AD Pirous, Imam Buchori, Yusuf Affendi, Kaboel Suadi, Srihadi Soedarsono, G.Sidharta, Soedjoko, Widagdo, Sanento, Primadi, Rita W, Adjat Sakri, Wiyoso, dan lain-lainnya. Kemudian generasi selanjutnya diikuti oleh Umi Dachlan, Abay Subarna, Sunaryo, Surya Pernawa, Hariadi, Sutanto, dan lain-lainnya, mengalami proses transformasi lanjut adanya kesinambungan budaya dari generasi sebelumnya.

D.Generasi Pengembang (1965-1970an)

Page 15: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Tradisi Bauhaus yang menerapkan konsep praktikal dan teoritikal dalam pendidikan desain, berlangsung secara sinergis dengan pendidikan senirupa dalam proses pembelajaran, secara bertahap diterapkan dalam proses pengajaran. Mazhab-mazhab estetika dunia yang kuat, seperti “International Style”, “Good Design”, “Simplicity”, “Fungsionalisme”, “Formalisme”, “Etnisitity”, “Kejujuran Material” dlsb; dikawinkan dan diadopsi sehingga melahirkan wajah estetika baru yang kemudian membangun sebuah kekuatan gaya estetika khas ITB. Hal itu ditunjukkan oleh pelbagai karya pada pameran desain mebel di Taman Ismail Mardjuki pada tahun 1970, Pameran 10 Seniman Bandung di TIM, Ekspo Osaka 70, Interior Balai Sidang Senayan, dan pelbagai karya yang tersebar luas di pelosok tanah air, baik karya staf pengajar, mahasiswa maupun alumninya.

Page 16: Kelompok 5 sb mazhab bandung

(1) Tekstur Kaligrafis, mulai melibatkan aspek kaligrafi timbul dalam lukisan, terutama kaligrafi Islam ;(2) Keanekaan Bahan, digali pelbagai kemungkinan penggunaan bahan baru, mulai dari gips, akrilik; hingga warna emas.(3) Lukisan Tiga Dimensional, lukisan tidak lagi berupa karya 2 dimensi, tetapi juga termasuk mencubit kanvas, menjahit, membuat cembung bahkan merobek kanvas;(4) Kolase, Lelehan dan Rekahan, efek-efek 3 dimensional dalam lukisan, bermain bentuk dalam patung dan keramik digali dan dikembangkan kemungkinan-kemungkinannya;(5) Bersifat Strukturalis, tampak dalam mengkaji dan membahas karya seni dan pembentukan istilah-istilah kebahasaan seni secara struktural, munculnya kegandrungan terhadap kajian semiotis dan semantika.(6) Tampil Cantik dan Elegan, terutama dalam penyelesaian akhir dan kesan tampilan pada setiap karya seni yang dihasilkan, baik cara memberi pigura, memilih merk cat, hingga pembukaan pameran;mengupayakan terampil tinggi, prinsip-prinsip tersebut banyak dikaji dalam bidang desain interior dan produk.

Ciri-ciri dan teknik kesenirupaan Mazhab Bandung generasi pengembangan, merupakan upaya penganekaan gaya generasi pengembangan, dan bahkan beberapa pelakunya sebenarnya sama dan gaya sebelumnya juga masih hidup dalam wujud yang lebih kaya, ciri-ciri tersebut diantaranya :

Page 17: Kelompok 5 sb mazhab bandung

(7) Multi Media terutama mulai akrab dengan penggunaan teknologi pertelevisian terbatas (TVST), penggunaan video rekam dan kamera;(8) Simbolistis, Mistis dan Mitologis, terutama penggalian unsur mistik daerah dan kebudayaan etnik beberapa suku yang memiliki bahasa rupa unik, yang paling menonjol adalah penggunaan “Gunungan” , “Makhluk Horor” dan “Pohon Hayat”, “Unsur Rajah”, ‘Bahasa Jimat’, dsb;(9) Spirit Bauhaus; serba rasional, berkonsep, penerapan metodologi, mengupayakan terampil tinggi, prinsip-prinsip tersebut banyak dikaji dalam bidang desain interior dan produk.

Page 18: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Seni Pop di majalah Aktuil (majalah musik yang amat populer tahun 70-an) yang diasuh oleh Sanento dan Jim Supangkat, merupakan wahana para perupa muda untuk menyalurkan ide-ide kreatifnya. Sejalan dengan itu dalam dunia sastra, juga terjadi situasi yang sama, sehingga memicu lahirnya kelompok Puisi Mbeling yang dimotori oleh Remy Silado, Abdul Hadi WM, Yudistira, Slamet Sukirnanto, dll; yang berpuncak pada Pengadilan Puisi di Bandung. Ketika itu, iklim keberpikiran kaum muda mengalami suasana kritis terhadap situasi politik nasional yang kemudian memicu meledaknya peristiwa Malari pada tahun 1974 di Jakarta. Pada saat itu, terdapat pula pra-kondisi hubungan kurang harmonis antara “generasi tua” dan “generasi muda” sehingga timbul‘perang dingin”, yang kemudian meledak ketika terjadi penjurian lomba senilukis Indonesia di ASRI -Yogyakarta (Desember Hitam).

E.Generasi Seni Kritis (1973-1980an)

Page 19: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Generasi kritis ini, kemudian membangun pemikiran alternatif yang kemudian dikenal sebagai Gerakan Senirupa Baru Indonesia. Para pelaku dan pembela gerakan ini diantaranya : Jim Supangkat, Sanento Yuliman, Priyanto, Nyoman Nuarta, Prinka, Pandu Sudewo, Hardi, Wagiono, Murni Adhi, dan lain-lainnya. Gerakan ini kemudian semakin mendapat simpati ke pelbagai kota,

Page 20: Kelompok 5 sb mazhab bandung

(1) Demokratisasi Seni; hal itu terlihat dalam proses belajar-mengajar yang mengurangi aspek “cantrikisme” dosen dalam menanamkan mazhab estetik(2) Multi Disiplin; menghargai dan timbulnya spirit bekerjasama dengan disiplin ilmu lain, terutama ilmu rekayasa dan ilmu sosial dalam berpikir dan pengkajian kesenirupaan;(3) Terbuka terhadap aneka gaya kritis; menerima dengan tangan terbuka pelbagai gaya, baik gaya yang berasal dari masyarakat internasional, gaya pop maupun gaya seni tradisional;(4) Atmosfir Inovasi; tantangan yang tak habis-habisnya menyebabkan pentingnya inovasi dalam berpikir maupun berkarya, terutama hadirnya aspek kebaruan dengan pelbagai wujud kesenirupaan.(5) “Good Design”; semangat “good design” yang diadopsi dari Modernisme Eropa dalam pelbagai wujud desain, bahkan dalam gaya hidup para pengajar dan alumnus. Konsep simplisiti, kejujuran bahan dan efesiensi menjadi landasan dalam berpikir desain.(6) Detilisma; semangat menyelesaikan semua karya senirupa dan desain hingga unsur yang sekecil-kecilnya dan tampil sesempurna mungkin.(7) Senirupa kritis; tradisi Gerakan Senirupa Baru yang enggan melihat kemapanan, menciptakan jiwa kritis dalam mengungkapkan kreatifitas maupun pemikiran.(8) Gandrung gaya Eropa dingin; munculnya spirit mendesain yang ke-fnlan-finlanan, atau gaya Skandinavia yang menggali warna, bentuk dan unsur plastisitas.(9) Berpihak pada Industri; banyaknya karya desain yang berorientasi kepada industri, baik industri kecil maupun industri canggih.(10) Gandrung jatidiri; hal itu ditunjukkan oleh para seniman yang mangadakan pameran restrospeksi dan penerbitan buku otobiografi edisi luks dengan biaya sendiri.(11) Keranjingan mengutak-atik istilah, terutama istilah kesenirupaan modern yang dirujuk dari sumber bahasa Indonesia Baku, Jawa Kawi, Sansekerta, atau sumber nasional lainnya.(12) Bangga dengan estetik tradisi. Berusaha untuk mengangkat keberhasilan sejarah nenek moyang dan senirupa tradisi.

Ciri-ciri utama generasi kritis diantaranya :

Page 21: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Ketika generasi perintis mulai uzur, Mazhab Bandung pada generasi kritis mengalami proses pemantapan melalui pelbagai terobosan alternatif berekspresi seni kontemporer, diantaranya Gaya ‘Realisme Kritis’, ‘Realisme Kerakyatan’, Sensualitas, Seni Massa, Dekonstruksifis hingga Pop (Vulgaristik), ‘Multi Eklektik’ , ‘Green Design’, ‘Posmo’, dan pelbagai gaya yang diadopsi dari kebudayaan dunia kritis menjadi bagian kehidupan berekspresi. Di paruh kedua tahun 90-an, Para pengajar, seniman, para mahasiswa, di lingkungan pendidikan senirupa ITB mengalami kebebasan yang luar biasa dalam menentukan gaya. Mazhab Bandung yang berdomisili di lingkungan kampus ITB mengalami pergeseran ke arah Multi Kultur, Multi Disiplin dan Pluralitas secara radikal. Beberapa seniman dan perupa generasi kebebasan ini, diantaranya Tisna Sanjaya, Setiawan Sabana, Maman Noor, Hendrawan Riyanto, Asmudjo Irianto, dan lain lainnya. Dalam bidang desain sejak akhir tahun 90-an, juga muncul generasi baru yang lebih bebas dari pemikiran aliran Bandung ‘posstrukturalis’, diantaranya Yasraf Amir Piliang, Duddy Wiyancoko, Rizki Zaelani, dan lain-lain.

F. Generasi Yang Bebas (1986-…..)

Page 22: Kelompok 5 sb mazhab bandung

(1) Multi kultur; berkarya dan berpikir bertitik tolak dari pelintasan aneka budaya, baik budaya industrial, budaya ekonomi, budaya teknologis, budaya tradisi hingga budaya antar bangsa.(2) Semangat menginternasional; hal itu ditunjukkan oleh seringnya pameran di pelbagai negara dan kerjasama dengan pelbagai universitas antar negara.(3) Posmodernitas; marak diadopsinya trend gaya Memphis dan Posmodern dalam dunia visual serta ikutan bahasa rupa Posmodern, baik dalam karya mahasiswa maupun dosen.(4) Gandrung komputer grafis; semakin canggihnya komputer grafis, secara bertahap fenomena meja gambar mulai beralih kepada media digital : menggambar dan berekspresi melalui komputer.(5) Peduli lingkungan; terutama sejalan dengan spirit deklarasi Rio, Isu Eko Labeling dan “Green Product” menjadi trend para mahasiswa dan alumni dalam berkarya.(6) Keranjingan budaya “Hiper Realitas”; mengadopsi pelbagai macam pemikiran barat, terutama Baudrillard dalam pelbagai kajian wacana kesenirupaan dan desain.(7) Senirupa kritis; berekspresi dalam bentuk bahasa rupa yang bertitik tolak dari situasi anomali sosiologis masyarakat Indonesia dan kemuakan terhadap situasi politik nasional.

Ciri-ciri Mazhab Bandung generasi Serba Bebas, diantaranya :

Page 23: Kelompok 5 sb mazhab bandung

(8) Semiotika rupa; mengadopsi dari teori semiotik Pierce dan Umberto Eco dalam membedah aneka bahasa, teori ini banyak dirujuk dalam penelitian para mahasiswa pascasarjana senirupa dan desain.(9) Seni Instalasi; teknik dan media berekspresi yang amat bebas dapat mennggunakan apa saja untuk mengungkapkan sesuatu;(10) Wirausaha Seni; tumbuhnya semangat untuk berwirausaha (bukan menjadi karyawan atau pekerja) serta kemandirian dalam pelbagai kegiatan kesenirupaan dan desain.(11) Hukum Sebagai Panglima; tumbuhnya spirit kepedulian terhadap undang-undang Hak Atas Kekayaan Intelektual dan mulai dibukanya perkuliahan hukum di lingkungan pendidikan senirupa.(12) Mengilmiahkan Seni; semangat yang besar dan usaha yang tak pernah henti untuk mendekati fenomena kesenian dari sudut ilmiah agar dapat setara dengan keilmuan yang lain.

Page 24: Kelompok 5 sb mazhab bandung

Mazhab Bandung dalam kurun lebih setengah abad, hakikatnya telah “mengideologi” menjadi satu wacana falsafah kemajemukan yang terjadi pada proses pendidikan, proses kreasi maupun dialog keberpikiran dalam dunia kesenirupaan di Indonesia. Ciri-ciri yang berhasil direkam oleh penulis, mungkin merupakan sebagian saja dan tidak lengkap, namun pengaruhnya kepada kelangsungan kebudayaan nasional tetap terlihat. Hal ini terlepas dari para alumni senirupa ITB yang bekerja sebagai pengajar di pelbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia dan membawa “aspek-aspek” keilmuan dan ideologi Mazhab Bandung itu menyebar ke pelbagai wilayah. Hal yang paling kita sadari, tentunya disamping “Tradisi Akademis”, “ITB-isme” dan ikatan kebersamaan, Mazhab Bandung telah mengalami transmutasi generik ke dalam idiom-idiom yang lebih kecil. Idiom Sanentoisme, ke-Tisna-tisnaan, Yasrafian, dan sejenisnya.

Ketika dunia seni di luar ‘tradisi akademis’ telah tumbuh demikian besar, melalui berkembangnya ‘agen-agen’ kesenian, serta maraknya seniman-seniman berkaliber internasional berpameran dan bertransaksi, maka di lingkungan akademis terjadi kebalikannya. Pendidikan senirupa telah menjadi ‘usang’ dan ‘mengenas’ karena kekurangan dana, lemahnya kepedulian masyarakat dan lambat berkembang. Meskipun minat masyarakat terhadap pendidikan kesenirupaan senantiasa ada.