tugas akhir sb-141510

76
TUGAS AKHIR – SB-141510 POTENSI PRODUKSI DEASETILASI ENZIMATIK KITIN SEBAGAI DRUG CARRIER ASETAMINOFEN PADA MENCIT (Mus musculus L.) ALBINO SWISS WEBSTER JANTAN MILLISA 1513 100 007 Dosen Pembimbing : Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, S.Si., M. Si. Dr. techn. Endry Nugroho Prasetyo, M.T. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS AKHIR SB-141510

1

TUGAS AKHIR – SB-141510

POTENSI PRODUKSI DEASETILASI ENZIMATIK KITIN SEBAGAI DRUG CARRIER ASETAMINOFEN PADA MENCIT (Mus musculus L.) ALBINO SWISS WEBSTER JANTAN MILLISA 1513 100 007

Dosen Pembimbing : Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, S.Si., M. Si. Dr. techn. Endry Nugroho Prasetyo, M.T. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

Page 2: TUGAS AKHIR SB-141510

i

TUGAS AKHIR – SB-141510

POTENSI PRODUKSI DEASETILASI ENZIMATIK KITIN SEBAGAI DRUG CARRIER ASETAMINOFEN PADA MENCIT (Mus musculus L.) ALBINO SWISS WEBSTER JANTAN MILLISA 1513100007 Dosen Pembimbing

Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, S.Si., M. Si.

Dr. techn. Endry Nugroho Prasetyo, M.T.

Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

Page 3: TUGAS AKHIR SB-141510

ii

FINAL PROJECT - SB-141510

ENZYMATIC DEACETYLATION OF CHITIN

FOR ASETAMINOPHEN DRUG CARRIER

ADMINISTERED IN MALE MICE (Mus

musculus L.) ALBINO SWISS WEBSTER

MILLISA

1513 100 007

Supervisors

Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, S.Si., M. Si.

Dr. techn. Endry Nugroho Prasetyo, M.T.

Biology Department Mathematic and Natural Science Faculty Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017

Page 4: TUGAS AKHIR SB-141510
Page 5: TUGAS AKHIR SB-141510

iv

POTENSI PRODUK DEASETILASI ENZIMATIK KITIN

SEBAGAI DRUG CARRIER ASETAMINOFEN PADA

MENCIT (Mus musculus L.) ALBINO SWISS WEBSTER

JANTAN

Nama Mahasiswa : Millisa

NRP : 1513 100 007

Jurusan : Biologi

Pembimbing : Dr.Awik Puji Dyah Nurhayati, S.Si., M.Si.

Dr. techn. Endry Nugroho P., M.T

Abstrak

Fabrikasi dan formulasi terhadap sediaan farmasi saat

ini terus dikembangkan, Hal ini disebabkan efektifitas dan

bioavailibitas obat yang rendah, oleh karena itu diperlukan

penggunaan drug carrier agar dapat meningkatkan bioavailibitas

obat, mengurangi efek samping dan mengurangi limbah obat.

Kitosan merupakan salah satu biopolimer yang berpotensi

sebagai drug carrier karena bersifat kationik sehingga dapat

berinteraksi dengan senyawa anionik melalui ikatan taut silang

(cross linking). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

mikrosfer obat dengan menggunakan kitosan hasil deasetilasi

enzimatik kitin sebagai drug carrier asetaminofen pada Mus

musculus L. Swiss Webster jantan yang dilakukan secara in vivo.

Hasil fabrikasi mikrosfer berbentuk padatan dan

berwarna kuning kecoklatan, jumlah obat setiap mg mikrosfer

1:1 dan 1:2 yaitu 0,007 mg dan 0,0125 mg, Efisiensi enkapsulasi

yaitu 0,7% dan 1,25 %. serta Persentase asetaminofen pada urin

yaitu kontrol 0,5%, Mikrosfer 1:1 6,4% dan mikrosfer 1:2 19%.

Kata kunci : Asetaminofen, Drug Carrier, Kitosan, Mus musculus

L. Swiss Webster.

Page 6: TUGAS AKHIR SB-141510

v

ENZYMATIC DEACETYLATION OF CHITIN FOR

ASETAMINOPHEN DRUG CARRIER ADMINISTERED IN

MALE MICE (Mus musculus L.) ALBINO SWISS WEBSTER

Student Name : Millisa

NRP : 1513100007

Department : Biologi

Supervisor : Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, S.Si.,M.Si.

Dr.techn. Endry Nugroho P., M.T

Abstract

Fabrication and formulation of pharmaceutical

preparations are currently being developed, this is due to the low

effectiveness and bioavailability of the drug. The usage of drug

carriers therefore is a major factor in improving the

bioavailability, reducing side effects and reducing drug waste.

Chitosan is one of the potential biopolymers as a drug carrier

because its cationic character could interact with anionic

compounds through crosslinking links. The objective of this

study is to create a drug microspheres by using chitosan from

enzymatic chitin deacetylation product as the drug carrier of

acetaminophen in male Mus musculus L. Swiss Webster which

will be carried out under in vivo process.

Microsphere was fabricated as a yellow-brownish solid,

the amount of acetaminophen per mg microsphere 1:1 and 1:2

was 0,007 mg and 0,0125 mg. Encapsulation efficiency was 0,7%

and 1,25%. Acetaminophen percentage of urine was control

0,5%, Microsphere 1:1 6,4% and microsphere 1:2 19%.

Keywords: Acetaminophen, Drug Carrier, Chitosan, Mus

musculus L. Swiss Webster.

Page 7: TUGAS AKHIR SB-141510

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat

dan hikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian Tugas Akhir dengan judul Potensi Produk Deasetilasi

Enzimatik Kitin Sebagai Drug carrier Asetaminofen Pada

Mencit (Mus musculus L.) Albino Swiss Webster Jantan.

Penelitian dan Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan

persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1)

pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya.

Penelitian dan Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini dalam

pelaksanaannya tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis menyampaikan terima

kasih kepada Ibu Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, S.Si., M.Si dan

Bapak Dr. techn. Endry Nugroho Prasetyo, MT selaku Dosen

Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan

masukan, Kepada bapak Aunurohim, DEA dan Ibu Dr. Dewi

Hidayati, S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji. Penulis juga

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada

Ibunda Salmi dan Bapak Mohammad Bausi, dan Adik Rubiyono

yang senantiasa memberikan do’a, semangat dan kasih

sayangnya. Annysa, Kiki, Arighi, Putra, Nizar, Rani, Yuni,

Risvia, Garnish dan Biomaterial and Enzyme Technology

Research Group 2017, serta teman – teman angkatan 2013.

Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan Tugas

Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang membangun sangat berarti bagi penulis dan semoga

dapat bermanfaat untuk penulis maupun pembaca.

Surabaya, 31 Juli 2017

Penulis

Page 8: TUGAS AKHIR SB-141510

vii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ................................. ........... ABSTRAK ....................................................................... ABSTRACT ...................................................................... KATA PENGANTAR .................................................... DAFTAR ISI ................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................... DAFTAR TABEL ............................................................ DAFTAR LAMPIRAN ................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................... 1.2 Rumusan Permasalahan .............................................. 1.3 Batasan Masalah ......................................................... 1.4 Tujuan ........................................................................ 1.5 Manfaat ...................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin ............................................................................ 2.2Kitosan ......................................................................... 2.3Drug Carrier(Penghantar Obat) ................................... 2.4 Asetaminofen .............................................................. 2.4. Mus musculus (Mencit) .............................................. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian...................................... 3.2 Metode yang Digunakan.............................................. 3.2.1 Pembuatan Kurva Standart Asetaminofen ................ 3.2.2 Fabrikasi Mikrosfer Kitosan dengan Metode Droplet 3.2.3 KOnfirmasi Uji Jumlah Obat Efesiensi Enkapsulasi

pada Mikrosfer Obat.......................................................... 3.2.4Analisis Kitosan, Asetaminofen dan Mikrosfer dengan

Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ..... 3.2.5 Uji Aplikasi Mikrosfer Kitosan pada Mencit Albino

M. musculus L. Swiss Webster Jantan .......................

iii iv v

vi vii ix xi

xiii

1 3 3 3 3

5 6 9

12 17

21 21 21 21 22 22

23

24

Page 9: TUGAS AKHIR SB-141510

viii

3.2.6 Analisis Residu Asetaminofen pada Sampel Urin

dengan UV-Spektrofotomeeter ............................. 3.3 Analisis Data .............................................................. 3.3.1 Penyusunan, Pengolahan dan Analisis Data ............. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fabrikasi Mikrosfer Kitosan ........................................ 4.2 Konfirmasi Jumlah Asetaminofen pada Mikrosfer

Kitosan ......................................................................... 4.3 Analisis Kitosan, Asetaminofen dan Mikrosfer dengan

Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ....... 4.4Analisis Residu Asetaminofen pada Sampel Urin ........ BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan.................................................................... 5.2 Saran.............................................................................. DAFTAR PUSTAKA .................................................. ... LAMPIRAN ....................................................................... BIODATA PENULIS .........................................................

24 24 24

25 26 27 29

33 33 35 45 57

Page 10: TUGAS AKHIR SB-141510

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Gambar 2.4

Gambar 2.5

Gambar 2.6

Gambar 4.1

Struktur Kitin...................................

Struktur Selulosa (Kiri) dan Struktur

Kitin (Kanan)……………………….

Struktur Kitin, Kitosan, dan

Selulosa………………………..........

Pembentukan Gugus Amino

Kuaterner Bermuatan Positif pada

Posisi C-2 Ketika Larut dalam

Lingkungan Asam ............................

Struktur Pengikatan antara Sodium

Tripolifosfat dan Kitosan

............................................................

Interaksi antara Gugus Karbonil pada

Asetaminofen dengan Gugus Amina

pada Kitosan ……………………......

Visualisasi Fabrikasi Mikrosfer

Kitosan ……………………………...

5

6

7

8

11

16

25

Page 11: TUGAS AKHIR SB-141510

x

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 12: TUGAS AKHIR SB-141510

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1

Tabel 2.2

Tabel 2.3

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Aplikasi Kitosan Berdasarkan

Derajat Deasetilasi ............................. Parameter Urin Normal pada Mus

musculus........................................... Beberapa Macam Parameter Biologi

Mus musculus.................................... Konfirmasi Jumlah dan Efisiensi

Enkapsulasi Asetaminofen pada

Mikrosfer Kitosan .............................. Hasil Analisis FTIR pada Kitosan,

Asetaminofen, dan Mikrosfer……… Hasil Residu Asetaminofen pada

Sampel Urin ………………………...

9

18

18

26

27

30

Page 13: TUGAS AKHIR SB-141510

xii

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 14: TUGAS AKHIR SB-141510

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Skema Kerja Penelitian....................... Kurva Standart Asetaminofen............. Hasil FTIR Kitosan ………………… Hasil FTIR Asetaminfen ………… Hasil FTIR Mikrosfer Obat dan

Kitosan 1:1 …………………………. Hasil FTIR Mikrosfer Obat dan

Kitosan 1:2………………………….. Perhitungan Jumlah Asetaminofen

pada Mikrosfer................................... Hasil Residu Asetaminofen pada

Urin.....................................................

45

46

48

49

50

51

52

55

Page 15: TUGAS AKHIR SB-141510

xiv

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 16: TUGAS AKHIR SB-141510

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kitosan merupakan copolymer linier β-(1-4) terikat 2-

asetamido-2-deoksi–β–D-Glukopiranosa dan 2-amino-2-deoksi-

β– D- Glukopiranosa (Dash et al, 2011; Lewandowska, 2015).

Sumber utama kitin terdapat pada eksoskeleton dari arthropoda

(crustacea, insekta) dan dinding sel fungi (Cheung et al, 2015).

Potensi kitosan dalam berbagai aplikasi yaitu untuk makanan dan

nutrisi, bioteknologi, pertanian, lingkungan, farmasi dan

biomedik (Rinaudo, 2006; Anitha et al, 2014). Kitosan dibidang

farmasi dan biomedik digunakan sebagai drug carrier

(penghantar obat), antibakteri, antifungal, dan antitumor

(Domínguez-Delgado et al, 2014).

Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam preparasi obat

dibidang farmasi yaitu menciptakan sediaan farmasi yang efektif

dan meminimalkan efek samping (Martien et al, 2011). Namun,

beberapa kendala dalam formulasi obat saat ini ditunjukkan oleh

efektifitas obat dan bioavailabilitas yang rendah (Vilar et al,

2012; Svenson, 2004). Hal ini disebabkan karena konsentrasi obat

yang diberikan masih tinggi tetapi hanya dalam sejumlah kecil

saja obat yang dapat mencapai site target, dapat menyebabkan

toksik, selektifitas yang rendah, dan memberikan efek samping

(Martien et al, 2012 ; Pandey, 2004 ; Kawabata et al, 2011 ;

Wang et al, 2011). Perkembangan dan modifikasi terhadap

pemberian obat dan sistem penargetan obat dilakukan untuk

meningkatkan bioavailibitas obat khususnya untuk formulasi obat

oral dengan cara menggunakan penghantaran obat (drug carrier)

dengan sistem gastroretentive sehingga obat dapat mencapai site

target (Nayak et al, 2010; Vilar et al, 2004; Martien et al, 2011).

Drug carrier merupakan suatu partikel berasal dari

komponen biologis atau sintesis yang dapat membawa obat baik

secara langsung atau melalui spacer dan dapat site target spesifik

(Peer, 2012; Dumitriu, 2002). Penggunaan penghantar obat (drug

Page 17: TUGAS AKHIR SB-141510

2

carrier) juga berfungsi untuk mengurangi degradasi obat,

mengurangi limbah obat dan mengurangi efek samping (Mitra &

Dey, 2011; Vilar et al, 2012; Tiyaboonchai, 2003). Karakteristik

drug carrier yang baik dan aman yaitu dapat meningkatkan efek

terapi, mengendalikan laju pelepasan obat, dan mengurangi

frekuensi pemberian obat (Rodríguez-Cruz et al, 2014). Terdapat

berbagai macam bentukan drug carrier yang telah diaplikasikan

dalam bidang farmasi seperti mikrosfer, nanopartikel, liposome,

dan lipoprotein (Srikanth, et al, 2012). Drug carrier dapat

digolongkan menjadi dua macam berdasarkan biomaterial yang

digunakan yaitu berbasis natural polimer seperti (kitosan, pektin,

alginat, karaginan, gelatin, dan sellulosa) dan sintesis polimer

poly lactic-co-glycolic acid (PLGA), polyanhydrides, dan

Polyethylene Glycol (PEG) (Tiwari, et al, 2011; Makadia et al,

2011; Jana et al, 2011).

Metode untuk preparasi drug carrier dapat dilakukan dengan

teknik spray drying, emulsi penguapan pelarut, koaservasi

pemisahan fase dan difusi pelarut (Tiwari et al, 2011).Kitosan

merupakan biopolimer yang dapat digunakan sebagai material

drug carrier dan biomedik lainnya, seperti drug carrier untuk

obat anti kanker, obat anti-infammatory, antibiotik, vaksin, dan

terapi gen (Dash et al, 2011; Liu et al, 2006). Kitosan memiliki

sifat kationik karena dapat berinteraksi dengan senyawa anionik

melalui ikatan taut silang dan membentuk partikel dalam ukuran

mikro (Sagala, 2012), berkapasitas absorbsi yang tinggi,

biodegradabel, biokompatibel, dan tidak toksik (Domínguez-

Delgado et al, 2014; Tiwari et al, 2011). Pada Penelitian

sebelumnya telah dilakukan kitosan sebagai drug carrier

asetaminofen secara in vitro dan berhasil sebagai drug carrier

dengan pelepasan obat mencapai 98% selama 6 jam (Liu et al,

2006; Dash et al 2011).

Asetaminofen merupakan obat antipiretik dan analgesik yang

banyak digunakan oleh masyarakat (Grassi et al, 2004) dan

memiliki bioavailibitas secara oral sebesar 88% (Mazaleuskaya et

al, 2015). Namun, penelitian tersebut masih sedikit yang

Page 18: TUGAS AKHIR SB-141510

3

diaplikasikan secara in vivo, Sehingga perlu dilakukan uji potensi

produk deasetilasi enzimatik kitin sebagai drug carrier

asetaminofen pada Mus musculus.

1.2 Rumusan Masalah

Bioavailabilitas dan absorbsi obat yang masih rendah,

frekuensi serta konsentrasi pemberian obat yang masih tinggi

dapat menyebabkan toksik dan adanya efek samping.

Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut maka dalam

penelitian ini dirumuskan bagaimana pemanfaatan kitosan hasil

deasetilasi enzimatik kitin sebagai drug carrier asetaminofen.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini, yaitu :

1. Menggunakan biopolimer kitosan hasil modifikasi enzimatik

kitin

2. Sampel obat yang digunakan adalah asetaminofen

3. Uji aplikasi efektifitas produk deasetilasi enzimatik kitin

pada mencit (M. musculus L.) albino Swiss Webster Jantan

4. Analisis sampel asetaminofen diambil dari urin mencit (M.

musculus L.) albino Swiss Webster Jantan.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan bioavaibilitas

obat dan fabrikasi deasetilasi enzimatik kitin sebagai bahan drug

carrier asetaminofen melalui analisis FTIR (Fourier Transform

Infrared Spectroscopy) kitosan, asetaminofen, dan mikrosfer serta

dilakukan analisis dengan UV- Spektrofotometer asetaminofen

yang terserap oleh tubuh mencit (M. musculus L.) albino Swiss

Webster Jantan yang terdapat pada sampel urin.

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini untuk meningkatkan kualitas obat,

mengurangi dosis penggunaan obat, sehingga konsumsi obat lebih

efektif dan efisien untuk sel target.

Page 19: TUGAS AKHIR SB-141510

4

“ Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 20: TUGAS AKHIR SB-141510

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin

Kitin merupakan biopolimer dan struktur primer eksoskeleton

dari crustacea, dan banyak spesies lainnya seperti moluska,

insekta, dan fungi (Jana et al, 2011; Kumirska et al, 2011; Pal et

al, 2014). Kitin sebagai polisakarida kedua yang sangat melimpah

di alam setelah selullosa (Säkkinen, 2003; Kumirska et al, 2011)

dan salah satu sumber limbah terbesar untuk industri pengolahan

ikan (Pal et al, 2014).

Kitin merupakan polimer rantai panjang dari N-asetil-D-

Glukosamin derivat dari glukosa. Struktur kimia dari kitin yaitu

poli-β-(1-4)-N-asetil-D-Glukosamin. Polimer ini tersusun dari

residu N-asetilglukosamin (GlcNac) (Cheba, 2011) yang

dihubungkan oleh ikatan 1,4-β-glikosidik sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 2.1, tidak bercabang, dan mempunyai

bobot molekul besar (Wang & Chang, 1997; Oh et al, 2000). Kitin

memiliki tiga bentuk polimorfik yaitu, α, β, dan γ kitin. β-kitin

menunjukkan reaktivitas deasetilasi yang lebih tinggi daripada α-

kitin (Rinaudo et al, 2006; Säkkinen, 2003). Kitin tidak larut

dalam air dan pelarut organik umumnya. Di sisi lain, kitin dapat

larut hanya dalam pelarut seperti N,N-Dimethylacetamide,

hexafluoroacetone atau hexafluoro-2-propanol (Kumirska, 2011).

Gambar 2.1 Struktur kitin (Jalal et al, 2012).

Page 21: TUGAS AKHIR SB-141510

6

Perbedaan Kitin dan selulosa terletak pada gugus fungsi

penyusunnya. Gugus hidroksil (-OH) pada ikatan atom karbon

nomor dua selulosa diganti dengan gugus asetamida (-NHCOCH3)

pada kitin sehingga membentuk polimer berunit N-asetil

glukosamin (Rinaudo, 2006 ; Cheba, 2011), seperti pada Gambar

2.2.

Gambar 2.2 Struktur selulosa (Kiri) dan Struktur kitin (Kanan)

(Cheba, 2011).

Kitin memiliki range berat molekul rata – rata dari 1,03 x

106 sampai 2,5 x 106 dalton, range derajat deasetilasi kitin 5-15 %,

kitin memiliki solubilitas tidak larut dalam air (hidrofobik)

(Cheba, 2011).

2.2 Kitosan

Kitosan merupakan copolymer linear yang terdiri dari β- (1-

4) -linked D-glukosamin (GlcN) dan N-asetil-D-Glukosamin

(GlcNAc) (Zeng et al, 2008). Kitosan dapat larut pada larutan

asam organik pada pH kurang dari 6,5 diantaranya format, asam

asetat, tartarat, dan asam sitrat (Tiyaboonchai, 2003). Kitosan

memiliki berat molekul 50.000 – 20.000.000 Dalton, termasuk

basa lemah dengan pKa 6,2 -7.0 (Pati & Dash, 2013) Struktur kitin

dan kitosan ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Page 22: TUGAS AKHIR SB-141510

7

Gambar 2.3 Struktur Kitin, Kitosan dan Sellulosa (Santiago,

2011).

Salah satu keuntungan yang nyata dan menarik dari kitosan

yaitu dapat diperoleh dari sumber alami dalam jumlah yang

melimpah serta dapat diperbaharui, berasal dari limbah kepiting,

udang dan kerang (Säkkinen, 2003). Konversi kitin menjadi

kitosan dapat dilakukan secara kiwiawi menggunakan basa kuat

(Prameela et al, 2010) atau dengan menggunakan hidrolisis

enzimatik dengan kitin deasetilase (Rinaudo et al, 2006).

Proses deasetilasi kitosan digunakan untuk mengubah

gugus asetil dari kitin menjadi gugus amina pada kitosan (Khan et

al, 2001). Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari

biopolimer maka semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan

hidrogen dari kitosan sehingga dapat meningkatkan kualitas

kitosan (Tsigos et al, 2000).

Faktor yang mempengaruhi solubilitas diantaranya

solubilitas kitosan akan meningkat dengan meningkatnya derajat

deasetilasi, berat molekul, dan kondisi pelarutan (Chen, 2005).

Page 23: TUGAS AKHIR SB-141510

8

Solubilisasi terjadi karena protonasi fungsi –NH2 pada posisi C-2

dari unit pengulangan D-glukosamin, dengan mengkonversi

glukosamin menjadi bentuk terlarut R-NH3+, dengan demikian

polisakarida dikonversi menjadi polielektrolit pada media asam

(Rinaudo et al, 2006; Shweta & Sonia 2013). Kitosan merupakan

basa lemah dengan nilai pKa sekitar 6,2-7,0 yang dapat terikat

dengan residu D-glukosamin (Chen, 2005). Menurut teori kitosan

dapat larut pada kondisi asam (Tiyaboonchai, 2003) hal ini karena

gugus amina pada kitosan mengandung atom nitrogen, masing –

masing dengan pasangan elektron, gugus amina merupakan gugus

yang lemah dan dapat mengambil ion hidrogen sehingga molekul

kitosan menjadi elektrolit polikationik seperti pada Gambar 2.4,

Hal ini yang akan berperan dalam pelarutan kitosan pada kondisi

asam (Chen, 2005).

Gambar 2.4 Pembentukan gugus amino kuaterner bermuatan

positif pada posisi C-2 ketika larut dalam lingkungan asam (Chen,

2005).

Derajat deasetilasi merupakan besarnya persentase gugus

asetil dari molekular rantai kitin yang berhasil dikonversi menjadi

gugus amina dan fleksibilitas kitosan yang utama bergantung pada

tingginya derajat gugus kimia amina reaktif (Hussain et al, 2013).

Kitosan memiliki derajat deasetilasi lebih dari 50% sedangkan

kitin memiliki derajat deasetilasi kurang dari 50% (Synowiecki &

Al-Khateeb, 2003; Rinaudo, 2006).

Potensi kitosan memiliki banyak aplikasi diberbagai bidang,

diantaranya biomedis, bioteknologi, industri farmasi, kosmetik,

dan biodegradasi (Santiago, 2011). Hal ini dikarenakan gugus

Page 24: TUGAS AKHIR SB-141510

9

amina pada kitosan memiliki muatan kation, sebagai pengganti

gugus amida atau bersifat polikationik (Morris, 2010; Tokuyasu et

al, 1999) yang menunjukkan kitosan tidak memiliki ikatan karbon

rangkap pada oksigennya (C=O) (Zakaria et al, 2012). Aplikasi

kitosan dibeberapa bidang ditentukan oleh persentase derajat

deasetilasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 2.1 Aplikasi Kitosan Berdasarkan Derajat Deasetilasi

Derajat

Deasetilasi

%

Aplikasi Referensi

58 Anti Tumor Tokuyasu, 1999

66 – 99,8 Drug Delivery Bansal et al, 2011

80 Anti Kanker Howling et al, 2001

85 Wound – Healing Dressing Mint BM et al, 2004

90 Transfer gen, Antioksidan Ischaidar, 2014

92 Antimikroba Rinaudo et al, 2006

Adanya gugus amina primer reaktif memberikan sifat

khusus kitosan yang sangat berguna digunakan dalam aplikasi

bidang farmasi (Bansal et al, 2011). Saat ini dikembangkan

aplikasi kitosan sebagai penghantar (Eksipien) yang aman dari

formulasi obat. Tujuan menggunakan kitosan dengan berat

molekul dan derajat deasetilasi yang tinggi adalah untuk fabrikasi

mikrosfer, gel, mikrokapsul sehingga didapatkan produk yang

lebih stabil selain itu juga dapat mengkontrol pelepasan obat yang

berkelanjutan (Tsigos et al, 2000; Bansal et al, 2011).

2.3 Drug Carrier (penghantar obat )

Perkembangan sistem penghantaran obat yang

mengoptimalkan aksi farmasi dari obat sekaligus mengurangi efek

samping toksik in vivo masih terus berkembang (Tiyaboonchai,

2003). Penggunaan sistem penghantaran obat yang telah banyak

dikembangkan diantaranya mikro/nano partikel, dan liposom.

Page 25: TUGAS AKHIR SB-141510

10

Oleh karena itu, dapat dijadikan sebagai alternantif penghantar

obat yang dapat mengatasi banyak permasalahan (Tiyaboonchai,

2003).

Terdapat berbagai macam drug carrier yang sudah

digunakan untuk farmasi seperti mikrosfer, nanopartikel, liposom,

dan lipoprotein (Srikanth et al, 2012). Drug carrier dapat

digolongkan menjadi dua macam berdasarkan biomaterial yang

digunakan yaitu berbasis natural polimer (kitosan, pektin, alginat,

karaginan, gelatin, dan sellulosa) atau sintesis polimer (poly lactic-

co-glycolic acid (PLGA), polyanhydrides, dan Poly Ethylen

Glucol (PEG) (Tiwari, et al, 2011; Makadia et al, 2011; Jana et

al, 2011). Mikrosfer kitosan dapat disintesis oleh sejumlah teknik

yang berbeda seperti solvent evaporation, Spray drying,

Coaservasi, Emulsification dan Suspention cross-linking. Prinsip

produksi mikrosfer kitosan untuk mengontrol pelepasan obat

(Desai, & Park, 2005). Mikrosfer kitosan yang paling banyak

dipelajari dalam sistem pengiriman obat yaitu untuk pelepasan

obat terkendali diantaranya antibiotik, agen anti-hipertensi, agen

anti-kanker, agen anti-inflamasi, protein, obat peptida dan vaksin

(Sinha et al. 2004).

Salah satu potensi kitosan sebagai sistem penghantar obat

melalui oral, nasal, transdermal dan lain sebagainya (Kumirska et

al, 2011). Dalam beberapa aplikasi pengiriman obat dari kitosan,

uji dengan mikrograf elektron membuktikan bahwa obat dan

kitosan sebagai pembawa tercampur merata dalam campuran fisik

dan homogen, dan obat terdistribusikan di kitosan. Hal ini

menunjukkan bahwa kitosan telah berhasil diterapkan sebagai

pembawa untuk senyawa farmasi dalam pemberian obat, dan juga

mampu menyerap obat dari lingkungan berair lainnya. Sebagai

contoh kitosan dilaporkan sebagai pembawa Asetaminofen dalam

pemberian obat (Amouzgar & Salamatinia, 2015).

Cross linking kitosan sangat berguna untuk bidang farmasi

untuk formulasi dari variasi sistem penghataran obat seperti

mikrosfer, nanosfer, hidrogel, dan film/membran. Klasifikasi agen

cross linking diantaranya cross linking fisik dan kimia, cross

Page 26: TUGAS AKHIR SB-141510

11

linking kimia polisakarida merupakan metode yang sangat berguna

dengan stabilitas yang baik. Ikatan kovalen terbentuk antara

polimer berbeda atau antara polimer dan cross linker. Contoh agen

cross linking kimia diantaranya Tripolifosfat , glutaraldehid

formaldehid, vanillin, genipin, dan hexandibromid. Mekanisme

cross linking antara kitosan dan Tripolifosfat terbentuk melalui

interaksi antara gugus amina dari kitosan dan gugus anion dari

Tripolifosfat sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.5 (Shweta

& Sonia, 2013 ; Bhumkar & Pokharkar, 2006).

Gambar 2.5 Struktur Pengikatan Antara Sodium Tripolifosfat dan

kitosan (Bhumkar & Pokharkar, 2006).

Sodium Tripolifosfat (TPP) adalah agen cross linking

non-toksik yang dapat digunakan untuk persiapan mikropartikel

kitosan, adanya gugus PO43- dalam struktur TPP mudah tertarik

oleh protonasi gugus NH3+ melalui cross linking ionik (Parize, et

al , 2012). Sodium Tripolifosfat (TPP) sebagai cross linking dapat

Page 27: TUGAS AKHIR SB-141510

12

bersifat fleksibel pada membran dan dapat meningkatkan stabilitas

kimia membran kitosan (Shweta & Sonia, 2013), selain itu juga

interaksi TPP dengan kitosan menyebabkan pembentukan

biokompatibel nanopartikel kitosan, yang dapat secara efisien

digunakan dalam penghantaran protein dan vaksin sebagai potensi

aplikasi dari penghantar obat (Bhumkar & Pokharkar, 2006).

2.4 Asetaminofen

Asetaminofen (APAP) adalah obat umum yang digunakan

sebagai obat analgesik dan antipiretik yang relatif aman dan

efektif bila digunakan pada dosis terapi, namun dalam dosis

berlebih dapat menyebabkan toksisitas pada hati dan ginjal (Fan et

al, 2014; Cheng et al, 2009). Obat merupakan senyawa yang

digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/

gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu.

Asetaminofen secara farmakokinetik diabsorbsi secara cepat dan

sempurna melalui saluran pencernaan. Konsentrasi tertinggi dalam

plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh didalam

plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh.

Dalam plasma 25 % asetaminofen terikat oleh protein plasma.

Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian

asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan

sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Obat ini dieksresi

melalui ginjal, sebagian kecil asetaminofen (3%) dan sebagian

besar dalam bentuk terkonjugasi (Mardjono, 2010).

Farmakokinetik merupakan efek tubuh terhadap obat.

Farmakokinetik mencakup 4 proses yaitu proses absorbsi,

distribusi, metabolisme, dan eksresi.

a. Absorbsi

Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat

pemberian ke dalam darah. Tempat pemberian obat dapat melalui

saluran cerna, kulit, otot, dan lain sebagainya. Hal terpenting

adalah cara pemberian obat secara oral maka tempat absorbsi

utamanya adalah usus halus karena memiliki permukaan absorbsi

Page 28: TUGAS AKHIR SB-141510

13

yang sangat luas, yakni 200 m2 (panjang 280 cm, diameter 4 cm,

disertai dengan vili dan mikrovili) (Mardjono, 2010). Luas

permukaan besar dari usus halus disebabkan adanya lipatan –

lipatan pada membran mukosa yang merupakan tonjolan –

tonjolan kecil yaitu villi. Villi ini mengandung tonjolan – tonjolan

lebih kecil lagi yang dikenal sebagai mikrovilli (Suprapti, 2012).

Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagian

besar barrier absorbsi adalah membran sel epitel saluran cerna,

seperti halnya semua membran sel di tubuh kita merupakan lipid

bilayer. Dengan demikian agar dapat melintasi membrane sel

tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah

terlebih dahulu larut dalam air). obat yang diberikan secara oral

akan melintasi saluran pencernaan dari mulut hingga anus

(Mardjono, 2010). Asetaminofen merupakan salah satu obat

dengan pemberian secara oral yang selanjutnya akan di absorbsi

pada jalur gastrointestinal dengan transpor pasif dan sebagian

kecil metabolisme obat pada mencit melalui mukosa

gastrointestinal. Pada laki – laki sebagian kecil terjadi di perut

tetapi secara cepat terjadi di usus halus dan tingkat absorbsi juga

bergantung pada tingkat kekosongan lambung (Prescott, 1980).

b. Distribusi

Obat akan diikat oleh protein plasma di dalam darah dengan

berbagai ikatan lemah (seperti, ikatab hidrogen dan ionik). Obat

yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah

keseluruh tubuh (Suprapti, 2012). Obat bebas akan keluar ke

jaringan yaitu ke tempat obat bekerja, ke hati (dimana obat akan

mengalami metabolisme menjadi metabolit yang akan dikeluarkan

melalui empedu atau masuknya kembali kedalam darah) dan ke

ginjal (dimana obat/ metabolitnya dieksresi kedalam urin)

(Mardjono, 2012). Asetaminofen secara cepat dan sama akan

terdistribusi pada jaringan. Rasio konsentrasi sel darah merah dan

plasma yaitu 1,2 : 1 dan akan berikatan dengan protein plasma

Page 29: TUGAS AKHIR SB-141510

14

secara tidak signifikan. Di jaringan, obat yang larut air akan tetap

berada di luar sel (di cairan intestinal) sedangkan obat yang larut

lemak akan berdifusi melintasi membrane sel dan masuk kedalam

sel tetapi karena perbedaan pH di dalam sel (pH = 7) dan di luar

sel (pH =7,4), maka obat – obat asam lebih banyak di luar sel dan

obat – obat basa lebih banyak di dalam sel (Prescott, 1980).

c. Metabolisme (Biotransformasi)

Metabolisme obat yang utama terjadi di hati yakni di

membrane endoplasmic retikulum (mikrosom) dan di sitosol.

Tujuan dari metabolisme obat adalah mengubah obat yang

nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat

dieksresikan melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini

maka obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tetapi sebagian

berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang aktif,

atau menjadi toksik. Reaksi metabolism terdiri dari reaksi fase I

dan Fase II. Reaksi fase I terdiri oksidasi, reduksi, dan hidrolisis

yang mengubah obat menjadi lebih polar, sedangkan reaksi fase II

merupakan reaksi konjugasi dengan subobat endogen: asam

glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino. Pada reaksi

fase I obat diberikan gugus polar seperti gugus hidroksil, gugus

amino, karboksil, dan lain sebagainya, untuk dapat bereaksi

dengan substrat endogen pada rekasi fase II. Adanya gugus -

gugus tersebut maka dapat langsung bereaksi dengan substrat

endogen (Fase II). Hasil yang reaksi fase I yang sudah cukup polar

dapat langsung dieksresikan melalui ginjal tanpa harus melalui

reaksi fase II (Mardjono, 2012).

Reaksi metabolism yang terpenting adalah oksidasi oleh

enzim Cytochrome P450 (CYP) di dalam endoplasmik retikulum

(mikrosom) hati. Salah satu enzim di hati yang terpenting dalam

metabolisme obat adalah CYP3A4/5 enzim ini akan

mematobolisme sekitar 50% obat untuk manusia, Isoenzim ini

Page 30: TUGAS AKHIR SB-141510

15

juga terdapat pada epitel usus halus (sekitar 70% dari total CYP di

usus halus) dan di ginjal (Mardjono, 2012).

Asetaminofen sebanyak 2-5 % dengan dosis terapi akan

dieskresikan dengan bentuk yang tidak berubah pada urin.

Meskipun biotransformasi terjadi sebagian besar pada hati.

Sebagian besar metabolit asetaminofen yaitu konjugat sulfat dan

glukuronida tetapi sebagian kecil fraksi diubah oleh hati menjadi

metabolit yang sangat reaktif. Metabolit ini biasanya cepat

diinaktivasi oleh konjugasi dengan mengurangi glutathione dan

akhirnya diekskresikan dalam urin sebagai sistein dan konjugat

asam merkapturik. Metabolisme asetaminofen bergantung pada

usia dan dosis. Pada orang dewasa muda yang sehat waktu paruh

asetaminofen didalam plasma pada dosis terapi adalah sekitar 2

jam (kisaran 1,5-2,5 jam), 4% dari dosis diekskresikan ke dalam

urin dalam waktu 24 jam sebagai asetaminofen yang tidak

berubah, sulfat, glukuronat, sistein dan asam merkapturik

(Prescott, 1980).

Over dosis dari asetaminofen yang jenuh pada jalur

Glukuronidasi dan sulfasi, terakumulasi besar pada intermediet

reaktif N-asetil-p-benzokuinon imina (NAPQI). Metabolit reaktif,

N-asetil-p-benzokuinon imina (NAPQI), yang dihasilkan dari

asetaminofen teroksidasi oleh sitokrom hati P450 (P450) (Cheng

et al, 2009) Biasanya, NAPQI didetoksifikasi oleh konjugasi

untuk glutation (GSH) dan secara cepat diekskresikan dalam urin

(Fan et al, 2014).

D. Eksresi

Organ yang berperan dalam eksresi obat adalah ginjal. Obat

dieksresi melalui ginjal dalam bentuk utuh atau bentuk

metabolitnya. Eksresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan

cara eliminasi obat melalui ginjal. Eksresi melalui ginjal

melibatkan 3 proses yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif di

tubulus proksimal dan reabsorbsi pasif di sepanjang tubulus.

Page 31: TUGAS AKHIR SB-141510

16

Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma tanpa

protein jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat

sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam

darah(Mardjono, 2012).

Sekresi aktif dalam darah ke lumen tubulus proksimal

terjadi melalui transporter membrane p-glikoprotein (P-gp) dan

MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat didalam

membrane sel epitel dengan selektivitas yang berbeda, yakni MRP

untuk anion organik dan konjugat (seperti, glukuronat, sulfat, dan

konjugat glutation). Reabsorbsi pasif terjadi disepanjang tubulus

untuk membentuk nonion obat yang larut lemak (Mardjono,

2012).

Asetaminofen merupakan obat yang berperan dalam

menyembuhkan penyakit didalam tubuh manusia. Namun,

asetaminofen juga memerlukan suatu pembawa salah satunya

adalah kitosan yang bertindak sebagai pembawa asetaminofen ke

dalam tubuh (Ramadhan & Yuswan, 2013). Interaksi antara gugus

karbonil pada asetaminofen dan gugus amina pada kitosan akan

membentuk ikatan hidrogen sebagaimana ditunjukkan pada

Gambar 2.6.

Gambar 2. 6. Interaksi antara gugus karbonil dari asetaminofen

dan gugus amina dari kitosan (Amouzgar & Salamatinia, 2015).

Asetaminofen merupakan derivat dari para amino fenol

yang dapat memberikan efek antipiretik dan analgesik. Efek

antipiretik ini ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Mardjono,

Page 32: TUGAS AKHIR SB-141510

17

2012).. Secara farmakodinamik efek antipiretik dari asetaminofen

yaitu dapat menurunkan suhu tubuh. Suhu tubuh normal yaitu

36,4C pada pagi hari dan 36,9C pada sore hari (Aronoff et al,

2001). Suhu tubuh diatur oleh keseimbangan antara produksi dan

hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh ini berada di

hipotalamus. Pada saat demam keseimbangan ini akan terganggu

tetapi, dapat kembali pada suhu normal oleh asetaminofen

(Mardjono, 2012; Aronoff et al, 2001).

Peningkatan suhu tubuh terjadi karena adanya pelepasan

propaglandin (PG) yang berlebih didaerah preoptik hipotalamus.

Selain itu COX-3 di hipotalamus dapat dihambat dengan

asetaminofen (Mardjono, 2012). Asetaminofen dengan mudah

menetrasi otak, sehingga bisa menghambat sintesis PG (Botting,

2000). Mekanisme antipiresis yaitu obat antipiretik seperti

asetaminofen, aspirin, dan obat anti-inflamasi yang terkait

(NSAID) dapat menurunkan demam dengan menghambat pesan

inflamasi keduanya yaitu pada periferal dari jaringan yang

mengalami inflamasi dan sistem termoregulasi saraf pusat. Pada

saraf pusat, antipiretik dapat menurunkan termoregulasi terutama

pada set point dengan menghambat produksi cyclooxygenase

prostaglandin E2 (PGE2) (Aronoff et al, 2001).

2.5 Mus Musculus (Mencit)

Mus musculus telah digunakan untuk penelitian ilmiah sejak

1600s. Pada perkembangannya Mus musculus laboratorium mulai

digunakan sebagai model penelitian untuk percobaan genetik sejak

tahun 1900s. Mus musculus juga banyak digunakan untuk

berbagai macam penelitian, diantaranya kanker, immunologi,

toksikologi, metabolisme, perkembangan biologi, diabetes,

obesitas, penuaan, dan penelitian tentang kardiovaskular.

Kelebihan Mus musculus digunakan sebagai hewan uji dalam

penelitian karena ukurannya yang kecil, waktu reproduksi cepat,

murah, dan mudah dibiakkan dalam skala laboratorium. Mus

Page 33: TUGAS AKHIR SB-141510

18

musculus termasuk ordo Rodentia, Famili Muridae beberapa strain

dari Mus musculus adalah NIH Swiss, Swiss Webster, ICR, dan

CD-1. Mus musculus aktif pada malam hari, sehingga

diklasifikasikan sebagai hewan nocturnal. Untuk analisis urine,

urine dikumpulkan biasanya selama 24 jam menggunakan

kandang metabolisme, berikut ini merupakan karakteristik urine

dari Mus musculus yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 (Danneman,

2013).

Tabel 2.2 Parameter Urin Normal pada Mus musculus

Parameter ± Nilai Normal

Warna Sedikit kuning

Volume 0,5 – 2,5 mL/ 24 jam

Specific gravity 1,040

pH 5

Glukosa 0,5-3,0 mg/ 24 jam

Protein 0,6 – 2,6 mg / 24 jam

Saluran pencernaan Mus musculus sama dengan mamalia

lainnya (kecuali ruminansia) yang terdiri dari esophagus, perut,

duodenum, jejunum, ileum, sekum, kolon, dan rektum. Pada perut

terdiri dari kardiak (nonglandular) dan pilorik (glandular).

Nonglandular tersusun atas epithel squamous, Mus musculus tidak

memiliki appendik. Berikut ini merupakan beberapa parameter

biologis dai Mus musculus yang ditunjukkan pada Tabel 2.3

(Danneman, 2013).

Tabel 2.3. Beberapa Macam Parameter Biologi Mus musculus

Parameter Nilai khusus

Jumlah Diploid Kromosom 40

Waktu Hidup 2-3 tahun

Berat Badan Dewasa 20-40 g

Suhu tubuh 36,5 – 38,0 °C (97,5 – 100,4

°F)

Kecepatan Metabolisme 180 -505 kcal/ kg/ Hari

Page 34: TUGAS AKHIR SB-141510

19

Jumlah Bahan Makanan yang

Dimakan

12-18 g/ 100 g Berat Badan/

Hari

Jumlah Air yang diminum 15 ml/ 100 g Berat Badan/

Hari

Kecepatan Bernafas 80-230 nafas / menit

Kecepatan Jantung 500 – 600 ketukan/ menit

Beberapa pre-treatment terhadap analisis sampel urin

menggunakan kandang metabolik yaitu dengan cara sampel urin

yang didapatkan diletakkan kedalam tabung gelap dan disimpan

pada suhu 0°C. kandang dari mencit dicuci dengan menggunakan

5 ml air. Kemudian ditambahkan ke urin dan disimpan kembali

pada suhu 20°C sampai analisis NSAID ini akan dilakukan (Bojic

et al, 2014).

Page 35: TUGAS AKHIR SB-141510

20

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 36: TUGAS AKHIR SB-141510

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2016 hingga

Juli 2017 di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Serta

Laboratorium Zoologi dan Rekayasa Hewan Jurusan Biologi,

FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

3.2 Metode yang Digunakan

3.2.1 Pembuatan Kurva Standart Asetaminofen

Pembuatan kurva standart ini dilakukan untuk mendapatkan

nilai standart yang akan di gunakan untuk analisis residu

asetaminofen yang terserap pada sampel urin mencit (Mus

musculus). Pembuatan larutan standart dilakukan dengan cara

(w/v:1 mg/ml) menghaluskan asetaminofen yang didapatkan dari

produk komersil sebanyak 500 mg dan dilarutkan dengan

menggunakan aquades 10 ml kedalam 100 ml labu ukur. Preparasi

larutan FeCl3 1 % (w/v) yaitu dengan melarutkan 1 gram FeCl3

kedalam 100 ml aquades. Kemudian dibuat variasi larutan untuk

plot kurva standart dan ditambahkan 400 µl dari 1% FeCl3,

divortex (1000 rpm) sampai menghasilkan warna biru, dan

dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 560 nm (λmaks untuk mendeteksi Asetaminofen dengan

FeCl3). Sehingga didapatkan grafik kurva standart dari nilai

absorbansi (Aman et al, 2012).

3.2.2 Fabrikasi Mikrosfer Kitosan dengan Metode Droplet

Proses pembuatan drug carrier asetaminofen sebagai berikut.

Asetaminofen seberat 1,5 gram dilarutkan kedalam 300 ml asam

asetat 1% (v/v) di dalam gelas Beker sehingga tercapai konsentrasi

0,5 % (w/v), kemudian kitosan berbentuk bubuk (powder)

ditambahkan dan diaduk dengan menggunakan stirrer dengan

kecepatan 8000 rpm selama 24 jam tanpa pemanasan. Setelah itu

agen cross linker Sodium Tripolifosfat (TPP) dengan konsentrasi

Page 37: TUGAS AKHIR SB-141510

22

1% (w/v) ditambahkan sebanyak 10 ml dengan cara diteteskan

secara berkala dan terus diaduk menggunakan stirrer dengan

kecepatan yang sama (8000 rpm) selama 30 menit.

Larutan campuran tersebut kemudian di teteskan

menggunakan dissposible syringe diatas magnetic stirrer dengan

suhu 100oC yang telah dilapisi alumunium foil untuk mendapatkan

bentukan mikrosfer kitosan. Preparasi mikrosfer ini menggunakan

dua perbedaan formulasi ratio obat : polimer kitosan (1:1 dan 1:2).

Sehingga dapat menghasilkan tetesan kecil (droplet). Tetesan kecil

(droplet) tersebut selanjutnya di oven pada suhu 50oC selama 24

jam..

3.2.3 Konfirmasi Uji Jumlah Obat dan Efisiensi Enkapsulasi

pada Mikrosfer Kitosan

Mikrosfer Kitosan sebanyak 20 mg dihaluskan, kemudian

dimasukkan kedalam test tube dan ditambahkan 500 µl FeCl3 1%,

campuran tersebut kemudian di sentrifus selama 1 menit pada

1000 rpm. Supernatan diambil dan dianalisis dengan

menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 560

nm (Aman et al, 2012). Nilai absorbansi yang didapatkan di

masukkan kedalam y = ax + b pada kurva standart sebagai nilai y,

Sehingga dapat ditentukan jumlah kandungan obat didalam 20 mg

mikrosfer kitosan. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai efisiensi

enkapsulasi nilai hasil uji jumlah obat dimasukkan kedalam rumus

dibawah ini, dengan konsentrasi obat menurut teori didapatkan

dari jumlah mikrosfer kitosan yang diambil (20 mg), sebagaimana

menurut Liu et al (2005), uji Efesiensi kandungan obat tersebut

dihitung menggunakan persamaan berikut :

Page 38: TUGAS AKHIR SB-141510

23

3.2.4 Karakterisasi Mikrosfer dengan Fourier Transform

Infrared Spectroscopy (FTIR)

Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR )adalah

metode yang digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi

senyawa organik (Khopkar, 2003). Kitosan, Asetaminofen dan

Mikrosfer kitosan yang akan diuji terlebih dahulu di preparasi

dengan cara pembuatan pellet. Pembuatan pelletini dilakukan

dengan mengambil beberapa miligram sampel kemudian

dihaluskan dalam mortar, dan ditambahkan KBr (Kalium

Bromida). Serbuk yang telah dihaluskan diletakkan dalam pellet

press secara merata, dihubungkan ke pompa kompresi hydraulik,

selanjutnya ditekan dengan tekanan 10 t/in2. Analisis dilakukan

untuk mengindentifikasi adanya gugus fungsi spesifik yang

berperan dalam fabrikasi mikrosfer seperti adanya gugus (N-H),

(C=O) dan (O-H) (Chun et al., 2005).

3.2.5 Uji Aplikasi Mikrosfer Kitosan Pada Mencit Albino M.

musculus. L Swiss Webster Jantan

Dosis asetaminofen standard untuk mencit (M. musculus L.)

albino Swiss Webster yaitu 300 mg/kg, dengan karakteristik

mencit albino M. musculus L. Swiss Webster jantan berumur ± 2,5

bulan dan berat badan rata – rata 25 gram (Miners et al, 1984).

Hewan uji untuk aplikasi drug carrier dalam penelitian terdapat

sebanyak 15 ekor, untuk 3 perlakuan dan 5 kali ulangan yang

ditempatkan di dalam sebuah bak kandang modifikasi (Selvaraj &

Archunan, 2002).

Asetaminofen (kontrol) dan mikrosfer kitosan A (1:1) dan

mikrosfer kitosan B (1:2), masing masing dengan dosis 300

mg/kg, 0,15 mg asetaminofen, serta 0,16 mg asetaminofen yang

telah diuji dengan kurva standart, selanjutnya dilarutkan kedalam

aquades 1-2 ml hingga terlarut seluruhnya. kemudian diinjeksikan

melalui oral menggunakan jarum kanula. Sampel urin dikoleksi

dari hewan uji selama 24 jam setelah pemberian secara oral

asetaminofen dan mikrosfer asetaminofen-kitosan (wong et al,

Page 39: TUGAS AKHIR SB-141510

24

1981). Pengambilan sampel urine dilakukan dengan cara

mengambil sampel urine yang tertampung didalam kandang

Mencit albino M. musculus L. Swiss Webster jantan menggunakan

mikropipet. Selanjutnya sampel urin sebanyak ± 1-2 ml yang

didapatkan diletakkan kedalam test tube dan disimpan pada suhu

4ºC sampai analisis ini dilakukan (Bojic et al, 2014).

3.2.6Analisis Residu Asetaminofen pada Sampel Urin dengan

UV- Spektrofotometer

Sampel urine sebanyak 100 µl dianalisis menggunakan

single chromogenic reagent FeCl3 1% (w/v) sebanyak 400 µl.

Campuran tersebut kemudian di sentrifus selama 1 menit dengan

1000 rpm. Supernatan diambil dan dianalisis dengan

menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 560

nm (Aman et al, 2012). Sehingga dapat ditentukan jumlah

kandungan obat didalam sampel urin.

3.3 Analisis Data

3.3.1 Penyusunan, Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh berupa mikrosfer kitosan hasil

fabrikasi, jumlah obat dan efisiensi enkapsulasi dan perubahan

gugus fungsi dari hasil fabrikasi mikrosfer menggunakan FTIR.

Hasil aplikasi fabrikasi mikrosfer secara in vivo dianalisis secara

deskriptif kuantitatif.

Page 40: TUGAS AKHIR SB-141510

25

Page 41: TUGAS AKHIR SB-141510

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Fabrikasi Mikrosfer Kitosan

Pembuatan mikrosfer dari kitosan sebagai drug carrier

asetaminofen dilakukan dengan menggunakan metode droplet

yang memanfaatkan sodium tripolifosfat sebagai agen cross

linker. Visualisasi bentuk fabrikasi mikrosfer ditunjukkan pada

Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Visualisasi Bentuk Fabrikasi Mikrosfer.

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa mikrosfer droplet

berbentuk padatan, berwarna kuning kecoklatan dan setiap satu

bentukan droplet mikrosfer memiliki ukuran ± 1 mm yang diduga

terbentuk karena adanya interaksi antara kitosan dengan

asetaminofen. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa

interaksi antara kitosan dan asetaminofen tersebut menyebabkan

gugus (N-H) pada kitosan berikatan dengan gugus (C=O).

Semakin banyak gugus (N-H) maka semakin banyak

pembentukan gugus (O-H) yang mengindikasikan terbentuknya

ikatan hidrogen antara kitosan dan asetaminofen (Amouzgar &

Salamatinia, 2015).

± 1 mm

Page 42: TUGAS AKHIR SB-141510

26

4.2 Konfirmasi Jumlah dan Efisiensi Enkapsulasi

Asetaminofen pada Mikrosfer Kitosan

Mikrosfer droplet yang terbentuk selanjutnya

dikonfirmasi jumlah dan Efisiensi Enkapsulasi asetaminofen yang

terkandung pada mikrosfer kitosan ditunjukkan dalam Tabel 4.1

untuk mengetahui jumlah asetaminofen yang terikat.

Tabel 4.1 Konfirmasi Jumlah dan Efisiensi Enkapsulasi

Asetaminofen pada Mikrosfer Kitosan

Mikrosfer

Jumlah

asetaminofen per

20 mg mikrosfer

(mg)

Jumlah

asetaminofen per

mg mikrosfer

(mg)

Efisiensi

Enkapsulasi

(%)

A 0,14 0,007 0,7%

B 0,25 0,0125 1,25%

Keterangan (A): Mikrosfer dengan perbandingan obat dan kitosan

1:1, (B): Mikrosfer dengan perbandingan obat dan kitosan 1:2.

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui hasil konfirmasi

jumlah asetaminofen yang terikat setiap 20 mg mikrosfer. Pada

mikrosfer B memiliki kandungan asetaminofen yang terikat lebih

banyak yaitu sebesar 0,25 mg asetaminofen. Sedangkan pada

mikrosfer A hanya memiliki kandungan asetaminofen yang

terikat sebesar 0,14 mg asetaminofen. Hal ini disebabkan karena

jumlah kitosan yang lebih banyak mengindikasikan banyaknya

gugus (N-H) yang dapat mengikat gugus (C=O) dari

asetaminofen. Amouzgar & Salamatinia (2015) dan Takahashi et

al, (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa interaksi

antara gugus (N-H) pada kitosan dan gugus (C=O) pada

asetaminofen menyebabkan terbentuknya gugus (O-H). Selain itu,

dengan mengetahui jumlah asetaminofen per mg mikrosfer, maka

dapat diketahui pula persentase efisiensi enkapsulasi dimana

untuk mikrosfer (B) memiliki enkapsulasi yang lebih besar yaitu

1,25% sedangkan efisiensi enkapsulasi mikrosfer (A) hanya

Page 43: TUGAS AKHIR SB-141510

27

sebesar 0,07%. Persentase ini berbanding lurus dengan jumlah

asetaminofen yang terikat pada setiap mg mikrosfer kitosan.

4.3 Analisis Kitosan, Asetaminofen dan Mikrosfer dengan

Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Karakterisasi spektra FTIR menunjukkan adanya gugus

fungsi yang berinteraksi pada asetaminofen dan mikrosfer yang

ditunjukkan pada Tabel 4.2 Hasil Analisis FTIR pada Kitosan,

Asetaminofen dan Mikrosfer.

Tabel 4.2 Hasil Analisis FTIR pada Kitosan, Asetaminofen, dan

Mikrosfer

Analisis

Range

Panjang

Gelombang

Gugus

Fungsi

Panjang Gelombang

(cm)

Gugus

Fungsi

Kitosan 3100-3500

(N-H)

1650-1690

(C=O)

2500-3400

(O-H)

3254,24 ; 1623,62 N-H dan

C=O

Asetaminofen 3321,05 ; 3160,19;

1651,49

N-H dan

C=O

Mikrosfer A 3256,03 ; 2921,80 ;

1618,14

N-H dan

O-H

Mikrosfer B 3255,00 ; 2918.54 ;

1654,28

N-H dan

O-H

Kisaran absorbansi kitosan berada pada spektra FTIR pada

panjang gelombang 4.000- 500 cm-1. Kisaran 3.100 – 3.500

menunjukkan vibrasi stretch pada gugus amina (N-H) yang

ditandai dengan adanya pita serapan pada kisaran absorbansi

tersebut, Adanya vibrasi stretch gugus amina (N-H) pada kitosan

sebelum menjadi drug carrier memiliki intensitas serapan yang

Page 44: TUGAS AKHIR SB-141510

28

lebih tinggi yaitu pada panjang gelombang 3254,24 cm-1,

sedangkan pada asetaminofen hanya memiliki kisaran vibrasi

stretch gugus amina (N-H) pada panjang gelombang 3160,19 cm-

1 dan 3321,05 cm-1. Selain itu pada asetaminofen juga terdapat

pita serapan pada panjang gelombang 1651,49 cm-1 yang

mengindikasikan terdapat gugus karbonil (C=O) yang berada

pada kisaran absorbansi 1650-1690 (Stuart, 2004). Berikut ini

merupakan peak hasil analisis FTIR yang ditunjukkan pada

Gambar 4.2

Gambar 4.2 Peak Hasil Analisis FTIR Kitosan (Hitam),

Asetaminofen (Merah), Mikrosfer A (Hijau), dan Mikrosfer B

(Biru).

Berdasarkan Gambar 4.2 terdapat mikrosfer obat yang

dihasilkan dari adanya pengikatan antara gugus amina yang

terdapat pada biopolimer kitosan sebagai drug carrier dengan

gugus karbonil yang terdapat pada asetaminofen, sehingga

terbentuk ikatan hidrogen (O-H) dengan kisaran absorbansi 2500

– 3400 (Stuart, 2004). Hal tersebut ditunjukkan adanya ikatan

hidrogen yang terbentuk pada mikrosfer dengan perbandingan 1:1

Page 45: TUGAS AKHIR SB-141510

29

dan 1:2, pada mikrosfer (A) memiliki serapan pada panjang

gelombang 2921,80 cm-1 dan 3256,03 cm-1 sedangkan untuk

mikrosfer (B) memiliki intensitas serapan yaitu pada panjang

gelombang 2918,54 cm-1 dan 3255,00 cm-1, dimana mikrosfer (B)

menujukkan absorbansi serapan yang lebih kuat dibandingkan

dengan mikrosfer (A), hal tersebut mengindikasikan bahwa pada

mikrosfer (B) lebih banyak terbentuk ikatan hidrogen (O-H).

4.4 Analisis Residu Asetaminofen pada Sampel Urin

Hasil analisis residu asetaminofen pada sampel urin mencit

(Mus musculus L.) albino Swiss Webster jantan dilakukan dengan

menggunakan metode analisis UV- Spektrofotometer yang

ditunjukkan pada Tabel 4.3. Mencit yang digunakan sebagai

hewan uji merupakan mencit jantan, dikarenakan pada mencit

jantan tidak dipengaruhi oleh hormon reproduksi, seperti pada

mencit betina yang dikhawatirkan akan mengalami fase estrus,

serta hormone resproduksi lainnya yang akan mempengaruhi

metabolisme. Pada penelitian ini sampel urin digunakan untuk

mendapatkan data jumlah asetaminofen yang terserap,

Sebagaimaa Riviere, (2006) menyatakan bahwa untuk

mendapatkan konsentrasi absorbsi dapat menggunakan Urin,

darah dan feses. Namun dalam penelitian lain menyebutkan

bahwa lebih baik jika menggunakan sampel darah untuk

mendapatkan data yang lebih akurat, hal ini disebabkan karena

obat yang masuk akan mengalami proses absorbsi terlebih dahulu

selanjutnya akan di alirkan melalui darah ke site target. Sehingga

konsentrasi obat yang terserap dapat lebih akurat diketahui

dengan menggunakan sampel darah. Prescot, (1980) menyatakan

bahwa proses absorbsi merupakan proses masuknya obat dari

tempat pemberian ke dalam darah. Sehingga obat yang telah

diabsorbsi akan masuk kedala aliran darah untuk disebarkan ke

jaringan dan cairan interseluler dimana proses ini disebut sebagai

distribusi dalam farmakokinetik (Sakai, 2008).

Page 46: TUGAS AKHIR SB-141510

30

Tabel 4.3 Hasil Residu Asetaminofen pada Sampel Urin

Perlakuan

Jumlah Residu Obat

pada Sampel Urin

(mg)

Persentase Jumlah Obat

pada Sampel Urin

(%)

Kontrol 0,005 0,5

A 0,064 6,4

B 0,19 19

Keterangan (A): Mikrosfer dengan perbandingan obat dan kitosan

1:1, (B): Mikrosfer dengan perbandingan obat dan kitosan 1:2.

Berdasarkan Tabel 4.3 ditunjukkan bahwa pada kontrol

jumlah asetaminofen yang terdapat pada urin sebanyak 0,5%,

sedangkan untuk asetaminofen dengan penambahan kitosan yang

terdapat pada mikrosfer A dan mikrosfer B yaitu sebesar 6,4 %

dan 19 %. Jumlah residu asetaminofen pada urin

mengindikasikan banyaknya obat yang terserap. Hal ini

disebabkan karena setiap obat yang masuk akan mengalami

proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresi. Sehingga

dapat dikatakan bahwa asetaminofen yang terdapat pada urin

telah mengalami absorbsi. Pada hasil penelitian secara in vivo

ini, untuk asetaminofen dengan menggunakan drug carrier

berupa kitosan memiliki residu yang lebih besar dibandingkan

dengan kontrol (asetaminofen tanpa kitosan). Pada kontrol, obat

akan masuk kedalam tubuh secara oral, kemudian akan

mengalami absorbsi pada usus halus dan berikatan dengan

reseptor sehingga dapat masuk kedalam aliran darah dan secara

langsung dapat terdistribusi ke seluruh tubuh dan site target,

namun beberapa obat dapat secara langsung dieksresikan melalui

feses tanpa mengalami metabolisme (biotransformasi) terlebih

dahulu, sehingga obat yang terdapat pada urin sebagai jumlah

obat yang terserap lebih sedikit. Sebagaimana disebutkan bahwa

setiap obat yang masuk akan mengalami proses absorbsi,

distribusi, metabolisme dan eksresi (Sakai, 2008).

Page 47: TUGAS AKHIR SB-141510

31

Pada mikrosfer A obat yang terserap yaitu sebesar 6,4%

dan pada mikrosfer B obat yang terserap adalah sebesar 19%.

Pada mikrosfer A dan B, jumlah obat yang terdapat pada sampel

urin lebih besar jika dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini

dipengaruhi karena adanya kitosan dalam bentuk mikrosfer

sebagai drug carrier yang memiliki sifat mucoadhsive, sehingga

dapat meningkatkan retensi waktu untuk penyerapan obat,

sebagaimana Korting- Schafer, (2010) menyatakan bahwa usus

halus merupakan tempat penyerapan berbagai macam obat oleh

karena itu adanya polimer mucoadhesive dapat melindungi atau

menutupi obat dari pengaruh degradasi enzim, tingginya aktivitas

perpidahan, dan waktu transit yang relatif pendek. Adanya

polimer tersebut dapat memperpanjang waktu kontak dengan

membran sehingga dapat meningkatkan absorbsi. Selain itu Preda

& leucuta (2003) menyatakan bahwa beberapa sistem

mucoadhesive seperti partikel, granul atau pellet dapat

meningkatkan retensi waktu di perut pada hewan uji tikus.

Mikrosfer kitosan pada penelitian ini juga dapat diketahui

jumlah asetaminofen yang terserap melalui analisis sampel urin

dikarenakan obat yang masuk melalui oral akan mengalami

proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresi (Sakai,2008).

Mikrosfer kitosan tersebut masuk secara oral lalu menuju usus

halus untuk proses absorbsi. Asetaminofen merupakan obat

antipiretik dimana tempat absorbsinya pada usus halus

(Mardjono, 2012). Pada proses ini kitosan yang memiliki muatan

positif pada gugus amina yang akan berikatan dengan membran

sel epitel yang bermuatan negatif yaitu lipid bilayer melalui difusi

pasif (Ensign et al, 2012). Sifat bioadhesive dari kitosan adalah

secara ionik berinteraksi pada permukaan mukosa. Karena sifat

fisik ini, kitosan dapat memfasilitasi perpindahan bahan aktif

polar melalui permukaan epitel (Acosta et al, 2015).

Sebagaimana Amouzgar & Salamatinia, (2015) juga menyatakan

bahwa kitosan berperan dalam memaksimalkan proses absorbsi

pada vili usus halus.

Page 48: TUGAS AKHIR SB-141510

32

Setelah proses absorbsi ini selanjutnya obat akan masuk

kedalam sel yang ditargetkan untuk menghasilkan efek terapeutik,

dan akan terdistribusi melalui aliran darah ke site target, ke hati

(untuk proses metabolisme untuk membentuk metabolit yang

akan di keluarkan kembali kedalam darah) dan ke ginjal. Menurut

Mardjono, (2012) dan Sakai (2008) dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa obat yang telah terdistribusi akan dilanjutkan

untuk proses metabolisme atau biotransformasi pada proses ini

obat yang memiliki sifat non polar akan diubah menjadi polar

agar dapat dieksresikan melalui ginjal. dan proses selanjutnya

adalah ekskresi. Proses ekskresi ke dalam urin merupakan salah

satu mekanisme paling penting untuk menghilangkan obat.

Apabila obat belum diubah menjadi senyawa larut dalam air di

hati, maka akan diserap kembali melalui aliran darah pada akhir

proses filtrasi, Dan akan dialirkan ke dalam tubuh kembali. Jika

obat tersebut larut dalam air, mereka akan berakhir di urin dan

diekskresikan. Sehingga jumlah asetaminofen yang terdapat pada

sampel urin merupakan jumlah obat yang terserap oleh tubuh.

Oleh karena itu pada penelitian ini di dapatkan bahwa obat yang

terserap dengan pada menggunakan drug carrier lebih tinggi

dibandingkan dengan obat tanpa drug carrier, karena kemampuan

kitosan yang memiliki bersifat mucoadhesive, biodegradable dan

tidak toksik.

Page 49: TUGAS AKHIR SB-141510

33

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 50: TUGAS AKHIR SB-141510

33

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Mikrosfer kitosan yang dihasilkan berbentuk padatan dan

berwarna kuning kecoklatan, serta memiliki ukuran ± 1 mm

dalam setiap satu bentukan droplet.

2. Jumlah obat dalam setiap mg mikrosfer A dan B adalah 0,007

mg dan ,0125 mg, dengan efisiensi enkpasulasi sebesar 0,7 %

dan 1,25 %.

3. Mikrosfer kitosan hasil deasetilasi enzimatik kitin mampu

diaplikasikan sebagai drug carrier asetaminofen sehingga

dapat meningkatkan penyerapan, Hasil analisis melalui

banyaknya jumlah asetaminofen pada sampel urin yaitu

sebesar kontrol 0,5%, mikrosfer (A) 6,4%, dan mikrosfer (B)

19%.

5.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu :

1. Perlu adanya optimasi fabrikasi mikrosfer dengan

menggunakan metode lain untuk mendapatkan mikosfer yang

lebih baik sehingga dapat meningkatkan efisiensi enkapsulasi.

2. Perlu adanya studi lanjut mengenai optimasi jumlah polimer,

sehingga dapat meningktkan penyerapan obat secara

sempurna serta perlu adanya optimas karakterisasi mikrosfer

kitosan sehingga dapat dihasilkan mikrosfer yang lebih

optimal untuk aplikasi drug carrier.

Page 51: TUGAS AKHIR SB-141510

34

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 52: TUGAS AKHIR SB-141510

35

DAFTAR PUSTAKA

Acosta, N., Sanchez, E. and Calderon, L.2015. Physical Stability

Studies of Semi-Solid Formulations from Natural

Compounds Loaded with Chitosan Microspheres. Department

of Physical Chemistry. Faculty of Pharmacy, Institute of

Biofunctional Studies, Complutense University, Spain.

Aman, T., Kazi, A. A., Hamid, A., Shahwar, D. and Khan, N.

2012. Determination Of Two Analgesics (Acetyl Salicylic Acid

and Acetaminophen) By Single Chromogenic Reagent. A

Review: International Journal Of Pharmateutical Sciences

Review and Research. Vol. 12, Issue 1

Amouzgar, P. and Salamatinia, B. 2015. Presence of

Pharmaceuticals in Water Bodies and the Potential of Chitosan

and Chitosan Derivatives for Elimination of Pharmaceuticals.

Journal Molecular and Genetic Medicine. S4 : 001

Anandharamakrishnan, C. and Ishwarya, P.S. 2015. Spray

Drying Teqniques For Food Ingredient Encapsulation. John

Wiley &Sons, Inc. Canada

Anitha, A., Sowmya, S., Sudheesh Kumar, P.T., Deepthi, S.,

Chennazhi, K.P., Ehrlich, H., Tsurkan, M. and Jayakumar, R.

2014. Chitin and chitosan in selected biomedical applications.

Progress in Polymer Science. 24 : 864

Aronoff, D.M., Eric, G. and Neilson, MD. 2001. Antypiretic

Mechanism Of action and Clinical Use in Fever Suppression.

American Journal of Medicine. Vol. 111

Bansal, V., Sharma, P.K., Sharma, N., Pal, O.P. and Malviya, R.

2011. Applications of Chitosan and Chitosan Derivatives in Drug

Delivery. Advances in Biological Research. 5 (1): 28-37.

Page 53: TUGAS AKHIR SB-141510

36

Botting, R.M. 2000. Mechanism of Action of Acetaminophen:

Is There a Cyclooxygenase 3?. London School of Medicine and

Dentistry, London, England . Infectious Diseases Society of

America.

Bhumkar, D. R. and Pokharkar, V.B. 2006. Studies on Effect of

pH on Cross-linking of Chitosan With Sodium Tripolyphosphate:

A Technical Note. AAPS Pharm Sci Tech . 7 (2)

Chaeba, B.A. 2011. Chitin and Chitosan: Marine Biopolymers

with Unique Properties and Versatile Applications. Global

Journal of Biotechnology & Biochemistry. 6 (3): 149-153

Chun, M.K., Cho, C. and Choi,H.K. 2005. Mucoadhesive

microspheres prepared by interpolymer complexation and solvent

diffusion method. International Journal of Pharmaceutics 288

: 295–303

Cheung, R.C.F., Ng, T.B., Wong, J.H. and Chan, W.Y. 2015.

Chitosan: An Update on Potential Biomedical and

Pharmaceutical Applications. a review.Marine Drugs, 13:5156-

5186

Chen, W. 2005. Cross-Linked Chitosan in Mini-Tablets for

Controlled Drug Release. Faculty of Health Science.

TSHWANE University of Technology

Cheng, J., Ma, X., Krausz, K.W., Idle, J.R. and Gonzale, F.R.

2009. Rifampicin-Activated Human Pregnane X Receptor and

CYP3A4 Induction Enhance Acetaminophen Induced Toxicity.

Drug Metabolism And Dispotition. Vol. 37, No. 8

Dash, M., Chiellini, F., Ottenbrite, R.M. and Chiellini, E. 2011.

Chitosan : A versatile semi-synthetic polymer in biomedical

applications. Progress in Polymer Science, 36 : 981–1014

Page 54: TUGAS AKHIR SB-141510

37

Danneman, P.J., Mark A.S. and Cory, F.B. The Laboratory

Mouse, 2nd Edition. 2013. CRC PressPress Taylor & Francis

Group. London, New York.

Desai, K.G.H. and Park, H.J. 2005. Preparation of cross-linked

chitosan microspheres by spray drying: Effect of cross-linking

agent on the properties of spray dried microspheres. Journal of

Microencapsulation. 22(4): 377–395

Dumitriu, S. 2002. Polymeric Biomaterial 2nd Edition.

University Of Sherbrok. Canada.

Domínguez-Delgado, C.L., Rodríguez-Cruz, I.M.,Fuentes-Prado,

E.,Escobar-Chávez, J.J., Vidal-Romero, G., García-González, L.

and Puente-Lee, R.I. 2014. Drug Carrier Systems Using

Chitosan for Non Parenteral Routes. Universidad Nacional

Autónoma de México (UNAM). Mexico

Fan, X., Jiang, Y., Chen, P., Wang, Y., Tan, H., Zang, H. and

Wang, Y., Qu, A. 2014. herapeutic Efficacy of Wuzhi Tablet

(Schisandra sphenanthera Extract) on Acetaminophen-Induced

Hepatotoxicity through a Mechanism Distinct from N-

Acetylcysteine. Drug Metab Dispos. 43:317–324

Gad, C.S. 2008. Pharmateutical Manufacturing Handbook:

Production and Process. John Wiley & Sons, Inc. Canada

Grassi, M., Voinovich, D., Grabnar, I., Franceschinis, E. and

Perisstutti, B. 2004. Preparation and in vitro/in vivo

characterisation of a melt pelletised paracetamol/stearic acid

sustained release delivery system. Spectroscopy. 18 : 375–386

Hussain, M.R., Iman, M. and Kaji, T.K. 2013. Determination of

Degree of Deacetylation of Chitosan and Their effect on the

Page 55: TUGAS AKHIR SB-141510

38

Release Behavior of Essential Oil from Chitosan and Chitosan-

Gelatin Complex Microcapsules. International Journal of

Advanced Engineering Applications, Vol.2, Iss.4, pp.4-12

Howling, GI., Dettmar, P., Goodard, P., Hampson, F., Domish, M

and Wood. 2001. J. Biomaterial 22:2959-2966.

Ischaidar., Natsir, H. dan Dali, S., 2014. Production and

Application of Chitin Deacetylase from Bacillus licheniformis

HSA3-la as Biotermicide. Marina Chimica Acta, April 2014

Vol. 15 No. 1.

Jana, S., Gandhi, A., Sen, K.K. and Basu, S.k. 2011. Natural

Polymers and their Application in Drug Delivery and Biomedical

Field Journal of PharmaSci Tech, 1(1):16-27

Kawabata, Y., Wada, K., Nakatani, M., Yamada, S. and Onoue,

S. 2011. Formulation design for poorly water-soluble drugs based

on biopharmaceutics classification system: Basic approaches and

practical applications. International Journal of Pharmaceutics,

420 : 1-10

Kumirska, J., Winhold, M.X., Czerwicka, M., Kaczyński, Z.,

Bychowska, A., Brzozowski, K., Thöming, J. and Stepnowski, P.

2011. Influence of the Chemical Structure and

Physicochemical Properties of Chitin- and Chitosan-Based

Materials on Their Biomedical Activity. UFT- Centre for

Environmental Research and Sustainable Technology. Germany

Khan, T. A., Peh, K.K. and Ch’ng, H. S. 2002. Degree of

deacetylation values of chitosan: the influence of analytical

methods. J Pharm Pharmaceut Sci. 5(3):205-212

Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas

Indonesia Press: Jakarta

Page 56: TUGAS AKHIR SB-141510

39

Liu, C., Desai, K.G.H., Tang, X. and Chen, X. 2006. Dug Release

Kinetic of Spray Dried Chitosan – Microsphere. Drying

Technology, 24: 769–776

Lewandowska, K. 2015. Characterization of chitosan composites

with synthetic polymers and inorganic additives. International

Journal of Biological Macromolecules, 81:159–164.

Korting- Schafer, M., 2010. HandBook of Experimental

Pharmacology 197 ; Drug Delivery. Springer Heidelberg

Dordrecht.London New York.

Makadia, H.K and Siegel, S.J. 2011. Poly Lactic-co- Glycolic

Acid (PLGA) as Biodegradable Controlled Drug Delivery

Carrier. Polymer, 3:1377 – 1397.

Mardjono, M. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima.

Jakarta. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Universitas

Indonesia.

Min, BM., Lee, S., Lim, J., Lee, T., Kang, P. and Park, W. 2004.

Chitin and Chitosan Nanofibers: Electrospinning and

Deacetylation of Chitin Nanofibers. Polymer 45:7137-7142.

Miners, J.O., Drew, R. and Birkett, D.J. 1984. Mechanism Of

Action Of Paracetamol, Protective Agents In Mice In Vivo.

Biochemical Pharmacology, Vol. 33, No. 19, pp. 2995-3000

Morris, G.A., Kok, M.S. Harding, S. and Adams, G.G. 2010.

Polysaccharide Drug Delivery System Based on Pectin and

Chitosan. A Review : Biotechnology and Genetic Engineering

Vol. 27, 257-284

Page 57: TUGAS AKHIR SB-141510

40

Oh, Y.S., Shih, I.L., Tzeng, Y.M. and Wang, S.L. 2000. Protease

Produced by Pseudomonas aeruginosa K-187 and its Application

in Deproteinization of Shrimp and Crab Shell Wastes. J. Enzyme

Microbiology Technology. 27: 3–10

Pati , M. K. and Dash, D. 2013. Chitosan : A Versatile

Biopolymer For Various Medical Applications. International

Journal of Scientific & Engineering Research. Vol. 4 : Issue 1

Pal, J., Verma, H.O., Koy, D. and Kumar, . 2014. Biological

Method of Chitin Extraction from Shrimp Waste an Eco-friendly

low Cost Technology and its Advanced Application.

International Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 1(6):

104-107

Pandey, A., Mishra, S., Tiwari, A. and Misra, K. 2004. Targeted

drug delivery (Site specific drug delivery). Journal of Scientific

& Industrial Research, 63 : 230-247

Peer, D. 2012. Handbook Of Harnessing Biomaterials in

Nanomedicine : Preparation, Toxicity and Application. Taylor

& Francis Group, LLC.

Prameela, K., Mohan, C.M., Smitha, P.V. and Hemalatha, K.P.J.

2010. Bioremediation of Shrimp Biowaste by Using Natural

Probiotic for Chitin and Carotenoid Production an Alternative

Method to Hazardous Chemical Method. International Journal

of Applied Biology and Pharmaceutical Technology Volume:

I: Issue-3: Nov-Dec -2010.

Preda & leucuta. 2003. Oxprenolol - Loaded Bioadhesive

Microsphere : Preparation and in vitro / in vivo Characterization.

Journal Microencapsul. 20 : 47-57

Page 58: TUGAS AKHIR SB-141510

41

Prescott, L.F.1980.Kinetics And Metabolism of Paracetamol and

Phenacetin. Journal Clnical Pharmateutical. Vol 10. 291S-

298S

Ronny Martien, R., Adhyatmika., Irianto, D.K., Farid V. and

Dian, P.S. 2012. Perkembangan Teknologi Nanopartikel

sebagai Sistem Penghantaran Obat. Majalah Farmaseutik, Vol.

8 No. 1

Rinoudo, M. 2006. Chitin and chitosan: Properties and

applications. Prog. Polym. Sci. 31: 603–632.

Riviere, J.E. 2006. Dermal Absorption Models In Toxicology

and Pharmacology. Tailor & Francis Group, LLC.

Rodrigues, S., Dionisio, M., Lupez, R. C. and Grenha, A. 2012.

Biocompatibility of Chitosan Carriers with Application in Drug

Delivery. a review. Journal of Functional Biomaterials, 3: 615-

641

Sakai, J.B. 2008. Practical Pharmacology for the Pharmacy

Technician. Lippincott Williams & Wilkins,

Santiago E. A. 2011. Characterization and Properties of Chitosan.

Universidade Federal de Viçosa. Brazil

Säkkinen, M. 2003. Biopharmaceutical Evaluation of

Microcrystalline Chitosan as Release-Rate-Controlling

Hydrophilic Polymer in Granules for Gastro-Retentive Drug

Delivery. Department of Pharmacy. University of Helsinki

Sinha, V.R., Singla, A.K., Wadhawan, S., Kaushik, R., Kumria,

R., Bansal, K. and Dhawan, S. 2004. Chitosan microspheres as a

potential carrier for drugs. International Journal of

Pharmaceutics. 274 : 1–33

Page 59: TUGAS AKHIR SB-141510

42

Suprapti, B. 2012. Biofarmasetika & Farmakokinetika

Terapan Edisi kelima. Surabaya. Airlangga University Press

Selvaraj, R. and Archunan, G. 2002. Chemical Identification and

Bioactivity of Rat ( Rattus rattus ) UrinaryCompound.

Zoological Studies. 41 (2) : 127-135

Shweta, A. and Sonia, P. 2013. Pharmaceutical Relevance of

Crosslinked Chitosan in Microparticulate Drug Delivery.

International Research Journal of Pharmacy. 4 (2)

Srikanth, K., Gupta, V.R.M., Manvi, S.R. and Devanna, R. 2013.

Particulate Carrier System. International Research Journal of

Pharmacy, 3: 11

Synowiecki, J. and Al-Khateeb, N.A. 2003. Production,

Properties, and Some New Applications of Chitin and Its

Derivatives. Critical Reviews in Food Science and Nutrition,

43(2):145–171

Tiwari, S. and Verma, P. 2011. Microencapsulation technique by

solvent evaporation method. International Journal Of

Pharmacy & Science, Vol. 2, No. 8 : 998-1005

Tiyaboonchai, W. 2003. Chitosan Nanoparticles: A Promising

System for Drug Delivery. Naresuan University Journal, 11(3):

51-66

Tokuyasu, K., Kaneko, S., Hayashi, K. and Mori, Y. 1999.

Production of Recombinant Chitin Deacetylation in the Culture

Medium of Escherichia coli Cells. Journal FEBS. 458: 23–26.

Page 60: TUGAS AKHIR SB-141510

43

Tsigos, L., Martinou, A., Kafetzopoulos, D. and Bouriotis, V.

2000. Chitin deacetylases: new, versatile tools in biotechnology.

Elsevier Science Ltd. Vol. 18

Vilar, G., Tulla – Puche, J. and Albericio, F. 2012. Polymers and

Drug Delivery Systems. Current Drug Delivery. Vol. 9 No. 4

Wang, J.J., Zeng, Z.W., Xiao, R.Z., Zhou, G.L., Zhan, X.R. and

Wang, S.L. 2011. Recent advances of chitosan nanoparticles as

drug carriers. International Journal of Nanomedicine. 6:765–

774

Wang, S.L. and Chang, W.T. 1997. Purification and

Characterization of Two Bifunctional Chitinase/Lysozymes

Extracellularly Produced by Pseudomonas aeruginosa K-187 in a

Shrimp and Crab Shell Powder Medium. Journal Applied

Environment Microbiology. 63(2): 380–386

Wong, L.T., Whitehouse, L.W., Solomonraj, G. and Paul, C.J.

1981. Pathways Of Disposition Of Acetaminophen Conjugates In

The Mouse. Toxicology Letters. 9 (1981) 145-151

Zakaria, Z., Izzah, Z., Jawaid, M. and Hassan, A. 2012. Effect

Degree Of Deacetylation Of Chitosan On Thermal Stability And

Compatibility Of Chitosan-Polyamide Blend. BioResources.7(4)

: 5568 -5580

Zeng, L., Qin, C., Wang, W., Chi, W. and Li, W. 2008.

Absorption and distribution of chitosan in mice after oral

administration. Carbohydrate Polymers. 71: 435–440.

Page 61: TUGAS AKHIR SB-141510

44

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 62: TUGAS AKHIR SB-141510

45

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian

Fabrikasi Mikrosfer Kitosan dengan Metode

Droplet

Konfirmasi Jumlah Asetaminofen pada Mikrosfer

Kitosan

Konfirmasi Efisiensi

Enkapsulasi

Konfirmasi Jumlah

Asetaminofen

Analisis Mikrosfer

Kitosan

Dengan FTIR

Aplikasi Mikrosfer kitosan

Analisis Residu Asetaminofen

pada Sampel Urin

Page 63: TUGAS AKHIR SB-141510

46

Lampiran 2. Kurva Standart Asetaminofen

Pembuatan kurva standart dilakukann dengan menyiapkan stock

asetaminofen 0,05 % dengan membuat stock serial silution

sebagai berikut :

1. Pembuatan larutan stock awal asetaminofen sebanyak 10 ml

Sebanyak 500 mg asetaminofen dilarutkan dalam 10 ml

aquades.

2. Pembuatan serial dilution asetaminofen

Sebanyak 7 serial dilution disiapkan dengan menggunakan

larutan stock asetaminofen yang telah disiapkan. Disiapkan

dengan variasi konsentrasi 0,11 mg/ml, 0,12 mg/ml, 0,13

mg/ml, 0,14 mg/ml, 0,15 mg/ml, 0,16 mg/ml, 0,17 mg/ml.

Konsentrasi

(mg/ml) Absorbansi (nm)

0,11 0,357

0,12 0,474

0,13 0,484

0,14 0,494

0,15 0,578

0,16 0,638

0,17 0,657

Page 64: TUGAS AKHIR SB-141510

47

Page 65: TUGAS AKHIR SB-141510

48

L

am

pir

an

4.

Ha

sil

FT

IR K

ito

san

Page 66: TUGAS AKHIR SB-141510

49

La

mp

iran

4.

Ha

sil

An

ali

sis

FT

IR A

seta

min

ofe

n

Page 67: TUGAS AKHIR SB-141510

50

Co

llectio

n tim

e: M

on J

ul 0

3 1

5:4

7:0

9 2

01

7 (

GM

T+

07

:00

)

402.71413.62

419.72

440.52

453.25

524.56

559.49

835.12

951.051006.27

1151.23

1258.601308.22

1374.97

1412.29

1508.721545.35

1618.14

1980.48 1996.57 2008.032048.77

2178.95

2921.80

3256.03

-0.0

0

0.0

2

0.0

4

0.0

6

0.0

8

0.1

0

0.1

2

0.1

4

Absorbance

500

1

000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

Wave

num

bers

(cm

-1)

Title

:

Mon J

ul 03 1

5:4

8:0

3 2

017 (

GM

T+

07:0

0)

FIN

D P

EA

KS

: S

pectr

um

: A

Regio

n:

4000.0

0

400.0

0 A

bsolu

te t

hre

shold

: 0.0

08

Sensitiv

ity:

50

Peak lis

t: P

ositio

n:

402.7

1 I

nte

nsity:

0

.0973

Positio

n:

413.6

2 I

nte

nsity:

0

.0965

Positio

n:

419.7

2 I

nte

nsity:

0

.0955

Positio

n:

440.5

2 I

nte

nsity:

0

.103

Positio

n:

453.2

5 I

nte

nsity:

0

.102

Positio

n:

524.5

6 I

nte

nsity:

0

.100

Positio

n:

559.4

9 I

nte

nsity:

0

.0935

Positio

n:

835.1

2 I

nte

nsity:

0

.0442

Positio

n:

951.0

5 I

nte

nsity:

0

.0662

Positio

n:

1006.2

7 I

nte

nsity:

0

.0953

Positio

n:

1151.2

3 I

nte

nsity:

0

.0476

Positio

n:

1258.6

0 I

nte

nsity:

0

.0311

Positio

n:

1308.2

2 I

nte

nsity:

0

.0380

Positio

n:

1374.9

7 I

nte

nsity:

0

.0466

Positio

n:

1412.2

9 I

nte

nsity:

0

.0387

Positio

n:

1508.7

2 I

nte

nsity:

0

.0409

Positio

n:

1545.3

5 I

nte

nsity:

0

.0473

Positio

n:

1618.1

4 I

nte

nsity:

0

.0372

Positio

n:

1980.4

8 I

nte

nsity:

0

.0087

Positio

n:

1996.5

7 I

nte

nsity:

0

.0097

Positio

n:

2008.0

3 I

nte

nsity:

0

.0099

Positio

n:

2048.7

7 I

nte

nsity:

0

.0083

Positio

n:

2178.9

5 I

nte

nsity:

0

.0092

Positio

n:

2921.8

0 I

nte

nsity:

0

.0217

Positio

n:

3256.0

3 I

nte

nsity:

0

.0281

Sp

ectr

um

: A

Re

gio

n:

34

95

.26

-45

5.1

3

Se

arc

h typ

e:

Co

rre

latio

n

Hit L

ist:

Ind

ex

Ma

tch

C

om

po

un

d n

am

e

Lib

rary

8

48

.17

CE

LL

OP

HA

NE

Hu

mm

el P

oly

me

r S

am

ple

Lib

rary

4

0 4

6.4

4 C

EL

LO

PH

AN

E

Hu

mm

el P

oly

me

r S

am

ple

Lib

rary

1

22

36

.47

DE

XT

RO

SE

MO

NO

HY

DR

AT

E P

OW

DE

R

Ge

org

ia S

tate

Cri

me

La

b S

am

ple

Lib

rary

1

07

8 3

5.8

6 P

ullu

lan

P8

00

HR

Hu

mm

el P

oly

me

r a

nd

Ad

ditiv

es

8

0 3

4.4

9 C

HO

ND

RO

ITIN

SU

LF

AT

E G

RA

DE

III S

OD

Sig

ma

Bio

log

ica

l S

am

ple

Lib

rary

1

07

9 3

4.4

4 P

ullu

lan

P2

00

0

HR

Hu

mm

el P

oly

me

r a

nd

Ad

ditiv

es

5

65

33

.65

Ce

llo

ph

an

e

HR

Hu

mm

el P

oly

me

r a

nd

Ad

ditiv

es

4

5 3

2.8

7 P

OL

Y(T

ET

RA

FL

UO

RO

ET

HY

LE

NE

:PR

OP

EN

E)

Hu

mm

el P

oly

me

r S

am

ple

Lib

rary

1

19

32

.74

INO

SIT

OL

PO

WD

ER

IN

KB

R

Ge

org

ia S

tate

Cri

me

La

b S

am

ple

Lib

rary

9

1 3

2.5

3 IS

OM

AL

TO

SE

AP

PR

OX

99

%

Sig

ma

Bio

log

ica

l S

am

ple

Lib

rary

A M

on J

ul 0

3 1

5:4

8:2

0 2

01

7 (

GM

T+

07

:00

)

La

mp

iran

5.

Ha

sil

FT

IR M

ikro

sfer

Ob

at

da

n K

ito

san

1:1

Page 68: TUGAS AKHIR SB-141510

51

Co

lle

ctio

n tim

e: M

on J

ul 0

3 1

5:5

0:3

0 2

01

7 (

GM

T+

07

:00

)

405.22 409.62 415.91

421.20

427.45

433.26

438.97

444.54

450.51

463.01

469.44

475.40

481.15

486.81

492.55

498.43

504.47

510.91

517.03

522.56

528.50

534.16

539.90

545.26

550.18

555.22

589.07

594.36

599.52

604.73

667.59683.68

689.07

833.50

898.60951.86

1007.44

1151.78

1256.331308.31

1375.18

1411.76

1508.521544.98 1559.72

1617.93 1654.28

2918.54

3255.00

-0.0

0

0.0

2

0.0

4

0.0

6

0.0

8

0.1

0

0.1

2

0.1

4

0.1

6

0.1

8

0.2

0

0.2

2

0.2

4

Absorbance

500

1

000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

Wavenum

bers

(cm

-1)

Title

:

Mo

n J

ul

03

15

:51

:45

20

17

(G

MT

+0

7:0

0)

FIN

D P

EA

KS

:

Sp

ec

tru

m:

B

Re

gio

n:

40

00

.00

4

00

.00

Ab

so

lute

th

res

ho

ld:

0.0

37

Se

ns

itiv

ity

: 5

0

Pe

ak

lis

t:

Po

sit

ion

:

40

5.2

2 I

nte

ns

ity

:

0.1

18

Po

sit

ion

:

40

9.6

2 I

nte

ns

ity

:

0.1

26

Po

sit

ion

:

41

5.9

1 I

nte

ns

ity

:

0.1

34

Po

sit

ion

:

42

1.2

0 I

nte

ns

ity

:

0.1

37

Po

sit

ion

:

42

7.4

5 I

nte

ns

ity

:

0.1

25

Po

sit

ion

:

43

3.2

6 I

nte

ns

ity

:

0.1

32

Po

sit

ion

:

43

8.9

7 I

nte

ns

ity

:

0.1

34

Po

sit

ion

:

44

4.5

4 I

nte

ns

ity

:

0.1

37

Po

sit

ion

:

45

0.5

1 I

nte

ns

ity

:

0.1

31

Po

sit

ion

:

46

3.0

1 I

nte

ns

ity

:

0.1

34

Po

sit

ion

:

46

9.4

4 I

nte

ns

ity

:

0.1

29

Po

sit

ion

:

47

5.4

0 I

nte

ns

ity

:

0.1

31

Po

sit

ion

:

48

1.1

5 I

nte

ns

ity

:

0.1

35

Po

sit

ion

:

48

6.8

1 I

nte

ns

ity

:

0.1

37

Po

sit

ion

:

49

2.5

5 I

nte

ns

ity

:

0.1

35

Po

sit

ion

:

49

8.4

3 I

nte

ns

ity

:

0.1

34

Po

sit

ion

:

50

4.4

7 I

nte

ns

ity

:

0.1

35

Po

sit

ion

:

51

0.9

1 I

nte

ns

ity

:

0.1

37

Po

sit

ion

:

51

7.0

3 I

nte

ns

ity

:

0.1

40

Po

sit

ion

:

52

2.5

6 I

nte

ns

ity

:

0.1

43

Po

sit

ion

:

52

8.5

0 I

nte

ns

ity

:

0.1

41

Po

sit

ion

:

53

4.1

6 I

nte

ns

ity

:

0.1

35

Po

sit

ion

:

53

9.9

0 I

nte

ns

ity

:

0.1

35

Po

sit

ion

:

54

5.2

6 I

nte

ns

ity

:

0.1

36

Po

sit

ion

:

55

0.1

8 I

nte

ns

ity

:

0.1

38

Po

sit

ion

:

55

5.2

2 I

nte

ns

ity

:

0.1

36

Po

sit

ion

:

58

9.0

7 I

nte

ns

ity

:

0.1

21

Po

sit

ion

:

59

4.3

6 I

nte

ns

ity

:

0.1

22

Po

sit

ion

:

59

9.5

2 I

nte

ns

ity

:

0.1

21

Po

sit

ion

:

60

4.7

3 I

nte

ns

ity

:

0.1

16

Po

sit

ion

:

66

7.5

9 I

nte

ns

ity

:

0.0

93

3

Po

sit

ion

:

68

3.6

8 I

nte

ns

ity

:

0.0

86

3

Po

sit

ion

:

68

9.0

7 I

nte

ns

ity

:

0.0

86

0

Po

sit

ion

:

83

3.5

0 I

nte

ns

ity

:

0.0

61

5

Po

sit

ion

:

89

8.6

0 I

nte

ns

ity

:

0.0

71

6

Po

sit

ion

:

95

1.8

6 I

nte

ns

ity

:

0.0

96

0

Po

sit

ion

: 1

00

7.4

4 I

nte

ns

ity

:

0.1

44

Po

sit

ion

: 1

15

1.7

8 I

nte

ns

ity

:

0.0

69

9

Po

sit

ion

: 1

25

6.3

3 I

nte

ns

ity

:

0.0

49

7

Po

sit

ion

: 1

30

8.3

1 I

nte

ns

ity

:

0.0

63

3

Po

sit

ion

: 1

37

5.1

8 I

nte

ns

ity

:

0.0

81

1

Po

sit

ion

: 1

41

1.7

6 I

nte

ns

ity

:

0.0

73

6

Po

sit

ion

: 1

50

8.5

2 I

nte

ns

ity

:

0.0

73

6

Po

sit

ion

: 1

54

4.9

8 I

nte

ns

ity

:

0.0

90

0

Po

sit

ion

: 1

55

9.7

2 I

nte

ns

ity

:

0.0

87

1

Po

sit

ion

: 1

61

7.9

3 I

nte

ns

ity

:

0.0

63

3

Po

sit

ion

: 1

65

4.2

8 I

nte

ns

ity

:

0.0

58

3

Po

sit

ion

: 2

91

8.5

4 I

nte

ns

ity

:

0.0

38

5

Po

sit

ion

: 3

25

5.0

0 I

nte

ns

ity

:

0.0

55

4

Sp

ectr

um

: B

Re

gio

n:

34

95

.26

-45

5.1

3

Se

arc

h typ

e:

Co

rre

latio

n

Hit L

ist:

Ind

ex

Ma

tch

C

om

po

un

d n

am

e

Lib

rary

8

48

.52

CE

LL

OP

HA

NE

Hu

mm

el P

oly

me

r S

am

ple

Lib

rary

4

0 4

7.6

1 C

EL

LO

PH

AN

E

Hu

mm

el P

oly

me

r S

am

ple

Lib

rary

8

0 3

6.0

6 C

HO

ND

RO

ITIN

SU

LF

AT

E G

RA

DE

III S

OD

Sig

ma

Bio

log

ica

l S

am

ple

Lib

rary

1

22

34

.38

DE

XT

RO

SE

MO

NO

HY

DR

AT

E P

OW

DE

R

Ge

org

ia S

tate

Cri

me

La

b S

am

ple

Lib

rary

9

1 3

2.7

9 IS

OM

AL

TO

SE

AP

PR

OX

99

%

Sig

ma

Bio

log

ica

l S

am

ple

Lib

rary

1

19

32

.66

INO

SIT

OL

PO

WD

ER

IN

KB

R

Ge

org

ia S

tate

Cri

me

La

b S

am

ple

Lib

rary

4

5 3

1.4

9 P

OL

Y(T

ET

RA

FL

UO

RO

ET

HY

LE

NE

:PR

OP

EN

E)

Hu

mm

el P

oly

me

r S

am

ple

Lib

rary

1

4 3

0.2

2 M

ET

HY

L A

LC

OH

OL

, 9

9.9

%, S

PE

CT

RO

PH

OT

OM

ET

RI A

ldri

ch

Va

po

r P

ha

se

Sa

mp

le L

ibra

ry

C G

RA

DE

5

65

30

.13

Ce

llo

ph

an

e

HR

Hu

mm

el P

oly

me

r a

nd

Ad

ditiv

es

4

96

5 2

9.3

8 N

-Ace

tyle

tha

no

lam

ine

HR

Ald

rich

FT

-IR

Co

lle

ctio

n E

ditio

n II

B M

on J

ul 0

3 1

5:5

2:0

4 2

01

7 (

GM

T+

07

:00

)

La

mp

iran

6.

Ha

sil

FT

IR M

ikro

sfer

Ob

at

da

n K

ito

san

1

:2

Page 69: TUGAS AKHIR SB-141510

52

Mik

rosf

er

Ab

sorb

ansi

(n

m)

Pen

gen

cera

n

Ab

sorb

ansi

x

Pen

gen

cera

n

(nm

)

Jum

lah

Ob

at p

er 2

0 m

g

Mik

rosf

er

(mg

)

Jum

lah

Ob

at p

er m

g

Mik

rosf

er

(mg

)

Jum

lah

ob

at d

alam

mik

rosf

er y

ang

dig

un

akan

(mg

)

A 0,237 2,4 0,568 0,14 0,007 0,15

B 0,477 2,2 0,976 0,25 0,0125 0,16

Lampiran 7. Perhitungan Jumlah Asetaminofen pada Mikrosfer

Page 70: TUGAS AKHIR SB-141510

53

1. Jumlah Obat pada Mikrosfer

Kurva Standart y = 3,8925x - 0,0166

Jumlah obat per 20 mg mikrosfer dapat dihitung dengan

menggunakan rumus berikut ini :

Dosis asetaminofen yang dibutuhkan untuk mikrosfer 1:1

yaitu 0,15 mg.

Dosis asetaminofen yang dibutuhkan untuk mikrosfer 1:2

yaitu 0,16 mg.

Kandungan obat pada mikrosfer uji (1:1)

= 0,14 mg asetaminofen : 20 mg mikrosfer x 22,7 mg mikrosfer

= 0,15 mg

a. Mikrosfer obat dan kitosan 1:1

y = 3,8925x - 0,0166

0,568 = 3,8925x

x = 0,14 mg asetaminofen

b. Mikrosfer obat dan kitosan 1:2

y = 3,8925x - 0,0166

0,976 = 3,8925x

x = 0,25 mg asetaminofen

Page 71: TUGAS AKHIR SB-141510

54

2. Persentase Efisiensi Enkapsulasi ( EE %)

Mikrosfer Efisiensi Enkapsulasi (EE %)

Mikrosfer obat dan kitosan

1:1 0,7 %

Mikrosfer obat dan kitosan

1:2 1,25 %

Berikut ini perhitungan Efisiensi Enkapsulasi yaitu :

Kandungan obat pada mikrosfer uji (1:2)

= 0,25 mg asetaminofen : 20 mg mikrosfer x 12,9 mg mikrosfer

= 0,16 mg

EE % Mikrosfer 1:1 = 0,14 mg asetaminofen : 20 mg mikrosfer x

100 %

= 0,007 x 100 %

= 0,7 %

EE % Mikrosfer 1:1 = 0,25 mg asetaminofen : 20 mg mikrosfer x

100 %

= 0,0125 x 100 %

= 1,25%

Page 72: TUGAS AKHIR SB-141510

55

Lampiran 8. Hasil Residu Asetaminofen pada Urin

Kurva standart y = 3,8925x - 0,0166

Perlakuan

(Absorbansi x Pengenceran (Kali))

1 2 3 4 5

Kontrol 0,16 0,15 0,15 0,15 0,16

A 0,15 0,15 0,15 0,15 0,12

B 0,11 0,12 0,12 0,12 0,11

Per

lak

uan

Jum

lah

Ob

at m

asu

k (

mg

)

(a)

Rat

a- r

ata

jum

lah

ase

tam

ino

fen

pad

a u

rin

(b)

Rat

a- r

ata

jum

lah

ase

tam

ino

fen

pad

a u

rin

: j

um

lah o

bat

mas

uk

(mg

)

(c)

Jum

lah

ob

at y

ang

ter

sera

p (

mg

)

(c)

: 3

,9

Per

sen

tase

o

bat

yan

g T

erse

rap

(%

)

Kontrol 7,5 0,15 0,02 0,005

0,5 %

A 0,15 0,14 0,25 0,064 6,4 %

B 0,16 0,12 0,75 0,192 19 %

Page 73: TUGAS AKHIR SB-141510

56

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 74: TUGAS AKHIR SB-141510
Page 75: TUGAS AKHIR SB-141510
Page 76: TUGAS AKHIR SB-141510

57

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Pamekasan,

04 September 1994. Anak

pertama dari Bapak Mohammad

Bausir dan Ibu Salmi. Riwayat

pendidikan penulis sebagai

berikut: SDN Kolpajung 1

Pamekasan (2001-2007), SMPN

2 Pamekasan (2007-2010),

SMAN 1 Pamekasan (2010-

2013), Biologi ITS (2013-

selesai). Penulis diterima di

jurusan Biologi ITS, Surabaya pada tahun 2013 dengan jalur

SNMPTN. Pengalaman organisasi yang pernah diikuti penulis

selama menempuh pendidikan di Biologi ITS Adalah sebagai

Staff Departemen Sosial Masyarakat (HIMABITS), Staff Ahli

Departemen Kesejahteraan Mahasiswa Himpunan Mahasiswa

Biologi ITS (HIMABITS). Riwayat kepanitiaan yang pernah

diikuti penulis selama menempuh pendidikan di Biologi ITS

adalah Sie konsumsi pada BOF8 2014, Ketua panitia pada

acara Donor Darah HUT Biologi 2015, dan Sie Publikasi

BOF9 2015. Riwayat Prestasi yang pernah dicapai oleh

penulis adalah mendapatkan Dana Hibah Penelitian Pekan

Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2017.

Penulis melaksanakan Kerja Praktek untuk

memenuhi salah satu persyaratan mengambil Tugas Akhir di

PT. Cheil Jedang Indonesia Pasuruan pada tahun 2016.