laporan kinerja ditjen kesehatan masyarakat

42
LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017 DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERAIN KESEHATAN TAHUN 2018

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KINERJA

DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

TAHUN 2017

DIREKTORAT JENDERAL

KESEHATAN MASYARAKAT

KEMENTERAIN KESEHATAN

TAHUN 2018

Page 2: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

i | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

KATA PENGANTAR

Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu unit eselon I di

Kementerian Kesehatan memiliki kewajiban untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Salah satu komponen SAKIP adalah membuat

Laporan Kinerja yang menggambarkan kinerja yang dicapai atas pelaksanaan program

dan kegiatan yang menggunakan APBN.

Penyusunan laporan kinerja berpedoman pada Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Permenpan) Nomor 53 tahun

2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu

atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan kinerja ini merupakan informasi

kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya

dicapai. Dalam laporan kinerja ini juga menyertakan berbagai upaya perbaikan

berkesinambungan yang telah dilakukan dalam lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat, untuk meningkatkan kinerjanya pada masa mendatang.

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, telah menyelesaikan Laporan Kinerja

tahun 2017 sebagai bentuk akuntabilias perjanjian kinerja yang dibuat pada awal tahun

2017. Secara garis besar laporan berisi informasi tentang tugas dan fungsi organisasi;

rencana kinerja dan capaian kinerja sesuai dengan Rencana Stategis (Renstra)

Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, disertai dengan faktor pendukung dan

penghambat capaian, serta upaya tindak lanjut yang dilakukan.

Peningkatan kualitas laporan kinerja ini menjadi perhatian kami, masukan dan

saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan

penyusunan laporan di tahun yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita

semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan dan pengembangan program

di masa mendatang.

Jakarta, Januari 2018

Direktur Jenderal

dr. Anung Sugihantono, M.Kes

NIP 196003201985021002

Page 3: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

ii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

IKHTISAR EKSEKUTIF

Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam Peraturan

Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi

dan dalam PermenPAN Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk

Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu

atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka Direktorat

Jenderal Kesehatan Masyarakat menyusun laporan kinerja

sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja yang telah dilakukan

pada tahun 2016.

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia

Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat

melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan

perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan program dan

kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat tahun 2017 mengacu

pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015. Untuk

mencapai tujuan tersebut, dilakukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan masing-

masing unit eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. Upaya

tersebut dilaksanakan di tiap jenjang pemerintahan mulai dari pemerintah pusat,

pemerintah daerah (melalui dana dekonsentrasi) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Laporan kinerja disusun berdasarkan capaian kinerja tahun 2017 sebagaimana

yang sudah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang terdiri dari Indikator Kerja

Utama (IKU). Sumber data dalam laporan ini diperoleh dari unit eselon II dan UPT di

lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat tahun 2017.

Berdasarkan Perjanjian Kinerja tahun 2017 antara Menteri Kesehatan dengan

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

memiliki 3 Indikator Kinerja, (1) Peningkatan persentase persalinan di fasilitas

pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian sebesar 82,79% (target 81%), (2)

Penurunan persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) berdasarkan hasil

PSG tahun 2017 di 34 Provinsi sebesar 14,8% (target 21,2%), (3) Peningkatan

persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar 89,82% (target 81%).

Realisasi anggaran dilingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat meliputi

anggaran dekonsentrasi, kantor pusat dan kantor daerah sebesar 94,05%. Serapan dana

kantor pusat sebesar 96,23%; kantor daerah 91,88% dan dekonsentrasi 89,05%.

Capaian kinerja penyerapan anggaran keseluruhan sebesar 96,96% (data SPAN cut off

22 Januari 2018), sebanding dengan capaian kinerja program yang direpresentasikan

melalui 3 Indikator Kinerja yang telah tercapai diatas 100%.

Keseluruhan indikator kinerja utama program kesehatan masyarakat dilaksanakan

di tingkat Puskesmas. Oleh karena itu alokasi anggaran tersebut bertujuan untuk

memastikan indikator tersebut berjalan sebagaimana mestinya mulai dari level kebijakan,

standar, pedoman dan evaluasi .

Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran di tahun 2017

dikarenakan adanya tambahan hibah luar negeri, efisiensi anggaran dan revisi anggaran

antar program sehingga pagu mengalami perubahan yang cukup signifikan.

Page 4: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

iii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Perbaikan ke depan perlu koordinasi lebih baik antar unit eselon II dalam

penyusunan rencana operasional kegiatan terutama dengan melibatkan Direktur Jenderal

serta para eselon II sehingga rencana kegiatan yang dibuat dapat terlaksana dengan

baik. Proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan lebih awal (tidak melewati

triwulan 2) agar tidak semua pengadaan menumpuk pada akhir tahun.

Page 5: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

iv | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

DAFTAR ISI

IKHTISAR EKSEKUTIF ........................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii

BAB I ...................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Maksud dan Tujuan ................................................................................. 2

C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi ............................................................ 2

D. Tugas Pokok dan Fungsi ......................................................................... 3

E. Potensi dan Permasalahan ...................................................................... 4

F. Sistematika .............................................................................................. 6

BAB II ..................................................................................................................... 7

A. Perjanjian Kinerja .................................................................................... 7

B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat .................................. 7

BAB III .................................................................................................................... 8

A. Capaian Kinerja Organisasi ..................................................................... 8

1. Indikator Kinerja Program ............................................................. 8

B. Realisasi Anggaran ............................................................................... 23

BAB IV ................................................................................................................. 31

Kesimpulan ................................................................................................ 31

Page 6: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

v | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat .................. 7

Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2017 . 9

Tabel 3. Capaian Kinerja Provinsi terhadap target nasional Tahun 2017 ............. 12

Tabel 5. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2017 ........ 28

Tabel 6. Realisasi Dekonsentrasi di lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat

Tahun 2017 ............................................................................................. 28

Tabel 6. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat menurut lokasi

satuan kerja kantor daerah tahun 2017 .................................................. 29

Page 7: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

vi | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Trend Cakupan Pf Riskesdas Tahun 2007-2013 ................................... 10

Grafik 2. Target, Cakupan, dan Capaian Kinerja Renstra Tahun 2017 ................ 10

Grafik 3. Target dan Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan ........................ 11

Grafik 4. Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan (Pf) Tahun 2017 ................ 11

Grafik 5. Perbandingan Persentase Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK)

Tahun 2017 dengan Target Jangka Menengah ..................................... 16

Grafik 6. Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita per Hari Tahun 2013-2016 ......... 16

Grafik 7. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari Tahun 2013-2016 ....... 17

Grafik 8. Cakupan KN 1 Tahun 2010-2017 .......................................................... 19

Grafik 9. Target, Cakupan dan Capaian Kunjungan Neonatus 1 Tahun 2017 ..... 20

Grafik 10. Target, Cakupan dan Capaian Kunjungan Neonatus 1 Tahun 2015-

2017....................................................................................................... 20

Grafik 11. Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) di Tahun 2017 ............ 21

Grafik 12.Persentase Realisasi Dana Dekonsentrasi Program Kesmas .............. 29

Page 8: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

vii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Indikator Kinerja Utama Program Kesehatan Masyarakat .................... 8

Page 9: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

viii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

DAFTAR SINGKATAN

KEK : Kurang Energi Kronik

KN1 : Kunjungan Neonatal Pertama

PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PF : Persalinan di Fasilitas Kesehatan

TTD : Tablet Tambah Darah

K4 : Kunjungan ke empat kali selama masa kehamilan

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

Page 10: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

1 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya, senantiasa membangun akuntabilitas yang dilakukan melalui

pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan

terukur. Diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan

dapat berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai

dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan

Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan

dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya

akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil,

tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal

melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5)

terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan

responsivitas sistem kesehatan. Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2016 yang

merupakan awal tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian

Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor HK 02.02/ Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan, yang mempunyai visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan

Berkeadilan”. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program

Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi

masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang

didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma

sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar

paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam

pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2)

penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses

pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan

kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis

risiko. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat merupakan unit yang sangat

berperan dalam mewujudkan pilar pertama dalam “Program Indonesia Sehat”.

Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan

kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas

tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.

Laporan kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian kinerja Direktorat

Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam satu tahun anggaran beserta dengan hasil

capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada di lingkungan

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di tahun 2017.

Dengan perubahan Susunan Organisasi baru Permenkes Nomor 64 Tahun 2016

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan maka dilakukan perubahan

dalam penyusunan perjanjian kinerja. Perjanjian kinerja yang ditandatangani Direktur

Page 11: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

2 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Jenderal Kesehatan Masyarakat dengan Menteri Kesehatan terdiri dari 1 sasaran dan

3 indikator kinerja, yang sebelumnya terdiri dari 3 sasaran dan 6 indikator kinerja.

B. Maksud dan Tujuan

Penyusunan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2017 dalam mencapai

target dan sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan

ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat oleh pejabat yang bertanggungjawab.

C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi

1. Visi

Visi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, mendukung kepada visi

Kementerian Kesehatan RI, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,

Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”.

2. Misi

Misi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat mendukung kepada misi

Kementerian Kesehatan yaitu:

a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;

b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hokum;

c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim;

d. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera;

e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;

f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta;

g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

3. Tujuan

Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di

lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat dalam rangka terselenggaranya

pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna agar

meningkatnya status kesehatan masyarakat.

4. Nilai-nilai

Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan

kesehatan, Ditjen Kesehatan Masyarakat menganut dan menjunjung tinggi nilai-

nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan antara lain:

a. Pro Rakyat;

b. Inklusif;

c. Responsif;

d. Efektif;

Page 12: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

3 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

e. Bersih.

5. Strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat

Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya

kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui

peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan

dan peningkatan pembiayaan kesehatan.

Strategi pembangunan kesehatan masyarakat tahun 2015-2019 meliputi:

a. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut Usia yang Berkualitas.

b. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.

c. Meningkatkan Penyehatan Lingkungan.

d. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

6. Sasaran Ditjen Kesehatan Masyarakat

Sasaran Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, adalah meningkatnya

ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi

seluruh masyarakat.

7. Indikator Kinerja

Indikator kinerja Ditjen Kesehatan Masyarakat yaitu:

a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF);

b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).

c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1).

D. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai dengan Permenkes Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di

bidang kesehatan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Kesehatan masyarakat

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan

lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu

dan anak;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan

lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu

dan anak;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang peningkatan

kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi

masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan

gizi dan kesehatan ibu dan anak;

Page 13: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

4 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan kesehatan

keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat,

serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang peningkatan kesehatan keluarga,

kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta

promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, dan

7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi dengan susunan:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Kesehatan Keluarga;

c. Direktorat Kesehatan Lingkungan;

d. Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga;

e. Direktorat Gizi Masyarakat; dan

f. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Disamping direktorat teknis di pusat, Direktorat Jenderal Kesehatan masyarakat

membina beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, antara lain:

1. Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) Bandung;

2. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar;

3. Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) Palembang.

E. Potensi dan Permasalahan

Potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan akan menjadi input dalam

menentukan arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan.

Saat ini akses ibu hamil, bersalin dan nifas terhadap pelayanan kesehatan sudah

cukup baik, akan tetapi Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi. Kondisi ini

kemungkinan disebabkan antara lain karena kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil

dan bersalin yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor

determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan

dan perdarahan post partum, selain itu penyebab karena lain-lain juga semakin

meningkat. Penyebab ini dapat diminimalisir apabila kualitas Antenatal Care

dilaksanakan dengan baik, sehingga mampu menskrining kelainan pada ibu hamil

sedini mungkin.

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara

lain adalah, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes, hipertensi, malaria, TB, HIV,

Hepatitis B dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35 tahun, terlalu

dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2 per

1000 perempuan dibawah usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan yang

melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini

diperkuat oleh data yang menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada

usia yang amat muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah

kawin.

Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah

tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan sudah relatif

tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum memadai.

Demikian juga secara kuantitas, jumlah Puskesmas PONED dan RS PONEK

meningkat namun belum diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan

Page 14: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

5 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

kesehatan ibu sebelum hamil terutama pada masa remaja, menjadi faktor penting

dalam penurunan AKI dan AKB.

Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni

19/1000 kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal (AKPN) terjadi

penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, angka kematian anak balita

juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian pada

kelompok perinatal disebabkan oleh Intra Uterine Fetal Death (IUFD) sebanyak 29,5%

dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%, ini berarti faktor kondisi ibu

sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi bayinya. Tantangan ke

depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil dan

melahirkan dan menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu melindungi

bayi dari infeksi. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama

kematian adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan

perilaku hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.

Untuk status gizi remaja, hasil Riskesdas 2013, secara nasional prevalensi remaja

usia 13-15 tahun yang pendek dan amat pendek adalah 35,1% dan pada usia 16-18

tahun sebesar 31,4%. Sekitar separuh remaja mengalami defisit energi dan sepertiga

remaja mengalami defisit protein dan mikronutrien.

Pelaksanaan UKS harus diwajibkan di setiap sekolah dan madrasah mulai dari

TK/RA sampai SMA/ SMK/MA, mengingat UKS merupakan wadah untuk

mempromosikan masalah kesehatan. Wadah ini menjadi penting dan strategis, karena

pelaksanaan program melalui UKS jauh lebih efektif dan efisien serta berdaya ungkit

lebih besar. UKS harus menjadi upaya kesehatan wajib Puskesmas. Peningkatan

kuantitas dan kualitas Puskesmas melaksanakan Pelayanan Kesehatan Peduli

Remaja (PKPR) yang menjangkau remaja di sekolah dan di luar sekolah. Prioritas

program UKS adalah perbaikan gizi usia sekolah, kesehatan reproduksi dan deteksi

dini penyakit tidak menular.

Selain penyakit tidak menular yang mengancam pada usia kerja, penyakit akibat

kerja dan terjadinya kecelakaan kerja juga meningkat. Jumlah yang meninggal akibat

kecelakaan kerja semakin meningkat hampir 10% selama 5 tahun terakhir. Proporsi

kecelakaan kerja paling banyak terjadi pada umur 31-45 tahun. Oleh karena itu

program kesehatan usia kerja harus menjadi prioritas, agar sejak awal faktor risiko

sudah bisa dikendalikan. Prioritas untuk kesehatan usia kerja adalah mengembangkan

pelayanan kesehatan kerja primer dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di

tempat kerja, selain itu dikembangkan Pos Upaya Kesehatan Kerja sebagai salah satu

bentuk UKBM pada pekerja dan peningkatan kesehatan kelompok pekerja rentan

seperti Nelayan, TKI, dan pekerja perempuan.

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih

menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan

yang harus kita tangani dengan serius. Selain itu kita dihadapi dengan masalah

stunting. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh

kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak

berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak

dalam kemiskinan. Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis

yang menentukan masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi

gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi masalah, lewat dari 1000 hari,

dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk mengatasi stunting,

masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak

balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up Nutrition)

Page 15: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

6 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

dalam menurunkan stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari pertama

kehidupan (terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun) dalam

menyelesaikan masalah stunting secara terintegrasi karena masalah gizi tidak hanya

dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik) tetapi juga oleh

sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan

Gizi.

F. Sistematika

Sistematika penulisan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

adalah sebagai berikut :

- Ringkasan Eksekutif

- Kata Pengantar

- Daftar Isi

- BAB I

Penjelasan umum organisasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,

penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic

issued) yang sedang dihadapi organisasi.

- BAB II

Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Jenderal

Kesehatan Masyarakat tahun 2017.

- BAB III

Penyajian capaian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat untuk setiap

pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran

kinerja organisasi, dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:

Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan

realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang

terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis penyebab

keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi

yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya; Analisis

program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian

pernyataan kinerja dan melakukan analisa realisasi anggaran.

- BAB IV

Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi

serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk

meningkatkan kinerjanya.

- LAMPIRAN

Formulir PK : Pengukuran Kinerja

Page 16: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

7 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. Perjanjian Kinerja

Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan

dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan

kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja

tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.

Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan yang

mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan

pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Perjanjian

penetapan kinerja tahun 2017 yang telah ditandatangani bersama oleh Direktur

Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Menteri Kesehatan berisi Indikator, antara lain:

B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat

Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari tiga indikator yang

dianggap dapat merefleksikan kinerja program, yang meliputi:

a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)

c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)

Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan menggambarkan indikator

pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan di fasilitas

pelayanan kesehatan. Indikator PF menjadi penting karena penyebab kematian ibu di

Indonesia sebagian besar disebabkan oleh karena perdarahan dan infeksi pada saat

persalinan. Menurunkan angka kematian ibu merupakan bagian dari kesepakatan

global terhadap pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs).

Persentase ibu hamil Kurang energi Kronik (KEK) menggambarkan risiko yang

akan dialami ibu hamil dan bayinya dalam masa kehamilan, persalinan dan pasca

persalinan.

Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) menggambarkan

keberlangsungan neonatal pada 6 jam sampai dengan 48 jam. Hal ini dilakukan

sebagai antisipasi atau skreening diawal kehidupan bayi.

Ketiga indikator diatas diharapkan dapat menjadi daya ungkit terhadap

keberhasilan dalam pencapaian renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.

Tabel 1. Indikator kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

Tahun 2015-2019

Sasaran Indikator Target

2015 2016 2017 2018 2019

Meningkatnya ketersediaan dan Keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat

1.Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

75% 77% 81% 82% 85%

2. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) 24,2% 22,7% 21,2% 19,7% 18,2%

3. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) 75% 78% 81% 85% 90%

Page 17: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

8 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja Organisasi

Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya

memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan

instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk memastikan bahwa

manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi

penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan

laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja

sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran

dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran.

Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi

yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal

terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja

dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap

pengukuran kinerja

1. Indikator Kinerja Program

Program Kesehatan Masyarakat adalah salah satu program Kementerian Kesehatan

dengan upaya prioritas untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian

Bayi (AKB) dan prevalensi gizi kurang. Sebagaimana telah termuat dalam dokumen

Perjanjian Kinerja (PK) tahun 2017, indikator kinerja Program Kesehatan Masyarakat

terdiri dari:

Gambar 1. Indikator Kinerja Utama Program Kesehatan Masyarakat

Persentase

Persalinan di

Fasilitas Pelayanan

Kesehatan

Persentase Ibu

Hamil Kurang Energi

Kronik (KEK)

Persentase

Kunjungan Neonatal

Pertama (KN1)

Page 18: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

9 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Capaian kinerja program dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Sasaran Indikator Target Cakupan Capaian

Meningkatnya

ketersediaan dan

Keterjangkauan

pelayanan

kesehatan yang

bermutu bagi

seluruh

masyarakat

Persentase persalinan

di fasilitas pelayanan

kesehatan (PF)

81% 82,79% 102,21%

Persentase ibu hamil

Kurang Energi Kronik

(KEK) *

21,2% 14,8%

(PSG 2017) 143,24%

Persentase kunjungan

neonatal pertama (KN1) 81% 89,82% 110,89%

*Indikator persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif, dimana target capaian

yang diharapkan dibawah target yang ditentukan.

a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

Persalinan di fasilitas kesehatan merupakan indikator di Renstra 2015 – 2019.

Pada Renstra sebelumnya lebih dikenal dengan ”persalinan oleh nakes” (Pn).

Perubahan indikator ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan

kualitas pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir, dalam kerangka penurunan AKI dan

AKB. Apabila setiap ibu bersalin di fasilitas kesehatan, diharapkan ketika terjadi

komplikasi dan atau kegawatdaruratan maternal neonatal dapat segera ditangani

oleh tim yang kompeten. Dengan komitmen ini maka akses ibu hamil dan bersalin

terhadap pelayanan kesehatan menjadi sasaran penting bagi Direktorat Kesehatan

Keluarga dalam mencapai sasaran Renstra ”meningkatnya akses dan kualitas

pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi”. Dan harapannya adalah setiap ibu

bersalin mendapatkan pelayanan sesuai standar yang sehingga kematian ibu dan

bayi dapat diturunkan.

Pertolongan persalinan merupakan proses pelayanan persalinan yang dimulai

pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Indikator PF diukur dari jumlah ibu

bersalin yang mendapatkan pertolongan sesuai standar oleh tenaga Kesehatan di

fasilitas kesehatan dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin dalam setahun

dikali 100%.

Analisa Capaian Kinerja

Trend realisasi cakupan persalinan di fasilitas pelayanan Kesehatan berdasarkan

Riskesdas menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Riskesdas

tahun 2007 persalinan di faskes menunjukan angka sebesar 41,6%, tahun 2010

sebesar 56,8%, dan pada tahun 2013 sebesar 70,4%. Berdasarkan Data Rutin

Direktorat Bina Kesehatan Ibu tahun 2014, realisasi cakupan PF sebesar 73,29%.

Data tersebut, sebagaimana digambarkan pada grafik dibawah dijadikan dasar

dalam penentuan target awal di tahun 2015.

Page 19: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

10 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Grafik 1. Trend Cakupan Pf Riskesdas Tahun 2007-2013

dan Laporan Rutin Tahun 2014

41.6

56.8

70.4 73.29

2007 2010 2013 2014

Data RutinRiskesdas

Sumber : Riskesdas 2007-2013 dan Data Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2014

Pada tahun 2017, indikator Persalinan di Fasilitas Kesehatan berhasil mencapai

82,79% dari target kinerja 81%, dengan cakupan tersebut (82,79%) maka sudah

4.204.473 ibu bersalin telah bersalin di fasilitas kesehatan.

Dengan cakupan tersebut, maka capaian kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga

terkait indikator PF adalah sebesar 102,21%.

Grafik 2. Target, Cakupan, dan Capaian Kinerja Renstra Tahun 2017

81 82.79

102.2

Target Cakupan Capaian Kinerja

Page 20: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

11 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Grafik 3. Target dan Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan

menurut Renstra 2015-2019

75

77

81 82

85

78.477.3

82.79

2015 2016 2017 2018 2019

Renstra Cakupan Linear (Renstra)

Sumber : Data Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017

Bila di lihat trend cakupan PF sebagaimana ditampilkan grafik diatas, pada tahun

2015 cakupan PF sebesar 78,4% dan pada tahun 2016 sebesar 77,3%. Angka ini

menunjukan kesan trend penurunan cakupan walaupun dari sisi target masih dalam

kategori baik (tercapai). Kesan penurunan ini disebabkan belum masuknya seluruh

data cakupan daerah saat LAKIP disusun. Terdapat 12 provinsi (kurang lebih 40%)

yang mengirimkan data hanya sampai bulan november 2016. Adapun di tahun 2017

cakupan Pf kembali meningkat menjadi 82.79%, melihat hal ini kecenderungan trend

indikator PF meningkat, dikarenakan sudah ada kesepahaman dan kemudahan baik

dari segi pencatatan dan pelaporan untuk persalinan di fasilitas kesehatan.

Bila dibandingkan dengan target Renstra untuk tahun 2017 sebesar 81%, maka

Direktorat Kesehatan Keluarga juga telah berhasil mencapai target. Dan harus

mengupayakan peningkatan sebesar 2,2 poin dari cakupan 2017 untuk mencapai

target 2019 sebesar 85%.

Dengan melihat trend yang terus meningkat (berdasarkan hasil Riskesdas, dan

cakupan diatas), maka dapat dikatakan cakupan Pf, “on the track”, dan diperkirakan

mampu mencapai target di akhir Renstra 2015-2019 sebesar 85%.

Grafik 4. Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan (Pf) Tahun 2017

11

4.4

29

6.0

19

4.3

79

4.0

89

2.0

29

1.7

88

9.5

28

3.9

18

3.8

98

2.7

98

2.6

38

1.9

28

1.9

08

1.7

98

1.1

78

0.3

78

0.3

27

8.0

67

6.3

77

4.8

67

4.2

77

3.5

57

2.6

57

2.3

76

9.2

06

3.0

16

1.0

36

0.3

55

1.9

64

9.8

84

7.4

04

6.4

94

4.6

73

2.9

43

0.6

5

81

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

DK

I JA

KA

RTA Bal

i

JATE

NG

JATI

M

NTB

JAB

AR

KA

LTA

RA

SUM

SEL

LAM

PU

NG

NA

SIO

NA

L

Ban

ten

KA

LTIM

Kep

. RIA

U

BEN

GK

ULU

SULS

EL

SUM

BA

R

GO

RO

NTA

LO

AC

EH

JAM

BI

Kep

. BA

BEL

SUM

UT

SULT

ENG

KA

LSE

L

DIY

SULB

AR

KA

LBA

R

RIA

U

SULT

RA

NTT

SULU

T

KA

LTEN

G

PA

PB

AR

PA

PU

A

MA

LUT

MA

LUK

U

Cakupan Target

Sumber : Data Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017

Page 21: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

12 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Dari grafik diatas tergambar bahwa cakupan PF masih terjadi disparitas di 34

provinsi di Indonesia. Bila dibandingkan dengan target nasional sebesar 81%,

maka 14 provinsi telah mencapai target dan 20 Provinsi belum mencapai target

nasional.

Tabel 3. Capaian Kinerja Provinsi terhadap target nasional Tahun 2017

Provinsi

Target

Nasional

(%)

Cakupan (%) Capaian Kinerja (%)

(Cakupan/Target)

Sumbar 81 80.4 99.2

Gorontalo 81 80.3 99.2

Aceh 81 78.1 96.4

Jambi 81 76.2 94.0

Kep. Babel 81 74.9 92.4

Sumut 81 74.3 91.7

Sulteng 81 73.6 90.8

Kalsel 81 72.7 89.7

DIY 81 72.4 89.4

Sulbar 81 69.2 85.4

Kalbar 81 62.4 77.1

Riau 81 61.0 75.3

Sultra 81 60.4 74.5

NTT 81 52.0 64.1

Sulut 81 49.9 61.6

Papua 81 44.7 55.1

Kalteng 81 43.1 53.2

Malut 81 32.9 40.7

Papbar 81 30.9 38.2

Maluku 81 11.7 14.5

Analisa Keberhasilan

Dalam meningkatkan cakupan persalinan di Fasyankes dilakukan kegiatan yang

akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.

Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan

antara lain sebagai berikut:

1. Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil.

Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi

ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca

persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam

ibu hamil.

Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta

maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar

pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis

serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil

Page 22: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

13 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil

yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, dan

Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil.

2. Puskesmas yang melakukan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K)

Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan

bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,

menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh

Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses dan

pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan kegiatan

yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat untuk

persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat

membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud

kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat

meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan

bayi baru lahir dengan menyadarkan masyarakat bahwa persalinan di fasilitas pelayanan

kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

3. Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4).

Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan

tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan

minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini

menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini

diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan atau

kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.

Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan

memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri dari: timbang badan

dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur tinggi fundus

uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi TT dan

bila perlu pemberian imunisasi Td, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan),

test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan skrining terhadap

Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu wicara/ konseling

termasuk P4K serta KB PP.

Melalui konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan

perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan

ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas

kesehatan.

4. Dukungan regulasi pelayanan KIA oleh Pemda. 5. Dukungan LP/LS dan organisasi profesi didalam pelayanan KIA. 6. Variable penilaian Persalinan di fasilitas kesehatan telah dilaksanakan di lapangan

walaupun dari sisi indikator Renstra, maka PF masih tergolong baru. 7. Rumah Tunggu Kelahiran (RTK), tranportasi rujukan dan pembiayaan persalinan

dalam Jampersal 8. Dukungan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan

Page 23: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

14 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Analisa Kegagalan

Selain hal-hal yang menjadi faktor keberhasilan, beberapa hal dibawah ini menjadi

faktor penghambat, yaitu

1) Masih adanya kesenjangan cakupan antar provinsi, dimana ada Provinsi yang

cakupannya sangat rendah dan ada provinsi yang cakupannya lebih dari target

bahkan lebih dari 100%.

2) Belum meratanya jumlah tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil,

perbatasan, dan kepulauan.

3) Kondisi geografis masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil, perbatasan,

dan kepulauan menyebabkan kesulitan untuk mengakses fasilitas pelayanan

kesehatan.

4) Budaya di masyarakat dimana ibu hamil lebih senang bersalin di rumah atau di

polindes.

5) Tingkat pendidikan ibu yang masih rendah

6) Dukungan keluarga dan masyarakat yang masih rendah

7) Belum ada analisa kualitatif dari pelayanan persalinan

Alternatif solusi

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan untuk pencapaian persalinan di

fasilitas kesehatan

1) Daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit dimana akses ke fasilitas pelayanan

kesehatan menjadi kendala. Direktorat Kesehatan Keluarga menerapkan program

Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para Dukun

diupayakan bermitra dengan Bidan, sehingga tidak ada lagi persalinan oleh

dukun. Apabila dukun mendapat kasus ibu hamil yang akan bersalin, maka wajib

dirujuk ke bidan. Selain itu, untuk mempermudah akses terhadap fasilitas

kesehatan, pemerintah menyediakan Rumah Tunggu Kelahiran yang dapat

dimanfaatkan oleh ibu hamil dan keluarga selama menunggu proses persalinan

berlangsung sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan.

2) Penguatan pemanfaatan dana Jampersal di kab/ kota Pada tahun 2016 telah di

gelontorkan dana dari pusat melalui mekanisme DAK non fisik yaitu Jaminan

Persalinan (Jampersal) dengan ruang lingkup kegiatan tranportasi rujukan dan

sewa serta operasional Rumah Tunggu Kelahiran (RTK). Pada tahun 2017,

Jampersal masih tetap diberikan dengan penambahan ruang lingkup pembiayaan

persalinan di fasilitas kesehatan bagi ibu bersalin miskin yang tidak mempunyai

jaminan persalinan (JKN/KIS, dll).

3) Meningkatkan pengetahuan, dukungan keluarga dan masyarakat melalui

kegiatan kelas ibu hamil, dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi (P4K).

4) Distribusi buku KIA sampai ke masyarakat dan peningkatan pemanfaatan

penggunaan buku KIA

5) Audit Maternal dan Perinatal dan Surveilans kematian Ibu

6) Kerjasama lintas sektor. Contoh Kerjasama dengan Kementerian Agama untuk

meningkatkan pengetahuan calon pengantin tentang kesehatan reproduksi untuk

mendorong calon pengantin memeriksakan kesehatannya ke fasilitas kesehatan.

7) Dukungan Pemda dalam pencapaian SPM Bidang Kesehatan

Page 24: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

15 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK)

Status gizi adalah aspek penting untuk menentukan apakah seorang ibu yang

sedang hamil dapat melewati masa kehamilannya dengan baik dan tanpa ada gangguan

apapun. Status gizi ibu hamil haruslah normal, karena ketika ibu hamil tersebut

mengalami gizi kurang atau gizi berlebih akan banyak komplikasi yang mungkin terjadi

selama kehamilan dan berdampak pada kesehatan janin yang dikandungnya. Salah satu

permasalahan gizi ibu hamil adalah kekurangan energi kronik (KEK).

Kekurangan energi kronis (KEK) adalah masalah gizi yang disebabkan karena

kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, hitungan tahun.

Berdasarkan Studi Diet Total (SDT) tahun 2014, gambaran asupan makanan ibu hamil di

Indonesia masih memprihatinkan, dimana proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan

energi kurang dari 70% angka kecukupan energi (AKE) sedikit lebih tinggi di pedesaan

dibandingkan dengan perkotaan yaitu sebesar 52,9% dibandingkan dengan 51,5%.

Sementara proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan protein kurang dari 80% angka

kecukupan protein (AKP) juga lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan

yaitu sebesar 55,7% dibandingkan 49,6%. Kurangnya asupan energi yang berasal dari

zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro terutama vitamin A,

vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium serta zat gizi mikro lain pada

wanita usia subur yang berkelanjutan (remaja sampai masa kehamilan), mengakibatkan

terjadinya kurang energi kronik (KEK) pada masa kehamilan, yang diawali dengan

kejadian ‘risiko’ KEK dan ditandai oleh rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu

cukup lama yang diukur dengan lingkar lengan atas (LiLA).

Ibu hamil dengan masalah gizi dan kesehatan berdampak terhadap kesehatan dan

keselamatan ibu dan bayi serta kualitas bayi yang dilahirkan. Kondisi ibu hamil KEK

berisiko menurunkan kekuatan otot yang membantu proses persalinan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya kematian janin (keguguran), prematur, lahir cacat, bayi berat

lahir rendah (BBLR) bahkan kematian bayi, ibu hamil KEK dapat mengganggu tumbuh

kembang janin yaitu pertumbuhan fisik (stunting), otak dan metabolisme yang

menyebabkan penyakit menular di usia dewasa.

Masalah ibu hamil KEK merupakan salah satu fokus perhatian dan menjadi salah

satu indikator kinerja program Kementerian Kesehatan, karena berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi risiko KEK pada ibu hamil (15-49

tahun) masih cukup tinggi yaitu sebesar 24,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan pada usia

remaja (15-19 tahun) sebesar 38,5% dibandingkan dengan kelompok lebih tua (20-24

tahun) sebesar 30,1%. Indikator persentase ibu hamil KEK diharapkan turun sebesar

1,5% setiap tahunnya. Pada awal periode di tahun 2015, persentase ibu hamil KEK

ditargetkan tidak melebihi 24,2%, dan diharapkan di akhir periode pada tahun 2019,

maksimal ibu hamil dengan risiko KEK adalah sebesar 18,2%. Dasar penetapan

persentase bumil KEK mengacu kepada hasil Riskesdas tahun 2013. Dengan

ditetapkannya target tersebut, maka diharapkan persentase ibu hamil KEK menurun

setiap tahunnya.

Dikarenakan indikator ini adalah indikator outcome, maka data hanya dapat

diperoleh melalui survei yang dilakukan setiap tahun, dengan definisi operasional proporsi

ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) menggunakan pita LiLA dengan hasil

ukur kurang dari 23,5 cm terhadap jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya pada periode

tertentu dikali 100%. Hasil survei pemantauan status gizi (PSG) tahun 2017,

menunjukkan persentase ibu hamil dengan risiko KEK sebesar 14,8%, dimana angka

Page 25: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

16 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

tersebut lebih rendah dibandingkan dengan persentase tahun lalu dan target yang telah

ditetapkan. Hasil ini menjadi gambaran status gizi ibu hamil yang sesuai dengan harapan.

Grafik 5. Perbandingan Persentase Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK)

Tahun 2017 dengan Target Jangka Menengah

24.222.7

21.219.7

18.2

13.3

16.214.8

0

5

10

15

20

25

30

2015 2016 2017 2018 2019

Target Realisasi

Sumber data: Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2015,2016 dan 2017

Analisis Keberhasilan Secara program kegiatan, keberhasilan pemerintah dalam menurunkan persentase

ibu hamil KEK dapat didukung melalui:

1) Rata-rata Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita per Hari

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), rata-rata konsumsi

kalori dan protein per kapita per hari menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada

tahun 2013, konsumsi kalori per kapita per hari sebesar 1.842,75 Kal, meningkat

menjadi 2.037,40 Kal pada tahun 2016.

Grafik 6. Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita per Hari Tahun 2013-2016

1,842.75 1,859.30

1,992.69

2,037.40

1,700.00

1,750.00

1,800.00

1,850.00

1,900.00

1,950.00

2,000.00

2,050.00

2,100.00

2013 2014 2015 2016

Kalori (Kal)

Sumber data: Badan Pusat Statistik (BPS)

Page 26: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

17 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Begitupun konsumsi protein per kapita per hari, tahun 2013 sebesar 53,08 gram, dan

meningkat di tahun 2016 menjadi 56,67 gram.

Grafik 7. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari Tahun 2013-2016

53.08

53.91

55.11

56.67

51

52

53

54

55

56

57

2013 2014 2015 2016

Protein (gr)

Sumber data: Badan Pusat Statistik (BPS)

Unicef (1998) mengungkapkan bahwa status gizi seseorang dipengaruhi langsung

oleh asupan makanan dan penyakit infeksi. Fakta bahwa konsumsi kalori dan protein

per kapita per hari meningkat sejak tahun 2013, secara langsung berpengaruh juga

kepada status gizi masyarakat termasuk ibu hamil.

Peningkatan konsumsi kalori dan protein per kapita per hari masyarakat Indonesia,

didukung juga dengan meningkatnya rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk

kelompok barang makanan. Pada tahun 2013, pengeluaran untuk kelompok barang

makanan sebesar Rp 703.561,-/bulan, dan meningkat menjadi Rp 946.258,-/bulan di

tahun 2016.

2) Kegiatan kelas ibu hamil

Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi

ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok. Melalui kelas ibu hamil

diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu

dalam hal kehamilan. Dalam kegiatan ini pengetahuan tentang gizi dan konseling

dapat diberikan untuk ibu hamil terutama ibu hamil yang berisiko.

Data laporan rutin Direktorat Kesehatan Keluarga menunjukkan, puskesmas yang

menyelenggarakan kelas ibu hamil meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2016,

sebesar 91,28% puskesmas sudah melaksanakan kelas ibu hamil dan meningkat

menjadi 92,98% di tahun 2016. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin banyak

ibu hamil yang meningkat pengetahuan gizinya. (Laporan rutin Dit. Kesga per 22

Januari 2018)

3) Penyelenggaraan kegiatan pelayanan antenatal di puskesmas (ibu hamil

mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali)

Kegiatan ini merupakan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat

kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan

minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Melalui kegiatan ini

Page 27: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

18 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah, gangguan atau

kelainan dalam kehamilannya, dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.

Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan

memberikan pelayanan antenatal secara lengkap, salah satunya adalah nilai status

gizi dengan cara mengukur LiLA. Pada tahun 2016, sebanyak 85,35% sudah

mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama masa kehamilannya, dan

meningkat menjadi 86,35% di tahun 2017. (Laporan rutin DIt. Kesga per 22 Januari

2018)

4) Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP)

GP2SP merupakan upaya pemerintah, masyarakat maupun pengusaha untuk

menggalang dan berperan serta, guna meningkatkan kepedulian dalam upaya

memperbaiki kesehatan dan status gizi pekerja perempuan, sehingga dapat

meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kualitas generasi penerus.

Kegiatan utama GP2SP diantaranya adalah perusahaan menyediakan ruang ASI,

mengadakan kelas ibu hamil, cek kesehatan secara berkala dan memperhatikan gizi

pekerja hamil dan menyusui di tempat kerja. Pada tahun 2017, dari 3.041 perusahaan

dengan pekerja perempuan lebih dari 100 orang, sudah sekitar 402 (13%)

perusahaan yang sudah melaksanakan GP2SP.

Analisis Kegagalan

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2010), batas ambang masalah

kesehatan masyarakat untuk ibu hamil dengan risiko KEK adalah <5%, sementara hasil

PSG 2017 menunjukkan angka 14,8% untuk prevalensi ibu hamil KEK. Hal ini

menunjukkan bahwa Indonesia masih mempunyai masalah kesehatan masyarakat

kategori sedang (10-19%) untuk masalah ibu hamil dengan risiko KEK. Beberapa hal

yang dapat mempengaruhi kondisi ini adalah:

1. Lebih dari setengah jumlah ibu hamil di Indonesia masih mengalami defisit konsumsi

energi. Hal ini tergambarkan dari hasil Survei Diet Total (SDT) tahun 2014, yang

menunjukkan sebanyak 52,2% ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi <70%

angka yang dianjurkan. Data ini diperkuat dengan hasil PSG (2016), dimana sebanyak

53,9% ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi <70% angka yang dianjurkan.

2. Kegiatan pemberian makanan tambahan (MT) bagi ibu hamil KEK yang belum

mencapai target di tahun 2017, yaitu sebesar 67,4% dari target 95%. (Laporan rutin

Dit. Gizi Masyarakat per 23 Januari 2018)

Alternatif Solusi

Dalam mengatasi hambatan pencapaian kinerja, Ditjen Kesehatan Masyarakat pada

tahun 2018 akan melakukan:

1. Konseling ibu tentang gizi seimbang yang terintegrasi di kelas ibu.

2. Penyuluhan tentang MT untuk ibu hamil KEK.

3. Pendidikan gizi seimbang dan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja puteri,

dalam rangka meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu.

c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)

Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang dikenal dengan sebutan

dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang

dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6 - 48 jam

Page 28: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

19 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

setelah lahir, dengan cara mendeteksi sedini mungkin permasalahan yang mungkin

dihadapi bayi baru lahir, sekaligus memastikan pelayanan yang seharusnya

didapatkan oleh bayi baru lahir yang diantaranya terdiri dari konseling perawatan bayi

baru lahir, ASI eksklusif, pemberian Vitamin K1 injeksi (bila belum diberikan) dan

Hepatitis B 0 (nol) injeksi (bila belum dberikan). Kunjungan ini dilakukan dengan

pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).

Perhitungan cakupan ini dilakukan dengan cara membandingkan bayi baru lahir

yang mendapatkan kunjungan neonatal pertama dengan jumlah seluruh bayi baru

lahir di wilyahnya yang kemudian dikonversi dalam bentuk persentase.

Analisa Capaian Kinerja

Sepanjang Renstra 2010 – 2014, indikator KN 1 selalu mencapai target. Dan di

akhir 2014, indikator ini telah mencapai cakupan sebesar 97 %.

Target Indikator KN 1 diawal Renstra 2015 -2019 adalah sebesar 75 % (2015),

penentuan target ini dibuat berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dengan cakupan

KN 1 sebesar 73% dan besar peningkatan rata-rata KN 1 sebesar 2 poin sehingga

ditentukan target KN 1 sebesar 75%.

Perlu kami sampaikan bahwa KN1 pada Renstra 2014-2015 dengan Renstra

2015-2019 adalah hal yang berbeda, yang semula berfokus pada akses (Renstra

2014-2015) dan pada Renstra 2015-2019 difokuskan pada kualitas pelaksanaan

KN1. Dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan hal yang ingin dicapai melalui

kegiatan KN 1.

Grafik 8. Cakupan KN 1 Tahun 2010-2017

84

90.5 92.3 92.3 9781

78.1

89.82

84 86 88 89 90

7578 81

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Cakupan Target

Sumber data : Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017

Target indikator kunjungan neonatal pertama (KN 1) tahun 2017 adalah 81%,

hasil cakupan diakhir tahun 2017 sebesar 89,82% yang berarti sebanyak 4.344.773

Bayi Baru lahir, telah dilakukan kunjungan neonatal pertama. Dengan cakupan

tersebut capaian kinerja direktorat adalah sebesar 110,89%.

Akses Kualitas

Page 29: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

20 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Grafik 9. Target, Cakupan dan Capaian Kunjungan Neonatus 1 Tahun 2017

Grafik 10. Target, Cakupan dan Capaian Kunjungan Neonatus 1

Tahun 2015-2017

8178.1

89.82

7578

81

85

90

2015 2016 2017 2018 2019

Cakupan Renstra

Sumber data : Laporan rutin Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2015-2017

Trend KN1 bila dilihat pada grafik diatas mengesankan terjadi penurunan pada

tahun 2016. Kesan penurunan ini disebabkan karena data yang belum masuk secara

keseluruhan, sebagaimana yang terjadi pada cakupan persalinan di fasilitas

kesehatan. dan kemudian cakupan ini meningkat pada tahun 2017.

Bila disandingkan dengan target di akhir tahun 2019 sebesar 90% maka terdapat

gap sebesar 0,2 poin (satuan persen) yang harus dicapai. Terhadap target tahun

2018 sebesar 85%, maka dengan apa yang telah dilakukan pada tahun 2017

seharusnya dapat tercapai.

Hasil capaian nasional bila dilihat per provinsi maka masih terdapat disparitas

cakupan KN1. Disparitas terbesar (3 Provinsi dengan cakupan KN1 terkecil) antara

lain Maluku, Papua Barat dan Sulawesi Utara. Terdapat 20 Provinsi yang telah

mencapai target nasional sebesar 81%, dan 14 provinsi masih belum mencapai

target nasional. DKI Jakarta dan Bali mendapatkan cakupan lebih dari 100%

dikarenakan data sasaran BPS lebih rendah dibandingkan dengan data sasaran dan

atau hasil yang telah dilakukan oleh kedua provinsi tersebut.

81

89.82 90.2

76

78

80

82

84

86

88

90

92

Target Cakupan Capaian

Page 30: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

21 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Grafik 11. Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) di Tahun 2017

11

8.3

8

10

2.2

4

10

1.5

1

10

0.9

5

99

.11

98

.63

97

.91

96

.52

96

.49

94

.61

94

.41

93

.24

89

.82

89

.80

87

.91

87

.83

87

.52

87

.09

85

.85

85

.67

81

.77

80

.78

80

.37

79

.33

79

.29

75

.65

75

.63

72

.55

68

.66

67

.31

62

.85

56

.81

54

.25

53

.36

48

.8981

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

DK

I JA

KA

RT

A

JAB

AR

JAM

BI

Bal

i

KA

LTA

RA

JATI

M

SUM

SEL

NTB

Ban

ten

LAM

PU

NG

BEN

GK

ULU

Ke

p. B

AB

EL

NA

SIO

NA

L

KA

LTIM

KA

LSEL

SULS

EL

KA

LBA

R

AC

EH

SUM

BA

R

GO

RO

NT

ALO

SULT

RA

RIA

U

SUM

UT

JAT

ENG

Kep

. RIA

U

SULB

AR

SULT

EN

G

DIY

SULU

T

KA

LTE

NG

MA

LUK

U

NTT

MA

LUT

PA

PB

AR

PA

PU

A

Sumber data : Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017

Dari 14 provinsi yang belum mencapai target, terdapat 4 Provinsi yang perlu

mendapat perhatian di tahun 2017 yaitu Maluku Utara, Papua, Maluku, Papua Barat,

dan Sulawesi Utara karena capaian kinerja dibawah 70%.

Adapun DI Yogyakarta masih belum mencapai target disebabkan perbedaan

data sasaran provinsi dengan data sasaran yang dikeluarkan BPS-Pusdatin cukup

besar dimana data sasaran dari provinsi DIY jauh lebih rendah dibandingkan dengan

data sasaran BPS- Pusdatin yang berakibat teradap penurunan secara signifikan

pada cakupan DIY.

Analisa Keberhasilan

Kunjungan neonatal pertama didaerah terutama dilakukan oleh bidan. Kementerian

Kesehatan RI (Pusat) di era desentralisasi membagi wewenangnya dengan daerah.

Kerjasama pusat dan daerah memiliki peran yang sangat besar didalam menjamin setiap

bayi yang baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Faktor pendukung terlaksananya kegiatan yang menunjang capaian KN1 yaitu:

1) adanya pedoman Neonatal Esensial yang menjadi dasar/ standar pelayanan

kesehatan bayi baru lahir yang didalamnya termasuk adalah kunjungan neonatal.

Indikator KN 1 saat ini menjadi target RPJMN, oleh sebab itu maka perencanaan dan

anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat

2) Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam

penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat diperoleh

melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan terhadap organisasi profesi, dan

pelibatan organisasi profesi terkait didalam kegiatan.

3) Terdapatnya pedoman di instansi pelayanan kesehatan. Di awal distribusi ini

dilakukan di pusat untuk kemudian diadvokasi ke daerah untuk menyelenggarakan

secara mandiri. Dengan telah semakin tersebar dan terdistribusinya buku saku

pelayanan neonatal esensial maka cakupan dapat tercapai. Buku ini menjadi

pedoman sekaligus suatu bentuk perlindungan terhadap nakes didalam

melaksanakan Kunjungan Neonatal Pertama.

4) Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan KN 1 di integrasikan dan

menjadi satu kesatuan dengan kegiatan upaya mendorong persalinan di fasilitas

Page 31: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

22 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

kesehatan. Melalui persalinan di fasilitas kesehatan maka diharapkan bayi yang

dilahirkan juga akan mendapatkan pelayanan sesuai standar.

5) Sosialisasi kepada masyarakat saat event nasional sebagai contoh adalah saat

Perayaan Hari Anak Nasional Tahun 2016

6) Evaluasi pelaksanaan kunjungan neonatal dalam kaitannya dengan penurunan AKB.

7) Untuk menambah jumlah SDM kesehatan yang memahami kunjungan neonatal

maka dilaksanakan juga orientasi tim pengkaji AMP, Orientasi Skrining Bayi Baru

Lahir, dan Orientasi Tenaga Kesehatan dalam Surveilans Kelainan Bawaan Berbasis

RS di Jakarta.

8) Dukungan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan.

Analisa Kegagalan

Faktor Penghambat Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama antara lain:

1) Belum optimalnya dukungan lintas sector terkait pemenuhan pendidikan dan

pengentasan kemiskinan

2) Belum semua daerah dan lintas sektor/lintas program terkait memberikan dukungan

secara optimal.

3) Masalah jumlah distribusi dan kualitas SDM kesehatan yang masih juga belum

merata, sehingga belum semua nakes dapat memberi pelayanan Kunjungan

Neonatal sesuai standar.

4) Kurangnya kepatuhan petugas dalam menjalankan pelayanan sesuai pedoman.

5) Masih ada persalinan meski ditolong oleh nakes tetapi tetap dilakukan di rumah

(bukan di faskes).

6) Masalah koordinasi dan integrasi lintas program dan lintas sektor yang belum

harmonis.

7) Masyarakat belum sepenuhnya menggunakan buku KIA sebagai panduan untuk

kesehatan bayinya.

8) Sistem pencatatan dan pelaporan yang belum sesuai seperti yang diharapkan

misalnya penolong persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat

dengan benar pelayanan yang telah diberikan dan juga belum dipakainya form

Manajemen Terpadu Bayi Muda pada kunjungan neonatal merupakan kendala dalam

pencapaian KN.

Alternatif solusi

Alternatif solusi yang dilakukan dalam mengatasi hambatan antara lain:

1. Melakukan sosialisasi indikator dan definisi operasional dari tingkat pusat ke

provinsi.

2. Perluasan sosialisasi indikator dan definisi operasional ke kabupaten/kota dan

puskesmas menggunakan dana dekonsentrasi.

3. Pemantauan berkala pelaksanaan KN1 secara berjenjang.

4. Mengawal kebijakan sistem informasi kesehatan dan komunikasi data (komdat)

kemenkes sebagai mekanisme 1 pintu di tingkat pusat terkait pelaporan agar

memasukkan indikator baru.

5. Refresing petugas kesehatan terhadap pedoman KIA

6. Menguatkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat agar ibu hamil memanfaatkan

buku KIA.

7. Dukungan Pemda dalam pencapaian SPM Bidang Kesehatan

Page 32: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

23 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

B. Realisasi Anggaran

Anggaran yang awalnya diperjanjikan pada Program Kesehatan Masyarakat di

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyakat sebesar Rp 2.330.521.324.000,-. Namun dalam

perjalanannya (di tahun anggaran yang sama) mengalami beberapa penyesuaian, antara

lain:

1. Revisi Penambahan Hibah Luar Negeri Satuan Kerja Direktorat Kesehatan

Lingkungan bedasarakan surat Direktur Kesehatan Lingkungan nomor

PR.04.02/BIII.5/795/2017 tanggal 30 Maret 2017 tentang Usulan revisi anggaran dan

Surat Kepala Kanwil Prop. DKI Jakarta Nomor S-1536/WPB.12/2017 tanggal 3 April

2017 tentang Pengesahan Revisi Anggaran.

NO KEGIATAN PAGU 2017

(AWAL)

PENAMBAHAN HLN

(PAMSIMAS)

PAGU 2017 (MENJADI)

1 DIREKTORAT KESEHATAN LINGKUNGAN

156.279.186.000 10.924.591.000 167.203.777.000

Berdasarkan perubahan anggaran diatas, maka pagu Ditjen Kesmas mengalami

perubahan menjadi 2.341.445.915.000.

2. Pemotongan/penghematan anggaran berdasarkan : (1) Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Efisiensi belanja barang

Kementerian/Lembaga dalam pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan Belanja

Negara TA. 2017, (2) Surat Menteri Keuangan Nomor S-584/MK.02/2017 tentang

Perubahan Pagu Belanja K/L dalam APBN-P 2017, (3) Surat Sekretaris Jenderal

nomor PR.04.02/I/1979/2017 tanggal 7 Juli 2017 tentang Efisiensi belanja baranag

Kementerian Kesehatan dengan rincian per kegiatan sebagai berikut :

NO KEGIATAN PAGU 2017

(SEBELUM) EFISIENSI

PAGU 2017

(MENJADI)

1 DIREKTORAT

KESEHATAN

KELUARGA

117.394.500.000 21.505.012.000 95.889.488.000

2 DIREKTORAT

KESEHATAN

LINGKUNGAN

167.203.777.000 28.474.707.000 138.729.070.000

3 DIREKTORAT

KESEHATAN KERJA

DAN OLAH RAGA

41.368.789.000 14.521.046.000 26.847.743.000

4 DIREKTORAT GIZI

MASYARAKAT 953.000.000.000 285.514.565.000 667.485.435.000

5 DIREKTORAT

PROMOSI

KESEHATAN DAN

PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT

167.595.380.000 58.478.990.000 109.116.390.000

Page 33: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

24 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

6 SEKRETARIAT

DITJEN KESEHATAN

MASYARAKAT

112.221.463.000 12.381.585.000 99.839.878.000

7 DINKES PROV. DKI

JAKARTA 17.052.987.000 6.806.563.000 10.246.424.000

8 DINKES PROV.

JAWA BARAT 55.169.058.000 23.575.523.000 31.593.535.000

9 DINKES PROV.

JAWA TENGAH 49.820.619.000 17.941.803.000 31.878.816.000

10 DINKES PROV. DI.

YOGYAKARTA 13.639.030.000 4.079.279.000 9.559.751.000

11 DINKES PROV.

JAWA TIMUR 50.812.930.000 24.433.016.000 26.379.914.000

12 DINKES PROV.

ACEH 21.390.346.000 7.314.814.000 14.075.532.000

13 DINKES PROV.

SUMATERA UTARA 39.837.378.000 14.205.839.000 25.631.539.000

14 DINKES PROV.

SUMATERA BARAT 20.593.402.000 9.679.587.000 10.913.815.000

15 DINKES PROV.

RIAU 19.483.831.000 9.307.977.000 10.175.854.000

16 DINKES PROV.

JAMBI 17.256.003.000 3.463.533.000 13.792.470.000

17 DINKES PROV.

SUMATERA

SELATAN

25.687.328.000 7.888.040.000 17.799.288.000

18 DINKES PROV.

LAMPUNG 29.132.934.000 9.317.579.000 19.815.355.000

19 DINKES PROV.

KALIMANTAN BARAT 19.257.429.000 4.393.468.000 14.863.961.000

20 DINKES PROV.

KALIMANTAN

TENGAH

19.383.312.000 6.667.910.000 12.715.402.000

21 DINKES PROV.

KALIMANTAN

SELATAN

18.364.189.000 7.681.377.000 10.682.812.000

22 DINKES PROV.

KALIMANTAN TIMUR 16.223.307.000 4.633.994.000 11.589.313.000

23 DINKES PROV.

SULAWESI UTARA 18.672.603.000 3.574.992.000 15.097.611.000

24 DINKES PROV.

SULAWESI TENGAH 17.622.329.000 2.646.186.000 14.976.143.000

25 DINKES PROV.

SULAWESI SELATAN 30.496.732.000 7.950.623.000 22.546.109.000

26 DINKES PROV.

SULAWESI

TENGGARA

17.108.192.000 6.286.139.000 10.822.053.000

27 DINKES PROV. 16.833.713.000 6.952.689.000 9.881.024.000

Page 34: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

25 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

MALUKU

28 DINKES PROV. BALI 14.667.276.000 5.277.378.000 9.389.898.000

29 DINKES PROV.

NUSA TENGGARA

BARAT

18.724.835.000 3.755.840.000 14.968.995.000

30 DINKES PROV.

NUSA TENGGARA

TIMUR

20.337.687.000 4.585.174.000 15.752.513.000

31 DINKES PROV.

PAPUA 25.255.027.000 6.854.117.000 18.400.910.000

32 DINKES PROV.

BENGKULU 16.629.996.000 6.150.618.000 10.479.378.000

33 DINKES PROV.

MALUKU UTARA 15.847.689.000 5.507.029.000 10.340.660.000

34 DINKES PROV.

BANTEN 24.526.246.000 6.541.994.000 17.984.252.000

35 DINKES PROV.

BANGKA BELITUNG 13.656.971.000 6.266.207.000 7.390.764.000

36 DINKES PROV.

GORONTALO 14.754.326.000 4.706.201.000 10.048.125.000

37 DINKES PROV.

KEPULAUAN RIAU 14.565.226.000 3.872.527.000 10.692.699.000

38 DINKES PROV.

PAPUA BARAT 17.728.476.000 7.528.034.000 10.200.442.000

39 DINKES PROV.

SULAWESI BARAT 13.501.060.000 3.717.107.000 9.783.953.000

40 DINKES PROV.

KALIMANTAN UTARA 11.788.144.000 5.871.402.000 5.916.742.000

41 BKOM 6.139.956.000 - 6.139.956.000

42 BKTM 7.990.426.000 - 7.990.426.000

43 LKTM 12.711.013.000 - 12.711.013.000

JUMLAH 2.341.445.915.000 680.310.464.000 1.661.135.451.000

Untuk Satuan Kerja Direktorat Gizi Masyarakat terjadi pengurangan pagu di luar

efisiensi sebesar Rp. 100.000.000.000, semula diperuntukan untuk pengadaan PMT

AS namun proses revisi tidak disetujui oleh DJA dengan pertimbangan usulan

tersebut tidak sesuai dengan Trilateral Meeting 2017, dan perlu disinkronkan

dengan Inpres 4/2017 serta hasil RAPBN 2017. Sehingga dilakukan pergeseran

anggaran sebesar 100 M ke Lintas Sektor.

Revisi tersebut ditetapkan berdasarkan surat Direktur Anggaran bidang

Pembangunan Manusia dan Kebudayaan a.n. Direktur Jenderal Anggaran Nomor: S-

1626/AG/2017 tanggal 14 Agustus 2017 hal Pengesahan revisi APBN-P Direktorat

Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan TA. 2017.

Page 35: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

26 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

3. Revisi penambahan penerimaan hibah langsung TA. 2017

NO SATUAN KERJA SEMULA PENAMBAHAN

HLN MENJADI

1 DIREKTORAT KESEHATAN KELUARGA

95.889.488.000 6.561.797.000 102.451.285.000

2 DIREKTORAT KESEHATAN LINGKUNGAN

138.729.070.000 19.410.000 138.748.480.000

3 DIREKTORAT KESEHATAN KERJA DAN OLAH RAGA

26.847.743.000 - 26.847.743.000

4 DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT

667.485.435.000 369.995.000 667.855.430.000

5 DIREKTORAT PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

109.116.390.000 173.335.000 109.289.725.000

6 SEKRETARIAT DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

99.839.878.000 15.566.604.000 115.406.482.000

7 DINKES PROV. DKI JAKARTA

10.246.424.000 - 10.246.424.000

8 DINKES PROV. JAWA BARAT

31.593.535.000 - 31.593.535.000

9 DINKES PROV. JAWA TENGAH

31.878.816.000 - 31.878.816.000

10 DINKES PROV. DI. YOGYAKARTA

9.559.751.000 - 9.559.751.000

11 DINKES PROV. JAWA TIMUR

26.379.914.000 - 26.379.914.000

12 DINKES PROV. ACEH 14.075.532.000 - 14.075.532.000

13 DINKES PROV. SUMATERA UTARA

25.631.539.000 - 25.631.539.000

14 DINKES PROV. SUMATERA BARAT

10.913.815.000 - 10.913.815.000

15 DINKES PROV. RIAU 10.175.854.000 - 10.175.854.000

16 DINKES PROV. JAMBI 13.792.470.000 - 13.792.470.000

17 DINKES PROV. SUMATERA SELATAN

17.799.288.000 - 17.799.288.000

18 DINKES PROV. LAMPUNG

19.815.355.000 - 19.815.355.000

19 DINKES PROV. KALIMANTAN BARAT

14.863.961.000 - 14.863.961.000

20 DINKES PROV. KALIMANTAN TENGAH

12.715.402.000 - 12.715.402.000

21 DINKES PROV. KALIMANTAN SELATAN

10.682.812.000 - 10.682.812.000

22 DINKES PROV. KALIMANTAN TIMUR

11.589.313.000 - 11.589.313.000

Page 36: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

27 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

23 DINKES PROV. SULAWESI UTARA

15.097.611.000 - 15.097.611.000

24 DINKES PROV. SULAWESI TENGAH

14.976.143.000 - 14.976.143.000

25 DINKES PROV. SULAWESI SELATAN

22.546.109.000 - 22.546.109.000

26 DINKES PROV. SULAWESI TENGGARA

10.822.053.000 - 10.822.053.000

27 DINKES PROV. MALUKU

9.881.024.000 - 9.881.024.000

28 DINKES PROV. BALI 9.389.898.000 - 9.389.898.000

29 DINKES PROV. NUSA TENGGARA BARAT

14.968.995.000 - 14.968.995.000

30 DINKES PROV. NUSA TENGGARA TIMUR

15.752.513.000 - 15.752.513.000

31 DINKES PROV. PAPUA

18.400.910.000 - 18.400.910.000

32 DINKES PROV. BENGKULU

10.479.378.000 - 10.479.378.000

33 DINKES PROV. MALUKU UTARA

10.340.660.000 - 10.340.660.000

34 DINKES PROV. BANTEN

17.984.252.000 - 17.984.252.000

35 DINKES PROV. BANGKA BELITUNG

7.390.764.000 - 7.390.764.000

36 DINKES PROV. GORONTALO

10.048.125.000 - 10.048.125.000

37 DINKES PROV. KEPULAUAN RIAU

10.692.699.000 - 10.692.699.000

38 DINKES PROV. PAPUA BARAT

10.200.442.000 - 10.200.442.000

39 DINKES PROV. SULAWESI BARAT

9.783.953.000 - 9.783.953.000

40 DINKES PROV. KALIMANTAN UTARA

5.916.742.000 - 5.916.742.000

41

BKOM

6.139.956.000

-

6.139.956.000

42 BKTM 7.990.426.000 - 7.990.426.000

43 LKTM 12.711.013.000 - 12.711.013.000

JUMLAH 1.661.135.451.000 22.691.141.000 1.683.826.592.000

Setelah mengalami efisiensi, penambahan hibah, dan realokasi maka total alokasi

anggaran Ditjen Kesmas adalah Rp 1.683.826.592.000,-.

Sumber daya anggaran merupakan unsur utama selain SDM dalam menunjang

pencapaian indikator kinerja. Peranan pembiayaan sangat berpengaruh terhadap

penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan

upaya pembangunan Program Kesehatan Masyarakat. Lebih terperinci alokasi dan

realisasi anggaran menurut jenis anggaran dapat dilihat sebagai berikut:

Page 37: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

28 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Tabel 4. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

menurut jenis anggaran

No Satuan Kerja Alokasi Realisasi SP2D % Realisasi

SP2D

1 Dekonsentrasi 496.386.052.000 442.044.183.046 89,05

2 Kantor Pusat 1.160.599.145.000 1.116.886.144.224 96,23

3 Kantor Daerah 26.841.395.000 24.661.635.358 91,88

TOTAL 1.683.826.592.000 1.583.591.962.628 94,05

Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Dari sisi akuntabilitas, kewenangan pemerintah pusat terkait akuntabilitas dana

dekonstrasi dan tugas pembantuan telah dilimpahkan kepada gubernur sebagai kepala

daerah tingkat I. Oleh karenanya pembiayaan melalui dekonsentrasi menjadi

tanggungjawab dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota kepada gubernur dan

bupati/wali kota. Sehingga dalam pertanggungjawaban akuntabilitas menjadi

kewenangan pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Tabel 5. Realisasi Dekonsentrasi di lingkungan Ditjen Kesehatan

Masyarakat Tahun 2017

No Nama Satker Alokasi Realisasi SP2D % Realisasi

SP2D

1 Dinkes Prov DKI 10.246.424.000 7.496.273.135 73,16

2 Dinkes Prov Jabar 31.593.535.000 24.775.195.604 78,42

3 Dinkes Prov Jateng 31.878.816.000 29.709.064.537 93,19

4 Dinkes Prov Yogya 9.559.751.000 8.758.617.896 91,62

5 Dinkes Prov Jatim 26.379.914.000 20.393.124.463 77,31

6 Dinkes Prov Aceh 14.075.532.000 10.160.129.454 72,18

7 Dinkes Prov Sumut 25.631.539.000 23.535.549.714 91,82

8 Dinkes Prov Sumbar 10.913.815.000 9.887.977.060 90,60

9 Dinkes Prov Riau 10.175.854.000 9.238.358.175 90,79

10 Dinkes Prov Jambi 13.792.470.000 13.369.304.828 96,93

11 Dinkes Prov Sumsel 17.799.288.000 15.962.015.980 89,68

12 Dinkes Prov Lampung 19.815.355.000 18.778.023.805 94,77

13 Dinkes Prov Kalbar 14.863.961.000 13.891.154.718 93,46

14 Dinkes Prov Kalteng 12.715.402.000 10.380.952.950 81,64

15 Dinkes Prov Kalsel 10.682.812.000 9.487.784.374 88,81

16 Dinkes Prov Kaltim 11.589.313.000 10.742.527.081 92,69

17 Dinkes Prov Sulut 15.097.611.000 14.950.653.895 99,03

18 Dinkes Prov Sulteng 14.976.143.000 14.431.676.147 96,36

19 Dinkes Prov Sulsel 22.546.109.000 21.999.095.526 97,57

20 Dinkes Prov Sultra 10.822.053.000 10.746.129.204 99,30

21 Dinkes Prov Maluku 9.881.024.000 8.004.636.294 81,01

22 Dinkes Prov Bali 9.389.898.000 8.355.663.359 88,99

23 Dinkes Prov NTB 14.968.995.000 13.189.784.913 88,11

24 Dinkes Prov NTT 15.752.513.000 15.295.431.883 97,10

25 Dinkes Prov Papua 18.400.910.000 15.330.697.677 83,31

Page 38: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

29 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

26 Dinkes Prov Bengkulu 10.479.378.000 10.251.772.358 97,83

27 Dinkes Prov Malut 10.340.660.000 9.636.174.550 93,19

28 Dinkes Prov Banten 17.984.252.000 15.192.825.765 84,48

29 Dinkes Prov Babel 7.390.764.000 6.369.490.664 86,18

30 Dinkes Prov Gorontalo 10.048.125.000 9.191.825.765 91,48

31 Dinkes Prov Kep. Riau 10.692.699.000 9.459.961.009 88,47

32 Dinkes Prov Papbar 10.200.442.000 9.713.811.729 95,23

33 Dinkes Prov Sulbar 9.783.953.000 9.015.865.624 92,15

34 Dinkes Prov Kaltara 5.916.742.000 4.342.647.127 73,40

Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Grafik 12.Persentase Realisasi Dana Dekonsentrasi Program Kesmas

s.d. tw IV TA. 2017

Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Selain sumberdaya anggaran di kantor pusat, Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat juga didukung sumberdaya anggaran yang berada di kantor daerah yaitu

pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terdiri dari: a) BKTM Makassar, b) LKTM

Palembang dan BKOM Bandung. Secara umum serapan anggaran pada kantor daerah

sebesar 91,88%, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 6. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat menurut lokasi satuan

kerja kantor daerah tahun 2017

No Satuan Kerja Alokasi Realisasi %

1 BKTM MAKASAR 7.990.426.000 7.665.247.053 95,93

2 LKTM PALEMBANG 12.711.013.000 11.124.254.315 87,52

3 BKOM BANDUNG 6.139.956.000 5.872.133.990 95,64

Total 26.841.395.000 24.661.635.358 91,88

Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Page 39: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

30 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Efisiensi yang telah dilakukan

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menerapkan kebijakan pengintegrasian

kegiatan yang hanya dilakukan di tingkat Direktorat Jenderal antara lain:

a. Rapat Koordinasi teknis yang sebelumnya diadakan setiap satker minimal 2 kali

setahun, di tahun 2017 hanya dilakukan di tingkat Ditjen Kesehatan Masyarakat.

Dengan pengintegrasian ini banyak sekali menghemat sumber daya seperti:

1) Anggaran; bila sebelumnya alokasi transport setiap pertemuan di satker ada

12 kali (6 satker) maka dengan pengintegrasian ini hanya dianggarkan 1 kali

transport.

2) Sumberdaya manusia; Bila sebelumnya pengelola program bisa diundang

berkali-kali ke pusat maka dengan pengintegrasian ini mengurangi kunjungan

petugas daerah untuk menghadiri pertemuan di pusat, sehingga waktu untuk

bekerja di daerah menjadi lebih banyak dan efektif.

b. Kebijakan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) yang dianggarkan melalui dana DAK

non Fisik, sehingga mendongkrak capaian persalinan di fasilitas pelayanan

kesehatan dan kunjungan neonatal pertama.

Page 40: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

31 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

1. Indikator kinerja (IK) Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat terdiri atas

tiga indikator, yaitu:

1) Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian 82,79%

dari target 81%.

2) Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) dengan capaian

sebesar 14,8,% dari target 21,2%.

3) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) dengan capaian sebesar

89,82% dari target 81%.

2. Ketiga indikator tersebut dilaksanakan di tingkat Puskesmas, di mana pusat

berperan untuk memastikan indikator tersebut berjalan sebagaimana mestinya

melalui dukungan dari tahap perencanaan (Juknis, Juklak, Pedoman),

pelaksanaan (sosialisasi, orientasi, refreshing) dan monitoring evluasi

sekaligus pembiayaan.

3. Analisa keberhasilan indikator terutama adalah ketersediaan data, format

laporan rutin, kejelasan mekanisme pelaporan dan tidak adanya perubahan

indikator.

4. Untuk analisa penghambat, beberapa point yang perlu digaris bawahi adalah

belum adanya sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi satu pintu dan

masih berjalan berdasarkan program masing-masing, selain itu adanya

perubahan perangkat organisasi dan tata kelola berakibat pengelola program

perlu belajar memahami kembali tiap indikator tersebut.

5. Alternatif solusi yang dapat diberikan, antara lain memaksimalkan pembinaan

penyelenggaraan program dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif

kepada seluruh pengelola kesehatan di daerah dalam percepatan pencapaian

target indikator program serta memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui

media elektronik maupun surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah

dalam rangka implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan

tepat waktu.

6. Pada tahun 2017, Ditjen Kesmas mengalami perubahan anggaran semula

Rp. 2.330.521.324.000 menjadi Rp 1.683.826.592.000,- disebabkan adanya

penambahan hibah luar negeri, pemotongan/penghematan dan realokasi

anggaran. Namun demikian, dalam realisasi anggaran telah mencapai diatas

90%. Hal ini dapat dikatakan sejalan dengan capaian indikator kinerja, dimana

telah mencapai target.

Page 41: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

32 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

7. LAMPIRAN

Page 42: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

33 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017