laporan kinerja direktorat perlindungan perkebunan...
TRANSCRIPT
LAPORAN KINERJA
DIREKTORAT PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN 2016
DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2017
ii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Sebagai penjabaran tugas pokok dan fungsi Direktorat Perlindungan Perkebunan,
serta memperhatikan perubahan lingkungan strategis domestik maupun internasional,
Renstra Pembangunan Perkebunan dan Renstra Ditjen Perkebunan, maka dirumuskan Visi
Direktorat Perlindungan Perkebunan yaitu “Menjadikan Direktorat Perlindungan
Perkebunan sebagai institusi terdepan dalam memberikan layanan di bidang
perlindungan terhadap pekebun dari risiko kerugian akibat OPT dan dampak
perubahan iklim serta Gangguan Usaha Perkebunan”.
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkebunan 2015 – 2019
sebagaimana telah ditetapkan dalam Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan, maka
Direktorat Perlindungan Perkebunan mempunyai tujuan sebagai berikut:
1) Menurunkan risiko kerugian hasil akibat serangan OPT, dampak perubahan iklim dan
gangguan usaha
2) Melakukan pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada pekebun dalam
menerapkan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT,
pencegahan kebakaran lahan dan kebun, penanganan DPI dan gangguan usaha
3) Fasilitasi kegiatan pemberdayaan perangkat dan pengamatan kelembagaan kelompok
tani perlindungan perkebunan (KTPA, SL-PHT, Regu Pengendali Hama dan Desa
Organik)
Sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran pembangungan perkebunan tahun 2015-2019 adalah :
Menurunnya Luas Areal yang Terserang OPT dan Terfasilitasinya Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun, Bencana Alam, Dampak Perubahan Iklim dan Gangguan dan Konflik
Usaha Perkebunan. Sasaran tersebut dicapai melalui kegiatan Penanganan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan, Pemberdayaan Perangkat Perangkat
Perlindungan Perkebunan, Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, Kesiapsiagaan
Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun, Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
Perkebunan, Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan, Penangana Gangguan Usaha Perkebunan dan Fasilitasi Teknis Dukungan
Dukungan Perlindungan Perkebunan.
Pengukuran kinerja tahun 2016 untuk kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan
diperoleh capaian realisasi keuangan 93,73% dan fisik 100%. Untuk kegiatan daerah yang
tersebar di 32 Provinsi, diperoleh capaian fisik sebesar 100% dengan realisasi keuangan
sebesar 93,57%, sedangkan untuk pengukuran kinerja lingkup Direktorat Perlindungan
Perkebunan tahun 2016, realisasi keuangan sebesar 96,24% dengan capaian fisik 100%.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
IKHTISAR EKSEKUTIF ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Organisasi 1
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 3
2.1. Perencanaan Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-
2019 3
2.1.1. Visi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 3
2.1.2. Misi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 3
2.1.3. Tujuan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 3
2.1.4. Sasaran Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 5
2.1.5. Arah Kebijakan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun
2015-2019 5
2.1.6. Program Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun
2015-2019 7
2.1.7. Fokus Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun
2015-2019 7
2.1.8. Strategi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 7
2.2 Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016 8
2.2.1. Program dan Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan 8
2.2.2. Sasaran Program dan Kegiatan Direktorat Perlindungan
Perkebunan 9
2.2.3. Tujuan Program dan Kegiatan Direktorat Perlindungan
Perkebunan 9
2.2.4. Perjanjian Kinerja 9
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 11
3.1. Pengukuran Kinerja 11
3.1.1. Pengukuran Kinerja Terhadap Sasaran Program Pembangunan
Direktorat Perlindungan Perkebunan 11
3.1.2. Pengukuran Kinerja Terhadap Sasaran Kegiatan Pembangunan
Direktorat Perlindungan Perkebunan 11
3.2. Evaluasi Kinerja Pembangunan Direktorat Perlindungan Perkebunan 12
3.2.1. Capaian Kinerja Terhadap Program Nasional Direktorat
Perlindungan Perkebunan 12
3.2.2. Capaian Kinerja Terhadap Rencana Strategis Direktorat
Perlindungan Perkebunan 12
3.2.3. Capaian Kinerja Terhadap Rencana Kinerja Direktorat
Perlindungan Perkebunan 14
3.2.4. Capaian Kinerja Terhadap Perjanjian Kinerja Direktorat
Perlindungan Perkebunan 15
iv
3.2.5. Capaian Kinerja Terhadap Capaian Beberapa Tahun Sebelumnya
Direktorat Perlindungan Perkebunan 18
3.3. Akuntabilitas Keuangan 19
3.3.1. Akuntabilitas Terhadap Target Serapan Direktorat Perlindungan
Perkebunan 19
3.3.2. Akuntabilitas Terhadap Capaian Fisik Direktorat Perlindungan
Perkebunan 19
3.4. Permasalahan, Upaya Penyelesaian dan Rencana Aksi 21
3.4.1. Permasalahan, Hambatan dan Kendala 21
3.4.2. Upaya Tindak Lanjut 23
3.4.3. Rencana Aksi Tahun 2017 24
BAB IV. PENUTUP 25
4.1. Kesimpulan 25
4.2. Saran dan Rekomendasi 26
LAMPIRAN 27
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : PK Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2016 10
Tabel 2 : PK Revisi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2016 10
Tabel 3 : Capaian Kinerja Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun
2016 terhadap Rencana Strategis Direktorat Perlindungan
Perkebunan 13
Tabel 4 : Capaian Kinerja Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun
2016 terhadap Rencana Kinerja Direktorat Perlindungan
Perkebunan 14
Tabel 5 : Capaian Kinerja Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun
2016 terhadap Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan
Perkebunan 15
Tabel 6 : Capaian Kinerja Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan
terhadap Capaian Beberapa Tahun Sebelumnya 18
Tabel 7 : Capaian Serapan Keuangan dan Fisik Kegiatan Dukungan
Perlindungan Perkebunan 20
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Target Rencana Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan
2015 - 2019
27
Lampiran 2 : Rincian Realisasi Keuangan Direktorat Perlindungan
Perkebunan untuk Kegiatan Pusat dan Daerah
28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi serta pengelolaan sumberdaya, kebijakan dan program bagi instansi pemerintah,
maka diperlukan sistem akuntabilitas yang memadai. Penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip) didasarkan atas Rencana Strategis (Renstra), Rencana
Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK). Laporan ini disusun sesuai dengan
Instruksi Presiden RI No.77 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
dan dalam penyusunannya mengacu pada Pedoman Penyusunan dan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan
Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI No.239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret
2003 yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Negara Pendayaagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN & RB) No.29 Tahun 2010 tanggal 31
Desember 2010 dan Peraturan Menteri Negara Pendayaagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (MENPAN & RB) No.53 Tahun 2014 tanggal 1 Desember 2014
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI 43/Permentan/OT.010/8/2015. Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Tugas Direktorat Perlindungan
Perkebunan adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang perlindungan perkebunan.
Sebagai acuan dalam pelaksananaan tugas direktorat dan arahan dalam
pengembangan perlindungan perkebunan adalah Rencana Strategis (Renstra) Direktorat
Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 yang disusun berdasarkan analisis dan
pencermatan lingkungan strategis atas potensi, kelemahan, peluang dan tantangan terkini
yang dihadapi dalam peningkatan dukungan perlindungan selama kurun waktu 2010-2014.
Renstra Direktorat Perlindungan Perkebunan memberikan dukungan dan memfasilitasi
kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan,
Pemberdayaan Perangkat Perangkat Perlindungan Perkebunan, Antisipasi Dampak
Perubahan Iklim, Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun, Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan, Pembinaan dan Sertifikasi Desa
Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan, Penangana Gangguan Usaha
Perkebunan dan Fasilitasi Teknis Dukungan Dukungan Perlindungan Perkebunan.
1.2. Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pertanian telah ditetapkan bahwa unit kerja Eselon II lingkup Direktorat
Jenderal Perkebunan terdiri dari 6 (enam) unit yaitu: Sekretariat Direktorat Jenderal
Perkebunan, Direktorat Perbenihan Perkebunan, Direktorat Tanaman Semusim dan
Rempah, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, Direktorat Perlindungan Perkebunan
serta Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan.
2
Organisasi Direktorat Perlindungan Perkebunan terbagi dalam 4 (empat) Sub
Direktorat dan delapan Seksi, Sub Bagian Tata Usaha serta Kelompok Jabatan Fungsional
yaitu :
1) Sub Direktorat Data dan Kelembagaan Pengendalian OPT, membawahi Seksi Data
dan Informasi OPT sertaSeksi Kelembagaan Pengendalian OPT;
2) Sub Direktorat Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman
Semusim dan Rempah, membawahi Seksi Teknologi PHT serta Seksi Sarana
Pengendalian OPT;
3) Sub Direktorat Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar, membawahi
Seksi Teknologi PHT serta Seksi Sarana Pengendalian OPT;
4) Sub Direktorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan
Kebakaran, membawahi Seksi Gangguan Usaha dan Pencegahan Kebakaran dan
Seksi Dampak Perubahan Iklim;
5) Sub Bagian Tata Usaha;
6) Kelompok Jabatan Fungsional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.010/8/2015, tugas
Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah “melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian hama penyakit dan perlindungan
perkebunan”.
Dalam melaksanakan tugas di atas, Direktorat Perlindungan Perkebunan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1) Pengelolaan data dan informasi organisme pengganggu tumbuhan;
2) Peningkatan kapasitas kelembagaan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan;
3) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta
penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan
kebakaran;
4) Pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan
gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;
5) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan
penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan
pencegahan kebakaran;
6) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan
penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan
pencegahan kebakaran;
7) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan
penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan
pencegahan kebakaran; dan
8) Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Perkebunan.
3
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
2.1. Perencanaan Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
disusun berdasarkan analisis dan pencermatan lingkungan strategis atas potensi,
kelemahan, peluang dan tantangan terkini yang dihadapi dalam peningkatan dukungan
perlindungan selama kurun waktu 2015-2019. Renstra Direktorat Perlindungan
Perkebunan memberikan dukungan dan memfasilitasi kegiatan Penanganan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan, Pemberdayaan Perangkat Perangkat
Perlindungan Perkebunan, Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, Kesiapsiagaan
Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun, Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
Perkebunan, Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan, Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan, dan Fasilitasi Teknis Dukungan
Perlindungan Perkebunan.
2.1.1. Visi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Sebagai penjabaran tugas pokok dan fungsi Direktorat Perlindungan Perkebunan,
serta memperhatikan perubahan lingkungan strategis domestik maupun internasional dan
Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan 2015- 2019 maka dirumuskan visi Direktorat
Perlindungan Perkebunan yaitu “Menjadikan Direktorat Perlindungan Perkebunan
sebagai institusi terdepan dalam memberikan layanan di bidang perlindun gan terhadap
pekebun dari risiko kerugian akibat OPT dan dampak perubahan iklim serta Gangguan
Usaha Perkebunan”.
2.1.2. Misi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Mengacu pada misi Direktorat Jenderal Perkebunan, maka misi Direktorat
Perlindungan Perkebunan adalah sebagai berikut :
1) Mewujudkan sistem perlindungan perkebunan dan penanganan dampak perubahan
iklim serta gangguan usaha yang terpadu terintegrasi dan berkelanjutan;
2) Mendorong upaya pemberdayaan perangkat perlindungan dalam perendalian OPT dan
penanganan OPT:
3) Memfasilitasi penyediaan teknologi spesifik lokasi dalam pengendalian OPT dan
penanganan DPI;
4) Mewujudkan sumber daya manusia perlindungan yang handal;
5) Mewujudkan sistem perkebunan berkelanjutan melalui pengembangan SL-PHT dan
desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan;
6) Mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas di bidang perlindungan perkebunan.
2.1.3. Tujuan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional dan pembangunan
pertanian 2015-2019 pada periode jangka menengah tahun 2015-2019, maka Direktorat
Jenderal Perkebunan menetapkan tujuan Direktorat Jenderal Perkebunan dalam
pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 yang akan dicapai sesuai dengan penetapan
visi, misi serta tugas pokok dan fungsi organisasi sebagai berikut :
4
1) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan melalui rehabilitasi,
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversivikasi yang didukung oleh penyediaan benih
unggul, bermutu dan bersertifikat, sarana produksi dan alat mesin pertanian/
pengolahan/pascapanen serta pembangunan kebun sumber benih tanaman
perkebunan.
2) Memberikan pelayanan perencanaaan, program, anggaran, kerjasama teknis,
administrasi keuangan, aset, umum, organisasi, tata laksana, kepegawaian, hukum,
humas, administrasi perkantoran, evaluasi pelaksanaan kegiatan, layanan rekomendasi
teknis dan penyediaan data serta informasi yang berkualitas.
3) Memfasilitasi penyediaan/pengadaan alat pascapanen dan alat pengolahan tanaman
semusim dan rempah serta tanaman tahunan dan penyegar yang spesifik lokasi dan
fungsi yang didukung penyediaan teknologi berkualitas dan aplikatif bagi pekebun.
4) Melakukan upaya strategis dalam memfasilitasi penerapan pembinaan usaha
perkebunan berkelanjutan, perizinan usaha perkebunan, penilaian usaha perkebunan
serta inventarisasi, identifikasi dan penanganan kasus gangguan usaha dan konflik
perkebunan.
5) Memfasilitasi ketersediaan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan,
pemantauan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), pencegahan
kebakaran lahan/kebun dan penanganan dampak perubahan iklim;
6) Melakukan pengembangan komoditas unggulan perkebunan pada lahan-lahan
eksisting dan lahan bukaan baru sesuai potensi kearifan lokal, kebutuhan
pengembangan kawasan dan kesiapan daerah pengembangan melalui pendekatan
kawasan yang terintegrasi antar sektor dan memperhatikan kelayakan ekonomi,
agroekosistem, sosial, pasar dan pengembangan/potensi berkelanjutan;
7) Memberikan fasilitasi kegiatan pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan
kelompok petani tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar
melalui pelatihan penumbuhan kebersamaan/dinamika kelompok, pelatihan penguatan
kelembagaan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana
prasarana budidaya, dukungan penyediaan fasilitasi pembiayaan dan permodalan serta
kemudahan akses ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
8) Melakukan pembinaan, bimbingan teknis dan pendampingan kepada pekebun dalam
mendorong usaha agribisnis perkebunan dibudidayakan melalui sistem budidaya
perkebunan yang baik, berkelanjutan dan memperhatikan isu-isu lingkungan terutama
dalam penggunaan benih dan sarana produksi (pupuk dan pestisida).
9) Melakukan upaya pengembangan komoditas perkebunan sumber bio-energy, sistem
pertanian polikultur serta penerapan integrasi tanaman perkebunan dalam mendukung
pengembangan sistem pertanian bio-industry melalui pendekatan zero waste
management.
10) Melakukan upaya dalam memfasilitasi pengembangan pemasaran produk unggulan
perkebunan yang meliputi bidang informasi, pemantauan dan stabilitas harga, sarana
dan kelembagaan pasar, jaringan pemasaran, analisis dan pengembangan ekspor,
pemasaran bilateral/regional/multilateral dan kerjasama komoditas.
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkebunan 2015-2019
sebagaimana telah ditetapkan dalam Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan, maka
Direktorat Perlindungan Perkebunan mempunyai tujuan yaitu:
1) Menurunkan risiko kerugian hasil akibat serangan OPT, dampak perubahan iklim dan
gangguan usaha
5
2) Melakukan pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada pekebun dalam
menerapkan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT,
pencegahan kebakaran lahan dan kebun, penanganan DPI dan gangguan usaha
3) Fasilitasi kegiatan pemberdayaan perangkat dan pengamatan kelembagaan kelompok
tani perlindungan perkebunan (KTPA, SL-PHT, Regu Pengendali Hama dan Desa
Organik)
2.1.4. Sasaran Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Sasaran strategis utama Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 adalah :
1) Pemenuhan penyediaan bahan baku tebu dalam rangka peningkatan produksi gula
nasional;
2) Peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam
mewujudkan daya saing sub sektor perkebunan yang difokuskan pada pengembangan
produk segar dan olahan dari 16 komoditas unggulan perkebunan;
3) Pemenuhan penyediaan bahan baku bio-energy dan pengembangan fondasi sistem
pertanian bio-industry dengan fokus pengembangan komoditas kelapa sawit baik
melalui kegiatan budidaya dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas
maupun melalui kegiatan integrasi tanaman perkebunan dengan ternak dan tumpang
sari dengan komoditas pertanian lainnya serta penyediaan benih kemiri sunan.
Adapun sasaran strategis pendukung Ditjen. Perkebunan tahun 2015 – 2019 adalah:
1) Peningkatan kualitas sumber daya insani perkebunan;
2) Penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha perkebunan;
3) Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik dengan menerapkan prinsip
keterbukaan, akubtabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan,
integritas/komitmen, kejujuran, konsistensi dan bebas KKN di lingkungan organisasi
Ditjen. Perkebunan; dan
4) Peningkatan pendapatan keluarga pekebunn yang merupakan resultan dari pencapaian
sasaran strategis lainnya.
Sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran pembangungan perkebunan tahun 2015-2019 adalah :
Menurunnya Luas Areal yang Terserang OPT dan Terfasilitasinya Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun, Bencana Alam, Dampak Perubahan Iklim dan Gangguan dan Konflik
Usaha Perkebunan. Sasaran tersebut akan dicapai melalui :
1) Penanganan OPT perkebunan berbasis pada penerapan PHT di tingkat petani
2) Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan dalam rangka penerapan PHT
3) Penanganan DPI melalui mitigasi dan adaptasi
4) Peningkatan kapasitas dalam pengendalian OPT dan kesiapsiagaan dalam pencegahan
kebakaran lahan dan kebun, serta gangguan usaha
5) Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan
2.1.5. Arah Kebijakan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Arah kebijakan Umum Perlindungan Perkebunan tahun 2015-2019 meliputi :
1) Budidaya tanaman sehat
6
2) Perlindungan Tanaman Perkebunan dilakukan melalui pemantauan, pengamatan dan
Pengendalian OPT
3) Pengendalian OPT didasarkan pada prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT),
yaitu memadukan semua cara dan teknis pengendalian OPT secara kompatibel dengan
mempergunakan bahan dan cara pengendalian yang aman dan ramah lingkungan
4) Pemantauan, Pengamatan dan Pengendalian OPT dilakukan dengan cara peningkatan
sarana dan prasarana perlindungan, (LL/UPTD Perlindungan , Sub LAB, LUPH, LAP,
UPPT, Brigade Proteksi, Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun UPT
Perlindungan Pusat) peningkatan SDM Perlindungan (POPT/Pengamat Hama
Penyakit dan Petani Pengamat Hama dan penyakit Perkebunan)
5) Peningkatan kemampuan mitigasi dan adaptasi dalam rangka menurunkan resiko
kegagalan produksi akibat dari faktor-faktor iklim
6) Peningkatan kemampuan dalam menangani kebakaran lahan kebun
7) Peningkatan kemampuan dalam menangani gangguan usaha dan konflik perkebunan
8) Peningkatan kemampuan UPT Pusat sebagai Balai rujukan regional dalam identifikasi
OPT, penelusuran residu pestisida, pengembangan pengendali hayati dan penghasil
rakitan teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi
Arah Kebijakan Khusus Perlindungan Perkebunan adalah:
1) Pemantauan dan pengamatan diprioritaskan pada OPT utama komoditas tanaman
perkebunan unggulan nasional;
2) Pengendalian OPT dilakukan pada tanaman dengan intesitas serangan ringan/atau
secara ekonomis masih menguntungkan jika dikendalikan
3) Pengendalian pada OPT yang bersifat eksplosif atau pada sumber-sumber serangan
sesuai dengan kemampuan, menjadi tanggung jawab pemerintah bersama sama
dengan masyarakat
4) Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida kimia merupakan pilihan terakhir
dan berdasarkan pada hasil pengamatan dan analisa ekosistem
5) Penggunaan Musuh Alami dan APH menjadi pilihan utama dalam mengendalikan
OPT.
6) APH yang digunakan harus yg telah berijin dan terdaftar di komisi pestisida;
penggunaan APH yang belum terdaftar dapat dipergunakan dalam skala terbatas
seperti Percobaan, Demplot dan Demfarm
7) Mendorong pengembangan dan perakitan teknologi spesifik lokasi oleh UPTP
perlindungan dan UPTD Perlindungan
8) Mendorong UPT Pusat untuk mampu memiliki APH yang terdaftar
9) Pembinaan perangkat perlindungan di prioritaskan pada peningkatan kemampuan
dalam menyediakan standar pelayanan minimum dalam bidang perlindungan
(teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi, pengembangan dan penyediaan MA dan
APH, pengendalian OPT yang bersifat eksposif, pengembangan dan penerapan
mitigasi dan adaptasi iklim serta penanganan kebakaran lahan dan kebun)
10) Pembinaan SDM petani perkebunan dilakukan melalui kegiatan SL-PHT dengan
memperhatikan keterlibatn gender minimum sebesar 25 persen dan Pembentukan
Kelompok Tani Perduli Api (KTPA)
11) Pemantauan Hot Spot diprioritaskan pada provinsi/kabupten rawan kebakaran
12) Mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim dilaksanakan pada provinsi/
kabupaten/kota sentra perkebunan rawan kekeringan semaksimal mungkin
memanfaatkan APBD
7
13) Penyediaan Standar pelayanan minimum pengendalian OPT dan penanganan
kebakaran lahan dan kebun
2.1.6. Program Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Untuk mendukung program Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Perlindungan
Perkebunan mempunyai tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yaitu “Dukungan
Perlindungan Perkebunan”
2.1.7. Fokus Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Fokus kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan adalah :
1) Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan;
2) Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan;
3) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim;
4) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun;
5) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Perkebunan;
6) Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan;
7) Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan;
8) Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan.
2.1.8. Strategi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Memperhatikan strategi Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 maka
strategi yang akan ditempuh Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah :
1) Fasilitasi Peningkatan kemampuan Teknis Petugas dan Petani melalui magang petugas
dan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).
2) Fasilitasi Peningkatan sistem pengamatan, pemantauan, dan pengendalian OPT
melalui Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT dan Penanganan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Perkebunan.
3) Fasilitasi antisipasi dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran lahan dan
kebun melalui Fasilitasi kesiapsigaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun,
mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim, dan Operasional Brigade Pencegahan
kebakaran lahan dan kebun
4) Pemantapan jejaring dan kerjasama di bidang perlindungan dengan Puslit/Balit,
Perguruan Tinggi, BBPPTP, BPTP, UPTD, Dinas Perkebunan, dan pihak terkait
lainnya melalui Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan;
5) Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan melalui fasilitasi,
inventarisasi serta penanganan kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan dan
pertemuan koordinasi/rapat fasilitasi penanganan gangguan usaha perkebunan
6) Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan melalui
Pembinaan dan sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan
7) Penguatan sistem perlindungan perkebunan melalui Koordinasi pelaksanaan
Dukungan Perlindungan Perkebunan
8
2.2. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016
Rencana Kinerja Tahunan Dukungan Perlindungan Perkebunan Tahun 2016 secara
detail meliputi sasaran, indikator kinerja dan target dapat dilihat pada Formulir RKT
berikut :
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016
DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
Unit Organisasi Eselon II : Direktorat Perilndungan Perkebunan
Tahun : 2016
Sasaran Indikator Kerja Target
1 Penurunan Luas Areal
Serangan OPT
2 Peningkatan penanganan
kebakaran lahan dan kebun
serta dampak perubahan iklim
3 Pembinaan dan Sertifikasi
Desa Pertanian Organik
Berbasis Komoditi Perkebunan
4 Peningkatan penanganan
gangguan usaha perkebunan
1 Pemberdayaan Perangkat 77 Unit
2 Sekolah Lapang Pengendalian
Hama Terpadu
93 KT
3 Penanganan Organisme Pengganggu
(OPT) Tanaman perkebunan
11.469 Ha
4 Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 94 KT
5 Kesiapsiagaan pencegahan
kebakaran lahan dan kebun
26 dokumen
6 Penanganan Gangguan Usaha
perkebunan
42 kasus
6 Pemberdayaan Petugas Pengamat
OPT
995 Orang
7 Sertifikasi Desa Pertanian Organik
Berbasis Komoditi Perkebunan
150 Desa
8 Koordinasi pelaksanaan Dukungan
Perlindungan perkebunan
12 Bulan
2.2.1. Program dan Kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan Tahun 2016
Program pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 yang menjadi tanggung jawab
Direktorat Jenderal Perkebunan adalah “peningkatan produksi komoditas perkebunan
berkelanjutan” dengan 2 Indikator Kinerja Program (IKP) yaitu 1) Rata-rata Pertumbuhan
Produksi Tanaman Tebu dan 2) Rata-rata Pertumbuhan Produksi Tanaman Perkebunan
Unggulan Lainnya.
9
Untuk mencapai proyeksi tersebut, program Direktorat Jenderal Perkebunan tahun
2015-2019 lebih diprioritaskan untuk produksi dan produktivitas tanaman unggulan
perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang
didukung oleh penyediaan benih bermutu, pemberdayaan petani dan penguatan
kelembagaan, pembangunan/ pemeliharaan kebun sumber benih, penanganan pascapanen,
pengolahan, standarisasi mutu, fasilitasi pemasaran, pembinaan usaha dan perlindungan
perkebunan serta pemberian pelayanan berkualitas
Dalam rangka mendukung program Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-
2019, maka kegiatan yang menjadi tanggungjawab Direktorat Perlindungan Perkebunan
adalah Dukungan Perlindungan Perkebunan.
2.2.2. Sasaran Program dan Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan
Sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran pembangungan perkebunan tahun 2015-2019 adalah :
Menurunnya Luas Areal yang Terserang OPT dan Terfasilitasinya Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun, Bencana Alam, Dampak Perubahan Iklim dan Gangguan dan Konflik
Usaha Perkebunan.
Sasaran tersebut akan dicapai melalui :
1) Penanganan OPT perkebunan berbasis pada penerapan PHT di tingkat petani
2) Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan dalam rangka penerapan PHT
3) Penanganan DPI melalui mitigasi dan adaptasi
4) Peningkatan kapasitas dalam pengendalian OPT dan kesiapsiagaan dalam pencegahan
kebakaran lahan dan kebun, serta gangguan usaha
5) Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan
2.2.3. Tujuan Program dan Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun
2016
Tujuan Program dan Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan yaitu:
1) Menurunkan risiko kerugian hasil akibat serangan OPT, dampak perubahan iklim dan
gangguan usaha
2) Melakukan pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada pekebun dalam
menerapkan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT,
pencegahan kebakaran lahan dan kebun, penanganan DPI dan gangguan usaha
3) Fasilitasi kegiatan pemberdayaan perangkat dan pengamatan kelembagaan kelompok
tani perlindungan perkebunan (KTPA, SL-PHT, Regu Pengendali Hama dan Desa
Organik)
2.2.4. Perjanjian Kinerja
Dokumen Perjanjian Kinerja merupakan suatu dokumen pernyataan
kinerja/kesepakatan kinerja/Penetapan Kinerja antara atasan dengan bawahan untuk
mewujudkan suatu capaian kinerja pembangunan dari sumber daya yang tersedia melalui
target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan pencapaiannya
berupa hasil (outcome) dan keluaran (output).
Penyusunan penetapan kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2016
berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) tahun 2016 yang disusun setelah DIPA
Direktorat Jenderal Perkebunan diterima pada bulan Januari 2016 dengan mengikuti
10
format sesuai Pedoman Permen-PAN dan RB No. 29 Tahun 2010 dan Permen-PAN dan
RB No. 53 Tahun 2014. Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan
ditandatangani oleh Direktur Perlindungan Perkebunan dan Direktur Jenderal Perkebunan
pada bulan Maret 2015.
Dukungan Perlindungan Perkebunan mendapat alokasi anggaran APBN tahun 2016
sebesar Rp.110.257.805.000,-. Namun pada tahun 2016 terjadi beberapa kali revisi
sehingga anggaran Dukungan Perlindungan Perkebunan menjadi Rp. 105.176.589.000,-
Anggaran tersebut untuk mendukung kegiatan Perlindungan Perkebunan di pusat dan
daerah yaitu Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan, Pemberdayaan Petugas
Pengamat, Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun, SLPHT, Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan,
Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan dan
Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan.
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja serta target yang telah disusun dalam
Penetapan Kinerja (PK) Direktorat Perlindungan Tahun 2016 (Tabel 1.) dan PK revisi
(Tabel 2.)
Tabel 1. PK Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2016
Tabel 2. PK Revisi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2016
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Komponen Kegiatan Target
1 Menurunnya luas
areal yang
terserang OPT dan
terfasilitasinya
pencegahan
kebakaran lahan
dan kebun,
bencana alam serta
dampak perubahan
iklim
1 Penanganan organisme pengganggu tanaman perkebunan 7.809 Ha
2 Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan 76 unit
3 Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT 995 orang
4 Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 31 KT
5 Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun 18 dok
6 SLPHT Tanaman Perkebunan 87 KT
7 Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan 20 kasus
8 Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik
berbasis komoditas perkebunan
125 Desa
9 Fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan 12 bulan
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Komponen Kegiatan Target
1 Menurunnya luas
areal yang
terserang OPT dan
terfasilitasinya
pencegahan
kebakaran lahan
dan kebun,
bencana alam serta
dampak perubahan
iklim
1 Penanganan organisme pengganggu tanaman perkebunan 6.859 Ha
2 Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan 76 unit
3 Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT 995 orang
4 Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 29 KT
5 Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun 18 dok
6 SLPHT Tanaman Perkebunan 87 KT
7 Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan 20 kasus
8 Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik
berbasis komoditas perkebunan
120 Desa
9 Fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan 12 bulan
11
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Pengukuran Kinerja
Setiap akhir tahun anggaran dan berakhirnya kegiatan, Direktorat Perlindungan
Perkebunan melakukan “pengukuran kinerja”. Pengukuran pencapaian target kinerja
dilakukan dengan membandingkan antara target kinerja dengan realisasi kinerja dengan
menggunakan format pengukuran kinerja yang ditetapkan dalam Permen-PAN dan RB
Nomor 53 Tahun 2014.
3.1.1. Pengukuran Kinerja Terhadap Sasaran Program Pembangunan Direktorat
Perlindungan Perkebunan
Dalam rangka mendukung program Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-
2019, maka kegiatan yang menjadi tanggungjawab Direktorat Perlindungan Perkebunan
adalah Dukungan Perlindungan Perkebunan. Pengukuran Kinerja Kegiatan Dukungan
Perlindungan Perkebunan dengan target seperti yang tercantum dalam Renstra 2015-2019,
Penetapan Kinerja 2016 dan RKT 2016.
3.1.2. Pengukuran Kinerja Terhadap Sasaran Kegiatan Pembangunan Direktorat
Perlindungan Perkebunan
Sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 adalah :
Menurunnya Luas Areal yang Terserang OPT dan Terfasilitasinya Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun, Bencana Alam, Dampak Perubahan Iklim dan
Gangguan Usaha Perkebunan. Sasaran tersebut dicapai melalui kegiatan sebagai berikut:
1) Penanganan OPT perkebunan berbasis pada penerapan PHT di tingkat petani. Pada
tahun 2016 dialokasikan kegiatan Penanganan OPT berupa pengendalian OPT pada
komoditas kelapa, karet, kakao, tebu, tembakau dan nilam seluas 6.869 Ha dan
terealisasi 100%
2) Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan dalam rangka penerapan PHT.
Sasaran ini dicapai melalui kegiatan operasional bagi perangkat perangkat
perlindungan di daerah yaitu laboratoriun lapangan, sub laboratorium hayati,
laboratorium utama pengendalian hayati dan brigade proteksi tanaman perkebunan
yang seluruhnya berjumlah 76 unit dan terealisasi seluruhnya (100%)
3) Penanganan DPI melalui mitigasi dan adaptasi. Sasaran ini dicapai melalui kegiatan
Mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim pada 9 kelompok tani di 9 provinsi dan
kegiatan pengembangan model perkebunan rendah emisi karbon pada perkebunan
kopi rakyat di 6 provinsi 6 kelompok tani. Kegiatan terealisasi 100%.
4) Peningkatan kapasitas dalam pengendalian OPT dan kesiapsiagaan dalam pencegahan
kebakaran lahan dan kebun, serta gangguan usaha
Peningkatan kapasitas dalam pengendalian OPT dilaksanakan melalui kegiatan
SLPHT dan Pemberdayaan petugas pengamat. SLPHT pada 2016 dilaksanakan pada
87 kelompok tani di 16 provinsi dan terealisasi 100%.
12
Kesiapsiagaan dalam pencegahan kebakaran lahan dan kebun dilaksanakan melalui itu
4 (empat) kegiatan yaitu:
a. Fasilitasi Pemantauan Kebakaran, Dampak Perubahan Iklim serta bencana alam di
9 (Sembilan) provinsi terealisasi 100%.
b. Apel siaga penanggulangan kebakaran lahan dan kebun di 4 provinsi terealisasi
100%.
c. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pencegahan dan pengendalian Kebakaran
lahan dan kebun pada 15 KT di 6 (enam) provinsi terealiasi 100%.
d. Operasional Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun 55 unit di 7
(tujuh) provinsi dan terealisasi 100%.
5) Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan.
Sasaran kegiatan ini adalah terbangunnya kemandirian dalam penyediaan input
produksi berbahan organik dan terbangunnya sistem pertanian organik di 150 desa
yang siap disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang terakreditasi
sampai dengan tahun 2019. Karena adanya pemotongan anggaran maka target 150
desa turun menjadi 120 desa di 21 provinsi dan terealisasi 100%.
3.2. Evaluasi Kinerja Pembangunan Direktorat Perlindungan Perkebunan
3.2.1. Capaian Kinerja Terhadap Program Nasional Direktorat Perlindungan
Perkebunan
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Perlindungan merupakan
dukungan terhadap Program Direktorat Jenderal Perkebunan. Namun demikian salah satu
kegiatan yang dilaksanakan menjadi agenda prioritas Nawacita 2015-2019 yaitu
Pengembangan 1.000 desa pertanian organik sebagaimana tercantum dalam RPJMN
Kementerian Pertanian 2015-2019. Direktorat Perlindungan Perkebunan mendapat amanat
untuk melaksanakan kegiatan pengembangan desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan dengan indikator kinerja kegiatan (IKK) adalah pembinaan dan sertifikasi desa
pertanian organik berbasis komoditas perkebunan dengan target 150 desa. Tahapan dalam
pelaksanaannya adalah: penetapan CP/CL pada tahun 2015; tahapan inisiasi berupa
sosialisasi dan pengadaan input/sarana prasarana produksi pada tahun 2016; penyiapan
dokumen, persiapan sertifikasi, sertifikasi produk, apresiasi produk organik pada tahun
2017 s.d 2019.
Pada tahun 2016 setelah adanya revisi pemotongan anggaran target desa pertanian
organik menjadi 120 desa di 19 provinsi dan terealisasi seluruhnya (100%).
3.2.2. Capaian Kinerja Terhadap Rencana Strategis Direktorat Perlindungan
Perkebunan
Capaian kinerja kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2016 terhadap
target dalam Rencana Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan 2015-2019 disajikan
pada Tabel 3.
13
Tabel 3. Capaian Kinerja Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2016 Terhadap
Rencana Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan
No. Output/Komponen Target
Renstra 2016
Realisasi
2016
%
1. Penanganan Organisme Pengganggu
Tanaman Perkebunan 11.459 ha 6.895 Ha 60,17
2. Pemberdayaan perangkat
Perlindungan Perkebunan
77 Unit 76 unit 98,70
3. Pemberdayaan petugas pengamat
OPT (Insentif Petugas Hama dan
Penyakit)
995 orang 995 0rang 100
4. Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 94 KT 29 KT 30,85
a. Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Rangka Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran;
70 KT 15 KT 21,43
b. Mitigasi dan adaptasi Perubahan
Iklim. 12 KT 9 KT 75,00
c.
Pengembangan model perkebunan
rendah emisi karbon pada
perkebunan
11 KT 5 KT 45,45
5. Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun
(Dokumen/provinsi)
26 Dok/Prov 20 Dok/Prov 76,92
a. Fasilitasi pemantauan kebakaran dan
dampak perubahan iklim dan
bencana alam;
9 Dok/Provi 9 Dok/Prov 100
b. Apel siaga penanggulangan
kebakaran lahan dan
kebun/Pertemuan koordinasi
4 Dok/Prov 4 Dok/Prov 100
c. Operasional Brigade Pencegahan
Kebakaran 13 Dok/Prov 7 Dok/Prov 53,85
6. Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu (SL-PHT) Tanaman
Perkebunan (KT)
93 KT 87 KT 93,55
7. Penanganan Gangguan usaha dan
konflik perkebunan (kasus) 42 kasus 2 kasus 4,76
8. Pembinaan dan Sertifikasi Desa
Pertanian Organik Berbasis Komoditi
Perkebunan
150 Desa 120 Desa 80,00
9. Fasilitasi Teknis Dukungan
Perlindungan Perkebunan 12 bulan 12 bulan 100
Capaian kinerja kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan berdasarkan target
Renstra 2015-2019 untuk 9 kegiatan, 2 (dua) kegiatan mencapai 100% yaitu
Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT dan Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan
Perkebunan. Capaian kinerja kegiatan lainnya tidak mencapai 100% dikarenakan
menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia di tahun 2016. Realisasi terendah yaitu
4,76% pada kegiatan Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Usaha Perkebunan
yaitu dari target 42 kasus hanya terealisasi 2 kasus. Kecilnya capaian kinerja ini
14
disebabkan adanya pengurangan kualitas kegiatan Penanganan Gangguan Usaha dan
Konflik Usaha Perkebunan.
3.2.3. Capaian Kinerja Terhadap Rencana Kinerja Direktorat Perlindungan
Perkebunan
Capaian kinerja kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2016 terhadap
Rencana Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2016 adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Capaian Kinerja Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2016 terhadap
Rencana Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan
No. Output/Komponen Target RKT
2016
Realisasi
2016
%
1. Penanganan Organisme Pengganggu
Tanaman Perkebunan 11.459 ha 6.895 Ha 60,17
2. Pemberdayaan perangkat
Perlindungan Perkebunan
77 Unit 76 unit 98,70
3. Pemberdayaan petugas pengamat
OPT (Insentif Petugas Hama dan
Penyakit)
995 orang 995 0rang 100
4. Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 94 KT 29 KT 30,85
a. Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Rangka Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran;
70 KT 15 KT 21,43
b. Mitigasi dan adaptasi Perubahan
Iklim. 12 KT 9 KT 75,00
c.
Pengembangan model perkebunan
rendah emisi karbon pada
perkebunan
11 KT 5 KT 45,45
5. Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun
(Dokumen/provinsi)
26 Dok/Prov 20 Dok/Prov 76,92
a. Fasilitasi pemantauan kebakaran dan
dampak perubahan iklim dan
bencana alam;
9 Dok/Provi 9 Dok/Prov 100
b. Apel siaga penanggulangan
kebakaran lahan dan
kebun/Pertemuan koordinasi
4 Dok/Prov 4 Dok/Prov 100
c. Operasional Brigade Pencegahan
Kebakaran 13 Dok/Prov 7 Dok/Prov 53,85
6. Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu (SL-PHT) Tanaman
Perkebunan (KT)
93 KT 87 KT 93,55
7. Penanganan Gangguan usaha dan
konflik perkebunan (kasus) 42 kasus 2 kasus 4,76
8. Pembinaan dan Sertifikasi Desa
Pertanian Organik Berbasis Komoditi
Perkebunan
150 Desa 120 Desa 80,00
9. Fasilitasi Teknis Dukungan
Perlindungan Perkebunan
12 bulan 12 bulan 100
15
Karena RKT 2016 disusun di awal tahun anggaran dan target kegiatannya diambil
dari target Renstra 2015-2016 maka capaian kinerja terhadap rencana kinerja sama dengan
capaian kinerja terhadap Renstra.
3.2.4. Capaian Kinerja Terhadap Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan
Perkebunan
Capaian kinerja kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2016 terhadap
Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2016 disajikan pada Tabel
5.
Tabel 5. Capaian Kinerja Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2016 terhadap
Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan
Rincian capaian kinerja terhadap perjanjian kinerja diuraikan sebagai berikut :
1) Penanganan OPT Tanaman Perkebunan dengan target 6.859 Ha untuk 6 komoditas
secara keseluruhan terealisasi 100% dengan rincian sebagai berikut :
a. Pengendalian OPT Kelapa seluas 2.200 Ha terealisasi 2.200 Ha (100%). Kegiatan
ini dilaksanakan di 6 provinsi yaitu Sulawesi Utara (650 Ha), Sulawesi Tengah
(500 Ha), Nusa Tenggara Barat (100 Ha), DIY (50 Ha), Kalimantan Barat (200 Ha)
dan Maluku Utara (700 Ha).
b. Pengendalian OPT Karet seluas 600 Ha terealisasi 600 Ha (100%). Kegiatan
dilaksanakan di 6 provinsi yaitu Jawa Barat (100 Ha), Sumatera Barat (100 Ha),
Riau (100 Ha), Jambi (100 Ha), Kalimantan Barat (100 Ha) dan Banten (100 Ha).
c. Pengendalian OPT Kakao seluas 2.600 Ha terealisasi 2.600 Ha (100%). Kegiatan
dilaksanakan di 7 provinsi yaitu Aceh (150 Ha), Sumatera Barat (50 Ha), Sulawesi
Tenggara (1.025 Ha), Bali (100 Ha), Nusa Tenggara Barat (225 Ha), Nusa
Tenggara Timur (50 Ha), dan Sulawesi Barat (1.000 Ha).
d. Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Karet seluas 40 Ha terealisasi 40 Ha
(100%). Kegiatan dilaksanakan di 4 provinsi yaitu Jawa Barat (10 Ha), Riau (10
Ha), Sumatera Selatan (10 Ha), dan Kalimantan Barat (10 Ha).
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
PK
Sebelum
Revisi
Target
Setelah
Revisi
Realisasi %
1 Menurunnya luas
areal yang
terserang OPT dan
terfasilitasinya
pencegahan
kebakaran lahan
dan kebun,
bencana alam serta
dampak perubahan
iklim
1 Penanganan organisme
pengganggu tanaman perkebunan
7.809 Ha 6.859 Ha 6.859 Ha 100
2 Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan
76 unit 76 unit 76 unit 100
3 Pemberdayaan Petugas Pengamat
OPT
995 orang 995 orang 995 orang 100
4 Antisipasi Dampak Perubahan
Iklim
31 KT 29 KT 29 KT 100
5 Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun
18 dok 18 dok 18 dok 100
6 SLPHT Tanaman Perkebunan 87 KT 87KT 87 KT 100
7 Penanganan gangguan usaha dan
konflik perkebunan
20 kasus 2 kasus 2 kasus 100
8 Pembinaan dan sertifikasi desa
pertanian organik berbasis
komoditas perkebunan
125 Desa 120 desa 120 desa 100
9 Fasilitasi teknis dukungan
perlindungan perkebunan
12 bulan 12 bulan 12 bulan 100
16
e. Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Kakao dilaksanakan di satu provinsi yaitu
Provinsi Bali seluas 10 Ha terealisasi 10 Ha (100%).
f. Pengendalian OPT Tanaman Tebu seluas 1.194 Ha terealisasi 1.194 Ha (100%).
Kegiatan dilaksanakan di 7 provinsi yaitu Jawa Barat (150 Ha), Jawa Tengah (254
Ha), Jawa Timur (400 Ha), Lampung (100 Ha), Sulawesi Selatan (140 Ha),
Gorontalo (100 Ha), dan DIY (50 Ha).
g. Demfarm Pengendalian OPT Tebu dilaksanakan di satu provinsi yaitu Provinsi
Jawa Tengah dengan luas 5 Ha terealisasi 5 Ha (100%).
h. Pengendalian OPT Tanaman Tembakau seluas 200 Ha terealisasi 200 Ha (100%).
Kegiatan dilaksanakan di 3 provinsi yaitu Jawa Tengah (120 Ha), Bali (30 Ha), dan
Nusa Tenggara Barat (50 Ha).
i. Demplot Pengendalian OPT Nilam dilaksanakan di satu provinsi yaitu Provinsi
Sulawesi Tenggara seluas 10 Ha terealisasi 10 Ha (100%).
2) Pemberdayaan Perangkat Perlindungan secara keseluruhan mencapai 100%, yang
terdiri dari :
a. Operasional Laboratorium Lapangan dari target 27 unit terealisasi 27 unit atau
mencapai 100%. Kegiatan ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
DIY, Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, NTB, NTT (2 Unit),
Papua, Bengkulu, Banten, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, Papua Barat
dan Sulawesi Barat.
b. Operasional Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) dari target 4 unit
terealisasi 4 unit atau mencapai 100%. Kegiatan ini dilaksanakan di Provinsi
Lampung, Bali, Sulawesi Utara dan Maluku Utara.
c. Operasional Sub Lab Hayati dari target 13 unit terealisasi 13 unit atau mencapai
100%. Kegiatan ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah, DIY, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, NTT (2
unit), Papua dan Bangka Belitung.
d. Operasional Brigade Proteksi Tanaman dari target 32 unit terealisasi 32 unit atau
mencapai 100%. Kegiatan ini dialokasikan ke Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
DIY, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Bali, NTB, NTT, Papua, Bengkulu, Banten, Bangka Belitung,
Gorontalo, Kepulauan Riau, Papua Barat, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku
dan Jawa Timur.
3) Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT
Kegiatan pemberdayaan petugas pengamat OPT berupa insentif kepada petugas
pengamat dari target 995 orang terealisasi 995 orang atau mencapai 100%.
Kegiatan ini dilaksanakan di 28 provinsi.
4) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim
Terdiri dari 3 kegiatan :
a. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari target 9 KT terealisasi 9 KT atau
mencapai 100%. Kegiatan ini dilaksanakan untuk 1 KT di masing-masing
provinsi yaitu Jawa Tengah, DIY, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Bali, NTB,
NTT, Banten dan Gorontalo
17
b. Pengembangan Model Perkebunan Rendah Emisi Karbon dari target 5 KT
terealisasi 5 KT atau mencapai 100%. Kegiatan ini dilaksanakan untuk 1 KT di
masing-masing provinsi yaitu Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Bali, NTB, NTT.
c. Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian
Kebakaran Lahan Kebun dari target 15 KT terealisasi 15 KT (100%). Kegiatan
ini dilaksanakan di Provinsi Riau (2 KT), Jambi (3 KT), Sumatera Selatan (15
KT), Kalimantan Selatan (3 KT) dan Kalimantan Barat (3 KT), Kalimantan
Tengah (3 KT) dan Kalimantan Selatan (1 KT).
5) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun :
Terdiri dari 3 kegiatan yaitu :
a. Fasilitasi pemantauan kebakaran dampak perubahan iklim dan bencana alam
dari target 9 dokumen terealisasi 9 dokumen (100%). Kegiatan ini dilaksanakan
di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
b. Apel siaga penanggulangan kebakaran lahan dan kebun terealisasi 4 dokumen
(100%) dari target 4 dokumen. Kegiatan ini dialokasikan di 4 provinsi yaitu
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Selatan.
c. Operasional Brigade Proteksi Tanaman dari target 7 dokumen di 7 provinsi
realisasi mencapai 100%. Kegiatan ini dialokasikan untuk 56 unit brigade
proteksi tanaman di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
6) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Perkebunan.
SL-PHT Tanaman Perkebunan dari target 87 kelompok tani terealisasi 87
kelompok tani atau mencapai 100%. SLPHT dilaksanakan di 16 provinsi yaitu
Aceh (4 KT), Lampung (2 KT), Banten (2 KT), DIY (6 KT), Jawa Timur (2 KT),
Bali (3 KT), NTB (4 KT), NTT (2 KT), Gorontalo (2 KT), Sulawesi Tengah (10
KT), Sulawesi Tenggara (16 KT), Sulawesi Barat (8 KT), Sulawesi Selatan (18
KT), Sumatera Barat (4 KT), Papua (2 KT) dan Bengkulu (2 KT).
7) Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Usaha Perkebunan.
Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Usaha Perkebunan terdiri dari 2
kegiatan yaitu:
a. Fasilitasi, Inventarisasi dan Identifikasi serta penanganan kasus gangguan usaha
dan konflik perkebunan di 20 provinsi dan terealisasi seluruhnya (100%)
kegiatan ini dilaksanakan di provinsi Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Barat,
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu, Kepulauan
Bangka Belitung dan Sulawesi Barat.
b. Pertemuan Koordinasi/Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha
Perkebunan (Bedah Kasus) dialokasikan ke 13 Provinsi dan terealisasi 100%.
Dalam perjanjian kinerja target setelah revisi adalah 2 kasus dan terealiasasi
100% yaitu di Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Barat. Untuk 11 provinsi
yang lain hanya untuk kegiatan pertemuan koordinasi yaitu di provinsi Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi
Selatan, NTT, Bengkulu dan Kepulauan Bangka Belitung. Hasil rapat
18
perlindungan di Bandung pada Bulan Mei 2016 terjadi pengurangan kualitas
kegiatan untuk kegiatan Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Usaha
Perkebunan.
8) Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan.
Kegiatan ini dilaksanakan di 120 desa di 19 provinsi dan terealisasi 100%. Alokasi
desa organik di masing-masing provinsi adalah Jawa Barat (8 desa), Jawa Tengah
(5 desa), Sumatera Utara (8 desa), Jambi (3 desa), Sumatera Selatan, Kalimantan
Barat Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara (5 desa), Maluku (6
desa), Bali (11 desa), NTB (5 desa), NTT (13 desa), Bengkulu (5 desa), Maluku
Utara (13 desa), Banten (3 desa), Papua Barat (5 desa) dan Sulawesi Barat (2 desa).
9) Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan
Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan merupakan kegiatan yang
berada di pusat berupa Layanan Perkantoran, pengawalan kegiatan di daerah dan
pertemuan/koordinasi, capaian kinerja mencapai 100%
3.2.5. Capaian Kinerja Terhadap Capaian Beberapa Tahun Sebelumnya Direktorat
Perlindungan Perkebunan
Capaian kinerja kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan terhadap capaian
beberapa tahun sebelumnya disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Capaian Kinerja Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan terhadap Capaian
Beberapa Tahun Sebelumnya
Capaian kinerja kegiatan Direktorat Perlindungan tahun 2016 terhadap capaian 2
tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 dan 2015 dapat diuraikan sebagai berikut :
No Sasaran
Strategis
Indikator Kinerja Kinerja Tahun Kinerja
Tahun
2016
Realisasi Kinerja
Terhadap
(%)
2014 2015 2016 2014 2015
1 Menurunnya
luas areal yang
terserang OPT
dan
terfasilitasinya
pencegahan
kebakaran
lahan dan
kebun,
bencana alam
serta dampak
perubahan
iklim
1 Penanganan organisme
pengganggu tanaman
perkebunan
14.827
Ha
32.738 Ha 6.859 Ha (53,74) (79,05)
2 Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan
71 unit 128 unit 76 unit 7,04 (40,625)
3 Pemberdayaan Petugas
Pengamat OPT
961 orang 989 orang 995 orang 3,54 0,61
4 Antisipasi Dampak
Perubahan Iklim
36 147 29 KT (19,44) (80,27)
5 Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan
Kebun
- 15 dok 18 dok - 20,00
6 SLPHT Tanaman
Perkebunan
182 KT 219 KT 87 KT (52,197) (60,27)
7 Penanganan gangguan usaha
dan konflik perkebunan
- - 2 kasus - -
8 Pembinaan dan sertifikasi
desa pertanian organik
berbasis komoditas
perkebunan
- - 120 desa - -
9 Fasilitasi teknis dukungan
perlindungan perkebunan
12 bulan 12 bulan 12 bulan 0 0
19
1) Kegiatan Penanganan OPT tanaman perkebunan dibandingkan tahun 2014 dan 2015
mengalami penurunan luas areal atau bila dihitung dalam persen terhadap tahun 2014
mengalami penurunan 53,74% dan terhadap tahun 2015 turun 79,05%
2) Kegiatan Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan dibandingkan tahun 2014
mengalami kenaikan 7,04% dan 2015 mengalami penurunan 40,625%. Penurunan pada
tahun 2015 disebabkan karena Operasional Brigade Brigade Kebakaran dimasukkan
dalam Kegiatan Pemberdayaan Perangkat Perlindungan, sedangkan di tahun 2016
Operasional Brigade Kebakaran masuk ke kegiatan Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun.
3) Pemberdayaan Petugas pengamat OPT dibandingkan tahun 2014 dan 2015 mengalami
kenaikan sebesar 7,04% dan 0,61%. Kenaikan ini disebabkan adanya penambahan
jumlah petugas pengamat di beberapa provinsi.
4) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim dibandingkan tahun 2014 dan 2015 mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2016
5) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun tidak bisa dibandingkan
dengan tahun 2014 karena pada tahun 2014 belum ada kegiatan tersebut, sedangkan
bila dibandingkan dengan tahun 2015 mengalami kenaikan 20%.
6) SLPHT Tanaman Perkebunan dibandingkan tahun 2014 dan 2015 mengalami
penurunan jumlah Kelompok Tani yang dilatih sebesar 52,197% dan 60,27%.
7) Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan belum bisa dibandingkan
dengan tahun 2014 dan 2015 karena pada 2 (dua) tahun tersebut karena kegiatan
Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan belum menjadi tupoksi
Direktorat Perlindungan Perkebunan
8) Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan
belum bisa dibandingkan dengan tahun 2014 dan 2015 karena penganggaran kegiatan
Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan
mulai tahun 2016.
9) Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan dibandingkan tahun 2014 dan
2015 tetap sama tidak mengalami penurunan maupun kenaikan.
3.3. Akuntabilitas Keuangan
3.3.1. Akuntabilitas Terhadap Target Serapan Direktorat Perlindungan Perkebunan
Tahun 2016 Direktorat Perlindungan Perkebunan mendapat alokasi anggaran untuk
kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan sebesar Rp. 105.176.589.000 dan terserap
sebesar Rp. 98.578.436.160 atau 93,73%. Realisasi anggaran kegiatan Pusat maupun
daerah untuk kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan tidak mencapai 100%, hal
tersebut disebabkan karena adanya penghematan anggaran, efisiensi serta optimalisasi
dalam pelaksanaan kegiatan. Rincian realisasi keuangan untuk kegiatan pusat dan daerah
dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3.2. Akuntabilitas Terhadap Capaian Fisik Direktorat Perlindungan Perkebunan
Rincian capaian serapan keuangan dan fisik untuk output kegiatan utama Dukungan
Perlindungan Perkebunan dilihat pada Tabel 7.
20
Tabel 7. Capaian Serapan Keuangan dan Fisik Kegiatan Dukungan Perlindungan
Perkebunan
No Kegiatan
Anggaran
Pagu Realisasi Fisik
Output
Rp. Rp. % %
1799 Dukungan Perlindungan
Perkebunan 105.176.589.000 98.578.436.160 93,73 100
DAERAH 98.935.624.000 93.743.466.090 93,57 100
1
Penanganan organisme
pengganggu tanaman
perkebunan
12.670.613.000 12.334.496.230 97,35 100
2 Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan 20.822.608.000 18.480.270.610 88,75 100
3 Pemberdayaan Petugas
Pengamat OPT 9.181.812.000 8.962.327.850 97,61 100
4
Pembinaan dan Sertifikasi
Desa Pertanian Organik
Berbasis Komoditas
Perkebunan
35.391.769.000 33.445.638.780 94,50 100
5 Antisipasi Dampak Perubahan
Iklim 5.398.600.000 4.892.640.630 90,63 100
6 Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun 4.819.078.000 4.309.329.410 89,42 100
7 SLPHT Tanaman Perkebunan 9.086.317.000 8.842.583.080 97,32 100
8
Penanganan gangguan usaha
dan konflik perkebunan 1.641.970.000 1.379.101.310 83,99 100
PUSAT 6.163.822.000 5.932.048.269 96,24 100
1 Fasilitasi Teknis Dukungan
Perlindungan Perkebunan 5.000.864.000 4.811.314.083 96,21 100
2 Layanan Perkantoran Pusat 1.162.958.000 1.120.734.190 96,37 100
Akuntabilitas terhadap capaian fisik kegiatan 2016 diuraikan sebagai berikut :
1) Penanganan organisme pengganggu tanaman perkebunan dari pagu anggaran Rp.
12.670.613.000 terealisasi 12.334.496.230 (97,35%) dengan capaian fisik 100%.
Realisasi keuangan tidak mencapai 100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan
adanya efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
2) Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan dari pagu anggaran
Rp.20.822.608.000 terealiasi Rp.18.454.321.610 (88,75%) dengan capaian fisik 100%.
Realisasi keuangan tidak mencapai 100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan
adanya efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
3) Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT dari pagu Rp. 9.181.812.000 terealisasi Rp.
8.962.327.850 (97,61%) dengan capaian fisik 100%. Realisasi keuangan tidak mencapai
100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan adanya efisiensi dalam pelaksanaan
kegiatan.
21
4) Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan dari pagu anggaran Rp. 35.391.769.000 terealisasi Rp. 33.445.638.780 (94,50%) dengan
capaian fisik 100%. keuangan tidak mencapai 100%, namun fisik mencapai 100%
disebabkan adanya efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
5) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim dari pagu anggaran Rp.5.398.600.000 terealisasi Rp.
4.892.680.630 (90,63%) dengan capaian fisik 100%. Realisasi keuangan tidak mencapai
100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan adanya efisiensi dalam pelaksanaan
kegiatan.
6) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun dari pagu Rp.4.819.078.000
terealisasi Rp. 4.309.329.410 (89,92%) dengan capaian fisik 100%. Realisasi keuangan tidak
disebabkan adanya efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan dan adanya kegiatan yang
tidak dilaksanakan yaitu di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi dan Kabupaten
Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Namun target fisik apabila dihitung dari
target dokumen/provinsi realisasi mencapai 100%
7) SLPHT Tanaman Perkebunan dari pagu Rp. 9.086.317.000 realisasi keuangan mencapai
Rp. 8.842.583.080 (97,32%) dengan dengan capaian fisik 100%. Realisasi keuangan tidak
mencapai 100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan adanya efisiensi dalam
pelaksanaan kegiatan.
8) Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan dari pagu anggaran Rp.
1.641.970.000 terealisasi Rp.1.379.101.310 (83,99%) dengan dengan capaian fisik 100%.
Realisasi keuangan tidak mencapai 100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan
adanya efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
9) Untuk kegiatan pusat yaitu Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan dan
Layanan Perkantoran dari pagu Rp. 6.163.822.000 terealisasi Rp. 5.932.048.269
(96,24%) dengan dengan capaian fisik 100%. Realisasi keuangan tidak mencapai
100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan adanya efisiensi dalam pelaksanaan
kegiatan.
3.4. Permasalahan, Upaya Penyelesaian dan Rencana Aksi
3.4.1. Permasalahan, Hambatan dan Kendala
Permasalahan, hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan
Dukungan Perlindungan Perkebunan adalah sebagai berikut :
1) Terjadinya revisi anggaran yang berulang – ulang sehingga menyebabkan keraguan
satker daerah dalam melaksakan kegiatan TA.2016.
2) Pedoman Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai acuan
teknis dalam pelaksanaan kegiatan perlu dijabarkan ke dalam Petunjuk Pelaksanaan
(Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis), seringkali terlambat disusun atau bahkan
seringkali tidak dibuat oleh penanggung jawab kegiatan. Penyusunan juklak/juknis
oleh Dinas seharusnya dilakukan sebelum kegiatan dimulai sehingga dapat
menjabarkan/mengakomodir hal-hal yang spesifik lokasi namun tidak bertentangan
dengan Pedoman Teknis Pusat.
3) Proses pengadaan barang/jasa sering tidak tepat waktu sehingga berakibat pelaksanaan
kegiatan tidak tepat waktu dan sasaran. Untuk itu perlu pengawalan setiap tahapan
proses pengadaan barang dan jasa di ULP.
22
4) Jadwal pelaksanaan dan tahapan penarikan uang kegiatan belum sepenuhnya sesuai
dengan ROPAK yang telah disusun Penarikan anggaran harus mengacu pada ROPAK
dan dilaksanakan secara konsisten.
5) Kegiatan yang telah selesai dilaksanakan tidak segera dilaporkan kepada Pusat tetapi
menunggu sampai akhir tahun anggaran. Bahkan ada beberapa kegiatan di daerah yang
sudah selesai dilaksanakan tetapi laporannya tidak dikirimkan ke pusat. Sebaiknya
penyelesaian dan penyampaian laporan dilakukan paling lambat dua minggu setelah
kegiatan dilaksanakan, tanpa harus menunggu akhir tahun.
6) Keterbatasan SDM yang menangani perlindungan perkebunan (Pemandu lapang dan
Petugas Pengamat) mengakibatkan pelaksanaan kegiatan perlindungan perkebunan
tidak optimal.
7) Pemotongan anggaran HOK kegiatan pengendalian tikus pada tanaman tebu di
Provinsi Jawa Tengah dan hanya menganggarkan untuk pembelian bahan pengendali
(racun tikus) saja mengakibatkan pelaksanaan kegiatan pengendalian menjadi
terhambat. Petugas harus mengupayakan secara swadaya untuk pemasangan bahan
pengendali dan pengamatan kegiatan.
8) Keterbatasan penyedia parasitoid untuk kegiatan demfarm pengendalian OPT Tebu
menyebabkan pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu.
9) Pemahaman petani tentang konsep kegiatan desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan masih kurang. Petani lebih fokus dalam pemeliharaan ternak, sedangkan
pemeliharaan kebun, sebagai kegiatan utama belum dilakukan.
10) Pengadaan input sarana produksi untuk kegiatan desa organik dilaksanakan di akhir
tahun mengakibatkan semangat dan kepercayaan petani pelaksana kegiatan menurun.
Beberapa Provinsi yang terlambat dalam pengadaan input sarana produksi (terutama
ternak) yaitu: Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku Utara dan
NTT.
11) Ternak ruminansia yang diadakan di beberapa provinsi tidak sesuai dengan spesifikasi
yang ditetapkan dalam pedoman teknis. Selain itu, dropping ternak ke kelompok tani
dilakukan sebelum kandang ternak dibangun (misal: Provinsi NTT dan Provinsi
Sulawesi Utara). Kondisi tersebut mengakibatkan beberapa ekor ternak yang diadakan
hilang dan mati dan petani tidak melakukan perawatan dan pengawasan ternak dengan
baik.
12) Letak kandang dan rumah kompos yang kurang memenuhi syarat teknis antara lain
sulitnya akses menuju lokasi dan sulitnya pengawasan. Di beberapa lokasi ditemukan
kandang dan rumah kompos letaknya sangat jauh dari pemukiman. Hal tersebut
mempersulit akses menuju lokasi dan sulit untuk dilakukan pengawasan.
13) Pengadaan fisik input sarana produksi tidak diikuti dengan proses penyelesaian
administrasi (keuangan). Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya kesulitan terutama
pada saat terjadinya pemotongan anggaran (APBN-P).
14) Belum semua provinsi menyelesaikan proses BAST input sarana produksi dengan
Direktorat Jenderal Perkebunan.
15) Bimbingan dan pembinaan pelaksanaan SL-PHT tidak dapat dilakukan di semua
provinsi pada awal kegiatan karena pencairan dana bertahap dan personil yang akan
ditugaskan untuk pelaksanaan bimbingan dan pembinaan SL-PHT terbatas. Hal
23
tersebut mengakibatkan waktu bimbingan dan pembinaan SL-PHT bervariasi dan
dilakukan pada saat persiapan, pelaksanaan, dan setelah kegiatan selesai.
16) Kelengkapan data monitoring dan evaluasi kegiatan SL-PHT saat kunjungan lapangan
belum dapat diperoleh karena kunjungan dilakukan secara bertahap sesuai jadwal
penarikan dana sehingga masih ada data yang harus diperoleh melalui surat/faximile,
e-mail, dan telepon dan sampai pada saat penyusunan laporan akhir belum semua data
diterima. Seharusnya kegiatan SL-PHT dilaporkan secara bertahap yaitu setiap bulan,
triwulan dan secara lengkap setelah selesainya pelaksanaan SL-PHT.
17) Dalam kegiatan Penanganan Gangguan Usaha dan konflik Perkebunan terdapat 20
kasus yang belum bisa tertangani karena adanya pemotongan anggaran di pertengahan
tahun 2016.
3.4.2. Upaya Tindak Lanjut
Upaya penyelesaian terhadap permasalahan, kendala dan hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan adalah sebagai berikut:
1. Untuk kegiatan tahun 2017 akan mempercepat sosialisasi pedoman teknis dan
ditindaklanjuti dengan petunjuk teknis serta petunjuk pelaksanaan kegiatan serta
disosialisasikan secara tepat serta pengawalan dan monev yang lebih ketat terhadap
pelaksanaan kegiatan di lapangan.
2. Meminimalisir revisi anggaran dengan mematangkan sistem perencanaan dan
penetapan CP/CL serta dukungan administrasi lainnya dengan penetapan dan
pelaksanaan lebih awal.
3. Terus melakukan monitoring dan pembinaan baik dalam bentuk kunjungan lapang
langsung maupun melalui pengiriman surat rekomendasi dari Direktur Perlindungan
Perkebunan.
4. Menegur penanggung jawab kegiatan tingkat provinsi yang dinilai lalai dalam
melakukan pengawalan kegiatan di lapangan.
5. Menyarankan kepada penanggung jawab kegiatan SLPHT tingkat provinsi untuk
memaksimalkan fungsi petugas yang telah mengikuti pelatihan dan memberdayakan
petugas purna bakti yang bersertifikat Pemandu Lapang.
6. Menyarankan kepada penanggung jawab desa organik tingkat provinsi untuk lebih
memberdayakan peran petugas pendamping desa organik.
7. Terus melakukan sosialisasi tentang konsep desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan kepada seluruh pihak terkait tingkat provinsi/kabupaten/kota/kelompok
tani
8. Mengingatkan penanggung jawab kegiatan provinsi untuk berkoordinasi dengan
bagian keuangan pada satker masing-masing dinas yang membidangi perkebunan
provinsi untuk memproses BAST input sarana produksi.
9. Untuk 20 kasus Gangguan Usaha dan Konflik Usaha Perkebunan yang belum
tertangani pada tahun 2016 akan terus dilakukan identifikasi dan inventarisasi.
24
3.4.3. Rencana Aksi Tahun 2017
Rencana aksi dalam pelaksanaan Dukungan Perlindungan Perkebunan pada tahun
2017 adalah sebagai berikut:
1) Mendorong percepatan pelaksanaan kegiatan tahun 2017 dengan cara :
a. Mempercepat proses pelelangan di ULP daerah maupun pelaksanaan melalui
pemilihan langsung dan penunjukan langsung
b. Kontrak kegiatan diharapkan sudah ditandatangani pada bulan Januari –
Februari 2017
c. Menyiapkan Payung hukum (Pedoman Umum pelaksanaan kegiatan TA.2017
lebih awal )
2) Meningkatkan koordinasi antara Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan kegiatan.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2016 merupakan salah
satu bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan tugas dan fungsi yang diemban selama
periode tahun 2016. Kesemuanya merupakan penjabaran dari penyelenggaraan program
kerja Kementerian Pertanian yang dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra)
Pembangunan Perkebunan dan Renstra Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-
2019.
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkebunan 2015-2019
sebagaimana telah ditetapkan dalam Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan, maka
Direktorat Perlindungan Perkebunan mempunyai tujuan yaitu: (1) Menurunkan risiko
kerugian hasil akibat serangan OPT, dampak perubahan iklim dan gangguan usaha; (2)
Melakukan pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada pekebun dalam menerapkan
teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT, pencegahan
kebakaran lahan dan kebun, penanganan DPI dan gangguan usaha; (3) Fasilitasi kegiatan
pemberdayaan perangkat dan pengamatan kelembagaan kelompok tani perlindungan
perkebunan (KTPA, SL-PHT, Regu Pengendali Hama dan Desa Organik). Tujuan tersebut
dicapai melalui kegiatan (1) Penanganan Organisme Penggangu Tumbuhan, (2)
Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan, (3) Pemberdayaan Petugas Pengamat
OPT (4) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, (5) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun, (6) SLPHT Tanaman Perkebunan, (7) Penanganan Gangguan Usaha
dan Konflik Perkebunan dan (8) Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan.
Berdasarkan penilaian kinerja yang berpedoman pada Permenpan RB Nomor 29
Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan penetapan kinerja dan pelaporan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah dan Permenpan RB Nomor 53 tahun 2014 tentang petunjuk
teknis perjanjian kinerja, pelaporan kinerja dan tata cara review atas laporan kinerja
instansi pemerintah, maka keluaran (outputs) capaian kinerja keuangan mencapai 93,73%
dari pagu dan realisasi fisik mencapai 100%.
Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan yang mempengaruhi kinerja perlindungan
secara keseluruhan adalah : (1) Terjadinya revisi anggaran yang berulang – ulang sehingga
menyebabkan keraguan satker daerah dalam melaksakan kegiatan TA.2016; (2) Pedoman
Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai acuan teknis dalam
pelaksanaan kegiatan perlu dijabarkan ke dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan
Petunjuk Teknis (Juknis), seringkali terlambat disusun atau bahkan seringkali tidak dibuat
oleh penanggung jawab kegiatan; (3) Proses pengadaan barang/jasa sering tidak tepat
waktu sehingga berakibat pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu dan sasaran; (4)
Kegiatan yang telah selesai dilaksanakan tidak segera dilaporkan kepada Pusat tetapi
menunggu sampai akhir tahun anggaran. Bahkan ada beberapa kegiatan di daerah yang
sudah selesai dilaksanakan tetapi laporannya tidak dikirimkan ke pusat; (5) Keterbatasan
SDM yang menangani perlindungan perkebunan (Pemandu lapang dan Petugas Pengamat)
26
mengakibatkan pelaksanaan kegiatan perlindungan perkebunan tidak optimal; (6)
Pemotongan anggaran HOK kegiatan pengendalian tikus pada tanaman tebu di Provinsi
Jawa Tengah dan hanya menganggarkan untuk pembelian bahan pengendali (racun tikus)
saja mengakibat pelaksanaan kegiatan pengendalian menjadi terhambat. (7) Keterbatasan
penyedia parasitoid untuk kegiatan demfarm pengendalian OPT Tebu menyebabkan
pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu; (8) Pemahaman petani tentang konsep kegiatan
desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan masih kurang. (9) Pengadaan input
sarana produksi untuk kegiatan desa organik dilaksanakan di akhir tahun mengakibatkan
semangat dan kepercayaan petani pelaksana kegiatan menurun; (10) Ternak ruminansia
yang diadakan di beberapa provinsi tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam
pedoman teknis, Dropping ternak ke kelompok tani dilakukan sebelum kandang ternak
dibangun; (11) Letak kandang dan rumah kompos yang kurang memenuhi syarat teknis
antara lain sulitnya akses menuju lokasi dan sulitnya pengawasan; (12) Pengadaan fisik
input sarana produksi tidak diikuti dengan proses penyelesaian administrasi (keuangan);
(13) Belum semua provinsi menyelesaikan proses BAST input sarana produksi dengan
Direktorat Jenderal Perkebunan; (14) Bimbingan dan pembinaan pelaksanaan SL-PHT
tidak dapat dilakukan di semua provinsi pada awal kegiatan karena pencairan dana
bertahap dan personil yang akan ditugaskan untuk pelaksanaan bimbingan dan pembinaan
SL-PHT terbatas; (15) Kelengkapan data monitoring dan evaluasi kegiatan SL-PHT saat
kunjungan lapangan belum dapat diperoleh karena kunjungan dilakukan secara bertahap
sesuai jadwal penarikan dana sehingga masih ada data yang harus diperoleh melalui
surat/faximile, e-mail, dan telepon dan sampai pada saat penyusunan laporan akhir belum
semua data diterima; (16) Dalam kegiatan Penanganan Gangguan Usaha dan konflik
Perkebunan terdapat 20 kasus yang belum bisa tertangani karena adanya pemotongan
anggaran di pertengahan tahun 2016.
4.2. Saran dan Rekomendasi
Saran Rekomendasi yang perlu dilakukan antara lain :
1) Untuk kegiatan tahun 2017 akan mempercepat sosialisasi pedoman teknis dan
ditindaklanjuti dengan petunjuk teknis serta petunjuk pelaksanaan kegiatan serta
disosialisasikan secara tepat serta pengawalan dan monev yang lebih ketat terhadap
pelaksanaan kegiatan di lapangan.
2) Penyusunan juklak/juknis oleh Dinas seharusnya dilakukan sebelum kegiatan dimulai
sehingga dapat menjabarkan/mengakomodir hal-hal yang spesifik lokasi namun tidak
bertentangan dengan Pedoman Teknis Pusat.
3) Satker agar melaksanakan penelaahan sejak awal setelah diterimanya Pedoman Teknis
dan pengusulan revisi segera dilakukan pada awal tahun.
4) Perlu ada sinkronisasi perencanaan dan pengawalan sejak pengusulan sampai
penetapan DIPA.
5) Perlu pengawalan setiap tahapan proses pengadaan barang dan jasa di ULP.
6) Penarikan anggaran harus mengacu pada ROPAK dan dilaksanakan secara konsisten.
7) Sebaiknya penyelesaian dan penyampaian laporan dilakukan paling lambat dua
minggu setelah kegiatan dilaksanakan, tanpa harus menunggu akhir tahun anggaran.
Lampiran 1. Target Rencana Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan 2015 - 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Peningkatan Produksi
komoditas Perkebunan
Berkelanjutan
Dukungan Perlindungan
Perkebunan
Penanganan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Perkebunan;
33,37 11,46 11,25 11,24 11,24
Luas areal pengendalian OPT Tanaman
Tahunan dan Penyegar23.620 7.959 7.745 7.745 7.745
Luas areal pengendalian OPT Tanaman
Semusim dan Rempah9.746 3.500 3.500 3.500 3.500
Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan;Terlaksananya opersional perangkat 135 77 75 75 75
Terlaksananya opersional laboratorium
(LL)28 28 28 28 28
Terlaksananya opersional LUPH 4 4 4 4 4
Terlaksananya opersional Sub Lab.
Hayati12 13 12 12 12
Terlaksananya operasional Brigade
Proteksi Tanaman31 32 31 31 31
Terlaksananya operasional Brigade
Kebakaran Lahan dan kebun60
Pemberdayaan Petugas Pengamat
OPT.
Jumlah petugas pengamat OPT penerima
insentif994 995 1050 1050 1050
Antisipasi Dampak
Perubahan iklim;77 94 9 9 9
Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Rangka Pencegahan dan
pengendalian Kebakaran Lahan dan
Kebun
Jumlah Kelompok Tani Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Rangka Pencegahan
dan Pengendalian Kebakaran Lahan dan
Kebun;
54 70 - - -
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan
Iklim
Jumlah Kelompok Tani Mitigasi dan
adaptasi Perubahan Iklim.12 12 4 4 4
Pengembangan Model Perkebunan
Rendah Emisi Karbon pada
Perkebunan Kopi Rakyat
Jumlah Kelompok Tani model
perkebunan rendah emisi karbon pada
perkebunan
11 11 5 5 5
Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun18 26 39 39 39
Fasilitasi Pemantauan Kebakaran,
Dampak Perubahan Iklim serta
Bencana Alam
Terfasilitasinya pemantauan kebakaran
dan dampak perubahan iklim dan
bencana alam;
9 9 9 9 9
Apel Siaga penanggulangan
Kebakaran Lahan dan
Kebun/Pertemuan Koordinasi
Pencegahan Kebakaran dan
Penanganan Dampak Perubahan
Iklim
Jumlah Apel siaga penanggulangan
kebakaran lahan dan kebun;9 4 5 5 5
Operasional brigade pencegahan
kebakaran 13 25 25 25
Sekolah Lapang Pengendalian
Hama Terpadu (SL-PHT).Jumlah kelompok tani SL-PHT 224 93 84 84 84
Penanganan Gangguan usaha
dan konflik perkebunan
Terfasilitasinya penanganan gangguan
usaha perkebunan42 42 42 42 42
Pembinaan dan Sertifikasi Desa
Pertanian Organik Berbasis
Komoditi Perkebunan
150 150 150 150
Fasilitasi Teknis Dukungan
Perlindungan Perkebunan
Terfasilitasinya dukungan perlindungan
perkebunan12 12 12 12 12
Program/Kegiatan Sasaran IndikatorTarget
LAMPIRAN 2. RINCIAN REALISASI KEUANGAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN UNTUK KEGIATAN PUSAT DAN DAERAH
Provinsi Kabupaten Pagu Realisasi Keuangan %
1779 Dukungan Perlindungan Perkebunan 105.176.589,00 98.578.436,16 93,73
1 Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan 6.859,00 Ha 12.670.613,00 12.334.496,23 97,35 Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar 5.450,00 Ha 10.316.628,00 10.044.891,73 97,37
OPT Tanaman Kelapa 2.200,00 Ha 3.278.902,00 3.206.460,90 97,79
OPT Tanaman Kelapa - Hama Brontispa 700,00 Ha 947.334,00 938.626,00 99,08
1 SULAWESI UTARA
1 Kab. Bolaang Mongondow 200,00 Ha 266.625,00 263.375,00 98,78
2 SULAWESI TENGAH
2 Kab. Poso 150,00 Ha 200.707,00 199.779,80 99,54
3 Kab. Donggala 100,00 Ha 132.875,00 132.228,00 99,51
4 Kab. Tojo Una-una 150,00 Ha 204.202,00 200.443,20 98,16
3 NUSA TENGGARA BARAT
5 Kab. Sumbawa Barat 100,00 Ha 142.925,00 142.800,00 99,91
OPT Tanaman Kelapa - Hama Oryctes rhynoceros 350 526.368,00 469.783,90 89,25
1 JAWA TENGAH
1 Kab. Rembang - Ha 76.490,00 76.490,00 100,00
2 Kab. Kebumen - Ha 30.800,00 30.800,00 100,00
2 DI YOGYAKARTA
6 Kab. Bantul 50,00 Ha 43.198 43.197,00 100,00
3 KALIMANTAN BARAT
1 Sambas 200,00 Ha 205.200,00 205.098,50 99,95
4 SULAWESI TENGAH
3 Kab. Parigi Moutong 100,00 Ha 100.480,00 99.298,40 98,82
5 SULAWESI SELATAN
Kab. Wajo Ha 9.000,00 0 -
Kab. Bone Ha 40.000,00 2.500,00 6,25
6 BALI
Kab. Buleleng Ha 10.600 6.200,00 58,49
Kab. Badung Ha 10.600 6.200,00 58,49
OPT Tanaman Kelapa - Hama Sexava 700,00 1.136.000,00 1.135.587,00 99,96
1 MALUKU UTARA
1 Kab. Halmahera Tengah 200,00 Ha 316.625,00 316.515,00 99,97
2 Kab. Halmahera Utara 200,00 Ha 318.225,00 318.085,00 99,96
3 Kab. Halmahera Selatan 200,00 Ha 333.575,00 333.462,00 99,97
4 Kab. Halmahera Barat 100,00 Ha 167.575,00 167.525,00 99,97
OPT Tanaman Kelapa - Hama Aceria sp 250,00 304.125,00 299.739,00 98,56
1 SULAWESI UTARA
1 Kota Bitung 250,00 Ha 304.125,00 299.739,00 98,56
OPT Tanaman Kelapa - Penyakit Busuk Pucuk 200,00 365.075,00 362.725,00 99,36
1 SULAWESI UTARA
1 Kab. Minahasa Selatan 200,00 Ha 365.075,00 362.725,00 99,36
OPT Tanaman Karet 640,00 Ha 1.253.271,00 1.152.682,33 91,97
OPT Tanaman Karet 600,00 Ha 1.033.419,00 935.722,73 90,55
1 JAWA BARAT
1 Kab. Garut 100,00 Ha 132.668,00 132.654,73 99,99
2 SUMATERA BARAT
2 Kab. Dharmas Raya 100,00 Ha 201.626,00 135.930,00 67,42
3 RIAU
3 Kab. Rokan Hulu 100,00 Ha 180.025,00 162.062,00 90,02
4 JAMBI
4 Kab. Tebo 100,00 Ha 177.625,00 170.031,50 95,72
5 KALIMANTAN BARAT
5 Kab. Sambas 100,00 Ha 178.025,00 172.529,50 96,91
6 BANTEN
6 Kab. Pandeglang 100,00 Ha 163.450,00 162.515,00 99,43
OPT Tanaman Kakao - Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) 2.610,00 Ha 5.784.455,00 5.685.748,50 98,29
OPT Tanaman Kakao - Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) 2.600,00 Ha 5.737.070,00 5.644.913,50 98,39
1 ACEH
1 Kab. Bireun 50,00 Ha 146.759,00 144.836,50 98,69
2 Kab. Pidie Jaya 100,00 Ha 283.690,00 276.979 97,63
2 SUMATERA BARAT
3 Kab. Tanah Datar 50,00 Ha 144.995,00 124.189,00 85,65
3 SULAWESI TENGAH
4 Kab Parigi Moutong - - 3.150,00 3.150,00 100,00
Poso 7.000,00 7.000,00 100,00
Banggai 16.400,00 16.400,00 100,00
4 SULAWESI SELATAN
7 Kab. Pinrang - - 19.100,00 8.640,00 45,24
8 Kab. Enrekang - - 31.020,00 11.905,00 38,38
5 SULAWESI TENGGARA
9 Kab. Kolaka 300,00 Ha 496.220,00 495.838,00 99,92
10 Kab. Bombana 400,00 Ha 659.092,00 659.092,00 100,00
11 Kab. Kolaka Utara 200,00 Ha 333.746,00 333.626,00 99,96
12 Kab. Kolaka Timur 125,00 Ha 213.950,00 213.779,00 99,92
6 BALI
13 Kab. Badung 50,00 Ha 143.195,00 129.594,00 90,50
14 Kab. Tabanan 50,00 Ha 143.195,00 136.969,00 95,65
7 NUSA TENGGARA BARAT
15 Kab. Lombok Utara 225,00 Ha 411.585,00 409.195,00 99,42
8 NUSA TENGGARA TIMUR
16 Kab. Flores Timur 50,00 Ha 147.995,00 147.713,00 99,81
9 SULAWESI BARAT
17 Kab. Polewali Mandar 400,00 Ha 1.082.196,00 1.082.196,00 100,00
18 Kab. Mamasa 300,00 Ha 723.882,00 721.032,00 99,61
19 Kab. Mamuju Tengah 300,00 Ha 729.900,00 722.780,00 99,02
Dem-Farm Pengendalian JAP Tanaman Karet 40,00 Ha 219.852,00 216.959,60 98,68
1 JAWA BARAT
1 Kab. Garut 10,00 Ha 49.002,00 48.997,00 99,99
2 RIAU
2 Kab. Kuantan Singingi 10,00 Ha 59.550,00 59.550,00 100,00
3 SUMATERA SELATAN
3 Kab. Ogan Komering Ilir 10,00 Ha 55.950,00 53.794,60 96,15
4 KALIMANTAN BARAT
4 Kab. Mempawah 10,00 Ha 55.350,00 54.618,00 98,68
Volume
Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Kakao (PBK) 10,00 Ha 47.385,00 40.835,00 86,18
1 BALI
1 Kab. Jembrana 10,00 Ha 47.385,00 40.835,00 86,18
Pengendalian OPT Tanaman Semusim dan Rempah 1.409 Ha 2.353.985 2.289.604,50 97,27
OPT Tanaman tebu 1.199 Ha 1.863.215 1.811.169,50 97,21
OPT Tanaman Tebu - Hama Penggerek Batang/pucuk 345 Ha 895.165 858.690 95,93
1 JAWA TENGAH
Kab. Grobogan - Ha 2.950 2.950 100,00
Kab. Batang - Ha 3.963 3.963 100,00
1 Kab. Brebes 25 Ha 69.725 62.358 89,43
Kab. Kudus - Ha 3.770 3.770 100,00
2 Kab. Jepara 40 Ha 99.800 87.832 88,01
Kab. Rembang - Ha 4.800 4.800 100,00
7 Kab. Blora 50 Ha 120.100 106.265 88,48
8 Kab. Sragen - Ha 3.640 3.640 100,00
2 JAWA TIMUR
9 Kab. Mojokerto Ha 7.600 7.600,00 100,00
10 Kab. Jombang Ha 3.800 3.800,00 100,00
11 Kab. Lumajang Ha 1.000 1.000,00 100,00
12 Kab. Tulungagung Ha 1.000 1.000,00 100,00
13 Kab. Madiun Ha 4.200 4.200,00 100,00
14 Kab. Ngawi Ha 2.952 2.400,00 81,30
3 LAMPUNG
15 Kab. Lampung Utara 100 Ha 224.200 223.600,00 99,73
4 SULAWESI SELATAN
16 Kab. Bone 30 Ha 79.465 79.181,00 99,64
5 GORONTALO
17 Kab. Gorontalo 50 Ha 131.100 130.184,00 99,30
18 Kab. Boalemo 50 Ha 131.100 130.147,00 99,27
OPT Tanaman Tebu - Hama Uret 50 Ha 94.870 94.811,00 99,94
DI YOGYAKARTA
1 Kab. Sleman 50 Ha 92.470 92.411,00 99,94
JAWA TIMUR
2 Kab. Lumajang - Ha 850 850,00 100,00
3 Kab. Tulungagung - Ha 1.550 1.550,00 100,00
OPT Tanaman Tebu - Hama Tikus 769 Ha 770.780 761.518 98,80
JAWA BARAT
1 Kab. Indramayu 150 Ha 157.650 157.600 99,97
JAWA TENGAH
2 Kab. Tegal 34 Ha 17.355 17.355 100,00
3 Kab. Brebes 25 Ha 13.635 13.635 100,00
4 Kab. Pati 30 Ha 15.035 15.035 100,00
5 Kab. Blora 50 Ha 22.605 22.455 99,34
JAWA TIMUR
6 Kab. Mojokerto 100 Ha 113.000 111.100 98,32
7 Kab. Sidoarjo 150 Ha 157.650 154.206 97,82
8 Kab. Jombang 150 Ha 157.650 155.083 98,37
SULAWESI SELATAN
9 Kab. Wajo 25 Ha 37.650 37.155 98,69
10 Kab. Bone 30 Ha 40.900 40.824 99,81
11 Kab. Takalar 25 Ha 37.650 37.070 98,46
OPT Tanaman Tebu - Hama Babi Hutan 30 Ha 39.350 38.026,00 97,53
SULAWESI SELATAN
1 Kab. Wajo 30 Ha 38.990 38.026,00 97,53
Dem-Farm Pengendalian Penggerek Tanaman Tebu 5 Ha 63.050 58.125,00 92,19
JAWA TENGAH
1 Kab. Jepara 5 Ha 63.050 58.125,00 92,19
OPT Tanaman Tembakau 200 Ha 428.800 419.315,0 97,79
1 JAWA TENGAH
1 Kab. Semarang 10 Ha 29.900 29.900,0 100,00
2 Kab. Grobogan 50 Ha 100.500 99.704,6 99,21
3 Kab. Boyolali 50 Ha 100.500 99.754,5 99,26
4 Kab. Sragen 10 Ha 29.900 29.750,9 99,50
2 BALI
5 Kab. Buleleng 30 Ha 64.200 58.575,0 91,24
3 NUSA TENGGARA BARAT
6 Kab. Lombok Tengah 50 Ha 100.500 98.330,00 97,84
4 JAWA TIMUR Kab. Jember - Ha 3.300 3.300,00 100,00
Demplot Pengendalian OPT Tanaman Nilam 10 Ha 61.970 59.120,00 95,40
1 SULAWESI TENGGARA
1 Kab. Kolaka Utara 10 Ha 56.950 54.100,00 95,00
2 GORONTALO
2 Kab. Bone Bolango - Ha 5.020 5.020,00 100
2 Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT 995,00 Org 9.181.812,00 8.962.327,85 97,61
1 JAWA BARAT
1 Provinsi 66,00 Org 702.000,00 701.991,00 99,999
2 JAWA TENGAH
2 Provinsi 52,00 Org 470.400,00 445.500,00 94,71
3 DI YOGYAKARTA
3 Provinsi 20,00 Org 106.251,00 106.248,00 100,00
4 ACEH
4 Provinsi 34,00 Org 299.400,00 283.200,00 94,59
5 SUMATERA BARAT
5 Provinsi 56,00 Org 429.520,00 396.060,00 92,21
6 RIAU
6 Provinsi 54,00 Org 409.875,00 371.903,00 90,74
7 JAMBI
7 Provinsi 46,00 Org 432.625,00 432.366,90 99,94
8 SUMATERA SELATAN
8 Provinsi 74,00 Org 449.677,00 444.045,00 98,75
9 LAMPUNG
9 Provinsi 64,00 Org 333.500,00 333.500,00 100
10 KALIMANTAN TENGAH
10 Provinsi 14,00 Org 138.850,00 138.420,00 99,69
11 KALIMANTAN SELATAN
11 Provinsi 28,00 Org 313.200,00 311.248,00 99,38
12 KALIMANTAN TIMUR
12 Provinsi 20,00 Org 207.600,00 183.295,90 88,29
13 SULAWESI UTARA
13 Provinsi 32,00 Org 283.438,00 283.234,00 99,93
14 SULAWESI TENGAH
14 Provinsi 48,00 Org 482.400,00 474.400,00 98,34
15 SULAWESI SELATAN
15 Provinsi 79,00 Org 578.290,00 552.781,00 95,59
16 SULAWESI TENGGARA
16 Provinsi 24,00 Org 268.800,00 267.978,00 99,69
17 BALI
17 Provinsi 71,00 Org 748.200,00 737.335,25 98,55
18 NUSA TENGGARA BARAT
18 Provinsi 32,00 Org 335.200,00 335.200,00 100,00
19 NUSA TENGGARA TIMUR
19 Provinsi 42,00 Org 495.600,00 495.600,00 100,00
20 PAPUA
20 Provinsi 29,00 Org 514.500,00 503.800,00 97,92
21 BENGKULU
21 Provinsi 16,00 Org 227.000,00 227.000,00 100
22 MALUKU UTARA
22 Provinsi 23,00 Org 151.000,00 151.000,00 100
23 BANTEN
23 Provinsi 9,00 Org 72.386,00 57.106,00 78,89
24 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
24 Provinsi 16,00 Org 177.600,00 177.600,00 100
25 GORONTALO
25 Provinsi 15,00 Org 192.000,00 192.000,00 100
26 KEPULAUAN RIAU
26 Provinsi 6,00 Org 61.800,00 58.815,80 95,17
27 PAPUA BARAT
27 Provinsi 13,00 Org 175.900,00 175.900,00 100,00
28 SULAWESI BARAT
28 Provinsi 12,00 Org 124.800,00 124.800,00 100,00
3 Penanganan Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran Lahan/Kebun 10.217.678,00 9.201.970,04 90,06
Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun 24,00 4.819.078,00 4.309.329,41 89,42
Fasilitasi Pemantauan Kebakaran, Dampak Perubahan Iklim Serta Bencana Alam 20,00 1.232.888,00 985.922,91 79,97
1 ACEH
1 Provinsi 1,00 Dok 112.050,00 92.541,30 82,59
2 SUMATERA UTARA
2 Provinsi 1,00 Dok 112.050,00 88.072,90 78,60
3 RIAU
3 Provinsi 1,00 Dok 112.050,00 92.550,00 82,60
4 Kab. Rokan Hilir 1,00 Dok 16.200,00 16.200,00 100,00
5 Kab. Siak 1,00 Dok 20.800,00 20.800,00 100,00
4 JAMBI
6 Provinsi 1,00 Dok 112.050,00 105.088,39 93,79
7 Kab. Sarolangun 1,00 Dok 13.038,00 0 -
8 Kab. Muaro Jambi 1,00 Dok 15.990,00 8.049,00 50,34
5 SUMATERA SELATAN
9 Provinsi 1,00 Dok 84.300,00 83.344,00 98,87
10 Kab. Muara Enim 1,00 Dok 60.300,00 49.506,30 82,10
11 Kab. Ogan Komering Ilir 1,00 Dok 35.300,00 21.104,80 59,79
6 KALIMANTAN BARAT
12 Provinsi 1,00 Dok 65.160,00 64.052,00 98,30
13 Kab. Sambas 1,00 Dok 7.000,00 6.600,00 94,29
14 Kab Ketapang 1,00 Dok 17.500,00 17.499,10 99,99
7 KALIMANTAN TENGAH
15 Provinsi 1,00 Dok 80.500,00 76.774,00 95,37
16 Kab. Kotawaringin Timur 1,00 Dok 42.100,00 36.314,00 86,26
17 Kab. Katingan 1,00 Dok 42.100,00 38.600,00 91,69
8 KALIMANTAN SELATAN
18 Provinsi 1,00 Dok 112.050,00 67.857,92 60,56
19 Kab. Barito Kuala 1,00 Dok 60.300,00 - 25
9 KALIMANTAN TIMUR
20 Provinsi 1,00 Dok 112.050,00 100.969,20 90,11
Apel Siaga Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Kebun 4,00 Dok 792.540,00 765.552,30 96,59
1,00 SUMATERA SELATAN
1 Provinsi 1,00 Dok 224.150,00 208.613,20 93,07
2,00 KALIMANTAN BARAT
2 Provinsi 1,00 Dok 225.240,00 225.190,00 99,98
3,00 KALIMANTAN TENGAH
3 Provinsi 1,00 Dok 236.150,00 224.900,10 95,24
4,00 KALIMANTAN SELATAN
4 Provinsi 1,00 Dok 107.000,00 106.849,00 99,86
Operasional Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun 55,00 unit 2.793.650,00 2.557.854,20 91,56
1 SUMATERA UTARA
1 Provinsi 1,00 unit 77.000,00 77.000,00 100,00
2 RIAU
1 Provinsi 10,00 unit 511.600,00 511.600,00 100,00
3 JAMBI
2 Provinsi 10,00 unit 423.500,00 311.000,00 73,44
4 SUMATERA SELATAN
3 Provinsi 10,00 unit 474.350,00 451.905,00 95,27
5 KALIMANTAN BARAT
4 Provinsi 10,00 unit 488.100,00 486.073,00 99,58
6 KALIMANTAN TENGAH
5 Provinsi 10,00 unit 607.350,00 604.086,20 99,46
7 KALIMANTAN SELATAN
6 Provinsi 5,00 unit 211.750,00 116.190,00 54,87
Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 29,00 KT 5.398.600,00 4.892.640,63 90,63
Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim 9,00 KT 1.391.540,00 1.335.638,58 95,98
1 JAWA TENGAH
1 Provinsi 1,00 KT 158.910,00 141.470,00 89,03
2 DI YOGYAKARTA
2 Provinsi 1,00 KT 137.720,00 136.466,63 99,09
3 SULAWESI UTARA
3 Provinsi 1,00 KT 146.230,00 144.122,50 98,56
4 SULAWESI SELATAN
4 Provinsi 1,00 KT 152.350,00 136.749,00 89,76
5 BALI
5 Provinsi 1,00 KT 154.950,00 146.454,95 94,52
6 NUSA TENGGARA BARAT
6 Provinsi 1,00 KT 154.950,00 148.517,50 95,85
7 NUSA TENGGARA TIMUR
7 Provinsi 1,00 KT 178.525,00 174.203,00 97,58
8 BANTEN
8 Provinsi 1,00 KT 148.995,00 148.745,00 99,83
9 GORONTALO
9 Provinsi 1,00 KT 158.910,00 158.910,00 100
Pengembangan Model Perkebunan Rendah Emisi Karbon pada Perkebunan Kopi Rakyat 5,00 KT 1.377.450,00 1.312.383,01 95,28
1 JAWA TENGAH
1 Provinsi 1,00 KT 267.500,00 241.563,00 90,30
2 JAMBI
2 Provinsi - KT 10.800,00 6.874,80 63,66
3 SULAWESI UTARA
3 Provinsi 1,00 KT 276.000,00 272.209,50 98,63
4 SULAWESI SELATAN
4 Provinsi - KT 1.225,00 781 63,76
5 BALI
5 Provinsi 1,00 KT 270.500,00 255.490,00 94,45
6 NUSA TENGGARA BARAT
6 Provinsi 1,00 KT 270.750,00 266.708,00 98,51
7 NUSA TENGGARA TIMUR
7 Provinsi 1,00 KT 280.675,00 268.756,71 95,75
Pemberdayaan Masyarakat dlm Rangka Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun 15,00 2.629.610,00 2.244.619,04 85,36
1 RIAU
1 Kab. Bengkalis 1,00 KT 177.850,00 173563,687 97,59
2 Kab. Rokan Hilir 1,00 KT 177.850,00 173.563,69 97,59
2 JAMBI
3 Kab. Sarolangun 1,00 KT 177.850,00 112.248,60 63,11
4 Kab. Tanjung Jabung Timur 1,00 KT 177.850,00 109.436,30 61,53
5 Kab. Tebo 1,00 KT 177.850,00 113.254,90 63,68
3 SUMATERA SELATAN
6 Kab. Muara Enim 1,00 KT 175.765,00 144.303,07 82,10
7 Kab. Banyuasin 1,00 KT 173.960,00 169.600,10 97,49
8 Kab. Ogan Ilir 1,00 KT 174.430,00 173.308,00 99,36
4 KALIMANTAN BARAT
9 Kab. Kapuas Hulu 1,00 KT 177.850,00 142.784,90 80,28
10 Kab. Melawi 1,00 KT 174.905,00 155.631,90 88,98
11 Kab. Sekadau 1,00 KT 174.550,00 153.898,90 88,17
5 KALIMANTAN TENGAH
12 Kab. Kotawaringin Timur 1,00 KT 170.350,00 160.883,00 94,44
13 Kab. Katingan 1,00 KT 170.350,00 164.562,50 96,60
14 Kab. Seruyan 1,00 KT 170.350,00 165.458,50 97,13
6 KALIMANTAN SELATAN
15 Kab. Tapin 1,00 KT 177.850,00 132.121,00 74,29
4 Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditi Perkebunan 120 Desa 35.391.769,00 33.445.638,78 94,50
Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditi Perkebunan
Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditi Perkebunan 120 Desa 35.391.769,00 33.445.638,78 94,50
1 JAWA BARAT
1 Provinsi 8,00 Desa 2.337.100,00 2.336.474,00 99,97
2 JAWA TENGAH
2 Provinsi 5,00 Desa 1.386.750,00 1.144.471,00 82,53
3 JAWA TIMUR
3 BPP2TP Surabaya 8,00 Desa 2.285.360,00 2.262.839,28 99,01
4 ACEH
4 Provinsi - Desa 94.900,00 72.163,00 76,04
5 SUMATERA UTARA
5 BPP2TP Medan 8,00 Desa 2.391.030,00 2.329.766,50 97,44
6 SUMATERA BARAT
6 Provinsi - Desa 36.645,00 36.645,00 100,00
7 JAMBI
7 Provinsi 3,00 Desa 873.250,00 687.490,00 78,73
8 SUMATERA SELATAN
8 Provinsi 3,00 Desa 477.300,00 421.471,00 88,30
9 LAMPUNG
9 Provinsi - Desa 327.683,00 326.368,85 99,60
10 KALIMANTAN BARAT
10 BPTP Pontianak 6,00 Desa 1.946.060,00 1.653.944,50 84,99
11 SULAWESI UTARA
11 Provinsi 6,00 Desa 1.424.590,00 1.420.515,75 99,71
12 SULAWESI TENGAH
12 Provinsi 5,00 Desa 1.256.050,00 1.193.429,50 95,01
13 SULAWESI SELATAN
13 Provinsi - Desa 429.050,00 422.918,00 98,57
14 SULAWESI TENGGARA
14 Provinsi 5,00 Desa 1.462.000,00 1.428.680,00 97,72
15 MALUKU
15 BPP2TP Ambon 6,00 Desa 2.135.600,00 2.128.292,00 99,66
16 BALI
16 Provinsi 11,00 Desa 2.886.300,00 2.432.637,83 84,28
17 NUSA TENGGARA BARAT
17 Provinsi 5,00 Desa 1.496.265,00 1.496.265,00 100,00
18 NUSA TENGGARA TIMUR
18 Provinsi 13,00 Desa 3.857.650,00 3.511.573,06 91,03
19 BENGKULU
19 Provinsi 5,00 Desa 1.354.250,00 1.312.786,50 96,94
20 MALUKU UTARA
20 Provinsi 13,00 Desa 3.618.750,00 3.529.794,00 97,54
21 BANTEN
21 Provinsi 3,00 Desa 870.000,00 853.930,00 98,15
22 PAPUA BARAT
22 Provinsi 5,00 Desa 1.896.750,00 1.895.375,00 99,93
23 SULAWESI BARAT
23 Provinsi 2,00 Desa 548.436,00 547.809,00 99,89
5 Sekolah Lapang Pengendali Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Perkebunan 87,00 KT 9.086.317,00 8.842.583,08 97,32
SL-PHT Perkebunan
SL-PHT Tanaman Kakao 87,00 KT 9.086.317,00 8.842.583,08 97,32
1 DI YOGYAKARTA
1 Kab. Gunung Kidul 4,00 KT 375.989,00 375.680,75 99,92
2 Kab. Kulon Progo 2,00 KT 193.484,00 193.333,13 99,92
2 JAWA TIMUR
3 Kab. Pacitan 2,00 KT 194.464,00 183.976,90 94,61
3 ACEH
4 Kab. Pidie 2,00 KT 211.710,00 175.668,60 82,98
5 Kab. Aceh Utara 2,00 KT 212.300,00 209.527,00 98,69
4 SUMATERA BARAT
6 Kab. Tanah Datar 2,00 KT 204.580,00 177.860,00 86,94
7 Kota Pariaman 2,00 KT 204.580,00 178.620,00 87,31
5 LAMPUNG
8 Kab. Pesawaran 2,00 KT 202.180,00 202.152,00 99,99
6 SULAWESI TENGAH
9 Kab. Banggai 2,00 KT 213.180,00 207.500,00 97,34
10 Kab. Parigi Moutong 2,00 KT 213.180,00 207020 97,11
11 Kab. Sigi 4,00 KT 426.360,00 426.360,00 100,00
12 Kota Palu 2,00 KT 213.180,00 209.420,00 98,24
7 SULAWESI SELATAN
13 Kab. Pinrang 4,00 KT 432.560,00 432.541,00 100,00
14 Kab. Gowa 2,00 KT 217.180,00 216.810,00 99,83
15 Kab. Bone 2,00 KT 217.180,00 216.935,00 99,89
16 Kab. Maros 2,00 KT 217.080,00 215.905,00 99,46
17 Kab. Sinjai 4,00 KT 432.060,00 428.166,00 99,10
18 Kab. Enrekang - KT 26.100,00 25.710,00 98,51
19 Kab. Luwu Utara 2,00 KT 217.180,00 214.005,00 98,54
20 Kota Palopo 2,00 KT 217.080,00 215.765,00 99,39
8 SULAWESI TENGGARA
21 Kab. Kolaka 4,00 KT 410.360,00 398.360,00 97,08
22 Kab. Bombana 2,00 KT 205.180,00 203.020,00 98,95
23 Kab. Kolaka Utara 4,00 KT 410.360,00 403.440,00 98,31
24 Kab. Konawe 4,00 KT 410.360,00 408.960,00 99,66
25 Kab. Kolaka Timur 2,00 KT 205.180,00 203.400,00 99,13
9 BALI
26 Kab. Jembrana 2,00 KT 178.300,00 178.300,00 100,00
27 Kab. Tabanan 1,00 KT 90.400,00 90.300,00 99,89
10 NUSA TENGGARA BARAT
28 Kab. Lombok Barat 2,00 KT 173.880,00 173.840,00 99,98
29 Kab. Lombok Utara 2,00 KT 173.880,00 173.880,00 100,00
11 NUSA TENGGARA TIMUR
30 Kab. Manggarai Timur 2,00 KT 228.800,00 214.342,00 93,68
12 PAPUA
31 Kab. Jayapura 2,00 KT 309.970,00 252.820,00 81,56
13 BENGKULU
32 Kab. Kepahiang 2,00 KT 199.880,00 199.880,00 100
14 BANTEN
34 Kab. Lebak 2,00 KT 190.540,00 190.535,70 99,998
15 GORONTALO
35 Kab. Boalemo 2,00 KT 221.360,00 221.360,00 100
16 SULAWESI BARAT
36 Kab. Mamuju 2,00 KT 209.180,00 195.190,00 93,312
37 Kab. Polewali Mandar 4,00 KT 418.360,00 418.360,00 100,000
38 Kab. Mamuju Tengah 2,00 KT 208.720,00 203.640,00 97,566
6 Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan 76,00 Unit 20.822.608,00 18.480.270,61 88,751
Operasional Laboratorium Lapangan (LL) 27,00 unit 4.967.436,00 4.620.149,65 93,009
1 JAWA BARAT
1 Provinsi 1,00 Unit 249.113,00 248.851,50 99,895
2 JAWA TENGAH
2 Provinsi 1,00 Unit 255.320,00 177.845,40 69,656
3 DI YOGYAKARTA
3 Provinsi 1,00 Unit 87.500,00 86.065,30 98,360
4 ACEH
4 Provinsi 1,00 Unit 283.782,00 248.680,00 87,631
5 SUMATERA BARAT
5 Provinsi 1,00 Unit 185.960,00 174.801,00 94,00
6 RIAU
6 Provinsi 1,00 Unit 162.320,00 161.844,31 99,71
7 JAMBI
7 Provinsi 1,00 Unit 72.308,00 72.308,00 100,00
8 SUMATERA SELATAN
8 Provinsi 1,00 Unit 311.765,00 303.977,30 97,50
9 LAMPUNG
9 Provinsi 1,00 Unit 245.480,00 241.980,00 98,57
10 KALIMANTAN TENGAH
10 Provinsi 1,00 Unit 198.140,00 196.561,00 99,20
11 KALIMANTAN SELATAN -
11 Provinsi 1,00 Unit 304.220,00 269.165,79 88,48
12 KALIMANTAN TIMUR
12 Provinsi 1,00 Unit 123.000,00 115.261,00 93,708
13 SULAWESI UTARA
13 Provinsi 1,00 Unit 210.666,00 210.666,00 100,000
14 SULAWESI TENGAH
14 Provinsi 1,00 Unit 309.165,00 256.315,00 82,906
15 SULAWESI SELATAN
15 Provinsi 1,00 Unit 218.870,00 218.756,00 99,948
16 SULAWESI TENGGARA
16 Provinsi 1,00 Unit 311.520,00 250.001,90 80,252
17 BALI
17 Provinsi 1,00 Unit 271.115,00 257.069,00 94,819
18 NUSA TENGGARA BARAT
18 Provinsi 1,00 Unit 82.990,00 73.205,10 88,210
19 NUSA TENGGARA TIMUR
19 Kab. Kupang 1,00 Unit 190.640,00 181.181,75 95,039
20 Kab. Sikka 1,00 Unit 200.000,00 191.847,80 95,924
20 PAPUA
21 Kab. Jayapura 1,00 Unit 600,00 600,00 100,000
21 BENGKULU
22 Provinsi 1,00 Unit 223.970,00 214.394,50 95,72
22 BANTEN
23 Provinsi 1,00 Unit 127.379,00 127.159,00 99,83
23 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
24 Provinsi 1,00 Unit 5.753,00 5.753,00 100
24 GORONTALO
25 Provinsi 1,00 Unit 92.810,00 92.810,00 100
25 PAPUA BARAT
26 Provinsi 1,00 Unit 127.250,00 127.250,00 100
26 SULAWESI BARAT
27 Provinsi 1,00 Unit 115.800,00 115.800,00 100
Operasional Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) 4,00 Unit 766.140,00 750.296,30 97,93
1 LAMPUNG
1 Provinsi 1,00 Unit 139.735,00 136.720,00 97,84
2 SULAWESI UTARA
2 Provinsi 1,00 Unit 152.735,00 152.735,00 100,00
3 BALI
3 Provinsi 1,00 Unit 217.435,00 204.606,30 94,10
4 MALUKU UTARA
4 Provinsi 1,00 Unit 256.235,00 256.235,00 100
Operasional Sub Laboratorium Hayati 13,00 Unit 1.568.630,00 1.506.816,55 96,06
1 JAWA TENGAH
1 Provinsi 1,00 Unit 121.600,00 110.668,75 91,01
2 DI YOGYAKARTA
2 Provinsi 1,00 Unit 119.200,00 118.199,40 99,16
3 RIAU
3 Provinsi 1,00 Unit 132.600,00 125.979,75 95,01
4 JAMBI
4 Provinsi 1,00 Unit 126.400,00 124.039,00 98,13
5 SUMATERA SELATAN
5 Provinsi 1,00 Unit 151.700,00 145.876,70 96,16
6 LAMPUNG
6 Provinsi 1,00 Unit 96.900,00 95.145,00 98,19
7 SULAWESI UTARA
7 Provinsi 1,00 Unit 137.600,00 137.600,00 100,00
8 SULAWESI TENGGARA
8 Provinsi 1,00 Unit 130.700,00 126.681,00 96,93
9 BALI
9 Provinsi 1,00 Unit 129.800,00 127.548,95 98,27
10 NUSA TENGGARA TIMUR
10 Provinsi 2,00 Unit 242.120,00 215.068,00 88,83
11 PAPUA
11 Provinsi 1,00 Unit 174.930,00 174.930,00 100,00
12 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
12 Provinsi 1,00 Unit 5.080,00 5.080,00 100,00
Operasional Brigade Proteksi Tanaman 32,00 Unit 13.520.402,00 13.109.824,65 96,96
1 JAWA BARAT
1 Provinsi 1,00 Unit 493.882,00 420.880,00 85,22
2 JAWA TENGAH
2 Provinsi 1,00 Unit 452.068,00 426.355,90 94,31
3 DI YOGYAKARTA
3 Provinsi 1,00 Unit 311.533,00 310.398,85 99,64
4 JAWA TIMUR
4 Provinsi 1,00 Unit 416.699,00 413.019,00 99,12
5 ACEH
5 Provinsi 1,00 Unit 476.647,00 455.340,70 95,53
6 SUMATERA UTARA
6 Provinsi 1,00 Unit 454.931,00 427.690,00 94,01
7 SUMATERA BARAT
7 Provinsi 1,00 Unit 402.389,00 338.870,00 84,21
8 RIAU
8 Provinsi 1,00 Unit 495.581,00 495.488,00 99,98
9 JAMBI
9 Provinsi 1,00 Unit 501.015,00 500.654,10 99,93
10 SUMATERA SELATAN
10 Provinsi 1,00 Unit 414.767,00 410.984,53 99,09
11 LAMPUNG
11 Provinsi 1,00 Unit 453.226,00 447.026,00 98,63
12 KALIMANTAN BARAT
12 Provinsi 1,00 Unit 317.420,00 317.420,00 100
13 KALIMANTAN TENGAH
13 Provinsi 1,00 Unit 379.111,00 379.089,05 99,99
14 KALIMANTAN SELATAN
14 Provinsi 1,00 Unit 399.121,00 397.051,00 99,48
15 KALIMANTAN TIMUR
15 Provinsi 1,00 Unit 357.528,00 329.320,00 92,11
16 SULAWESI UTARA
16 Provinsi 1,00 Unit 444.362,00 440.361,50 99,10
17 SULAWESI TENGAH
17 Provinsi 1,00 Unit 412.736,00 411.900,00 99,80
18 SULAWESI SELATAN
18 Provinsi 1,00 Unit 428.735,00 426.235,00 99,42
19 SULAWESI TENGGARA
19 Provinsi 1,00 Unit 432.710,00 428.159,18 98,95
20 MALUKU
20 Provinsi 1,00 Unit 432.845,00 423.016,50 97,73
21 BALI
21 Provinsi 1,00 Unit 445.720,00 443.571,60 99,52
22 NUSA TENGGARA BARAT
22 Provinsi 1,00 Unit 460.534,00 365.890,00 79,45
23 NUSA TENGGARA TIMUR
23 Provinsi 1,00 Unit 466.430,00 450.448,75 96,57
24 PAPUA
24 Provinsi 1,00 Unit 435.144,00 433.980,00 99,73
25 BENGKULU
25 Provinsi 1,00 Unit 411.950,00 406.007 98,56
26 MALUKU UTARA
26 Provinsi 1,00 Unit 516.125,00 516.125,00 100,00
27 BANTEN
27 Provinsi 1,00 Unit 457.138,00 456.638,00 99,89
28 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
28 Provinsi 1,00 Unit 486.490,00 486.490,00
29 GORONTALO
29 Provinsi 1,00 Unit 418.915,00 418.915,00 100,00
30 KEPULAUAN RIAU
30 Provinsi 1,00 Unit 167.650,00 155.500,00 92,75
31 PAPUA BARAT
31 Provinsi 1,00 Unit 354.500,00 354.500,00 100,00
32 SULAWESI BARAT
32 Provinsi 1,00 Unit 422.500,00 422.500,00 100,00
7 Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan 1.641.970,00 1.379.101,31 83,99
Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan
Inventarisasi, identifikasi, koordinasi dan fasilitasi penanggulangan gangguan usaha
Fasilitasi, inventarisasi dan identifikasi serta penanganan kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan 19,00 833.080,00 702.323,59 84,30
1 JAWA TENGAH
1 Provinsi 1,00 dok 49.800,00 44.046,50 88,45
2 ACEH
2 Provinsi 1,00 dok 49.400,00 46.827,00 94,79
3 SUMATERA UTARA
3 Provinsi 1,00 dok 49.600,00 21.164,32 42,67
4 SUMATERA BARAT
4 Provinsi 1,00 dok 21.560,00 21.320,00 98,89
5 RIAU
5 Provinsi 1,00 dok 28.300,00 25.055,00 88,53
6 JAMBI
6 Provinsi 1,00 dok 55.800,00 27.118,20 48,60
7 SUMATERA SELATAN
7 Provinsi 1,00 dok 41.400,00 36.249,50 87,56
8 LAMPUNG
8 Provinsi 1,00 dok 27.900,00 23.989,00 85,98
9 KALIMANTAN BARAT
9 Provinsi 1,00 dok 71.200,00 61.617,60 86,54
10 KALIMANTAN TENGAH
10 Provinsi 1,00 dok 47.700,00 45.708,00 95,82
11 KALIMANTAN SELATAN
11 Provinsi 1,00 dok 43.640,00 32.031,04 73,40
12 KALIMANTAN TIMUR
12 Provinsi 1,00 dok 63.500,00 37.381,00 58,87
13 SULAWESI SELATAN
13 Provinsi 1,00 dok 56.900,00 56.735,00 99,71
14 SULAWESI TENGGARA
14 Provinsi 1,00 dok 32.900,00 31.600,00 96,05
15 NUSA TENGGARA BARAT
15 Provinsi 1,00 dok 57.850,00 57.375,00 99,18
16 NUSA TENGGARA TIMUR
16 Provinsi 1,00 dok 30.750,00 30.316,43 98,59
17 BENGKULU
17 Provinsi 1,00 dok 39.800,00 39.800 100
18 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
20 Provinsi 1,00 dok 31.400,00 31.400,00 100
19 SULAWESI BARAT
21 Provinsi 1,00 dok 33.680,00 32.590,00 96,76
Pertemuan Koordinasi/Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan (bedah kasus) 808.890,00 676.777,72 83,67
1 JAWA TENGAH
1 Provinsi 1,00 dok* 90.200,00 87.799,22 97,34
2 ACEH
2 Provinsi 1,00 dok 90.600,00 87.141,55 96,18
3 SUMATERA UTARA
3 Provinsi 1,00 dok 90.400,00 38.573,68 42,67
4 SUMATERA BARAT
4 Provinsi 1,00 dok 78.440,00 73.760,00 94,03
6 JAMBI
6 Provinsi 1,00 dok 84.200,00 25.747,30 30,58
7 SUMATERA SELATAN
7 Provinsi 1,00 dok 36.300,00 33.502,60 92,29
8 LAMPUNG
8 Provinsi 1,00 dok 35.800,00 33.634,80 93,95
9 SULAWESI SELATAN
13 Provinsi 1,00 dok 63.100,00 62.574,00 99,17
10 NUSA TENGGARA TIMUR
16 Provinsi 1,00 dok 49.250,00 48.555,58 98,59
11 BENGKULU
17 Provinsi 1,00 dok 70.200,00 70.200,00 100
12 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
20 Provinsi 1,00 dok 42.600,00 37.969,00 89,13
13 SULAWESI BARAT
21 Provinsi 1,00 dok* 77.800,00 77.320,00 99,38
8 Dukungan Perlindungan Perkebunan Pusat 12 Bulan 6.163.822,00 5.932.048,27 96,24
Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan 12 Bulan 5.000.864,00 4.811.314,08 96,21
1 DKI JAKARTA
1 Provinsi 12 Bulan 5.000.864,00 4.811.314,08 96,21
Layanan Perkantoran 12 Bulan 1.162.958,00 1.120.734,19 96,37
1 DKI JAKARTA
1 Provinsi 12 Bulan 1.162.958,00 1.120.734,19 96,37