laporan kerja lapangan (reklamasi bahan galian c (pasir) (akbar a.f)

54
LAPORAN KERJA LAPANGAN REKLAMASI LAHAN PASCA PENAMBANGAN BAHAN GALIAN C DI KECAMATAN TURI SLEMAN Disusun oleh : AKBAR AFDILLA FADLI 06/194424/PN/10661 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010

Upload: akbar-afdilla-fadli

Post on 02-Jul-2015

2.936 views

Category:

Documents


44 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

LAPORAN KERJA LAPANGAN

REKLAMASI LAHAN PASCA PENAMBANGAN BAHANGALIAN C DI KECAMATAN TURI SLEMAN

Disusun oleh :

AKBAR AFDILLA FADLI06/194424/PN/10661

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2010

Page 2: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)
Page 3: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

i

KATA PENGANTAR

Kegiatan atau penambangan bahan galian C terus meningkat seiring

dengan perkembangan pembangunan di segala sektor. Dilihat dari aspek

penggunaan lahan yang merupakan fungsi sosial mewajibkan penambang harus

melakukan reklamasi terhadap lahan bekas penambangannya, sehingga setelah

kegiatan penambangan tersebut selesai, lahan yang ditinggalkan tidak menjadi

rusak sehingga dapat dimanfaaatkan untuk keperluan sektor lain.

Kegiatan penambangan seringkali berdampak pada lahan yang dibuka

untuk kegiatan penambangan tersebut. Masalah utama yang timbul pada wilayah

bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi terutama

berdampak terhadap air tanah dan air permukaan, berlanjut secara fisik perubahan

morfologi dan topografi lahan.Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang

disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan

fauna, serta penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus atau

gundul.

Oleh karena itu perlu dilakukan usaha reklamasi lahan untuk

mengembalikan ekosistem lahan yang telah dibuka untuk keperluan penambangan

seperti semula. Agar habitat untuk makhluk hidup yang telah rusak dapat

dikembalikan lagi demi keseimbangan ekosistem dan mengembalikan habitat

makhluk hidup yang telah dirusak untuk kegiatan penambangan khususnya bahan

galian C.

Yogyakarta, 30 November 2010

Penyusun

Akbar Afdilla Fadli

Page 4: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................. iDAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 11.1 Latar Belakang............................................................................................................ 11.2 Dasar Teori ................................................................................................................. 21.3 Tujuan ......................................................................................................................... 5

BAB II KONDISI UMUM LOKASI KERJA LAPANGAN....................................................... 62.1. Deskripsi Badan Lingkungan Hidup ......................................................................... 62.2. Bagan Struktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta................................................................................................................. 72.3. Lokasi dan kondisi umum daerah reklamasi ............................................................. 8

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN REKLAMASI ............................................................ 173.1 Pembuatan peta rencana reklamasi ............................................................................ 173.2 Perijinan, sosialisasi dan mobilisasi peralatan tenaga kerja ...................................... 183.3 Perataan lahan............................................................................................................ 183.4 Pembuatan teras ......................................................................................................... 193.5 Penyediaan bibit......................................................................................................... 203.6 Penanaman bibit......................................................................................................... 213.7 Pemeliharaan.............................................................................................................. 24

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................................ 254.1. Bahan galian .............................................................................................................. 254.2. Pertambangan rakyat ................................................................................................. 264.3. Pengukuran kriteria kerusakan lingkungan akibat penambangan bahan galian C

jenis lepas di dataran.................................................................................................. 274.4. Kegiatan reklamasi .................................................................................................... 374.5. Kriteria keberhasilan rekalamsi ................................................................................. 384.6. Sejara pertambangan Indonesia ................................................................................. 404.7. Upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan......................... 414.8. Pelaksanaan perijinan penambangan di lapangan...................................................... 424.9. Hasil reklamasi lahan di desa Girikerto..................................................................... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 465.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 465.2 Saran .......................................................................................................................... 46

LAMPIRA - LAMPIRANLampiran 1 Peta Blok Diagram ReklamasiLampiran 2 Peta Topografi Reklamasi dan Penanaman

Page 5: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Masalah yang dihadapi hampir diseluruh wilayah Indonesia akibat

meningkatnya jumlah penduduk adalah tingginya permintaan akan sumber alam.

Permintaan akan sumberdaya lahan digunakan untuk pertanian, perumahan,

pertambangan, perkebunan, industri maupun kegunaannya lainnya. Eksploitasi tanah

yang mengandung bahan tambang dan memiliki nilai ekonomi tinggi mengalami

peningkatan akhir-akhir ini.

Kegiatan atau penambangan bahan galian C terus meningkat seiring dengan

perkembangan pembangunan di segala sektor. Dilihat dari aspek penggunaan lahan

yang merupakan fungsi sosial mewajibkan penambang harus melakukan reklamasi

terhadap lahan bekas penambangannya, sehingga setelah kegiatan penambangan

tersebut selesai, lahan yang ditinggalkan tidak menjadi rusak sehingga dapat

dimanfaaatkan untuk keperluan sektor lain.

Kegiatan – kegiatan penambangan bahan galian golongan C umumnya banyak

dilakukan oleh penduduk sekitar lokasi namun ada juga yang dilakukan oleh para

investor yang sengaja setempat – setempat dan ladang berpindah – pindah (sporadis).

Hal ini mereka lakukan dengan pertimbangan kemudahan dalam mendapatkan bahan

galian secara cepat, mudah dan dapat menggunakan peralatan sederhana.

Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan

lingkungan. Perubahan kimiawi terutama berdampak terhadap air tanah dan air

permukaan, berlanjut secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan.Lebih

jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin,

gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta penurunan produktivitas tanah

dengan akibat menjadi tandus atau gundul.

Reklamasi ialah mengembalikan fungsi lahan lebih baik, setelah endapan

bahan galiannya ditambang. Untuk memperbaiki dan memanfaatkan lingkungan yang

telah ditambang semaksimal mungkin, dapat dilakukan dengan cara menanami

Page 6: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

2

kembali areal yang telah ditambang menjadi kawasan hijau dan menjadi lahan lain

yang lebih bermanfaat.

Kabupaten Sleman sebagai daerah tangkapan air hujan bagi pasokan air tanah

di Porpinsi DIY khususnya wilayah kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan

Kabupaten Bantul sampai saat ini luasan lahan yang mengalami kerusakan akibat

penambangan mencapai lebih kurang 200 hektar dan tersebar di berbagai lokasi.

Adapun penyebab kerusakan lahan akibat penambangan tersebut adalah keterbatasan

pengetahuan para penambang tentang teknik penambangan yang baik, pengetahuan

yang kurang tentang fungsi lingkungan serta keterbatasan peralatan penambangan

yang dimiliki.Lokasi bekas penambangan yang telah mengalami kerusakan terutama

terjadi di Dusun Tegalpanggung, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten

Sleman.

1.2. Dasar teori

Tambang atau bahan galian golongan C merupakan bahan galian yang

dikategorikan sebagai bahan galian non strategis (tidak vital). Bahan galian golongan

C meliputi bahan galian industri dan bahan galian bangunan. Daerah bahan galian C

digunakan untuk mengeruk keperluan bangunan seperti pasir dan kerikil. Dibeberapa

tempat sudah terlihat hamparan danau mini yang terjadi akibat galian tersebut, dan

ditakutkan akan terjadi kerusakan ekosistem dan rawan longsor, bila unsur tanah

tidak lagi kuat atau labil (Anonim, 2010).

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan rumit,

sarat resiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, serta aturan regulasi yang

dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya

ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang

sejak tahap awal sampai pasca tambang. Pada saat membuka tambang, sudah harus

dipahami bagaimana menutup tambang. Rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat

progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang. Perencanaan tambang, sejak

awal sudah melakukan upaya yang sistematis untuk mengantisipasi perlindungan

lingkungan masyarakat sekitar tambang (Arif, 2007).

Page 7: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

3

Penambangan bahan galian C merupakan kegiatan penambangan yang paling

sederhana dan karena itu dapat diusahakan secara perorangan dan keluarga.Kegiatan

penambangan berupa penggalian tanah untuk bahan mentah dalam pembuatan

genting, bata, dan barang tembikar, serta penggalian batu dan pasir untuk bangunan.

Meskipun tampak sederhana namun dampaknya atas lahan tidak dapat diabaikan

(Notohadiprawiro, 2006).

Operasional kegiatan pertambangan pada tahap penambangan dan pengolahan

umumnya tidak mendapatkan perolehan 100%, yang berarti masih ada bahan galian

yang tertinggal dalam kondisi in situ, sebagai waste atau pada tailing.Bahan galian

tertinggal pada wilayah bekas tambang tersebut pada beberapa kasus, kembali

ditambang, baik oleh pelaku usaha pertambangan atau oleh masyarakat (Suprapto,

2006).

Pola penambangan yang dilakukan oleh masyarakat pun mengalami

perubahan, begitu para pemodal besar masuk. Kegiatan penambangan mengalami

pergeseran sistem pengelolaan, dari masyarakat ke pengusaha modal besar, seiring

dengan terbitnya ijin dari Pemerintah kepada para pengusaha yang memiliki modal

besar untuk melakukan kegiatan usaha penambangan di daerah. Masuknya

perusahaan ke wilayah tersebut, tentu saja diiringi pula oleh masuknya alat - alat

berat,dan seperangkat alat modern lainnya. Cara penambanganpun berubah dan hasil

yang dikeruk semakin banyak. Kegiatannya bukan lagi menggunakan cangkul, sekop

dan linggis, tetapi sudah mempergunakan alat berat. Situasi ini semakin mempercepat

kerusakan lingkungan sekitarnya (Sudardja, 2007).

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata

kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar

dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Reklamasi lahan bekas

tambang selain merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan pasca

tambang, agar menghasilkan lingkungan ekosistem yang baik dan diupayakan

menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan

mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih tertinggal (Subeno, 2009).

Page 8: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

4

Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan

lingkungan. Perubahan kimiawi terutama berdampak terhadap air tanah dan air

permukaan, berlanjut secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan.Lebih

jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin,

gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta penurunan produktivitas tanah

dengan akibat menjadi tandus atau gundul.Mengacu kepada perubahan tersebut perlu

dilakukan upaya reklamasi. Selain bertujuan untuk mencegah erosi atau mengurangi

kecepatan aliran air limpasan, reklamasi dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak

labil dan lebih produktif. Akhirnya reklamasi diharapkan untuk menghasilkan nilai

tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan

dengan keadaan sebelumnya (Suprapto, 2008).

Kegiatan seperti pembukaan hutan, penambangan, pembukaan lahan pertanian

dan pemukiman, bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi.

Akibat yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi

buruk, seperti contohnya lapisan tanah tidak berprofil, terjadi kemampatan,

kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat

pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah. Untuk itu

diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai upaya pelestarian lingkungan agar tidak

terjadi kerusakan lebih lanjut. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan cara

merehabilitasi ekosistem yang rusak. Kegiatan rehabilitasi tersebut diharapkan akan

mampu memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga dapat pulih, mendekati atau

bahkan lebih baik dibandingkan kondisi semula (Rahmawaty, 2002).

Page 9: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

5

1.3. Tujuan

1.3.1.Tujuan umum

1) Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai reklamasi suatu lahan.

2) Sinergitas dan penerapan antara ilmu (teori) dan aplikasi ilmu tanah di

lapangan terutama yang berkaitan dengan aspek reklamasi lahan.

3) Mahasiswa dapat lebih terampil dalam melakukan pengamatan,

pengumpulan, dan analisis data.

1.3.2.Tujuan khusus

1) Mengetahui dan mempelajari kegiatan reklamasi bahan galian C.

2) Mengetahui dan mempelajari kegiatan yang dilakukan Badan

Lingkungan Hidup DIY dalam reklamasi daerah penambangan galian C

di Kecamatan Turi Sleman.

3) Mengetahui dan mempelajari pengaruh dari kegiatan reklamasi terhadap

lahan bekas tambang bahan galian C.

Page 10: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

6

BAB II

KONDISI UMUM LOKASI KERJA LAPANGAN

2.1. Deskripsi Badan Lingkungan Hidup

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

merupakan lembaga pemerintahan yang menangani masalah lingkungan hidup di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Badan Lingkungan Hidup (BLH) tingkat

provinsi membawahi 5 BLH di tiap kabupaten atau kota di Provinsi Yogyakarta yaitu

Kabupaten Sleman, Kodya Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul

dan Kabupaten Kulonprogo. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi D.I.

Yogyakarta beralamatkan di Jalan Tentara Rakyat Mataram 53 Yogyakarta.

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

berdiri berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 55

Tahun 2008. Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Lingkungan Hidup mempunyai

fungsi:

a. Penyusunan program di bidang lingkungan hidup;

b. Perumusan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup;

c. Pengendalian pencemaran dan/kerusakan lingkungan, pemulihan kualitas

lingkungan hidup, konservasi lingkungan;

d. Penyelenggaraan pembinaan pengendalian lingkungan;

e. Penyelenggaraan koordinasi perijinan bidang lingkungan hidup;

f. Penyelenggaraan kajian dan penataan lingkungan;

g. Pembinaan dan pengembangan laboratorium lingkungan hidup;

h. Pemberian fasilitasi penyelenggaraan pengendalian lingkungan hidup Pemerintah

Kabupaten/Kota;

i. Pemberdayaan sumberdaya dan mitra kerja di bidang lingkungan hidup;

j. Penyelenggaraan kegiatan ketatausahaan;

k. Pelaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengantugas dan

fungsinya.

Page 11: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

7

2.2. Bagan Struktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

KEPALA BAGIANDra. Harnowati

SEKRETARISDra. Puji Astuti, MSi

KELOMPOKJABATAN

FUNGSIONAL

SUB. BAGIAN PROGRAM,DATA DAN TEKNOLOGI

INFORMASIDrs. Setiawan Rineksa, MM

1. Siswanto, SH2. Andri Listyanto, ST3. Dra. RR Sutrawati S4. Meria Fifiani, ST5. Slamet Supriyanto

SUB. BAGIAN UMUMDra. Sri Mulyani

1. Priyono. KS, SH2. Y. Suseno3. Rubiyatman4. Sudarti5. Banar Basuki6. Maryati7. Surya Widada8. Mulyo Rujito9. Mulyana10. Purwanto11. Karpana

SUB. BAGIAN KEUANGANDra. Siti Nurhayati

1. Thamrin Tuan Tanah, S. Pd2. Drs. Ig. Danang Siwi Nugroho3. Mujiono, SH4. Sugiyanti5. Sugiarto6. Anie Rochyati7. Suliandari Budi Rahayu8. Sumarjiono9. Ashanah Budiarti

BIDANG PENGENDALIAN PENCEMARANLINGKUNGAN

Drs. Agus Setianto

BIDANG PENGENDALIAN PERUSAKANDAN KONSERVASI LINGKUNGAN

Surya Purba, SH

BIDANG PENGEMBANGAN KAPASITASIr. Kuncara HP, M. MA

BIDANG PENATAAN DAN KAJIANLINGKUNGAN

Sarjuni, SH

SUB BIDANGPENGENDALIAN

PENCEMARAN UDARAIr. Tuti Anuriyah

1. Ninik SriHandayani, S.Si

2. Riyanto, ST3. Sudijati4. Nuzulia Kurniasih,

S. Si

SUB BIDANGPENGENDALIAN

PENCEMARAN AIRDAN TANAH SERTA

B3Ir. Endro Waluyo,

M. Si1. Sugita2. Sjamsu Agung

W, SE3. Cahyadi

Imran, ST, MT4. Eny Yniarti, ST

SUB BIDANGPENGENDALIAN

PERUSAKANLINGKUNGAN

Ir. Heny Nursilawati1. Y. Harnowo

Budi SE2. Wahyudi DL3. Bambang

Sudaryono,B.Sc

4. Puranti WijiRahayu S. Hut

SUB BIDANGKONSERVASILINGKUNGAN

Drs. Bambang, WI1. Cahyani

Alfiah, S. Si2. Suharto, BE3. Bledug

BenantiDwisiwi, S. Si

4. Yanuar CC

SUB BIDANGPENGEMBANGAN

SDM DANKELEMBAGAANLINGKUNGAN-------------------I

1. CahyoWidayat, SH,M. Si

2. Barul Budiarti,SE

3. SiswantoBudiadi

SUB BIDANGPENGEMBANGANLABORATORIUM

LINGKUNGANIr. Sri Lestari, M. Si

1. Triening AniA., ST

2. Sugiarto, BE3. Florida Taty S,

ST4. Sudarjo

SUB BIDANGPENATAAN

LINGKUNGANAg. Ruruh Haryata.,

SH. ST, M. Kes1. Budi Edi, SH2. Titik

Tursilowati S.Pd

3. Waliman, BE

SUB BIDANGKAJIAN

LINGKUNGANIr. Reni Anggraeni

1. Drs. Jito2. MR. Sultoni, S,

Si3. Supriyana

Page 12: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

8

2.3. Lokasi dan kondisi umum daerah reklamasi

Kecamatan Turi merupakan satu dari 17 kecamatan yang berada di

wilayah administrasi Kabupaten Sleman yang memiliki luas wilayah 43,09 km2.

Lokasi reklamasi terletak di Dusun Tegalpanggung, Desa Girikerto, Kecamatan

Turi, Kabupaten Sleman, secara geografis berada pada koordinat 07º36’ 50” LS -

07º36’ 55” LS dan 110º 24’ 40’’ BT - 110º 24’ 50” BT. Dari kota Sleman lokasi

pekerjaan tersebut berjarak ± 10 km ke arah timur laut, dan dapat ditempuh

dengan menggunakan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat

melalui jalan beraspal. Secara administratif, batas – batas wilayah Kecamatan Turi

adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa

Tengah;

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman,

Propinsi D.I.Yogyakarta;

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sleman, Kabupaten

Sleman, Porpinsi D.I.Yogyakarta, dan

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman,

Propinsi D.I.Yogakarta.

Kecamatan Turi memiliki 4 desa, yaitu, Desa Bangunkerto, Desa

Donokerto, Desa Girikerto dan Desa Wonokerta. Desa Girikerto dipilih sebagai

lokasi pekerjaan reklamasi lahan karena dari pengamatan dilapangan, Desa

Girikerto merupakan salah satu desa yang memiliki kerusakan parah akibat

penambangan pasir batu dengan luas areal tambang 20.000 m2.

2.3.1. Iklim dan curah hujan

Kecamatan Turi termasuk daerah yang beriklim tropis basah

dengan musim hujan antara bulan November – April dan musim kemarau

antara bulan Mei – Oktober. Pada tahun 2007 banyaknya hari hujan 28

hari terjadi pada bulan Maret, namun demikian rata – rata banyaknya curah

hujan terdapat pada bulan Februari sebesar 18,4 mm dengan banyak hari

hujan 20 hari.

Page 13: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

9

Adapun kelembaban nisbi udara pada tahun 2007 terendah pada

bulan mei - Agustus sebesar 74 % dan tertinggi pada bulan Maret dan

November masing – masing sebesar 87 %, sedangkan suhu udara terendah

sebesar 26,1º C pada bulan Januari dan November dan suhu udara yang

tertinggi 27,4º C pada bulan September.

2.3.2. Ketinggian

Ketinggian wilayah kecamatan Turi berkisar antara 400 s/d 1000 m

dari permukaan laut. Ketinggian tanahnya dapat dibagi menjadi tiga kelas,

yaitu ketinggian 100 - 499 m, 500 - 999 m dan > 999 m dari permukaan

laut. Ketinggian 100 - 499 m dari permukaan laut seluas 1444 ha atau

33,53% dari luas wilayah, terdapat di Desa Bangunkerto dan Desa

Donokerto. Ketinggian 500 - 999 m dari permukaan laut meliputi luas

2848,6 ha atau 66,14 % dari luas wilayah, meliputi Desa Wonokerto dan

Desa Girikerto. Ketinggian > 999 m dari permukaan laut seluas 14,60 ha

atau 0,33 % dari luas wilayah meliputi Desa Girikerto. Untuk lokasi

pekerjaan (Tegalpanggung) mempunyai ketinggian 720 – 743 m dari

permukaan laut.

2.3.3. Genesa pasirbatu di lokasi reklamasi

Genesa pasirbatu di lokasi reklamasi disebabkan adanya aktivitas

gunung berapi yang banyak sekali mengeluarkan material – material lepas

dari dalam. Meterial – material tersebut kemudian mengalir menuju daerah

cekungan dan sungai – sungai yang kemudian terendapkan. Proses

pengendapan ini terjadi terus – menerus, sehingga terjadi pelapisan pada

pasirbatu tersebut. Akumulasi dari endapan pasirbatu terdapat pada derah

reklamasi dan sekitar, penyebarannya merata dan sangat luas, mempunyai

lapisan yang sangat jelas dengan arah horizontal.

Page 14: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

10

2.3.4. Kondisi hidrogeologi daerah pekerjaan

2.3.4.1. Karakteristik air

Sumber air tanah perlu dikendalikan dan dimanfaatkan

untuk pelestarian lingkungah hidup, agar produktivitasnya air

tanah dapat lebih bermanfaat dalam meningkatkan taraf hidup

masyarakat setempat. Kualitas sumber air di Sleman (air tanah,

mata air, dan sungai) sebagian besar berkualitas baik dengan nilai

Daya Hantar Listrik (DHL) antara 0,182 – 0,499 mmho

berdasarkan harga SAR (PPLH UGM, 1987).

2.3.4.2. Tatanan dan sistem akuifer

Pembahasan mengenai lapisan pembawa air (akuifer) di

Kabupaten Sleman tidak bisa terlepas dari sistem akuifer yang

dipengaruhi oleh Cekungan Yogyakarta, yang sering disebut

sebagai Sistem Akuifer Merapi (SAM). Menurut M. Macdonald

(1984), Formasi Volkanik Merapi Muda dapat dibedakan menjadi

dua formasi berdasarkan ciri litologinya, yaitu formasi Sleman

dan formasi Yogyakarta yang berfungsi sebagai lapisan pembawa

air utama yang sangat potensial di dalam cekungan (Mac Donald,

1984 dalam Hendrayana 1983).

Sistem Akuifer Merapi (SAM) secara umum dibedakan

menjadi Sistem Akuifer bagian atas yang didominir oleh Formasi

Yogyakarta dan Sistem Akuifer bagian bawah yang dibentuk oleh

Formasi Sleman. Kedua formasi tersebut merupakan Akuifer

Utama dalam cekungan dan membentuk satu Sistem Akuifer.

Sebagai dasar SAM adalah Formasi batuan Tersier serta Endapan

Volkanik Merapi Tua di bagian utara yang berumur Kuarter.

Formasi – formasi tersebut dianggap sebagai dasar SAM.

Page 15: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

11

2.3.5. Stratigrafi

Batuan tertua adalah batuan tersier pegunungan Menoreh yang

terususn oleh tuffa, napal, lava andesit, dasit (formasi andesit tua) yang

berkembang di daerah barat daya-barat, dan batuan tersier pegunungan

selatan yang tersusun oleh tuffa, gamping, napal, lava andesit, dasit

(Formasi Andesit Tua) yang berkembang di bagian tenggara.

Secara tidak selaras diatas batuan tersier tersebut terdapat batuan

berumur kuarter hasil kegiatan Gunung Merbabu, satuan ini tersusun atas

selang – seling lava andesit bertekstur halus kasar, mengandung lubang –

lubang gas dengan piroklastik yang berupa batu apung dan “lithic andesit”

yang terkonsolidasi kuat. Satuan ni menempati bagian utara Gunung

Merapi.

Diatas batuan hasil kegiatan Gunung Merbabu terdapat satuan

batuan hasil erupsi Gunung Merapi Tua yang terdiri dari aliran lava

andesit piroksen yang berwarna abu – abu gelap, afanitik-porfiritik, massif,

berselang-seling dengan breksi lava. Satuan tersebut berkembang di bagian

selatan dan timur. Diatas satuan tersebut terdapat aliran lava piroksen yang

berwarna abu – abu gelap, berstruktur massif, porfiritik dengan fenokris

piroksenn, plagioklas, yang berkembang di bagian utara dan timur.

Bersamaan dengan terbentuknya satuan tersebut, terdapat endapan aliran

piroklastik merapi tua sebagai hasil guguran awan panas yang tersusun

oleh fragmen krikil – bongkah andesit dan terkonsolidasi kuat, juga

terdapat satuan endapan lahar merapi tua yang tersusun atas fragmen krikil

– bongkah piroksen, massif, membulat tanggung sampai membulat,

terkonsolidasi kuat yang menempati bagian timur, selatan dan barat.

Bersamaan dengan satuan – satuan tersebut juga mulai terbentuk satuan

endapan jatuhan piroklastik merapi dan satuan fluvial yang berupa

endapan tuffa, pasir, breksi yang terkonsolidasi lemah sampai kuat

menempati bagian barat, selatan dan timur.

Diatas satuan batuan hasil erupsi gunung merapi didapatkan satuan

batuan hasil erupsi gunung merapi muda yang juga berumur kuarter, terdiri

dari aliran lava andesit piroksen yang berwarna abu – abu agak lapuk.

Page 16: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

12

Satuan ini menempati bagian utara, selatan dan barat. Diatas satuan

tersebut terdapat aliran lava andesit piroksen yang berwarna abu – abu

gelap, segar, terubah sebagian, porfiritik dengan fenokris berupa

plagioklas, piroksen yang menempati sekeliling pusat erupsi. Bersamaan

dengan kedua satuan ini juga terdapat satuan endapan aliran prioklastik

mudan dan guguran merapi yang tersusun atas endapan awan panas,

berwarna kemerahan, berukuran pasir – bongkah, menyudut terdapat

sisipan endapan piroklastik merapi secara setempat dengan penyebaran

dari pusat erups kearah barat daya dan satuan endapan lahar muda merapi

yang tersusun atas lempung, pasir, kerikil dan bongkah andesit, menyudut

tanggung – membulat, lepas sampai terkonsolidasi, terbentuk dalam

beberapa periode, dengan penyebaran mengikuti lembah – lembah sungai

pada bagian barat, selatan dan timur.

2.3.6. Litologi

Wilayah Sleman tersusun atas berbagai macam batuan yang

sebagian besar merupakan hasil rombakan gunung api yang melingkupi

sebagian besar wilayah utara dan tengah Yogyakarta, Kabupaten Sleman

sendiri dan sebagian Kabupaten Bantul. Khusus di wilayah perbukitan

Prambanan dan wilayah Berbah-Kalasan, bagian Selatan-Tenggara

tersusun oleh batuan sedimen vulkaniklastik seperti batupasir pumis,

breksi pumis, batupasir tufan.

2.3.7. Morfologi

Lahan kegiatan reklamasi berdasarkan beda tinggi dan

kemiringannya dapat dikategorikan sebagai dataran tinggi. Morfogenesa

lokasi kajian dapat dibagi menjadi 2 satuan geomorfik, yaitu:

Page 17: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

13

2.3.7.1 Satuan geomorfik dataran tinggi volkanik

Mencakup 96 % dari seluruh luas, membentang dari barat

ke timur, tersusun oleh material hasil endapan material volkanik

merapi muda yang dominan berupa hasil pelapukan tuf, abu dan

breksi dengan ukuran lempung sampai boulder.

2.3.7.2 Satuan geomorfik dataran alluvial

Mencakup 4 % dari seluruh luas, dapat dibagi menjadi

tubuh sungai dan dataran limpah banjir. Satuan ini menempati

bagian limpasan sungai, tersusun oleh material lepas berukuran

pasir halus sampai kerakal.

Endapan pasir batu tersebut tertutup oleh lapisan tanah

penutup dengan ketebalan rata – rata 1,1 m. Pola aliran yang

berkembang di daerah ini adalah pola aliran sub paralel – paralel

dimana sungai – sungainya dipasok oleh air bawah tanah.

2.3.8. Kondisi sosial ekonomi daerah pekerjaan

2.3.8.1. Industri

Industri dipisahkan menjadi sektor-sektor yaitu industri

rumah tangga, sektor indsutri kecil, sektor sedang dan sektor

indsutri besar. Penyerapan terbesar tenaga kerja di sektor industri

adalah dari sektor industri rumah tangga yaitu sebesar 34.879

tenaga kerja, diikuti sektor industri besar sebanyak 12.998 tenaga

kerja dan industri kecil sebesar 4.825 tenaga kerja kemudian

industri sedang sebanyak 3.907 tenaga kerja. Sementara

kecamatan yang terbanyak menampung tenaga kerja adalah

Kecamatan Moyudan yaitu sebesar 6.000 tenaga kerja atau 17,52

% dari total kerja sektor industri rumah tangga.

Banyaknya industri besar sedang (IBS) di Kabupaten

Sleman 144 perusahaan, Kecamatan Depok merupakan

kecamatan yang mempunyai kontribusi terbesar yaitu sebanyak

36 perusahaan. Sementara jika dilihat dari perusahaan yang

Page 18: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

14

menyerap tenaga kerja terbesar adalah Kecamatan Sleman yaitu

3.880 tenaga kerja atau 22,95 % terhadap total tenaga kerja yang

diserap IBS di Kabupaten Sleman (Anonim, 2007).

2.3.8.2. Jumlah penduduk

Desa Girikerto memiliki tingkat kepadatan penduduk

relative lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kepadatan

penduduk di Desa lainnya yaitu 7.582 jiwa. Sedangkan Desa

Bangunkerto adalah 8.684 jiwa, Desa Donokerto adalah 8.974

jiwa dan Desa Wonokerto adalah 8.756 jiwa. Disamping itu

kepadatan penduduk di Desa Girikerto adalah 580 /km2.Mata

pencaharian utama masyarakat adalah bertani dan beternak

hewan. Lahan pertanian seperti sawah dan ladang perkebunan

masih menjadi tumpuan hidup mereka. Disamping itu, ada juga

yang bekerja sebagai buruh pabrik, penambang pasir batu,

berdagang dan sektor jasa lainnya.

2.3.9. Kegiatan penambangan dan pengolahan pasir batu saat ini

Untuk bahan galian industri termasuk pasir batu, sistem

penambangan yang benar dan sesuai adalah tambang terbuka dengan

metode Quarry. Digunakan metode Quarry karena bahan galian industri

letak endapannya relatif dekat dengan permukaan sehingga biaya

pengupasan tanah penutup tidak lebih besar dari nilai bahan galiannya.

Tetapi kenyataannya dilapangan adalah kegiatan penambangan

tidak sesuai dengan tata cara penambangan yang benar. Kegiatan

penambangan yang dilakukan di Desa Giriterto adalah tambang rakyat

dengan menggunakan peralatan tradisional, misalnya linggis, gancu dan

palu yang dilakukan disekitar sungai sehingga yang tadinya terdapat aliran

airnya, sekarang sudah tidak ada aliran airnya. Pengangkutan pasir batu

yang dilakukan oleh penambang setempat menggunakan truk. Metode

penambangan yang dilakukan adalah mengikuti arah penyebaran pasir batu

yang mudah dibongkar yaitu melebar ke sisi – sisi sebelah sungai dan

Page 19: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

15

memanjang kearah hulu. Akibat dari metode ini adalah

ditimbulkan/dihasilkan lubang – lubang yang dalam dengan diameter yang

lebar (± 7 m) serta jenjang – jenjang tinggi yang agak vertikal. Hal ini

sangat membahayakan bagi para pekerja tambang/ penggali, jika tidak hati

– hati dalam melakukan penggalian akan terjadi kelongsoran, lebih – lebih

pada musim penghujan.

Kegiatan penambangan pasir batu yang dilakukan oleh rakyat pada

umumnya tidak mempunyai ijin penambangan. Kegiatan penambangan ini

dapat berdampak tidak baik, terutama untuk mengatasi permasalahan–

permasalahan yang timbul kemudian, misalnya masalah keselamatan

kerja.Lokasi bekas penambangan merupakan lahan yang tidak hanya

dimiliki oleh satu orang tetapi oleh beberapa orang yaitu tanah Sultan

Ground (SG) dan tanah – tanah penduduk.

Instalasi pengolahan pasirbatu di Desa Girikerto umumnya berada

di sekitar lokasi penambangan. Secara umum kegiatan pengolahan

pasirbatu masih tradisional, yaitu dengan mengayak material sehingga

didapat ukuran material yang lebih seragam. Karena kegiatan

penambangan pasirbatu di Desa Girikerto berada di sekitar pemukiman

penduduk, maka kegiatan penambangan dan pengolahan pasirbatu

menimbulkan gangguan pada penduduk sekitar. Gangguan ini berupa

kebisingan mesin pengangkut (truk), debu hasil kegiatan pengangkutan

yang tumpa dan tercecer. Pada daerah bekas penambangan terdapat

jenjang yang tinggi, lubang – lubang dan cekungan yang dalam yang

secara sengaja ditinggalkan karena para penambang tidak menambang

mulai dari atas sungai tetapi dari dasar/lereng sungai. Sehingga apabila

dirasa sudah tidak memungkinkan/membahayakan untuk digali dengan

alat tradisional maka penambang akan meninggalkannya begitu saja. Dari

bentuk topografinya yang ada di daerah ini adalah perbukitan, cara

penambangannya adalah tambang terbuka. Tetapi ada pula yang

menggunakan cara tambang bawah tanah tetapi hanya sampai kedalaman

kurang lebih 4 – 6 meter kemudian ditinggalkan oleh penggalinya.

Page 20: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

16

2.3.10. Flora dan fauna daerah sekitar

Keadaan flora dan fauna di Kecamatan Turi sangat bervariasi,

namun dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yang umum

dijumpai di Indonesia yang beriklim tropis. Kelompok flora yang ada di

daerah pekerjaan adalah rumput – rumputann, ilalang, salak, pisang, nanas,

mahoni, dan sengon. Sedangkan kelompok fauna yang ada di daerah kerja

adalah berbagai jenis burung, ayam, ular, dan monyet.

Page 21: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

17

BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN REKLAMASI

Tahapan kegiatan reklamasi yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup

D.I.Yogyakarta yaitu, pembuatan peta rencana reklamasi, sosialisasi reklamasi,

mobilisasi alat berat dan tenaga kerja, perataan lahan, pembuatan terasering, penyediaan

bibit, penanaman bibit, serta pemeliharaan dan perawatan tanaman.

Alat yang digunakan antara lain, excavator back hoe Komatsu PC 200 LC,

kendaraan pengangkut, theodolith, GPS, alat ukur meter, sekop, cangkul, patok, bambu,

tali, dan lain - lain. Bahan yang digunakan antara lain, bibit manga (150 batang), bibit

rambutan (150 batang), bibit klengkeng (150 batang), bibit petai (150 batang), bibit

sengon (750 batang), bibit mahoni (300 batang), bibit gayam (100 batang), bibit aren (50

batang), bibit glirisidae (150 batang), pupuk kandang (30 ton/ha), pupuk urea (90 kg/ha),

dan pupuk TSP (90 kg/ha). Secara umum pelaksanaan kegiatan reklamasi bahan galian

golongan C di Desa Girikerto meliputi beberapa tahapan antara lain:

3.1 Pembuatan peta rencana reklamasi

Penataan lahah sebelum reklamasi dilakukan dengan pengumpulan data

luasan dan leveling daerah pasca tambang yang akan dilakukan reklamasi. Kegiatan

tersebut dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan

perlatan theodolith, Global Positioning System (GPS) dan kompas. Dalam kegiatan

ini dilakukan pengumpulan data luasan, jumlah lubang-lubang yang terbentuk

akibat kegiatan penambangan.

Dari kegiatan pengambilan data luasan serta leveling kemudian diolah untuk

memperoleh data yang kemudian digunakan untuk membuat peta perencanaan

perataan yang akan diserahkan kepada kontraktor yang akan melakukan pekerjaan

reklamasi (PB. Jarak Raya). Pengolahan data yang dilakukan antara lain adalah

penentuan titik-titik acuan di lapangan, penghitungan luas area total berdasarkan

titik acuan yang diambil di lapangan, penetuan letak dan luasan lubang yang

terbentuk, dan penggambaran peta.

Page 22: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

18

3.2 Perijinan, sosialisasi dan mobilisasi peralatan tenaga kerja

Setelah dilakukan pembuatan peta awal untuk keperluan perataan lahan

kemudian dilakukan perizinan dan sosialisasi reklamasi. Sosialisasi tersebut

dilakukan di daerah dimana kegiatan reklamasi dilaksanakan. Sosialisasi ditujukan

kepada masyarakat yang diwakilkan oleh perangkat desa serta tokoh-tokoh

masyarakat desa.

Kemudian dilakukan mobilisasi alat berat berupa excavator/back hoe

Komatsu tipe PC200 LC yaitu kendaraan pengangkut/truk untuk membuang

kelebihan tanah/batu sisa urug keluar area reklamasi. Kemudian mobilisasi tenaga

manusia untuk membantu alat berat dalam pembuatan terasering dan pemindahan

sisa batu/tanah urug dari lokasi ke kendaraan pengangkut.

3.3 Perataan lahan

Kegiatan reklamasi lahan yang dilakukan secara bertahap. Kegiatan

reklamasi yang pertama kali dilakukan adalah kegiatan perataan lahan. Perataan

lahan dilakukan dengan cara menimbun lubang-lubang yang masih mungkin untuk

ditutup dengan tanah. Kegiatan perataan dialkukan dengan menggunakan alat berat

antara lain excavator. Alat berat digunakan karena kondisi medan yang luas dan

berat.

Page 23: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

19

3.4 Pembuatan teras

Pengaturan lahan dilakukan dengan membuat teras atau jenjang sebanyak

empat buah menggunakan back hoe. Pengerukan dilakukan pada lereng bagian atas

dan samping, hasil pengerukan digunakan untuk menimbun lubang bekas tambang

dan pembuatan jenjang/teras. Pemangkasan bagian atas dimulai dari ujung lereng

sebelah utara. Material pemangkasan akan ditimbun dan diratakan searah jalan back

hoe yaitu dari utara ke selatan sehingga hasil timbunan dapat digunakan sebagai

akses jalan dan sebagai pijakan untuk melakukan penggarukan sekaligus terbentuk

teras bagian atas. Pembentukan teras kedua dan ketiga dilakukan dengan menutup

bukaan tambang, material hasil kupasan ditarik kearah selatan memanjang sejajar

dengan teras bagian atas. Proses pembentukan teras keempat dilakukan dengan

mengupas lahan di area teras keempat, kemudian dilakukan perataan dan

mengurangi ketinggian lereng, hasil kupasan ditarik ke arah utara ke bagian yang

lebih rendah dari teras. Proses perataan dilakukan dengan cara meratakan timbunan

material serta mengurangi tinggi timbunan supaya jarak masing – masing teras

tidak terlalu tinggi. Sisa hasil pengerukan digunakan untuk menimbun bekas –

bekas lubang tambang dan pembuatan jenjang teras pada bagian bawah.

Untuk mengurangi kelebihan dari tanah/batu sisa bahan urug maka

dilakukan pengangkutan material dengan alat angkut truk ke luar area reklamasi

untuk menghindari hasil timbunan yang terlalu tinggi. Penyempurnaan akhir

dilakukan dengan tenaga manusia sekaligus dilakukan pembuatan

guludan/pematang pada setiap teras dengan dengan lebar dan tinggi 20-30 cm. Pada

Page 24: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

20

teras juga dibuat saluran teras yang dibentuk dengan dimensi lebar rata-rata 0,5 m

dan tinggi 0,5 m serta dinding diberi penguat berupa batu-batu secukupnya. Saluran

teras ini dimaksudkan untuk menahan laju air yang jatuh ke saluran teras di

bawahnya, sehingga tidak menimbulkan erosi. Sedangkan untuk mengalirkan air

limpasan yang berasal dari kumpulan air yang disalurkan oleh paritan/saluran pada

tiap teras, maka dibuat saluran pembuangan air induk dengan ukuran kedalaman

sekitar 1 m, lebar dasar saluran 1-3 m dan lebar permukaan 3 m dengan panjang

sekitar 300 m. Ukuran saluran ini sudah dilebihkan mengingat di deareah tersebut

mulanya adalah sungai yang selama ini tertutup oleh longsoran material

penambangan. Jadi selain sebagai saluran pembuangan air di lahan penataan

tersebut juga berfungsi sebagai saluran sungai kecil.

Geometri teras yang terbentuk adalah Teras 1 (paling atas) dengan panjang

teras 37 m, lebar rata – rata 20 m dan tinggi teras 2 m; Teras 2 dengan panjang teras

75 m, lebar rata–rata 20–40 m, tinggi 1 m; Teras 3 dengan panjang 25 m, lebar 4-25

m, tinggi 2 m; Teras 4 dengan panjang teras 35 m, lebar teras rata-rata 15 m,

dengan tinggi 2 m. Sudut kemiringan rata – rata pada masing-masing teras berkisar

antara 70-80°.

3.5 Penyediaan bibit

Dalam penyediaan bibit Badan Lingkungan Hidup melakukan kerjasama

dengan tempat yang di rekomendasikan oleh Departemen Kehutanan RI dengan

tujuan memperoleh bibit bersertifikasi baik. Kemudian untuk pengadaan bibit

diserahkan kepada kontraktor pelaksana kegiatan reklamasi.

3.6 Penanaman bibit

Kegiatan penanaman merupakan puncak kegiatan reklamasi pasca tambang,

Dalam kegiatan tersebut bibit yang telah disiapkan dipindahkan untuk dilakukan

penanaman di lapangan. Kegiatan ini dilakukan oleh kontraktor (PB.Jarak Raya),

yang memiliki tanggung jawab dari mulai persiapan lubang tanam sampai kegiatan

penanaman bibit ke lapangan.

Page 25: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

21

3.6.1. Pembuatan lubang tanam

Bibit ditanam dalam lubang tanam dengan ukuran berkisar

40x40x40 cm. Jarak tanam unuk masing – masing jenis tanama adalah

sebagai berikut, bibit manga dengan jarak tanam 8-10 m, bibit rambutan

dengan jarak tanam 8-10 m, bibit klengkeng dengan jarak tanam 8-10 m,

bibit petai dengan jarak tanam 8-10 m, bibit sengon dengan jarak tanam 3-5

m, bibit mahoni dengan jarak tanam 5-6 m, bibit gayam dengan jarak tanam

2-5 m, bibit aren dengan jarak tanam 5-10 m.

3.6.2. Pemupukan

Pupuk kandang dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan dosis

kurang lebih 3 kg per lubang tanam. Pada awal tanam pupuk kandang

Page 26: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

22

adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, baik berupa padatan

(feces) yang bercampur sisa makanan, ataupun air seni (urine). Pupuk

kandang mempunyai kandungan unsur hara mikro yang sangat lengkap

tetapi jumlah masing – masing hara mikro yang terkandung sangat sedikit.

Kelebihan lain yang didapat dari pupuk kandang dan pupuk organik lain

yaitu kemampuannya untuk memperbaiki struktur tanah dengan

menambahkan pupuk kandang dan pupuk organik lainnya, mempunyai

keuntungan, memperbaiki sifat fisik tanah, memperbaiki sifat kimia tanah,

memperbaiki biologi tanah. Pupuk kimia yang juga akan diberikan yakni

Urea dan TSP juga diberikan dengan dosis masing – masing 90 kg/ha

setelah masa tanam 2 bulan.

3.6.3. Penanaman

Bibit dilepas dari polybag secara hati – hati dengan memadatkan

tanah dalam polybag agar akar tanaman tidak rusak. Kemudian ditutup

dengan pupuk kandang dan humus di lapisan atas baru kemudian disiram

sampai kapasitas lapangan agar tidak terjadi stress pada tanaman.

Bibit aren dan gayam ditanam di bagian pinggir teras, mengikuti

saluran sungai sebagai penguat dinding sungai. Sedangkan bibit glirisidae

ditanam pada pematang teras. Bibit tanaman pohon juga ditanam pada area

atau lahan sekitar.

Page 27: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

3.6.4. Pemberian ajir

Pemberian ajir pada masing

lubang tanam siap, P

tumbuh dengan lurus

gangguan lainnya.

Sistem pengawasan pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara

mengirim tim dari divisi pengendalian perusakan dan konservasi lingkungan

langsung ke lapangan untuk pengecekan kelayakan lubang t

dibuat.

3.6.5. Pengawasan penanaman

jir

Pemberian ajir pada masing-masing lubang tanam dilakukan setel

lubang tanam siap, Pengajiran dilakukan untuk menjaga bibit tanaman agar

tumbuh dengan lurus dan tidak rusak apabila terkena angin

gangguan lainnya.

m pengawasan pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara

mengirim tim dari divisi pengendalian perusakan dan konservasi lingkungan

langsung ke lapangan untuk pengecekan kelayakan lubang t

enanaman

23

masing lubang tanam dilakukan setelah

engajiran dilakukan untuk menjaga bibit tanaman agar

dak rusak apabila terkena angin maupun

m pengawasan pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara

mengirim tim dari divisi pengendalian perusakan dan konservasi lingkungan

langsung ke lapangan untuk pengecekan kelayakan lubang tanam yang telah

Page 28: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

24

Pengawasan penanaman dilakukan dengan cara peninjauan langsung

kelapangan oleh tim dari divisi divisi pengendalian perusakan dan

konservasi lingkungan. Lubang tanam yang telah ditanami di cek kembali

apakah sesuai dengan spesifikasi teknis. Ketika ditemukan ukuran lubang

tanam yang tidak wajar kontraktor akan diminta untuk membenahi. Selain

itu dilakukan juga pengecekan pemberian pupuk dan humus pada setiap

lubang tanam dilakukan dengan menggali beberapa lubang secara acak

apakah terdapat humus di dalamnya apabila tidak ditemukan humus dan

kompos maka harus dibenahi.

3.7. Pemeliharaan

Pada tahapan ini dilakukan pemupukan tanaman baik dengan pupuk

kandang, urea maupun TSP. Kemudian pencegahan dan pemberantasan hama

penyakit (jika ada) dengan pemberian pestisida. Pembersihan lahan dari tanaman

pengganggu atau rumput liar dilakukan secara rutin setiap 2 bulan sekali.

Penyulaman tanaman dilakukan apabila terdapat bibit yang mati di

lapangan. Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman yangmati dengan

tanaman baru. Dalam penyulaman dilakukan juga pemberian pupuk untuk

meningkatkan persen hidup dari bibit yang ditanam.

Penjarangan dilakukan apabila terdapat individu yang berpenyakit sehingga

berpotensi untuk menularkan penyakit ke tanaman lain sehingga harus segera

ditebang agar tidak menular pada tanaman yang lain.

Page 29: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

25

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Bahan galian

Bahan galian merupakan mineral asli dalam bentuk aslinya yang dapat

ditambang untuk keperluan manusia. Mineral-mineral dapat terbentuk menurut

berbagai macam proses, seperti kristalisasi magma, pengendapan dari gas dan uap,

pengendapan kimiawi dan organik dari larutan pelapukan, metamorfisme,

presipitasi dan evaporasi, dan sebagainya (Katili, 1966).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 tahun 1980, bahan galian

dibagi menjadi tiga golongan. Penggolongan bahan-bahan galian didasari pada:

1. Nilai strategis/ekonomis bahan galian terhadap Negara

2. Terdapatnya sesuatu bahan galian dalam alam

3. Penggunaan bahan galian bagi industri

4. Pengaruhnya terhadap kehidupan rakyat banyak

5. Pemberian kesempatan pengembangan pengusaha

6. Penyebaran pembangunan di Daerah

Bahan-bahan galian tersebut digolongkan sebagai berikut :

1. Bahan galian golongan A

Golongan bahan galian yang strategis, bahan galian strategis berarti

strategis untuk pertahanan dan keamanan serta perekonomian negara.Golongan

ini terdiri dari minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam, bitumen padat,

aspal. antrasit, batubara, batubara muda, uranium, radium, thorium dan bahan-

bahan galian radioaktip lainnya, nikel, kobalt, dan timah.

2. bahan galian golongan B

Golongan bahan galian yang vital, bahan galian vital berarti dapat

menjamin hajat hidup orang banyak. Golongan ini terdiri dari besi, mangan,

molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng,

emas, platina, perak, air raksa, intan, arsen, antimon, bismuth, ytrium,

rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya, berillium, korundum,

Page 30: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

26

zirkon, kristal kwarsa, kriolit, fluorpar, barit, yodium, brom, khlor, dan

belerang.

3. Bahan galian golongan C

Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan A atau B, bahan

galian yang tidak termasuk bahan galian strategis dan vital berarti karena

sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional.

Golongan ini terdiri dari Nitrat, pospat, garam batu (halite), asbes, talk, mika,

grafit, magnesit, yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, batu setengah

permata, pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit, batu apung, tras,

obsidian, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), marmer, batu tulis, batu

kapur, dolomit, kalsit, granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir

sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan A mupun

golongan B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi

pertambangan.

Bahan galian yang ditambang di daerah Desa Girikerto adalah bahan galian

golongan C yang berupa pasir. Bahan galian pasir mudah untuk ditambang karena

terletak di permukaan tanah, sehingga untuk mengambil bahan galian tersebut

tidak memerlukan peralatan berat dan canggih. Menggunakan cangkul, sekop,

atau sejenisnya cukup untuk dapat mengekstraksi bahan galian pasir.

4.2. Pertambangan rakyat

Istilah tambang rakyat secara resmi terdapat pada Pasal 2 huruf n, UU No.

11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal ini

disebutkan bahwa Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-

bahan galian dari semua golongan A, B dan C yang dilakukan oleh rakyat

setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat

sederhana untuk pencaharian sendiri. Pertambangan rakyat bertujuan memberikan

kesempatan kepada rakyat setempat dalam mengusahakan bahan galian untuk

turut serta membangun negara dibidang pertambangan dengan bimbingan

Page 31: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

27

pemerintah.Pertambangan rakyat hanya dilakukan oleh rakyat setempat yang

memegang kuasa pertambangan (izin) pertambangan rakyat.

Daerah penambangan pasir di Desa Girikerto merupakan daerah

pertambangan rakyat. Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup, daerah ini

merupakan daerah penambangan bahan galian golongan C yang tidak mempunyai

izin, sehingga pekerjaan penambangan tidak terkontrol dan tidak diperhatikan

langkah – langkah reklamasi yang akan dilaksanakan setelah kegiatan

penambangan selesai. Daerah ini juga dikategorikan daerah pasca penambangan

yang memiliki tingkat kerusakan berat.

Permasalahan yang kerap dihadapi pada daerah pertambangan rakyat

adalah tidak adanya surat izin penambangan daerah pertambangan rakyat (SIPD-

PR), masyarakat sekitar daerah penambangan lebih memilih melakukan kegiatan

penambangan secara mandiri dan gotong royong tanpa mengurus perizinan

kepada pemerintah daerah setempat sehingga tidak dapat dilakukannya pemantaun

secara berkala akan kegiatan penambangan yang dilakukan oleh pemerintah

daerah sekitar. Kegiatan reklamasi pasca penambangan juga tidak diperhatikan

oleh masyarakat pelaku kegiatan penambangan. Setelah lokasi selesai ditambang,

pelaku penambangan kemudian meninggalkan lahan tanpa adanya usaha

reklamasi.

4.3. Pengukuran kriteria kerusakan lingkungan akibat penambangan bahan

galian C jenis lepas di dataran

4.3.1. Topografi

Topografi adalah gambaran bentuk tiga dimensi permukaan bumi,

yaitu: keadaan yang menggambarkan permukaan terutama mengenai

keadaan tinggi rendahnya, yang meliputi sungai, lembah, pegunungan,

dataran, kota, jalan kereta api, bendungan dan lain-lainnya.

Bentuk akhir topografi lahan bekas penambangan merupakan salah

satu faktor yang menentukan kemampuan/daya dukung lahan bekas

penambangan bagi suatu peruntukan aspek – aspek topgrafi. Indikator

daya dukung lahan bekas penambangan antara lain:

Page 32: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

4.3.1.1. Lubang galian

penambangan galian golongan C.

digunakan dalam penilaian kerusakan lahan bekas penambangan

ini adalah:

4.3.1.2.1.

Lubang galian

Lubang galian adalah lubang yang terbentuk akibat

penambangan galian golongan C. Parameter lubang galian yang

digunakan dalam penilaian kerusakan lahan bekas penambangan

ini adalah:

4.3.1.2.1. Kedalaman

Kedalaman lubang galian adalah jarak vertical

dari permukaan lahan hingga ke dasar lubang

galian.Permukaan disini adalah permukaan awal pada

tepi lubang atau garis lurus yang menghubung

galian sebelum ada galian, sedangka

adalah lubang galian yang terdalam.

Pengukuran kedalaman lubang galian dilakukan

dengan mengukur jarak dari permukaan aw

dasar lubang terdalam (Gambar 1).

gambar 1. Pengukuran Kedalaman

Pemantauan batas kedalaman lubang galian ini

dapat dilakukan secara reguler sepanjang periode

penambangan. Penentuan batas kedalaman galian yang

28

yang terbentuk akibat

Parameter lubang galian yang

digunakan dalam penilaian kerusakan lahan bekas penambangan

Kedalaman lubang galian adalah jarak vertical

dari permukaan lahan hingga ke dasar lubang

.Permukaan disini adalah permukaan awal pada

tepi lubang atau garis lurus yang menghubungkan tepi

an dasar galian

Pengukuran kedalaman lubang galian dilakukan

dari permukaan awal dengan

Pengukuran Kedalaman

Pemantauan batas kedalaman lubang galian ini

dapat dilakukan secara reguler sepanjang periode

Penentuan batas kedalaman galian yang

Page 33: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

29

ditolerir untuk setiap peruntukan lahan ditentukan oleh

letak muka air tanah.

Muka air tanah adalah batas lapisan tanah yang

belum jenuh air. Letak lapisan ini bervariasi tergantung

pada tempat dan keadaan musim. Di daerah dataran

rendah muka air tanah umumnya dangkal, sedangkan di

daerah yang lebih tinggi letak muka air tanah lebih

dalam.Pada musim penghujan letak muka air tanah

biasanya lebih dangkal dibandingkan dengan musim

kemarau.

Pengukuran letak muka air tanah dapat

diketahui dengan mengamati sumur gali dan sumur

pemboran. Letak muka air tanah ditunjukkan oleh

permukaan air sumur gali. Cara pengukuran letak muka

air tanah adalah dengan mengukur jarak permukaan air

pada sumur gali permukaan lahan (gambar 2).

Pengukuran untuk muka air tanah dari pemboran pada

prinsipnya menyerupai pengukuran sumur galian

(Gambar 3).

gambar 2. Pengukuran Muka Air Tanah dengan Sumber Galian

Page 34: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

30

Batas kedalaman lubang galian selalu

ditentukan oleh letak muka air tanah karena adanya

persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk

kelayakan dan keberhasilan setiap peruntukan lahan

yang telah ditetapkan.

Areal-areal yang memenuhi persyaratan

kelayakan bagi peruntukan pemukiman/industri adalah

areal-areal yang bebas banjir dan masih dapat

menyerap air sehingga permukaan tanahnya tetap

kering. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

kedalaman galian bagi areal seperti ini dibatasi

minimum 1 m diatas muka air tanah pada musim

penghujan.

Persyaratan lahan bagi peruntukan tanaman

tahunan adalah areal yang berdrainase baik, minimum

sebatas wilayah perakaran tanaman tahunan.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kedalaman

galian bagi areal seperti ini dibatasi minimum mencapai

letak permukaan air tanah dimusim hujan. Dengan

adanya pengembalian tanah penutup ke permukaan

tanah lahan bekas tambang, maka persyaratan minimal

bagi perkembangan perakaran tanaman tersebut akan

terpenuhi.

gambar 3. Pengukuran Muka Air Tanah dengan Pemboran

Page 35: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

31

Persyaratan lahan bagi peruntukan tanaman

pangan lahan basah adalah areal berdrainase buruk

tetapi sewaktu-waktu dapat harus dapat dikeringkan.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kedalaman

galian bagi areal seperti ini dibatasi minimum 10 cm di

bawah permukaan air tanah dimusim hujan. Dengan

adanya pengembalian tanah tertutup ke permukaan

lahan bekas tambang, maka persyaratan minimal bagi

perkembangan perakaran tanaman tersebut akan

terpenuhi.

Persyaratan lahan bagi peruntukan tanaman

pangan lahan kering/peternakan adalah areal

berdrainase baik, minimum sebatas areal perakaran.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kedalaman

galian bagi areal seperti ini dibatasi minimum mencapai

letak permukaan air tanah dimusim hujan. Dengan

adanya pengembalian tanah penutup ke permukaan

lahan bekas tambang, maka persyaratan minimal bagi

perkembangan perakaran tanaman tersebut akan

terpenuhi.

4.3.1.2.2. Jarak

Jarak yang dimaksud merupakan jarak antara

titik terluar lubang dengan titik terdekat dari batas Surat

Ijin Penambangan Daeah (SIPD). Pengukuran dapat

dilakukan dengan mengukur jarak kedua titik tersebut.

Jarak lubang galian dari batas SIPD merupakan zona

penyangga agar lahan di luar batas SIPD tidak

terganggu oleh kegiatan penambangan. Dalam hal ini

jarak minimal 5 m dari batas SIPD merupakan batas

aman untuk bahan galian lepas sehingga kegiatan

tersebut tidak mengganggu areal diluar SIPD.

Page 36: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

32

Pemantauan untuk pengamatan jarak lahan

galian dari batas SIPD ini dapat dilakukan secara

regular sepanjang periode penambangan. Jika ada dua

atau lebih SIPD yang berdampingan maka jarak lubang

galian dimasing-masing SIPD dapat mencapai batas

SIPD yang berdampingan/bersinggungan, sedang jarak

lubang galian pada batas SIPD yang tidak

berdampingan/bersinggungan minimal 5 meter dari

batas SIPD (Gambar 4b).

gambar 4A.Jarak Galian dengan Batas Lahan Penambangan

gambar 4B.Jarak Galian dengan Batas Lahan Penambanganyang Bersinggungan

Page 37: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

4.3.1.2. Dasar galian

Parameter dasar galian ada 2(dua), yaitu:

4.3.1.2.1.

Dasar galian

Dasar galian adalah permukaan dasar lubang galian.

Parameter dasar galian ada 2(dua), yaitu:

4.3.1.2.1. Perbedaan relief dasar galian

Permukaan dasar lubang galian

pernah rata karena selalu terdapat tumpukan atau

onggokan material sisa galian.

Perbedaan relief dasar galian adalah perbedaan

ketinggian permukaan onggokan/tumpukan tersebu

dengan permukaan dasar galian

Pengukuran dilakukan dengan mengukur permukaan

tersebut (Gambar 5).

gambar 5. Relief Dasar Galian Maksimum

Pemantauan perbedaan relief dasar galian dapat

dilakukan sepanjang periode penambangan, tetapi

penentuan perbedaan relief akhir dasar galian hanya

dapat ditentukan pada akhir masa penambangan.

Adanya tumpukan tersebut akan menyulitkan

pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya,

karena itu toleransi yang diberikan untuk perbedaan

33

Dasar galian adalah permukaan dasar lubang galian.

galian umumnya tidak

karena selalu terdapat tumpukan atau

Perbedaan relief dasar galian adalah perbedaan

ketinggian permukaan onggokan/tumpukan tersebut

dengan permukaan dasar galian disekitarnya.

dengan mengukur permukaan

. Relief Dasar Galian Maksimum

Pemantauan perbedaan relief dasar galian dapat

dilakukan sepanjang periode penambangan, tetapi

penentuan perbedaan relief akhir dasar galian hanya

akhir masa penambangan.

n menyulitkan

sesuai dengan peruntukannya,

karena itu toleransi yang diberikan untuk perbedaan

Page 38: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

34

relief tersebut dibatasi maksimum 1 m. Tumpukan

kurang dari 1 m relatif mudah diratakan/disiapkan

sehingga tidak menyulitkan dalam penyiapan untuk

pemanfaatan lahan selanjutnya.

4.3.1.2.2. Kemiringan dasar galian

Kemiringan lahan merupakan salah satu faktor

yang menentukan daya dukung lahan bagi suatu

peruntukan. Persyaratan kelayakan lahan untuk

pemukiman/industri adalah tidak lebih dari 8%

sehingga untuk peruntukan tersebut kemiringan dasar

galian dibatasi maksimum 8%. Persyaratan kelayakan

lahan untuk tanaman tahunan adalah tidak lebih dari

15% sehingga untuk peruntukan tersebut kemiringan

dasar galian dibatasi maksimum 15%.

Persyaratan kelayakan lahan untuk lahan basah

adalah tidak lebih dari 3% sehingga untuk peruntukan

tersebut kemiringan dasar galian dibatasi maksimum

3%. Persyaratan kelayakan lahan untuk lahan kering

adalah tidak lebih dari 8%, sehingga untuk peruntukan

tersebut kemiringan dasar galian dibatasi maksimum

8%.Pengukuran kemiringan dasar galian dilakukan

dengan menggunakan leveling atau waterpass.

Pemantauan kemiringan dasar galian dapat

dilakukan sepanjang periode penambangan sesuai

dengan rencana penambangannya, tetapi penentuan

kemiringan akhir dasar galian hanya dapat ditentukan

pada akhir masa penambangan.

Page 39: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

35

4.3.1.3. Dinding galian

Dinding galian adalah pinggiran lubang secara

menyeluruh dari permukaan sampai dasar lubang. Untuk menjaga

stabilitas dinding galian, kemiringan lereng dinding galian secara

umum dibatasi maksimum 50% dan harus dibuat berteras – teras.

Setiap teras terdiri dari tebing teras dan dasar – dasar sebagai

parameter yang diamati (Gambar 6).

Tinggi tebing teras dibatasi maksimum 3 m sehingga batas

toleransi bagi keamanan lingkungan adalah 3 m. Sedangkan lebar

dasar teras minimum 6 m untuk mempertahankan agar

kemiringan galian tidak lebih curam dari 50%.

Pemantauan tebing dasar teras dapat dilakukan sepanjang

periode penambangan sesuai dengan rencana penambangannya,

tetapi penentuan kemiringan akhir dasar galian hanya dapat

ditentukan pada akhir masa penambangan pengukuran tebing dan

dasar teras dilakukan dengan menggunakan meteran.

gambar 6.Tinggi dan Lebar Teras

DASAR LUBANG GALIAN

Page 40: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

36

4.3.2. Tanah

Tanah adalah batuan lunak hasil pelapukan batuan atau bahan

organik, dan merupakan tempat tumbuhnya tumbuhan.Tanah yang

dikembalikan sebagai penutup pada areal bekas penambangan adalah tanah

– tanah yang sebelumnya terdapat di areal SIPD tersebut, yang dikupas

dan diamankan sebelum arel tersebut ditambang.Akan tetapi

karakteristiknya harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga mampu

mendukung pertumbuhan tanaman sesuai dengan peruntukan lahannya,

baik dengan penambahan bahan organik maupun pupuk buatan. Ketebalan

tanah penutup ini akan bervariasi sesuai dengan persyaratan pada setiap

peruntukan lahannya.

Persyaratan minimal ketebalan tanah untuk pertumbuhan tanaman

budi daya di areal pemukiman adalah 25 cm, sehingga untuk peruntukan

lahan pemukiman dan industri ini ketebalan tanah yang dikembalikan

sebagai penutup ini minimum 25 cm.

Persyaratan minimal ketebalan tanah untuk pertumbuhan tanaman

tahunan atau tanaman perkebunan adalah 50 cm, sehingga untuk

peruntukan lahan tanaman tahunan ketebalan tanah yang dikembalikan

sebagai penutup ini minimum 50 cm. Persyaratan minimal ketebalan tanah

untuk pertumbuhan tanaman pangan lahan basah adalah 25 cm, sehingga

untuk peruntukan lahan tanaman pangan basah dan peternakan ini

ketebalan tanah yang dikembalikan sebagai penutup ini minimum 25 cm.

Pemantauan ketebalan tanah yang dikembalikan sebagai penutup

ini dapat dilakukan secara periodik sesuai dengan rencana penambangan,

tetapi penentuan akhir dari ketebalan tanah yang dikembalikan ini hanya

dapat ditentukan setelah akhir masa penambangan.

Page 41: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

37

4.3.3. Vegetasi

Pertumbuhan vegetasi di atas lahan bekas penambangan

menunjukkan bahwa tanah yang dikembalikan mempunyai kondisi yang

layak untuk pertumbuhan vegetasi tersebut, karena pertumbuhan vegetasi

tidak hanya membuktikan adanya usaha reklamasi tetapi juga

membuktikan bahwa galian tersebut dapat dimanfaatkan kembali sesuai

peruntukannya.

Persyaratan minimal tersedianya jalur hijau di areal pemukiman

adalah 20 persen, sehingga digunakan juga sebagai persyaratan

pertumbuhan tanaman budi daya minimal 20 persen dari seluruh areal

pertambangan.

Bagi peruntukan lainnya, persyaratan pertumbuhan minimal 50

persen merupakan indicator yang menjamin bahwa tanah yang

dikembalikan sebagai penutup layak bagi pertumbuhan tanaman sesaui

dengan peruntukannya.

Penanaman vegetasi dilakukan diseluruh areal lahan bekas

penambangan, sedangkan pengukuran keberhasilannya dilakukan dengan

menghitung tanaman yang tumbuh di seluruh areal bekas tambang.

Pemantauan pertumbuhan vegetasi sebagai penutup ini dapat

dilakukan secara periodik sesuai dengan rencana penambangan, tetapi

penetuan akhir dari pertumbuhan vegetasi ini hanya dapat ditentukan

setelah akhir masa penambangan.

4.4. Kegiatan Reklamasi

Reklamasi ialah mengembalikan fungsi lahan lebih baik, setelah endapan

bahan galiannya ditambang. Untuk memperbaiki dan memanfaatkan lingkungan

yang telah ditambang secara maksimal dapat dilakukan dengan cara menanami

kembali areal yang telah ditambang menjadi kawasan hijau dan menjadi lahan lain

yang lebih bermanfaat.

Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar

dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki.Dalam hal

ini reklamasi harus disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan reklamasi harus

Page 42: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

38

sudah disiapkan sebelum melakukan operasi penambangan dan merupakan

program yang terpadu dalam kegiatan operasi penambangan. Hal-hal yang harus

diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi antara lain mempersiapkan rencana

reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan, luas areal yang direklamasi sama

dengan luas areal penambangan, memindahkan dan menempatkan pucuk pada

tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi,

mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat

yang aman sebelum dapat dibuang ke tempat pembuangan, mengembalikan lahan

seperti keadaan semula dan sesuai dengan tujuan penggunaannya, memperkecil

erosi selama dan proses reklamasi, permukaan yang padat harus digemburkan

namun bila tidak memungkinkan, ditanami tanaman perintis yang akarnya mampu

menembus tanah yang keras, serta memantau dan mengelola areal reklamasi

sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

4.5. Kriteria keberhasilan reklamasi

Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan

bekas tambang berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Pertambangan Umum,

tahun 1993 mengenai pedoman teknis reklamasi lahan bekas tambang, perlu

mengacu pada kriteria sebagai berikut:

4.5.1. Penataan lahan

1. Pengisian kembali lahan bekas tambang

a. Luas areal yang diisi kembali (ha), > 90 % dari areal yang

seharusnya diisi.

b. Jumlah bahan/material pengisi (m3), > 90 % dari jumlah tanah

penutup yang digali

2. Pengaturan permukaan lahan (regarding)

a. Luas areal yang diatur (ha), > 90 % dari luas areal yang ditimbun

kembali

b. Kemiringan lereng (%), < 8 % untuk tanaman pangan

c. Tinggi, lebar dan panjang teras (m), disesuaikan dengan bentuk teras

dan kemiringan lereng

Page 43: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

39

3. Penaburan/penempatan tanah pucuk

a. Luas daerah yang diatur (ha), > 90 % dari areal yang harus diisi

b. Jumlah tanah pucuk yang ditabur, > 90 % dari tanah pucuk yang

digali dan disimpan

c. Ketebalan tanah pucuk (cm), > 80 % dari ketebalan tanah pucuk

semula pada areal tersebut

4.5.2. Pengendalian erosi dan pengelolaan tambang

1. Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah, dan kualitasnya

sesuai dengan rencana.

2. Pengelolaan limbah, Pelaksanaannya sesuai dengan rencana

4.5.3. Revegetasi

1. Pengadaan bibit/benih

a. Jenis, Asli setempat atau sesuai dengan kondisi atau fungsi lahan

b. Jumlah (batang/kg) sesuai dengan rencana

2. Penanaman

a. Jumlah areal yang ditanamai (ha), > 90 % dari areal yang telah

diatur kembali

b. Jumlah yang ditanam (batang) sesuai dengan rencana

c. Jarak tanam (m x m) sesuai dengan rencana

3. Pemeliharaan

a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman sesuai dengan jumlah yang mati

b. Pemupukan, Jenis dan dosis pupuk serta frekuensi pemupukan

sesuai dengan rencana

c. 90 % tanaman bebas dari gulma, hama dan penyakit

4. Tingkat pertumbuhan tanaman

a. Tanaman tumbuh subur (tidak merana)

b. Jumlah tanaman yang ditanam prosentasi jadinya > 80 %

Page 44: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

40

4.6. Sejarah pertambangan Indonesia

Sejak abad ke 7 pertambangan skala kecil telah dilakukan untuk bahan

galian intan pada endapan-endapan aluvial di Kalimantan. Pada mulanya usaha ini

merupakan kegiatan kelompok-kelompok keluarga masyarakat setempat, tetapi

karena peningkatan perolehan bahan galian tersebut, Pemerintah Belanda

mengupayakan ditingkatkan untuk pertambangan skala besar. Walaupun

dilaporkan secara tidak lengkap, tercatat bahwa peningkatan kegiatan

pertambangan berlangsung mulai abad ke 18. Dalam perjalanannya dari masa 350

tahun pendudukan Pemerintah Kolonial Belanda hingga setelah kemerdekaan

Indonesia, usaha pertambangan berskala besar dilakukan secara terbatas terutama

untuk bahan galian emas, batubara dan timah. Sedangkan pertambangan berskala

kecil mengalami perkembangan signifikan sejalan dengan peningkatan kebutuhan

ekonomi masyarakat.

Usaha pertambangan skala kecil (terutama untuk bahan galian emas)

menjadi tidak terkendali hingga tahun 1996, dikenal sebagai pertambangan emas

tanpa izin atau PETI yang cenderung terutama menimbulkan kerusakan

lingkungan. Pertambangan tanpa izin (PETI) dapat diartikan sebagai usaha

pertambangan atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya

tanpa dilandasi aturan atau ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah

Pusat atau Daerah. Pertambangan skala kecil menurut Keputusan Bersama

Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Koperasi,

Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor : 2002.K/20/MPE/1998, Nomor : 151A

Tahun 1998, Nomor : 23/SKB/M/XII/1998, dan lain-lain. Pada mulanya

pertambangan tanpa izin dihampir sebagian besar wilayah Negara Indonesia

dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang, sebagai usaha tambahan di

daerah-daerah yang diyakini berpotensi mengandung bahan galian intan, emas,

dan timah. Kebutuhan ekonomi yang makin meningkat dan hasil usaha tambang

yang diperkirakan dapat memberikan harapan kehidupan lebih baik, membuat

pelaku-pelaku penambangan mengalihkan usaha sekunder ini menjadi usaha

utama.

Terdapat beberapa faktor yang kemungkinan besar memengaruhi

berkembangnya pertumbuhan PETI, di antaranya usaha tersebut telah berjalan

Page 45: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

41

cukup lama secara turun temurun, sehingga menimbulkan anggapan bahwa lahan

pertambangan merupakan warisan yang tidak memerlukan izin usaha. modal

usaha relatif kecil dan pelaksanaan penambangan dilakukan secara

sederhana/tradisional tanpa menggunakan peralatan berteknologi tinggi.

Keterbatasan keahlian pelaku usaha dan sempitnya lapangan kerja, menyebabkan

usaha pertambangan ini menjadi pilihan utama; kemudahan pemasaran produk

bahan galian; lemahnya pemahaman pelaku usaha PETI terhadap hukum/peraturan

pertambangan; pelaku usaha beranggapan bahwa prosedur pengurusan izin usaha

pertambangan melalui jalur birokrasi yang rumit dan memerlukan waktu panjang,

sehingga cenderung menimbulkan biaya tinggi.

4.7. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(UPL)

Eksplorasi dan eksploitasi merupakan kegiatan pertambangan sumber daya

alam yang terkait dengan pengelolaan aspek lingkungan hidup dan memiliki

dampak penting terhadap kelestarian lingkungan hidup. Instrumen pengelolaan

lingkungan dalam tahap eksplorasi migas adalah Upaya Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) yang diatur

berdasarkan PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL Pasal 3 ayat (4), Kepmen

ESDM No.: 1457 K/28/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan

Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi Pasal 4, 5, serta Kepmen LH

No.: 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL & UPL.

Dalam penjelasan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang

pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa arah pembangunan jangka

panjang Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada

pembangunan industri yang diantaranya menggunakan berbagai jenis bahan kimia

dan zat radioaktif. Disamping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi

masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain dihasilkannya

limbah yang apabila dibuang ke lingkungan akan dapat mengancam lingkungan

hidup itu sendiri, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan

Lingkungan (UPL) adalah salah satu instrument pengelolaan lingkungan yang

Page 46: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

42

merupakan salah satu persyaratan perizinan bagi pemrakarsa yang akan

melaksanakan suatu usaha/kegiatan di berbagai sektor. UKL-UPL telah berjalan

selama bertahun-tahun, namun sampai saat ini masih ditemukan banyak kendala

dalam pelaksanaannya.

Dokumen UKL-UPL dibuat pada fase perencanaan proyek sebagai

kelengkapan dalam memperoleh perizinan. UKL-UPL diwajibkan pula bagi

usaha/kegiatan yang telah berjalan namun belum memiliki UKL-UPL. UKL-UPL

dibuat untuk proyek-proyek yang dampak lingkungannya dapat diatasi, skala

pengendaliannya kecil dan tidak kompleks.

4.8. Pelaksanaan periijan penambangan di lapangan

Daerah reklamasi di Desa Girikerto merupakan lokasi pertambangan

rakyat yang tidak memiliki izin. Lahan penambangan merupakan lahan yang

dimiliki oleh pribadi, sehingga pelaku penambangan adalah pemilik dari lahan

tersebut. Pelaku penambangan merasa tidak perlu mengurus perijinan

penambangan bahan galian C dikarenakan sudah merasa memiliki lahan dan

berhak melakukan kegiatan apapun terhadap lahan miliknya. Akibatnya pelaku

kegiatan penambangan tidak memperhatikan kriteria kriteria penambangan yang

benar sehingga kerusakan lahan tidak terhindarkan ditambah tidak dilakukannya

reklamasi lahan oleh pemilik lahan setelah kegiatan penambangan selesai.

Pedoman pembuatan perizinan penambangan dan teknis pelaksanaan

kegiatan penambangan dapat mengacu pada, peraturan menteri pertambangan dan

energi nomor 03/PM/Pertamben/1981 tentang pedoman pemberian surat izin

pertambangan daerah untuk bahan galian yang bukan strategis dan bukan vital

(bahan galian golongan C), keputusan menteri dalam negeri nomor 32 tahun 1991

tentang pedoman usaha pertambangan bahan galian golongan C, dan keputusan

gubernur Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 63 tahun 2003

tentang kriteria baku kerusakan lingkungan bagi usaha dam atau kegiatan

penambangan bahan galian golongan C di wilayah provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Page 47: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

4.9. Hasil reklamasi lahan di Desa Girikerto

Kegiatan reklamasi dilaksanakan pada pertengahan tahun 2008, kemudian

ditinjau kembali pada pertengahan tahun 2010

reklamasi. Berdasarkan h

telah dibentuk sesuai dengan kriteria pembentukan t

reklamasi. Tujuan dari

sehingga dapat memperkecil aliran permukaan

Vegetasi yang ditanam

menutupi seluruh permukaan lahan reklamasi.

penyakit berupa hiperplastis dimana batang tanaman membengkak

penyakit ini dikenal dengan nama busung

daerah yang agak luas pada daun atau batang memanjang sehing

Hasil reklamasi lahan di Desa Girikerto

egiatan reklamasi dilaksanakan pada pertengahan tahun 2008, kemudian

ditinjau kembali pada pertengahan tahun 2010 untuk melihat kondisi lahan pasca

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan terlihat teras terasering

telah dibentuk sesuai dengan kriteria pembentukan teras untuk keperluan

Tujuan dari pembuatan terasering adalah mengurangi panjang lereng

sehingga dapat memperkecil aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi

yang ditanam pada lubang tanam dengan dimensi 40x40x40

permukaan lahan reklamasi. Pada tanaman petai terdapat gejala

penyakit berupa hiperplastis dimana batang tanaman membengkak

penyakit ini dikenal dengan nama busung (Intumesensia), sekumpulan sel pada

daerah yang agak luas pada daun atau batang memanjang sehing

43

egiatan reklamasi dilaksanakan pada pertengahan tahun 2008, kemudian

untuk melihat kondisi lahan pasca

teras terasering yang

eras untuk keperluan

terasering adalah mengurangi panjang lereng

yang dapat menyebabkan erosi.

pada lubang tanam dengan dimensi 40x40x40 telah

ada tanaman petai terdapat gejala

penyakit berupa hiperplastis dimana batang tanaman membengkak. Gejala

sekumpulan sel pada

daerah yang agak luas pada daun atau batang memanjang sehingga bagian itu

Page 48: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

44

tampak membengkak, gejala ini disebut juga busung yang disebabkan oleh Jamur.

Penyakit ini muncul karena kondisi udara yang lembab sehingga membuat habitat

yang cocok untuk patogen jamur untuk hidup. Pengendalian gulma dilakukan

dengan mencabut tanaman gulma yang mengganggu. Pengendalian dilakukan oleh

masyarakat sekitar daerah reklamasi.

Pada lubang tanam belum ditambahkan dengan pupuk kimia, sehingga

pupuk yang baru diberikan adalah pupuk kandang. Pupuk kandang adalah pupuk

organik yang berasal dari kotoran ternak, baik berupa padatan (feces) yang

bercampur sisa makanan, ataupun air seni (urine). Pupuk kandang mempunyai

kandungan unsur hara mikro yang sangat lengkap tetapi jumlah masing – masing

hara mikro yangterkandung sangat sedikit. Kelebihan lain yang didapat dari pupuk

kandang dan pupuk organik lain yaitu kemampuannya untuk memperbaiki

struktur tanah dengan menambahkan pupuk kandang dan pupuk organik lainnya,

mempunyai keuntungan, memperbaiki sifat fisik tanah, memperbaiki sifat kimia

tanah, memperbaiki biologi tanah. Kurangnya pasokan unsur hara pada tanaman

dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan yang lebih parah

menyebabkan kematian pada tanaman.

Pemantauan daerah reklamasi perlu dilakukan secara berkala untuk

memastikan pertumbuhan tanaman baik sampai keadaan vegetasi di daerah

rekalamasi menyerupai habitat aslinya. Masyarakat di sekitar daerah reklamasi

dapat diberdayakan untuk memudahkan proses pemantauan karena masyarakat

daerah sekitar lokasi reklamasi paling dekat kedudukannya sehingga dapat dengan

mudah memantau keadaan vegetasi di daerah reklamasi.

Page 49: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

4.10. Pasca reklamasi

Pemeliharaan tanaman di lokasi hasil

kepada penduduk sekitar daerah reklamasi

pemeliharaan tanaman meliputi, pembersihan

terdapat hama penyakit yang menyerang pada tanaman

yang mati. Pemeliharaan tanaman dilakukan sampai keadaan kanopi vegetasi di

sekitar daerah reklamasi hampir menutupi separuh dari daerah yang direklamasi

Untuk tanaman buah

masyarakat sekitar untuk di konsumsi.

Pemeliharaan tanaman di lokasi hasil reklamasi selanjutnya diserahkan

kepada penduduk sekitar daerah reklamasi dengan cara bergotong royong

pemeliharaan tanaman meliputi, pembersihan gulma, pemberian pestisida jika

penyakit yang menyerang pada tanaman, dan penyulaman tan

Pemeliharaan tanaman dilakukan sampai keadaan kanopi vegetasi di

sekitar daerah reklamasi hampir menutupi separuh dari daerah yang direklamasi

Untuk tanaman buah – buahan di daerah reklamasi dapat diambil hasilnya oleh

ntuk di konsumsi.

45

reklamasi selanjutnya diserahkan

dengan cara bergotong royong. Proses

pemberian pestisida jika

, dan penyulaman tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan sampai keadaan kanopi vegetasi di

sekitar daerah reklamasi hampir menutupi separuh dari daerah yang direklamasi.

buahan di daerah reklamasi dapat diambil hasilnya oleh

Page 50: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

46

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pelaksanaan kegiatan penambangan rakyat khususnya bahan galian C(pasir)

tanpa diurusnya perijinan terlebih dahulu akan menyulitkan pemerintah dalam

pemantauan kegiatan penambangan untuk reklamasi lahan setelah kegiatan

penambangan selesai.

2. Hasil reklamasi yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup D.I.Yogyakarta

telah memenuhi Standard Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan oleh

Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, tahun 1993 mengenai pedoman teknis

reklamasi lahan bekas tambang.

3. Jenis tanaman yang dipilih untuk ditanam di lahan reklamasi Desa Girikerto

yaitu, rambutan, klengkeng, petai, sengon, mangga, mahoni, gayam, aren, dan

gilirisidae merupakan tanaman asli dari daerah tersebut dan berpotensi untuk

dikembangkan oleh penduduk sekitar daerah reklamasi.

5.2 Saran

1. Sebaiknya Badan Lingkungan Hidup D.I.Yogyakarta melakukan sosialisasi

kepada warga mengenai daerah yang tidak diperbolehkan dilakukan kegiatan

penambangan pasir sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Penentuan lokasi reklamasi sebaiknya diserahkan kepada warga sekitar daerah

reklamasi agar pekerjaan pemantauan kegiatan reklamasi lebih optimal.

3. Perlu adanya peran perangkat desa setempat untuk memantau daerah

penambangan agar tidak keluar dari batas SIPD (Surat Izin Penambangan

Daerah).

Page 51: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

47

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Tambang Galian C Saatnya diatur dengan Ketat. <http://susiafm.com/>.Diakses tanggal 6 Juni 2010.

Arif, I. 2007. Perencanaan Tambang Total sebagai Upaya Penyelesaian PersoalanLingkungan Dunia Pertambangan. Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Notohadiprawiro, T. 2006. Pengelolaan lahan dan lingkungan pasca penambangan..Repro : Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada : 1 – 12.

Rahmawaty.2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi.Universitas Sumatera Utara, Medan.

Subeno, S. B. 2009. Revitalisasi Penambangan Galian C. <http://sinarmedia-news.com>. Diakses 12 Mei 2010.

Sudardja, D. 2007. Penambangan Galian C di Jawa BaratMengancam.<http://uwadadang.blogspot.com>. Diakses tanggal 2 Maret 2010.

Suprapto, S.J., 2006. Pemanfaatan dan permasalahan endapan mineral sulfida padakegiatan pertambangan. Buletin Sumber Daya Geologi. Vol. 1 No. 2.

Suprapto, S. J. 2008. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Aspek KonservasiBahan Galian.<http://www.dim.esdm.go.id/>. Diakses tanggal 2 Maret 2010.

Page 52: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)

LAMPIRAN

Page 53: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)
Page 54: Laporan Kerja Lapangan (Reklamasi Bahan Galian C (Pasir)  (Akbar A.F)