laporan kasus tetanus

19
LAPORAN KASUS TETANUS Pembimbing: dr. Bardan, Sp.S DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2013 1

Upload: namira-ahmed

Post on 29-Oct-2015

300 views

Category:

Documents


110 download

TRANSCRIPT

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 1/19

LAPORAN KASUS

TETANUS

Pembimbing:

dr. Bardan, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

KLINIK BAGIAN/SMF NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2013

1

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 2/19

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

 Nama : Tn. I

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Setu

Pekerjaan : Buruh

MRS : 01 juli 2013

Pemeriksaan : 01 juli 2013

II. Keluhan Utama : Kaku pada badan sejak 5 hari SMRS

III.Anamnesis

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Kab Bekasi dengan keluhan badan kaku sejak 5

hari SMRS , Selain itu pasien mengeluh mulut tidak biSa membuka dengan

lebar, Kejang, demam disangkal oleh pasien. Os mengatakan memiliki

kebiasaan membersihkan gigi dengan benda yang tidak bersih.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya, riwayat hipertensi (-), diabetes (-),

asma (-).

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada didalam keluarga yang mengalami hal serupa seperti dirasakan oleh os saat

ini. Riwayat hipertensi (-), diabetes (-), asma (-).

2

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 3/19

IV.Pemeriksaan Fisik 

Status Generalis:

Kesadaran : Komposmentis

TD : 160/90 mmHg

 N : 92 x/menit

RR : 20 x/menit

t : 36,7 ⁰C

• Kepala-Leher

Kepala : Normocepali, bentuk simetris

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Wajah : Trismus (+)

Leher : kaku, kaku kuduk (+), tidak ada pembesaran KGB.

• Thorax-Cardiovascular

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri warna kulit normal,

 penggunaan otot bantu nafas (-).

Palpasi : pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri, otot dada kaku (+).

Perkusi : sonor pada kedua dinding thorak, batas jantung dalam batas normal.

Auskultasi :

3

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 4/19

Pul : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Cor : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).

• Abdomen

Inspeksi : distensi (-), peradangan pada kulit (-), warna kulit dalam batas

normal.

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada seluruh dinding abdomen.

Palpasi : nyeri tekan (-), perut tegang dan keras, massa (-).

Status lokalis

Pada Wajah : adanya trismus (+),

Pada Leher : kaku kuduk (+),

Abdomen : perut tegang dan keras seperti papan,Risus sardonikus (+)

V. Resume

Pasien laki-laki, usia 45 tahun, datang dengan kaku badan sejak 5 hari SMRS. Os

merasakan mulut tidak dapat membuka lebar ,Tidak terdapat Luka, Demam

(-),Trismus (+), Gigi Karies(+). Sebelumnya pasien mempunyai kebiasaan

membersihkan gigi menggunakan benda yang tidak bersih .

4

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 5/19

VI.Diagnosis

Diagnosis Klinis :Trismus

Diagnosis Topis :

Diagnosis Etiologi:Tetanus

VII. Diferensial Diagnosis

(-)

VIII. Usulan Pemeriksaan

• Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Lengkap

HB : 16,1gr/dl

Leukosit :28300/mm

Eritrosit :6,5 jl/mm3

Hematokrit :57,8 %

Trombosit : 534.000/mm3

5

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 6/19

Kimia Klinik 

GDS : 156

Ureum 32 mg/dl

Kreatinin : 0,8 mg/dl

SGOT :47 u/l

SGPT :63 U/L

Elektrolit

 Na : 151 mEq/l

Kalium : 3,6 mEq/l

Klorida : 1,09 mg/dl

IX.Rencana Diagnosis

• Pemeriksaan Darah Rutin

• Anjuran CT – Scan

• EKG

X. Rencana Terapi

Medikamentosa: 

IVFD RL 28 tpm + Diazepam 10 Ampul drips

Metronidazole 500 mg/8 jam

Injeksi ATS 20. 000 IU/I.M

Ceftriakson 1 gr/ 8 jam dalam NaCl

6

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 7/19

Kalneco 2 ampul + NaCL 100 cc/ 8 jam

Nonmedikamentosa:

Isolasi pada ruangan yang tenang dan bebas dari rangsangan luar 

Pasang NGT

Konsultasi Gigi

ANALISIS KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Tetanus berdasarkan dari anamesis didapatkan

 pasien mengaku lemah badan dan mulut tidak dapat membuka dengan lebar. Pasien juga

mempunyai kebiasaan buruk membersihkan gigi menggunakan benda yang tidak bersih. Dari

Pemeriksaan Fisik didapatkan gejala yang medukung untuk ditagakkanya diagnosis tetanus

yaitu adanya kaku kuduk (+), trismus (+), dan Perut tegang dan keras seperti papan(Risus

Sardonikus).

Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan. Sebagian

 besar penderita mempunyai riwayat trauma dalam 14 hari terakhir. Kelompok khas adalah

 pada individu yang belum diimunisasi atau pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tidak 

diimunisasi. Jika riwayat trauma dalam 14 hari terakhir didapatkan dari penderita dengan

trismus, kekakuan otot yang menyeluruh dan spasme tetapi tetap sadar, maka dapat

diperkirakan suatu diagnosis tetanus.

Penatalaksanaan

Pada kasus ini pasien telah diberikan ATS 20.000 U/IM yang bertujuan untuk mencegah

 penyebaran toksin dan manifestasi klinis yang lebih lanjut.

7

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 8/19

TETANUS

a. Definisi

Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan

gangguan neuromuscular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh

eksotoksin spesifik dari kuman anaerob Clostridium tetani.

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus

otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani.

b. Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Clostridium tetani adalah

organisme bersifat obligat anaerob pembentuk spora, gram positif, bergerak, yang

 berhabitat ditanah, debu, dan saluran pencernaan berbagai binatang, kadang feces

manusia.

8

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 9/19

Infeksi tetanus disebabkan oleh clostridium tetani yang bersifat anaerob murni.

Kuman ini mudah dikenal karena pembentukan spora dan karena bentuk yang khas.

Ujung sel menyerupai tongkat pemukul gendering atau raket squash.

Spora clostridium tetani dapat bertahan sampai bertahun-tahun bila tidak kena

sinar matahari. Spora ini terdapat di tanah atau debu, tahan terhadap antiseptic,

 pemanasan 100⁰ c dan bahkan pada otoklaf 120⁰ c selama 15-20 menit. Dari berbagai

studi yang berbeda, spora ini tidak jarang ditemukan pada feses kuda, anjing dan kucing.

Toksin diproduksi oleh bentuk vegetatifnya.

c. Pathogenesis

Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif 

 bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah.

Kuman ini dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia

adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps

ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka

menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara

intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang,

akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruheksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan

terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu

GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai

 pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke

sumsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris

 pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri,

 penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem

saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme,

hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame

larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan

 penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita

sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan

 pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali

dan dikelola dengan teliti

9

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 10/19

Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)

Tonus otot ↑ Menempel pada Cerebral  Mengenai Saraf Simpatis

Gangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan

 pada tetanus -Hipertermi

-Hipotermi

-Aritmia

-Takikardi

Hipoksia berat

10

 Ter a ar kuman

Eksotoksi

Pen an kutan toksin melewati

GanglionOtak Saraf  

Hilan n a keseimban an

Kekakuan

Sistem Sistem

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 11/19

↓ O2 di otak 

Kesadaran ↓

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia

-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas

Verbal -Kurangnya pengetahuan

Ortu

-Dx,Prognosa, Perawatan

(Sumber: Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.)

d. Gejala Klinis

Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau

hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari tempat

masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara umum

semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin lama.

Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya kematian.

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:

1. Generalized tetanus (Tetanus umum)

Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat luka bervariasi,

mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang terkontaminasi. Masa inkubasi

sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya

memiliki pola yang desendens. Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan

kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen. Gejala utama

 berupa trismus terjadi sekitar 75% kasus, seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan dokter 

 bedah mulut. Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah, hiperhidrosis dan disfagia

dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot punggung. Manifestasi dini ini

merefleksikan otot bulbar dan paraspinal, mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek.

Spasme dapat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat

 berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan waktu hingga beberapa

 bulan.

11

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 12/19

2. Localized tetanus (Tetanus lokal)

Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi serta memiliki

derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak umum dan memiliki

 prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya

menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum tetapi dengan

derajat yang lebih ringan. Hanya sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.

3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)

Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah infeksi

telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali pada saraf 

fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki

masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya buruk.

4. Tetanus neonatorum

Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada negara yang

 belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian neonatus. Penyebab yang

sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu

yang belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah, rewel,

sulit minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70%.

Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit, tetanus dapat dibagi

menjadi empat (4) tingkatan.

e. Diagnosis

Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan. Sebagian

 besar penderita mempunyai riwayat trauma dalam 14 hari terakhir. Kelompok khas adalah

 pada individu yang belum diimunisasi atau pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tidak 

diimunisasi. Jika riwayat trauma dalam 14 hari terakhir didapatkan dari penderita dengan

trismus, kekakuan otot yang menyeluruh dan spasme tetapi tetap sadar, maka dapat

diperkirakan suatu diagnosis tetanus.

Langkah Diagnosis

12

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 13/19

 Anamnesis

· Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali pusat

yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren

gigi.

· Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS.

 Pemeriksaan fisik 

· Adanya kekakuan lokal atau trismus.

· Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.

· Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit

 Pemeriksaan Penunjang 

• Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus. Namun

demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak mengalami tetanus,

dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus. Biakan kuman memerlukan

 prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain mahal, hasil biakan yang positif tanpa

gejala klinis tidak mempunyai arti. Hanya sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan

 pada luka dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak mengalami tetanus.

•  Nilai hitung leukosit dapat tinggi.

• Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal.

• Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai imunisasi dan

 bukan tetanus.

• Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.

Setelah diagnosis tetanus dibuat harus ditentukan derajat keparahan penyakit. Beberapa

system scoring tetanus dapat digunakan, diantaranya adalah skor Philips, Dakar, Ablett, dan

Udwada. System scoring tetanus juga sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis.

Tabel 1. Skor Phillips untuk menentukan derajat Tetanus

Parameter Nilai

Masa inkubasi

< 48 jam

2-5 hari

6-10 hari

5

4

3

13

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 14/19

11-14 hari

>14 hari

2

1

Lokasi infeksi

Internal dan umbilical

Leher, kepala dan dinding tubuh

Ekstremitas atas

Ekstremitas bawah

Tidak diketahui

5

4

3

2

1

Status imunisasi

Tidak ada

Mungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi (pada neonates)

> 10 tahun yang lalu

< 10 tahun yang lalu

Imunisasi lengkap

10

8

4

2

0

Factor Pemberat

Penyakit atau trauma yang mengancam nyawa

Keadaan yang tidak langsung mengancam nyawa

Keadaan yang tidak mengancam nyawa

Trauma atau penyakit ringan

ASA derajat I

10

8

4

2

1

Sumber : Farrar, el al, 2000

System scoring menurut Phillips dikembangkan pada tahun 1967 dan didasarkan pada

empat parameter, yaitu masa inkubasi, lokasi infeksi, status imunisasi, dan factor pemberat.

Skor dari keempat parameter tersebut dijumlahkan dan interpretasikan sebagai berikut:

1. Skor < 9 : tetanus ringan

2. Skor 9-16 : tetanus sedang

3. Skor > 16 : tetanus berat

Table 2. Sistem scoring Tetanus menurut Ablett

Grade I (ringan) Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada

distres pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.

Grade II (sedang) Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan

hingga sedang dengan durasi pendek, takipnea ≥ 30

kali/menit, disfagia ringan.

Grade III A (berat) Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang

memanjang, distres pernapasan dengan takipnea ≥ 40

14

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 15/19

kali/menit, apneic spell , disfagia berat, takikardia ≥ 120

kali/menit.

Grade III B (sangat berat) Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom

 berat yang melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi

 berat dan takikardia bergantian dengan hipotensi relatif dan

 bradikardia, salah satunya dapat menjadi persisten.

Sumber: Cottle, 2011

Sistem skoring menurut Ablett juga dikembangkan pada tahun 1967 dan menurut beberapa

literatur merupakan sistem skoring yang paling sering digunakan Udwadia (1992) kemudian

sedikit memodifikasi sistem skoring Ablett dan dikenal sebagai skor Udwadia.

Table 3. Sistem scoring Tetanus menurut Udwadia

Grade I (ringan) Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada

distres pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.

Grade II (sedang) Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan

hingga sedang dengan durasi pendek, takipnea ≥ 30

kali/menit, disfagia ringan.

Grade III A (berat) Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang

memanjang, distres pernapasan dengan takipnea ≥ 40

kali/menit, apneic spell , disfagia berat, takikardia ≥ 120

kali/menit, keringat berlebih, dan peningkatan salivasi.

Grade III B (sangat berat) Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom

 berat yang melibatkan sistem kardiovaskuler: hipertensi

menetap (> 160/100 mmHg), hipotensi menetap (tekanan

darah sistolik < 90 mmHg), atau hipertensi episodik yang

sering diikuti hipotensi.

Sumber: Udwadia 1992

Sistem skoring lainnya diajukan pada pertemuan membahas tetanus di Dakar, Senegal pada

tahun 1975 dan dikenal sebagai skor Dakar. Skor Dakar dapat diukur tiga hari setelah muncul

gejala klinis pertama.

Table 4. Sistem scoring Dakar untuk Tetanus

Factor prognostic Skor 1 Skor 0

Masa inkubasi < 7 hari ≥ 7 hari atau tidak diketahuiPeriode onset < 2 hari ≥ 2 hari

15

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 16/19

Tempat masuk Umbilicus, luka bakar,

uterus, fraktur terbuka, luka

operasi, injeksi

intramuscular.

Penyebab lain dan penyebab

yang tidak diketahui

Spasme Ada Tidak ada

Demam > 38, 4 ⁰C < 38,4 ⁰C

Takikardi Dewasa > 120 kali/menit

 Neonates > 150 kali/menit

Dewasa < 120 kali/menit

 Neonates < 150 kali/menit

Sumber: Ogunrin 2003

Skor total mengindikasikan keparahan dan prognosis penyakit sebagai berikut:

• Skor 0-1 : tetanus ringan dengan tingkat mortalitas < 10%

• Skor 2-3 : tetanus sedang dengan tingkat mortalitas 10-20%

• Skor 4 : tetanus berat dengan tingkat mortalitas 20-40%

• Skor 5-6 : tetanus sangat berat dengan tingkat mortalitas > 50%

f. Diagnosis Banding

Diagnosis banding tergantung dari manifestasi klinis utama dari penyakit. Diagnosis

 bandingnya adalah sebagai berikut :

1. Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Pada ketiga diagnosis tersebut tidak 

dijumpai trismus, risus sardonikus. Namun dijumpai gangguan kesadaran dan terdapat

kelainan likuor serebrospinal.

2. Tetani disebabkan oleh hipokalsemia. Secara klinis dijumpai adanya spasme

karpopedal.

3. Keracunan striknin : minum tonikum terlalu banyak (pada anak).

4. Rabies :dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan, sedangkan pada

anamnesis terdapat riwayat digigit binatang pada waktu epidemi.

5. Trismus akibat proses lokal yang disebabkan oleh mastoiditis, otitis media supuratif 

kronis (OMSK) dan abses peritonsilar. Biasanya asimetris.

16

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 17/19

g. Tatalaksana

a. Secara Umum

1. Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.

2. Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi

 pada sonde parenteral.

3. Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.

4. Oksigen pernafasan dan trakeotomi bila perlu.

5. Mengatur cairan dan elektrolit.

b. Obat – obatan

1. Antitoksin

Antitoksin 20.000 IU/I.M/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan

tidak ada reaksi hipersensitivitas.

2. Anti kejang/Antikonvulsan

- Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/I.M. untuk anak diberikan mula-mula 60-

100 mg/I.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari (max. 200 mg/hari).

- Klorpromasin 3 x 25 mg/I.M/hari untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.

- Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam.

3. Antibiotik 

• Penizilin prokain 1, juta IU/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari/I.V Dapat

memusnakan oleh tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.

• Penisilin G 100.000 – 200.000 IU/kgBB/hari dibagi 2-4 dosis.

• Metronidazole 500 mg/6 jam/I.V

h. Prognosis

17

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 18/19

Rata-rata angka kematian akibat tetanus berkisar antara 25-75%, tetapi angka mortalitas

dapat diturunkan hingga 10-30% dengan perawatan kesehatan yang modern. Banyak 

faktor yang berperan penting dalam prognosis tetanus. Diantaranya adalah masa inkubasi,

masa awitan, jenis luka, dan keadaan status imunitas pasien. Semakin pendek masa

inkubasi, prognosisnya menjadi semakin buruk. Semakin pendek masa awitan, semakin

 buruk prognosis. Letak, jenis luka dan luas kerusakan jaringan turut memegang peran

dalam menentukan prognosis. Jenis tetanus juga memengaruhi prognosis. Tetanus

neonatorum dan tetanus sefalik harus dianggap sebagai tetanus berat, karena mempunyai

 prognosis buruk. Sebaliknya tetanus lokal yang memiliki prognosis baik. Pemberian

antitoksin profilaksis dini meningkatkan angka kelangsungan hidup, meskipun terjadi

tetanus

Daftar Pustaka

Sjamsuhidajat R, Jong Wd. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005.

Edlich RF, Hill LG, Mahler CA, Cox MJ, Becker DG, Jed H. Horowitz M, et al. Management

and Prevention of Tetanus. Journal of Long-Term Effects of Medical Implants. 2003

Ritarwan K. 2004. Tetanus. diakses 10 Juni 2012.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1/penysaraf-kiking2.pdf 

18

7/14/2019 Laporan Kasus Tetanus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-tetanus-56327c7e9e858 19/19

Udwadia F, Sunavala J, Jain M, D'Costa R, Jain P, Lall A, et al. Haemodynamic Studies

During the Management of Severe Tetanus. Quarterly Journal of Medicine, New Series.

1992.

Ogunrin O. Tetanus - A Review of Current Concepts in Management.  Journal of 

 Postgraduate Medicine. 2009

19