laporan pendahuluan tetanus
DESCRIPTION
tetanusTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TETANUS
DI RUANG ICU/ICCU RSUD ULIN BANJARMASIN
DISUSUN OLEH:
RIZKA HAYYU NAFI’AH, S.KepNIM: I4B111206
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TETANUS
DI RUANG ICU/ICCU RSUD ULIN BANJARMASIN
Tanggal 7 s.d 12 Desember 2015
Oleh :
Rizka Hayyu Nafi’ah, S. KepNIM. I4B111206
Banjarmasin, Desember 2015
Mengetahui,
Koordinator Keperawatan Kritis dan Gawat Darurat
Abdurrahman Wahid, S.Kep.,Ns, M.KepNIP. 19831111 200812 1 002
Pembimbing Akademik
Ifa Hafifah, S.Kep.,Ns, M.KepNIK. 1990.2013.1.124
Pembimbing Lahan
Ainumi Rusda, S.Kep.,Ns
LAPORAN PENDAHULUANTETANUS
A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman
pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro
muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom. (Smarmo 2002)
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani,
bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksisimal dan diikuti oleh kekakuan
otot seluruh badan, khususnya otot-otot massester dan otot rangka.
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2009)
1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap
dalam beberapa minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-
2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling
menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf
otak VII diikuti tetanus umum.
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku
kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci
(trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan
ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung
beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila
tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang
tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas,
spasme.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru, 2009):
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang,
spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme
singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit,
disfagia ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia
≥ 120.
4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
B. Penyebab
Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman ini mengeluarkan
toxin yang bersifat neurotoksik (tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot
dan saraf perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif. Bentuk: batang.
Terdapat: di tanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda) sebagai spora,
debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan bertahun-tahun (> 40
tahun)
C. Tanda dan gejala
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala
pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama:
regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari
setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan
lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009)
Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2002)
1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot
punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat
berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau
terkena sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang
terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan
anoksia dan kematian.
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka
mulut (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
a. Otot leher
b. Otot dada
c. Merambat ke otot perut
d. Otot lengan dan paha
e. Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
Gejala penyerta lainnya:
1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
Kesadaran
O2 di otak
Tonus otot
3. Spasme tangan dan kaki
4. Produksi air liur
5. BAB dan BAK tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang
D. Pathway
Terpapar kuman Clostridium tetani
Eksotoksin
Ganglion sumsum tulang belakang
Pengangkutan toksin melewati saraf motorik
Saraf otonomOtak
Menempel pada Cerebral Gangliosides
Mengenai saraf simpatis
Hilangnya keseimbangan tonus otot
Keringat berlebihan Hipertermi Hipotermi Aritmia Takikardi
Kekakuan & kejang khas pada tetanus
Menjadi kaku
Sistem pernafasanSistem pencernaan
Kekakuan otot Hipoksia berat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakefektifan jalan nafas
Gangguan perfusi jaringan
Gangguan pertukaran gas Ketidakefektifan
termoregulasi Defisit pengetahuan Defisit perawatan diri Intoleransi aktifitas
E. Diagnosis
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan
mulut, perut papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy
dll
F. Pemeriksaan penunjang
- EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters)
- Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah
kadar fosfat dalam serum meningkat.
- Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
G. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat
menembus barier darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat
dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan
luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500
IU ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh
kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan
clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui
sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
- Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
- IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
- IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk
berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam
IV) selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya
dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam
untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon
segera bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg
BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari
dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan
selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
H. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
I. Pencegahan
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan
a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.
Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya
J. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tetanus
antara lain:
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan reflek menelan, intake kurang
4. Defisit perawatan diri, makan, toileting, berpakaian berhubungan dengan
kelemahan umum
5. Defisit pengetahuan (tentang penyakit, penyebab) berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia berat
8. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia berat
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidak efektifan
termoregulasi
berhubungan dengan
proses penyakit
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama
proses keperawatan diharapkan status termoregulasi
efektif
NOC: Immune status
Kriteria hasil
Keseimbsngan antara produksi panas, panas yang
diterima dan kehilangan panas
Temperature stabil
Tidak ada kejang
Tidak ada perubhan warna kulit
Keterangan Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC: Temperature regulation
Intervensi:
- Monitor S, N, RR, TD
- Monitor suhu tiap 2 jam
- Monitor tanda-tanda hipotermia dan
hipertermia
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
- Berikan antipiuretik jika perlu
2. Bersihan jalan nafas
tidak efektif
berhubungan dengan
obstruksi jalan napas
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama
proses diharapkan bersihan jalan nafas efektif
NOC: Respiratori status: Airways patency
Kriteria Hasil :
- Suara napas bersih
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada sputum
- Tidak ada dyspneu
- Menunjukan jalan nafas yang paten.
Keterangan Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC: Airways management
Intervensi:
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau
suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Monitor respirasi dan status O2
- Ajarkan batuk efektif
- Anjurkan untuk minum air putih hangat
- Anjurkan untuk menghindari makanan
yang merangsang batuk
- Anjurkan untuk menghindari makanan
merangsang pembentukkan dahak
- Kolaborasi dokter dengan pemberian
nebulizer
- Bantu dan ajarkan kepada pasien dalam
menggunakan teknik napas dalam
3. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
berhubungan dengan
penurunan reflek
menelan, intake
kurang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
proses keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
NOC : Nutritional Status
Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan
tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Keterangan Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
NIC : Nutrition Management
Intervensi :
- Kaji adanya alergi makanan
- Anjurkan pasien untuk meningkat intake
Fe
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake protein
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
4. Defisit perawatan diri
berhubungan dengan
kelemahan umum.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
proses keperawatan diharapkan personal hygiene
pasien dapat terpenuhi.
NOC : Self care ; activity of daily living
Kriteria Hasil :
- Makan secara mandiri
- Berpakaian terpenuhi
- Mandi terpenuhi
- Kebersihan terjaga
Keterangan Skala :
1 : Ketergantungan
2 : Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
3 : Membutuhkan bantuan orang lain
4 : Mandiri dengan bantuan alat.
5 : Mandiri sepenuhnya
NIC : Self care assistance
Intervensi :
- Monitor kebutuhan pasien untuk personal
hygiene termasuk makan. Mandi,
berpakaian, toileting.
- Mandirikan aktivitas rutin untuk
perawatan diri.
- Bantu pasien sampai pasien mampu
berdiri.
- Ajarkan kepada anggota keluarga untuk
peningkatan kemandirian
5. Defisit pengetahuan
(tentang penyakit,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
proses keperawatan diharapkan tingkat pengetahuan
NIC: Teaching : disease Process
Intervensi:
penyebab)
berhubungan dengan
tidak mengenal
sumber informasi.
meningkat
NOC: Kowlwdge : disease process
Kriteria hasil:
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara benar
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
Keterangan Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
- Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
- Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat
- Gambarkan proses penyakit, dengan cara
yang tepat
- Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat
- Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
- Hindari harapan yang kosong
- Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
- Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yg tepat
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pd pemberi
perawatan kesehatan, dngan cara yg tepat.
6. Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
proses keperawatan intoleransi aktifitas tidak
NIC : Activity therapy
Intervensi:
- Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
kelemahan umum muncul.
NOC: Activity tolarence
Kriteria hasil:
- Menyadari keterbatasan energi
- Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat
- Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas
Keterangan Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
keadekuatan sumber energi.
- Ajarkan tentang pengaturan aktifitas dan
tehnik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan.
- Bantu dengan aktifitas fisik teratur
- Rencanakan aktifitas pada periode pasien
mempunyai energi paling banyak
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi
pilihan aktivitas
7.1. Gangguan perfusi
jaringan berhubungan
dengan hipoksia berat
NOC :· Circulation status· Tissue Prefusion : cerebralKriteria Hasil :
mendemonstrasikan status sirkulasi Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan Tidak ada ortostatikhipertensi
NIC :Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul Monitor adanya paretese Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kulit jika ada lsi atau laserasi
Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan: Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi Memproses informasi Membuat keputusan dengan benar Menunjukkan fungsi sensori motori cranial
yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
Gunakan sarun tangan untuk proteksi Batasi gerakan pada kepala, leher dan
punggung Monitor kemampuan BAB Kolaborasi pemberian analgetik Monitor adanya tromboplebitis Diskusikan menganai penyebab perubahan
sensasi
8. Gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan hipoksia berat
NOC : Respiratory Status : Gas exchange Respiratory Status : ventilation Vital Sign StatusKriteria Hasil : Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari
tanda tanda distress pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan Lakukan suction pada mayo Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
usaha respirasi Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Catat lokasi trakea Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan
paradoksis ) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan
/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
DAFTAR PUSTAKA
Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2000. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2,
Cetakan I, Medika FK UGM, Yogyakarta
Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 1996, Nursing Intervention
Classification (NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
Nanda, 2012, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2014, Ed-,
United States of America
Arif, Hardi. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
nanda nic noc jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1, 2, 3, edisi
keempat. Internal Publising. Jakarta
Sumarmo, herry. 2002. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI.
Jakarta