laporan kasus suci aryanti (ibu roshinah)

Upload: tukogustarilisa

Post on 03-Mar-2016

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ipd

TRANSCRIPT

Laporan Kasus

Penyakit Ginjal Kronik

OLEHSUCI ARYANTI1508434461

Pembimbing :dr. WR. BUTAR-BUTAR, SpPD., FINASIM

KEPANITRAAN KLINIK SENIORBAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU2015PENDAHULUAN

I. Latar belakangGinjal merupakan organ vital yang berfungsi untuk mengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dilakukan oleh glomerulus dengan memfiltrasi plasma darah dan diikuti dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal, selanjutnya zat terlarut dan air yang berlebih diekskresikan dari tubuh dalam urin, melalui sistem pengumpul urin.1Penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.2Penyakit ini telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena tidak hanya berpengaruh terhadap progresivitas kerusakan ginjal, namun juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.3,4Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2002 diketahui bahwa penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan kematian sekitar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke 12 tertinggi angka kematian atau peringkat tertinggi ke 17 angka kecacatan.5Angka kejadian gagal ginjal di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru pertahunnya. Pada negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.2Terapi awal yang efektif dapat diberikan setelah mengidentifikasi penyakit ginjal kronis berdasarkan definisi dan kalsifikasinya. Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) mendefinisikan penyakit ginjal kronis sebagai abnormalitas fungsi maupun struktur ginjal (abnormalitas urinalisis, pencitraan atau histologi) yang menetap sekurang-kurangnya selama 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yaitu kecil dari 60 ml/menit/1,73m2.3,4

TINJAUAN PUSTAKA

I. DefinisiPenyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Kriteria penyakit ginjal kronis adalah:2-31. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal , termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

II. KlasifikasiKlasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:2,4

*) pada perempuan dikalikan 0,85 dan laki-laki dikalikan 1

Klasifikasi atas dasar LFG tampak pada tabel 1.2Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakitDerajatPenjelasanLFG(ml/mnt/1,73m)

1

2345Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kerusakan ginjal dengan LFG ringan Kerusakan ginjal dengan LFG sedangKerusakan ginjal dengan LFG beratGagal ginjal 90

60-8930-5915- 29< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2.2Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologiPenyakitTipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetesDiabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetesPenyakit glomerular (penyakit otoimun,infeksi sistemik, obat, neoplasia)Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,batu, obstruksi, keracunan obat)Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasiRejeksi kronikKeracunanobat(siklosporin/takrolimus)Penyakit recurrent (glomerular)Transplant glomerulopathy

III. EpidemiologiDi Amerika Serikat, gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Lebih dari 82.000 penderita gagal ginjal kronik meninggal setiap tahunnya sehingga menjadi penyebab kematian ke-9. Dengan angka insidensi 1 dari 9 orang dewasa menderita penyakit ini dan meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.2

IV. EtiologiEtiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat dari tahun 1995-1999 adalah:2,81. Diabetes Melitus (44%) terdiri dari; DM tipe 1 (7%) dan DM tipe 2 (37%)2. Hipertensi dan Penyakit Pembuluh Darah Besar (27%)3. Glomerulonefritis (10%)4. Nefritis Interstitialis (4%)5. Kista dan Penyakit Bawaan Lain (3%)6. Penyakit Sistemik Misal;Lupus dan Vaskulitis (2%)7. Neoplasma (2%)8. Tidak Diketahui (4%)9. Penyakit Lain (4%)Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia yaitu:2,81. Glomerulonefritis (46,39%)2. Diabetes Melitus (18,65%)3. Obstruksi dan Infeksi (12,85%)4. Hipertensi (8,46%)5. Penyakit yang tidak diketahui (13,65%).

V. PatofisiologiPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.2 Terdapat dua pendekatan teroritis untuk menjelaskan mekanisme kerusakan nefron ginjal lebih lanjut sehingga menjadi gagal ginjal kronik yaitu:9

1. Teori lama atau tradisi Teori ini menjelaskan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit,namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian-bagian spesifik dari nefronyang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau terganggu strukturnya. Misalnya lesi organik pada medula ginjal akan merusak susunan anatomis dari ansa henle atau pompa klorida pars ascenden ansa henle.2. Hipotesis Briker atau nefron yang utuh.Hipotesis ini menjelaskan bahwa bila satu nefron terserang penyakit maka keseluruh unit dari nefron tersebut akan hancur. Akibatnya nefron-nefron yang masih normal akan bekerja ekstra keras untuk mengkompensasi nefron-nefron yang rusak agar ginjal tetap bekerja optimal. Kerja ekstra dari ginjal ini yang mengakibatkan peningkatan jumlah nefron yang rusak dan berkembang menjadi gagal ginjal kronik.Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.2

VI. Pendekatan diagnostikGambaran KlinisGambaran klinis pada pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik adalah:2,6,10a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES).b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

Gejala lain yang dapat muncul, terutama ketika fungsi ginjal telah memburuk adalah kulit gelap, nyeri tulang, otak dan gejala sistem saraf (mengantuk dan kebingungan, gangguan berkonsentrasi atau berfikir, mati rasa di tangan, kaki, atau daerah lain, kedutan otot atau kram), nafas bau, mudah memar, perdarahan, atau darah dalam tinja, haus berlebihan, sering cegukan, impotensi, periode menstruasi berhenti (amenore), masalah tidur, seperti insomnia, sindrom kaki gelisah, pembengkakan kaki dan tangan (edema), serta muntah yang biasanya pagi hari.11

Gambaran LaboratoriumGambaran laboratorium pada pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik adalah:2a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia dan asidosis metabolik.d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria

Gambaran RadiologisPemeriksaan radiologis pada pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik adalah : 2,3,7,8a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opakb. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasid. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasie. Pemeriksaan pemindahan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi GinjalPemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan. Adapun tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan untuk mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.2

VII. Penatalaksanaan1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnyaWaktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat.2

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbidFaktor-faktor komorbid antara lain: gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.2

3. Memperlambat perburukan fungsi ginjalFaktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis. Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG 60ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan protein tidak dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,5 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Asupan protein yang berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan glomerulus yang akan meningkatkan progresifitas perburukan fungsi ginjal. Pembatasan protein juga berkaitan dengan pembatasan fosfat karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama.2Terapi farmakalogis yang digunakan adalah obat antihipertensi yang bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular dan memperlambat kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Penghambat ACE dapat menurunkan tekanan darah sistemik, obat ini secara langsung menurunkan tekanan intraglomerular dengan mendilatasi secara selektif pada arteriol aferen.2

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Modifikasi gaya hidup dapat memperbaiki tekanan darah yang tinggi dan dapat meningkatkan efisiensi terapi hipertensi. Pengurangan intake natrium, meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi berat badan, pembatasan intake alcohol dan pemberhentian merokok adalah strategi yang direkomendasikan.2

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasiPenyakit ginjal kronis mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Pada LFG 60-89 ml/mnt, tekanan darah mulai meningkat. LFG 30-60 ml/mnt, komplikasi yang terjadi hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan hiperhomosistemia. LFG 15-29 dapat terjadi malnutrisi, asidosis metabolik, hiperkalemia, dislipidemia. Saat LFG 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif adalah LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah dan astenia berat.11Negara Indonesia mulai menerapkan tindakan hemodialisa pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Pada umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.122. Dialisis peritoneal (DP)Tindakan ini populer dengan sebutan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan Indonesia. Indikasi tindakan CAPD yaitu: pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik adalah keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri) dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.13. Transplantasi ginjalTransplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:1a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiajb. Kualitas hidup normal kembalic. Masa hidup (survival rate) lebih lamad. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakane. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

LAPORAN KASUS

Identitas PasienNama: Ny. RUmur: 28 tahunJenis kelamin: Perempuan Pekerjaan: Ibu runah tanggaStatus : MenikahAlamat: Jl. Suka Indah, RT 04, RW 07, Kecamatan Rumbai Pesisir - PekanbaruMasuk RS: 7 Oktober 2015Rekam Medis: 90 09 60

ANAMNESISAuto dan alloanamnesis (alloanamnesis dari suami pasien)

KELUHAN UTAMAWajah dirasa membengkak sejak 1,5 bulanSMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak 1,5 bulan SMRS, pasien mengeluh wajahnya membengkak, bengkak terutama di sekitar mata, dirasakan paling bengkak pada pagi hari, dan berkurang saat pasien beraktivitas sehari-hari. Pasien juga mengaku kedua kaki dirasakan membengkak sejak 1 bulan SMRS, bengkak setinggi mata kaki, sama kanan dan kiri, bengkak memberat pada pagi hari dan berkurang dengan beraktivitas seperti membersihkan rumah. Pasien juga mengeluhkan sejak 6 bulan SMRS tubuhnya dirasa lemas, mudah lelah ketika bekerja dan nafsu makan berkurang. Mual (-), muntah (-), demam (-), BAK (+) tidak ada keluhan, tidak pernah kencing berdarah, keluar batu (-), BAK berpasir (-), BAK keruh (-). BAB (+) tidak ada keluhan, BAB disertai darah (-), BAB hitam berwarna seperti aspal (-). 1 bulan yang lalu pasien sudah pernah berobat ke dokter dan dinyatakan adanya gangguan pada ginjal, serta dianjurkan untuk dirawat, namun pasien menolak karena belum mengurus BPJS.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien tidak pernah mengeluhkan hal yang sama sebelumnya Riwayat hipertensi (+), diketahui sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol Riwayat diabetes melitus (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama. Ayah dan ibu pasien juga menderita penyakit darah tinggiyang tidak terkontrol. Riwayat diabetes melitus (-)

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI & KEBIASAAN Pasien adalah seorang ibu rumah tangga Riwayat merokok (-) Riwayat minum alkohol (-) Riwayat minum jamu (-)

PEMERIKSAAN UMUM Keadaan umum: tampak sakit sedang, pucat Kesadaran: komposmentis Berat badan: 56 kg Tinggi badan: 154 cm Tekanan darah: 160/100 mmHg Nadi : 86 kali/menit Suhu: 37,0C Pernapasan: 20 kali/menit

PEMERIKSAAN FISIKKepala Mata: konjungtiva anemis (+/+),udem palpebra (+/+), skleraikterik (-/-), pupil bulatisokor 2 mm / 2 mm, reflek cahaya (+/+) Hidung: napas cuping hidung (-/-), keluar cairan/ lendir/ epistaksis(-/-) Telinga: deformitas (-/-), sekret (-/-), gangguang pendengaran (-/-) Mulut: Bibir pucat (+), sianosis (-), mukosa kering (-), stomatitis (-)Leher JVP 5-0 cm H2O Pembesaran KGB (-) Pembesaran tiroid (-) Deviasi trakea (-)

ThoraksParu Inspeksi: statis: bentuk dinding dada simetris kanan dan kiri, skar (-) dinamis: pengembangan dinding dada simetriskanandan kiri, tidak tampak adanyapenggunaan otot nafastambahan Palpasi: statis: massa (-), nyeri tekan (-) dinamis : vokal fremitus simetris kanan dan kiri Perkusi: sonor di seluruh lapangan paru Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi basah (-/-), ronkhi kering (-/-),wheezing (-/-)Jantung Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat Palpasi:iktus kordis teraba di ruang interkostaV,1 jarimediallinea midklavikularis sinistra. Perkusi: Batas kanan : linea sternalis dekstra, ruang interkosta V.Batas kiri : 1 jarimedial linea midklavikularissinistra, ruang interkosta V.Pinggang jantung : Linea parasternalis sinistra, ruang interkosta III. Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler dalam batas normal,gallop (-),murmur (-)

Abdomen Inspeksi: perut tampak membuncit, simetris kanandan kiri, venektasi (-), skar (-) Auskultasi: Bising usus (+) 7 x/ menit, Perkusi:shifting dullness (+), nyeri ketok pada CVA (-) Palpasi: supel, nyeri tekan pada 4 regio (-), hepar dan lien tidakteraba, undulasi (-)

Ekstremitas Udema tungkai (+) pada kedua tungkai, udem hingga mata kaki, simetris kanan dan kiri, pitting udema (+/+) Kuku pucat (+) Akral hangat CRT< 2 detik Sianosis (-), ikterik (-) Palmar eritema (-)

Pemeriksaan Refleks Fisiologis Refleks Biceps (+/+) Refleks Triceps (+/+) Refleks Patela (+/+) Refleks Achilles (+/+)

Pemeriksaan Refleks Patologis Refleks Babinski (-/-) Reflek Chaddok (-/-) Refleks Oppenheim (-/-) Refleks Gordon (-/-) Refleks Schaeffer (-/-) Refleks Rossolimo (-/-) Refleks Mendel-Beckhterew (-/-)

Gambaran Klinis Pasien:

(a) Edema Palpebra

Maleolus medial tidak tampak(b) Udem pada tungkai

Perut tampak membuncit(c) Asites

PEMERIKSAAN PENUNJANGDarah rutin(tgl 8 Oktober 2015) Hemoglobin: 3,46 mg/dl Hematokrit: 10,43% Leukosit: 4.330 /uL Trombosit: 174.500 /uL Eritrosit: 1.406.000 /uL MCV: 74,17 fl MCH: 24,6 pg MCHC: 33,1 g/dl

Kimia darah(tgl 8 Oktober 2015) Ureum: 164mg/dl(10 50 mg/dl) Creatinin serum: 11,72 mg/dl(0.50 1.50 mg/dl) Glukosa: 74 mg/dl (80 100 mg/dl) Albumin: 3,02 g/dl (3,50 - 5,00g/dl)

Pemeriksaan Imunoserologi (tanggal 8 Oktober 2015) HbsAg: Non reaktif

Pemeriksaan Radiologi USG Abdomen (tanggal 10 Oktober 2015) Renal dex et sin : ukuran kecil dari normal, struktur echoic parenkim lebih hyper echoic, badan korteks dan medula tidak tegas, batu (-)Tampak cairan bebas pada cavum abdomen Kesan: Chronic Kidney Disease bilateral dan asites.

RESUME:Ny. R, perempuan, 28 tahun, datang dengan keluhan wajah membengkak terutama sekitar mata sejak 1 bulan yang lalu, bengkak di pagi hari dan akan berkurang di siang hari saat beraktivitas, serta kaki bengkak sejak 1 bulan SMRS dan sejak 6 bulan SMRS badan dirasa lemas, mudah lelah, nafsu makan berkurang. Telah berobat dan dianjurkan untuk dirawat, tapi pasien menolak. Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Orang tua juga punya riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, konjungtiva palpebra anemis, udem palpebra, bibir pucat, pada abdomen shifting dullness (+) dan, pitting udem pada kedua tungkai dan kuku pucat. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 3,46 mg/dl, ureum 164 mg/dl, kreatinin 11,72 mg/dl, albumin 3,02 g/dl dan pada USG Abdomen didapatkan kesan chronic kidney disease bilateral dan asites.

Daftar masalah1. Chronic Kidney Disease Stage V Pada anamnesis ditemukan keluhan pasien berupa wajah yang membengkak terutama di sekitar mata, bengkak dirasakan pada pagi hariPada pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra (+/+), konjungtiva palpebra anemis (+/+), tekanan darah 160/100 mgHgPada pemeriksaan darah rutin ditemukan Hb 3,46 g/dl, dengan MCV 74,17 fl, MCH 24,6 pg dan MCHC 33,1 g/dl.LFG yang didapatkan berasal dari BB 56 kg, creatinin serum pasien 11,72 mg/dl. Pasien digolongkan ke dalam penyakit ginjal kronik derajat 5.LFG=[(140-umur) x berat badan / (72 x creatinin serum)] x 0,85= [(140-28) x 56 / (72 x 11,72)] x 0,85 = 6,31 ml/menit/1,73m22. Anemia Mikrositer HipokromPada anamnesis didapatkan adanya keluhan lemas dan mudah lelah, sering merasa pusing.Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra anemis (+/+), bibir pucat (+), ujung jari kuku pucat (+).Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 3,46 g/dl, MCV 74,17 fl, MCH 24,6 pg dan MCHC 33,1 g/dl.3. Hipertensi grade IIPada anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi dejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Orang tua pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 160/100 mmHg.

RENCANA PENATALAKSANAANNon farmakologi Tirah baring Diet rendah protein

Farmakologi IVFD RL 17 tpm Inf.Eas Pfrimmer 2x1 (500 cc/24 jam) Inj. Furosemid 2x1ampul Asam folat 3x1 Tranfusi PRC 6 kantong

FOLLOW UP PASIEN8 Oktober 2015S : bengkak pada wajah terutama disekitar mata dan bengkak pada kedua kaki BAK sering, badan masih lemas. Pasien mengaku telah diberi tranfusi 1 kantongO: kesadaran komposmentisTD: 150/100 mmHgN: 76 kali/menitRR: 17 kali/menitT: 36,30CKonjungtiva palpebra anemis (+/+), edema palpebra (+/+), edema hinggamata kaki simetris kanan dan kiri.Telah diberi PRC 1 kantong.A : CKD + Anemia + HipertensiP : IVFD RL 17 tpm Inf. Eas Pfrimmer 2x1 (500 cc/24 jam) Inj. Furosemid 2x1ampul TranfusiPRC1 kantong

9 Oktober 2015S : masih terdapat bengkak pada wajah sekitar kelopak mata, BAK sering, seringpusing, bengkak pada kaki sudah berkurang. O: kesadaran komposmentisTD: 160/100 mmHgN: 80 kali/menitRR: 18 kali/menitT: 36,50CKonjungtiva palpebra anemis (+/+), edema palpebra (+/+), edema padapunggung kaki simetris kanan dan kiri.A : CKD + Anemia + HipertensiP : IVFD RL 17 tpm Inf. Eas Pfrimmer 2x1 (500 cc/24 jam) Inj. Furosemid 2x1ampul Asam folat 3x1 TranfusiPRC1 kantong

10 Oktober 2015S : bengkak pada wajah terutama pada sekitar kelopak mata sudah berkurang,bengkakpada kaki sudah tidak ada, BAK masih sering, pusing sudahberkurang, lemas sudah sedikit berkurang.O: kesadaran komposmentisTD: 160/110 mmHgN: 80 kali/menitRR: 18 kali/menitT: 36,30CKonjungtiva palpebra anemis (+/+), edema palpebra (+/+), edem tungkai (-).A : CKD + Anemia + HipertensiP : IVFD RL tpm 17 Inj. Furosemid 2x1ampul Asam folat 3x1 TranfusiPRC2 kantong

11 Oktober 2015S : bengkak pada wajah terutama pada sekitar kelopak mata sudah berkurang, BAK masih sering, pusing sudah tidak ada, lemas sudah berkurang. O: kesadaran komposmentisTD: 160/100 mmHgN: 72 kali/menitRR: 18 kali/menitT: 36,50CKonjungtiva palpebra sedikit anemis (+/+), edema palpebra (+/+)berkurang, edem tungkai (-).A : CKD + Anemia + HipertensiP : IVFD RL 17 tpm Inj. Furosemid 2x1ampul Tranfusi PRC1 kantong

PEMBAHASAN

Pasien R, perempuan, 28 tahun, datang ke IGD RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru dengan keluhan wajah membengkak terutama sekitar kelopak mata, kaki bengkak, badan dirasa lemas, mudah lelah dan nafsu makan berkurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, konjungtiva palpebra anemis, udem palpebra, bibir pucat, shifting dullness (+), pitting udem pada kedua tungkai dan kuku pucat. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 3,46 mg/dl, ureum 164 mg/dl, kreatinin 11,72 mg/dl, albumin 3,02 g/dl, LFG 6,31 ml/menit/1,73m2 dan pada USG Abdomen didapatkan kesan chronic kidney disease bilateral dan asites.Ginjal juga memainkan peran utama dalam mengatur tingkat berbagai mineral seperti natrium dan kalium dalam darah. Selain itu, ginjal juga memproduksi hormon tertentu yaitu bentuk aktif vitamin D (kalsitriol atau 1,25 dihidroksi-vitamin D), yang mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan dan mempromosikan pembentukan tulang yang kuat, erythropoietin (EPO) yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah dan renin yang mengatur volume darah dan tekanan darah.Pada penyakit ginjal kronis fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharus dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulus filtrasi rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupun vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Berdasarkan LFG, pasien dikategorikan CKD stage 5. Komplikasi yang terjadi pada stage 5 adalah gagal jantung dan uremia.

Produksi eritropoetin yang menurun menyebabkan terjadinya anemia, sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktivitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.Berdasarkan perhitungan LFG, pasien dikategorikan pada penyakit ginjal kronikderajat5. Hipertensi merupakan faktor risiko yang dicurigai sebagai penyebab gagal ginjal kronik pada pasien ini dan gagal ginjal kronik dapat memperberat hipertensi.Pada pasien dianjurkan untuk istirahat, dan diet rendah protein. Mengingat derajat penyakit pasien telah pada tahap terminal dan pasien dianjurkan untuk melakukan hemodialisa. Terapi konservatif pada pasien adalah dengan munurunkan tekanan darahnya menggunakan ACEI yang dikombinasi dengan furosemid. Tranfusi PRC diberikan untuk mengatasi anemia pada pasien.

PENUTUP

KesimpulanPada pasien ini didiagnosis CKD berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.Pada anamnesis didapatkan keluhan wajah membengkak terutama sekitar kelopak mata, kaki bengkak, badan dirasa lemas, mudah lelah dan nafsu makan berkurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, konjungtiva palpebra anemis, udem palpebra, bibir pucat, shifting dullness (+), pitting udem pada kedua tungkai dan kuku pucat. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 3,46 mg/dl, ureum 164 mg/dl, kreatinin 11,72 mg/dl, albumin 3,02 g/dl, LFG 6,31 ml/menit/1,73m2 dan pada USG Abdomen didapatkan kesan chronic kidney disease bilateral dan asites. Pengobatan pasien dengan non farmakologi berupa istirahat dan diet MB, serta farmakologi berupa IVFD RL 17 tpm, Inf. Eas Pfrimmer 2x1, Inj. Furosemid 2x1 ampul, Inj. Ozid 2x1 ampul, Asam folat 3x1, Tranfusi PRC 6 kantong

SaranPasien harus kontrol terhadap penyakit secara teratur sehingga progresifitas penyakit dapat diminimalisir.

Daftar Pustaka

1. Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.

2. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: lImu Penyakit Dalam FKUI; 2007.p.570-3.

3. Gulati S. Chronic kidnet disease. 2010. [3Oktober 2015]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/984358-overview.

4. National kidney foundation. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and stratification. 2002. [5Oktober 2015]. Diunduh dari: http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/ guidelines_ckd/toc.htm.

5. World Health Organization (WHO). How can we achieve global equity in provision of renal replacement therapy. Bulletin. [cited 2015 Oct 10] Available from: http://www.who.int/bulletin/volumes/86/3/.

6. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic renal failure. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson L, editors. Harrisons principles of internal medicine. 16th edition. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1703-10.

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editors. Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2004. Jakarta: Pengurus Besar PAPDI. 2004. 157-9.

8. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Penyakit Ginjal. Dalam: Kedokteran Klinis. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. 2007. 228-32.

9. Wilson LM. Gagal ginjal kronik. Dalam: Prince SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta:EGC; 1995.p.813-43.

10. Wilson LM. Penyakit ginjal stadium akhir: sindrom uremik. Dalam: Prince SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta:EGC; 1995.p.950-63

11. Patel P. Chronic Kidney Disease. 2009. [Diambil tanggal 5 Oktober 2015] Diakses pada www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000471.htm.

12. Adamson JW (ed). Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition vol.1. McGraw-Hill Companies: 2005.

26