laporan kasus saraf diajukan untuk memenuhi syarat ... · dengan posisi duduk miring ke kiri....
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS SARAF
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan
Klinik Ilmu Saraf
Pembimbing:
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S, M.Sc
Disusun Oleh:
Wijayanti Indah Purnamasari
H2A012011P
BAGIAN ILMU SARAF RSUD AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
TAHUN 2019
2
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
LOW BACK PAIN AKUT
Diajukan Sebagai Tugas untuk Memenuhi Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf di RSUD Ambarawa
Disusun Oleh:
Wijayanti Indah Purnamasari
H2A012011P
Telah Dipresentasikan Pada Tanggal:
Ambarawa, 14 Januari 2019
Menyetujui,
Pembimbing
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S, M.Sc
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3
BAB 1 .................................................................................................................................... 4
LAPORAN KASUS .............................................................................................................. 4
1.1. Identitas Pasien ........................................................................................................... 4
1.2. Anamnesis ................................................................................................................... 4
1.3. Resume Anamnesis ..................................................................................................... 6
1.4. Diagnosis Sementara ................................................................................................. 31
1.5. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................................... 32
1.4. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................ 35
1.5. Diagnosis................................................................................................................... 36
1.6. Penatalaksanaan ........................................................................................................ 37
1.7. Lembar Follow-Up.................................................................................................... 37
1.8. Prognosis ................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 40
4
BAB 1
LAPORAN KASUS
1.1. Identitas Pasien
No RM : 0006xxxx
Nama : Tn. S
Tgl Lahir : 10 Okt 1959
Umur : 59 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tukang bawang
Alamat : Kupang Kidul 2/8 Ambarawa Kab Semarang
Pendidikan : SMP
Status : Sudah menikah
Tgl Masuk : 31 Desember 2018
Tgl Keluar : 06 Januari 2019
1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis serta catatan rekam
medik pada tanggal 03 Januari 2019, pukul 15.00 WIB di Bangsal Dahlia RSUD
Ambarawa.
Keluhan Utama : Nyeri pinggang kiri menjalar sampai kaki sejak 7 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 bulan SMRS pasien sudah mengeluhkan nyeri pinggang kiri tidak menjalar
rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk hilang timbul, pasien menyatakan bahwa nyeri dari
skala 1-10 pasien menjawab yaitu 3, pasien masih bisa melakukan aktivitas seperti
biasanya, rasa nyeri berkurang saat pasien berbaring. Keluhan motorik pada
pergerakan, kekuatan pada kaki kiri ada gangguan, keluahan baal, kesemutan,
gangguan BAK, BAB, keringat dingin, gangguan lakrimasi, gangguan kognitif
memori. Rasa nyeri selama ini diobati hanya menggunakan balsem dan koyo yang di
oles dan di tempel bagian pinggang kiri yang sakit.
1 bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri pinggang kiri yang hilang timbul saat
beraktivitas kurang. Pasien menyatakan bahwa nyeri dari skala 1-10 pasien menjawab
yaitu 4. Namun pasien tidak menghiraukan nyeri pinggang tersebut sehingga pasien
tidak minum obat atau memeriksakan diri ke dokter. Pasien mengalami gangguan
5
sistem motorik pada pergerakan, kekuatan kaki kiri. Pasien menyangkal keluhan
demam, kesulitan BAK atau BAB, baal kesemutan.
7 Hari SMRS pasien mengatakan bahwa sempat jatuh di teras dengan posisi
duduk miring ke kiri. Setelah jatuh, pasien hanya bisa berbaring untuk mengurangi
rasa nyerinya. Pasien mengatakan skala nyeri 5. Pasien belum minum obat-obatan atau
memeriksakan diri ke dokter. Pasien mengganggap nyerinya akan hilang dengan
sendirinya, namun semakin lama dirasa nyeri semakin memberat dan membuat pasien
sampai kesulitan untuk duduk dan beraktivitas. Keluhan lemah anggota gerak dan
kesemutan disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala atau demam.
Pasien menyatakan BAB dan BAK normal tidak ada gangguan.
Hari pertama pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri
pinggang kiri menjalar sampai kaki sejak 7 hari SMRS. Nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk dan terus menerus. Pasien mengatakan bahwa 7 hari yang lalu sempat jatuh di
teras rumah dalam posisi duduk miring ke kiri. Setelah jatuh, pasien hanya bisa
berbaring untuk mengurangi rasa nyerinya. Pasien belum minum obat-obatan atau
memeriksakan diri ke dokter. Pasien mengganggap nyerinya akan hilang dengan
sendirinya, namun semakin lama dirasa nyeri semakin memberat dan membuat pasien
sampai kesulitan untuk duduk dan beraktivitas. Keluhan lemah anggota gerak dan
kesemutan disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh ada gangguan sistem motorik pada
pergerakan dan kekuatan kaki kiri. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala atau demam.
Pasien menyatakan BAB dan BAK dalam batas normal. Di IGD pasien ditanyakan
berapa skala nyeri saat ini dari 1-10, pasien menjawab skala nyeri nya yaitu 7. Pasien
diberikan obat untuk mengurangi nyeri, lalu dipindahkan ke bangsal rawat inap.
3 hari sesudah masuk rumah sakit, dilakukan anamnesis, pasien mengatakan
nyeri pinggang kiri yang menjalar sampai kaki sudah berkurang dibandingkan saat
pertama datang ke IGD. Namun pasien masih kesulitan untuk duduk dan berjalan.
Pasien ditanyakan berapa skala nyeri yang dirasakan saat ini dari 1-10, pasien
menjawab skala nyeri nya yaitu 4. Pasien juga mengeluh ada gangguan sistem motorik
pergerakan dan kekuatan pada kaki kiri. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala atau
demam. Pasien menyatakan BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah memiliki riwayat jatuh diteras 7 hari yang lalu SMRS, jatuh dalam
posisi duduk miring ke kiri. Setelah jatuh, pasien hanya bisa berbaring untuk
mengurangi rasa nyerinya. Pasien belum minum obat-obatan atau memeriksakan diri
6
ke dokter. Pasien mengganggap nyerinya akan hilang dengan sendirinya, namun
semakin lama dirasa nyeri semakin memberat dan membuat pasien sampai kesulitan
untuk duduk dan beraktivitas.
- Riwayat menggangkat benda berat : disangkal
- Riwayat baal kesemutan : disangkal
- Riwayat kelemahan anggota gerak sebelumnya : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit LBP : disangkal
- Riwayat kelemahan anggota gerak : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sebagai tukang bawang dimana kesehariannya lebih banyak duduk saja bisa
sampai kurang lebih 12 jam sehari selama 3 tahun terakhir. Pasien menyangkal sering
mengangkat barang berat.
1.3. Resume Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri pinggang kiri
menjalar sampai kaki sejak 7 hari SMRS. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan terus
menerus. Pasien mengatakan bahwa 7 hari yang lalu sempat jatuh di teras rumah
dengan posisi duduk miring ke kiri. Setelah jatuh, pasien hanya bisa berbaring untuk
mengurangi rasa nyerinya. Pasien belum minum obat-obatan atau memeriksakan diri
ke dokter, namun nyeri semakin memberat dan membuat pasien sampai kesulitan
untuk duduk dan beraktivitas. Skala nyeri saat ini dari 1-10, pasien menjawab yaitu 7.
Pasien sebagai tukang bawang dimana kesehariannya lebih banyak duduk saja bisa
sampai kurang lebih 12 jam sehari selama 3 tahun terakhir.
7
Diskusi Pertama
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan utama nyeri pinggang kiri yang
menjalar sampai kaki. Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau
berpotensi terjadi kerusakan tersebut. Pada pasien tersebut nyeri pinggang kiri sudah
dirasakan sejak 7 hari SMRS yang merupakan nyeri akut. Nyeri yang dirasakan pada
daerah pinggang kiri bisa merupakan nyeri yang menyebar dari sumber nyeri ke
jaringan di dekatnya atau nyeri proyeksi, nyeri dirasakan pada bagian tertentu tubuh
tertentu yang berasal dari jaringan penyebab.
Jika ditinjau dari sumbernya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri somatik
luar, somatik dalam, dan viseral. Nyeri somatik luar dapat berasal dari kulit. Nyeri
somatik dalam dapat berasal dari tulang, otot, dan sendi. Kemungkinan terjadinya
nyeri akibat sprain atau strain pada otot juga bisa dicurigai karena adanya riwayat
jatuh. Sedangkan nyeri viseral berasal dari organ viseral atau membran yang
menutupinya. Jika ditinjau dari jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri
nosiseptif dan neurogenik. Nyeri nosiseptif timbul karena adanya kerusakan pada
jaringan somatik atau viseral sedangkan nyeri neurogenik disebabkan oleh cedera
pada jalur serat saraf perifer.
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta
(tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri yang dirasakan pasien
bersifat akut karena nyeri terjadi kurang dari 6 minggu. Low back pain dibagi menjadi
dua yaitu spesifik dan non spesifik, low back pain spesifik terjadi bila nyeri punggung
melibatkan kerusakan tulang belakang dan saraf, sedangkan low back pain non
spesifik jika nyeri punggung yang terjadi tidak melibatkan saraf atau sumber nyeri
berasal dari organ viseral. Pasien menyatakan bahwa nyeri dari skala 1-10 pasien
menjawab yaitu 7, sehingga dikatagorikan sebagai nyeri berat. Pasien mengatakan
nyerinya membuat pasien sampai kesulitan untuk duduk dan beraktivitas, pasien
hanya bisa berbaring untuk mengurangi rasa nyerinya.. Hal ini menunjukan bahwa
kontraksi dari otot saat pasien duduk maupun beraktivitas dapat mempengaruhi rasa
nyeri tersebut sehingga pasien lebih nyaman berbaring.
Keluhan kelemahan pada anggota gerak bawah disangkal oleh pasien, hal ini
menujukan bukan suatu kerusakan pada sistem saraf pusat yang dapat menyebakan
fungsi motorik terganggu. Kemudian keluhan kaki kesemutan disangkal sehingga
nyeri yang terjadi tidak menimbulkan gangguan pada sistem sensorik. Didapatkan
8
riwayat jatuh dimana ada kemungkinan nyeri pinggang akibat trauma pada sendi atau
tulang belakang. Pasien sebagai tukang bawang keseharian dalam posisi duduk selama
12 jam lebih dimana kebiasaan duduk dalam jangka waktu yang lama diketahui dapat
menyebabkan ketegangan otot-otot terutama bila posisi duduk yang salah sehingga
sering menimbulkan keluhan nyeri punggung. Riwayat BAB dan BAK normal,
menandakan keluhan yang dialami tidak mengganggu fungsi vegetatif pasien.
Definisi Nyeri
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi
terjadi atau digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut (International Association
for the Study of Pain, 1994).
I. Klasifikasi Nyeri
A. Berdasarkan Onset
Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri
dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Nyeri akut, nyeri yang biasanya berhubungan dengan kejadian atau kondisi
yang dapat dideteksi dengan mudah. Nyeri akut merupakan suatu gejala
biologis yang merespon stimuli nosiseptor (reseptor rasa nyeri) karena
terjadinya kerusakan jaringan tubuh akibat penyakit atau trauma. Nyeri ini
biasanya berlangsung sementara, kemudian akan mereda bila terjadi penurunan
intensitas stimulus pada nosiseptor dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu. Contoh nyeri akut ialah nyeri akibat kecelakaan atau nyeri pasca
bedah.
2. Nyeri kronik, nyeri yang dapat berhubungan ataupun tidak dengan fenomena
patofisiologik yang dapat diidentifikasi dengan mudah, berlangsung dalam
periode yang lama dan merupakan proses dari suatu penyakit. Nyeri kronik
berhubungan dengan kelainan patologis yang telah berlangsung terus menerus
atau menetap setelah terjadi penyembuhan penyakit atau trauma dan biasanya
tidak terlokalisir dengan jelas.
9
B. Berdasarkan Patofisiologi
1. Nyeri nosiseptif
Kata nosisepsi berasal dari kata “noci” dari bahasa Latin yang artinya harm
atau injury dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Kata ini digunakan
untuk menggambarkan respon neural hanya pada traumatik atau stimulus
noksius. Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktivasi ataupun sensitisasi dari
nosiseptor perifer, reseptor khusus yang mentransduksi stimulus noksius
disebabkan aktivasi dari serabut saraf tipe A- δ dan tipe C yang berespon
terhadap stimulus nyeri (seperti trauma, penyakit, dan inflamasi). Rasa nyeri
berasal dari organ viseral dinamakan nyeri viseral, sebaliknya nyeri yang
berasal dari jaringan seperti kulit, otot, kapsul sendi, dan tulang dinamakan
nyeri somatik. Nyeri somatik dibagi menjadi nyeri somatik superfisial dan nyeri
somatik dalam.
2. Nyeri neuropatik
Disebabkan oleh proses sinyal tambahan dari sistem saraf perifer atau
sistem saraf pusat. Dengan kata lain, nyeri neuropatik berhubungan dengan
trauma sistem saraf. Yang paling sering menyebabkan nyeri neuropatik adalah
trauma, inflamasi, penyakit metabolik (diabetes), infeksi (herpes zooster),
tumor, racun, dan penyakit saraf primer.Nyeri neuropatik dapat bersifat terus
menerus atau episodik dan digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa
terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme
atau dingin. Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri
neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik ektopik secara
spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi
sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta
terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana serabut saraf membuat
koneksi yang lebih luas dari yang normal. Nyeri neuropatik merupakan nyeri
yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada
sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya
digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri
neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.
10
C. Berdasarkan Lokasi
1. Radiating pain, nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya.
2. Referred pain (nyeri proyeksi), nyeri dirasakan pada bagian tertentu tubuh
tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.
3. Intractable pain, nyeri yang sangat susah dihilangkan.
4. Phantom pain, sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh :
pada bagian tubuh yang diamputasi atau pada bagian tubuh yang lumpuh).
D. Berdasarkan Derajat
1. Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan. Pada
nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.
Nyeri dapat hilang timbul, timbul terutama saat melakukan aktivitas sehari-hari
dan hilang saat beristirahat atau tidur.
2. Nyeri Sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Pada
nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik. Nyeri timbul terus menerus, mengganggu aktivitas dan akan
hilang apabila penderita tertidur.
3. Nyeri Berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat. Pada nyeri
berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang. Sifat
nyeri berlangsung terus menerus, penderita sering mengalami kesulitan tidur
akibat rasa nyeri tersebut.
II. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
oleh individu, dimana pengukurannya sangat subjektif dan individual. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Beberapa jenis pengukuran nyeri antara
lain:
A. Skala penilaian numerik
Skala penilaian numerik (numerical rating scales, NRS) digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan
11
menggunakan skala 1-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
B. Skala analog visual
Skala analog visual (visual analogue scale, VAS) merupakan suatu garis
lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi
verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan pasien kebebasan penuh
untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
a. Skala nyeri Bourbanis
Kategori dalam skala nyeri Bourbanis memiliki 5 kategori
dengan menggunakan skala 0-10. Kriteria nyeri pada skala ini yaitu:
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan
baik
4-6 : nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik
7-9 : nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi, nafas panjang, dan distraksi
10 : nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu berkomunikasi lagi.
Low Back Pain
Low back pain (LBP) adalah nyeri dan ketidaknyamanan yang terlokalisasi di
antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor)
dengan atau tanpa nyeri pada daerah tungkai. LBP atau nyeri punggung bawah
merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh
yang kurang baik.
I. Klasifikasi
Banyak klasifikasi nyeri punggung bawah ditemukan dalam literatur, tetapi
tidak ada yang benar-benar memuaskan. Masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Ada yang berdasarkan struktur anatomis (nyeri pinggang primer,
sekunder, referal dan psikosomatik), ada yang berdasarkan sumber rasa nyeri
(viserogenik, neurogenik, vaskulogenik, spondilogenik dan psikogenik),
12
berdasarkan lama penyakitnya (akut, sub akut, kronis), berdasarkan etiologinya
(spesifik dan non spesifik).
A. Berdasarkan Sumber Rasa Nyeri
Sementara klasifikasi sumber nyeri pinggang bawah (NPB) dapat dibagi
atas beberapa jenis yaitu:
1. Viserogenik, merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber oleh
adanya kelainan pada organ dalam (viseral) seperti gangguan ginjal,
usus, dan lain-lain.
2. Neurogenik, merupakan NPB yang bersumber dari adanya penekanan
pada saraf punggung bawah.
3. Vaskulogenik, merupakan NPB yang bersumber dari adanya gangguan
vaskuler disekitar punggung bawah.
4. Spondilogenik, merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber dari
adanya gangguan pada struktur tulang maupun persendian tulang
punggung bawah.
5. Psikogenik, merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber dari
adanya gangguan psikologis pasien
B. Berdasarkan Onset
1. Akut low back pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang
menyerang secara tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar,
antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat
hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka
traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat
hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak
jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan
yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat
masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri
pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
2. Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih
dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali.
Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada
waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena
13
osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus
intervertebralis dan tumor.
II. Etiologi
A. Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir
Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Kelainan-
kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya
setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan scoliosis ringan.
Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat
menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di
tulang vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan
ini dikenal dengan Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan
gejala-gejala berat seperti club foot, rudimentair foof, kelayuan pada kaki,
dan sebagainya. namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan
keluhan. Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:
1. Penyakit Spondylisthesis
Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus
vertebrae, dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus
vertebrae (Bimariotejo, 2009). Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu
bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru menimbulkan nyeri akibat
kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang
bila penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu
berdiri atau berjalan.
2. Penyakit Kissing Spine
Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus
bersentuhan. Keadaan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak.
Gejala yang ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa
diketahui dengan pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral.
3. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V
Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari
vertebra lumbal ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os
ileum.
14
B. Low Back Pain karena Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada
orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot
atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri
pinggang bawah yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang kurang
baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot
punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan
nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka
waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan
medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut. Secara patologis
anatomis, pada low back pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan
beberapa keadaan, seperti:
1. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah
rasa nyeri pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat
bertambah saat batuk dan saat posisi supine. Pada pemerikasaan,
lassague symptom positif dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas.
2. Perubahan pada sendi Lumba Sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal
V dan sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia.
Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra
lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.
C. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan
pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya
pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang
punggung dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan
keluhan LBP yang disebabkan oleh perubahan jaringan antara lain:
1. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-
ototnya juga menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan
terjadinya kekakuan pada otot atau sendi. Selain itu juga terjadi
penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang menyebabkan tulang
15
belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat
menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang.
2. Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler.
Penyakit ini ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher
dan bahu. Rasa nyeri memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang
buruk dan kelelahan.
3. Penyakit Infeksi
Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang
disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis yang disebabkan oleh
tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri
berat dan akut, demam serta kelemahan.
D. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan
dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan
komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum,
coxa valgum dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri
dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP.
Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan LBP
akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada
tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan
kelemahan otot.
III. Faktor Resiko
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan,
etnis, merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang
berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan
faktor psikososial. Sifat dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada
penderita LBP bermacam-macam seperti nyeri terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam,
hingga terjadi kelemahan pada tungkai. Nyeri ini terdapat pada daerah lumbal
bawah, disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka, koksigeus,
bokong, kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki.
16
IV. Patofisiologi
Reseptor peka nyeri
Berbagai reseptor peka nyeri terdapat di punggung bawah antara lain
periosteum, sepertiga bangunan luar annulus fibrosus (bagian fibrosa dari diskus
intervertebralis), ligamentum kapsula artikularis, fasia, dan otot.Bila reseptor
dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran
berbagai mediator inflamasi dan substansia lainnya yang menimbulkan persepsi
nyeri.
Mekanisme nyeri
Aktivasi nosiseptor menyebabkan nyeri dan sensitisasi nosiseptor
menyebabkan hiperalgesia. Terdapat dua jenis hiperalgesia yaitu primer yang
terjadi di daerah lesi dansekunder di jaringan sehat. Hiperalgesia primer dapat
dibangkitkan dengan stimulasi termal maupun mekanikal dan hiperalgesia
sekunder hanya dapat dibangkitkan mekanikal. Hiperalgesia sekunder disebabkan
kemampuan neuron di kornu dorsalis medulla spinalis memodulasi transmisi
impuls neuronal. Proses modulasi ini terjadi karena impuls yang terus-menerus
menstimulasi medulla spinalis yang berasal dari daerah lesi sehingga neuron di
kornu dorsal menjadi lebih sensitive. Dalam fenomena sensitisasi sentral ada dua
fenomena yang terjadi, yaitu :
A. Wind up : sensitisasi neuron kornu dorsalis terutama wide dynamic range
neuron (WDR). Proses ini sangat bergantung pada glutamate dan reseptor
NMDA
B. Long term potentiation (LTP) merupakan peningkatan kepekaan neuron kornu
dorsalis (sensitisasi) berlangsung lebih lama dan masih terjadi walaupun input
sudah tidak ada.
Nyeri otot sangat berperan dalam terjadinya unspesific low back pain.
Beberaa nosiseptor terdapat di jaringan lunak yang sangat peka terhadap mediator
inflamasi.pada jaringan somatic banyak yang peka terhadap ATP terutama pada
saat lesi otot. Impuls dari otot sebagian dibawa oleh serabut otot tanpa myelin yang
umumnya mempunyai tetrodotoxine resistence (TTXr)-Na channel (kanal Na yang
resisten terhadap tetrodotoxine) sehingga diperlukan obat yang dapat memblok
reseptor tersebut pada pasien penderita nyeri punggung bawah.
Timbulnya nyeri spontan di neuron kornu dorsalis ditentukan oleh Nitric
oxide (NO). Jika konsentrasinya menurun dapat menyebabkan nyeri spontan yang
17
sejalan dengan lesi otot. Sebagian pasien dengan lesi saraf pusat maupun tei di
samping memiliki gejala negative yang berupaparesis atau paralisis, hipestesi, atau
anastesi, juga menderita gejala positif yaitu nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik
yang ditemukan pada pasien nyeri punggung bawah berupa penekakan radiks
sarafoleh hernia nuklesus pulposus,penyempitan kanal spinalis, pembengkakan
artikulasio, fraktur mikro, penekanan tumor dan sebagainya.
Iritasi pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Kemungkinan
pertama penekanan terjadi pada selaput pembungkus syaraf yang kaya akan
nosiseptor dari nervi nervorum yang menimbulkan nyeri inflamasi yang dirasakan
di sepanjang dermatom serabut saraf tersebut. Kemungkinan kedua penekanan
sampai serabut saraf maka ada kemungkinan terjadi gangguan keseimbangan
neuron sensorik melalui perubahan molekuler yang dapat menyebabkan aktivitas
sistem saraf aferen menjadi abnormal dengan timbulnya aktivitas ektofik yang
terjadi di luar reseptor, akumulasi saluran ion natrium di daerah lesi menyebabkan
timbulnya mechano-hot-spot yang sangat peka terhadap rangsangan mekanikal
maupun termal. Hal ini menjadi dasar pemeriksaan Laseque.
V. Diagnosis
Anamnesis
Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:
A. Nyeri pinggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan
radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di
bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan
ligamen.
B. Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada
dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat
disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat
disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam
kanalis vertebralis.
18
C. Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam
pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam
dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.
D. Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam
ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
E. Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens
yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha.
Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri
iliaka komunis.
F. Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan
dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah
posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau
iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap. Gejala LBP
yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan
gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis. Herniasi diskus bisa
membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2- 4 minggu.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang
biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun
sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif
sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng.
Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan
miksi-defekasi, karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana
harus dicari dengan teliti adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow
incontinence dan tidak adanya perasaan ingin miksi dan gejala-gejala ini merupakan
suatu keadaan emergensi yang absolut, yang memerlukan suatu diagnosis segera dan
dekompresi operatif segera, bila ditemukan kausa yang menyebabkan kompresi.
Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit
metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa hilangnya
19
nyeri tanpa terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu penyembuhan,
namun dapat pula berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga perasaan nyeri hilang,
walaupun kompresi radiks masih ada.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri punggung
meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi
meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.
1. Inspeksi. Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri
dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi
diskus.
a. Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang
membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya
lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis
lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
b. Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
1) Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
2) Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di
lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada
saraf spinal.
3) Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada
saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga
meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya
(jackhammer effect).
2. Palpasi :
a. Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan
suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
b. Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan
menekan pada ruangan intervertebralis
c. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (stepoff)
pada palpasi di tempat/level yang terkena.
20
d. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari
adanya fraktur pada vertebra.
e. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
f. Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron
(UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang
berupa UMN atau LMN.
3. Pemeriksaaan Motorik
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk
menemukan abnormalitas motorik. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
a. Berjalan dengan menggunakan tumit.
b. Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
c. Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
4. Pemeriksaan Sensorik. Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru
5. Refleks. Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan
Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi
terjadinya lesi pada saraf spinal.
a. Special Test
1) Tes Lasegue:
Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien
tidak dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang
nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai
radikulopati, terutama pada herniasi discus lumbalis/ lumbo-sacralis.
21
2) Tes Patrick dan anti-patrick:
Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika
gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif
pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.
3) Tes kernig:
Pasien terlentang, paha difleksikan, kemudian meluruskan tungkai
bawah sejauh mungkin anpa timbul rasa nyeri yang berarti. Positif jika
terdapat spasme involunter otot semimembraneus, semitensinous, biceps
femoris yang membatasi ekstensi lutut dan timbul nyeri.
4) Tes Naffziger:
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan
meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul
nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.
5) Tes valsava:
Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan
meningkat, hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.
6) Tes Gaenselen:
Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang
diakibatkan sering menyertai penyakit pada art. Lumbal / lumbosacral.
Dengan pasien berbaring terlentang, pemeriksa memegang salah satu
ekstremitas bawah dengan kedua belah tangan dan menggerakkan paha
sampai pada posisi fleksi maksimal. Kemudian pemeriksa menekan kuat-
kuat ke bawah kearah meja dan ke atas kearah kepala pasien, yang secara
pasif menimbulkan fleksi columna spinalis lumbalis.
22
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin; laju endap darah (LED),
kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
2. Pungsi Lumbal (LP) :
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun
belakangan akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin
sehingga terlihat albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali level
normal.
3. Pemeriksaan Radiologis :
a. Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-
kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral,
spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal.
Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat
bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu
skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
b. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level
neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
c. Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama
pada pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan
alat fiksasi metal. CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras
berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi
nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi vertebra
23
multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap
stenosis foraminal dan kanal vertebralis.
d. MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan
menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli
bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan
diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila:
1) vertebra dan level neurologis belum jelas
2) kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan
lunak
3) untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
4) kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
Mielografi atau CT mielografi dan atau MRI adalah alat diagnostik yang
sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau
ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah
adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.
Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus prolaps
pada mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%.
24
a) Elektromiografi (EMG) :
Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis /
neurofisiologis sangat berguna pada diagnosis sindroma radiks.
Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :
- Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks
- Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer
- Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks
b) Elektroneurografi (ENG)
Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer
tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik
(Nerve Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan
pengukuran dari refleks dengan masa laten panjang seperti F-wave dan H-
reflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-kadang
bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga bila ada neuropati
secara bersamaan.
Diagnosis Banding
1. Penyebab Sistemik
a. Aneurisme aorta abdominalis
b. Nephrolitiasis
c. Infeksi ginjal
d. Kelainan metabolic
e. Tumor
f. Ankilosing spondilosis
g. Sindroma Reiter
h. Arthritis colitis ulseravitf
i. Psoriasis arthritis
j. Rheumatoid arthritis
k. Miopati radikulopati
2. Penyebab lokal yang berbahaya
a. Tumor
b. Infeksi ruang diskus
c. Abses epidural
d. Fraktur
e. Hernia diskus
25
f. Stenosis spinal
g. Spondilolistesis
3. Patologi lokal yang menjalar menyerupai nyeri punggung bawah
a. Osteoarthritis pinggang
b. Nekrosis aseptis kaput femoral
c. Trauma nervus ischiadicus
d. Cyclic radiating low back pain
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Low Back Pain Akut
Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan kombinasi
dari pemberian saran dan analgesia yang tepat. Kronisitas low back pain
dapat dihindari dengan: memperhatikan aspek psikologis gejala yang ada,
menghindari pemeriksaan yang tidak perlu dan berlebihan, menghindari
penatalaksanaan yang tidak konsisten, serta memberikan saran untuk
mencegah rekurensi (seperti: menghindari pengangkatan beban yang berat).
Faktor yang berhubungan dengan hasil dan kronisitas low back pain :
1. Distress: reaksi depresif, ketidakberdayaan.
2. Kesalahpahaman tentang nyeri, disabilitas dan rasa takut.
3. Faktor perilaku: menghindari gerakan-gerakan yang memperberat.
Penatalaksanaan Low Back Pain Kronik yang menyebabkan Disabilitas
Penelitian telah menunjukkan bahwa pengaruh terpenting dalam
perkembangan kronisitas adalah psikologikal dibandingkan dengan
biomekanikal. Faktor-faktor psikologis yang dimaksud adalah distress berat,
kesalahpahaman tentang nyeri dan implikasinya, serta penghindaran aktivitas
karena takut membuat rasa nyeri bertambah parah. Terhadap pasien-pasien
yang membutuhkan penanganan rujukan spesialis, pilihan terapinya adalah
interdisciplinary pain management programme (IPMP). Dimana difokuskan
pada fungsi dibandingkan penyakit, tatalaksana dibandingkan penyembuhan,
integrasi beberapa terapi spesifik, penatalaksanaan multidisiplin, menekankan
pada metode aktif daripada pasif, dan self care daripada hanya menerima
terapi.
26
Medikamentosa
Saat ini tersedia berbagai jenis obat-obatan bebas dan obat-obatan
terbatas yang dapat berguna untuk mengurangi rasa nyeri dan mengatasi
gejala-gejala lain yang terkait selama suatu serangan nyeri punggung bawah
sedang berada dalam perbaikan. Perhatian pada penatalaksanaan nyeri
merupakan komponen penting dalam kesembuhan pasien, karena nyeri
punggung bawah akut dan kronis dapat menimbulkan depresi, kesulitan tidur,
dan kesulitan untuk berolahraga serta meregang. Hal ini dapat menimbulkan
serangan baru dan memperlama kondisi nyeri punggung bawah.
Terdapat dua jenis obat-obatan bebas yang disarankan untuk
mengurangi nyeri punggung bawah, yaitu asetaminofen dan obat-obatan anti
inflamasi non steroid (OAINS). Asetaminofen dan OAINS bekerja dengan
mekanisme yang berbeda, sehingga keduanya dapat digunakan secara
bersamaan. Untuk jangka waktu yang pendek, obat-obatan terbatas (seperti
obat-obatan anti nyeri narkotik dan relaksan otot) dapat bermanfaat dalam
mengurangi nyeri atau komplikasi lain yang terkait. Golongan obat yang lain
(seperti obat-obatan antidepresan atau obat-obatan anti kejang) juga dapat
berguna mengurangi sensasi nyeri dan dapat digunakan dalam jangka waktu
yang panjang.
Penggunaan obat-obatan apapun selalu disertai dengan risiko, efek
samping dan interaksi obat, dan dengan demikian perlu adanya konsultasi
dengan ahli medis sebelum memulai penggunaan obat-obatan apapun. Pasien
harus sangat berhati-hati dengan penggunaan obat-obatan apabila mereka
sedang menjalani pengobatan lain atau mengidap penyakit tertentu (seperti
diabetes). Meskipun beberapa risiko dan efek samping utama dipaparkan
disini, namun pasien harus selalu membaca label dan leaflet pada kemasan
obat serta berkonsultasi dengan dokter untuk memahami secara utuh
mengenai risiko, efek samping, dan interaksi obat.
Asetaminofen
Asetaminofen kemungkinan merupakan obat bebas yang paling
efektif untuk nyeri punggung bawah dengan efek samping yang paling
sedikit. Tylenol merupakan salah satu contoh obat dengan kandungan aktif
asetaminofen yang banyak dikenal. Tidak seperti aspirin atau OAINS,
asetaminofen tidak memiliki efek anti inflamasi. Obat ini mengurangi nyeri
27
dengan bekerja secara sentral di otak untuk mematikan persepsi rasa nyeri.
Dosis sebesar 1000 mg asetaminofen dapat dikonsumsi setiap empat jam
sekali, dengan dosis maksimal 4000 mg per 24 jam. Selain efektivitasnya,
asetaminofen sering dianjurkan karena efek sampingnya yang minimal.
Terutama:
1. Sama sekali tidak menimbulkan kecanduan
2. Pasien tidak mengalami efek toleransi terhadap obat (hilangnya efek
anti nyeri) pada penggunaan jangka panjang
3. Tidak menimbulkan gangguan gastrointestinal (lambung)
4. Hanya sedikit pasien yang alergi terhadap obat ini
Suatu hal yang pelu diperhatikan, asetaminofen dimetabolisme oleh
hepar, sehingga pasien dengan gangguan hepar harus memeriksakan diri
terlebih dahulu pada dokternya Pasien tidak boleh mengkonsumsi lebih dari
1000 mg setiap empat jam (dosis maksimal yang dianjurkan), karena dosis
lebih tinggi tidak memberikan efek anti nyeri tambahan dan memperberat
risiko kerusakan hepar.
Obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS)
Karena sebagian besar serangan nyeri punggung bawah melibatkan
suatu komponen inflamasi, obat-obatan anti inflamasi sering menjadi pilihan
terapi yang efektif. OAINS bekerja seperti aspirin dengan menghambat
terjadinya proses inflamasi, namun memiliki efek samping gastrointestinal
yang lebih sedikit dibandingkan dengan aspirin.
OAINS melingkupi golongan obat yang luas dengan banyak pilihan.
Ibuprofen (misalnya Advil, Nuprin, Motrin) merupakan salah satu obat
OAINS yang pertama ditemukan dan sekarang dijual bebas. Dosis yang
dianjurkan adalah 400 mg setiap delapan jam. Jenis OAINS lainnya adalah
naproksen (misalnya Naprosyn, Aleve). Penggunaan OAINS lebih baik
secara terus menerus agar terbentuk suatu konsentrasi obat anti inflamasi di
dalam darah, dan efektivitas OAINS berkurang apabila hanya digunakan
setiap merasa nyeri. Karena OAINS dan asetaminofen bekerja dengan
mekanisme yang berbeda, maka kedua obat ini dapat digunakan secara
bersamaan.
28
OAINS dimetabolisme dari aliran darah oleh ginjal, dengan demikian
bagi pasien diatas usia 65 tahun yang mengidap kelainan ginjal sangat
penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai penggunaan
obat-obatan ini. Apabila seorang pasien mengkonsumsi OAINS dalam jangka
waktu yang lama (6 bulan atau lebih), maka perlu dilakukan pemeriksaan
darah secara rutin untuk mendeteksi tanda-tanda awal kerusakan ginjal.
OAINS juga dapat menimbulkan gangguan lambung, sehingga pasien dengan
riwayat ulkus lambung perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.
Kelas baru OAINS, yaitu penyekat COX-2, sudah tersedia. Perbedaan
utama antara kelompok obat ini dengan obat-obatan OAINS sebelumnya
adalah penyekat COX02 menghambat secara selektif reaksi kimiawi yang
berujung pada inflamasi, tetapi di lain pihak tidak menghambat produksi
kimiawi lapisan pelindung lambung. Karea efek samping utama dari OAINS
adalah pembentukan ulkus lambung, maka obat-obatan ini memiliki angka
komplikasi yang lebih rendah dan cenderung untuk tidak menghasilkan
ulkus. Celebrex merupakan penyekat COX-2 yang pertama dipasarkan, dan
Vioxx merupakam obat yang baru saja dipasarkan.
Obat anti nyeri narkotika
Untuk serangan nyeri punggung bawah yang berat, obat anti nyeri
narkotika dapat diresepkan. Jelas, golongan narkotik lebih kuat dan memiliki
potensi adiksi yang tinggi, sehingga hanya boleh diberikan oleh dokter.
Semua obat narkotika memiliki efek disosiatif yang membantu pasien
mengatasi nyerinya. Jadi obat-obat ini tidak mengurangi sensasi nyeri secara
langsung, melainkan mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri. Narkotika
yang umum digunakan adalah sebagai berikut: kodein (misalnya Tylenol),
propoksifen (misalnya Darvocet), hidrokodon (misalnya. Vicodin) dan
oksikodon (misalnya Percocet, Oxycontin).
Secara umum, obat-obatan narkotika sangat efektif dalam mengatasi
nyeri punggung bawah untuk periode watu yang singkat (kurang dari dua
minggu). Setelah dua minggu pertama, tubuh secara cepat membangun
tolerasni alami terhadapi obat-obatan narkotika tersebut, sehingga efektivitas
obat-obatan tersebut berkurang. Meskipun sebagian dokter percaya bahwa
narkotika dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama dalam dosis yang
kecil untuk mengatasi nyeri punggung bawah kronis, namun obat-obatan
29
narkotika umumnya digunakan untuk mengatasi nyeri punggung bawah akut
yang berat (jangka pendek) atau nyeri pasca operasi. Obat narkotika memiliki
efek samping utama dan risiko yang berat seperti:
1. Gangguan fungsi mental dan rasa kantuk. Pasien dalam pengobatan
narkotika sebaiknya tidak mengoperasikan peralatan berat.
2. Konstipasi yang signifikan. Pasien yang menggunakan obat-obatan
narkotika perlu mengkonsumsi serat lebih banyak dalam diet mereka,
dan mungkin memerlukan pemberian laksatif, untuk menghindari
kosntipasi.
3. Adiksi. Adiksi terhadap narkotika merupakan kejadian yang mungkin
terjadi, meskipun jarang.
4. Interaksi obat dengan asetaminofen. Sebagian besar obat narkotika
mengandung asetaminofen dan sebaiknya tidak digunakan bersamaan
dengan sediaan asetaminofen lain. Pasien tidak boleh mengkonsumsi
lebih dari dosis yang dianjurkan (biasanya dya tablet setiap empat jam
selama merasa nyeri) karena hal ini dapat berakibat kadar asetaminofen
dalam darah meningkat ke tingkat yang membahayakan.
Relaksan otot
Relaksan otot sebenarnya bukan kelompok obat tersendiri, melainkan
sekelompok obat-obatan yang memiliki efek sedative secara umum terhadap
tubuh. Obat-obatan ini tidak bekerja secara langsung pada otot, melainkan
bekerja secara sentral (di otak) dan merupakan relaksan tubuh secara umum.
Biasanya, relaksan otot diresepkan lebih dini dalam perjalanan penyakit nyeri
punggung bawah, dan biasanya dalam jangka waktu yang singkat, dengan
tujuan mengurangi nyeri punggung bawah yang diakibatkan spasme otot.
Tersedia beberapa obat-obatan yang sering digunakan untuk mengobati nyeri
punggung bawah:
1. Carisoprodol (Soma). Umumnya diresepkan dalam jangka waktu
singkat dan mungkin menimbulkan efek kebiasaan, terutama apabila
digunakan beramaan dengan alcohol atau obat-obatan lain yang
mempengaruhi daya pikir.
2. Cyclobenzaprine (Flexeril). Obat-obatan ini dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lebih panjang dan memang memiliki struktur
30
kimiawi yang serupa dengan beberapa obat-obatan antidepresan,
meskipun obat ini sendiri bukan suatu antidepresan.
3. Diazepam (Valium). Penggunaan Valium biasanya dibatasi selama satu
atau dua minggu, dengan dosis tipikal 5-10mg setiap enam jam untuk
mengurangi rasa nyeri yang berkaitan dengan spasme otot. Pasien perlu
mengingat bahwa Valium juga merupakan obat depresan sehingga
dapat memperberat kasus depresi yang berkaitan dengan nyeri kronik.
Steroid oral
Steroid oral, obat resep jenis non-narkotik, obat anti inflamasi yang
sangat kuat kadang-kadang efektif untuk nyeri punggung bawah. Seperti jenis
narkotik, steroid oral digunakan untuk jangka waktu yang singkat (satu
hingga dua minggu). Steroid oral ada dalam berbagai bentuk, sebagai contoh
Paket Dosis Medrol di mana pasien diberikan mulai dengan dosis tinggi
untuk awal nyeri punggung bawah dan kemudian turun ke dosis yang lebih
rendah untuk lebih dari lima atau enam hari. Ketika digunakan untuk jangka
pendek, ada beberapa komplikasi umumnya yang terkait dengan steroid oral.
Namun ada, sejumlah potensial komplikasi yang terkait dengan penggunaan
jangka panjang steroid oral. Efek sampingnya antara lain kenaikan berat
badan, radang perut, osteoporosis, runtuhnya sendi panggul, serta komplikasi
lainnya. Penting untuk dicatat bahwa penderita diabetes tidak boleh
menggunakan steroid oral sejak obat tersebut meningkatkan kadar gula darah.
Steroid juga tidak boleh diberikan kepada pasien dengan infeksi aktif
(misalnya infeksi sinus, infeksi saluran kemih) karena dapat membuat infeksi
lebih parah
Obat-obat Antidepressant
Nyeri punggung bawah yang kronis diketahui dapat menyebabkan
depresi, dan depresi membuat lebih sulit untuk mengatasi rasa sakit. Oleh
karena itu, sering kali penting untuk mengatasi nyeri sakit dan obat depresi
harus diperlakukan secara simultan untuk menghasilkan pengobatan yang
sukses.
Generasi pertama obat-obatan antidepresan (misalnya trisiklik,
penyekat monoamine oksidase) memiliki efek samping yang signifikan, dan
tidak legi digunakan untuk mengobati depresi. Meskipun demikian, golongan
31
trisiklik (Amitriptilin, Nortriptilin, dan Imipramin) diberikan dengan dosis
yang lebih rendah sebagai sedative untuk membantu pasien yang memiliki
kesulitan tidur. Obat-obatan ini tidak bersifat adiktif dan tidak merubah siklus
tidur pasien, sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Pada
awalnya pasien akan merasakan mengantuk pada saat bangun di pagi hari
setelah semalam mengkonsumsi obat trisiklik, namun efek hangover ini
umumnya menghilang dengan cepat. Obat-obatan trisiklik juga tampak
mengurangi nyeri apabila dikonsumsi secara teratur, meskipun mekanisme
yang menimbulkan efek ini belum jelas.
1.4. Diagnosis Sementara
Diagnosis Klinis : LBP Akut
Diagnosis Topik : radiks lumbosacral
Diagnosis Etiologi : spondilogenik dd neurogenik
32
1.5. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Pemeriksaan fisik di IGD dilakukan pada hari Senin tanggal 31 Desember 2018
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran composmentis (E4V5M6), VAS 7
Tanda Vital
TD : 180/100 mmHg
Nadi : 89 x/menit, reguler, isi cukup
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,80 C
Pemeriksaan fisik di bangsal dilakukan pada hari Kamis tanggal 03 Januari 2019
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran composmentis (E4V5M6), VAS 4
Tanda Vital
TD : 170/100 mmHg
Nadi : 70 x/menit, reguler, isi cukup
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,60 C
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : membran timpani intak
Hidung : discharge (-/-), edema (-/-)
Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-/-)
Leher : KGB dbn, kelenjar tyroid dbn
Dada : simetris, retraksi (-), jejas (-)
Cor : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing (-), ronkhi (-)
Abdomen : datar, supel, timpani, hepar & lien tidak teraba, BU (+) N, NT (-)
Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Tes Lasegue : -/-
Tes Patrick : -/+
Tes Contrapatrick : -/+
Tes Kernig : -/-
Tes Naffziger : -/-
33
Tes Valsava : -/-
Tes Gaenselen : -/+
Sensibilitas : Normal
Fungsi Vegetatif : BAB dan BAK normal
Status Neurologis
N.I Daya Penghidu Normal/Normal
N.II
Daya Penglihatan Penglihatan
Warna
Lapang Pandang
Normal/Normal
Normal/Normal
Normal/Normal
N.III
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Ukuran Pupil
Reflek cahaya
Strabismus divergen
(-)/(-)
Normal/Normal
Normal/Normal
Normal/Normal
+ (3 mm)/+ (3mm)
(+)/(+)
(-)/(-)
N.IV
Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
Menggigit
Membuka mulut
(+)/(+)
(-)/(-)
Normal/Normal
Normal/Normal
N.V
Sensibilitas muka
Reflek kornea
Trismus
Normal/Normal
(+)/(+)
(-)/(-)
N.VI Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
(+)/(+)
(-)/(-)
N.VII
Kedipan mata
Lipatan nasolabial
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis
Menggembungkan pipi
Daya kecap lidah 2/3 depan
Normal/Normal
Simetris/simetris
Simetris/simetris
Normal/Normal
Normal/Normal
Normal/Normal
Normal/Normal
Normal/Normal
N.VIII
Mendengar suara berbisik
Tes Rinne
Tes Scwabach
Tes Weber
(+)/(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N.IX
Arkus Faring
Daya kecap lidah 1/3 belakang
Reflek muntah
Sengau
Tersedak
Normal/Normal
Normal/Normal
(+)
(-)
(-)
N.X
Arkus Faring
Bersuara
Menelan
Simetris/simetris
Normal/Normal
Normal/Normal
N.XI Memalingkan kepala Normal/Normal
34
Sikap bahu Mengangkat bahu
Trofi otot bahu
Normal/Normal Normal/Normal
Eutrofi/Eutrofi
N.XII
Sikap Lidah
Artikulasi
Tremor Lidah
Menjulurkan Lidah
Trofi Otot Lidah
Fasikulasi Lidah
Normal/Normal
Normal/Normal
(-)/(-)
Normal/Normal
Eutrofi/Eutrofi
(-)/(-)
Kanan Kiri
Anggota gerak atas
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Sensitibilitas Dbn Dbn
Anggota gerak bawah
Gerakan Bebas Terbatas
Kekuatan 5 3
Tonus N N
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Sensitibilitas Dbn Dbn
35
1.6. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (1/1/19)
Hematologi Hasil Nilai rujukan
Hb 12.0 L 11.7-15.5 g/dl
Leu 17.1 H 3.6-11.0 ribu
Erit 4.62 L 3.8-5.2 juta
Ht 36.9 L 35-47 %
Trombo 322 150-400 ribu
MCV 79.8 L 82-98 fL
MCH 25.8 L 27-32 pg
MCHC 32.5 L 32-37 g/dl
RDW 19.0 10-16 %
MPV 9.4 7-11 mikro m3
Limfosit 10.2 L 1.0-4.5 %
Monosit 4.9 0.2-1.0 %
Eosinofil 1.0 0.04-0.8 %
Basofil 1.33 0-1 %
Neutrofil 64.9 50-70 %
PCT 0.256 0.2-0.5 %
PDW 19.4 H 10-18 %
Kimia Klinik Hasil Nilai rujukan
GDP 127 H 74-106 mg/dl
Glukosa 2 Jam PP 106 <120 mg/dl
SGOT 15 0-35 U/L
SGPT 35 0-35 IU/L
Ureum 47.8 10-50 mg/dL
Kreatinin 1.18 H 0.45-0.75 mg/dl
HDL Direct 59 37-92 mg/dL
LDL-Chol 118.2 <150 mg/dL
Asam Urat 9.63 2-7 mg/dL
Cholesterol 228 <200 mg/dL dianjurkan
Trigliserida 254 H 70-140 mg/dl
36
Rontgen Vertebra Lumbosacral AP/Lat (2/1/19)
Kesan :
Skoliosis lumbalis konveksitas ke kiri
Spondylosis lumbalis
Kompresi VL2,5
Tampak penyempitan diskus intervertebrals L3-4, L4-5, L5-S1
Tak tampak listesis
Diskusi Kedua
Setelah dilakukan tes provokasi dan tes penilaian kelainan sendi sakro-iliaka (Tes
Patrick dan Contra-Patrick), didapatkan hasil yang positif pada pemeriksaan laseque,
kernig, patrick dan kontrapatrick. Hal tersebut menunjukkan bahwa didapatkan gangguan
pada nervus ischiadicus dan sendi sacroiliaka Fungsi motorik ekstremitas atas pasien ini
masih baik. Fungsi system sensorik dan system saraf otonom pasien ini masih baik.
Hasil rontgen vertebra lumbosakral menunjukkan adanya skoliosis lumbal ke kiri,
spondylosis lumbal, kompresi vertebra Lumbal 2,5 dan tampak penyempitan diskus
intervertebrals L3-4, L4-5, L5-S1. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat kita
simpulkan bahwa pasien mengalami nyeri pinggang kiri menjalar sampai kaki kiri yang
sesuai dengan dermatom dari radiks vertebra lumbal karena adanya kompresi vertebra
lumbal yang dapat dilihat dari hasil rontgen untuk membantu menegakkan diagnosis.
37
1.5. Diagnosis
Diagnosis klinik : LBP akut
Diagnosis topik : radiks lumbosacral
Diagnosis etiologi : radikulopati lumbal ec trauma
1.6. Penatalaksanaan
Sebagian besar penderita LBP akut hanya memerlukan terapi simptomatis saja. Lebih
dari 60% penderita nyeri punggung bawah akut akan menunjukkan perbaikan yang
nyata pada minggu pertama terapi (Bratton, 1999; Patel, 2000).
- Inj ketorolac 2x30 mg,
- Inj ranitidin 2x1 amp,
- Inj mecobalamin 1x1 amp,
- PO Diazepam 2x2 mg,
- PO Amitriptilin 2x1/2 tab
1.7. Lembar Follow-Up
Tanggal Jam Catatan
31/12/18 09.35 S : Nyeri pinggang kiri menjalar sampai kaki kiri (+), pasien
hanya bisa berbaring saja
O : CM, TD180/100 mmHg, Nadi 89 x/min, Suhu 36.8 C,
Respirasi 22 x/min, VAS 7
A : LBP
P :
Inj ketorolac extra 1 amp,
PO candesartan 8 mg 1 tab.
Konsul SP Saraf (+) Jawaban (-)
01/1/19 06.00 S : Nyeri pinggang menjalar sampai kaki kiri (+)
O : CM, TD150/100 mmHg, Nadi 88 x/min, Suhu 36.5 C,
Respirasi 20 x/min, VAS 5
A : LBP
P :
Inj ketorolac 2x30 mg,
Inj ranitidin 2x1 amp,
Inj mecobalamin 1x1 amp,
Inj diazepam 2x2
PO Amitriptilin 2x1/2
LAB DR
2/1/19 06.30 S : Nyeri pinggang menjalar sampai kaki kiri (+)
O : CM, TD140/90 mmHg, Nadi 80 x/min, Suhu 36.5 C,
38
Respirasi 20 x/min, VAS 5
A : LBP
P :
Inj ketorolac 2x30 mg,
Inj ranitidin 2x1 amp,
Inj mecobalamin 1x1 amp,
Inj diazepam 2x2
PO amitriptilin 2x1
PO herbeser cd 1x100
3/1/19 06.00 S : Nyeri pinggang kiri menjalar sampai kaki (+) nyeri sudah
berkurang dibanding kemarin, belum mampu untuk duduk, nyeri
tekan lutut (+), krepitus (+), kaku sendi (+).
O : CM, TD120/70 mmHg, Nadi 82 x/min, Suhu 36.5 C,
Respirasi 20 x/min, VAS 4
A : LBP
P :
Inj ketorolac 2x30 mg,
Inj ranitidin 2x1 amp,
Inj mecobalamin 1x1 amp,
Inj diazepam 2x2
PO amitriptilin 2x1
PO herbeser cd 1x200
PO atorvastatin 1x10
PO allopurinol 1x100
Konsul Fisioterapi SP(+) Jawaban (-)
4/1/19 06.00 S : Nyeri sangat dirasakan pada pangkal pada menjalar sampai
kaki kiri (+), pasien mencoba latihan duduk tapi tidak bisa lama
O : CM, TD120/70 mmHg, Nadi 82 x/min, Suhu 36.5 C,
Respirasi 20 x/min, VAS 3
A : LBP
P :
Inj ketorolac 2x30 mg,
Inj ranitidin 2x1 amp,
Inj mecobalamin 1x1 amp,
Inj diazepam 2x2
PO amitriptilin 2x1
PO herbeser cd 1x200
PO atorvastatin 1x10
PO allopurinol 1x100
Konsul Fisioterapi SP(+) Jawaban (+) pasien mendapatkan
korset.
5/1/19 06.00 S : Nyeri pada kaki kiri (+), pasien mencoba latihan duduk dan
berdiri namun bertumpu pada kaki kanan
39
O : CM, TD120/70 mmHg, Nadi 82 x/min, Suhu 36.5 C,
Respirasi 20 x/min, VAS 2
A : LBP
P :
Inj ketorolac 2x30 mg,
Inj ranitidin 2x1 amp,
Inj mecobalamin 1x1 amp,
Inj diazepam 2x2
PO amitriptilin 2x1
PO herbeser cd 1x200
PO atorvastatin 1x10
PO allopurinol 1x100
06/08/18 06.00 S : Nyeri pada kaki kiri (+), untuk latihan berjalan bertumpu
pada kaki kanan karena nyeri
O : CM, TD120/70 mmHg, Nadi 82 x/min, Suhu 36.5 C,
Respirasi 20 x/min, VAS 2
A : LBP
P :
PO amitriptilin 2x1
PO herbeser cd 1x200
PO atorvastatin 1x10
PO allopurinol 1x100
Pasien BLPL
1.8. Prognosis
Death : bonam
Disease : bonam
Disability : bonam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad bonam
40
DAFTAR PUSTAKA
Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukelus Pulposus.
Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Indonesia. 2012. Hal 749-751.
Kumala, poppy. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. Edisi Bahasa Indonesia. 1998.
hal 505
Company Saunder. B. W. Classification, diagnostic imaging, and imaging characterization
of a lumbar. Volume 38. 2000
Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis Ouluensis D Medica.
2006. Hal 1-31
Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep-konsep prose penyakit. Jakarta
: 1995. EGC. Hal 1023-1026.
Rasad, Sjahriar. Radiologi Doagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FK Universitas Indonesia.
Jakarta.2005. Hal 337
S.M Lumbantobing. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI. Jakarta Badan Penerbit FK
UI. Hal 18-19
Gregory DS, Seto CK, Wortley GC, Shugart CM. Acute Lumbar Disk Pain : Navigating
Evaluation and Treatment Choices. American Family Physician:2008:78(7).
The Bone and Joint Decade Task Force on Neck Pain. Neck Pain Evidence Summary.
Adams RD. 2007. Pain in the Neck and Extremities. Principle of Neurology. Mc Graw C.
Inc. 6th
ed. pp 194-197
Anderson GBJ. 2001. Roenthenography Measurement of Lumbar Intervertebral Disc
Height. Spine;6 : 154
Finneson BE.2000 Anatomy of the Low Back Pain. Toronto : 2nd
ed. pp 1-20
Goodyear Smith.2002. Management of low back pain. NZFP; 29: 102-107.
Linton SJ. 2002. “Yellow Flag” for Back Pain. Seattle. Hal :271-272
Meliala L. Suryamiharja. 2000. Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik.
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI. 2000