laporan kasus · pada kinan (cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri sehingga...

35
1 LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S No RM : 173091-2019 Tanggal Lahir : 31 Desember 1955 Umur : 63 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Marital : Duda Pekerjaan : Petani Agama : Islam Alamat : Gondangsari 2/5 Rowoboni Banyubiru Kab. Semarang Ruang Rawat : Mawar / Kelas II Tanggal masuk : 24 Juni 2019 Tanggal keluar : 2 Juli 2019 (9 hari perawatan) II. DATA DASAR Alloanamnesis dilakukan kepada anak pasien pada tanggal 30 Juni 2019 (hari perawatan ke-8). Keluhan Utama Penurunan kesadaran, gelisah Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Ambarawa pada hari senin tanggal 24 Juni 2019 pukul 15.15 WIB atas rujukan dari klinik karena tidak sadar dan terlihat gelisah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut anak pasien, pasien ditemukan sudah terbaring di lantai karena jatuh pada hari kamis 20 juni 2019 dini hari ketika anak pasien baru pulang bekerja. Anak pasien mencoba berinteraksi dengan pasien tetapi pasien tidak merespon apapun. Tubuh pasien terasa kaku dan lemah. Keadaan tersebut membuat keluarga pasien membawa pasien ke klinik terdekat dan pasien sempat menjalani rawat inap di klinik tersbut

Upload: others

Post on 04-Nov-2019

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

No RM : 173091-2019

Tanggal Lahir : 31 Desember 1955

Umur : 63 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Marital : Duda

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Alamat : Gondangsari 2/5 Rowoboni Banyubiru Kab. Semarang

Ruang Rawat : Mawar / Kelas II

Tanggal masuk : 24 Juni 2019

Tanggal keluar : 2 Juli 2019 (9 hari perawatan)

II. DATA DASAR

Alloanamnesis dilakukan kepada anak pasien pada tanggal 30 Juni 2019 (hari

perawatan ke-8).

Keluhan Utama

Penurunan kesadaran, gelisah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Ambarawa pada hari

senin tanggal 24 Juni 2019 pukul 15.15 WIB atas rujukan dari klinik karena tidak

sadar dan terlihat gelisah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut anak

pasien, pasien ditemukan sudah terbaring di lantai karena jatuh pada hari kamis 20

juni 2019 dini hari ketika anak pasien baru pulang bekerja. Anak pasien mencoba

berinteraksi dengan pasien tetapi pasien tidak merespon apapun. Tubuh pasien

terasa kaku dan lemah. Keadaan tersebut membuat keluarga pasien membawa

pasien ke klinik terdekat dan pasien sempat menjalani rawat inap di klinik tersbut

2

selama 3 hari tetapi kondisi pasien tidak mengalami perbaikan. Pasien sesekali

menggerakan tangan atau kaki kirinya, tetapi tubuh bagian kanan tidak mengalami

gerakan apapun. Pasien juga tampak sesak napas karena terdapat ritme napas yang

cepat dan berat. Sebelum jatuh, anak pasien mengatakan bahwa ayahnya tidak

memiliki keluhan kesehatan apapun dan terlihat sehat-sehat saja. Anak pasien juga

mengakui bahwa ayahnya jarang bahkan hampir tidak pernah menjalani kontrol

rutin kesehatan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Menurut anak pasien, pasien terbilang jarang sakit dan tidak memiliki

riawayat penyakit apapun. Sekalipun sakit, pasien hanya menderita flu dan batuk

yang bisa sembuh dengan obat warung atau puskesmas.

• Riwayat penyakit jantung : disangkal

• Riwayat kolesterol : disangkal

• Riwayat penyakit diabetes : disangkal

• Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Menurut anak pasien, kakak pasien pernah ada yang menderita stroke dan

meninggal karena stroke. Adik pasien juga ada yang menderita hipertensi. Namun,

kedua orang tua pasien yang telah meniggal dunia dilaporkan tidak memiliki

riwayat hipertensi maupun stroke.

• Riwayat hipertensi : ada

• Riwayat keluhan serupa : disangkal

• Riwayat stroke : ada

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi

Pasien memiliki 3 orang anak, yaitu 1 anak perempuan dan 2 anak laki-laki.

Pasien hanya tinggal berdua bersama anak ke-3 nya karena istri pasien telah

meninggal dunia karena diabetes dan kedua anak pasien yang lainnya sudah

berkeluarga dan memiliki rumah sendiri. Pasien bekerja sebagai petani yang sehari-

harinya menggarap sawah dan berkebun mencari yang bisa dijual. Pekerjaan pasien

3

tersebut hanya untuk mengisi waktu luang karena anak-anak pasien sudah melarang

pasien bekerja karena sudah tua. Pasien tidak merokok dan jarang minum kopi.

Anamnesis Sistem:

Sistem neurologis : tidak ada gerakan anggota tubuh bagia kanan

Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan

Sistem respirasi : sesak napas

Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan

Sistem integumen : tidak ada keluhan

Sistem urogenital : tidak ada keluhan

Resume Anamnesis

Pasien laki-laki berusia 63 tahun datang diantar keluarga ke IGD RSUD

Ambarawa tanggal 24 Juni 2019 pukul 15.15 WIB atas rujukan klinik dengan

keluhan tidak sadar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien sempat dirawat

inap di klinik selama 3 hari, namun tidak ada perbaikan. Menurut keluarga, pasien

sebelumnya ditemukan sudah terbaring di lantai akibat jatuh pada kamis dini hari

tanggal 20 Juni 2019 dalam keadaan tidak sadar dan tidak merespon ketika diajak

berinteraksi. Sebelum jatuh, keadaan pasien baik-baik saja dan tidak ada keluhan

kesehatan apapun. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Pasien memiliki

riwayat keluarga yaitu, kakaknya yang meninggal akibat stroke dan adiknya yang

menderita hipertensi. Selama keadaan tidak sadar, pasien sesekali menggerakkan

anggota tubuh bagian kiri tetapi anggota tubuh kanan tidak mengalami gerakan

apapun. Pasien juga tampak sesak napas karena terdapat ritme napas yang cepat dan

berat. Pasien bukan perokok atau penggemar kopi. Pasien jarang kontrol rutin

kesehatan.

DISKUSI I

Dari hasil data alloanamnesis ditemukan adanya penurunan kesadaran

mendadak yang dialami pasien setelah diduga terjatuh sebelumnya. Penyebab

penurunan kesadaran sangat beragam, dan dapat disebabkan oleh beberapa

penyakit, seperti stroke, epilepsi, radang otak/infeksi organ lainnya, gagal ginjal,

4

penyakit jantung, paru, gangguan elektrolit. Pada pasien terlihat kondisi cenderung

mengarah ke stroke.

STROKE

1. Definisi

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak

secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan

yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular

(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan

pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak

dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak

disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

2. Epidemiologi

Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan stroke

mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir

setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat

stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-64 tahun mengalami infark

serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan

43% pada usia 85 tahun.

Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat

di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah

(16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi

stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah

didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi

12,1 per1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat

hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke

bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan

dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring

dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada

tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2012).

5

3. Faktor Risiko

Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai

berikut (Sjahrir, 2003) :

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Keturunan / genetic

2. Modifiable risk factors

a. Behavioral risk factors

1. Merokok

2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit

diet

3. Alkoholik

4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat

kontrasepsi hormonal

b. Physiological risk factors

1. Penyakit hipertensi

2. Penyakit jantung

3. Diabetes mellitus

4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus

5. Gangguan ginjal

6. Kegemukan (obesitas)

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan

8. Kelainan anatomi pembuluh darah, dll

4. Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke

mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda,

walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999).

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

1. Stroke Iskemik

6

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Thrombosis serebri

c. Emboli serebri

2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subarachnoid

II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Stroke in evolution

3. Completed stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah

1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :

1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)

2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)

3. Lacunar Infark (LACI)

4. Posterior Circulation Infark (POCI)

5. Patofisiologi

1. Patofisiologi Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh

darah otak yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap

(Sjahrir, 2003).

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

7

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan

melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi,

hilangnya homeostasis ion sel,asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler,

eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas (Sherki dkk,

2002).

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.

(Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy

in Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev.

54:271-284)

Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang

paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah

penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi,

sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami

8

pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya.

Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan

bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat

mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima

arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut,

sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan

berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik

tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang

melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut.

Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin

jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan

basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.

Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan

dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim,

adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat

fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal

di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan

perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 %

adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan

subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma

(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di

daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan

pembuluh arteriola berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan

patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis

fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien,

peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating

arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek

9

penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat

pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin

besar (Caplan, 2000).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat

menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang

terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul

karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis

(Caplan, 2000).

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar

permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang

subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya

aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

6. Manifestasi Klinis

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan

menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).

Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2

hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).

Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode

stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi

beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian

otak yang terkena.

Beberapa gejala stroke berikut :

• Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)

• Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,

membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-tiba

• Muntah

• Pandangan ganda

• Kesulitan berbicara atau memahami orang lain

• Kesulitan menelan

• Kesulitan menulis atau membaca

10

• Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan

menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan

motorik

• Kelemahan pada anggota gerak

7. Diagnosis

Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik

atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis

neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan

penunjang.

I. Anamnesis

Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat

kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah

ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai

fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia, alamat,

status pernikahan, agama, suku, cekat tangan. Menanyakan cekat tangan untuk

mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri.

Pada kinan (cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri

sehingga jika ada lesi di hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara

atau afasia. Sedangkan pada kidal (cekat tangan kiri), 60% pusat bahasa berada

kiri dan 40% berada di kanan, sehingga gangguan bicara tidak menonjol karena

masih terkompensasi.

Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke

dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam

penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu

awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak. Ada 3 hal yang harus

disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit neurologi yang terjadi, onset,

dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.

Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90%

anamnesis dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik dan stroke

11

iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan tekanan

intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan penurunan

kesadaran.

Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang

mencakup gangguan motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada anggota

gerak menandakan adanya gangguan fungsi motorik. Rasa kesemutan dan mati

rasa / baal berhubungan dengan fungsi sensorik. Untuk mengetahui adanya

gangguan otonom dapat ditanyakan tentang alvi, uri, dan hidrosis. Adanya

inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi LMN. Bicara pelo

dan mulut mencong berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika

makan atau minum berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel

berhubungan dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan ketika

anamnesis pasien.

Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari itu

perlu ditanyakan waktu kejadian dan apa yang sedang pasien lakukan sebelum

terjadi serangan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombus atau embolus.

Pada pasien stroke iskemik dengan penyebab trombus, serangan biasanya

terjadi saat pasien sedang beristirahat atau saat aktivitas ringan yang tidak

meningkatkan kerja jantung. Kelemahan anggota gerak yang terjadi bersifat

progresif, semakin lama semakin memburuk. Sedangkan pada pasien stroke

iskemik dengan penyebab embolus umumnya terjadi saat pasien sedang

beraktivitas berat yang meningkatkan kerja jantung, seperti olahraga, menaiki

dan menuruni tangga, atau emosi yang meningkat. Kelemahan anggota gerak

yang tidak bersifat progresif.

Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :

• Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai

gejala-gejala yang menyusul berikutnya, secara berurutan

• Waktu dan lamanya keluhan berlangsung

• Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi,

peningkatan TTIK)

• Sifat dan beratnya serangan

• Lokasi dan penyebarannya

12

• Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)

• Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan

aktivitas apa saja)

• Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu

sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong, mengompol,

baal)

• Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali

• Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang

memperberat atau meringankan serangan

• Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan

yang sama

• Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala

sisa

• Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang

telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan

dengan penyakit yang saat ini diderita

❖ Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

13

❖ Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :

1. SSS > 1 : stroke hemoragik

2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala

3. SSS < -1 : stroke iskemik

II. Pemeriksaan Fisik

• Tanda vital

Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk

mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan

berhubungan dengan saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan

adanya keterlibatan infeksi.

• Status Generalis

Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.

• Status Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang

telah ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :

➢ GCS

➢ Pupil

➢ Tanda rangsang meningeal

➢ Nervus cranialis

➢ Fungsi motorik

➢ Fungsi sensorik

14

➢ Fungsi otonom

➢ Gait dan koordinasi

III. Pemeriksaan Penunjang

Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis,

preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan prognosis.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan radiologi dan

laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras

dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold

standard yang dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada

stroke hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya

hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto

thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang

umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks

AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.

• Perbandingan hasil CT-scan kepala pada stroke hemoragik dan iskemik

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb,

profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa

(GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR, D-

dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk

15

menentukan prognosis terdiri dari pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan

differential count. Semakin tinggi kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin

buruk karena semakin banyak sel neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena

stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu keadaan yang

menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup.

Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus

diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3

mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke

dan derajat hiperglikemia (Habib, dkk, 2001; Martin, dkk, 1987) :

1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami

metabolisme anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan

menyebabkan asiosis intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan

terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular. Pada

keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah iskemik akan

dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak atau

pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya

glukosa ke dalam sel.

2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter

glutamate dan aspartat, yang keduanya mempunyai sifat eksitasi dan

neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan glutamate akan merangsang

saraf pada lokasi pasca reseptor dan depolarisasi. Dalam keadaan

hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino ekstraseluler yang akan

merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang berlebihan

bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi

glutamate dan aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi

neuron pasca sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron.

3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan

terjadi peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan

terjadinya kerusakan neural.

Pemeriksaan differential count untuk melihat ada atau tidaknya leukositosis

relatif. Prognosis buruk jika ada leukositosis relatif. Sitokin yang dilepaskan

oleh sel yang iskemik akan memanggil leukosit yang berada di marginal pool

16

dan leukosit matur di sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi. Leukosit sendiri

dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih luas pada daerah yang mengalami

kerusakan tersebut karena menyumbat mikrovaskularisasi, vasokontriksi, dan

infiltrasi ke sel neuron dan mengeluarkan enzim hidrolitik, pelepasan lipid, dan

radikal bebas. Peningkatan leukosit pada keadaan ini disebut leukositosis

reaktif, yakni terdapat peningkatan kadar leukosit di dalam darah tanpa disertai

dengan adanya pergeseran proporsi ke arah kanan (shift to right) maupun ke kiri

(shift to left).

Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :

1. Diagnosis klinis

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan

dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Diagnosis klinis

dapat berupa suatu sindrom.

Gejala Awal Stroke Perdarahan Stroke Iskemik

Gejala Peningkatan TIK

-Nyeri Kepala

-Penurunan Kesadaran

-Muntah Menyemprot

-Pandangan Ganda

Muncul pada awal

serangan

Dapat muncul kemudian,

atau tidak muncul

Gejala Lateralisasi

-Kelemahan anggota gerak

sesisi

-Baal sesisi

-Otonom (BAB, BAK,

keringat)

Dapat muncul

kemudian, atau tidak

muncul

Muncul pada awal

serangan

2. Diagnosis topis

Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan. Pada stroke

iskemik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari korteks atau

subkorteks. Jika lesi terdapat di korteks, kelemahan pada satu sisi anggota

gerak berbeda nilainya. Pada bagian yang dipersarafi oleh daerah yang

mengalami kerusakan, nilai motorik lebih berat dibanding bagian yang lain.

17

Sedangkan pada subkorteks, nilai motorik pada satu sisi anggota gerak

sama.

Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat

berasal dari intraserebral atau subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat

diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis,

pasien mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan

subarachnoid dan kaku kuduk positif pada pemeriksaan tanda rangsang

meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral tidak

ditemukan kelainan tersebut.

3. Diagnosis etiologis

Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke iskemik,

dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Penyebab tersebut dapat

diketahui dari anamnesis yang telah dilakukan. Untuk membedakannya

dilihat dari kelemahan anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan

pasien sebelum serangan. Pada stroke hemoragik, penyebabnya yaitu pecah

/ ruptur pembuluh darah.

4. Diagnosis patologis

Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis yang terjadi,

yaitu iskemik atau hemoragik.

8. Penatalaksanaan

Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita

jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak

mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat

diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan

utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat

mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.

Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :

1. Pengelolaan umum :

✓ Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

✓ Stabilisasi hemodinamik

✓ Mencegah peningkatan tekanan intrakranial

18

✓ Mengendalikan kejang

✓ Mengendalikan suhu tubuh

2. Pengelolaan spesifik :

✓ Manajemen cairan dan elektrolit

✓ Manajemen peningkatan tekanan intrakranial

✓ Manajemen tekanan darah

✓ Manajemen glukosa darah

✓ Manajemen kejang

✓ Terapi trombolitik

✓ Neurosurgical intervention

➢ Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :

• Antiagregasi trombosit

• Statin

• Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)

• Neuroprotektor

➢ Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu :

• Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)

• Neuroprotektor

Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :

1. Stroke iskemik

• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya

yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah

rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9

mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu

dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini

mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga

hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat

penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang

cepat saja yang dapat menerima obat ini.

Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki

hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas

19

darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis

15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah

naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah

dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.

• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas

pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.

Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko

untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi

atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard

baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin

dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai

1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat

molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari

ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis

hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR

pasien.

Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi

trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2

x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.

Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain

aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur

siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +

dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur

siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol

dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,

ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat

dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi

reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.

• Proteksi neuronal/sitoproteksi

20

Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena

diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat

mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :

➢ CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara

menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya

radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu

neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane

Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien

stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama

14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang

bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.

➢ Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan

memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan

menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4

x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr

peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke

12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.

➢ Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti

calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50

cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang

bermakna.

• Statin

Statin di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat

neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti

oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream adalah stabilisasi

atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari

arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS

(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,

vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide

Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti

oksidan.

21

2. Stroke Hemoragik

• Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral

Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam

Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah

terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti

pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg

& 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan

prothrombine time memanjang.

Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom

dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.

• Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid

➢ Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada

pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya

diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.

➢ Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium

Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama

21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan

per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah

terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah

iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila

terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter

diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central

venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan

peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg

menggunakan dopamin.

• Pengelolaan operatif

Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,

penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh

darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi

adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.

Faktor faktor yang mempengaruhi :

1. Usia

22

Lebih 70 th ➔ tidak ada tindakan operasi

60 – 70 th ➔ pertimbangan operasi lebih ketat

Kurang 60 th ➔ operasi dapat dilakukan lebih aman

2. Tingkat kesadaran

Koma/sopor ➔ tak dioperasi

Sadar/somnolen ➔ tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan

neurologiknya menurun

Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan

walaupun kesadarannya koma

3. Topis lesi

• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)

Bila TIK tak meninggi ➔ tak dioperasi

Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)

➔ operasi

• Perdarahan putamen

Bila hematoma kecil atau sedang ➔ tak dioperasi

Bila hematoma lebih dari 3 cm ➔ tak dioperasi, kecuali

kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk

• Perdarahan talamus

Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada

hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila

memungkinkan.

• Perdarahan serebelum

Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka

➔ operasi

Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal

dengan pengawasan

Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang

otak ➔ operasi

4. Penampang volume hematoma

Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc

→ operasi

23

Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan

neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka

→ operasi

5. Waktu yang tepat untuk pembedahan

Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan

sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya

ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.

Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &

Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam)

atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt

&Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).

❖ Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan

rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

❖ Terapi Preventif

Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru

stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko

stroke :

Untuk stroke infark diberikan :

a Obat-obat anti platelet aggregasi

b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya

c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

• Menghindari rokok, obesitas, stres

• Berolahraga teratur

III. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis Klinis : penurunan kesadaran, kelemahan anggota tubuh kanan

Diagnosis Topik : Hemisfer sinistra

Diagnosis Etiologi : - Vascular: stroke infark dd stroke hemoragik

24

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan saat di IGD:

▪ GCS : E2M4V2

▪ Tanda-Tanda Vital :

- Tekanan darah : 149/80 mmHg

- Frekuensi nadi : 50x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat

- Frekuensi nafas : 30x/menit, regular

- Suhu tubuh : 37,2°C

IV.1 Pemeriksaan Umum (30 Juni 2019)

o GCS : E1M3V1

o Tanda-Tanda Vital:

- Tekanan darah : 130/90 mmHg

- Frekuensi nadi : 75x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat

- Frekuensi nafas : 35x/menit, regular

- Suhu tubuh : 36,7°C

IV.2 Status generalis

Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata,

tidak mudah dicabut.

Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku

kuduk (+), burdzinski I (-)

Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.

Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata,

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø

3mm/3mm, refleks cahaya (+ melambat/+), refleks kornea (+/+)

Telinga : AD/AS: Bentuk telinga normal, serumen (+), membran timpani

sulit dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)

Hidung : Bentuk hidung normal. Deviasi (-) Sekret (-) Napas cuping hidung

(-)

Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi

(-), sianosis (-).

25

Thoraks

Pulmo :

• Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi (-)

• Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama

• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

• Auskultasi: VBS (+/+), ronkhi (+/+),wheezing (-/-)

Cor :

• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis sinistra

• Perkusi : Batas kiri bawah: ICS IV linea axillaris anterior sinistra

Batas kiri atas: ICS II linea parasternalis sinistra

Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dekstra

Batas kanan atas: ICS II linea parasternalis dekstra

• Auskultasi : BJ I dan II (+), murmur (-) sistolik, gallop (-).

Abdomen :

1. Inspeksi : Datar, supel.

2. Auskultasi: Bising usus (+), normal

3. Perkusi : Timpani di semua regio abdomen

4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien ttb, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : CRT <2 detik, sianosis (-), akral hangat (+)

IV.2 Status Psikiatri

Tingkah Laku : tidak bisa dinilai

Orientasi : tidak bisa dinilai

Kecerdasan : tidak bisa dinilai

Daya Ingat : tidak bisa dinilai

IV.3 Status Neurologis

a. Saraf Kranialis

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N. I. Olfaktorius Daya penghidu Tidak dinilai Tidak dinilai

26

N. II. Optikus

Daya penglihatan Tidak dinilai Tidak dinilai

Pengenalan warna Tidak dinilai Tidak dinilai

Lapang pandang Tidak dinilai Tidak dinilai

N. III.

Okulomotor

Ptosis - -

Gerakan mata ke medial Sulit dinilai Sulit dinilai

Gerakan mata ke atas Sulit dinilai Sulit dinilai

Gerakan mata ke bawah Sulit dinilai Sulit dinilai

Ukuran pupil 3mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya + +

N. IV. Troklearis

Strabismus divergen - -

Gerakan mata ke lat-bwh - -

Strabismus konvergen - -

N. V. Trigeminus

Menggigit Sulit dinilai Sulit dinilai

Membuka mulut Sulit dinilai Sulit dinilai

Sensibilitas muka Sulit dinilai Sulit dinilai

Refleks kornea + +

Trismus - -

N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral Sulit dinilai Sulit dinilai

Strabismus konvergen Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VII. Fasialis

Kedipan mata - -

Lipatan nasolabial - -

Sudut mulut dbn dbn

Mengerutkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai

Menutup mata + +

Meringis Sulit dinilai Sulit dinilai

Menggembungkan pipi Sulit dinilai Sulit dinilai

Daya kecap lidah 2/3 ant Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VIII.

Vestibulokoklearis

Mendengar suara bisik Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Tes Rinne Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Tes Schwabach Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan

Arkus Faring Simetris

Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dinilai

Reflek Muntah Tidak dinilai

N. X (VAGUS) Keterangan

Reflek muntah Tidak dinilai

27

Bersuara Sulit dinilai

Menelan Sulit dinilai

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan

Memalingkan Kepala Sulit dinilai

Sikap Bahu Sulit dinilai

Mengangkat Bahu Sulit dinilai

Trofi Otot Bahu Sulit dinilai

N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan

Artikulasi Sulit dinilai

Menjulurkan lidah Sulit dinilai

b. Fungsi Motorik :

1. Kekuatan motorik

Sulit dinilai Sulit dinilai

Sulit dinilai Sulit dinilai

2. Tonus

Eutonus Eutonus

Eutonus Eutonus

3. Gerak

Sulit dinilai Sulit dinilai

Sulit dinilai Sulit dinilai

4. Trofi

Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

Refleks Fisiologis

Refleks Biceps - Dbn

Refleks Triceps - Dbn

Refleks ulna dan radialis - Dbn

Refleks Patella - Dbn

Refleks Achilles - Dbn

28

Refleks Patologis

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Mendel Bachterew - -

Rosollimo - -

Gonda - -

Hofman Trommer - -

c. Fungsi Sensorik

Kanan Kiri

Rasa nyeri - +

Rasa raba - Sulit dinilai

d. Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : negative

Kernig sign : negative

Pemeriksaan Brudzinski :

Brudzinski I : negative

Brudzinski II : negative

Brudzinski III : negative

Brudzinski IV : negative

e. Fungsi Vegetatif

Fungsi Vegetatif: BAK (+), BAB (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah lengkap

Hb 14.7 11,5 – 15,5 gr/dl

Ht 44.2 35 - 47%

Eritrosit 6.03 H 3.8– 5,2 juta/µL

MCV 73.2 L 82 – 98 fL

MCH 24,3 L 27 – 32 pg

MCHC 33,2 32 – 37 gr/dL

Trombosit 252000 150.000 – 400.000/µL

Leukosit 12,6 H 3.600 –11.000/µL

Hitung Jenis

Eosinofil 0.04 0.04-0.8 %

Basofil 0.03 0-0.2%

29

Neutrofil 10.11 H 1.8-7.5 %

Limfosit 1.7 25-40 %

Monosit 0.72 0.2-1 %

RDW 14.6 10-18%

Kimia Klinik

Glukosa sewaktu 132 H 74-106 mg/dL

SGOT 144 H 0-50 U / L

SGPT 40 H 0-50 IU/L

Ureum 27 10-50 mg/dL

Kreatinin 0.82 0.62-1.1 mg/dL

HDL direct 45 37-92

LDL-cholesterol 128.6 <150

Asam urat 2,53 2-7 mg/dL

Cholesterol 191 <200 dianjurkan

200-239 resiko sedang

>= 240 resiko tinggi

Trigliserida 87 70-140

Elektrolit

Natrium 129 L 136-146 mmol/L

Kalium 2,6 L 3.5-5.1 mmol/L

Chlorida 92 L 98-108 mmol/L

2. Rontgen Thorax (25 Juni 2019)

Kesan :

-Kardiomegali

-Gambaran bronkopneumonia dd/ proses spesifik

30

3. Head CT Scan (26 Juni 2019)

Gambar. Hasil CT Scan Kepala Axial

Kesan :

-Gambaran intracerebral hemoragik dengan vol. ±59,97 cm3 pada temporalis

sampai corona radiate kiri yang mendesak ventrikel lateralis kiri

-Tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

DISKUSI II

Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E1M3V1

yang dapat membuktikan bahwa benar ada penurunan kesadaran pada pasien.

Kesadaran pasien termasuk ke dalam sopor yaitu suatu penurunan kesadaran yang

ditandai dengan keadaan mengantuk yang dalam yang hanya dapat dibangunkan

jika dirangsang nyeri. Pada pemeriksaan tanda vital di IGD ditemukan peningkatan

sistolik yaitu 150/80 mmHg, bradikardia 50x/menit, peningkatan frekuensi napas

yaitu 30x/menit, suhu tubuh 37,2°C. Pada pemeriksaan hari perawatan ke-8

didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 75x/menit, frekuensi napas

35x/menit, suhu tubuh 36,8°C. Refleks cahaya dan pupil pasien dalam batas normal.

Pemeriksaan nervus cranialis tidak dapat maksimal karena kondisi pasien yang

tidak sadar. Hasil rontgen thorax didapatkan kardiomegali dan gambaran

bronkopneumonia. Hasil CT scan didapatkan adanya intracerebral hemoragik

31

dengan vol. ±59,97 cm3 pada temporalis sampai corona radiate kiri yang mendesak

ventrikel lateralis kiri. Hasil tersebut menunjukkan adanya stroke hemoragik pada

pasien.

VI. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis klinis : Penurunan kesadaran, hemiparesis dextra

Diagnosis topis : Hemisfer sinistra

Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik

VII. TATALAKSANA

1. Non Medikamentosa

• Tirah baring

• Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:

- Diagnosis pasien

- Tatalaksana yang akan dilakukan

- Prognosis dari penyakit yang diderita pasien

2. Medikamentosa

• Inj. Methylprednisolone 3 x 125 mg

• Inj. Citicoline 2 x 500 mg

• Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

• Inj. Methylcobalamin 1 x 1 amp

• Inj. Ceftriaxon 2 x 1 amp

• Inj. Phenytoin 2 x 200

• Inj. Manitol 4 x 125 tapp off

• Inj. Kalnex 3 x 1

• Po sucralfat syr 2 x c1

DISKUSI III

Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan

medikamentosa. Tatalaksana nonmedikamentosa meliputi tirah baring dan

edukasi. Pemberian medikamentosa pada pasien ini sebagai berikut:

1. Methylprednisolone

32

Methylprednisolone adalah suatu glukokortikoid yang merupakan

hormon yang muncul secara alami yang mencegah atau menekan inflamasi

dan respons imun ketika diberikan dalam dosis farmakologis. Pada tingkat

molekuler, glukokortikoid yang tidak terikat mudah melintasi membran sel

dan berikatan dengan afinitas tinggi terhadap reseptor sitoplasma spesifik.

Ikatan ini menginduksi respons dengan memodifikasi transkripsi dan,

akhirnya, sintesis protein untuk mencapai aksi steroid yang dimaksud.

Tindakan tersebut dapat meliputi: penghambatan infiltrasi leukosit di

tempat peradangan, gangguan fungsi mediator dari respon inflamasi, dan

penindasan respon imun humoral. Tindakan antiinflamasi kortikosteroid

dianggap melibatkan protein penghambat fosfolipase A2, yang secara

kolektif disebut lipokortin. Lipokortin mengendalikan biosintesis mediator

ampuh peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien dengan

menghambat pelepasan molekul prekursor asam arakidonat.

Pemberian methylprednisolone telah digunakan sejak abad 19 yang

diketahui baik untuk mengurangi edem serebri vasogenik yang

berhubungan dengan tumor otak baik primer ataupun jenis metastasis,

digunakan juga pada pasien dengan abses otak. Pemberian

methylprednisolone jangka pendek juga dapat mengurangi kerusakan akibat

edema serebri, menurunkan tekanan intracranial dan juga memperbaiki

brain blood barrier atau sawar darah otak.

2. Citicoline

Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui

peningkatan sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik

yang rusak melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga

menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan

kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada

pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan

darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif

dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan

mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan

pada pasien yang mengalami gegar otak.

33

3. Ranitidine

Pemberian Ranitidine ditujukan sebagai gastroprotektor untuk

mencegah terjadinya stress ulcer pada lambung karena obat.

4. Methylcobalamin

Methylcobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari vitamin

B12 yang memiliki peran penting terhadap pembentukan sel darah merah,

metabolisme sel tubuh, sel saraf, dan produksi DNA. Suplemen

methylcobalamin digunakan untuk menangani gangguan yang muncul

akibat kekurangan vitamin B12, seperti neuropati perifer dan anemia.

5. Ceftriaxon

Ceftriaxon adalah antibiotiol golongan sefalosporin generasi III,

yaitu sefalosporin yang efektif dalam mengobati infeksi bakteri gram

negatif seperti Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella

pneumoniae dan Proteus mirabilis yang tidak menghasilkan enzim

ESBL. ESBL merupakan enzim yang dihasilkan bakteri dan dapat

mengakibatkan antibiotik tidak efektif membunuh bakteri. Sefalosporin

generasi III kurang efektif dalam mengatasi infeksi akibat bakteri kokus

gram positif. Contoh sefalosporin generasi III adalah ceftriaxone,

cefotaxime, cefixime, cefpodoxime, cefditoren, ceftizoxime, cefoperazone,

ceftazidime, dan cefdinir. Khusus untuk ceftazidime, efektif untuk

infeksi Pseudomonas.

6. Phenytoin

Phenytoin adalah obat untuk mencegah dan mengontrol

mengontrol kejang yang umumnya terjadi pada penderita epilepsi. Epilepsi

merupakan penyakit di mana penderitanya mengalami kejang secara

berulang. Kejang itu sendiri terjadi karena adanya gangguan pada sinyal

listrik di dalam otak, sehingga otot-otot tubuh berkontraksi dan

menyebabkan gerak yang tidak terkendali. Phenytoin bekerja dengan

menyeimbangkan aliran listrik tersebut, sehingga secara otomatis

mengurangi kemunculan gejala kejang.

7. Manitol

34

Manitol adalah obat diuretik yang digunakan untuk mengurangi

tekanan dalam kepala (intrakranial) akibat pembengkakan otak serta

menurunkan tekanan bola mata akibat glaukoma. Manitol akan membuat

darah yang akan disaring oleh ginjal menjadi lebih pekat, sehingga

mengganggu fungsi ginjal untuk menyerap air kembali. Hal ini

mengakibatkan tubuh membuang air dalam bentuk urine lebih banyak.

Pembuangan urine yang banyak ini membuat kandungan air di sel otak dan

bola mata juga berkurang, sehingga tekanan menurun.

8. Kalnex

Kalnex adalah obat dengan kandungan Tranexamic acid yang

merupakan golongan obat antifibrinolitik. Tranexamic acid merupakan

jenis obat yang berfungsi untuk mengentikan atau mengurangi pendarahan

yang disebabkan oleh berbagai kondisi. Pada beberapa kondisi, terkadang

bekuan darah yang terbentuk saat proses pembekuan darah tidak dapat

bertahan sehingga pendarahan pun terjadi. Obat ini bekerja dengan cara

menjaga bekuan darah yang sudah terbentuk agar tidak hancur dan

menyebabkan pendarahan terus terjadi.

9. Sucralfate

Sukralfat adalah obat untuk mengobati dan mencegah tukak

lambung serta ulkus duodenum. Sukralfat juga dapat digunakan untuk

mengatasi peradangan pada lambung (gastritis) dan mencegah perdarahan

saluran cerna. Obat ini bekerja dengan membentuk lapisan pada bagian yang

luka dan melindunginya dari asam lambung yang dapat memperlambat

penyembuhan.

35

DAFTAR PUSTAKA

Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed,

Professional communications inc New York, 2002

CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH

Bamford, Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific

treatment of acute ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996;

11; 385 – 429.

Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke

(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006.

Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000;

225 -306.

Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth

Edition. Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.

Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline

Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of

cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.

Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-

6.

Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke.

Lancet 1992, 339: 537-9.

Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York,

1990.

Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan, Surabaya 2002.

World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke

prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.