laporan kasus mata zeela final

Upload: rudi-lado

Post on 04-Mar-2016

300 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

medis

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSI. IDENTITAS PASIENNama: Ny. RJenis Kelamin: PerempuanUmur: 51 TahunAgama: IslamSuku/bangsa: MakassarPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAlamat: Jl. Manganel Lr 14A MakassarNo. register: 043446Tanggal Pemeriksaan: 4 Mei 2015Tempat pemeriksaan: poliklinik BKMM

II. ANAMNESIS Keluhan UtamaBenjolan pada kelopak mata kanan bawah

Riwayat Penyakit SekarangPasien mengeluhkan benjolan pada mata kanan bawah dekat hidung yang dialami sejak 2 bulan yang lalu yang disertai dengan sering keluar air mata berlebihan terutamanya jika terkena angin. Pasien juga mengeluh kadang-kadang terdapat juga cairan yang keluar dari benjolan seperti air mata yang berwarna putih keruh. Nyeri ada tapi hilang timbul dan disertai rasa gatal. Riwayat mata merah sebelumnya tidak ada. Penglihatan menurun tidak ada. Riwayat pemakaian kacamata tidak ada. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada. Riwayat menderita penyakit seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat demam sebelumnya ada. Riwayat adanya trauma pada bagian mata dan hidung sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada.

III. STATUS GENERALISKeadaan umum: Sakit sedang/Gizi Cukup/Compos MentisTekanan Darah: 120/80 mmHgNadi: 80x/menitPenapasan: 20x/menitSuhu: 36,7C

IV. FOTO KLINIS

GAMBAR 1: oculi dextra dan sinistra

\

Gambar 2: Oculi Dextra

Gambar 3: Oculi Sinistra

V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIi. InspeksiODOS

PalpebraPalpebra Inferior:Tampak benjolan dekat kantus medial, Hiperemis (+), Edema (+)

Palpebra:Hiperemis (-)Edema (-)

SiliaSekret (+) minimalSekret (-)

Apparatus LakrimalisEpifora (+)

Epifora (-)

KonjungtivaHiperemis (-)Hiperemis (-)

Bola MataKesan normalKesan normal

Mekanisme MuskularKe segala arah

Ke segala arah

KorneaJernihJernih

Bilik Mata DepanKesan normalKesan normal

IrisCoklatCoklat

PupilBulat, sentral, RCL (+)Bulat, sentral, RCL (+)

LensaJernihJernih

ii. PalpasiODOS

Tensi OkulerTnTn

Nyeri Tekan(+)(-)

Massa tumor(+)Ukuran 2cmx2cmx1cm, konsistensi lunak,mobile,batas tidak tegas, warna kemerahan (-)

Glandula Pre-AurikulerTidak ada pembesaranTidak ada pembesaran

iii. TonometriTOD: tekanan 5/5,519 mmHgTOS: tekanan 5/5,511 mmHgiv. VisusVOD : 6/6KOR : -Menjadi : -Lihatdekat : -Koreksi : -DP : -VOS : 6/6KOR : -Menjadi : -Lihatdekat : -Koreksi : -DP : -

v. Campus VisualTidak dilakukan pemeriksaanvi. Color SenseTidak dilakukan pemeriksaanvii. Light SenseTidak dilakukan pemeriksaan

viii. Slit LampSLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

ix. OftalmoskopiTidak dilakukan pemeriksaan

VI. RESUMESeorang wanita umur 51 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama benjolan pada mata kanan bawah dekat hidung yang dialami sejak 2 bulan yang lalu. Epifora ada, secret ada warna putih keruh. Nyeri ada, gatal ada tapi hilang timbul. Riwayat mata merah sebelumnya tidak ada. Penglihatan menurun tidak ada. Riwayat pemakaian kacamata tidak ada. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada. Riwayat menderita penyakit seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat demam sebelumnya ada. Riwayat adanya trauma pada bagian mata dan hidung sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada. Pada pemeriksaan fisis status generalis dan vitalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/6, VOS : 6/6. Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan :OD : Palpebra inferior hiperemis (+), edema (+), massa tumor (+); ukuran 2cmx2cmx1cm, konsistensi lunak, mobile, batas tidak tegas, warna kemerahan, nyeri tekan (+) konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.OS : Palpebra inferior hiperemis (-), edema (-), massa tumor (-), nyeri tekan (-) konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

VII. DIAGNOSISOD Dakriosistitis kronik

VIII. TERAPI-C. Polygran 1 tetes tiap 4 jam-Ciprofloxacin 500mg 2dd1-Natrium diklofenak 50mg 3dd1

IX. ANJURAN-Anel tes-Dakriocystography ( bila perlu)

X. PROGNOSISQuad Ad Vitam: BonamQuad Ad Sanam: BonamQuad Ad Visam: BonamQuad Ad Cosmeticam: Dubia et bonam

XI. DISKUSI

Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis kronis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, anamnesis didapatkan dengan cara autoanamnesis yaitu pasien umur 51 tahun datang dengan keluhan benjolan pada kelopak mata kanan bawah dekat dengan hidung yang dialami sejak 2 bulan yang lalu yang disertai dengan sering keluar air mata berlebihan. Pasien juga mengeluh kadang-kadang terdapat juga cairan yang keluar dari benjolan seperti air mata yang berwarna putih keruh. Nyeri ada tapi hilang timbul dan disertai rasa gatal. Riwayat demam sebelumnya ada. Riwayat mata merah sebelumnya tidak ada dan penglihatan menurun tidak ada. Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, keluhan dan gejala- gejala tersebut sesuai dengan definisi dan manifestasi klinis dakriosistitis yaitu peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Adanya sumbatan tersebut menyebabkan pasien ini mengalami keluhan sering keluar air mata yang berlebihan. Sistem pengeluaran lakrimal berfungsi mengalirkan air mata dari mata ke rongga hidung dan sangat mudah mengalami infeksi maupun inflamasi. Hal ini disebabkan karena normalnya terjadi penyatuan permukaan membran mukosa hidung dan mukosa konjungtiva yang dikolonisasi oleh bakteri. Dakriosisititis paling sering bersifat unilateral dan ditandai dengan keadaan dimana awalnya terjadi air mata yang berlebihan dan pembengkakan yang kemerahan dan berat yang terjadi disekitar hidung pada kelopak mata bawah. Pada pasien ini terdapat cairan yang keluar dari benjolan seperti air mata yang berwarna putih keruh dimana hal ini menunjukkan bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid yang berasal dari saccus lakrimal. Manakala keluhan nyeri yang dialami adalah menunjukkan adanya tanda dan gejala terjadinya peradangan. Riwayat demam sebelumnya menandakan adanya suatu infeksi yang terjadi dimana dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri gram positif maupun gram negatif. Pada pemeriksaan fisis kasus ini, didapatkan bahwa pada mata kanan pasien, palpebral inferior tampak benjolan dekat kantus medial yang hiperemis dengan ukuran 2cmx2cmx1cm, kosistensi lunak, mobile, dan batas tidak tegas, warna kemerahan, nyeri tekan ada. Didapatkan epifora dan sekret pada silia, konjungtiva tidak hiperemis, dan bola mata kesan normal. Berdasarkan pemeriksaan fisis tersebut, ditemukan gejala dakriosistitis yaitu mata berair (epifora) dan disertai sekret pada silia. Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis akut ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio kantus medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal ditandai dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal dan disertai dengan demam. Pembesaran ini berisi sekret mukopurulen yang akan memancar keluar jika ditekan. Pada keadaan kronik, epifora merupakan satu-satunya gejala yang timbul. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid yang berasal dari saccus lakrimal. Oleh itu, pasien pada kasus ini didiagnosis OD dakriosistitis kronis.Dakriosistitis biasanya berespon terhadap antibiotik sistemik yang memadai, dan bentuk kroniknya sering dapat dipertahankan dengan antibiotik topikal. Meskipun demikian, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya. Oleh yang demikian, pada pasien ini, pengobatan yang diberikan adalah obat antibiotik topikal dan antibiotik sistemik;ciprofloxacin dan natrium diklofenak. Antibiotik topikal yang digunakan adalah obat antibiotik tetes mata yang mengandung gentamisin dimana merupakan suatu antibiotika golongan aminoglikosida dan antibiotik sistemik, Ciprofloxacin merupakan antibiotik sintetik golongan quinolone yang bekerja menghambat DNA-girase bakteri. Kedua obat ini efektif dalam menghambat kuman gram positif maupun kuman gram negatif. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral yaitu Natrium diklofenak dimana merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid. Aktivitas diklofenak menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat.Dakriosistitis biasanya berespon terhadap antibiotik sistemik yang memadai, dan bentuk kroniknya sering dapat dipertahankan dengan antibiotik topikal. Meskipun demikian, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya. Oleh yang demikian, tindakan pembedahan dipertimbangkan. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR).DAKRIOSISTITIS

I. PendahuluanSistem lakrimal mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata, yang disebabkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, sakkus lakrimal, dan duktus nasolakrimal merupakan komponen ekskresi sistem ini, yang mengalirkan sekret ke rongga hidung.1Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 tahun, terutama perempuan 2,6,8 dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Dakriosistitis biasanya terjadi pada populasi secara umum dengan mayoritas kejadian pada dekade pertama dan kelima kehidupan, terutama pada wanita postmenopause (70-83%) dan pada mereka yang memiliki higenitas yang buruk. Pravelansi dakriosistitis pada wanita postmenopause kemungkinan disebabkan karena terjadinya perubahan ukuran anatomi dari duktus nasolakrimal. Perubahan hormonal yang terjadi mengakibatkan terjadinya deepitelisasi general yang dapat menyebabkan deepitelisasi pada sakkus dan duktus lakrimal, sehingga menyebabkan terjadinya sumbatan pada kanalis lakrimal.3Sistem pengeluaran lakrimal berfungsi mengalirkan air mata dari mata ke rongga hidung dan sangat mudah mengalami infeksi maupun inflamasi. Hal ini disebabkan karena normalnya terjadi penyatuan permukaan membran mukosa hidung dan mukosa konjungtiva yang dikolonisasi oleh bakteri. Dakriosistitis paling sering terjadi unilateral terutama pada sisi kiri daripada sisi kanan. Hal ini dikarenakan pada banyak kasus, duktus nasolakrimal dan fossa lakrimal membentuk suatu sudut yang lebih besar pada sisi kanan daripada sisi kiri.4Dakriosistitis dapat dibedakan berdasarkan kongenital dan dakriosistisis didapat (acquired).4 Dakriosistitis yang didapatdapat terjadi akibat sumbatan yang terjadi karena stenosis yang idiopatik (primary acquirednasolacrimal duct obstruction) atau akibat penyebab sekunder seperti trauma, inflamasi, neoplasma, atau obstruksi mekanik.5 Selain itu dakriosisititis yang didapat (acquired) dibedakan berdasarkan menurut perjalanan penyakitnya yaitu akut dan kronik.4

II. AnatomiAparatus lakrimal terbentuk dari dua komponen. Struktur-struktur yang berperan dalam pembentukan lapisan tengah (aquous) dari air mata perikorneal disebut dengan sistem sekresi, terdiri atas glandula lakrimalis utama dan glandula lakrimalis aksesorius. Sedangkan struktur yang terlibat untuk mengalirkan air mata dari konjungtiva ke dalam rongga hidung disebut dengan sistem ekskresi, terdiri dari puncta, kanalikuli, sakkus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.6,7

Anatomi Sistem SekresiGlandula lakrimalis utamaGlandula/kelenjar lakrimalis utama terletak pada bagian lateral atas cavum orbita dan terdiri dari pars orbitalis dan pars palpebralis. Glandula lakrimal pars orbitalis ukurannya lebih besar, bentuknya mirip dengan biji almond, terletak didalam fossa lakrimalis di segmen temporal atas anterior dari bagian luar lempengan orbita. Untuk mencapai bagian kelenjar ini dengan pembedahan, harus diiris kulit, muskulus orbikularis okuli dan septum orbitale. Glandula ini memiliki dua permukaan yaitu permukaan superior yang konveks dan berhubungan dengan tulang serta permukaan inferior yang konkaf dan berada di atas m.levator palpebra superior. Glandula lakrimal pars palpebralis lebih kecil dan hanya memiliki satu atau dua lobuli yang terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Duktus sekretori lakrimal, yang bermuara pada sekitar sepuluh lubang kecil, menghubungkan bagian orbita dan pelpebra kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior. Pengangkatan bagian palpebra akan memutus semua saluran penghubung dan mencegah saluran kelenjar bersekresi. 6,7,8

Duktus glandula lakrimalisDari kelenjar lakrimalis, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 10-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior. Terdapat satu atau dua duktus yang juga terbuka pada segmen lateral dari forniks inferior.6

Glandula lakrimalis aksesori Glandula lakrimalis aksesori terletak di substansia propria dari konjungtiva palpebra.8 Glandula ini terbagi atas dua yaitu glandula Krause dan Wolfring. Glandula Krause berada di bawah konjungtiva palpebra diantara fornix dan tepi tarsus. Kelenjar ini berjumlah 42 di fornix superior dan 6-8 di fornix inferior. Glandula wolfring terletak di dekat tepi atas tarsal superior dan sepanjang tepi bawah tarsus inferior.6

Anatomi Sistem SekresiPunktum lakrimalis Punktum lakrimalis terdiri atas dua bagian kecil, bulat atau oval yang terletak di sebelah medial pada kelopak mata atas dan bawah(punktum superior dan inferior) sekitar 6-6,5 mm dari arah temporal dari kantus bagian dalam. Normalnya, punktum ini berada pada sakkus lakrimalis yang akan menampung air mata pada kantus bagian dalam.6

Kanalikuli lakrimalisHubungan antara punktum dan sakkus lakrimal disebut kanalikuli lakrimal. Kanalikuli ini memiliki bagian vertikal yang panjangnya 1-2 mm dan bagian horisontal yang terletak di dekat ampula dengan panjang 6-8 mm. Banyak dari bagian horizontal kanalikuli superior dan inferior membentuk kanalikuli komunis. Dari kanalikuli lakrimalis masuk ke sakkus lakrimalis dihubungkan oleh katup rosenmuller yang mencegah refluks air mata.6,7

Gambar 1. Anatomi Aparatus Lakrimalis.(dikutip dari kepustakaan 8)

Sakkus lakrimalisSakkus lakrimalis terletak pada fossa lakrimal di pars anterior dari medial dinding orbita. Ketika melebar, panjangnya menjadi 15mm dan lebar 5-6mm. Sakkus lakrimalis memiliki 3 bagian yaitu fundus yaitu bagian teratas yang terbuka ke arah kanalikuli, korpus di bagian tengah, dan kollum di bagian bawah merupakan segmen terkecil yang berhubungan dengan duktus nasolakrimalis.6

Duktus nasolakrimalis Duktus ini merupakan lanjutan dari kollum sakkus lakrimalis dan bermuara pada meatus nasi inferior. Panjangnya kira-kira 15-18mm. Terdapat beberapa katup membran di duktus nasolakrimalis, dan katup yang paling penting adalah katup hasner, yang letaknya paling bawah dari duktus dan berfungsi mencegah refluks dari hidung.6

Gambar 2. Anatomi sistem ekskresi aparatus lakrimal.(dikutip dari kepustakaan 9)

Struktur, vaskularisasi dan pembuluh darah limfeSemua glandula lakrimasi merupakan asinus (lobus-lobus) serosa, seperti halnya dengan struktur pada glandula saliva. Secara mikroskopik terdiri dari jaringan kelenjar (asinus dan duktus), jaringan penyambung dan punkta. Glandula lakrimalis utama divaskularisasi oleh arteri lakrimal yang merupakan cabang dari arteri oftalmika sedangkan vena dari kelenjar akan bergabung dengan vena oftalmika. Drainase limfe bersatu dengan pembuluh limfe konjungtiva dan mengalir ke kelenjar getah bening preaurikuler. 6,8 Innervasi Adapun innervasi pada aparatus lakrimalis terdiri dari : (1) nervus lakrimalis merupakan saraf sensorik, berasal dari percabangan nervus oftalmika (cabang pertama dari nervus trigeminus), (2) saraf simpatik yang berasal dari plexus karotis dari simpatis servikal, yang menyertai arteri dan nervus lakrimalis, dan (3) nervus petrosus superficialis magna yang merupakan saraf sekretorik yang berasal dari nukleus salivarius superior.6,8

Struktur TerkaitLigamentum palpebrale medial menghubungkan lempeng tarsus superior dan inferior ke processus frontalis padakantus internus, sebelah anterior dari sakkus lakrimalis. Bagian sakkus lakrimalis di bawah ligamentum ditutupi sedikit serat muskulus orbikularis okuli. Serat-serat ini sukar menahan pembengkakan dan distensi sakkus lakrimalis. Daerah di bawah ligamentum palpebrale medial membengkak pada dakriosisitits akut, dan fistula yang bisa timbul akan bermuara pada daerah ini.8

III. FisiologiSeperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem lakrimasi terdiri atas dua komponen yaitu sistem sekresi dan sistem ekskresi.Sistem SekresiAir mata merupakan hasil sekresi setiap hari dari glandula lakrimalis aksesori (sekresi dasar) dan glandula lakrimalis utama (sekresi akibat keadaan refleks). Sekresi akibat suatu keadaan refleks merupakan respon dari sensasi yang berasal dari kornea dan konjungtiva.6 Glandula lakrimalis memproduksi air, elektrolit dan protein sebagai akibat dari respon alami dan stimulus hormonal serta memberikan kontribusi utama untuk membentuk lapisan aqueous dari air mata.10 Hiperlakrimasi terjadi karena sensasi iritatif dari kornea dan konjungtiva.6Sistem EkskresiSetelah diproduksi, air mata akan mengalir ke bawah dan medial pada seluruh permukaan bola mata untuk mencapai forniks inferior dan kemudian melalui lakus lakrimalis didalam kantus. Air mata kemudian dialirkan oleh bagian lakrimal ke dalam rongga hidung. Hal ini terjadi akibat adanya mekanisme pompa lakrimalaktif yang dibentuk oleh serat-serat orbicularis (terutama otot Horner) pada kantung lakrimal. 6

Gambar 3. Fisiologi sistem ekskresi aparatus lakrimal.(a) Dalam keadaan rileks, punktum lakrimal digenangi air mata. (b) Penutupan kelopak mata, muskulus orbikularis berkontraksi, kanalikuli tertutup dan sakkus lakrimal terbuka, tekanan negatif terbentuk menyebabkan air mata terdorong masuk kedalam sakkus lakrimalis. (c) Saat kelopak mata terbuka, muskulus orbikularis kembali relaksasi menyebabkan munculnya tekanan positif yang mendorong air mata masuk ke dalam duktus nasolakrimalis(dikutip dari kepustakaan 8)

Ketika kelopak mata menutup selama berkedip, kontraksi serat ini mengalami distensi dan menciptakan tekanan negative di dalamnya yang akan mendorong air mata melalui punktum dan kanalikuli masuk ke dalam sakkus lakrimalis. Ketika kelopak mata terbuka, otot Horner mengalami relaksasi, sakkus lakrimalis mengalami kolaps dan tekanan positif ditimbulkan untuk mendorong air mata menuruni saluran nasolakrimal kedalam rongga hidung. Oleh karena itu bila terjadi atonia pada sakkus, air mata tidak dapat dialirkan melalui saluran lakrimal sehingga dapat menimbulkan epiforia.6

IV. PatofisiologiDalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi.1 Dakriosistitis lebih sering terjadi pada sisi kiri dari pada sisi kanan. Hal ini kemungkinan disebabkan saluran nasolakrimal dan fossa lakrimalis membentuk sudut yang lebih besar di sisi kanan dari di sisi kiri. Ektodermi wilayah fisura naso-optik tersebut tertanam dalam mesenkim di antara lateral hidungdan prosesus maxilla. Kemudian terjadi kanalisasi dan pembukaan keforniks konjungtiva lalu pada vestibulum hidung. Terkadang pembukaan pada vestibulum hidung tidak lengkap pada saatkelahiran sehingga menyebabkan obstruksi duktus nasolacrimal kongenital.11

V. EpidemiologiEpidemiologi dakriosistitis berdasarkan: 4 UsiaDakriosistitis paling sering terjadi pada dua kategori umur yaitu bayi baru lahir dan pada orang dewasa usia >40 tahun dan dengan puncak usia 60-70 tahun.

Jenis KelaminDakriosistitis pada anak-anak perbandingannya sama, sedangkan pada orang dewasa lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria sekitar 70-83% kasus. RasOrang berkulit hitam lebih jarang terkena dakriosistitis dibandingkan dengan orang berkulit putih. Hal ini karena ostium nasolakrimal pada hidung lebih besar pada orang berkulit hitam dibandingkan dengan ras lainnya. MorbiditasDakriosistitis akut dapat menyebabkan abses saccus lakrimal dan terjadinya penyebaran infeksi. Hal ini merupakan kondisi yang serius. Dakriosistitis kronik merupakan kondisi yang jarang terjadi morbiditas berat. Sedangkan dakriosistitis kongenital bila tidak tertangani dapat menjadi cukup berat.11

VI. KlasifikasiDakriosistitis dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu: congenital dan dakriosistitis dewasa (akut dan kronik)6a. Dakriosistitis akut merupakan inflamasi supuratif akut pada saccus lakrimalis yang ditandai dengan gejala pembengkakan yang nyeri di daerah saccus. Umumnya disebabkan infeksi stapilokokus, pneumokokus dan streptokokus. Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada saccus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.4,6b. Dakriosistitis kronis lebih sering ditemukan dibandingkan dakriosistitis akut. Karakteristik awal yang ditunjukkan berupa peningkatan lakrimasi dan biasanya dapat merupakan kelanjutan dari dakriosistitis akut, dan bersifat rekuren.Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.4,6c. Dakriosistitis kongenital merupakan inflamasi saccus lakrimal yang terjadi pada bayi baru lahir, biasa juga disebut dakriosistitis neonatorum.6 Dakriosistitis congenital merupakan bentuk khusus dari peradangan pada sakkus lakrimal yang patofisiologinya berhubungan dengan embryogenesis dari system ekskresi lakrimal dan merupakan bentuk yang paling berat. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian.Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.4Sekitar 30% bayi baru lahir diperkirakan memiliki duktus nasolakrimalis yang tertutup sejak lahir.6Bakteri yang paling sering menyebabkan dakrosistitis congenital adalah stapilokokus aureus, pneumokokus, H.influenzae dan streptokokus beta hemolitikus.11

Gambar 4. Dakriosistitis Akut.(dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 5. Dakriosistitis Kronik.(dikutip dari kepustakaan 11)

Gambar 6. Dakriosistitis Kongenital.(dikutip dari kepustakaan 12)

VII. EtiologiTerjadinya dakriosistitis terdiri atas beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah factor predisposisi berupa umur, jenis kelamin, ras, hereditas, status social ekonomi maupun hygiene personal yang buruk. Faktor berikutnya adalah faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap statisnya air mata pada saccus lakrimal berupa faktor anatomi, benda asing, hiperlakrimasi, inflamasi, dan adanya obstruksi.5Dakriosistitis yang didapat (acquired) pada awalnya terjadi akibat adanya sumbatan pada sistem ekskresi. Etiologi dari terbentuknya sumbatan tersebut bermacam-macam, antara lain:131. Stenosis involusion. Terjadinya stenosiskemungkinan menjadi penyebab paling banyak dari sumbatan duktus nasolakrimal (NLD) pada orang tua. Dilaporkan wanita dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Walaupun hingga saat ini proses terjadinya masih belum jelas, studi kliniopatologi memperkirakan penekanan pada lumen NLD terjadi akibat inflames, infiltrasi dan edema. Hal ini kemungkinan disebabkan infeksi yang tidak dapat diidentifikasi atau penyakit autoimun.2. Dakriolit. Terbentuknya dakliolot atau bekuan padat di dalam saccus lakrimal juga dapat menyebabkaan obstruksi pada NLD. Dakriolit terdiri atas sel-sel epitel, lemak dan debris dengan atau tanpa kalsium. Dakriolit dapat terbentuk pada pasien dengan sistem drainase lakrimal yang normal. 3. Penyakit pada sinus. Penyakit yang terjadi pada sinus dapat timbul bersamaan dengan hal-hal lainnya yang berkontribusi terhadap obstruksi NLD. Pasien juga perlu ditanya mengenai riwayat operasi sinus sebelumnya, karena kerusakan pada NLD terkadang terjadi pada saat ostium dari sinus maxilla diperlebar secara anterior.4. Trauma. Fraktur naso-orbita dapat melibatkan NLD. Penanganan dini pada fraktur dengan pemasangan stentingmelalui sistem drainase lakrimal perlu dipertimbangkan. Akan tetapi, pada saat penanganan trauma yang serius, beberapa kerusakan biasanya tidak diidentifikasi dan disadari telah terjadi sehingga menyebabkan obstruksi NLD.5. Inflamasi. Penyakit-penyakit granulomatous, seperti sarkoidosis, granulomatosis Wegenar, juga dapat menyebabkan obstruksi NLD. 6. Plak lakrimal. Plak pada punktum dan kanalikuli memiliki bentuk dan ukuran yang bermacam-macam. Plak dengan ukuran yang kecil dapat bermigrasi dan menyumbat duktus nasolakrimal.7. Paparan radiasi iodine. Pemberian terapi radioasi iodine pada pasien kanker tiroid juga dapat menyebabkan penutupan apparatus lakrimal. Tetapi hal ini tidak terjadi pada pemberian terapi dosis rendah pada pasien hipertiroid dengan penyakit Grave.8. Neoplasma. Adanya neoplasma perlu dipikirkan pada pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimal. Adanya riwayat keganasan pada sinus maupun nasofaring menjadi perlu diperhatikan dan ditelusuri. Bila dicurigai adanya keganasan perlu dilakukan pemeriksaan radiologi berupa CT scan atau MRI. Adanya obstruksi yang menyebabkan air mata menjadi statis dan stagnasi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan organism yang dapat berujung pada infeksi lanjutan. Adapun organisme kausatif pada dakriosistitis adalah kelompok staphylokokus, pneumokokus, streptokokus, aspergillus, candida albicans,blastomyces, dan pseudomonas pyocyanea. Adapun infeksi granulomatous kronik seperti tuberculosis, sifilis, lemprosy dan rhinosporiodosis juga dapat menyebabkan dakriosistitis. Penyebab infeksi dapat ditemukan secara mikroskopis dengan pemulasan sediaan hapus konjungtiva yang diambil setelah memeras saccus lakrimalis. 1,4,5

VIII. Gejala KlinisGejala utama dakriosistitis adalah mata berair (epifora) dan banyak sekret. Dakriosistitis pada orang dewasa, terdiri dari akut dan kronik. Pada keadaan akut, terdapat tanda dan gejala radang berupa nyeri, eritema dan edema pada daerah saccus lakrimalis. Pembesaran ini berisi sekret mukopurulen yang akan memancar keluar jika ditekan.1Pada keadaan kronik, epifora merupakan satu-satunya gejala yang timbul. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid yang berasal dari saccus lakrimal. Infeksi pada dakriosistitis ini dapat menyebar menjadi konjungtivitis maupun ulkus kornea.1Gambaran klinis pada dakriosistitis kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu5:1. Stadium dakriosistitis kronik kataral dikarakteristikkan dengan inflamasi ringan dari saccus lakrimal dihubungkan dengan blockade duktus nasolakrimalis. Pada stadium ini, gejala yang muncul berupa mata berair dan kadang mata merah ringan di kantus dalam.2. Stadium mukokel lakrimal berupa stagnasi kronik menyebabkan distensi saccus lakrimal yang ditandai dengan epifora konstan dihubungkan dengan pembengkakan pada kantus dalam.Regurgitasi cairan mukoid gelatinous dari punktum inferior pada penekanan bagian yang membesar.3. Stadium dakriosistitis kronik supuratif dikarenakan infeksi piogenik, cairan mukoid menjadi purulen, pergantian mukokel menjadi piokel. 4. Stadium saccus kronik fibrotik, infeksi berulang dalam periode yang berkepanjangan menyebabkan saccus fibrotik karena mukosa yang menebal, yang biasa dihubungkan dengan epifora persisten dan secret. a.Dakriosistitis kronik b.Dakriosistitis akutGambar 7. Dakriosistitis pada orang dewasa.(dikutip dari kepustakaan 14)

IX. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik. Dakriosistitis akut memiliki manifestasi berupa nyeri yang timbul tiba-tiba, eritema, edema pada daerah saccus lacrimalis. Nyeri tekan pada daerah kantus medias merupakan karakteristik, tetapi nyeri dapat meluas ke daerah hidung, dagu, gigi, dan wajah. Beberapa pasien memiliki riwayat demam dan peningkatan jumlah leukosit. Injeksi konjungtiva dan selulitis preseptal kadang timbul pada dakriosistisis akut.4Epifora merupakan gejala yang paling banyak pada dakriosistisis kronik, hal ini berhubungan dengan adanya obstruksi pada aliran air mata, debris, sel epitel dari permukaan mata. Penurunan penglihatan akut merupakan keluhan yang harus diperhatikan. Hal ini secara primer disebabkan oleh peningkatan lapisan air mata pada permukaan mata yang abnormal sehingga berhubungan dengan penglihatan yang berfluktuasi.4Pemeriksaan laboratorium yang menjadi penunjang untuk mediagnosis dakriosistisis adalah pemeriksaan darah lengkap untuk menilai derajat leukositosis, kultur darah, dan kultur dari sekret dari permukaan mata,hidung, dan saccus lakrimal kemungkinan berguna untuk pemberian antibiotik.4Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan fungsi drainase serta patensi dari sistem lacrimal.16 Pemeriksaan tersebut adalah dye dissapearence test (DDT), dan John's dye test. 4,13Dye dissapearence test (DDT) dilakukan untuk menilai aliran lakrimasi yang adekuatterutama pada kasus unilateral. Tes ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein pada masing-masing forniks konjungtiva mata, dan kemudian dinilai lapisan air mata dengan menggunakan filter biru kobal pada slit lamp. Tes ini biasanya digunakan pada anak-anak.13

Gambar 8. Dye dissapearance test (DDT)(dikutip dari kepustakaan 13)

Fluorescein dye dissapearence test atau Fluorescein retention test merupakan tes fisik yang sangat berguna karena tidak membutuhkan alat dan penanda fluoresens dapat bersatu dengan air mata. Prinsip tes ini adalah megevaluasi adanya sisa fluoresens pada mata seteleah diteteskan pada konjungtiva.15 Derajat Fluorescein dye dissapearence test adalah sebagai berikut:15 0 = tidak terdapat fluoresens pada sakus konjungtiva 1 = terdapat fluoresens tipis pada tepi 2 = tampak adanya fluoresens yang melebihi derajat 1 3 = tampak fluoresens yang berwarna terang

Gambar 9. Fluorescein clearance test.a.Grade 0 = tidak tampak fluoresens di konjungtiva. b. Grade 1 = floresens tipis pada tepi. c. Grade = antara grade 1 dan 2. d. Grade 3 = tampak fluoresens yang jelas. e. tes menunjukkan asimetris : terdapat retensi flurosens pada mata kiri akibat obstruksi nasolakrimal congenital.( dikutip dari kepustakaan 15)

Jones I dye test dilakukan untuk melihat kelainan fungsi dan obstruksi anatomisistem nasolakrimal. Hasil positif mengindikasikan tidak ada sumbatan secara anatomi maupun fungsional pada aliran air mata. Hasil negative menunjukkan adanya gangguan pada system drainase lakrimal. Pada Jones II dye test digunakan untuk menilai ada tidaknya obstruksi pada system nasolakrimal. Hasil positif padaJones II dye test (terdapat cairan berwarna pada hidung), berarti system anatomi masih paten. Hasil Jones Idye test negative sedangkan Jones IIdye test positif mengindikasikan adanya obstruksi parsial. Bila hasil negatif pada Jones IIdye test (cairan bening pada hidung), mengindikasikan adanya sumbatan fungsional pada system nasolakrimal. Jika tidak ada cairan yang teririgasi pada Jones II dye test berarti terdapat obstruksi total nasolakrimal.4

Gambar 10. Jones dye test I dan II.(dikutip dari kepustakaan 16)

Anel tes atau uji anel digunakan untuk memeriksa fungsi eksresi lakrimal. Cara melakukan tes ini dengan cara terlebih dahulu diberikan anestesi topical dan dilakukan dilatasi punktum lakrimal. Jarum anel dimasukkan pada punktum dan kanalikuli lakrimal. Dilakukan penyemprotan dengan garam fisiologi. Tes ini dikatakan positif apabila pasien merasa cairan masuk ke dalam tenggorokannya atau terjadi refleks menelan pada pasien. Hal ini berarti fungsi ekskresi sistem lakrimal dalam keadaan baik.17Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis dakriosistitis. CT scansangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.4 Dacryocystography (DCG) dandacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.4Dacryocystography digunakan pada pasien dengan obstruksi mekanik. Pemeriksaan juga berguna untuk menilai lokasi, asal/sumber, dan luasnya obstruksi. Pada suatu kondisi, juga dapat memberikan informasi mengenai mukosa sakkus, adanya fistula, divertikel, batu, atau tumor dalam sakkus. Sebelumya, material radiopak dimasukkan dalam sakkus melalui kanula lakrimal kemudian dilakukan pengambilan foto x-ray 5-30 menit untuk memvisualisasi saluran. Untuk hasil visualisasi anatomi yang lebih baik dilakukan dengan teknik modifikasi yang dikenal substraction macodacryocystography dengan menggunakan kateter kanalikula.5Dacryocystographypada awalnya diperkenalkan oleh Ewing pada tahun 1909 dan sejak itu sering digunakan untuk mengevaluasi system lakrimal. Meskipun demikian, pemeriksaan ini memiliki kerugian, yaitu rendahnya resolusi gambaran jaringan lunak pada mata serta risiko tereksposnya lensa mata oleh radiasi.18MRI Dakriosistography juga dilaporkan menjadi metode diagnostik yang lebih baik untuk mengevaluasi jalur lakrimasi karena memiliki beberapa keuntungan dan tidak menggunakan radiasi ionisasi sehingga dapat meminimalkan risiko terjadinya katarak.18

Patologi Anatomi (PA)Pasien dakriosistitis kronik dengan keluhan pembengkakan persisten pada kantus medial dan epifora dilakukan dakriosistorinostomi. Sakkus lakrimalis yang mengalami pembesaran diangkat dan di belah, pada pemeriksaan sakkus lakrimalis lumen berisi mucus dan material purulen serta dinding saccus yang mengalami penebalan. Pada pemeriksaan histologik, penebalan dinding dikarenakan infiltrasi limfosit dengan formasi folikel pada submukosa dan menampakkan pus dan mucus di lumen.19

Gambar 11.Sakkus lakrimal pasien dengan dakriosistitis kronik. Setelah dibelah berisi material mukopurulen dan penebalan dinding. (dikutip dari kepustakaan 19)

Gambar 12. Gambaran histologi dakriosistitis kronik. Tampak penebalan dinding dan infiltrasi limfosit.(dikutip dari kepustakaan 20)

X. Diagnosis BandingAdapun diagnosis banding dari dakriosistitis adalah: Selulitis preseptal (periorbital), merupakan infeksi pada jaringan subkutan pada septum anterior mata. Selulitis preseptal ini dapat berkembang menjadi selulitis orbita. Gejala klinis yang timbul adalah tanda-tanda radang pada kelopak mata, dapat disertai demam dan lekositosis.21 Selulitis orbita, infeksi jaringan lunak pada rongga orbita di sekitar bola mata.22 Selulitis orbita biasanya berasal dari penyebaran infeksi dari sinus paranasal.21 Dengan gejala klinisnya berupa demam, nyeri pada daerah orbita yang disertai bengkak dan kemerahan. Nyeri terutama dirasakan bila mengerakkan bola mata. Mual dan muntah dapat ditemukan serta terjadinya gangguan penglihatan.21 Hordeolum merupakan infeksi kelenjar di kelopak mata. Bila kelenjar Meibom terkena infeksi, maka akan timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superficialis merupakan infeksi yang terjadi pada kelenjar Zeis dan Moll. Gejala yang timbul adalah nyeri, merah, bengkak. Hordeolum interna dapat menonjol ke kulit atau ke permukaan konjungtiva. hordeolum eksterna selalu menonjol ke arah kulit.1XI. PenatalaksanaanDakriosistitis akut biasanya berespon terhadap antibiotik sistemik yang memadai, dan bentuk kroniknya sering dapat dipertahankan dengan antibiotik topikal. Meskipun demikian, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya. Bila dakriosistitis disertai dengan selulitis maka dibutuhkan perawatan di Rumah Sakit.1,11 Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.22Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres hangat pada daerah sakkus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering. Amoxicillin dan cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa.23 Selain itu dapat juga diberi antibiotik topikal berupa gentamicin tetes 5x sehari dan gentamicin salep setiap malam selama 14 hari, diberi disinfektan berupa larutan Rivanol 1:1000 serta xylometazoline tetes untuk mengurangi bengkak pada mata.22Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam.24 Indikasi untuk melakukan pembedahan bila telah terjadi rekurensi.21Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR).11 Dakriosistorinostomi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu eksternal dan internal.6

Gambar 13. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal. A. Insisi pada kulit, B. Setelah dibuka tampak tulang dari fossa lakrimal, C. Membuat ostium tulang dan mengekspos mukosa nasal, D. Membuat penutup mukosa nasal dan sakkus lakrimal, E. Menjahit bagian posterior dari penutup, F. Menjahit bagian anterior dari penutup(dikutip dari kepustakaan 5)

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) tidak menimbulkan skar (bekas operasi), (2) perdarahan operasi yang minimal, (3) memvisualisasikan secara baik adanya kelainan hidung, (4) trauma minimal pada pembuluh darah etmoid dan cribi form plate, (5) lebih cepat (15-30 menit).5Selain metode dakriosistorinostomi juga terdapat metode pembedahan lainnya yaitu dakriosistektomi yang pelaksanaannya hampir sama dengan operasi dakriosistorinostomi eksternal. Dakriosistektomi dilakukan bila dakriosistorinostomi kontra indikasi untuk dilakukan.5

Gambar 14. Teknik Dakriosistorinostomi Internal.(dikutip dari kepustakaan 5XII. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada dakriosistitis akut maupun kronik yaitu konjungtivitis, ektropion pada kelopak mata bawah, abrasi kornea, abses palpebra, selulitis orbita, dan meskipun jarang dapat menyebabkan thrombosis sinus covernosus.5

XIII. PrognosisPembedahan dengan dakriosistorinostomi eksternal memberikan keberhasilan sekitar 95% sedangkan dengan metode dakriosistorinostomi internal memberikan keberhasilan yang lebih rendah. Flora pada konjungtiva akan kembali terlihat normal setelah beberapa minggu pasca dakriosistorinostomi.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Sullivan JH. Palpebra, apparatus lakrimalis, & air mata. Dalam : Voughan and AsburyOftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal.78-952. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, Browning AC. Acute dacryocystitis. In : Common eye disease and their management 3rd Edition. London : Springer. 2006. p.35-63. Chaudhary M, Bhattarai A, Adhikari SK, Bhatta DR. Bacteriology and antimicrobial susceptibility of adult chronic dacryocystitis. Nep J Oph. 2010;2(4):105-113.4. Khurana AK. Disease of The Eyelid. In: Comprehensive Opthalmology 4th edition. New Delhi: New Age International. 2007. p.363-376.5. Tasman W, Jaeger EA, editors. Chapter 30 : The lacrimal system. In : Duanes Opthalmology. Lippincott William & wilkins. 2007. p.1-296. American Academy of Ophthalmology. Chapter 12 : Development, anatomy, and physiology of the lacrimal secretory and drainage system. In: Orbit, Eyelids, and Lacrimal System Section 7. 2011-2012. p.243-77. Tasman W, Jaeger EA, editors. Chapter 2A : Physiologi of the lacrimal system. In : Duanes Opthalmology. Lippincott William & wilkins. 2007. p.1-38. Olver J, Cassidy L. Lacrimal. In: Ophthalmology at a glance. USA: Blackwell Science. 2005. p. 58-9. 9. Cohen AJ, Mercandetti M, Brazzo BG. Chapter 4: congenital etiologies of lacrimal system obstruction. In : The Lacrimal system Diagnosis, management, and surgery. USA: Springer. 2006. p. 38-40. 10. American Academy of Ophthalmology. Chapter 13 : Abnormalities of the lacrimal secretory and drainage system. In: Orbit, Eyelids, and Lacrimal System Section 7. 2011-2012. p.249-7911. Weber RK, Keerl R, et al. Excretory test. In: Atlas of lacrimal surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2007. p.36-3812. Shah, P, Elkington, AR. Eyelid, Orbital, and Lacrimal Disorders. In: ABC of Eye Fourth Edition. BMJ: 2004. p. 22-813. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Lacrimal apparatus. In: Pocket atlas of ophthalmology. New York : Thieme. 2006. p. 35-37 14. Khurana AK. Chapter 16: Disease of the orbit . In: Comprehensive Opthalmology 4th edition. New Delhi: New Age International. 2007. p.384-515. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. Review of Optometry - The Handbook of Occular Disease Management 12thEdition.

34